kesuburan tanah dan pengelolaannya

advertisement
1
KESUBURAN TANAH DAN PENGELOLAANNYA
(smno.tnh.fpub)
Peranan Bahan Organik Tanah (BOT)
Kesuburan tanah dapat dideskripsikan sebagai kapabilitas suatu
tanah untuk mensuplai unsur hara kepada tanaman dalam jumlah dan
proporsi yang dibutuhkan tanaman. Konsep ini merupakan kesuburan
tanah secara kimiawi. Dalam makna yang lebih luas, kesuburan tanah juga
mencakup kesuburan tanah secara fisika, yang merupakan kapabilitas
suatu tanah untuk mensuplai air kepada tanaman, mensuplai udara
kepada akar tanaman dan menyediakan tempat untuk “pegangan” akar
tanaman. Kadangkala kesuburan kimia dan fisika tanah dikombinasikan
menjadi konsep “produktivitas tanah”.
Peranan BOT dalam kesuburan kimiawi tanah adalah sebagai
penyangga penyediaan N, P dan S, serta sebagai penjerap Ca, Mg, K dan
Na.
Sedangkan peranan BOT dalam kesuburan fisika adalah
meningkatkan kemampuan tanah menahan air (WHC) dan memperbaiki
stabilitas struktur tanah.
Karakterisasi BOT dan Mineralisasi
Bahan organik tanah hampir seluruhnya berasal dari residu
tanaman. Dengan demikian diharapkan BOT ini mengandung unsur-unsur
hara yang sama dengan yang ada dalam tanaman, dan proporsinya relatif
sama dengan yang ada dalam tubuh tanaman. Namun pada kenyataannya
komposisi BOT berbeda dengan komposisi tubuh tanaman. Segera setelah
material tanaman yang mati jatuh ke tanah, ia segera mengalami
perubahan. Komponen-komponen yang mudah larut segera tercuci ke
luar.
Sebagai sumber cadangan unsur hara, BOT sangat penting ,
utamanya dalam hal unsur hara N, P, dan S yang terikat secara organik.
Unsur-unsur ini dapat menjadi tersedia bagi tanaman melalui proses
mineralisasi, yaitu konversi senyawa organik menjadi an-organik dengan
melibatkan mikro-organisme tanah.
Seringkali dilakukan pembedaan antara bahan organik yang stabil
dan yang tidak stabil. Bahan organik yang tidak stabil juga disebut
“nutritive, labil, aktif, atau humus-muda”, merupakan bahan organik yang
masih baru terbentuk dari biomasa tanaman yang masuk ke tanah (yaitu
selama 10-20 tahun terakhir). Bahan organik yang stabil, pasif atau humus
tua, merupakan bahan organik yang telah berada dalam tanah selama
waktu yang panjang. Perbedaan di antara keduanya tidak tajam, karena
humus-labil secara bertahap berubah menjadi humus-stabil.
Bahan organik stabil mempunyaim komposisi yang kompleks.
Komponen yang sangat penting ialah humin, asam humat, dan asam fulvat;
ada juga hasil polimerisasi dari senyawa fenolik dan senyawa yang
mengandung nitrogen. Sebagian besar BOT tanah secara intensif
berhubungan dengan mineral liat dan ini menjadi salah satu alasan
mengapa dekomposisi humus berlangsung sangat lambat. Senyawa
2
seperti polisakarida, protein, asam amino, yang mudah terdekomposisi,
akan “lenyap “ selama proses konversi bahan organik labil.
Unsur C, N, P dan S dalam bahan organik stabil lazimnya adalah
100:10:1:1, tetapi seringkali terjadi penyimpangan dari proporsi ini. Sifat
vegetasi, ilkim, landuse, umur bahan organik dan faktor lainnya sangat
berpengaruh. Demikian juga dalam sel-sel mikro-organisme, unsur C, N,
P, dan S mempunyai proporsi 100:10:1:1.
Banyak organisme tanah bersifat C-heterotrofik, mereka tidak
mampu mengasimilasi CO2 dari udara. Mereka menggunakan senyawa
karbon yang ada dalam bahan organik tanah. Demikian juga untuk
respirasinya mereka menggunakan senyawa karbon dalam bahan organik
tanah. Secara rata-rata fungi menggunakan 2/3 bagian bahan organik
untuk mendapatkan energi dan 1/3 bagian untuk membangun jaringan
tubuhnya. Dengan kata lain, bahan organik digunakan oleh fungi secara
disimilasi (2/3 bagian) dan secara asimilasi (1/3 bagian).
6 0 0 bahan organik
3 0 0 C
3 0 N
3 P
3 S
Dissimilasi
1/3 asimilasi
1
0
1
1
S
0
0
1
Respirasi
C
N
P
2
0
0
Mineralisasi
C
2
0
2
2
N
P
S
Gambar 1. Bagan distribusi C, N, P dan S untuk asimilasi dan disimilasi,
dalam konversi 600 unit masa bahan organik.
CO2 dan H20 terbentuk melalui proses respirasi, misalnya:
C6H12O6 + 6O2 -------- 6 CO2 + 6 H2O + energi
Senyawa organik N, P dan S berubah menjadi bentuk anorganik
NH4+, NO3-, H2PO4- dan SO4=, yang tersedia bagi tanaman. Proses
perubahan seperti ini disebut mineralisasi. Laju mineralisasi tergantung
pada faktor-faktor seperti suhu, pH, aerasi tanah, kelengasan tanah,
kesuburan tanah dan sifat vegetasi serta sistem pertanian yang berlaku.
Suatu indikasi laju mineralisasi dapat diperoleh dengan jalan mengukur
3
jumlah CO2 atau nitrogen anorganik yang dihasilkan per unit tanah per unit
waktu.
Kemungkinan lainnya ialah dengan jalan mengukur kandungan
bahan organik atau nitrogen organik, fosfor dan belerang organik dari
waktu ke waktu. Periode waktu ini harus cukup panjang (beberapa tahun),
karena laju mineralisasi relatif tidak tinggi, sekitar 2% setahun di daerah
temperate dan sekitar 8% di daerah dataran rendah tropis.
Hasil penelitian Jenkinson dan Aynabe (1977) , Ladd dan Amato
(1985) membuktikan pentingnya pengaruh suhu terhadap laju mineralisasi
bahan organik tanah. Laju mineralisasi relatif meningkat dua kali setiap
kenaikkan suhu 9oC, yaitu 2% pada 9oC, 4% pada 18oC, dan 8% pada
27oC. Di atas 30oC dan di bawah 6oC ketentuan ini tidak berlaku.
Kalau C/N rasio bahan organik sama dengan 10; maka konversi
300 unit masa karbon, atau disimilasi 200 unit masa karbon , melibatkan
konversi 30 unit masa N. Dari jumlah ini 10 unit diikat dalam sel
mikroorganisme dan 20 unit dilepaskan ke dalam larutan tanah. Dalam
kaitan ini kita mengukur mengukur lenyapnya C atau disimilasi. Per 10 kg
C yang telah lenyap dibarengi dengan 1 kg N yang mengalami mineralisasi.
Dengan demikian di daerah yang laju dekomposisi relatif BOT 2% setahun
, pelepasan N per % bahan organik per tahun per 20 cm topsoil (1 ha, 20
cm = 2.5 x 106 kg) sama dengan:
1/10
x
50/100 x 10-2 x
N=1/10 C
C/BOT
2.5x106 x
2x10-2
=
25 kg N
1% BOT masa tnh laju dec. reltf
Dengan anggapan bahwa fraksi massa P dan S adalah 1/10 dari
massa N, maka jumlah P dan S yang dilepaskan adalah: 2.5 kg per tahun
per ha per 20 cm topsoil per % bahan organik.
Pada umumnya tanaman tidak dapat menggunakan jumlah hara ini
secara keseluruhan. Sebagian n dan S tercuci dalam bentuk NO3- dan
SO4=, atau menguap sebagai NH3, N2, H2S; sedangkan fosfat diikat oleh
partikel tanah dalam bentuk H2OP4- atau PO4=.
Kalau C/N rasio lebih tinggi dari 10, maka lebih sedikit nitrogen yang
dilepaskan ke dalam larutan tanah. Kalau C/N rasio lebih dari 30, biasanya
tidak cukup N untuk proses asimilasi oleh mikroba. Nitrogen diambil dari
larutan tanah dan tidak tersedia lagi bagi tanaman, proses seperti ini
disebut imobilisasi nitrogen.
Seringkali immobilisasi hanya bersifat
sementara, karena kemudian bangkai sel-sel mikroba mengalami proses
mineralisasi.
Kapasitas menahan kation
BOT dapat menahan kation karena ia mengandung gugusan
karboksilat dan fenolat yang dapat mengalami disosiasi sbb:
R – COOH ======= RCOO- + H+
R – OH ======
RO- + H+
(hanya pada pH > 7)
4
Muatan negatif pada gugusan karboksilat dan fenolat ini dapat
mengikat kation. Proses disosiasi tersebut tergantung pH, sehingga
kemampuan BOT mengikat kation juga tergantung pH.
Kation juga dapat diikat oleh bahan organik ke dalam struktur cincin
membentuk “khelate” dengan ligand organik. Stabilitas bentuk kompleks ini
tergantung pada tipe kation (Tabel 1).
Tabel 1. Kapasitas retensi kation dari beberapa bahan organik tanah,
dengan larutan pencucian yang berbeda
Sumber bahan organik
Tanah hutan pinus
Lempung debu Honeoye
Lempung debu Ontario
Lempung debu Yates
Lempung
liat
berdebu
Dunkirk
Tanah hutan Sequoia
Kation yang ditahan dengan larutan pencucian
(me per 100 g)
BaCu-asetat Ba-asetat
K-asetat
hidrokpH 5
pH 5
pH 5
sida
533
410
155
139
295
306
146
60
309
278
125
54
301
278
124
43
275
270
135
64
286
181
Sumber: Broadbent, 1955, dalam Allison, 1973.
118
42
5
O
OH
O
C
OH
C
O
O
C – O-
+ Cu++
O
+
H+
OH
Cu
O
O
OH
O
C
O
C
O
C
O
C
+ Cu++
O
Gambar 1.
Cu
+ H+
O
Pembentukan khelate antara Cu dan gugusan karboksil /
fenolat; dan antara Cu dengan dua gugusan karboksilat
(Schnitzer dan Kahn, 1972),
Aspek Fisika
BOT mampu menahan 3 g air per satu gram bahan organik, berarti
tambahan 1% bahan organik dalam topsoil 0-25 cm akan meningkatkan
WHC sebesar 3% volume.
Bahan organik tanah mampu memperbaiki stabilitas agregat tanah
melalui cara-cara berikut:
1. Partikel-partikel tanah diikat bersama-sama oleh hifa jamur dan
actinomycetes
2. Mikroba menghasilkan produk metabolik, terutama karbohidrat yang
menjadi perekat yang mengikat bersama partikel tanah
3. Di antara lempengan liat dengan asam humat dapat terbentuk
semacam “jembatan kimiawi”
4. Melalui stimulasi pertumbuhan akar tanaman, stabilitas struktur tanah
diperbaiki karena akar dapat berfungsi sebagai “tali” di seputar partikel
tanah, dan karena mikroba dalam rizosfer menghasilkan material
perekat
6
5. Bahan organik menjadi makanan cacing tanah dan cacing ini mampu
memperbaiki stabilitas agregat tanah dan porositas tanah.
Kalau agregat tanah tidak stabil dan bercerai-berai, maka bagian-bagian
yang kecil akan mengisi pori tanah sehingga akan merusak
aerasi/porositas tanah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa efek utama bahan organik
terhadap struktur tanah adalah melalui perbaikan aerasi tanah untuk tanahtanah berat dan perbaikan WHC untuk tanah-tanah berpasir.
BOT dan Hasil Tanaman
Pengaruh BOT terhadap hasil tanaman terutama melalui suplai
unsur hara kepada tanaman.
Dalam tanah-tanah berpasir juga
peningkatan WHC dapat meningkatkan hasil tanaman, terutama selama
musim kering.
Pada tanah liat berat, penggemburan tanah sangat penting,
terutama bagi akar dan umbi-umbian. Dalam banyak kasus untuk tanaman
seperti ini peningkatan hasil dapat mencapai 5% atau lebih.
Pengelolaan bahan organik dalam tanah
Sepanjang tahun, sebagian bahan organik dalam tanah mengalami
dekomposisi. Laju relatif proses dekomposisi ini biasanya diberi simbol k;
nilainya sekitar 2% di daerah iklim dengan rataan suhu tahunan 9oC dan
akan meningkat dua kali setiap kenaikan suhu 9oC; sebagai teladan nilai k
= 0.08 untuk tanah berpasir di Malang selatan.
Untuk mengimbangi kehilangan ini, harus ditambahklan bahan
organik baru. Bahan organik segar seperti jerami, dedaunan, pupuk
kandang mempunyai laju dekomposisi yang cukup tinggi daripada BOT.
Dalam waktu 3-4 bulan bahan organik segar ini sudah berubah menjadi
seperti BOT.
Rasio antara jumlah bahan organik yang tertinggal (masih ada)
setelah periode waktu tersebut dengan jumlah bahan organik pada saat
awal ditambahkan ke tanah disebut koefisien humifikasi. Bahan organik
yang masih tertinggal tersebut dinamakan “bahan organik efektif”.
Kalau penambahan bahan organik efektif sama dengan
dekomposisi bahan organik yang telah ada dalam tanah, maka kondisi
setimbang telah tercapai, dimana:
h.X = k.Y
h = koefisien humifikasi, X = jumlah bahan organik segar yang
ditambahkan, k = laju dekomposisi relatif, Y = jumlah bahan organik dalam
tanah.
Dengan demikian dapat dihitung jumlah bahan organik yang
diperlukan untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah pada
tingkat tertentu.
Tabel 2. Estimasi kandungan bahan organik tanah yang diperlukan dalam
% (A) dan dalam kg/ha (B), laju dekomposisi relatif (k) yang
dinyatakan dalam per tahun (C), Kolom D adalah jumlah bahan
7
organik yang terdekomposisi setiap tahun (kg/ha); E adalah
pupuk hijau yang diperlukan dengan h.c = 0.25 dalam ton/ha;
dan F adalah pupuk kandang yang diperlukan dengan h.c = 0.6.
Tekstur
tanah
Pasir
Lempung
Liat
Liat berat
A
1.5
2.5
3.5
>5.0
B
C
D
E
F
37500
62500
87500
>12500
0.08
0.07
0.06
0.05
3000
4370
5250
>6250
12
17.5
21
>25
5
7.3
8.75
10.4
Kualitas Pupuk Organik
Klasifikasi, sifat dan efek pupuk organik
Salah satu klasifikasi pupuk organik adalah:
a. Limbah manusia dan pupuk kandang
b. Sampah pemukiman, sudah atau belum dikomposkan
c. Material bumi, seperti lumpur gambut, lumpur selokan/parit, dll
d. Residu tumbuhan, bahan segar seperti pupuk hijau, limbah sayuran,
buah-buahan dan garden; bahan tua seperti kulit kakao, polong
kacangtanah, gambut dll. Bahan mulsa dapat berupa material
tumbuhan muda, tua, kering, tidak dibenamkan ke dalam tanah.
Pada umumnya penggunaan pupuk organik mempunyai dua tujuan
pokok, yaitu (1) suplai unsur hara, dan (2) meningkatkan kandungan BOT.
Pentingnya pupuk organik sebagai sumber hara ditentukan oleh
kandungan hara dan laju pelepasan hara tersebut. Laju pelepasan hara ini
tergantung pada resistensi bahan organik terhadap mikroba. Bahan
tumbuhan yang masih hijau banyak mengandung sakarida dan protein,
yang mudah didekomposisikan oleh mikroba. Bagian tanaman yang
berkayu banyak mengandung selulose, hemi-selulose dan lignin, yang
sukar didekomposisi. Faktor lain yang mempengaruhi laju mineralisasi
bahan organik adalah kandungan nitrogennya.
Peningkatan kandungan BOT juga tergantung pada daya
dekomposisi pupuk organik. Semakin mudah pupuk organik mengalami
dekomposisi, maka yang tertinggal dalam tanah semakin sedikit. Dengan
kata lain, dua macam tujuan utama penggunaan ppuk organik seperti
tersebut di atas tidak mungkin dapat dicapai pada waktu yang bersamaan.
Peningkatan kandungan BOT akan berpengaruh terhadap:
a. Peningkatan KTK, sehingga menurunkan laju pencucian kation
b. Perbaikan struktur tanah. Individu agregat tanah menjadi lebih stabil
dan kohesi di antara partikel fraksi tanah menjadi lebih kuat. Sehingga
kepekaan tanah terhadap erosi menjadi rendah, aerasi tanah menjadi
lebih baik, dan akhirnya akar tanaman dapat menyerap ion lebih
mudah.
c. Peningkatan WHC tanah. Ketersediaan air tanah menjadi lebih bagus,
mobilitas hara lebih tinggi dan kadangkala lebih sedikit pencucian,
karena tanah mampu menampung lebih banyak air sebelum terjadi
perkolasi ke dalam subsoil.
8
d. Perbaikan kondisi pertumbuhan bagi mikroba tanah.
e. Pengembangan cadangan hara, terutama N, P dan S.
Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa pupuk organik alami
juga mengandung “senyawa aktif fisiologis” yang mampu merangsang
pertumbuhan.
Download