BAB

advertisement
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
ASPEK LEGALITAS TERKAIT SARANA PELAYARAN
Dalam konsep standar di bidang sarana pelayaran, acuan legalitas
baik internasional maupun nasional, beberapa diantaranya mengacu
pada International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974
(Konvensi Internasional Keselamatan Jiwa di Laut, 1974) dan Non
Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 (Standar
Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia, 2009), antara lain yaitu:
1.
Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpang dan
Kapal Penumpang Ro-Ro
Uraian tentang Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal
Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Ro dalam SOLAS
maupun Non Convention Vessel Standard Indonesian
Flagged,2009 tidak diuraikan secara eksplisit sebagaimana
gambaran standar tersebut di atas. Namun demikian gambarangambaran yang mendekati dapat dipaparkan sebagai berikut
yang dapat digunakan sebagai acuan referensi awal.
Dalam aturan yang dikeluarkan
digambarkan sebagai berikut.
oleh
SOLAS
dapat
a. Peraturan 13 SOLAS
1) Tidak diizinkan ada pintu-pintu, lubang-lubang lalu
orang atau lubang masuk : disekat tubrukan di bawah
garis batas benaman, dan disekat melintang kedap air
yang memisahkan sebuah ruang muatan dengan sebuah
ruang muatan yang berdampingan atau dengan tempat
penyimpanan bahan bakar tetap atau cadangan;
2) Pintu-pintu kedap air yang dipasang disekat-sekat
antara tempat penyimpanan bahan bakar tetap dan
cadangan harus selalu dapat dimasuki;
3) Di dalam ruangan-ruangan yang berisikan mesin-mesin
penggerak utama dan bantu termasuk ketel-ketel yang
melayani keperluan-keperluan pergerakan dan semua
tempat penyimpanan bahan bakar, tidak lebih dari satu
pintu yang terpisah dari pintu-pintu ke tempat-tempat
II - 1
penyimpanan bahan bakar dan terowongan-terowongan
poros dapat dipasang dimasing-masing sekat
melintang utama. Dimana dipasang dua poros atau
lebih,
maka
terowongan-terowongan
harus
dihubungkan oleh sebuah jalan penghubung antara.
Hanya harus ada satu pintu antara ruang mesin dan
ruang ruang terowongan, dimana dipasang dua poros
dan hanya dua pintu bila lebih dari dua poros. Semua
pintu ini harus dari jenis geser dan harus ditempatkan
sedemikian rupa sehingga ambangnya setinggi praktis
dapat dilaksanakan. Perangkat tangan untuk
menggerakkan pintu-pintu ini dari atas geladak sekat
harus ditempatkan diluar ruangan-ruangan yang
berisikan mesin-mesin jika yang demikian itu sesuai
dengan tata susunan yang memenuhi syarat dari
perangkat yang diperlukan;
4) Pintu-pintu kedap air harus pintu-pintu geser atau
pintu-pintu engsel atau pintu-pintu yang jenisnya
sepadan
dengannya.
Pintu-pintu
pelat
yang
dikencangkan hanya dengan baut-baut dan pintu-pintu
yang disyaratkan untuk ditutup dengan menjatuhkan
atau dengan tindakan menjatuhkan bobot tidak
diizinkan;
5) Pintu-pintu geser boleh salah satu : hanya dijalankan
dengan tangan, atau dijalankan dengan tenaga maupun
dengan tangan;
6) Pintu-pintu kedap air yang diizinkan dapat dibagi
dalam 3 kelas: kelas 1 pintu-pintu berengsel; kelas 2
pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tangan; kelas
3 pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga
maupun tangan;
7) Sarana untuk menjalankan pintu kedap air yang
manapun, baik yang dijalankan dengan tenaga atau
bukan, harus dapat menutup pintu selagi kapal dalam
keadaan miring 150 ke sisi sembarang;
8) Di semua kelas pintu kedap air harus dipasangi
indikator-indikator yang memperlihatkan di semua
stasiun pelayanan dari mana pintu-pintu itu tidak
terlihat, apakah pintu-pintu itu terbuka atau tertutup.
Jika sembarang pintu dari antara pintu-pintu kedap air
itu, dari kelas apapun tidak dipasang sedemikian rupa
sehingga memungkinkan pintu itu ditutup dari stasiun
pengawasan
pusat,
harus
dilengkapi
sarana
II - 2
penghubung mekanis, listrik, teleponis, atau sarana
penghubung lain apapun yang layak, yang
memungkinkan perwira jaga dengan segera
menghubungi orang yang bertanggung jawab untuk
penutupan pintu-pintu yang bersangkutan, berdasarkan
perintah-perintah sebelumnya;
9) Pintu-pintu engsel (Kelas 1) harus dipasangi alat-alat
penutup gerak cepat, seperti kait-kait, dapat dilayani
dari masing-masing sisi sekat;
10) Pintu-pintu geser yang dilayani dengan tangan (Kelas
2) boleh memiliki gerakan mendatar atau tegaklurus.
Harus memungkinkan untuk menjalankan mekanisme
di pintu itu sendiri dari ke dua sisi, dan sebagai
tambahan, dari suatu tempat yang dapat dijangkau dari
atas geladak sekat, dengan gerakan engkol penuh atau
suatu gerakan lain yang menghasilkan jaminan
keselamatan yang sama dan dari jenis yang disetujui.
Penyimpangan-penyimpangan dari syarat pelayanan di
kedua sisi dapat diizinkan, jika syarat ini tidak mungkin
diterapkan karena reka bentuk ruangan-ruangan yang
tidak memungkinkannya. Bila dijalankan dengan
perangkat tangan, waktu yang diperlukan untuk
melakukan penutupan pintu secara penuh dalam
keadaan kapal tegak, harus tidak lebih dari 90 detik;
11) Pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga (Kelas
3) boleh memiliki gerakan tegak lurus atau mendatar.
Jika sebuah
pintu dikehendaki untuk dijalankan
dengan tenaga dari pengawasan pusat, perangkat harus
ditata sedemikian rupa sehingga pintu itu dapat juga
dilayani dengan tenaga di pintu itu sendiri dari kedua
sisi. Tata susunan itu harus sedemikian rupa sehingga
pintu itu akan menutup secara otomatis jika dibuka
oleh pengawas setempat setelah ditutup dari pengawas
pusat, dan harus juga sedemikian rupa sembarang pintu
dapat tetap ditutup oleh sistim setempat yang akan
mencegah pintu dibuka dari pengawas atas. Tangkaitangkai pengatur setempat yang bersambung dengan
perangkat tenaga harus dipasang di tiap sisi dari sekat
dan harus ditata sedemikian rupa sehingga
memungkinkan orang-orang melewati lubang pintu
untuk memegang kedua tangkai itu dalam kedudukan
terbuka tanpa dapat menjalankan mekanisme secara
tidak sengaja pintu-pintu geser yang dijalankan dengan
tenaga harus dipasangi perangkat tangan yang dapat
II - 3
dilayani di pintu itu sendiri di kedua sisi dan dari suatu
tempat yang dapat dijangkau di atas galadak sekat,
dengan gerakan engkol putar penuh atau suatu gerakan
lain yang menghasilkan jaminan keselamatan yang
sama dan dengan jenis yang disetujui. Ketentuan harus
dibuat untuk memberi peringatan-peringatan dengan
isyarat bunyi bahwa pintu telah mulai menutup dan
akan bergerak terus sampai benar-benar menutup.
Pintu-pintu harus memerlukan waktu yang cukup untuk
menutup demi menjamin keselamatan;
12) Sekurang-kurangnya harus ada dua sumber tenaga yang
berdiri sendiri yang dapat membuka dan menutup
semua pintu yang diawasi, yang tiap-tiap sumber itu
dapat menjalankan semua pintu secara serentak. Kedua
sumber tenaga itu harus diawasi dari stasiun pusat di
anjungan yang dilengkapi dengan semua indikator yang
diperlukan untuk mengkaji bahwa setiap sumber tenaga
dari dua sumber tenaga itu dapat memberi pelayanan
yang diperlukan secara memuaskan;
13) Dalam hal kerja secara hidrolis, setiap sumber tenaga
harus terdiri dari sebuah pompa yang dapat menutup
semua pintu dalam waktu yang tidak lebih dari 60
detik. Sebagai tambahan, untuk keseluruhan instalasi
harus ada akumulator hidrolis yang kapasitasnya cukup
untuk menggerakkan semua pintu sedikit-dikitnya 3
kali, yakni buka – tutup – buka. Cairan yang digunakan
haruslah cairan yang tidak membeku pada sembarang
suhu yang dapat dialami kapal selama dalam
pelayanannya;
14) Pintu-pintu engsel kedap air berengsel (kelas 1) di
dalam ruang-ruang penumpang, awak kapal dan ruang
kerja hanya dibolehkan di atas sebuah geladak yang sisi
bawahnya, di titik terendahnya di lambung sekurangkurangnya 2,13 meter (7 kaki) di atas garis muat
subdivisi yang terdalam;
15) Pintu-pintu kedap air yang ambangnya di atas garis
muat yang terdalam dan di bawah, garis yang
diperincikan di dalam sub paragrap yang terdahulu
harus pintu-pintu geser dan boleh dijalankan dengan
tangan (kelas 2), kecuali di kapal-kapal yang digunakan
untuk pelayaran-pelayaran internasional jarak dekat
dan disyaratkan mempunyai faktor sub divisi 0,50 atau
kurang yang di kapal-kapal itu semua pintu demikian
harus dijalankan dengan tenaga. Bilamana tabungII - 4
tabung saluran yang berhubungan dengan muatan beku
dan peranginan atau saluran-saluran tarikan buatan
yang dipasang menembus lebih dari satu sekat kedap
air sub divisi utama, pintu dilubang demikian harus
dijalankan dengan tenaga;
16) Pintu-pintu kedap air yang kadang-kadang boleh
dibuka di laut, dan yang ambang-ambangnya ada di
bawah garis muat sub divisi terdalam, harus pintu-pintu
geser. Adapun aturan-aturan yang harus diterapkan,
adalah sebagai berikut:
a)
Bilamana jumlah pintu demikian (tidak termasuk
pintu-pintu di jalan masuk ke terowonganterowongan poros) lebih dari 5 (lima), semua
pintu ini dan pintu-pintu di jalan masuk ke
terowongan-terowongan poros atau ventilasi atau
saluran tarikan paksa, harus dijalankan dengan
tenaga (kelas 3) dan harus dapat ditutup secara
serentak dari stasiun pusat yang ada di anjungan;
b)
Bilamana jumlah pintu demikian (tidak termasuk
pintu-pintu di jalan masuk ke terowonganterowongan poros) lebih dari 1 (satu), tetapi tidak
lebih dari 5 (lima).
(1) Dimana kapal tidak mempunyai ruang-ruang
penumpang di bawah geladak sekat, semua
pintu tersebut boleh digerakkan dengan
tangan (Kelas 2);
(2) Dimana
kapal mempunyai ruang-ruang
penumpang di bawah geladak sekat, semua
pintu tersebut di atas, harus digerakkan
dengan tenaga (Kelas 3), dan harus dapat
ditutup secara serentak dari suatu stasiun
pusat yang ada di anjungan.
c)
Di kapal yang manapun jika hanya ada dua pintu
kedap air yang demikian, dan pintu-pintu itu
untuk memasuki atau di dalam ruangan yang
berisikan permesinan, badan pemerintah dapat
mengizinkan kedua pintu itu dijalankan hanya
dengan tangan (kelas 2);
17) Jika pintu-pintu kedap air geser yang kadang-kadang
harus dibuka di laut dengan maksud meratakan
batubara
dipasang
diantara
tempat-tempat
penyimpanan bahan bakar di geladak-geladak antara di
II - 5
bawah geladak sekat, pintu-pintu itu harus digerakkan
dengan tenaga. Pembukaan dan penutupan pintu-pintu
ini harus dicatat di dalam buku harian sebagaimana
yang ditetapkan oleh badan pemerintah;
18) Jika badan pemerintah telah diyakinkan bahwa pintupintu demikian benar-benar diperlukan, pintu-pintu
kedap air dengan konstruksi yang memenuhi syarat
dapat dipasang di sekat-sekat kedap air yang membagi
ruang-ruang muat geladak antara. Pintu-pintu tersebut
boleh berengsel, gulung atau geser, tetapi tidak boleh
dikendalikan dari jauh. Pintu-pintu itu harus dipasang
sampai ketinggian yang paling tinggi dan sejauh
mungkin dari kulit yang dapat dilaksanakan, tetapi
bagaimanapun juga tepi-tepi tegak luar harus
diletakkan harus diletakkan di suatu tempat yang
jaraknya dari kulit tidak kurang dari seperlima lebar
kapal, sebagaiamana yang ditentukan dalam Peraturan
2 Bab ini, jarak tersebut diukur tegak lurus sumbu
simetri kapal setinggi garis muat sub divisi yang
terdalam;
19) Pintu-pintu demikian harus ditutup sebelum pelayaran
dimulai dan harus tetap dalam keadaan tertutup selama
dalam pelayaran, dan saat pintu-pintu itu dibuka di
pelabuhan dan pintu-pintu itu ditutup sebelum kapal
meninggalkan pelabuhan harus dicatat di dalam buku
harian. Apabila pintu yang manapun dari pintu-pintu
itu harus dapat dijangkau selama dalam pelayaran,
pintu-pintu itu harus dipasangi perangkat yang dapat
mencegah pintu-pintu terbuka tanpa dikehendaki.
Bilamana diusulkan memasang pintu-pintu demikian,
jumlah dan tata susunannya harus sesuai dengan
pertimbangan khusus dari badan pmerintah;
20) Semua pintu kedap air harus tetap dalam keadaan
tertutup selama dalam pelayaran kecuali bilamana perlu
dibuka untuk kepentingan pekerjaan di kapal , dan
harus selalu dalam keadaan siap ditutup dengan segera.
b. Peraturan 14 SOLAS
1) Pintu-pintu dari lorong muatan dan batubara yang
dipasang di bawah garis batas benaman harus
mempunyai kekuatan yang cukup. Pintu-pintu itu harus
ditutup secara berdayaguna dan dikencangkan kedap
air sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, dan harus
tetap tertutup Selama kapal berlayar;
II - 6
2) Pintu-pintu tersebut dalam keadaan bagaimanapun juga
tidak boleh dipasang sedemikian rupa sehingga titik
terendahnya berada di bawah garis muat sub divisi
yang terdalam.
c. Peraturan 15 SOLAS
1) Kerangka-kerangka dari pintu-pintu kedap air tegak
lurus harus tanpa sponing di bagian bawah yang
didalamnya kotoran dapat mengganjal dan menghalangi
pintu dapat menutup dengan sempurna;
2) Tiap-tiap pintu kedap air harus diuji dengan tekanan air
hingga tinggi tekannya mencapai geladak sekat.
Pengujian harus dilaksanakan sebelum kapal dilayarkan,
apakah sebelum pintu itu dipasang atau sesudahnya;
d. Peraturan 21 SOLAS
1) Latihan-latihan menggerakkan pintu-pintu kedap air
harus dilakukan 1 kali setiap minggu. Di kapal-kapal
yang waktu pelayarannya lebih dari 1 minggu, suatu
latihan lengkap harus diselenggarakan sebelum kapal
meninggalkan pelabuhan, dan latihan-latihan lain setelah
itu sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu selama
pelayaran. Di semua kapal, semua pintu bertenaga dan
berengsel yang kedap air di sekat-sekat melintang utama
yang digunakan di laut, harus digerakkan setiap hari;
2) Pintu-pintu kedap air dan semua mekanisme serta
indikator yang dihubungkan padanya, semua katup yang
penutupannya diperlukan untuk membuat kompartemen
kedap air, dan semua katup yang kerjanya diperlukan,
untuk pengawasan kerusakan sambungan-sambungan
silang harus diperiksa secara berkala di laut sekurangkurangnya 1 kali setiap minggu;
3) Katup-katup, pintu-pintu dan mekanisme demikian
harus ditandai dengan sepatutnya untuk memperoleh
kepastian bahwa kesemuanya itu dapat digunakan
dengan layak untuk memperoleh keselamatan yang
setinggi-tingginya.
e. Peraturan 22 SOLAS
1) Pintu-pintu berengsel, pintu-pintu muatan, pintu-pintu
batubara dan lubang-lubang lain yang oleh peraturan ini
disyaratkan untuk tetap dalam keadaan tertutup selama
dalam pelayaran, harus ditutup sebelum kapal
meninggalkan pelabuhan. Saat penutupan dan saat
II - 7
pembukaannya harus dicatat dalam buku harian;
2) Catatan tentang semua latihan dan pemeriksaan yang
disyaratkan harus dibukukan di dalam buku harian
dengan catatan terpisah tentang adanya kekurangankekurangan yang mungkin dijumpai.
f. Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,
2009 (Standar Kapal Non Konvensi Berbendera
Indonesia, 2009),
Hal-hal yang terkait yang nantinya dapat digunakan sebagai
referensi awal dalam studi ini adalah sebagai berikut.
1) Bagian A, Definisi
Pengertian kedap air:
a) Dalam kaitannya dengan peralatan yang berada
diatas garis marginadalah peralatan yang harus
dibuat seefektif mungkin untuk menahan aliran air,
kecuali untuk rembesan kecil, ketika menjalani uji
semprot dengan air bertekanan 210 kPa
menggunakan nosel berdiameter 18 mm, atau
dengan pengujian yang setara, dan
b) Dalam kaitannya dengan konstruksi kapal, mampu
mencegah masuknya air melalui bagian tersebut
dari setiap arah pada tinggi tekan air sampai
dengan garis margin kapal.
Pintu kedap air berarti sebuah pintu yang memenuhi
persyaratan peraturan ini.
2) Bagian C sub divisi kedap air kapal penumpang kelas I
Seksi 7 poin 7.5 konstruksi sekat kedap air diuraikan
sebagai berikut:
a) Pintu kedap air dapat diijinkan pada sekat kedap air
(kecuali pada sekat tubrukan) asalkan otoritas yang
berwenang mengijinkan karena setiap akses
alternatif akan mengganggu kegunaan fungsi kapal.
Pintu harus dapat dioperasikan dari kedua sisi;
b) Pintu yang dipasang seperti poin tersebut di atas,
harus merupakan pintu geser yang memiliki
gerakan mendatar atau vertikal, pintu berengsel
atau yang sejenis;
II - 8
c) Pintu berengsel dapat dipasang pada bukaan:
(1)
Pada sekat yang bukan sekat tubrukan di
kapal dengan panjang kurang dari 25 meter;
(2)
Pada sekat yang bukan sekat tubrukan pada
kapal kelas ID dan IE.
d) Pintu berengsel harus dipasang dengan alat penutup
cepat yang mampu beroperasi dari setiap sisi sekat
yang dipasangi pintu dan harus ditandai pada
masing-masing sisi dengan huruf cetak tebal dan
permanen “PINTU INI HARUS SELALU
DITUTUP DAN DIKUNCI”;
e) Pintu geser kedap air harus dapat dioperasikan saat
kapal miring 150 dan trim 30 kearah manapun;
f) Pintu geser kedap air yang dioperasikan secara
manual atau dengan daya harus mampu digerakkan
dari setiap sisi sekat dimana pintu itu dipasang.
Apabila pintu dioperasikan dengan kendali jarak
jauh, alarm harus dipasang di setiap kompartemen
yang berdekatan dan indikator dipasang di setiap
stasiun kendali jarak jauh untuk menunjukkan
apakah pintu terbuka atau tertutup.
3) Bagian D subdivisi kedap air kapal-kapal kelas 2 dan 3
Seksi 9 (kapal kelas 2 dan 3 berukuran panjang 35
meter atau lebih pada poin 9.8 pintu pada sekat kedap
air
a) Pintu-pintu kedap air pada sekat kedap air yang
dalam kondisi kerja normal mungkin dibutuhkan
untuk dibuka pada saat di laut harus merupakan
pintu geser;
b) Pintu geser harus terbuat dari baja atau jika otoritas
berwenang menyetujui sekat terbuat dari bahan
lain, pintu boleh terbuat dari bahan yang sama
dengan bahansekat dan harus dibuat sedemikian
rupa sehingga pintu pada saat ditutup integritas
kekedapan air sekat tidak berubah;
c) Pintu geser boleh dibuat dengan pergerakan
horizontal maupun vertikal dan harus dilengkapi
dengan
mekanisme
manual
yang
dapat
dioperasikan dari setiap sisi bukaan dan dari posisi
di atas geladak sekat yang dapat diakses;
II - 9
d) Jika pintu geser dipasang pada sekat ruang mesin,
alat untuk mengoperasikan pintu dari atas geladak
sekat harus ditempatkan diluar kamar mesin,
kecuali jika otoritas yang berwenang mengatur
lain;
e) Suatu bukaan yang merupakan akses pada
terowongan poros kedap air harus dilengkapi
dengan pintu geser kedap air yang boleh terbuat
dari bahan yang sama dengan terowongan poros
dan pintu tersebut harus dapat dioperasikan dari
kedua sisi bukaan;
f) Bila pintu geser dapat dioperasikan dari posisi di
atas geladak sekat, sarana untuk mengetahui
apakah pintu tersebut terbuka atau tertutup harus
disediakan di tempat dimana pintu tersebut
dioperasikan;
g) Bila pintu geser dapat dioperasikan dengan daya,
kendali mekanisme pengoperasian
harus
dihubungkan dengan alat peringatan bunyi dimana
setiap gerakan dari kendali akan menimbulkan
peringatan bunyi di pintu tersebut;
h) Pintu geser harus dipasang sedemikian rupa
sehingga dapat dioperasikan ketika kapal dalam
posisi miring 150.
Seksi 10 (kapal kelas 2 dan 3 dengan panjang terukur
kurang dari 35 meter pada10.2 bukaan pada sekat
kedap air, mempunyai ketentuan sebagai berikut:
a) Bukaan harus dilengkapi dengan alat penutup yang
disetujui. Pintu kedap air harus setara kekuatannya
dengan bagian sekat yang yang tidak dilubangi;
b) Pintu kedap air tidak boleh dipasang pada sekat
tubrukan dibawah geladak cuaca;
c) Pintu kedap air dapat berupa pintu berengsel, yang
dapat dioperasikan secara lokal dari setiap
pintu;
sisi
d) Pintu berengsel harus diberi marka pada tiap
sisidengan dengan huruf cetak tebal dan permanen
“PINTU INI HARUS SELALU DITUTUP DAN
DIKUNCI”;
II - 10
e) Pintu geser kedap air harus dapat dioperasikan saat
kapal miring 150 kearah manapun;
f) Pintu geser kedap air yang dioperasikan secara
manual atau dengan daya harus mampu digerakan
dari setiap sisi sekat dimana pintu itu dipasang.
Apabila pintu dioperasikan dengan kendali jarak
jauh, alarm harus dipasang di setiap kompartemen
yang berdekatan dan indikator dipasang di setiap
stasiun kendali jarak jauh untuk menunjukkan
apakah pintu terbuka atau tertutup.
g. Standar Nasional Indonesia (SNI)
nomor SNI
7362:2007
Diuraikan tentang gambaran dari Pintu baja kedap cuaca
untuk kapal kecil sebagaimana berikut:
1) Istilah dan definisi
• pintu baja kedap cuaca untuk kapal kecil
• pintu luar pada bangunan atas dan rumah geladak
yang direncanakan untuk mencegah masuknya
pengaruh cuaca dari luar.
a) Klasifikasi
Berdasarkan aplikasinya, pintu dikelompokkan
dalam 4 (empat) klasifikasi sesuai Tabel 2.1
Tabel 2.1 Klasifikasi dan Aplikasi
KLASI
FIKASI
APLIKASI
A
Pintu sekat depan bangunan atas dan rumah geladak pada
tingkat pertama di atas geladak lambung timbul.
B
Pintu sekat depan bangunan atas dan rumah geladak pada
tingkat kedua diatas geladak lambung timbul.
C
Pintu dinding samping dan dinding belakang bangunan
atas dan rumah geladak pada tingkat pertama di atas
geladak lambung timbul, dan pintu sekat depan rumah
geladak pada tingkat ketiga atau lebih di atas geladak
lambung timbul.
II - 11
D
Pintu dinding samping dan dinding belakang bangunan
atas dan rumah geladak pada tingkat kedua diatas
geladak lambung timbul.
Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007
b) Syarat mutu bahan
Bahan harus sesuai Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Keterangan bahan pintu baja kedap cuaca
NO
BAGIAN
BAHAN
1
Pelat pintu
JIS G 3101-SS41*
2
Penahan gasket
Pelat baja
3
Gasket
Karet sintetis tahan lama
4
Penegar
JIS G 3101-SS41*
5
Ambang
JIS G 3101-SS41*
Keterangan * SS41 dikenali menjadi SS400 sejak Januari 1991.
Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007
c) Konstruksi, bentuk, dan ukuran
(1) Bukaan ke kanan (R) harus diartikan pintu
dibuka ke arah kanan dan bukaan ke kiri (L)
pintu dibuka ke arah kiri.
(2) Ukuran dari lubang pintu dan pintu, ketebalan
dari pelat pintu dan ukuran penegar sesuai
Tabel 2.3.
(3) Perlengkapan pada pintu sesuai JIS F 2330.
(4) Gambar 1 sampai Gambar 8 menunjukkan
bukaan ke kanan (R), dan sebaliknya bukaan
ke kiri (L) .
(5) Pintu harus dilengkapi dengan gagang
pengunci, penahan penjepit dan kait sesuai
keperluan.
II - 12
d) Syarat Penandaan
Pintu harus diberi tanda pada bagian yang mudah
dilihat dengan mencantumkan : Nama/Logo
perusahaan, tipe, nomor nominal dan arah bukaan.
e) Cara Penunjukan
Pintu ditunjuk dengan mencantumkan nama, kelas,
nomor nominal, tebal pelat pintu, ukuran penegar,
arah bukaan atau nomor SNI.
CONTOH Pintu baja kedap cuaca untuk kapal
kecil A 10506-6-75 x 6 R atau SNI 7362 A 105066-75 x 6 R.
II - 13
Tabel 2.3 Ukuran pintu (Satuan dalam millimeter)
Klasifikasi A
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
penegar
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
Klasifikasi D
Tebal pelat pintu
penegar
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
L<90m
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
L≤50m
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
Tebal
pelat
pintu
L<90m
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
penegar
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
Klasifikasi C
L≤50m
L≤90m
75x6
75x6
75x6
75x6
75x6
75x6
75x6
75x6
75x6
75x6
75x6
75x6
L<90m
Tebal
pelat
pintu
L<90m
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
65x4,5
penegar
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
L≤50m
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
5,5
L<90m
Ukuran pintu
1040x540
1140x540
1140x590
1140x640
1240x540
1240x590
1240x640
1340x540
1340x590
1340x640
1440x590
1440x640
L≤90m
Ukuran lubang pintu
1000x500
1100x500
1100x550
1100x600
1200x500
1200x550
1200x600
1300x500
1300x550
1300x600
1400x550
1400x600
Tebal
pelat
pintu
No Nominal
1050
1150
1155
1160
1250
1255
1260
1350
1355
1360
1455
1460
Klasifikasi B
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
50x4,5
Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI)
II - 14
Tabel 2. 4 Ukuran Berat
Berat Terhitung (Kg)
No
Nominal
1050
1150
1155
1160
1250
1255
1260
1350
1355
1360
1455
1460
Klasifikasi A
Klasifikasi B
Klasifikasi C
L≤50m
L<90m
L≤50m
L<90m
L≤50m
L<90m
26,6
29,2
31,7
34,3
31,7
34,5
37,3
34,2
37,2
40,2
40,0
43,2
29,1
31,8
34,6
37,4
34,6
37,6
40,6
37,4
40,6
43,9
43,6
47,1
21,8
23,9
26,0
28,1
25,9
28,2
30,5
28,0
30,5
32,9
32,7
35,3
24,2
26,5
28,9
31,2
28,8
31,3
33,9
31,1
33,8
36,5
36,4
39,3
21,5
23,5
25,6
27,7
25,6
27,8
30,1
27,6
30,1
32,5
32,3
34,9
23,9
26,1
28,4
30,8
28,4
30,9
33,4
30,7
33,4
36,1
35,9
38,8
Klasifikasi D
21,5
23,5
25,6
27,7
25,6
27,8
30,1
27,6
30,1
32,5
32,3
34,9
Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI)
II - 15
Keterangan:
1. L panjang kapal sesuai dengan peraturan untuk Konstruksi Kapal Baja
2. Pintu yang berpenegar satu masuk klasifikasi D, yang berpenegar dua
masuk klasifikasilainnya.
3. Berat terhitung hanya menunjukkan berat pelat pintu.
4. Tebal pelat pintu menunjukkan nilai minimumnya.
5. Tebal pelat pintu untuk kapal pelayaran pedalaman dapat dikurangi 0,5
mm dari nilai yang tertera di atas. Tebal minimum adalah 4,5 mm.
35 x 15
Gasket
Ukuran Pelat Pintu
Posisi tengah clip tipe A
Ukuran Lubang Pintu
Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu
dibagi tiga bagian yang sama
2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat
Gambar 2.1 Klasifikasi A dan B (Clip tipe A)
II - 16
35 x 15
Gasket
Ukuran Pintu
Posisi tengah clip tipe
A
Ukuran Lubang Pintu
Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu
dibagi tiga bagian yang sama
2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat
Gambar 2.2 Klasifikasi A dan Klasifikasi B (Clip tipe B)
II - 17
35 x 15
Gasket
Ukuran Pintu
Posisi tengah tipe A
Ukuran Lubang Pintu
Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu
dibagi tiga bagian yang sama
2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat
Gambar 2.3 Klasifikasi C (clip tipe A)
II - 18
35 x 15
Gasket
Posisi tengah clip tipe B
Ukuran Pintu
Ukuran Lubang Pintu
Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu
dibagi tiga bagian yang sama
2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat
Gambar 2.4 Klasifikasi C (Clip tipe B)
II - 19
35 x 15
Gasket
Ukuran Pintu
Posisi tengah clip tipe A
Ukuran Lubang Pintu
Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu
dibagi tiga bagian yang sama
2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat
Gambar 2.5 Klasifikasi D (Clip tipe A)
II - 20
Ukuran Pintu
Ketebalan pelat
pintu
Gambar 2.6 Gambar detail yang menunjukkan bagian dari Rim Klasifikasi
A dan B
Keterangan :
1. Ukuran yang ditandai dengan * dapat dirubah
2. Profil pelat dapat digunakan untuk ambang sebagai pengganti
profil sudut
3. Ketebalan dari penahan gasket harus sama dengan pelat pintu
4. Ukuran dalam tanda kurung menunjukkan clip tipe B
II - 21
2.
Standar Sistem Peranginan Dalam Kamar Mesin Kapal
Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Ro
Uraian tentang Standar Sistem Peranginan Dalam Kamar
Mesin Kapal Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Rodalam
SOLAS tidak diuraikan secara khusus sebagaimana yang
terdapat dalam kapal penumpang dan kapal penumpang Ro-Ro
seperti gambaran standar tersebut di atas. Namun demikian
gambaran-gambaran yang mendekati dapat dipaparkan sebagai
berikut yang dapat digunakan sebagai acuan referensi awal.
Dalam aturan yang dikeluarkan oleh SOLAS dapat
digambarkan sebagai berikut.
a. Peraturan 25 SOLAS
Sistem ventilasi
1) Pada umumnya, kipas-kipas ventilasi harus dipasang
sedemikian rupa sehingga saluran-saluran yang
menjangkau berbagai ruangan, tetap ada di dalam zona
vertikal utama;
2) Jika sistim ventilasi menembus geladak-geladak, harus
dilakukan tindakan pengamanan, di samping tindakantindakan yang berkaitan dengan keutuhan kebakaran
geladak yang disyaratkan oleh Peraturan 23 Bab ini,
untuk mengurangi kemungkinan asap dan gas-gas panas
menerobos dari satu ruang geladak antara ke ruang
geladak antara yang lain melalui sistim itu. Di samping
syarat-syarat isolasi yang ditetapkan di dalam peraturan
ini, saluran-saluran vertikal, jika dianggap perlu harus
diisolasi sebagaimana yang ditetapkan dalam tabel-tabel
bersangkutan di dalam peraturan 20 Bab ini;
3) Lubang-lubang masuk dan lubang-lubang keluar utama
dari semua sistim ventilasi harus dapat ditutup dari luar
ruangan yang mendapat ventilasi;
4) Kecuali di dalam ruang-ruang muat, saluran-saluran
ventilasi harus dibangun dari bahan-bahan berikut:
a)
Saluran-saluran dengan penampang melintang
tidak kurang dari 0.075 m2 (116 inci persegi) dan
semua saluran vertikal yang melayani lebih dari
suatu ruangan geladak antara tunggal, harus
dikonstruksi dari baja atau bahan lain yang
sepadan;
b)
Saluran-saluran dengan penampang melintang
kurang dari 0.075 m2 (116 inci persegi) harus
II - 22
dikontruksi dari bahan-bahan yang tidak dapat
terbakar.
Jika
saluran-saluran
demikian
menembus divisi-divisi klas A atau B harus
diperhatikan benar-benar untuk menjamin
integritas kebakaran divisi.
c)
Saluran-saluran pendek dengan penampang
melintang pada umumnya tidak lebih dari 0.02 m2
(31 inci persegi) atau yang panjangnya tidak lebih
dari 2 meter (79 inci), tidak perlu dari bahan yang
tidak dapat terbakar, dengan ketentuan bahwa
semua syarat-syarat berikut ini dipenuhi:
(1) Saluran dikonstruksi dari bahan dengan resiko
kebakaran terbatas yang disetujui Badan
Pemerintah;
(2) Saluran hanya digunakan di ujung akhir dari
sistim ventilasi; dan
(3) Saluran tidak ditempatkan dengan jarak yang
kurang dari 0.6 meter (24 inci), diukur
sepanjang saluran itu sampai ke penembusan
divisi klas A atau B, termasuk langit-langit
klas B menerus.
5) Jika ruang tertutup tangga tapak diberi ventilasi, saluran
atau saluran-saluran (jika ada) harus diambil dari kamar
kipas terpisah dari saluran-saluran lain di dalam sistim
ventilasi dan tidak boleh melayani ruangan lain yang
manapun;
6) Semua ventilasi dengan tenaga, kecuali ventilasi ruang
mesin dan ruang-ruang muat dan sistim pengganti
apapun yang mungkin dipersyaratkan oleh paragraph h
peraturan ini, harus dipasang alat-alat pengawas yang
dikelompokkan sedemikian sehingga semua kipas dapat
dihentikan dari manapun dari dua kedudukan terpisah
yang harus ditempatkan sejauh yang dapat dilaksanakan.
Alat-alat pengawas untuk ventilasi dengan tenaga yang
melayani ruang-ruang mesin harus juga dikelompokkelompokkan sedemikian rupa sehingga dapat dilayani
dari dua kedudukan, satu diantaranya harus ada di luar
ruangan-ruangan demikian. Kipas-kipas yang melayani
sistim-sistim ventilasi dengan tenaga di ruang muat
harus dapat diberhentikan dari temapt yang aman di luar
ruangan-ruangan demikian.
II - 23
7) Sistim ventilasi yang melewati ruang-ruang akomodasi
atau ruangan-ruangan berisikan bahan-bahan yang dapat
terbakar, saluran-saluran buang dari dapur masak harus
dengan konstruksi divisi-divisi kelas A. Masing-masing
saluran buang harus dipasangi:
a)
penahan gemuk yang mudah dilepas untuk
dibersihkan;
b)
katup peredam kebakaran yang ditempatkan di
ujung bawah saluran;
c)
penataan-penataan yang dapat dilayani dari dalam
ruang masak, untuk penutupan kipas buang; dan
d)
sarana-sarana yang dipasang tetap
memadamkan api di dalam saluran.
untuk
8) Pengaturan-pengaturan
demikian
jika
dapat
dilaksanakan harus diambil berkenaan dengan stasiunstasiun pengawasan di luar ruang-ruang mesin untuk
menjamin bahwa ventilasi, penglihatan dan keadaan
bebas asap dipertahankan, sehingga bila terjadi
kebakaran, permesinan dan perlengkapan yang ada di
dalamnya dapat diawai dan terus berfungsi secara
efektif. Sarana-sarana pengganti dan terpisah dari
prnyaluran udara harus diperlengkapkan, pemasukanpemasukan udara dari dua sumber penyaluran harus
dipasang sedemikian rupa sehingga resiko
kedua
pemasukan untuk menarik asap secara bersamaan hingga
serendah-rendahnya. Atas keputusan Badan Pemerintah,
syarat-syarat demikian tidak perlu diterapkan bagi
stasiun-stasiun pengawasan yang terletak di, dan lubanglubang di geladak terbuka, atau dimana penataanpenataan penutupan setempat harus mempunyai daya
guna yang sama;
9) Saluran-saluran yang diadakan untuk ventilasi ruangruang mesin katagori A pada umumnya tidak boleh
melalui ruang akomodasi, ruang pelayanan atau stasiunstasiun pengawasan, kecuali jika Badan pemerintah
memberi keringanan terhadap syarat-syarat ini, dengan
ketentuan bahwa:
a)
Saluran-saluran dikonstruksi dari baja,
diisolasi sesuai dengan standar A-60, atau
dan
b)
Saluran-saluran dikonstruksi dari baja dan
dipasangi katup peredam kebakaran otomatis di
dekat batas yang ditembus dan diisolasi sesuai
II - 24
dengan standar A-60 dari ruang mesin sampai ke
suatu titik yang sekurang-kurangnya 5 meter (16
kaki) setelah katup peredam kebakaran.
10)
Saluran-saluran
untuk
ventilasi
ruang-ruang
akomodasi, ruang-ruang pelayanan, atau stasiunstasiun pengawasan pada umumnya tidak boleh
melewati ruang-ruang mesin kategori A, kecuali jika
badan pemerintah memberi keringanan terhadap
syarat ini, dengan ketentuan bahwa saluran-saluran
itu harus dibuat dari baja atau dipasangi katup
peredam kebakaran otomatis di dekat batas-batas
yang ditembus.
b. Peraturan 30 SOLAS
Sistem ventilasi
1) Untuk ruangan-ruangan kategori khusus harus ada sistim
ventilasi dengan tenaga efektif yang cukup memberi
sekurang-kurangnya 10 kali pertukaran udara setiap jam.
Sistim ventilasi untuk ruangan-ruangan demikian harus
benar-benar terpisah dari sistim ventilasi lain dan harus
dalam keadaan jalan pada setiap saat bilamana di dalam
ruangan demikian ada kendaraan. Badan pemerintah
dapat mensyaratkan untuk menambah jumlah pertukaran
udara bilamana kendaraan-kendaraan sedang dinaikkan
atau sedang diturunkan.
2) Ventilasi harus sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah terjadinya lapisan udara dan terbentuknya
kantong-kantong udara.
3) Di anjungan harus dilengkapi dengan sarana-sarana
untuk menunjukkan hilang atau berkurangnya kapasitas
ventilasi yang disyaratkan.
4) Ketentuan-ketentuan tambahan yang hanya berlaku bagi
ruangan-ruangan katagori khusus yang ada di atas
geladak sekat.
c. Peraturan 31 SOLAS
Sistem ventilasi
1) Di dalam setiap ruang muat demikian harus dilengkapi
dengan sistim ventilasi dengan tenaga yang efektif yang
cukup memberikan sekurang-kurangnya 10 kali
pertukaran udara dalam setiap jam. Sistim untuk ruangruang muat demikian harus sama sekali terpisah dari
sistim-sistim ventilasi lain dan harus bekerja pada setiap
II - 25
saat bilamana di dalam ruang-ruang demikian ada
kendaraan-kendaraan.
2) Ventilasi itu harus demikian rupa untuk dapat mencegah
terbentuknya lapisan udara dan terbentuknya kantongkantong udara.
3) Di anjungan navigasi harus dilengkapi dengan saranasarana untuk menunjukan setiap adanya kehilangan atau
berkurangnya kapasitas ventilasi yang dipersyaratkan.
d. Peraturan 45 SOLAS
Sistem ventilasi
Ventilasi dengan tenaga di ruang-ruang mesin harus dapat
dihentikan dari suatu posisi di luar ruang-ruang mesin yang
dapat dijangkau dengan mudah.
e. Peraturan 45 SOLAS
Ventilasi
1) Tata susunan dan penempatan bukaan-bukaan di geladak
tangki muat darimana dapat terjadi keluar gas harus
sedemikian rupa sehingga dapat menurunkan hingga
serendah-rendahnya kemungkinan masuknya gas ke
dalam ruangan-ruangan tertutup yang mengandung
sumber penyalaan, atau mengumpul di sekitar
permesinan dan perlengkapan geladak yang dapat
mengakibatkan terjadinya bahaya penyalaan kebakaran.
Bagaimanapun juga ketinggian lubang buang di atas
geladak dan kecepatan keluarnya gas itu harus
ditentukan berdasarkan jarak setiap lubang buang dari
bukaan lubang rumah geladak atau sumber penyalaan
manapun.
2) Tata susunan lubang-lubang masuk dan lubang-lubang
buang dari ventilasi dan bukaan-bukaan lubang rumah
geladak dan bukaan bukaan batas bangunan atas dan
bukaan-bukaan lainnya harus sedemikian sehingga
melengkapi ketentuan-ketentuan paragraph (a) peraturan
ini. Ventilasi demikian. Khususnya untuk ruang-ruang
permesinan harus ditempatkan sejauh praktis dapat
dilaksanakan. Dalam hal ini pertimbangan harus
diberikan bilamana kapal diperlengkapi untuk memuat
atau membongkar di buritan. Sumber-sumber penyalaan
seperti perlengkapan listrik harus ditata sedemikian
untuk menghindari bahaya ledakan.
II - 26
3) Kamar-kamar pompa muat harus dengan ventilasi
mekanik dan buangan-buangan dari kipas-kipas buang
harus disalurkan ke suatu tempat yang aman di geladak
terbuka. Ventilasi ruangan-ruangan ini harus memiliki
kapasitas yang
cukup untuk mengurangi hingga
serendah-rendahnya kemungkinan terkumpulnya uapuap yang dapat menyala. Jumlah pergantian udara harus
sekurang-kurangnya 20 kali setiap jam, dengan dasar isi
kotor ruangan. Saluran-saluran udara harus ditata
sedemikian sehingga semua ruangan memperoleh
ventilasi secara efektif. Ventilasi harus dari tipe isap.
f. Peraturan 76 SOLAS
Sistim ventilasi
1) Semua ventilasi dengan tenaga, kecuali ventilasi ruang
muat dan ruang permesinan, harus dilengkapi dengan
pengawasan-pengawasan induk yang ditempatkan
sedemikian di luar ruangan permesinan di posisi-posisi
yang dapat dijangkau dengan mudah dan cepat, sehingga
tidak perlu mendatangi lebih daripada 3 stasiun untuk
menghentikan semua kipas ventilasi ke ruangan-ruangan
yang selain ruang-ruang permesinan dan ruang-ruang
muat. Ventilasi ruang permesinan harus dilengkapi
dengan pengawasan induk yang dapat dilayani dari suatu
posisi di luar ruang permesinan.
2) Isolasi yang efisien harus dikenakan pada saluransaluran buang dari dapur masak, di mana saluran-saluran
buang itu menerobos ruang-ruang akomodasi.
3.
Standar Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang
Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam.
a. Umum
Dasar pemikiran penyusunan Standar Ruang Kabin
Penumpang Kapal Ro-Ro yang Berlayar di Laut Lebih dari
8 Jam adalah persyaratan pelayanan minimal kapal
penyeberangan secara teknis dan aspek kenyamanan
pelanggan penumpang diatur di dalam Keputusan Dirjen
Perhubungan Darat No. AP.005/3/13/DPRD/94 tentang
Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal
Sungai, Danau dan Penyeberangan serta Keputusan
Direktur
Jenderal
Perhubungan
Darat
No.
.SK.73/AP005/DRJD/2003 tentang Persyaratan Pelayanan
Minimal Angkutan Penyeberangan.
II - 27
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK
73/AP005/DRJD/2003 tentang Persyaratan Minimal
Angkutan
Penyeberangan
Perusahaan
angkutan
penyeberangan yang melakukan usaha angkutan
penyeberangan harus memenuhi persyaratan pelayanan
untuk penumpang, pemuatan kendaraan dikapal
penyeberangan, kecepatan kapal dan pemenuhan jadwal
operasi kapal.Secara garis besar Keputusan Direktur
Jenderal PerhubunganDarat No. SK.73/AP005/DRJD/2003
mengatur hal-hal sebagai berikut:
1) Persyaratan pelayanan untuk penumpang;
2) Persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan
diatas kapal penyeberangan;
3) Persyaratan pelayanan kecepatan kapal, dibagi menjadi
2 (dua) bagian yaitu :
a) Kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan
mempunyai kecepatan pelayanan (service speed)
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam;
b) Kapal pelayanan non-ekonomi untuk kendaraan
mempunyai kecepatan rata-rata pelayanan (service
speed) sekurang kurangnya 15 (limabelas) knot.
4) Persyaratan pelayanan pemenuhan jadwal kapal,
meliputi hal-hal berikut ini:
a) Jadwal perjalanan kapal,
b) Jadwal siap operasi (stand by),
c) Jadwal istirahat (off),
d) Jadwal docking.
Persyaratan pelayanan untuk penumpang dapat
diuraikan lebih detail menjadi beberapa bagian dibawah
ini :
(1) Persyaratan pelayanan kenyamanan penumpang
terdiri dari ;
(a) Waktu atau lama berlayar, terdiri dari :
Kategori 1, lama pelayaran s/d 1 jam,
Kategori 2, lama pelayaran 1 s/d 4 jam,
Kategori 3, lama pelayaran 4 s/d 8 jam,
Kategori 4, lama pelayaran 8 s/d 12 jam,
II - 28
Kategori 5, lama pelayarandiatas 12 jam.
(b) Waktu turun naik penumpang
bongkar muat kendaraan,
dan/atau
( c) Kelas– kelas tempat duduk penumpang,
dibedakan menjadi beberapa bagian :
Tempat duduk kelas ekonomi,
Tempat duduk kelas non-ekonomi bisnis,
Tempat duduk kelas non-ekonomi eksekutif.
(2) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan
penumpang, dibedakan menjadi beberapa bagian :
(a) Luas Ruangan,
(b) Tempat penumpang,
Penumpang geladak terbuka,
Penumpang geladak tertutup,
Penumpang kamar.
(c) Tempat duduk,
(d) Gang / jalanlewat orang,
(e) Kamar mandi dan WC / peturasan,
(f) Sistem lubang angin / ventilasi,
(g) Dapur dan kantin / kafetaria,
(h) Ruang publik (public area).
(3) Persyaratan jalan penumpang keluar/masuk kapal
(gangway).
Dalam kegiatan turun naik penumpang harus dapat
tercipta kondisi yang tertib, lancar, teratur, aman
dan nyaman dengan demikian jalan keluar masuk
kapal harus sesuai dengan jumlah penumpang yang
akan turun naik kapal.
b. Ruangan dan Fasilitas
Sedangkan persyaratan minimal konstruksi kapal untuk
pelayanan penumpang pada kapal ferry Ro-Ro adalah
sebagai berikut:
1) Luas ruangan:
Luas lantai tempat duduk/tempat tidur penumpang
kurang lebih 60% luas geladak ruangan.
II - 29
2) Penumpang:
a) Penumpang geladak terbuka:
- luas lantai untuk kursi/bangku per orang
berukuran 0,30-0,45 m2
b) Penumpang geladak tertutup:
(1) Tinggi tenda/atap minimal 1,90m;
(2) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang
berukuran 0,30-0,65 m2
c) Penumpang kamar:
(1) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 (enam)
orang;
(2) Harus mempunyai tempat tidur tetap,
berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m
lebar;
(3) Luas lantai per orang minimal 1,36 m2
Khusus untuk kapal-kapal sungai karena keterbatasan
ruangan, diperboleh membuat ruangan tidur secara
tatami(tanpa ranjang/bed) dengan luas lantai per orang
minimal 1,26 m2.
3) Tempat duduk;
a) Bangku :
(1) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu,
tanpa sekat sandaran tangan;
(2) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6
orang untuk satu sisi keluar menuju gang/jalan
lalu orang;
(3) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2
(4) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan
penumpang geladak terbuka.
b) Kursi :
(1) Tempat duduk bersandaran tangan untuk
masing-masing penumpang dan ditempatkan
secara berderet;
(2) Luas ukuran kursi minimal 0,30 m2 tiap kursi;
c) Kursi reklining (reclining seat) :
II - 30
(1) Tempat duduk dengan sandaran pungung yang
dapat diatur dan ditempatkan pda ruangan
penumpang geladak tertutup, yang merupakan
tempat duduk kelas bisnis dan eksekutif ;
(2) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi;
Ukuran dari kursi untuk penumpang kapal ferry
Ro-Ro sesuai dengan klasifikasi waktu berlayar
dan fasilitasnya diperlihatkan dalam Tabel 2.5
Tabel 2.5 Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang
CCTV
Video
P. Addreser
Musik
Sistem
SirkulasiUdara
Urinoir/WC
K.Mandi
Tempat
Dukuk/Luasm2
Kelas
Jam Belayar
No.
Ekonomi
Geladak
1
Bangku/0,
3 m2
Urinoir/
WC
Terbuka
ada
-
Bangku/0,
3 m2
Urinoir/
WC
Terbuka
ada
-
Bisnis
Kursi /0,4
m2
Urinoir/
WC
Fan
ada
-
Ekonomi
Bangku/0,
3 m2
Urinoir/
WC
Terbuka
Ada
Bisnis
Kursi /0,4
m2
Urinoir/
WC
Fan
Ada
Ada
Eksekutif
K.Reklini
ng/0,5 m2
Urinoir/
WC
AC
Ada
Ada
Ekonomi
Bangku/0,
3 m2
Urinoir/
WC
Fan
Ada
Ada
Bisnis
Kursi /0,4
m2
Urinoir/
WC
Fan/AC
Ada
Ada
Eksekutif
K.Reklini
ng/0,5 m2
Urinoir/
WC
AC
Ada
Ada
Sampai
Terbuka
dengan
1,0 jam
Geladak
Tertutup
2
3
Diatas
1,0 jam
s/d 4
jam
Diatas 4
jam
s/d 8
jam
II - 31
4
5
Diatas 8
jam
Ekonomi
Bangku/0,
3 m2
Urinoir/
WC
Fan
Ada
Ada
Bisnis
Kursi /0,4
m2
Urinoir/
WC
Fan/AC
Ada
Ada
Eksekutif
K.Reklini
ng/0,5 m2
Urinoir/
WC/KM
AC
Ada
Ada
Ekonomi
Bangku/0,
3 m2
Urinoir/
WC
Fan
Ada
Ada
Bisnis
Kursi /0,4
m2
Urinoir/
WC
Fan/AC
Ada
Ada
Eksekutif
K.Reklini
ng/0,5 m2
Urinoir/
WC/KM
AC
Ada
Ada
s/d 12
jam
Diatas
12 jam
Sumber : SK 73/AP005/DRJD/2003
d) Gang/jalan melintas untuk orang/penumpang :
jarak antara(lebar) dari gang tempat untuk melintas
orang/penumpang, adalah sebagai berikut :
(1) Sampai dengan100 penumpang, jarak minimal
0,80 m;
(2) Di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m;
(3) Di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20
m;
(4) Sudut kemiringan tangga penumpang yang
menghubungkan antar geladak, tidak boleh
melebihi 45o.
e) Kamar mandi dan WC/kakus :
untuk penumpang harus tersedia kamar madi dan
wc/kakus, dengan jumlah minimal sebagai berikut :
(1) Dari 12 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi
dan wc/kakus, selanjutnya untuk setiap 50 atau
bagian dari 50 penumpang sampai 500
penumpang, harus ada tambahan 1 kamar
mandi dan wc/kakus;
II - 32
(2) Lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100
atau bagian dari 100 penumpang, harus ada
tambahan 1 wc/kakus
(3) Kamar mandi dan wc/kakus dibagi untuk pria
dan wanita, serta harus dilengkapi dengan
dinding-dinding pemisah yang cukup;
(4) Harus terdapat persediaan air pada tempattempat air dengan jumlah sedikitnya 1/6 dari
jumlah kamar mandi dan wc/kakus, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan wc/kakus
masih belum memenuhi hal tersebut secara
cukup;
(5) Untuk kapal dengan penumpang tidak lebih
dari 12 orang, paling sedikit harus ada satu
kamar mandi dan satu wc/kakus bagi awak
kapal, yang harus dapat digunakan juga untuk
penumpang;
(6) Untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4
(pembagian menurut jam berlayar), harus
tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk
mandi;
(7) Kamar mandi dan wc/kakus karus terpisah dari
ruang akomodasi dengan baik dan ruang-ruang
tersebut harus cukup luas serta cukup sirkulasi
udaranya, dengan penataanruangan dan
konstruksi sehingga memudahkan penyaluran
air dan kotoran dalam pembersihanya.
f) Sistem lubang
penerangan :
angin/ventilasi
udara
dan
(1) Ruang akomodasi penumpangharus diberikan
lubang angin/ventilasi udara yang cukup;
(2) Ruang akomodasi penumpang di geladak
tertutup, harus memakai sistem penghisapan
(exhaust) dan sirkulasi udara minimal 10 kali
per jam;
(3) Ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan
eksekutif, harus memakai fan atausistem air
conditioning (penyejuk ruangan);
(4) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat
cukup cahaya melalui kaca pada tingkap-
II - 33
tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang
dipasang untuk itu;
(5) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi
penerangan yang cukup;
(6) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 keatas
harus menyediakan ruanganuntuk keperluan
perawatan orang sakit (klinik & kamar
perawatan) dengan sistem ventilasi udara
tersendiri, begitu pula untuk pembuangan air
dan kotoran harus dengan sistem pencuci
kuman sebelum dibuang keluar kapal.
g. Dapur dan kafetaria :
(1) Dapur tidak boleh ditempatkan di geladak
kendaraan (car deck);
(2) Dapur harus mempunyai sistem lubang
angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor
yang terpisah dengan ruang akomodasi;
(3) Kompor yang digunakan harus jenis kompor
listrik;
(4) Bila menggunakan sistem pembakaran dengan
gas, tangki penyimpan gas harus terpisah dan
pada saliran gas masuk harus dipasang minimal
satu buah keran penutup cepat(shut-off valve)
yang terletak diluar ruang dapur;
(5) Untuk pelayanan penumpang, diizinkan
penempatan kafetaria di ruang penumpang;
(6) Kafetaria harus menggunakan kompor/alat
pemanas listrik;
(7) Sistem lubang angin/ventilasi udara dan
pembuangan air kotorharus terpisah dengan
ruang penumpang;
(8) Pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga
kebersihan dan kesehatan lingkungan
h. Ruang rekreasi (public area) dan ruang ibadah :
(1) Kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang,
dapat menyediakan ruangan terbuka untuk
tempat santai/rekreasi bagi penumpang;
(2) Kapal penumpang wajib menyediakan ruangan
untuk tempat ibadah, dengan luas yang sesuai
II - 34
jumlah penumpang dan
yangtersedia, serta harus
kebersihan dan kerapihannya.
4.
ruang
selalu
kapal
dijaga
Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan pada
Kapal Penumpang Ro-Ro
Uraian tentang Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan
pada Kapal Penumpang Ro-Rodalam SOLAS maupun Non
Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 tidak
diuraikan secara eksplisit sebagaimana gambaran standar
tersebut di atas. Namun demikian gambaran-gambaran yang
mendekati dapat dipaparkan sebagai berikut yang dapat
digunakan sebagai acuan referensi awal. Dalam aturan yang
dikeluarkan oleh Non Convention Vessel Standard Indonesian
Flagged,2009 dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada umumnya pengertian tentang ruang muatan barang
maupun kendaraan, posisinya berada di geladak kapal.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka terlebih dahulu
ditelaah mengenai geladak itu sendiri dan cakupannya.
a. Aturan Dalam NCVS Bab II Tentang Konstruksi Geladak,
adalah sebagai berikut:
1) Umum
Tebal pelat geladak tidak boleh kurang dari tebal yang
diperlukan untuk mendapatkan kekuatan unsur
konstruksi memanjang namun tidak boleh kurang dari
0,01 mm per mm jarak gading juga tidak boleh kurang
dari yang diminta pada klausul ini.
2) Pelat geladak
Tebal pelat setiap geladak harus tidak boleh kurang dari
yang diperoleh persamaan berikut:
s√h
+ 2,50 mm
250
dimana:
=
t
= tebal pelat geladak dalam mm
s
= jarak penegar dalam mm
h = tinggi beban dalam meter, ditentukan sebagai
berikut:
a)
Geladak atau sebagian geladak yang membentuk
atas tangki, yang lebih besar dari berikut :
II - 35
(1) Dua per tiga jarak dari atas tangki ke puncak
pipa limpah.
(2) Dua per tiga jarak dari atas tangki ke geladak
sekat atau geladak lambung timbul mana
yang sesuai.
b)
Untuk geladak dimana muatan atau barang
ditempatkan, tinggi adalah tinggi geladak antara
pada sisi kapal dimana berat muatan kurang dari
atau setara dengan 720 kg/m3, jika berat muatan
melebihi 720 kg/m3, tinggi muatan harus
disesuaikan.
c)
Untuk geladak terbuka yang ditempati muatan,
tinggi muatan adalah 3,65 meter. Jika muatan
geladak yang diangkut melebihi 2640 kg/m3,
tinggi harus ditambah secara proporsional sesuai
tambahan beban yang diterima konstruksi.
d)
Di tempat lain tinggi harus diperoleh dari
persamaan sebagai berikut:
(1) Geladak lambung timbul terbuka tanpa
geladak di bawahnya
â„Ž = 0,02 + 0,75
(2) Geladak lambung timbul terbuka yang
memiliki geladak di bawahnya, geladak akil,
geladak bangunan atas, di depan tengah
kapal 0,50 L
â„Ž = 0,02 + 0,50
(3) Geladak lambung timbul di dalam bangunan
atas, setiap geladak di bawah geladak
lambung timbul, geladak bangunan atas
antara 0,25 L di depan dan 0,20 L di
belakang tengah kapal
h = 0,01L + 0,60 meter
(4) Di tempat lain
h = 0,01L + 0,30 meter
3) Tambahan persyaratan
kendaraan.
untuk
penguatan
geladak
II - 36
a) Beban roda
(1) Geladak mobil – roda tunggal pada setiap
ujung poros : P = 0,5 kali beban sumbu dalam
ton. Roda ganda pada tiap ujung poros : P = 0,4
kali beban sumbu dalam ton.
(2) Truk forklift dengan roda ban karet:
(a) Dengan roda depan tunggal:
= 1,2
dimana:
V+T
n1
P
=
kapasitas truk dalam ton
V
=
berat truk forklift dalam
ton
T
=
kapasitas truk forklift
dalam ton
n1
=
jumlah
tunggal
roda
depan
(b) Dengan dua roda depan:
= 1,2
V+T
1,2n2
dimana:
P
= kapasitas truk dalam ton
V
= berat truk forklift dalam ton
T
= kapasitas truk forklift dalam
ton
n2
= jumlah roda ganda
(3) Truk palet dengan ban baja
Penguatan tertentu harus dipasang terutama
pada daerah dimana truk palet biasanya
digunakan. Di luar daerah tersebut tebal pelat
dapat dikurangi secara bertahap menjadi
normal di daerah dimana truk jarang atau tidak
pernah beroperasi.
II - 37
b) Pelat geladak atau pelat alas dalam
(1) Pada geladak atau alas dalam yang dimuati
kendaraan (mobil, truk dan lain-lain) tebal
pelat tidak boleh kurang dari yang diperoleh
dari persamaan berikut:
= k P (1 − 0,1#P) + 1 mm
dimana:
P = beban roda dalam ton
k =
5,2 untuk roda dengan ban karet
bertekanan
k =
6,0 untuk roda dengan ban karet pejal
k =
7,8 untuk roda dengan ban baja
persamaan untuk tebal pelat berlaku untuk
beban roda sampai 16 ton. Untuk beban
roda yang lebih besar, tebal pelat
ditentukan oleh otoritas yang berwenang.
(2) Apabila jarak antar balok geladak melintang
atau membujur berbeda dari 700 mm, tebal
pelat boleh dikoreksi dengan 6% untuk roda
karet dan 3% untuk roda baja untuk setiap
perbedaan 100 mm.
(3) Persamaan di atas didasarkan pada asumsi
bahwa roda memiliki diameter normal (300 –
1000 mm untuk ban bertekanan, 100 – 300
mm untuk ban karet pejal, dan 75 – 100 mm
untuk roda baja). Jika diameternya berbeda
dari nilai tersebut, tebal pelat ditentukan oleh
otoritas yang berwenang.
(4) Untuk jarak antara balok geladak atau
pembujur geladak, dimensi roda, dan
pengaturan penegar lainnya yang ekstrim,
tebal pelat ditentukan oleh otoritas yang
berwenang.
c) Balok geladak dan pembujur geladak
(1) Geladak kendaraan dapat memiliki balok
geladak melintang atau membujur. Balok
geladak melintang harus memiliki modulus
II - 38
penampang melintang tidak kurang dari yang
diperoleh persamaan berikut:
(a)
(b)
Z = 5,2
2,5
&1 +
'
*+
(,)
,
Z=
'
(121 − 17) &1 + (,)* +
2,5
-./0 1 <
,
-./0 1 ≥
dimana:
P = beban roda dalam ton
1 = jarak yang tidak ditumpu dari balok
dalam meter
s = jarak antara balok dalam meter
(2) Balok geladak melintang ditempat dimana
bongkar muat dilakukan oleh truk forklift
dengan ban karet harus mempunyai modulus
tidak boleh kurang dari yang diperaoleh
persamaan berikut:
5
7+ ,
Z = 6,5 31 − 0,9)(1 +
0,4
dimana:
P = beban roda dalam ton
1 = jarak yang tidak ditumpu dari balok
dalam meter (untuk balok geladak
yang tidak ditumpu oleh penumpu
geladak atau pilar jarak yang tidak
ditumpu harus ditambah 10%)
s = jarak antara balok dalam meter
Uraian tentang Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan
pada Kapal Penumpang Ro-Rodari sisi sarana kapal Ro-Ro
dapat dipaparkan sebagai berikut.
II - 39
Gambar 2.7 KM. Mandiri Nusantara Setelah Terbakar dan lego
jangkar di perairan Gresik
a.
Data Utama Kapal
Nama
: KM.
Mandiri
Nusantara
Nama panggil/Call Sign
: YGUT
IMO Number
: 7434614
Tipe
: Ro-Ro
Passenger
Klasifikasi (Classification Society)
: PT. Biro
Klasifikasi
Indonesia
Panjang Keseluruhan (Length Over All) : 144.6 m
Panjang Antara garis Tegak (LBP)
: 136 m
Lebar keseluruhan (Breadth Moulded)
: 18.4 m
Tinggi (Height)
: 7.2 m
Sarat Maxsimum (Maximum draught)
: 5.09 m
Kecepatan Operasional
: 13 Kt
Tonase Kotor (GT)
: 8257
Tonase Bersih (NT)
: 2870
II - 40
b.
Bahan Dasar Kontruksi
: Baja
Tempat Pembuatan (built at)
: Naikai
Shipbuildin
g Jepang
Tahun Pembuatan
: 1989
Pemilik
: PT. Prima
Vista,
Surabaya
Pelabuhan Pendaftaran
: Surabaya
Data Mesin, Sistem Kelistrikan dan Sistem Propulsi
Mesin Utama (Main Engine)
Type
:
Mesin Diesel
Merek
:
Daihatsu Diesel Engine
Jumlah
:
8 Unit (6 DSM-32 L)
Daya (BHP)
:
1600 Hp, 4 langkah kerja tunggal
RPM
:
600 Rpm
Mesin Bantu (Auxiliary Engine)
Type
:
Mesin Diesel
Merek/Model
:
6 PSHT – 26 D
Jumlah
:
3 Unit
Daya (BHP)
:
1x @600HP, 4 Stroke
Rpm
:
1800 Rpm
Jenis Propulasi
:
Control Pitch Propeller
Jumlah
:
2 Unit
Sistem Propulsi
c.
Awak Kapal
Berdasarkan daftar awak yang dikeluarkan oleh
perusahaan pelayaran, KM. Mandiri Nusantara diawaki
oleh 34 orang dengan 3 orang tidak ikut berlayar (juru
minyak, juru mudi dan koki). Awak dek kapal berjumlah
22 orang termasuk kru catering untuk pelayanan
penumpang. Kru mesin terdiri atas 12 orang. Seluruh
awak kapal telah mempunyai kualifikasi dan kompetensi
yang cukup untuk mengoperasikan kapal jenis KM.
Mandiri Nusantaraini. Semua awak kapal juga telah
II - 41
memiliki sertifikat basic safety training (BST) dan para
perwiramya telah memiliki sertifikat advance fire
fighting (AFF).
Tabel 2.6 Sertifikat dan Pengalaman Berlayar Perwira
KM. Mandiri Nusantara
NO
JABATAN
IJAZAH
PELAUT/THN
PENGALAMAN
BERLAYAR
1.
Nakhoda
ANT II/2001
6.5 thn
2.
Mualim I
ANT III/2002
2 thn
3.
Mualim II
ANT III/2003
2.5 thn
4.
Mualim III
ANT III/2003
2 bln
5.
Kepala
Kamar Mesin
ATT II/2001
1.5 thn
6.
Masinis I
ATT III/2003
1.5 thn
7.
Masinis II
ATT IV/2001
1.5 thn
8.
Masinis III
ATT IV/2003
1.5 thn
Keterangan: Pengalaman berlayar dimaksud adalah pengalaman untuk jenis
kapal dan rute kapal yang sama
d.
Data Muatan Dan Penempatannya Penumpang
Sesuai dengan daftar penumpang yang dibuat oleh PT.
Prima Vista, KM. Mandiri Nusantara, pada tanggal
keberangkatan 29 Mei 2009 dengan lintasan SurabayaBalikpapan, memuat penumpang sebanyak 286 jiwa
dengan rincian sebagai berikut :
II - 42
Tabel 2.7 Jumlah Penumpang di KM. Mandiri Nusantara
Berdasarkan Daftar Penumpang dari PT. Prima
Vista
NO
KATEGORI
JUMLAH
1.
Penumpang Dewasa
2.
Penumpang anak – anak
4
3.
Penumpang Bayi
4
Total Penumpang
278
286
Sumber: PT. Prima Vista
e.
Muatan barang dan Kendaraan bermotor
Pada saat kejadian, Selain muatan penumpang KM.
Mandiri Nusantaramengangkut muatan dalam bentuk
kemasan dan kendaraan bermotor.
Muatan-muatan ini dibawa oleh penumpang dan ada
juga yang dibawa oleh kurir kapal.
Sedangkan muatan yang lain adalah kendaraan bermotor
antara lain truk besar, maupun truk sedang yang dimuati
dengan muatan-muatan. Sebagai pelindung muatan ratarata kendaraan tersebut telah ditutup rapat dengan terpal
dan sulit untuk dibuka.
Dari informasi yang diperoleh dari perusahaan pemilik
barang, jenis-jenis muatan yang diangkut oleh truk-truk
tersebut adalah berupa permesinan, barang paket,
sayuran, peralatan elektronik, peralatan pertambangan,
tekstil dan lain sebagainya.
Berdasarkan surat pemeriksaan muatan kapal
tiba/berangkat yang ditandatangani oleh Manajer cabang
PT. Prima Vista tanggal 26 Mei 2009 dan diketahui oleh
Syahbandar, jumlah kendaraan bermotor yang dimuat
sebanyak 45 unit dengan rincian sebagai berikut:
II - 43
Tabel 2.8 Daftar Muatan KM. Mandiri Nusantara
NO
KENDARAAN NAIK DARI
SURABAYA
JUMLAH
1.
Golongan II (Sepeda Motor)
4
2.
Golongan III (Kendaraan Kecil/Sedan)
6
3.
Golongan IV (Truk Sedang)
4
4.
Golongan V (Truk Besar)
31
JUMLAH KENDARAAN
45
Sumber: PT. Prima Vista
f.
Posisi Muatan, Kendaraan dan penumpang
Berdasarkan gambar rencana umum, KM. Mandiri
Nusantaramempunyai 4 geladak. Geladak I merupakan
geladak kendaraan yang dapat menampung 28
kendaraan sejenis truk besar. Geladak II dan III
merupakan geladak akomodasi penumpang yang berupa
ruangan untuk tempat tidur, sanitasi, ruang makan dan
rekreasi.
Gambar 2.8 Rencana umum KM. Mandiri Nusantara
II - 44
Kendaraan–kendaraan tersebut diatur sedemikian rupa
pada geladak kendaraan seperti yang terlihat pada sketsa
berikut:
Gambar 2.9 Denah muatan kendaraan bermotor Geladak kendaraan
g.
Peralatan Keselamatan
Berdasarkan surat pemeriksaan keberangkatan kapal
yang dikeluarkan oleh kantor Administrator Pelabuhan
Surabaya pada tanggal 29 Mei 2009, dan ditanda-tangani
oleh petugas pemeriksa, peralatan keselamatan yang
berada di atas kapal adalah sebagai berikut :
Tabel 2.9 Daftar Peralatan Keselamatan di KM. Mandiri Nusantara
NO
JENIS ALAT-ALAT
KESELAMATAN
JUM
LAH
KAPASITAS
KET.
1.
Sekoci Penolong (Life boat)
2
8
-
2.
Rakit apung (Inflatable Lift Raft)
75
1753
-
3.
Jaket Penolong (Life Jacket)
2451
-
-
4.
Pelampung Penolong (Life Buoy)
16
-
-
5.
Radio teleponi
-
-
Terpasang
6.
Pesawat penerima NAVTEX
-
-
Terpasang
7.
EPIRB Satelit (COMPAS -
1
-
-
II - 45
SARSAT)
8.
Radar Transponder (SART)
2
-
-
9.
Two Way VHF Radio
Communication
2
-
-
Sumber : Adpel Surabaya
h.
Peralatan Pemadam Kebakaran
Sesuai ketentuan peraturan keselamatan kapal
penumpang,
KM.
Mandiri
Nusantaradipasangi
serangkaian peralatan pemadam kebakaran dengan
rincian sebagai berikut :
Tabel 2.10 Daftar Peralatan Pemadam Kebakaran di KM.
Mandiri Nusantara
NO
PERALATAN PEMADAM
KEBAKARAN
JUMLAH
KET.
1.
Fire hose yang dilengkapi selang
kebakaran
63
Roll
2.
Pemadam Utama (CO2 Instalasi)
20
Tabung
3.
Instalasi pipa pemadam api+Sprinkler
4.
Pemadam Api ringan/Portable ( am
Liquid, Foampowder, Dry Chemical, CO2
Portable)
155
Tabung
5.
Pakaian Tahan Api
4
Set
6.
Breathing Apparatus
4
Set
Sumber : PT. Prima Vista
Kapal juga dilengkapi dengan alat pemantau kebakaran
(fire detector) yang terpasang pada tempat-tempat
rawan kebakaran. Khususnya untuk geladak kendaraan,
telah dipasang peralatan kebakaran tetap berupa hydrant
berikut selang pemadam dan perpipaan pemadaman
berikut sprinklernya. Untuk memudahkan pemantauan
kondisi darurat kebakaran, geladak kendaraan dibagi
menjadi 12 area. Masing-masing area tersebut
II - 46
mempunyai fire detector yang terhubung ke ruang
control mesin. Pembagian area kebakaran di geladak
kendaraan tersebut seperti yang ditunjuk pada sketsa
berikut ini:
Gambar 2.10 Posisi pembagian area kebakaran di geladak kendaraan
Sementara itu sebagai pembanding sebagaimana dalam
Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat,
Nomor: SK.73/AP005/DRJD/2003, tentang Persyaratan
Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan, Pasal 3,
Ayat (1) dikatakan bahwa setiap perusahaan angkutan
penyeberangan harus memenuhi persyaratan pelayanan.
Pada Ayat (2), pasal yang sama, dikatakan bahwa
persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan di
kapal penyeberangan sebagaimana termaktub dalam
Pasal7Ayat 1 dinyatakan bahwa persyaratan pelayanan
untuk pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan,
harus memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa
dan ruang kendaraan beserta fasilitasnya. Persyaratanpersyaratan tersebut, adalah sebagai berikut.
1) Pintu Rampa
Pintu Rampa terdiri dari 2 pintu yang dipasang di
bagian haluan dan buritan (Tipe Ro-Ro) atau
samping kiri dan kanan, yang berguna sebagai jalan
keluar masuk kendaraan. Di lintas-lintas tertentu
yang mempunyai peralatan tangga rampa samping
(elevated side ramp), kapal yang melayani lintas
tersebut harus mempunyai geladak atas untuk
kendaraan (upper car deck) dan memuat dudukan
II - 47
atau tumpuan untuk rampa dermaga, sehingga
langsung dapat digunakan untuk jalan keluar masuk
kendaraan.Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.11 Spesifikasi Pintu Rampa Kapal Ferry Ro-Ro
Panjang
Harus disesuaikan dengan kondisi prasarana yang
dilayani;
Lebar
Minimum 4 M;
Kecepatan
Buka/Tutup Pintu
Membuka penuh tidak lebih dari 2 menit;
Daya dukung
Harus mampu
minimal:
Menutup penuh tidak lebih dari 3 Menit;
mendukung
beban
kendaraan
• Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB) 17,50
Ton;
• Muatan Sumbu Terberat (MST) 8,0 Ton.
Khusus untuklintas penyeberangan Merak –
Bakauheni, Ketapang – Gilimanuk, Padangbai –
Lembar, Kahyangan – Pototano, dan Bajo’E –
Kolaka, JBB 40,0 Ton dan MST 10,0 Ton.
Ketentuan daya dukung tersebut harus disesuaikan
dengan kapasitas lalulintas dan angkutan, serta
daya dukung jalan raya yang akan dilalui.
Sumber: SK Dirjen Perhubungan Darat, Nomor: SK.73/AP005/DRJD/2003
2) Ruang Kendaraan
a) Lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu
menahan beban kendaraan minimal JBB 17,50
Ton dan MST 8,0 Ton untuk muatan berat atau
truck, dan mampu menahan beban kendaraan
minimal JBB 40,0 Ton dan MST 10,0 Ton untuk
kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan
Merak – Bakauheni, Ketapang – Gilimanuk,
Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano, dan
Bajo’E – Kolaka.
b) Tinggi ruang kendaraan:
II - 48
(1) Kendaraan kecil/sedan, minimal 2,50 M;
(2) Kendaraan besar/truk
minimal 3,80 M;
dan
campuran,
(3) Kendaraan trailler/peti kemas, minimal 4,70
M.
c) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda
jalur kendaraan yang dapat dilihat secara jelas
oleh pengemudi kendaraan dan penempatan
kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan.
d) Jarak minimal antar kendaraan:
(1) Jarak antara masing-masing kendaraan pada
sisi kiri dan kanan, adalah 60 Cm;
(2) Jarak antara muka dan belakang masingmasing kendaraan, adalah 30 Cm;
(3) Untuk kendaraan yang sisi sampingnya
bersebelahan dengan dinding kapal, berjarak
60 Cm dihitung dari lapisan dinding dalam
atau sisi luar gading-gading (frame);
(4) Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang
penyangga (web frame), adalah 60 – 80 Cm.
e) Antara pintu rampa haluan atau buritan dengan
batas sekat pelanggaran, dilarang dimuati
kendaraan;
f) Untuk lintas-lintas penyeberangan yang kondisi
lautnya berombak kuat sehingga membuat sudut
kemiringan kapal mencapai lebih dari 10°,
kendaraan yang dimuat dalam kapal harus
dilengkapi dengan sistem pengikatan (lashing);
g) Ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan
lampu penerangan, sistem sirkulasi udara, tangga
atau jalan masuk bagi pengemudi, serta harus
ditempelkan atau ditulisi tanda larangan
”DILARANG MEROKOK”, ”PENUMPANG
DILARANG
TINGGAL
DI
DALAM
KENDARAAN”,
serta
DILARANG
MENGHIDUPKAN
MESIN
SELAMA
PELAYARAN , SAMPAI PINTU RAMPA
DIBUKA KEMBALI”, yang dapat terlihat jelas
dan mudah dibaca.
5.
Isolasi Kebakaran untuk Sekat dan Geladak Kapal
II - 49
Uraian tentang Isolasi Kebakaran untuk Sekat dan Geladak
Kapaldalam SOLAS diuraikan secara panjang lebar yang
terbagi dalam
Bagian B tentang Tindakan- tindakan
Keselamatan Mencegah Kebakaran untuk Kapal Penumpang
yang Mengangkut Lebih dari 36 orang penumpang khususnya
dalam Peraturan 20 dalam SOLAS tentang integritas kebakaran
sekat-sekat dan geladak-geladak yaitu sebagai berikut.
Disamping memenuhi ketentuan-ketentuan khusus untuk
integritas sekat-sekat dan geladak-geladak yang disebutkan di
mana pun di dalam peraturan Bagian ini, integritas kebakaran
minimum semua sekat dan geladak harus sebagaimana yang
disyaratkan di dalam Tabel 1 sampai 4 peraturan ini. Jika,
disebabkan oleh suatu tata-susunan struktur khusus di kapal,
nilai integritas dari divisi-divisi yang manapun menurut
pengalaman sulit ditentukan berdasar table-tabel di atas, nilainilai demikian harus ditentukan menurut ketentuan yang
ditetapkan oleh Badan Pemerintah.
a. Syarat-syarat berikut akan rnengarahkan penerapan tabeltabel itu :
1) Tabel 1harus berlaku bagi sekat-sekat yang membatasi
zona-zona vertikal atau zona-zona horizontal utama.
Tabel 2 harus berlaku bagi sekat-sekat yang tidak
membatasi zona-zona vertikal utama atau zona-zona
horizontal.
Tabel 3 harus berlaku bagi geladak-geladak yang
membentuk undak-undak di dalam zona-zona vertikal
utama atau zona-zona horizontal batas.
Tabel 4 harus berlaku bagi geladak-geladak yang tidak
membentuk undak-undak di dalam zona-zona vertikal
utama atau zona-zona horizontal batas.
2) Untuk maksud penentuan standar integritas kebakaran
yang layak yang harus diterapkan kepada batas-batas
antara ruangan-ruangan yang berdampingan, ruanganruangan demikian digolongkan sesuai dengan risiko
kebakaran ruangan-ruangan itu sebagaimana yang
dipaparkan di dalam katagori (1) sampai (14) di bawah.
Di mana isi dan penggunaan ruangan adalah
sedemikian rupa sehingga ada keragu-raguan atas penggolongannya, untuk memenuhi maksud peraturan ini,
harus diperlakukan sebagai ruangan di dalam kategori
yang sesuai dengan keadaan yang memiliki syaratsyarat batas yang paling mengikat. Judul masing-
II - 50
masing kategori dimaksudkan untuk menunjukkan
kekhususan daripada pembatasan. Nomor di dalam
tanda-tanda kurung di depan masing-masing kategori
mengacu lajur yang digunakan atau nomor urut di
dalam tabel-tabel.
a) Stasiun-stasiun pengawas
(1) Ruangan-ruangan yang berisi sumber-sumber
tenaga dan penerangan darurat.
(2) Rumah kemudi dan kamar peta.
(3) Ruangan-ruangan yang berisi perlengkapan
radio kapal.
(4) Stasiun-stasiun
kebakaran.
pengawas
dan
pencatat
(5) Kamar pengawas untuk mesin penggerak
bilamana ditempatkan di luar ruang mesin
penggerak.
(6) Ruangan-ruangan yang berisi stasiun-stasiun
sistim dan perlengkapan kebakaran terpusat.
Ruangan-ruangan yang berisi stasiun-stasiun sistim
dan perlengkapan pemberitahuan umum darurat
terpusat.
b) Tangga-tangga tapak
Tangga-tangga tapak di dalam, elevator dan
eskalator (lain daripada yang seluruhnya terdapat di
dalam ruang-ruang mesin) untuk penumpang dan
awak kapal serta ruangan-ruangan dibatasi untuk
tujuan itu.
Dalam hubungan ini, tangga tapak yang tertutup
hanya di satu tingkat saja harus dianggap sebagai
bagian dari ruangan yang tidak terpisahkan oleh
pintu kebakaran.
c) Lorong-lorong
Lorong-lorong penumpang dan awak kapal.
d) Stasiun-stasiun
Penanganan
Sekoci-sekoci
Penolong dan Rakit-rakit Penolong dan Stasiunstasiun Embarkasi.
Ruangan-ruangan geladak terbuka dan tempattempat untuk berjalan-jalan yang dipagari yang
II - 51
merupakan
stasiun-stasiun
embarkasi
dan
penurunan sekoci penolong dan rakit penolong.
e) Ruangan-ruangan geladak Terbuka.
Ruangan-ruangan geladak lerbuka dan tempattempat untuk berjalan-jalan yang dipagari yang
bebas dari stasiun-stasiun ernbarkasi dan
penurunan sekoci penolong dan rakit penolong.
Ruang angin-angin (ruangan di luar bangunanbangunan atas dan rumah-rumah geladak).
f) Ruang-ruang akomodasi dengan Risiko Kebakaran
yang kecil.
Kabin-kabin yang berisl perabot rumah tangga dan
perlengkapan rumah tangga dengan risiko
kebakaran terbatas.
Tempal-tempat umum yang berisi perabot rumah
tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan
risiko kebakaran terbatas.
Tempat-tempat umum yang berisi perabot rumah
tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan
risiko kebakaran terbatas dan luas geladaknya
kurang dari 50 meter persegi (540 kaki persegi).
Kantor-kantor dan apotik-apotik yang berisi
perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah
tangga dengan risiko kebakaran terbatas.
g) Ruang-ruang akomodasi dengan risiko kebakaran
sedang.
Sama seperti yang di (6) di atas, tetapi berisi
perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah
tangga yang bukan dengan risiko kebakaran
terbatas.
Tempat-tempat umum yang berisi perabot rumah
tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan
risiko kebakaran terbatas dan luas geladaknya 50
meter persegi (540 kaki persegi) dan lebih.
(1) Lemari-lemari dan tempat-tempat penyimpanan
keci1 yang terpencil di dalam ruang-ruang
akomodasi.
(2) Toko-toko.
(3) Ruangan-ruangan pemutaran dan penyimpanan
II - 52
film.
(4) Dapur-dapur memasak makanan (yang tidak
berisi nyala api terbuka).
(5) Lemari-lemari
perabot
pembersihan
(di
dalamnya tidak disimpan cairan-cairan yang
dapat menyala).
(6) Laboratorium-laboratorium (di dalamnya tidak
disimpan cairan-cairan yang dapat menyala).
(7) Apotik/ Toko Obat
(8) Kamar-kamar pengeringan kecil (memiliki luas
geladak 4 meter persegi (43 kaki persegi) atau
kurang).
Kamar-kamar untuk menyimpan rempah-rempah.
h) Ruang-ruang Akomodasi dengan risiko kebakaran
vang lebih besar.
Ruang-ruang umum yang berisi perabot rumah
tangga dan perlengkapan rumah tangga lain
daripada dengan risiko kebakaran terbatas dan
memiliki luas geladak 50 meter persegi (540 kaki
persegi) dan lebih.
Tempat-tempat pangkas rambut dan salon-salon
kecantikan.
i) Ruang-ruang Saniter dan Ruang-ruang berupa.
(1) Fasilitas-fasilitas saniter, kamar mandi
pancuran air, (kamar-kamar mandi berendam,
kamar-kamar kecil umum, dll.).
(2) Kamar-kamar penatu kecil.
(3) Daerah kolam renang tertutup.
(4) Kamar-kamar pelayanan.
(5) Ruang-ruang penyediaan yang terpisah di
dalam ruang-ruang akomodasi.
(6) Fasilitas-fasilitas saniter khusus harus dianggap
sebagai sebagian dari ruangan dimana fasilitas
khusus tersebut terdapat.
j) Tangki-tangki, Ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil
atau tanpa risiko kebakaran.
II - 53
(1) Tangki-tangki air yang merupakan bagian dari
bangunan kapal.
(2) Ruang-ruang kosong dan tangki-tangki kosong
pemisah.
(3) Ruang-ruang mesin bantu yang berisi mesin
yang tidak memiliki sistem pelumasan tekan
dan dimana penyimpanan zat-zat yang dapat
terbakar di tempat itu dilarang, sepertinya:
(4) Kamar kipas ventilasi dan pengaturan keadan
udara; kamar mesin jangkar; kamar instalasi
kemudi;
ruang
perlengkapan
sayap
penyeimbang; kamar motor penggerak listrik;
ruangan-ruangan yang berisi papan-papan
penghubung seksi dan perlengkapan listrik
semata-mata bukan tranformator listrik yang
berisi minyak (di atas 10 kVa); terowonganterowongan poros dan terowongan-terowongan
pipa; ruang- ruang pompa dan mesin pendingin
(tidak menangani atau menggunakan cairancairan yang dapat menyala).
(5) Tabung-tabung tertutup yang melayani ruangruang tersebut di atas.
(6) Tabung-tabung tertutup lain, seperti tabungtabung pipa dan kabel.
k) Ruang-ruang mesin bantu, Ruang-ruang muatan,
Ruangan-ruangan Jenis Khusus. Tangki-tangki
muatan dan Tangki-tangki Minyak lain serta ruangruang lain yang serupa dengan risiko kebakaran
sedang.
(1) Tangki-tangki minyak muatan.
(2) Ruang-ruang muatan, lubang-lubang tabung
dan lubang-lubang palka.
(3) Kamar-kamar yang didinginkan.
(4) Tangki-tangki bahan bakar minyak (yang
ditempatkan di dalam ruangan terpisah tanpa
mesin).
(5) Terowongan-terowongan
poros
dan
terowongan-terowongan
pipa
yang
memungkinkan untuk menyimpan zat-zat yang
dapat terbakar.
II - 54
(6) Ruang-ruang mesin bantu sebagaimana di
dalam kategori (10) yang berisi mesin dengan
pelumasan tekan atau tempat yang boleh untuk
menyimpan zat-zat yang dapat terbakar.
(7) Stasiun-stasiun pengisian bahan bakar minyak.
(8) Ruangan-ruangan yang berisi transformatortransformator berisi minyak (di atas 10 kVa).
(9) Ruang-ruang yang berisi turbin uap dan mesin
uap torak menggerakkan generator bantu dan
motor - motor bakar kecil dengan daya sampai
112 kW yang menjalankan generator-generator
darurat, pompa-pompa percik, pompa penyiram
atau pompa kebakaran, pompa-pompa lensa
dll.
(10) Ruang-ruang jenis khusus (hanya berlaku
Tabel 1 dan Tabel 3).
(11) Tabung-tabung tertutup yang
ruangan-ruangan tersebut di atas.
melayani
l) Ruang-ruang mesin dan Dapur-dapur Induk.
Kamar-kamar mesin penggerak induk (lain
daripada kamar-kamar motor Listrik penggerak
kapal) dan kamar-kamar ketel.
Ruang-ruang mesin bantu lain daripada yang
disebutkan di dalam katagori (10) dan (11) yang
berisi motor bakar atau instalasi pembakaran
minyak, pemanas atau pompa. Dapur-dapur induk
dan tambahan-tambahannya. Tabung-tabung dan
selubung-selubung ke ruangan-ruangan tersebut di
atas.
m) Gudang-gudang, Bengkel-bengkel, Ruang-ruang
penyiapan, dll.
(1) Ruang-ruang penyiapan utama yang tidak
merupakan tambahan dari dapur-dapur.
(2) Ruang penatu utama.
(3) Kamar-kamar pengeringan besar (memiliki
luas geladak lebih dari 4 meter persegi (43 kaki
persegi).
(4) Berbagai gudang.
(5) Kamar-kamar pos dan bagasi.
II - 55
(6) Ruangan-ruangan tempat sampah.
(7) Bengkel-bengkel (bukan bagian dari ruangruang mesin, dapur-dapur, dll.).
n) Ruangan-ruangan lain yang dalamnya dimuat
cairan-cairan yang dapat menyala.
(1) Kamar-kamar lampu.
(2) Gudang-gudang cat.
(3) Gudang-gudang yang berisi zat-zat cair yang
dapat menyala (termasuk bahan pewarna, obatobatan, dsb.).
(4) Laboratorium-laboratorium (di dalam mana
ditempatkan cairan- cairan yang dapat
menyala).
3) Batas antara dua ruangan yang letaknya berdampingan
terdapat suatu nilai integritas kebakaran. nilai tersebut
harus berlaku dalam segala hal.
4) Dalam menentukan standar integritas kebakaran yang
dapat digunakan untuk batas antara dua ruangan di
dalam zona vertikal atau zona horizontal yang tidak
dilindungi oleh sistim percik otomatik yang memenuhi
ketentuan-ketentuan Peraturan 12 Bab ini atau antara
zona-zona demikian tidak satupun yang dilindungi
sedemikian itu, nilai yang lebih besar daripada ke dua
nilai di dalam Tabel yang harus dipakai.
5) Dalam menentukan standar integritas kebakaran yang
dapat dipakai untuk batas antara dua ruangan di dalam
zona vertikal dan zona mendatar utama yang dilindungi
oleh sistem percik otomatik yang memenuhi ketentuanketentuan Peraturan 12 Bab ini atau antara zona-zona
demikian yang kedua-duanya dilindungi, nilai-nilai
yang lebih kecil daripada dua nilai yang tertera di
dalam Tabel harus dipakai. Dalam hal-hal dimana
daerah dengan percik ketemu dengan daerah tanpa
percik dalam ruang akomodasi dan ruang pelayanan,
nilai-nilai yang lebih tinggi dari kedua nilai yang tertera
dalam tabel harus digunakan untuk pembagian antara
daerah-daerah.
6) Di mana ruangan-ruangan yang berdampingan dalam
nomor katagori yang sama dan judul "1" muncul di
dalam tabel-tabel, sebuah sekat atau geladak antara
ruangan-ruangan demikian tidak perlu dipasang jika
II - 56
dianggap tidak perlu oleh Badan Pemerintah. Misalnya
dalam katagori (12) sekat tidak perlu disyaratkan antara
dapur dan ruang-ruang penyiapan tambahannya.
Dengan ketentuan bahwa sekat-sekat dan geladakgeladak ruang penyiapan mempertahankan integritas
batas-batas dapur. Namun, sebuah sekat perlu dipasang
di antara dapur dan ruang mesin, sekalipun ke dua
ruangan itu dalam katagori (12).
7) Dimana judul “2” muncul di dalam Tabel-tabel, maka
nilai isolasi yang lebih kecil hanya dapat diizinkan jika
sekurang-kurangnya salah satu dari ruangan-ruangan
yang bergabung dilindungi sistim percik otomatis yang
memenuhi ketentuan-ketentuan Peraturan 12 Bab ini.
8) Lepas daripada ketentuan-ketentuan Peraturan 19 Bab
ini, tiada syarat-syarat khusus untuk bahan-bahan atau
integritas batas jika di dalam Tabel hanya tertera tanda
panjang.
9) Badan Pemerintah, berkenaan dengan ruangan-ruangan
kategori (S), harus rnenentukan, apakah nilai-nilai
isolasi dalam Tabel 1 dan Tabel 2 itu harus
diberlakukan kepada ujung-ujung dari rumah-rumah
geladak dan bangunan-bangunan atas, dan apakah nilainilai isolasi dalam Tabel 3 atau Tabel 4 itu harus
diberlakukan kepada geladak-geladak cuaca. Tiada
suatu syarat pun dari katagori (5) dari Tabel 1 sampai
tabel 4 rnengharuskan penutupan ruangan-ruangan
yang rnenurut pendapat Badan Pemerintah tidak perlu
ditutup.
b. Langit-langit atau lapisan-lapisan klas "B" bersinambung,
dalam hubungannya dengan geladak-geladak atau sekatsekat yang sesuai, dapat diterima sebagai yang bekerja
sama secara menyeluruh atau sebagian untuk isolasi dan
integritas suatu pemisah yang disyaratkan.
c. Dalam
menyetujui perincian-perincian perlindungan
terhadap kebakaran bangunan, Badan Pemerintah harus
memperhatikan risiko atas penerusan panas di titik potong
dan akhir dari penghalang-penghalang panas yang
dipersyaratkan.
II - 57
Tabel 2.12 Sekat-sekat yang membatasi Zona-zona Vertikal Utama dan Zona-zona Horizontal
Ruangan-ruangan
Stasiun-stasiun pengawasan
Tangga-tangga tapak
Lorong-lorong
Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi
sekoci penolong dan rakit penolong
Ruang-ruang geladak terbuka
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran kecil
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran sedang
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran besar
Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan
yang serupa
Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran
kecil atau tanpa resiko kebakaran
(1)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat,
ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan
ruangan-ruangan lain yang serupa dengan
resiko kebakaran yang sedang
(11)
Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama
(12)
Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang
penyiapan, dll
Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya
dimuat cairan-cairan yang dapat menyala
(13)
(2)
A-60
(3)
A-30
A-0
(4)
A-30
A-0
A-0
(5)
A-0
A-0
A-0
-
A-0
A-0
A-0
-
(6)
A-60
A-15 A-0
A-0
A-0
(7)
A-60
A-30 A-0
A-30 A-0
A-0
(8)
A-60
A-60 A-15
A-30 A-0
A-0
(9)
A-0
A-0
A-0 A-0
A-0
(10)
A-0
A-0
A-0
A-0
(11)
A-60
A-30
A-30
A-0
-
A-0
A-15 A-0
A-0
A-30 A-0
A-0
A-30 A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-15 A-0
A-30 A-0
A-60 A-15
A-0
A-0
A-30 A-0
A-60 A-15
A-0
A-0
A-60 A-15
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
(14)
Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS)
II - 58
Tabel 2.13 Sekat-Sekat yang tidak membatasi baik Zona-zona Vertikal Utama maupun Zona-zona Horizontal
Ruangan-ruangan
Stasiun-stasiun pengawasan
(1)
(1)
Tangga-tangga tapak
(2)
Lorong-lorong
Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi
sekoci penolong dan rakit penolong
(3)
(4)
Ruang-ruang geladak terbuka
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran kecil
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran sedang
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran besar
Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan
yang serupa
Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran
kecil atau tanpa resiko kebakaran
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat,
ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan
ruangan-ruangan lain yang serupa dengan
resiko kebakaran yang sedang
(11)
Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama
(12)
Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang
penyiapan, dll
Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya
dimuat cairan-cairan yang dapat menyala
(13)
(2)
B-0
1
(3)
(4)
A-60
A-60
A-60
A-0
A-0
(11)
A-60
A-0
A-0
A-15 A-0
A-30 A-0
A-0
A-0
A-15
A-0 B-0
-
B-0
A-0
B-15 B-0
A-0
B-15 B-0
A-0
B-0
A-0
A-0
A-0
A-15
A-0
A-0 B-0
B-0 C
A-0 B-0
B-15 C
A-0 B-0
B-15 C
A-0 B-0
B-0 C
A-0
A-0
A-0
A-15 A-0
B-15 C
B-15 C
B-0 C
A-0
A-15 A-0
B-15 C
B-0 C
A-0
A-30 A-0
C
A-0
A-0
A-01
A-0
A-0
1
A-0
A-0
C
A-0
-
-
A-0
A-0
(5)
A-0 B-0
A-0
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
1
A-0
(14)
Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS)
II - 59
Tabel 2.14. Geladak-geladak Penggal di Zona-zona Vertikal Utama atau Zona-zona Horizontal Kebakaran
Ruangan-ruangan
Stasiun-stasiun pengawasan
Tangga-tangga tapak
Lorong-lorong
Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi
sekoci penolong dan rakit penolong
(1)
(2)
(3)
(4)
A-60
A-15
A-30
A-0
A-60
A-0
A-0
A-0
A-30
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-15
A-0
A-0
A-0
A-30
A-15 A-0
A-15 A-0
A-0
A-60
A-15 A-0
A-15 A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
(11)
A-30
A-0
A-0
A-0
(5)
(6)
A-0
A-60
A-0
A-30 A-0
A-0
A-15 A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-15 A-0
A-0
A-30 A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-15 A-0
(7)
A-60
A-60 A-15
A-30 A-0
A-15 A-0
A-0
A-15 A-0
A-30 A-0
A-60 A-15
A-0
A-0
A-30 A-0
(8)
A-60
A-60 A-15
A-60 A-15
A-60 A-15
A-0
A-30 A-0
A-60 A-15
A-60 A-15
A-0
A-0
A-30 A-0
(9)
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
(10)
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat,
ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan
ruangan-ruangan lain yang serupa dengan
resiko kebakaran yang sedang
(11)
A-60
A-60
A-60
A-60
A-0
A-30 A-0
A-60 A-15
A-60 A-15
A-0
A-0
A-0
Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama
(12)
A-60
A-60
A-60
A-60
A-0
A-60
A-60
A-60
A-0
A-0
A-60
Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang
penyiapan, dll
Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya
dimuat cairan-cairan yang dapat menyala
(13)
A-60
A-60 A-15
A-30 A-0
A-15
A-0
A-15 A-0
A-30 A-0
A-60 A-15
A-0
A-0
A-0
(14)
A-60
A-60
A-60
A-60
A-0
A-60
A-60
A-60
A-0
A-0
A-60
Ruang-ruang geladak terbuka
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran kecil
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran sedang
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran besar
Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan
yang serupa
Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran
kecil atau tanpa resiko kebakaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS)
II - 60
Tabel 2.15. Geladak-geladak bukan Geladak Panggal di dalam Zona-zona Vertikal Utama, dan tidak membatasi
Zona Horizontal
Ruangan-ruangan
Stasiun-stasiun pengawasan
Tangga-tangga tapak
Lorong-lorong
Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi
sekoci penolong dan rakit penolong
(5)
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
-
(6)
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0 B-0
A-0 B-0
(7)
A-15 A-0
A-0
A-15 B-0
A-0 B-0
(8)
A-30 A-0
A-0
A-15 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0
A-0
A-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-30 A-0
A-15 A-0
A-15 A-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-60
A-60 A-15
A-60 A-0
A-30 A-0
A-0 B-0
(9)
A-0
A-0
A-0 B-0
A-0
(10)
A-0
A-0
A-0
Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat,
ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan
ruangan-ruangan lain yang serupa dengan
resiko kebakaran yang sedang
(11)
A-60
A-60 A-15
Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama
(12)
A-60
Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang
penyiapan, dll
Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya
dimuat cairan-cairan yang dapat menyala
(13)
(14)
Ruang-ruang geladak terbuka
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran kecil
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran sedang
Ruang-ruang akomodasi dengan resiko
kebakaran besar
Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan
yang serupa
Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran
kecil atau tanpa resiko kebakaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
A-30 A-0
A-0
A-15 A-0
A-0
(2)
A-30 A-0
A-0
A-0
A-0
(3)
A-15 A-0
A-0
1
1
A-0 B-0
A-0
(5)
(6)
A-0
A-60
A-0
A-15 A-0
(7)
A-60
(8)
(4)
(9)
(10)
(11)
A-0
A-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-15 B-0
A-30 B-0
A-0 B-0
A-0
A-15 A-0
A-15 B-0
A-30 B-0
A-60 B-0
A-0 B-0
A-0
A-30 A-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0 B-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
A-0
1
A-0
A-0
A-60 A-15
A-30 A-0
A-0
A-0
A-15 A-0
A-30 A-0
A-0
A-0
A-0
A-60
A-60
A-60
A-0
A-60
A-60
A-60
A-0
A-0
A-30
A-60
A-30 A-0
A-15 A-0
A-15 A-0
A-0 B-0
A-15 A-0
A-30 A-0
A-30 A-0
A-0 B-0
A-0
A-0
A-60
A-60 A-30
A-60 A-30
A-60
A-0
A-30 A-0
A-60 A-15
A-60 A-15
A-0
A-0
A-30 A-0
A-0
1
2
Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS)
II - 61
6.
Fasilitas Penumpang Kapal Kelas Ekonomi Yang Berlayar
di Laut Lebih dari 8 Jam
a. Ruang Akomondasi
Ruang umum, koridor, toilet, kabin, rumah sakit, bioskop,
ruang permainan dan hobi, tempat pangkas rambut, dapur
yang tidak terdapat peralatan masak, dan tempat-tempat
sejenis lainnya.
b. Ruang Penumpang
1) Ruangan dibawah garis margin yang digunakan untuk
akomodasi dan digunakan untuk penumpang selain dari
ruangan layanan.
2) Termasuk ruangan yang disediakan dibawah garis
margin untuk akomodasi dan yang digunakan awak
kapal
c. Ruang Publik
Ruang publik mencakup semua ruangan termasuk ruang
makan, bar, ruang merokok, ruang bersantai, ruang
rekreasi, ruang perawatan anak dan perpustakaan.
d. Area Bebas
Area bebas di geladak adalah area bebas di geladak yang
dikurangi dengan area yang digunakan untuk palka, jendela
cahaya, companion way, selubung kamar mesin,
penompang, tiang kapal, ventilator, ruang navigasi, alat
keselamatan jiwa dan ruang yang diperuntukan untuk
muatan dan lain-lain. Ketika tempat duduk tetap di pasang
di sekeliling ruangan, pengukuran harus diambil dari
belakang dari tempat duduk
1) Dalam menghitung area bebas yang disediakan untuk
penumpang, tempat yang digunakan sebagai berikut
juga harus dikurangkan :
a) Jalan dibagian dalam yang lebar bersihnya kurang
dari 750 mm
b) Jalan di geladak terbuka yang lebar bersihnya
kurang dari 450mm
c) Jalan diantara rumah geladak dan kubu-kubu atau
pagar yang lebar bersihnya kurang dari 750 mm
d) Toilet dan tempat cuci tangan
e) Ruangan lain yang dianggap oleh Otoritas yang
berwenang tidak sesuai untuk penumpang
II - 62
2) Dalam menentukan lebar bersih dari jalan,
pengukurannya harus diambil dari tepi tempat duduk
yang terpasang.
e. Akomodasi duduk
Akomodasi duduk harus tersedia untuk setiap penumpang
yang diijinkan naik diatas kapal untuk waktu pelayaran 30
menit atau lebih. Apabila dipasang tempat duduk tetap
yang menerus, disyaratkan besaran tempat duduk minimum
475 mm per penumpang
a) Pada pelayaran yang waktunya 15 sampai kurang dari
30 menit harus dilengkapi dengan tempat duduk untuk
paling kurang 75 persen dar jumlah penumpang yang
tercantum dalam sertifikat. Untuk pelayaran yang
lamanya kurang dari 15 menit, harus tersedia 40 persen
tempat duduk dari jumlah penumpang yang tercantum
dalam sertifikat
b) Tempat duduk yang terpasang tetap harus ditempatkan
sedemikian rupa agar selalu siap menuju jalan
penyelamatan. Tempat duduk harus diatur sebagai
berikut :
1) Jalan yang panjangnya 4,5 meter atau kurang,
lebarnya harus tidak kurang dari 600 mm.
2) Jalan yang panjangnya lebih dari 4,5 meter,
lebarnya harus tidak kurang dari 750 mm
3) Apabila tempat duduk berupa barisan yang
menghadap ke satu arah, jarak antara bagian depan
tempat duduk dan bagian depan tempat duduk
lainnya tidak boleh kurang dari 750 mm
4) Secara umum, tempat duduk yang dapat dipindah
atau tempat duduk sementara harus diatur
sebagaimana tempat duduk yang dipasang tetap
5) Otoritas yang berwenang dapat memberikan
pertimbangan khusus tentang tempat duduk dalam
hal apabila dapat ditunjukan bahwa penyelamatan
dari ruangan di mana tempat duduk berada dapat
dilakukan secara cepat melalui jendela atau bukaan
lainnya dekat tempat duduk.
6) Tempat duduk tidak boleh dipasang di ruang antara
rumah geladak atau bangunan atas dan kubu-kubu
atau pagar atau bagian dalam dari jalan laluan
II - 63
tertutup apabila lebar dari ruangan tersebut kurang
dari 1 meter
c) Ruang Akomodasi Tertutup
1) Jumlah penumpang yang diijinkan di kabin dan
kompartemen yang dilengkapi dengan tempat tidur
tetap atau sofa yang dapat digunakan sebagai
tempat tidur harus ditentukan oleh jumlah tempat
tidur, dengan catatan harus tersedia setidaktidaknya 1 meter persegi untuk bergerak bebas,
untuk setiap penumpang.
2) Tempat tidur harus :
a) Tidak boleh lebih dari dua tingkat dan terpisah
secara vertikal tidak kurang dari 650 mm
b) Memiliki panjang minimum 1,9 meter dan
lebar minimum 600 mm dan
c) Dibuat dan diatur sedemikian rupa untuk
mudah keluar dan masuk
3) Tinggi ruangan kabin dan lounge harus tidak boleh
kurang dari 1,9 meter, dengan catatan hal ini boleh
berkurang disisi ruangan untuk persiapan camber,
saluran peranginan atau perpipaan.
4) Jalan haluan yang menuju pintu keluar harus
memiliki tinggi bersih, tidak kurang dari 1,9 meter
dan lebar bersih 750 mm.
d) Fasilitas toilet
1) Kapal, kecuali yang beroperasi pada pelayaran
pendek dengan waktu kurang lebih 15 menit atau
kurang, harus dilengkapi dengan fasilitas toilet
sesuai dengan ketentuan berikut :
a) Penumpang tanpa tempat tidur
b) Sampai dengan 50 penumpang : tersedia 1 wc
dan 1 wastafel
c) Antara 51 s.d 100 penumpang: tersedia 2 wc
dan 2 wastafel
d) Untuk setiap penambahan 100 penumpang atau
kelebihannya: tersedia 1 wc atau 1 urinoir, 1
wastafel
e) Penumpang dengan tempat tidur
II - 64
1) Jumlah wc dan wastafel dan pancuran
diperoleh dengan membagi jumlah
penumpang dibagi 5. Jika kelebihannya
lebih dari 2, maka jumlah wc dan wastafel
ditambah 1.
2) Apabila disediakan lebih dari 1 wc, maka
jumlah wc harus dipisahkan secara
proporsional untuk penggunaan oleh
perempuan dan diberi tanda yang jelas
pada bagian luarnya. Pintu masuk ke wc
laki-laki dan perempuan harus diatur
sedemikian rupa untuk memberikan akses
yang tidak terhalang dan privasi kepada
pengguna. Ruang yang ada wc nya harus
cukup
luas
sesuai
kegunaannya,
mempunyai lapisan bagian dalam yang
mudah dibersihkan, diterangi dengan baik,
berventilasi dan dikeringkan ke atmosfir
atau melalui saluran buang dan secara
efektif terlindung dari cuaca dan air laut
3) Air tawar dingin dan untuk kapal dengan
penumpang bertempat tidur, harus tersedia
air tawar panas atau alat untuk
memanaskan air di tempat cuci tangan.
4) Tempat pancuran dan wastafel harus
mempunyai ukuran yang cukup dan terbuat
dari bahan permukaannya halus, tidak
mudah retak, mengelupas atau berkarat.
5) Semua ruang wc harus
ventilasi ke udara terbuka
mempunyai
6) Perlengkapan sanitasi yang ditempatkan di
ruang wc harus dilengkapi air pembilas
yang cukup, tersedia setiap saat dan dapat
dikontrol secara independen.
f) Akomodasi
sanitar
persyaratan berikut :
harus
memenuhi
1) Lantai harus dari bahan yang mudah
dibersihkan, kedap kelembaban dan harus
dikeringkan dengan baik
2) Sekat harus kedap air sampai dengan
sekurang-kurangnya 200 mm diatas
ketinggian lapisan geladak
II - 65
3) Ruang wc harus tidak berhubungan
langsung
dengan
ruangan
tempat
menyimpan dan menyiapkan makanan atau
ruang makan
4) Ruang wc harus ditempatkan secara baik
namun terpisah dari ruang tidur dan sejauh
memungkinkan terpisah dari kamar mandi.
Apabila ada lebih dari 1 wc didalam suatu
kompartemen, harus diberi tabir yang
memadai untuk menjamin privasi
f.
Ruang Akomodasi dan Perbekalan untuk Awak Kapal
dan penumpang dalam Pasal 78 Nomor 51 Tahun 2002
Tentang Perkapalan, disebutkan bahwa:
1) Di kapal harus tersedia ruangan yang dapat digunakan
untuk akomodasi awak kapal, termasuk taruna, yang
dipisahkan oleh sekat-sekat dari ruangan lainnya sesuai
dengan persyaratan.
2) Ruang akomodasi tidak boleh berhubungan langsung
dengan ruang mesin dan ruang ketel.
3) Jalan masuk keruang akomodasi dan keruang kerja
anak buah kapal bagian mesin, harus mudah dicapai
dari luar ruang mesin dan ruang ketel.
4) Di ruang akomodasi harus terdapat perlengkapan
akomodasi awak kapal dan ventilasi udara yang cukup
serta terpisah dari ventilasi udara untuk ruang mesin
untuk ruang mesin dan ruang muatan.
5) Di setiap kapal harus tersedia kamar kecil dan kamar
mandi serta dapur bagi awak kapal sesuai dengan
persyaratan.
6) Terhadap kapal–kapal tertentu
pengecualian dari ketentuan ini.
dapat
diberikan
g. Sedangkan dalam Pasal 79 Nomor 51 Tahun 2002
Tentang Perkapalan, disebutkan bahwa:
1) Ruang penumpang harus dipisahkan dengan sekat dari
kamar awak kapal, ruang muatan dan ruang lainnya.
2) Ruang penumpang harus memenuhi persyaratan tingkat
kebisingan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) Ruang penumpang harus dilengkapi ventilasi dan
penerangan yang cukup.
II - 66
4) Ruang penumpang tidak boleh berhubungan langsung
dengan ruang mesin dan ruang ketel.
5) Ruang penumpang harus aman terhadap hujan, angin
dan panas matahari.
6) Geladak terendah yang boleh digunakan sebagai
geladak penumpang adalah geladak teratas yang
terletak dibawah garis air,dengan ketentuan geladak
dimaksud harus mendapatkan ventilasi,penerangan dan
tingkap sisi yang cukup.
7) Dikapal harus tersedia
penumpang yang cukup.
perlengkapan
akomodasi
8) Untuk setiap penumpang geladak harus tersedia
ruangan degan luas geladak sekurang-kurangnya 1,12
m2 ditambah dengan 0,37 m2 luas geladak untuk ruang
peranginan.
9) Untuk setiap penumpang kamar harus tersedia ruangan
sekurang-kurangnya 3,10 m3, ditambah dengan 0,37
m2 luas geladak untuk ruang peranginan.
10) Di kapal berdasarkan daerah pelayarannya, harus
tersedia perbekalan yang cukup bagi penumpang.
11) Di kapal harus tersedia kamar kecil dan kamar mandi
serta dapur untuk penumpang sesuai dengan
persyaratan.
h. Sedangkan akomodasi untuk ruang penumpang yang
diatur dalam NCVS 2009 adalah sebagai berikut:
1) Ruang Akomondasi
Ruang umum, koridor, toilet, kabin, rumah sakit,
bioskop, ruang permainan dan hobi, tempat pangkas
rambut, dapur yang tidak terdapat peralatan masak,
dan tempat-tempat sejenis lainnya.
2) Ruang Penumpang
a) Ruangan dibawah garis margin yang digunakan
untuk akomodasi dan digunakan untuk
penumpang selain dari ruangan layanan.
b) Termasuk ruangan yang disediakan dibawah garis
margin untuk akomodasi dan yang digunakan
awak kapal.
3) Ruang Akomodasi Terbuka
II - 67
a) Akomodasi untuk jumlah penumpang yang sesuai
dengan sub devisi dari kapal sebagaimana
ditentukan. Dalam keadaan apapun luasan yang
disediakan tidak boleh kurang dari 0,85 meter
persegi per penumpang
b) Untuk kapal kelas 1A, kelas 1B dan kelas 1C
adalah jumlah penumpang yang dapat dimuat
pada area bebas digeladak dengan luasan tidak
kurang dari 0,85 meter persegi per penumpang
c) Untuk kelas 1D dan kelas1E, jumlah penumpang
yang dapat dimuat pada ruang bebas di geladak
dengan luasan tidak kurang dari 0,55 meter
persegi per penumpang di geladak utama dan 0,85
meter persegi per penumpang untuk ruangan
selain yang terletak di geladak utama
d) Pada kelas 1E, otoritas yang berwenang boleh
mengijinkan pengurangan menjadi 0,4 meter
persegi untuk tiap penumpang pada ruang bebas
di geladak utama.
4) Ruang Akomodasi Tertutup
a) Jumlah penumpang yang diijinkan di kabin dan
kompartemen yang dilengkapi dengan tempat
tidur tetap atau sofa yang dapat digunakan
sebagai tempat tidur harus ditentukan oleh
jumlah tempat tidur, dengan catatan harus
tersedia setidak-tidaknya 1 meter persegi untuk
bergerak bebas, untuk setiap penumpang.
b) Tempat tidur harus :
(1) Tidak boleh lebih dari dua tingkat dan
terpisah secara vertikal tidak kurang dari 650
mm
(2) Memiliki panjang minimum 1,9 meter dan
lebar minimum 600 mm dan
(3) Dibuat dan diatur sedemikian rupa untuk
mudah keluar dan masuk
(4) Tinggi ruangan kabin dan lounge harus tidak
boleh kurang dari 1,9 meter, dengan catatan
hal ini boleh berkurang disisi ruangan untuk
persiapan camber, saluran peranginan atau
perpipaan.
II - 68
(5) Jalan laluan yang menuju pintu keluar harus
memiliki tinggi bersih, tidak kurang dari 1,9
meter dan lebar bersih 750 mm.
7.
Penerangan Kapal Penumpang
a. Penginstalasian
1) Jenis lampu yang dipasang disesuaikan tempatnya (biasa,
kedap air, kedap ledak, dan sebagainya)
2) Penempatannya
harus
sedemikian
hingga
terlindung/terbebas dari bahaya mekanis, tetes/cipratan air
dll.
3) Untuk tempat tertentu yang dikategorikan penting (dari segi
keselamatan/safety) diusahakan untuk disuplai lewat 2
(dua) rangkaian terpisah, seperti ;
a) Kamar mesin & kamar kendali (control)
b) Dapur besar
c) Gang
d) Tangga ke geladak sekoci
e) Ruang duduk & makan untuk penumpang dan awak
kapal Setidak-tidaknya (misal karena kapal kecil)
saluran/rangkaian kedua disuplai lewat sumber darurat.
f) Socket hanya boleh ditempatkan pada lokasi yang
benar-benar aman/terlindung dari bahaya mekanis
(tidak boleh di ruang palka), juga tidak boleh
ditempatkan pada lokasi dengan tingkat bahaya tinggi,
seperti ruang boiler, underfloor machinery, dekat fuel
oil (FO), lub. oil (LO), separator dan sebagainya.
b. Komponen
1) Seluruh bagian perangkat
pemakaian di kapal
penerangan
dari jenis
2) Pemilihan berdasar kebutuhan (tergantung tempat &
kondisi sekitar)
c. Lampu Darurat
Untuk waktu selama 36 jam, lampu darurat harus dapat
memenuhi:
1) lampu penerangan darurat harus tersedia dan berfungsi
pada setiap lokasi berkumpul dan lokasi evakuasi pada
saat terjadi bahaya pada kapal;
II - 69
2) Pada seluruh tempat pelayanan, seperti: ruang
akomodasi, gang, tangga dan pintu darurat untuk
mencapai tempat berkumpul atau embarkasi;
3) Ruang mesin utama dan mesin bantu termasuk ruang
untuk generator dan ruang kendali pada ruang mesin;
4) Pada seluruh tempat kendali permesinan dan setiap
swicthboard panel darurat;
5) Pada semuatempat untuk penyimpananpakaianpemadam
kebakaran;
6) Pada ruang gigi kemudi, dan;
7) Pada ruang pompa kebakaran, pompa sprinkler dan
pompa darurat lambung kapal.
8.
Tangga Kapal Penumpang
Tangga tapak dan panjat harus disediakan dengan ukuran dan
jumlah yang cukup di kapal untuk memberikan kesiapan akses
dari satu geladak ke geladak lainnya, dan secara khusus ke
geladak embarkasi sekoci dan atau rakit penolong. Apabila
jarak dari bagian atas ambang ke langit-langit di ruangan mana
saja diperlukan akses untuk pengoperasian kapal melebihi 1,2
meter, dan harus disediakan tangga panjat. Tangga tapak dan
tangga panjat harus diposisikan dan diatur secara efektif untuk
menghindari terjadinya kerumunan pada bagian-bagian kapal.
a. Tangga tapak yang dibuat harus dipasang untuk
memberikan akses langsung ke geladak atau
kompartemen yang memuat penumpang lebih dari 12
orang. Dimana tangga tapak harus :
1) Memiliki lebar, diukur antara bagian dalam pegangan
tangan atau pagar yang diperoleh dari tabel 2.16 berikut
:
Tabel 2.16 Lebar Minimum Tangga Tapak
Jumlah penumpang yang dapat
ditampung dalam kompartemen
Melebihi
Tidak Melebihi
Lebar minimum
(mm)
12
600
12
25
650
25
100
750
II - 70
Sumber:
100
125
1000
125
150
1250
150
175
1500
175
200
1750
Non Convention Vessel Standard (NCVS) Indonesian Flagged
Catatan :
Apabila jumlah penumpang dalam setiap
kompertemen melebihi 200 orang maka lebar
minimum tangga tapak harus 1750 mm ditambah
25 mm untuk setiap kelebihan sampai 25
penumpang.
2) Dilengkapi dengan pegangan tangan dengan tinggi
vertikal tidak kurang dari 859 mm diatas tapak, dan
dipasang sedemikian rupa sehingga tidak ada rintangan
pada atau diatas pegangan yang akan memutus
genggaman. Dengan catatan dalam hal tangga tapak
mempunyai langkah atau tingkatan yang tingginya
tidak melebihi 1 meter, pegangan tangan boleh
dihilangkan dengan catatan dipasang pegangan lain
yang sesuai
3) Dilengkapi dengan pegangan pemisah dibagian tengah
tangga apabila lebar tangga 1500 mm atau lebih
4) Memiliki tinggi bersih diatas permukaan tapak tidak
kurang dari 1,9 meter.
5) Memiliki kenaikan anak tangga yang tidak kurang dari
200 mm dan tidak melebihi 225 mm.
6) Memiliki lebar pijakan tidak kurang dari 150 mm.
7) Memiliki sudut terhadap bidang vertikal tidak kurang
dari 450 untuk jumlah penumpang melebihi 200 dan 370
apabila jumlahnya 200 atau kurang.
8) Pada kapal pelayaran samudra, sejauh memungkinkan,
arah tangga harus condong kedepan atau kebelakang
dan tidak boleh melintang kapal.
9) Mendapat penerangan yang cukup siang dan malam.
10) Memiliki permukaan anti slip pada pijakan
II - 71
b. Tangga panjat dibuat boleh dipasang untuk
memberikan akses langsung ke geladak atau
kompartemen yang memuat 12 penumpang atau
kurang. Tangga panjat jika diijinkan dipasang harus
memenuhi :
1) Memiliki lebar yang diukur dari bagian dalam rel
pegangan tangan atau perintang tidak boleh kurang dari
600 mm
2) Dilengkapi dengan sarana untuk pegangan yang sesuai
3) Memiliki tinggi undakan tidak kurang dari 200 mm dan
tidak lebih dari 250 mm
4) Memiliki lebar pijakan tidak kurang dari 100 mm
5) Memiliki sudut terhadap bidang vertikal tidak kurang
dari 220.
6) Pada kapal pelayaran samudra, sejauh memungkinkan,
arah tangga harus condong ke depan atau ke belakang
dan tidak boleh melintang kapal.
7) Mendapat penerangan yang cukup siang dan malam
8) Memiliki permukaan anti slip pada pijakan.
c. Tangga Akomodasi
Setiap tangga akomodasi atau tangga kapal harus :
1) Minimal mempunyai lebar 55 cm dan
2) Dilengkapi dengan tiang penyangga dan teralis yang
rapi, rantau atau pagar pada kedua sisi.
3) Jarak antara tiang penyangga tidak boleh lebih dari 4
meter dan dipasang secara baik untuk menghindari
pergeseran
4) Pagar harus mempunyai tinggi tidak kurang dari 1
meter, dengan teralis atau rantai antara pada tinggi
kurang dari 50 cm
5) Tangga akomodasi atau tangga kapal harus dibuat
sederhana sehingga perubahan terhadap sarat kapal
atau tinggi diatas dermaga dapat disesuaikan dengan
mudah
6) Jika memungkinkan, tangga akomodasi harus
mempunyai platform atas yang mempunyai kili-kili,
alur anti slip dan dilengkapi roda atau pada bagian
bawahnya
II - 72
7) Setiap penyesuaian yang diperlukan disebabkan
perubahan ketinggian lambung kapal tidak boleh
menjadikan alur atau pijakan tangga menjadi miring
sehingga kehilangan kemampuan menahan pijakan
dengan mantap.
8) Papan penahan belakang (duckboard) harus dipasang
untuk memberikan injakan kaki yang aman pada
kemiringan dengan sudut kecil
9) Jarak antara puncak tangga kapal atau tangga dan kapal
harus dilindungi pada tiap sisinya dengan terali, rantai
kencang atau perlengkapan lain yang sesuai, dengan
rantai antara pada ketinggian yang sesuai dengan
pegangan dan perlindungan antara dari tangga kapal
10) Jika ujung atas bersandar pada atau sama rata dengan
puncak terali atau kubu, harus disediakan pijakan
tangga yang kokoh dan dipasang secara baik dan
dilengkapi dengan terali yang cukup untuk menjamin
keselamatan orang untuk menuju ke dan dari tangga
kapal tersebut.
11) Jika memungkinkan, tangga akomodasi tidak boleh
digunakan dengan sudut yang lebih besar dari 55o
terhadap horisontal.
12) Jika bagian bawah tanggal kapal dipasangi roda, tangga
tersebut harus dilengkapi atau dilindungi sedemikian
sehingga dapat mencegah terperangkapnya kaki
pengguna dan tangga tersebut harus diletakan pada
posisi yang tidak membatasi gerak bebas roda tersebut.
13) Tangga kapal tidak boleh diturunkan diantara daratan
dengan kapal sedemikian sehingga kapal tersebut
mungkin hancur atau rusak karena benturan kapal.
14) Pemeliharaan harus dilakukan dengan hati-hati untuk
mendeteksi retakan, karat atau korosi pada tangga
kapal
15) Setiap kerusakan yang dapat menyebabkan bahaya
harus diperbaiki sebelum kembali digunakan.
d. Tangga Portabel
1) Tangga portabel tidak boleh digunakan untuk naik ke
kapal kecuali cara lain yang lebih aman tidak
memungkinkan.
II - 73
2) Tangga portabel harus dibuat dengan baik, cukup kuat
dan dirawat dengan baik.
3) Ketika tangga digunakan :
a) Bagian atasnya harus dinaikkan setidaknya 1 meter
diatas tempat pendaratan.
b) Setiap penyangganya harus bersandar pada dasar
yag kuat dan mendatar
c) Tangga harus diamankan sehingga tidak tergelincir,
jatuh atau bergeser kesamping
4) Tangga harus digunakan pada sudut 600 dan 750 dari
horisontal.
e. Tangga Pandu
Persyaratan untuk tangga pandu dan kerekan mekanis
pengangkat tangga pandu sesuai dengan SOLAS, 1974,
koda dan amandemennya
9.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan bagi Kapal Penumpang
yang Berlayar Lebih dari 8 Jam
a. Umum
Pembangunan kapal modern memerlukan kemampuan
teknik yang cukup baik serta teknologi canggih. Hasilnya
adalah kapal dengan desain dievaluasi secara menyeluruh
yang akhirnya digunakan untuk kegiatan transportasi.
Sebuah kapal harus menahan beban yang dirancang untuk
membawa muatan dan pada saat yang sama menjadi
fungsional dan estetika.
Dalam sebuah kapal adalah dalam operasinya terdapat
masyarakat tertutup, yang terdiri dari awak kapal dan
penumpang untuk jangka waktu. Sedangkan sarana yang
terdapat di kapal termasuk akomodasi tidur,toilet, tempat
istirahat, dapur dan ruang makan serta wilayah kerja. Selain
itu, kapal modern memiliki gimnasium, televisi, komputer
dengan koneksi satelit dan fasilitas lainnya.
Dalam masyarakat tertutup, seperti di kapal dalam
pelayarannya memerlukan layanan 24 jam medis yang
harus berfungsi dengan baik.Konvensi dan peraturan
diratifikasi oleh negara bendera harus diikuti, pelaut dan
pemilik kapal bertanggung jawab harus berusaha sekuatkuatnya untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan atau
fatal kecelakaan dan penyakit. Fasilitas kesehatan di kapal,
obat-obatan dan peralatan, fasilitas medis terdiri dari:
II - 74
1)
Sebuah unit medis dengan obat-obatan dan peralatan
medis
2)
Sebuah ruang perawatan untuk orang sakit dan terluka.
Kamar ini harus dilengkapi dan dilengkapi untuk
tujuan tersebut.
3)
Satu atau lebih paramedis bertanggung jawab untuk
pertolongan pertama medis dan perawatan medis, dan
selanjutnya bekerja sama dengan dokter di darat.
Hubungan tersebut seperti hubungan antara paramedis
ambulans dan dokter medis di rumah sakit.
4)
Peralatan komunikasi modern untuk bertukar informasi
tentang pasien dalam hal saran/ tindakan medis yang
dilakukan untuk pengobatan.
5)
Informasi tata letak konstruksi/ lay-out ruangan di
kapal diperlukan dalam mengambil satu tindakan
medis dan pemeliharaan ruang kesehatan tersebut. Ini
harus mencakup persediaan peralatan medis dan obatobatan dan spesifikasi kompetensi yang diperlukan
dari paramedis yang bertanggung jawab.
6)
Prosedur harus dirinci untuk setiap kapal, dengan
posisi orang yang bertanggung jawab, petunjuk rinci
yang relevan untuk kapal dalam keadaan darurat,
prosedur pelatihan. Analisa risiko di atas kapal harus
dijelaskan dalam prosedur yang terkait dengan ini.
b. Daerah Pelayaran
Sesuai dengan Pasal 8 PP No. 51 Tahun 2002 tentang
Perkapalan, disebutkan bahwa berdasarkan kondisi
geografis dan meteorologi ditetapkan daerah pelayaran
dengan urutan sebagai berikut :
1) Derah Pelayaran Semua Lautan;
Daerah Pelayaran Semua Lautan adalah Pelayaran untuk
semua laut di dunia.
2) Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia;
Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia adalah daerah
pelayaran yang meliputi daerah yang dibatasi oleh garisgaris yang ditarik dari titik Lintang 100 00’ 00’’ Utara di
Pantai Barat Malaysia, sepanjang pantai Malaysia,
Singapura,Thailand, Kamboja,dan Vietnam Selatan di
Tanjung Tiwan dan garis-garis yang ditarik antara
Tanjung Tiwan dengan Tanjung Baturampon di
II - 75
Philipina, sepanjang pantai selatan Philipina sampai
Tanjung San Augustin ke titik Lintang 000 00’00’’dan
bujur140000’00’’ Timur ditarik ke selatan hingga ketitik
090 10’00’’Selatan dan bujur1410 00’ 00’’Timur, ke titik
Lintang 100 11’ 00’’Selatan dan Bujur 1210
00’00’’Timur, ke titik Lintang 090 30’00’’Selatan dan
Bujur 1050 00’00’’Timur ke titik Lintang 020
00’00’’Utara dan Bujur 094000’00’’sampai dengan titik
Lintang 100 00’00’’Utara di Pantai Barat Malaysia atau
Near Coastal voyage.
3) Daerah Pelayaran Lokal;
Daerah Pelayaran Lokal adalah daerah pelayaran yang
meliputi jarak dengan radius 500 (lima ratus) mil laut
dari suatu pelabuhan tertunjuk. Jarak ini diukur anatara
titik –titik terdekat batas-batas perairan pelabuhan
sampai tempat labuh yang lazim. Jika pelabuhan
tertunjuk dimaksud terletak pada sungai atau perairan
wajib pandu,maka jarak itu diukur dari atau sampai
awak pelampung terluar atau sampai muara sungai atau
batas luar dari perairan wajib pandu.
4) Daerah Pelayaran Terbatas
Daerah pelayaran Terbatas adalah daerah pelayaran
yang meliputi jarak dengan radius 100 (seratus) mil laut
dari suatu pelabuhan tertunjuk, jarak ini diukur antara
titik-titik terdekat batas-batas perairan pelabuhan sampai
tempat labuh yang lazim. Jika pelabuhan tertunjuk
dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib
pandu, maka jarak itu diukur dari atau sampai awak
pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas
luar dari perairan wajib pandu.
5) Daerah Pelayaran Pelabuhan; dan
Daerah Pelayaran Pelabuhan adalah perairan didalam
daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan.
6) Daerah Pelayaran Perairan Daratan.
Daerah Pelayaran Perairan Daratan adalah perairan
sungai, danau, waduk,kanal dan terusan.
II - 76
c. Dalam Pasal 80 Nomor 51 Tahun 2002 Tentang
Perkapalan, diatur tentang tenaga medis di kapal
dalam pelayarannya, seperti:
1) Di kapal penumpang sesuai dengan ukuran dan daerah
pelayarannya harus tersedia seorang dokter dibantu oleh
juru rawat, kamar perawatan dan perlengkapannya serta
obat-obatan yang memenuhi syarat.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
perlengkapan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
d. Fasilitas Kesehatan di Kapal
Sebuah unitmedis denganobat-obatan danperalatan medis,
adalah sebagai berikut:
1) Sebuah ruang perawatan untuk orang sakit dan
terluka.Kamar ini harus dilengkapi untuk tujuan
tersebut.
2) Satu atau lebih paramedis yang bertanggung jawab
untuk pertolongan pertama medis dan perawatan medis.
3) peralatan komunikasi modern untuk bertukar informasi
pasien dan saran pengobatan dengan rumah sakit atau
institusi medis di darat .
4) Satu set peraturan, rekomendasi, prosedur, operasi dan
pemeliharaan ruang kesehatan.Ini harus mencakup
persediaan peralatan medis dan obat-obatan dan
spesifikasi
kompetensi
yang
diperlukan
dari
bertanggung jawab medis.
5) Prosedur untuk setiap kapal, mengenai posisi orang yang
bertanggung jawab, petunjuk rinci yang relevan kapal
dalam keadaan darurat, prosedur pelatihan dan analisis
risiko di atas kapal harus dijelaskan dan prosedur yang
terkait dengan ini.
6) Sebuah buku log untuk mencatat semua kasus dan
pengobatan yang diberikan di kapal.
e. Pertimbangan Fasilitas Kesehatan
Pemilihan atau pembangunan fasilitas kesehatan adalah
dimulai ketika kapal didesain dalam tahap awal.
Pertimbangan
skenario
seperti
ini
terutama
direkomendasikan untuk mengoptimalkan desain, melalui
gambar dan dilengkapi daftar peralatan yang diperlukan
dalam fasilitas kesehatan tersebut. Menggunakan
II - 77
pengalaman dari jenis kapal yang sama dan tata letak dari
fasilitas kesehatan tersebut juga dapat berguna dan
memudahkan proses desain. Logistik terkait dengan orang
terluka dan sakit dapat menjadi kompleks, dan memerlukan
pertimbangan dalam tata letak yang akan mengurangi atau
menghindari masalah serius di kemudian.
f. Lokasi Fasilitas Kesehatan
Elemen-elemen berikut harus dipertimbangkan ketika
sebuah fasilitas kesehatan di kapal di rancang:
1) Kemampuan untuk membawa orang yang terluka di
tandu dari tempat kecelakaan yang paling mungkin
terjadi ke fasilitas kesehatan. Perhatian khusus harus
diberikan pada:
a) Sudut antara koridor dan pintu. Seluruh tandu yang
berada di atas kapal harus mudah dipindahkan
melalui ke / dari kabin dalam posisi horizontal.
Gambar 2.11 Tata Letak Kamar di Kapal
b) Jarak dari fasiitas kesehatan dengan tempat
pemindahan pasien keluar dari kapal. Apabila ada
sarana lift, maka tandu dapat dibawa dalam posisi
horisontal, untuk mencapai lokasi pemindahan atau
helipad tersebut.
c) Jika tidak menggunakan sarana lift dan menggunakan
tangga, maka harus diperhitungkan kemiringan dari
tangga agar proses evakuasi menjadi mudah.
II - 78
2) Ruang perawatan harus memiliki lemari terpisah,
sebaiknya dapat diakses dari kedua sisi. Juga harus ada
fasilitas cuci yang tepat. Untuk kapal penangkap ikan,
kebutuhannya adalah sebuah kamar mandi yang
berdampingan dengan bak mandi. Untuk berbagai jenis
luka (kebakaran, tumpahan bahan kimia dan lainnya)
penggunaan air adalah bagian penting dari pengobatan.
3) Ruang perawatan tersebut Itu harus dilengkapi dengan
pengatur suhu/ air conditioner, sehingga tingkat
kenyamanan dapat terpenuhi.
4) Harus ada sebuah kamar/ kabin terdekat untuk
menampung pasien yang memerlukan perawatan jangka
panjang. Kabin ini dapat berfungsi sebagai akomodasi
tidur hingga untuk keperluan darurat.
5) Harus memungkinkan untuk mengubah ruang tidur di
dekatnya menjadi fasilitas ruang isolasi.
6) Ruang perawatan harus memiliki minimal dua sumber
daya listrik keadaan darurat. Catu daya tersebut cukup
untuk mengoperasikan semua peralatan medis termasuk
lampu operasi.
g. Ukuran dan Bentuk Fasilitas Kesehatan
1) Ruang yang cukup untuk menciptakan lingkungan kerja
yang baik adalah dengan ukuran seluas 6 meter persegi.
2) Ruang fasilitas kesehatan tersebut dan diperlengkapi
dengan peralatan yang sesuai dengan kebutuhan, namun
petugas medis harus dapat menjangkau pasien atau
peralatan tanpa harus melangkah, seperti: pasien, obatobatan, Peralatan medis yang diperlukan, Telepon /
intercom, tombol lampu dan lainnya.
3) Memastikan bahwa keempat sisi dari tempat tidur
perawatan mudah untuk dilalui oleh petugas kesehatan
untuk memudahkan pemeriksaan pasien.
4) untuk ruang perawatan sebaiknya berdekatan atau
menggunakan kamar untuk perawatan lebih lanjut jika
diperlukan.
5) Lampu di atas meja periksa atau pengobatan harus
memiliki minimal 750 lux, dan meja petugas medis
setidaknya 300 lux. Dianjurkan untuk memiliki lampu
operasi dengan lensa.
II - 79
6) Dalam kasus luka bakar dan tumpahan bahan kimia, dari
sudut pandang medis untuk dapat membilas pasien
dengan air di meja pemeriksaan atau pengobatan. Hal ini
memerlukan penutup lantai yang tahan air dan saluran
pembuangan air di lantai.
Gambar 2.12 Perlengkapan Ruang Perawatan
Ruang perawatan memerlukan perlengkapan yang sesuai
untuk kondisi di laut. Beberapa hal harus dipertimbangkan,
seperti:
a) Lemari untuk menyimpan obat dan peralatan lainnya
harus memiliki keamanan yang memadai. Lemari
sebaiknya menggunakan laci bukan tipe rak untuk
penyimpanan obat-obatan, karena hal ini lebih jelas
dalam penggunaan sehingga lebih efektif. Hal tersebut
juga mempermudah kontrol dan isi ulang.
b) Ruang perawatan harus memuat:
(1) Sebuah tempat tidur rumah sakit dengan tipe roda
dan rem.
(2) Lemari dengan laci cocok untuk menyimpan obat
obatan di kapal
(3) Meja kantor
(4) Kursi
(5) Nakas
(6) Meja periksa atau pengobatan dengan roda.
(7) Buku rak untuk literatur medis
(8) Lemari loker untuk pakaian tidur, handuk, pakaian
medis dll
II - 80
(9) Loudspeaker telepon atau headset (panggilan
nomor yang sama dengan fasilitas medis cadangan)
(10) Alat komunikasi
c) Penggunaan label obat atau untuk peralatan lainnya
sehingga memudahkan pencarian atau pengambilan.
d) Harus ada ruang yang cukup di sekitar keempat sisi
tempat tidur pemeriksaan atau pengobatan untuk petugas
medis bekerja.
e) Sebuah botol oksigen harus disimpan di dekat tempat
tidur. Oksigen harus dipasang dan siap untuk digunakan
dengan semua tabung dan perangkat hisap yang dapat
diajangkau dengan mudah oleh pasien. Botol cadangan
oksigen juga disiapkan pada ruang perawatan.
Pemasangan unit konsentrasi oksigen adalah sebuah
alternatif yang layak untuk dipertimbangkan
f) Pintu ke rumah sakit harus dapat dilihat secara jelas dan
diberi label.
g) Apabila diperlukan untuk mengisolasi pasien yang
menderita penyakit menular. Persyaratan ruang isolasi
adalah:
(1) Jika tidak ada ruang isolasi permanen, minimal
harus ada rencana tertulis pemakaian ruang yang
digunakan untuk kebutuhan tersebut.
(2) Ruangan harus diberi label yang jelas ketika
sedang digunakan sebagai bangsal isolasi.
(3) Ketika memasuki ruangan, harus ada ruang untuk
mengenakan / melepas pakaian steril pada masuk /
keluar, untuk menghindari penyakit menular ke
seluruh kapal.
(4) Kabin harus memiliki akses langsung ke kamar
mandi yang terpisah termasuk toilet dan wastafel.
(5) Ukuran kabin dan fasilitas kebersihan yang
menghubungkan harus tepat. Fasilitas ini akan
berhubungan dengan ukuran kru, sesuai dengan
peraturan. Penting untuk memperhatikan fakta
jelas, bahwa pasien dengan ukuran yang sama,
independen dari kapal dan ukuran awak. Akibatnya
ukuran fasilitas akan tergantung pada berapa
banyak pasien yang akan menerima perawatan
II - 81
pada saat yang sama, mengingat setiap pasien
mendapat ruang yang cukup.
(6) Untuk memudahkan membersihkan fasilitas agar
tetap
bersih.
Dinding
atau
permukaan
menggunakan bahan yang mudah dibersihkan.
(7) Penutup lantai harus mudah untuk di bersihkan
namun tidak licin.
(8) Pisahkan alat makan, piring dan hidangan harus
disediakan. Mereka juga harus dicuci secara
terpisah dari hidangan lainnya. Mungkin layak
untuk menggunakan alat makan sekali pakai.
(9) Alas tempat tidur dan handuk terpisah untuk pasien
yang terisolasi harus disediakan. Masalah lain yang
paling kritis adalah ventilasi dan kemungkinan
untuk membuat zona di-antara.
h) Perlengkapan dan peralatan harus sedemikian dibuat
sehingga memenuhi persyaratan untuk kapal jenis
tertentu dapat dipenuhi.
g. Cadangan Fasilitas Kesehatan Darurat
Kemungkinan bahwa fasilitas kesehatan yang terdapat di
kapal rusak, atau tidak bisa diakses karena kebakaran atau
alasan lain. Pada tahap desain dan pelaksanaan, harus
fasilitas medis darurat (fasilitas medis sekunder) di lokasi
yang terpisah dengan fasilitas medis utama.
Sebuah ruang yang biasanya digunakan untuk tujuan lain,
untuk dapat digunakan atau dirubah menjadi fasilitas medis
darurat. Faktor-faktor berikut ini harus dipertimbangkan,
seperti:
1) Area ruangan yang memadai
2) Jarak yang cukup dekat untuk mengangkat korban ke
tempat pemindahan korban untuk penanganan
selanjunya di darat.
3) Ruang yang cukup untuk pasien berbaring di tandu
secara horisontal
4) Pencahayaan yang cukup, sumber daya darurat yang
memadai untuk peralatan medis.
5) Tempat untuk mencuci tangan dan air bersih
6) Loudspeaker telepon atau headset
7) Alat komunikasi nirkabel
II - 82
8) Tempat penyimpanan seluruh peralatan yang digunakan
dengan aman dan mudah diakses.
i. Kapal Tanpa Fasilitas Kesehatan Khusus
Kapal dengan awak kurang dari 15 orang dan kurang dari
500 ton, tidak ada persyaratan untuk penyediaan fasilitas
medis khusus. Namun demikian, yang diperlukan untuk
dapat menampung dan mengobati orang yang terluka dan
sakit. Setidaknya satu kamar atau kabin harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) Harus memungkinkan untuk mengangkut orang di tandu
dari lokasi kecelakaan ke dalam kabin dan tempat tidur
itu. Ini harus memungkinkan untuk orang dengan cedera
kepala, leher dan punggung tanpa risiko cedera lebih
lanjut kepada pasien.
2) Harus ada kamar yang terhubung atau tidak jauh
lokasinya dari kamar mandi. Kamar mandi ini tidak
digunakan berbagi dengan orang lain selama periode
penyakit. Kabin ini harus diidentifikasi dalam prosedur
medis. Jika kecelakaan terjadi, perubahan kabin harus
dilaksanakan untuk mengakomodasi orang yang terluka
di kabin yang telah ditentukan.
j. Peralatan medis dan obat-obatan
Peralatan medis dan obat-obatan yang harus dilakukan di
atas kapal harus disimpan dengan baik. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam tahap desain kapal terkait dengan
peralatan medis dan obat-obatan. Peralatan tersebut dapat
dibagi dalam kelompok berikut:
1) Kelompok 1: Peralatan resusitasi
2) Kelompok 2: Pakaian
3) Kelompok 3: Instrumen kesehatan
4) Kelompok 4: Peralatan pemantauan dan pemeriksaan
5) Kelompok 5: Peralatan untuk injeksi, tusuk perfusi, dan
kateterisasi
6) Kelompok 6: Peralatan medis umum
7) Kelompok 7: Peralatan untuk imobilisasi fraktur
8) Kelompok 8: Disinfections, disinsectization dan
profilaksis
9) Kelompok 9: Panduan medis kapal.
II - 83
10) Kelompok 10: lain-lain
k. Manajemen Peralatan
Peralatan harus disimpan dan terpasang dengan baik
untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Peralatan darurat untuk menyelamatkan nyawa harus
dipasang dan selalu siap untuk digunakan, seperti:
tabung oksigen dan perlengkapannya.
2) Botol oksigen cadangan harus siap pakai dan disimpan
secara terbuka. Adalah penting bahwa botol dijamin
aman untuk pemakaian dilaut lepas.
3) Peralatan untuk prosedur tertentu harus dikemas dalam
unit terpisah dan selalu siap untuk digunakan.
4) Unit-unit harus diisi ulang segera setelah digunakan.
l. Sistem pemeliharaan dan kontrol
Kapal harus memiliki daftar yang sistematis dan lengkap
dari peralatan diatas kapal, lokasi penempatan dan
penggunaannya sesuai dengan persyaratan sebagai
berikut:
1) Peralatan dengan tanggal kadaluwarsa harus diganti,
dimana pemantauan tanggal penggantian harus selalu
dilakukan pemutakhiran informasi.
2) Penggunaan Peralatan harus dijelaskan dengan rinci
dalam buku manual yang harus selalu tersedia.
3) Untuk peralatan yang jarang digunakan perlu
ditambahkan gambar untuk memudahkan mengenali
peralatan tersebut.
4) Pnyediaan literatur atau instruksi multimedia untuk
tujuan pelatihan.
5) Sistem pemeliharaan dapat berupa berbasis manual
atau elektronik, tetapi harus fleksibel dan mudah
digunakan.
6) Harus ditulis tata cara pemeliharaan dan kontrol dari
peralatan kesehatan
II - 84
Gambar 2.13 Penyimpanan Obat-obatan
Pasokan obat harus sesuai dengan Rekomendasi ILO
R105. Beberapa hal yang perlu menjadi bahan
pertmbangan untuk penyimpanan obat adalah sebagai
berikut:
1) Beberapa obat harus disimpan dingin di lemari es,
seperti, obat tetes mata dexamethazone, Adrenalin /
epinefrin untuk injeksi, tetes mata Chloramfenicol,
vaksin Tetanus, supositoria metoclopramid, supositoria
lain dan semua jenis salep.
2) Resep kelompok A (narkotika) dan kelompok B (obat
penenang, obat tidur dll) harus sesuai dengan undangundang Republik Indonesia, dan disimpan di lemari
terkunci terpisah, sebaiknya dalam lemari terkunci
untuk obat-obatan.
3) Obat-obatan yang tersisa harus dipilah ke dalam
kelompok diberi label dengan jelas sebagai berikut:
a) Kelompok 1:Obat Kardiovaskular
b) Kelompok 2:Obat yang digunakan untuk gangguan
lambung
c) Kelompok 3:Analgesik dan antispasmodic
d) Kelompok 4:Obat-obatan digunakan untuk
gangguan sistem saraf
e) Kelompok 5:Anti-allergics dan anti-anaphylactics
f) Kelompok 6:Obat digunakan untuk kondisi sistem
pernapasan
g) Kelompok 7: Obat Anti-infeksi
II - 85
h) Kelompok 8:Obat Senyawa mempromosikan
rehidrasi,asupan kalori
i) Kelompok 9:Obat untuk penggunaan luar
4) Pencatatan tentang penggunaan obat harus dilakukan
secara sistematis, termasuk:waktu, nama pasien,nama
dokter, persediaan sebelum dan setelah penggunaan,
dan tanda tangan dari pihak yang bertanggung jawab.
5) Harus ada sistem kontrol untuk fasilitas penyimpanan
obat, baik untuk obat dengan kategori A dan obat
B,termasuk jumlah dari obat tersebut.
6) Semua pengobatan pasien dengan obat-obatan harus
login jurnal pasien.
m. Pemeliharaan dan kontrol
Peralatan kesehatan dan obat-obatan harus dilakukan
pemeliharaan rutin dan prosedur kontrol pemeriksaan
terhadap peralatan dan obat-obatan. Prosedur tertulis
harus menjadi bagian dari sistem Healty Safety and
Environment (HSE sistem). Pemeriksaan tersebut
dilakukan secara berkala untuk menjamin kesiapan dan
ketersediaan dari peralatan kesehatan dan obat-obatan di
kapal.
n.
Skenario untuk dipertimbangkan dalam tahap desain
Kapal dalam tahap rancangan dan operasional sebaiknya
mempertimbangkan seluruh resiko yang akan terjadi di
kapal. Analisis semacam itu akan menjadi suatu skenario
dan dituangkan dalam suatu prosedur dikapal, sehingga
awak kapal dapat mengidentifikasi skenario yang paling
buruk yang akan terjadi berikut dengan solusi dari
permasalahan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, beberapa
rekomendasi untuk fasilitas medis dikapal harus
mempertimbangkan beberapa hal, sebagai berikut:
1) Bahaya Kebakaran
Jika kapal mengalami kebakaran, berikut ini yang
mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
a)
Banyak orang mungkin luka serius pada saat
yang sama.
b)
Jika api menyebar ke fasilitas kesehatan itu
sendiri, peralatan dan obat-obatan yang
diperlukan untuk pengobatan mungkin rusak atau
hancur.
II - 86
c)
Sebuah rencana harus dilakukan untuk mengelola
kemungkinan terjadinya kebakaran. Rencananya
harus dibuat detail sebagai berikut:
(1) Awak kapal yang bertanggung jawab untuk
mengobati mereka yang terluka setelah
kebakaran. Awak kapal ini seharusnya tidak
memiliki peran utama dalam pemadaman api.
(2) Tempat perawatan penumpang atau awak yang
terluka,
beberapa
alternatif
harus
diidentifikasi tergantung pada sumber dan
kemungkinan api terjadi.
(3) Metode pengobatan dan obat-obatan yang
diperlukan. Posisi atau tempat obat berada,
setidaknya satu tempat di kapal selain tempat
fasilitas kesehatan harus memiliki obat darurat
untuk pengobatan para korban kebakaran.
2) Obat darurat mencakup:
a) Tabung oksigen kecil
b) Obat luka bakar
c) Obat pengurang rasa sakit (Ketobemidon
(Ketogan ®) atau kombinasi Codein fosfat /
Paracetamole seperti Paralgin forte ®)
d) Adrenalin / epinefrin
e) Antihistamin
f) injeksi hidrokortison (Solu Cortef ®)
g) obat Anti inflamasi
h) Obat anti mabuk laut
i) Beberapa alat bedah kecil (gunting, pisau bedah,
Jarumdisinfektan) .Ini mungkin bagian dari
persediaan obat standar, tetapi harus ditempatkan
di lokasi yang berbeda dari tempat fasilitas
kesehatan.
o.
Bahaya Kejatuhan
Dalam sebuah kapal ada sejumlah lokasi di mana
seseorang dapat jatuh atau terpeleset, seperti dari tangga
atau di ruang mesin. Rencana harus dilakukan untuk
menangani kecelakaan tersebut dan harus mencakup
beberapa hal sebagai berikut:
II - 87
1) Awak kapal yang bertanggung jawab untuk operasi
penyelamatan
2) Awak yang bertanggung jawab dalam membantu
korban yang terluka
3) Peralatan yang harus disediakan dalam penyelamatan
dan perawatan korban kecelakaan, seperti:
a) Tandu
b) Obat penahan rasa sakit rasa sakit
c) Peralatan dan obat untuk menghentikan pendarahan
d) Oksigen
4) Prosedur penanganan kecelakaan di kapal untuk
bahaya kejatuhan.
5) Rute untuk membawa pasien dan tanda penunjuk ke
lokasi fasilitas kesehatan dikapal.
6) Jika awak jatuh di dalam tangki, ia mungkin menderita
dari kekurangan oksigen. Tim penyelamat juga
membutuhkan oksigen.
p.
Kecelakaan Kerja
Kapal dalam operasinya terutama pada saat bongkar muat,
awak kapal di dek kapal mempunyai resiko dari kejatuhan
alat berat atau muatan. Perdarahan internal dan sendi
hancur akibat kecelakaan tersebut dapat berakibat fatal,
akibat luka terbuka tersebut dapat meningkatkan
perdarahan dan mengancam nyawa. Untuk jenis
kecelakaan tersebut, beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam penanganan kasus tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Awak kapal yang bertanggung jawab menangani untuk
pengobatan korban tersebut.
2) Awak kapal yang disiapkan untuk membantu proses
penanganan korban kecelakaan tersebut.
3) Peralatan dan jenis obat-obatan yang harus disiapkan
untuk mengurangi resiko perdarahan yang fatal.
4) Proses evakuasi korban kecelakaan untuk proses
pengobatan lebih lanjut.
q.
Bahaya Tingkat Oksigen Yang Rendah
Ketika pekerjaan di dalam tangki dilakukan, kemungkinan
terjadi kecelakaan adalah kurangnya oksigen di dalam
II - 88
tangki. Kekurangan oksigen dapat mengakibatkan hal
yang fatal, berupa kerusakan otak ataupun kematian. Pada
jenis pekerjaan ini sebaiknya ada orang di luar untuk
mengawasi pekerjaan. Jika orang yang bekerja di dalam
jatuh atau mengalami kecelakaan, perlengkapan yang
dibutuhkan terutama adalah oksigen. Reaksi pertama dari
orang yang mengawasi pekerjaan adalah permintaan
bantuan kepada orang yang ditugaskan untuk melakukan
pertolongan pertama. Risiko ini dapat dikurangi dengan
menggunakan sensor oksigen dan dengan meningkatkan
kesadaran akan potensi bahaya yang akan terjadi.
r.
Wabah penyakit Menular
Selama wabah penyakit menular di kapal, isolasi adalah
tindakan wajib yang harus dilakukan. Rencana tindakan
dan standard operating procedure harus dibuat untuk
isolasi pasien menular. Dalam hal kasus keracunan
makanan, mengidentifikasi sumber sesegera mungkin
adalah penting. Sebuah prosedur yang tertulis
memberikan panduan dalam penanganan keracunan
makanan.
s.
Isolasi
Penyebaran penyakit menular di kapal dapat dicegah atau
setidaknya berkurang dengan mengisolasi pasien. Tujuan
isolasi adalah untuk membatasi berbagai jenis penularan
yang terjadi, seperti:
1)
Kontak langsung, misal infeksi luka
2)
Droplet penyebaran, misal influenza
3)
Penyebaran melalui cairan, misal demam tipus
demam dan diare menular
Terdapat 2 (dua) jenis isolasi yang dapat dilakukan dalam
penanggulangan penyakit menular di kapal. Adapun jenis
isolasi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Isolasi Ketat
Isolasi ketat digunakan terutama untuk penyakit yang
menyebar melalui fekal-oral. Interaksi pasien dengan
pasien atau orang lain harus dibatasi dan pasien
tersebut harus dibawa ke fasilitas kesehatan di kapal
atau ke kamar khusus.
Kamar khusus selain ruang fasilitas kesehatan harus
ditempatkan di sudut kapal yang tenang dan hal-hal
II - 89
yang tidak diperlukan seperti: karpet dan jok
dikeluarkan untuk memudahkan pembersihan dan
desinfeksi.
Pasien sebaiknya dirawat oleh tenaga kesehatan atau
awak kapal yang telah dilengkapi dengan pelatihan
tentang kesehatan. Kunjungan oleh penumpang atau
awak kapal lainnya tidak diizinkan. Dalam hal
peralatan makan, sebaiknya digunakan peralatan
sekali pakai. Jika hal ini tidak tersedia, peralatan
tersebut harus direbus selama 20 menit setelah
digunakan, demikian juga dengan seprai dan handuk
harus direbus atau didisinfeksi.
Feses dan urin harus dimasukkan ke dalam pispot
atau botol dan dibuang di WC pembilasan khusus. Di
pelabuhan, pihak yang berwenang akan memberikan
instruksi untuk pembuangan.
Jarum dan benda tajam lain yang mungkin terinfeksi
harus ditempatkan dalam wadah jarum untuk
selanjutnya dibuang di pelabuhan. Mencuci tangan,
baik oleh pasien dan perawat adalah prosedur yang
paling efektif untuk mencegah penyebaran melalui
fekal-oral
2) Standar isolasi
Pasien yang diidentifikasi terkena penyakit menular
harus diisolasi di sebuah ruangan atau kamar khusus
di kapal. Sedangkan dalam kasus penularan droplet,
seperti: influenza dan infeksi pernafasan menular
lainnya. Dianjurkan pasien memakai masker saat
menyusui dan menerima kunjungan dari penumpang
atau awak kapal jika diijinkan oleh petugas yang
berwenang. Sedangkan aturan yang ketat untuk
peralatan tidak berlaku pada jenis penyakit ini.
t.
Evakuasi orang sakit atau terluka di kapal
Orang sakit dan terluka mungkin perlu di evakuasi dengan
tandu dari lokasi kecelakaan ke fasilitas kesehatan kapal,
atau dari fasilitas kesehatan di kapal ke ke geladak untuk
evakuasi dengan menggunakan helikopter atau sarana
lainnya. Hal penting ketika kapal dirancang adalah untuk
memasukkan kriteria tentang fasilitas kesehatan di kapal
dan proses evakuasi korban ke luar dari kapal.
II - 90
u.
Pelatihan dan latihan
Konvensi internasional tentang Standar pelatihan,
sertifikasi dan Watchkeeping untuk pelaut , seperti yang
termuat dalam konvensi STCW Tahun 1978 dan direvisi
Tahun 1995, menyatakan persyaratan minimum bagi
pertolongan pertama dan pelatihan medis untuk para awak
kapal.
Untuk memastikan bahwa keterampilan para awak kapal
pada tingkat yang memuaskan dalam pertolongan
pertama, disarankan bahwa awak kapal menjalani
pelatihan penyegaran secara berkala. Demikian juga,
setiap kapal harus memiliki rencana untuk pelatihan
personil dalam cara menggunakan peralatan medis dan
fasilitas medis dalam perawatan untuk orang sakit dan
terluka. Adapun latihan tersebut mencakup, antara lain:
v.
1)
Prosedur pertolongan pertama pada kecelakaan.
2)
Pemindahan pasien dari lokasi kecelakaan dengan
menggunakan ke fasilitas kesehatan di kapal.
3)
Prosedur untuk pemeriksaan medis dan pengobatan
4)
Prosedur komunikasi untuk mencari saran dari
dokter/ tenaga kesehatan di daratan melalui radio
atau alat komunikasi lainnya
5)
Penggunaan obat
6)
Penggunaan alat kesehatan
7)
Evakuasi atau pemindahan korban dari fasilitas
kesehatan ke geladak untuk evakuasi keluar dari
kapal dengan menggunakan helikopter atau dengan
cara lainnya.
8)
Pemulihan dan perawatan pasien termasuk perawatan
untuk hipotermia.
Standard Operating Procdure (SOP)
Dokumentasi prosedur penanganan korban dalam situasi
kritis merupakan suatu hal yang mutlak untuk mencapai
keberhasilan dalam penanganan korban kecelakaan atau
sakit. Prosedur tertulis harus mencakup:
1) Cara menggunakan fasilitas kesehatan di kapal dan
personil yang bertanggung jawab harus mengetahui
dengan jelas mengenai prosedur untuk penggunaan
fasilitas tersebut.
II - 91
2) Personil yang bertanggung jawab untuk menghubungi
pihak yang berkompeten dalam penanganan
kecelakaan atau pihak yang dapat dimintai saran
melaui radio atau alat komunikasi lainnya. Termasuk
didalamnya pembaharuan mengenai alamat, frekuensi
radio, nomor telepon dan alamat e-mail harus diperiksa
secara teratur untuk memastikan hal tersebut bekerja
dengan baik.
3) Kebijakan untuk melaporkan penggunaan obat dan
pengobatan
4) Jurnal pasien
5) Prosedur evakuasi, termasuk pemberitahuan untuk
penerima dan apa yang harus dilaporkan dalam setiap
kasus
6) Prosedur untuk menghubungi seorang dokter medis di
darat / dokter keluarga yang sesuai.
7) Prosedur untuk pengobatan pasien dengan penyakit
menular atau infeksi
8) Prosedur untuk dokumentasi kecelakaan, pengobatan
dan kematian, termasuk prosedur untuk menyimpan,
membackup dan menghapus informasi medis.
Prosedur harus mencakup daftar periksa untuk
memastikan tindakan yang tepat. Tidak perlu untuk
memisahkan prosedur ke dalam dokumen individu,
tetapi semua item yang tercantum di atas harus
dimasukkan.
w. Evakuasi
Setiap kapal harus memiliki luas cocok untuk pendaratan
helikopter atau setidaknya mengangkat pasien. Daerah ini
harus mudah diakses dari fasilitas medis kapal dan dari
fasilitas medis cadangan.
x.
Perlengkapan Medis
Perlengkapan medis yang diperlukan di kapal dalam
pelayarannya, minimal terdiri dari : perban, pembalut,
hydroactive, kain pembalut, roll berperkat, kain kasasteril, penutup luka, penutup mata berlubang, pita bedah,
handuk, kantong plastik, sarung tangan, peniti, selimut,
kantong es, masker revival, splinter probes, gunting besar,
skalpel, splint malleable, cairan garam/saline normal,
providone iodine swabs, obat pereda sakit + obat
II - 92
pencegah infeksi, hydrocortisone, paracetamol 500mg,
ibuprofen 200mg, loperimide, loratadine, fexofenadine,
antacid, kartu instuksi CPR, Buku P3K, SAE Defabrilator,
usungan, oksigen PPPK.
Spesifikasi teknis dari seluruh perlengkapan medis dan
obat haruslah disetujui dan dilegalisasi oleh pihak Otoritas
yang berwenang.
Konvensi ILO 92 menyatakan bahwa semua kapal dengan
awak 15 atau lebih dan lama pelayaran tiga hari atau lebih
harus mempunyai fasilitas medis. Untuk kapal penangkap ikan
konvensi ILO C126 menyatakan bahwa semua kapal lebih dari
500 ton (atau 150 kaki) wajib memiliki sebuah ruang
perawatan. Fasilitas medis tidak dapat digunakan untuk
tujuanlainnya, selain untuk kegiatan penanganan atau
perawatan kesehatan untuk penumpang atau awak kapal.
Adapun
peraturan-peraturan
internasional
maupun
nasionalyang mengatur persyaratan formal untuk fasilitas
kesehatan di kapal, adalah sebagai berikut:
1) Konvensi International Labour Organization (ILO)
Berikut ini adalah Konvensi ILO yang relevan dengan
pelayanan medis kapal:
a) C55, kewajiban pemilik Kapal dalam hal pelautsakit dan
terluka sesuai Konvensi, 1936
b) C 56 tentang asuransi penyakit sesuai Konvensi 1936
c) C92 tentang akomodasi awaksesuai Konvensi (Revisi),
1949 Pasal 14, terkait dengan akomodasi rumah sakit.
d) C126 dari Akomodasi Crews (Nelayan) Konvensi, 1966
Pasal 13, terkait pelayanan kesehatan
e) C133 Akomodasi awak
f) C134 Pencegahan Kecelakaan (Pelaut) Konvensi, 1970
g) C164 Perlindungan Kesehatan dan Perawatan Medis
(Pelaut) Konvensi, 1987
2) Rekomendasi ILO
a) R105 Rekomendasi kapal Kedokteran Dada, 1958
b) R 106 Saran Medis di Rekomendasi Laut, 1958
c) R142: Pencegahan Kecelakaan (Pelaut) Rekomendasi,
1970
Konvensi C126 mengharuskan R105 harus diikuti.
II - 93
3) Konvensi IMO
(a) Konvensi Internasional untuk Keselamatan Jiwa di
Laut (SOLAS), 1974, bagian III
(b) Internasional penyelamat hidup Appliance (LSA) Code
- Resolusi MSC.48 (66)
(c) Manajemen Keselamatan Internasional (ISM) Code
2002
(d) Konvensi
Internasional
Penyelamatan, 1979, SAR
Cari
Kelautan
dan
4) Peraturan Sebagai Dasar standar
Peraturan yang mengatur tentang standar fasilitas dan
peralatan kesehatan di kapal, tenaga medis yang
bertanggung jawab, jenis kecelakaan atau penyakit yang
dihadapi dan pengaturan tentang jumlah penumpang atau
awak kapal serta daerah pelayaran diatur dalam peraturan,
baik yang bersifat internasional maupun aturan dalam
negeri. Adapun peraturan terkait dengan hal tersebut diatas
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.17
Peraturan – peraturan terkait Pelayanan
Kesehatan
Referensi
ILO C55
Pembahasan
Pemilik Kapal mempunyai Kewajiban untuk Awak
Kapal yang sakit dan terluka sesuai Konvensi ILO, 1936
Pasal 2 adalah:
1. Pemilik kapal bertanggung jawab dalam hal:
(A) Penyakit dan cedera awak kapal yang terjadi pada
waktu kontrak yang terdapat dalam perjanjian.
(B) Kematian akibat penyakit atau cedera tersebut.
Pasal 3
Untuk tujuan ini konvensi mengatur, bahwa perawatan
medis yang dilakukan adalah atas biaya pemilik kapal
terdiri dari:
(A) Perawatan medis dan obat-obatan yang layak dan
cukup serta peralatan terapi yang diperlukan.
(B) Rawat inap.
II - 94
C92 Akomodasi Awak kapal dari Konvensi1949 Pasal 14
1. Dalam setiap kapal membawa awak kapal sejumlah
lima belas atau lebih dan waktu pelayaran lebih dari
tiga hari, fasilitas ruang kesehatan disediakan harus
terpisah.Pihak yang berwenang dapat mengabaikan hal
tersebut, bila kapal berlayar pada pelayaran pantai atau
sejenisnya.
2. Letak ruang fasilitas kesehatan harus strategis,
sehingga mudah di akses dan agar pasien dapat
ditempatkan dengan nyaman dan pasien dapat
menerima perawatan yang layak dalam segala cuaca.
3. Penataan jalan masuk, sumber listrik, pencahayaan,
ventilasi, dan air harus dirancang untuk menjamin
kenyamanan dan memfasilitasi pengobatan pasien.
4. Pelabuhan dan rumah sakit acuan di darat harus
ditetapkan oleh otoritas yang berkompeten.
5. Ruang fasilitas kesehatan harus dilengkapi dengan
kamar kecil untuk penggunaan eksklusif dari pasien.
Fasilitas tersebut dapat berada dalam ruang fasilitas
kesehatan atau berada didekatnya.
6. Ruang fasilitas kesehatan dirancang dan digunakan
hanya untuk keperluan kesehatan.
7. Fasilitas kesehatan dikapal juga dilengkapi dengan
lemari obat dan dengan dilengkapi petunjuk yang
mudah dipahami, walaupun di kapal tersebut tidak
membawa dokter.
C126
Akomodasi dari awak kapal niaga atau ikan sesuai
Konvensi Tahun 1966, adalah sebagai berikut:
Pasal 13
1. Jika memungkinkan, ruang terisolasi disediakan untuk
awak kapal yang menderita penyakit atau cedera.
Untuk kapal dengan 500 ton atau lebih dan dengan
panjang 150 ft (45.70 meter) harusdilengkapi dengan
ruang fasilitas kesehatan.
2. Fasilitas kesehatan dikapal juga dilengkapi dengan
lemari obat dan dengan dilengkapi petunjuk yang
II - 95
mudah dipahami, walaupun di kapal tersebut tidak
membawa dokter.Dalam hubungan ini pihak yang
berwenang harus memberikan pertimbangan dalam
fasilitas ruang kesehatan dan obat-obatan yang dibawa
kapal tersebut.
ILO C133
C 133 Akomodasi awak
Pasal 9
1. Ruang yang digunakan untuk fasilitas kesehatan,
dimana didalamnya terdapat loker, meja dan kursi,
lemari obat dan lainnya harus dimasukan dalam
pengukuran luas lantai. Ruang kecil atau berbentuk
tidak teratur akan tidakefektif untuk pergerakan bebas
dalam memberikan pertolongan.
2.Kewajiban pemilik kapal adalah menyediakan
peralatan pelindung kecelakaan.Penggunaan peralatan
tersebut harus disertai dengan petunjuk pemakaian.
C164
C164 Perlindungan Kesehatan dan Perawatan Medis
untuk pelaut sesuai Konvensi 1987
Pasal 4
Setiap anggota harus memberikan perlindungan dan
perawatan kesehatan bagi awak kapal, seperti:
a) Memastikan bahwa dari setiap ketentuan umum
mengenai perlindungan kesehatan dan perawatan
medis yang relevan dengan profesi pelaut telah
dijalankan;
b) Tujuan dari perlindungan kesehatan dan perawatan
medis untuk awak kapalharus sebanding dengan yang
umumnya diberikan kepada pekerja darat;
c) tidak terbatas pada pengobatan pelaut sakit atau
terluka tetapi mencakup langkah-langkah yang
bersifat preventif, dan mencurahkan perhatian khusus
pada pengembangan kesehatan
Pasal 5
1. Setiap kapal wajib membawa kotak obat dimana
konvensi ini diratifikasi.
II - 96
2. Isi lemari obat dan peralatan medis yang dibawa kapal
ditetapkan dengan otoritas yang berwenang dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti jenis kapal,
jumlah orang di kapal dan sifat, tujuan dan lamanya
perjalanan.
3. Isi lemari obat dan peralatan medis yang dibawa kapal
harus dipelihara dengan baik dan diperiksa secara
berkala, tidak lebih dari 12 bulan, oleh orang yang
bertanggung jawab dan ditunjuk oleh otoritas yang
berwenang. Hal tersebut untuk menjamin kadaluarsa
dan kondisi penyimpanan obat-obatan yang baik.
4. Pihak yang berwenang harus menjamin bahwa isi dari
lemari obat terdaftar dan diberi label dengan nama
generik di samping setiap nama merek yang
digunakan, tanggal kadaluwarsa dan kondisi
penyimpanan, serta sesuai dengan panduan medis
yang digunakan secara nasional.
5. Pihak yang berwenang harus menjamin bahwa kargo
yang diklasifikasikan berbahaya belum tercakup
dalam edisi terbaru dari Panduan Bantuan Medis
Pertama yang diterbitkan oleh Organisasi Maritim
Internasional. Informasi seperti: sifat dari zat, risiko
yang mungkin terjadi, perangkat pelindung diri yang
diperlukan, dan prosedur medis yang relevan.
Pasal 6
1. Setiap kapal dimana Konvensi ini diratifikasi wajib
membawa panduan medis kapal yang telah disahkan
oleh otoritas yang berwenang.
2. Panduan medis harus menjelaskan isi dari lemari obat
yang akan digunakan dan harus dirancang untuk
memungkinkan orang lain selain dokter untuk
merawat orang sakit atau terluka di kapal baik dengan
atau tanpa saran medis melalui radio atau komunikasi
satelit.
Pasal 11
1. Dalam setiap kapal 500 GT atau lebih, membawa 15
atau lebih awak kapal dan dengan lama pelayaran
lebih dari tiga hari. Fasilitas kesehatan di kapal harus
II - 97
disediakan secara terpisah. Otoritas yang berwenang
dapat mengecualikan hal tersebut apabila kapal
berlayar dalam perairan pantai atau sejenis..
2. Kapal dengan ukuran antara 200 dan 500 GT dan di
kapal tunda. Pasal ini harus diterapkan secara wajar
dan praktis.
3. Pasal ini tidak berlaku untuk kapal yang digerakkan
oleh layar.
4. Letak fasilitas kesehatan harus direncanakan pada
posisi yang strategis, sehingga pasien merasa nyaman
dan ke mudahan akses sehingga pasien mendapat
pelayanan yang layak dalam segala cuaca.
5. Akomodasi rumah sakit harus didesain untuk
mendukung pemberian pertolongan medis pertama
dan tempat konsultasi.
6. Penataan pintu masuk, pencahayaan, ventilasi,dan air
harus dirancang untuk menjamin kenyamanan dan
memfasilitasi pengobatan pasien.
7. Pelabuhan dan rumah sakit acuan di darat harus
ditetapkan oleh otoritas yang berkompeten.
8. Ruang fasilitas kesehatan harus dilengkapi dengan
kamar kecil untuk penggunaan eksklusif dari pasien.
Fasilitas tersebut dapat berada dalam ruang fasilitas
kesehatan atau berada didekatnya
9. Akomodasi fasilitas kesehatan tidak akan digunakan
selain untuk tujuan medis.
isi minimal
ditambahkan
ke
rekomendasi
ini.ILO R105
Kapal dengan fasilitas kesehatan sesuai dengan
rekomendasi, Konvensi 1958. Konvensi ini menjelaskan
isi dari fasilitas kesehatan.Pasal 126 mensyaratkan bahwa
R105 R wajib diikuti.
1.
1) Setiap kapal yang berlayar diwajibkan untuk
membawa lemari obat, yang isinya harus ditetapkan
oleh
otoritas
yang
berwenang,
dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah
orang di kapal, dan sifat serta lama waktupelayaran.
II - 98
Ketentuan khusus harus dibuat oleh petugas yang
bertanggung jawab untuk obat-obatan yang
penggunaannya dibatasi.
2) Peraturan tentang isi minimum dari lemari obat
harus berlaku apakah ada tenaga medis atau dokter di
kapal atau tidak.
2.
1) Dalam menetapkan peraturan tentang isi dari berbagai
jenis
obat,
otoritas
berwenang
harus
mempertimbangkan daftar
2) Peraturan tersebut harus tunduk pada revisi berkala
yang didasarkan pada penemuan medis baru,
kemajuan dan metode pengobatan. Peraturan tersebut
dengan cara yang disetujui oleh Organisasi Buruh
Internasional dan Organisasi Kesehatan Dunia.
3. Semua lemari obat harus dilengkapi dengan panduan
medis dan disetujui oleh otoritas yang berwenang,
yang menjelaskan sepenuhnya bagaimana isi lemari
obat yang akan digunakan. Panduan ini harus cukup
rinci untuk memungkinkan orang lain selain dokter
kapal untuk melayani kebutuhan dari orang yang sakit
atau terluka di kapal baik dengan dan tanpa tambahan
saran medis melalui radio.
ILO R 106
4. Peraturan harus mengatur untuk perawatan pasien
yang tepat termasuk obat-obatan.Inspeksi rutin harus
dilakukan dengan intervaltidak melebihi 12 bulan dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Negara yang meratifikasi
memastikan, bahwa:
atau
Anggota
harus
b) Daftar yang selalu diperbaharui termasuk didalamnya
stasiun radio dimana saran medis dapat diperoleh
melalui instalasi radio di kapal.
PP No. 7 Pasal 37
Tahun 2000
(1) Setiap kapal dengan jumlah awak kapal 15 (lima
Tentang
belas) orang atau lebih harus dilengkapi dengan
Kepelautan
ruang perawatan kesehatan yang layak dan memiliki
kamar mandi dan jamban tersendiri.
II - 99
(2)
Fasilitas ruang perawatan kesehatan tidak boleh
dipergunakan untuk keperluan-keperluan lain selain
untuk perawatan orang sakit.
(3) Pada setiap kapal harus tersedia obat-obatan dan
bahan-bahan pembalut dalam jumlah yang cukup.
(4) Untuk pemberian pelayanan kesehatan di kapal,
Nakhoda dalam keadaan tertentu dapat meminta
bantuan nasehat dari tenaga medis di darat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis obat-obatan
dan tata cara permintaan bantuan nasehat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4)
diatur dengan Keputusan Menteri.
PP No. 51
Tahun 2002
Tentang
Perkapalan
Pasal 80
(1) Dikapal penumpang sesuai dengan ukuran dan daerah
pelayaran harus tersedia seorang dokter dibantu oleh
juru rawat, kamar perawatan dan perlengkapannya
serta obat-oabatan yang memenuhi syarat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
perlengkapan kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan keputusan Menteri
Sumber: data diolah dari berbagai sumber
5) Perlengkapan
Banyak prosedur umum di RS memerlukan beberapa
item yang berbeda dari peralatan dan obat. Sekalipun
obat-obatan dengan baik terorganisir, mencari tiap jenis
obat-obatan atau peralatan bisa membuang-buang
waktu, dan ada risiko bahwa prosedur terganggu karena
satu atau lebih item yang hilang. Peralatan dan
perlengkapan medis yang harus dilengkapi di kapal
adalah berikut:
a) vena akses / Infus
(1) Desinfektan
(2) Tissue untuk mencuci
(3) Intravena kateter (Venflon)
(4) jarum suntik 10 ml untuk pembilasan melewati
katup
(5) botol dengan larutan garam fisiologis
II - 100
(6) Needle (kuning) untuk aspirating larutan garam
(7) Pita kuat
(8) Kontainer dengan cairan infus (larutan garam
fisiologis atau larutan Ringer)
(9) Tabung set dengan ruang tetes
b) Penutupan Luka
(1) Desinfektan
(2) Pencucian jaringan
(3) Steril cakupan bagi jaringan
(4) Anestesi (Keluaran: Xylocain, lidokain)
(5) Needle (biru) untuk anaesthetizing
(6) Needle (kuning) untuk aspirating anestesi
(7) Jarum suntik 10 ml
(8) Jarum dengan benang terpasang
(9) Jarum pemegang
(10) Stapler
(11) Bedah pinset
(12) Gunting
(13) Kasa untuk berpakaian
(14) Tape
(15) Staple remover
c) Perawatan luka
(1) Desinfekta
(2) Pencuci jaringan
(3) Pinset bedah (forceps bergigi untuk
pembedahan)
(4) Tang Haemostat
(5) Gunting
(6) Scalpel
(7) Mangkuk pembersih
(8) Kain steril
(9) Kasa spons
II - 101
(10) Sarung Tangan Karet
d) Assisted ventilasi
(1) Guedel tabung saluran udara
(2) Masker untuk wajah dan sambungan oksigen
(3) Oksigen
e) Kateterisasi
(1) Kain steril
(2) Sarung tangan karet
(3) kompres steril
(4) Katete
(5) Gel anestesi
(6) Jarum suntik
(7) Pinset
(8) Mangkuk atau kantung kemih
10.
Standar Instalasi Pengelolaan Limbah Kapal Penumpang.
a. Umum
Limbah adalah sisa suatu usaha dan /atau kegiatan.Pada
instalasi pengelolaan limbah penumpang kapal perlu
dibedakan jenis-jenis dari limbah tersebut. Mengingat sifat
dari limbah yang dibedakan disini adalah sebagai berikut :
1) Limbah cair
Berasal dari limbah kotoran dari mandi, cuci, toilet.dll
penumpang
2) Limbah padat
Berasal dari sampah-sampah makanan, pembungkus
makanan dll penumpang.
Standarisasi ini dibuat berdasarkan peraturan dari
Internasional dan Nasional seperti : SOLAS, MARPOL
Anex III tentang Kotoran dan Anex IV Sampah, NCVS
, PP dan SNI.
II - 102
b. PP No.21 Tahun
Lingkungan Maritim
2010
tentang
Perlindungan
1) Pasal 5
a) Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan
limbah dan bahan lain dari pengoperasian kapal ke
perairan.
b) Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
(1) Sisa minyak kotor
(2) Sampah; dan
(3) Kotoran manusia
c) Bahan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
(1) Air balas;
(2) Bahan kimia berbahaya dan beracun; dan
(3) Bahan yang mengandung zat perusak ozo.
d) Limbah dan bahan lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib ditampung di kapal dan
dipindahkan ke fasilitas penampungan yang ada di
pelabuhan atau terminal khusus.
2) Pasal 6
a) Limbah dan bahan lain yang ada di kapal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
hanya dapat dibuang ke perairan setelah memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
(1) Jarak pembuangan;
(2) Volume pembuangan; dan
(3) Kualitas buangan.
c) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembuangan limbah dan bahan lain yang ada di
kapal diatur dengan Peraturan Menteri setelah
berkoordinasi
dengan
menteri
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup.
II - 103
3) Pasal 7
a) Kapal dengan jenis dan ukuran tertentu wajib
dilengkapi peralatan pencegahan dan bahan
penanggulangan pencemaran dikapal.
b) Peralatan pencegahan pencemaran untuk kapal
dengan jenis dan ukuran tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
(1) Untuk kapal dengan ukuran GT 100 (seratus
Gross Tonnage) atau lebih dan/atau ukuran
mesin penggerak utama 200 HP (dua ratus
horse power) atau lebih paling sedikit harus
memiliki peralatan pencegahan pencemaran
oleh minyak yang meliputi :
(a) Peralatan pemisah air dan minyak (oily
water separator);
(b) Tangki penampungan
(sludge tank);
minyak
kotor
(c) Standar
sambungan
pembuangan
(standard discharge connection);
(2) Untuk kapal yang memuat bahan cair beracun
paling sedikit harus memiliki peralatan
pencegahan pencemaran oleh bahan cair
beracun yang meliputi :
(a) Pompa stripping; dan
(b) Tangki endap (slop tank);
(3) Untuk kapal dengan pelayar 15 (lima belas)
orang atau lebih harus memiliki peralatan
pencegahan pencemaran oleh kotoran yang
meliputi:
(a) Alat pengolah kotoran;
(b) Alat penghancur kotoran; dan / atau
(c) Tangki
penampung
kotoran
sambungan pembuangan standar.
dan
(4) Untuk setiap kapal paling sedikit harus
memiliki peralatan pencegahan pencemaran
oleh sampah yang meliputi :
(a) Bak penampungan sampah; dan
(b) Penandaan;
II - 104
(5) Untuk kapal dengan ukuran GT 400 (empat
ratus Gross Tonnage :) atau lebih paling
sedikit harus memiliki peralatan pencegahan
pencemaran udara yang meliputi:
(a) Penyaringan gas buang; dan
(b) Peralatan
system
pendingin
dan
pemadaman kebakaran yang tidak
menggunakan bahan perusak lapisan
ozon.
c) Peralatan pencegahan dan bahan penanggulangan
pencemaran untuk kapal dengan jenis dan ukuran
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
(1) Alat pelokalisir minyak;
(2) Alat penghisap minyak;
(3) Bahan penyerap minyak; dan
(4) Bahan pengurai minyak.
d) Peralatan pencegahan dan bahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar
teknis
peralatan
pencegahan
dan
bahan
penanggulangan pencemaran yang ditetapkan oleh
Menteri.
c. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (lima) Annexes yakni :
Annex I –
Peraturan-peraturan untuk
pencemaran oleh Minyak
pencegahan
Annex II –
Peraturan-peraturan untuk pengawasan
pencemaran oleh zat-zat cair beracun
dalam jumlah besar
Annex III –
Peraturan-peraturan untuk pencegahan
pencemaran oleh zat-zat berbahaya yang
diangkut melalui laut dalam kemasan, atau
peti atau tangki jinjing atau mobil tangki
dan gerbong tangki
Annex IV –
Peraturan-peraturan untuk pencegahan
pencemaran oleh kotoran dari kapal
Annex V –
Peraturan-peraturan untuk pencegahan
pencemaran oleh sampah dari kapal
AnnexVI–
Peraturan-peraturan untuk pencegahan
pencemaran udara dari kapal-kapal
II - 105
Pada peraturan MARPOL 1973/1978 dapat dibagi dalam 3
(tiga) katagori :
1) Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran
2) Peraturan untuk menanggulangi pencemaran
3) Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut.
Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran meliputi
Pembuangan limbah atau bahan lain yang dilarang yaitu:
Pembuangan (dumping) limbah air got dari kapal tanpa
prosedur, membuang sampah/kotoran dan sisa-sisa muatan
(dirty Sweeping), membuang air cleaning dari tangki muat
kapal dan lain sebagainya.
Menurut pasal 67 UU.21 Th.1992, setiap Nakhoda atau
Pemimpin perusahaan kapal mempunyai kewajiban dalam
upaya menanggulangi atau mencegah pencemaran laut
yang bersumber dari kapalnya. Wajib segera melaporkan
kepada pejabat pemerintah/instansi yang berwenang yang
menangani penanggulangan pencemaran laut , mengenai
terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh kapalnya,
atau oleh kapal lain atau apabila melihat adanya
pencemaran di laut.
MARPOL 1973/1978 juga masih melanjutkan
ketentuan hasil Konvensi 1954 mengenai Oil Pollution
1954 dengan memperluas pengertian minyak dalam semua
bentuk termasuk minyak mentah, minyak hasil olahan,
sludge atau campuran minyak dengan kotoran lain dan fuel
oil, tetapi tidak termasuk produk petrokimia ( Annex II ).
d. ANEX IV MARPOL mengenai GARBAGE
1) Difinisi – difinisi
a) Sampah adalah semua jenis sisa makanan dari atas
kapal dan sisa operasional tidak termasuk ikan
segar dan bagian – bagian lainnya, yang dihasilkan
selama pengoperasian kapal secara normal yang
diharuskan dibuang secara terus menerus atau
secara berkala kecuali zat – zat yang mana telah
dicantumkan dalam aturan – aturan lainnya pada
konvensi terakhir.
b) Daerah Pantai / Nearest land. Istilah daerah pantai
diukur dari garis pantai sampai garis teritorial laut
yang mana telah ditentukan oleh peraturan
II - 106
International dan perkecualian untuk konvensi
yang ditetapkan seperti pantai timur Australia.
c) Daerah khusus adalah wilayah laut karena alasan –
alasan teknis yang diakui sehubungan dengan
oseanografi dan ekologi serta sifat – sifat khusus
lalu lintasnya, penerapan cara – cara khusus yang
mengikat dalam hal pencegahan pencemaran laut
oleh sampah.
2) Pemberlakuan / penerapan ( Reg. 2 )
Diberlakukan untuk semua kapal – kapal tidak
terkecuali yang tercantum dalam Annex ini .
3) Pembuangan sampah dilaut daerah khusus ( special
area )
a) Tujuan dari peraturan 4, 5, 6 dari aturan ini adalah
(1) Dilarang membuang sampah kelaut semua
jenis plastik termasuk tali manila, jaring –
jaring ikan sintetik, kantong sampah plastik
dan abu produk plastik yang mana
mengandung racun atau sisa / residu logam.
(2) Dilarang membuang sampah didekat pantai
sejauh dapat dilakukan dengan jarak tidak
kurang dari :
(a) 25 Nautical mil untuk dunnage, lining,
dan material yang dapat mengapung
(b) 12 Nautical mil untuk sisa makanan dan
semua sampah termasuk kertas produk,
kain, kaca, logam botol – botol dan
barang perak.
(c) Pembuangan sampah ke laut seperti
sampah makanan dan sampah lainnya
termasuk kertas, majun, kaca, logam,
botol, dan barang – barang tembikar
dapat dilakukan dengan sarat sudah
dicampur dan dihancurkan dengan lebar
tidak boleh lebih 25 mm dan sejauh
mungkin dari daratan tetapi tidak boleh
kurang dari 3 mil.
II - 107
4) Pembuangan sampah dengan persyaratan khusus
( Reg. 4 )
a) Dilarang membuang setiap bahan / materi dari
Platform tetap atau yang mengapung yang
melakukan eksplorasi, dan kegiatan eksplorasi
sumber mineral didasar laut dan dari semua kapal –
kapal pada waktu sandar atau berada disekitar 500
m dari platform ( Rig)
b) Pembuangan sampah – sampah makanan setelah
dicampurkan dan dihancurkan dari rig / platforms
tetap atau yang mengapung dengan lokasi tidak
boleh kurang dari 12 mil dan semua kapal – kapal
yang sandar atau berada disekitar 500 m dari
platform / rig dengan lebar tidak boleh lebih dari
25 mm.
5) Pembuangan sampah di daerah khusus
Daerah khusus yang dimaksud dengan aturan ini adalah
Laut Mediteranean, Atlantik, Laut Hitam, Laut Merah,
Teluk Mexico dan Laut Carebean. Sedangkan jenis
sampah yang dilarang dibuang adalah:
a) Semua jenis plastik termasuk tali sintetik, jala ikan
sintetik, kantong plastik dan abu plastik yang
dihasilkan dari incenerator, yang mengandung
racun atau sisa / residu logam. Semua sampah
termasuk kertas, majun, kaca, logam, ganjal,
pakain dan jenis – jenis pembungkusan. Untuk
sampah makanan sejauh mungkin dari daratan
tidak boleh kurang dari 12 mil.
b) Membuang sampah makanan di laut cerebean harus
dicampur dan dihancurkan dulu dengan lebar tidak
boleh dari 25 mm jarak dari pantai tidak boleh
kurang dari 3 mil.
6) Pengecualian ( Reg. 6 )
Peraturan tidak diberlakukan untuk :
a) Pembuangan sampah yang mendesak / penting dari
kapal dengan alasan untuk keselamatan kapal dan
keselamatan di laut.
b) Sampah yang dihasilkan karena adanya kerusakan
kapal atau pemasangan semua peralatan dengan
alasan sebagai tindakan pencegahan yang
II - 108
dilakukan sebelum dan sesudah kejadian kerusakan
untuk mencegah atau memperkecil kerusakan yang
terjadi.
c) Kehilangan net / jala – jala ikan yang di pasang
dengan alasan untuk tindakan pencegahan yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya kehilangan
yang lebih banyak.
7) Fasilitas penampungan ( Reg. 7 )
Pemerintah Negara yang tergabung dalam konvensi ini
untuk menyakinkan penyediaan fisilitas penampungan
limbah di pelabuhan dan terminal untuk penampungan
sampah – sampah tanpa menyebabkan keterlambatan
kapal, dan sesuai dengan kepentingan dan yang
digunakan oleh kapal.
8) Port State control( Reg. 8 )
Pada waktu kapal berada di pelabuhan, pejabat dapat
melakukan pemeriksaan diatas kapal terhadap nahkoda
dan anak buah kapal jika tidak mengetahui pencegahan
polusi dari sampah dengan baik kapal tidak diijinkan
untuk berlayar.
9) Placard, Garbage management plans, Pencatatan
( Reg. 9 )
a) Setiap kapal dengan panjang seluruh 12 meter atau
lebih harus memasang placard supaya anak buah
kapal dan penumpang mengetahui persyaratan pada
peraturan 3 dan 5 aturan ini. Dengan bahasa kerja
yang digunakan oleh personnel kapal untuk kapal –
kapal dengan pelayaran dari pelabuhan atau
terminal offshore dibawah ketentuan hukum yang
berlaku dan bahasa inggris dan prancis.
b) Setiap kapal dengan GRT 400 ton keatas dengan
jumlah crew 15 orang lebih harus membawa /
dilengkapi Garbage Management Plans.
c) Setiap kapal dengan GRT 400 Ton lebih yang
melakukan pelayaran dari pelabuhan ke terminal
offshore di bawah hukum yang berlaku dan
platform / rig tetap dan mengapung yang
melakukan eksplorasi di laut dan dasar laut harus
membawa Garbage Record Book.
II - 109
Setiap pembuangan, atau pembakaran harus dicatat
di dalam Garbage record book oleh perwira yang
bertugas, tanggal pembakaran atau pembuangan
ditulis, dan dengan bahasa Inggris, Spanyol dan
Prancis dan ditanda tangani oleh nahkoda.
Pencatatan pada waktu pembakaran atau
pembuangan antara lain tanggal, waktu, posisi
kapal, jenis sampah, perkiraan jumlah. Garbage
record book harus disimpan diatas kapal disuatu
tempat karena sewaktu – waktu dilakukan
pemeriksaan Dokument ini harus disediakan untuk
periode 2 tahunDiberlakukan mulai tanggal 27
September 2003, terdiri dari 11 ( sebelas )
Regulations.
(1) Definisi – definisi ( Reg. 1 )
(a) Kapal Baru berarti :
Pada saat mana penandatanganan
pembangunan kapal dilakukan, atau
pada saat peletakan lunas dilakukan
atau pada saat tertentu pada saat
pembuatan kapal dimulai pada saat atau
setelah aturan ini mulai berlaku.
Penyerahan kapal tiga tahun atau lebih
setelah tanggal mulai berlakunya aturan
ini.
(b) Existing ship (kapal yang sudah ada / lama)
; selain kapal baru.
(c) Sewage( limbah ) berarti :
Pembuangan dari toilet, urinal (tempat
kencing) dan saluran – saluran WC
lainnya.
Pembuangan dari saluran limbah medis
( pispot, dispensary/obat – obatan ) dll,
Pembuangan dari tempat – tempat di
mana berisi bintang – bintang hidup
atau,
Semua air pembuangan yang tercampur
hal – hal tersebut di atas
II - 110
(d) Holding tank (tangki penampungan) berarti
tanki
yang
dipergunakan
untuk
menampung dan menyimpan limbah.
(e) Daratan terdekat berarti ; jarak terdekat
dari garis dasar yang mana terdapat pada
territorial laut berdasar pada hukum
internasional, kecuali untuk daerah timur
laut Australia “daratan terdekat” di hitung
dari garis sepanjang ;
Lintang 110 00’ S bujur 142o 08’ E
Ke titik 100 35’ S bujur 1410 00’ E
Lalu ke titik 100 00’ S bujur 1420 00’ E
Lalu ke titik 90 10’ S bujur 1430 52’ E
Lalu ke titik 90 00’ S bujur 1440 30’ E
Lalu ke titik 130 00’ S bujur 1440 00’ E
Lalu ke titik 150 00’ S bujur 1460 00’ E
Lalu ke titik 180 00’ S bujur 1470 00’ E
Lalu ke titik 210 00’ S bujur 1530 00’ E
Lalu ke titik 240 42’ S bujur 1530 00’ E
(2) Pemberlakuan ( Reg. 2 )
(a) Peraturan – peraturan pada Annex ini
berlaku untuk :
Kapal baru berbobot 200 GRT atau
lebih,
Kapal baru kurang dari 200 GRT yang
diijinkan mengangkut lebih dari 10
orang
Kapal – kapal baru yang tidak memiliki
sertifikat ukuran resmi namun yang
diijinkan mengangkut lebih dari 10
orang
(b) Peraturan ini juga berlaku untuk :
Kapal lama berbobot 200 GRT atau
lebih, setelah 10 tahun dari berlakunya
Annex ini.
Kapal lama kurang dari 200 GRT yang
diijinkan mengangkut lebih dari 10
II - 111
orang, setelah 10 tahun dari berlakunya
Annex ini.
Kapal – kapal baru yang tidak memiliki
setifikat ukuran resmi namun yang
diijinkan mengangkut lebih dari 10
orang, setelah 10 tahun dari berlakunya
Annex ini.
(3) Survey – survey ( Reg. 3 )
(a) Setiap kapal yang diharuskan mematuhi
peraturan – peraturan dalam Annex ini dan
dioperasikan baik dari pelabuhan ke
pelabuhan maupun anjungan lepas pantai
di bawah jurisdiksi selain Negara anggota
konvensi harus melalui survey ;
Initial survey / survey awal sebelum
kapal dioperasikan atau sebelum
sertifikat yang berdasarkan aturan 4
Annex ini dikeluarkan, termasuk
didalamnya :
Ketika kapal dilengkapi dengan
sewage treatment plant.
Ketika kapal dilengkapi dengan
system penghancur dan alat anti
hama( disinfect )
Ketika kapal dilengkapi dengan
tangki penampung(holding tank )
Ketika kapal dilengkapi dengan
pipa – pipa pembuangan limbah
kelur.
Survey periodik.
(b) Administrator harus menyusun parameter /
aturan yang jelas agar kapal – kapal yang
tidak diharuskan melakukan survey ini
tetap memenuhi persyaratan aturan ini
(c) Survey dilaksanakan oleh fihak
dengan otoritas dari administrator.
lain
(d) Setelah survey tersebut dilakukan, tidak
boleh dilakukan penggantian bentuk, bahan
ataupun susunan peralatan tersebut tanpa
ijin dari administrator.
II - 112
(4) Pengeluaran sertifikat ( Reg. 4 )
(a) Sertifikat ISPP ( International Sewage
Pollution Prevention certificate ) – 1973
dikeluarkan setelah survey yang sesuai
dengan persyaratan – persyaratan aturan 3
ini dipenuhi, untuk kapal yang beroperasi
dari pelabuhan ke pelabuhan atau anjungan
lepas pantai, dibawah jurisdiksi Negara
anggota konvensi.
(b) Sertifikat yang dikeluarkan tersebut oleh
administrator atau orang atau organisasi
yang ditunjuk, dengan tanggung jawab
penuh pihak administrator.
(5) Pengeluaran sertifikat oleh Negara lain ( Reg.
5)
(a) Negara peserta konvensi ini atas dasar
permintaan administrator Negara lain
melakukan survey terhadap sebuah kapal,
dan apabila hasil survey tersebut
memuaskan, mengeluarkan sertifikat ISPP
1973 berdasarkan Annex ini.
(b) Salinan Hasil Survey Dan Salinan
Sertifikat Harus Segera Dikirim Kepada
Administrator Yang Meminta Secepat
Mungkin
(c) Sertifikat yang dikeluarkan harus berisi
pernyataan bahwa sertifikat tersebut
mempunyai kekuatan yang sama dan
sesuai dengan aturan 4 Annex ini
(d) Bagi kapal yang berbendera selain negara
anggota konvensi ini, dilarang diberikan
sertifikat ISPP ini
(6) Format sertifikat ( Reg. 6 )
Sertifikat ISPP – 1973 harus dibuat dengan
bahasa resmi Negara yang mengeluarkan
dengan format sesuai dengan model. Pada
keterangan tambahan aturan ini.Apabila bahasa
yang digunakan bukan bahasa Inggris atau
bahasa Perancis, maka harus ada terjemahan
kedalam salah satu bahasa tersebut.
II - 113
(7) Masa berlaku sertifikat ( Reg. 7 )
(a) Masa berlaku ditentukan oleh administrator
namun tidak lebih dari 5 ( lima ) tahun
kecuali seperti tercantum dalam paragraf 2,
3, 4 aturan ini
(b) Apabila
sertifikat
berakhir
masa
berlakunya, dan kapal berada di luar
daerah jurisdiksi Negara pemberi sertifikat,
maka boleh dikeluarkan perpanjangan atas
sertifikat tersebut, namun apabila dirasa
memang memenuhi syarat untuk itu, dan
hanya untuk menyelesaikan voyage
berjalan.
(c) Perpanjangan dimaksud tidak boleh lebih
dari 5 ( lima ) bulan,
Sertifikat yang belum diperpanjang atas
dasar paragraf 2 tersebut, bisa ditambahkan
masa berlakunya satu bulan dari tanggal
kadalursanya
(d) Sertifikat harus dinyatakan tidak berlaku
apabila terjadi / dilakukan perubahan besar
pada bahan, kontruksi dan atau susunan
peralatan tanpa ijin administrator, kecuali
penggantian langsung atau pemasangan
terhadap alat tersebut.
(e) Sertifikat tidak berlaku apabila kapal
berganti bendera, kecuali sebagaimana
dinyatakan pada paragraph 7.
(f) Setelah berganti bendera, sertifikat berlaku
hingga 5 ( lima ) bulan setelah tanggal
kadaluarsa sertifikat tersebut, atau hingga
administrator yang baru mengeluarkan
sertifikat pengganti, mana yang lebih awal.
(8) Pembuangan limbah ( Reg. 8 )
(a) Kapal tidak boleh membuang limbah ke
laut kecuali ;
Kapal menggunakan alat penghancur
dan pembasmi hama dengan system
yang diijinkan administrator berdasar
pada aturan 3 (1) (a) pada jarak lebih
dari 4 mil dari daratan terdekat, atau
II - 114
limbah yang tidak dihancurkan dan
tidak diganti hama pada jarak lebih dari
12 mil dari daratan terdekat.
Kapal mengoperasikan suatu system
pengolah limbah yang diijinkan oleh
administrator, sesuai aturan 3 (1) (A) (i)
Annex ini.
(b) Untuk limbah dengan campuran sampah
yang
memerlukan
perlakuan
lain,
diperlukan yang lebih keras lagi.
(9) Pengecualian ( Reg. 9 )
Aturan 8 tersebut tidak berlaku untuk ;
(a) Kapal yang membongkar limbah dengan
tujuan untuk mengamankan keselamatan
kapal dan semua yang aiatasnya, dan atau
menyelamatkan jiwa dilaut atau,
(b) Pembuangan karena kerusakan kapal atau
perlengkapannya.
(10) Fasisilitas penerimaan ( Reg. 10 )
(a) Pemerintah peserta konvensi ini harus
menyediakan fasilitas di pelabuhan –
pelabuhan untuk menerima pembongkaran
limbah, tanpa menyebabkan keterlambatan
operasi kapal, dan sesuai untuk kapal yang
menggunakan fasilitas tersebut.
(b) Pemerintah dari Negara peserta konvensi
ini harus menegur Organisasi yang
bekerjasama dengan pemerintah dalam hal
penyediaan fasilitas ini, apabila didapati
ketidaksesuaian persyaratan fasilitas
(11) Koneksi pembuangan / pembongkaran standar
( Reg. 11 )
Uraian
: Dimensi
Diameter luar
: 210 mm
Diameter dalam :Tergantungukuran
diameter luar
Diameter baut
:170 mm
II - 115
Lubang flens
: 4 lubang dengan diameter
18 mm in
Tebal flens
: 16 mm
Mur dan baut
: 4 buah setiap diameter
16 mm
e. MARPOLdan NCVS Mengenai Instalasi Limbah
1) Marpol Anex V dan NCVS Bab III sek.19.2.2
mengenai :
Memuat masalah petunjuk penanganan sampah di
kapal (Garbage management) yang meliputi :
a) Poster penanganan sampah tersedia di kapal
b) Catatan pembuangan sampah tersedia dikapal
c) Tersedia garbage management manual di kapal
d) Tong / tempat sampahg tersedia sesuai jenis
sampah kapal
2) Marpol Anex I R.16, R.17, R.18, R.19 dan NCVS Bab
V sek 5.3 mengenai :
Pipa & katup buang (Piping & Discharge valve)
dengan ketentuan :
a) Tidak ada karatan dan lubang pada dinding pipa
b) Semua katup berfungsi baik
3) Marpol Anex I R.16, R.17, R.18, R.19 dan NCVS Bab
V sek 5.4 mengenai :
Pompa minyak kotor / lumpur (Sludge pump) dengan
ketentuan :
a) Berfungsi baik
4) Marpol Anex I R.16, R.17, R.18, R.19 dan NCVS Bab
III sek 19.2.2 mengenai :
Sambungan pembuangan standar (Standard discharge
connection)dengan ketentuan:
a) Tersedia di kapal
b) Diameter flens : 215 mm
(1) Tebal flensa : 20 mm, jumlah baut : 6
(2) Diameter keliling baut 183 mm
II - 116
c) Didesain untuk menerima pipa berdiameter 125
mm.
f. Teknologi Pengolahan
Lingkungan
Limbah
Kapal
Ramah
1) Pengolahan limbah kapal yang efektif dan ramah
lingkungan memerlukan teknologi yang tepat guna.
Untuk itu sangat penting untuk mengetahui terlebih
dahulu karakteristik limbah yang akan diolah
(konsentrasi, kecepatan alir, dan sebagainya.).
Teknologi pengolahan limbah ramah lingkungan harus
tersetifikasi, bebas resiko, ekonomis, hemat air, dan
memberikan kenyamanan bagi penumpang.
2) Salah satu teknologi pengolahan limbah kapal ramah
lingkungan adalah dengan pengolahan secara
biologis.Teknologi pengolahan biologis standar
menggunakan organisme biologis untuk mengolah
limbah.Selain itu terdapat juga teknologi bioreaktor
membran
yang
dapat
dilengkapi
dengan
elektrokoagulator.
3) Pengolahan limbah yang ramah lingkungan lainnya
adalah dengan separator minyak yang dilengkapi
dengan vakum.Sistem ini tepat digunakan pada kapal
kecil dengan 10 orang penumpang.
g. Pengolahan Sisa Makanan Pada Kapal Penumpang
Kapal penumpang yang besar dan dilengkapi dengan dapur
umumnya menghasilkan limbah atau sisa makanan dengan
jumlah yang besar pula.Tanpa penanganan yang tepat, sisa
makanan ini dapat mengakibatkan pencemaran laut.Untuk
itu diperlukan metode yang tepat untuk mengolah atau
mengubah limbah makanan ini agar ramah lingkungan saat
dibuang ke laut.
1) Saat ini terdapat banyak metode yang telah digunakan
secara luas untuk penanganan limbah kapal.Salah satu
metode untuk penanganan limbah sisa makanan adalah
dengan perangkat food waste disposer.Alat ini mampu
menggiling berbagai jenis sisa makanan yang keras
seperti tulang dan sisik ikan menjadi partikel halus.
Hasil penggilingan ini kemudian akan dapat dicuci
dengan sistem drainase sederhana.
2) Penggunaan food waste disposer pada kapal dapat
meningkatkan kehigienisan dapur kapal atau tempat
pembuangan sampah makanan serta dapat menghemat
II - 117
biaya perawatan. Umumnya alat ini dilengkapi dengan
motor berdaya ¾ hp dan alat pemotong. Food waste
disposer pada kapal umumnya mampu menampung
sampah makanan dari 300 porsi makanan tiap harinya.
h. Pembuangan Limbah Padat Pada Kapal
Badan penelitian kapal dan kelautan NAVSEA (Naval Sea
Command System) telah mengembangkan teknologi untuk
pembuangan limbah kapal dengan destruksi termal
menggunakan api plasma. Limbah organik dan sampah
padat lainnya diangkut oleh injektor dengan tekanan udara
ke dalam suatu tempat yang kemudian dikenai api plasma
sehingga terjadi reaksi gasifikasi termal pada limbah
tersebut.
1) Teknologi pembuangan limbah dengan destruksi api
plasma ini akan menghasilkan sisa limbah organik
dengan volume yang lebih kecil daripada dengan
incenerator biasa. Gasifikasi termal ini akan mengubah
sampah padat menjadi gas, sehingga akan mereduksi
volume limbah, meminimalkan kebutuhan ruang
pembuangan limbah, meniadakan bau, dan menurunkan
resiko gangguan kesehatan.
2) Sistem pembuangan ini sangat efisien untuk destruksi
sampah padat pada kapal seperti papan, kertas, baja,
alumunium, kaca, dan makanan. Hasil akhir dari proses
pembuangan ini adalah karbondioksida dan air dalam
bentuk gas serta sedikit residu bahan anorganik.
B.
PENELITIAN SEBELUMNYA
Beberapa penelitian terkait dengan standar di bidang sarana
pelayaran, yang pernah dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian.
Di antaranya adalah sebagai berikut.
1.
Studi Standardisasi Sarana dan Prasarana Transportasi
Laut dalam Mendukung Keselamatan dan Peningkatan
Pelayanan Tahap I, Tahun 2001
Penelitian ini bermaksud untuk menyusun konsep Standar
Nasional Indonesia di bidang Kesyahbandaran, Kepanduan,
Pengawakan, dan kenavigasian. Sedangkan tujuannya adalah
menjamin keselamatan pelayaran, efisiensi, dan efektivitas
pelayanan angkutan laut. Penyusunan Rancangan SNI pada
studi ini dilakukan dengan pendekatan analisis data yang
diperoleh dari literatur, standardisasi negara lain, peraturan
II - 118
perundang-undangan yang berlaku di
peraturan perundang-undangan yang
internasional.
Indonesia, serta
berlaku secara
Dari hasil survei dan pembahasan tersebut, dengan memperhatikan
berbagai pertimbangan, antara lain ditinjau dari segi prioritas
kebutuhan standar dan waktu yang diperlukan untuk pengajuan
Rancangan Standar Nasional Indonesia, maka dalam studi ini
yang disusun adalah:
a. Standar mekanisme dan persyaratan ijin usaha angkutan laut;
b. Standar persyaratan pengawakan kapal;
c. Spesifikasi
sederhana;
dan
standar
dermaga
pelayaran
rakyat
d. Standar persyaratan perlindungan dan pengamanan kabel
bawah air;
e. Standar persyaratan pemanduan.
2.
Studi Standardisasi Sarana dan Prasarana Transportasi
Laut dalam upaya Mendukung Keselamatan dan
Peningkatan Pelayanan Tahap II, Tahun 2002
Penelitian ini bermaksud untuk menyusun konsep Standar
Nasional Indonesia di bidang angkutan laut, kepelabuhanan,
dan keselamatan pelayaran. Sedangkan tujuannya adalah
peningkatan kualitas keselamatan pelayaran, efisiensi, dan
efektivitas pelayanan jasa transportasi laut. Hasil yang
diharapkan dalam studi ini adalah tersedianya konsep
Rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang siap
diajukan kepada Badan Standar Nasional (BSN) untuk
diangkat menjadi SNI. Penyusunan Rancangan SNI pada studi
ini dilakukan dengan pendekatan analisis data yang diperoleh
dari literatur, standardisasi negara lain, peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku secara internasional.
Penyusunan ini didasarkan pada lima prioritas usulan
KOMTAP Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yang
meliputi pedoman pelayanan angkutan laut penumpang,
persyaratan dermaga beton (kapal perintis), persyaratan desain
pofil alur pelayaran dan persyaratan alat keruknya, persyaratan
pemenuhan lambung timbul kapal untuk pelayaran Nusantara,
serta perlindungan dan pengamanan pipa bawah air.
Dari hasil survei dan pembahasan tersebut, dengan memperhatikan
berbagai pertimbangan, antara lain ditinjau dari segi prioritas
kebutuhan standar dan waktu yang diperlukan untuk pengajuan
II - 119
Rancangan Standar Nasional Indonesia, maka dalam studi ini
yang disusun adalah:
a. Standar persyaratan perlindungan dan pengamanan pipa
laut;
b. Standar persyaratan dermaga beton (kapal perintis);
c. Standar persyaratan pemenuhan lambung timbul untuk
pelayaran Nusantara;
d. Standar persyaratan desain profil alur pelayaran dan alat
keruknya;
e. Standar mekanisme dan persyaratan ijin usaha angkutan
laut.
3.
Studi Standardisasi di Bidang Transportasi Laut, Tahun
2009
Maksud dan tujuan studi ini adalah menganalisis kebijakan
standardisasi bidang transportasi laut serta menyusun
rancangan Standar Nasional Indonesia di bidang Transportasi
laut.
Hasil yang diharapkan dalam studi ini adalah tersedianya
konsep Rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang siap
diajukan kepada Badan Standar Nasional (BSN) untuk
diangkat menjadi SNI. Penyusunan Rancangan SNI pada studi
ini dilakukan dengan pendekatan analisis data yang diperoleh
dari literatur, standardisasi negara lain, peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku secara internasional. Dari
hasil pembahasan telah diperoleh gambaran kisi-kisi yang
dapat disusun menjadi rancangan standar. Selanjutnya,
rancangan standar tersebut dapat disusun menjadi 10
rancangan standar yang diajukan kepada Badan Standardisasi
Nasional untuk disyahkan sebagai Standar Nasional Indonesia
di Bidang Kenavigasian, Kepelabuhanan, Kepelautan serta
Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. Dari hasil pembahasan
tersebut, maka Rancangan Standar Nasional Indonesia di
bidang kenavigasian yang dapat disusun sebanyak 3
rancangan, yaitu Standar Sarana dan Prasarana Stasiun Radio
Pantai(SROP)Global Maritime Distress and Safety
System(GMDSS);Standar peralatan Vessel Traffic Service
(VTS);Standar Instalasi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
(SBNP). Rancangan Standar Nasional Indonesia di bidang
kepelabuhanan yang dapat disusun sebanyak 3 rancangan,
yaitu:Standar Dermaga Kapal Ukuran 1000 DWT;Standar
Dermaga Kapal Ukuran 2000 DWT;Standar Dermaga Kapal
II - 120
Ukuran 3000 DWT. Rancangan Standar Nasional Indonesia di
bidang kepelautan yang dapat disusun sebanyak 2 rancangan,
yaitu:Standar
Kompetensi
SDM
Kepelautan;Standar
Pengawakan Untuk Kapal-Kapal Non Convention (Non
Convention Standard). Rancangan Standar Nasional Indonesia
di bidang penjagaan laut dan pantai yang dapat disusun
sebanyak 2 rancangan, yaitu:Standar Pengamanan Pelabuhan
Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri Sesuai ISPS
(International Ships and Port Security) Code;Standar
Pengemasan Barang Berbahaya Melalui Laut.
4.
Studi Standardisasi di Bidang Keselamatan dan Keamanan
Transportasi Laut, 2010
Maksud dan tujuan studi ini adalah mengevaluasi kebijakan
standardisasi di Bidang keselamatan dan Keamanan
Transportasi Laut bidang transportasi laut serta menyusun
rancangan Standar Nasional Indonesia keselamatan dan
Keamanan di bidang Transportasi laut.
Penyusunan Rancangan SNI pada studi ini dilakukan dengan
pendekatan analisis data yang diperoleh dari literatur,
standardisasi negara lain, peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku secara internasional.
Dari hasil survei dan pembahasan tersebut, dengan memperhatikan
berbagai pertimbangan, antara lain ditinjau dari segi prioritas
kebutuhan standar dan waktu yang diperlukan untuk pengajuan
Rancangan Standar Nasional Indonesia, maka dalam studi ini
yang disusun adalah:
a.
Standar desain kapal cepat (HSC) yang disesuaikan dengan
karakteristik daerah pelayaran;
b.
Standar keselamatan kapal-kapal yang beroperasi di sungai
dan danau;
c.
Standar keselamatan kapal Negara;
d.
Standar keselamatan kesehatan kerja (K3) di pelabuhan utama;
e.
Standar pengamanan kerangka kapal;
f.
Standar tatacara pengamanan fasilitas pelabuhan;
g.
Standar Sarana dan Prasarana Pengamanan Pelabuhan
h.
Standar sistem komunikasi pengamanan pelabuhan;
i.
Standar personil (SDM) pengamanan fasilitas pelabuhan;
j.
Standar Vessel Traffic Informations System (VTS).
II - 121
C.
DEFINISI DAN ISTILAH
1.
Pengertian Standar
Apabila dilihat pada arti etimologi standar terbentuk dari dua
kosa kata yaitu standar dan kompetensi. Standar diartikan
sebagai ukuran atau patokan yang disepakati.
Berdasarkan dari hasil kajian pustaka berkaitan dengan
terminologi standar pada dasarnya telah banyak yang
melakukan kajian dan diskusi dalam mempelajari dan
membahas definisi standar. Kamus Oxford memberikan
beberapa pengertian konsep kunci mengenai definisi standar.
Pertama, standar adalah derajat terbaik. Kedua, standar
memberikan suatu dasar perbandingan.
Standarisasi merupakan spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan, termasuk tatacara dan metoda yang disusun
berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan,
lingkungan hidup, perkembangan iptek serta pengalaman,
perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk
mempero-leh manfaat yang sebesar-besarnya (PP : 102/2000)
Beberapa pengertian mengenai standar dari berbagai sumber,
dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Pengertian standarisasi adalah keadaan ideal atau tingkat
pencapaian tertinggi dan sempurna, yang dipakai
sebagai batas penerimaan minimal (Clinical Practice
Guideline, 1990);
b.
Dokumen yang ditetapkan melalui konsensus dan
disyahkan oleh badan yg berwenang, berisikan aturan,
pedoman, karakteristik suatu kegiatan atau hasilnya,
untuk pemakaian umum dan berulang, ditujukan untuk
mencapai tingkat keteraturan optimum dalam konteks
tertentu (ISO/IEC Guide 2: 2004 );
c.
SNI adalah dokumen yang disusun secara konsensus
oleh panitia teknis (PT) atau SPT, ditetapkan oleh BSN,
berisikan persyaratan teknis, aturan, pedoman, atau sifat
untuk suatu produk atau proses dan metoda produksi
dari suatu objek pengukuran/penilaian, untuk dipakai
umum;
d.
Standar adalah suatu catatan minimum dimana terdapat
kelayakan isi dan akhirnya masyarakat mengakui bahwa
standar sebagai model untuk ditiru;
II - 122
e.
Standar adalah pernyataan tertulis dari suatu harapanharapan yang spesifik;
f.
Standar adalah suatu patokan pencapaian berbasis pada
tingkat;
g.
Standar adalah suatu pedoman atau model yang disusun
dan disepakati bersama serta dapat diterima pada suatu
tingkat praktek untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Reyers, 1983);
h.
Standar adalah nilai-nilai (values) yang tertulis meliputi
peraturan-peraturan dalam mengaplikasi proses-proses
kunci, proses itu sendiri, dan hasilnya sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan;
i.
Standar adalah menaikkan ketepatan kualitatif atau
kuantitatif yang spesifik dari komponen struktural dalam
sistem pelayanan kesehatan yang didasarkan pada proses
atau hasil suatu harapan (Donebean);
j.
Peraturan Pemerintah Nomor: 102 tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional menjelaskan bahwa definisi
standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan,
menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan
secara tertib dan berkerjasama dengan semua pihak;
k.
Peraturan Pemerintah Nomor : 102 tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional menyebutkan bahwa standar
adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan
termasuk tatacara dan metode yang disusun berdasarkan
konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta pengalaman,
perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya;
l.
Peraturan Pemerintah Nomor: 102 tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) adalah standar
yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan
berlaku secara nasional. Rancangan Standar Nasional
Indonesia (RSNI) adalah rancangan standar yang
dirumuskan oleh panitia teknis setelah tercapai
konsensus dari semua pihak yang terkait;
m.
(Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Drs. Peter
Salim, M.A & Yenny Salim, B.Sc, Pustaka Phoenix)
Standar ; panji-panji, bendera sebagai lambing;
II - 123
n.
(Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ke-3, WJS
Poerwadarminta Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, Balai Pustaka) Standar : Ukuran tertentu yang
digunakan sebagai patokan;
o.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia-online) Standar : 1 n
ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan: petugas
dari instansi itu menguraikan -- gedung sekolah yang
baik; 2 n ukuran atau tingkat biaya hidup: -- hidup di
kota Medan lebih tinggi daripada -- hidup di kota
Bandung; 3 n Sesuatu yang dianggap tetap nilainya
sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai (harga):
negara-negara tertentu memakai -- emas; 4 a baku:
bahasa yang dipakai pada surat kabar tertentu dapat
dianggap telah--; -- sosial ukuran untuk memiliki,
meneliti, dan memilih sikap yang sebaik-baiknya untuk
dipergunakan;
p.
Standar, atau lengkapnya standar teknis : suatu norma
atau persyaratan yang biasanya berupa suatu dokumen
formal yang menciptakan kriteria, metode, proses, dan
praktik rekayasa atau teknis yang seragam. Suatu
standar dapat pula berupa suatu artefak atau perangkat
formal lain yang digunakan untuk kalibrasi (Wikipedia);
Standar yang berbasis pada sistem manjemen kinerja
menegaskan spesifikasi suatu kinerja antara lain;
a.
Spesifik (specific)
b.
Terukur (measurable)
c.
Tepat (appropriate)
d.
Andal (reliable)
e.
Tepat waktu (timely)
Standar yang dikembangkan dengan baik akan memberikan
ciri ukuran kualitatif yang tepat seperti yang tercantum dalam
standar pelaksanaannya. Standar selalu berhubungan dengan
mutu karena standar menentukan mutu.
2.
Ketentuan Dalam Standar
Empat ketentuan dalam standar adalah sebagai berikut:
a.
Harus tertulis dan dapat diterima pada suatu tingkat
praktek, mudah dimengerti oleh para pelaksananya;
b.
Mengandung komponen struktur (peraturan-peraturan),
proses (tindakan/actions) dan hasil (outcomes). Standar
II - 124
struktur menjelaskan peraturan, kebijakan fasilitas dan
lainnya. Proses standar menjelaskan dengan cara
bagaimana suatu pelayanan dilakukan dan outcome
standar menjelaskan hasil dari dua komponen lainnya;
3.
c.
Standar dibuat berorientasi pada pelanggan, staf dan
sistem dalam organosasi. Pernyataan standar
mengandung
apa
yang
diberikan
kepada
pelanggan/pasen, bagaimana staf berfungsi atau
bertindak dan bagaimana sistem berjalan. Ketiga
komponen tersebut harus berhubungan dan terintegrasi.
Standar tidak akan berfungsi bila kemampuan atau
jumlah staf tidak memadai;
d.
Standar harus disetujui atau disahkan oleh yang
berwenang. Sekali standar telah dibuat, berarti sebagian
pekerjaan telah dapat diselesaikan dan sebagian lagi
adalah mengembangkannya melalui pemahaman
(desiminasi). Komitmen yang tinggi terhadap kinerja
prima melalui penerapan-penerapannya secara konsisten
untuk tercapainya tingkat mutu yang tinggi.
Komponen Standar
Komponen-komponen standar meliputi:
a.
Standar Struktur
Standar struktur adalah karakteristik organisasi dalam
tatanan asuhan yang diberikan. Standar ini sama dengan
standar masukan atau standar input yang meliputi:
b.
1)
Filosofi dan objektif;
2)
Organisasi dan administrasi;
3)
Kebijakan dan peraturan;
4)
Staffing dan pembinaan;
5)
Deskripsi pekerjaan (fungsi tugas dan tanggung
jawab setiap posisi klinis);
6)
Fasilitas dan peralatan.
Standar Proses
Standar proses adalah kegiatan dan interaksi antara
pemberi dan penerima asuhan. Standar ini berfokus pada
kinerja dari petugas profesional di tatanan klinis,
mencakup:
1)
Fungsi tugas, tanggungjawab, dan akuntabilitas;
II - 125
c.
2)
Manajemen kinerja klinis;
3)
Monitoring dan evaluasi kinerja klinis.
Standar Outcomes
Standaroutcomes adalah hasil asuhan dalam kaitannya
dengan status pasen. Standar ini berfokus pada asuhan
pasen yang prima, meliputi:
1)
Kepuasan pasen;
2)
Keamanan pasen;
3)
Kenyamanan pasen.
Pada dasarnya, ada dua tingkatan standar yaitu
minimum dan optimum. Standar minimum adalah
sesuatu standar yang harus dipenuhi dan menyajikan
suatu tingkat dasar yang harus diterima, disamping ada
standar lain yang secara terarah dan berkesinambungan
dapat dicapai. Ini merupakan keinginan atau disebut
juga standar optimum. Standar minimum harus dicapai
seluruhnya tanpa ada pertanyaan. Standar optimum
mewakili keadaan yang diinginkan atau disebut juga
tingkat terbaik, dimana ditentukan hal-hal yang harus
dikerjakan dan mungkin hanya dapat dicapai oleh
mereka yang berdedikasi tinggi.
4.
Manfaat Penetapan Standar
Manfaat dari ditetapkannya suatu standar adalah:
a.
Standar dapat mewujudkan jaminan mutu produk dan jasa;
b.
Memelihara
lingkungan;
c.
Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing;
d.
Melancarkan transaksi (perdagangan) dan pencapaian
kesepakatan dagang (kontrak);
e.
Dalam era globalisasi, sebagai alat seleksi entry barries
& entrance facilitation/tools;
f.
Standar menetapkan norma dan memberi kesempatan
anggota masyarakat
dan perorangan mengetahui
bagaimanakah tingkat pelayanan yang diharapkan/
diinginkan. Karena standar tertulis sehingga dapat
dipublikasikan/diketahui secara luas;
keselamatan
publik
dan
perlindungan
II - 126
g.
Standar menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan
berlaku sebagai tolok ukur untuk memonitor kualitas
kinerja;
h.
Standar berfokus pada inti dan tugas penting yang harus
ditunjukkan pada situasi aktual dan sesuai dengan
kondisi lokal;
i.
Standar meningkatkan efisiensi dan mengarahkanpada
pemanfaatan sumber daya dengan lebih baik;
Oleh karena itu standart menunjukkan pada tingkat ideal
tercapai tersebut tidaklah disusun terlalu kaku, tetapi masih
dalam batas-batas yang dibenarkan disebut dengan nama
toleransi. Syarat suatu standar yang baik dipandang cukup
penting adalah :
a.
Bersifat jelas
Artinya dapat diukur dengan baik, termasuk ukuran
terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mungkin
terjadi.
b.
Masuk akal
Suatu standart yang tidak masuk akal, bukan saja akan
sulit dimanfaatkan tetapi juga akan menimbulkan
frustasi para profesional.
c.
Mudah dimengerti
Suatu standart yang tidak mudah dimengerti juga akan
menyulitkan tenaga pelaksana sehingga sulit terpenuhi.
d.
Dapat dipercaya
Tidak ada gunanya menentukan standart yang sulit
karena tidak akan mampu tercapai. Karena itu sering
disebutkan, dalam menentukan standart, salah satu
syarat yang harus dipenuhi ialah harus sesuai dengan
kondisi organisasi yang dimiliki.
e.
Absah
Artinya ada hubungan yang kuat dan dapat
didemintrasikan antara standart dengan sesuatu yang
diwakilinya.
f.
Meyakinkan
Artinya mewakili persyaratan yang ditetapkan. Apabila
terlalu rendah akan menyebabkan persyaratan menjadi
tidak berarti.
II - 127
g.
Mantap, Spesifik dan Eksplisit
Artinya tidak terpengaruh oleh perubahan oleh waktu,
bersifat khas dan gamblang.
5.
Terminologi Standar Dalam Studi Ini
Berdasarkan referensi dari berbagai sumber, sebagaimana
diuraikan di atas, maka dalam studi ini dapat didefinisikan
standar adalah sebagai berikut :
”Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan termasuk tata cara dan metode khususnya yang
terkait dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan
transportasi laut”.
6.
Prosedur dan Proses Perumusan Standarisasi
Perumusan Standardisasi Nasional dilaksanakan melalui Pra
Konsensus dan Konsensus Nasional. Pada proses perumusan
ini melibatkan setiap instansi teknis.
Rancangan standardisasi disusun dengan melakukan studi
terhadap
standardisasi-standardisasi
dan
peraturan
perundangan nasional dan internasioanl melalui beberapa
penyesuaian. Prosedur perumusan standardisasi meliputi:
a.
Usulan Rancangan SNI, dipersiapkan oleh panitia
teknik dan diajukan kepada instansi perumus standar
yang terkait langsung;
b.
Rancangan Standar, dibentuk kelompok kerja untuk
melaksanakan perumusan standar;
c.
Penyebarluasan
Rancangan
Standar,
menyebarluaskan kepada instansi terkait atau pihak yang
berkepentingan untuk mendapat tanggapan sebelum
pembahasan Pra Konsensus dan Konsesus Nasional;
d.
Penyelesaian
Akhir
Rancangan
Standar,
masukan/tanggapan diinventarisir untuk pembahasan
Pra Konsensus dan Konsesus Nasional;
e.
Persetujuan SNI, mengajukan rancangan SNI ke BSN
untuk mendapatkan persetujuan BSN.
Untuk itu, secara sistematis dan runtun proses dan prosedur
dalam standarisasi dapat digambarkan dalam bagan di bawah
ini, baik proses secara normal, fast track, dan penilaian
kesesuaian.
II - 128
Gambar 2.14 Proses Pengembangan SNI (Normal)
Gambar 2.15 Proses Pengembangan SNI (Fast Track)
II - 129
Gambar 2.16 Proses Pengembangan SNI Penilaian Kesesuaian
II - 130
Download