2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pasar Modal Dan Surat Berharga Pada dasarnya, pasar modal ( capital market ) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang atupun modal sendiri. Pasar modal merupakan pasar untuk surat berharga jangka panjang, sedangkan Pasar Uang ( money market ) pada sisi yang lain merupakan pasar surat berharga jangka pendek. Baik pasar modal maupun pasar uang merupakan bagian dari pasar keuangan ( financial market ). Jika di pasar modal diperjualbelikan instrumen keuangan seperti saham, obligasi, warrant, right, obligasi keonvertibel dan berbagai produk turunan ( derivatif ) seperti opsi ( put dan call ), maka di pasar uang diperjualbelikan antara lain Sertifikat Bank Indonesia ( SBI ), Surat Berharga Pasar Uang ( SBPU ), Commercial Paper, Promissory Notes, Call Money, Repurchase agreement, Banker’s acceptance, Treasury bills dan lain-lain. Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, Perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. “ 2.2 Pengertian Indeks Harga Saham Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi yaitu : 1. sebagai indikator tren pasar 2. sebagai indikator tingkat keuntungan 3. sebagai tolak ukur ( benchmark ) kinerja suatu portofolio 4. memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif 5. memfasilitasi berkembangnya produk derivatif Ada beberapa macam pendekatan atau metode penghitungan yang digunakan untuk menghitung indeks, yaitu : 1. menghitung rata-rata (arithmetic mean ) harga saham yang masuk dalam anggota indeks, 2. menghitung geometric mean dari indeks individual saham yang masuk anggota bursa, 3. menghitung rata-rata tertimbang nilai pasar. Umumnya semua indeks harga saham gabungan ( composite ) menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk di Bursa Efek Jakarta . Di Bursa Efek Jakarta terdapat lima indeks, antara lain : 1. Indeks individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya . Perhitungan indeks ini menggunakan prinsip yang sama dengan IHSG, yaitu : Harga Pasar / Harga Dasar X 100 . BEJ memberi angka dasar IHSI 100 ketika saham diluncurkan pada pasar perdana dan berubah sesuai dengan perubahan pasar 2. Indeks Harga saham sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor . Perhitungan harga dasar masing-masing sektor didasarkan pada kurs / harga akhir setiap saham tanggal 28 desember 1995. Indeks ini mulai diberlakukan tanggal 2 Januari 1996 . Di BEJ indeks sektoral terbagi atas 10 sektor, yaitu : A. Sektor-sektor Primer ( ekstraktif ) 1. Pertanian 2. Pertambangan B. Sektor-sektor sekunder ( industri manufaktur ) 1. Industri dasar dan kimia 2. Aneka Industri 3. Industri Barang Konsumsi 4. Manufaktur C. Sektor-sektor Tersier ( Jasa ) 1. Properti dan real estate 2. Infrastruktur dan Trasnportasi 3. Keuangan 4. Perdagangan, Jasa dan Investasi 3. Indeks LQ 45 menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham yang saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah. 4. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG ( composite share price index ) , menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. Tanggal 10 Agustus 1982 ditetapkan sebagai hari dasar ( nilai indeks = 100 ) . IHSG = Nilai Pasar ( Jumlah saham tercatat x harga terakhir ) x 100 Nilai Dasar ( Jumlah saham tercatat x harga perdana ) 5. Indeks Syariah atau JII ( Jakarta Islamic Index ) . JII merupakan indeks terakhir yang dikembangkan oleh BEJ bekerja sama dengan Danareksa Investment Management. Indeks ini merupakan indeks yang mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau indeks yang berdasarkan syariah Islam . 2.3 Faktor-Faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Menjadi Investor Saham Dalam melakukan investasi pada saham , ada beberapa pedoman yang perlu dicermati. Adapun pedoman untuk melakukan investasi dalam saham adalah : 1. Tentukan tujuan investasi 2. Ketahui kemampuan sumber daya yang dimiliki 3. Menentukan jangka waktu investasi 4. Memahami risiko investasi pada saham 5. Mengenali jenis-jenis saham 6. Menentukan strategi investasi 7. Memanfaatkan jasa professional 8. Mengikuti perkembangan informasi yang terjadi secara terus menerus 2.4 Korelasi Antara Pasar Saham Nasional Dengan Gerakan-Gerakan Mata Uang Studi Roll ( 1992 ) dan Drummen & Zimmerman ( 1992 ) menunjukkan bukti empiris adanya korelasi yang rendah antara pasar saham dan gerakan-gerakan mata uang dari negara-negara industri periode 1973-1993. Husnan dan Pudjiastuti ( 1994 ) mendapatkan korelasi negatif antara perubahan nilai tukar dollar AS dan imbal hasil beberapa pasar saham. Studi empirik tentang pasar modal umumnya dan mengenai variabel – variabel indeks ekonomi dan indeks pasar , telah memberikan penjelasan mengenai variabel-variabel “ tingkat inflasi, tingkat bunga, nilai tukar domestik dan indeks pasar” terhadap tingkat pengembalian investasi saham. Variabel-variabel tersebut menurut studi empirik yang dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa terjadi pola hubungan negatif antara inflasi dengan tingkat pengembalian investasi saham dan komoditas future ( Jacob and Pettit, 1989:137 ). Penelitian lain yang dilakukan oleh Djoko Mursinto mengenai variabel penentu indeks harga saham gabungan bulanan di Bursa Efek Jakarta dengan mengambil periode waktu 19901992 ditemukan bahwa terdapat otokorelasi pada variabel Y indeks harga saham gabungan. Dua variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan diantara variabelvariabel bebas lainnya adalah tingkat bunga deposito dan variabel harga emas. ( Djoko Mursinto, 1994 : 13-23 ). Beberapa hasil penelitian tentang pasar modal di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi saham yang dihitung dari pendapatan dividen dan selisih harga ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh variabel ekonomi makro daripada variabel ekonomi mikro ( keadaan fundamental perusahaan ). Penelitian di Bursa Efek Jakarta tentang faktor-faktor penentu tingkat risiko yang diukur dari nilai variabilitas tingkat pendapatan saham menunjukkan hasil bahwa , “ Tingkat resiko dipengaruhi secara nyata oleh variabel-variabel ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan kurs valuta asing ( $/RP ), sedangkan dalam variabel mikro hanya struktur aktiva saja yang mempengaruhi tingkat risiko saham ( Sinaga, 1994 :123 ) 2.5 Teori Portofolio Harry Markowitz telah membuktikan bahwa investor akan mendapatkan manfaat yang maksimal dari diversifikasi jika saham-saham dalam portofolionya berada pada industri atau sektor yang berbeda. Berbeda disini berarti adanya kecenderungan pergerakan tingkat imbal hasil atau pergerakan harga yang tidak searah. Dengan menambahkan saham yang mempunyai korelasi negatif atau rendah ( semakin mendekati –1 ) pada portofolionya, investor dapat mengurangi risiko portofolionya sampai pada level yang minimal tetapi tidak pernah bisa dihilangkan, karena pada akhirnya risiko pada portofolio akan tergantung pada korelasi antara saham-saham yang membentuk portofolio tersebut. Meir Statman melakukan penelitian dengan membentuk “ equally weighted portfolio “ dengan sample saham-saham di New York Stock Exchange ( NTSE ) yang diambil secara acak mengemukakan 2 kesimpulan. Pertama , secara rata-rata, risiko portofolio akan semakin menurun dengan semakin banyaknya saham yang ditambahkan ke dalam portofolio.” Kesimpulan yang kedua yaitu “ berkurangnya risiko dengan semakin banyaknya saham yang ditambahkan ke dalam portofolio akan terhenti dan risiko tidak akan pernah mencapai nol. “ Sumber utama risiko investasi saham terdiri dari dua hal . Pertama, risiko yang disumbangkan dari kondisi umum perekonomian (risiko pasar ), misalkan siklus usaha, tingkat inflasi,tingkat suku bunga, nilai tukar, dan kondisi politik atau hal lain yang merupakan factor makroekonomi yang tidak bisa diprediksi dengan pasti dan mempengaruhi tingkat imbal hasil dari masing-masing saham. Kedua, risiko khusus dari masing-masing perusahaan (firm specific risk), misalkan perubahan susunan karyawan, kegagalan dalam pemasaran produk dan lain-lain yang tidak berpengaruh pada perusahaan lain dalam suatu perekonomian.