616.203 Ind p Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2009 KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN Kejadian Luar Biasa (KLB) influenza A Baru (H1N1) di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Meskipun influenza yang ditimbulkan termasuk ringan, tetapi penyebarannya yang sangat mudah dari manusia ke manusia menyebabkan tingginya tingkat kesakitan karena virus influenza ini. Selain itu adanya kekhawatiran kemungkinan perubahan atau mutasi genetik dari virus influenza A Baru (H1N1) yang ada menjadi lebih lebih berat daripada saat ini. Meskipun saat ini jumlah kasus influenza yang disebabkan Influenza A Baru (H1N1) di dunia mulai menurun, tetapi ada kekhawatiran dari para ahli akan adanya kemungkinan terjadinya peningkatan kasus (gelombang kedua) di pergantian musim mendatang. Untuk itu dalam upaya pelaksanaan penanggulangan Pandemi Influenza perlu adanya suatu kegiatan yang menyeluruh yang meliputi pencegahan melalui komunikasi, edukasi dan informasi ke seluruh masyarakat dan penatalaksanaan kasus. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan influenza A Baru (H1N1) ini disusun oleh para Tim Pakar untuk menjadi acuan pegangan yang dapat digunakan oleh para petugas dalam pelaksanaan penanggulangan pandemi influenza. Pedoman ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan situasi dan akan direvisi sesuai dengan situasi dan informasi terbaru. Jakarta, 30 September 2009 Dirjen PP&PL Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama 616.230 Ind p Katalog dalam terbitan. Departemen Kesehatan RI Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1).-- Jakarta: Departemen Kesehatan, 2009. I. Judul 1. INFLUENZA A VIRUS, AVIAN - DIAGNOSIS DAFTAR ISI Hal Kata Pengantar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Daftar isi I Pendahuluan II Epidemiologi dan Surveilans III Diagnosis pada Dewasa dan Anak IV Tatalaksana pada Dewasa dan Anak V Tatalaksana ICU pada Dewasa VI Tatalaksana ICU pada Anak VII Laboratorium VIII Imunisasi Influenza A Baru (H1N1) IX Rekomendasi Penelitian X Penutup Daftar Rujukan Tim Penyusun i iii 1 2 4 6 11 16 18 19 20 21 22 26 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 1 PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN INFLUENZA A BARU (H1N1) I. PENDAHULUAN Pedoman ini membahas Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) yang merupakan rangkuman rekomendasi dari berbagai keilmuan epidemiologi, mikrobiologi, farmakologi, klinik yang meliputi berbagai cabang spesialisasi (pulmonologi, penyakit dalam, pediatri, intensivist anak dan dewasa, kebidanan) dan TAG imunisasi yang dibantu penuh oleh jajaran Depkes yaitu Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Dasar. Penyusunan pedoman didasarkan pada berbagai data epidemiologi terkini, data klinik serta dari berbagai Badan yang berwenang dalam bidang virologi khususnya influenza, Jurnal Kedokteran dan Biomedis terkemuka. Beberapa hal yang perlu dipahami adalah sebagai berikut: • Situasi influenza A baru (H1N1) baik di tingkat global maupun regional serta di Indonesia sendiri terus mengalami perkembangan • Hingga sekarang karakteristik virus H1N1 masih tetap sama dengan karakteristik virus yang pertama terjadi di Meksiko • Sebagian besar penderita Influenza A Baru (H1N1) dengan gejala ringan sembuh dengan sendirinya maupun dengan terapi antivírus dan sebagian kecil memerlukan perawatan rumah sakit Dan perawatan ICU • Telah terjadi kematian akibat virus Influenza A Baru (H1N1) • Data klinik baik yang dipublikasikan maupun data klinik di Indonesia masih sangat sedikit. 2 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) • Walaupun risiko kematian relatif kecil namun kejadian kematian dapat terjadi sangat cepat pada influenza A baru (H1N1) untuk itu pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan lebih memfokuskan pada kasus kasus berat, khususnya kasus yang mengancam jiwa atau yang memerlukan penanganan di ICU agar dapat mencegah kematian dan menekan angka kematian seminimal mungkin. II. EPIDEMIOLOGI DAN SURVEILANS a. Persiapan Menghadapi Gelombang Kedua • WHO memberitahukan kepada negara-negara belahan utara untuk bersiap-siap menghadapi kemungkinan terjadinya gelombang kedua pandemi. Negara dengan iklim tropis, sebaiknya juga bersiap untuk bertambahnya jumlah kasus. • Pandemi biasanya dating dalam bentuk gelombang (ada peningkatan kasus sampai puncak kemudian menurun) yang umumnya berlangsung antara 6-8 minggu. Yang dimaksud pandemi gelombang kedua adalah peningkatan kembali jumlah kasus setelah penurunan kasus pada gelombang pertama (WHO). • Untuk negara belahan selatan sebaiknya tetap waspada karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, titik utama (hot spot) lokal dapat meningkatkan transmisi dan berpotensi menjadi pandemi • Virus H1N1 saat ini merupakan strain virus yang dominan. b. Surveilans Epidemiologi Influenza A baru (H1N1) Pandemi Influenza A baru (H1N1) sudah terjadi di hamper seluruh negara di dunia. Di Indonesia sendiri telah dilaporkan kasus- Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 3 kasus dari 25 provinsi ini menunjukkan bahwa penularan virus ini sudah terjadi di tengah-tengah masyarakat. Pada kondisi seperti ini, maka yang bias dilakukan dari sisi epidemiologi adalah : • Sistem deteksi dini Influenza A baru (H1N1), pelacakan kontak dan lokalisasi/containment area kejadian dalam rangka penghentian penularan, sudah tidak cocok lagi dilaksanakan. • Sistem surveilans lebih ditujukan untuk mengetahui luas dan cepatnya penyebaran, kecenderungan epidemiologi, tingkat keganasan penyakit, perubahan virus dan pola penyakit. Sehingga pengamatan di tempat unit pelayanan kesehatan di kab/kota perlu dilakukan untuk kasus ILI baik klinis maupun berbasis laboratorium, kasus-kasus ILI yang memerlukan rawat inap. • Penyelidikan epidemiologi tetap dilakukan untuk kejadiankejadian potensi wabah, penyebaran yang sangat cepat dan kasus berat serta kematian. • Khusus untuk kasus meninggal perlu dilengkapi data medis yang lebih lengkap, dengan tujuan mendalami lebih lanjut karakteristik kasus yang meninggal baik dari aspek klinis, epidemiologi, maupun virologi termasuk penatalaksanaannya. • Pemasangan thermal scanner, di pintu-pintu masuk negara RI dengan tujuan untuk mendeteksi kemungkinan kasus H1N1 yang berasal dari luar negeri. • Penghitungan tambahan kasus positif masih diperlukan hal ini terkait dengan perhitungan kebutuhan logistik dan penyebaran luas wilayah yang terjangkit. 4 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) • Pada saat ini Influenza A H5N1 masih menjadi masalah di Indonesia, oleh karena itu surveilans Influenza A H1N1 sebaiknya dipadukan dengan surveilans Influenza A H5N1 dalam satu sistem. c. Surveilans Virologi • Surveilans virology masih terus aktif dilakukan terutama dalam kerangka pengamatan secara intensif terhadap kemungkinan mutasi virus H1N1 ataupun reassortment dengan virus Influenza A lainnya (surveilans virologi di laboratorium dan kasus klaster). Hal ini dimaksudkan untuk memonitor kemungkinan peningkatan virulensi virus tersebut atau perubahan karakteristik virus. III. DIAGNOSIS PADA DEWASA DAN ANAK • Diagnosis influenza A baru (H1N1) ditegakkan berdasarkan kriteria klinis sebagai berikut: gejala Influenza Like Ilness (ILI) yaitu demam dengan suhu > 380C, batuk, pilek, nyeri otot dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah sakit kepala, sesak napas, nyeri sendi, mual, muntah dan diare. Pada anak gejala klinis fatique dapat terjadi. • Diagnosis influenza A baru (H1N1) dengan RT-PCR dilakukan hanya untuk pasien yang dirawat, kluster dan kasus-kasus influenza yang tidak lazim (unusual). • Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien yang dirawat (kriteria sedang dan berat) adalah: o Laboratorium: darah perifer lengkap, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, gula darah sewaktu. o Radiologi: foto toraks o Pemeriksaan lainnya tergantung indikasi Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 5 • Pada pemeriksaan darah perifer lengkap bila ditemukan leukopenia dan trombositopenia dapat memperkuat diagnosis namun bila tidak ditemukan leukopenia dan trombositopenia tidak menyingkirkan diagnosis • Diagnosis influenza A baru (H1N1) secara klinis dibagi atas kriteria ringan, sedang dan berat. o Kriteria ringan yaitu gejala ILI, tanpa sesak napas, tidak disertai pneumonia dan tidak ada faktor risiko. o Kriteria sedang gejala ILI dengan salah satu dari kriteria: faktor risiko, pneumonia ringan (bila terdapat fasilitas foto rontgen toraks) atau disertai keluhan gastrointestinal yang mengganggu seperti mual, muntah, diare atau berdasarkan penilaian klinis dokter yang merawat. o Kriteria berat bila dijumpai kriteria yaitu pneumonia luas (bilateral, multilobar), gagal napas, sepsis, syok, kesadaran menurun, sindrom sesak napas akut (ARDS) atau gagal multi organ. • Kelompok risiko tinggi pada dewasa adalah kelompok yang memiliki faktor yang dapat memperberat keadaan yaitu penyakit paru kronik (asma, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)), kehamilan, obesitas, penyakit kronik lainnya (penyakit jantung, diabetes mellitus, gangguan metabolik, penyakit ginjal, hemoglobinopati, penyakit immunosupresi, gangguan neurologi), malnutrisi dan usia > 65 tahun. • Kelompok risiko tinggi pada anak adalah: o Anak berusia kurang dari 5 tahun. o Anak atau remaja (usia 6 bulan – 18 tahun) yang mendapat terapi aspirin jangka panjang dan berisiko mengalami sindrom Reye setelah mendapat infeksi virus influenza. o Anak dengan penyakit paru kronik (asma, bronkiektasis, dysplasia bronkopulmonal), penyakit jantung, ginjal dan hati, penyakit neuromuskular kronik (Down Syndrome, Cerebral Palsy spastic, delayed development, miasthenia gravis). 6 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) o Anak dalam keadaan imunokompromais (keganasan, anemia aplastik,dalam terapi imunosupresi atau HIV), diabetes mellitus, hipertensi, obesitas dan tinggal di rumah perawatan dan fasilitas perawatan kesehatan lainnya. • Kriteria pneumonia berat pada dewasa yaitu bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria minor atau mayor. o Kriteria minor yaitu Frekuensi napas ≥ 30 x/menit, rasio PaO2/FiO2 ≤ 250, infiltrat multilobus, kebingungan atau disorientasi, uremia (blood urea nitrogen ≥ 20 mg/dl), leukopenia (leukosit < 4000 sel/mm3), trombositopenia trombosit < 100.000 sel/mm3), hipotermia (suhu < 36˚ C) dan hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan agresif. o Kriteria mayor yaitu Memerlukan ventilasi mekanis invasif dan syok sepsis yang memerlukan vasopresor • Pasien yang memerlukan perawatan di ruang rawat intensif (ICU) adalah pasien yang mempunyai sekurang-kurangnya 1 dari 2 gejala mayor atau minimal 3 dari kriteria minor. • Kriteria pneumonia pada anak yaitu gejala ILI dan frekuensi napas yang cepat (frekuensi napas sesuai usia) dan/atau terdapat kesukaran bernapas yang ditandai dengan retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal, retraksi subkostal (chest indrawing) atau napas cuping hidung IV. TATALAKSANA PADA DEWASA DAN ANAK a. Kasus ringan. Sebagian besar kasus akan sembuh dalam waktu satu minggu. Kasus ringan tidak pemerlukan perawatan RS, tidak memerlukan pemberian antivirus kecuali kasus klaster serta hanya diberikan pengobatan simtomatik dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) untuk pasien dan keluarganya. Pasien diamati selama 7 hari. Pengobatan simtomatik diberikan sesuai gejala. Salisilat tidak Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 7 boleh diberikan pada anak di bawah 18 tahun karena dapat menyebabkan Reye Syndrome. b. Kasus sedang. Perawatan dilakukan di ruang isolasi dan diberikan antivirus. Pemeriksaan RT-PCR hanya dilakukan satu kali pada awal perawatan. Jika keadaan umum dan klinis baik dapat dipulangkan dengan KIE. Jika terjadi perburukan, dilakukan perawatan di ICU dengan penatalaksanaan sesuai kasus berat (pengawasan ketat tanda kegawatdaruratan misal pemeriksaan laktat dehidrogenase > 4, analisis gas darah menunjukkan PaCO2 <30 mmHg, C-reactive protein atau procalcitonin). c. Kasus berat. Dilakukan perawatan di ruang isolasi ICU/PICU/NICU dan diberikan antivirus serta diperiksa RT-PCR satu kali pada awal. Pada influenza A baru (H1N1) yang berat dengan pneumonia ditemukan gambaran yang sama dengan pneumonia pada flu burung . d. Kasus berat pada anak Apabila terdapat pneumonia dan/atau ditemukan gejala berbahaya/berat seperti: pasien tidak bisa minum, muntah terus menerus, kebiruan di sekeliling bibir, kejang, tidak sadar , anak dibawah 2 tahun dengan demam atau hipotermia, pneumonia luas (bilateral, multilobar), gagal napas, sepsis, syok, kesadaran menurun, ARDS (sindroma sesak nafas akut), gagal multi organ, pasien dirawat di PICU/NICU. e. Kriteria rawat ICU Yaitu gagal napas (kriteria gagal napas: analisis gas darah PaCo2 < 30 mmHg, frekuensi pernapasan > 30 x/m, pada anak sesuai usia, rasio PaO2/FiO2 < 200 ARDS, < 300 ALI), syok (kriteria syok: 8 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) tekanan darah diastolic < 80 mmHg, pada anak takikardia, kadar laktat darah > 4 mmol/L) Antiviral • Direkomendasikan pemberian Oseltamivir atau Zanamivir. Zanamivir diberikan pada kasus yang diduga resisten Oseltamivir atau tidak dapat menggunakan Oseltamivir. • Pemberian antiviral tersebut diutamakan untuk pasien rawat inap dan kelompok risiko tinggi komplikasi. • Pengobatan dengan Zanamivir atau Oseltamivir harus dimulai sesegera mungkin dalam waktu 48 jam setelah awitan penyakit. • Dosis Oseltamivir untuk dewasa adalah 2 x 75 mg selama 5 (lima) hari, dapat diperpanjang sampai 10 hari tergantung respons klinis. • Dosis Zanamivir untuk usia ≥ 7 tahun dan dewasa adalah 2 x 10 mg inhalasi. • Dosis Oseltamivir pada anak, 2 mg/kg BB dibagi dalam 2 (dua) dosis atau berdasarkan kisaran berat badan. Berat Badan < 15 Kg 15-23 Kg 24-40 Kg >40 Kg Dosis Oseltamivir 30 mg (2x/hari) 45 mg (2x/hari) 60 mg (2x/hari) 75 mg (2x/hari) • Rekomendasi dosis oseltamivir untuk anak < 1 tahun. Usia < 3 bulan 3-5 bulan 6-11 bulan Dosis Oseltamivir 12 mg (2x/hari) 20 mg (2x/hari) 25 mg (2x/hari) Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 9 • Perempuan hamil direkomendasikan untuk diberi Oseltamivir atau Zanamivir. • Antiviral tidak direkomendasikan untuk profilaksis pada influenza A baru (H1N1). Antibiotik • Bila terjadi pneumonia maka antibiotik direkomendasikan untuk diberikan berdasarkan evidence based dan pedoman pneumonia komunitas. Antibiotik diberikan sesuai pedoman lokal. • Tidak direkomendasikan pemberian antibiotik profilaksis. Rekomendasi antibiotik pneumonia komunitas (CAP/Community Acquired Pneumonia - sesuai IDSA/ATS 2007) • Antibiotik untuk pasien dewasa rawat inap non ICU yang dianjurkan adalah fluorokuinolon respirasi (moksifloksasin, levofloksasin) atau ß-laktam (cefotaksim, ceftriakson atau ampicilln-sulbactam atau amoksisilin - asam klavulanat) + makrolid baru (azitromisin, klaritromisin) • Antibiotik untuk pasien dengan perawatan ruang rawat intensif Bila dicurigai infeksi non pseudomonas diberikan ß-laktam + makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi. Untuk pasien alergi penisilin, dapat diberikan fluorokuinolon respirasi atau aztreonam. Bila dicurigai infeksi pseudomonas dapat diberikan ß-laktam antipneumococcus-antipseudomonas (piperacillin-tazobactam, cefepim, imipenem atau meropenem) + siprofloksasin /levofloksasin atau ß-laktam antipneumococcus-antipseudomonas + aminoglikosida + azitromisin atau ß-laktam antipneumococcusantipseudomonas + aminoglikosida + fluorokuinolon antipneumococcus untuk pasien alergi penisilin dapat mengganti ß-laktam dengan aztreonam. 10 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) • • • • Bila dicurigai infeksi CA-MRSA dapat ditambahkan vankomisin atau linezolid Pengobatan antibiotik secara empirik pada pasien dengan hospital acquired pneumonia (HAP) atau Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasein tanpa faktor risiko patogen MDR, awitan dini (pneumonia yang terjadi kurang dari 4 hari setelah perawatan atau pemasangan alat bantu napas) dan semua derajat penyakit (ATS/IDSA 2005): Patogen yang potensial yaitu Streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza, Metilsilin-sensitif Staphylococcus aureus, Antibiotik sensitif basil Gram negatif enterik (E.Coli, Klebsiela penumoniae, Enterobacter spp, Proteus spp, Serratia marcescens) diberikan ß-laktam + anti ß-laktamase (amoksisilin klavulanat) atau Sefalosporin generasi 3 nonpseudomonal (ceftriakson, cefotaksim) atau fluorokuinolon respirasi (levofloksasin, moksifloksasin) Pengobatan antibiotik secara empirik pada pasien dengan hospital acquired pneumonia (HAP) atau Ventilator Associated Pneumonia (VAP) untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan awitan lanjut ( pneumonia yang terjadi lebih dari 4 hari setelah perawatan atau pemasangan alat bantu napas) atau terdapat faktor risiko pathogen MDR: Patogen MDR tanpa atau dengan patogen diatas (pseudomonas aeruginosa, klebsiela pneumonia (ESBL) Acinobacter sp), Methylcillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Legionella pneumophilia diberikan Sefalosporin anti pseudomonas (sefepim, seftazidim, sefpirom) atau Karbapenem antipseudomonas (Meropenem, imipenem) atau ß-laktam/anti- ß-laktam (piperasilintazobaktam) + Fluorokuinolon antipseudomonal (Siprofloksasin atau levofloksasin) atau aminoglikosida (Amikasin, gentamisin atau tobramisin + Linezolid atau vankomisin atau teikoplanin Pada anak dengan pneumonia ringan dapat diberikan Ampicillin (100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis) dan bila klinis berat Ampicillin Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 11 dapat dikombinasikan dengan golongan Aminoglikosida yaitu Gentamisin (7.5mg/kgBB/hr) atau Amikasin (15-25 mg/kgBB/ hr). Kortikosteroid • Penggunaaan kortikosteroid secara rutin harus dihindarkan pada pasien influenza A baru (H1N1). • Kortikosteroid dapat diberikan pada syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga mengalami insufisiensi adrenal, dengan hidrokortison dosis rendah 300 mg /hari dosis terbagi. V. TATALAKSANA ICU PADA DEWASA • Kriteria perawatan di ruang rawat intensif: semua pasien yang memenuhi kriteria sepsis berat, syok septic, acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) harus dirawat di ICU. • Bila terjadi gangguan fungsi napas yang memerlukan perawatan intensif atau kriteria intubasi dan penggunaan ventilator sesuai dengan kriteria Pontoppidan yang dimodifikasi. • Bila memerlukan tindakan observasi ketat, fisioterapi dada dan terapi oksigen sebaiknya pasien dirujuk ke ICU atau paling tidak di high care unit. • Bila terjadi kecenderungan perburukan dalam waktu kurang dari 6 jam, yang menunjukkan kebutuhan oksigen yang semakin meningkat untuk mendapatkan SaO2 > 95%, maka pasien dirujuk ke ICU. 12 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) Pengelolaan umum di ICU • Pada umumnya penderita H1N1 yang berat mengalami ARDS, sedangkan ARDS sering menyebabkan komplikasi pneumonia dan sepsis. Oleh sebab itu tata kelola sepsis harus menjadi perhatian. Tata kelola yang ada adalah sesuai Surviving Sepsis Campaign 2008. Rekomendasinya adalah: o Resusitasi awal (dalam 6 jam pertama) pada pasien hipotensi atau yang mengalami peningkatan serum laktat > 4 mmol/L dengan target atau tujuan resusitasi yang telah ditentukan. o Membuat diagnosis dengan melakukan pemeriksaan kultur sebelum memulai pemberian antibiotika (tidak menunda pemberian antibiotika secara bermakna). Melakukan pemeriksaan pencitraan segera untuk memastikan dan mencari sumber infeksi. o Antibiotik diberikan sesegera mungkin dan diberikan dalam jam pertama setelah diagnosis sepsis berat atau syok sepsis ditegakkan. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik spektrum luas. Harus dilakukan evaluasi ulang antibiotik setiap hari untuk menilai efikasi, mencegah resistensi dan lainnya. o Identifikasi sumber infeksi dilakukan sesegera mungkin dalam 6 jam pertama dan dilakukan tindakan untuk mengatasinya. tindakan source control yang menghasilkan efikasi maksimal dan gangguan fisiologi minimal. o Terapi cairan. Resusitasi cairan dengan menggunakan kristaloid atau koloid. Targer CVP ≥ 8 mmHg (dengan ventilasi mekanik ≥ 12 mmHg). Menggunakan fluid challenge tehnique and memonitor bila terjadi perbaikan. Laju pemberian cairan harus diturunkan jika terdapat peningkatan tekanan pengisian jantung tanpa perubahan hemodinamik pada saat yang sama. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 13 o Pemberian vasopresor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg. Pilihan pemberian awal norepineprin dan dopamin adalah melalui vena sentral. Tidak menggunakan dopamin dosis rendah untuk proteksi ginjal. Menggunakan kateter arterial pada pasien yang menggunakan vasopresor. o Terapi inotropik. Menggunakan dobutamin pada pasien dengan gangguan miokard yang ditandai dengan peningkatan tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang rendah. Jangan meningkatakan cardiac index untuk mendapatkan level supranormal. o Penggunaan steroid tidak direkomendasikan pada infeksi H1N1 tapi dosis rendah kortikosteroid dapat dipertimbangkan pada syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga mengalami insufisiensi adrenal. Hidrokortison lebih dipilih daripada deksametason. Dosis hidrokortiosn sebaiknya < 300 mg/hari. Jangan menggunakan kortikosteroid untuk menangani sepsis apabila tidak ada syok. o Penggunaan rhAPC (Recombinant Human Activated Protein C). Saat ini obat tersebut belum tersedia di Indonesia. Pertimbangkan rhAPC pada pasien dengan gangguan fungsi organ yang diinduksi oleh sepsis dengan penilaian klinis mempunyai risiko kematian tinggi (APACHE II ≥ 25 atau kegagalan organ multiple) jika tidak terdapat kontraindikasi. Pasien dewasa dengan sepsis berat dan risiko kematian yang rendah (APACHE II < 20 atau kegagalan organ tunggal) sebaiknya jangan diberikan rhAPC. o Pemberian komponen darah diberikan apabila penurunan Hb sampai <70 g/L komponen darah diberikan hingga mencapai 7.0-9.0 g/dL pada dewasa. Nilai Hb yang lebih tinggi dibutuhkan pada keadaan tertentu (iskemia miokardial, hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung sianoss, asidosis laktat. Jangan menggunakan terapi antitrombin. 14 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) o Ventilasi mekanik pada sepsis yang dipicu ALI/ARDS. Ventilasi mekanik dapat menggunakan mode ventilator apa saja. Set ventilator setting untuk mencapai inisial Vt = 8 ml/ kg prediksi BB. Set inisial laju napas mendekati volume baseline (tidak lebih dari 35x/menit). Target volume tidal 6 ml/kg prediksi berat badan pasien dengan ALI/ARDS. Target pH 7.30 – 7.45. Manajemen asidosis (pH < 7.30). PaCO2 dapat ditingkatkan diatas normal. Jika dibutuhkan untuk meminimalisir tekanan plateau dan volume tidal.Target oksigenisasi PaO2 55-80 atau SpO2 88-95%. Pengaturan PEEP untuk mencegah kolpas paru ekstensif pada ekspirasi akhir. Pasien dengan ventilasi mekanik pertahankan posisi semirecumbent (bagian atas tempat tidur dinaikkna sampai 45˚). Menggunakan protokol weaning dan SBT secara teratur untuk mengevaluasi potensi penghentian ventilasi mekanik. Jangan menggunakan kateter arteri plmonalis untuk monitor rutin pasien ALI/ARDS. Mengunakan strategi cairan konservatif pada pasien ALI yang tidak terbukti mengalami hipoperfusi jaringan. o Sedasi, analgesia dan blok neuromuskular pada sepsis. Dapat menggunakan protokol sedasi dengan target sedasi untuk pasien ventilasi mekanik dalam keadaan kritis. Dapat menggunakan sedasi bolus intermitten atau sedasi infuse kontinu untuk mencapai titik akhir (skala sedasi) dengan lightening/interupsi harian untuk mengembalikan kesadaran. Titrasi jika dibutuhkan. Mencegah blok neuromuskuler jika memungkinkan. Monitor kedalaman blok dengan train of four ketika menggunakan infus kontinu. o Mengontrol kadar glukosa darah menggunakan insulin IV pada pasien dengan sepsis berat setelah stabilisasi di ICU. target gula darah < 150 mg/dL (8.3 mmol/L) menggunakan protokol tervalidasi untuk pengaturan dosis insulin. Berikan sumber kalori glukosa dan monitor nilai gula darah setiap Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) o o o o o 15 1-2 jam (setiap 4 jam saat stabil). Pada pasien yang mendapatkan insulin IV. Intrepretasi glukosa darah yang rendah secara hati-hati pada hasil pemeriksaan point of care testing, karena teknik ini mungkin memberikan nilai yang lebih tinggi (overestimate) dari nilai glukosa pada darah arteri atau plasma. Penggantian fungsi ginjal. Hemodialisis intermiten dan CVVH (Continous Veno-Venous Haemofiltration) dianggap sama nilainya dalam menggantikan fungsi ginjal. CVVH menawarkan manajemen yang lebih mudah pada pasien dengan status hemodinamik tidak stabil. Terapi bikarbonat. Jangan menggunakan terapi bikarbonat untuk tujuan memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan vasopresor sewaktu menangani asidosis laktat yang dipicu oleh hipoperfusi dengan pH ≥ 7.15. Profilaksis Deep Vein Thrombosis (DVT). Gunakan unfractionated heparin (UFH) dosis rendah atau low molecular weight heparin (LMWH), kecuali ada kontraindikasi. Gunakan peralatan profilaksis mekanik, seperti compression stockings atau intermittent compression device, bila heparin merupakan kontraindikasi. Profilaksis Stress Ulcer. Lakukan pencegahan stress ulcer dengan menggunakan H2 blocker atau Proton pump inhibitor. Keuntungan pencegahan perdarahan saluran cerna atas harus mempertimbangkan potensi munculnya ventilator acquired pneumonia. Mempertimbangkan keterbatasan dukungan. Diskusikan rencana perawatan lebih lanjut dengan pasien dan keluarga. Berikan gambaran-gambaran seperti perkiraan hasil perawatan dan harapan yang realistik. 16 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) Kriteria keluar ICU Setiap pasien yang dirawat di ICU dapat dikeluarkan setelah memenuhi kriteria yaitu penyakit atau keadaan pasien dan cukup stabil sehingga tidak memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut, terapi atau pemantauan intensif tidak diharapkan bermanfaat atau tidak memberikan hasil (pasien dengan mati batang otak, penyakit dengan stadium akhir). Dalam hal tersebut pengeluaran pasien dari ICU dilakukan setelah memberitahu dan disetujui oleh keluarga terdekat pasien, pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa). Dalam hal keluar paksa harus diperkuat dengan penandatanganan surat penolakan perawatan di ICU. VI. TATALAKSANA ICU PADA ANAK • Indikasi untuk masuk ICU anak yaitu jika ditemukan peningkatan Work of Breathing (WOB), kebutuhan terapi oksigen dengan FiO2 > 0.5, PaO2 menurun, PCO2 meningkat, PaO2/FiO2 < 300, gangguan sirkulasi yang mengancam nyawa, kesadaran menurun atau kelainan neurologik lain, gangguan metabolik berat dan gagal multi organ Perawatan Jalan Nafas dan Respirasi • Terapi oksigen dengan dengan alat non invasif seperti nasal kanul, masker atau nasal CPAP, pertahankan saturasi ≥ 90%. • Jika memakai ventilasi mekanik, dianjurkan dengan pengaturan awal sebagai berikut: o Mode : Pressure Control Ventilation (PCV) o Volume tidal : 6-8 ml/kgBB o Titrasi PEEP > 5 cm H2O o Respiratory Rate (RR) sesuai usia o Tekanan Inspirasi : mulai dari 10 cm H2O o FiO2 : 1.0 (100%) Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 17 • Lakukan pemeriksaan analisis gas darah 30 menit setelah pengaturan awal. • Pertahankan saturasi 88-95%. Mempertahankan Sirkulasi yang Adekuat • Pemberian cairan resusitasi berupa kristaloid atau koloid 20 ml/ kgBB dalam 5-10 menit dengan pemantauan tingkat kesadaran, frekuensi denyut jantung, kualitas nadi, waktu pengisian kapiler < 3 detik, produksi urin > 1 ml/kgBB/jam, saturasi vena sentral > 70% dan kadar laktat < 2 mmol/L. • Vasopresor dan inotropik hanya digunakan setelah resusitasi cairan yang adekuat. • Dopamin adalah pilihan pertama pada hipotensi yang refrakter terhadap cairan. • Pertahankan volume cairan tubuh normal dan pemantauan dengan CVP. • Pemberian kortikosteroid seperti hidrokortison atau metilprednisolon 1-2 mg/kgBB hanya diberikan bila terindikasi adanya insufisiensi adrenal relatif. Antibiotik • Antibiotik empirik diberikan sesuai pedoman pengobatan di masyarakat dan pedoman lokal, misalnya: • Sefalosporin generasi III: sefotaksim, seftazidim (25-50 mg/kgBB/ hr dibagi 3) dosis pemberian secara intravena • Aminoglikosida: gentamisin (7,5mg/kgBB/hr), amikasin (15-25 mg/kgBB/ hari) 18 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) Pemberian Nutrisi • Basal metabolic rate sesuai umur o 1 tahun : 55 kkal/kgBB/hari o 5 tahun : 45 kkal/kgBB/hari o 10 tahun : 38 kkal/kgBB/hari • Kebutuhan energi sesuai berat badan o < 10 kg : 100 kkal/kgBB/hari o 10-20 kg : 1000 kkal + 50 kkal/kgBB/hari untuk berat diatas 10 kg o > 20 kg : 1500 kkal + 20 kkal/kgBB/hari untuk berat diatas 20 kg • Kontrol glukosa : 4-6 mg/kgBB/menit Indikasi keluar ICU Anak • Bila pasien tidak membutuhkan tunjangan dan pemantauan ketat pernafasan dan hemodinamik. • Kondisi pasien stabil minimal 24 jam. VII. LABORATORIUM • Uji diagnostik laboratorium yang direkomendasi untuk uji konfirmasi kasus influenza A (H1N1) adalah real time (RT)PCR. Hasil dinyatakan positif jika untuk virus influenza A baru (H1N1) positif dan untuk H1, H3, dan H5 memberikan hasil negatif dengan teknik tersebut. Pemeriksaan laboratorium untuk deteksi virus influenza A baru (H1N1) diperlukan spesimen swab atau aspirat nasofaring, swab hidung dan swab tenggorok atau bilas hidung atau aspirat trachea pada saat pasien datang. Tata cara spesimen dan uji laboratorium meliputi jenis, cara pengambilan, pengolahan dan penanganan spesimen serta metoda pemeriksaan sesuai dengan pedoman yang dianjurkan CDC. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 19 • Uji Rapid Test untuk influenza A tidak direkomendasikan untuk uji konfirmasi kasus influenza A baru (H1N1). • Lembaga khusus untuk melakukan pemantauan karakter dan perubahan virus secara terus menerus perlu ditetapkan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi serta pengembangan vaksin influenza. VIII.IMUNISASI INFLUENZA A BARU (H1N1) • Vaksinasi influenza musiman A dan B (seasonal influenza vaccine), yang tersedia tidak bermanfaat untuk mencegah virus Influenza A baru (H1N1). • Untuk mencegah penyebaran virus Influenza A baru (H1N1) di masyarakat, maka perlu diupayakan vaksin Influenza A baru (H1N1). • Prioritas sasaran imunisasi influenza A baru (H1N1) mengacu kepada rekomendasi SAGE, ACIP dan CDC adalah petugas kesehatan dan personal pelayanan gawat darurat, anak sampai dewasa dengan faktor risiko tinggi (menderita penyakit kronis dan defisiensi sistem kekebalan/immuno compromized). Apabila vaksin influenza A baru (H1N1) mencukupi akan disusun skala prioritas selanjutnya. • Dosis dan Cara pemberian: o Dosis vaksin Influenza A Baru H1N1 (konten 3.75 μg): - usia 6 bulan sampai kurang dari 3 tahun: 0,25 ml - usia diatas 3 tahun sampai dewasa : 0,5 ml. Dengan satu kali pemberian terbukti memperlihatkan daya proteksi yang baik. o Vaksin diberikan secara intramuskular di daerah otot deltoid pada orang dewasa dan pada anak yang lebih besar sedangkan untuk bayi diberikan di paha anterolateral. • Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) vaksin Influenza A Baru (H1N1) seperti imunisasi influenza musiman pada umumnya : 20 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) o Reaksi lokal dan ringan: nyeri lokal bekas suntikan, kemerahan dan indurasi o Reaksi sistemik berupa: demam ringan, nyeri kepala, menggigil, lemas dan mialgia (flu-like symptoms) jarang terjadi. Reaksi sistemik yang segera terjadi (sistemik anafilaktik) jarang ditemukan dan belum dilaporkan. Reaksi sistemik lain yang perlu diantisipasi dan dilaporkan pada orang dewasa adalah Sindrom Guillane Barre o Pada pasien dengan riwayat anafilaksis setelah makan telur atau adanya respons alergi terhadap protein telur, vaksinasi influenza A baru (H1N1) jangan diberikan. • Kontra indikasi vaksinasi Influenza A baru (H1N1) apabila terdapat riwayat anafilaksis pada imunisasi terdahulu, sedang menderita penyakit demam akut yang berat dan individu dengan defisiensi imun. IX. REKOMENDASI PENELITIAN • Memantau proporsi H1N1/H5N1 terhadap flu musiman secara berkesinambungan. • Memantau karakteristik virologi H1N1. • Mengevaluasi rapid test yang beredar. • Mengevaluasi sensitivitas obat antivirus. • Mengevaluasi efektivitas obat antivirus baik monoterapi maupun kombinasi pada kasus berat. • Meneliti kasus berat dan meninggal, faktor-faktor yang berpengaruh, diagnostik virologik, karakteristik klinik, parameter yang digunakan untuk menilai prognosis, evaluasi terapi farmakologik dan non farmakologik. • Mengevaluasi manfaat vaksin flu musiman terhadap H1N1, khususnya dalam mencegah atau menekan tingkat keparahan penyakit dan kematian. • Mengevaluasi efektifitas dan KIPI vaksin H1N1. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 21 X. PENUTUP Mengingat situasi influenza A baru (H1N1) masih terus berkembang perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus serta merevisi setiap muncul fenomena baru atau hal hal baru yang bermakna baik dari aspek epidemiologik, virologik, klinik, terapi maupun imunisasi dengan tujuan mencegah meluasnya penyakit, mencegah kematian dan menekan angka kematian seminimal mungkin. 22 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) DAFTAR RUJUKAN 1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Swine Influenza A 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. (H1N1) Virus Biosafety Guidelines for Laboratory Workers. p.1-2. http:// www/cdc.gov/swineflu/guidelines_labworkers.htm. p.1-2. 2009 Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Guidance for Infection Control for Care of Patients with Confirmed or Suspected Swine Influenza A (H1N1) Virus Infection in a Healthcare Setting. http://www/cdc. gov/swineflu/guidelines_labworkers.htm. p.1-2. 2009 Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim CDC Guidance for Nonpharmaceutical Community Mitigation in Response to Human Infections with Swine Influenza (H1N1) Virus. http://www/cdc.gov/swineflu/ guidelines_labworkers.htm. p.1-3. 2009 Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Guidance for Follow-up of Contacts of Persons with Suspected Infection with Highly Pathogenic Avian Influenza A (H5N1) Virus in the United States. http://www. cdc.gov/flu/avian/professional/guidance-followup.htm. p.1-3. 2009 Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Recommendations for Facemask and Respirator Use in Certain Community Setting Where Swine Influenza A (H1N1) Virus Transmission Has Been Detected. http:/ www.cdc.gov/swineflu/mask.htm.p.1-2. 2009 Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Guidance on Antiviral Recommendations for Patients with Confirmed or Suspected Swine Influenza A (H1N1) Virus Infection and Close Contacts. http://www.cdc.gov/ swineflu/ recommendations.htm. p.1-15. 2009 Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Guidance for Swine influenza A (H1N1) : Taking Care of a Sick Person in Your Home. http://www.cdc.gov/swineflu/guidance_homecare.htm.p.1-4. 2009 Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim guidance for Clinicians on Identifying and Caring for Patients with Swine-origin Influenza A (H1N1) Virus Infection. http://www.cdc.gov/h1n1flu/identifyingpatients. htm.p.1-4.2009 CDC. Evaluation of Rapid Influenza Diagnostic Tests for Detection of Novel Influenza A (H1N1) Virus --- United States,2009. MMWR August 7, 2009/ 58(30);826-829 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 23 10. CDC. Interim Guidance on Specimen Collection, Processing, and Testing for Patients with Suspected Novel Influenza A (H1N1) Virus Infection, May 13, 2009, 12:45 AM ET 11. CDC. Interim Guidance for Clinicians to Identify and Caring for Patient with Swine-origin Influenza A Virus Infection, 2009. 12. CDC. Interim Guidance on Antiviral Recommendation for Patient with Confirmed or Suspected Swine Influenza A (H1N1) Virus Infection & Close Contact, 2009. 13. CDC. Interim Guidance on Case Definitions to be used for Investigations of Swine Origin Influenza A (H1N1) Cases, 2009. 14. CDC. Interim Guidance for Clinicians on the Prevention & Treatment of Swine Origin Influenza Virus Infection in Young Children, 2009. 15. CDC. Interim Guidance for Clinicians on the Prevention and Treatment of Novel Influenza A (H1N1) Influenza Virus Infection in Infants and Children, 2009. 16. CDC. Interim Guidance for Clinicians on Identifying and Caring for Patients with Swine-origin Influenza A (H1N1) Virus Infection, May 4, 2009 4:45 PM ET 17. CDC’s - ACIP (Advisory Committee on Immunizaton Practices), 29 July 2009 18. Chan KH et al. Analytical sensitivity of rapid influenza antigen detection tests for swine-origin influenza virus (H1N1). J Clin Virol. 2009 Jul;45(3):205-7; 19. Clinical Management of Human Infection with New Influenza A (H1N1) Virus: Initial Guideline, WHO May 21st,2009. 20. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, et al. Surviving Sepsis Campaign: International guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2008. Crit Care Med. 2008; 36(1):296-327 21. Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention. Update : Novel Influenza A (H1N1) virus infections-Worlwide. Morbidity and Mortality Weekly Report. www.cdc.gov/mmwr. p.453-88. 2009 22. Departemen Kesehatan,Ditjen PP & PL. Surveilans Influenza Pandemi, 2008 23. EMEA. CHMP recommendation for the pharmacovigilance plan as part of the risk management plan to be submitted with the marketing authorization application for a pandemic influenza vaccine. London, 24 Sepetember 2009 24 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 24. EMEA. Press release meeting highlights from the committee for medical products from human use, 19-22 October 2009. 23 October 2009 25. Faix DJ, Sherman SS, Waterman SH. Rapid-Test Sensitivity for Novel Swine-Origin Influenza A (H1N1) Virus in Humans. N Engl J Med. 2009 Jun 29 [Epub ahead of print]; 26. FDA center for Biologics Evaluation and Research Office of Vaccines Research and Review. Regulatory considerations regarding the use of novel influenza A (H1N1) virus vaccines. Vaccines and related biological products advisory committee, July 23rd 2009 27. Ginocchio CC et al. Evaluation of multiple test methods for the detection of the novel 2009 influenza A (H1N1) during the New York City outbreak. J Clin Virol. 2009 Jul;45(3):191-5. 28. Guidelines for the deployment of a pandemic influenza vaccines. Department of immunization, vaccines and biological and Department of epidemic, alert and response, WHO, Geneve, Switzerland. May 2008 29. Guideline for the management of adult with Hospital associated, ventilator associated and Health care associated pneumonia. Am J Respir Crit Care 2005; 171:388-416. 30. IDSA/ATS guideline for CAP in adults.clinical infectious disease 2007;44:S27-2. 31. Informal meeting on regional production of Pandemic Influenza Vaccine, WHO-SEARO 29-30 October 2009. Overview of global and regional situation 2009 32. Kajian Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional. Imunisasi Influenza musiman dan vaksin Influenza A Baru (H1N1). 27 Agustus 2009 33. Pandemic influenza A (h1N1) vaccine authorized via the core dossier procedure. Explanatory note on scientific considerations regarding the licensing of pandemic A (H1N1) vaccines. 34. Rebecca J. Garten, et al. Antigenic and genetic characteristics of SwineOrigin 2009 A(H1N1) Influenza Viruses Circulating in Humans. Science 325, 197-201 (2009); 35. Product information as approved by the CHMP on 22 October 2009, pending endorsement by the European Commission 36. Richard Robinson. Reye’s syndrome: Definition from Answer.com. http:// www.answers.com/topic/reye-s-syndrome.p.p1-7. 2009 37. SAGE-WHO (Strategic Advisory Group of Experts on Immunization), 19 May 2009 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 25 38. World Health Organization (WHO). Interim WHO guidance for the surveilllance of human infection with swine influenza A (H1N1) virus. 2009 39. World Health Organization (WHO), Organisation Mondiale De La Sante. Weekly epidemiological record Releve epiemiologique hebdomadaire. http:// www.who.int/wer. 2009 40. World Health Organization (WHO). Infection prevention and control in health care in providing care for confirmed or suspected A (H1N1) swine influenza patients. http://www.who.int/csr/resource/publications/WHO_CD_ EPR_2007_6/en/index.html. .p.1-3. 2009 41. World Health Organization (WHO). Guidance to Influenza Laboratories. Diagnosis Swine Influenza A/H1N1 Infections of current concern. http:// www.who.int/csr/disease/avian_influenza/guidelines/humanspecimens/en/ index.html.p.1-2. 2009 42. WHO – Weekly epidemiological record of position paper, No. 30, 24 July 2009, 84, 301-308 43. WHO. Expert advise WHO on pandemic vaccine policies and strategies pandemic (H1N1) 2009 briefing note 14. Geneva, 30 Oktober 2009 44. World Health Organization (WHO. Preparing for the second wave: lessons from current outbreaks, Pandemic (H1N1) 2009 briefing note 9 45. Wikipedia. Influenza A virus Subtype H1N1. http.//en.wikipedia.org/wiki/ influenza _A_virus_subtype_H1N1.p.1-5. 2009 46. Wikipedia. Swine influenza. File:///C:/DOCUME~1/PULMON~1/LOCALS~1/ Temp/Swine%2 OF.p.1-10. 2009 47. Wikipedia. 2009 swine flu outbreak. http://en.wikipedia.org/wiki/2009_ swine_flu_ outbreak.p.1-19. 2009 48. Wikipedia. Swine influenza. http://en.wikipedia.org/wiki/Swine_influenza. p.1-15. 2009 49. www. depkes.go.id 26 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) TIM PENYUSUN 1. Ketua Pelaksana: Prof. dr. Hadiarto Mangunnegoro, Sp. P (K) RS Persahabatan 2. Sekertaris: dr. Priyanti Z Soepandi, Sp. P (K) RS Persahabatan 3. Prof. dr. Herdiman Pohan, Sp. PD (K) FKUI 4. Prof. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp. A(K), Ph.D TAG 5. Prof. dr. Amir Madjid, Sp. An, KIC IDSAI 6. dr. Iwan Muljono, MPH Direktur P2ML 7. dr. T. Marwan Nusri, MPH Direktur Yanmedik Dasar 8. dr. Sardikin Giriputro, Sp. P, MARS Dirut RSPI 9. Dr. dr. Trihono, MSc. Kapuslit Biomedis dan Farmasi 10. dr. I Nyoman Kandun, MPH PAEI 11. dr. David Mulyono, Sp. PD, PhD. Lembaga Eijkman 12. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp. A (K) RSCM 13. dr. Sri Suprapti RSCM 14. dr. Rudi P RSCM 15. dr. Rismala Dewi, Sp. A RSCM 16. dr. C Martin Rumende Sp. PD-KP RSCM 17. dr. Julianto Witjaksono, MGO, Sp. OG, KFER RSCM 18. dr Zuswayudha Samsu Sp. An KIC, KAKV RS Harapan Kita 19. dr. Dewa RS Persahabatan 20. dr. Sulastri, Sp. A RSPI-SS 21. dr. Yohanes W.H George, SpAn. KIC FKUI Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) 27 22. dr. Supriyantoro, Sp. P, MARS RSPAD 23. dr. Alexander K Ginting RSPAD 24. dr. Erlina Burhan RSIJ 25. dr. Fera Ibrahim, PhD. Mikrobiologi UI 26. dr. Fathyan FKUI 27. dr. Indriyono Tantoro, MPH GF PP-PL 28. Dr. dr. Julitasari Sundoro, MSc TAG 29. dr. Rinaldi, Sp. An. IDSAI 30. dr. Darmawan Budi Setyanto, Sp. A (K) IDAI 31. dr. Sidik Utoro, MPH POSKO KLB PP-PL 32. dr. Roenizar Roesin, MPH POSKO KLB PP-PL 33. dr. Moh. Erfandi, MPH POSKO KLB PP-PL 34. Imam Setiaji, SH Hukormas 35. dr. Wuwuh Utami N, MKes Kasubdit Gawat Darurat, Yanmedik Dasar 36. dr. Arie Bratasena Kasubdit ISPA 37. Dr. Hari Santoso, SKM, M. Epid Kasubdit Surveilans Epidemiologi 38. drh. Wilfried Purba, MKes Kasubdit Zoonosis 39. dr. Sholah Imari, MSc Kasubdit Kesehatan Haji 40. Dr. Komarruddin K3 41. Ditjen PP & PL 42. Ditjen Binkesmas 43. Ditjen Binfar dan Alkes 28 Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1) TIM EDITOR 1. Prof. dr. Hadiarto Mangunnegoro, Sp. P (K) 2. dr. Priyanti Z Soepandi, Sp. P (K) 3. dr. Santoso Soeroso, Sp.A(K), MARS