Konsep dan Terminologi PENGENDALIAN PENCEMARAN Daur

advertisement
Konsep dan Terminologi
PENGENDALIAN PENCEMARAN
Daur Sumberdaya Alam dan Persoalan
Lingkungan Hidup
z
z
Pada dasarnya, baik proses alami maupun
proses ciptaan manusia akan menghasilkan
daur-ulang yang secara prinsip akan
memunculkan kembali sumberdaya yang
berbentuk sama dengan sumberdaya semula
yang digunakan maupun berbentuk baru;
Faktor penting yang mempengaruhi laju
reklasifikasi spent resources menjadi
sumberdaya yang tersedia adalah ‘inovasi
teknologi’;
Daur Sumberdaya Alam dan Persoalan Lingkungan Hidup
z
Walaupun pada prinsipnya alam mampu
memunculkan kembali sumberdaya yang ada,
terdapat persoalan bahwa:
– terdaurulangnya sumber daya melalui proses
alami butuh waktu lama,
– alur teknologi yang memunculkan sumberdaya
dari spent resources tidak dapat segera
tersedia/diciptakan dan kalau ada harganya
sangat tinggi,
Daur Sumberdaya Alam dan Persoalan Lingkungan Hidup
–
di dalam dan selama proses daur ulang tsb.
terjadi perubahan pesat yang makin
menyimpang dari keseimbangan keadaan
semula sehingga perubahan ini makin
mengganggu kehidupan.
Persoalan tersebut berakibat terhadap
terjadinya peningkatan penimbunan
spent resources dan menurunkan
kemampuan daya dukung lingkungan.
Siklus Material dan Penggunaannya di Lingkungan Hidup
Kegiatan
pemanfaatan
sumberdaya alam
Kegiatan
eksploitasi
sumberdaya yang
dieksploitasi
Sumberdaya
tersedia yang
dapat dieksploitasi
Kegiatan
eksplorasi
proses
eksplorasi
Sumberdaya
tersedia yang
dapat digunakan
Kegiatan
'daur
ulang'
material yang
di'daur ulang'
Sumberdaya yang
secara potensi
tersedia
sumberdaya yang
dimanfaatkan
Spent Resources dari
kegiatan produksi
Spent
Resources
material yang
diregenerasi
secara alami
material hasil reklasifikasi
Produk yang
berguna
spent resources dari
kegiatan penggunaan
produk
generation of
spent resources
dampak terhadap
lingkungan
Inovasi Teknologi
Kegiatan
reklasifikasi
Lingkungan merupakan sumberdaya material :
¾
yang dapat diperbaharui seperti biomassa,
dan
¾
yang tidak dapat diperbaharui, seperti
gas/minyak bumi, batubara, mineral logam
(besi, aluminum), bahan bukan logam (pasir,
batu kapur), dan lain-lain.
Lingkungan ini juga merupakan tempat
penampungan berbagai hasil kegiatan yang
harus ditanggulangi oleh kemampuan diri
[self replenishment] atau dengan bantuan
teknologi manusia agar dapat melaksanakan
fungsi dalam daur sumberdaya alam dan
siklus pemanfaatan material
Persyaratan Norma/hukum Bagi Teknologi Berwawasan Lingkungan
z
Upaya menjaga kualitas lingkungan ini bertumpu pada pengelolaan
sumberdaya dengan pemenuhi persyaratan:
U
Laju
penggunaan
Proses-proses
menggunakan
sumberdaya
siap digunakan
Laju pembentukan
S
spent resources
Spent resources yang
terakumulasi setiap saat
r1
Laju recycling
r2
Laju regenerasi
r3
Laju
reklasifikasi
Laju penimbunan spent resources: dS/dt = S – r1 – r 2 – r3;
Agar dS/dt = 0 maka harus dipenuhi persyaratan S = r1+ r2+ r3
Gangguan terhadap fungsi dan kualitas lingkungan berupa
munculnya persoalanpersoalan-persoalan akan terjadi bila alam
ataupun proses buatan manusia tidak dapat mendaurulang
‘spent resources’
resources’ yang memungkinkan terjadinya akumulasi
‘spent resources’
resources’ dan penurunan kualitas lingkungan dan
daya dukung alam, yang diakibatkan oleh:
ƒ lambatnya proses terdaurulangnya ‘spent resources’
melalui proses alami
ƒ tidak segeranya tersedia alur teknologi yang memunculkan
sumberdaya berguna dari bahan-bahan yang merupakan
‘spent resources’
ƒ lebih tingginya laju pemanfaatan sumberdaya
dibandingkan dengan laju terdaurulangnya sumberdaya
tersebut.
Persoalan akumulasi ‘spent resources’
dan penurunan kualitas lingkungan
dan daya dukung alam ini, telah
mendorong perhatian dan tuntutan
masyarakat dunia akan pengelolaan
lingkungan yang lebih baik.
¾ Diawali
dengan adanya the United Nations
(UN) Conference on Human Environment
di Stockholm (1972) yang menjadikan
‘keterkaitan kegiatan ekonomi dan
lingkungan’ merupakan pokok bahasan
agenda politik dan ekonomi dunia.
¾ Langkah-langkah
global untuk mengatasi
persoalan-persoalan lingkungan telah
diambil dan terwujud dalam suatu program
dunia the UN Environmental Program
(UNEP).
¾ Hasil
konferensi didokumentasikan dalam
“Our Common Future” (1987) yang
memperkenalkan terminologi ‘sustainable
development’ yang salah satunya menuntut
industri proses untuk menyusun sistem
pengelolaan lingkungan yang lebih efektif.
¾ Hasil
konferensi didukung lebih dari 50
pimpinan dunia dan melahirkan
konferensi “the UN Conference on
Environment and Development
(UNCED)” yang dikenal sebagai
‘Earth Summit’ di Rio de Janeiro
(1992).
¾
Konferensi Pemukiman Manusia – Human
Settlement Conference di Stockholm, Swedia
(1972) mengungkapkan kemajuan teknologi yang
diterapkan di industri yang merusak dan
membatasi permukiman manusia.
¾
Pada tahun 1978, 6 tahun setelah konferensi itu
berakhir, masalah lingkungan di Indonesia secara
eksplisit ditangani oleh Kementerian Negara
Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan
Hidup.
¾ Undang-undang
tentang pengelolaan
lingkungan diterbitkan pada tahun
1982, yaitu UU No. 4 Tahun 1982 yang
kemudian diperbaiki dengan UU No.
23 tahun 1997.
¾
Pada saat pembentukan Kementerian Negara
PPLH, masalah lingkungan adalah masalah yang
belum banyak dipahami oleh masyarakat
Indonesia, sedangkan masyarakat ilmiah dan
industri di negara-negara maju saat itu hanya
mengembangkan ‘end-of-pipe treatment
technology’ dalam menyelesaikan masalah
pencemaran lingkungan, karena pengelolaan
lingkungan saat itu masih dibebankan pada
industri dan perkotaan.
(perilaku) industri dalam berkontribusi untuk
bertanggung jawab terhadap dampak yang
ditimbulkan oleh industri terhadap kualitas
lingkungan, Joseph Fiskel mengelompokkan industri
menjadi lima kategori, yaitu kategori:
1) problem solving
kelompok industri, dengan jumlah berkisar 10 15% dari total industri dunia, yang memandang
penyelesaian persoalan pencemaran lingkungan
sebagai bagian dari pemenuhan peraturan
hanyalah merupakan beban biaya bagi suatu
kegiatan business;
2) managing for compliance
yaitu industri-industri (jumlahnya sekitar
70-80%) yang bereaksi terhadap
penyelesaian persoalan-persoalan
pencemaran lingkungan lebih baik
dibandingkan kelompok sebelumnya
meskipun hanya merupakan pelengkap
dalam rangka memenuhi peraturan yang
ada;
3) managing for assurance
yaitu industri-industri yang melihat lebih jauh
pengelolaan risiko lingkungan sebagai potensi
yang seimbang antara pengelolaan lingkungan
dan biaya pengelolaan lingkungan (10 sampai
15%);
4) managing for eco-efficiency
yaitu industri yang telah mengetahui bahwa
pencegahan pencemaran lebih ‘cost effective‘ dari
pada pengendalian pencemaran di mana industri
dalam kelompok ini sangat jarang; dan
5) fully integrated in adopting environmental
quality
yaitu industri yang menempatkan
pengelolaan lingkungan sebagai bagian
dari sistem proses produksi industri yang
bersangkutan tanpa mengurangi, bahkan
meningkatkan, ‘economic benefit’ tanpa
memberikan dampak yang merugikan bagi
lingkungan.
Pengendalian Pencemaran
¾ Kegiatan
yang mengancam lingkungan fisik
dinyatakan sebagai pencemaran lingkungan
[environmenal pollution] yang dapat
berubah ke pengotoran lingkungan
[environmental contamination]
¾ Pencemaran
dapat didefinisikan sebagai
masuknya zat, energi, dan makhluk asing ke
dalam lingkungan sehingga kualitas
lingkungan itu menurun dan tidak sesuai
lagi dengan peruntukkannya.
Pengendalian Pencemaran
¾
Pengendalian kegiatan yang mengancam lingkungan ini
terdiri atas kegiatan pengendalian pemanfaatan sumber
dan pencemaran berupa pengendalian pencemaran
lingkungan, penyusutan pencemaran [pollution mitigation]
atau penanggulangan pencemaran [pollution abatement].
¾
Pengendalian pencemaran adalah melindungi
lingkungan penerima beban dari kegiatan manusia
dengan cara penurunan volum limbah dan penurunan
konsentrasi zat pencemar baik limbah fasa gas atau
limbah fasa cair.
¾
Konsep pengendalian pencemaran umumnya
ditujukan pada satu media saja, misal udara [air
pollution control], air [water pollution control],
atau tanah [terrestrial pollution control].
¾
Konsep yang hadir adalah pengendalian kualitas
limbah yang dikenal sebagai control and
command yang membutuhkan pedoman/acuan
untuk digunakan dalam penilaian [evaluation] dan
penaatan [compliance].
¾ Nilai
numerik yang berupa konsentrasi
pencemar yang diizinkan hadir dibutuhkan
untuk penilaian keadaan lingkungan dan
watak limbah yang diizinkan untuk dibuang
ke lingkungan.
¾ Hal
ini berarti bahwa kondisi lingkungan
yang menerima beban limbah dan watak
limbah itu sendiri harus dinilai.
Pedoman/acuan yang dibutuhkan untuk penilaian
[evaluation] dan penaatan [compliance] meliputi :
¾
pedoman kualitas udara
berupa Ambient Air Quality Standards
[Baku Mutu Udara Sekeliling ] dan
Emissions Quality Standard [Baku Emisi
Udara] yang ditujukan untuk sumber baru
[sumber tak-bergerak misal ketel
pembangkit steam] dan sumber bergerak
[misal kendaraan bermotor],
Pedoman/acuan yang dibutuhkan untuk penilaian
[evaluation] dan penaatan [compliance] meliputi :
¾
pedoman kualitas air
berupa Stream Quality Standards [
Baku Mutu Badan Air] dan Effluent
Quality Standard [Baku Mutu Limbah
Cair] baik oleh kegiatan baik industri
maupun kegiatan di perkotaan.
Peraturan pendukung UndangUndang-undang yang diterbitkan di
antaranya adalah :
¾ Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air
¾ Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun
1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
Peraturan pendukung UndangUndang-undang yang diterbitkan di
antaranya adalah :
¾ Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun [B3]
¾ dan
berbagai S.K. Menteri Negara
Lingkungan Hidup misal :
ƒ Baku Mutu Emisi Sumber Takbergerak
ƒ Baku Mutu Limbah Cair.
Pengendalian pencemaran dengan penerapan
teknologi yang dikenal saat ini adalah ‘teknologi
perlakuan akhir’ atau ‘end-of-pipe treatment
technology’.
¾
Konsep ini merupakan konsep perintah dan
pengendalian [command and control] yang hanya
meninjau pembebanan pada salah satu media udara,
air, atau tanah dan menyelesaikan satu masalah yang
tertuju pada suatu kegiatan.
¾
Pemikiran yang parsial ini sering menimbulkan
masalah, karena penanganan hanya berdasarkan pada
pengelolaan yang paling mudah.
“Yesterday”s Need“ tidak hanya menghadirkan “Yesterday Solution”
tetapi “Today’s Problems”. [Graedel dan Allenby, 1995]
¾
Penemuan internal combustion engine membutuhkan bahan bakar
bensin yang tidak menimbulkan knocking, dengan penambahan Tetra
Ethyl Lead (TEL) pada bensin untuk meningkatkan angka oktan agar
knocking tidak terjadi. Emisi gas buang hasil pembakaran bahan bakar
yang mengandung TEL menimbulkan uap timbal yang beracun
¾
Pemakaian Dichloro Diphenyl Trichloro-ethane (DDT) yang
bertujuan untuk memusnahkan jentik nyamuk [malaria] akan
memusnahkan pula jasad lain yang berguna bagi manusia dan
hewan, karena DDT tidak spesifik [non-targeted insecticide]
dan persistent dalam tubuh hewan yang memakan serangga
yang mati karena terkena DDT hingga akumulatif
¾
Hal positif dari pengembangan konsep ‘end-of’pipe treatment
technology’ adalah memacu pertumbuhan konsultan teknik
dan pembuat peralatan yang berkaitan dengan unit
pengolahan baik limbah fasa gas atau limbah fasa cair.
¾
Hal yang menggembirakan ini jarang didukung oleh
kemampuan analisis yang memadai dari konsultan untuk
menyelesaikan masalah pada kegagalan operasi, karena
seringkali konsultan teknik ini hanya sebagai penjual
teknologi atau peralatan saja. Sebagai akibatnya, sasaran
pengelolaan lingkungan dengan pengendalian pencemaran
ini tidak dapat dicapai secara menyeluruh.
¾ Penyebab
lainnya adalah kegagalan sistem
cost accounting yang belum dapat menilai
biaya kerugian lingkungan sehingga
pengusaha, pemilik, dan pengelola industri
berpendapat bahwa biaya pembangunan
dan pelaksanaan suatu pengolah limbah
adalah biaya tambahan [external cost].
Konsep yang berkembang setelah ‘endend-of’
of’pipe treatment
technology’
technology’ adalah “Environmental Impact Assessment”
Assessment”
[EIA].
¾
Konsep ini dikenal sebagai Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. Indonesia menerapkan konsep ini dan dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah no. 27 tahun 1999.
¾
Penerapan EIA menghasilkan EIS – Environmental Impact
Statement yang harus dipatuhi oleh pemrakarsa dan pengelola
lingkungan untuk menerapkan hasil-hasil yang disepakati.
¾
Konsep EIA kemudian disusul dengan Waste Minimization yang
berakar pada konsep pengelolaan limbah B-3 (bahan berbahaya
dan beracun).
¾
Waste minimization memiliki tahap-tahap pelaksanaan
[hierarchy] yang dapat dilaksanakan tanpa berurutan di mana
peluang yang lebih menguntungkan akan dipilih lebih dulu.
¾
Konsep ini banyak berkembang di Amerika Serikat. UNEP–
United Nations Environment Program mengajukan konsep
‘Cleaner Production’ atau produksi bersih dan diterapkan oleh
United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO).
¾
Konsep Pollution Prevention dikembangkan oleh US – EPA
[Amerika Serikat] dalam dasawarsa yang sama akibat dari
kegagalan pemantauan pelepasan bahan berbahaya dan
beracun serta kehadiran Pollution Prevention Act – Undangundang Pencegahan Pencemaran dan kemudian penerbitan
Right to Know Act.
¾
Konsep Pencegahan Pencemaran memiliki hierarchy pula dan
menyatakan bahwa recycle harus dilakukan langsung atau inpipe recycle.
Pollution Prevention Hierarchy
Prevention & Reduction
(Source – reduction)
Recycling & Re-Use
(in-process recycle, on-site-recycle, off-site recycle)
Treatment
Disposal
secure disposal or direct
release to the environment
¾
Kemudian dunia usaha untuk perdagangan global memiliki
gagasan untuk memperbaiki kualitas lingkungan global dan
mengajukan konsep eco-efficiency untuk mencapai
Pembangunan Berkelanjutan.
¾
Konsep ini diajukan atas permintaan Perserikatan Bangsa
Bangsa yang menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, 1992.
¾
Apa yang diinginkan oleh ahli lingkungan, pejabat pemerintah,
dan masyarakat dalam masalah pengelolaan lingkungan ?
Î Keinginan untuk memperoleh piranti pengujian
yang menyeluruh [‘holistic’] dan menyusutkan
dampak lingkungan ‘from cradle to grave’ suatu
produk, kemasan, proses, dan kegiatan.
¾
Konsep life-cycle assessment merupakan piranti analitik
yang dapat digunakan untuk memahami dampak
tersebut mulai dari cara untuk memperoleh bahan baku
hingga pembuangan akhir bahan ke lingkungan [SETAC,
1993]
atau
LCA adalah teknik yang sistematik untuk melakukan
analisis suatu produk dari ayunan hingga kubur. Konsep
ini memiliki sasaran global yang meliputi (1) perbaikan
kesehatan manusia, (2) perbaikan kualitas ekologi, dan
(3) perlindungan sumber daya alam [Owens,1997].
International Organization for Standarisation [ISO] menyusun
pembakuan Sistem Pengelolaan Lingkungan [Standards for
Environmental Management System] yang dikenal dengan ISO
14000.
¾
Penerapan sistem ini adalah sukarela yang berarti konsep
control and command tidak dianut lagi oleh berbagai
negara dalam pengelolaan lingkungan.
¾
Seri ISO 14000 ini mencakup penerapan Life-cycle
Assessment – Penilaian Daur Hidup - suatu produk,
proses, atau kegiatan adalah complex dan membutuhkan
waktu.
¾
Berbagai teknik telah diajukan dan diterapkan oleh pelaku
penilaian daur hidup .
Indonesia dalam dasawarsa ’80 dan ’90 telah menerima
berbagai konsep yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan, yaitu di antaranya :
¾
¾
¾
¾
¾
cleaner production
from cradle to grave
waste minimization
pollution prevention
environmental management system [EMS] – ISO
Jika14000
konsep-konsep lain langsung berkaitan dengan
perangkat keras, tetapi penerapan ISO 14000 dilakukan
tahap demi tahap dan tidak langsung dengan pengubahan
dan penerapan perangkat keras.
Analisa Dampak Lingkungan
¾
Kegiatan Analisis mengenai Dampak Lingkungan yang
diterapkan di Indonesia dengan menggunakan PP yang lama
yang tidak dapat mencapai sasaran, karena peraturan itu
memberi peluang waktu antara rencana pengendalian
pencemaran dan pengelolaan lingkungan dengan pembangunan
serta operasi sistem pengendalian pencemaran sehingga pabrik
dapat beroperasi tanpa pengolahan limbah.
¾
Peluang ini sering digunakan untuk menghindari pembangunan
sistem perlakuan limbah dengan alasan biaya pembangunan dan
biaya operasi yang besar.
¾
Hal ini telah diperbaiki dalam penerbitan PP No. 23 Tahun 1997
sehingga rancangan dan pembangunan sistem pengendalian dan
pengelolaan lingkungan harus diselesaikan sebelum pabrik
beroperasi.
Waste Minimization
¾
Waste minimization memiliki sasaran penyusutan limbah pada
sumber. Konsep ini adalah penerapan dari keinginan
menanggulangi pencemaran atas dasar pengurangan volum limbah
dan kekuatan limbah.
¾
Hierarki tahapan pelaksanaannya dapat dilakukan tanpa saling
berurutan. Peluang yang paling tinggi akan dipilih lebih dulu.
Tahap-tahap itu meliputi :
ƒ source reduction yang dapat dipilih dari :
9 raw material substitution [ perubahan jenis bahan baku],
9 process changes [perubahan proses]
9 equipment modification [pengubahan peralatan ]
ƒ on-site or off site, recycle, reuse, recovery,
ƒ waste treatment, dan
ƒ waste disposal.
Cleaner Production
¾
Cleaner Production didefinisikan sebagai penerapan
berkesinambungan strategi lingkungan yang terpadu bagi
proses, produk, dan layanan.
¾
Istilah Cleaner Production dialihbahasakan ke produksi bersih
adalah strategi secara berkelanjutan yang memperbaiki produk,
proses, dan layanan untuk mengurangi dampak lingkungan dan
bekerja menuju pembangunan berkelanjutan secara ekologi dan
ekonomik.
¾
Konsep ini meliputi pemanfaatan sumber alam secara efisien
yang bermakna pula bagi penyusutan limbah yang dihasilkan
serta pencemaran dan penyusutan risiko bagi kesehatan
manusia dan keselamatan.
¾
Penyelesaian masalah ditekankan pada sumber daripada akhir
proses atau pendekatan end-of-pipe.
¾
Keistimewaan produksi bersih meliputi :
ƒ kekekalan bahan baku dan energi, penghapusan penggunaan
bahan baku yang beracun, dan penyusutan bobot atau volum serta
tingkat peracunan berbagai pembebasan limbah dari suatu proses
ƒ penyusutan pengaruh negatif produk selama daur kehidupan mulai
dari pengambilan bahan baku hingga pembuangan produk yang
usang atau rusak atau habis usia-guna, dan
ƒ strategi yang ditujukan pada penyertaan pertimbangan lingkungan
dari awal perancangan hingga pelayanan.
¾
Produksi bersih membutuhkan perubahan sikap, pengelolaan
lingkungan yang bertanggung-jawab dan penilaian pilihan teknologi.
¾
Salah satu upaya produksi bersih yang paling sederhana untuk
diterapkan pada proses produksi adalah good housekeeping .
¾
Produksi bersih tidak selalu membutuhkan kegiatan yang mahal atau
teknologi yang canggih. Seringkali penghematan potensial dapat
menghasilkan peningkatan daya saing di pasar.
Pollution Prevention
¾ Konsep ini menyatakan bahwa recycle harus dilakukan
langsung atau in-pipe recycle.
¾ Konsep ini dikembangkan karena konsep pengelolaan
limbah yang berdasarkan end of pipe treatment technology
dan waste minimization yang telah diterapkan tidak dapat
memenuhi sasaran untuk menahan laju pemanfaatan
sumber alam yang terbatas serta perlindungan kualitas
lingkungan untuk mempertahankan kehidupan berbagai
mahluk.
¾ Konsep ini merupakan penerapan dari Undang-undang
Pencegahan Pencemaran [Pollution Prevention Act].
¾ Konsep Pollution Prevention ini meliputi tahap-tahap :
ƒ source reduction, yang terdiri dari:
9 material substitution,
9 process changes, dan
9 equipment modification,
ƒ on-site recycle,
ƒ waste treatment, dan
ƒ waste disposal.
¾ Perbedaan antara konsep waste minimization dan pollution
prevention terletak pada penetapan peluang utama.
¾ Pencegahan pencemaran menetapkan penyusutan pencemaran
pada sumber sebagai awal kegiatan dan limbah harus tidak
dibebaskan ke lingkungan.
Sustainable Development
¾ Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Komisi Brundlandt
[1987] mengajukan batasan Sustainable Development
sebagai:
“..... sustainable development is meeting the needs of the
present without compromising the ability of the future
generation to meet their own needs ….”
Our common future,1987
The report to U.N. World Commission on Environment and Development
¾ Beberapa negara dengan optimis menyatakan bahwa
Cleaner Production merupakan piranti [tool] untuk
mencapai Pembangunan Berkelanjutan
Pembakuan Sistem Pengelolaan Lingkungan
¾ International Organizations for Standardization mengajukan
Environmental Management System yang dicakup dalam ISO
14000.
¾ Perusahaan besar memang menghendaki sertifikat ini untuk
mendapat pengakuan secara internasional dan keunggulan
persaingan dalam perdagangan internasional, tetapi perusahaan
kecil atau menengah seringkali tidak memperdulikan hal ini,
karena biaya yang besar berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
yang harus dilakukan untuk memperoleh sertifikat ini.
¾ Standar ini merupakan model untuk penyamaan pengelolaan
lingkungan dan pedoman untuk perancangan sistem
pengelolaan lingkungan.
¾ Konsep ini didasarkan pada keinginan manusia yang mengarah
pada ‘zero discharge’ bagi kegiatan industri dan konsep untuk
bahan berbahaya beracun – ‘from cradle to grave’ [ dari ayunan
hingga liang kubur].
¾ Konsep ini juga mengembangkan berbagai penelitian pada
komponen-komponen dalam konsep di negara-negara yang
telah maju ini misal penggantian pelarut [solvent substitution],
penggantian bahan baku, pengubahan proses, pengubahan alat
utama atau alat pendukung.
¾ Salah satu komponen ISO 14000 adalah Life-cycle Assessment
(LCA) proses, produk, dan layanan.
¾ Life-cycle Assessment memiliki tahap - tahap
9 Definisi Tujuan dan Lingkup Kajian,
9 Analisis Inventarisasi,
9 Penilaian Dampak, dan
9 Analisis Perbaikan atau Interpretasi.
¾ Sistem Pengelolaan Lingkungan dengan cara Life-cycle
Assessment belum diterapkan di Indonesia.
¾ Penerapan sistem ini membutuhkan sumber daya manusia
yang memadai dan perangkat keras yang canggih untuk
mendukung sistem informasi global.
¾ Informasi yang akan dipaparkan berkaitan dengan
teknologi perlakuan pipa-pipa yang masih menjadi
tuntutan dalam pengendalian pencemaran.
¾ Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 1999 tentang
otonomi daerah, maka penilaian masalah lingkungan
berada di tangan Pemerintah Daerah baik yang berkaitan
dengan penegakan hukum atau analisis kualitas perairan
dan limbah hasil kegiatan.
Pollution Prevention for Chemical Process
Original Process
Umpan
Produk +
Limbah
REAKTOR
Upaya yang dilakukan :
Source Reduction
Umpan
In-Process Recycle
REAKTOR
Produk +
Umpan
yang tidak
bereaksi
Produk +
Sedikit
Limbah
Produk
SEPARAT
OR
Umpan
REAKTOR
Umpan yang Tidak bereaksi
On-site recycle
Produk Lain
REAKTOR
Reaktor
Lainnya
Produk
SEPARA
TOR
Umpan
Produk +
Umpan
yang tidak
bereaksi
Off-site recycle
REAKTOR
Produk
SEPARAT
OR
Umpan
Produk +
Umpan
yang tidak
bereaksi
Site Boundary
Produk Lain
Reaktor
Lainnya
Limbah
Waste Treatment
Limbah Lain
Secure Disposal
REAKTOR
Waste
Treatment
Produk
SEPARAT
OR
Umpan
Produk +
Umpan
yang tidak
bereaksi
REAKTOR
Limbah
Land Fill
Limbah
Produk
SEPAR
ATOR
Umpan
Produk +
Umpan yang
tidak
bereaksi
Download