BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Menurut para ahli seperti Robbins & Coulter (2004:6), menjelaskan manajemen ialah proses sebagai pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif melalui orang lain. Kemudian definisi lain diungkapkan bahwa manajemen sebagai “seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang laian”. Definisi ini, dikemukan oleh Follet dalam Handoko (2012:3), mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orangorang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan atau dengan kata lain tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Menurut Stephen P. dan Mary Coulter (2004:6) manajemen adalah proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan melalui orang lain. Hasibuan (2011:9) mendifinisikan manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien utnuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen Menurut Stephen P.Robbins dan Timothy A. Judge (2008:5), fungsifungsi manajemen adalah: 1. Perencanaan Proses yang meliputi pendefinisian tujuan suatu organisasi tujuan penentuan tujuan strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebut dan pengembangan serangkaian rencana komprehensif untuk menggabungkan dan mengkoordinasi berbagai aktivitas. 2. Pengorganisasian Proses yang meliputi penentuan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan tugas tersebut, bagaimana tugas tersebut dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan dimana keputusan-keputusan dibuat. 13 14 3. Kepemimpinan Proses yang mencakup pemberian motivasi karyawan, pengaturan orang, pemilihan saluran komunikasi yang paling efektif, dan penyelesaian konflik. 4. Pengendalian Memantau aktivitas untuk memastikan aktivitas tersebut diselesaikan seperti yang telah direncanakan dan membenarkan penyimpanganpenyimpangan yang signifikan. 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Robert L.Mathis dan John H. Jackson (2006:3) mengemukan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem formula dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuantujuan organisasional. Menurut Hasibuan (2011:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dam efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Menurut Dessler (2008:2), menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan, sedangkan menurut Mondy (2010:2) menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan individu untuk mencapai tujuan organisasi, pada dasarnya semua manajer menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lain, ini memberikan manajemen sumber daya manusia yang efektif. 2.1.2.2 Aktivitas manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Robert L.Mathis dan John H. Jackson (2006:43) manajemen sumber daya manusia terdiri atas beberapa aktivitas yang saling berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi yaitu: 1. Perencanaa dan Analisis SDM 15 Aktivitas perencanaan ini dilakukan untuk mengantisipasi kekuatan yang akan memengaruhi pasokan dan permintaan akan tenaga kerja. Sedangkan, aktivitas analisis dan penilian selektivitas SDM juga penting dilakukan sebagai bagian dari menjaga daya saing organisasi. Dukungan informasi akurat dan tepat waktu yang didapatkan dari Sistem Informasi Sumber Daya Manusia (SISDM) sangat dibutuhkan untuk menunjang aktivitas ini. 2. Kesetaraan Kesempatan Bekerja Kepatuhan pada hukum dan peraturan Kesetaraan Kesempatan Bekerja (Equal Employment Oppurtunity- EEO) memengaruhi aktifitas SDM lainnya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen SDM. Contohnya, perencanaan SDM harus memastikan sumber daya tenaga kerja yang bervariasi untuk memenuhi jumlah tenaga kerja yang ditetapkan oleh hukum dan peraturan. Selain itu, pada saat perekrutan, seleksi dan pelatihan, semua manajer harus mengerti peraturan ini. 3. Perekrutan Sasaran perekrutan adalah untuk menyediakan pasokan tenaga kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Dengan mengerti apa yang dilakukan oleh tenaga kerja, analisis pekerjaan (job analysis) adalah dasar dari fungsi perekrutan. Dari sini, uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerjaan (job specification), dapat dipersiapkan untuk proses perekrutan. Proses seleksi sangatlah menekankan pada pemilihan orang yang memenuhi kriteria persyaratan (qualified) untuk mengisi lowongan pekerjaan. 4. Pengembangan SDM Pekerjaan pasti akan berevolusi dan berubah, karena iti diperlukan pelatihan yang berkesinambungan untuk tanggap pada perubahan teknologi. Pengembangan semua tenaga kerja, termasuk pengawas (supervisor) dan manajer, diperlukan untuk menyiapkan organisasi menghadap tantangan ke depan. Perencanaan Karir (Career Planning) mengidentifikasi jalur dan aktivitas setiap individu yang berkembang di suatu organisasi. 16 5. Kompensasi dan Keuntungan Kompensasi diberikan pada tenaga kerja yang melakukan kerja organisasi seperti pembayaran (pay), insentif (incentive), dan keuntungan (benefits). Perusahaan harus mengembangkan dan selalu memperbaiki system upah dan gaji. Program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan atas produktivitas semakin banyak dilakukan. Peningkatan biaya pada keuntungan, contohnya pada keuntungan pemeliharaan kesehatan, selalu menjadi isu penting. 6. Kesehatan,Keselamatan dan Keamanan Kerja Kesehatan dan keselamatan fisik serta mental tenaga kerja adalah hal yang utama. Occupational Safety and Healt Act (OSHA) atau undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja telah membuat organisasi lebih tanggap atas isi kesehatan dan keselamatan. Pertimbangan tradisional atas keselamatan kerja terfokus pada mengurangi atau menghapus kecelakaan kerja. Pertimbangan lain adalah pada isu kesehatan yang timbul pada lingkungan kerja yang berbahaya seperti resiko terkena bahan kimia atau teknologi baru. Keamanan tempat kerja juga semakin penting karena kekerasan tidak jarang terjadi disini. 7. Hubungan Tenaga Kerja dan Buruh /Manajemen Hak-hak tenaga kerja harus diperhatikan, tidak peduli apakah ada atau tidak ada serikat tenaga kerja. Komunikasi dan pembaharuan kebijakan dan peraturan SDM sangat penting untuk dikembangkan sehingga manajer dan tenaga kerja tahu apa yang diharapkan dari mereka. 2.1.3 Karakteristik Pekerjaan 2.1.3.1 Pengertian Karakteristik Pekerjaan Menurut Griffin (2004:326), pendekatan karakteristik pekerjaan merupakan suatu alternatif spesialisasi pekerjaan yang menyarankan agar pekerjaan seharusnya didiagnosiskan dan ditingkatkan sejalan dengan lima dimensi. Dalam Simamora (2004:129) model karakteristik pekerjaan (job characteristics models) merupakan suatu pendekatan terhadap pemerkayaan pekerjaan (job enrichment). Program pemerkayaan pekerjaan berusaha merancang pekerjaan dan cara membantu para pemangku jabatan 17 memuaskan kebutuhan mereka akan pertumbuhan, pengakuan, dan tanggung jawab. Pemerkayaan pekerjaan menambahkan sumber kepuasaan kepada pekerjaan. Metode ini meningkatkan tanggung jawab, otonomi, dan kendali. Mathis dan Jackson (2006:194) mengemukan dalam bukunya, pekerjaan dirancang untuk memanfatkan karakteristik pekerjaan yang penting yang cenderung diterima dengan positif oleh karyawan-karyawan. Karakteristik pekerjaan dapat membantu membedakan antara pekerjaan yang “baik” dan pekerjaan yang “buruk”. Banyak pendekatan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas mencerminkan usaha untuk meluaskan satu karakteristik pekerjaan atau lebih. Teori karakteristik pekerjaan ini adalah sebuah pekerjaan yang dapat melahirkan tiga keadaan psikologis dalam diri seorang karywan yakni: 1. Mengalami makna kerja 2. Memikul tanggung jawab akan hasi kerja, dan 3. Pengetahuan akan hasil kerja Akhirnya, ketiga kondisi psikologis ini akan memengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas kinerja, kepuasan kerja, ketidakhadiran dan perputaran karyawan. Menurut Hackman dan Oldham dalam Luthans (2005:484): ada lima dimensi karakteristik pekerjaan yaitu: 1. Task Identity 2. Task Significance 3. Skill Variety 4. Autonomy 5. Feedback Kelima dimensi karakteristik pekerjaan tersebut menciptakan tingkat reaksi psikologis seseorang tentang makna, tanggung jawab serta pengetahuan yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut pada akhirnya berdampak pada motivasi, kinerja, dan kepuasan kerja pegawai serta tingkat kemangkiran dan tingkat keluar masuknya pegawai. Keterkaitan dimensi karaktersitik pekerjaan, reaksi psikologis dan hasil kerja seseorang dijelaskan dalam gambar mengenai model karakteristik pekerjaan sebagai berikut: 18 Gambar 2.3 Model Karakteristik Pekerjann Sumber: Hackman dan Oldham dalam Luthans (2005) Dilihat dari gambar menunjukkan adanya dorongan suatu pekerjaan kearah hasil yang diinginkan. Dimana karakteristik pekerjaan akan memengaruhi keadaan psikologis bagi seorang karyawan yaitu karyawan akan merasakan keberartian mengenai aspek pekerjaan yang dihadapinya, kemudian karyawan tersebut akan merasa bertanggung jawab terhadap hasil dari suatu pekerjaan yang dibuatnya, dan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh untuk memperoleh hasil akhir yaitu memotivasi kerja internal yang tinggi, kinerja yang berkualitas tinggi, kepuasan karyawan, serta rendahnya absensi dan rotasi karyawan. 2.1.3.2 Aspek-Aspek Karakteristik Pekerjaan Dimensi inti pekerjaan menurut Hackman dan Oldham (1980) dalam Robbins (2006:641-642): 1. Variasi keterampilan yang dibutuhkan (skill variety) Variasi keterampilan adalah tingkat di mana seseorang perlu menggunakan berbagai keterampilan dan kemampuannya untuk melakukan pekerjaa. Pekerjaan yang mempunyai keragaman tinggi ini akan membuat karyawan menggunakan beberapa keterampilan dan bakat untuk menyelesaikan tugasnya. 2. Prosedur dan kejelasan tugas (task identity) Tingkat di mana suatu pekerjaan itu memerlukan penyelesaian yang 19 menyeluruh dan dapat diindentifikasikan, gerakan manajemen ilmiah masa lampu telah menimbulkan pekerjaan yang terlalu dispesialisasikan dan rutinitas. Para karyawan mengerjakan bagian kecil dari pekerjaan sehingga para karyawan tidak dapat mengidentifikasi salah satu hasil kerja dengan upaya mereka sendiri. Para karyawan tidak dapat memiliki rasa menyelesaikan atau tanggung jawab terhadap pekerjaan secara keseluruhan. 3. Kepentingan tugas (task significance) Tingkat di mana pekerjaan itu dapat memberikan pengaruh besar pada kehidupan atau pekerjaan orang lain, dengan kata lain sejauh mana tingkat kepentingan pekerjaan tersebut. 4. Kewenangan dan tanggung jawab (autonomy) Tingkat atau keadaan di mana sesuatu pekerjaan itu memberikan kebebasan kepada karyawan untuk dapat merancang dan memprogramkan aktivitas kerjanya sendiri. Pekerjaan yang mempunyai otonomi mendorong karyawan menggunakan kemampuan dan kebijaksanaan untuk dapat menentukan strategi dalam melaksanakan pekerjaannya. 5. Umpan balik dari tugas yang telah dilaksankan (feedback) Tingkat di mana karyawan mendapat umpan balik dari pengetahuan mengenai hasil dari pekerjaannya. Umpan balik mengacu pada informasi yang diberikan kepada seorang karyawan atas prestasi yang dicapainya dalam pekerjaan. Umpan balik dapat timbul dari pekerjaan itu sendiri, pimpinan atau atasan atau rekan kerja lainnya. Gagasan atau kata-kata umpan balik yang cukup sederhana akan sangat penting dan berate bagi karyawan, terlebih apabila diwujudkan dalam bentuk hadiah atau bonus. Mereka perlu mengetahui seberapa baik prestasi mereka, karena mereka menyadari bahwa prestasi itu memang berbeda-beda, dan agar dapat melakukan penyesuaian diri melalui proses perolehan atau pembentukan keahlian. 2.1.4 Stres Kerja 2.1.4.1 Pengertian Stres Kerja 20 Beberapa para ahli menjelaskan tentang definisi stres kerja. Menurut Robbins (2007:597), stres adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat di inginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetatpi penting. Secara khusus stres terkait dengan kendala dan tuntutan. Kendala adalah kekuatan yang mencegah individu dari melakukan apa yang di inginkan, sedangkan tuntutan adalah hilangnya sesuatu yang di inginkan, kemudian menurut Green dan Baron (2004:122) stres adalah pola emosi dan reaksi fisiologis yang terjadi dalam menanggapi tuntutan dari dalam atau luar organisasi. Menurut Sunyoto (20011:61), menyatakn bahwa stres mempunyai arti berbeda-beda bagi masing-masing individu. Kemampuan setiap beraneka ragam dalam mengatsi jumlah, intensitas, jenis dan lamanya stres. Ornag lebih mudah membicarakan ketegangan daripada stres. Stres merupakan sesuatu yang menyangkut interaksi antara individu dan lingkungan yaitu interaksi antara stimulasi dan respons, dengan demikian stres kerja (job stress) adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik secara berlebihan pada seseorang. Stres bukanlah sesuatu yang aneh atau yang tidak berkaitan dengan keadaan normal yang terjadi pada orang yang normal atau tidak semua stres bersifat negative. Stres kerja yang dialami oleh karyawan akibat lingkungan yang dihadapinya akan memengaruhi kinerja dan kepuasan kerjanya. Hellriegel dan Slocum (2004), menyatakan stres kerja ialah suatu perasaan dan tekanan yang di alami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Sementara itu Ross dan Altmaie menyebutkan bahwa stres kerja merupakan akumulasi dari sejumlah sumber-sumber stres yaitu situasi-situasi pekerjaan yang dianggap sebagai tekanan bagi kebanyakan orang. Lebih lanjut disebutkan bahwa stres kerja merupakan interaksi antara sejumlah kondisi pekerjaan dengan karakteristik yang dimiliki oleh pekerja di mana tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja. (dalam Nayaputera,2011:21). Menurut Ivancevich (2007), stres adalah suatu respons adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau peristiwa yang memberikan tuntutan khusus terhadap seseorang yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Menurut Ivancevich 21 (2007), stres dibagi menjadi 2 kategori, yaitu stres sebagai suatu stimulus atau stres sebagai suatu respons. Stres sebagai suatu stimulus menganggap stres sebagai sejumlah karakteristik atau peristiwa yang mungkin menghasilkan konsekuensi yang tidak beraturan. Stres sebagai suatu respons merupakan konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dan respons individual. Hal ini berati, stres merupakan interaksi unik antara kondisi stimulus dalam lingkungan dan cara individu untuk merespon denga cara tertentu. Dari beberapa definisi mengenai stres kerja dapat ditarik kesimpulan bahwa stres kerja adalah kondisi di mana seseorang merasa tertekan atau tegnag yang dapat memengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang. 2.1.4.2 Gejala Stres Kerja Menurut Braham (2001, dalam Rivai dan Mulyadi, 2012), menjelaskan bahwa terdapat gejala stres berupa tanda-tanda berikut ini : a) Fisik yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, beruba selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung , kehilangan energi b) Emosional yaitu marah-marah, mudah tersinggung, dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis, dan depresi,gugup,agresif terhadap oranglain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang dan kelesuan mental. c) Intelektual yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya di penuhi oleh satu pikiran saja. d) Interpersonal yaitu tindakan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun ,mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara 22 berlebihan dan mudah menyalahkan orang lain. 2.1.4.3 Potensi Sumber Stres Kerja Beberapa potensi sumber stres yang menyebabkan timbulnya stres kerja pada karyawan (Robbins dan Judge, 2007:598-599) : 1. Faktor lingkungan : • Ketidakpastian ekonomi : Selain mempengaruhi disain struktur sebuah perusahaan, ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres para karyawan dalam perusahaan. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi. • Ketidakpastian politis : Ketidakpastian politik juga merupakan pemicu stres, salah satu contohnya diantara karyawan masyarakat Amerika, dan ketidakpastian yang sama mempengaruhi karyawan di negaranegara seperti Venezuela. • Ketidakpastian teknologis : Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang dapat menyebabkan stres, karena inovasi-inovasi baru yang dapat membuat ketrampilan dan pengalaman seorang karyawan jadi usang dalam waktu singkat, komputer, sistem robotik, otomatisasi dan berbagai bentuk inovasi teknologis lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak orang dan membuat mereka stres. 2. Faktor organisasi : • Tuntutan tugas : Faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang,meliputi: desain pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak fisik pekerjaan. • Tuntutan peran : Adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada. 23 Ambiguitas peran manakala ekspektasi peran tidak dipahami secara jelas dan karyawan tidak yakin apa yang harus ia lakukan. • Tuntutan antar pribadi : Yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya dukungan dari perusahaan dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menyebabkan stress. 3. Faktor individual : Isu keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik kepribadiaan yang intern. 2.1.4.4 Faktor-Faktor Lain Potensi Penyebab Stres Kerja Berikut ini adalah penyebab stres kerja menurut Suprihanto (2003:65 dalam Sunyoto, 2011:63-65) : 1. Penyebab fisik meliputi : • Kebisingan Kebisingan adalah bunyi atau suara tersebut yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbuklkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009), Apabila kebisingan terjadi secara terus-menerus dapat menjadi sumber stres bagi banyak orang terutama pada tenaga kerja. • Kelelahan Kelelahan adalah perpaduan dari wujud penurunan fungsi mental dan fisik yang menghasilkan kurangnya semangat kerja sehingga mengakibatkan efektifitas dan efesiensi kerja menurun. (Saito, 1999 dalam Ariani, 2009:9), selanjutnya dampak dari kelelahan dapat menyebabkan stres karena kemampuan untuk bekerja menurun. Kemampuan bekerja menurun menyebabkan menimbulkan stres. • Suhu dan kelembaban prestasi menurun dan akan 24 Kelembaban merupakan jumlah kandungan uap air yang terkandung dalam massa udara pada suatu saat (waktu) dan wilayah (tempat) tertentu, selanjutnya suhu dan kelembaban udara sangat erat hubungannya, karena jika kelembaban udara berubah, maka suhu juga akan berubah. Di musim penghujan suhu udara rendah, kelembaban tinggi, memungkinkan tumbuhnya jamur pada kertas, atau kertas menjadi bergelombang karena naik turunnya suhu udara. Bekerja pada suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat, sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun. 2. Beban kerja Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Menpan, (dalam Dhania, 2010:16). Beban kerja yang terlalu banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya. Perhitungan beban kerja dapat dilihat dari 3 aspek, yakni fisik, mental dan panggunaan waktu. Aspek fisik meliputi beban kerja berdasarkan kriteria-kriteria fisik manusia. Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja dengan mempertimbangkan aspek mental (psikologis). Sedangkan aspek pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja. 3. Sifat pekerjaan • Situasi baru : Situasi baru adalah keadaan baru yang ada pada diri individu baik itu di luar maupun di dalam dirinya, biasanya untuk 25 menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan atau organisasi, seseorang akan terasa sangat tertekan sehingga dapat menimbuklkan stres. • Ancaman pribadi Suatu tingkat control (pengawasan) yang terlalu ketat dari atasan menyebabkan seseorang terasa terancam kebebasannya. 4. Kebebasan Kebebasan membuat mereka merasa ketidakpastian dalam pekerjaannya.Pendapat lain menurut Suharsono (2012:174), menyatakan penyebab stres ialah frustasi yang pada dasarnya merupakan adanya hambatan atas berbagai motivasi yang terdapat dalam individu sehingga tidak dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan. 2.1.4.5 Cara menghadapi Stres Kerja Tedapat dua cara untuk menghadapi stres kerja, menurut Invancevich, Konopaske dan Matteson (2006:303), sebagai berikut : 1. Problem-focused coping Tindakan yang di ambil oleh seseorang individu untuk menghadapi orang, situasi, atau peristiwa yang penuh tekanan kemudian merujuk pada tindakan yang diambil untuk berhadapan langsung dengan sumber stres. Sebagai contoh, pekerja yang memiliki seorang manajer yang kasar mungkin menghadapinya dengan cara absen dari tempat kerja. Absen ini akan memungkinkan pekerja tersebut menyingkir, selama beberapa waktu dari manajer yang kasar tersebut. 2. Emotion-focused coping Hal ini merujuk pada langkah-langkah yang diambil seseorang untuk berhadapan dengan perasaan dan emosi yang menekan. Sebagai contoh, karyawan sering berpergian sebagai bagian dari pekerjaannya mungkin dapat meringankan perasaan dan emosinya yang tertekan dengan berolah raga secara teratur atau dengan membaca buku fiksi ringan, jika aktivitas untuk menghadapi stres ini berhasil, perasaan karyawan tersebut terkendalikan. 26 2.1.5 Turnover Intention 2.1.5.1 Pengertian Turnover Intention Robbins (2007) menjelaskan bahwa penarikan diri seseorang keluar dari suatu organisasi (turnover) dapat diputuskan secara sukarela (voluntary turnover) maupun secara tidak sukarela (involuntary turnover). Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa manarik pekerjaan yang ada saat ini dan tersedianya alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecetan menggambarkan keputusan pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan kerja dan bersfat uncontrollable bagi karyawan yang mengalaminya. Menurut L.Mathis (2006:125) seperti ketidakhadiran, perputaran berhubungan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Perputaran adalah proses dimana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Sedangkan menurut Arifin & Fauzi (2007:67) Tingkat perputaran karyawan adalah perbandingan antara jumlah karyawan yang masuk dan yang keluar dari suatu perusahaan. Menurut disimpulkan pandangan beberapa ahli di atas, dapat bahwa perputaran karyawan (turnover intention) adalah keputusan seseorang untuk meninggalkan organisasi atau bisa berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi. 2.1.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover Intention Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover cukup kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Diantara faktor – faktor tersebut yang akan dibahas antara lain sebagai berikut (Novliadi, 2007 : 10-12): 1. Usia Tingkat turnover yang cenderung lebih tinggi pada karyawan berusia muda disebabkan karena mereka memiliki keinginan untuk mencoba- 27 coba pekerjaan atau organisasi kerja serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara coba-coba tersebut. Hal ini juga dikudung oleh Cheng dan Chan (2008 : 272), bahwa turnover intention lebih kuat pada karyawan dengan masa kerja yang lebih pendek dan lebih kuat pada karyawan yang lebih muda daripada karyawan yang lebih tua. 2) Lama Kerja Semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnovernya. Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat. Interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan turnover tersebut. 3) Tingkat pendidikan dan intellegensi Menurut Handoyo, dikatakan bahwa mereka yang mempunyai tingkat intellegensi tidak terlalu tinggi akan memandang tugas-tugas yang sulit sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Ia mudah merasa gelisah akan tanggung jawab yang diberikan padanya dan merasa tidak aman. Sebaliknya mereka yang mempunyai tingkat intellegensi yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaanpekerjaan yang monoton. Mereka akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan baru daripada mereka yang tingkat pendidikannya terbatas, karena kemampuan intelegensinya yang terbatas pula. 4) Keterikatan terhadap perusahaan Pekerja yang mempunyai rasa keterikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup serta gambaran diri positif. Akibat secara langsung adalah menurunnya perusahaan. dorongan diri untuk berpindah pekerjaan dan 28 2.1.5.3 Jenis-jenis Turnover Intention Jenis perputaran dikelompokkan dalam beberapa cara yang berbeda. Setiap klasifikasi berikut ini dapat digunakan dan tidak terpisah satu sama lain Tabel 2.5 Jenis Turnover Intention (Perputaran) Perputaran secara tida sukarela • Pemecatan karena kinerja Perputaran secara sukarela • Karyawan meninggalkan yang buruk dan pelanggaran perusahaan peraturan kerja. keinginannya sendiri Perputaran Fungsional • Perputaran Disfungsional Karyawan yang memiliki • Karyawan penting dan kinerja lebih rendah atau memiliki karyawan yang menunggu pergi pergi. genting. Perputaran ynag dapat dikendalikan • Muncul karena alasan di luar pengaruh karena pemberi kinerja pada saat tinggi yang Perputaran yang dapat dikendalikan • Muncul yang karena faktor dipengaruhi oleh pemberian kerja. kerja. Sumber : Robert L.Mathis & John H.Jackson (2006 : 125-126) 2.1.5.4 Alasan Karyawan Berhenti Menurut Mathis (2006:126) banyak alasan karyawan yang berhenti tidak dapat dikendalikan oleh organisasi dan alasan-alasan tersebut meliputi : 1. Karyawan pindah dari daerah geografis. 2. Karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah karena alasan keluarga. 3. Suami atau istri karyawan dipindahkan. 4. Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi. 29 Organisasi lebih mampu memelihara karyawan apabila mereka menangani persoalan karyawan yang dapat menimbulkan perputaran. Walaupun beberapa perputaran tidak dapat dihindari, banyak pemberi kerja pada zaman sekarang mengetahui bahwa mengurangi perputaran sangatlah penting. Kerugian perputaran, termasuk produktivitas organisasional yang berkurang, telah membuat para pemberi kerja mengeluarkan usaha yang sungguh-sungguh untuk memelihara karyawan. 2.1.5.5 Indikasi Terjadinya Turnover Intention Menurut Harnoto (2002:2 dalam Wijaya, 2012:40-42), turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan , antara lain : absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya” indikasi tersebut bisa di gunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intention karyawan dalam sebuah perusahaan, berikut penjelasan indikasi terjadinya turnover intention: 1. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja biasanya ditandai dengan absensi meningkat dengan tingkat tanggung jawab karyawan yang menurun dibandingkan sebelumnya. 2. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang di pandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang bersangkutan. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagai pelanggaran terrhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja , lebih sering 30 melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang di tekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang di bebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. 2.1.6 Kepuasan Kerja 2.1.6.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dipekerjaannya, maka kedisiplinan karyawan rendah. Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009:856) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Berikut beberapa pengertian mengenai kepuasan kerja dari para ahli yang dikutip oleh Anwar Prabu dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Muara Enim (Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya, 2005:7-8), adalah sebagai berikut: • Menurut Hasibuan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya, yang dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. • Menurut Davis kepuasan kerja adalah kepuasan pegawai 31 terhadap pekerjaannya. Perasaan itu merupakan cermin dari penyesuaian antara apa yang diharapkan pegawai dari pekerjaan / kantornya. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap positif yang menggambarkan apakah seseorang tersebut menyukai pekerjaannya. 2.1.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Kreitner & Kinicki dalam Wibowo (2007:302) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut: 1. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan) Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Discrepancies (perbedaan) Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan sesuatu hasil pemenuhan harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat diatas harapan. 3. Value attainment (pencapaian nilai) Gagasan Value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. 4. Equity (keadilan) Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya. 32 5. Dispositional/genetic components (komponen genetik) Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model ini menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan. Beberapa faktor penentu kepuasan kerja menurut Luthans (2006:212), adalah sebagai berikut: 1. The work it self (pekerjaan itu sendiri) Pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Ada beberapa unsur yang paling penting dari kepuasan kerja yang menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang, serta perkembangan karir merupakan hal penting untuk setiap karyawan. 2. Pay (gaji) Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Hal paling penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji di persepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja. 3. Promotion Opportunity (kesempatan promosi) Kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena promosi mengambil beberapa bentuk yang berbeda dan memiliki keanekaragaman dari yang menyertai kompensasi. Contohnya, apabila seorang karyawan naik jabatan, gaji karyawan tersebut juga naik sesuai dengan jabatannya dan kepuasan kerja karyawan tersebut juga meningkat. 4. Supervisor (atasan) Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu bawahan, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan, 33 misalnya dengan memberikan pekerjaan yang menantang. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. 5. Co-Worker (rekan kerja) Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan, sehingga mereka dapat saling berinteraksi, dalam artian kebutuhan sosialnya terpenuhi. Rekan kerja memberikan sumbersumber semangat, kenyamanan, nasihat, dan bantuan kepada karyawan individu. Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. 6. Working Condition (kondisi kerja) Keadaan atau suasana di tempat kerja merupakan faktor lain yang kepuasan kerja. Bila kondisi kerjanya baik, bersih, atraktif, dan nyaman, maka karyawan akan merasa mudah dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja. 2.1.6.3 Teori Kepuasan Kerja Menurut Rivai dan Sagala (2010:856) teori kepuasaan kerja adalah sebagai berikut : 1) Teori keadilan (Equity theory) Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan perlengkapan yang dipergunakan untuk pendidikan, peralatan atau melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti: gaji/upah, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan 34 kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan. 2) Teori dua faktor (Two factor theory) Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang selanjutnya. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah faktorfaktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene actors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasaan, yang terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan antarpribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan. 2.1.6.4 Pengukuran Kepuasan Kerja Pengukuran kepuasan kerja menurut para ahli mengenai pengukuran kepuasan kerja, berdasarkan pandangan Schermerhor, John, Hunt, Osborn and Uhl-Bien (2011:73), mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat diketahui melalui observasi dan interprestasi secara hati-hati tentang apa yang di katakana dan dilakukan orang sambil melakukan pekerjaannya. Dalam hal ini 35 ada dua model yang disarankan untuk dapat di pergunakan yaitu The Minnesota Satisfaction Quesitionnaire dan Job Discriptive Index.: 1. The Minnesota Satisfaction Quesitionnaire (MSQ) mengukur kepuasan antara lain dengan : • Kondisi kerja • Kesempatan untuk maju • Kebebasan untuk menggunakan pertimbangan sendiri • Memuji karena telah melakukan pekerjaan baik • Perasaan dan penyelesaian 2. Job Discriptive Index mengukur kepuasan kerja dari lima segi yaitu: • Pekerjaan itu sendiri • Kualitas pengawasan • Hubungan dengan rekan sekerja • Peluang promosi • Bayaran 2.1.6.5 Pengaruh Karyawan yang Tidak Puas dan Puas Di Tempat Kerja Menurut Robbins & Judge (2009:110), ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Konsekuensi didefinisikan daam empat respon yakni: 1. Keluar, perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Aspirasi, secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasn, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja. 3. Kesetiaan, secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan memercayai organisasi manajemennya untuk melakukan “hal yang benar”. dan 36 4. Pengabdian, secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih uruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan. 2.1.7Kerangka Pemikiran Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis 2.1.7.1 Hipotesis Berdasarkan permasalahan yang ada pada bab 1 dan kerangka pemikiran tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: • Hipotesis 1 Ho = Tidak ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) terhadap turnover intention (Y) Ha = Ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) terhadap turnover intention (Y) • Hipotesis 2 Ho = Tidak ada pengaruh antara stres kerja (X2) terhadap turnover intention (Y) Ha = Ada pengaruh antara stres kerja (X2) terhadap turnover intention (Y) 37 • Hipotesis 3 Ho = Tidak ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) dan stres kerja (X2) terhadap turnover intention (Y) Ha = ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) dan stres kerja (X2) terhadap turnover intention (Y) • Hipotesis 4 Ho = Tidak ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) terhadap kepuasaan kerja karyawan (Z) Ha = ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) terhadap kepuasaan kerja karyawan (Z) • Hipotesis 5 Ho = Tidak ada pengaruh antara stres kerja (X2) terhadap kepuasaan kerja karyawan (Z) Ha = Ada pengaruh antara stres kerja (X2) terhadap kepuasaan kerja karyawan (Z) • Hipotesis 6 Ho = Tidak ada pengaruh antara turnover intention (Y) terhadap kepuasaan kerja karyawan (Z) Ha = Ada pengaruh antara turnover intention (Y) terhadap kepuasaan kerja karyawan (Z) • Hipotesis 7 Ho = Tidak ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) dan stres kerja (X2), 38 terhadap turnover intention (Y) dan dampaknya terhadap kepuasaan kerja karyawan (Z) Ha = Ada pengaruh antara karakteristik pekerjaan (X1) dan stres kerja (X2), terhadap turnover intention (Y) dan dampaknya terhadap kepuasaan kerja karyawan(Z)