PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA PADA PEMBUATAN WHEY KERBAU FERMENTASI TERHADAP PENGHAMBATAN BAKTERI PATOGEN SKRIPSI MISRIANTI B. I411 09 262 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA PADA PEMBUATAN WHEY KERBAU FERMENTASI TERHADAP PENGHAMBATAN BAKTERI PATOGEN SKRIPSI Oleh: MISRIANTI B. I411 09 262 Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 ii PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Misrianti B. NIM : I 411 09 262 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atasu seluruhnya dari karya skripsi, terutama Bab Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya. Makassar, Agustus 2013 TTD Misrianti B. iii HALAMAN PENGESAHAN Judul Penelitian Nama : Pengaruh Penambahan Sukrosa pada Pembuatan Whey Kerbau Fermentasi Terhadap Penghambatan Bakteri Patogen : Misrianti B. No. Pokok : I 411 09 262 Program Studi : Teknologi Hasil Ternak Jurusan : Produksi Ternak Fakultas : Peternakan Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Oleh: Pembimbing Utama Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc NIP. 19640712 198911 2 002 Dekan Fakultas Peternakan Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Hasan, M.Sc NIP. 19520923 197903 1 002 Tanggal Lulus : Pembimbing anggota Dr. Fatma Maruddin, S.Pt.,M.P NIP. 1975081320021 2 2 002 Ketua Jurusan Produksi Ternak Prof. Dr.Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, NIP. 19641231 198903 1 025 Agustus 2013 iv ABSTRAK MISRIANTI B. I 411 09 262. Pengaruh Penambahan Sukrosa pada Pembuatan Whey Kerbau Fermentasi terhadap Penghambatan Bakteri Patogen. Dibawah Bimbingan : Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc dan Dr. Fatma Maruddin, S.Pt MP. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan berbagai level sukrosa terhadap nilai pH, kandungan asam laktat, dan aktivitas antibakteri seiring peningkatan sukrosa pada produk minuman whey kerbau fermentasi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. Pembuatan minuman fermentasi whey dengan inokulasi bakteri Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 dengan level sukrosa yang berbeda. Whey fermentasi di uji jumlah kandungan asam laktat, nilai pH dan aktivitas antibakteri dengan bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus . Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan level sukrosa berpengaruh terhadap kandungan asam laktat (P<0,01) dan nilai pH (P> 0,05) whey kerbau fermentasi berkisar antara 4.83 – 4.84 dan 0,33 – 0,35%. Aktivitas antibakteri pada produk minuman whey kerbau fermentasi menunjukkan peningkatan seiring penambahan level sukrosa (P<0,01). Aktivitas antibakteri pada bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan perlakuan level sukrosa 9, 12, dan 15% yaitu 21.70, 15.71; 21.83, 6.35; dan 22. 30, 18. 35 mm. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa level sukrosa 15 % menghasilkan whey fermentasi yang baik dari segi kandungan asam laktat, nilai pH dan aktivitas antibakteri. Kata Kunci : Whey , Escherichia coli, Staphylococcus aureus, nilai pH, kandungan asam laktat, aktivitas antibakteri. v ABSTRACT MISRIANTI B. I 411 09 262. . The Effect of Sucrose on Fermentation of Buffalo Whey Manufacturing Inhibition of Pathogenic Bacteria. Under Supervisor : . Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc and co-supervisor. Dr. Fatma Maruddin, S.Pt. MP. The purpose of this study was to know the effecs of different levels of sucrose on pH value, lactid acid content and antibacterial activity concominant increase in sucrose levels in buffalo whey the fermented beverage products. This research used Completely Randomized Design (CRD) with 3 treatments and 5 replications. Whey fermented beverages were made by inoculation of Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 on the different level of sucrose. Whey fermented in lactic acid contents of the test amount, pH value, and the antibacterial activity of the test bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus. The results showed that the level of sucrose in fermented beverages increased (P<0,01). The results showed that increasing the level of sucrose affect the lactid content (P<0,01) and pH value (P> 0,05) of fermented whey buffalo ranged between 0,33–0,35% and 4.83–4.84. the antibacterial activity in whey fermented beverage products showed an increase with increasing levels of sucrose (P<0,01). the antibacterial activity of the test bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus with sucrose treatment level of 9, 12, and 15% were 21.70, 15.71; 21.83, 6.35; dan 22. 30, 18. 35. The results of this research concluded that the level of sucrose of 15% yielded the good product of fermented whey, both in pH value, lactid acid content and antibacterial activity. Kata Kunci : Whey , Escherichia coli, Staphylococcus aureus, pH value, lactid acid content, antibacterial activity. vi KATA PENGANTAR Alhamdullilah rabbil alamin, segala Puja dan Puji bagi Allah SWT, sebanyak tetesan air hujan, sebanyak butiran biji-bijian, sebanyak makhluk-Nya dilangit, dibumi dan diantara keduanya. Segala puja dan puji yang banyak dan tak berkesudahan untuk Allah SWT, meskipun puja segala pemuji selalu kurang dari sewajarnya. Rasa syukur yang sangat dalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil. Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. sebagai pembimbing utama dan Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt. MP. sebagai pembimbing anggota yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt. MP. sebagai pembimbing yang telah memberi motivasi dan memberikan nasehat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini vii 3. Ibu Hajrawati M.Si, Bapak Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Garantjang M.Sc, dan Ibu drh.Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si. sebagai pembahas yang telah memberikan masukan dalam proses perbaikan skripsi ini. 4. Dekan, Wakil Dekan I, II, III Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin dan seluruh staf yang telah menerima dan membantu menulis dalam proses akademik. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M. Sc. sebagai Ketua Jurusan Produksi Ternak dan Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S. Pt. sebagai Sekretaris Jurusan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. 6. Bapak Muh. Irfan S.Pt, M.P selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan motivasi dan nasehat yang sangat berarti bagi penulis. 7. Bapak dan Ibu dosen yang telah sabar membimbing penulis selama masa perkuliahan. 8. Sembah sujudku kepada Ayahanda Baddu Hakim S dan Kakanda Nur Reski S.T, Amran, Ismail, Haslinda, Yuswil dan Hasyul tercinta yang telah mengajarkan banyak hal, dan memberikan motivasi, dukungan serta materi kepada penulis terima kasih atas doa dan dukungannya. 9. Kepada teman KKN Gel.84 Posko Biring Ere’, Bu’ Desa dan Pak Desa yang telah mendoakan dan memberi dukungan, serta sebagai motivatorku selama ini. 10. Kepada Sahabatku Gazali Ratu Poniman, Thaty, Benny, Winda dan Inho terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan atas bantuan, dukungan, serta motivasinya selama ini. 11. Kepada Kakanda tercinta Megawati Musran yang telah membantu dan mendukung penulis selama penelitian. viii 12. Kepada teman setim The Whey Asma Bio Kimestri, Tendri, Tamrin, dan Yohanis. 13. Kepada sahabat-sahabatku “TecNokTer 09” terima kasih atas segala hal, segala bantuan dan kebersaman yang kalian berikan kepada penulis selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan.. 14. Kawan-kawan“MERPATI 09” terima kasih telah menemani penulis disaat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah. 15. Kepada Kakanda Rahman Hakim S. Pt., M.Si atas dukungannya kepada penulis. 16. Kepada Spider 03, Hamster 04, Lebah 05, Colagen 06, Rumput 07, Species 08, Bakteri 08, dan L10N 10. 17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terima Kasih atas bantuannya. Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Amin Makassar, Agustus 2013 Misrianti B. ix DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL............................................................................ i HALAMAN JUDUL .............................................................................. ii PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv ABSTRAK .............................................................................................. v ABSTRACT ............................................................................................ vi KATA PENGANTAR ............................................................................ vii DAFTAR ISI .......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii PENDAHULUAN ................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 TinjauanUmum Dangke dan Whey ............................................ 3 Minuman Produk Fermentasi ..................................................... Penggunaan Sukrosa dalam Produk Fermentasi......................... Peranan Bakteri Asam Laktat dan Antibakteri Minuman Whey Fermentasi ................................................................................. Bakteri Uji pada Aktivitas Antibakteri ....................................... 6 7 10 15 MATERI DAN METODE PENELITIAN ............................................. 17 Waktu dan Tempat .......................................................................... 17 Materi Penelitian ............................................................................. 17 Metode Penelitian ............................................................................ 17 Analisa Data .................................................................................... 23 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 23 A. Nilai pH Minuman Whey Fermentasi Kerbau ............................. 23 B. Kandungan Asam Laktat Minuman Whey Fermentasi Kerbau .... 26 x C. Aktivitas Antibakteri pada Minuman Whey Fermentasi Kerbau .. 29 Aktivitas Antibakteri ( Bakteri Indikator Escherichia coli ) ....... 30 Aktivitas Antibakteri (Bakteri Indikator Staphylococcus aureus) 32 KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 34 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 35 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xi DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Rumus bangun penggabungan glukosa dan fruktosa .................... 8 2. Rumus bangun penggabungan glukosa dan fruktosa .................... 8 3. Lactobacillus acidophilus............................................................ 11 4. Escherichia coli .......................................................................... 15 5. Staphylococcus aureus ................................................................ 16 6. Bagan alir penelitian ................................................................... 21 7. Nilai pH produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level sukrosa ........................................................................................ 24 Kandungan asam laktat produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level sukrosa ............................................................... 27 8. xii DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1. Fraksi protein whey susu sapi ...................................................... 4 2. Komposisi kimia whey susu sapi ................................................. 5 3. Hasil analisis whey kerbau fermentasi pada level sukrosa 0%...... 23 4. Aktivitas Antibakteri minuman whey fermentasi ......................... 30 xiii PENDAHULUAN Usaha peternakan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan adalah ternak kerbau. Ternak kerbau dipelihara oleh petani peternak sebagai sumber tenaga kerja. Selain itu kerbau juga dapat memproduksi produk berupa daging dan susu sebagai bahan baku dangke yang merupakan makanan khas Kabupaten Enrekang. Berdasarkan catatan pihak Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang, saat ini populasi ternak di Bumi Masserempulu sudah mencapai 1.400-an ekor sapi perah dan sekitar 48.000 ekor sapi potong. Untuk ternak kerbau mencapai 6.000-an ekor. Dangke telah dikenal sejak tahun 1905 diduga berasal dari bahasa Belanda yaitu Dangkewell (dangk U) yang berarti terimakasih yang diucapkan oleh orang Belanda ketika mengkonsumsi produk olahan susu yakni Dangke. Menurut Asdi et al (1977) Dangke merupakan produk olahan susu kerbau yang diolah secara tradisional berasal dari kabupaten Enrekang yang tersebar di beberapa kecamatan salah satu penghasil dangke kerbau yaitu Kecamatan Curio. Akan tetapi dalam perkembangannya kemudian lebih banyak dipilih bahan baku dari susu sapi karena prospek pengembangan ternak sapi yang menjamin dan menguntungkan. Dangke yang sangat diminati oleh masyarakat Kabupaten Enrekang yaitu dangke dari susu kerbau yang memiliki cita rasa khas dari dangke kerbau. Karena susu kerbau lebih gurih yang kandungan lemaknya mencapai 3,2% dibandingkan menggunakan susu sapi dengan kandungan lemak 2,6 – 2,8%. Pada pembuatan dangke akan terjadi koagulasi yang disebabkan oleh penambahan enzim sehingga menghasilkan produk samping dangke yang 1 dinamakan Whey. Whey susu didefinisikan sebagai serum atau bagian air dari susu yang tersisa setelah pemisahan curd dan merupakan hasil koagulasi protein susu dengan asam atau enzim proteolitik. Komposisi utama whey adalah protein 0,8% - 1,0% dan laktosa 3,8% - 4,3%. Whey tersebut merupakan polutan terbesar dari limbah cair dalam pembuatan keju diikuti dengan air pencuci dan air pasteurisasi. Setiap kilogram keju yang diproduksi akan menghasilkan 8 - 9 liter whey cair (Jenie dan Rahayu, 1993). Sejak diketahui bahwa whey masih mengandung nutrisi yang diantaranya adalah protein, laktosa (gula susu) dan mineral, maka whey tidak dibuang sebagai limbah tetapi dimanfaatkan sebagai nutrisi bagi manusia (Scott, 1986). Whey dapat dimanfaatkan sebagai minuman fermentasi menggunakan bakteri asam laktat. Vinderola et al., (2002) mengemukakan bahwa kombinasi Lactobacillus acidophilus dengan beberapa bakteri asam atau probiotik lain saling menghambat di dalam suatu medium pertumbuhan. Produk minuman whey fermentasi yang dihasilkan, nantinya hanya menggunakan Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 dan berpotensi sebagai minuman fungsional untuk menjaga kesehatan system pencernaan yang mengkonsumsinya. Bakteri asam laktat memproduksi senyawa asam organik dan hidrogen peroksida (jika terjadi kelebihan oksigen pada lingkungan sekitar) yang bersifat antibakteri. Antibakteri adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus (Gram positif) dan Escherichia coli (Gram negatif). Aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh kandungan asam laktat. Kandungan asam laktat yang terbentuk dari proses metabolisme dan 2 pertumbuhan sel memanfaatkan sukrosa yang ditambahkan pada whey kerbau fermentasi sebagai sumber energi. Sukrosa di dalam produk minuman whey fermentasi juga merupakan salah satu antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai daya hambat minuman whey fermentasi pada berbagai level sukrosa selama proses fermentasi terhadap bakteri patogen Gram positif dan negatif yang ditumbuhkan pada media whey fermentasi. 3 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Dangke dan Whey Dangke dibuat dari susu sapi atau kerbau yang merupakan makan khas Sulawesi Selatan. Dangke tergolong keju lunak berwarna putih dan bersifat elastis (Ridwan, 2004). Dangke dibuat dengan memanaskan susu dan ditambahkan getah pepaya sebagai bahan penggumpal (Djide, 1991). Whey susu didefinisikan sebagai serum atau bagian air dari susu yang tersisa setelah pemisahan curd dan merupakan hasil koagulasi protein susu dengan asam atau enzim proteolitik. Setiap 10 liter susu yang digumpalkan selama proses pengolahan keju akan menghasilkan sekitar 6 - 9 liter whey tergantung pada tipe keju. Whey hasil samping proses pembuatan keju mengandung 6,5% padatan yang terdiri atas 4,8% laktosa, 0,6% protein, 0,6% mineral, 0,15% asam laktat, 0,25% nitrogen non protein dan 0,1% lemak (Handayani, 2004). Komponen dan komposisi protein whey susu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Fraksi protein whey susu sapi Kandungan (g/l) Fraksi Total whey protein β-laktoglobulin α-laktalbumin Serum albumin Immunoglobulin Laktoferin, lisosim & laktoperoksidase Sumber : Mazza (1998) 6,0 3,2 1,2 0,3 0,7 0,8 Total Protein Susu (%w/w) 19,3 10,0 3,1 1,2 2,0 2,4 Komponen nutrisi whey dari produk samping pengolahan dangke dapat dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi pertumbuhan. Whey mengandung sekitar 55% total nutrisi dari susu seprti laktosa, protein terlarut, 4 lemak, vitamin yang larut dalam air dan garam mineral (Vinderola et al., 2002). Whey dangke dapat diolah menjadi berbagai produk yang salah satunya menjadi produk fermentasi. Produk tersebut sangat diminati masyarakat saat ini dan mempunyai nilai jual tinggi (Gallardo-Escamila et al., 2007). Menurut Spreer (1998), walaupun whey merupakan produk samping namun whey mempunyai nilai nutrisi protein dan karbohidrat sehingga dapat dimanfaatkan dalam bidang pangan. Pemanfaatan whey secara tepat akan memberikan nilai ekonomi yang tinggi, memberikan kelengkapan dan efisiensi penggunaan bahan baku susu, serta mengurangi polutan cair. Pemanfaatan whey secara komersial telah dilakukan, yaitu dengan mengolah whey menjadi bahan makanan dan minuman (Gordon, 1993). Kandungan gizi yang terdapat pada whey memungkinkan untuk diolah menjadi produk pangan. Komposisi kimia whey segar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia whey sapi. Nutrisi Kandungan Laktosa 4,5 – 5 % Protein 0,6 – 0,8 % Lemak 0,4 – 0,5 % Garam mineral 8 – 10 Air 83 – 87 % pH < 5 (whey asam) 6-7 (whey manis) Sumber : Siso and Gonzales (1996) Umumnya industri susu tradisional tidak mempunyai sistem perlakuan yang tepat untuk membuang whey. Potensi pangan dan energi whey akan hilang apabila tidak dimanfaatkan, mengingat whey mengandung sekitar 55% total nutrisi dari susu (Vinderola et al., 2000). Disamping itu menurut Almeida et al. (2008), pembuangan whey ke lingkungan dapat menyebabkan polusi lingkungan sekitar karena whey dapat menyebabkan pengaruh kuat terhadap 5 lingkungan. Whey memiliki konsentrasi bahan organik terlarut seperti protein dan sumber energi ke lingkungan. Nilai BOD (Biochemical oxygen Demand) whey berbeda-beda dari 30.000 - 50.000 g/g tergantung pada buangan susu dalam whey. Vinderola et al. (2000), Staszewski and Jagus (2008) menyatakan bahwa pengolahan limbah whey dibutuhkan sebagai solusi terhadap pencegahan pencemaran lingkungan dan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesehatan manusia. Metode ini membutuhkan biaya yang besar untuk pelaksanaannya dan menjadi kendala penggunaan untuk industri tradisional. Salah satu cara untuk mengatasi agar whey tidak terbuang percuma yang dapat menimbulkan polusi lingkungan maka whey seharusnya diolah menjadi produk yang bermanfaat serta bernilai ekonomis tinggi. Kandungan laktosa dan nutrisi essensial whey merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Hal tersebut menjadi pertimbangan untuk menghasilkan produk dengan memanfaatkan mikroorganisme (Vinderola et al., 2000). Minuman Produk Fermentasi Fermentasi adalah salah satu bentuk metabolisme enersi, berasal dari reaksi oksidasi reduksi secara biologi dengan penerima elektron terakhir berupa senyawa organik. Fermentasi menurut Marth (1983) dalam Wibowotomo (1990) adalah perubahan biokimia terbatas yang disebabkan oleh mikroba atau enzim yang dihasilkan. Fermentasi susu merupakan salah satu cara pengawetan dan penganekaragaman pangan yang telah dilakukan sejak jaman dulu. Produk fermentasi susu yang sudah dikenal di Indonesia antara 6 lain yoghurt, kefir, susu asam, dan cultured buttermilk. Sedangkan dadih belum begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia. Susu mengandung bahan-bahan yang diperlukan oleh tiap organisme yang secara nutrisi membutuhkannya seperti jenis Lactobacillus achidophillus. Minuman susu fermentasi probiotik adalah sejenis minuman yang dibuat dengan memanfaatkan bakteri probiotik tertentu untuk membantu proses fermentasi suatu bahan pangan (susu). Vrese et al., (2001) menyatakan tidak semua produk yoghurt sama dengan minuman probiotik, dengan alasan bahwa BAL yang terdapat pada yoghurt-yoghurt tradisional ternyata tidak mampu bertahan hidup hingga usus halus. Ketika bakteri probiotik dimasukkan ke dalam suatu produk makanan maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar bakteri tersebut masih mampu hidup dan menjadi aktif ketika masuk ke dalam organ gastrointestinal. Faktor-faktor tersebut adalah keadaan psikologis dari bakteri probiotik, kondisi fisik dari produk (misalnya suhu), komposisi kimia dan produk tersebut (seperti karbohidrat, nitrogen, mineral, aktifitas air, dan oksigen), dan interaksi antara bakteri probiotik dengan kultur starter. Interaksi antara bakteri probiotik dengan kultur starter atau dengan matrik produk yang lain akan membuat kerja dari probiotik tersebut lebih intensif. Penggunaan Sukrosa dalam Produk Fermentasi Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida yang paling manis yang terdiri dari glukosa dan fruktosa. Sumber-sumber sukrosa yang terdapat di alam antara lain: tebu (100% mengandung sukrosa), bit, gula nira (50%), dan jelly. Komposisi kimia dari gula adalah sama, satu satuan fruktosa yang digabung dengan satu satuan glukosa. Ikatan glikosida menghubungkan karbon ketal dan 7 asetal dan bersifat β dari fruktosa dan α dari glukosa. Pemanis yang biasa digunakan yaitu sukrosa, fruktosa, glukosa, selulosa atau gliserol (Tamime, 2006; Rahman et al., 1992). Sukrosa merupakan salah satu karbohidrat yang sering digunakan sebagai bahan pemanis dan diperoleh dari bit atau tebu. Sukrosa mempunyai daya larut tinggi, dapat menurunkan aktivitas air (aw) dan meningkatkan air. Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa (DeMan, 1997; Sastrohamidjojo, 2005). ( KOMPONEN GLUKOSA) (KOMPONEN FRUKTOSA) Gambar 1. Rumus Bangun penggabungan glukosa dan fruktosa (Goutara dan Soesarsono ,1985) o Gambar 2. Rumus Bangun penggabungan Glukosa dan Fruktosa (Goutara dan Soesarsono ,1985) Sukrosa adalah karbohidrat yang mempunyai rumus kimia C H O , 12 22 11 yang merupakan disakarida dan terdiri dari 2 komponen monosakarida yaitu Dglukosa dan D-fruktosa. Nama kimia yang lebih tepat dari sukrosa adalah α-Dglukopyranosyl-β-D-fruktofuranoside (Goutara dan WijaNTI, 1985): Sukrosa 8 memiliki berat molekul 342,30 terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Sukrosa merupakan senyawa gula yang paling disukai. Sukrosa terdapat di alam dalam jaringan tanaman terutama buah, biji, bunga dan akar. Madu lebah mengandung sebagian besar sukrosa dan hasil hidrolisanya (Sudarmadji, 1984). Hidrolisis juga dapat dipercepat dengan asam, misalnya dengan kalium bitartrat atau jus lemon, keduanya asam lemah. Demikian juga, keasaman lambung mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa selama proses pencernaan dalam tubuh. Sukrosa termasuk golongan disakarisa adalah merupakan gabungan dua unit monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Ikatan ini disebut ikatan glikosida yang dibentuk jika gugus hidroksil pada salah satu gula bereaksi dengan karbon anomer pada gula yang kedua. Disakarida yang banyak ditemukan di alam yaitu laktosa, sukrosa, dan maltosa. Pengguanaan sukrosa dalam industri pangan sangat berpotensi sebagai penambah cita rasa. Selain itu sukrosa juga digunakan sebagai bahan pengawet. Pembuatan minuman whey fermentasi sukrosa dimanfaatkan sebagai sumber energy bagi bakteri asam laktat dan meningkatkan antibakteri pada minuman whey fermentasi. Hal tersebut dikarenakan perlakuan penambahan sukrosa diduga dapat memberikan nutrisi tambahan bagi bakteri asam laktat untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Dengan tersedianya nutrisi yang optimal, maka aktivitas bakteri asam laktat akan meningkat sehingga menyebabkan jumlah asam hasil metabolisme juga meningkat. Menurut Spreer (1998), asam laktat dan asetaldehid yang dihasilkan menyebabkan penurunan pH media fermentasi atau meningkatkan keasaman dan menimbulkan aroma khas. Bakteri asam laktat memanfaatkan sukrosa sebagai sumber energi, pertumbuhan dan menghasilkan metabolit berupa asam laktat selama proses 9 fermentasi. Mikroba akan merombak senyawa karbon (sukrosa/gula) menjadi energi untuk pertumbuhan dan asam laktat sebagai metabolitnya. Mikroba membutuhkan gula untuk aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan sel. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah sel bakteri, dimana semakin banyak sel bakteri yang ada, maka sukrosa akan semakin banyak digunakan untuk metabolisme sel. Oberman and Libudzisz (1998) dalam Rahmawati (2006), menyatakan bahwa peningkatan jumlah bakteri menyebabkan peningkatan perombakan senyawa gula yang ada pada medium menjadi asam–asam organik Peranan Bakteri Asam Laktat dan Antibakteri Minuman Whey Fermentasi Bakteri asam laktat (BAL) yaitu jenis bakteri yang mampu memetabolisme laktosa untuk menghasilkan asam laktat. BAL memegang peranan penting dalam proses fermentasi. Fermentasi asam laktat pada umumnya terjadi dalam kondisi kekurangan (anaerobic fakultatif) atau tanpa oksigen sama sekali (obligat anaerob). Berdasarkan produk hasil akhir metabolismenya, BAL memiliki dua habitat ekologi, yaitu pada saluran pencernaan manusia atau hewan dan produk makanan atau minuman, baik sebagai kontaminan alami maupun sengaja ditambahkan untuk tujuan fermentasi. BAL terutama banyak terdapat pada produk susu karena ketersediaan laktosa sebagai substrat utama untuk proses fermentasi (Mayra-Makinen dan Bigret, 1998). Aplikasi BAL dalam produk makanan dan minuman sudah cukup banyak dilakukan, terutama pada produk-produk pangan fungsional. Tujuan penggunaan BAL ini pada umumnya adalah untuk menambah nilai fungsional produk yaitu fungsi perlawanan terhadap bakteri patogen dalam saluran pencernaan (probiotik). Pertumbuhan BAL dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya ialah keberadaan oksigen, kandungan air bebas, komposisi kimia dan ketersediaan 10 substrat pada media pertumbuhan, total padatan, temperatur lingkungan pertumbuhan, dan keberadaan mikroba patogen awal (Surono, 2004). MayraMakinen dan Bigret (1998) menjelaskan bahwa susu bukan merupakan media pertumbuhan yang optimum bagi BAL. Dalam pertumbuhannya, BAL memerlukan substrat vitamin dan nitrogen non-protein yang mengandung asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Namun, pada umumnya keberadaan vitamin dan senyawa nitrogen non-protein pada susu terdapat dalam jumlah yang terlalu rendah sebagai penyedia nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan sel-sel bakteri. Lactobacillus acidophilus berbentuk batang berantai dan bersifat homofermentatif. L. acidophilus ditemukan dalam usus manusia, sehingga bakteri ini dapat dikategorikan sebagai bakteri probiotik. Gambar 3. Lactobacillus acidophilus Bakteri ini tergolong Gram positif dan tidak membentuk spora. Menurut Tamime dan Robinson (1989), L. acidophilus merupakan Lactobacilli yang bersifat obligat homofermentatif dan non-motil. Suhu optimum pertumbuhannya yaitu 35 - 45°C, tidak tumbuh pada suhu < 15°C dan pH optimum untuk pertumbuhannya yaitu 5,5 – 6,0. L. acidophilus dapat memproduksi asam laktat sebanyak 0,3 – 1,9%. 11 Antibakteri merupakan suatu zat atau komponen yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungisidal) (Ardiansyah, 2007). Zat aktif yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tumbuhan dapat menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak makanan seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Bacillus cereus. Senyawa antibakteri dalam pangan antara lain berasal dari tumbuhan maupun dari proses fermentasi. Senyawa antibakteri sebagai hasil proses fermentasi adalah asam organik, hidrogen peroksida, acetaldehyd, diacetyl, karbokdioksida dan alkohol sebagai metabolit primer. Asam organik yang dihasilkan antara lain asam laktat. Dengan adanya asam laktat menyebabkan penurunan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang optimum pada pH 6 – 7 (Surono, 2004). Senyawa antibakteri yang dihasilkan melalui proses fermentasi sebagai metabolit sekunder antara lain bacteriocin. Metabolit sekunder adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme tetapi bukan merupakan kebutuhan pokok fisiologis dari mikroorganisme tersebut. Senyawa antibakteri bacteriocin dihasilkan pada fase decay atau pada fase stationer, yaitu pada saat subsrat mulai habis pada lama fermentasi tertentu. Pada saat substrat mulai habis, akan merangsang terbentuknya enzimenzim yang berperan untuk pembentukkan metabolit sekunder. Penelitian lain yang dilakukan oleh Todorov dan Dicks (2007), menyebutkan bahwa aktivitas antibakteri berupa bacteriocin yang dihasilkan oleh Lactobacillus pentosus ST712BZ optimum setelah lama fermentasi 24 jam dengan media pertumbuhan yang ditambahkan 20-40 gram/liter glukosa. 12 Salah satu kriteria pemilihan antibakteri untuk diaplikasikan dalam bahan pangan adalah keefektifan penghambatannya. Semakin kuat penghambatannya, semakin efektif digunakan (Ardiansyah, 2007) Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antibakteri antara lain disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : a. Mengganggu pembentukan dinding sel Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen limfofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Efek penghambatan senyawa antibakteri lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. b. Bereaksi dengan membran sel Mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma sehingga mengakibatkan kebocoran materi intraseluler. c. Menginaktivasi enzim Mekanisme yang terjadi menunjukkan kerja enzim terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk aktivitasnya. Akibatnya energi untuk pertumbuhan menjadi berkurang, sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat dan inaktif apabila berlangsung lama. d. Menginaktivasi fungsi material genetik Merusak materi genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel untuk pembiakan. 13 Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dalam produk makanan fermentasi antara lain dengan metode sumur agar dan metode difusi agar. Prinsip dari kedua metode tersebut adalah sama yaitu dengan melihat adanya zona bening di sekitar sumur atau cakram. Semakin besar diameter zona bening disekitar sumur atau cakram menunjukkan aktivitas antibakteri yang tinggi (Iqbal, 2007). Bakteri Uji pada Aktivitas Antibakteri Bakteri uji merupakan bakteri yang bersifat patogen dan digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui besarnya tingkat aktivitas antibakteri. Bakteri pathogen yang biasa digunakan pada penelitian, yaitu Escherichia coli, Salmonella typhimurium, dan Listeria monocytogenes. a. Escherichia coli Merupakan bakteri Gram-negatif, motil, tidak berspora, berbentuk batang dan anaerobik fakultatif. Escherichia coli menyebabkan penyakit diare. Escherichia coli juga penyebab utama infeksi urin dan infeksi nosokomial termasuk septisemia dan meningitis (Holt et al. 1994). Bakteri ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika. Digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya. Escherichia coli mempunyai karakteristik unik yang membedakan satu dengan lainnya. Perbedaan ini sering dapat ditemukan hanya pada tingkatan molekular, menghasilkan perubahan pada fisiologi atau daur hidup bakteri. Sebagai contoh, strain memperoleh 14 kemampuan untuk menggunakan suatu sumber karbon, kemampuan untuk tinggal pada ekologi tertentu atau kemampuan untuk melawan antimikrobial. Escherichia coli sebagai host-specific, digunakan untuk menentukan sumber fecal pencemaran pada sampel Escherichia coli secara umum terdapat pada usus hewan ruminansia. Sumber makanan yang berasosiasi dengan Escherichia coli adalah daging mentah, susu, air (Wallace et al. 2011). Gambar 4. Escherichia coli b. Staphylococcus aureus Merupakan bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan apsilon. Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tandatanda kulit terkena luka bakar. Suhu optimum untuk pertumbuhan 15 Staphylococcus aureus adalah 35° – 37° C dengan suhu minimum 6,7° C dan suhu maksimum 45,4° C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Gambar 5. Staphylococcus aureus. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin (Anonim , 2008). 16 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada pertengahan bulan Maret 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Pengolahan Susu Fakultas Peternakan, dan Bioteknologi Terpadu Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Materi utama penelitian ini adalah whey yang diperoleh dari produk samping susu kerbau, NA (Nutrient Agar), starter Sthaphylococcus aureus, dan Escherichia coli, alkohol 70%, gula, dan tepung tapioka. Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu timbangan analitik, calliper, viscometer, centrifucs, ring, kompor, panci, pinset, sendok pengaduk, thermometer, stopwatch, cawan petri, tabung reaksi, mikropipet, gelas ukur, Bunsen, thermometer, autoklaf, dan inkubator. Metode Peneltian A. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan 3 perlakuan dan 5 ulangan. A0 = tanpa penambahan sukrosa (kontrol) Perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut : - A1 = penambahan level sukrosa 9% - A2 = penambahan level sukrosa 12% - A3 = penambahan level sukrosa 15% 17 B. Pembuatan minuman fermentasi. 1. Pemeliharaan bakteri starter kultur. Bakteri yang digunakan sebagai starter adalah Lactobacillus acidophilus FNCC 0051 yang di peroleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pusat studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta. Bakteri di biakkan dalam susu full cream 10% dan diperbarui atau diremajakan (propagasi) 2 minggu sekali. Jika tidak digunakan disimpan dalam refrigerator (5oC). Selain itu dibuat sub-kultur dalam tabung eppenorf dan di simpan suhu 20oC dalam media susu full cream 10%: sukrosa 40% (1:1). Untuk memperoleh kultur segar yang akan di gunakan selama fermentasi, kultur ditumbuhkan dalam medium susu full cream 10 %. Medium diinokulasi dengan kultur yang akan di gunakan 2%(v/v) dan di inkubasi pada suhu 37oC(Heller,2001;Olson and Aryana, 2008). 2. Pemeliharaan biakan bakteri uji antimikrobia Bakteri pathogen ( S. aeureus dan E. coli) dipelihara pada media Tryptone Soy Broth. Selain itu dibuat sub-kultur dalam tabung effendorf dan disimpan suhu -20°C. Diaktifkan dengan menumbuhkan dalam media Tryptone Soy Broth dan diinokulasi dengan kultur yang akan digunakan 2% (v/v) dan diinkubasi pada suhu 37°C (modifikasi dari Kar and Misra, 1999). 3. Pembuatan Minuman fermentasi Whey dicampur dengan tepung tapioca pada level 0,7% hingga tercampur sempurna dan diukur volumenya (volume awal sebelum pemanasan). Campuran whey dipanaskan dan ditambahkan gula ( 9, 12 dan 15% ) sambil diaduk selama 5 menit pada suhu 75-80°C. Whey setelah dipanaskan ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai volume awal sebelum pemanasan. Whey selanjutnya dipasteurisasi pada suhu 80°C selama 30 menit ( 18 modifikasi dari Alakali et al., 2008 ). Whey didinginkan dan diinokulasi bakteri starter 5% serta diinkubasi suhu 37°C selama 12 jam. C. Parameter yang Diukur 1. Pengujian aktivitas antibakteri . Pengujian zona hambatan pada media padat digunakan untuk penentuan efek antibakteri minuman fermentasi terhadap bakteri uji Sthaphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Ring sumuran (well) steril ukuran 9,6 mm dimasukkan ke dalam cawan petri. Nutrient agar yang masih dalam keadaan cair (suhu 40-45°C) diinokulasi dengan biakan bakteri patogen. Kemudian dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi ring steril dan dibiarkan memadat. Setelah memadat ring diangkat dengan menggunakan pinset steril. Minuman fermentasi dimasukkan ke dalam lubang sumuran sebanyak 200 μl selanjutnya diinkubasi suhu 37°C selama 24-48 jam. Diameter zona bening yang terbentuk diukur dengan Calliper. 2. Pengukuran pH (metode potensiometri) pH diukur pada suhu ruang menggunakan pH meter (pH meter/ion510 merk Eutech. Setelah dikalibrasi dengan buffer komersial pH 4 dan 7. Dengan cara . Elektroda dicelupkan dalam larutan sampel, pengukuran pH diset. Selanjutnya elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan stabil, kemudian dicatat pH sampel. 3. Nilai Keasaman Whey yang akan diukur keasamannya diambil kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sampel Dititrasi dengan NaOH 0,106 N Standar dengan indicator fenolftalein (PP) 1% dalam alkohol 70%. Titrasi dihentikan tepat saat larutan sampel berubah warna dari tidak berwarna menjadi warna merah 19 muda. Total asam yang tertitrasi dianggap sebagai total asam laktat yang terkandung dalam sampel. Perhitungannya didapat dari rumus di bawah ini : Total asam laktat (%) = × × . × 20 Diagram alir pembuatan whey fermentasi dengan penambahan level sukrosa sebagai berikut : Susu Kerbau Dangke WHEY Penambahan Tapioka 0.7 % Pengukuran voleme whey Penambahan Level Sukrosa 0%, 9%, 12% dan 15%. Pengukuran volume whey Dipanaskan 75-80°C selama 5 menit dan diaduk terus Penambahan Aquades Masukkan dalam botol (100 ml)/ beri label Pasteurisasi 80-85°C selama 30 menit Inokulasi 5% Lactobacillus acidophilusFNCC 0051 000051 Inkubasi (37°C) selama 12 jam NILAI pH dan KANDUNGAN ASAM LAKTAT AKTIVITAS ANTIBAKTERI Minuman Metode Well Difussions Fermentasi Gambar 6. Bagan Alir Penelitian 21 Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) (Gazper,1991) dengan model matematika sebagai berikut: Yij = µ + ti + εij i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3, 4, 5 Keterangan : Yij = variable respon pengamattan µ = nilai rata – rata hasil pengamatan τi = pengaruh penambahan level sukrosa ke-i terhadap nilai pH, kandungan asam laktat dan aktivitas antibakteri εij = Pengaruh galat percobaan dari penambahan level sukrosa ke-I dan ulangan ke-j Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan dilanjutkan uji Duncan (Gazper,1991). 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Whey dangke merupakan bahan dasar utama pembuatan produk minuman whey kerbau fermentasi. Penambahan sukrosa pada minuman whey kerbau fermentasi berpotensi sebagai penambah cita rasa. Selain itu sukrosa juga dimanfaatkan sebagai sumber energi bagai bakteri asam laktat dan meningkatkan antibakteri pada minuman whey kerbau fermentasi. Level sukrosa 0% digunakan sebagai pembanding terhadap hasil penelitian. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4. Parameter Tabel 4. Hasil Analisis whey kerbau fermentasi pada level sukrosa 0%. Level Sukrosa (0%) Nilai pH 5.48 Kandungan Asam Laktat 0.28 Aktivitas Antibakteri Sthaphylococcus aureus 13.83 mm Aktivitas Antibakteri Escherichia coli 21.32 mm A. Nilai pH Minuman Whey Fermentasi Kerbau Whey dangke kerbau tergolong whey manis karena metode pengolahan dengan menggunakan enzim untuk mengkoagulasikan protein susu. Kosikowski dan Mistry (1997) mengemukakan bahwa whey manis mempunyai pH ≥5,8 diperoleh dari sisa industri pengolahan keju dengan menggunakan enzim seperti cheddar dan edam, atau dari pengolahan kasein. Persentase nilai pH produk minuman whey kerbau fermentasi mengalami perubahan pH untuk setiap perlakuan level sukrosa selama fermentasi. Urutan perlakuan level sukrosa yang mengalami perubahan dari yang terbesar ke terkecil adalah 9, 12 dan 15% masing-masing secara berurutan sebesar 4,83; 4,84; dan 4,83. 23 Nilai pH minuman whey fermentasi diukur dengan pH meter, hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 7. 4,844 Nilai pH 4,842 4,84 4,838 4,836 4,834 4,832 9 12 Level Sukrosa 15 Gambar 7. Nilai pH produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level sukrosa Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan berbagai level sukrosa tidak berpengaruh (P> 0,05) terhadap nilai pH minuman whey fermentasi kerbau. Pada hasil penelitian pada level sukrosa 0% (Tabel 4) pH whey fermentasi sangat tinggi karena belum terjadi metabolisme bakteri yang menghasilkan asam laktat, sedangkan pada penembahan level sukrosa 9%, 12% dan 15% terjadi penurunan pH dikarenakan terjadi metabolisme bakteri Lactobacillus achidophillus FNCC 0051 dan menghasilkan asam laktat, dimana level sukrosa yang ditambahkan digunakan bakteri sebagai sumber energi untuk metabolismenya yang meningkatkan asam laktat dan pH yang menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiaz (1988) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak asam yang dihasilkan sehingga pH semakin turun. Keadaan ini kemungkinan tidak berlaku seterusnya karena kurva pertumbuhan bakteri melalui fase-fase. Terjadi penurunan nilai pH dari nilai pH awal dan nilai pH hasil fermentasi diduga adanya metabolisme bakteri Lactobacillus acidophilus. Hal 24 ini sesuai dengan pendapat Singleton (1988) menyatakan bahwa, penurunan pH merupakan salah satu akibat dari proses fermentasi yang terjadi karena adanya akumulasi asam yang berasal dari BAL.Adesokan dkk. (2011) melaporkan bahwa peningkatan kadar asam dan penurunan pH pada fermentasi susu dengan kultur bakteri asam laktat sudah terlihat selama 24 jam. Semakin banyak jumlah mikroba yang berkembangbiak maka kemampuan menghasilkan asam laktat juga meningkat. Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL akan diekresikan keluar sel sehingga terakumulasi dalam cairan fermentasi (Astawan, 2007). Rahman (1992), menambahkan asam laktat yang terbentuk akan menyebabkan penurunan nilai pH Semakin tinggi konsentrasi sukrosa yang diberikan, maka nilai pH dari minuman fermentasi whey kerbau fermentasi yang dihasilkan semakin rendah. Dengan tersedianya nutrisi yang optimal, maka aktivitas bakteri asam laktat akan meningkat sehingga menyebabkan jumlah asam hasil metabolisme juga meningkat. Menurut Spreer (1998), asam laktat dan asetaldehid yang dihasilkan menyebabkan penurunan pH media fermentasi atau meningkatkan keasaman dan menimbulkan aroma khas. Charalampopoulus et al. (2002), menyatakan bahwa akumulasi asam yang dihasilkan melalui metabolisme bakteri asam laktat dapat menurunkan pH medium. Asam laktat yang dihasilkan sebagai produk utama akan terdisosiasi menghasilkan H+ dan CH3CHOHCOO-, sehingga semakin tingginya asam laktat memungkinkan tingginya ion H+ yang terbebaskan dalam medium. Jika semakin tinggi level sukrosa, maka pH semakin menurun. Hal ini diduga karena peningkatan jumlah asam organik yang merupakan hasil metabolisme dari bakteri asam laktat yang ada pada produk minuman fermentasi whey keju. 25 Yang (2000) menyatakan bahwa, fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat ditandai dengan peningkatan jumlah asam-asam organik yang diiringi dengan penurunan pH. Ditambahkan pula oleh pendapat Malaka (2010) yang menyatakan bahwa peningkatan asam laktat diakibatkan oleh aktivitas bakteri, pH akan menurun, akibat aktivitas buffer fosfat,sitrat dan protein. Nilai pH whey fermentasi kerbau pada seiap perlakuan berkisar antara 4,0 – 5.6. Kualitas susu fermentasi berdasarkan pH, yang baik menurut Adriani (2005), yaitu 3,8 – 4,6. Menurut Buckle et al. (1987), yang menyatakan bahwa jika terjadi cukup banyak pengasaman oleh aktifitas bakteri maka pH susu dapat menurun. Ditambahkan pula oleh pendapat Helferich dan Westhoff (1980), yang menyatakan bahwa pembentukkan asam laktat dari laktosa digunakan sebagai sumber energi dan karbon selama pertumbuhan bakteri dalam proses fermentasi sehingga pH akan menurun. Sehingga pertumbuhan mikroba berbahaya pada produk fermentasi akan terhambat, akibat adanya penurunan pH oleh aktivitas proses fermentasi. Penuruan pH juga yang menyebabkan rasanya agak asam karena terbentuknya asam laktat sebagai produk utama hasil metabolisme bakteri asam laktat (Winarno, 1997) B. Kandungan Asam Laktat Minuman Whey Fermentasi Kerbau Asam laktat merupakan salah satu metabolit primer yang dihasilkan dalam proses fermentasi. Menurut Rachman (1989), metabolit primer adalah senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dibutuhkan oleh mikroba tersebut untuk pertumbuhannya. Menurut Rahman et. al (1992) golongan bakteri Lactobacillus merupakan bakteri homofermentatif yang terutama memproduksi asam laktat. 26 Persentase kandungan asam laktat produk minuman whey mengalami perubahan untuk setiap penambahan level sukrosa selama fermentasi. Urutan penambahan level sukrosa yang mengalami perubahan dari yang terbesar ke terkecil adalah 15, 12,dan 9%, masing-masing secara berurutan sebesar 0,36; 0,35; dan 0,33. Hasil analisi ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan berbagai level sukrosa berpengaruh (P <0,01) terhadap kandungan asam laktat sesudah fermentasi. Hasil pengukuran total asam yang dinilai sebagai total asam laktat disajikan pada Gambar 8. Kandungan Asam Laktat 0,36 0,355 0,35 0,345 0,34 0,335 0,33 0,325 0,32 9 12 Level Sukrosa (%) 15 Gambar 8. Kandungan Asam Laktat produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level sukrosa. Berdasarkan hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa kandungan asam laktat pada minuman whey fermentasi dengan penambahan level sukrosa 9% berbeda dengan menggunakan level sukrosa 12 dan 15%. Dan level sukrosa 12% berbeda dengan menggunakan level sukrosa 9 dan 15 %. Kandungan asam laktat yang dimiliki penambahan level sukrosa 0% (Tabel 4) dan 9% lebih rendah daripada penambahan level sukrosa 12 dan 15% pada minuman whey fermentasi kerbau. Jumlah asam menunjukkan aktifitas bakteri asam laktat dalam memecah laktosa untuk menghasilkan asam laktat. Hasil penelitian 27 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kandungan asam laktat setelah fermentasi (Gambar 8) . Peningkatan kandungan asam laktat tersebut berasal dari akumulasi asam dari BAL. Asam laktat sebagai produk akhir metabolism bakteri menyebabkan peningkatan keasaman produk minuman whey fermentasi. Peningkatan keasaman menyebabkan peningkatan konsentrasi ion hidrogen. Peningkatan ion hidrogen menyebabkan turunnya pH (Gambar 7). Peningkatan aktifitas bakteri diduga adanya penambahan level sukrosa yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat untuk tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Usmiati dan Utami (2008), S. Thermophilus hanya menggunakan glukosa dan sukrosa sebagai sumber energi dan tidak dapat memetabolisme raffinosa dan stakiosa peningkatan jumlah BAL juga akan berpengaruh terhadap penggunaan sumber N (nitrogen) untuk kebutuhan metabolisme, salah satunya merombak gula (sukrosa/laktosa) menjadi asam laktat. Selanjutnya dikatakan oleh Fatma (2012) bahwa perbedaan kandungan asam laktat disebabkan bahan dan atau media pertumbuhan, jenis bakteri, level serta inkubasi. Sendra dkk. (2008); Kailasapathy dkk.(2008) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas Lactobacillus dalam yoghurt antara lain strain bakteri probiotik, ketersediaan nutrisi, level inokulasi, waktu inkubasi, suhu inkubasi, dan kodisi penyimpanan, pH, konsentrasi gula (tekanan osmotik), kandungan padatan susu dan suhu penyimpanan. Asam yang terbentuk dipengaruhi oleh penambahan sukrosa. Pada tahap pertama sukrosa akan dipecah menjadi asam piruvat melalui Jalur Embden Meyerhof-Parnas (EMP) (Lee, 1996). Pada tahap kedua fermentasi asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat (Fardiaz,1988). Sukrosa yang ditambahkan dalam pembuatan minuman whey fermentasi kerbau untuk semua 28 perlakuan sama. Dapat disimpulkan jumlah tersebut telah mencukupi untuk berlangsungnya fermentasi menjadi asam laktat, jika sukrosa kurang maka reaksi akan merubah piruvat menjadi acetyl CoA kemudian menjadi asetat atau piruvat menjadi etanol atau acetoin. Adanya asam di dalam susu terutama disebabkan oleh aktivitas bakteribakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut dapat merubah laktosa menjadi asam laktat dan timbulnya asam laktat dapat menurunkan pH susu. Menurut Rahayu (1989), bahwa kadar asam fermentasi susu dipengaruhi oleh aktivitas bakteri yang merubah gula (laktosa) menjadi asam laktat, walaupun laktosa susu yang diubah menjadi asam laktat hanya sekitar 30% sedangkan sisanya (70%) masih dalam bentuk laktosa. Buckles et al, (1987) juga menyatakan bahwa suasana asam diakibatkan oleh proses fermentasi susu, yaitu perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat serta senyawa-senyawa yang terkandung dalam susu seperti albumin, kasein sitrat, dan fosfat. C. Aktivitas Antibakteri Pada Minuman Whey Fermentasi Kerbau Pengukuran aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode well diffusion. Pengujian zona hambatan pada media padat digunakan untuk penentuan efek antibakteri minuman fermentasi terhadap bakteri uji Sthaphylococcus aureus dan Escherichia coli karena bakteri ini merupakan bakteri patogen yang berkaitan erat dengan makanan terutama menyebabkan gangguan masalah pencernaan. Pengaruh level sukrosa dapat dilihat pada Tabel 4. 29 Tabel 4. Aktivitas antibakteri minuman whey fermentasi Level Sukrosa (%) Aktivitas antibakteri(mm) Escherichia coli 21.70a 9 Aktivitas antibakteri(mm) Staphylococcus aureus 15.71a 12 21.83b 16.35b 15 22. 30c 18. 35c Tabel 4 menunjukkan kisaran zona hambatan yang terbentuk pada produk minuman whey fermentasi kerbau dengan penambahan level sukrosa terhadap Staphylococcus auerus dan Escherichia coli berturut turut adalah 21,70 – 22, 30 ; 15,71 – 18,35 mm. Zona hambatan yang dihasilkan produk minuman whey fermentasi pada penelitian ini berbeda sangat jauh dari penelitian Fatma (2012) untuk produk whey fermentasi terhadap Staphylococcus auerus FNCC 0047, Bacillus cereus FNCC 0057, Escherichia coli FNCC 0091, Shigella flexneri ATCC 1202 berturut turut 8,69 – 12,57; 10,05 – 14,39 ; 7,91 – 12,89 mm. Hal tersebut diduga karena perbedaan spesies bakteri dan perbedaan komponen bahan penyusun produk fermentasi. Aktivitas Antibakteri (Bakteri Indikator Escherichia coli) Semakin tinggi konsentrasi sukrosa maka akan semakin besar luas zona bening. Zona bening yang terbentuk dipengaruhi oleh bakteri asam laktat yang memproduksi asam laktat, asam-asam organik lain, hydrogen peroksida, dan diasetil serta senyawa senyawa lain yang bersifat antimikroba (Yang, 2000). Hasil analisis ragam menunjukkan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan berbagai level berpengaruh (P>0,01) terhadap aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli minuman whey fermentasi kerbau. 30 Hasil uji lanjut LSD (Tabel 4) menunjukkan bahwa zona hambatan yang dihasilkan produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level sukrosa 9% lebih kecil dari perlakuan 12 dan 15% (P<0,01). Diameter zona hambatan yang dihasilkan produk minuman fermentasi dengan perlakuan level sukrosa 12% lebih kecil dari perlakuan level sukrosa 15% (P<0,01). Zona hambatan semakin meningkat seiring dengan peningkatan level sukrosa pada whey kerbau fermentasi (Tabel 4), sukrosa dimanfaatkan oleh bakteri Lactobacillus acidophilus adanya akumulasi asam laktat menyebabkan penurunan pH. Asam laktat yang tinggi dan pH yang rendah mempunyai fungsi sebagai antibakteri yaitu menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Escherichia coli digunakan sebagai efek penghambatan karena merupakan bakteri patogen yang tumbuh optimum pada pH 6 -7 (Surono, 2004). Menurut Davis and Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut : diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat. Berdasarkan kriteria tersebut, maka daya antibakteri whey fermentasi kerbau pada bakteri Escherichia coli level sukrosa 9% (21.70 mm), 12% (21.83 mm) dan 15 (22. 30 mm) termasuk kategori zona hambat kuat. Aktivitas Antibakteri (Bakteri Indikator Staphylococcus aureus) Aktivitas antibakteri yang dimiliki produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan penambahan berbagai level sukrosa Staphylococcus aureus terlihat dengan besarnya diameter zona hambatan. Zona hambatan semakin meningkat seiring dengan peningkatan level sukrosa pada produk whey 31 fermentasi (Tabel 2). Hasil anova (Lampiran 3) menunjukkan bahwa produk minuman whey fermentasi dengan penambahan level sukrosa berpengaruh (<0,01) terhadap zona hambatan Staphylococcus aureus. Hasil uji lanjut LSD (Tabel 4) menunjukkan bahwa zona hambatan yang dihasilkan produk minuman whey fermentasi dengan perlakuan level sukrosa 9% lebih kecil dari perlakuan 12 dan 15% (P<0,01). Diameter zona hambatan yang dihasilkan produk minuman fermentasi dengan perlakuan level sukrosa 12% lebih kecil dari perlakuan level sukrosa 15% (P<0,01). Menurut Ardiansyah (2005) ketentuan kekuatan antibakteri adalah sebagai berikut : daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 20 mm (kuat), 5 -10 mm (sedang), dan daerah hambatan 5 mm atau kurang (lemah). Hasil penelitian jika dibandingkan dengan standar tersebut masuk kategori aktivitas antibakteri kuat. Naidu (2000) menyatakan bahwa efektivitas antibakteri dari asam laktat meningkat bersamaan dengan penurunan pH. Asam laktat yang tak terdisosiasi bebas menembus membran sel dan kemudian masuk ke dalam sitoplasma bersuasana pH tinggi. Pada kondisi pH tinggi (dalam sitoplasma), asam laktat terdisosiasi sehingga menghasilkan proton yang cenderung menurunkan pH sitoplasma. Sel akan berusaha mempertahankan pH internalnya dengan cara menetralkan atau memaksa keluar proton. Usaha ini akan memperlambat pertumbuhan bakteri karena energi pertumbuhan digunakan untuk mengeluarkan proton. Jika pH eksternal rendah dan konsentrasi asam ekstraseluler tinggi maka beban dari sel akan menjadi besar dan pH sitoplasma akan menjadi turun. Hal ini tidak mungkin bisa dilalui pada 32 kondisi pertumbuhan dan jika terjadi maka sel akan mati. Penghambatan senyawa ntibakteri lebih tinggi pada Staphylococcus aureus dibandingkan dengan Escherichia coli. 33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Susu kerbau dapat diolah menjadi dangke, dangke menghasilkan produk samping (by-product) yang disebut whey, whey kerbau dapat dijadikan sebagai minuman fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. 2. Hasil analisis nilai pH dan kandungan asam laktat whey kerbau fermentasi berkisar antara 4;83 – 4;84 dan 0,33 – 0,35%, Nilai pH whey kerbau menurun seiring peningkatan level sukrosa, dan kandungan asam laktat meningkat seiring peningkatan level sukrosa.. 3. Hasil analisis aktivitas antibakteri whey kerbau fermentasi pada bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli berkisar antara 21.70 – 22.30 mm dan 15.71 – 18.35 mm. Aktivitas antibakteri whey kerbau fermentasi dipengaruhi oleh level sukrosa (9, 12, dan 15%) dan interaksi nilai pH dan kandungan asam laktat. Saran Level sukrosa 15 % sebaiknya digunakan untuk menghasilkan produk minuman whey kerbau fermentasi. 34 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008. Bakteri Staphylococcus aureus . http://queenofsheeba. wordpress com/2008/07/22/ Diakses Pada Tanggal 04 Februari 2013. Makassar Asdi, A. M. Marzoeki, A. Jufri, A. Amir. 1997. Penelitian Peningkatan Mutu Dangke. Laporan Penelitian. Deperindag Ujung Pandang. Almeida, K.E., A. Y. Tamime, and M. N. Oliviera, 2008. Acidification rates of probiotic in Minas frescal cheese whey. LWT,41: 311-316. Adriani, L. 2005. Bakteri probiotik sebagai starter dan implikasi efeknya terhadap kualitas yoghurt, ekosistem saluran pencernaan dan biokimia darah mencit. Disertasi Program Pasca Sarjana. Universitas Padjajaran: Bandung. Adesokan, I.A., B.B. Odetoyinbo, Y.A. Ekanola, R.E. Avanrenren, and S. Fakorede. 2011. Production of Nigerian nono using lactic starter cultures. Pakistan J. Nutrition 10(3): 203-207. Ardiansyah. 2007. Antimikroba Dari Tumbuhan. http://www.beritaiptek.com. Diakses Oktober 2012. Artikel IPTEK. Buckle, K. A., R, A. Edwars, G. H. Fleet dan M. Wooten. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan H. Purnomo. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Bohnert, G. 1998. Bioconvertion Of Cheese Waste (Whey). Journal United States Departement Of Energy. Charalampopoulus, D.R., Wang S., S. Pandiella and C. Webb. 2002. Application of Cereals and Cereal Components in Functional Food: A Review. International Journal of Food Microbiology 79:131-141. DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. ITB, Bandung. Djide, M.N. 1991. Pengaruh Penambahan Getah Pepaya dan Beberapa Macam Pengawet pada Pembuatan Dangke . Laporan Penelitian Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. Fardiaz . 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB bekerja sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi IPB p 15-16, 23 Fatma. 2012. Potensi dan Perkembangan Whey Dangke Menjadi Minuman Fungsional. Desertasi. Program Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Gasperz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Arminco, Bandung 35 Gallardo-Escamilla, F.J., A.L. Kelly and C.M. Delahunty. 2005. Sensory characteristics and related volatile flavor cpmpound of different types of whey. Journal Dairy Science, 88;2689-2699. Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi Hasil Pertanian IPB, Bogor. Gordon, J., 1993. Dairy Products in Food Industries Manual 23rd ed. Chapman and Hall. London. Handayani, R.M. 2004. Pemanfaatan Whey untuk Produk Nata de Whey (Kajian Konsentrasi Starter dan Lama Inkubasi). http:// digilib, umm. ac. id/files/disk1/7/dijtummpp-gdl-s1- (Diakses 3 Mei 2013). Helferich, W., and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice-Hall, Inc.,Englewood Cliffs : New Jersey. Iqbal M. 2007. Isolasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Penghasil Antimikroba.http://(http:/mochammadiqbal.wordpress.com. Diakses 2 Mei 2008. Jenie, B.S.L dan W.P. Rahayu,. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Kailasapathy, K., I. Harmstorf and M., I. Philips. 2007. Survival of Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium animalis ssp.lactis strirred fruit yogurts LWT-Food Sciense and technology, doi: 10. 1016/j.lwt.08.009. Kosikowski,F.V., and V.V. Mistry. 1997. Whey and whey foods.Vol. I. F.V. Kosikowski, LLC, Great Falls, V.A. Lee, B.H. 1996. Fundamental of Food Biotechnology. VCH Publishers.Inc. 337 7th Avenue New Cork. Mazza, G. 1998. Functional Food. Biochemical and Processing Aspects Technomic Publishing Company,Inc, USA. Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar. Mayra-Makinen dan Bigret, 1998. Industrial Use and Production of Lactic Acid Bacteria. Di dalam: Salminen, S. dan Atte von Wright (Eds.). Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects, 2nd edition. Marcel Dekker, Inc., New York. Naidu, A. S. dan R. A. Clemens. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. CRC Press, LCC. Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi Industrial. Kerjasama PAU Pangan dan Gizi. Arcan, Jakarta. 36 Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahayu, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Bahan Pengajaran: Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Rahmawati, R.D. 2006. Studi Viabilitas dan Aktivitas Antimikrobial Bakteri Probiotik (Lactobacillus acidophillus) dalam Medium Fermentasi Berbasis Susu dan Bekatul Selama Proses Fermentasi. Skripsi. Jurusan THP. Universitas Brawijaya. Malang. Ridwan, M. 2004. Analisis Kinerja Kualitas Industri Kecil Makanan Khas Tradisional Dangke di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Tesis Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahayu, K.K. 1989. Fermentasi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik. Sterokimia, Karbohodrat, Lemak dan Protein. Gadjah mada University Press, Yogyakarta. Sendra, E., P. Fayos, Y. Lario, J. Fernandez-Lopez, E. Sayas –Babera, and J. A. Perez-Alvares. 2008. Incorporation of citrus fibers in fermented milk cpntaining probiotic bacteria. Food Microbiology, 25, 13-21. Staszewski, M. and R.J. Jagus. 2008. Natural antimicrobial; Effects of MicrogardTM and nisin against Listeria Innocua in Liquid cheess whey. International Dairy Journal, 18, 255-259. Sudarmadji,S. 1984, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan Pertanian, Edisi ke tiga, Yogkyakarta, Liberty Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc. USA. Siso, M. I. and Gonzalez, 1996. The Biotechnological Utilization of Cheese Whey: Review. Journal Of Bioresource Technology .57: 1-11. Surono. 1995. Indigenous fermented foods in Indonesia. Japanese J. Dairy and Food Sci.44: A91-A98. Surono, I.S. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (YAPMMI). TRICK. Jakarta. p 31-32. Singleton, P. and D. Sainsburry. 1988. Dictionary of Microbiology and Molecular Biology, 2nd. John Willey and Sons, Ltd. Singapore. Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc. USA. Scott, R. 1986. Cheesemaking Practise. 2nd Ed. Elsevier Applied Science, London dan New York. 37 Tamime, A.Y. dan R.K. Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology. Pergamon press, Oxford. Tamime, A.Y. 2006. Fermented Milks. Blackwell, UK. Todorov, S.D and Dicks, L.MT. 2007. Bacteriocin production by Lactobacillus pentosus ST712BZ isolated from boza. Brazilian Journal of Microbiology vol. 38 no. 1.Sao. Usmiati, S dan T. Utami. 2008.Pengaruh bakteri probiotik terhadap mutu sari kacang tanah fermentasi. Jurnal Pasca Panen. 5 (2): 27--‐36 Vinderola, C.G., Gueimonde, M., Delgado, T., Reinheimer J. A.and de los Reyes – Gavilan, C.G. 2000. Characteristics carbonated fermented milk and survival of probiotik bacteria. Internasional Dairy Journal, 10-213-220. Vrese, M., Anna S., Bernd R., Susanne F., Christiane L. dan Jurgen S. 2001. Probiotic Compensation for Lactase Insufficiency. American Journal Clinical Nutrition. http://www.ajcn.org. (04 November 2012). Wibowotomo, Budi. 1990. Produk Fermentasi Susu. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno.1997. Kesehatan dan nutrisi yang terkandung di dalam bakteri asam laktat. http: //www. wikimedia.org/wiki/Lactobacillus _plantarum.Diakses tanggal 12 Oktober 2010. Winarno, FG., S. Fardiaz, D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yang, Z. 2000. Antimicrobial Compounds And Extracellular Polysaccharides Produced By Lactic Acid Bacteria:Structure and Properties. Department of Food Technology University of Helsinki . 38 Lampiran 1 . Tabel Anova & uji lbhhanjut LSD pH minuman whey fermentasi kerbau. ANOVA Nilai pH Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. a 2 4.667E-5 .002 .998 351.190 1 351.190 1.861E4 .000 9.333E-5 2 4.667E-5 .002 .998 Error .226 12 .019 Total 351.417 15 .227 14 Corrected Model 9.333E-5 Intercept LevelSukrosa Corrected Total a. R Squared = .000 (Adjusted R Squared = -.166) LSD Nilai pH (I) LSD (J) 95% Confidence Interval Leve Leve lSukr lSukr Mean Difference osa osa A12% A15% A9% (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound A15% .0040 .08689 .964 -.1853 .1933 A9% .0060 .08689 .946 -.1833 .1953 A12% -.0040 .08689 .964 -.1933 .1853 A9% .0020 .08689 .982 -.1873 .1913 A12% -.0060 .08689 .946 -.1953 .1833 A15% -.0020 .08689 .982 -.1913 .1873 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .019. 39 Lampiran 2. Tabel Anova & uji lanjut LSD Kandungan Asam Laktat minuman whey fermentasi kerbau. ANOVA Kandungan Asam Laktat Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .002 a 2 .001 20.667 .000 Intercept 1.803 1 1.803 4.507E4 .000 LevelSukrosa .002 2 .001 20.667 .000 Error .000 12 4.000E-5 Total 1.805 15 .002 14 Corrected Total a. R Squared = .775 (Adjusted R Squared = .738) LSD Kandungan Asam Laktat (I) LSD (J) 95% Confidence Interval Leve Leve lSukr lSukr Mean Difference osa osa A12% A15% A9% (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound A15% -.0040 .00400 .337 -.0127 .0047 A9% .0200 * .00400 .000 .0113 .0287 A12% .0040 .00400 .337 -.0047 .0127 A9% .0240 * .00400 .000 .0153 .0327 A12% -.0200 * .00400 .000 -.0287 -.0113 A15% -.0240 * .00400 .000 -.0327 -.0153 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.00E-005. *. The mean difference is significant at the .05 level. 40 Lampiran 3. Tabel Anova & uji lanjut LSD Zona Hambatan E. Coli minuman whey fermentasi kerbau. ANOVA Aktivitas Antibakteri E. Coli Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. a 2 .497 876.859 .000 7223.965 1 7223.965 1.275E7 .000 LevelSukrosa .994 2 .497 876.859 .000 Error .007 12 .001 Total 7224.965 15 1.001 14 Corrected Model .994 Intercept Corrected Total a. R Squared = .993 (Adjusted R Squared = .992) LSD Dependent Variable:AAEColi (I) LSD (J) 95% Confidence Interval Leve Leve lSukr lSukr Mean Difference osa osa A12% A15% A9% (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * .01506 .000 -.5048 -.4392 * .01506 .000 .0932 .1588 * .01506 .000 .4392 .5048 * .01506 .000 .5652 .6308 * .01506 .000 -.1588 -.0932 * .01506 .000 -.6308 -.5652 A15% -.4720 A9% .1260 A12% .4720 A9% .5980 A12% -.1260 A15% -.5980 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .001. *. The mean difference is significant at the .05 level. 41 Lampiran 4. Tabel Anova & uji lanjut LSD Zona Hambatan S. Aerus minuman whey fermentasi kerbau. ANOVA Aktivitas Antibakteri S. Aerus Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. 18.984 a 2 9.492 4.374E3 .000 4236.625 1 4236.625 1.952E6 .000 18.984 2 9.492 4.374E3 .000 Error .026 12 .002 Total 4255.634 15 19.010 14 Corrected Model Intercept LevelSukrosa Corrected Total a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998) LSD Aktivitas Antibakteri (I) LSD S. Aerus (J) 95% Confidence Interval Leve Leve lSukr lSukr Mean Difference osa osa A12% A15% A9% A15% (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * .02946 .000 -2.0682 -1.9398 * .02946 .000 .5718 .7002 * .02946 .000 1.9398 2.0682 * .02946 .000 2.5758 2.7042 * .02946 .000 -.7002 -.5718 * .02946 .000 -2.7042 -2.5758 -2.0040 A9% .6360 A12% 2.0040 A9% 2.6400 A12% -.6360 A15% -2.6400 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .002. *. The mean difference is significant at the .05 level. 42 Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian Pembuatan Dangke Pemisahan Curd dengan Whey Pembuatan Media Penambahan Enzim Papain Pasteurisasi Whey Uji pH Whey 43 Pengujian aktivitas antibakteri Media bakteri Inokulasi bakteri 44 RIWAYAT HIDUP Misrianti B. dilahirkan pada tanggal 04 November 1990 di Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara dari pasangan Baddu Hakim S. dan Haspiah (alm). Pada tahun 1996 penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Belajen, Kemudian pada tahun 1997 di Sekolah Dasar Negeri INPRES 112 Belajen dan tamat pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke MTsN 1 Alla’, tamat pada tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas 45 Unggulan Sossok pada tahun 2006 dan tamat pada tahun 2009. Pada tahun yang sama pula, penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNPTN) di Jurusan Produksi Ternak,Program studi Teknoogi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. 45