upaya meningkatkan prestasi belajar membaca melalui media

advertisement
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA
MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA TUNA GRAHITA
KELAS II SLB DHARMA ANAK BANGSA
KLATEN
SKRIPSI
Oleh :
SUGITO
NIM : X 5107630
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan anak adalah anugerah yang bernilai tinggi yang diberikan Allah
SWT. Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar yang bertujuan untuk
meningkatkan harkat dan martabat anak didik baik yang normal maupun anak
berkebutuhan khusus. Mereka memiliki hak yang sama dalam proses pengembangan
bangsa. Dalam bidang pendidikan anak kebutuhan khusus berhak mendapatkan
pendidikan dan pengajaran seoptimal mungkin sesuai dengan tingkat kemampuan dan
perkembangannya. Hal ini sesuai dengan falsafah Pancasila yang tertuang dalam UUD
1945 pasal 31 yaitu setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Anak tuna grahita seperti juga anak normal lainnya berhak mendapatkan
pendidikan. Hal ini diatur dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan.
Anak Tuna grahita mengalami problem dalam banyak hal, disebabkan anak tuna grahita
mengalami kesulitan dalam mengembangkan seluruh bidang studi termasuk bidang studi
bahasa Indonesia.
Anak tuna grahita adalah anak yang kecerdasannya di bawah rata-rata yang
ditandai keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan interaksi sosial (Tjutju Sutjihati
Somantri, 1996: 159). Keterbatasan intelegensi menyebabkan anak tunagrahita sulit
mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal dengan keterbatasan
intelegensi mengakibatkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam belajar membaca
dan menulis.
Prestasi anak tuna grahita SLB Dharma Anak Bangsa di Ceper Klaten di bidang
membaca menunjukkan hasil yang rendah karena itu perlu dicari media yang tepat untuk
meningkatkan prestasinya. Salah satu cara untuk meningkatkan prestasinya dengan
melalui media gambar sebagai sarana untuk memudahkan anak dalam memahami serta
menangkap konsep.
1
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi pada anak tuna grahita tersebut diatas,
maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang peningkatan prestasi belajar
membaca melalui media gambar pada anak tuna grahita di SLB C Dharma Anak Bangsa
di Ceper Klaten.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas maka penulis
dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah penggunaan media gambar dalam pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya membaca dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia pada siswa
kelas II Sekolah Dasar Luar Biasa Bagian C?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk meningkatkan prestasi belajar membaca anak tuna grahita
di SLB Dharma Anak Bangsa Klaten melalui pembelajaran yang menggunakan media
gambar.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini penulis mempunyai harapan ada manfaat secara teoritis dan
praktis.
1. Manfaat Secara Teoritis
a. Mengembangkan proses belajar membaca siswa dengan menggunakan media gambar
sebagai salah satu alternatif dalam proses belajar membaca bagi anak tuna grahita.
b. Mengembangkan pembelajaran membaca yang disesuaikan dengan karakteristik siswa
tuna grahita.
c. Dengan menggunakan media gambar dalam pembelajaran, siswa akan termotivasi
untuk belajar membaca, karena media gambar dapat menerjemahkan ide-ide abstrak
dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa.
2. Manfaat Secara Praktis
a. Mengembangkan kemampuan guru dalam menangani permasalahan yang dihadapi
siswa dalam belajar membaca bagi anak tuna grahita.
b. Bagi siswa tuna grahita memberi kemudahan pemahaman dalam membaca melalui
media gambar, karena dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih
konkrit untuk siswa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Anak Tuna Grahita
1. Pengertian Anak Tuna Grahita
Sejak awal para ahli mengemukakan tentang pengertian anak tuna grahita sesuai
dengan perkembangan ilmu pengelola dan apa yang nampak pada anak tuna grahita. Ada
beberapa pendapat tentang pengertian anak tuna grahita.
Tjutju Sutjihati Soemantri (1996: 38) menyatakan bahwa “Tuna grahita atau
terbelakang mental merupakan kondisi dimana anak yang kecerdasannya di bawah ratarata, yang ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi
sosial.”
Menurut Munzayanah (2000: 13) “Anak Tuna grahita adalah anak yang
mengalami hambatan dalam bidang intelektual serta seluruh kepribadiannya. Sehingga
mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri dalam masyarakat.
Sedangkan Mohammad Amin (1995: 34) menyatakan bahwa: “Anak Tuna grahita
adalah anak yang mengalami hambatan dalam fungsi kecerdasan, sosial, emosi,
kepribadian, dan fungsi mental lain sehingga anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Dari beberapa pengertian tersebut para tokoh di atas maka dapat disimpulkan
bahwa anak Tuna grahita adalah anak yang dalam perkembangannya baik dari segi
intelektual, sosial, emosional, dan kepribadian di bawah rata-rata sehingga mengalami
kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya.
2. Klasifikati Anak Tuna Grahita
Anak tuna grahita dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Menurut
Munzayanah (2000: 20) mengklasifikasikan Anak Tuna grahita menjadi 6 macam yaitu :
a. Klasifikasi menurut derajat kecacatannya
b. Klasifikasi menurut ekologinya
c. Klasifikasi menurut tipe klinis
d. Klasifikasi menurut tujuan pendidikan
4
e. Klasifikasi menurut “The American Psycratic Association”
f. Klasifikasi menurut “American Association on Mental Deficiency atas dasar tinjauan
medic.”
Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
a. Klasifikasi menurut derajat kecacatannya, antara lain:
1) Ideot
: IQ 0 – 25
2) Imbisil : IQ 25 – 50
3) Debil
: IQ 50 - 70
b. Klasifikasi menurut ekologinya, antara lain:
1) Anak tuna grahita karena keturunan
2) Anak tuna grahita karena gangguan fisik
3) Anak tuna grahita karena kerusakan otak
c. Klasifikasi menurut tipe klinis, antara lain:
1) Crefinisme
2) Mongoloid
3) Micro Cephalis
4) Hidro Cephalis
5) Cerebral Palsy
d. Klasifikasi menurut tujuan pendidikan antara lain:
1) Anak mampu rawat
2) Anak mampu latih
3) Anak mampu didik
e. Klasifikasi dari “The American Psychratic Association” yaitu:
1) Mild Deficiency
2) Madere Deficiency
3) Severe Deficiency
f. Klasifikasi menurut American Association on Mental Deficiency atas dasar tinjauan
medik, meliputi:
1) Penyakit karena infeksi
2) Penyakit karena intoksitasi
3) Penyakit akibat trauma/sebab fisik
4) Penyakit karena gangguan metabolisme, pertumbuhan
5) Penyakit akibat pengaruh prenatal yang tidak diketahui.
Menurut Mulyono Abdurrahman dan Sudjadi (1994: 22) “Untuk keperluan
pembelajaran anak-anak berintelegensi rendah umumnya diklasifikasikan berdasarkan
taraf subnormalisasi intelektual, ada 4 kelompok yaitu:
a. Tahap perbatasan atau lambat belajar (The berdeline or the low leaners) IQ 70-80.
b. Tuna grahita mampu didik (Educable mentally retarded) IQ 30 atau 50-70 atau 75.
c. Tuna grahita mampu latih (Trainable mentally retarded) IQ 30 atau 35-50 atau 55.
d. Tuna grahita mampu rawat (Dependent or Profaidly mentally retarded) IQ di bawah
25 atau 30.
3. Karakteristik Anak Tuna Grahita
Karakteristik anak tuna grahita yang disampaikan oleh para ahli pendidikan anak
berkebutuhan khusus berbeda-beda dalam sisi perumusannya. Namun dari sudut
karakteristik diantara para ahli menyampaikan:
a. Muhammad Amin (1995: 37) menyebutkan bahwa karakteristik anak tuna grahita
menurut tingkat ketunagrahitaannya adalah sebagai berikut :
1) Karakteristik anak tuna grahita ringan
Anak tuna grahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang
dalam perbendaharaan kata, mengalami kesulitan berpikir abstrak tetapi masih
mampu mengikuti akademik dalam bidang tertentu. Pada umur 16 tahun baru
sebanding dengan anak umur 12 tahun yang normal.
2) Karakteristik anak tuna grahita yang sedang
Anak tuna grahita sedang mereka kesulitan dalam pelajaran akademik.
Pada umumnya mampu dilatih untuk merawat diri dan aktivitas sehari-hari.
Dalam hal berpikir anak umur dewasa sebanding dengan anak umur 7 tahun.
3) Karakteristik anak tuna grahita berat dan sangat berat
Anak tuna grahita berat mereka sangat bergantung pada pertolongan atau
bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri.
b. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam proyek pusat pengembangan guru.
Tertulis tahun 1995-1996, memberikan 7 karakteristik anak dengan cacat grahita,
yaitu :
1) Penampilan fisik yang tidak seimbang (kepala terlalu kecil atau besar, tipe
mangalaid)
2) Selalu mengeluarkan air liur dan tampak bengong
3) Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usia
4) Perkembangan bicara atau bahasa terlambat
5) Tidak ada atau kurang sekali perhatian terhadap lingkungan (pandangan
kosong)
6) Koordinasi gerakan kurang, gerakan tidak terkendali
7) Perkembangan fungsi penglihatan, kemampuan berfikir lambat
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai karakteristik anak tuna grahita dapat
disimpulkan bahwa anak tuna grahita mempunyai karakteristik yang dapat dilihat dari
berbicara kurangnya perbendaharaan kata, sangat bergantung pada pertolongan orang
lain, tidak seimbang dalam fisik terutama kepala, pandangan kosong, kemampuan
berpikir lambat, tidak ada koordinasi gerakan.
4. Faktor Penyebab Tuna Grahita
Para orang tua mayoritas kurang tahu tentang mengapa anak yang mengalami
tuna grahita sehingga tidak mengantisipasi jangan sampai anaknya menjadi tuna grahita.
Para ahli mengemukakan penyebab tuna grahita.
Menurut Triman Prasadjo yang dikutp oleh Munzayanah (2000: 14-16) bahwa
penyebab retardasi mental digolongkan menjadi dua kelompok yaitu:
a. Kelompok biomedik
Kelompok biomedik yang meliputi :
1) Prenatal, dapat terjadi karena :
a) Infeksi pada ibu pada waktu mengadung
b) Gangguan metabolisme
c) Irradiasi sewaktu umur kehamilan antara 2-6 minggu
d) Kelainan kromosom
e) Malnutrisi
2) Natal, antara lain berupa :
a) Anaxia
b) Asphysia
c) Prematurias dan postmaturias
d) Kerusakan otak
3) Postnatal, dapat terjadi karena :
a) Malnutrisi
b) Infeksi
c) Trauma
b. Kelompok Sosio Cultural, psikologik atau lingkungan
Kelompok etiologi ini dipengaruhi oleh proses psiko sosial dalam keluarga.
Dalam hal ini ada tiga macam teori yaitu:
1) Teori Stimulasi
Pada umumnya adalah penderita retardasi mental yang tergolong ringan,
disebabkan karena kekurangan rangsangan atau kekurangan kesempatan dari
keluarga.
2) Teori Gangguan
Kegagalan keluarga dalam memberikan proteks yang cukup terhadap
stress pada masa kanak-kanak sehingga mengakibatkan gangguan pada proses
mental.
3) Teori Keturunan
Teori ini mengemukakan bahwa hubungan antara orang tua dan anak
sangat lemah akan mengalami disorganisasi, sehingga apabila anak mengalami
stress akan bereaksi dengan cara yang bermacam-macam untuk dapat
menyesuaikan diri atau dengan kata lain “Security System” sangat lemah di dalam
keluarga.
Mulyana Abdurrahman dan Sudjadi S. (1994: 30) mengatakan bahwa tuna grahita
disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :
a. Faktor genetik yaitu kerusakan biokimia dan abnormalitas kromosom.
b. Pada masa prenatal yang disebabkan karena virus Rubella (Cacar) dan faktor
(RH).
c. Pada masa natal yaitu karena luka saat kelahiran, sesak napas dan prematuritas.
d. Pada masa post natal yang disebabkan karena infeksi Encephalitis (peradangan
sistem syaraf pusat), Mengitis (peradangan selaput otak), dan malnutrisi.
e. Sosiokultural.
Sedangkan Muhammad Amin (1995: 63) mendifinisikan faktor penyebab
ketunagrahitaan sebagai berikut :
a. Keturunan
Terjadi karena adanya kelainan kromosom dan gen
b. Gangguan metabolisme dan gizi
Gangguan metabolisme Asam Aminol.
c. Infeksi dan keracunan
Karena penyakit bawaan.
d. Trauma dan zat
e. Masalah pada kelahiran
f. Faktor lingkungan (sosio budaya).
Dengan melihat pendapat yang telah dikemukakan tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa banyak faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya kelainan
pada anak yaitu faktor keturunan, faktor makanan dan minuman serta faktor lingkungan.
Dalam hal ini faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi terjadinya ketunagrahitaan baik
pada saat prenatal, natal, maupun pasca natal.
B. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda “Pretatie” yang berarti hasil usaha.
Sedangkan belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang yang dapat
menghasilkan sesuatu perubahan tingkah laku baru.
Menurut Winkel (1996: 191) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu
bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.”
Selanjutnya Ngalim Poerwanto (2002: 28) memberikan pengertian prestasi
belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang
dinyatakan dalam raport.”
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai menurut kemampuan yang dimiliki dengan
berpikir, merasa, berbuat dan ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah
laku pada siswa, dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan ke
dalam 2 faktor, yaitu :
a. Faktor Internal Siswa
Menurut Muhibbin Syah (2005: 134), “Kecerdasan seseorang besar
pengaruhnya terhadap prestasi belajar. Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan cara yang tepat.”
Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan otak saja melainkan juga kualitas
organ-organ tubuh lainnya, sedangkan prestasi belajar dari faktor internal siswa
dipengaruhi oleh:
1) Tingkat Kecerdasan
a) Kecerdasan Kognitif
Kecerdasan kognitif bukan hanya persoalan otak saja melainkan juga
kualitas organ tubuh lainnya. Akan tetapi, harus diakui bahwa peran otak dalam
intelegensi manusia lebih menonjol dari pada peran organ tubuh lainnya, karena
otak merupakan menara pengontrol hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan dapat diukur melalui uji kecerdasan standar.
Vechser intelegence seales yang mengukur kemampuan verbal maupun non
verbal termasuk ingatan, perbendaharaan kata, wawasan, pemecahan masalah,
abstraksi, logika, persepsi, pengolahan informasi dan kemampuan motorik
visual (Shairo dalam Alex Tri Kantono, 1998: 8).
Wechser mengelompokkan kecerdasan menjadi 9 kategori, yaitu :
(1) Genius (140)
(2) Sangat cerdas (130 – 139)
(3) Cerdas (120 – 129)
(4) Di atas normal (110 – 119)
(5) Normal (90 – 109)
(6) Di bawah normal (80 – 89)
(7) Bodoh (70 – 79)
(8) Moron/dungu (50 – 69)
(9) Imbecile/idiot (di bawah 49)
Tingkat intelegensi (IQ) siswa merupakan salah satu faktor yang
menemukan tingkat keberhasilan siswa. Ini berarti semakin tinggi kecerdasan
kognitif siswa maka semakin besar peluang siswa meraih prestasi yang lebih
baik. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan kognitif siswa maka semakin
kecil peluang untuk meraih prestasi yang baik.
b) Kecerdasan Emosional
Menurut Shapiro dalam Alex Tri Kantjono (1998: 8), “Kecerdasan
emosional adalah himpunan memantau perasaan dan emosi baik pada diri
sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.”
Cooper dalam Ary Ginanjar Agustian (2001: 44) mengutarakan:
“Kecerdasan
emosional
ini
juga
melibatkan
kemampuan
merasakan,
memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai
sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.”
Napoleon Hills dalam Ary Ginanjar Agustian (2001: 45), “Kemampuankemampuan ini merupakan kekuatan berfikir alam bahwa sadar yang berfungsi
sebagai tali kendali atau pendorong. Kekuatan ini tidak digerakkan oleh saran
yang logis.”
Dengan adanya kecerdasan emosional dalam diri siswa, maka akan
membentuk kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan belajar siswa
antara lain empati, mampu mengungkapkan dan memahami perasaan,
mengendalikan
amarah,
kemandirian,
kemampuan
menyesuaikan
diri,
kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan,
keramahan, sikap hormat serta membentuk kematangan emosional seseorang.
Seseorang yang memiliki kematangan emosi akan dapat melakukan
proses belajar dengan baik sehingga dapat membentuk orang-orang sukses yang
dapat menghasilkan prestasi yang lebih baik. Sebaliknya, siswa yang memiliki
kecerdasan emosional yang rendah seperti pesimisme, mudah cemas, gelisah,
tidak mampu mengendalikan diri dan tidak mampu menyesuaikan diri akan
menghasilkan prestasi yang buruk, bahkan mengalami kegagalan dalam
akademik karena kendali terhadap kehidupan emosionalnya terganggu akibat
dari lumpuhnya kemampuan belajar sehingga siswa tidak mampu berfikir
jernih.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri
sendiri maupun pada orang lain dimana ia menerapkan daya dan kepekaan
emosinya sebagai pendorong, sumber energi, tali kendali pikiran dan tindakan
manusia.
c) Kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan
makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup itu
dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
dengan orang lain.
Menurut Danar Zohar dan lan Marshal dalam Ary Ginanjar Agustian
(2001: 57) “Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi kita, karena
kecerdasan spiritual adalah landasan diperlukan untuk memfungsikan
kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional secara efektif.”
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah
setiap perilaku dalam kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang
bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran
tauhid (integralistic) serta berprinsip “Hanya karena Allah”, sumber kecerdasan
spiritual adalah suara hati (Gos Spot).
2) Faktor Kemandirian
Kemandirian adalah kemampuan untuk mengerahkan dan mengendalikan
diri sendiri dalam berfikir dan bertindak serta merasa tergantung pada orang lain
secara emosional (Stein and Book dalam Trianada dan Yudhi Murtanto, 2002:
105).
Kecerdasan dalam belajar akan mempengaruhi prestasi belajar siswa di
sekolah karena siswa akan berusaha memecahkan kesulitan belajarnya sendiri,
mencari sumber belajar lain selain guru sehingga akan dapat meningkatkan prestasi
belajarnya di sekolah.
b. Faktor Eksternal Siswa
1) Faktor Lingkungan
Faktor eksternal siswa yang berupa faktor lingkungan tersebut terdiri dari:
a) Keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh yang besar dari keluarga
berupa :
(1) Cara Orang Tua Mendidik
Cara orang tua mendidik anak-anaknya sangat berpengaruh pada
prestasi belajar anak di sekolah. Pendidikan yang diterapkan orang tua pada
anaknya dalam hal ini adalah gaya kepemimpinan orang tua akan
membentuk kepribadian dalam diri anak, karena gaya kepemimpinan adalah
ciri seseorang pemimpin melakukan kegiatannya dalam membimbing,
mengarahkan, mempengaruhi, dan menggerakkan para anggotanya dalam
rangka mencapai tujuan. Hal ini berarti bahwa apa yang dilakukan orang tua
sangat menentukan kepribadian anaknya.
Orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya, tidak
memperhatikan kepentingan dan kebutuhan anak dalam belajar, tidak
mengatur waktu belajarnya, tidak mau menyediakan fasilitas belajar dan
tidak mau tahu kesulitan belajar anak akan menyebabkan anak malas belajar
sehingga hasil yang dicapai tidak baik.
Mendidik anak dengan cara memperlakukan terlalu keras, memaksa
anaknya untuk belajar adalah cara yang tidak baik, karena anak diliputi rasa
ketakutan dan akhirnya anak akan benci belajar, bahkan sampai mengalami
gangguan jiwa. Apabila anak sudah mengalami hal ini, maka prestasi yang
dicapai di sekolah akan buruk.
Pendidikan yang tepat pada anak di sekolah adalah yang tidak terlalu
memaksa dan tidak masa bodoh sehingga prestasi yang dicapai nantinya
akan lebih baik.
(2) Suasana Rumah
Suasana rumah yang dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian yang
sering terjadi dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana
rumah yang tegang, kacau, rebut, dan menyebabkan anak menjadi bosan di
rumah sehingga keluar rumah dan mengakibatkan belajar menjadi kacau.
Agar anak dapat belajar dengan baik maka diperlukan susana rumah yang
tenang dan tentram.
(3) Keadaan Ekonomi Keluarga
Keadaan ekonomi keluarga berkaitan dengan hasil belajar yang
dicapai siswa. Anak yang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan
pokoknya seperti makan, pakaian, kesehatan juga membutuhkan fasilitas
belajar seperti ruang belajar, meja-kursi, penerangan, alat tulis, buku-buku,
dan alat bantu belajar lainnya yang mendukung proses belajar. Jika
kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi akibatnya belajar anak menjadi
terganggu dan hasil yang dicapai tidak memuaskan.
b) Sekolah
(1) Guru
Metode belajar guru akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Metode mengajar yang kurang tepat dapat terjadi karena guru kurang
persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut
menyajikannya kurang jelas. Sikap guru terhadap siswa yang tidak baik
dapat mengakibatkan siswa kurang senang terhadap mata pelajaran dan
gurunya. Siswa jadi malas belajar dan mempengaruhi prestasi yang
dicapainya.
(2) Alat Bantu Belajar
Alat bantu belajar yang lengkap dan tepat akan memperlancar bahan
pelajaran yang akan disampaikan pada siswa. Jadi ssiwa mudah menerima
pelajaran dan menguasainya maka siswa akan lebih giat lagi dalam belajar
dan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Alat bantu belajar itu
misalnya buku-buku yang relevan, laboratorium, dan alat bantu belajar
lainnya.
c) Faktor Latihan
Siswa akan mencapai prestasi yang lebih baik apabila siswa selalu
melakukan latihan. Hasil belajar tidak akan maksimal apabila tidak ada latihan
secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Latihan dapat dilakukan dengan cara relearning recalling, dan reviewing
agar pelajaran terlupakan dapat dikuasai kembali, dan pelajaran yang belum
dikuasai akan lebih mudah untuk dapat dipahami.
3. Fungsi Prestasi Belajar
Prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi, seperti yang dikemukanan oleh
Zaenal Arifin (1990: 40) antara lain:
a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai
peserta didik.
b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuas hasrat ingin tahu. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa ahli psikologi menyebutkan hal ini sebagai tendensi keingintahuan
(coursity) dan merupakan kebutuhan umum manusia termasuk kebutuhan peserta didik
dalam program pendidikan.
c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya bahwa
generasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi dia berperan sebagai umpan balik dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari institusi pendidikan.
Asumsinya bahwa kurikulumnya yang digunakan relevan dengan kebutuhan
masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti tinggi rendahnya prestasi
belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksessan anak didik di masyarakat.
Diartikan bahwa kurikulum yang dipergunakan relevan dengan kebutuhan
pembangunan masyarakat.
e. Prestasi belajar dapat dijadikan sebagai indikator terhadap daya serap (kecerdasan)
anak didik. Dalam proses belajar mengajar, anak didik merupakan masalah utama
karena anak didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran yang
telah dipergunakan dalam kurikulum.
C. Tinjauan Tentang Belajar Membaca
1. Pengertian Membaca
Kemampuan membaca yang layak merupakan hal yang paling vital, karena
kemampuan membaca mempunyai makna yang penting dalam kehidupan sehari-hari.
Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan
memandangi
lambang-lambang
tertulis
semata,
bermacam-macam
kemampuan
dikerahkan oleh seorang pembaca agar ia mampu memahami materi yang dibacanya.
Pembaca berupaya supaya lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambanglambang yang bermakna baginya. Menurut Heilman dalam Suwaryono Wiryodijoyo
(1989: 1):
Membaca ialah pengucapan kata-kata dan perolehan arti dari barang cetakan.
Kegiatan ini melibatkan analisis, dan pengorganisasian berbagai keterampilan
yang kompleks. Termasuk didalamnya pelajaran, pemikiran, pertimbangan,
perpaduan, pemecahan masalah, yang berarti menimbulkan kejelasan informasi
bagi pembaca..
Membaca adalah suatu aktivitas yang rumit dan kompleks karena tergantung pada
ketrampilan berbahasa pelajar, dan pada tingkat penalarannya (Subyakto-Nababan, Sri
Utami, 1986: 76). Menurut Akhmad dan Yeti Mulyati (1996: 5) “membaca merupakan
kemampuan yang kompleks dan kesatuan berbagai proses psikologis, sensoris, motoris,
dan perkembangan ketrampilan.
Eric Doman (1991: 64) “membaca adalah suatu proses pengenalan kata dan
memahami kata-kata serta ide, selain itu membaca merupakan ketrampilan yang wajib
dimiliki anak usia sekolah dasar.”
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa “membaca adalah kesatuan
kegiatan yang terpadu yang memerlukan kemampuan yang kompleks dan kesatuan proses
psikologis, sensoris, motoris dan perkembangan ketrampilan.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca
Sabarti Akbadiah (1991: 26) mengemukakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan membaca, yaitu :
a. Motivasi
Artinya bahwa motivasi merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya
terhadap kemampuan membaca. Sering kegagalan membaca terjadi karena rendahnya
motivasi. Motivasi meliputi motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
b. Lingkungan Keluarga
Artinya orang tua yang memiliki kesadaran akan pentingnya kemampuan
membaca akan berusaha agar anak-anaknya memiliki kesempatan untuk belajar
membaca. Untuk itu orang tua memegang peranan penting untuk pengembangan
kemampuan membaca anak.
c. Bahan Bacaan
Artinya bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun
kemampuan memahaminya. Bahan bacaan harus disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan anak jangan terlalu sulit dan terlalu mudah. Faktor yang diperhatikan
dalam penentuan bahan bacaan adalah topik dan taraf kesulitan membaca.
Sunarto dan Agung Hariono (1994: 115) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan bahasa, yang ringkasnya sebagai berikut:
a. Umur Anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya,
bertambah pengalaman dan meningkatkan kebutuhannya. Bahasa seseorang akan
berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik
akan mempengaruhi sehubungan dengan sempurnanya organ bicara, kerja otot untuk
gerak dan isyarat.
b. Kondisi Lingkungan
Lingkungan
memberi
andil
yang
cukup
besar
dalam
berbahasa.
Perkembangan bahasa di perkotaan akan berbeda dengan lingkungan pedesaan,
lingkungan disini adalah lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang.
c. Kecerdasan Anak
Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan dan mengenal
tanda-tanda memerlukan kemampuan motorik yang baik.
d. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi tinggi berbeda dengan keluarga yang
berstatus sosial ekonomi rendah dalam kemampuan bahasanya.
e. Kondisi Fisik
Kondisi fisik yang dimaksudkan adalah kondisi kesehatan anak seseorang
yang cacat dan terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli,
gagap akan mengganggu perkembangan bahasa.
Sementara itu Suyatmi (1997: 11) menjelaskan beberapa faktor penunjang
kegiatan membaca antara lain:
a. Faktor intern, meliputi: kompetensi bahasa, minat, motivasi, konsentrasi, ketekunan,
kesehatan jasmani dan rohani, kemampuan menetralkan titik kelelahan, memiliki latar
belakang pengetahuan yang sesuai dan penguasaan kosakata yang memadai serta
kemampuan memahami maksud bacaan secara cepat dan cermat.
b. Faktor eksternal, meliputi: (1) pengadaan buku-buku yang baik, yang sesuai dengan
kebutuhan, menarik dan menimbulkan keasyikan dan tahap yang dapat dijangkau
masyarakat luas, (2) unsur-unsur dalam bacaan dan sifat-sifat lingkungan baca atau
faktor keterbatasan, (3) kondisi dan situasi lingkungan yang merangsang kegemaran
membaca, termasuk didalamnya pengadaan tempat belajar, suasana keluarga, sekolah,
masyarakat sekitar, teman, guru dan tokoh masyarakat.
Faktor-faktor selain faktor akademik yang perlu dipertimbangkan di dalam
kesiapan membaca menurut Suwaryono Wiryodjoyo (1989: 4-7), secara ringkas adalah:
a. Kecerdasan
Kematangan untuk belajar membaca belum tentu sama untuk setiap anak,
meskipun umumnya orang menganggap bahwa pada umur 6-7 tahun, anak sudah
matang untuk belajar membaca. Antara IQ, usia mental dan keberhasilan belajar
membaca ada hubungannya. Anak yang taraf kecerdasannya (IQ) 50, misalnya hanya
dapat diajari bahan-bahan yang sangat mudah.
b. Kesehatan Jasmani
Pengaruh kesehatan jasmani atas hasil belajar membaca cukup besar terutama
persepsi mata dan telinga sama pentingnya dengan tingkatan energi yang diperlukan.
c. Rumah dan Masyarakat
Latar belakang pengalaman, gaya hidup anak di rumah mempengaruhi hasil
belajarnya di sekolah.
d. Kematangan Sosial dan Kebebasan
Sebelum ada kematangan sosial biasanya anak belum banyak mengadakan
kontrak sosial dengan teman-temannya.
e. Integrasi Persyaratan
Adanya koordinasi antara mata, telinga, dan psikomotor untuk belajar
membaca.
D. Tinjauan Tentang Media Gambar
1. Pengertian Media
Untuk memudahkan pesan kepada orang lain atau siswa, seseorang menggunakan
media untuk memudahkan interaksi. Adapun pengertian media adalah “suatu alat yang
merupakan saluran (Channel) untuk menyampaikan suatu pesan (resourse) kepada
penerima (receiver)” (Soeparno, 1986: 55).
Menurut Romiszowski yang dikutip oleh Basuki Wibowo dan Farida Mukti
(2001: 21) “Media adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang
dapat berupa orang tua atau benda) kepada penerima pesan.” Dalam proses belajar
mengajar penerima pesan itu adalah siswa, pembawa pesan saling berinteraksi melalui
indera mereka dengan menggunakan inderanya dirangsang oleh media untuk menerima
informasi.
2. Pemanfaatan Media
Arif Sadiman (1996: 91) mengatakan bahwa “pemanfaatan media adalah
penggunaan media dalam suatu rangkaian tujuan tertentu.” Ada beberapa pola
pemanfaatan media pembelajaran.
a. Pemanfaatan media dalam situasi kelas (Classroom Setting)
Dalam tananan (setting) ini media pembelajaran dimanfaatkan untuk
menunjang tercapainya tujuan tertentu dan pemanfaatannya dipadukan dengan proses
belajar mengajar dalam situasi kelas. Media pembelajaran yang dipilih haruslah sesuai
dengan tujuan, materi dan pembelajarannya.
b. Pemanfaatan media di luar sekolah
Pemanfaatan media pembelajaran di luar situasi kelas dapat dibedakan dalam
dua kelompok utama yaitu :
1) Pemanfatan media secara bebas
Yang dimaksud adalah bahwa media ini digunakan tanpa dikontrol atau
diawali pembuat program media mendistribusikan program media itu di
masyarakat pemakai media baik dengan cara dijual belikan maupun didistribusikan
secara bebas. Dengan harapan media akan digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu.
2) Pemanfaatan media secara terkontrol
Yang dimaksud adalah bahwa media itu digunakan dalam suatu rangkaian
kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan tertentu. Bila media
itu berupa media pembelajaran, sasaran didik (audience) diorganisasikan dengan
baik sehingga mereka dapat menggunakan media secara teratur, berkesinambungan
dan mengikuti pola tertentu. Biasanya sasaran ini dalam kelompok-kelompok
belajar.
3) Pemanfaatan media secara perorangan, kelompok, masal
Artinya media dapat digunakan oleh seseorang diri biasanya media ini
dilengkapi petunjuk pemanfaatan yang jelas sehingga orang dapat menggunakan
dengan mandiri, berkelompok, maupun masal.
“Media yang dipakai sebagai alat bantu mengajar disebut dependen media.
Sedangkan media belajar yang dapat digunakan oleh siswa dalam kegiatan belajar
mandiri disebut independen media.” Media ini dirancang, dikembangkan, dan di produksi
secara sistematis, serta dapat menyalurkan informasi secara terarah untuk mencapai
tujuan interaksional tertentu. Bila media ini digunakan dalam sistem klasikal, waktu yang
tersedia dapat digunakan untuk berdiskusi atau membaca bagian yang penting yang sulit
dipelajari siswa sendiri, kalau sistem belajar mengajar ini dapat diterapkan. Menurut
Basuki Wibowo dan Farida Mukti (2001: 13-14) ada keuntungan yang diperoleh dari
penggunaan media independen. Adapun keuntungan dari penggunaan media tersebut
antara lain:
a. Guru mempunyai peluang untuk membantu siswa yang lemah, sementara siswa sibuk
belajar sendiri, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa yang membutuhkan.
b. Siswa akan belajar secara aktif.
c. siswa dapat belajar sesuai dengan gaya dan kecepatan masing-masing.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 154) mengemukakan beberapa
fungsi media secara umum yaitu :
a. Alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif
b. Bagian integral dari keseluruhan situasi belajar.
c. Meletakkan dasar-dasar yang konkrit dari konsep yang abstrak sehingga dapat
mengurangi pemahaman yang bersifat Verbalisme.
d. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
e. Mempertinggi mutu belajar mengajar.
3. Tujuan Penggunaan Media
Tujuan dalam penggunaan media yaitu : untuk mempermudah guru dalam
menyampaikan pesan kepada peserta didik sehingga peran tersebut dapat terkuasai secara
tepat, cepat, dan akurat.
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 153) tujuan digunakannya
media pengajaran secara khusus adalah :
a. Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep prinsip,
sikap dan keterampilan tertentu, dengan menggunakan media yang paling tepat
menurut karakteristik bahan.
b. Memberikan pengalaman belajar berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang
minat peserta didik untuk belajar.
c. Membutuhkan sikap dan keterampilan tertentu dan teknologi karena peserta didik
tertarik untuk menggunakan atau mengapresiasikan media tertentu.
d. Menciptakan situasi belajar yang dapat dilupakan peserta didik.
4. Pengertian Media Gambar
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara
atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
Di bawah ini beberapa pengertian media gambar, diantaranya:
a. Menurut Oemar Hamalik (1994: 95) mengemukakan bahwa media gambar adalah:
“Segala sesuatu yang diwujudkan secara visual ke dalam bentuk-bentuk dimensi
sebagai curahan ataupun pikiran yang bermacam-macam seperti lukisan, potret, slide,
film, strip, opaque proyektor.”
b. Menurut Arief S. Sadiman (2006: 29) media gambar adalah: “Media yang paling
umum dipakai, yang merupakan bahasan umum yang dapat dimengerti dan dinikmati
dimana saja.”
c. Menurut Soelarko (1980: 3) media gambar adalah: “merupakan penurunan dari
benda-benda dan pemandangan dalam hal bentuk, rupa serta ukurannya relatif
terhadap lingkungan.”
Berpijak dari beberapa pengertian di atas dapat kami simpulkan bahwa media
gambar adalah media yang paling umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih
menyukai gambar, apalagi jika dibuat gambar yang berwarna-warni dan disajikan sesuai
dengan kondisi dan kemampuan anak tuna grahita ringan. Tentu media gambar tersebut
akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
5. Jenis-jenis Media Gambar
Dalam buku media pengajaran, media gambar/ visual dapat dibedakan menjadi
beberapa macam, diantaranya adalah:
a. Gambar Datar
Media gambar datar seperti foto, gambar ilustrasi, flash card (kartu
bergambar), gambar pilihan dan potongan gambar. Disamping mudah didapat dan
murah harganya, media ini juga mudah di mengerti dan dinikmati dimana-mana.
Media ini dapat digunakan untuk memperkuat impresi, menambah fakta baru dan
memberi arti dari suatu abstraksi.
b. Media Proyeksi Diam
Dalam media proyeksi diam, gambar yang mengandung pesan yang akan
disampaikan ke penerima harus diproyeksikan terlebih dahulu dengan proyektor agar
dapat dilihat oleh penerima pesan. Ada kelasnya media ini hanya visual sifatnya, tapi
ada pula yang disertai rekaman audio. Media proyeksi diam dapat digunakan guruguru untuk mengajar berbagai mata pelajaran di semua tingkatan. Media ini bertujuan
memberi informasi faktual, memberi persepsi yang benar dan cepat terutama dalam
pengembangan keterampilan, merangsang apresiasi terhadap seni, gejala alam, orang
dan sebagainya.
c. Media Grafis
Grafis merupakan media pengajaran yang paling mudah ditemui dan banyak
digunakan sebagai halnya media lain, media grafis berfungsi untuk menyalurkan
pesan dari sumber ke penerima pesan. Pesannya dinyatakan dalam simbol kata-kata,
gambar dan menggunakan ciri grafis yaitu garis (Basuki Wibawa dan Farida Mukti,
2001: 35-60).
6. Kelebihan Media Gambar
Kelebihan penggunaan gambar menurut Arief S. Sadiman dkk (2006: 29) adalah
sebagai berikut :
a. Sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah
dibandingkan dengan media verbal semata.
b. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, obyek
atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, tetapi gambar dapat selalu dibawa
kemana-mana.
c. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
d. Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat
usia saja, sehingga dapat mencegah/ membetulkan kesalah-pahaman.
e. Murah harganya dan gambar didapat serta digunakan, tanpa memerlukan
peralatan khusus.
Menurut Basuki Wibowo dan Farida Mukti (2001: 29) media gambar mempunyai
kelebihan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Umumnya murah harganya
Mudah didapat
Mudah digunakan
Dapat memperjelas suatu masalah
Lebih realistis
Dapat membantu mengatasi keterbatasan pengamatan
Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kelebihan media gambar jika
dibandingkan dengan media pembelajaran yang lain adalah harganya murah, mudah
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, mudah untuk mendapatkannya serta dapat
digunakan untuk mengatasi keterbatasan indra pengamatan.
7. Kelemahan Media Gambar
Media gambar merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan belajar khususnya kemampuan membaca permulaan bagi anak tuna grahita
ringan, walaupun begitu media gambar mempunyai beberapa kelemahan.
Kelemahan media gambar menurut Arief S. Sadiman dkk (2006: 31) adalah
sebagai berikut :
a. Media gambar hanya menekankan persepsi indra mata
b. Media gambar kurang efektif jika menerangkan gambar yang terlalu kompleks
c. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
Kelemahan media gambar menurut Latuheru (1988: 42) adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperbesar media gambar memerlukan suatu proses dan memerlukan
biaya yang cukup besar.
b. Pada umumnya hanya dua dimensi yang nampak pada suatu gambar,
sedangkan dimensi yang lainnya tidak jelas.
c. Tidak dapat memperlihatkan suatu pola gerakan secara utuh untuk suatu
gambar, kecuali jika menampilkan sejumlah gambar dalam suatu urutan
peristiwa pada pola gerak tertentu.
d. Tanggapan bisa berbeda terhadap gambar yang sama.
Dari berbagai uraian di atas tentang kelemahan media gambar, dapat kami
simpulkan bahwa secara umum media gambar hanya menekankan pada indra mata, dan
mudah rusak serta dapat hilang jika tidak dirawat, sehingga memerlukan perawatan yang
baik.
E. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas maka kerangka berfikir
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bahwa anak tunagrahita mengalami hambatan dalam belajar membaca untuk
memudahkan dalam meningkatkan prestasi belajar membaca bagi anak tuna grahita perlu
dengan cara yang tepat dan sesuai. Bahwa media gambar dan metode eja merupakan
salah satu media untuk memotivasi minat belajar memabca untuk tunagrahita.
Bahwa
sehubungan
dengan
hal
tersebut
diduga
pembelajaran
dengan
menggunakan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar membaca pada anak
tunagrahita.
Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
1. Siswa tuna grahita ringan sebagian
belum dapat membaca permulaan.
2. Selama ini guru hanya menggunakan
buku-buku teks dan kurang
menggunakan media gambar.
1. Guru memberi bimbingan anak tuna
grahita ringan tentang cara belajar
membaca
permulaan
dengan
menggunakan media gambar.
2. Guru menggunakan buku-buku teks
dan menggunakan media gambar
untuk anak tuna grahita.
1. Siswa tuna grahita ringan dapat
membaca permulaan.
2. Buku-buku teks dan media gambar
efektif dalam pembelajaran membaca
untuk anak tuna grahita.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Di dalam pembelajaran dengan menggunakan media gambar ini, sebagian siswa
tuna grahita ringan yang belum dapat membaca dapat diatasi. Dengan pembelajaran
seperti ini diharapkan kemampuan membaca seluruh siswa meningkat dan dapat
membaca.
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir sebagaimana diuraikan di atas maka dirumuskan
hipotesa tindakan sebagai berikut:
Bahwa penggunaan media gambar dalam pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya membaca dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia pada siswa
kelas II Sekolah Dasar Luar Biasa Bagian C.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena pada penelitian kualitatif
memunculkan keadaan ilmiah apa adanya, wajar tanpa dimanipulasi atau dikondisikan
sehingga penelitian ini tidak mengutamakan hasil yang diperoleh, akan tetapi proses
pelaksanaan upaya meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan melalui media
gambar pada anak tuna grahita ringan.
Dengan demikian sesuai dengan jenis penelitian yang ditetapkan di atas, maka
penelitian ini mengangkat pelaksanaan meningkatkan prestasi belajar membaca
permulaan melalui media gambar pada anak tuna grahita ringan kelas II SLB B-C
Dharma Anak Bangsa Ceper Klaten. Waktunya bulan September sampai Nopember
2009.
B. Data dan Sumber Data
Data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:
1. Nara sumber yang terdiri dari guru dan wali murid kelas I.
2. Daftar nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas II semester I.
3. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada waktu penelitian siklus I dan siklus
II.
4. Nilai hasil ulangan harian membaca dan menulis permulaan pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia.
C. Subyek Penelitian
Suharsimi Arikunto (2003: 116) mendefinisikan “subyek penelitian sebagai suatu
benda, hal atau orang dimana tempat data untuk variabel penelitian melekat dan yang
dipermasalahkan.”
Dalam hal ini subyek penelitian adalah anak tuna grahita ringan kelas II di SLB
B-C Dharma Anak Bangsa Ceper, Klaten sejumlah 3 orang. Alasan penelitian adalah
28
masalah yang dihadapi siswa pada kelompok populasi ini berhubungan dengan masih
rendahnya kemampuan belajar membaca permulaan yang dimiliki siswa di SLB B-C
Dharma Anak Bangsa, Ceper, Klaten.
D. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian juga data yang dimanfaatkan maka teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi,
dokumentasi dan melalui tes.
1. Wawancara
Wawancara yang digunakan bersifat lentur, tidak terstruktur ketat, tidak dalam
suasana formal, dan alat dilakukan bimbingan pada informasi yang sama. Dengan
menggunakan wawancara mendalam peneliti akan mendapat informasi yang rinci dan
mendalam. Dengan keterbukaan dan kelenturannya ini informasi akan dengan jujur
mengemukakan informasi yang sebenarnya, sikap dan pandangan mereka terhadap
sikap belajar anak di rumah dan di sekolah dalam mempelajari materi pelajaran
membaca. Teknik wawancara ini akan dilakukan pada orang tua dan guru.
Nasution (1992: 75), mengatakan bahwa:
Untuk melaksanakan wawancara mendalam maka sebelumnya perlu menjalin
dan memupuk hubungan yang akrab dengan informan, maka wawancara yang
dilakukan akan terkesan akrab dalam suasana yang rileks. Responden pun
merasa dirinya tidak sebagai subyek penelitian untuk dapat memberikan
informasi yang wajar tanpa mengada-ada.
2. Observasi
Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini sering disebut dengan
observasi berperan atau partisipatif. Observasi ini dilakukan secara formal dalam
kelas pada saat pembelajaran berlangsung, dimana siswa sedang melaksanakan
pembelajaran di dalam kelas.
Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 128), “Observasi merupakan kegiatan
pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan media.”
Adapun data yang diperoleh adalah:
a. Data nilai hasil ulangan harian mata pelajaran bahasa Indonesia, terutama yang
berkaitan dengan belajar membaca permulaan.
b. Data tentang interaksi antar siswa dengan guru.
c. Data tentang jumlah anak yang terlibat aktif dalam kegiatan belajar mengajar
langsung.
d. Data nilai pekerjaan rumah.
e. Data nilai lembar kerja siswa setiap kali pertemuan selama penelitian
berlangsung.
f. Temuan-temuan yang mungkin timbul selama proses penelitian.
g. Tindak lanjut dari hasil yang diharapkan dalam penelitian.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai catatan, surat-surat atau laporan.
Definisi menurut Guna dan Lincoln dalam Lexy J. Moleong (1995: 161) sebagai
berikut: “setiap bahan tertulis ataupun film yang dipersiapkan karena adanya
permintaan seorang penyidik. Dalam hal ini dokumen dapat dibagi atas dokumen
resmi dan dokumen pribadi.”
Teknik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari
dokumentasi arsip. Dokumen ini berupa dokumen resmi yang berupa RPP, Daftar
Hadir Siswa dan arsip kumpulan nilai yang dimiliki guru kelas II.
4. Melalui Tes
Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah
seperangkat stimuli yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk
mendapatkan jawaban-jawaban yang dijadikan penetapan skor angka.
Menurut Cece Rahmat dan Didi Suherdi (1999: 118), “teknik tes terdiri dari
tes tertulis, tes lisan dan tes tindakan.”
Adapun penjelasan ringkasnya sebagai berikut:
a. Tes tertulis yaitu tes yang cara pelaksanaannya tertulis, dimana tester memberikan
soal-soal kepada tester untuk dikerjakan secara tertulis pula.
b. Tes lisan yaitu pertanyaan diajukan secara lisan, kemudian tester memberikan
jawaban secara lisan pula.
c. Tes tindakan yaitu tester memberi perintah-perintah tertentu pada tester untuk
dilaksanakan dalam bentuk perbuatan atau tindakan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk tes lisan, tes tertulis dan tes
tindakan yang dibuat sendiri, kemudian diuji cobakan di SLB B-C Dharma Anak
Bangsa Ceper, Klaten. Tingkat dasar II dan dijadikan alat ukur penelitian.
Kisi-kisi tes belajar membaca permulaan
Saat Anak Mengikuti Kegiatan Proses Belajar
Hari/ Tanggal
:
Nama Murid
:
Kelas
:
Umur
:
No
Aspek yang dinilai
Skor
maks Mampu
3
1
Mengenal bentuk huruf
2
Dapat mengucapkan huruf
3
Dapat membedakan huruf
4
Dapat mengucapkan suku kata
5
Dapat mengucapkan kata
6
Kejelian pengamatan suku kata
7
Kejelian pengamatan kata
8
Dapat mengucapkan kalimat
9
Memahami arti kalimat
10
Gaya membaca sesuai tanda baca
Jumlah skor maksimum dan
perolehan
Kriteria Penilaian
3
Kemampuan
Mampu
Tidak
dengan
mampu
bantuan
2
1
a. Mampu diberi skor : 3
b. Mampu dengan bantuan diberi skor : 2
c. Tidak mampu diberi skor : 1
Nilai akhir =
jumlah skor perolehan
x 100 %
jumlah skor maksimum
E. Validitas Data
Keakraban data terhadap hasil-hasil penelitian dapat diperoleh dengan
menggunakan beberapa cara. Beberapa cara untuk memperoleh kepercayaan hasil
penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa kriteria untuk memenuhi keabsahan data,
yaitu:
Kredibilitas dengan cara:
1. Memperpanjang masa observasi agar peneliti lebih mengenal subyek dan cukup
waktu mengenal dan mengetahui pelaksanaan pembelajaran.
2. Melakukan pengamatan terus-menerus dan mendetail, agar peneliti dapat mengamati
secara cermat dan terinci pada kegiatan pengajaran membaca yang dilaksanakan.
Serta untuk mengetahui kemampuan dan kesulitan belajar membaca anak, faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengajaran membaca serta upaya guru
dalam meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan melalui media gambar.
3. Trianggulasi
Trianggulasi data dalam penelitian ini bertujuan untuk men-check kebenaran data
tertentu dengan membandingkan data yang diperoleh. Trianggulasi yang digunakan
antara lain berupa : Trianggulasi sumber data berupa sumber informan yang berbeda
dalam hal ini Direktur Pelayanan medis dan tenaga dokter dan trianggulasi metode
pengumpulan data yang berupa wawancara, observasi, dokumentasi, dan melalui tes
data. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam hal belajar membaca
permulaan.
Peneliti melakukan:
a.
Tes membaca permulaan, selanjutnya menganalisis hasil belajar membaca
permulaan itu untuk mengidentifikasi kesalahan yang masih mereka buat.
b. Melakukan wawancara dengan guru untuk mengetahui pandangan guru tentang
hambatan-hambatan yang dialami siswa dalam belajar membaca permulaan,
fasilitas pembelajaran yang dimiliki atau tidak dimiliki sekolah, kegiatan
pembelajaran membaca permulaan di kelas, penilaian yang dilakukan guru.
F. Teknik Analisa Data
Nasution (1992: 129) mengatakan bahwa karena data dalam penelitian kualitatif
banyak menggunakan kata-kata maka analisis data dilakukan melalui langkah-langkah:
1. Reduksi
Data yang diperoleh di lapangan, baik hasil pengamatan, wawancara, dokumentasi,
laporan yang berbentuk uraian terinci dan berjumlah banyak perlu direduksi,
dirangkum, dipilih hal-hal yang penting. Sehingga data yang direduksi memberi
gambaran yang lebih tajam tenang hasil pengamatan.
2. Display Data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif yang berupa uraian deskriptif yang panjang
dan sukar dipahami akan menjemukan untuk dibaca. Penyajian data diusahakan
secara sederhana tetapi keutuhan tetap terjamin, yaitu disajikan dalam bentuk table,
dan uraian deskriptif.
G. Indikator Kerja
Pada bagian ini perlu dikemukakan tolak ukur keberhasilan penelitian yang
dilakukan. Dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian akan tercapai, jika
siswa memperoleh nilai 60 dari 80% nilai rata-rata kemampuan membaca meningkat:
1. Rata-rata peningkatan kemampuan membaca meningkat dari tidak mampu membaca
menjadi mampu membaca dengan sedikit bantuan.
2. Prestasi belajar meningkat.
3. Keaktifan dan perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran membaca juga
meningkat.
H. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan yang dibagi
dalam dua siklus, yang meliputi perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi dan dibuat
tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Prosedur Penelitian
Siklus I
- Guru
Perencanaan
Pada tahap
ini
dilakukan
menyiapkan
kemudian
mengajak
siswa
menyanyikan
lagu
untuk merencanakan tindakan
untuk
yang akan dilakukan untuk
“Bangun Tidur.”
meningkatkan
belajar membaca.
kelas,
kemampuan - Guru dan siswa melakukan
proses belajar mengajar tanpa
media gambar.
- Evaluasi.
Tindakan
- Guru
membimbing
membetulkan
siswa
ucapan
yang
salah.
Pengamatan
- Mengamati
perkembangan
kecakapan siswa yang sedang
belajar
membaca
permulaan,
dengan lembar pengamatan.
Refleksi
- Peneliti
mengkaji
dan
melaksanakan revisi perbaikan
terhadap tindakan kelas.
Siklus II
Perencanaan
- Guru menyiapkan kelas.
- Guru
memulai
pelajaran
membaca dengan mengenalkan
gambar sebagai media dalam
permulaan membaca.
Gambar
- Guru
memberi
contoh
menyebutkan nama gambar.
- Siswa menirukan ucapan kata
dari guru.
- Guru menuliskan huruf-huruf di
bawah gambar
Bola
- Guru menyebutkan huruf yang
ada menjadi kata.
- Siswa membaca dengan teratur
secara bergantian.
- Guru
dengan
metode
SAS
memberi contoh membaca dan
menulis sederhana.
- Siswa menulis dan menyusun
huruf menjadi kata.
- Dengan dibimbing guru, siswa
membentulkan
bacaan
yang
salah.
- Guru meneliti susunan tulisan
dari siswa, cara menuliskan
huruf, cara menyusun huruf
menjadi kata.
Tindakan
- Memantau
proses
mengajar,
dan
belajar
mengamati
peningkatan kemampuan belajar
membaca
setelah
permulaan
siswa,
menggunakan
media
gambar.
Pengamatan
- Mencatat hasil perolehan hasil
ulangan
siswa,
dan
membandingkan dengan hasil
belajar ulangan harian bahasa
Indonesia.
Refleksi
- Mengevaluasi
belajar
dan
belajar
memuaskan.
tentang
hasil
merevisi
hasil
yang
kurang
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Berdasarkan gambaran pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca
di kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten pada kondisi awal disampaikan dengan
metode ceramah, berikut ini dapat disajikan prestasi belajar bahasa Indonesia yang
terkait dengan kondisi awal pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca.
Tabel 2. Prestasi Belajar Membaca Siswa Kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten
pada Kondisi Awal.
No. Urut
Nama Subyek
Nilai
Keterangan
1
LM
40
Belum tuntas
2
LN
45
Belum tuntas
3
MI
55
Belum tuntas
Jumlah
140
Rerata Nilai Bahasa Indonesia
46,67
Ketuntasan Klasikal
0%
Belum tutas
Sumber data: Lampiran 7 halaman 70.
Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 3 siswa
memperoleh nilai di bawah 60, ketiga siswa belum menuntaskan belajar membaca.
Nilai rerata 46,67 dengan tingkat ketuntasan secara klasikan sebesar 0%. Data ini
menunjukkan bahwa pembelajaran membaca siswa kelas II SLB Dharma Anak
Bangsa Klaten belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan demikian, pada
kondisi awal pembelajaran membaca dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang
diharapkan.
Berdasarkan prestasi belajar membaca yang masih rendah, maka sebagai guru
berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar prestasi belajar membaca dapat
ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas serta didukung oleh kepala sekolah dan
dibantu teman guru kolaborasi, dilakukan inovasi pembelajaran dengan menerapkan
media gambar dengan tujuan meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa, serta
aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran membaca.
37
1. Siklus I
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatan-kegiatan:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bahasa
Indonesia siklus I ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi waktu
pertemuan adalah 2 x 30 menit setiap pertemuan. RPP mencakup ketentuan:
kompetensi dasar, materi pokok, indikator, skrenario pembelajaran, media/sumber
belajar, dan sistem penilaian. (Lampiran 4 halaman 60).
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah:
(1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa digunakan
setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran,
kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran) sehingga guru dapat
menerapkan media gambar dengan baik; (2) Mempersiapkan gambar-gambar
sebagai media pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran.
3) Menyiapkan Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas selama
pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar isian yang mencakup kegiatan siswa
dan juga kegiatan guru. Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa meliputi
bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi: memperhatikan
penjelasan guru, mengamati media gambar, membaca suku kata dan kata,
pertanyaan pada guru, dan mengerjakan LKS. Lembar pengamatan yang
digunakan untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar, yang meliputi:
menyiapkan RPP, pengkondisian kelas, menyediakan materi dan sumber belajar,
melakukan informasi pendahuluan, pengolahan waktu dan penguasaan materi,
menanggapi usulan siswa, membuat kesimpulan, dan melaksanakan tes.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus I, diawali dengan informasi atau pengarahan
kepada siswa mengenai teknik-teknik memahami media gambar. Pada kesempatan
tersebut, guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menanyakan segala sesuatunya yang belum jelas. Alokasi untuk penjelasan ini
menggunakan waktu selama 10 menit.
Kegiatan berikutnya, siswa menduduki tempatnya masing-masing. Setiap siswa
diberi kesempatan untuk mencermati media gambar yang baru saja diberikan.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, siswa mencoba mengingat kembali
materi yang disampaikan melalui media gambar. Alokasi waktu yang digunakan untuk
kegiatan ini adalah 40 menit.
Setelah memperhatikan media gambar, siswa mencermati materi pelajaran
membaca dan teknik mempelajarinya sesuai dengan bimbingan yang diberikan guru.
Pada saat siswa mendengarkan penjelasan guru dan mempelajari membaca, guru
kolaborasi mengadakan pengamatan mengenai aktivitas siswa dan aktivitas guru
dengan menggunakan blangko yang telah dipersiapkan. Guru memberikan bantuan
apabila ada siswa yang memerlukan penjelasan atau bimbingan. Berdasarkan hasil
pembelajaran melalui media gambar pada pembelajaran bahasa Indonesia, guru
menyempurnakan atau melakukan revisi terhadap hasil pengamatan terhadap
penerapan media gambar.
Pembelajaran siklus I diakhiri dengan refleksi, yakni merenungkan apa saja
yang terjadi. Kegiatan refleksi tersebut menggunakan waktu 10 menit. Sebelum
mengakhiri pertemuan, siswa diberi tugas rumah untuk menjawab beberapa
pertanyaan sesuai dengan materi membaca.
c. Pengamatan
Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan bahwa
siswa belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat pada saat guru
memberikan penjelasan dengan menerapkan media gambar, tidak semua siswa
memperhatikan, masih terdapat siswa yang kurang memperhatikan pembelajaran dari
guru, ada pandangan siswa yang di arahkan ke luar kelas dan memikirkan yang lain,
bahkan masih ada siswa yang kurang paham terhadap media gambar yang ditunjukkan
guru tentang teknik mempelajari membaca. Hal ini terjadi karena siswa tidak
memikirkan betapa terbatasnya alokasi waktu yang tersedia sehingga mereka kurang
bisa memanfaatkan waktu yang baik.
Pada saat melakukan pengamatan, masih terlihat kekurangsiapan pada diri
siswa. Masih ada di antara mereka yang hanya sekedar membawa buku catatan dan
alat tulis pada saat guru memberikan pelajaran dengan disertai media gambar, siswa
tanpa banyak melakukan aktivitas. Mereka tidak memperhatikan apa yang
disampaikan guru dalam pembelajaran membaca melalui media gambar.
Pada saat mendengarkan penjelasan dari guru, siswa belum melakukannya
dengan segera teknik mengamati gambar yang praktis sehingga waktu kurang efektif.
Siswa juga masih pasif dalam bertanya, belum banyak memberikan komentar
terhadap materi yang dibahas. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa
melakukan tanya jawab dalam diskusi kelas. Siswa belum biasa mengeluarkan
pendapat di hadapan teman-temannya.
Dari hasil observasi dengan lembar pengamatan aktivitas siswa pada siklus
pertama mencapai 62,67% (lampiran 8 halaman 71).
Dari hasil diskusi antara kepala sekolah dengan guru kolaborasi, peran guru
untuk membangkitkan semangat siswa masih kurang. Guru kurang mengarahkan
bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Selama mendampingi
siswa belajar, guru kurang maksimal dalam menampilan media gambar, karena guru
kelas sudah sangat terbiasa dengan pembelajaran konvensional, yang segala
sesuatunya banyak mendapatkan intervensi guru.
Dari hasil observasi dengan lembar pengamatan aktivitas guru pada siklus
pertama mencapai 60% (lampiran 10 halaman 73)
Prestasi belajar membaca melalui media gambar pada Siklus I disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 3. Prestasi Belajar Membaca Siswa Kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten
pada Siklus I.
No. Urut
Nama Subyek
Nilai
Keterangan
1
LM
50
Belum tuntas
2
LN
55
Belum tuntas
3
MI
65
Tuntas
Jumlah
170
Rerata Nilai Bahasa Indonesia
56,67
Ketuntasan Klasikal
33,33%
Belum tutas
Sumber data: Lampiran 7 halaman 70.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa belum dapat
memanfatkan waktu dengan baik. Untuk menindaklanjutinya, pembelajaran pada
siklus II perlu ditekankan pada siswa pentingnya pemanfaatan waktu.
Kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran
meningkatkan membaca dan jarangnya tanya jawab dilakukan antara siswa dengan
siswa dan bertanya pada guru disebabkan oleh kekurangpahaman siswa akan
pentingnya media gambar untuk meningkatkan membaca sehingga masih terdapat
siswa yang menghadapi kesulitan ketika akan mengucapkan ataupun menulis
membaca. Oleh sebab itu, pada pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan kepada
siswa agar lebih mempersiapkan diri dan memperhatikan media gambar yang
ditunjukkan guru.
Perlu ditingkatkan keaktifan siswa dalam bertanya kepada guru. Siswa perlu
dibangkitkan semangatnya sehingga penerapan media gambar yang dilaksanakan guru
bermanfaat untuk menyempurnakan pemahaman terhadap peningkatan membaca.
Siswa masih perlu dibimbing dan diarahkan karena aktivitas untuk bertanya masih
sangat kurang.
2. Siklus II
Pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca siswa kelas II
SLB Dharma Anak Bangsa Klaten Jombor pada siklus II masih ditujukan pada
pemahaman siswa terhadap pemanfaatan media gambar. Pelaksanaannya dirancang
sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi kegiatankegiatan:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bahasa Indonesia
siklus II ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi waktu pertemuan adalah
2 x 30 menit setiap pertemuan. RPP mencakup penentuan: kompetensi dasar,
materi pokok, indikator, skrenario pembelajaran, media/sumber belajar, dan sistem
penilaian. (Lampiran 4 halaman 60)
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: (1)
Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa digunakan
setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran
melalui media gambar, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran)
sehingga dalam menerapkan media gambar guru dapat melakukan dengan baik; (2)
Mempersiapkan media gambar sesuai dengan materi pembelajaran.
3) Menyiapkan Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas selama pelaksanaan
pembelajaran yang berisi daftar isian yang mencakup kegiatan siswa dan juga
kegiatan guru. Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa meliputi
bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi: memperhatikan
penjelasan guru, mengamati media gambar, membaca suku kata dan kata,
pertanyaan pada guru, dan mengerjakan LKS. Lembar pengamatan yang digunakan
untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP,
pengkondisian kelas, menyediakan materi dan sumber belajar, melakukan
informasi pendahuluan, pengolahan waktu dan penguasaan materi, menanggapi
usulan siswa, membuat kesimpulan, dan melaksanakan tes.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus II, diawali dengan informasi atau pengarahan
kepada siswa mengenai teknik-teknik memahami media gambar. Pada kesempatan
tersebut, guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menanyakan segala sesuatunya yang belum jelas. Alokasi untuk penjelasan ini
menggunakan waktu selama 10 menit
Kegiatan berikutnya, siswa menduduki tempatnya masing-masing. Setiap siswa
diberi kesempatan untuk mencermati media gambar yang baru saja diberikan.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, siswa mencoba mengingat kembali
materi yang disampaikan melalui media gambar pada pertemuan yang lalu. Alokasi
waktu yang digunakan untuk kegiatan ini adalah 40 menit.
Setelah memperhatikan media gambar, siswa mencermati materi pelajaran
membaca dan teknik mempelajarinya sesuai dengan bimbingan yang diberikan guru.
Pada saat siswa mendengarkan penjelasan guru dan mempelajari membaca, guru
kolaborasi mengadakan pengamatan mengenai aktivitas siswa dan aktivitas guru
dengan menggunakan blangko yang telah dipersiapkan. Guru memberikan bantuan
apabila ada siswa yang memerlukan penjelasan atau bimbingan. Berdasarkan hasil
pembelajaran melalui media gambar pada pembelajaran bahasa Indonesia, guru
menyempurnakan atau melakukan revisi terhadap hasil pengamatan terhadap
penerapan media gambar.
Pembelajaran siklus II diakhiri dengan refleksi, yakni merenungkan apa saja
yang terjadi. Kegiatan refleksi tersebut menggunakan waktu 10 menit. Sebelum
mengakhiri pertemuan, siswa diberi tugas rumah untuk menjawab beberapa
pertanyaan sesuai dengan materi membaca.
c. Pengamatan
Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan bahwa
siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat pada saat siswa diminta
mengambil tempat duduk masing-masing, mareka segera beranjak dari tempat duduk
dan siswa segera memperhatikan media gambar yang dipersiapkan guru.
Pada saat mengamati media gambar materi meningkatkan membaca, seluruh
siswa telah menyiapkan diri. Mereka menulis dan membaca suku kata dan kata yang
terdapat dalam media gambar. Seluruh siswa sudah mau bertanya kepada guru untuk
menggali beberapa pengalaman yang diingat dari media gambar sehingga informasi
yang didapatkan dari media gambar dapat diserap oleh siswa.
Pada saat mengerjakan tugas membaca, siswa telah melakukannya dengan
segera sehingga waktu yang tersedia dapat diefektifkan dengan baik. Sebagian siswa
sudah aktif dalam bertanya jawab, seluruh siswa banyak memberikan komentar
terhadap materi yang terdapat dalam media gambar. Hal ini disebabkan karena siswa
sudah mulai terbiasa melakukan tanya jawab saat guru memberikan penjelasan yang
terdapat dalam media gambar. Siswa sudah mulai terbiasa berbicara atau
mengeluarkan pendapat di hadapan teman-temannya.
Dari hasil observasi dengan lembar pengamatan aktivitas siswa pada siklus II
mencapai 82,67% (lampiran 9 halaman 72).
Peran guru untuk membangkitkan semangat siswa semakin meningkat. Guru
mulai mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik dan
mengajak siswa untuk meningkatkan membaca secara cermat dan cepat melalui media
gambar yang diberikan guru. Selama mendampingi siswa belajar, guru sudah dapat
memberikan bimbingan kepada siswa agar terbiasa dengan pembelajaran dengan
memanfaatkan media gambar, yang segala sesuatunya yang kurang jelas dapat
ditanyakan langsung kepada guru.
Dari hasil observasi dengan lembar pengamatan aktivitas guru pada siklus II
mencapai 85% (lampiran 11 halaman 74)
Hasil belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca melalui media
gambar pada Siklus II disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4. Nilai Bahasa Indonesia Siswa Kelas II SLB Dharma Anak Bangsa Klaten
pada Siklus II.
No. Urut
Nama Subyek
Nilai
Keterangan
1
LM
60
Tuntas
2
LN
65
Tuntas
3
MI
75
Tuntas
Jumlah
200
Rerata Nilai Bahasa Indonesia
66,67
Ketuntasan Klasikal
100%
Tuntas
Sumber data: Lampiran 7 halaman 70.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa telah
memanfatkan waktu dengan lebih baik daripada siklus I. Guru terus menerus
menekankan pada siswa akan pentingnya menghargai waktu dalam pembelajaran
bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca.
Semangat siswa meningkat dalam melakukan kegiatan membaca dan menulis
membaca, dan siswa memberanikan beranya pada guru, siswa paham akan pentingnya
bertanya kepada guru yang berkaitan dengan media gambar yang dilihatnya sehingga
kesulitan yang dihadapi siswa ketika akan membaca dan menulis pada buku catatan
atau alat tulis yang dibawanya dapat teratasi. Pada pembelajaran berikutnya guru lebih
menekankan kepada siswa untuk lebih mempersiapkan diri sebelum melakukan
kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dengan memanfaatkan media gambar yang
telah dipersiapkan guru.
Guru memberikan motivasi kepada siswa akan perlunya peningkatan keaktifan
siswa dalam mengajukan pertanyaan terhadap permasalahan yang belum jelas. Siswa
perlu memiliki semangatnya sehingga dalam meningkatkan membaca bermanfaat
untuk menyempurnakan pemahaman terhadap materi belajar bahasa Indonesia. Siswa
terus dibimbing guru dan diarahkan untuk meningkatkan aktivitas belajar, untuk terus
bertanya kepada guru terhadap materi yang kurang jelas terhadap media gambar yang
berkaitan dengan peningkatan membaca.
B. Hasil Penelitian
Hasil evaluasi belajar membaca pada siklus I menunjukkan bahwa 2 siswa
mendapat nilai kurang dari 60 yang dinyatakan belum tuntas belajar membaca.
Sedangkan 1 siswa mendapat nilai 65 dinyatakan telah tuntas belajar membaca. Nilai
rata-rata kelas 56,67. Ketuntasan secara klasikal sebesar 33,33% yang dinyatakan belum
tuntas belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca secara klasikal.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran bahasa Indonesia
materi membaca melalui media gambar pada siklus I belum berjalan maksimal dan perlu
perbaikan karena masih berada di bawah indikator kinerja ketuntasan belajar yang telah
ditentukan (80%).
Dari hasil tindakan siklus I yang belum tuntas baik secara individu maupun secara
klasikal, maka masih perlu diadakan perbaikan pembelajaran bahasa Indonesia materi
meningkatkan membaca melalui media gambar dari guru kelas. Guru berusaha
meningkatkan aktivitas mengajar dengan melakukan perbaikan terhadap indikator yang
masih kurang sehingga diharapkan pada siklus II aktivitas guru mengajar dapat mencapai
ketuntasan mengajar.
Dari hasil pengamatan pada siklus II, diperoleh dari lembar pengamatan aktivitas
guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca yang terdiri dari 8 indikator
dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia
menerapkan media gambar telah menunjukkan aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata
aktivitas mengajar guru telah mencapai skor 34 (850%) dari 40 skor maksimal yang
diharapkan, guru telah mendalami media gambar, dengan penekanan tersebut terdapat
peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas guru dalam pembelajaran bahasa
Indonesia materi membaca.
Dari hasil pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia
materi membaca melalui media gambar Siklus II aktivitas belajar siswa sudah sesuai
yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas belajar siswa telah mencapai 82,67% berada
di atas indikator ketuntasan aktivitas siswa secara klasikal minimal dari jumlah siswa
memperoleh skor 80%, guru terus memotivasi belajar siswa dengan menjelaskan
keuntungan dan kelebihan pembelajaran bahasa Indonesia materi perbendaharaan melalui
media gambar, dengan penekanan tersebut diharapkan dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa.
Hasil evaluasi belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca pada
siklus II yang disajikan pada tabel di atas, menunjukkan seluruh siswa mendapat nilai di
atas 60 yang dinyatakan telah tuntas belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan
membaca. Nilai rata-rata kelas 66,67. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100% yang
dinyatakan telah tuntas belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca secara
klasikal. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui baahwa proses pembelajaran bahasa
Indonesia materi membaca melalui media gambar pada siklus II telah berjalan maksimal
dan sudah berada di atas indikator kinerja ketuntasan belajar yang telah ditentukan
(80%).
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pembahasan Kondisi Awal
Kondisi awal pembelajaran membaca pada siswa kelas II SLB Dharma Anak
Bangsa Klaten dilakukan dengan pendekatan konvensional (ceramah). Dalam proses
pembelajaran ini, masih tampak didominasi oleh segi-segi teoritik. Guru masih banyak
menjelaskan materi pembelajaran secara monoton. Siswa hanya memperhatikan
penjelasan guru sehingga pembelajaran hanya berjalan searah. Dengan kondisi demikian,
siswa sangat pasif selama mengikuti pembelajaran sehingga terkesan hanya sebagai
objek, bukan subjek pembelajaran.
Konsep pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan membaca hanya
diterima dari guru. Siswa belum mengkonstruksikan, mendiskusikan, atau merefleksikan
materi pembelajaran yang telah dipelajarinya sehingga pembelajaran belum bermakna
bagi siswa. Dalam melakukan penilaian, guru hanya menekankan pada segi penilaian
produk atau hasil. Penilaian proses belum mendapatkan perhatian penuh dari guru. Siswa
sama sekali belum dilibatkan dalam penilaian.
Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa tidak mendapat bimbingan dari guru
tentang materi yang tidak dapat dikuasai siswa. Berdasarkan tes pada kondisi awal,
diketahui 3 siswa mendapat nilai kurang dari 60. Nilai rata-rata kelas 46,67 dengan
tingkat ketuntasan secara klasikan 0%.
2. Pembahasan Tiap Siklus
a. Siklus I
Deskripsi siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan
dengan baik. Guru belum aktif dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia materi
meningkatkan membaca melalui media gambar. Aktivitas guru dalam pembelajaran
melalui media gambar belum menunjukkan aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata
aktivitas mengajar guru masih rendah sehingga diperlukan kreativitas guru untuk lebih
mendalami media gambar, dengan penekanan tersebut diharapkan pada siklus
berikutnya ada peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas guru. Aktivitas
pembelajaran guru yang masih perlu ditingkatkan meliputi: pengolahan waktu dan
penguasaan materi membaca melalui media gambar.
Aktivitas belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran
belum berjalan maksimal. Siswa belum aktif melakukan kegiatan-kegiatan sesuai
dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal ini disebabkan oleh
karena siswa telah terbiasa belajar dengan lebih banyak mengandalkan instruksi guru.
Pada saat membaca dan menulis suku kata dan kata siswa kurang bersemangat karena
kurang memahami pentingnya media gambar di dalam memecahkan persoalanpersoalan yang berkaitan dengan membaca. Akibatnya, pengetahuan siswa pun
kurang. Hal ini terjadi karena siswa kurang memahami makna gambar. Kalaupun
mengamati, siswa tidak melakukan identifikasi dan tidak merangkai bagian-bagian
yang relevan dan penting sehingga siswa kesulitan memahami makna gambar dengan
baik.
Data yang diperoleh dari observasi menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran sebagian besar siswa belum memiliki aktivitas yang
diharapkan, karena rata-rata aktivitas belajar siswa masih rendah. Hasil ini
menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran belum sesuai
dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil tes bahasa Indonesia materi membaca pada siklus I diketahui
rerata kelas sebesar 56,67, terdapat dua siswa yang belum tuntas karena mendapat
nilai kurang dari 60 dan terdapat 1 siswa mendapat nilai 60 atau lebih. Ketuntasan
secara klasikal sebesar 33,33%.
Berdasarkan data tersebut, secara klasikal belum mencapai ketuntasan, yang
perlu diperhatikan pada siklus II sebagai tindak lanjut dari siklus I adalah
memanfaatkan waktu yang ada. Siswa perlu diarahkan agar dapat memahami media
gambar dengan cermat, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan
pertanyaan yang kurang jelas.
b. Siklus II
Pada siklus ke II, guru telah melaksanakan aktivitas mengajar dengan baik.
Indikator aktivitas guru dalam pembelajaran rata-rata telah memiliki kriteria baik dan
sangat baik karena telah mencapai batas tuntas.
Aktivitas siswa pada siklus II, siswa telah mengikuti pembelajaran dengan
baik. Siswa bersemangat dan antusias mengikuti proses pembelajaran. Perhatian siswa
terhadap materi yang disampailkan guru melalui media gambar diikuti dengan senang
hati dan dapat memahami apa yang dimaksudkan dalam media gambar yang diberikan
guru. Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia materi
membaca telah memiliki aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas belajar
siswa diasumsikan telah mencapai ketuntasan aktivitas belajar.
Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai bahasa Indonesia
materi meningkatkan membaca sebesar 66,67. Ketuntasan secara klasikal sebesar
100%. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui rerata yang dicapai sudah
memenuhi indikator kinerja dan secara klasikal telah mencapai batas tuntas.
2. Pembahasan Antarsiklus
Berdasarkan data awal prestasi belajar bahasa Indonesia, diketahui nilai rerata
sebesar 46,67, 3 siswa nilai kurang dari 60. Ketuntasan secara klasikal sebesar 0%.
Berdasarkan data tersebut, rerata kelas belum mencapai batas tuntas yang ditetapkan.
Demikian pula, secara klasikal belum mencapai ketuntasan.
Berdasarkan hasil tes pada siklus I, diketahui rerata nilai bahasa Indonesia materi
membaca sebesar 56,67, sebanyak 1 siswa mendapat nilai 65 (tuntas belajarnya) dan
masih 2 siswa yang belum tuntas, karena nilainya masih di bawah 60. Ketuntasan secara
klasikal mencapai 33,33%. Berdasarkan data tersebut, secara klasikal belum mencapai
ketuntasan belajar.
Berdasarkan hasil tes pada siklus II, diketahui rerata nilai bahasa Indonesia materi
membaca sebesar 66,67, seluruh siswa siswa mendapat nilai 60 atau lebih (tuntas
belajarnya). Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100,00%. Berdasarkan data
tersebut, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan hasil observasi, dengan upaya-upaya perbaikan yang dilakukan pada
pembelajaran bahasa Indonesia melalui media gambar, hasil yang dicapai siswa
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari naiknya persentase hasil
tes yang diperoleh siswa.
Tabel 5. Prestasi Belajar Membaca Setiap Siklus Melalui Menerapan Media Gambar.
No.
Nama Siswa
Nilai Awal
Siklus I
Siklus II
1
LM
40
50
60
2
LN
45
55
65
3
MI
55
65
75
JUMLAH
140
170
200
RATA-RATA
46,67
56,67
66,67
KETUNTASAN BELAJAR
0%
33,33%
100,00%
Dari hasil nilai rata-rata secara individu dari setiap siklus dapat dibuat tabel
perbandingan sebagai berikut:
Nilai Awal
Siklus I
Siklus II
80
70
60
50
40
30
20
10
0
LM
LN
MI
Grafik 1. Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Setiap Siswa Melalui Media
Gambar.
Dari hasil nilai rata-rata secara klasikal dari setiap siklus dapat dibuat tabel
perbandingan sebagai berikut:
Tabel 6. Peningkatan Nilai Rata-rata Prestasi Membaca Setiap Siklus
Siklus
Nilai Rata-rata
Peningkatan
Tes Awal
46,67
-
Siklus I
56,67
10
Siklus II
66,67
10
Dari peningkatan prestasi belajar bahasa Indonesia materi meningkatkan
membaca siswa kelas daar II SLB/C Hamong Putru Jombor melalui penerapan media
gambar secara klasikal dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Nilai Awal
Siklus I
Siklus II
70
60
50
40
30
20
10
0
Prestasi Belajar
Grafik
2. Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Setiap Siklus
Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai bahasa Indonesia
materi meningkatkan membaca telah mencapai 66,67 dari 3 siswa seluruhnya mendapat
di atas 60. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100% siswa mendapat nilai 60 ke atas yang
dapat diasumsikan indikator kinerja secara klasikal telah mencapai batas tuntas.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian untuk meningkatkan prestasi belajar bahasa
Indonesia materi membaca melalui media gambar yang telah dikemukakan pada bab IV
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan nilai awal, diketahui nilai bahasa Indonesia materi membaca rara-rata
kelas 46,67 ketuntasan klasikal 0%, pada siklus I rata-rata kelas 56,67 ketuntasan
secara klasikal telah mencapai 33,33%, pada siklus II rata-rata kelas menjadi 56,67,
seluruh siswa mendapat nilai di atas 60 yang diasumsikan secara klasikal telah
menuntaskan belajar bahasa Indonesia materi membaca dan seluruh siswa telah
menuntaskan belajar bahasa Indonesia (100%).
2. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa penerapan media gambar dapat
meningkatkan kemampuan membaca siswa tuna grahita ringan kelas II SLB Dharma
Anak Bangsa Klaten Tahun Pelajaran 2009/2010.
B. Saran
1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan media gambar dapat
meningkatkan prestasi belajar membaca, dan media gambar dapat dilanjutkan untuk
semester berikutnya, misalnya menulis suku kata dan merangkai kalimat sehingga
media gambar efektif untuk berbagai materi bahasa Indonesia bagai siswa tuna
grahita kelas dasar.
2. Mengingat adanya pengaruh yang signifikan media gambar terhadap prestasi belajar
membaca, diperlukan dorongan dari guru terhadap siswa, maka untuk pembelajaran
yang akan datang guru yang mengajar siswa tuna grahita kelas II SLB Dharma Anak
Bangsa Klaten lebih sering menerapkan media gambar sehingga prestasi belajar
membaca dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
3. Siswa yang memiliki prestasi membaca yang tinggi, hendaknya memotivasi temannya
53
yang masih rendah dengan lebih sering mengadakan dialog, baik pada saat berada di
dalam kelas maupun di luar kelas dengan memanfaatkan media gambar. Untuk siswa
yang masih rendah prestasinya, hendaknya memperhatikan dengan sungguh-sungguh
apa yang disampaikan guru dan temannya yang lebih pandai, siswa perlu memiliki
keberanian untuk bertanya kepada guru dan kepada teman terhadap materi yang
belum jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah Subari. 1991. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Depdikbud.
Akhmad dan Yeti Mulyati. 1996. Membaca II. Jakarta: Depdikbud.
Arief S. Sadiman dkk. 1996. Media Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.
Alex Tri Kantjono. 1998. Mengajarkan Emotional Intelegence pada Anak (Terjemahan).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
_____. 1998 Mengajarkan Emotional Intelegence pada Anak (Terjemahan). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Ari Ginanjar Agustian. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual ESQ (Emotional Spritual Quality). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Basuki Wibowo dan Farida Mukti. 2001. Media Pengajaran. Bandung: VC. Maulana.
Cece Rahmat dan Didi Suherdi. 1999. Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.
Eric Doman. 1991. “Program Domain Menderdaskan Bayi”, Majalah Ayah Bunda. Edisi
September 1991.
James W. Brown. 1959. Media dalam Pengajaran. Jakarta: Pustekkom dan Rajawali
ECD Proyek (USAID).
Latuheru. 1988. Media Pembelajaran dan Proses Belajar Masa Kini. Jakarta: Dirjen
Dikti.
Lexy J. Moeleong. 1995. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mohammad Amin. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Grahita. Jakarta: Depdikbud.
_____. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Grahita. Jakarta: Depdikbud.
_____. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Grahita. Jakarta: Depdikbud.
Muhibbin Syah. 2005. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyani Sumantri dan Johar Pertama. 2001. Stategi Belajar Mengajar. Bandung: CV
Maulana.
Mulyono Abdurrahman & Sujadi. 1994. Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud.
Munzayanah. 2000. Tuna Grahita. Surakarta: PLB FKIP UNS.
Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. 1992. Metode Penelitian Kualiatif. Bandung: Jemmars.
Oemar Hamalik. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Soelarko. 1980. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Soeparno. 1986. Media Pengajaran Bahasa. Proyek Peningkatan dan Pengembangan
Perguruan Tinggi. IKIP Yogyakarta.
Subyakto-Nababan, Sri Utari. 1986. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian Suantu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sumadi Suryabrata. 1990. Pembimbing ke Psikodiagnostik. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi UGM.
Sunardi. 1997. Menangani Kesulitan Belajar Membaca. Jakarta: Depdikbud.
Sunarto dan Agung Hariono. 1994. Pengajaran Bahasa di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suwaryono Wiryodijaya. 1989. Membaca Strategi Pengantar dan Tekniknya. Jakarta:
Depdikbud.
Suyatmi. 1997. Membaca. Surakarta: UNS Press.
Tjutju Sutjiati Somantri. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud.
Thurson Hakim. 2001. Mengatasi Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara.
Trianada dan Yudhi Murtanto. 2002. Ledakan EQ 15 Prinsip Dasar Kecerdasan
Emosional Meraih Sukses. (terjemahan). Bandung: Karta.
Udin Winata Putra. 1995. Strategi Belajar IPA. Jakarta: Depdikbud.
Winkel. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
Zaenal Arifin. 1990. Evaluasi Instruksinal Prinsip Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Download