v. hasil dan pembahasan

advertisement
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
HASIL DAN MANFAAT KEGIATAN MAGANG
Kegiatan magang di LPPOM MUI pada Divisi Penelitian dan Pengkajian Ilmiah meliputi
kegiatan :
5.1.1 Membuat matriks dan surat keterangan perizinan penggunaan bahan baku dan bahan
tambahan pangan pada Divisi Penelitian dan Pengkajian Ilmiah
Matriks dan surat keterangan perizinan penggunaan bahan merupakan dokumen luaran dari
kegiatan pengkajian bahan dari Divisi Penelitian dan Pengkajian Ilmiah. Umumnya pengkajian
dilakukan apabila ada penambahan atau penggantian bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan
penolong untuk suatu produk yang sudah memiliki sertifikat halal oleh perusahaan. Pengajuan
penggunaan bahan baru oleh perusahaan bertujuan untuk menjaga kesinambungan status halal dari
produk yang dihasilkan. LPPOM MUI menerima pengajuan pengkajian bahan baku, bahan tambahan
pangan, dan bahan penolong dari perusahaan melalui kiriman pos, email, faksimili, maupun
diantarkan langsung ke LPPOM MUI. Perusahaan mengirimkan surat permintaan pengkajian bahan
disertai dengan dokumen identitas bahan seperti spesifikasi bahan, diagram alir proses, dan atau
sertifikat halal dari bahan yang diajukan. Kelengkapan berkas yang dibutuhkan untuk pengkajian
tergantung tingkat kompleksitas proses dan kekritisan bahan yang diajukan. Semakin kompleks suatu
proses pengolahan pangan atau semakin kritis bahan yang digunakan, maka dokumen yang
dibutuhkan semakin lengkap. Apabila dokumen atau keterangan bahan yang diajukan perusahaan
belum lengkap, Divisi Penelitian dan Pengkajian Ilmiah akan mengirimkan pemberitahuan tertulis
kepada perusahaan untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan.
Pengkajian bahan dilakukan berdasarkan informasi yang terdapat di dalam berkas-berkas yang
diajukan perusahaan yang dikaitkan dengan pengetahuan bahan dan proses pengolahan pangan yang
dimiliki oleh para tenaga ahli LPPOM MUI bagian Divisi Penelitian dan Pengkajian Ilmiah. Dari
spesifikasi bahan, dan diagram alir proses dapat diketahui identitas bahan dan tingkat kekritisannya.
Namun, untuk bahan-bahan tertentu seperti produk mikrobial, produk hewani dan turunan hewan,
serta bahan penolong karbon aktif harus disertai dengan sertifikat halal dari lembaga yang diakui
MUI. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Divisi Penelitian dan Pengkajian Ilmiah diputuskan
bahan dapat digunakan sebagai komponen yang halal ataupun tidak. Hasil kajian dituangkan dalam
bentuk matriks bahan yang akan disampaikan kepada perusahaan bersama dengan jawaban tertulis
berupa surat resmi yang ditandatangani oleh direktur LPPOM MUI. Komponen informasi yang
penting dalam matriks meliputi nama bahan, nama produsen, nama supplier, kelengkapan data
pendukung (spesifikasi bahan, diagram alir bahan, sertifikat analisis, material safety data sheet, dan
sertifikat halal), nama lembaga pemberi sertifikat halal, informasi tambahan, dan rekomendasi
jawaban. Contoh surat perizinan penggunaan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 2 dan contoh
matriks bahan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pembuatan matriks dan surat perizinan penggunaan bahan memberikan pelajaran bagi penulis
bahwa ketelitian dalam bekerja dan penguasaan bidang ilmu sangat penting untuk dimiliki. Dalam
kegiatan magang ini, kesalahan penulisan, ketidak cermatan dalam membaca informasi, dan
keterbatasan pengetahuan dapat berakibat fatal sebab akan menyangkut status halal haram suatu bahan
pangan.
24
5.1.2 Mempelajari mekanisme penentuan perizinan penggunaan bahan baku dan bahan
tambahan pangan melalui Divisi Pengkajian Ilmiah
Adanya perubahan bahan baku, bahan tambahan, maupun bahan penolong yang digunakan
dalam suatu proses produksi sangat mungkin terjadi di perusahaan. Meskipun suatu produk sudah
memiliki sertifikat halal, namun apabila suatu perusahaan bermaksud menggunakan bahan baru dalam
proses produksinya, perusahaan harus melaporkan terlebih dahulu kepada LPPOM MUI. Tujuannya
adalah agar kesinambungan status kehalalan produk tetap terjaga. Selanjutnya LPPOM MUI
melakukan pengkajian terkait bahan yang diajukan berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh bahan
yang diajukan. Dokumen-dokumen yang dibutuhkan antara lain spesifikasi bahan, diagram alir proses
(flow process chart), dan sertifikat halal dari lembaga sertifikasi yang diakui oleh LPPOM MUI.
Setiap bahan dapat berbeda kebutuhan dokumennya dalam hal penerimaan status halal. Untuk
mendapatkan izin penggunaan bahan terkait status kehalalannya, dari suatu bahan bisa saja hanya
dibutuhkan spesifikasi, atau diagram alir proses, atau bahkan hanya dibutuhkan sertifikat halal.
Namun adakalanya perusahaan juga perlu mencantumkan ketiga jenis dokumen tersebut untuk
digunakan dalam pengkajian.
Berikut ini akan dijelaskan bagaimana suatu bahan dapat lolos pengkajian atau dengan kata lain
bahan dapat digunakan sebagai bahan yang halal berdasarkan kajian dokumen. Data yang diperoleh
merupakan data dari perusahaan-perusahaan yang mengajukan pengkajian status kehalalan bahan baru
ke LPPOM MUI untuk mendapatkan persetujuan pemakaian bahan tersebut. Contohnya adalah
sebagai berikut :
1. Gluten Gandum
Gluten adalah salah satu jenis protein khas yang terkandung di dalam gandum. Kandungan
gluten dapat mencapai 80% dari total protein tepung. Gluten terdiri dari protein gliadin dan glutenin.
Gluten membuat adonan kenyal dan dapat mengembang, karena bersifat memerangkap udara
(Edwards et al., 2003).
Gluten dapat digunakan untuk membuat daging imitasi (terutama daging bebek) untuk
hidangan vegetarian dan vegan. Tepung roti banyak mengandung gluten, sementara tepung kue lebih
sedikit. Proses pembuatan gluten gandum dapat dilihat pada Gambar 3.
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada titik kritis yang ditemukan dalam
proses pembuatan gluten gandum (wheat gluten) sebab proses yang terjadi merupakan proses fisik.
Selain itu, bahan tambahan yang digunakan hanyalah air yaitu pada proses pencucian tanpa adanya
bahan penolong lain. Berdasarkan hasil kajian bahan dan proses dapat diputuskan bahwa gluten
gandum (wheat gluten) yang dimaksud dapat digunakan.
2. Sweet Whey Powder Laktodou
Sweet whey powder didapatkan dari whey cair yang mengalami ultrafiltrasi sehingga
dihasilakan konsentrat dan dikeringkan. Whey powder adalah padatan yang terbuat dari cairan yang
merupakan hasil samping industri keju. Sweet whey powder (SWP) mengandung 70% laktosa (gula
susu) dan kurang dari 2% lemak. Sweet whey powder memiliki kadar kalsium yang tinggi
(47mg/100g) yaitu sebesar 35% dari total kalsium susu (136mg/100g) (Saleh, 2004). Selain itu, SWP
juga merupakan sumber protein yang moderat. Sweet whey powder digunakan dalam banyak jenis
bahan makanan dan produk olahan susu. Whey powder memiliki kemampuan untuk membentuk busa.
Sifat fungsional dari SWP dapat berbeda tergantung sumbernya (Banavara et al., 2003). Mengingat
rawannya sumber hasil samping industri keju, maka persyaratan dokumen bahan ini yaitu sertifikat
halal (LPPOM MUI, 2011). Pada proses pembuatan keju, ada tahap penggumpalan atau koagulasi,
25
proses koagulasi ini dapat menggunakan enzim yaitu enzim rennet. Apabila menggunakan enzim,
maka perlu ditelusuri sumber enzim tersebut, yaitu dapat berasal dari hewan ataupun mikroba.
Keduanya merupakan faktor kritis. Apabila berasal dari produk mikrobial maka harus dipastikan
bahwa sumber energi yang digunakan mikroba dalam menghasilkan enzim harus berasal dari bahan
yang halal, sedangkan apabila berasal dari hewan maka perlu dipastikan bahwa hewan tersebut
merupakan hewan halal yang disembelih secara syar‟i.
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan gluten gandum
3. Dekstrosa Mohohidrat
Dekstrosa atau D-glukosa adalah glukosa sederhana (monosakarida) yang diproses secara
komersial dari hidrolisis pati menggunakan bahan penolong asam atau enzim, kemudian dipucatkan
(bleaching), dikristalkan dan dikeringkan (LPPOM MUI 2011). Dektrosa terbentuk akibat molekul
glukosa berotasi dan terpolarisasi cahaya ke kanan. Enzim yang digunakan dalam proses hidrolisis
pati dapat berasal dari tumbuhan atau produk mikrobial. Apabila merupakan produk mikrobial, maka
harus dipastikan bahwa sumber energi yang digunakan mikroba dalam menghasilkan enzim harus
berasal dari bahan yang halal. Selain enzim ada juga bahan pemucat atau bleaching agent yang
merupakan faktor kritis. Sebab bleaching agent dapat berasal dari karbon aktif yang bisa bersumber
dari tulang hewan (LPPOM MUI, 2011). Apabila berasal dari tulang hewan maka bleaching agent
26
harus memiliki sertifikat halal. Oleh karena itu, perlu dilampirkan diagram alir dan atau spesifikasi
teknis dari sumber enzim atau bleaching agent yang digunakan. Jika tidak ada, maka produsen wajib
mencantumkan sertifikat halal dari dekstrosa yang digunakan.
5.1.3 Mengikuti International Workshop Halal Slaughtering
Penulis mengikti kegiatan International Workshop on Halal Regulation and Standard for
Slaughtering pada tanggal 18 April 2011 di IPB International Convention Center. Kegiatan yang
dilakukan dalam workshop ini adalah menjadi pemandu bagi para tamu internasional serta
mendengarkan pemaparan materi dari para pemakalah. Materi yang disampaikan antara lain
Indonesian Standard for Halal Slaughtering, Halal Slaughtering Practice in Australia for Cattle,
Halal Slaughtering Practice for Poultry, The Importance of Halal Slaughtering for Quality Meat,
Functional Foods and Health Benefits, Functional Materials Production Using Compressed Hot
Solvent Process, dan Regulation for Consumer Protection.
5.1.4 Mengikuti rapat pembuatan Pedoman Persyaratan Bahan Halal LPPOM MUI 2011
Rapat pembuatan pedoman Persyaratan Bahan Halal ini diikuti oleh para auditor. Pedoman ini
menetapkan persyaratan persetujuan bahan halal dengan tujuan sebagai berikut : (1) mejadi panduan
bagi perusahaan dalam mempersiapkan dokumen bahan yang memenuhi persyaratan sertifikasi halal
LPPOM MUI, (2) menjadi panduan bagi auditor halal dalam memeriksa bahan yang memenuhi
persyaratan sertifikasi halal LPPOM MUI.
Rapat ini memutuskan bahan-bahan apa saja yang perlu dimasukkan ke dalam pedoman beserta
mekanisme/syarat untuk diproses sebagai bahan yang halal. Penulis menjadi notulen dalam kegiatan
ini. Sebelumnnya LPPOM MUI sudah memiliki pedoman persyaratan bahan yang dibuat pada bulan
Maret 2011. Pembuatan pedoman panduan ini dilakukan untuk memperbaharui dan melengkapi
pedoman yang sudah ada, mengingat banyaknya bahan yang harus dijelaskan melalui pedoman ini.
Kegiatan yang dilakukan di dalam rapat ini adalah membuat notulensi rapat Pedoman Persyaratan
Bahan Halal LPPOM MUI 2011.
5.1.5 Mengikuti pelatihan Sistem Jaminan Halal
Pelatihan yang diikuti yaitu pelatihan Sistem Jaminan Halal yang diselenggarakan pada tanggal
24 - 26 Mei 2011. Materi pelatihan berisi pemahaman dasar mengenai sistem jaminan halal, syarat
menjadi auditor halal internal perusahaan, identifikasi bahan baku dan proses, penetuan titik kritis
kehalalan produk, dan pengambilan keputusan status halal suatu produk. Pelatihan ini mayoritas
diikuti oleh calon auditor halal internal di suatu perusahaan. Melalui pelatihan ini penulis memahami
urgensi proses dan produk halal serta pentingnya menjaga kesinambungan jaminan mutu halal yang
ada pada suatu perusahaan. Dalam pelatihan ini juga dilakukan simulasi membuat manual halal.
Hasil identifikasi titik kritis produk sari buah wortel nenas hasil simulasi pembuatan manual halal
dapat dilihat pada Lampiran 4. Struktur organisasi manajemen halal hasil simulasi pembuatan manual
halal dilihat pada Lampiran 5. Sedangkan hasil identifikasi titik kritis peluang kontaminasi proses
produksi dari bahan haram najis dan tindakan pencegahannya dapat dilihat pada Lampiran 6.
5.2
HASIL KAJIAN TOPIK KHUSUS : ISTIĤĀLAH (TRANSFORMASI)
Konsep istiĥālah atau “perubahan” dilatarbelakangi oleh hadits riwayat Abu Daud yang
menceritakan adanya rencana pengubahan dari khamr (etanol) menjadi cuka. “Dari Anas bin Malik,
bahwasanya Abu Thalhah bertanya kepada Nabi SAW tentang beberapa anak yatim yang mewarisi
khamr, beliau SAW menjawab, "Buanglah !". (Abu Thalhah) bertanya, "Apakah tidak boleh saya
27
jadikan cuka ?". Jawab beliau, "Tidak". [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 329, no. 3675]. Dalam
transformasi etanol menjadi asam asetat perlu diidentifikasi jenis perubahan yang terjadi di dalamnya.
Identifikasi dilakukan guna mendapatkan pola dasar dari perubahan yang terjadi dalam kasus lainnya
sehingga pengkategorian istiĥālah dapat lebih terukur dan memiliki indikator yang jelas.
Kajian ilmiah ini dilakukan sebagai rintisan awal dalam rangka memberikan rumusan batasan
yang tegas dan terukur mengenai konsep istiĥālah, sehingga dapat menjadi rumusan awal penentuan
apakah perubahan dari kolagen babi menjadi gelatin dapat dikategorikan sebagai istiĥālah atau tidak
yang nantinya dapat memudahkan penentuan status halal-haram dari bahan tersebut.
5.2.1 Identifikasi Perubahan yang Terjadi dalam Konteks Istiĥālah
5.2.1.1 Perubahan dari etanol menjadi asam asetat
Etanol dan asam asetat memiliki beberapa perbedaan karakteristik. Hal ini menunjukkan
adanya perubahan yang terjadi selama proses perubahan etanol menjadi asam asetat. Perubahan yang
terjadi diantaranya :
1. Perubahan molekuler
Etanol merupakan hidrokarbon golongan alkohol dengan gugus fungsi hidroksil (-OH). Etanol
termasuk alkohol primer yang berarti bahwa karbon yang berikatan dengan gugus hidroksil paling
tidak memiliki dua atom hidrogen yang terikat dengannya. Reaksi kimia yang berlangsung pada
etanol kebanyakan terjadi pada gugus hidroksilnya. Apabila mengalami reaksi oksidasi akan berubah
menjadi asam karboksilat. Perubahan alkohol menjadi asam karboksilat ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses perubahan alkohol menjadi asam karboksilat (Carretin, 2004)
Pada reaksi oksidasi etanol menjadi aldehida, oksigen dari agen pengoksidasi melepaskan satu
atom hidrogen dari gugus -OH pada alkohol dan satu lagi hidrogen dari karbon dimana gugus -OH
tersebut terikat. Mekanismenya ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Oksidasi etanol menjadi aldehida (Clark, 2007)
Setelah mengalami oksidasi, etanol berubah menjadi aldehida yang apabila mengalami oksidasi
lebih lanjut akan menghasilkan asam asetat. Oksigen dari agen pengoksidasi berikatan dengan atom
karbon dan atom hidrogen sehingga membentuk gugus hidroksil yang baru.
Gambar 6. Oksidasi aldehida menjadi asam (Clark, 2007)
28
Reaksi ini menyebabkan perubahan ditingkat molekuler. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
perubahan jenis ikatan kimia yang terdapat pada etanol dan asam asetat. Selain itu, perubahan ini
juga dapat dilihat dari rumus molekul dan rumus empirik dari etanol dan asam asetat dimana etanol
memiliki rumus molekul C2H5OH dan rumus empiris C2H6O sedangkan asam asetat memiliki rumus
molekul dan rumus empiris C2H4O2. Perubahan pada tingkat molekul ini, menyebabkan adanya
perubahan secara kimia, fisik, dan organoleptik (Perry, 1999).
2. Perubahan kimia
Etanol merupakan pelarut polar sehingga dapat larut dengan baik di dalam air. Polaritas dan
ikatan hidrogen merupakan faktor yang menentukan besarnya kelarutan etanol dalam air. Kelarutan
dalam air ini lebih disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol dan air dan panjang dari rantai
karbon. Semakin panjang rantai karbon semakin kecil kelarutannya dalam air. Pengikatan hidrogen
menyebabkan daya tarik-menarik intermolekular antar molekul-molekul etanol. Sedangkan ketika
berubah menjadi asam asetat, karakternya berubah. Asam asetat cair merupakan pelarut protik
hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol yang mampu melarutkan baik senyawa polar maupun
non-polar. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa
melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti
minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Selain itu, nilai pKa dari etanol berbeda dengan nilai
pKa dari asam asetat, dimana nilai pKa etanol =15.9 dan nilai pKa asam asetat = 4,76. Artinya,
tingkat keasaman asam asetat lebih tinggi dari pada etanol (Ismail dan Hanudin, 2005).
3. Perubahan fisik
Hal yang paling mendasar dari adanya perubahan fisik adalah adanya perbedaan bobot molekul,
titik didih, dan titik lebur. Etanol memiliki bobot molekul 46.07 g/mol sedangkan asam asetat
memiliki bobot molekul 60.05 g/mol. Titik didih etanol 78,4oC, sedangkan titik didih asam asetat
118.1oC. Titik lebur etanol -114.3oC sedangkan titik lebur asam asetat 16.5oC. Etanol merupakan
cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, higroskopis, dan memiliki aroma yang
khas. Meskipun asam asetat juga memiliki karakter tidak berwarna, mudah menguap, mudah
terbakar, dan higroskopis, namun asam asetat memiliki bau yang menyengat yang berbeda dengan
etanol. Selain itu, etanol berbentuk cair dan sifatnya lebih sulit menguap dari pada senyawa organik
lainnya dengan masa molekul yang sama. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen yang kuat
akibat keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon (Perry, 1999).
Secara fisik asam asetat dapat membentu kristal pada suhu 16,7 oC, dimana hal ini tidak ditemui
pada etanol. Struktur kristal asam asetat dihasilkan dari molekul-molekul asam asetat yang
berpasangan dan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer ini terbentuk
akibat adanya disosiasi larutan asam asetat dalam air, yaitu menjadi ion H+ dan CH3COO-.
Gambar 7. Disosiasi asam asetat di dalam air (Anonim, 2005)
Gambar 8. Dimer siklis (Anonim, 2005)
29
Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen. Dimer juga
dapat dideteksi pada uap bersuhu 120°C dan pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatanhidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni. Dimer dirusak dengan adanya pelarut
berikatan hidrogen (misalnya air).
4.
Perubahan Biokimia
4.1 Metabolisme Alkohol
Etanol setelah masuk secara oral melewati mulut akan diserap di dalam lambung terlebih
dahulu, meskipun sebagian penyerapan terjadi dalam usus halus. Di usus besar sebagian kecil etanol
menembus dinding perut atau lambung kemudian masuk ke dalam aliran darah. Namun, sebagian
besar masuk ke dalam usus kecil (intestin). Kemudian etanol dengan cepat diserap oleh dinding usus
kecil ke dalam aliran darah. Pada sistem peredaran darah jantung memompa darah yang sudah
bercampur alkohol ke semua bagian tubuh.
Metabolisme alkohol terutama terjadi di dalam hati. Selain di dalam hati, metabolisme alkohol
juga terjadi dalam peroksisom dan mikrosom (mekanisme MEOS). Ketiga jalur ini mengubah etanol
menjadi asetaldehida. Alkohol dipecah oleh enzim alkohol dehidrogenase menjadi asetaldehida
(hampir 95% etanol dalam tubuh akan teroksidasi menjadi asetaldehid dan asetat, sedangkan 5%
sisanya akan dieksresi bersama urin). Asetaldehid merupakan produk yang sangat reaktif dan sangat
beracun sehingga menyebabkan kerusakan beberapa jaringan atau sel. Enzim ini membutuhkan seng
(Zn) sebagai katalisator. Asetaldehida kemudian diubah menjadi asetil KoA oleh enzim alkohol
dehidrogenase. Kedua reaksi ini membutuhkan koenzim NAD. Ion H yang terbentuk diikat oleh
NAD dan membentuk NADH.
Asetil KoA kemudian memasuki siklus asam trikarboksilik (TCA) atau siklus Krebs yang
kemudian menghasilkan NADH, FADH2, dan GTP yang digunakna untuk membentuk adenosin
trifosfat (ATP), yaitu senyawa energi tinggi yang berperan sebagai cadangan energi di dalam sel.
Namun bila alkohol yang diminum terlampau banyak, enzim alkohol dehidrogenase tidak cukup untuk
memetabolisme seluruh alkohol menjadi asetaldehida. Sebagai penggantinya, hati menggunakan
sistem enzim lain yang dinamkan Microsomal Ethanol Oxidizing System (MEOS).
Metabolisme alkohol melalui jalur ADH dapat mempengaruhi fungsi metabolisme. Jalur ADH
selain menghasilkan senyawa asetaldehida, juga melepaskan atom hidrogen. Hidrogen ini kemudian
akan berinteraksi dengan molekul yang bernama nikotinamid adenin dinukleotida (NAD),
mengubahnya menjadi NAD tereduksi. NADH, pada akhirnya, akan berpartisipasi dalam banyak
reaksi biokimia esensial di dalam sel. Untuk mencapai fungsi sel yang baik, rasio NAD terhadap
NADH harus terkontrol dengan baik. Saat metabolisme alkohol menghasilkan sejumlah besar NADH,
maka sel tidak dapat lebih lama mempertahankan rasio normal NAD terhadap NADH sehingga rasio
menjadi tidak terkontrol. Kondisi ini menyebabkan beberapa kelainan dalam metabolisme.
4.2 Dampak Alkohol Terhadap Kesehatan
Minuman beralkohol dapat menjadi sumber energi. Enam pint bir berisi sekitar 500 kilo kalori
dan setengah liter wiski berisi 1650 kilo kalori. Kebutuhan energi sehari-hari bagi seorang pria yang
sedang aktif adalah 3.000 kilo kalori dan untuk wanita 2200 kilo kalori, setengah botol wiski adalah
setara dalam hal molar sampai 500 gram aspirin atau 1.2 kg tetrasiklin. Ketika kadar alkohol di dalam
darah mencapai 0.050 persen, efek depresan dari alkohol mulai bekerja, sementara pada kadar alkohol
0.1 persen, syaraf-syaraf motorik mulai terpengaruh. Berjalan, penggerakan tangan dan berbicara
mulai sedikit ada nampak perbedaan.
Alkohol/etanol merupakan zat kimia yang akan menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh
oleh karena akan mengalami proses detoksifikasi didalam organ tubuh. Timbulnya keadaan yang
merugikan pada pengonsumsi alkohol diakibatkan oleh alkohol itu sendiri ataupun hasil
30
metabolismenya. Jika seseorang mengonsumsi minuman keras atau menuman beralkohol, maka
etanol (jenis alkohol yang terdapat dalam minuman keras atau minuman beralkohol), akan masuk ke
dalam tubuh serta mengalami proses detoksifikasi maupun metabolisme. Etanol larut dalam air,
sehingga akan benar-benar mencapai setiap sel setelah dikonsumsi (Miller and Mark, 1991). Alkohol
yang dikonsumsi akan diabsorpsi (diserap) termasuk yang melalui saluran pernafasan. Penyerapan
terjadi setelah alkohol masuk kedalam lambung dan diserap oleh usus kecil. Hanya 5-15% yang
diekskresikan secara langsung melalui paru-paru, keringat dan urin (Schuckit, 1984; Adiwisastra,
1987).
Alkohol yang terkandung dalam minuman merupakan penekan susunan saraf pusat, disamping
itu juga mempunyai efek yang berbahaya pada pankreas, saluran pencernaan, otot, darah, jantung,
kelenjar endokrin, sistem pernafasan, perilaku seksual dan efek-efek terhadap bagian lainnya,
sekaligus sebagai penyebab terjadinya sindrom alkohol fetus (Dreisbach, 1971; Schuckit, 1984;
Lieber, 1992). Alkohol mengalami metabolisme di ginjal, paru-paru dan otot, tetapi umumnya di hati,
kira-kira 7 gram etanol per jam, dimana 1 gram etanol sama dengan 1 ml alkohol 100% (Schuckit,
1984).
Menurut Miller dan Mark (1991), etanol mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara
langsung maupun tidak langsung. Para ahli banyak berpendapat mengenai akibat yang ditimbulkan
etanol, diantaranya :
a. Dreisbach (1971) menyatakan bahwa etanol akan menekan sistem saraf pusat secara tidak teratur
tergantung dari jumlah yang dicerna
b. Menurut Linder (1992), konsumsi alkohol akan menyebabkan meningkatnya kadar laktat dalam
darah. Peningkatan laktat dalam darah dapat menekan ekskresi asam urat dalam urin dan
menyebabkan peningkatan asam urat dalam plasma (Lieber, 1992 ; Linder, 1992).
c. Alkohol meningkatkan efek pada tubuh seperti yang terjadi pada GABA (gamma amino butyric
acid) neurotransmitter. Neurotransmitter adalah substansi yang secara kimia menghubungkan
sinyal dari satu sel syaraf ke sel syaraf selanjutnya agar sinyal tersebut dapat mengikuti jalur
sistem saraf. Penghambat neurotransmitter (alkohol) mengurangi sinyal yang akan masuk ke
otak. Hal ini merupakan penyebab mengapa alkohol memberikan pengaruh menurunkan mental
dan fisik seseorang. Jalur metabolisme alkohol dapat dilikat pada Gambar 9.
Gambar 9. Jalur metabolisme alkohol (Warrell et al., 2010)
31
4.3 Metabolisme Asam Asetat
Asam asetat diserap melalui saluran pencernaan dan melalui paru-paru. Asam asetat mudah
dimetabolisme oleh jaringan tubuh dan dapat meningkatkan produksi keton sebagai zat perantara.
Dalam percobaan invitro telah menunjukkan bahwa asetat yang direaksikan dengan fosfolipid, neutral
lipid, steroid, sterol, serta asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam berbagai preparasi jaringan hewan
dan manusia (Sherertz, 1994). Tidak seperti etanol larut dalam air, sehingga akan benar-benar
mencapai setiap sel setelah dikonsumsi (Miller and Mark, 1991), asam asetat hanya bercampur dengan
air sehingga tubuh lebih mudah memisahkannya dengan air dan tidak langsung mempengaruhi setiap
sel tubuh setelah dikonsumsi.
Asam asetat merupakan produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan
glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera
diikat oleh Koenzim-A. Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat merupakan gugus yang penting
bagi biokimia pada hampir seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berikat pada koenzim A
menjadi senyawa yang disebut Asetil-KoA, merupakan enzim utama bagi metabolisme karbohidrat
dan lemak. Asetil KoA kemudian memasuki siklus asam trikarboksilik (TCA) atau siklus Krebs yang
kemudian menghasilkan NADH, FADH2, dan GTP yang digunakan untuk membentuk adenosin
trifosfat (ATP), yaitu senyawa energi tinggi yang berperan sebagai cadangan energi di dalam sel.
Siklus TCA asam asetat dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Siklus TCA asam asetat (Altmann and Büchner, 1971)
4.4 Dampak Asam Asetat Terhadap Kesehatan
Karsinogenesitas
Asam asetat belum terbukti karsinogenik pada hewan percobaan. Tikus jantan yang diberikan natrium
asetat (garam natrium dari asam asetat) secara oral (350 mg/kg tiga kali seminggu selama 63 hari,
diikuti dengan 140 mg/kg tiga kali seminggu selama 72 hari) menunjukkan tidak adanya bukti
histologis tumor (Sherertz, 1994).
32
Mutagenesitas
Asam asetat belum terbukti mutagenik pada studi hewan percobaan. Asam asetat tidak
menimbulkan respon mutagenik pada Salmonella typhimurium atau Saccharomyces cereviviae dengan
atau tanpa menggunakan preparasi hati tikus, mencit, atau monyet (Sherertz, 1994).
Teratogenesitas
Asam asetat belum terbukti teratogenik pada studi hewan percobaan. Kelinci hamil yang
diberikan cuka sari apel (apple cider vinegar) (1.6 g/kg/hari) menunjukkan tidak adanya kelainan
janin atau mortalitas jika dibandingkan dengan control yang diberi obat palsu. Data lain juga
menunjukkan bahwa tidak adanya efek teratogenik pada perkembangan embrio ayam yang diamati
setelah menginjeksikan natrium asetat (100 mg/kg) ke dalam kuning telur atau bagian kantung udara
telur setelah 96 jam inkubasi (Sherertz, 1994).
Berdasarkan kajian perubahan etanol menjadi asam asetat diperoleh suatu rumusan bahwa
perubahan yang terjadi dalam konteks istiĥālah setidaknya mencakup perubahan molekuler, kimia,
fisik, dan biokimia. Sehingga dapat dikaitkan dengan dengan contoh kasus lain berdasarkan
instrumen qiyas. Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu
yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum. Dalam hal ini, pola perubahan
etanol menjadi asam asetat digunakan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi dari kolagen
babi menjadi gelatin menggunakan kaidah qiyas, sehingga dapat disimpulkan apakah perubahan
tersebut tergolong ke dalam istiĥālah atau bukan.
5.2.1.2 Perubahan dari kolagen menjadi gelatin
1. Perubahan molekuler
Mekanisme pembentukan gelatin serta pembentukan struktur jaringan gelatin berbeda jauh
dengan kolagen (Bonnet et al., 1993). Molekul kolagen terdiri dari tiga rantai α yang saling terkait
yang disebut triple-heliks kolagen, strukturnya mengadopsi struktur 3D yang menyediakan bentuk
geometri ideal untuk ikatan antar-rantai hidrogen (Nijenhuis, 1997). Setiap rantai pada heliks berputar
berlawanan arah dengan jarum jam. Triple-heliks memiliki panjang 300 nm dan rantainya memiliki
bobot 105 kDa (Papon et al., 2007). Struktur triple-heliksnya distabilisasi oleh adanya antar-rantai
hidrogen tersebut. Denaturasi dari kolagen menyebabkan hilangnya konformasi triple-hekliks (Papon
et al., 2007).
Komposisi kolagen meliputi 20 asam amino (Schrieber and Garies, 2007). Meskipun ada
perbedaan asam amino yang sangat jelas karena adanya perbedaan sumber kolagen, namun ada
karakteristik tertentu yang umum dan unik pada semua kolagen. Kolagen adalah satu-satunya protein
mamalia yang mengandung sejumlah besar hidroksiprolin dan hidroksilisin dengan kadar total asam
imino (prolin dan hidroksi prolin) yang tinggi (Barlian and Bowes, 1977). Total urutan glisin-prolinhidroksiprolin merupakan hal yang utama yang mempengaruhi kestabilan terhadap panas dari kolagen
(Burjande, 2000).
Gelatin bukanlah sebuah protein yang terjadi secara alami melainkan dibuat dari protein
kolagen. Gelatin dihasilkan melalui hidrolisis parsial dari kolagen. Selama pembuatan gelatin, bahan
baku diberi perlakuan asam atau basa sehingga menyebabkan pemutusan sebagian dari ikatan silang :
strukturnya mengalami kerusakan sedemikian rupa sehingga “kolagen larut air hangat” terbentuk,
yaitu gelatin. (Schrieber and Gareis, 2007). Pembentukan kolagen larut air melalui transisi rantai
heliks kolagen. Gambar transisi rantai heliks kolagen ditunjukkan pada Gambar 11.
33
Gambar 11. Transisi rantai heliks kolagen (Von Endt and Baker, 1991)
Ikatan-ikatan hidrogen yang dirusak dan ikatan-ikatan kovalen yang dipecah akan
mendestabilkan tripel heliks melalui transisi helik ke-gulungan dan menghasilkan konversi gelatin
yang larut air (Djabourov, 1993). Tropokolagen yang diekstraksi mengalami reaksi hidrolisis yang
sama dengan reaksi hidrolisis tropokolagen yang terjadi saat perendaman dalam larutan asam. Reaksi
hidrolisis tersebut diilustrasikan pada Gambar 12 dan 13, dimana ikatan hidrogen dan ikatan silang
kovalen rantai-rantai tropokolagen diputus sehingga menghasilkan tropokolagen tripel helik yang
berubah menjadi rantai dapat larut dalam air atau disebut gelatin.
Gambar 12. Reaksi pemutusan ikatan hidrogen tropokolagen (Martianingsih dan Atmaja, 2010)
Gambar 13. Reaksi hidrolisis ikatan silang kovalen tropokolagen (Martianingsih dan Atmaja, 2010)
Molekulnya mengadung pengulangan urutan triplet asam amino Glisin-X-Y, dimana X
umumnya adalah asam amino prolin dan Y umumnya adalah asam amino hidroksiprolin (Eastoe and
Leach, 1977). Susunan asam amino ini bertanggung jawab terhadap struktur triple-heliks dari gelatin
dan kemampuannya untuk membentuk gel. Susunan asam amino gelatin juga berupa triplet asam
amino, yaitu Glisin-X-Y, dimana X umumnya adalah asam amino prolin dan Y umumnya adalah asam
amino hidroksiprolin. Triplet ini sama dengan triplet yang terdapat pada kolagen, hanya saja sudah
mengalami pemutusan rantai α. Senyawa gelatin merupakan suatu polimer linier yang tersusun oleh
satuan terulang asam amino glisin-prolin-prolin dan glisin-prolin-hidroksiprolin yang bergabung
34
membentuk rangkaian polipeptida (Viro, 1992). Struktur prolin, hidroksi prolin, dan glisin dapat
dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Struktur prolin, hidroksiprolin, dan glisin (Anonim, 2011)
Kandungan asam amino yang terdapat pada kolagen dan gelatin sapi dan babi dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Kandungan asam amino pada kolagen tipe I dan gelatin dari sapi dan babi
Komposisi
Residu/1000 residu
Kolagen Kulit Gelantin Kulit Kolagen Kulit Gelatin Kulit
Sapi a
Sapid
Babi a
Babi b
Asam aspartat
40.3
17
34.6
46
Treonin
10.9
10
12.0
18
Serin
2.4
15
2.0
35
Asam glutamat
18.4
34
9.9
46
Prolin
49.8
63
52.0
132
Glisin
411.8
108
396.8
330
Alanin
146.6
33
153.5
112
½ Sistein
2.4
3.1
0
Valin
17.1
10
20.6
26
Metionin
12.1
4
10.2
4
Isoleusin
26.8
7
27.8
10
Leusin
37.1
12
42.8
24
Tirosin
2.7
10
4.2
3
Fenilalanin
11.7
10
13.4
14
Histidin
10.1
Tidak terdeteksi 12.8
4
Lisin
55.2
11
63.6
27
Arginin
26.1
47
26.9
49
c
c
4-Hidroksiprolin
129.1
Tidak terdeteksi 125.4
91
a
b
Angele et al., (2004), Li et al., (2004) dan Nomura et al., (1997), Easoe and Leach (1977)
c
Reddy dan Enwemeka (1996), d Hafidz et al (2011)
35
Proses hidrolisis yang berperan dalam pengubahan kolagen menjadi gelatin menyebabkan
berubahnya proporsi asam amino pada gelatin yang dihasilkan. Akan tetapi jenis asam amino yang
terkandung di dalam gelatin sama dengan jenis asam amino yang terkandung dalam kolagen induk.
Dengan kata lain, proses hidrolisis hanya berperan memisahkan bagian-bagian pada molekul kolagen
(yang berupa rantai asam amino), tetapi tidak mengubah jenis asam amino itu sendiri. Artinya pada
reaksi perubahan kolagen menjadi gelatin tidak terjadi perubahan di tingkat molekuler.
2. Perubahan Kimia
Titik isoelektrik merupakan parameter yang penting dari protein, yang berhubungan dengan
proporsi residu asam amino dan residu basa amino dari protein. Gelatin tersusun atas polipeptida
yang berbeda berat molekulnya, sehingga nilai dari titik isoelektrik merupakan nilai dari sistem
yang mencakup berbagai polipeptida dan buffer. Titik isoelektrik dari kolagen sapi 8.26 sedangkan
titik isoelektrik gelatin sapi 4.88. Titik isoelektrik dari kolagen berada dalam rentang netral
tergantung pada oleh ekstraksi asam yang menjaga residu amida tetap utuh. Sebaliknya, titik
isoelektrik dari gelatin berada pada rentang asam disebabkan oleh densitas yang tinggi dari grup
karboksil yang disebabkan oleh hidrolisis dari sisi amida dari contoh di dalam basa kuat dan suhu
yang tinggi pada kondisi persiapan (Zhang, 2005).
3. Perubahan Fisik
Selama gelasi kolagen, proses agregasi molekul kolagen dan pembentukan fibril terjadi. Hal
ini disebabkan oleh perubahan kekuatan ionik, pH, dan temperatur. Selama proses gelasi kolagen, ada
sebuah fase lag dimana agregat primer (dimer dan trimer molekul kolagen) memiliki inti. Kemudian
pengumpulan microfibrillar dimulai dengan agregasi lateral dari sub-unit sampai kesetimbangan
tercapai. Pada kolagen tipe I, gelasi terjadi ketika suhu dinaikkan dari 20 oC menjadi 28oC.
Sebaliknya, mekanisme dasar dari gelatin berhubungan dengan pengubahan kumparan menjadi heliks
yang dipicu oleh pendinginan larutan dibawah 30 oC, heliks yang terbentuk mirip dengan triple-heliks
kolagen. Dalam kasus ini tidak ada kesetimbangan yang tercapai. Proses gelasi baik dari kolagen
maupun dari gelatin bersifat termoreversibel, namun bedanya gel kolagen meleleh dengan
menurunkan temperatur sedangkan gel gelatin meleleh dengan meningkatkan temperatur (GomezGuillen MC et al., 2011).
Perbedan lain juga dapat dideteksi. Berat molekul dari kolagen tipe I sekitar 300 kDa
sedangkan berat molekul dari gelatin kurang dari 300 kDa. Selain itu distribusi molekul dari gelatin
sangat luas, artinya komponen dari gelatin lebih kompleks dari komponen pada kolagen.
Perbedaan proses persiapan menyebabkan perbedaan distribusi berat molekul. Kolagen
merupakan molekul yang tidak larut air, sedangkan gelatin merupakan molekul yang larut air.
Kolagen diekstraksi di dalam larutan asam yang mengandung pepsin yang hanya menyerang kolagen
non-triple heliks edangkan gelatin disiapkan dibawah kondisi yang berat (diatas suhu denaturasi).
Sebagian besar dari triple-heliks gelatin dirusak dan sebagian dari peptidanya juga keluar. Hal ini
menyebabkan distribusi molekul gelatin luas dan berat molekulnya rendah (Zhang, 2005).Berdasarkan
uraian diatas didapatkan data bahwa perubahan yang terjadi dari kolagen menjadi gelatin merupakan
perubahan fisik dan kimia saja tanpa terjadinya perubahan di tingkat molekuler.
36
5.3
KAJIAN ISTIĤĀLAH BERDASARKAN JURNAL SYARIAH (Disadur
(dengan beberapa modifikasi) dari Jurnal Syari’ah berjudul “Teori
Istiĥālah menurut Perspektif Islam dan Sains : Aplikasi Terhadap Beberapa
Penghasilan Produk Makanan, karya Mohammad Aizat Jamaludin dan
Che Wan Jasimah Wan Mohamed Radzi)
Menurut Jamaludin dan Radzi (2009), terdapat enam model istiĥālah. Pembahasannya adalah
sebagai berikut :
5.3.1 Bentuk-Bentuk Istiĥālah
Terdapat tiga bentuk istiĥālah yaitu :
1) Perubahan fisik dan kandungan
Perubahan ini dapat dilihat misalnya darah kijang berubah menjadi minyak kasturi, bangkai
berubah menjadi butiran garam karena terjatuh ke dalam lautan garam dan najis binatang menjadi abu
akibat pembakaran. Darah kijang, bangkai, najis binatang serta abu tersebut berubah dari segi fisik
dan kandungannya.
2) Perubahan fisik saja
Perubahan dari aspek fisik saja contohnya ialah kulit binatang selain anjing dan babi berubah
menjadi suci setelah melalui proses penyamakan. Kulit binatang sebelum disamak adalah najis.
Setelah disucikan kulit tersebut halal untuk digunakan. Begitu juga, perubahan minyak dan lemak
yang diperoleh dari berbagai sumber seperti kelapa sawit, lemak binatang dan sayuran yang diubah
menjadi sabun.
3) Perubahan kandungan saja
Perubahan dalam bentuk kandungan seperti perubahan arak menjadi cuka. Dari segi fisik, arak
dan cuka tetap dalam bentuk cairan namun dari segi kandungannya berbeda. Arak adalah minuman
yang haram sedangkan cuka statusnya halal.
5.3.2 Struktur Teori Istiĥālah
Secara umum, struktur teori istiĥālah mempunyai kerangka dasar tersendiri. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Struktur teori istiĥālah
Pada dasarnya, struktur teori istiĥālah terdiri dari tiga elemen dasar yang penting dan utama.
Pertama, bahan asal atau bahan mentah. Kedua agen perubah yang digunakan. Ketiga, bahan akhir
atau bahan baru yang dihasilkan. Struktur ini disempurnakan dengan adanya proses pencampuran dan
37
proses perubahan. Proses perubahan terjadi apabila bahan asal (raw material) berinteraksi dengan
agen perubahan baik secara alami ataupun tidak. Dalam proses ini, bahan yang berinteraksi tersebut
akan mengalami perubahan yang menghasilkan bahan akhir. Bahan akhir ini berbeda dari segi fisik
ataupun kandungan kimia dari bahan asal.
5.3.3 Pembagian dan model istiĥālah
Pada dasarnya, dalam pembahasan perspektif fiqh klasik, tidak ada satu pembahasan yang jelas
dilakukan terhadap teori istiĥālah. Namun, istiĥālah sebagai sebuah konsep yang berkembang sangat
wajar bila dilakukan pembahasan yang sistematik. Pembagian istiĥālah ini sesuai dengan prinsip
biasa yang terdapat dalam ilmu Usul al-Fiqh. Berlandaskan pembahasan struktur teori istiĥālah,
istiĥālah dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama.
Pertama, istiĥālah sahihah (perubahan diterima) yaitu perubahan yang diterima di kalangan
ulama. Perubahan ini melibatkan perubahan dari satu bahan menjadi bahan lain melalui agen baik
secara alami maupun tidak di mana bahan akhir yang terbentuk berstatus halal. Kedua, istiĥālah
fasidah (perubahan rusak) yaitu proses perubahan yang rusak atau tidak diterima. Proses ini
melibatkan perubahan dari satu bahan yang halal menjadi bahan baru yang haram melalui agen
perubahan yang halal atau haram. Setelah mengalami proses tersebut, bahan akhir yang dihasilkan
dikategorikan sebagai bahan yang haram. Namun begitu, dalam kasus-kasus tertentu, ia bisa menjadi
halal kembali.
Berdasarkan pengklasifikasian tersebut, dapat dirumuskan enam bentuk formula dan model
istiĥālah. Pembahasan lebih lanjut tentang model ini dapat dilihat dalam Gambar 16 sampai 21.
I.
Istiĥālah Sahihah
1. Model I1
Model I1 merupakan istiĥālah dengan perubahan yang melibatkan bahan asal yang halal,
kemudian berinteraksi dengan agen perubahan yang juga halal sehingga menyebabkan adanya
proses perubahan. Sehingga, bahan yang dihasilkan adalah halal. Secara ringkasnya dapat dilihat
pada Gambar 16 berikut:
Gambar 16. Model I1
Contohnya, dalam produksi bakso ikan dan udang, penggunaan enzim transglutaminase
rekombinan dicampur bersama dengan adonan (bahan asal) yang halal. Enzim ini berperan
sebagai agen pengenyal untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Produk akhir yang
dihasilkan adalah baso ikan dan udang yang bermutu lagi halal.
2.
Model I2
Model I2 merupakan istiĥālah dengan perubahan yang melibatkan bahan asal yang haram,
kemudian melalui proses percampuran dengan agen perubahan yang halal. Selanjutnya terjadi
proses perubahan dan menghasilkan bahan akhir yang dikategorikan sebagai bahan halal. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 17.
38
Gambar 17. Model I2
Misalnya, babi yang terjatuh ke dalam lautan garam. Dalam keadaan ini, daging babi
sebagai bahan asalnya yang haram terurai dalam air garam. Dalam proses yang lama, garam
sebagai agen perubahan yang halal telah mengubah struktur dan molekul daging tersebut menjadi
butiran garam. Dalam hal ini, garam yang dihasilkan (bahan akhir) adalah halal. Selain itu,
proses ini juga dapat dilihat di dalam pengkarantina hewan al-Jallalah. Hewan al-Jallalah
seperti ternak ikan yang diberi makan usus babi yang asalnya haram dimakan dapat berubah
menjadi halal setelah melalui proses pengkarantina dalam waktu tertentu.
3. Model I3
Model I3 merupakan istiĥālah dengan perubahan yang melibatkan bahan asal yang halal,
melalui agen pemrosesan yang haram dan akhirnya menghasilkan bahan baru yang halal. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Model I3
Misalnya, dalam akar tanaman buah yang diberi pupuk najis babi. Proses ini melibatkan
percampuran bahan asal yang halal yaitu akar tanaman dengan agen perubahan yang haram yaitu
najis babi. Najis babi yang bertindak sebagai agen pengurai nutrien tanah telah menghasilkan
buah- buahan yang halal dan bahkan lebih baik dan bermutu. Dalam hal ini, najis babi tersebut
hanya berperanan sebagai agen luar yang bertindak menyuburkan tanah supaya menghasilkan
buah-buahan yang lebih baik.
II. Istiĥālah Fasidah
1. Model I4
Model I4 merupakan istiĥālah dengan perubahan yang melibatkan bahan asalnya yang
berasal dari sumber yang halal, kemudian berinteraksi dengan agen perubahan yang halal tetapi
dihasilkan bahan akhir yang haram. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Model I4
39
Sebagai contoh, dalam pemrosesan buah anggur menjadi arak. Bahan asal yang halal
diproses dengan agen perubahan yang halal sehingga berubah menjadi arak. Dalam hal ini, bahan
akhir yang dihasilkan diklasifikasikan sebagai bahan haram. Meskipun demikian, ia dapat
berubah menjadi halal kembali setelah melalui proses pemeraman kedua kali sehingga dihasilkan
bahan akhir yang baru dan halal yaitu cuka.
2.
Model I5
Model I5 merupakan istiĥālah dengan perubahan yang melibatkan bahan asal yang halal,
kemudiannya diubah menggunakan agen yang haram sehingga dihasilkan bahan akhir yang juga
haram. Istiĥālah model I5 dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Model I5
Contohnya, penggunaan enzim transglutaminase yang bersumber dari darah hewan dalam
menghasilkan produk pangan. Misalnya seperti produksi sosis ayam dan daging, keju dan yogurt.
Bahan-bahan asal yang halal dicampur dengan enzim transglutaminase sebagai agen perubahan
yang haram untuk menghasilkan bahan akhir yang lebih baik. Walaupun berlaku proses
percampuran dan perubahan tersebut, bahan akhir demikian tetap dikategorikan sebagai bahan
yang haram sebab telah bercampur dengan agen yang haram. Hal ini karena setelah dianalisis,
bahan akhir yang bercampur dengan darah dan mengalami proses perubahan masih dapat
diidentifikasi keberadaannya pada produk akhir.
Selain itu, istiĥālah fasidah juga berlaku dalam produksi kue baik dengan cara dioles
maupun dicampur dengan minuman anggur untuk meningkatkan mutu sensori dan memperbaki
kandungan gizinya. Dalam hal ini, kue sebagai bahan asal yang halal telah dioles atau dicampur
dengan minuman anggur sebagai agen perubahan yang haram. Walaupun sifat minuman anggur
mudah menguap (evaporated) dan menyebabkan kue tersebut mengalami perubahan dan menjadi
lebih baik, ia tetap haram dimakan. Hal ini karena kandungan minuman anggur yang digunakan
masih ada walaupun sedikit. Hal ini sesuai dengan hadits, “Makanan atau minuman apapun kalau
banyaknya memabukkan, maka (minum) sedikit (dari minuman itu) juga diharamkan” (HR.
Bukhari dan Muslim).
3.
Model I6
Model I6 merupakan istiĥālah dengan perubahan yang melibatkan bahan asal yang haram,
kemudiannya melalui agen perubahan yang halal sehingga dihasilkan bahan akhir yang juga
haram. Hal ini dapat dilihat dalam formula dan Gambar 21.
Gambar 21. Model I6
40
Contohnya dalam pembuatan stik babi. Bahan asal yaitu babi dicampur dengan saus yang
halal sehingga dihasilkan bahan akhir yang tetap haram. Bahan asal yang haram tidak
terpengaruh oleh bahan campuran yang halal.
Beberapa kasus perubahan bahan pangan yang dikelompokkan berdasarkan enam model diatas
disajikan pada Tabel 2.
No
Tabel 2. Kasus perubahan bahan pangan berdasarkan keenam model istiĥālah
Model
Bahan asal
Agen
Produk
Uraian
Akhir
1
II
Susu kerbau
Mikroorganisme
Dadih
Dadih
adalah
(halal)
(halal)
(halal)
fermentasi
produk
yang
menyerupai
a
Susu kerbau
yoghurt dan kefir .
yang
susu
berstatus
halal
yang
difermentasi oleh mikroorganisme
(halal) menghasilkan dadih yang
berstatus halal.
Mikroorganisme
tersebut terdiri atas bakteri dan
khamir
dengan
6
jumlah
bakteri
7
sekitar 10 -10 dan khamir sekitar
105b.
2
II
Gelatin Sapi
Gula
Gummy
Gelatin sapi yang berstatus halal
(halal)
(halal)
candy
berinteraksi
(halal)
berstatus
dengan
halal
gula
yang
menghasilkan
gummy candy yang berstatus halal.
Gelatin sapi berfungsi memberi
karakteristik
mouth”
dihasilkan,
gel
pada
dan
“melt
in
produk
yang
sedangkan
gula
berfungsi mengikat air di dalam
produk dan memberikan rasa manis
pada produk yang dihasilkanc.
41
Tabel 2. Kasus perubahan bahan pangan berdasarkan keenam model istiĥālah (Lanjutan)
No
Model
Bahan asal
Agen
Produk
Uraian
3
I2
Minuman
anggur
Mikroorganisme
khamir dan
Cuka (halal)
(haram)
bakteri
khamir dan bakteri (halal) sehingga
(halal)
menghasilkan cuka yang berstatus
halal.
Syaikh Madzhab Syafi‟i,
Akhir
Minuman anggur yang bersatus
haram mengalami fermentasi oleh
Imam al Nawawai berkata, “Benda
najis tidak dapat disucikan kecuali
khamar yang berubah menjadi cuka
dengan sendirinya. Demikian pula
khamar
yang
berubah
setelah
dipindahkan dari tempat yang
terkena sengatan matahari ke tempat
yang teduh, atau sebaliknya.
Tetapi, jika khamar itu menjadi
cuka
karena
sesuatu
yang
dimasukkan ke dalamnya, maka
hukumnya tidak sucid.
4
I2
Binatang
Jallalah
(makruh,
haram)
Pengkarantina
(halal)
Hewan
halal
Binatang jallalah ialah binatang
yang memakan kotoran manusia
dan najis lainnya. Yang menjadi
ukuran adalah bau keringatnya atau
bau badannya, jika tercium bau
najis maka ia termasuk hewan
jallalah, jika tidak tercium bau najis,
maka tidak termasuk hewan jallalah.
Mengkonsumsi daging binatang
tersebut makruh hukumnya, tidak
sampai haram, tetapi sebagian
ulama menyatakan keharamannya.
Bila binatang itu telah dikarantina
dan diberi pakan yang suci, serta
bau yang timbul yang timbul pada
badannya akibat pakan najis itu
sudah hilang kembali, maka hilang
pula
kemakruhan
atau
keharamannyaee.
42
Tabel 2. Kasus perubahan bahan pangan berdasarkan keenam model istiĥālah (Lanjutan)
No
Model
Bahan asal
Agen
Produk
Uraian
5
I3
Ayam ternak
(halal)
Pakan dari
tepung darah
Daging
ayam yang
Dalam perspektif ilmu kimia,
daging dan komponen-komponen
(haram)
lebih kaya
lain dari unggas merupakan hasil
akan protein
(halal)
perubahan materi (istihalah) yang
terjadi dalam proses pencernaan
Akhir
dan metabolisme dalam tubuhnya.
Darah yang terdapat dalam pakan
di dalam proses pencernaan dan
dipecah-pecah menjadi berbagai
jenis bagian, termasuk dalam bentuk
unsur-unsur
yang
dirangkai-rangkaikan
selanjutnya
kembali
bersama komponen-komponen dari
sumber lainnya untuk disintesis
menjadi senyawa-senyawa dalam
tubuh unggas.
Pengharaman daging hewan karena
memakan darah atau benda najis
dalam bentuk lain dengan alasan
bagian tubuh hewan itu terbentuk
dari sebagian komponen najis yang
dimakannya, bila dipegang secara
konsisten akan membawa terhadap
pengharaman setiap jenis hewan.
Sebab, pengamatan terhadap jenis
pakan, cara makan, dan habitat
hewan menunjukkan apa yang
dimakan praktis terkontaminasi oleh
benda-benda
najis,
minimal
kotorannya sendiri. Hal ini tentu
akan
menimbulkan
kesempitan
(haraj)f.
43
Tabel 2. Kasus perubahan bahan pangan berdasarkan keenam model istiĥālah (Lanjutan)
No
Model
Bahan asal
Agen
Produk
Uraian
6
I3
Tanaman
buah
Pupuk dari
kotoran babi
Tanaman
buah yang
Proses ini melibatkan percampuran
bahan asal yang halal yaitu akar
(halal)
(haram)
lebih baik
tanaman dengan agen perubahan
(halal)
yang haram yaitu kotoran babi.
Kotoran babi yang bertindak
Akhir
sebagai agen pengurai nutrien tanah
telah menghasilkan buah-buahan
yang halal dan bahkan lebih baik
dan bermutu. Dalam hal ini, kotoran
babi tersebut hanya berperanan
sebagai agen luar yang bertindak
menyuburkan
tanah
supaya
menghasilkan buah-buahan
lebih baikg.
7
8
9
I4
I4
I5
yang
Buah anggur
Mikroorganisme
Minuman
(halal)
Khamir
anggur/
fermentasi
Saccharomyces
sp (halal)
Khamar
(haram)
Saccharomyces sp. Khamir ini akan
mengubah gula menjadi alkohol dan
Nira
Mikroorganisme
Tuak/
(halal)
Khamir
Saccharomyces
Khamar
Susu sapi
(halal)
(haram)
Buah anggur yang halal mengalami
CO2h.
Nira
yang
oleh
halal
khamir
mengalami
fermentasi
oleh
khamir
Saccharomyces sp. Khamir ini akan
sp (halal)
mengubah gula menjadi alkohol dan
(halal)
Enzim rennet
CO2.
Susu sapi yang berstatus halal
yang berasal
dari lambung
babi
(haram)
Keju
(haram)
digumpalkan dengan menggunakan
rennet. Rennet adalah enzim
protease yang digunakan untuk
menggumpalkan susu menjadi keju.
Rennet dapat berasal dari lambung
babi sehingga berstatus harami.
Keju yang dihasilkan dari proses ini
pun berstatus haram.
44
Tabel 2. Kasus perubahan bahan pangan berdasarkan keenam model istiĥālah (Lanjutan)
No
Model
Bahan asal
Agen
Produk
Uraian
10
I5
Asam
linolenat dari
Enzim elongase
dan desaturase
minyak ikan
dari hasil
enzim elongase dan desaturasej.
(halal)
mikrobial
(haram)
Asam linoleat dari minyak ikan
yang berstatus halal apabila
Akhir
DHA
(haram)
Asam linolenat dapat diubah
menjadi DHA dengan bantuan
mengalami
pengubahan
menggunakan enzim elongase dan
desaturase dari hasil mikrobial
(dimana substat untuk pertumbuhan
mikroba menggunakan bahan yang
tidak halal sehingga menghasilkan
enzim yang tidak halal) maka
produk yang dihasilkan pun (DHA)
menjadi tidak halal.
11
I6
Daging
ayam tiren
Enzim protease
(papain,
Daging
ayam tiren
Daging ayam tiren merupakan
daging yang haram karena termasuk
(haram)
kimopapain)
lebih empuk
bangkai. Daging ayam tiren yang
dari tepung
getah pepaya
(haram)
diberikan tepung getah pepaya akan
menjadi lebih empuk. Tepung getah
(halal)
pepaya mengandung enzim papain
dan kemopapain yang dapat
menguraikan
protein
sehingga
daging menjadi lebih empukk. Akan
tetapi proses perubahan ini tidak
mengubah status keharaman daging
ayam tiren yang dihasilkan.
12
I6
Daging tikus
(haram)
Sodium
Tripolifosfat
Daging
tikus yang
Daging tikus yang berstatus haram
ditambahkan sodium tripolifosfat
lebih awet
(haram)
yang
berstatus
halal
untuk
meningkatkan keawetannya. Namun
daging yang dihasilkan tetap haram.
a
Sirait (1995), b nHarsono (1992), c Schlager (1994), d An Nawawi (1959), e An Nawawi (1888),
f
Juandi (2006), g Jamaludin dan Radzi (2009), hHidayat (2008), i, j, LPPOM MUI (2011), k Koswara
(2002)
45
Download