1 MODEL EVALUASI KESUBURAN TANAH DAN REKOMENDASI PEMUPUKAN Diabstraksikan oleh: Prof Dr Ir Soemarno MS Jurusan Ilmu Tanah FPUB 3 Oktober 2013 (MK. Manajemen Kesuburan Tanah) PENDAHULUAN Secara historis, berbagai sistem produksi tanaman telah dilakukan dan dikembangkan berdasarkan pada pemanfaatan unsur hara yang telah tersedia dalam tanah. Dalam konteks ini, kemampuan tanah sangat beragam dalam mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanam an secara memuaskan. Berbagai teknik diagnostis, termasuk identifikasi gejala defisiensi unsur hara, uji tanah dan analisis jaringan tanaman, sangat membantu dalam menentukan kapan waktu penambahan unsur hara sangat diperlukan. Penentuan dosis unsur hara yang tepat dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai kebutuhan unsur hara tanaman dan kemampuan tanah untuk mensuplai unsur hara. Kalau tanah tidak mampu menyediakan sejumah unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman yang normal, maka diperlukan tambahan unsur hara dalam bentuk pupuk atau bentuk lainnya. Keadaan seperti ini mendorong upaya penemuan metodemetode yang dapat digunakan untuk menentukan defisiensi unsur hara. Pendekatan Evaluasi yang Digunakan Kajian masalah peramalan kebutuhan unsur hara tanaman telah dilakukan sejak lama. Pada tahun 1813 Sir Humphrey Davy menyatakan bahwa kalau suatu tanah tidak produktif maka sebab-sebab dari sterilitas tersebut dapat dilacak dengan menggunakan teknik analisis kimia. Analisis tanah secara kimiawi ini sangat tergantung kepada pereaksi-pereaksi kimia untuk menentukan jumlah unsur hara yang tersedia. Selain itu juga ada metode biologis yang melibatkan tanaman sebagai agen pengekstraks unsur hara, cara ini sering digunakan untuk menduga jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah. Secara umum ternyata uji tanah secara biologis ini ada dua tipe, yaitu (i) menggunakan tanaman tinggi, dan (ii) menggunakan tanaman rendah, seperti bakteri dan fungi. Empat macam teknik yang lazim digunakan untuk menduga status kesuburan suatu tanah adalah: 1. Gejala defisiensi unsur hara tanaman 2. Analisis jaringan tanaman yang sedang tumbuh 3. Uji biologis dimana pertumbuhan tanaman tinggi atau mikroorganisme tertentu digunakan sebagai ukuran status kesuburan tanah 4. Uji tanah secara kimiawi. Gejala Defisiensi Unsur Hara Banyak metode untuk mengevaluasi kesuburan tanah didasarkan pada observasi atau pengukuran parameter pertumbuhan tanaman yang sedang tumbuh. Metode-metode seperti ini mempunyai banyak keunggulan karena tanaman berfungsi sebagai integrator 2 dari semua faktor pertumbuhan dan merupakan produk yang dituju oleh petani penanamnya. Suatu wujud yang tidak normal dari tanaman yang sedang tumbuh mungkin dapat disebabkan oleh defisiensi satu atau lebih unsur hara tanaman. Kalau tanaman kekurangan unsur hara tertentu, maka gejala defisiensi yang spesifik akan muncul. Metode visual ini sangat unik karena tidak memerlukan perlengkapan yang mahal dan banyak serta dapat digunakan sebagai penujang bagi teknik-teknik diagnostik lainnya. 1. Terjadinya Gejala Defisiensi Hara Gejala defisiensi unsur hara pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi (1). Kegagalan tanaman secara lengkap pada fase kecambah, (2). Pertumbuhan tanaman sangat kerdil; (3). Munculnya gejala spesifik pada daun selama periode waktu yang berbeda-beda dalam musim pertumbuhan; (4). Abnormalitas internal, seperti tersumbatnya jaringan pembuluh; (5). Penangguhan kemasakan atau kemasakan tidak normal; (6). Perbedaan hasil, dengan atau tanpa gejala pada daun; (7). Kualitas tanaman yang buruk, termasuk penyimpangan komposisi kimia, seperti kadar protein, minyak, pati, daya awet atau daya simpan; (8). Perbedaan hasil yang hanya dapat dideteksi melalui percobaan yang serius. Disamping itu, defisiensi unsur hara juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan tipe pertumbuhan perakaran tanaman. Defisiensi unsur hara tidak secara langsung menimbulkan gejala defisiensi. Kalau terjadi kekurangan unsur hara maka proses-proses metabolisme tanaman yang normal menjadi tidak seimbang, sehingga terjadi akumulasi senyawa organik tertentu dan kekurangan yang lainnya. Hal ini mengakibatkan kondisi tidak normal yang dikenal sebagai 'gejala' dan mempunyai hubungan yang definit dengan kekurangan unsur hara. Misalnya, persenyawaan diamineputrescine terbentuk dalam beberapa tanaman yang kekurangan kalium dan menyebabkan gejala-gejala yang khas. Sebenarnyalah tanaman yang kecukupan kalium juga akan menunjukkan gejala yang sama kalau diinjeksi dengan senyawa ini. Setiap 'gejala defisiensi' mesti berhubungan dengan beberapa fungsi metabolis dari unsur hara yang bersangkutan. Akan tetapi suatu unsur hara bisa mempunyai beberapa fungsi metabolis, dan hal ini menimbulkan kesulitan dalam menjelaskan alasan fisiologis untuk menerangkan terjadinya gejala defisiensi. Misalnya, kalau terjadi defisiensi nitrogen, daun-daun tanaman akan cenderung menjadi berwarna hijau pucat atau kuning terang. Kalau kuantitas nitrogen terbatas, produksi khlorofil akan direduksi, dan pigmen kuning seperti karotin dan xantofil akan muncul. Akan tetapi gejala defisiensi unsur hara tertentu lainnya juga dapat berupa daun-daun yang pucat atau kekuningan, dan kesulitan juga akan dihadapi sehubungan dengan pola lokasi dan posisi daun dalam tanaman. Defisiensi sebenarnya bersifat relatif, dan gejala defisiensi suatu unsur hara akan menyatakan kekurangan atau kelebihannya unsur yang lain. Misalnya defisiensi Mn dapat dipacu oleh penambahan banyak Fe, asalkan ketersediaan Mn berada di sekitar tingkat kritis. Disamping itu, suplai hara yang cukup pada suatu kondisi bisa menjadi defisien kalau unsur lainnya menjadi berlebihan. Pada kondisi suplai nitrogen yang terbatas mungkin tanaman jagung tidak memerlukan banyak fosfor, tetapi kalau suplai nitrogen ditingkatkan maka ketersediaan fosfor bisa menjadi kritis. Dengan kata lain, kalau faktor pembatas pertama dieliminir maka akan segera muncul faktor pembatas ke dua berikutnya. 2. Perhatian Khusus Gejala Defisiensi Di defisiensi defisiensi defisiensi lapangan seringkali sulit untuk dapat membedakan di antara gejala-gejala unsur hara. Tidak jarang bahwa gangguan hama dan penyakit menyerupai unsur hara mikro tertentu. Misalnya gangguan oleh belalang daun dengan boron pada tanaman alfalfa. Defisiensi boron diikuti oleh kolorasi merah pada 3 daun di dekat titik tumbuh kalau tanaman mendapatkan cukup kalium. Sebaliknya kalau suplai kalium terbatas maka daun-daun tanaman alfalfa akan menguning. Suatu gejala mungkin juga merupakan efek sekunder dan dapat pula diakibatkan oleh lebih dari satu macam penyebab. Misalnya, gula yang terakumulasi dalam tanaman jagung dapat berkombinasi dengan flavon membentuk anthosianin (pigmen ungu, merah dan kuning). Akumulasi gula tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnua suplai fosfor, suhu malam yang rendah dan suhu udara siang-hari yang panas, gangguan hama pada akar, defisiensi nitrogen, atau sebab lainnya. Gejala defisiensi unsur hara sebagai sarana untuk mengevaluasi kesuburan tanah dapat diibaratkan sebagai "menutup pintu kandang setelah kudanya lepas". Gejala defisiensi hanya muncul setelah suplai unsur hara begitu rendah sehingga tanaman tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam kasus seperti ini maka pupuk akan lebih menguntungkan kalau diberikan jauh sebelum gejala defisiensi muncul. Kalau gejala defisiensi diamati lebih awal maka ia dapat dikoreksi selama musim pertumbuhan tanaman. Hal seperti ini dapat terjadi dalam hal nitrogen, kalium, dan beberapa macam unsur mikro. Memang tujuan utamanya ialah memberikan unsur yang kekurangan ke tanaman secepat mugkin. Hal ini pada kondisi tertentu dapat dilakukan dengan melalui penyemprotan daun, atau penugalan pupuk di sekitar akar. Biasanya hasil tanaman masih akan lebih rendah dibandingkan dengan kalau suplai unsur hara kecukupan sejak awal tanam. Akan tetapi kalau bahaya defisiensi tersebut dapat didiagnosa secara tepat maka defisiensi dapat dikoreksi pada tahun berikutnya. Kelaparan Tersembunyi 'Kelaparan tersembunyi' ("hidden hunger") menyatakan situasi dimana tanaman memerlukan lebih banyak unsur hara tertentu, meskipun belum menunjukkan gejala defisiensi tertentu (Gambar 1). Kadar unsur hara masih di atas zone defisiensi tetapi berada di bawah batas yang diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang paling menguntungkan. Dalam sistem pertanian yang berorientasi kepada keuntungan maka para petani akan berupaya untuk menghindari defisiensi tanamannya. Akan tetapi ia mungkin tidak menambahkan cukup banyak unsur hara untuk mendapatkan hasil yang paling menguntungkan. Dalam banyak hal, respon yang signifikan dapat diperoleh meskipun tidak diketahui adanya gejala defisiensi. Dalam fasefase permulaan dari penggunaan suatu unsur hara di suatu area, gejala defisiensi mengarahkan kepada pengenalan bahaya. Akan tetapi kalau penggunaan unsur hara harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi, maka gejala defisiensi menjadi kurang penting dan dapat dikelompokkan sebagai masalah bagi petani marjinal. Permasalahan yang kemudian dihadapi adalah bagaimana cara terbaik untuk mengeliminir kelaparan tersembunyi (Gambar 2). Uji tanaman akan membantu ke arah perencanaan program pemupukan tahun berikutnya, dan uji tanah akan membantu mengeliminir problem tanaman yang sedang tumbuh. Dalam kedua macam pendekatan ini harus senantiasa diperhatikan praktek pengelolaan sebelumnya. 4 Jaminan terhadap kelaparan tersembunyi optimum fisiologis Hasil Tanaman top yield dosis sure' kelaparan tersembunyi optimum ekonomis gejala dosis pupuk Gambar 1. Kelaparan tersembunyi merupakan istilah ang digunakan untuk melukiskan tanaman yang tidak menunjukkan gejala defisiensi yang jelas, namun kandungan haranya tidak cukup untuk memproduksi hasil yang paling menguntungkan. Pemupukan dengan dosis "sure", meskipun masih sedikit di bawah dosis optimum ekonomis, setiap tahun akan membantu mendapatkan hasil yang paling menguntungkan (Tisdale dan Nelson, 1975). 1. Efek-efek Musiman Kekurangan unsur hara dalam tanah dapat diperparah oleh kondisi cuaca yang tidak normal. Unsur hara dapat tersedia dalam jumlah yang cukup pada kondisi ideal, tetapi dalam kondisi kekeringan, kelebihan air, atau suhu yang ekstrim tanaman mungkin tidak mampu menyerap dalam jumlah yang cukup. Misalnya pada suhu dingin akan lebih sedikit N, P, dan K yang dapat diserap oleh tanaman tomat (Tabel 1). 5 Memerangi kelaparan tersembunyi secara kimiawi Uji lapangan Analisis jaringan Analisis tanaman Nilai gizi pakan Analisis organ morfologi Uji tanah Penyerapan hara oleh akar Air tanah, aerasi, suhu Gambar 2. Melacak kelaparan tersembunyi dalam tanaman menjadi masalah yang semakin sulit kalau sasaran hasil yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar harus dicapai. Di daerah yang tidak menunjukkan gejala defisiensi maka kita harus menggunakan lebih banyak diagnostik kimiawi untuk mengevaluasi kebutuhan unsur hara tanaman secara lebih tepat (Tidale dan Nelson, 1975) Tabel 1. Efek Suhu terhadap Kadar N, P,K Daun Tomat Umur Bahan kering; % tanaman 12oC (hari) N P K N 36 3.27 0.15 2.12 4.92 50 4.11 0.37 3.11 4.78 60 4.62 0.35 1.70 6.05 110 4.40 0.43 4.95 4.15 Sumber: Zurbicki (dalam Tisdale dan Nelson, 1975) 20oC P 0.38 0.44 0.47 0.62 K 4.23 4.40 3.12 4.20 Demikian juga, stress air akan mempengaruhi serapan hara. Kalau stress air semakin parah maka konsentrasi NPK pada daun jagung menurun (Tabel 2). Pemupukan akan mampu mengurangi efek buruk stress air, tetapi konsentrasinya masih di bawah optimum dalam periode stress. Dalam rangka untuk mengeliminir faktor 6 pembatas unsur hara maka kadar unsur hara tanaman harus ditingkatkan hingga batas aman dan bukan hanya sampai optimum ekonomis (Gambar 3). Memupuk hingga taraf ini akan membantu memanfaatkan kondisi musim yang baik dan mensisakan unsur hara dalam tanah untuk dimanfaatkan oleh tanaman berikutnya. Tabel 2. Pengaruh N,P, dan K serta Stress Air terhadap Kadar N,P,K Daun Jagung N Pupuk P Konsentrasi NPK: Hari tanpa stress K Stress maksimum ..kg/ha.. 78 78 .............. %N ................. 0 47 2.0 1.5 179 47 2.9 2.2 .............. %P ................. 179 0 47 0.26 0.12 179 78 47 0.32 0.18 .............. %K ................ 179 39 0 1.10 0.70 179 39 93 1.60 1.20 Sumber: Voss (dalam Tisdale dan Nelson, 1975). Nahar, K. dan R. Gretzmacher. 2002. Effect of water stress on nutrient uptake, yield and quality of tomato (Lycopersicon esculentum Mill.) under subtropical conditions. Die Bodenkultur 53 (1): 45-53. Pengaruh cekaman air terhadap tanaman tomat dan kualitas buahnya dipelajari dalam percobaan pot (Bangladesh). Hasil dan produksi bahan kering pada 100% dan 40% kapasitas lapang kurang bagus. Penyerapan nitrogen, natrium, kalium, belerang, kalsium dan magnesium secara signifikan menurun dengan adanya cekaman air pada tanaman. Peningkatan yang signifikan dalam kandungan glukosa, fruktosa, sukrosa dalam buah dan kandungan prolin dalam daun menunjukkan bahwa tanaman tomat menyesuaikan osmotiknya terhadap stres air. Cekaman air meningkatkan kadar gula dan kadar asam (askorbat, asam malat dan sitrat) dari buah tomat dan dengan demikian meningkatkan kualitas buah. Pengaruh perlakuan cekaman air terhadap kandungan hara tanaman tomat semua kultivar: Perlakuaan 100 % KL 70 % KL 40 % KL %N 1.47ab 1.38ab 1.10ba %K 0.64aa 0.59ab 0.51ba % Na 0.41aa 0.35ab 0.28ba %P 0.25a 0.23a 0.22a %S 0.91a 0.81a 0.80a % Ca 0.70a 0.64a 0.48a % Mg 0.70a 0.64a 0.59a O'Toole, J. C. dan E. P. Baldia. 1982. Water Deficits and Mineral Uptake in Rice. Crop Science. Vol. 22 No. 6, p. 1144-1150. Defisit air mengakibatkan penurunan pertukaran gas antara daun dan atmosfer . Penurunan transpirasi dari daun tanaman yang mengalami stress air telah diketahui. Hubungan antara transpirasi dengan serapan N , P , dan K selama tanaman mengalami stres air belum didokumentasikan. Tanaman padi ( Oryza sativa L. ) ditanam dalam pot dan mengalami stres air. Potensial air tanah dan air tanaman , laju transpirasi , luas daun , bobot kering , serapan N , P dan K, dan kebutuhan evaporative atmosfir dipantau selama periode pengeringan 18 hari. Penurunan Laju transpirasi merupakan variabel yang paling sensitif terhadap efek cekaman air . Transpirasi dari perlakuan stres-air berbeda secara signifikan dari tanaman kontrol, ketika potensial air tanah berada dalam kisaran -0.02 sampai - 7 0.15 MPa . Potensial air daun, dapat digunakan untuk memperkirakan potensial air tanah , nilainya antara -0.06 dan -0.25 MPa ketika transpirasi dan serapan N , P dan K oleh tanaman yang mengalami stres-air sangat berbeda dengan tanaman kontrol. Meskipun ekstrapolasi hasil percobaan pot harus dilakukan dengan hati-hati, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa transpirasi dan penyerapan hara sangat berkorelasi selama terjadi stres air tanah dan tanaman. Aparna Misra, dan Germund Tyler. 2000. Effect of wet and dry cycles in calcareous soil on mineral nutrient uptake of two grasses, Agrostis stolonifera L. and Festuca ovina L., Plant and Soil . Volume 224, Issue 2, pp 297-303. Penyerapan hara ( Ca , Cu , Fe , K , Mg , Mn , P , S , Zn ) oleh Agrostis stolonifera L. dan Festuca ovina L. Dipejalari pada kondisi siklus basah dan kering. Kondisi seperti ini khas untuk habitat A. stolonifera , sedangkan F. ovina tumbuh terutama pada kondisi kering. Tanaman ditanam di rumah kaca , pada suhu dan kondisi cahaya terkontrol, menggunakan dua rejim kelembaban , konstan pada 60 % WHC ( daya simpan air) , basah / kering bergantian antara 35 dan 100 % WHC. Produksi total biomassa dan biomasa di atas tanah ternyata lebih rendah pada kondisi basah / kering dibandingkan dnegan kondisi rezim air yang konstan untuk spesies F. ovina , tetapi tidak berbeda nyata pada species A. stolonifera. Penyerapan hara oleh F. ovina berkurang paling parah pada kondisi rezim kelembaban basah / kering. Serapan dan konsentrasi hara ( Cu , K , Mn , P , S , Zn ) lebih rendah ( p < 0,05 ) dengan perlakuan basah / kering daripada rezim-air konstan pada A. Stolonifera, dan hara Fe dan Mg juga cenderung lebih rendah. Analisis Jaringan Tanaman Ada dua tipe analisis tanaman yang telah sering digunakan. Tipe pertama adalah uji jaringan dengan menggunakan bahan jaringan segar di lapangan, dan tipe ke dua adalah analisis total yang dilakukan di laboratorium dengan teknik-teknik analisis yang lebih teliti. Analisis tanaman mempunyai keuntungan pokok yaitu bahwa ia mengintegrasikan pengaruh tanah, tanaman, iklim dan peubah-peubah pengelolaan. Dengan cara ini maka hasil analisis tanaman dipandang sebagai ukuran akhir dari ketersediaan unsur hara. Akan tetapi kelemahan yang pokok dari cara ini adalah berkaitan dengan "waktu", seringkali sudah terlambat untuk menyembuhkan kekurangan hara tanpa mengalami kehilangan hasil. Lazimnya analisis tanaman digunakan untuk tiga maksud penting, yaitu (i) identifikasi problematik unsur hara tanaman dan mengkuantifikasikan koreksinya melalui penetapan tingkat kritis unsur hara, (ii) menghitung nilai serapan hara untuk menunjang program pemupukan, dan (iii) memonitor status hara tanaman permanen, atau yang secara praktis disebut "crop logging". Analisis tanaman didasarkan atas anggapan bahwa jumlah unsur hara dalam tanaman merupakan indikasi suplai unsur hara tertentu dan dengan demikian secara langsung berhubungan dengan kuantitas dalam tanah. Karena kekurangan unsur hara akan membatasi pertumbuhan tanaman, maka unsur hara lainnya dapat terakumulasi dalam cairan sel dan menunjukkan nilai uji yang tinggi, tanpa memperhatikan suplainya. Misalnya kalau jaringan tanaman jagung miskin nitrat maka uji fosfor bisa menunjukkan nilai yang tinggi. Akan tetapi hal ini bukan merupakan indikasi bahwa kalau cukup nitrogen diberikan ke tanaman jagung berarti suplai fosfor juga akan mencukupi. Tingkat kritis telah berhasil diidentifikasikan untuk bberapa unsur hara dalam berbagai jenis tanaman. Banyak definisi tentang tingkat kritis telah diusulkan, tetapi salah satu definisi yang bermanfaat bagi petani ialah "kadar unsur hara di bawah mana hasil tanaman atau penampilannya menurun di bawah optimum". Akan tetapi pada kenyataannya agak sulit memilih taraf yang spesifik karena kadar unsur hara lainnya dalam tanaman dapat mempengaruhi tingkat kritis sesuatu unsur hara. Pada tanaman jagung ternyata tingkat kritis N, P atau K ternyata mempunyai kisaran yang agak luas, tergantung 8 pada keseimbangan unsur hara lainnya dan taraf hasil yang diinginkan. Tingkat kritis boron akan lebih tinggi kalau kadar kalsium tanaman sangat tinggi. Rashid, A. dan N. Bughio. 1994.Plant analysis diagnostic indices for phosphorus nutrition of sunflower, mungbean, maize, and sorghum. Communications in Soil Science and Plant Analysis . Volume 25, Issue 13-14, pages 2481-2489. Hubungan antara konsentrasi hara dan hasil tanaman merupakan landasan bagi penggunaan analisis tanaman untuk menilai status hara tanaman. Penelitian ini menentukan tingkat kritis fosfor (P) bagian tanaman diagnostik pada empat species tanaman biji-bijian. Tanaman ditanam di rumah kaca menggunakan contoh tanah Typic Ustochrept yag kekurangan P , dipupuk dengan 0, 10, 30, 90, dan 270 mg P/kg tanah. Sensitivitas tanaman terhadap defisiensi P adalah: sorgum> jagung> bunga matahari> kacang hijau. Kebutuhan pupuk (mg P/kg tanah) untuk hasil gabah mendekati maksimum adalah: bunga matahari, 89; jagung dan kacang hijau, 74. Kebutuhan pupuk sorgum jauh lebih besar daripada spesies lain. Konsentrasi P Kritis pada keseluruhan tanaman (tinggi ≤ 30 cm) adalah: kacang hijau, 0,30%; bunga matahari, 0,29%; dan jagung, 0. 24%. Nilai-nilai setara untuk daun-diagnostik adalah: kacang hijau, 0,33%; bunga matahari, 0,31%; dan jagung, 0,26%. Konsentrasi P Kritis pada biji tua adalah: kacang hijau, 0,34%; jagung, 0,29%; dan bunga matahari, 0,20%. Brajesh Sharma; Dalwadi, M. R.; Panchal, D. B.; Patel, J. C.; Panchal, H. D. 2010. Critical levels of phosphorus for maize in alkaline soils of Anand and Kheda districts. Asian Journal of Soil Science 2010 Vol. 5 No. 2 pp. 287-290 . Suatu percobaan pot dilakukan dengan 15 macam contoh tanah yang sangat beragam karakteristiknya, untuk menentukan batas kritis P untuk jagung. Rata-rata peningkatan produksi bahan-kering dengan aplikasi P adalah 46 persen di atas kontrol. Percobaan dengan beberapa macam pengekstraks menemukan hasil dengan urutan: P5 (37,05) > P6 (27,26) > P4 (15,97) > P2 (10.60) > P3 (5.31) > P1 (1,33). Batas kritis P terekstrak untuk jagung adalah 6.8 dan 3.0 ppm P untuk metode ekstraksi Olsen et al. (19,54) dan Metode ekstraksi Soltanpour dan Schwab (1977). 1. Analisis jaringan Tanaman Uji cepat untuk menentukan unsur hara dalam cairan sel dari jaringan tanaman segar ternyata mempunyai posisi penting dalam diagnosis kebutuhan tanaman. Dalam uji ini hasilnya disajikan dalam bentuk "sangat rendah", "rendah", "medium", atau "tinggi". Tujuannya adalah untuk menduga taraf umum unsur hara tanaman. Akar tanaman menyerap unsur hara dari tanah dan unsur hara ini diangkut ke organ tanaman lainnya. Konsentrasi hara dalam cairan sel biasanya merupakan indikasi yang baik tentang suplai hara pada saat pengujian. O’Sullivan, J.N., C.J.Asher dan F.P.C.Blamey. 1997. Nutrient Disorders of Sweet Potato. ACIAR Monograph No. 48, Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra, 136 p. Analisis kimia jaringan tanaman juga merupakan teknik penting dalam diagnosis status hara tanaman. Pada tanaman tahunan, analisis jaringan tanaman sering digunakan dalam menyusun rekomendasi pemupukan. Namun demikian, jika sampel jaringan diambil pada awal pertumbuhan tanaman dan analisis dapat diselesaikan dengan cepat, aplikasi pupuk korektif dapat dilakukan dalam musim yang sama. Interpretasi hasil analisis jaringan tanaman didasarkan pada hubungan antara hasil panen dan konsentrasi hara dalam jaringan tanaman. Konsentrasi kritis adalah konsentrasi yang memisahkan zone kecukupan (sehat) dengan zone kekurangan atau keracunan. Untuk tujuan praktis, konsentrasi kritis didefinisikan sebagai konsentrasi yang terkait dengan 90% hasil maksimum. Di antara kedua konsentrasi tersebut merupakan rentang konsentrasi yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang sehat. Skema hubungan antara hasil relatif dan konsentrasi hara dalam jaringan tanaman. 9 Hubungan antara hasil panen dengan konsentrasi hara dalam jaringan tanaman dapat ditentukan dengan percobaan kultur larutan-hara, pot percobaan di rumah kaca , atau percobaan lapangan. Percobaan lapangan dianggap yang terbaik, tetapi jauh lebih mahal dibandingkan dengan media kultur dan percobaan pot. Percobaan lapangan juga tergantung pada ketersediaan lokasi yang kekurangan hara untuk dipelajari. Bagian tertentu dari tanaman biasanya disampel untuk analisis. Daun biasanya dianggap bagian yang paling “sesuai” untuk analisis. Daun secara terus-menerus menumpuk hara selama hidupnya, hal yang penting bahwa konsentrasi hara dalam daun yang usia fisiologisnya sama. Dalam banyak tanaman semusim, helai daun termuda yang telah membuka sempurna dipilih sebagai “indeks” jaringan untuk analisis. Konsentrasi kritis hara untuk defisiensi dan toksisitas, dan kisaran kecukupan hara bagi tanaman ubijalar , diukur pada helai daun ke-7 hingga ke-9 dari pucuk tanaman, contoh daun diambil pada umur 28 hari setelah tanam. Data ini meruipakan hasil percobaan dengan media kultur menggunakan CV. Wanmun. Konsentrasi kritis untuk defisiensi Kisaran kecukupan % 4.2 4.3 - 5.0 P % 0.22 0.26 - 0.45 K % 2.6 2.8 - 6.0 Ca % 0.76 0.90 - 1.2 Mg % 0.12* 0.15 - 0.35 S % 0.34 0.35 - 0.45 Cl % - - Fe mg/kg 33 45 - 80 B mg/kg 40 50 - 200 220 - 350 Mn mg/kg 19 26 - 500 1600* Zn mg/kg 11* 30 - 60 70 - 85 Cu mg/kg 4-5 5 - 14 15.5* Mo mg/kg 0.2 0.5 - 7 Hara Satuan N Konsentrasi kritis untuk Toksisitas 0.9 - 1.5 10 1.1. Bagian Tanaman yang Dianalisis Hal penting yang harus diperhatikan adalah bagian tanaman mana yang akan memberikan indikasi terbaik bagi status hara tanaman. Kalau suplai nitrogen menurun, bagian pucuk tanaman tempat digunakannya nitrogen dalam proses metabolisme akan menunjukkan nilai uji nitrat yang rendah. Dalam hal P dan K akan terjadi hal yang sebaliknya, dimana bagian tanaman sebelah bawah akan defisien lebih dahulu. Beberapa contoh bagian tanaman untuk keperluan analisis jaringan disajikan dalam Tabel 3. Daun-daun muda tidak boleh untuk bahan analisis. 1.2. Waktu Analisis Fase kemasakan merupakan hal yang sangat penting dalam analisis jaringan tanaman. Rata-rata tanaman budidaya tumbuh selama periode 100 - 150 hari, dan status haranya akan berubah selama periode tersebut. Tanaman muda yang cukup hara mungkin saja akan kekurangan pada akhir pertumbuhannya. Akan tetapi kalau diperkirakan akan terjadi defisiensi dan tanaman diuji lebih awal maka akan ada peluang untuk mengoreksinya. Pada umumnya fase pertumbuhan yang paling kritis untuk analisis jaringan ialah pada saat pembungaan hingga awal fase pembuahan. Selama periode ini penggunaan unsur hara mencapai tingkat maksimumnya. Misalnya pada tanaman jagung seringkali diambil daun di dekat tongkol pada saat muncul bunga jantan. Hasil analisis ini hanya dapat dimanfaatkan untuk program pemupukan tanaman berikutnya. Tabel 3. Bagian Tanaman yang Digunakan untuk Analisis Jaringan Tanaman Tanaman Jagung Nitrogen Batang utama atau tulang daun Fosfor Tulang daun dekat tongkol Kedelai Tangkai daun bagian atas Batang atau tang Tangkai daun Kalium Helai atau tu lang daun dekat tongkol Kentang kai daun Tangkai daun Tangkai daun bagian bawah Tomat ..................... " ................... Sumber: Ohlrogge (dalam Tisdale dan Nelson, 1975) Waktu dalam seharian juga berpengaruh terhadap kadar nitrat jaringan tanaman, pagi hari biasanya kandungan nitrat lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari, terutama kalau suplai nitrogen terbatas. Nitrat terakumulasi pada malam hari dan digunakan pada siang hari pada saat karbohidrat disintesis. Oleh karena itu uji nitrat jaringan tanaman tidak boleh dilakukan pada saat terlalu pagi atau terlalu sore hari. Beberapa hal penting adalah: (1). Idealnya ialah mengikuti serapan unsur hara sepanjang musim dengan melakukan uji lapangan lima atau enam kali. Kadar hara seharusnya lebih tinggi pada awal musim kalau tanaman tidak mengalami stress. (2). Kebutuhan tanaman akan unsur hara umumnya mencapai maksimumnya pada saat fase pembungaan. Kalau uji lapangan hanya dapat dilakukan sekali selama musim pertumbuhan tanaman, maka pada saat pembungaan inilah waktu yang paling tepat. (3). Pembandingan tanaman di lapangan sangat bermanfaat. Tanaman dari daerah defisiensi diuji dan dibandingkan dengan tanaman dari daerah normal. 11 (4). Tanaman sangat beragam, sehingga harus diuji 10-15 tanaman dan hasilnya dirata-ratakan. 1.3. Kegunaan Uji jaringan tanaman dan analisis tanaman dilakukan karena alasan-alasan berikut ini: (1). Untuk membantu menentukan kemampuan tanah dalam mensuplai unsur hara. Mereka digunakan bersama-sama dengan hasil uji tanah dan informasi tentang sejarah pengelolaan lahan. (2). Untuk membantu mengidentifikasikan gejala defisiensi dan menentukan saat-saat kekurangan unsur hara sebelum muncul gejala defisiensi. (3). Untuk membantu menentukan efek perlakuan kesuburan terhadap suplai unsur hara dalam tanaman. Hal ini akan sangat berguna untuk mengukur efek tambahan pupuk meskipun tidak ada informasi tentang respon hasil. Dalam beberapa kasus ternyata unsur hara yang ditambahkan ke tanah tidak diasimilir karena penempatannya yang salah, cuaca kering, pencucian, fiksasi atau aerasi yang buruk. (4). Untuk mengkaji hubungan antara status unsur hara tanaman dan penampilan tanaman (5). Untuk mensurvei daerah yang luas. 2. Interpretasi Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan interpretasi diagnosis status hara tanaman adalah: (1). Penampilan dan kesuburan tanaman secara umum (2). Kadar hara-hara lain dalam tanaman (3). Gangguan hama dan penyakit (4). Kondisi tanah, aerasi dan kelembaban yang buruk (5). Kondisi iklim, dan (6). Waktu dalam seharian. Kalau tanaman menunjukkan perubahan warna atau pertumbuhan kerdil dan menunjukkan kadar N, P, dan K yang tinggi, maka belum tentu bahwa unsur hara ini mencukupi kebutuhan tanaman. Akan tetapi hal seperti ini menunjukkan bahwa beberapa faktor lain telah membatasi pertumbuhan tanaman hingga taraf tersebut. Pada umumnya nilai hasil uji N, P, atau K yang medium hingga rendah pada awal musim pertumbuhan tanaman berarti bahwa tanaman tersebut akan menghasilkan produk di bawah tingkat optimumnya. Pada periode pembungaan nilai uji medium hingga tinggi pada kebanyakan tanaman telah dianggap memadai. 2.1. Tingkat kritis unsur hara Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, istilah "tingkat kritis" biasanya berhubungan dengan ambang batas defisiensi dan kecukupan. Tingkat kritis pada analisis tanaman ini mengikuti hukum minimum, dan pada hakekatnya menggunakan pendekatan yang sama dengan konsepsi yang dikembangkan oleh Cate dan Nelson. Beberapa contoh tingkat kritis unsur hara tanaman disajikan dalam Tabel 4. 12 Tabel 4. Tingkat kritis yang memisahkan keadaan defisiensi dan kecukupan unsur hara dalam beberapa tanaman. Unsur hara Tebu Nitrogen %N 1.5 Fosfor %P 0.05 Kalium %K 2.25 Kalsium %Ca 0.15 Magnesium %Mg 0.10 Belerang %S 0.01 Boron ppm 1.00 Tembaga ppm Cu 5.00 Besi; ppm Fe 10.00 Mangan; ppm Mn 10-20 Molibdenum; Mo Seng; ppm Zn 10.00 Silika; %Si Sumber: Sanchez (1976). Padi 2.5 0.10 1.00 0.15 0.10 0.10 3.40 6.00 70.00 20.00 10.00 5.00 Jagung 3.0 0.25 1.90 0.40 0.25 0.00 10.00 5.00 15.00 15.00 0.1 15.00 - Kedelai 4.2 0.26 1.71 0.36 0.26 0.00 21.00 10.00 51.00 21.00 1.00 21.00 - 2.2. Serapan hara sebagai sarana penduga Kekurang-akuratan uji tanah untuk menangani problematik nitrogen telah mendorong berkembangnya pendekatan lain dalam mengestimasi dosis pupuk nitrogen. Bartholomew (1972) mengungkapkan adanya hubungan yang konstan antara hasil biji serealia dengan total serapan nitrogennya (termasuk serapan akar). Hubungan seperti ini pada tanaman jagung, gandum dan padi disajikan dalam Gambar 3. Slope dari kurvakurva gambar ini menunjukkan bahwa rata-rata kenaikan hasil jagung dan padi untuk setiap tambahan 1 kg nitrogen adalah 30-35 kg biji, sedangkan gandum hanya 15-20 kg. Kalau diketahui hasil tanaman tanpa pupuk (hasil ambang) dan batas hasil konstan maksimum, maka dengan bantuan grafik ini dapat ditentukan jumlah pupuk nitrogen yang diperlukan untuk meningkatkan hasil tanaman hingga mencapai maksimumnya. 13 Hasil biji, ton/ha 12 padi 10 jagung 8 6 gandum 4 2 0 40 Gambar 100 140 200 Total serapan N, kg N/ha 300 400 3. Prosedur untuk menduga dosis pupuk N dari data serapan N (Bartholomew, 1972). Hubungan antara serapan N dengan hasil biji disajikan dalam Gambar 8. Kalau misalnya hasil ambang tanaman jagung sebesar 4 ton/ha dan diketahui pula hasil tanaman jagung dengan pemupukan N dan pengelolaan yang baik mampu mencapai 6 ton/ha, maka tanaman akan menyerap ekstra nitrogen sebanyak 60 kg N/ha (100 - 40) untuk mencapai hasil 6 ton/ha. Gambar 4 menunjukkan perbedaan efisiensi pemupukan nitrogen pada jagung, padi dan gandum. 3. Analisis Total Analisis total dilakukan pada keseluruhan tanaman atau pada bagian-bagian tanaman. Teknik-teknik analisis yang tepat digunakan pengukuran berbagai unsur setelah material tanaman dikeringkan, dihaluskan, dan diabukan. Spektrograf dapat menentukan beberapa unsur secara simultan dan "Atomic Absorption" menjadi semakin penting. Dengan menggunakan metode kuantitatif seperti itu dapat dideteksi perbedaanperbedaan yang lebih kecil dibandingkan dengan uji jaringan tanaman. Unsur hara yang telah diasimilasikan dan yang belum diasimilasikan dapat dideteksi. Dengan teknik analisis total ini dapat diukur berbagai macam unsur hara seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Mn, Fe, Zn, Cu, B, Mo, Co, Si, dan Al. 14 Hasil biji, ton/ha 12 REKOMENDASI PUPUK 10 8 padi jagung 6 4 gandum 2 0 60 100 200 300 400 500 Kebutuhan pupuk N, kg N/ha Gambar 4. Prosedur untuk menduga dosis pupuk N dari data serapan N (Bartholomew, 1972). Ada beberapa informasi yang menyatakan bahwa ada beberapa jenis tanaman tertentu ternyata hubungan antara kadar kalium pada daun di bagian bawah dengan kadar kalium dalam daun di bagian atas merupakan indikasi defisiensi atau kecukupan. Kalau kadar kalium pada daun bagian bawah lebih rendah dari kadar kalium pada daun di bagian atas maka tanaman defisiensi kalium. Akan tetapi kalau kadar kalium daun di bagian bawah sama atau lebih besar maka tanaman tidak defisiensi kalium. Untuk maksud-maksud tertentu ternyata uji jaringan tanaman yang berwarna hijau ternyata lebih bermanfaat daripada analisis total. Misalnya kalau suplai unsur hara dalam keadaan baru saja kekurangan, maka masalah ini akan lebih mudah diketahui dengan uji jaringan. Akan tetapi uji jaringan dan analisis total telah lazim digunakan dengan berhasil untuk melacak status hara tanaman selama musim pertumbuhannya. Huungan antara Hasil Tanaman vs Kadar Hara dalam Tanaman Hingga taraf tertentu, peningkatan dosis hara tanaman (seperti misalnya nitrogen), akan meningkatkan kadar unsur dalam tanaman dan hasil tanaman. Suatu teladan disajikan dalam Gambar 4, dimana pemupukan nitrogen meningkatkan kadar N daun jagung sebanding dengan peningkatan hasil. Hubungan antara hasil jagung dengan kadar kalium daun jagung disajikan dalam Gambar 5. Tampaknya zone kritis kadar kalium berada di sekitar nilai kadar K sebesar 2%. 15 Peningkatan hasil, bu/ac 40 * 30 Y = 1.20 + 31.88 X r = 0.96 20 10 * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * 0 Peningkatan % N Gambar 5. Hubungan antara Kadar N daun jagung dengan hasil jagung (Hanway, 1962). 2. Keseimbangan Unsur Hara Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam menginterpretasikan analisis tanaman adalah keseimbangan di antara unsur hara. Pada kondisi lingkungan yang seragam tanaman akan cenderung untuk menyerap jumlah yang konstan kation-kation hara, termasuk ammonium, atas dasar kesetaraan. Demikian juga jumlah anion-anion umumnya juga konstan. Misalnya kalium dalam tanaman ditingkatkan, maka kalsium dan magnesium akan cenderung menurun, dan sebaliknya (Gambar 6). Pemupukan dengan unsur hara tunggal (misalnya N) juga mempengaruhi keseimbangan hara dalam tubuh tanaman (Tabel 5). 16 Hasil jagung, kw/ha 1.2 0.6 o.0 0.2 0.6 1.0 1.4 1.8 2.2 2.6 Kadar K dalam daun, %K Gambar 6. Hubungan antara kadar K daun pada saat pembungaan jantan dengan hasil biji jagung (Loue, 1963, Dalam Tisdale dan Nelson, 1975). Tabel 5. Kadar N, P, dan K tanaman tebu sebagai akibat dari pemupukan nitrogen Dosis pupuk Internode 8-10 Nitrogen Nitrogen Fosfor (lb/ac) .................. ppm ................ 0 229 131 300 463 57 Sumber: Burr, 1960 (Dalam Tisdale dan Nelson, 1975). Kalium 1160 340 17 Kadar Ca atau Mg dalam daun, % 1.2 - Ca 0.9 - 0.6 - Mg 0.3 - 0.0 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 Kadar daun jagung, % Gambar 7. Keseimbangan antara kadar K, Ca dan Mg dalam tanaman (Loue, 1963, Dalam Tisdale dan Nelson, 1975). 3.3. Waktu Sampling Kadar beberapa macam unsur hara dalam tubuh tanaman dapat menurun dengan cepat dari periode awal musim hingga akhir musim pertumbuhan tanaman (Gambar 8). Dengan demikian fase pertumbuhan untuk sampling harus dipilih dan diidentifikasikan dengan hati-hati. 3.4. Survei Pengumpulan sampel-sampel selanjutnya dengan spektrograf, akan hara. Memang untuk memungkinkan dibandingkan dengan tingkat kritis terkontrol. Metode ini sangat berguna unsur hara seperti Zn, B, Co, dan Cu. tanaman dari banyak lapangan, dengan analisis memberikan indikasi umum tentang kadar unsur interpretasi atas kadar-kadar hara ini harus yang diperoleh dari petak-petak (daerah) yang untuk mendapatkan informasi pendahuluan tentang 18 Kadar K tanaman, % 14 300 12 - hasil q/Ac 200 400 100 10 0 8 - 6 - 200 4 - 100 2 - 0 0 0 100 200 400 lb K2O/Ac Awal 0 60 Tengah 70 80 90 Akhir 100 120 Hari setelah tanam Gambar 8. Kadar kalium tangkai daun menurun dengan cepat sejalan dengan pertumbuhan kentang (Tyler et al., 1960 Dalam Tisdale dan Nelson, 1975). 3.5. Penggunaan Rutin (Crop logging) Analisis tanaman secara kuantitatif telah banyak digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan ukuran-ukuran lain dari efek perlakuan. Akan tetapi tanaman-tanaman komersial seperti perkebunan tebu, cengkeh, kopi, dan lain-lainnya dianalisis secara periodik. Dalam hal seperti ini analisis tanaman harus dibarengi dengan analisis tanah dan informasi tentang praktek budidaya tanaman. Suatu sistem sampling tanaman secara intensif telah dikembangkan oleh Clements (1960) untuk memonitor status unsur hara dan air pada kebun tebu sebagai arahan bagi praktek pemupukan dan irigasi. Setiap petak kebun tebu diambil sampelnya secara periodik setiap 35 hari selama 6 bulan pertama musim pertumbuhannya, dan hasil analisisnya digambarkan pada grafik-grafik "berputar" (running graphs). Peta hara menunjukkan kadar N helai daun dan kadar P, K pelepah daun. Informasi curah hujan, irigasi, temperatur dan tinggi tanaman dicatat, demikian juga praktek pemupukan dan irigasinya. Kalau analisis jaring-an tanaman dapat dilakukan secara cepat di laboratorium, maka teknik "crop logging" ini mampu memberikan informasi yang sangat baik tentang pertumbuhan tanaman dan dapat membantu meningkatkan efisiensi pemupukan dan irigasi. 19 3.6. Teknik A-Value Teknik analisis radio-kimia menggunakan material tanaman yang ditanam pada tanah-tanah yang diperlakukan dengan pupuk yang mengandung unsur radioaktif (seperti P) dapat digunakan untuk menghitung suplai fosfor yang berasal dari tanah (A = tersedia). Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa kalau tanaman diberi dua macam sumber fosfor, yaitu P-tanah dan P-pupuk, maka mereka akan menyerap dari masing-masing sumber tersebut sebanding dengan jumlah yang tersedia. Hubungan ini dapat diformulasikan: B (1-y) A = ---------y dimana A adalah jumlah P-tanah yang tersedia (kg/ha), B adalah jumlah pupuk P (kg/ha), dan y adalah fraksi P dalam tanaman yang berasal dari pupuk. Kalau misalnya dosis pupuk yang diberikan sebesar 50 kg/ha dan sebanyak 20% unsur dalam tanaman berasal dari pupuk, maka nilai A adalah 200 kg/ha. UJI BIOLOGIS Penggunaan tanaman yang sedang tumbuh telah menjadi semakin menarik dalam kajian-kajian kebutuhan pupuk, dan telah banyak perhatian yang diberikan terhadap penggunaan metode ini untuk mengukur status kesuburan tanah. 1. Uji Lapangan Metode petak-lapangan merupakan salah satu uji biologis yang paling banyak dikenal. Serangkaian perlakuan yang dicobakan tergantung pada permasalahan penelitian yang akan dikaji jawabannya. Perlakuan-perlakuan ini dicobakan di lapangan dengan menggunakan Rancangan Percobaan yang sesuai. Percobaan-percobaan lapangan seperti ini berguna untuk memformulasikan rekomendasi umum. Kalau banyak pengujian telah dilakukan pada tanah-tanah yang telah diketahui karakteristiknya, maka rekomendasi yang didasarkan pada kajian-kajian seperti itu dapat diekstrapolasikan ke tanah-tanah lainnya yang mempunyai karakteristik serupa. Percobaan lapangan sangat mahal dan memerlukan banyak waktu, dan tidak dapat mengendalikan faktor-faktor iklim dan faktor lainnya secara penuh. Akan tetapi metode percobaan lapangan ini sangat bermanfaat dan banyak dilakukan oleh Kebun-kebun Percobaan, meskipun mereka masih menghadapi beberapa kendala serius dalam penentuan status hara dari banyak tanah. 2. Petak Uji di Lahan Petani Sebagian lahan milik petani diperlakukan dengan dosis pupuk tertentu dalam rangka untuk menguji rekomendasi yang disusun berdasarkan uji tanah dan analisis tanaman. Uji multi-lokasi seringkali sangat diperlukan. FAO pernah menggelar program evaluasi kesuburan tanah di daerah tropika dengan melalui percobaan pengujian pupuk secara sederhana. Program ini bertujuan untuk mengenalkan pupuk sebagai sarana untuk meningkatkan hasil tanaman di daerah tropika (Mukerjee, 1963; Hauser, 1974). Program ini menggunakan metode Mukerjee "method of dispersed experiments". Asumsi dasarnya ialah bahwa kebutuhan pupuk diestimasi dengan melakukan banyak percobaan pupuk tanpa ulangan pada lahan petani yang dipilih secara acak. Individuindividu percobaan yang terletak pada daerah (tipe tanah) yang seragam dianggap sebagai 20 ulangan. Individu percobaan melibatkan perlakuan kombinasi perlakuan NPK faktorial 2x2x2. Dosis pupuk yang digunakan agak rendah (20 dan 40 kg/ha) karena tujuannya adalah untuk mencapai efisiensi maksimum dari investasi pupuk. Tabel 6. Hasil-hasil percobaan pemupukan sederhana pada tanaman jagung Dosis pupuk (kg/ha) N P2O5 K2O 0 45 90 0 45 90 45 45 0 0 0 45 45 45 90 45 0 0 0 0 0 0 0 90 Isabela (20 percob.) 1.0 1.4 1.6 1.0 1.9 1.8 1.6 1.9 Hasil jagung (ton/ha) Luzon Tengah Bicol Peninsula (14 (35 percob.) percob.) 2.0 2.1 2.9 2.5 3.2 3.2 2.2 2.6 3.2 3.1 3.1 2.9 3.2 2.9 3.2 3.1 Salah satu dari hasil pengujian disajikan dalam Tabel 6. Pada umumnya hasil hasil percobaan ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil moderat dicapai pada dosis pupuk yang moderat. Metode seperti ini mempunyai daya prediksi yang sangat terbatas karena mengabaikan variabilitas lokal kondisi tanah, oleh karena itu tidak dapat disusun rekomendasi yang sifatnya spesifik untuk suatu lokasi. 3. Uji Laboratorium dan Rumah Kaca Teknik biologis yang lebih sederhana dan lebih cepat telah dikembangkan dengan melibatkan tanaman dan jumlah tanah yang lebih sedikit dalam percobaan di rumah kaca. Salah satu pendekatan yang pernah dikembangkan adalah didasarkan pada identifikasi defisiensi unsur hara dengan menggunakan teknik “missing element” atau “minus one test”, atau “plus one test”. Pada “minus one test” , perlakuan lengkap dianggap sebagai kontrol, sedangkan perlakuan-perlakuan lainnya merupakan perlakuan lengkap dikurangi satu macam unsur hara secara berturut-turut. Menurut Chaminade (1972) , percobaan pot dengan teknik ‘minus one test” ini dapat memberikan tiga macam informasi, yaitu (I) unsur hara apa yang defisiensi, (ii) kepentingan relatif defisiensi, (iii) laju penurunan kesuburan tanah pada panen yang berturutan kalau digunakan indikator tanaman rerumputan (pasture). Dalam banyak kasus ternyata tahapan yang dianggap masih lemah adalah penentuan dosis pupuk untuk perlakuan lengkap. Kesalahan yang serius daat terjadi kalau dosis ini ditetapkan secara sembarangan. Oleh karena itu diperlukan uji tanah sebelum pelaksanaan percobaan rumah kaca. 3.1. Kultur Pot Mitscherlich Dalam metode ini tanaman ditanam dalam pot hingga panen dengan menggunakan sejumlah tanah tertentu. Perlakuan pupuk dissuaikan dnegan tujuan percobaan, dan dapat dipilih rancangan percobaan yang sesuai. Perlakuan kombinasi faktorial sering digunakan dalam metode pengujian ini. 3.2. Metode Perkecambahan Neubauer 21 Metode ini berdasarkan kepada serapan unsur hara oleh banyak tanaman yang ditumbuhkan pada sedikit tanah. Akar tanaman menembus tanah secara intensif, menguras unsur hara tersedia dalam waktu singkat. Unsur hara yang diserap tanaman ditentukan secara kuantitatif dengan analisis kimiawi di laboratorium. Dalam beberapa hal disarankan untuk memisahkan bagian tanaman di atas tanah dari akar dan menganalisa secara terpisah. Cara ini sering digunakan dalam mengevaluasi ketersediaan P, k, Ca dan unsur mikro dalam tanah. 3.3. Metode Kilat Metode ini membantu untuk menjembatani kesenjangan antara metode ekstraksi kimiawi dengan metode percobaan pot di rumah kaca. Tanaman yang defisien unsur hara tertentu ditanam pada media pasir dalam wadah yang bagian dasarnya berlubang. Akar yang tumbuh di bagia dasar pada umur dua atau tiga minggu disinggungkan dengan tanah atau tanah plus pupuk. Waktu penyerapan unsur hara dari tanah ditetapkan selama satu minggu, kemudia tanaman dipanen dan dianalisis. Serapan unsur hara dengan cara ini lazimnya berkorelasi dengan serapan hara dalam percobaan pot di rumah kaca. Metode Mikrobiologis Winogradsky adalah salah satu orang pakar yang pertama kali mengamati perilaku mikroorganisme yang serupa dengan perilaku tanaman tinggi kalau mengalami kekurangan hara. Pertumbuhan azotobacter ternyata dapat digunakan sebagai indikator keterbatasan unsur hara dalam tanah, terutama kalsium, fosfor dan kalium. Indikator ini ternyata lebih peka dibandingkan dengan metode kimiawi. Metode ini relatif sederhana , cepat dan memerlukan sedikit ruangan. 1. Teknik Sackett dan Stewart Teknik ini disusun berdasarkan hasil kerja Winogradsky dan digunakan untuk mengkaji ketersediaan P dan K tanah-tanah di Colorado. Suatu kultur dipersiapkan untuk masing-masing tanah, dibagi menjadi tiga bagian untuk perlakuan P, K, dan PK. Kultur ini kemudian diinokulasi dengan azotobacter dan kemudian diinkubasi selama 72 jam. Kemudian tanah diklasifikasikan menjadi sangat efisien hingga tidak efisien, berdasarkan jumlah pertumbuhan koloni. 2. Teknik Aspergilus niger Untuk menentukan status P dan K maka sedikit tanah diinkubasikan selama empat hari dalam gelas yang mengandung larutan hara yang sesuai. Bobot miselium atau jumlah kalium yang diserapnya digunakan sebagai ukuran defisiensi unsur hara. Mehlich menyarankan suatu teknik yang lebih bagus dimana miselium jamur dianalisis kaliumnya. Teladan kriterianya disjaikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Kriteria defisiensi kalium Bobot empat buah "pad" (g). < 1.4 1.4 - 2.0 Kalium yang diserap A. niger per 100 g tanah (mg) < 12.5 12.5 - 16.6 > 2.0 > 16.6 Sumber: Tisdale dan Nelson, 1975 Derajat defisien si kalium Sangat defisien Defisiensi ringan hingga moderat Tidak defisien Suatu modifikasi dari uji A. niger ini telah dilakukan oleh Mulder untuk menentukan status Cu dan Mg dalam tanah. Suatu cara yang unik ialah menentukan derajat defisiensi 22 dengan menggunakan warna miselia dan spora sebagai ukuran jumlah Cu atau Mg yang tersedia dalam tanah. Organisme ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi ketersediaan hara lain seperti Mo, Ca, dan Mn. Metode Mehlich Tanah dicampur dengan larutan hara dan dibuat menjadi struktur pasta, kemudian ditaburkan pada cawan khusus, diinokulasi di permukaan pasta tepat ditengah-tengahnya, kemudian diinkubasi selama 4-5 hari. Diameter pertumbuh-an miselium digunakan sebagai dugaan ketersediaan fosfor. UJI TANAH Uji tanah merupakan metode kimiawi untuk mengestimasi kemampuan tanah mensuplai unsur hara. Meskipun metode-metode biologis untuk mengevaluasi kesuburan tanah mempunyai keuntungan-keuntungan tertentu, namun kebanyakan dari metode ini memerlukan banyak waktu, sehingga akan terdapat kesulitan kalau diterapkan pada banyak contoh tanah. Sebaliknya uji tanah secara kimiawi, jauh lebih cepat dan mempunyai keuntungan dibandingkan dengan gejala defisiensi dan analisis tanaman karena metode ini dapat menentukan dugaan kebutuhan hara sebelum tanaman ditanam. Uji tanah mengukur sebagian dari total suplai hara dalam tanah. Untuk dapat menggunakan hasil evaluasi ini untuk menduga kebutuhan unsur hara suatu tanaman maka harus dikalibrasikan dengan percobaan pemupukan di lapangan dan di rumah kaca. 1. Tujuan Uji Tanah Informasi yang diperoleh dari uji tanah digunakan dalam banyak hal. (1). Untuk mempertahankan status kesuburan tanah di suatu bidang lahan. Suatu usaha dilakukan untuk mengekstraks sebagian unsur hara yang akan dikalibrasikan dengan kapasitas tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. (2). Untuk memperkirakan peluang respon yang menguntungkan terhadap kapur dan pupuk. Meskipun respon terhadap tambahan hara tidak selalu dapat diperoleh pada tanahtanah yang miskin karena adanya faktor pembatas lainnya, namun peluang responnya masih lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang nilai uji tanahnya tinggi (tanah kaya). (3). Untuk memberikan landasan bagi rekomendasi dosis kapur dan pupuk. (4). Untuk mengevaluasi status kesuburan tanah di suatu wilayah. Dengan demikian secara sederhana tujuan uji tanah adalah untuk mendapatkan "suatu nilai" yang akan membantu meramalkan jumlah unsur hara yang diperlukan untuk menunjang suplai unsur hara dalam tanah. Misalnya, tanah yang menunjukkan nilai uji tanah "tinggi" tidak akan memerlukan banyak tambahan pupuk (Gambar 6). 23 Hasil Uji Tanah Proporsi sumber unsur hara tanah pada berbagai nilai uji tanah Sangat tinggi Tanah Tinggi Tanah Pupuk Medium Tanah Pupuk Rendah Tanah Pupuk Sangat rendah Tanah Pupuk Unsur hara tersedia dari tanah Pupuk Unsur hara dari pupuk Gambar 6. Keterkaitan antara hasil uji tanah dengan rekomendasi dosis pupuk (Tisdale dan Nelson, 1975) Pengambilan Contoh Tanah Salah satu asek yang sangat penting dari uji tanah adalah cara mendapatkan contoh tanah yang dapat mewakili daerah yang diuji. Biasanya contoh tanah komposit sebanyak 500-1000 g diambil dari suatu bidang lahan. Dengan demikian prosedur pengambilan contoh tanah harus benar-benar diikuti. Analisis kmiawi di laboratorium menggunakan contoh tanah. Kalau contoh tanah yang diambil tidak mewakili kondisi lapangan maka hasil rekomendasinya juga akan keliru. Pada umumnya kesalahan sampling tanah di lapangan lebih besar dibandingkan dengan kesalahan di laboratorium. 1. Peralatan Sampling Tanah Ada dua persyaratan penting bagi peralatan sampling, yaitu (a). Dapat 'mengiris dan mengambil contoh' tanah secara seragam mulai dari permukaan hingga kedalaman tertentu; dan (b). Dapat mengambil sejumlah contoh tanah yang sama dari setiap area. Salah satu peralatan yang lazim digunakan adalah bor tanah. 2. Daerah Sampling Luas daerah yang dapat diwakili oleh satu contoh tanah sangat beragam, sangat dipengaruhi oleh keragaman kondisi wilayah dan tujuan evaluasi. 3. Banyaknya Sub-sampel Setiap contoh tanah merupakan contoh komposit yang terdiri atas tanah dari hasil pemboran yang dilakukan di beberapa titik. Satu contoh tanah komposit untuk mewakili area tertentu disarankan terdiri atas 15 - 20 titik pemboran. Sanchez (1976) merekomendasikan 24 suatu contoh (sampel) tanah yang representatif harus terdiri atas 10-20 sub-sampel daeri daerah perakaran tanaman di wilayah (lahan) yang tidak menunjukkan variasi slope, drainase, warna dan sejarah pemupukan yang mencolok. 4. Kedalaman Sampling Untuk tanaman budidaya secara umum, contoh tanah biasanya diambil hingga kedalaman olah yaitu 15-25 cm. Akan tetapi dalam beberapa hal kedalaman pengolahan tanah hingga 30 cm, sehingga hal ini juga harus diperhatikan dalam sampling tanah. Pengambilan contoh subsoil disarankan untuk tanaman yang perakarannya cukup dalam, seperti tebu dan teh (Wong, 1971) 5. Waktu Pengambilan Contoh Contoh tanah dapat diambil setiap saat asalkan kondisi tanahnya memungkinkan. Ada kalanya contoh tanah diambil pada saat tanaman sedang tumbuh. 6. Menganalisis Contoh Tanah Suatu uji tanah secara kimiawi harus dirancang untuk memungkinkan perkiraan jumlah unsur hara yang berhubungan dengan fraksi pertukaran kation, fraksi yang mengikat fosfat, dan dalam kondisi tertentu diharapkan juga mampu memperkirakan unsur hjara yang berhubungan dengan dekomposisi bahan organik. Sebagian besar kation unsur hara yang tersedia bagi tanaman ditahan dalam bentuk kation-tukar. Sedangkan di antara anion-anion hara ternyata fosfat paling kuat diikat tanah, sulfat kurang kuat dan nitrat tidak ditahan oleh partikel-partikel tanah. Beberapa macam larutan pengekstraks telah banyak digunakan dalam rangka untuk mengkorelasikan hasil uji tanah dengan pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, perlu disadari bahwa larutan pengekstraks mengadakan kontak dengan tanah hanya beberapa menit, sedangkan tanaman menyerap hara dari tanah selama musim pertumbuhannya. Menurut Bray (1948), tingkat kehandalan metode ekstraksi ini ditentukan oleh tiga hal, yaitu (i) harus mampu mengekstraks semua atau sebagian bentuk unsur hara tersedia dalam tanah yang cirinya berbeda-beda, (ii) prosedur ekstraksinya harus cepat dan akurat, (iii) jumlah unsur hara yang terkestraks harus berkorelasi dengan pertumbuhan dan respon tanaman terhadap unsur hara yang terkait pada berbagai kondisi. Bahan organik tanah juga terlibat dalam penyediaan unsur hara. Fraksi-fraksi tertentu dari bahan organik tanah mampu menahan kation dalam bentuk dapat dipertukarkan; sedangkan fraksi lainnya dapat terdekomposisi dan termineralisasi dengan melepaskan nitrogen, fosfat dan sulfat. Kemasaman tanah juga merupakan karakteristik penting dan seringkali mampu menjadi indeks yang baik untuk menggambarkan beberapa kondisi tanah. Ia merupakan indikator kejenuhan basa, kemungkinan keracunan atau defisiensi unsur-unsur tertentu. (a). Kation Prinsip dasar yang melandasi penentuan kation adalah penggantian seluruh atau sebagian kation dari kompleks pertukaran koloid tanah. Ammonium asetat merupakan pengekstraks yang lazim digunakan untuk penentuan kalium, kalsium dan magnesium dalam tanah. Umumnya contoh tanah dikeringkan lebih dahulu sebelum ekstraksi untuk analisis kimia. Akan tetapi beberapa bukti penelitian menunnjukkan bahwa serapan kalium oleh tanaman berkorelasi lebih baik dengan kalium-tukar yang ditentukan dari contoh tanah yang tidak dikeringkan. Hal ini diduga ada kaitannya dengan pelepasan atau fiksasi kalium selama proses pengeringan tanah. Persentase kejenuhan basa menunjukkan persentase dari kapasitas tukar kation tanah yang ditempati oleh basa-basa tukar termasuk ammonium, tetapi tidak termasuk H+ dan Al+++. Pentingnya kejenuhan basa ini karena adanya kenyataan bahwa ketersediaan kation tertentu bagi tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi kation lainnya. 25 (b). Fosfor Larutan pengekstraks, mulai dari air, alkalin, hingga asam-asam lemah yang dicampur dengan asam-asam yang relatif kuat dan ammonium fluorida telah banyak digunakan untuk ekstraksi fosfat. Metode ekstraksi Bray I yang menggunakan 0.025 N HCl + 0.03N NH4F menunjukkan korelasi yang baik dengan A-value dalam percobaan rumah kaca dan dengan respon tanaman. Metode Olsen yang menggunakan 0.5N NaHCO3 cukup baik pada tanah-tanah alkalin. Beberapa metode ekstraksi P-tanah yang lazim digunakan di daerah tropis disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Korelasi antara hasil uji P-tanah dengan fraksi P-anorganik dalam tanah dari Bangladesh. Uji tanah Olsen Truog Pengekstraks 0.5M NaHCO3 pH = 8.5 0.002N H2SO4 pH = 3 Ca-P 0.55 0.90* Al-P 0.62 0.59 Fe-P 0.78* 0.09 North Car. 0.025N H2SO4+0.05N HCl 0.88* 0.65* 0.06 HCl 0.3 N HCl 0.95* Bray 1 0.03 N NH4F+0.025N HCl 0.72* Bray 2 0.3 N NH4F+0.025N HCl 0.78* Schoefield 0.01M CaCl2 0.06 Morgan NaOAc + HOAc 0.79* EDTA 0.02N Na2-EDTA 0.77* Sumber: Ahmed dan Islam (1975) Dalam Sanchez, 1976. 0.70* 0.73* 0.74* 0.05 0.56 0.95* 0.23 0.46 0.38 0.03 0.18 0.41 Setelah unsur hara diekstraks dari tanah, selanjutnya diperlukan peralatan kuantitatif seperti Flame Photometer, Atomic Absorption dan Spectronic untuk mengukur jumlah unsur hara yang terdapat dalam ekstraks tanah. (c). Unsur Mikro Beberapa macam larutan pengekstraks digunakan untuk ekstraksi unsir mikro dari tanah, tetapi yang sangat populer adalah agensi khelat seperti DTPA, terutama untuk ekstraksi Zn, Cu, Mn dan Fe. Kondisi pH dari ekstraksi dapat dikendalikan sehingga gangguan terhadap kapur dan fraksi mineral dapat diminimumkan. Dua masalah penting yang dihadapi oleh uji tanah untuk unsur mikro ini adalah interpretasi hasil uji dan kendali laboratorium. Dalam kaitan ini, Cox dan Kamprath (1971) mengemukakan beberapa faktor tanah yang mempengaruhi interpretasi hasil analisis unsur mikro (Tabel 9). 26 Tabel 9. Metode uji tanah, faktor-faktor tanah yang mempengaruhi interpretasinya, dan kisaran kritis unsur mikro. Unsur hara B Faktor yang berpengaruh Esensial Tekstur; pH Probable Kapur Cu B.O. Fe pH; Kapur Mn pH Mo Zn pH pH; kapur B.O. Fe, P, S P Metode Ekstraksi Kisaran tingkat H2O panas kritis (ppm) 0.1-0.70 Fe NH4C2H3O2 (pH 4.8) 0.5 M EDTA 0.43N HNO3 Biologis NH4C2H3O2(pH 4.8) DTPA+CaCl2(pH7.3) 0.05N HCl+0.025N H2SO4 0.1N H3PO4 dan 3N NH4H2PO4 Hydroquinone+ NH4C2H3O2 H2O (NH4)2C2O4 pH=3.3 0.1N HCl Dithizone+NH4C2H3O2 EDTA+(NH4)2CO3 DTPA+CaCl2 pH 7.3 0.20 0.75 3-4.00 2-3.00 2.00 2.5-4.5 5-9 15-20 25-65 2 0.04 – 0.2 1-7.5 0.3-2.3 1.4-3.0 0.5-1.0 Sumber: Sanchez, 1976. (d). Bahan Organik dan Nitrogen Pengetahuan tentang kandungan bahan organik tanah sangat penting untuk memperkirakan besarnya kapasitas tukar kation dan kemampuan tanah untuk mensuplai nitrogen. Bahan organik tanah biasanya ditetapkan dengan metode pembakaran basah dimana contoh tanah diperlakukan dengan asam sulfat dan kalium dikhromat. Dengan demikian fraksi yang tidak resisten, yang dikenal sebagai 'bahan organik mudah dioksidasi' akan dapat dioksidasi. Nitrogen tersedia juga ditentukan dengan oksidasi kimiawi dimana tanah dicerna dengan natrium karbonat dan kalium permanganat selama beberapa menit untuk mereduksi nitrogen menjadi ammonium. Bartholomew (1972) mengelompokkan uji N-tanah menjadi tiga kategori: (i) determinasi N-organik atau fraksi N-organik yang dapat diekstraks secara kimiawi, (ii) metode inkubasi untuk mengevaluasi laju mineralisasi, dan (iii) pengukuran langsung N-anorganik. Sayangnya tidak satupun dari metode-metode ini yang memenuhi ketiga persyaratan yang dikemukakan oleh Bray (1948). Hasil-hasil yang konsisten dari uji nitrogen diperumit oleh kenyataan bahwa ketersediaan nitrogen tergantung pada dekomposisi bahan organik. Kondisi lingkungan, terutama kelembaban dan suhu tanah, mempengaruhi kecepatan dekomposisi bahan organik. Oleh karena itu pada umumnya hasil uji nitrogen tanah tidak cukup handal untuk memprediksi respon nitrogen. Matode lain, terutama percobaan lapang dan serapan tanaman, lebih sering digunakan untuk mengevaluasi kebutuhan pupuk nitrogen. Uji nitrifikasi di laboratorium juga sering dilakukan. Tanah diinkubasi pada kondisi kelembaban dan suhu optimum selama dua minggu, pada akhir inkubasi ini nitrat dicuci dan diukur. (e). Belerang Penentuan kebutuhan belerang dengan menggunakan uji tanah agak rumit karena adanya berbagai bentuk dan cara pengikatan belerang oleh komponen-komponen tanah. Bahan organik tanah mengandung belerang, sehingga ketersediaan belerang dalam tanah juga dikendalikan oleh dekomposisi bahan organik. Sementara itu pengikatan sulfat pada fraksi anorganik tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Dua macam larutan pengekstraks 27 belerang tanah yang lazim digunakan adalah air dan Ca(H2PO4)2. Teknik pengukuran BaSO4 secara turbidimetri lazim digunakan. Pada umumnya uji tanaman untuk menduga kebutuhan belerang tanaman agak lebih berhasil di__bandingkan dengan uji tanah. Pada banyak tanaman seringkali digunakan indikator rasio N:S untuk menyatakan kebutuhan tanaman akan belerang. Nilai rasio N:S sebesar 14:1 hingga 16:1 dianggap sebagai nilai yang "baik", sedangkan nilai rasio lebih dari 17:1 menunjukkan perlunya pemupukan belerang. (f). Kemasaman Tanah dan Kebutuhan KapurPenetapan kemasaman tanah (pH) dilakukan dengan peralatan baku berupa pH-meter. Nilai pH tanah, bersama dengan kandungan bahan organik, jumlah dan tipe liat menjadi bahan pertimbangan pokok dalam menyusun rekomendasi kebutuhan kapur. Korelasi dan Kalibrasi Uji Tanah Aspek-aspek yang sulit dalam proses evaluasi kesuburan tanah adalah korelasi, interpretasi dan rekomendasi, karena melibatkan fenomena yang rumit. Nilai uji tanah itu sendiri belum mampu memberikan banyak informasi, ia hanya merupakan nilai empiris yang bisa atau tidak bisa mencerminkan ketersediaan unsur hara. Nilai ini akan menjadi lebih bermakna kalau mempunyai korelasi yang baik dengan respon tanaman. Kajian korelasi seperti ini biasanya dilakukan pada dua tingkat, yaitu tingkat kajian di rumah kaca yang melibatkan berbagai kondisi tanah, dan kajian lapangan yang lebih definit dengan melibatkan lokasi (lapangan) yang dipilih secara hati-hati. Pada hakekatnya tujuan pokok dari kajian korelasi di rumah kaca adalah untuk membandingkan berbagai metode ekstraksi dan menentukan tingkat kritis "tentatif". Sedangkan kajian lapangan bertujuan untuk menetapkan tingkat kritis yang "definit" untuk suatu metode ekstraksi yang terpilih. Walaupun analisis tanah secara kimiawi masih dibayangi oleh berbagai kesulitan, namun masalah terbesar dalam program uji tanah adalah kalibrasi hasil uji. Pada hakekatnya hasil uji tanah dikalibrasikan dengan respon tanaman terhadap pemupukan di lapangan. Respons pertumbuhan dan hasil tanaman dari berbagai dosis pupuk dapat dihubungkan dengan jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah. Sebagaimana kita ketahui bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman merupakan fungsi dari banyak peubah, selain ketersediaan unsur hara. Fitts (1955) mengelompokkan peubahpeubah ini menjadi empat kategori, yaitu tanah, tanaman, iklim, dan pengelolaan. Apabila hasil tanaman berkorelasi dengan suatu peubah tertentu, misalnya P-tersedia dalam tanah, maka hal ini berarti bahwa P-tersedia tersebut merupakan faktor pembatas yang lebih penting dibandingkan ppeubah-peubah lainnya yang tidak dikendalikan dalam suatu kajian korelasi (Gambar 15). Sebagai suatu teladan dapat dikemukakan hasil penelitian Hauser (1973) tentang korelasi hasil analisis P-tanah dengan respon kapas (Gambar 7). Pengelompokkan hasil analisis P-tanah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, medium dan tinggi. Dosis rekomendasi didasarkan pertimbangan jumlah pupuk yang diperlukan untuk menaikkan nilai analisis P-tanah menjadi kategori "tinggi". Suatu pendekatan lain ialah menggambarkan hubungan antara persentase hasil (hasil relatif) dengan nilai uji tanah. Tingkat kritis seringkali ditetapkan sekitar 75% hasil relatif. 28 Respon hasil kapas, kg/ha 200* * * * * r = - 0.61 * * * * 100* * * * * * * * * * * * * * 0.0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 22 Hasil analisis tanah, ppm P 200 - 150 - 100 - Garis biaya 50 Rendah 2 4 Medium 6 8 10 Tinggi 12 14 16 18 22 Hasil analisis tanah, ppm P Gambar 7. Korelasi antara hasil analisis P-tanah dekategori hasil uji tanah Cate dan Nelson (1965) mengemukakan suatu metode plotting hasil relatif (persen dari hasil maksimum) sebagai fungsi dari nilai-nilai analisis tanah (Gambar 8). Diagram pencar titik-titik dibagi menjadi empat kuadran oleh garis vertikal dan horisontal. Kedua garis ini digeser-geser sedemikian rupa sehingga banyaknya titik-titik yang berada pada kuadran kiri bawah dan kanan atas mencapai maksimum, dan titik-titik yang berada pada kuadran kiri atas dan kanan bawah mencapai minimum. 29 Persentase hasil tebu 100 - 75 - 50 - * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * 25 - * * Tingkat kritis* * 0.0 0 1 3 5 7 9 11 13 P - Bray I (ppm) 15 17 19 21 23 25 Gambar 8. Analisis data tebu dari Pernambuco, Brazil dengan metode Cate dan nelson. Setiap titik mencerminkan suatu petak kebun tebu (Sumber: ISFEIP, 1967. Dalam Sanchez, 1976). Pada situasi seperti ini maka titik perpotongan antara garis vertikal dengan sumbu horisontal (hasil analisis tanah) dianggap sebagai "titik kritis" untuk hasil analisis tanah yang bersangkutan. Sedangkan titik perpotongan antara garis horisontal dengan sumbu vertikal (hasil relatif) merupakan pembatas antara tanah-tanah yang respon tinggi dengan tanahtanah yang respon rendah. Oleh karena itu tingkat kritis membagi titik-titik data menjadi dua kelompok, yaitu kelompok respon hasil sangat besar dan kelompok yang mungkin tidak respon. Keuntungan dari metode Cate dan Nelson ini ialah karena ia sejalan dengan keterbatasan uji tanah, metode ini hanya memisahkan tanah-tanah yang respon terhadap penambahan pupuk dari tanah-tanah yang tidak respon. Selain itu metode ini juga mampu menunjukkan tanah-tanah yang tidak sesuai dengan metode ekstraksi yang digunakan (yaitu titik-titik yang berada dalam kuadran kiri atas dan kanan bawah). Berbagai laboratorium uji tanah mengklasifikasikan tingkat kesuburan tanah (empris) menjadi sangat rendah, rendah, medium, tinggi, atau sangat tinggi, berdasarkan atas hasilhasil uji kimiawi. Beberapa pakar yang berwenang lainnya juga telah mengembangkan suatu indeks kesuburan tanah. Indeks ini pada hakekatnya merupakan kecukupan relatif yang dinyatakan sebagai persentase dari jumlah yang diperlukan untuk mencapai hasil maksimum. Nilai-nilai persentase tersebut dapat dikonversi menjadi kg/ha. Suatu teladan disajikan dalam Tabel 10. 30 Tabel 10. Teladan Indeks Kesuburan Tanah Tingkat kesuburan Sangat rendah Rendah Medium Tinggi Sangat tinggi Ekstrim tinggi Indeks kesuburan; % 0 - 50 60 - 70 80 - 100 110 - 200 210 - 400 > 400 Peluang respon tanaman terhadap pemupukan pada berbagai macam kondisi tanah yang mempunyai hasil uji tanah berbeda-beda telah banyak dibicarakan para pakar. Konsepsi umum disajikan dalam Gambar 17. Seringkali kalibrasi uji tanah juga dipersulit oleh adanya kenyataan bahwa banyak faktor selain kesuburan tanah juga mempengaruhi respon tanaman. Varietas tanaman sangat menentukan responnya terhadap pemupukan, perbedaan sangat jelas dapat diketemukan antara varitas unggul dan lokal (Tabel 11). Tabel 11. Respon padi unggul dan lokal terhadap pupuk kalium Varietas Hasil tanaman pada perlakuan: Pupuk 300 kg K2/ha ............. ton/ha ................. 1.7 1.9 1.4 4.8 Tanpa kalium Varietas lokal Varietas unggul Sumber: Tisdale dan Nelson, 1975. 31 Peluang tambahan hasil yang menguntungkan 1.00 - 0.85 0.60 0.40 0.15 0.0 Sgt rendah Rendah Medium Tingkat kesuburan tanah Tinggi Sgt Tinggi Gambar 9. Hubungan antara tingkat kesuburan tanah dengan besarnya peluang untuk mendapatkan respon tanaman yang menguntungkan (Fitts, 1955. Dalam Tisdale dan Nelson, 1975). Interpretasi dan Rekomendasi 1. Filosofi Interpretasi Uji Tanah Banyak perkembangan telah terjadi dalam bidang pengukuran jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah. Akan tetapi masalah besar yang masih tetap dihadapi ialah bagaimana menginterpretasikan hasil-hasil uji dalam rangka menentukan kebutuhan pupuk. Derajat ketelitian ditentukan oleh banyak faktor, termasuk pengetahuan tentang tanah, tingkat hasil yang diharapkan, taraf pengelolaan, dan cuaca. Konsepsi tentang persentase hasil didasarkan pada gagasan bahwa hasil yang diharapkan (sebagai persentase dari hasil maksimum) diramalkan dari analisis P dan K tanah (Gambar 10). Pupuk ditambahkan secukupnya untuk meingkatkan hasil hingga mencapai hasil relatif 95% atau lebih. Konsepsi ini dapat diterapkan pada berbagai kondisi, tetapi interaksiinteraksi di antara unsur hara dapat menyebabkan penyimpangan. Ketika konsepsi ini dikembangkan oleh Bray, ia menyatakan bahwa konsep ini hanya berlaku kalau populasi dan model jarak tanamnya sama dan pada kondisi tanah dan fluktuasi musiman yang sama. Perbedaan populasi tanaman akan mengakibatkan perbedaan respon tanaman terhadap pupuk (Tabel 12). 32 Tabel 12. Respon tanaman jagung terhadap pemupukan Populasi tanaman per Acre 15 700 24 500 Sumber : Tisdale dan Nelson, 1975 Respon terhadap pemupukan: 100 lb P2O5 200 lb K2O ......... bu/Acre ........... 2 21 22 39 Model-model matematik Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tingkat kritis memisahkan tanah-tanah yang respon pupuk dengan tanah-tanah yang tidak respon pupuk. Akan tetapi konsepsi tingkat kritis ini belum mampu memberikan informasi tentang rekomendasi pupuk. Tujuan dari interpretasi uji tanah ialah untuk menetapkan berapa banyak unsur hara harus diberikan untuk mencapai respon hasil tertentu di dalam kategori tanah-tanaman yang diperkirakan (Waugh et al., 1973). Suatu kategori tanah-tanaman menyatakan bahwa interpretasi harus dibedakan antara tanah-tanah yang terletak di atas dan di bawah tingkat kritis, dan juga harus dibedakan antar jenis tanaman. Dalam kajian-kajian korelasi uji tanah, ada dua model matematik yang lazim digunakan, yaitu (i) model kontinyu (kurvilinear) dan model diskontinyu (linear). Model-model kontinyu klasik berdasarkan pada hukum tambahan hasil yang semakin menurun; dimana suatu fungsi kurvi-linear yang cocok digunakan untuk mendekati data respon hasil. Fungsi-fungsi yang lazim digunakan adalah kuadratik, fungsi akar kuadrat, logaritmik, dan Mitscherlich. Dosis pupuk optimum sesuai dengan suatu titik pada kurva dimana revenue-marjinal sama dengan biaya-marjinal. Titik ini dapat ditentukan secara matematik atau secara grafik dengan jalan menggambarkan garis rasio harga/biaya dalam diagram respon hasil. Hasil optimum terjadi pada titik dalam kurva yang slope garis singgungnya sama dengan slope garis biaya (Gambar 11). Persamaan respon hasil juga dapat dikembangkan sesuai dengan pengelompokkan tanah selama kajian korelasi uji tanah. Persamaan respon hasil dapat dikembangkan untuk tanah-tanah yang berada dalam kategori "uji tanah rendah". "uji tanah medium" dan "uji tanah tinggi" (Gambar 12). 33 % hasil maksimum 100 kedelai 75 jagung gandum, clover, alfalfa 50 - 25 - 0.0 0 20 30 40 50 60 Hasil uji P-tanah, lb/ac. Gambar 10. Kebutuhan tanaman akan unsur hara fosfor beragam di antara jenis tanaman dan tingkat hasil (Bray, 1961. Dalam Tisdale dan Nelson, 1975) Gambar 12 ini juga menyajikan suatu modifikasi penting, yaitu kisaran optimum dan bukannya titik optimum. Kisaran A dan C menyatakan rekomendasi untuk mencapai profit per hektar yang tertinggi; sedangkan kisaran B dan D mencerminkan biaya pemupukan lebih rendah dan keuntungan per satuan pupuk lebih tinggi. 34 Respon tanaman, kg/ha 300 uji tanah rendah (Tanah Miskin) 225 - 150 - garis biaya uji tanah medium uji tanah tinggi 75 - o.0 0 1 Dosis pupuk 2 3 4 Gambar 11. Grafik interpretasi, menggunakan fungsi respon kurvilinear kontinyu. Tanda panah menyatakan dosis optimum secara ekonomis (Sumber: Sanchez, 1976) Model "linear response and plateau" telah dikembangkan oleh Waugh, Cate, dan Nelson. Model ini berdasarkan pada hukum minimum Liebig dan model korelasi CateNelson. Model respon ini pada hakekatnya terdiri atas dua garis lurus (Gambar 12). Garis pertama mencerminkan daerah respon tinggi, dan garis ke dua yang mengikutinya mencerminkan daerah tidak respon (garis horisontal). Hasil ambang adalah hasil tanaman yang tidak diberi pupuk (misalnya unsur hara X), sedangkan hasil-konstan menyatakan hasil tanaman dimana unsur hara (unsur X) tidak lagi menjadi faktor pembatas. Hasil-relatif adalah hasil-ambang dibagi dengan hasil-konstan. Dosis rekomendasi adalah dosis pupuk yang diperlukan untuk mencapai hasilkonstan. Kalau unsur hara X tidak lagi menjadi faktor pembatas, maka unsur lainnya mungkin menjadi faktor pembatas. Hasil-ambang terakhir mencerminkan efek faktor pembatas genetik dan peubah lain. 35 Hasil tanaman Batas genetik Hasil yang dibatasi oleh unsur hara D Hasil konstan untuk B Hasil yang dibatasi oleh unsur hara C Hasil ambang untuk unsur B Hasil konstan untuk A Hasil yang dibatasi oleh unsur hara B Hasil ambang untuk unsur A A AB ABC ABCD Dosis pupuk meningkat Unsur hara A, B, C, dan D ditambahkan Gambar 12. Model respon linear dan mendatar (Linear Response and Plateau, LRP) yang didasarkan pada hukum minimum Liebig (Sumber : Waugh et al., 1973). Rekomendasi untuk Berbagai Tingkat Hasil Interpretasi hasil-hasil uji tanah melibatkan evaluasi ekonomi tentang hubungan antara nilai uji tanah dengan respon pupuk. Akan tetapi pada kenyataannya respon potensial beragam dengan faktor tanah, cuaca, dan kemampuan pengelolaan budidaya oleh petani (Gambar 13). Sehubungan dengan hal tersebut, rekomendasi pupuk bisa beragam sesuai dengan tingkat hasil yang diinginkan (Tabel 13). Dosis rekomendasi pupuk N tergantung pada polatanam sebelumnya dan sasaran hasil. Kalau teknologi dan praktek pengelolaan tanaman menjadi lebih baik atau insentif ekonomis meningkat, maka potensial hasil dan rekomendasi pupuk dapat ditingkatkan. Bagi para petani komersial biasanya sasarannya ialah mempertahankan unsur hara pada tingkat yang mampu mempertahankan keuntungan maksimum setiap hektar lahan. Hal ini berarti bahwa unsur hara tidak boleh menjadi faktor pembatas selama pertumbuhan tanaman, mulai dari perkecambahan hingga panen. 36 Hasil 160 - 140 D 120 C 100 - 80 B 60 A 40 - 0 1 2 3 Dosis pupuk yang ditambahkan 4 5 Gambar 13. Respon hasil tanaman terhadap pemupukan tergantung pada tingkat hasil potensial. A. Potensial paling rendah; D. Potensial paling tinggi (Barber, 1971. Dalam Tisdale dan Nelson, 1975) Tipe-tipe Rekomendasi Pada umumnya ada empat macam alternatif tindakan kalau tanah miskin P atau K. (1). Pupuk Dasar. Pemupukan dengan maksud korektif dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah hingga taraf tertentu. Misalnya, tambahan pupuk 10 kg P2O5 akan meningkatkan nilai uji P1 sebesar satu kg, dan penambahan sekitar 3 kg K2O akan emningkatkan nilai uji tanah K sebesar satu kg. Akan tetapi seringkali jumlah pupukyang harus ditambahkan sangat beragam tergantung pada tekstur tanah. Tanah diuji kembali dalam 2-3 tahun untuk melihat apakah koreksi pemupukan diperlukan lagi. Kemudian penambahan dosis pupuk dilakukan untuk menggantikan kehilangan hara dari tanah, melalui panen, erosi, pencucian dan fiksasi. 37 Tabel 13. Rekomendasi pupuk N dan P untuk jagung Uji tanah; P1 (lb/P/Acre) 0- 9 10-19 20-29 30-59 60-99 > 100 100-124 70 60 50 40 30 20 Jagung terus140 menerus Sumber: Tisdale dan Nelson, 1975. Sasaran hasil; bu/Acre 125-149 150-174 > 175 ..... Dosis pupuk tahunan P2O5; lb/Ac 80 90 100 70 80 90 60 70 80 50 60 70 40 50 60 20 25 30 ....... Dosis pupuk N ........... 180 220 260 (2). Pemupukan musiman Pupuk N, P dan K dapat ditambahkan kepada setiap musim tanam dalam sistem rotasi tanaman. Praktek seperti ini mungkin dapat mengakibatkan peningkatan ketersediaan hara dalam tanah atau paling tidak mempertahankan tingkat ketersediaan unsur hara dalam tanah. Pendekatan pemupukan seperti ini mungkin lebih sesuai kalau kapital petani terbatas, lahan yang dipupuk masih baru diusahakan, atau lahan sewaan. Hasil tanaman akan tidak terlalu tinggi, dan keuntungan per hektar lahan lebih rendah, tetapi keuntungan per satuan biaya akan lebih tinggi dibandingkan dengan metode pemupukan dasar. (3). Rotasi Tanaman Dalam suatu sistem rotasi, misalnya jagung-kedelai, umumnya petani hanya memupuk tanaman jagung. Akan tetapi harus diingat bahwa setiap tanaman dalam sistem rotasi menyerap sejumlah unsur hara dari tanah. Teladan untuk jagung dan kedelai disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14. Jumlah unsur hara dalam hasil biji Hasil biji N 150 bu biji jagung 135 50 bu biji kedelai 200 Total 335 Sumber: Tisdale dan Nelson, 1975. P2O5 60 40 100 K2O 40 70 110 Dalam program pemupukan sistem rotasi tanaman harus diperhatikan beberapa hal berikut: (a). pupuk diberikan sebelum tanaman yang paling responsif dan menguntungkan, (b). pupuk fosfat diberikan di dekat tanaman jagung (c). tanaman hijauan pakan menyerap banyak kalium, sehingga pemupukan musiman diperlukan untuk mempertahankan hasil (d). Kedelai lebih respon terhadap tingkat kesuburan tanah yang tinggi daripada pemupukan langsung. Akan tetapi pada tanah-tanah yang kurang subur diperlukan pemupukan langsung pada kedelai. 38 (4). Sistem Penggantian Kalau ketersediaan P dan K tanah ditingkatkan hingga taraf yang dibutuhkan, maka rekomendasi pupuk selanjutnya dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan kehilangan unsur hara sesuai dengan tingkat hasil yang diharapkan. Misalnya kalau thasil biji kedelai sebesar 50 kg dan mengambil 3/4 kg P2O5 dan 1.4 kg K2O per ha, maka dosis pupuk yang mungkin dapat disarankan adalah 40 kg P2O5 dan 70 kg K2O. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam sistem seperti di atas, yaitu: (a). Pada tanah-tanah yang mempunyai kemampuan besar untuk mensuplai unsur hara, maka rekomendasi pupuk hanya 50% dari kehilangan hara (b). Berapa tingkat ketersediaan unsur hara dalam tanah yang dianggap cukup? (c). Apakah petani masih ingin meningkatkan dosis pupuk kalau potensial hasil tanamannya meningkat? (d). Kandungan P, K, dan unsur hara lain dalam hasil tanaman beragam (e). Apakah pemupukan hanya ditujukan untuk menggantikan jumlah hara yang hilang agar tingkat kesuburan tanah dapat dipertahankan? Hal ini akantergantung pada fiksasi dan pelepasan unsur hara dalam tanah dan kehilangan-kehilangan lainnya. (f). Kalau sejumlah pupuk ditambahkan ke tanah apakah dapat diharapkan tanaman mampu 100% efisien menyerap unsur haranya? (g). Dalam beberapa kondisi tanah tertentu, jumlah pupuk yang diperlukan setara dengan jumlah kehilangan ditambah 10-25%-nya. Konsekwensi dari strategi pemupukan yang bertumpu kepada penggantian unsur hara yang hilang adalah bahwa tanah harus dipantau secara periodik. Pemantauan ini dilakukan untuk menentukan apakah tingkat kesuburan tanah menurun atau meningkat. Nitrogen Rekomendasi pemupukan nitrogen sangat tergantung pada banyak faktor termasuk jumlah nitrat dalam profil tanah, jenis tanaman musim sebelumnya, sasaran hasil, dan pemupukan yang dilakukan pada musim sebelumnya. Kalau hasil potensial meningkat, kebutuhan nitrogen juga sangat meningkat karena unsur ini bersifat mobil. Metode Resep Metode resep untuk menyusun rekomendasi pupuk pada hakekatnya didasarkan pada gagasan bahwa tanaman dapat hidup 'aman' dengan memanfaatkan jmlah tertentu N, P, dan K yang terkandung dalam tanah, rabuk, dan pupuk. Kalau jumlah unsur hara yang diperlukan untuk mencapai tingkat hasil tertentu dapat diketahui, maka jumlah tambahan lewat pupuk dan/atau rabuk dapat diperhitungkan. Prinsip yang melandasi metode ini ialah memformulasikan rekomendasi pupuk yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan ini ditentukan oleh sistem rotasi tanaman, pengelolaan tanaman, analisis tanah, dan tanaman yang akan ditanam. Beberapa metode telah banyak dipraktekkan. Suatu teladan pendekatan yang lazim dipraktekkan memberikan hasil seperti _Tabel_ 22. Perhitungan yang serupa juga telah dapat dilakukan untuk tanaman lain seperti serealia, legume, kentang, tomat, dan beet. Pengalaman membuktikan bahwa metode ini mempunyai banyak keterbatasan. Keterbatasan ini berkaitan dengan metode pengukuran ketersediaan unsr hara dalam tanah, prosedur uji tanah bergaam antar daerah sehingga resep harus terkait dengan prosedur ini; ketersediaan unsur hara dari pupuk dan rabuk sangat ditentukan oleh tanaman, tanah dan iklim. 39 Tabel 15. Estimasi persentase N, P, dan K dalam tanah, rabuk dan pupuk yang tersedia bagi tanaman (misalnya jagung) selama satu musim Sumber Persentase yang diperoleh selama satu musim: Nitrogen Fosfor Tanah (tersedia) 40 40 Rabuk (Total) 30 30 Pupuk (tersedia) 60 30 Sumber: Berger, 1954 (Dalam Tisdale dan Nelson, 1975) Kalium 40 50 50 Dst…………… segera menyusul berikutnya ………Ws.