UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA TUNA GRAHITA KELAS II SLB DHARMA ANAK BANGSA KLATEN SKRIPSI Oleh : SUGITO NIM : X 5107630 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan anak adalah anugerah yang bernilai tinggi yang diberikan Allah SWT. Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat anak didik baik yang normal maupun anak berkebutuhan khusus. Mereka memiliki hak yang sama dalam proses pengembangan bangsa. Dalam bidang pendidikan anak kebutuhan khusus berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran seoptimal mungkin sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangannya. Hal ini sesuai dengan falsafah Pancasila yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 yaitu setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Anak tuna grahita seperti juga anak normal lainnya berhak mendapatkan pendidikan. Hal ini diatur dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Anak Tuna grahita mengalami problem dalam banyak hal, disebabkan anak tuna grahita mengalami kesulitan dalam mengembangkan seluruh bidang studi termasuk bidang studi bahasa Indonesia. Anak tuna grahita adalah anak yang kecerdasannya di bawah rata-rata yang ditandai keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan interaksi sosial (Tjutju Sutjihati Somantri, 1996: 159). Keterbatasan intelegensi menyebabkan anak tunagrahita sulit mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal dengan keterbatasan intelegensi mengakibatkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam belajar membaca dan menulis. Prestasi anak tuna grahita SLB Dharma Anak Bangsa di Ceper Klaten di bidang membaca menunjukkan hasil yang rendah karena itu perlu dicari media yang tepat untuk meningkatkan prestasinya. Salah satu cara untuk meningkatkan prestasinya dengan melalui media gambar sebagai sarana untuk memudahkan anak dalam memahami serta menangkap konsep. 1 Berdasarkan permasalahan yang dihadapi pada anak tuna grahita tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang peningkatan prestasi belajar membaca melalui media gambar pada anak tuna grahita di SLB C Dharma Anak Bangsa di Ceper Klaten. B. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah penggunaan media gambar dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya membaca dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas II Sekolah Dasar Luar Biasa Bagian C? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk meningkatkan prestasi belajar membaca anak tuna grahita di SLB Dharma Anak Bangsa Klaten melalui pembelajaran yang menggunakan media gambar. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini penulis mempunyai harapan ada manfaat secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Secara Teoritis a. Mengembangkan proses belajar membaca siswa dengan menggunakan media gambar sebagai salah satu alternatif dalam proses belajar membaca bagi anak tuna grahita. b. Mengembangkan pembelajaran membaca yang disesuaikan dengan karakteristik siswa tuna grahita. c. Dengan menggunakan media gambar dalam pembelajaran, siswa akan termotivasi untuk belajar membaca, karena media gambar dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa. 2. Manfaat Secara Praktis a. Mengembangkan kemampuan guru dalam menangani permasalahan yang dihadapi siswa dalam belajar membaca bagi anak tuna grahita. b. Bagi siswa tuna grahita memberi kemudahan pemahaman dalam membaca melalui media gambar, karena dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Anak Tuna Grahita 1. Pengertian Anak Tuna Grahita Sejak awal para ahli mengemukakan tentang pengertian anak tuna grahita sesuai dengan perkembangan ilmu pengelola dan apa yang nampak pada anak tuna grahita. Ada beberapa pendapat tentang pengertian anak tuna grahita. Tjutju Sutjihati Soemantri (1996: 38) menyatakan bahwa “Tuna grahita atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana anak yang kecerdasannya di bawah ratarata, yang ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.” Menurut Munzayanah (2000: 13) “Anak Tuna grahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam bidang intelektual serta seluruh kepribadiannya. Sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri dalam masyarakat. Sedangkan Mohammad Amin (1995: 34) menyatakan bahwa: “Anak Tuna grahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam fungsi kecerdasan, sosial, emosi, kepribadian, dan fungsi mental lain sehingga anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dari beberapa pengertian tersebut para tokoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak Tuna grahita adalah anak yang dalam perkembangannya baik dari segi intelektual, sosial, emosional, dan kepribadian di bawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya. 2. Klasifikati Anak Tuna Grahita Anak tuna grahita dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Menurut Munzayanah (2000: 20) mengklasifikasikan Anak Tuna grahita menjadi 6 macam yaitu : a. Klasifikasi menurut derajat kecacatannya b. Klasifikasi menurut ekologinya c. Klasifikasi menurut tipe klinis d. Klasifikasi menurut tujuan pendidikan 4 e. Klasifikasi menurut “The American Psycratic Association” f. Klasifikasi menurut “American Association on Mental Deficiency atas dasar tinjauan medic.” Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut: a. Klasifikasi menurut derajat kecacatannya, antara lain: 1) Ideot : IQ 0 – 25 2) Imbisil : IQ 25 – 50 3) Debil : IQ 50 - 70 b. Klasifikasi menurut ekologinya, antara lain: 1) Anak tuna grahita karena keturunan 2) Anak tuna grahita karena gangguan fisik 3) Anak tuna grahita karena kerusakan otak c. Klasifikasi menurut tipe klinis, antara lain: 1) Crefinisme 2) Mongoloid 3) Micro Cephalis 4) Hidro Cephalis 5) Cerebral Palsy d. Klasifikasi menurut tujuan pendidikan antara lain: 1) Anak mampu rawat 2) Anak mampu latih 3) Anak mampu didik e. Klasifikasi dari “The American Psychratic Association” yaitu: 1) Mild Deficiency 2) Madere Deficiency 3) Severe Deficiency f. Klasifikasi menurut American Association on Mental Deficiency atas dasar tinjauan medik, meliputi: 1) Penyakit karena infeksi 2) Penyakit karena intoksitasi 3) Penyakit akibat trauma/sebab fisik 4) Penyakit karena gangguan metabolisme, pertumbuhan 5) Penyakit akibat pengaruh prenatal yang tidak diketahui. Menurut Mulyono Abdurrahman dan Sudjadi (1994: 22) “Untuk keperluan pembelajaran anak-anak berintelegensi rendah umumnya diklasifikasikan berdasarkan taraf subnormalisasi intelektual, ada 4 kelompok yaitu: a. Tahap perbatasan atau lambat belajar (The berdeline or the low leaners) IQ 70-80. b. Tuna grahita mampu didik (Educable mentally retarded) IQ 30 atau 50-70 atau 75. c. Tuna grahita mampu latih (Trainable mentally retarded) IQ 30 atau 35-50 atau 55. d. Tuna grahita mampu rawat (Dependent or Profaidly mentally retarded) IQ di bawah 25 atau 30. 3. Karakteristik Anak Tuna Grahita Karakteristik anak tuna grahita yang disampaikan oleh para ahli pendidikan anak berkebutuhan khusus berbeda-beda dalam sisi perumusannya. Namun dari sudut karakteristik diantara para ahli menyampaikan: a. Muhammad Amin (1995: 37) menyebutkan bahwa karakteristik anak tuna grahita menurut tingkat ketunagrahitaannya adalah sebagai berikut : 1) Karakteristik anak tuna grahita ringan Anak tuna grahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang dalam perbendaharaan kata, mengalami kesulitan berpikir abstrak tetapi masih mampu mengikuti akademik dalam bidang tertentu. Pada umur 16 tahun baru sebanding dengan anak umur 12 tahun yang normal. 2) Karakteristik anak tuna grahita yang sedang Anak tuna grahita sedang mereka kesulitan dalam pelajaran akademik. Pada umumnya mampu dilatih untuk merawat diri dan aktivitas sehari-hari. Dalam hal berpikir anak umur dewasa sebanding dengan anak umur 7 tahun. 3) Karakteristik anak tuna grahita berat dan sangat berat Anak tuna grahita berat mereka sangat bergantung pada pertolongan atau bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri. b. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam proyek pusat pengembangan guru. Tertulis tahun 1995-1996, memberikan 7 karakteristik anak dengan cacat grahita, yaitu : 1) Penampilan fisik yang tidak seimbang (kepala terlalu kecil atau besar, tipe mangalaid) 2) Selalu mengeluarkan air liur dan tampak bengong 3) Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usia 4) Perkembangan bicara atau bahasa terlambat 5) Tidak ada atau kurang sekali perhatian terhadap lingkungan (pandangan kosong) 6) Koordinasi gerakan kurang, gerakan tidak terkendali 7) Perkembangan fungsi penglihatan, kemampuan berfikir lambat Dari beberapa pendapat para ahli mengenai karakteristik anak tuna grahita dapat disimpulkan bahwa anak tuna grahita mempunyai karakteristik yang dapat dilihat dari berbicara kurangnya perbendaharaan kata, sangat bergantung pada pertolongan orang lain, tidak seimbang dalam fisik terutama kepala, pandangan kosong, kemampuan berpikir lambat, tidak ada koordinasi gerakan. 4. Faktor Penyebab Tuna Grahita Para orang tua mayoritas kurang tahu tentang mengapa anak yang mengalami tuna grahita sehingga tidak mengantisipasi jangan sampai anaknya menjadi tuna grahita. Para ahli mengemukakan penyebab tuna grahita. Menurut Triman Prasadjo yang dikutp oleh Munzayanah (2000: 14-16) bahwa penyebab retardasi mental digolongkan menjadi dua kelompok yaitu: a. Kelompok biomedik Kelompok biomedik yang meliputi : 1) Prenatal, dapat terjadi karena : a) Infeksi pada ibu pada waktu mengadung b) Gangguan metabolisme c) Irradiasi sewaktu umur kehamilan antara 2-6 minggu d) Kelainan kromosom e) Malnutrisi 2) Natal, antara lain berupa : a) Anaxia b) Asphysia c) Prematurias dan postmaturias d) Kerusakan otak 3) Postnatal, dapat terjadi karena : a) Malnutrisi b) Infeksi c) Trauma b. Kelompok Sosio Cultural, psikologik atau lingkungan Kelompok etiologi ini dipengaruhi oleh proses psiko sosial dalam keluarga. Dalam hal ini ada tiga macam teori yaitu: 1) Teori Stimulasi Pada umumnya adalah penderita retardasi mental yang tergolong ringan, disebabkan karena kekurangan rangsangan atau kekurangan kesempatan dari keluarga. 2) Teori Gangguan Kegagalan keluarga dalam memberikan proteks yang cukup terhadap stress pada masa kanak-kanak sehingga mengakibatkan gangguan pada proses mental. 3) Teori Keturunan Teori ini mengemukakan bahwa hubungan antara orang tua dan anak sangat lemah akan mengalami disorganisasi, sehingga apabila anak mengalami stress akan bereaksi dengan cara yang bermacam-macam untuk dapat menyesuaikan diri atau dengan kata lain “Security System” sangat lemah di dalam keluarga. Mulyana Abdurrahman dan Sudjadi S. (1994: 30) mengatakan bahwa tuna grahita disebabkan oleh berbagai faktor yaitu : a. Faktor genetik yaitu kerusakan biokimia dan abnormalitas kromosom. b. Pada masa prenatal yang disebabkan karena virus Rubella (Cacar) dan faktor (RH). c. Pada masa natal yaitu karena luka saat kelahiran, sesak napas dan prematuritas. d. Pada masa post natal yang disebabkan karena infeksi Encephalitis (peradangan sistem syaraf pusat), Mengitis (peradangan selaput otak), dan malnutrisi. e. Sosiokultural. Sedangkan Muhammad Amin (1995: 63) mendifinisikan faktor penyebab ketunagrahitaan sebagai berikut : a. Keturunan Terjadi karena adanya kelainan kromosom dan gen b. Gangguan metabolisme dan gizi Gangguan metabolisme Asam Aminol. c. Infeksi dan keracunan Karena penyakit bawaan. d. Trauma dan zat e. Masalah pada kelahiran f. Faktor lingkungan (sosio budaya). Dengan melihat pendapat yang telah dikemukakan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa banyak faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya kelainan pada anak yaitu faktor keturunan, faktor makanan dan minuman serta faktor lingkungan. Dalam hal ini faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi terjadinya ketunagrahitaan baik pada saat prenatal, natal, maupun pasca natal. B. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda “Pretatie” yang berarti hasil usaha. Sedangkan belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang yang dapat menghasilkan sesuatu perubahan tingkah laku baru. Menurut Winkel (1996: 191) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Selanjutnya Ngalim Poerwanto (2002: 28) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.” Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai menurut kemampuan yang dimiliki dengan berpikir, merasa, berbuat dan ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku pada siswa, dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan ke dalam 2 faktor, yaitu : a. Faktor Internal Siswa Menurut Muhibbin Syah (2005: 134), “Kecerdasan seseorang besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar. Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.” Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan otak saja melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya, sedangkan prestasi belajar dari faktor internal siswa dipengaruhi oleh: 1) Tingkat Kecerdasan a) Kecerdasan Kognitif Kecerdasan kognitif bukan hanya persoalan otak saja melainkan juga kualitas organ tubuh lainnya. Akan tetapi, harus diakui bahwa peran otak dalam intelegensi manusia lebih menonjol dari pada peran organ tubuh lainnya, karena otak merupakan menara pengontrol hampir seluruh aktivitas manusia. Tingkat kecerdasan dapat diukur melalui uji kecerdasan standar. Vechser intelegence seales yang mengukur kemampuan verbal maupun non verbal termasuk ingatan, perbendaharaan kata, wawasan, pemecahan masalah, abstraksi, logika, persepsi, pengolahan informasi dan kemampuan motorik visual (Shairo dalam Alex Tri Kantono, 1998: 8). Wechser mengelompokkan kecerdasan menjadi 9 kategori, yaitu : (1) Genius (140) (2) Sangat cerdas (130 – 139) (3) Cerdas (120 – 129) (4) Di atas normal (110 – 119) (5) Normal (90 – 109) (6) Di bawah normal (80 – 89) (7) Bodoh (70 – 79) (8) Moron/dungu (50 – 69) (9) Imbecile/idiot (di bawah 49) Tingkat intelegensi (IQ) siswa merupakan salah satu faktor yang menemukan tingkat keberhasilan siswa. Ini berarti semakin tinggi kecerdasan kognitif siswa maka semakin besar peluang siswa meraih prestasi yang lebih baik. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan kognitif siswa maka semakin kecil peluang untuk meraih prestasi yang baik. b) Kecerdasan Emosional Menurut Shapiro dalam Alex Tri Kantjono (1998: 8), “Kecerdasan emosional adalah himpunan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” Cooper dalam Ary Ginanjar Agustian (2001: 44) mengutarakan: “Kecerdasan emosional ini juga melibatkan kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.” Napoleon Hills dalam Ary Ginanjar Agustian (2001: 45), “Kemampuankemampuan ini merupakan kekuatan berfikir alam bahwa sadar yang berfungsi sebagai tali kendali atau pendorong. Kekuatan ini tidak digerakkan oleh saran yang logis.” Dengan adanya kecerdasan emosional dalam diri siswa, maka akan membentuk kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan belajar siswa antara lain empati, mampu mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, sikap hormat serta membentuk kematangan emosional seseorang. Seseorang yang memiliki kematangan emosi akan dapat melakukan proses belajar dengan baik sehingga dapat membentuk orang-orang sukses yang dapat menghasilkan prestasi yang lebih baik. Sebaliknya, siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah seperti pesimisme, mudah cemas, gelisah, tidak mampu mengendalikan diri dan tidak mampu menyesuaikan diri akan menghasilkan prestasi yang buruk, bahkan mengalami kegagalan dalam akademik karena kendali terhadap kehidupan emosionalnya terganggu akibat dari lumpuhnya kemampuan belajar sehingga siswa tidak mampu berfikir jernih. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain dimana ia menerapkan daya dan kepekaan emosinya sebagai pendorong, sumber energi, tali kendali pikiran dan tindakan manusia. c) Kecerdasan spiritual Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup itu dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain. Menurut Danar Zohar dan lan Marshal dalam Ary Ginanjar Agustian (2001: 57) “Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi kita, karena kecerdasan spiritual adalah landasan diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional secara efektif.” Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah setiap perilaku dalam kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistic) serta berprinsip “Hanya karena Allah”, sumber kecerdasan spiritual adalah suara hati (Gos Spot). 2) Faktor Kemandirian Kemandirian adalah kemampuan untuk mengerahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak serta merasa tergantung pada orang lain secara emosional (Stein and Book dalam Trianada dan Yudhi Murtanto, 2002: 105). Kecerdasan dalam belajar akan mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah karena siswa akan berusaha memecahkan kesulitan belajarnya sendiri, mencari sumber belajar lain selain guru sehingga akan dapat meningkatkan prestasi belajarnya di sekolah. b. Faktor Eksternal Siswa 1) Faktor Lingkungan Faktor eksternal siswa yang berupa faktor lingkungan tersebut terdiri dari: a) Keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh yang besar dari keluarga berupa : (1) Cara Orang Tua Mendidik Cara orang tua mendidik anak-anaknya sangat berpengaruh pada prestasi belajar anak di sekolah. Pendidikan yang diterapkan orang tua pada anaknya dalam hal ini adalah gaya kepemimpinan orang tua akan membentuk kepribadian dalam diri anak, karena gaya kepemimpinan adalah ciri seseorang pemimpin melakukan kegiatannya dalam membimbing, mengarahkan, mempengaruhi, dan menggerakkan para anggotanya dalam rangka mencapai tujuan. Hal ini berarti bahwa apa yang dilakukan orang tua sangat menentukan kepribadian anaknya. Orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya, tidak memperhatikan kepentingan dan kebutuhan anak dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak mau menyediakan fasilitas belajar dan tidak mau tahu kesulitan belajar anak akan menyebabkan anak malas belajar sehingga hasil yang dicapai tidak baik. Mendidik anak dengan cara memperlakukan terlalu keras, memaksa anaknya untuk belajar adalah cara yang tidak baik, karena anak diliputi rasa ketakutan dan akhirnya anak akan benci belajar, bahkan sampai mengalami gangguan jiwa. Apabila anak sudah mengalami hal ini, maka prestasi yang dicapai di sekolah akan buruk. Pendidikan yang tepat pada anak di sekolah adalah yang tidak terlalu memaksa dan tidak masa bodoh sehingga prestasi yang dicapai nantinya akan lebih baik. (2) Suasana Rumah Suasana rumah yang dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian yang sering terjadi dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang tegang, kacau, rebut, dan menyebabkan anak menjadi bosan di rumah sehingga keluar rumah dan mengakibatkan belajar menjadi kacau. Agar anak dapat belajar dengan baik maka diperlukan susana rumah yang tenang dan tentram. (3) Keadaan Ekonomi Keluarga Keadaan ekonomi keluarga berkaitan dengan hasil belajar yang dicapai siswa. Anak yang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya seperti makan, pakaian, kesehatan juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja-kursi, penerangan, alat tulis, buku-buku, dan alat bantu belajar lainnya yang mendukung proses belajar. Jika kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi akibatnya belajar anak menjadi terganggu dan hasil yang dicapai tidak memuaskan. b) Sekolah (1) Guru Metode belajar guru akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Metode mengajar yang kurang tepat dapat terjadi karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut menyajikannya kurang jelas. Sikap guru terhadap siswa yang tidak baik dapat mengakibatkan siswa kurang senang terhadap mata pelajaran dan gurunya. Siswa jadi malas belajar dan mempengaruhi prestasi yang dicapainya. (2) Alat Bantu Belajar Alat bantu belajar yang lengkap dan tepat akan memperlancar bahan pelajaran yang akan disampaikan pada siswa. Jadi ssiwa mudah menerima pelajaran dan menguasainya maka siswa akan lebih giat lagi dalam belajar dan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Alat bantu belajar itu misalnya buku-buku yang relevan, laboratorium, dan alat bantu belajar lainnya. c) Faktor Latihan Siswa akan mencapai prestasi yang lebih baik apabila siswa selalu melakukan latihan. Hasil belajar tidak akan maksimal apabila tidak ada latihan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Latihan dapat dilakukan dengan cara relearning recalling, dan reviewing agar pelajaran terlupakan dapat dikuasai kembali, dan pelajaran yang belum dikuasai akan lebih mudah untuk dapat dipahami. 3. Fungsi Prestasi Belajar Prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi, seperti yang dikemukanan oleh Zaenal Arifin (1990: 40) antara lain: a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai peserta didik. b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuas hasrat ingin tahu. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa ahli psikologi menyebutkan hal ini sebagai tendensi keingintahuan (coursity) dan merupakan kebutuhan umum manusia termasuk kebutuhan peserta didik dalam program pendidikan. c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya bahwa generasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dia berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan. d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari institusi pendidikan. Asumsinya bahwa kurikulumnya yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksessan anak didik di masyarakat. Diartikan bahwa kurikulum yang dipergunakan relevan dengan kebutuhan pembangunan masyarakat. e. Prestasi belajar dapat dijadikan sebagai indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. Dalam proses belajar mengajar, anak didik merupakan masalah utama karena anak didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran yang telah dipergunakan dalam kurikulum. C. Tinjauan Tentang Belajar Membaca 1. Pengertian Membaca Kemampuan membaca yang layak merupakan hal yang paling vital, karena kemampuan membaca mempunyai makna yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata, bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca agar ia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya supaya lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambanglambang yang bermakna baginya. Menurut Heilman dalam Suwaryono Wiryodijoyo (1989: 1): Membaca ialah pengucapan kata-kata dan perolehan arti dari barang cetakan. Kegiatan ini melibatkan analisis, dan pengorganisasian berbagai keterampilan yang kompleks. Termasuk didalamnya pelajaran, pemikiran, pertimbangan, perpaduan, pemecahan masalah, yang berarti menimbulkan kejelasan informasi bagi pembaca.. Membaca adalah suatu aktivitas yang rumit dan kompleks karena tergantung pada ketrampilan berbahasa pelajar, dan pada tingkat penalarannya (Subyakto-Nababan, Sri Utami, 1986: 76). Menurut Akhmad dan Yeti Mulyati (1996: 5) “membaca merupakan kemampuan yang kompleks dan kesatuan berbagai proses psikologis, sensoris, motoris, dan perkembangan ketrampilan. Eric Doman (1991: 64) “membaca adalah suatu proses pengenalan kata dan memahami kata-kata serta ide, selain itu membaca merupakan ketrampilan yang wajib dimiliki anak usia sekolah dasar.” Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa “membaca adalah kesatuan kegiatan yang terpadu yang memerlukan kemampuan yang kompleks dan kesatuan proses psikologis, sensoris, motoris dan perkembangan ketrampilan. 2. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Sabarti Akbadiah (1991: 26) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca, yaitu : a. Motivasi Artinya bahwa motivasi merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kemampuan membaca. Sering kegagalan membaca terjadi karena rendahnya motivasi. Motivasi meliputi motivasi intrinsik dan ekstrinsik. b. Lingkungan Keluarga Artinya orang tua yang memiliki kesadaran akan pentingnya kemampuan membaca akan berusaha agar anak-anaknya memiliki kesempatan untuk belajar membaca. Untuk itu orang tua memegang peranan penting untuk pengembangan kemampuan membaca anak. c. Bahan Bacaan Artinya bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun kemampuan memahaminya. Bahan bacaan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak jangan terlalu sulit dan terlalu mudah. Faktor yang diperhatikan dalam penentuan bahan bacaan adalah topik dan taraf kesulitan membaca. Sunarto dan Agung Hariono (1994: 115) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yang ringkasnya sebagai berikut: a. Umur Anak Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman dan meningkatkan kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik akan mempengaruhi sehubungan dengan sempurnanya organ bicara, kerja otot untuk gerak dan isyarat. b. Kondisi Lingkungan Lingkungan memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di perkotaan akan berbeda dengan lingkungan pedesaan, lingkungan disini adalah lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang. c. Kecerdasan Anak Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda memerlukan kemampuan motorik yang baik. d. Status Sosial Ekonomi Keluarga Keluarga yang berstatus sosial ekonomi tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial ekonomi rendah dalam kemampuan bahasanya. e. Kondisi Fisik Kondisi fisik yang dimaksudkan adalah kondisi kesehatan anak seseorang yang cacat dan terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap akan mengganggu perkembangan bahasa. Sementara itu Suyatmi (1997: 11) menjelaskan beberapa faktor penunjang kegiatan membaca antara lain: a. Faktor intern, meliputi: kompetensi bahasa, minat, motivasi, konsentrasi, ketekunan, kesehatan jasmani dan rohani, kemampuan menetralkan titik kelelahan, memiliki latar belakang pengetahuan yang sesuai dan penguasaan kosakata yang memadai serta kemampuan memahami maksud bacaan secara cepat dan cermat. b. Faktor eksternal, meliputi: (1) pengadaan buku-buku yang baik, yang sesuai dengan kebutuhan, menarik dan menimbulkan keasyikan dan tahap yang dapat dijangkau masyarakat luas, (2) unsur-unsur dalam bacaan dan sifat-sifat lingkungan baca atau faktor keterbatasan, (3) kondisi dan situasi lingkungan yang merangsang kegemaran membaca, termasuk didalamnya pengadaan tempat belajar, suasana keluarga, sekolah, masyarakat sekitar, teman, guru dan tokoh masyarakat. Faktor-faktor selain faktor akademik yang perlu dipertimbangkan di dalam kesiapan membaca menurut Suwaryono Wiryodjoyo (1989: 4-7), secara ringkas adalah: a. Kecerdasan Kematangan untuk belajar membaca belum tentu sama untuk setiap anak, meskipun umumnya orang menganggap bahwa pada umur 6-7 tahun, anak sudah matang untuk belajar membaca. Antara IQ, usia mental dan keberhasilan belajar membaca ada hubungannya. Anak yang taraf kecerdasannya (IQ) 50, misalnya hanya dapat diajari bahan-bahan yang sangat mudah. b. Kesehatan Jasmani Pengaruh kesehatan jasmani atas hasil belajar membaca cukup besar terutama persepsi mata dan telinga sama pentingnya dengan tingkatan energi yang diperlukan. c. Rumah dan Masyarakat Latar belakang pengalaman, gaya hidup anak di rumah mempengaruhi hasil belajarnya di sekolah. d. Kematangan Sosial dan Kebebasan Sebelum ada kematangan sosial biasanya anak belum banyak mengadakan kontrak sosial dengan teman-temannya. e. Integrasi Persyaratan Adanya koordinasi antara mata, telinga, dan psikomotor untuk belajar membaca. D. Tinjauan Tentang Media Gambar 1. Pengertian Media Untuk memudahkan pesan kepada orang lain atau siswa, seseorang menggunakan media untuk memudahkan interaksi. Adapun pengertian media adalah “suatu alat yang merupakan saluran (Channel) untuk menyampaikan suatu pesan (resourse) kepada penerima (receiver)” (Soeparno, 1986: 55). Menurut Romiszowski yang dikutip oleh Basuki Wibowo dan Farida Mukti (2001: 21) “Media adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang tua atau benda) kepada penerima pesan.” Dalam proses belajar mengajar penerima pesan itu adalah siswa, pembawa pesan saling berinteraksi melalui indera mereka dengan menggunakan inderanya dirangsang oleh media untuk menerima informasi. 2. Pemanfaatan Media Arif Sadiman (1996: 91) mengatakan bahwa “pemanfaatan media adalah penggunaan media dalam suatu rangkaian tujuan tertentu.” Ada beberapa pola pemanfaatan media pembelajaran. a. Pemanfaatan media dalam situasi kelas (Classroom Setting) Dalam tananan (setting) ini media pembelajaran dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya tujuan tertentu dan pemanfaatannya dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam situasi kelas. Media pembelajaran yang dipilih haruslah sesuai dengan tujuan, materi dan pembelajarannya. b. Pemanfaatan media di luar sekolah Pemanfaatan media pembelajaran di luar situasi kelas dapat dibedakan dalam dua kelompok utama yaitu : 1) Pemanfatan media secara bebas Yang dimaksud adalah bahwa media ini digunakan tanpa dikontrol atau diawali pembuat program media mendistribusikan program media itu di masyarakat pemakai media baik dengan cara dijual belikan maupun didistribusikan secara bebas. Dengan harapan media akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. 2) Pemanfaatan media secara terkontrol Yang dimaksud adalah bahwa media itu digunakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan tertentu. Bila media itu berupa media pembelajaran, sasaran didik (audience) diorganisasikan dengan baik sehingga mereka dapat menggunakan media secara teratur, berkesinambungan dan mengikuti pola tertentu. Biasanya sasaran ini dalam kelompok-kelompok belajar. 3) Pemanfaatan media secara perorangan, kelompok, masal Artinya media dapat digunakan oleh seseorang diri biasanya media ini dilengkapi petunjuk pemanfaatan yang jelas sehingga orang dapat menggunakan dengan mandiri, berkelompok, maupun masal. “Media yang dipakai sebagai alat bantu mengajar disebut dependen media. Sedangkan media belajar yang dapat digunakan oleh siswa dalam kegiatan belajar mandiri disebut independen media.” Media ini dirancang, dikembangkan, dan di produksi secara sistematis, serta dapat menyalurkan informasi secara terarah untuk mencapai tujuan interaksional tertentu. Bila media ini digunakan dalam sistem klasikal, waktu yang tersedia dapat digunakan untuk berdiskusi atau membaca bagian yang penting yang sulit dipelajari siswa sendiri, kalau sistem belajar mengajar ini dapat diterapkan. Menurut Basuki Wibowo dan Farida Mukti (2001: 13-14) ada keuntungan yang diperoleh dari penggunaan media independen. Adapun keuntungan dari penggunaan media tersebut antara lain: a. Guru mempunyai peluang untuk membantu siswa yang lemah, sementara siswa sibuk belajar sendiri, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa yang membutuhkan. b. Siswa akan belajar secara aktif. c. siswa dapat belajar sesuai dengan gaya dan kecepatan masing-masing. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 154) mengemukakan beberapa fungsi media secara umum yaitu : a. Alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif b. Bagian integral dari keseluruhan situasi belajar. c. Meletakkan dasar-dasar yang konkrit dari konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat Verbalisme. d. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik. e. Mempertinggi mutu belajar mengajar. 3. Tujuan Penggunaan Media Tujuan dalam penggunaan media yaitu : untuk mempermudah guru dalam menyampaikan pesan kepada peserta didik sehingga peran tersebut dapat terkuasai secara tepat, cepat, dan akurat. Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 153) tujuan digunakannya media pengajaran secara khusus adalah : a. Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep prinsip, sikap dan keterampilan tertentu, dengan menggunakan media yang paling tepat menurut karakteristik bahan. b. Memberikan pengalaman belajar berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat peserta didik untuk belajar. c. Membutuhkan sikap dan keterampilan tertentu dan teknologi karena peserta didik tertarik untuk menggunakan atau mengapresiasikan media tertentu. d. Menciptakan situasi belajar yang dapat dilupakan peserta didik. 4. Pengertian Media Gambar Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Di bawah ini beberapa pengertian media gambar, diantaranya: a. Menurut Oemar Hamalik (1994: 95) mengemukakan bahwa media gambar adalah: “Segala sesuatu yang diwujudkan secara visual ke dalam bentuk-bentuk dimensi sebagai curahan ataupun pikiran yang bermacam-macam seperti lukisan, potret, slide, film, strip, opaque proyektor.” b. Menurut Arief S. Sadiman (2006: 29) media gambar adalah: “Media yang paling umum dipakai, yang merupakan bahasan umum yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana saja.” c. Menurut Soelarko (1980: 3) media gambar adalah: “merupakan penurunan dari benda-benda dan pemandangan dalam hal bentuk, rupa serta ukurannya relatif terhadap lingkungan.” Berpijak dari beberapa pengertian di atas dapat kami simpulkan bahwa media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai gambar, apalagi jika dibuat gambar yang berwarna-warni dan disajikan sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak tuna grahita ringan. Tentu media gambar tersebut akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. 5. Jenis-jenis Media Gambar Dalam buku media pengajaran, media gambar/ visual dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya adalah: a. Gambar Datar Media gambar datar seperti foto, gambar ilustrasi, flash card (kartu bergambar), gambar pilihan dan potongan gambar. Disamping mudah didapat dan murah harganya, media ini juga mudah di mengerti dan dinikmati dimana-mana. Media ini dapat digunakan untuk memperkuat impresi, menambah fakta baru dan memberi arti dari suatu abstraksi. b. Media Proyeksi Diam Dalam media proyeksi diam, gambar yang mengandung pesan yang akan disampaikan ke penerima harus diproyeksikan terlebih dahulu dengan proyektor agar dapat dilihat oleh penerima pesan. Ada kelasnya media ini hanya visual sifatnya, tapi ada pula yang disertai rekaman audio. Media proyeksi diam dapat digunakan guruguru untuk mengajar berbagai mata pelajaran di semua tingkatan. Media ini bertujuan memberi informasi faktual, memberi persepsi yang benar dan cepat terutama dalam pengembangan keterampilan, merangsang apresiasi terhadap seni, gejala alam, orang dan sebagainya. c. Media Grafis Grafis merupakan media pengajaran yang paling mudah ditemui dan banyak digunakan sebagai halnya media lain, media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Pesannya dinyatakan dalam simbol kata-kata, gambar dan menggunakan ciri grafis yaitu garis (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 35-60). 6. Kelebihan Media Gambar Kelebihan penggunaan gambar menurut Arief S. Sadiman dkk (2006: 29) adalah sebagai berikut : a. Sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata. b. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, obyek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, tetapi gambar dapat selalu dibawa kemana-mana. c. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. d. Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia saja, sehingga dapat mencegah/ membetulkan kesalah-pahaman. e. Murah harganya dan gambar didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus. Menurut Basuki Wibowo dan Farida Mukti (2001: 29) media gambar mempunyai kelebihan : a. b. c. d. e. f. g. Umumnya murah harganya Mudah didapat Mudah digunakan Dapat memperjelas suatu masalah Lebih realistis Dapat membantu mengatasi keterbatasan pengamatan Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kelebihan media gambar jika dibandingkan dengan media pembelajaran yang lain adalah harganya murah, mudah digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, mudah untuk mendapatkannya serta dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan indra pengamatan. 7. Kelemahan Media Gambar Media gambar merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan belajar khususnya kemampuan membaca permulaan bagi anak tuna grahita ringan, walaupun begitu media gambar mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan media gambar menurut Arief S. Sadiman dkk (2006: 31) adalah sebagai berikut : a. Media gambar hanya menekankan persepsi indra mata b. Media gambar kurang efektif jika menerangkan gambar yang terlalu kompleks c. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. Kelemahan media gambar menurut Latuheru (1988: 42) adalah sebagai berikut: a. Untuk memperbesar media gambar memerlukan suatu proses dan memerlukan biaya yang cukup besar. b. Pada umumnya hanya dua dimensi yang nampak pada suatu gambar, sedangkan dimensi yang lainnya tidak jelas. c. Tidak dapat memperlihatkan suatu pola gerakan secara utuh untuk suatu gambar, kecuali jika menampilkan sejumlah gambar dalam suatu urutan peristiwa pada pola gerak tertentu. d. Tanggapan bisa berbeda terhadap gambar yang sama. Dari berbagai uraian di atas tentang kelemahan media gambar, dapat kami simpulkan bahwa secara umum media gambar hanya menekankan pada indra mata, dan mudah rusak serta dapat hilang jika tidak dirawat, sehingga memerlukan perawatan yang baik. E. Kerangka Pemikiran Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas maka kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bahwa anak tunagrahita mengalami hambatan dalam belajar membaca untuk memudahkan dalam meningkatkan prestasi belajar membaca bagi anak tuna grahita perlu dengan cara yang tepat dan sesuai. Bahwa media gambar dan metode eja merupakan salah satu media untuk memotivasi minat belajar memabca untuk tunagrahita. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diduga pembelajaran dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar membaca pada anak tunagrahita. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut: Kondisi awal Tindakan Kondisi akhir 1. Siswa tuna grahita ringan sebagian belum dapat membaca permulaan. 2. Selama ini guru hanya menggunakan buku-buku teks dan kurang menggunakan media gambar. 1. Guru memberi bimbingan anak tuna grahita ringan tentang cara belajar membaca permulaan dengan menggunakan media gambar. 2. Guru menggunakan buku-buku teks dan menggunakan media gambar untuk anak tuna grahita. 1. Siswa tuna grahita ringan dapat membaca permulaan. 2. Buku-buku teks dan media gambar efektif dalam pembelajaran membaca untuk anak tuna grahita. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Di dalam pembelajaran dengan menggunakan media gambar ini, sebagian siswa tuna grahita ringan yang belum dapat membaca dapat diatasi. Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan kemampuan membaca seluruh siswa meningkat dan dapat membaca. F. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berfikir sebagaimana diuraikan di atas maka dirumuskan hipotesa tindakan sebagai berikut: Bahwa penggunaan media gambar dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya membaca dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas II Sekolah Dasar Luar Biasa Bagian C. BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena pada penelitian kualitatif memunculkan keadaan ilmiah apa adanya, wajar tanpa dimanipulasi atau dikondisikan sehingga penelitian ini tidak mengutamakan hasil yang diperoleh, akan tetapi proses pelaksanaan upaya meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan melalui media gambar pada anak tuna grahita ringan. Dengan demikian sesuai dengan jenis penelitian yang ditetapkan di atas, maka penelitian ini mengangkat pelaksanaan meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan melalui media gambar pada anak tuna grahita ringan kelas II SLB B-C Dharma Anak Bangsa Ceper Klaten. Waktunya bulan September sampai Nopember 2009. B. Data dan Sumber Data Data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi: 1. Nara sumber yang terdiri dari guru dan wali murid kelas I. 2. Daftar nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas II semester I. 3. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada waktu penelitian siklus I dan siklus II. 4. Nilai hasil ulangan harian membaca dan menulis permulaan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. C. Subyek Penelitian Suharsimi Arikunto (2003: 116) mendefinisikan “subyek penelitian sebagai suatu benda, hal atau orang dimana tempat data untuk variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan.” Dalam hal ini subyek penelitian adalah anak tuna grahita ringan kelas II di SLB B-C Dharma Anak Bangsa Ceper, Klaten sejumlah 3 orang. Alasan penelitian adalah 28 masalah yang dihadapi siswa pada kelompok populasi ini berhubungan dengan masih rendahnya kemampuan belajar membaca permulaan yang dimiliki siswa di SLB B-C Dharma Anak Bangsa, Ceper, Klaten. D. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan bentuk penelitian juga data yang dimanfaatkan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dokumentasi dan melalui tes. 1. Wawancara Wawancara yang digunakan bersifat lentur, tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal, dan alat dilakukan bimbingan pada informasi yang sama. Dengan menggunakan wawancara mendalam peneliti akan mendapat informasi yang rinci dan mendalam. Dengan keterbukaan dan kelenturannya ini informasi akan dengan jujur mengemukakan informasi yang sebenarnya, sikap dan pandangan mereka terhadap sikap belajar anak di rumah dan di sekolah dalam mempelajari materi pelajaran membaca. Teknik wawancara ini akan dilakukan pada orang tua dan guru. Nasution (1992: 75), mengatakan bahwa: Untuk melaksanakan wawancara mendalam maka sebelumnya perlu menjalin dan memupuk hubungan yang akrab dengan informan, maka wawancara yang dilakukan akan terkesan akrab dalam suasana yang rileks. Responden pun merasa dirinya tidak sebagai subyek penelitian untuk dapat memberikan informasi yang wajar tanpa mengada-ada. 2. Observasi Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini sering disebut dengan observasi berperan atau partisipatif. Observasi ini dilakukan secara formal dalam kelas pada saat pembelajaran berlangsung, dimana siswa sedang melaksanakan pembelajaran di dalam kelas. Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 128), “Observasi merupakan kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan media.” Adapun data yang diperoleh adalah: a. Data nilai hasil ulangan harian mata pelajaran bahasa Indonesia, terutama yang berkaitan dengan belajar membaca permulaan. b. Data tentang interaksi antar siswa dengan guru. c. Data tentang jumlah anak yang terlibat aktif dalam kegiatan belajar mengajar langsung. d. Data nilai pekerjaan rumah. e. Data nilai lembar kerja siswa setiap kali pertemuan selama penelitian berlangsung. f. Temuan-temuan yang mungkin timbul selama proses penelitian. g. Tindak lanjut dari hasil yang diharapkan dalam penelitian. 3. Dokumentasi Dokumentasi adalah mencari data mengenai catatan, surat-surat atau laporan. Definisi menurut Guna dan Lincoln dalam Lexy J. Moleong (1995: 161) sebagai berikut: “setiap bahan tertulis ataupun film yang dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Dalam hal ini dokumen dapat dibagi atas dokumen resmi dan dokumen pribadi.” Teknik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumentasi arsip. Dokumen ini berupa dokumen resmi yang berupa RPP, Daftar Hadir Siswa dan arsip kumpulan nilai yang dimiliki guru kelas II. 4. Melalui Tes Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah seperangkat stimuli yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dijadikan penetapan skor angka. Menurut Cece Rahmat dan Didi Suherdi (1999: 118), “teknik tes terdiri dari tes tertulis, tes lisan dan tes tindakan.” Adapun penjelasan ringkasnya sebagai berikut: a. Tes tertulis yaitu tes yang cara pelaksanaannya tertulis, dimana tester memberikan soal-soal kepada tester untuk dikerjakan secara tertulis pula. b. Tes lisan yaitu pertanyaan diajukan secara lisan, kemudian tester memberikan jawaban secara lisan pula. c. Tes tindakan yaitu tester memberi perintah-perintah tertentu pada tester untuk dilaksanakan dalam bentuk perbuatan atau tindakan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk tes lisan, tes tertulis dan tes tindakan yang dibuat sendiri, kemudian diuji cobakan di SLB B-C Dharma Anak Bangsa Ceper, Klaten. Tingkat dasar II dan dijadikan alat ukur penelitian. Kisi-kisi tes belajar membaca permulaan Saat Anak Mengikuti Kegiatan Proses Belajar Hari/ Tanggal : Nama Murid : Kelas : Umur : No Aspek yang dinilai Skor maks Mampu 3 1 Mengenal bentuk huruf 2 Dapat mengucapkan huruf 3 Dapat membedakan huruf 4 Dapat mengucapkan suku kata 5 Dapat mengucapkan kata 6 Kejelian pengamatan suku kata 7 Kejelian pengamatan kata 8 Dapat mengucapkan kalimat 9 Memahami arti kalimat 10 Gaya membaca sesuai tanda baca Jumlah skor maksimum dan perolehan Kriteria Penilaian 3 Kemampuan Mampu Tidak dengan mampu bantuan 2 1 a. Mampu diberi skor : 3 b. Mampu dengan bantuan diberi skor : 2 c. Tidak mampu diberi skor : 1 Nilai akhir = jumlah skor perolehan x 100 % jumlah skor maksimum E. Validitas Data Keakraban data terhadap hasil-hasil penelitian dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa cara. Beberapa cara untuk memperoleh kepercayaan hasil penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa kriteria untuk memenuhi keabsahan data, yaitu: Kredibilitas dengan cara: 1. Memperpanjang masa observasi agar peneliti lebih mengenal subyek dan cukup waktu mengenal dan mengetahui pelaksanaan pembelajaran. 2. Melakukan pengamatan terus-menerus dan mendetail, agar peneliti dapat mengamati secara cermat dan terinci pada kegiatan pengajaran membaca yang dilaksanakan. Serta untuk mengetahui kemampuan dan kesulitan belajar membaca anak, faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengajaran membaca serta upaya guru dalam meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan melalui media gambar. 3. Trianggulasi Trianggulasi data dalam penelitian ini bertujuan untuk men-check kebenaran data tertentu dengan membandingkan data yang diperoleh. Trianggulasi yang digunakan antara lain berupa : Trianggulasi sumber data berupa sumber informan yang berbeda dalam hal ini Direktur Pelayanan medis dan tenaga dokter dan trianggulasi metode pengumpulan data yang berupa wawancara, observasi, dokumentasi, dan melalui tes data. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam hal belajar membaca permulaan. Peneliti melakukan: a. Tes membaca permulaan, selanjutnya menganalisis hasil belajar membaca permulaan itu untuk mengidentifikasi kesalahan yang masih mereka buat. b. Melakukan wawancara dengan guru untuk mengetahui pandangan guru tentang hambatan-hambatan yang dialami siswa dalam belajar membaca permulaan, fasilitas pembelajaran yang dimiliki atau tidak dimiliki sekolah, kegiatan pembelajaran membaca permulaan di kelas, penilaian yang dilakukan guru. F. Teknik Analisa Data Nasution (1992: 129) mengatakan bahwa karena data dalam penelitian kualitatif banyak menggunakan kata-kata maka analisis data dilakukan melalui langkah-langkah: 1. Reduksi Data yang diperoleh di lapangan, baik hasil pengamatan, wawancara, dokumentasi, laporan yang berbentuk uraian terinci dan berjumlah banyak perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang penting. Sehingga data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tenang hasil pengamatan. 2. Display Data Penyajian data dalam penelitian kualitatif yang berupa uraian deskriptif yang panjang dan sukar dipahami akan menjemukan untuk dibaca. Penyajian data diusahakan secara sederhana tetapi keutuhan tetap terjamin, yaitu disajikan dalam bentuk table, dan uraian deskriptif. G. Indikator Kerja Pada bagian ini perlu dikemukakan tolak ukur keberhasilan penelitian yang dilakukan. Dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian akan tercapai, jika siswa memperoleh nilai 60 dari 80% nilai rata-rata kemampuan membaca meningkat: 1. Rata-rata peningkatan kemampuan membaca meningkat dari tidak mampu membaca menjadi mampu membaca dengan sedikit bantuan. 2. Prestasi belajar meningkat. 3. Keaktifan dan perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran membaca juga meningkat. H. Prosedur Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan yang dibagi dalam dua siklus, yang meliputi perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi dan dibuat tabel sebagai berikut: Tabel 1. Prosedur Penelitian Siklus I - Guru Perencanaan Pada tahap ini dilakukan menyiapkan kemudian mengajak siswa menyanyikan lagu untuk merencanakan tindakan untuk yang akan dilakukan untuk “Bangun Tidur.” meningkatkan belajar membaca. kelas, kemampuan - Guru dan siswa melakukan proses belajar mengajar tanpa media gambar. - Evaluasi. Tindakan - Guru membimbing membetulkan siswa ucapan yang salah. Pengamatan - Mengamati perkembangan kecakapan siswa yang sedang belajar membaca permulaan, dengan lembar pengamatan. Refleksi - Peneliti mengkaji dan melaksanakan revisi perbaikan terhadap tindakan kelas. Siklus II Perencanaan - Guru menyiapkan kelas. - Guru memulai pelajaran membaca dengan mengenalkan gambar sebagai media dalam permulaan membaca. Gambar - Guru memberi contoh menyebutkan nama gambar. - Siswa menirukan ucapan kata dari guru. - Guru menuliskan huruf-huruf di bawah gambar Bola - Guru menyebutkan huruf yang ada menjadi kata. - Siswa membaca dengan teratur secara bergantian. - Guru dengan metode SAS memberi contoh membaca dan menulis sederhana. - Siswa menulis dan menyusun huruf menjadi kata. - Dengan dibimbing guru, siswa membentulkan bacaan yang salah. - Guru meneliti susunan tulisan dari siswa, cara menuliskan huruf, cara menyusun huruf menjadi kata. Tindakan - Memantau proses mengajar, dan belajar mengamati peningkatan kemampuan belajar membaca setelah permulaan siswa, menggunakan media gambar. Pengamatan - Mencatat hasil perolehan hasil ulangan siswa, dan membandingkan dengan hasil belajar ulangan harian bahasa Indonesia. Refleksi - Mengevaluasi belajar dan belajar memuaskan. tentang hasil merevisi hasil yang kurang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Berdasarkan gambaran pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca di kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten pada kondisi awal disampaikan dengan metode ceramah, berikut ini dapat disajikan prestasi belajar bahasa Indonesia yang terkait dengan kondisi awal pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca. Tabel 2. Prestasi Belajar Membaca Siswa Kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten pada Kondisi Awal. No. Urut Nama Subyek Nilai Keterangan 1 LM 40 Belum tuntas 2 LN 45 Belum tuntas 3 MI 55 Belum tuntas Jumlah 140 Rerata Nilai Bahasa Indonesia 46,67 Ketuntasan Klasikal 0% Belum tutas Sumber data: Lampiran 7 halaman 70. Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 3 siswa memperoleh nilai di bawah 60, ketiga siswa belum menuntaskan belajar membaca. Nilai rerata 46,67 dengan tingkat ketuntasan secara klasikan sebesar 0%. Data ini menunjukkan bahwa pembelajaran membaca siswa kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan demikian, pada kondisi awal pembelajaran membaca dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan prestasi belajar membaca yang masih rendah, maka sebagai guru berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar prestasi belajar membaca dapat ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas serta didukung oleh kepala sekolah dan dibantu teman guru kolaborasi, dilakukan inovasi pembelajaran dengan menerapkan media gambar dengan tujuan meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa, serta aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran membaca. 37 1. Siklus I a. Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatan-kegiatan: 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bahasa Indonesia siklus I ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi waktu pertemuan adalah 2 x 30 menit setiap pertemuan. RPP mencakup ketentuan: kompetensi dasar, materi pokok, indikator, skrenario pembelajaran, media/sumber belajar, dan sistem penilaian. (Lampiran 4 halaman 60). 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran) sehingga guru dapat menerapkan media gambar dengan baik; (2) Mempersiapkan gambar-gambar sebagai media pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran. 3) Menyiapkan Lembar Observasi Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas selama pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar isian yang mencakup kegiatan siswa dan juga kegiatan guru. Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi: memperhatikan penjelasan guru, mengamati media gambar, membaca suku kata dan kata, pertanyaan pada guru, dan mengerjakan LKS. Lembar pengamatan yang digunakan untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP, pengkondisian kelas, menyediakan materi dan sumber belajar, melakukan informasi pendahuluan, pengolahan waktu dan penguasaan materi, menanggapi usulan siswa, membuat kesimpulan, dan melaksanakan tes. b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus I, diawali dengan informasi atau pengarahan kepada siswa mengenai teknik-teknik memahami media gambar. Pada kesempatan tersebut, guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menanyakan segala sesuatunya yang belum jelas. Alokasi untuk penjelasan ini menggunakan waktu selama 10 menit. Kegiatan berikutnya, siswa menduduki tempatnya masing-masing. Setiap siswa diberi kesempatan untuk mencermati media gambar yang baru saja diberikan. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, siswa mencoba mengingat kembali materi yang disampaikan melalui media gambar. Alokasi waktu yang digunakan untuk kegiatan ini adalah 40 menit. Setelah memperhatikan media gambar, siswa mencermati materi pelajaran membaca dan teknik mempelajarinya sesuai dengan bimbingan yang diberikan guru. Pada saat siswa mendengarkan penjelasan guru dan mempelajari membaca, guru kolaborasi mengadakan pengamatan mengenai aktivitas siswa dan aktivitas guru dengan menggunakan blangko yang telah dipersiapkan. Guru memberikan bantuan apabila ada siswa yang memerlukan penjelasan atau bimbingan. Berdasarkan hasil pembelajaran melalui media gambar pada pembelajaran bahasa Indonesia, guru menyempurnakan atau melakukan revisi terhadap hasil pengamatan terhadap penerapan media gambar. Pembelajaran siklus I diakhiri dengan refleksi, yakni merenungkan apa saja yang terjadi. Kegiatan refleksi tersebut menggunakan waktu 10 menit. Sebelum mengakhiri pertemuan, siswa diberi tugas rumah untuk menjawab beberapa pertanyaan sesuai dengan materi membaca. c. Pengamatan Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan bahwa siswa belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat pada saat guru memberikan penjelasan dengan menerapkan media gambar, tidak semua siswa memperhatikan, masih terdapat siswa yang kurang memperhatikan pembelajaran dari guru, ada pandangan siswa yang di arahkan ke luar kelas dan memikirkan yang lain, bahkan masih ada siswa yang kurang paham terhadap media gambar yang ditunjukkan guru tentang teknik mempelajari membaca. Hal ini terjadi karena siswa tidak memikirkan betapa terbatasnya alokasi waktu yang tersedia sehingga mereka kurang bisa memanfaatkan waktu yang baik. Pada saat melakukan pengamatan, masih terlihat kekurangsiapan pada diri siswa. Masih ada di antara mereka yang hanya sekedar membawa buku catatan dan alat tulis pada saat guru memberikan pelajaran dengan disertai media gambar, siswa tanpa banyak melakukan aktivitas. Mereka tidak memperhatikan apa yang disampaikan guru dalam pembelajaran membaca melalui media gambar. Pada saat mendengarkan penjelasan dari guru, siswa belum melakukannya dengan segera teknik mengamati gambar yang praktis sehingga waktu kurang efektif. Siswa juga masih pasif dalam bertanya, belum banyak memberikan komentar terhadap materi yang dibahas. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa melakukan tanya jawab dalam diskusi kelas. Siswa belum biasa mengeluarkan pendapat di hadapan teman-temannya. Dari hasil observasi dengan lembar pengamatan aktivitas siswa pada siklus pertama mencapai 62,67% (lampiran 8 halaman 71). Dari hasil diskusi antara kepala sekolah dengan guru kolaborasi, peran guru untuk membangkitkan semangat siswa masih kurang. Guru kurang mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Selama mendampingi siswa belajar, guru kurang maksimal dalam menampilan media gambar, karena guru kelas sudah sangat terbiasa dengan pembelajaran konvensional, yang segala sesuatunya banyak mendapatkan intervensi guru. Dari hasil observasi dengan lembar pengamatan aktivitas guru pada siklus pertama mencapai 60% (lampiran 10 halaman 73) Prestasi belajar membaca melalui media gambar pada Siklus I disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3. Prestasi Belajar Membaca Siswa Kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten pada Siklus I. No. Urut Nama Subyek Nilai Keterangan 1 LM 50 Belum tuntas 2 LN 55 Belum tuntas 3 MI 65 Tuntas Jumlah 170 Rerata Nilai Bahasa Indonesia 56,67 Ketuntasan Klasikal 33,33% Belum tutas Sumber data: Lampiran 7 halaman 70. d. Refleksi Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa belum dapat memanfatkan waktu dengan baik. Untuk menindaklanjutinya, pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan pada siswa pentingnya pemanfaatan waktu. Kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran meningkatkan membaca dan jarangnya tanya jawab dilakukan antara siswa dengan siswa dan bertanya pada guru disebabkan oleh kekurangpahaman siswa akan pentingnya media gambar untuk meningkatkan membaca sehingga masih terdapat siswa yang menghadapi kesulitan ketika akan mengucapkan ataupun menulis membaca. Oleh sebab itu, pada pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan kepada siswa agar lebih mempersiapkan diri dan memperhatikan media gambar yang ditunjukkan guru. Perlu ditingkatkan keaktifan siswa dalam bertanya kepada guru. Siswa perlu dibangkitkan semangatnya sehingga penerapan media gambar yang dilaksanakan guru bermanfaat untuk menyempurnakan pemahaman terhadap peningkatan membaca. Siswa masih perlu dibimbing dan diarahkan karena aktivitas untuk bertanya masih sangat kurang. 2. Siklus II Pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca siswa kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten Jombor pada siklus II masih ditujukan pada pemahaman siswa terhadap pemanfaatan media gambar. Pelaksanaannya dirancang sebagai berikut: a. Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi kegiatankegiatan: 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bahasa Indonesia siklus II ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi waktu pertemuan adalah 2 x 30 menit setiap pertemuan. RPP mencakup penentuan: kompetensi dasar, materi pokok, indikator, skrenario pembelajaran, media/sumber belajar, dan sistem penilaian. (Lampiran 4 halaman 60) 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran melalui media gambar, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran) sehingga dalam menerapkan media gambar guru dapat melakukan dengan baik; (2) Mempersiapkan media gambar sesuai dengan materi pembelajaran. 3) Menyiapkan Lembar Observasi Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas selama pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar isian yang mencakup kegiatan siswa dan juga kegiatan guru. Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi: memperhatikan penjelasan guru, mengamati media gambar, membaca suku kata dan kata, pertanyaan pada guru, dan mengerjakan LKS. Lembar pengamatan yang digunakan untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP, pengkondisian kelas, menyediakan materi dan sumber belajar, melakukan informasi pendahuluan, pengolahan waktu dan penguasaan materi, menanggapi usulan siswa, membuat kesimpulan, dan melaksanakan tes. b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan pada siklus II, diawali dengan informasi atau pengarahan kepada siswa mengenai teknik-teknik memahami media gambar. Pada kesempatan tersebut, guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menanyakan segala sesuatunya yang belum jelas. Alokasi untuk penjelasan ini menggunakan waktu selama 10 menit Kegiatan berikutnya, siswa menduduki tempatnya masing-masing. Setiap siswa diberi kesempatan untuk mencermati media gambar yang baru saja diberikan. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, siswa mencoba mengingat kembali materi yang disampaikan melalui media gambar pada pertemuan yang lalu. Alokasi waktu yang digunakan untuk kegiatan ini adalah 40 menit. Setelah memperhatikan media gambar, siswa mencermati materi pelajaran membaca dan teknik mempelajarinya sesuai dengan bimbingan yang diberikan guru. Pada saat siswa mendengarkan penjelasan guru dan mempelajari membaca, guru kolaborasi mengadakan pengamatan mengenai aktivitas siswa dan aktivitas guru dengan menggunakan blangko yang telah dipersiapkan. Guru memberikan bantuan apabila ada siswa yang memerlukan penjelasan atau bimbingan. Berdasarkan hasil pembelajaran melalui media gambar pada pembelajaran bahasa Indonesia, guru menyempurnakan atau melakukan revisi terhadap hasil pengamatan terhadap penerapan media gambar. Pembelajaran siklus II diakhiri dengan refleksi, yakni merenungkan apa saja yang terjadi. Kegiatan refleksi tersebut menggunakan waktu 10 menit. Sebelum mengakhiri pertemuan, siswa diberi tugas rumah untuk menjawab beberapa pertanyaan sesuai dengan materi membaca. c. Pengamatan Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan bahwa siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat pada saat siswa diminta mengambil tempat duduk masing-masing, mareka segera beranjak dari tempat duduk dan siswa segera memperhatikan media gambar yang dipersiapkan guru. Pada saat mengamati media gambar materi meningkatkan membaca, seluruh siswa telah menyiapkan diri. Mereka menulis dan membaca suku kata dan kata yang terdapat dalam media gambar. Seluruh siswa sudah mau bertanya kepada guru untuk menggali beberapa pengalaman yang diingat dari media gambar sehingga informasi yang didapatkan dari media gambar dapat diserap oleh siswa. Pada saat mengerjakan tugas membaca, siswa telah melakukannya dengan segera sehingga waktu yang tersedia dapat diefektifkan dengan baik. Sebagian siswa sudah aktif dalam bertanya jawab, seluruh siswa banyak memberikan komentar terhadap materi yang terdapat dalam media gambar. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa melakukan tanya jawab saat guru memberikan penjelasan yang terdapat dalam media gambar. Siswa sudah mulai terbiasa berbicara atau mengeluarkan pendapat di hadapan teman-temannya. Dari hasil observasi dengan lembar pengamatan aktivitas siswa pada siklus II mencapai 82,67% (lampiran 9 halaman 72). Peran guru untuk membangkitkan semangat siswa semakin meningkat. Guru mulai mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik dan mengajak siswa untuk meningkatkan membaca secara cermat dan cepat melalui media gambar yang diberikan guru. Selama mendampingi siswa belajar, guru sudah dapat memberikan bimbingan kepada siswa agar terbiasa dengan pembelajaran dengan memanfaatkan media gambar, yang segala sesuatunya yang kurang jelas dapat ditanyakan langsung kepada guru. Dari hasil observasi dengan lembar pengamatan aktivitas guru pada siklus II mencapai 85% (lampiran 11 halaman 74) Hasil belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca melalui media gambar pada Siklus II disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4. Nilai Bahasa Indonesia Siswa Kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten pada Siklus II. No. Urut Nama Subyek Nilai Keterangan 1 LM 60 Tuntas 2 LN 65 Tuntas 3 MI 75 Tuntas Jumlah 200 Rerata Nilai Bahasa Indonesia 66,67 Ketuntasan Klasikal 100% Tuntas Sumber data: Lampiran 7 halaman 70. d. Refleksi Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa telah memanfatkan waktu dengan lebih baik daripada siklus I. Guru terus menerus menekankan pada siswa akan pentingnya menghargai waktu dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca. Semangat siswa meningkat dalam melakukan kegiatan membaca dan menulis membaca, dan siswa memberanikan beranya pada guru, siswa paham akan pentingnya bertanya kepada guru yang berkaitan dengan media gambar yang dilihatnya sehingga kesulitan yang dihadapi siswa ketika akan membaca dan menulis pada buku catatan atau alat tulis yang dibawanya dapat teratasi. Pada pembelajaran berikutnya guru lebih menekankan kepada siswa untuk lebih mempersiapkan diri sebelum melakukan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dengan memanfaatkan media gambar yang telah dipersiapkan guru. Guru memberikan motivasi kepada siswa akan perlunya peningkatan keaktifan siswa dalam mengajukan pertanyaan terhadap permasalahan yang belum jelas. Siswa perlu memiliki semangatnya sehingga dalam meningkatkan membaca bermanfaat untuk menyempurnakan pemahaman terhadap materi belajar bahasa Indonesia. Siswa terus dibimbing guru dan diarahkan untuk meningkatkan aktivitas belajar, untuk terus bertanya kepada guru terhadap materi yang kurang jelas terhadap media gambar yang berkaitan dengan peningkatan membaca. B. Hasil Penelitian Hasil evaluasi belajar membaca pada siklus I menunjukkan bahwa 2 siswa mendapat nilai kurang dari 60 yang dinyatakan belum tuntas belajar membaca. Sedangkan 1 siswa mendapat nilai 65 dinyatakan telah tuntas belajar membaca. Nilai rata-rata kelas 56,67. Ketuntasan secara klasikal sebesar 33,33% yang dinyatakan belum tuntas belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca secara klasikal. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca melalui media gambar pada siklus I belum berjalan maksimal dan perlu perbaikan karena masih berada di bawah indikator kinerja ketuntasan belajar yang telah ditentukan (80%). Dari hasil tindakan siklus I yang belum tuntas baik secara individu maupun secara klasikal, maka masih perlu diadakan perbaikan pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca melalui media gambar dari guru kelas. Guru berusaha meningkatkan aktivitas mengajar dengan melakukan perbaikan terhadap indikator yang masih kurang sehingga diharapkan pada siklus II aktivitas guru mengajar dapat mencapai ketuntasan mengajar. Dari hasil pengamatan pada siklus II, diperoleh dari lembar pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca yang terdiri dari 8 indikator dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia menerapkan media gambar telah menunjukkan aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas mengajar guru telah mencapai skor 34 (850%) dari 40 skor maksimal yang diharapkan, guru telah mendalami media gambar, dengan penekanan tersebut terdapat peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca. Dari hasil pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca melalui media gambar Siklus II aktivitas belajar siswa sudah sesuai yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas belajar siswa telah mencapai 82,67% berada di atas indikator ketuntasan aktivitas siswa secara klasikal minimal dari jumlah siswa memperoleh skor 80%, guru terus memotivasi belajar siswa dengan menjelaskan keuntungan dan kelebihan pembelajaran bahasa Indonesia materi perbendaharaan melalui media gambar, dengan penekanan tersebut diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hasil evaluasi belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca pada siklus II yang disajikan pada tabel di atas, menunjukkan seluruh siswa mendapat nilai di atas 60 yang dinyatakan telah tuntas belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca. Nilai rata-rata kelas 66,67. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100% yang dinyatakan telah tuntas belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca secara klasikal. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui baahwa proses pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca melalui media gambar pada siklus II telah berjalan maksimal dan sudah berada di atas indikator kinerja ketuntasan belajar yang telah ditentukan (80%). C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pembahasan Kondisi Awal Kondisi awal pembelajaran membaca pada siswa kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten dilakukan dengan pendekatan konvensional (ceramah). Dalam proses pembelajaran ini, masih tampak didominasi oleh segi-segi teoritik. Guru masih banyak menjelaskan materi pembelajaran secara monoton. Siswa hanya memperhatikan penjelasan guru sehingga pembelajaran hanya berjalan searah. Dengan kondisi demikian, siswa sangat pasif selama mengikuti pembelajaran sehingga terkesan hanya sebagai objek, bukan subjek pembelajaran. Konsep pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca hanya diterima dari guru. Siswa belum mengkonstruksikan, mendiskusikan, atau merefleksikan materi pembelajaran yang telah dipelajarinya sehingga pembelajaran belum bermakna bagi siswa. Dalam melakukan penilaian, guru hanya menekankan pada segi penilaian produk atau hasil. Penilaian proses belum mendapatkan perhatian penuh dari guru. Siswa sama sekali belum dilibatkan dalam penilaian. Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa tidak mendapat bimbingan dari guru tentang materi yang tidak dapat dikuasai siswa. Berdasarkan tes pada kondisi awal, diketahui 3 siswa mendapat nilai kurang dari 60. Nilai rata-rata kelas 46,67 dengan tingkat ketuntasan secara klasikan 0%. 2. Pembahasan Tiap Siklus a. Siklus I Deskripsi siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan dengan baik. Guru belum aktif dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca melalui media gambar. Aktivitas guru dalam pembelajaran melalui media gambar belum menunjukkan aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas mengajar guru masih rendah sehingga diperlukan kreativitas guru untuk lebih mendalami media gambar, dengan penekanan tersebut diharapkan pada siklus berikutnya ada peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas guru. Aktivitas pembelajaran guru yang masih perlu ditingkatkan meliputi: pengolahan waktu dan penguasaan materi membaca melalui media gambar. Aktivitas belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan maksimal. Siswa belum aktif melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal ini disebabkan oleh karena siswa telah terbiasa belajar dengan lebih banyak mengandalkan instruksi guru. Pada saat membaca dan menulis suku kata dan kata siswa kurang bersemangat karena kurang memahami pentingnya media gambar di dalam memecahkan persoalanpersoalan yang berkaitan dengan membaca. Akibatnya, pengetahuan siswa pun kurang. Hal ini terjadi karena siswa kurang memahami makna gambar. Kalaupun mengamati, siswa tidak melakukan identifikasi dan tidak merangkai bagian-bagian yang relevan dan penting sehingga siswa kesulitan memahami makna gambar dengan baik. Data yang diperoleh dari observasi menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran sebagian besar siswa belum memiliki aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas belajar siswa masih rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran belum sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil tes bahasa Indonesia materi membaca pada siklus I diketahui rerata kelas sebesar 56,67, terdapat dua siswa yang belum tuntas karena mendapat nilai kurang dari 60 dan terdapat 1 siswa mendapat nilai 60 atau lebih. Ketuntasan secara klasikal sebesar 33,33%. Berdasarkan data tersebut, secara klasikal belum mencapai ketuntasan, yang perlu diperhatikan pada siklus II sebagai tindak lanjut dari siklus I adalah memanfaatkan waktu yang ada. Siswa perlu diarahkan agar dapat memahami media gambar dengan cermat, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan yang kurang jelas. b. Siklus II Pada siklus ke II, guru telah melaksanakan aktivitas mengajar dengan baik. Indikator aktivitas guru dalam pembelajaran rata-rata telah memiliki kriteria baik dan sangat baik karena telah mencapai batas tuntas. Aktivitas siswa pada siklus II, siswa telah mengikuti pembelajaran dengan baik. Siswa bersemangat dan antusias mengikuti proses pembelajaran. Perhatian siswa terhadap materi yang disampailkan guru melalui media gambar diikuti dengan senang hati dan dapat memahami apa yang dimaksudkan dalam media gambar yang diberikan guru. Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca telah memiliki aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas belajar siswa diasumsikan telah mencapai ketuntasan aktivitas belajar. Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca sebesar 66,67. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100%. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui rerata yang dicapai sudah memenuhi indikator kinerja dan secara klasikal telah mencapai batas tuntas. 2. Pembahasan Antarsiklus Berdasarkan data awal prestasi belajar bahasa Indonesia, diketahui nilai rerata sebesar 46,67, 3 siswa nilai kurang dari 60. Ketuntasan secara klasikal sebesar 0%. Berdasarkan data tersebut, rerata kelas belum mencapai batas tuntas yang ditetapkan. Demikian pula, secara klasikal belum mencapai ketuntasan. Berdasarkan hasil tes pada siklus I, diketahui rerata nilai bahasa Indonesia materi membaca sebesar 56,67, sebanyak 1 siswa mendapat nilai 65 (tuntas belajarnya) dan masih 2 siswa yang belum tuntas, karena nilainya masih di bawah 60. Ketuntasan secara klasikal mencapai 33,33%. Berdasarkan data tersebut, secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan hasil tes pada siklus II, diketahui rerata nilai bahasa Indonesia materi membaca sebesar 66,67, seluruh siswa siswa mendapat nilai 60 atau lebih (tuntas belajarnya). Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100,00%. Berdasarkan data tersebut, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan hasil observasi, dengan upaya-upaya perbaikan yang dilakukan pada pembelajaran bahasa Indonesia melalui media gambar, hasil yang dicapai siswa mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari naiknya persentase hasil tes yang diperoleh siswa. Tabel 5. Prestasi Belajar Membaca Setiap Siklus Melalui Menerapan Media Gambar. No. Nama Siswa Nilai Awal Siklus I Siklus II 1 LM 40 50 60 2 LN 45 55 65 3 MI 55 65 75 JUMLAH 140 170 200 RATA-RATA 46,67 56,67 66,67 KETUNTASAN BELAJAR 0% 33,33% 100,00% Dari hasil nilai rata-rata secara individu dari setiap siklus dapat dibuat tabel perbandingan sebagai berikut: Nilai Awal Siklus I Siklus II 80 70 60 50 40 30 20 10 0 LM LN MI Grafik 1. Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Setiap Siswa Melalui Media Gambar. Dari hasil nilai rata-rata secara klasikal dari setiap siklus dapat dibuat tabel perbandingan sebagai berikut: Tabel 6. Peningkatan Nilai Rata-rata Prestasi Membaca Setiap Siklus Siklus Nilai Rata-rata Peningkatan Tes Awal 46,67 - Siklus I 56,67 10 Siklus II 66,67 10 Dari peningkatan prestasi belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca siswa kelas daar II SLB/C Hamong Putru Jombor melalui penerapan media gambar secara klasikal dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Nilai Awal Siklus I Siklus II 70 60 50 40 30 20 10 0 Prestasi Belajar Grafik 2. Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Setiap Siklus Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca telah mencapai 66,67 dari 3 siswa seluruhnya mendapat di atas 60. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100% siswa mendapat nilai 60 ke atas yang dapat diasumsikan indikator kinerja secara klasikal telah mencapai batas tuntas. BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian untuk meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia materi membaca melalui media gambar yang telah dikemukakan pada bab IV dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan nilai awal, diketahui nilai bahasa Indonesia materi membaca rara-rata kelas 46,67 ketuntasan klasikal 0%, pada siklus I rata-rata kelas 56,67 ketuntasan secara klasikal telah mencapai 33,33%, pada siklus II rata-rata kelas menjadi 56,67, seluruh siswa mendapat nilai di atas 60 yang diasumsikan secara klasikal telah menuntaskan belajar bahasa Indonesia materi membaca dan seluruh siswa telah menuntaskan belajar bahasa Indonesia (100%). 2. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa penerapan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa tuna grahita ringan kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten Tahun Pelajaran 2009/2010. B. Saran 1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar membaca, dan media gambar dapat dilanjutkan untuk semester berikutnya, misalnya menulis suku kata dan merangkai kalimat sehingga media gambar efektif untuk berbagai materi bahasa Indonesia bagai siswa tuna grahita kelas dasar. 2. Mengingat adanya pengaruh yang signifikan media gambar terhadap prestasi belajar membaca, diperlukan dorongan dari guru terhadap siswa, maka untuk pembelajaran yang akan datang guru yang mengajar siswa tuna grahita kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten lebih sering menerapkan media gambar sehingga prestasi belajar membaca dapat dipertahankan dan ditingkatkan. 3. Siswa yang memiliki prestasi membaca yang tinggi, hendaknya memotivasi temannya 53 yang masih rendah dengan lebih sering mengadakan dialog, baik pada saat berada di dalam kelas maupun di luar kelas dengan memanfaatkan media gambar. Untuk siswa yang masih rendah prestasinya, hendaknya memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang disampaikan guru dan temannya yang lebih pandai, siswa perlu memiliki keberanian untuk bertanya kepada guru dan kepada teman terhadap materi yang belum jelas. DAFTAR PUSTAKA Akhadiah Subari. 1991. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Depdikbud. Akhmad dan Yeti Mulyati. 1996. Membaca II. Jakarta: Depdikbud. Arief S. Sadiman dkk. 1996. Media Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali. Alex Tri Kantjono. 1998. Mengajarkan Emotional Intelegence pada Anak (Terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. _____. 1998 Mengajarkan Emotional Intelegence pada Anak (Terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ari Ginanjar Agustian. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ (Emotional Spritual Quality). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Basuki Wibowo dan Farida Mukti. 2001. Media Pengajaran. Bandung: VC. Maulana. Cece Rahmat dan Didi Suherdi. 1999. Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Depdikbud. Eric Doman. 1991. “Program Domain Menderdaskan Bayi”, Majalah Ayah Bunda. Edisi September 1991. James W. Brown. 1959. Media dalam Pengajaran. Jakarta: Pustekkom dan Rajawali ECD Proyek (USAID). Latuheru. 1988. Media Pembelajaran dan Proses Belajar Masa Kini. Jakarta: Dirjen Dikti. Lexy J. Moeleong. 1995. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mohammad Amin. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Grahita. Jakarta: Depdikbud. _____. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Grahita. Jakarta: Depdikbud. _____. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Grahita. Jakarta: Depdikbud. Muhibbin Syah. 2005. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyani Sumantri dan Johar Pertama. 2001. Stategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Maulana. Mulyono Abdurrahman & Sujadi. 1994. Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud. Munzayanah. 2000. Tuna Grahita. Surakarta: PLB FKIP UNS. Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasution. 1992. Metode Penelitian Kualiatif. Bandung: Jemmars. Oemar Hamalik. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soelarko. 1980. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Soeparno. 1986. Media Pengajaran Bahasa. Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi. IKIP Yogyakarta. Subyakto-Nababan, Sri Utari. 1986. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian Suantu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Sumadi Suryabrata. 1990. Pembimbing ke Psikodiagnostik. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Sunardi. 1997. Menangani Kesulitan Belajar Membaca. Jakarta: Depdikbud. Sunarto dan Agung Hariono. 1994. Pengajaran Bahasa di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Suwaryono Wiryodijaya. 1989. Membaca Strategi Pengantar dan Tekniknya. Jakarta: Depdikbud. Suyatmi. 1997. Membaca. Surakarta: UNS Press. Tjutju Sutjiati Somantri. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud. Thurson Hakim. 2001. Mengatasi Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara. Trianada dan Yudhi Murtanto. 2002. Ledakan EQ 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. (terjemahan). Bandung: Karta. Udin Winata Putra. 1995. Strategi Belajar IPA. Jakarta: Depdikbud. Winkel. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Zaenal Arifin. 1990. Evaluasi Instruksinal Prinsip Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.