Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1

advertisement
616.203
Ind
p
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Influenza A Baru (H1N1)
DEPARTEMEN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
2009
KATA PENGANTAR
DIREKTUR JENDERAL
PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
Kejadian Luar Biasa (KLB) influenza A Baru (H1N1) di Indonesia telah
menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Meskipun influenza yang ditimbulkan
termasuk ringan, tetapi penyebarannya yang sangat mudah dari manusia ke
manusia menyebabkan tingginya tingkat kesakitan karena virus influenza ini.
Selain itu adanya kekhawatiran kemungkinan perubahan atau mutasi genetik
dari virus influenza A Baru (H1N1) yang ada menjadi lebih lebih berat daripada
saat ini.
Meskipun saat ini jumlah kasus influenza yang disebabkan Influenza A Baru
(H1N1) di dunia mulai menurun, tetapi ada kekhawatiran dari para ahli akan
adanya kemungkinan terjadinya peningkatan kasus (gelombang kedua) di
pergantian musim mendatang.
Untuk itu dalam upaya pelaksanaan penanggulangan Pandemi Influenza perlu
adanya suatu kegiatan yang menyeluruh yang meliputi pencegahan melalui
komunikasi, edukasi dan informasi ke seluruh masyarakat dan penatalaksanaan
kasus.
Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan influenza A Baru (H1N1) ini disusun
oleh para Tim Pakar untuk menjadi acuan pegangan yang dapat digunakan oleh
para petugas dalam pelaksanaan penanggulangan pandemi influenza.
Pedoman ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan situasi
dan akan direvisi sesuai dengan situasi dan informasi terbaru.
Jakarta, 30 September 2009
Dirjen PP&PL
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
616.230
Ind
p
Katalog dalam terbitan. Departemen Kesehatan RI
Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A
Baru (H1N1).-- Jakarta: Departemen Kesehatan, 2009.
I. Judul 1. INFLUENZA A VIRUS, AVIAN - DIAGNOSIS
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Daftar isi
I
Pendahuluan
II Epidemiologi dan Surveilans
III Diagnosis pada Dewasa dan Anak
IV Tatalaksana pada Dewasa dan Anak
V Tatalaksana ICU pada Dewasa
VI Tatalaksana ICU pada Anak
VII Laboratorium
VIII Imunisasi Influenza A Baru (H1N1)
IX Rekomendasi Penelitian
X Penutup
Daftar Rujukan
Tim Penyusun
i
iii
1
2
4
6
11
16
18
19
20
21
22
26
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
1
PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
INFLUENZA A BARU (H1N1)
I. PENDAHULUAN
Pedoman ini membahas Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza
A Baru (H1N1) yang merupakan rangkuman rekomendasi dari
berbagai keilmuan epidemiologi, mikrobiologi, farmakologi, klinik yang
meliputi berbagai cabang spesialisasi (pulmonologi, penyakit dalam,
pediatri, intensivist anak dan dewasa, kebidanan) dan TAG imunisasi
yang dibantu penuh oleh jajaran Depkes yaitu Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan dan Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Dasar.
Penyusunan pedoman didasarkan pada berbagai data epidemiologi
terkini, data klinik serta dari berbagai Badan yang berwenang dalam
bidang virologi khususnya influenza, Jurnal Kedokteran dan Biomedis
terkemuka.
Beberapa hal yang perlu dipahami adalah sebagai berikut:
• Situasi influenza A baru (H1N1) baik di tingkat global
maupun regional serta di Indonesia sendiri terus mengalami
perkembangan
• Hingga sekarang karakteristik virus H1N1 masih tetap sama
dengan karakteristik virus yang pertama terjadi di Meksiko
• Sebagian besar penderita Influenza A Baru (H1N1) dengan
gejala ringan sembuh dengan sendirinya maupun dengan terapi
antivírus dan sebagian kecil memerlukan perawatan rumah sakit
Dan perawatan ICU
• Telah terjadi kematian akibat virus Influenza A Baru (H1N1)
• Data klinik baik yang dipublikasikan maupun data klinik di
Indonesia masih sangat sedikit.
2
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
• Walaupun risiko kematian relatif kecil namun kejadian kematian
dapat terjadi sangat cepat pada influenza A baru (H1N1) untuk itu
pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan lebih memfokuskan
pada kasus kasus berat, khususnya kasus yang mengancam jiwa
atau yang memerlukan penanganan di ICU agar dapat mencegah
kematian dan menekan angka kematian seminimal mungkin.
II. EPIDEMIOLOGI DAN SURVEILANS
a. Persiapan Menghadapi Gelombang Kedua
• WHO memberitahukan kepada negara-negara belahan utara
untuk bersiap-siap menghadapi kemungkinan terjadinya
gelombang kedua pandemi. Negara dengan iklim tropis,
sebaiknya juga bersiap untuk bertambahnya jumlah kasus.
• Pandemi biasanya dating dalam bentuk gelombang (ada
peningkatan kasus sampai puncak kemudian menurun) yang
umumnya berlangsung antara 6-8 minggu. Yang dimaksud
pandemi gelombang kedua adalah peningkatan kembali
jumlah kasus setelah penurunan kasus pada gelombang
pertama (WHO).
• Untuk negara belahan selatan sebaiknya tetap waspada
karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, titik utama
(hot spot) lokal dapat meningkatkan transmisi dan berpotensi
menjadi pandemi
• Virus H1N1 saat ini merupakan strain virus yang dominan.
b. Surveilans Epidemiologi Influenza A baru (H1N1)
Pandemi Influenza A baru (H1N1) sudah terjadi di hamper seluruh
negara di dunia. Di Indonesia sendiri telah dilaporkan kasus-
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
3
kasus dari 25 provinsi ini menunjukkan bahwa penularan virus ini
sudah terjadi di tengah-tengah masyarakat. Pada kondisi seperti
ini, maka yang bias dilakukan dari sisi epidemiologi adalah :
• Sistem deteksi dini Influenza A baru (H1N1), pelacakan
kontak dan lokalisasi/containment area kejadian dalam
rangka penghentian penularan, sudah tidak cocok lagi
dilaksanakan.
• Sistem surveilans lebih ditujukan untuk mengetahui luas
dan cepatnya penyebaran, kecenderungan epidemiologi,
tingkat keganasan penyakit, perubahan virus dan pola
penyakit. Sehingga pengamatan di tempat unit pelayanan
kesehatan di kab/kota perlu dilakukan untuk kasus ILI baik
klinis maupun berbasis laboratorium, kasus-kasus ILI yang
memerlukan rawat inap.
• Penyelidikan epidemiologi tetap dilakukan untuk kejadiankejadian potensi wabah, penyebaran yang sangat cepat dan
kasus berat serta kematian.
• Khusus untuk kasus meninggal perlu dilengkapi data
medis yang lebih lengkap, dengan tujuan mendalami
lebih lanjut karakteristik kasus yang meninggal baik dari
aspek klinis, epidemiologi, maupun virologi termasuk
penatalaksanaannya.
• Pemasangan thermal scanner, di pintu-pintu masuk negara
RI dengan tujuan untuk mendeteksi kemungkinan kasus
H1N1 yang berasal dari luar negeri.
• Penghitungan tambahan kasus positif masih diperlukan
hal ini terkait dengan perhitungan kebutuhan logistik dan
penyebaran luas wilayah yang terjangkit.
4
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
• Pada saat ini Influenza A H5N1 masih menjadi masalah
di Indonesia, oleh karena itu surveilans Influenza A H1N1
sebaiknya dipadukan dengan surveilans Influenza A H5N1
dalam satu sistem.
c. Surveilans Virologi
• Surveilans virology masih terus aktif dilakukan terutama
dalam kerangka pengamatan secara intensif terhadap
kemungkinan mutasi virus H1N1 ataupun reassortment
dengan virus Influenza A lainnya (surveilans virologi di
laboratorium dan kasus klaster). Hal ini dimaksudkan untuk
memonitor kemungkinan peningkatan virulensi virus tersebut
atau perubahan karakteristik virus.
III. DIAGNOSIS PADA DEWASA DAN ANAK
• Diagnosis influenza A baru (H1N1) ditegakkan berdasarkan
kriteria klinis sebagai berikut: gejala Influenza Like Ilness (ILI)
yaitu demam dengan suhu > 380C, batuk, pilek, nyeri otot dan
nyeri tenggorok. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah
sakit kepala, sesak napas, nyeri sendi, mual, muntah dan diare.
Pada anak gejala klinis fatique dapat terjadi.
• Diagnosis influenza A baru (H1N1) dengan RT-PCR dilakukan
hanya untuk pasien yang dirawat, kluster dan kasus-kasus
influenza yang tidak lazim (unusual).
• Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien yang
dirawat (kriteria sedang dan berat) adalah:
o Laboratorium: darah perifer lengkap, tes fungsi hati, tes
fungsi ginjal, gula darah sewaktu.
o Radiologi: foto toraks
o Pemeriksaan lainnya tergantung indikasi
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
5
• Pada pemeriksaan darah perifer lengkap bila ditemukan
leukopenia dan trombositopenia dapat memperkuat diagnosis
namun bila tidak ditemukan leukopenia dan trombositopenia
tidak menyingkirkan diagnosis
• Diagnosis influenza A baru (H1N1) secara klinis dibagi atas
kriteria ringan, sedang dan berat.
o Kriteria ringan yaitu gejala ILI, tanpa sesak napas, tidak
disertai pneumonia dan tidak ada faktor risiko.
o Kriteria sedang gejala ILI dengan salah satu dari kriteria:
faktor risiko, pneumonia ringan (bila terdapat fasilitas foto
rontgen toraks) atau disertai keluhan gastrointestinal yang
mengganggu seperti mual, muntah, diare atau berdasarkan
penilaian klinis dokter yang merawat.
o Kriteria berat bila dijumpai kriteria yaitu pneumonia luas
(bilateral, multilobar), gagal napas, sepsis, syok, kesadaran
menurun, sindrom sesak napas akut (ARDS) atau gagal
multi organ.
• Kelompok risiko tinggi pada dewasa adalah kelompok
yang memiliki faktor yang dapat memperberat keadaan yaitu
penyakit paru kronik (asma, penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK)), kehamilan, obesitas, penyakit kronik lainnya (penyakit
jantung, diabetes mellitus, gangguan metabolik, penyakit ginjal,
hemoglobinopati, penyakit immunosupresi, gangguan neurologi),
malnutrisi dan usia > 65 tahun.
• Kelompok risiko tinggi pada anak adalah:
o Anak berusia kurang dari 5 tahun.
o Anak atau remaja (usia 6 bulan – 18 tahun) yang mendapat
terapi aspirin jangka panjang dan berisiko mengalami
sindrom Reye setelah mendapat infeksi virus influenza.
o Anak dengan penyakit paru kronik (asma, bronkiektasis,
dysplasia bronkopulmonal), penyakit jantung, ginjal dan hati,
penyakit neuromuskular kronik (Down Syndrome, Cerebral
Palsy spastic, delayed development, miasthenia gravis).
6
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
o Anak dalam keadaan imunokompromais (keganasan,
anemia aplastik,dalam terapi imunosupresi atau HIV),
diabetes mellitus, hipertensi, obesitas dan tinggal di rumah
perawatan dan fasilitas perawatan kesehatan lainnya.
• Kriteria pneumonia berat pada dewasa yaitu bila dijumpai
salah satu atau lebih kriteria minor atau mayor.
o Kriteria minor yaitu Frekuensi napas ≥ 30 x/menit, rasio
PaO2/FiO2 ≤ 250, infiltrat multilobus, kebingungan atau
disorientasi, uremia (blood urea nitrogen ≥ 20 mg/dl),
leukopenia (leukosit < 4000 sel/mm3), trombositopenia
trombosit < 100.000 sel/mm3), hipotermia (suhu < 36˚ C) dan
hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan agresif.
o Kriteria mayor yaitu Memerlukan ventilasi mekanis invasif
dan syok sepsis yang memerlukan vasopresor
• Pasien yang memerlukan perawatan di ruang rawat intensif (ICU)
adalah pasien yang mempunyai sekurang-kurangnya 1 dari 2
gejala mayor atau minimal 3 dari kriteria minor.
• Kriteria pneumonia pada anak yaitu gejala ILI dan frekuensi
napas yang cepat (frekuensi napas sesuai usia) dan/atau
terdapat kesukaran bernapas yang ditandai dengan retraksi sela
iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal, retraksi subkostal
(chest indrawing) atau napas cuping hidung
IV. TATALAKSANA PADA DEWASA DAN ANAK
a. Kasus ringan.
Sebagian besar kasus akan sembuh dalam waktu satu minggu.
Kasus ringan tidak pemerlukan perawatan RS, tidak memerlukan
pemberian antivirus kecuali kasus klaster serta hanya diberikan
pengobatan simtomatik dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
untuk pasien dan keluarganya. Pasien diamati selama 7 hari.
Pengobatan simtomatik diberikan sesuai gejala. Salisilat tidak
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
7
boleh diberikan pada anak di bawah 18 tahun karena dapat
menyebabkan Reye Syndrome.
b. Kasus sedang.
Perawatan dilakukan di ruang isolasi dan diberikan antivirus.
Pemeriksaan RT-PCR hanya dilakukan satu kali pada awal
perawatan. Jika keadaan umum dan klinis baik dapat dipulangkan
dengan KIE. Jika terjadi perburukan, dilakukan perawatan di ICU
dengan penatalaksanaan sesuai kasus berat (pengawasan ketat
tanda kegawatdaruratan misal pemeriksaan laktat dehidrogenase
> 4, analisis gas darah menunjukkan PaCO2 <30 mmHg,
C-reactive protein atau procalcitonin).
c. Kasus berat.
Dilakukan perawatan di ruang isolasi ICU/PICU/NICU dan
diberikan antivirus serta diperiksa RT-PCR satu kali pada awal.
Pada influenza A baru (H1N1) yang berat dengan pneumonia
ditemukan gambaran yang sama dengan pneumonia pada flu
burung .
d. Kasus berat pada anak
Apabila terdapat pneumonia dan/atau ditemukan gejala
berbahaya/berat seperti: pasien tidak bisa minum, muntah terus
menerus, kebiruan di sekeliling bibir, kejang, tidak sadar , anak
dibawah 2 tahun dengan demam atau hipotermia, pneumonia
luas (bilateral, multilobar), gagal napas, sepsis, syok, kesadaran
menurun, ARDS (sindroma sesak nafas akut), gagal multi organ,
pasien dirawat di PICU/NICU.
e. Kriteria rawat ICU
Yaitu gagal napas (kriteria gagal napas: analisis gas darah PaCo2
< 30 mmHg, frekuensi pernapasan > 30 x/m, pada anak sesuai
usia, rasio PaO2/FiO2 < 200 ARDS, < 300 ALI), syok (kriteria syok:
8
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
tekanan darah diastolic < 80 mmHg, pada anak takikardia, kadar
laktat darah > 4 mmol/L)
Antiviral
• Direkomendasikan pemberian Oseltamivir atau Zanamivir.
Zanamivir diberikan pada kasus yang diduga resisten Oseltamivir
atau tidak dapat menggunakan Oseltamivir.
• Pemberian antiviral tersebut diutamakan untuk pasien rawat inap
dan kelompok risiko tinggi komplikasi.
• Pengobatan dengan Zanamivir atau Oseltamivir harus dimulai
sesegera mungkin dalam waktu 48 jam setelah awitan penyakit.
• Dosis Oseltamivir untuk dewasa adalah 2 x 75 mg selama 5 (lima)
hari, dapat diperpanjang sampai 10 hari tergantung respons
klinis.
• Dosis Zanamivir untuk usia ≥ 7 tahun dan dewasa adalah 2 x 10
mg inhalasi.
• Dosis Oseltamivir pada anak, 2 mg/kg BB dibagi dalam 2 (dua)
dosis atau berdasarkan kisaran berat badan.
Berat Badan
< 15 Kg
15-23 Kg
24-40 Kg
>40 Kg
Dosis Oseltamivir
30 mg (2x/hari)
45 mg (2x/hari)
60 mg (2x/hari)
75 mg (2x/hari)
• Rekomendasi dosis oseltamivir untuk anak < 1 tahun.
Usia
< 3 bulan
3-5 bulan
6-11 bulan
Dosis Oseltamivir
12 mg (2x/hari)
20 mg (2x/hari)
25 mg (2x/hari)
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
9
• Perempuan hamil direkomendasikan untuk diberi Oseltamivir
atau Zanamivir.
• Antiviral tidak direkomendasikan untuk profilaksis pada influenza
A baru (H1N1).
Antibiotik
• Bila terjadi pneumonia maka antibiotik direkomendasikan untuk
diberikan berdasarkan evidence based dan pedoman pneumonia
komunitas. Antibiotik diberikan sesuai pedoman lokal.
• Tidak direkomendasikan pemberian antibiotik profilaksis.
Rekomendasi antibiotik pneumonia komunitas (CAP/Community
Acquired Pneumonia - sesuai IDSA/ATS 2007)
• Antibiotik untuk pasien dewasa rawat inap non ICU yang dianjurkan
adalah fluorokuinolon respirasi (moksifloksasin, levofloksasin)
atau ß-laktam (cefotaksim, ceftriakson atau ampicilln-sulbactam
atau amoksisilin - asam klavulanat) + makrolid baru (azitromisin,
klaritromisin)
• Antibiotik untuk pasien dengan perawatan ruang rawat intensif
Bila dicurigai infeksi non pseudomonas diberikan ß-laktam
+ makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi. Untuk pasien
alergi penisilin, dapat diberikan fluorokuinolon respirasi atau
aztreonam.
Bila dicurigai infeksi pseudomonas dapat diberikan
ß-laktam
antipneumococcus-antipseudomonas
(piperacillin-tazobactam,
cefepim,
imipenem
atau
meropenem) + siprofloksasin /levofloksasin atau ß-laktam
antipneumococcus-antipseudomonas + aminoglikosida
+ azitromisin atau ß-laktam antipneumococcusantipseudomonas + aminoglikosida + fluorokuinolon
antipneumococcus untuk pasien alergi penisilin dapat
mengganti ß-laktam dengan aztreonam.
10
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
•
•
•
•
Bila dicurigai infeksi CA-MRSA dapat ditambahkan
vankomisin atau linezolid
Pengobatan antibiotik secara empirik pada pasien dengan
hospital acquired pneumonia (HAP) atau Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) pada pasein tanpa faktor risiko patogen MDR,
awitan dini (pneumonia yang terjadi kurang dari 4 hari setelah
perawatan atau pemasangan alat bantu napas) dan semua
derajat penyakit (ATS/IDSA 2005):
Patogen yang potensial yaitu Streptococcus pneumonia,
Haemophylus influenza, Metilsilin-sensitif Staphylococcus
aureus, Antibiotik sensitif basil Gram negatif enterik
(E.Coli, Klebsiela penumoniae, Enterobacter spp, Proteus
spp, Serratia marcescens) diberikan ß-laktam + anti
ß-laktamase (amoksisilin klavulanat) atau Sefalosporin
generasi 3 nonpseudomonal (ceftriakson, cefotaksim) atau
fluorokuinolon respirasi (levofloksasin, moksifloksasin)
Pengobatan antibiotik secara empirik pada pasien dengan
hospital acquired pneumonia (HAP) atau Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) untuk semua derajat penyakit pada pasien
dengan awitan lanjut ( pneumonia yang terjadi lebih dari 4 hari
setelah perawatan atau pemasangan alat bantu napas) atau
terdapat faktor risiko pathogen MDR:
Patogen MDR tanpa atau dengan patogen diatas (pseudomonas
aeruginosa, klebsiela pneumonia (ESBL) Acinobacter sp),
Methylcillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Legionella
pneumophilia diberikan Sefalosporin anti pseudomonas (sefepim,
seftazidim, sefpirom) atau Karbapenem antipseudomonas
(Meropenem, imipenem) atau ß-laktam/anti- ß-laktam (piperasilintazobaktam) + Fluorokuinolon antipseudomonal (Siprofloksasin
atau levofloksasin) atau aminoglikosida (Amikasin, gentamisin
atau tobramisin + Linezolid atau vankomisin atau teikoplanin
Pada anak dengan pneumonia ringan dapat diberikan Ampicillin
(100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis) dan bila klinis berat Ampicillin
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
11
dapat dikombinasikan dengan golongan Aminoglikosida yaitu
Gentamisin (7.5mg/kgBB/hr) atau Amikasin (15-25 mg/kgBB/
hr).
Kortikosteroid
• Penggunaaan kortikosteroid secara rutin harus dihindarkan pada
pasien influenza A baru (H1N1).
• Kortikosteroid dapat diberikan pada syok septik yang memerlukan
vasopresor dan diduga mengalami insufisiensi adrenal, dengan
hidrokortison dosis rendah 300 mg /hari dosis terbagi.
V. TATALAKSANA ICU PADA DEWASA
• Kriteria perawatan di ruang rawat intensif: semua pasien yang
memenuhi kriteria sepsis berat, syok septic, acute lung injury
(ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) harus
dirawat di ICU.
• Bila terjadi gangguan fungsi napas yang memerlukan perawatan
intensif atau kriteria intubasi dan penggunaan ventilator sesuai
dengan kriteria Pontoppidan yang dimodifikasi.
• Bila memerlukan tindakan observasi ketat, fisioterapi dada dan
terapi oksigen sebaiknya pasien dirujuk ke ICU atau paling tidak
di high care unit.
• Bila terjadi kecenderungan perburukan dalam waktu kurang dari
6 jam, yang menunjukkan kebutuhan oksigen yang semakin
meningkat untuk mendapatkan SaO2 > 95%, maka pasien dirujuk
ke ICU.
12
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
Pengelolaan umum di ICU
• Pada umumnya penderita H1N1 yang berat mengalami ARDS,
sedangkan ARDS sering menyebabkan komplikasi pneumonia
dan sepsis. Oleh sebab itu tata kelola sepsis harus menjadi
perhatian. Tata kelola yang ada adalah sesuai Surviving Sepsis
Campaign 2008. Rekomendasinya adalah:
o Resusitasi awal (dalam 6 jam pertama) pada pasien hipotensi
atau yang mengalami peningkatan serum laktat > 4 mmol/L
dengan target atau tujuan resusitasi yang telah ditentukan.
o Membuat diagnosis dengan melakukan pemeriksaan kultur
sebelum memulai pemberian antibiotika (tidak menunda
pemberian antibiotika secara bermakna). Melakukan
pemeriksaan pencitraan segera untuk memastikan dan
mencari sumber infeksi.
o Antibiotik diberikan sesegera mungkin dan diberikan dalam
jam pertama setelah diagnosis sepsis berat atau syok
sepsis ditegakkan. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik
spektrum luas. Harus dilakukan evaluasi ulang antibiotik
setiap hari untuk menilai efikasi, mencegah resistensi dan
lainnya.
o Identifikasi sumber infeksi dilakukan sesegera mungkin dalam
6 jam pertama dan dilakukan tindakan untuk mengatasinya.
tindakan source control yang menghasilkan efikasi maksimal
dan gangguan fisiologi minimal.
o Terapi cairan. Resusitasi cairan dengan menggunakan
kristaloid atau koloid. Targer CVP ≥ 8 mmHg (dengan ventilasi
mekanik ≥ 12 mmHg). Menggunakan fluid challenge tehnique
and memonitor bila terjadi perbaikan. Laju pemberian
cairan harus diturunkan jika terdapat peningkatan tekanan
pengisian jantung tanpa perubahan hemodinamik pada saat
yang sama.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
13
o Pemberian vasopresor untuk mempertahankan MAP ≥ 65
mmHg. Pilihan pemberian awal norepineprin dan dopamin
adalah melalui vena sentral. Tidak menggunakan dopamin
dosis rendah untuk proteksi ginjal. Menggunakan kateter
arterial pada pasien yang menggunakan vasopresor.
o Terapi inotropik. Menggunakan dobutamin pada pasien
dengan gangguan miokard yang ditandai dengan peningkatan
tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang rendah.
Jangan meningkatakan cardiac index untuk mendapatkan
level supranormal.
o Penggunaan steroid tidak direkomendasikan pada infeksi
H1N1 tapi dosis rendah kortikosteroid dapat dipertimbangkan
pada syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga
mengalami insufisiensi adrenal. Hidrokortison lebih dipilih
daripada deksametason. Dosis hidrokortiosn sebaiknya
< 300 mg/hari. Jangan menggunakan kortikosteroid untuk
menangani sepsis apabila tidak ada syok.
o Penggunaan rhAPC (Recombinant Human Activated Protein
C). Saat ini obat tersebut belum tersedia di Indonesia.
Pertimbangkan rhAPC pada pasien dengan gangguan fungsi
organ yang diinduksi oleh sepsis dengan penilaian klinis
mempunyai risiko kematian tinggi (APACHE II ≥ 25 atau
kegagalan organ multiple) jika tidak terdapat kontraindikasi.
Pasien dewasa dengan sepsis berat dan risiko kematian
yang rendah (APACHE II < 20 atau kegagalan organ tunggal)
sebaiknya jangan diberikan rhAPC.
o Pemberian komponen darah diberikan apabila penurunan
Hb sampai <70 g/L komponen darah diberikan hingga
mencapai 7.0-9.0 g/dL pada dewasa. Nilai Hb yang lebih
tinggi dibutuhkan pada keadaan tertentu (iskemia miokardial,
hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung sianoss,
asidosis laktat. Jangan menggunakan terapi antitrombin.
14
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
o Ventilasi mekanik pada sepsis yang dipicu ALI/ARDS.
Ventilasi mekanik dapat menggunakan mode ventilator apa
saja. Set ventilator setting untuk mencapai inisial Vt = 8 ml/
kg prediksi BB. Set inisial laju napas mendekati volume
baseline (tidak lebih dari 35x/menit). Target volume tidal 6
ml/kg prediksi berat badan pasien dengan ALI/ARDS. Target
pH 7.30 – 7.45. Manajemen asidosis (pH < 7.30). PaCO2
dapat ditingkatkan diatas normal. Jika dibutuhkan untuk
meminimalisir tekanan plateau dan volume tidal.Target
oksigenisasi PaO2 55-80 atau SpO2 88-95%. Pengaturan
PEEP untuk mencegah kolpas paru ekstensif pada ekspirasi
akhir. Pasien dengan ventilasi mekanik pertahankan posisi
semirecumbent (bagian atas tempat tidur dinaikkna sampai
45˚). Menggunakan protokol weaning dan SBT secara teratur
untuk mengevaluasi potensi penghentian ventilasi mekanik.
Jangan menggunakan kateter arteri plmonalis untuk
monitor rutin pasien ALI/ARDS. Mengunakan strategi cairan
konservatif pada pasien ALI yang tidak terbukti mengalami
hipoperfusi jaringan.
o Sedasi, analgesia dan blok neuromuskular pada sepsis.
Dapat menggunakan protokol sedasi dengan target sedasi
untuk pasien ventilasi mekanik dalam keadaan kritis. Dapat
menggunakan sedasi bolus intermitten atau sedasi infuse
kontinu untuk mencapai titik akhir (skala sedasi) dengan
lightening/interupsi harian untuk mengembalikan kesadaran.
Titrasi jika dibutuhkan. Mencegah blok neuromuskuler jika
memungkinkan. Monitor kedalaman blok dengan train of
four ketika menggunakan infus kontinu.
o Mengontrol kadar glukosa darah menggunakan insulin IV
pada pasien dengan sepsis berat setelah stabilisasi di ICU.
target gula darah < 150 mg/dL (8.3 mmol/L) menggunakan
protokol tervalidasi untuk pengaturan dosis insulin. Berikan
sumber kalori glukosa dan monitor nilai gula darah setiap
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
o
o
o
o
o
15
1-2 jam (setiap 4 jam saat stabil). Pada pasien yang
mendapatkan insulin IV. Intrepretasi glukosa darah yang
rendah secara hati-hati pada hasil pemeriksaan point of care
testing, karena teknik ini mungkin memberikan nilai yang
lebih tinggi (overestimate) dari nilai glukosa pada darah
arteri atau plasma.
Penggantian fungsi ginjal. Hemodialisis intermiten dan
CVVH (Continous Veno-Venous Haemofiltration) dianggap
sama nilainya dalam menggantikan fungsi ginjal. CVVH
menawarkan manajemen yang lebih mudah pada pasien
dengan status hemodinamik tidak stabil.
Terapi bikarbonat. Jangan menggunakan terapi bikarbonat
untuk tujuan memperbaiki hemodinamik atau mengurangi
kebutuhan vasopresor sewaktu menangani asidosis laktat
yang dipicu oleh hipoperfusi dengan pH ≥ 7.15.
Profilaksis Deep Vein Thrombosis (DVT). Gunakan
unfractionated heparin (UFH) dosis rendah atau low
molecular weight heparin (LMWH), kecuali ada kontraindikasi.
Gunakan peralatan profilaksis mekanik, seperti compression
stockings atau intermittent compression device, bila heparin
merupakan kontraindikasi.
Profilaksis Stress Ulcer. Lakukan pencegahan stress ulcer
dengan menggunakan H2 blocker atau Proton pump inhibitor.
Keuntungan pencegahan perdarahan saluran cerna atas
harus mempertimbangkan potensi munculnya ventilator
acquired pneumonia.
Mempertimbangkan keterbatasan dukungan. Diskusikan
rencana perawatan lebih lanjut dengan pasien dan keluarga.
Berikan gambaran-gambaran seperti perkiraan hasil
perawatan dan harapan yang realistik.
16
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
Kriteria keluar ICU
Setiap pasien yang dirawat di ICU dapat dikeluarkan setelah memenuhi
kriteria yaitu penyakit atau keadaan pasien dan cukup stabil sehingga
tidak memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut, terapi
atau pemantauan intensif tidak diharapkan bermanfaat atau tidak
memberikan hasil (pasien dengan mati batang otak, penyakit dengan
stadium akhir). Dalam hal tersebut pengeluaran pasien dari ICU
dilakukan setelah memberitahu dan disetujui oleh keluarga terdekat
pasien, pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di
ICU (keluar paksa). Dalam hal keluar paksa harus diperkuat dengan
penandatanganan surat penolakan perawatan di ICU.
VI. TATALAKSANA ICU PADA ANAK
• Indikasi untuk masuk ICU anak yaitu jika ditemukan
peningkatan Work of Breathing (WOB), kebutuhan terapi oksigen
dengan FiO2 > 0.5, PaO2 menurun, PCO2 meningkat, PaO2/FiO2
< 300, gangguan sirkulasi yang mengancam nyawa, kesadaran
menurun atau kelainan neurologik lain, gangguan metabolik berat
dan gagal multi organ
Perawatan Jalan Nafas dan Respirasi
• Terapi oksigen dengan dengan alat non invasif seperti nasal
kanul, masker atau nasal CPAP, pertahankan saturasi ≥ 90%.
• Jika memakai ventilasi mekanik, dianjurkan dengan pengaturan
awal sebagai berikut:
o Mode : Pressure Control Ventilation (PCV)
o Volume tidal : 6-8 ml/kgBB
o Titrasi PEEP > 5 cm H2O
o Respiratory Rate (RR) sesuai usia
o Tekanan Inspirasi : mulai dari 10 cm H2O
o FiO2 : 1.0 (100%)
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
17
• Lakukan pemeriksaan analisis gas darah 30 menit setelah
pengaturan awal.
• Pertahankan saturasi 88-95%.
Mempertahankan Sirkulasi yang Adekuat
• Pemberian cairan resusitasi berupa kristaloid atau koloid 20 ml/
kgBB dalam 5-10 menit dengan pemantauan tingkat kesadaran,
frekuensi denyut jantung, kualitas nadi, waktu pengisian kapiler
< 3 detik, produksi urin > 1 ml/kgBB/jam, saturasi vena sentral >
70% dan kadar laktat < 2 mmol/L.
• Vasopresor dan inotropik hanya digunakan setelah resusitasi
cairan yang adekuat.
• Dopamin adalah pilihan pertama pada hipotensi yang refrakter
terhadap cairan.
• Pertahankan volume cairan tubuh normal dan pemantauan
dengan CVP.
• Pemberian kortikosteroid seperti hidrokortison atau
metilprednisolon 1-2 mg/kgBB hanya diberikan bila terindikasi
adanya insufisiensi adrenal relatif.
Antibiotik
• Antibiotik empirik diberikan sesuai pedoman pengobatan di
masyarakat dan pedoman lokal, misalnya:
• Sefalosporin generasi III: sefotaksim, seftazidim (25-50 mg/kgBB/
hr dibagi 3) dosis pemberian secara intravena
• Aminoglikosida: gentamisin (7,5mg/kgBB/hr), amikasin (15-25
mg/kgBB/ hari)
18
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
Pemberian Nutrisi
• Basal metabolic rate sesuai umur
o 1 tahun : 55 kkal/kgBB/hari
o 5 tahun : 45 kkal/kgBB/hari
o 10 tahun : 38 kkal/kgBB/hari
• Kebutuhan energi sesuai berat badan
o < 10 kg
: 100 kkal/kgBB/hari
o 10-20 kg
: 1000 kkal + 50 kkal/kgBB/hari untuk berat
diatas 10 kg
o > 20 kg
: 1500 kkal + 20 kkal/kgBB/hari untuk berat
diatas 20 kg
• Kontrol glukosa : 4-6 mg/kgBB/menit
Indikasi keluar ICU Anak
• Bila pasien tidak membutuhkan tunjangan dan pemantauan ketat
pernafasan dan hemodinamik.
• Kondisi pasien stabil minimal 24 jam.
VII. LABORATORIUM
• Uji diagnostik laboratorium yang direkomendasi untuk uji
konfirmasi kasus influenza A (H1N1) adalah real time (RT)PCR. Hasil dinyatakan positif jika untuk virus influenza A baru
(H1N1) positif dan untuk H1, H3, dan H5 memberikan hasil
negatif dengan teknik tersebut. Pemeriksaan laboratorium untuk
deteksi virus influenza A baru (H1N1) diperlukan spesimen swab
atau aspirat nasofaring, swab hidung dan swab tenggorok atau
bilas hidung atau aspirat trachea pada saat pasien datang.
Tata cara spesimen dan uji laboratorium meliputi jenis, cara
pengambilan, pengolahan dan penanganan spesimen serta
metoda pemeriksaan sesuai dengan pedoman yang dianjurkan
CDC.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
19
• Uji Rapid Test untuk influenza A tidak direkomendasikan untuk
uji konfirmasi kasus influenza A baru (H1N1).
• Lembaga khusus untuk melakukan pemantauan karakter
dan perubahan virus secara terus menerus perlu ditetapkan
dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi serta
pengembangan vaksin influenza.
VIII.IMUNISASI INFLUENZA A BARU (H1N1)
• Vaksinasi influenza musiman A dan B (seasonal influenza
vaccine), yang tersedia tidak bermanfaat untuk mencegah virus
Influenza A baru (H1N1).
• Untuk mencegah penyebaran virus Influenza A baru (H1N1) di
masyarakat, maka perlu diupayakan vaksin Influenza A baru
(H1N1).
• Prioritas sasaran imunisasi influenza A baru (H1N1) mengacu
kepada rekomendasi SAGE, ACIP dan CDC adalah petugas
kesehatan dan personal pelayanan gawat darurat, anak sampai
dewasa dengan faktor risiko tinggi (menderita penyakit kronis
dan defisiensi sistem kekebalan/immuno compromized). Apabila
vaksin influenza A baru (H1N1) mencukupi akan disusun skala
prioritas selanjutnya.
• Dosis dan Cara pemberian:
o Dosis vaksin Influenza A Baru H1N1 (konten 3.75 μg):
- usia 6 bulan sampai kurang dari 3 tahun: 0,25 ml
- usia diatas 3 tahun sampai dewasa : 0,5 ml.
Dengan satu kali pemberian terbukti memperlihatkan daya
proteksi yang baik.
o Vaksin diberikan secara intramuskular di daerah otot deltoid
pada orang dewasa dan pada anak yang lebih besar
sedangkan untuk bayi diberikan di paha anterolateral.
• Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) vaksin Influenza A Baru
(H1N1) seperti imunisasi influenza musiman pada umumnya :
20
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
o Reaksi lokal dan ringan: nyeri lokal bekas suntikan,
kemerahan dan indurasi
o Reaksi sistemik berupa: demam ringan, nyeri kepala,
menggigil, lemas dan mialgia (flu-like symptoms) jarang
terjadi. Reaksi sistemik yang segera terjadi (sistemik
anafilaktik) jarang ditemukan dan belum dilaporkan. Reaksi
sistemik lain yang perlu diantisipasi dan dilaporkan pada
orang dewasa adalah Sindrom Guillane Barre
o Pada pasien dengan riwayat anafilaksis setelah makan telur
atau adanya respons alergi terhadap protein telur, vaksinasi
influenza A baru (H1N1) jangan diberikan.
• Kontra indikasi vaksinasi Influenza A baru (H1N1) apabila terdapat
riwayat anafilaksis pada imunisasi terdahulu, sedang menderita
penyakit demam akut yang berat dan individu dengan defisiensi
imun.
IX. REKOMENDASI PENELITIAN
• Memantau proporsi H1N1/H5N1 terhadap flu musiman secara
berkesinambungan.
• Memantau karakteristik virologi H1N1.
• Mengevaluasi rapid test yang beredar.
• Mengevaluasi sensitivitas obat antivirus.
• Mengevaluasi efektivitas obat antivirus baik monoterapi maupun
kombinasi pada kasus berat.
• Meneliti kasus berat dan meninggal, faktor-faktor yang
berpengaruh, diagnostik virologik, karakteristik klinik, parameter
yang digunakan untuk menilai prognosis, evaluasi terapi
farmakologik dan non farmakologik.
• Mengevaluasi manfaat vaksin flu musiman terhadap H1N1,
khususnya dalam mencegah atau menekan tingkat keparahan
penyakit dan kematian.
• Mengevaluasi efektifitas dan KIPI vaksin H1N1.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
21
X. PENUTUP
Mengingat situasi influenza A baru (H1N1) masih terus berkembang
perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus serta merevisi
setiap muncul fenomena baru atau hal hal baru yang bermakna baik
dari aspek epidemiologik, virologik, klinik, terapi maupun imunisasi
dengan tujuan mencegah meluasnya penyakit, mencegah kematian
dan menekan angka kematian seminimal mungkin.
22
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
DAFTAR RUJUKAN
1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Swine Influenza A
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
(H1N1) Virus Biosafety Guidelines for Laboratory Workers. p.1-2. http://
www/cdc.gov/swineflu/guidelines_labworkers.htm. p.1-2. 2009
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Guidance for
Infection Control for Care of Patients with Confirmed or Suspected Swine
Influenza A (H1N1) Virus Infection in a Healthcare Setting. http://www/cdc.
gov/swineflu/guidelines_labworkers.htm. p.1-2. 2009
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim CDC Guidance
for Nonpharmaceutical Community Mitigation in Response to Human
Infections with Swine Influenza (H1N1) Virus. http://www/cdc.gov/swineflu/
guidelines_labworkers.htm. p.1-3. 2009
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Guidance for
Follow-up of Contacts of Persons with Suspected Infection with Highly
Pathogenic Avian Influenza A (H5N1) Virus in the United States. http://www.
cdc.gov/flu/avian/professional/guidance-followup.htm. p.1-3. 2009
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Recommendations
for Facemask and Respirator Use in Certain Community Setting Where
Swine Influenza A (H1N1) Virus Transmission Has Been Detected. http:/
www.cdc.gov/swineflu/mask.htm.p.1-2. 2009
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Guidance on
Antiviral Recommendations for Patients with Confirmed or Suspected Swine
Influenza A (H1N1) Virus Infection and Close Contacts. http://www.cdc.gov/
swineflu/ recommendations.htm. p.1-15. 2009
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim Guidance for
Swine influenza A (H1N1) : Taking Care of a Sick Person in Your Home.
http://www.cdc.gov/swineflu/guidance_homecare.htm.p.1-4. 2009
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Interim guidance for
Clinicians on Identifying and Caring for Patients with Swine-origin Influenza
A (H1N1) Virus Infection. http://www.cdc.gov/h1n1flu/identifyingpatients.
htm.p.1-4.2009
CDC. Evaluation of Rapid Influenza Diagnostic Tests for Detection of Novel
Influenza A (H1N1) Virus --- United States,2009. MMWR August 7, 2009/
58(30);826-829
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
23
10. CDC. Interim Guidance on Specimen Collection, Processing, and Testing for
Patients with Suspected Novel Influenza A (H1N1) Virus Infection, May 13,
2009, 12:45 AM ET
11. CDC. Interim Guidance for Clinicians to Identify and Caring for Patient with
Swine-origin Influenza A Virus Infection, 2009.
12. CDC. Interim Guidance on Antiviral Recommendation for Patient with
Confirmed or Suspected Swine Influenza A (H1N1) Virus Infection & Close
Contact, 2009.
13. CDC. Interim Guidance on Case Definitions to be used for Investigations of
Swine Origin Influenza A (H1N1) Cases, 2009.
14. CDC. Interim Guidance for Clinicians on the Prevention & Treatment of
Swine Origin Influenza Virus Infection in Young Children, 2009.
15. CDC. Interim Guidance for Clinicians on the Prevention and Treatment of
Novel Influenza A (H1N1) Influenza Virus Infection in Infants and Children,
2009.
16. CDC. Interim Guidance for Clinicians on Identifying and Caring for Patients
with Swine-origin Influenza A (H1N1) Virus Infection, May 4, 2009 4:45 PM
ET
17. CDC’s - ACIP (Advisory Committee on Immunizaton Practices), 29 July
2009
18. Chan KH et al. Analytical sensitivity of rapid influenza antigen detection tests
for swine-origin influenza virus (H1N1). J Clin Virol. 2009 Jul;45(3):205-7;
19. Clinical Management of Human Infection with New Influenza A (H1N1) Virus:
Initial Guideline, WHO May 21st,2009.
20. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, et al. Surviving Sepsis Campaign:
International guidelines for management of severe sepsis and septic shock:
2008. Crit Care Med. 2008; 36(1):296-327
21. Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and
Prevention. Update : Novel Influenza A (H1N1) virus infections-Worlwide.
Morbidity and Mortality Weekly Report. www.cdc.gov/mmwr. p.453-88.
2009
22. Departemen Kesehatan,Ditjen PP & PL. Surveilans Influenza Pandemi,
2008
23. EMEA. CHMP recommendation for the pharmacovigilance plan as part of
the risk management plan to be submitted with the marketing authorization
application for a pandemic influenza vaccine. London, 24 Sepetember
2009
24
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
24. EMEA. Press release meeting highlights from the committee for medical
products from human use, 19-22 October 2009. 23 October 2009
25. Faix DJ, Sherman SS, Waterman SH. Rapid-Test Sensitivity for Novel
Swine-Origin Influenza A (H1N1) Virus in Humans. N Engl J Med. 2009 Jun
29 [Epub ahead of print];
26. FDA center for Biologics Evaluation and Research Office of Vaccines
Research and Review. Regulatory considerations regarding the use of novel
influenza A (H1N1) virus vaccines. Vaccines and related biological products
advisory committee, July 23rd 2009
27. Ginocchio CC et al. Evaluation of multiple test methods for the detection of
the novel 2009 influenza A (H1N1) during the New York City outbreak. J Clin
Virol. 2009 Jul;45(3):191-5.
28. Guidelines for the deployment of a pandemic influenza vaccines. Department
of immunization, vaccines and biological and Department of epidemic, alert
and response, WHO, Geneve, Switzerland. May 2008
29. Guideline for the management of adult with Hospital associated, ventilator
associated and Health care associated pneumonia. Am J Respir Crit Care
2005; 171:388-416.
30. IDSA/ATS guideline for CAP in adults.clinical infectious disease
2007;44:S27-2.
31. Informal meeting on regional production of Pandemic Influenza Vaccine,
WHO-SEARO 29-30 October 2009. Overview of global and regional situation
2009
32. Kajian Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional. Imunisasi Influenza
musiman dan vaksin Influenza A Baru (H1N1). 27 Agustus 2009
33. Pandemic influenza A (h1N1) vaccine authorized via the core dossier
procedure. Explanatory note on scientific considerations regarding the
licensing of pandemic A (H1N1) vaccines.
34. Rebecca J. Garten, et al. Antigenic and genetic characteristics of SwineOrigin 2009 A(H1N1) Influenza Viruses Circulating in Humans. Science 325,
197-201 (2009);
35. Product information as approved by the CHMP on 22 October 2009, pending
endorsement by the European Commission
36. Richard Robinson. Reye’s syndrome: Definition from Answer.com. http://
www.answers.com/topic/reye-s-syndrome.p.p1-7. 2009
37. SAGE-WHO (Strategic Advisory Group of Experts on Immunization), 19 May
2009
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
25
38. World Health Organization (WHO). Interim WHO guidance for the surveilllance
of human infection with swine influenza A (H1N1) virus. 2009
39. World Health Organization (WHO), Organisation Mondiale De La Sante.
Weekly epidemiological record Releve epiemiologique hebdomadaire. http://
www.who.int/wer. 2009
40. World Health Organization (WHO). Infection prevention and control in
health care in providing care for confirmed or suspected A (H1N1) swine
influenza patients. http://www.who.int/csr/resource/publications/WHO_CD_
EPR_2007_6/en/index.html. .p.1-3. 2009
41. World Health Organization (WHO). Guidance to Influenza Laboratories.
Diagnosis Swine Influenza A/H1N1 Infections of current concern. http://
www.who.int/csr/disease/avian_influenza/guidelines/humanspecimens/en/
index.html.p.1-2. 2009
42. WHO – Weekly epidemiological record of position paper, No. 30, 24 July
2009, 84, 301-308
43. WHO. Expert advise WHO on pandemic vaccine policies and strategies
pandemic (H1N1) 2009 briefing note 14. Geneva, 30 Oktober 2009
44. World Health Organization (WHO. Preparing for the second wave: lessons
from current outbreaks, Pandemic (H1N1) 2009 briefing note 9
45. Wikipedia. Influenza A virus Subtype H1N1. http.//en.wikipedia.org/wiki/
influenza _A_virus_subtype_H1N1.p.1-5. 2009
46. Wikipedia. Swine influenza. File:///C:/DOCUME~1/PULMON~1/LOCALS~1/
Temp/Swine%2 OF.p.1-10. 2009
47. Wikipedia. 2009 swine flu outbreak. http://en.wikipedia.org/wiki/2009_
swine_flu_ outbreak.p.1-19. 2009
48. Wikipedia. Swine influenza. http://en.wikipedia.org/wiki/Swine_influenza.
p.1-15. 2009
49. www. depkes.go.id
26
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
TIM PENYUSUN
1. Ketua Pelaksana:
Prof. dr. Hadiarto Mangunnegoro, Sp. P (K)
RS Persahabatan
2. Sekertaris:
dr. Priyanti Z Soepandi, Sp. P (K)
RS Persahabatan
3. Prof. dr. Herdiman Pohan, Sp. PD (K)
FKUI
4. Prof. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp. A(K), Ph.D TAG
5. Prof. dr. Amir Madjid, Sp. An, KIC
IDSAI
6. dr. Iwan Muljono, MPH
Direktur P2ML
7. dr. T. Marwan Nusri, MPH
Direktur Yanmedik
Dasar
8. dr. Sardikin Giriputro, Sp. P, MARS
Dirut RSPI
9. Dr. dr. Trihono, MSc.
Kapuslit Biomedis
dan Farmasi
10. dr. I Nyoman Kandun, MPH
PAEI
11. dr. David Mulyono, Sp. PD, PhD.
Lembaga Eijkman
12. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp. A (K)
RSCM
13. dr. Sri Suprapti
RSCM
14. dr. Rudi P
RSCM
15. dr. Rismala Dewi, Sp. A
RSCM
16. dr. C Martin Rumende Sp. PD-KP
RSCM
17. dr. Julianto Witjaksono, MGO, Sp. OG, KFER
RSCM
18. dr Zuswayudha Samsu Sp. An KIC, KAKV
RS Harapan Kita
19. dr. Dewa
RS Persahabatan
20. dr. Sulastri, Sp. A
RSPI-SS
21. dr. Yohanes W.H George, SpAn. KIC
FKUI
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
27
22. dr. Supriyantoro, Sp. P, MARS
RSPAD
23. dr. Alexander K Ginting
RSPAD
24. dr. Erlina Burhan
RSIJ
25. dr. Fera Ibrahim, PhD.
Mikrobiologi UI
26. dr. Fathyan
FKUI
27. dr. Indriyono Tantoro, MPH
GF PP-PL
28. Dr. dr. Julitasari Sundoro, MSc
TAG
29. dr. Rinaldi, Sp. An.
IDSAI
30. dr. Darmawan Budi Setyanto, Sp. A (K)
IDAI
31. dr. Sidik Utoro, MPH
POSKO KLB PP-PL
32. dr. Roenizar Roesin, MPH
POSKO KLB PP-PL
33. dr. Moh. Erfandi, MPH
POSKO KLB PP-PL
34. Imam Setiaji, SH
Hukormas
35. dr. Wuwuh Utami N, MKes
Kasubdit Gawat
Darurat, Yanmedik
Dasar
36. dr. Arie Bratasena
Kasubdit ISPA
37. Dr. Hari Santoso, SKM, M. Epid
Kasubdit Surveilans
Epidemiologi
38. drh. Wilfried Purba, MKes
Kasubdit Zoonosis
39. dr. Sholah Imari, MSc
Kasubdit Kesehatan
Haji
40. Dr. Komarruddin
K3
41. Ditjen PP & PL
42. Ditjen Binkesmas
43. Ditjen Binfar dan Alkes
28
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Influenza A Baru (H1N1)
TIM EDITOR
1. Prof. dr. Hadiarto Mangunnegoro, Sp. P (K)
2. dr. Priyanti Z Soepandi, Sp. P (K)
3. dr. Santoso Soeroso, Sp.A(K), MARS
Download