13 BAB II LANDASAN TEORI Menurut para ahli

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen
2.1.1.1 Pengertian Manajemen
Menurut para ahli seperti Robbins & Coulter (2004:6), menjelaskan
manajemen ialah proses sebagai pengkoordinasian kegiatan-kegiatan
pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif
melalui orang lain. Kemudian definisi lain diungkapkan bahwa manajemen
sebagai “seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang laian”. Definisi
ini, dikemukan oleh Follet dalam Handoko (2012:3), mengandung arti bahwa
para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orangorang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan atau
dengan kata lain tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.
Menurut Stephen P. dan Mary Coulter (2004:6) manajemen adalah
proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan
tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan melalui orang lain.
Hasibuan (2011:9) mendifinisikan manajemen adalah ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya
lainnya secara efektif dan efisien utnuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut Stephen P.Robbins dan Timothy A. Judge (2008:5), fungsifungsi manajemen adalah:
1. Perencanaan
Proses yang meliputi pendefinisian tujuan suatu organisasi tujuan
penentuan tujuan strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebut dan
pengembangan serangkaian rencana komprehensif untuk menggabungkan
dan mengkoordinasi berbagai aktivitas.
2. Pengorganisasian
Proses yang meliputi penentuan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang
mengerjakan tugas tersebut, bagaimana tugas tersebut dikelompokkan,
siapa melapor kepada siapa, dan dimana keputusan-keputusan dibuat.
13
14
3. Kepemimpinan
Proses yang mencakup pemberian motivasi karyawan, pengaturan orang,
pemilihan saluran komunikasi yang paling efektif, dan penyelesaian
konflik.
4. Pengendalian
Memantau aktivitas untuk memastikan aktivitas tersebut diselesaikan
seperti yang telah direncanakan dan membenarkan penyimpanganpenyimpangan yang signifikan.
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Robert L.Mathis dan John H. Jackson (2006:3)
mengemukan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah rancangan
sistem-sistem
formula
dalam
sebuah
organisasi
untuk
memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuantujuan organisasional.
Menurut Hasibuan (2011:10) manajemen sumber daya manusia
adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
efektif dam efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat.
Menurut Dessler (2008:2), menyatakan bahwa manajemen sumber
daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan
kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka,
kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan, sedangkan menurut Mondy
(2010:2) menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
pemanfaatan individu untuk mencapai tujuan organisasi, pada dasarnya
semua manajer menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lain, ini
memberikan manajemen sumber daya manusia yang efektif.
2.1.2.2 Aktivitas manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Robert L.Mathis dan John H. Jackson (2006:43) manajemen
sumber daya manusia terdiri atas beberapa aktivitas yang saling berhubungan
yang terjadi dalam konteks organisasi yaitu:
1. Perencanaa dan Analisis SDM
15
Aktivitas perencanaan ini dilakukan untuk mengantisipasi kekuatan yang
akan memengaruhi pasokan dan permintaan akan tenaga kerja.
Sedangkan, aktivitas analisis dan penilian selektivitas SDM juga penting
dilakukan sebagai bagian dari menjaga daya saing organisasi. Dukungan
informasi akurat dan tepat waktu yang didapatkan dari Sistem Informasi
Sumber Daya Manusia (SISDM) sangat dibutuhkan untuk menunjang
aktivitas ini.
2. Kesetaraan Kesempatan Bekerja
Kepatuhan pada hukum dan peraturan Kesetaraan Kesempatan Bekerja
(Equal Employment Oppurtunity- EEO) memengaruhi aktifitas SDM
lainnya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen SDM.
Contohnya, perencanaan SDM harus memastikan sumber daya tenaga
kerja yang bervariasi untuk memenuhi jumlah tenaga kerja yang
ditetapkan oleh hukum dan peraturan. Selain itu, pada saat perekrutan,
seleksi dan pelatihan, semua manajer harus mengerti peraturan ini.
3. Perekrutan
Sasaran perekrutan adalah untuk menyediakan pasokan tenaga kerja yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Dengan mengerti apa yang
dilakukan oleh tenaga kerja, analisis pekerjaan (job analysis) adalah dasar
dari fungsi perekrutan. Dari sini, uraian pekerjaan (job description) dan
spesifikasi pekerjaan (job specification), dapat dipersiapkan untuk proses
perekrutan. Proses seleksi sangatlah menekankan pada pemilihan orang
yang memenuhi kriteria persyaratan (qualified) untuk mengisi lowongan
pekerjaan.
4. Pengembangan SDM
Pekerjaan pasti akan berevolusi dan berubah, karena iti diperlukan
pelatihan yang berkesinambungan untuk tanggap pada perubahan
teknologi. Pengembangan semua tenaga kerja, termasuk pengawas
(supervisor) dan manajer, diperlukan untuk menyiapkan organisasi
menghadap tantangan ke depan. Perencanaan Karir (Career Planning)
mengidentifikasi jalur dan aktivitas setiap individu yang berkembang di
suatu organisasi.
16
5. Kompensasi dan Keuntungan
Kompensasi diberikan pada tenaga kerja yang melakukan kerja organisasi
seperti pembayaran (pay), insentif (incentive), dan keuntungan (benefits).
Perusahaan harus mengembangkan dan selalu memperbaiki system upah
dan gaji. Program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan
atas produktivitas semakin banyak dilakukan. Peningkatan biaya pada
keuntungan, contohnya pada keuntungan pemeliharaan kesehatan, selalu
menjadi isu penting.
6. Kesehatan,Keselamatan dan Keamanan Kerja
Kesehatan dan keselamatan fisik serta mental tenaga kerja adalah hal yang
utama. Occupational Safety and Healt Act (OSHA) atau undang-undang
keselamatan dan kesehatan kerja telah membuat organisasi lebih tanggap
atas isi kesehatan dan keselamatan. Pertimbangan tradisional atas
keselamatan kerja terfokus pada mengurangi atau menghapus kecelakaan
kerja. Pertimbangan lain adalah pada isu kesehatan yang timbul pada
lingkungan kerja yang berbahaya seperti resiko terkena bahan kimia atau
teknologi baru. Keamanan tempat kerja juga semakin penting karena
kekerasan tidak jarang terjadi disini.
7. Hubungan Tenaga Kerja dan Buruh /Manajemen
Hak-hak tenaga kerja harus diperhatikan, tidak peduli apakah ada atau
tidak ada serikat tenaga kerja. Komunikasi dan pembaharuan kebijakan
dan peraturan SDM sangat penting untuk dikembangkan sehingga manajer
dan tenaga kerja tahu apa yang diharapkan dari mereka.
2.1.3 Karakteristik Pekerjaan
2.1.3.1 Pengertian Karakteristik Pekerjaan
Menurut Griffin (2004:326), pendekatan karakteristik pekerjaan
merupakan suatu alternatif spesialisasi pekerjaan yang menyarankan agar
pekerjaan seharusnya didiagnosiskan dan ditingkatkan sejalan dengan lima
dimensi.
Dalam Simamora (2004:129) model karakteristik pekerjaan (job
characteristics
models)
merupakan
suatu
pendekatan
terhadap
pemerkayaan pekerjaan (job enrichment). Program pemerkayaan pekerjaan
berusaha merancang pekerjaan dan cara membantu para pemangku jabatan
17
memuaskan kebutuhan mereka akan pertumbuhan, pengakuan, dan
tanggung jawab. Pemerkayaan pekerjaan menambahkan sumber kepuasaan
kepada pekerjaan. Metode ini meningkatkan tanggung jawab, otonomi,
dan kendali.
Mathis dan Jackson (2006:194) mengemukan dalam bukunya,
pekerjaan dirancang untuk memanfatkan karakteristik pekerjaan yang
penting yang cenderung diterima dengan positif oleh karyawan-karyawan.
Karakteristik pekerjaan dapat membantu membedakan antara pekerjaan
yang “baik” dan pekerjaan yang “buruk”. Banyak pendekatan untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas mencerminkan usaha untuk
meluaskan satu karakteristik pekerjaan atau lebih.
Teori karakteristik pekerjaan ini adalah sebuah pekerjaan yang dapat
melahirkan tiga keadaan psikologis dalam diri seorang karywan yakni:
1. Mengalami makna kerja
2. Memikul tanggung jawab akan hasi kerja, dan
3. Pengetahuan akan hasil kerja
Akhirnya, ketiga kondisi psikologis ini akan memengaruhi motivasi
kerja secara internal, kualitas kinerja, kepuasan kerja, ketidakhadiran dan
perputaran karyawan.
Menurut Hackman dan Oldham dalam Luthans (2005:484): ada lima
dimensi karakteristik pekerjaan yaitu:
1. Task Identity
2. Task Significance
3. Skill Variety
4. Autonomy
5. Feedback
Kelima dimensi karakteristik pekerjaan tersebut menciptakan tingkat
reaksi psikologis seseorang tentang makna, tanggung jawab serta
pengetahuan yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut pada akhirnya
berdampak pada motivasi, kinerja, dan kepuasan kerja pegawai serta tingkat
kemangkiran dan tingkat keluar masuknya pegawai.
Keterkaitan dimensi karaktersitik pekerjaan, reaksi psikologis dan hasil
kerja seseorang dijelaskan dalam gambar mengenai model karakteristik
pekerjaan sebagai berikut:
18
Gambar 2.3
Model Karakteristik Pekerjann
Sumber: Hackman dan Oldham dalam Luthans (2005)
Dilihat dari gambar menunjukkan adanya dorongan suatu pekerjaan
kearah hasil yang diinginkan. Dimana karakteristik pekerjaan akan
memengaruhi keadaan psikologis bagi seorang karyawan yaitu karyawan
akan merasakan keberartian mengenai aspek pekerjaan yang dihadapinya,
kemudian karyawan tersebut akan merasa bertanggung jawab terhadap hasil
dari suatu pekerjaan yang dibuatnya, dan dapat mengaplikasikan
pengetahuan yang diperoleh untuk memperoleh hasil akhir yaitu
memotivasi kerja internal yang tinggi, kinerja yang berkualitas tinggi,
kepuasan karyawan, serta rendahnya absensi dan rotasi karyawan.
2.1.3.2 Aspek-Aspek Karakteristik Pekerjaan
Dimensi inti pekerjaan menurut Hackman dan Oldham (1980) dalam Robbins
(2006:641-642):
1. Variasi keterampilan yang dibutuhkan (skill variety)
Variasi keterampilan adalah tingkat di mana seseorang perlu menggunakan
berbagai keterampilan dan kemampuannya untuk melakukan pekerjaa.
Pekerjaan yang mempunyai keragaman tinggi ini akan membuat karyawan
menggunakan beberapa keterampilan dan bakat untuk menyelesaikan
tugasnya.
2. Prosedur dan kejelasan tugas (task identity)
Tingkat di mana suatu pekerjaan itu memerlukan penyelesaian yang
19
menyeluruh dan dapat diindentifikasikan, gerakan manajemen ilmiah masa
lampu telah menimbulkan pekerjaan yang terlalu dispesialisasikan dan
rutinitas. Para karyawan mengerjakan bagian kecil dari pekerjaan sehingga
para karyawan tidak dapat mengidentifikasi salah satu hasil kerja dengan
upaya mereka sendiri.
Para karyawan tidak dapat memiliki rasa
menyelesaikan atau tanggung jawab terhadap pekerjaan secara keseluruhan.
3. Kepentingan tugas (task significance)
Tingkat di mana pekerjaan itu dapat memberikan pengaruh besar pada
kehidupan atau pekerjaan orang lain, dengan kata lain sejauh mana tingkat
kepentingan pekerjaan tersebut.
4. Kewenangan dan tanggung jawab (autonomy)
Tingkat atau keadaan di mana sesuatu pekerjaan itu memberikan kebebasan
kepada karyawan untuk dapat merancang dan memprogramkan aktivitas
kerjanya sendiri. Pekerjaan yang mempunyai otonomi mendorong karyawan
menggunakan kemampuan dan kebijaksanaan untuk dapat menentukan
strategi dalam melaksanakan pekerjaannya.
5. Umpan balik dari tugas yang telah dilaksankan (feedback)
Tingkat di mana karyawan mendapat umpan balik dari pengetahuan
mengenai hasil dari pekerjaannya. Umpan balik mengacu pada informasi
yang diberikan kepada seorang karyawan atas prestasi yang dicapainya dalam
pekerjaan. Umpan balik dapat timbul dari pekerjaan itu sendiri, pimpinan
atau atasan atau rekan kerja lainnya. Gagasan atau kata-kata umpan balik
yang cukup sederhana akan sangat penting dan berate bagi karyawan, terlebih
apabila diwujudkan dalam bentuk hadiah atau bonus. Mereka perlu
mengetahui seberapa baik prestasi mereka, karena mereka menyadari bahwa
prestasi itu memang berbeda-beda, dan agar dapat melakukan penyesuaian
diri melalui proses perolehan atau pembentukan keahlian.
2.1.4 Stres Kerja
2.1.4.1 Pengertian Stres Kerja
20
Beberapa para ahli menjelaskan tentang definisi stres kerja. Menurut
Robbins (2007:597), stres adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu
menghadapi peluang, kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang
sangat di inginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetatpi
penting. Secara khusus stres terkait dengan kendala dan tuntutan. Kendala
adalah kekuatan yang mencegah individu dari melakukan apa yang di
inginkan, sedangkan tuntutan adalah hilangnya sesuatu yang di inginkan,
kemudian menurut Green dan Baron (2004:122) stres adalah pola emosi dan
reaksi fisiologis yang terjadi dalam menanggapi tuntutan dari dalam atau luar
organisasi.
Menurut Sunyoto (20011:61), menyatakn bahwa stres mempunyai arti
berbeda-beda bagi masing-masing individu. Kemampuan setiap beraneka
ragam dalam mengatsi jumlah, intensitas, jenis dan lamanya stres. Ornag lebih
mudah membicarakan ketegangan daripada stres. Stres merupakan sesuatu
yang menyangkut interaksi antara individu dan lingkungan yaitu interaksi
antara stimulasi dan respons, dengan demikian stres kerja (job stress) adalah
konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan
tuntutan psikologis dan fisik secara berlebihan pada seseorang. Stres bukanlah
sesuatu yang aneh atau yang tidak berkaitan dengan keadaan normal yang
terjadi pada orang yang normal atau tidak semua stres bersifat negative. Stres
kerja yang dialami oleh karyawan akibat lingkungan yang dihadapinya akan
memengaruhi kinerja dan kepuasan kerjanya.
Hellriegel dan Slocum (2004), menyatakan stres kerja ialah suatu
perasaan dan tekanan yang di alami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.
Sementara itu Ross dan Altmaie menyebutkan bahwa stres kerja merupakan
akumulasi dari sejumlah sumber-sumber stres yaitu situasi-situasi pekerjaan
yang dianggap sebagai tekanan bagi kebanyakan orang. Lebih lanjut
disebutkan bahwa stres kerja merupakan interaksi antara sejumlah kondisi
pekerjaan dengan karakteristik yang dimiliki oleh pekerja di mana tuntutan
pekerjaan melebihi kemampuan pekerja. (dalam Nayaputera,2011:21).
Menurut Ivancevich (2007), stres adalah suatu respons adaptif,
dimoderasi oleh perbedaan individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap
tindakan, situasi, atau peristiwa yang memberikan tuntutan khusus terhadap
seseorang yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Menurut Ivancevich
21
(2007), stres dibagi menjadi 2 kategori, yaitu stres sebagai suatu stimulus atau
stres sebagai suatu respons. Stres sebagai suatu stimulus menganggap stres
sebagai sejumlah karakteristik atau peristiwa yang mungkin menghasilkan
konsekuensi yang tidak beraturan. Stres sebagai suatu respons merupakan
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dan respons individual.
Hal ini berati, stres merupakan interaksi unik antara kondisi stimulus dalam
lingkungan dan cara individu untuk merespon denga cara tertentu.
Dari beberapa definisi mengenai stres kerja dapat ditarik kesimpulan
bahwa stres kerja adalah kondisi di mana seseorang merasa tertekan atau
tegnag yang dapat memengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik
seseorang.
2.1.4.2 Gejala Stres Kerja
Menurut
Braham (2001, dalam Rivai dan Mulyadi, 2012),
menjelaskan bahwa terdapat gejala stres berupa tanda-tanda berikut
ini :
a) Fisik yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit
buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus,
kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu
dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, beruba selera
makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung ,
kehilangan energi
b) Emosional yaitu marah-marah, mudah tersinggung, dan terlalu
sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah,
sedih, mudah menangis, dan depresi,gugup,agresif terhadap
oranglain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang dan
kelesuan mental.
c) Intelektual yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat
menurun,
sulit
untuk
berkonsentrasi,
suka
melamun
berlebihan, pikiran hanya di penuhi oleh satu pikiran saja.
d) Interpersonal
yaitu
tindakan
mendiamkan
orang
lain,
kepercayaan pada orang lain menurun ,mudah mengingkari
janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain
atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara
22
berlebihan dan mudah menyalahkan orang lain.
2.1.4.3 Potensi Sumber Stres Kerja
Beberapa potensi sumber stres yang menyebabkan timbulnya stres kerja pada
karyawan (Robbins dan Judge, 2007:598-599) :
1. Faktor lingkungan :
•
Ketidakpastian ekonomi :
Selain mempengaruhi disain struktur sebuah perusahaan,
ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres
para karyawan dalam perusahaan. Perubahan dalam siklus
bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi.
•
Ketidakpastian politis :
Ketidakpastian politik juga merupakan pemicu stres, salah satu
contohnya diantara karyawan masyarakat Amerika, dan
ketidakpastian yang sama mempengaruhi karyawan di negaranegara seperti Venezuela.
•
Ketidakpastian teknologis :
Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang
dapat menyebabkan stres, karena inovasi-inovasi baru yang
dapat
membuat
ketrampilan
dan
pengalaman
seorang
karyawan jadi usang dalam waktu singkat, komputer, sistem
robotik, otomatisasi dan berbagai bentuk inovasi teknologis
lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak orang dan
membuat mereka stres.
2. Faktor organisasi :
•
Tuntutan tugas :
Faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang,meliputi:
desain pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas,
tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak fisik
pekerjaan.
•
Tuntutan peran :
Adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan
diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada.
23
Ambiguitas peran manakala ekspektasi peran tidak dipahami
secara jelas dan karyawan tidak yakin apa yang harus ia
lakukan.
•
Tuntutan antar pribadi :
Yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak
adanya dukungan dari perusahaan dan hubungan antarpribadi
yang buruk dapat menyebabkan stress.
3. Faktor individual :
Isu keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik
kepribadiaan yang intern.
2.1.4.4 Faktor-Faktor Lain Potensi Penyebab Stres Kerja
Berikut ini adalah penyebab stres kerja menurut Suprihanto (2003:65 dalam
Sunyoto, 2011:63-65) :
1.
Penyebab fisik meliputi :
•
Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi atau suara tersebut yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan
alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbuklkan
gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009), Apabila kebisingan
terjadi secara terus-menerus dapat menjadi sumber stres bagi
banyak orang terutama pada tenaga kerja.
•
Kelelahan
Kelelahan adalah perpaduan dari wujud penurunan fungsi
mental dan fisik yang menghasilkan kurangnya semangat kerja
sehingga mengakibatkan efektifitas dan efesiensi kerja
menurun. (Saito, 1999 dalam Ariani, 2009:9), selanjutnya
dampak dari kelelahan dapat menyebabkan stres karena
kemampuan untuk bekerja menurun. Kemampuan bekerja
menurun
menyebabkan
menimbulkan stres.
•
Suhu dan kelembaban
prestasi
menurun
dan
akan
24
Kelembaban merupakan jumlah kandungan uap air yang
terkandung dalam massa udara pada suatu saat (waktu) dan
wilayah (tempat) tertentu, selanjutnya suhu dan kelembaban
udara sangat erat hubungannya, karena jika kelembaban udara
berubah, maka suhu juga akan berubah. Di musim penghujan
suhu udara rendah, kelembaban tinggi, memungkinkan
tumbuhnya
jamur
pada
kertas,
atau
kertas
menjadi
bergelombang karena naik turunnya suhu udara. Bekerja pada
suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan
kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan lembab
cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih
berat, sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya
akan menurun.
2.
Beban kerja
Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang
harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang
jabatan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Menpan, (dalam
Dhania, 2010:16). Beban kerja yang terlalu banyak dapat
menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga
menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat
keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin
terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan
sebagainya.
Perhitungan beban kerja dapat dilihat dari 3 aspek, yakni fisik,
mental dan panggunaan waktu. Aspek fisik meliputi beban
kerja berdasarkan kriteria-kriteria fisik manusia. Aspek mental
merupakan
perhitungan
beban
kerja
dengan
mempertimbangkan aspek mental (psikologis). Sedangkan
aspek pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek
pengunaan waktu untuk bekerja.
3.
Sifat pekerjaan
•
Situasi baru :
Situasi baru adalah keadaan baru yang ada pada diri individu
baik itu di luar maupun di dalam dirinya, biasanya untuk
25
menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan atau
organisasi, seseorang akan terasa sangat tertekan sehingga
dapat menimbuklkan stres.
•
Ancaman pribadi
Suatu tingkat control (pengawasan) yang terlalu ketat dari
atasan menyebabkan seseorang terasa terancam kebebasannya.
4.
Kebebasan
Kebebasan membuat mereka merasa ketidakpastian dalam
pekerjaannya.Pendapat lain menurut Suharsono (2012:174),
menyatakan penyebab stres ialah frustasi yang pada dasarnya
merupakan adanya hambatan atas berbagai motivasi yang
terdapat dalam individu sehingga tidak dapat mencapai hasil
sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan.
2.1.4.5 Cara menghadapi Stres Kerja
Tedapat dua cara untuk menghadapi stres kerja, menurut Invancevich,
Konopaske dan Matteson (2006:303), sebagai berikut :
1. Problem-focused coping
Tindakan yang di ambil oleh seseorang individu untuk menghadapi
orang, situasi, atau peristiwa yang penuh tekanan kemudian merujuk
pada tindakan yang diambil untuk berhadapan langsung dengan
sumber stres. Sebagai contoh, pekerja yang memiliki seorang manajer
yang kasar mungkin menghadapinya dengan cara absen dari tempat
kerja. Absen ini akan memungkinkan pekerja tersebut menyingkir,
selama beberapa waktu dari manajer yang kasar tersebut.
2. Emotion-focused coping
Hal ini merujuk pada langkah-langkah yang diambil seseorang untuk
berhadapan dengan perasaan dan emosi yang menekan. Sebagai
contoh, karyawan sering berpergian sebagai bagian dari pekerjaannya
mungkin dapat meringankan perasaan dan emosinya yang tertekan
dengan berolah raga secara teratur atau dengan membaca buku fiksi
ringan, jika aktivitas untuk menghadapi stres ini berhasil, perasaan
karyawan tersebut terkendalikan.
26
2.1.5 Turnover Intention
2.1.5.1 Pengertian Turnover Intention
Robbins (2007) menjelaskan bahwa penarikan diri seseorang keluar
dari suatu organisasi (turnover) dapat diputuskan secara sukarela
(voluntary turnover) maupun secara tidak sukarela (involuntary turnover).
Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk
meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor
seberapa manarik pekerjaan yang ada saat ini dan tersedianya alternatif
pekerjaan lain. Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecetan
menggambarkan
keputusan
pemberi
kerja
(employer)
untuk
menghentikan hubungan kerja dan bersfat uncontrollable bagi karyawan
yang mengalaminya.
Menurut L.Mathis (2006:125) seperti ketidakhadiran, perputaran
berhubungan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Perputaran
adalah proses dimana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan
harus digantikan. Sedangkan menurut Arifin & Fauzi (2007:67) Tingkat
perputaran karyawan adalah perbandingan antara jumlah karyawan yang
masuk dan yang keluar dari suatu perusahaan.
Menurut
disimpulkan
pandangan
beberapa
ahli
di
atas,
dapat
bahwa perputaran karyawan (turnover intention) adalah
keputusan seseorang untuk meninggalkan organisasi atau bisa berupa
pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau
kematian anggota organisasi.
2.1.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover Intention
Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover cukup
kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Diantara faktor – faktor
tersebut yang akan dibahas antara lain sebagai berikut (Novliadi, 2007 :
10-12):
1. Usia
Tingkat turnover yang cenderung lebih tinggi pada karyawan berusia
muda disebabkan karena mereka memiliki keinginan untuk mencoba-
27
coba pekerjaan atau organisasi kerja serta ingin mendapatkan
keyakinan diri lebih besar melalui cara coba-coba tersebut. Hal ini
juga dikudung oleh Cheng dan Chan (2008 : 272), bahwa turnover
intention lebih kuat pada karyawan dengan masa kerja yang lebih
pendek dan lebih kuat pada karyawan yang lebih muda daripada
karyawan yang lebih tua.
2) Lama Kerja
Semakin
lama
masa
kerja
semakin
rendah
kecenderungan
turnovernya. Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan
masa kerja lebih singkat. Interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi
awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan turnover
tersebut.
3) Tingkat pendidikan dan intellegensi
Menurut Handoyo, dikatakan bahwa mereka yang mempunyai tingkat
intellegensi tidak terlalu tinggi akan memandang tugas-tugas yang
sulit sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Ia mudah merasa
gelisah akan tanggung jawab yang diberikan padanya dan merasa
tidak aman. Sebaliknya mereka yang mempunyai tingkat intellegensi
yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaanpekerjaan yang monoton. Mereka akan lebih berani keluar dan
mencari pekerjaan baru daripada mereka yang tingkat pendidikannya
terbatas, karena kemampuan intelegensinya yang terbatas pula.
4) Keterikatan terhadap perusahaan
Pekerja yang mempunyai rasa keterikatan yang kuat terhadap
perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk
perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan
arti hidup serta gambaran diri positif. Akibat secara langsung adalah
menurunnya
perusahaan.
dorongan
diri
untuk
berpindah
pekerjaan
dan
28
2.1.5.3 Jenis-jenis Turnover Intention
Jenis perputaran dikelompokkan dalam beberapa cara yang berbeda.
Setiap klasifikasi berikut ini dapat digunakan dan tidak terpisah satu sama
lain
Tabel 2.5
Jenis Turnover Intention (Perputaran)
Perputaran secara tida sukarela
•
Pemecatan karena kinerja
Perputaran secara sukarela
•
Karyawan meninggalkan
yang buruk dan pelanggaran
perusahaan
peraturan kerja.
keinginannya sendiri
Perputaran Fungsional
•
Perputaran Disfungsional
Karyawan yang memiliki
•
Karyawan penting dan
kinerja lebih rendah atau
memiliki
karyawan yang menunggu
pergi
pergi.
genting.
Perputaran ynag dapat dikendalikan
•
Muncul karena alasan di
luar
pengaruh
karena
pemberi
kinerja
pada
saat
tinggi
yang
Perputaran yang dapat dikendalikan
•
Muncul
yang
karena
faktor
dipengaruhi
oleh
pemberian kerja.
kerja.
Sumber : Robert L.Mathis & John H.Jackson (2006 : 125-126)
2.1.5.4 Alasan Karyawan Berhenti
Menurut Mathis (2006:126) banyak alasan karyawan yang berhenti
tidak dapat dikendalikan oleh organisasi dan alasan-alasan tersebut
meliputi :
1. Karyawan pindah dari daerah geografis.
2. Karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah karena
alasan keluarga.
3. Suami atau istri karyawan dipindahkan.
4. Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari
perguruan tinggi.
29
Organisasi lebih mampu memelihara karyawan apabila mereka
menangani persoalan karyawan yang dapat menimbulkan perputaran.
Walaupun beberapa perputaran tidak dapat dihindari, banyak pemberi kerja
pada zaman sekarang mengetahui bahwa mengurangi perputaran sangatlah
penting. Kerugian perputaran, termasuk produktivitas organisasional yang
berkurang, telah membuat para pemberi kerja mengeluarkan usaha yang
sungguh-sungguh untuk memelihara karyawan.
2.1.5.5 Indikasi Terjadinya Turnover Intention
Menurut Harnoto (2002:2 dalam Wijaya, 2012:40-42), turnover
intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan ,
antara lain : absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian
untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes
kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung
jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya” indikasi tersebut bisa di
gunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intention karyawan
dalam sebuah perusahaan, berikut penjelasan indikasi terjadinya turnover
intention:
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja biasanya
ditandai dengan absensi meningkat dengan tingkat tanggung jawab karyawan
yang menurun dibandingkan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja akan lebih malas
bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang
di pandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang
bersangkutan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terrhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering
meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun
berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja , lebih sering
30
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang di tekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya.
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan
ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang di bebankan,
dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari
biasanya menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
2.1.6 Kepuasan Kerja
2.1.6.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat
individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda
sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi
penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu,
maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Kepuasan
kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan
diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya
jika kepuasan kerja kurang tercapai dipekerjaannya, maka kedisiplinan
karyawan rendah.
Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009:856) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan
seseorang atas perasaaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau
tidak puas dalam bekerja.
Berikut beberapa pengertian mengenai kepuasan kerja dari para ahli
yang dikutip oleh Anwar Prabu dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh
Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional Kabupaten Muara Enim (Jurnal Manajemen & Bisnis
Sriwijaya, 2005:7-8), adalah sebagai berikut:
•
Menurut Hasibuan kepuasan kerja adalah sikap emosional
yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya, yang
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
•
Menurut Davis kepuasan kerja adalah kepuasan pegawai
31
terhadap pekerjaannya. Perasaan itu merupakan cermin dari
penyesuaian antara apa yang diharapkan pegawai dari
pekerjaan / kantornya.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja adalah sikap positif yang menggambarkan apakah
seseorang tersebut menyukai pekerjaannya.
2.1.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner & Kinicki dalam Wibowo (2007:302) terdapat
lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu
sebagai berikut:
1. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan
karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk
memenuhi kebutuhannya.
2. Discrepancies (perbedaan)
Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan sesuatu hasil
pemenuhan harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaaan
antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari
pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima,
orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas
apabila mereka menerima manfaat diatas harapan.
3. Value attainment (pencapaian nilai)
Gagasan Value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil
dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual
yang penting.
4. Equity (keadilan)
Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi
dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan
merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil
kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan
perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.
32
5. Dispositional/genetic components (komponen genetik)
Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian
merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model ini
menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk
menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan
pekerjaan.
Beberapa faktor penentu kepuasan kerja menurut Luthans (2006:212),
adalah sebagai berikut:
1. The work it self (pekerjaan itu sendiri)
Pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja.
Ada beberapa unsur yang paling penting dari kepuasan kerja yang
menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang, serta
perkembangan karir merupakan hal penting untuk setiap karyawan.
2. Pay (gaji)
Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang
diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga
kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Hal paling penting ialah sejauh
mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji di persepsikan
sebagai
adil
didasarkan
tuntutan-tuntutan
pekerjaan,
tingkat
keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok
pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja.
3. Promotion Opportunity (kesempatan promosi)
Kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam
kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena promosi mengambil
beberapa bentuk yang berbeda dan memiliki keanekaragaman dari
yang menyertai kompensasi. Contohnya, apabila seorang karyawan
naik jabatan, gaji karyawan tersebut juga naik sesuai dengan
jabatannya dan kepuasan kerja karyawan tersebut juga meningkat.
4. Supervisor (atasan)
Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan
fungsional
dan
keseluruhan
(entity).
Hubungan
fungsional
mencerminkan sejauh mana atasan membantu bawahan, untuk
memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan,
33
misalnya dengan memberikan pekerjaan yang menantang. Hubungan
keseluruhan
didasarkan
pada
ketertarikan
antarpribadi
yang
mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.
5. Co-Worker (rekan kerja)
Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan
sepihak, yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para
pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam
satu ruangan, sehingga mereka dapat saling berinteraksi, dalam artian
kebutuhan sosialnya terpenuhi. Rekan kerja memberikan sumbersumber semangat, kenyamanan, nasihat, dan bantuan kepada karyawan
individu. Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerjaan menjadi
menyenangkan.
6. Working Condition (kondisi kerja)
Keadaan atau suasana di tempat kerja merupakan faktor lain yang
kepuasan kerja. Bila kondisi kerjanya baik, bersih, atraktif, dan
nyaman, maka karyawan akan merasa mudah dalam menjalankan
pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-kebutuhan
fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.
2.1.6.3
Teori Kepuasan Kerja
Menurut Rivai dan Sagala (2010:856) teori kepuasaan kerja adalah
sebagai berikut :
1) Teori keadilan (Equity theory)
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak
puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam
suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen
utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan
ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang
dianggap
mendukung
pekerjaannya,
seperti
pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan
perlengkapan
yang
dipergunakan
untuk
pendidikan,
peralatan atau
melaksanakan
pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh
seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti:
gaji/upah, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan
34
kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Menurut teori ini,
setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya
dengan rasio input orang lain. Bila perbandingan itu dianggap
cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan
itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan
kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak
seimbang akan timbul ketidakpuasan.
2) Teori dua faktor (Two factor theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu
merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan
terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang selanjutnya. Teori
ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok
yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah faktorfaktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja
yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada
kesempatan
untuk
berprestasi,
kesempatan
memperoleh
penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan
menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak
selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene actors)
adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasaan, yang
terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan antarpribadi, kondisi
kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan
biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi
faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor
ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak
akan kecewa meskipun belum terpuaskan.
2.1.6.4 Pengukuran Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja menurut para ahli mengenai pengukuran
kepuasan kerja, berdasarkan pandangan Schermerhor, John, Hunt, Osborn and
Uhl-Bien (2011:73), mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat diketahui
melalui observasi dan interprestasi secara hati-hati tentang apa yang di
katakana dan dilakukan orang sambil melakukan pekerjaannya. Dalam hal ini
35
ada dua model
yang disarankan untuk dapat di pergunakan yaitu The
Minnesota Satisfaction Quesitionnaire dan Job Discriptive Index.:
1. The Minnesota Satisfaction Quesitionnaire (MSQ) mengukur kepuasan
antara lain dengan :
• Kondisi kerja
• Kesempatan untuk maju
• Kebebasan untuk menggunakan pertimbangan sendiri
• Memuji karena telah melakukan pekerjaan baik
• Perasaan dan penyelesaian
2. Job Discriptive Index mengukur kepuasan kerja dari lima segi yaitu:
• Pekerjaan itu sendiri
• Kualitas pengawasan
• Hubungan dengan rekan sekerja
• Peluang promosi
• Bayaran
2.1.6.5 Pengaruh Karyawan yang Tidak Puas dan Puas Di Tempat Kerja
Menurut Robbins & Judge (2009:110), ada konsekuensi ketika karyawan
menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak
menyukai pekerjaan mereka. Konsekuensi didefinisikan daam empat respon
yakni:
1. Keluar, perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi
termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
2. Aspirasi, secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki
kondisi
termasuk
menyarankan
perbaikan,
mendiskusikan
masalah dengan atasn, dan beberapa bentuk aktivitas serikat
kerja.
3. Kesetiaan, secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya
kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan
kecaman
eksternal
dan
memercayai
organisasi
manajemennya untuk melakukan “hal yang benar”.
dan
36
4. Pengabdian, secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih uruk,
termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus,
kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
2.1.7Kerangka Pemikiran
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis
2.1.7.1 Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang ada pada bab 1 dan kerangka pemikiran tersebut,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
•
Hipotesis 1
Ho = Tidak ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) terhadap
turnover
intention (Y)
Ha = Ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) terhadap turnover
intention (Y)
•
Hipotesis 2
Ho = Tidak ada pengaruh antara stres kerja (X2) terhadap turnover
intention (Y)
Ha = Ada pengaruh antara stres kerja (X2) terhadap turnover intention (Y)
37
•
Hipotesis 3
Ho = Tidak ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) dan stres kerja
(X2)
terhadap turnover intention (Y)
Ha = ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) dan stres kerja (X2)
terhadap
turnover intention (Y)
•
Hipotesis 4
Ho = Tidak ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) terhadap
kepuasaan
kerja karyawan (Z)
Ha = ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) terhadap kepuasaan
kerja
karyawan (Z)
•
Hipotesis 5
Ho = Tidak ada pengaruh antara stres kerja (X2) terhadap kepuasaan kerja
karyawan (Z)
Ha = Ada pengaruh antara stres kerja (X2) terhadap kepuasaan kerja
karyawan (Z)
•
Hipotesis 6
Ho = Tidak ada pengaruh antara turnover intention (Y) terhadap kepuasaan
kerja karyawan (Z)
Ha = Ada pengaruh antara turnover intention (Y) terhadap kepuasaan kerja
karyawan (Z)
•
Hipotesis 7
Ho = Tidak ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) dan stres kerja
(X2),
38
terhadap turnover intention (Y) dan dampaknya terhadap kepuasaan kerja
karyawan (Z)
Ha = Ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) dan stres kerja (X2),
terhadap turnover intention (Y) dan dampaknya terhadap kepuasaan kerja
karyawan(Z)
Download