TINJAUAN PUSTAKA A. ASPEK LEGALITAS TERKAIT SARANA PELAYARAN Dalam konsep standar di bidang sarana pelayaran, acuan legalitas baik internasional maupun nasional, beberapa diantaranya mengacu pada International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 (Konvensi Internasional Keselamatan Jiwa di Laut, 1974) dan Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 (Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia, 2009), antara lain yaitu: 1. Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Ro Uraian tentang Standar Pintu Utama dan Darurat Kapal Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Ro dalam SOLAS maupun Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 tidak diuraikan secara eksplisit sebagaimana gambaran standar tersebut di atas. Namun demikian gambarangambaran yang mendekati dapat dipaparkan sebagai berikut yang dapat digunakan sebagai acuan referensi awal. Dalam aturan yang dikeluarkan digambarkan sebagai berikut. oleh SOLAS dapat a. Peraturan 13 SOLAS 1) Tidak diizinkan ada pintu-pintu, lubang-lubang lalu orang atau lubang masuk : disekat tubrukan di bawah garis batas benaman, dan disekat melintang kedap air yang memisahkan sebuah ruang muatan dengan sebuah ruang muatan yang berdampingan atau dengan tempat penyimpanan bahan bakar tetap atau cadangan; 2) Pintu-pintu kedap air yang dipasang disekat-sekat antara tempat penyimpanan bahan bakar tetap dan cadangan harus selalu dapat dimasuki; 3) Di dalam ruangan-ruangan yang berisikan mesin-mesin penggerak utama dan bantu termasuk ketel-ketel yang melayani keperluan-keperluan pergerakan dan semua tempat penyimpanan bahan bakar, tidak lebih dari satu pintu yang terpisah dari pintu-pintu ke tempat-tempat II - 1 penyimpanan bahan bakar dan terowongan-terowongan poros dapat dipasang dimasing-masing sekat melintang utama. Dimana dipasang dua poros atau lebih, maka terowongan-terowongan harus dihubungkan oleh sebuah jalan penghubung antara. Hanya harus ada satu pintu antara ruang mesin dan ruang ruang terowongan, dimana dipasang dua poros dan hanya dua pintu bila lebih dari dua poros. Semua pintu ini harus dari jenis geser dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga ambangnya setinggi praktis dapat dilaksanakan. Perangkat tangan untuk menggerakkan pintu-pintu ini dari atas geladak sekat harus ditempatkan diluar ruangan-ruangan yang berisikan mesin-mesin jika yang demikian itu sesuai dengan tata susunan yang memenuhi syarat dari perangkat yang diperlukan; 4) Pintu-pintu kedap air harus pintu-pintu geser atau pintu-pintu engsel atau pintu-pintu yang jenisnya sepadan dengannya. Pintu-pintu pelat yang dikencangkan hanya dengan baut-baut dan pintu-pintu yang disyaratkan untuk ditutup dengan menjatuhkan atau dengan tindakan menjatuhkan bobot tidak diizinkan; 5) Pintu-pintu geser boleh salah satu : hanya dijalankan dengan tangan, atau dijalankan dengan tenaga maupun dengan tangan; 6) Pintu-pintu kedap air yang diizinkan dapat dibagi dalam 3 kelas: kelas 1 pintu-pintu berengsel; kelas 2 pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tangan; kelas 3 pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga maupun tangan; 7) Sarana untuk menjalankan pintu kedap air yang manapun, baik yang dijalankan dengan tenaga atau bukan, harus dapat menutup pintu selagi kapal dalam keadaan miring 150 ke sisi sembarang; 8) Di semua kelas pintu kedap air harus dipasangi indikator-indikator yang memperlihatkan di semua stasiun pelayanan dari mana pintu-pintu itu tidak terlihat, apakah pintu-pintu itu terbuka atau tertutup. Jika sembarang pintu dari antara pintu-pintu kedap air itu, dari kelas apapun tidak dipasang sedemikian rupa sehingga memungkinkan pintu itu ditutup dari stasiun pengawasan pusat, harus dilengkapi sarana II - 2 penghubung mekanis, listrik, teleponis, atau sarana penghubung lain apapun yang layak, yang memungkinkan perwira jaga dengan segera menghubungi orang yang bertanggung jawab untuk penutupan pintu-pintu yang bersangkutan, berdasarkan perintah-perintah sebelumnya; 9) Pintu-pintu engsel (Kelas 1) harus dipasangi alat-alat penutup gerak cepat, seperti kait-kait, dapat dilayani dari masing-masing sisi sekat; 10) Pintu-pintu geser yang dilayani dengan tangan (Kelas 2) boleh memiliki gerakan mendatar atau tegaklurus. Harus memungkinkan untuk menjalankan mekanisme di pintu itu sendiri dari ke dua sisi, dan sebagai tambahan, dari suatu tempat yang dapat dijangkau dari atas geladak sekat, dengan gerakan engkol penuh atau suatu gerakan lain yang menghasilkan jaminan keselamatan yang sama dan dari jenis yang disetujui. Penyimpangan-penyimpangan dari syarat pelayanan di kedua sisi dapat diizinkan, jika syarat ini tidak mungkin diterapkan karena reka bentuk ruangan-ruangan yang tidak memungkinkannya. Bila dijalankan dengan perangkat tangan, waktu yang diperlukan untuk melakukan penutupan pintu secara penuh dalam keadaan kapal tegak, harus tidak lebih dari 90 detik; 11) Pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga (Kelas 3) boleh memiliki gerakan tegak lurus atau mendatar. Jika sebuah pintu dikehendaki untuk dijalankan dengan tenaga dari pengawasan pusat, perangkat harus ditata sedemikian rupa sehingga pintu itu dapat juga dilayani dengan tenaga di pintu itu sendiri dari kedua sisi. Tata susunan itu harus sedemikian rupa sehingga pintu itu akan menutup secara otomatis jika dibuka oleh pengawas setempat setelah ditutup dari pengawas pusat, dan harus juga sedemikian rupa sembarang pintu dapat tetap ditutup oleh sistim setempat yang akan mencegah pintu dibuka dari pengawas atas. Tangkaitangkai pengatur setempat yang bersambung dengan perangkat tenaga harus dipasang di tiap sisi dari sekat dan harus ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan orang-orang melewati lubang pintu untuk memegang kedua tangkai itu dalam kedudukan terbuka tanpa dapat menjalankan mekanisme secara tidak sengaja pintu-pintu geser yang dijalankan dengan tenaga harus dipasangi perangkat tangan yang dapat II - 3 dilayani di pintu itu sendiri di kedua sisi dan dari suatu tempat yang dapat dijangkau di atas galadak sekat, dengan gerakan engkol putar penuh atau suatu gerakan lain yang menghasilkan jaminan keselamatan yang sama dan dengan jenis yang disetujui. Ketentuan harus dibuat untuk memberi peringatan-peringatan dengan isyarat bunyi bahwa pintu telah mulai menutup dan akan bergerak terus sampai benar-benar menutup. Pintu-pintu harus memerlukan waktu yang cukup untuk menutup demi menjamin keselamatan; 12) Sekurang-kurangnya harus ada dua sumber tenaga yang berdiri sendiri yang dapat membuka dan menutup semua pintu yang diawasi, yang tiap-tiap sumber itu dapat menjalankan semua pintu secara serentak. Kedua sumber tenaga itu harus diawasi dari stasiun pusat di anjungan yang dilengkapi dengan semua indikator yang diperlukan untuk mengkaji bahwa setiap sumber tenaga dari dua sumber tenaga itu dapat memberi pelayanan yang diperlukan secara memuaskan; 13) Dalam hal kerja secara hidrolis, setiap sumber tenaga harus terdiri dari sebuah pompa yang dapat menutup semua pintu dalam waktu yang tidak lebih dari 60 detik. Sebagai tambahan, untuk keseluruhan instalasi harus ada akumulator hidrolis yang kapasitasnya cukup untuk menggerakkan semua pintu sedikit-dikitnya 3 kali, yakni buka – tutup – buka. Cairan yang digunakan haruslah cairan yang tidak membeku pada sembarang suhu yang dapat dialami kapal selama dalam pelayanannya; 14) Pintu-pintu engsel kedap air berengsel (kelas 1) di dalam ruang-ruang penumpang, awak kapal dan ruang kerja hanya dibolehkan di atas sebuah geladak yang sisi bawahnya, di titik terendahnya di lambung sekurangkurangnya 2,13 meter (7 kaki) di atas garis muat subdivisi yang terdalam; 15) Pintu-pintu kedap air yang ambangnya di atas garis muat yang terdalam dan di bawah, garis yang diperincikan di dalam sub paragrap yang terdahulu harus pintu-pintu geser dan boleh dijalankan dengan tangan (kelas 2), kecuali di kapal-kapal yang digunakan untuk pelayaran-pelayaran internasional jarak dekat dan disyaratkan mempunyai faktor sub divisi 0,50 atau kurang yang di kapal-kapal itu semua pintu demikian harus dijalankan dengan tenaga. Bilamana tabungII - 4 tabung saluran yang berhubungan dengan muatan beku dan peranginan atau saluran-saluran tarikan buatan yang dipasang menembus lebih dari satu sekat kedap air sub divisi utama, pintu dilubang demikian harus dijalankan dengan tenaga; 16) Pintu-pintu kedap air yang kadang-kadang boleh dibuka di laut, dan yang ambang-ambangnya ada di bawah garis muat sub divisi terdalam, harus pintu-pintu geser. Adapun aturan-aturan yang harus diterapkan, adalah sebagai berikut: a) Bilamana jumlah pintu demikian (tidak termasuk pintu-pintu di jalan masuk ke terowonganterowongan poros) lebih dari 5 (lima), semua pintu ini dan pintu-pintu di jalan masuk ke terowongan-terowongan poros atau ventilasi atau saluran tarikan paksa, harus dijalankan dengan tenaga (kelas 3) dan harus dapat ditutup secara serentak dari stasiun pusat yang ada di anjungan; b) Bilamana jumlah pintu demikian (tidak termasuk pintu-pintu di jalan masuk ke terowonganterowongan poros) lebih dari 1 (satu), tetapi tidak lebih dari 5 (lima). (1) Dimana kapal tidak mempunyai ruang-ruang penumpang di bawah geladak sekat, semua pintu tersebut boleh digerakkan dengan tangan (Kelas 2); (2) Dimana kapal mempunyai ruang-ruang penumpang di bawah geladak sekat, semua pintu tersebut di atas, harus digerakkan dengan tenaga (Kelas 3), dan harus dapat ditutup secara serentak dari suatu stasiun pusat yang ada di anjungan. c) Di kapal yang manapun jika hanya ada dua pintu kedap air yang demikian, dan pintu-pintu itu untuk memasuki atau di dalam ruangan yang berisikan permesinan, badan pemerintah dapat mengizinkan kedua pintu itu dijalankan hanya dengan tangan (kelas 2); 17) Jika pintu-pintu kedap air geser yang kadang-kadang harus dibuka di laut dengan maksud meratakan batubara dipasang diantara tempat-tempat penyimpanan bahan bakar di geladak-geladak antara di II - 5 bawah geladak sekat, pintu-pintu itu harus digerakkan dengan tenaga. Pembukaan dan penutupan pintu-pintu ini harus dicatat di dalam buku harian sebagaimana yang ditetapkan oleh badan pemerintah; 18) Jika badan pemerintah telah diyakinkan bahwa pintupintu demikian benar-benar diperlukan, pintu-pintu kedap air dengan konstruksi yang memenuhi syarat dapat dipasang di sekat-sekat kedap air yang membagi ruang-ruang muat geladak antara. Pintu-pintu tersebut boleh berengsel, gulung atau geser, tetapi tidak boleh dikendalikan dari jauh. Pintu-pintu itu harus dipasang sampai ketinggian yang paling tinggi dan sejauh mungkin dari kulit yang dapat dilaksanakan, tetapi bagaimanapun juga tepi-tepi tegak luar harus diletakkan harus diletakkan di suatu tempat yang jaraknya dari kulit tidak kurang dari seperlima lebar kapal, sebagaiamana yang ditentukan dalam Peraturan 2 Bab ini, jarak tersebut diukur tegak lurus sumbu simetri kapal setinggi garis muat sub divisi yang terdalam; 19) Pintu-pintu demikian harus ditutup sebelum pelayaran dimulai dan harus tetap dalam keadaan tertutup selama dalam pelayaran, dan saat pintu-pintu itu dibuka di pelabuhan dan pintu-pintu itu ditutup sebelum kapal meninggalkan pelabuhan harus dicatat di dalam buku harian. Apabila pintu yang manapun dari pintu-pintu itu harus dapat dijangkau selama dalam pelayaran, pintu-pintu itu harus dipasangi perangkat yang dapat mencegah pintu-pintu terbuka tanpa dikehendaki. Bilamana diusulkan memasang pintu-pintu demikian, jumlah dan tata susunannya harus sesuai dengan pertimbangan khusus dari badan pmerintah; 20) Semua pintu kedap air harus tetap dalam keadaan tertutup selama dalam pelayaran kecuali bilamana perlu dibuka untuk kepentingan pekerjaan di kapal , dan harus selalu dalam keadaan siap ditutup dengan segera. b. Peraturan 14 SOLAS 1) Pintu-pintu dari lorong muatan dan batubara yang dipasang di bawah garis batas benaman harus mempunyai kekuatan yang cukup. Pintu-pintu itu harus ditutup secara berdayaguna dan dikencangkan kedap air sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, dan harus tetap tertutup Selama kapal berlayar; II - 6 2) Pintu-pintu tersebut dalam keadaan bagaimanapun juga tidak boleh dipasang sedemikian rupa sehingga titik terendahnya berada di bawah garis muat sub divisi yang terdalam. c. Peraturan 15 SOLAS 1) Kerangka-kerangka dari pintu-pintu kedap air tegak lurus harus tanpa sponing di bagian bawah yang didalamnya kotoran dapat mengganjal dan menghalangi pintu dapat menutup dengan sempurna; 2) Tiap-tiap pintu kedap air harus diuji dengan tekanan air hingga tinggi tekannya mencapai geladak sekat. Pengujian harus dilaksanakan sebelum kapal dilayarkan, apakah sebelum pintu itu dipasang atau sesudahnya; d. Peraturan 21 SOLAS 1) Latihan-latihan menggerakkan pintu-pintu kedap air harus dilakukan 1 kali setiap minggu. Di kapal-kapal yang waktu pelayarannya lebih dari 1 minggu, suatu latihan lengkap harus diselenggarakan sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, dan latihan-latihan lain setelah itu sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu selama pelayaran. Di semua kapal, semua pintu bertenaga dan berengsel yang kedap air di sekat-sekat melintang utama yang digunakan di laut, harus digerakkan setiap hari; 2) Pintu-pintu kedap air dan semua mekanisme serta indikator yang dihubungkan padanya, semua katup yang penutupannya diperlukan untuk membuat kompartemen kedap air, dan semua katup yang kerjanya diperlukan, untuk pengawasan kerusakan sambungan-sambungan silang harus diperiksa secara berkala di laut sekurangkurangnya 1 kali setiap minggu; 3) Katup-katup, pintu-pintu dan mekanisme demikian harus ditandai dengan sepatutnya untuk memperoleh kepastian bahwa kesemuanya itu dapat digunakan dengan layak untuk memperoleh keselamatan yang setinggi-tingginya. e. Peraturan 22 SOLAS 1) Pintu-pintu berengsel, pintu-pintu muatan, pintu-pintu batubara dan lubang-lubang lain yang oleh peraturan ini disyaratkan untuk tetap dalam keadaan tertutup selama dalam pelayaran, harus ditutup sebelum kapal meninggalkan pelabuhan. Saat penutupan dan saat II - 7 pembukaannya harus dicatat dalam buku harian; 2) Catatan tentang semua latihan dan pemeriksaan yang disyaratkan harus dibukukan di dalam buku harian dengan catatan terpisah tentang adanya kekurangankekurangan yang mungkin dijumpai. f. Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged, 2009 (Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia, 2009), Hal-hal yang terkait yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi awal dalam studi ini adalah sebagai berikut. 1) Bagian A, Definisi Pengertian kedap air: a) Dalam kaitannya dengan peralatan yang berada diatas garis marginadalah peralatan yang harus dibuat seefektif mungkin untuk menahan aliran air, kecuali untuk rembesan kecil, ketika menjalani uji semprot dengan air bertekanan 210 kPa menggunakan nosel berdiameter 18 mm, atau dengan pengujian yang setara, dan b) Dalam kaitannya dengan konstruksi kapal, mampu mencegah masuknya air melalui bagian tersebut dari setiap arah pada tinggi tekan air sampai dengan garis margin kapal. Pintu kedap air berarti sebuah pintu yang memenuhi persyaratan peraturan ini. 2) Bagian C sub divisi kedap air kapal penumpang kelas I Seksi 7 poin 7.5 konstruksi sekat kedap air diuraikan sebagai berikut: a) Pintu kedap air dapat diijinkan pada sekat kedap air (kecuali pada sekat tubrukan) asalkan otoritas yang berwenang mengijinkan karena setiap akses alternatif akan mengganggu kegunaan fungsi kapal. Pintu harus dapat dioperasikan dari kedua sisi; b) Pintu yang dipasang seperti poin tersebut di atas, harus merupakan pintu geser yang memiliki gerakan mendatar atau vertikal, pintu berengsel atau yang sejenis; II - 8 c) Pintu berengsel dapat dipasang pada bukaan: (1) Pada sekat yang bukan sekat tubrukan di kapal dengan panjang kurang dari 25 meter; (2) Pada sekat yang bukan sekat tubrukan pada kapal kelas ID dan IE. d) Pintu berengsel harus dipasang dengan alat penutup cepat yang mampu beroperasi dari setiap sisi sekat yang dipasangi pintu dan harus ditandai pada masing-masing sisi dengan huruf cetak tebal dan permanen “PINTU INI HARUS SELALU DITUTUP DAN DIKUNCI”; e) Pintu geser kedap air harus dapat dioperasikan saat kapal miring 150 dan trim 30 kearah manapun; f) Pintu geser kedap air yang dioperasikan secara manual atau dengan daya harus mampu digerakkan dari setiap sisi sekat dimana pintu itu dipasang. Apabila pintu dioperasikan dengan kendali jarak jauh, alarm harus dipasang di setiap kompartemen yang berdekatan dan indikator dipasang di setiap stasiun kendali jarak jauh untuk menunjukkan apakah pintu terbuka atau tertutup. 3) Bagian D subdivisi kedap air kapal-kapal kelas 2 dan 3 Seksi 9 (kapal kelas 2 dan 3 berukuran panjang 35 meter atau lebih pada poin 9.8 pintu pada sekat kedap air a) Pintu-pintu kedap air pada sekat kedap air yang dalam kondisi kerja normal mungkin dibutuhkan untuk dibuka pada saat di laut harus merupakan pintu geser; b) Pintu geser harus terbuat dari baja atau jika otoritas berwenang menyetujui sekat terbuat dari bahan lain, pintu boleh terbuat dari bahan yang sama dengan bahansekat dan harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu pada saat ditutup integritas kekedapan air sekat tidak berubah; c) Pintu geser boleh dibuat dengan pergerakan horizontal maupun vertikal dan harus dilengkapi dengan mekanisme manual yang dapat dioperasikan dari setiap sisi bukaan dan dari posisi di atas geladak sekat yang dapat diakses; II - 9 d) Jika pintu geser dipasang pada sekat ruang mesin, alat untuk mengoperasikan pintu dari atas geladak sekat harus ditempatkan diluar kamar mesin, kecuali jika otoritas yang berwenang mengatur lain; e) Suatu bukaan yang merupakan akses pada terowongan poros kedap air harus dilengkapi dengan pintu geser kedap air yang boleh terbuat dari bahan yang sama dengan terowongan poros dan pintu tersebut harus dapat dioperasikan dari kedua sisi bukaan; f) Bila pintu geser dapat dioperasikan dari posisi di atas geladak sekat, sarana untuk mengetahui apakah pintu tersebut terbuka atau tertutup harus disediakan di tempat dimana pintu tersebut dioperasikan; g) Bila pintu geser dapat dioperasikan dengan daya, kendali mekanisme pengoperasian harus dihubungkan dengan alat peringatan bunyi dimana setiap gerakan dari kendali akan menimbulkan peringatan bunyi di pintu tersebut; h) Pintu geser harus dipasang sedemikian rupa sehingga dapat dioperasikan ketika kapal dalam posisi miring 150. Seksi 10 (kapal kelas 2 dan 3 dengan panjang terukur kurang dari 35 meter pada10.2 bukaan pada sekat kedap air, mempunyai ketentuan sebagai berikut: a) Bukaan harus dilengkapi dengan alat penutup yang disetujui. Pintu kedap air harus setara kekuatannya dengan bagian sekat yang yang tidak dilubangi; b) Pintu kedap air tidak boleh dipasang pada sekat tubrukan dibawah geladak cuaca; c) Pintu kedap air dapat berupa pintu berengsel, yang dapat dioperasikan secara lokal dari setiap pintu; sisi d) Pintu berengsel harus diberi marka pada tiap sisidengan dengan huruf cetak tebal dan permanen “PINTU INI HARUS SELALU DITUTUP DAN DIKUNCI”; II - 10 e) Pintu geser kedap air harus dapat dioperasikan saat kapal miring 150 kearah manapun; f) Pintu geser kedap air yang dioperasikan secara manual atau dengan daya harus mampu digerakan dari setiap sisi sekat dimana pintu itu dipasang. Apabila pintu dioperasikan dengan kendali jarak jauh, alarm harus dipasang di setiap kompartemen yang berdekatan dan indikator dipasang di setiap stasiun kendali jarak jauh untuk menunjukkan apakah pintu terbuka atau tertutup. g. Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007 Diuraikan tentang gambaran dari Pintu baja kedap cuaca untuk kapal kecil sebagaimana berikut: 1) Istilah dan definisi • pintu baja kedap cuaca untuk kapal kecil • pintu luar pada bangunan atas dan rumah geladak yang direncanakan untuk mencegah masuknya pengaruh cuaca dari luar. a) Klasifikasi Berdasarkan aplikasinya, pintu dikelompokkan dalam 4 (empat) klasifikasi sesuai Tabel 2.1 Tabel 2.1 Klasifikasi dan Aplikasi KLASI FIKASI APLIKASI A Pintu sekat depan bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat pertama di atas geladak lambung timbul. B Pintu sekat depan bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat kedua diatas geladak lambung timbul. C Pintu dinding samping dan dinding belakang bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat pertama di atas geladak lambung timbul, dan pintu sekat depan rumah geladak pada tingkat ketiga atau lebih di atas geladak lambung timbul. II - 11 D Pintu dinding samping dan dinding belakang bangunan atas dan rumah geladak pada tingkat kedua diatas geladak lambung timbul. Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007 b) Syarat mutu bahan Bahan harus sesuai Tabel 2.2. Tabel 2.2 Keterangan bahan pintu baja kedap cuaca NO BAGIAN BAHAN 1 Pelat pintu JIS G 3101-SS41* 2 Penahan gasket Pelat baja 3 Gasket Karet sintetis tahan lama 4 Penegar JIS G 3101-SS41* 5 Ambang JIS G 3101-SS41* Keterangan * SS41 dikenali menjadi SS400 sejak Januari 1991. Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 7362:2007 c) Konstruksi, bentuk, dan ukuran (1) Bukaan ke kanan (R) harus diartikan pintu dibuka ke arah kanan dan bukaan ke kiri (L) pintu dibuka ke arah kiri. (2) Ukuran dari lubang pintu dan pintu, ketebalan dari pelat pintu dan ukuran penegar sesuai Tabel 2.3. (3) Perlengkapan pada pintu sesuai JIS F 2330. (4) Gambar 1 sampai Gambar 8 menunjukkan bukaan ke kanan (R), dan sebaliknya bukaan ke kiri (L) . (5) Pintu harus dilengkapi dengan gagang pengunci, penahan penjepit dan kait sesuai keperluan. II - 12 d) Syarat Penandaan Pintu harus diberi tanda pada bagian yang mudah dilihat dengan mencantumkan : Nama/Logo perusahaan, tipe, nomor nominal dan arah bukaan. e) Cara Penunjukan Pintu ditunjuk dengan mencantumkan nama, kelas, nomor nominal, tebal pelat pintu, ukuran penegar, arah bukaan atau nomor SNI. CONTOH Pintu baja kedap cuaca untuk kapal kecil A 10506-6-75 x 6 R atau SNI 7362 A 105066-75 x 6 R. II - 13 Tabel 2.3 Ukuran pintu (Satuan dalam millimeter) Klasifikasi A 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 penegar 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Klasifikasi D Tebal pelat pintu penegar 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 L<90m 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 L≤50m 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 Tebal pelat pintu L<90m 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 penegar 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 Klasifikasi C L≤50m L≤90m 75x6 75x6 75x6 75x6 75x6 75x6 75x6 75x6 75x6 75x6 75x6 75x6 L<90m Tebal pelat pintu L<90m 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 65x4,5 penegar 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 L≤50m 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 L<90m Ukuran pintu 1040x540 1140x540 1140x590 1140x640 1240x540 1240x590 1240x640 1340x540 1340x590 1340x640 1440x590 1440x640 L≤90m Ukuran lubang pintu 1000x500 1100x500 1100x550 1100x600 1200x500 1200x550 1200x600 1300x500 1300x550 1300x600 1400x550 1400x600 Tebal pelat pintu No Nominal 1050 1150 1155 1160 1250 1255 1260 1350 1355 1360 1455 1460 Klasifikasi B 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 50x4,5 Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) II - 14 Tabel 2. 4 Ukuran Berat Berat Terhitung (Kg) No Nominal 1050 1150 1155 1160 1250 1255 1260 1350 1355 1360 1455 1460 Klasifikasi A Klasifikasi B Klasifikasi C L≤50m L<90m L≤50m L<90m L≤50m L<90m 26,6 29,2 31,7 34,3 31,7 34,5 37,3 34,2 37,2 40,2 40,0 43,2 29,1 31,8 34,6 37,4 34,6 37,6 40,6 37,4 40,6 43,9 43,6 47,1 21,8 23,9 26,0 28,1 25,9 28,2 30,5 28,0 30,5 32,9 32,7 35,3 24,2 26,5 28,9 31,2 28,8 31,3 33,9 31,1 33,8 36,5 36,4 39,3 21,5 23,5 25,6 27,7 25,6 27,8 30,1 27,6 30,1 32,5 32,3 34,9 23,9 26,1 28,4 30,8 28,4 30,9 33,4 30,7 33,4 36,1 35,9 38,8 Klasifikasi D 21,5 23,5 25,6 27,7 25,6 27,8 30,1 27,6 30,1 32,5 32,3 34,9 Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) II - 15 Keterangan: 1. L panjang kapal sesuai dengan peraturan untuk Konstruksi Kapal Baja 2. Pintu yang berpenegar satu masuk klasifikasi D, yang berpenegar dua masuk klasifikasilainnya. 3. Berat terhitung hanya menunjukkan berat pelat pintu. 4. Tebal pelat pintu menunjukkan nilai minimumnya. 5. Tebal pelat pintu untuk kapal pelayaran pedalaman dapat dikurangi 0,5 mm dari nilai yang tertera di atas. Tebal minimum adalah 4,5 mm. 35 x 15 Gasket Ukuran Pelat Pintu Posisi tengah clip tipe A Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.1 Klasifikasi A dan B (Clip tipe A) II - 16 35 x 15 Gasket Ukuran Pintu Posisi tengah clip tipe A Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.2 Klasifikasi A dan Klasifikasi B (Clip tipe B) II - 17 35 x 15 Gasket Ukuran Pintu Posisi tengah tipe A Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.3 Klasifikasi C (clip tipe A) II - 18 35 x 15 Gasket Posisi tengah clip tipe B Ukuran Pintu Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.4 Klasifikasi C (Clip tipe B) II - 19 35 x 15 Gasket Ukuran Pintu Posisi tengah clip tipe A Ukuran Lubang Pintu Keterangan : 1. Jarak pemasangan penegar pada pintu yaitu tinggi dari lubang pintu dibagi tiga bagian yang sama 2. Radius sudut R 100 menunjukkan ukuran dari ambang pintu pada sekat Gambar 2.5 Klasifikasi D (Clip tipe A) II - 20 Ukuran Pintu Ketebalan pelat pintu Gambar 2.6 Gambar detail yang menunjukkan bagian dari Rim Klasifikasi A dan B Keterangan : 1. Ukuran yang ditandai dengan * dapat dirubah 2. Profil pelat dapat digunakan untuk ambang sebagai pengganti profil sudut 3. Ketebalan dari penahan gasket harus sama dengan pelat pintu 4. Ukuran dalam tanda kurung menunjukkan clip tipe B II - 21 2. Standar Sistem Peranginan Dalam Kamar Mesin Kapal Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Ro Uraian tentang Standar Sistem Peranginan Dalam Kamar Mesin Kapal Penumpang dan Kapal Penumpang Ro-Rodalam SOLAS tidak diuraikan secara khusus sebagaimana yang terdapat dalam kapal penumpang dan kapal penumpang Ro-Ro seperti gambaran standar tersebut di atas. Namun demikian gambaran-gambaran yang mendekati dapat dipaparkan sebagai berikut yang dapat digunakan sebagai acuan referensi awal. Dalam aturan yang dikeluarkan oleh SOLAS dapat digambarkan sebagai berikut. a. Peraturan 25 SOLAS Sistem ventilasi 1) Pada umumnya, kipas-kipas ventilasi harus dipasang sedemikian rupa sehingga saluran-saluran yang menjangkau berbagai ruangan, tetap ada di dalam zona vertikal utama; 2) Jika sistim ventilasi menembus geladak-geladak, harus dilakukan tindakan pengamanan, di samping tindakantindakan yang berkaitan dengan keutuhan kebakaran geladak yang disyaratkan oleh Peraturan 23 Bab ini, untuk mengurangi kemungkinan asap dan gas-gas panas menerobos dari satu ruang geladak antara ke ruang geladak antara yang lain melalui sistim itu. Di samping syarat-syarat isolasi yang ditetapkan di dalam peraturan ini, saluran-saluran vertikal, jika dianggap perlu harus diisolasi sebagaimana yang ditetapkan dalam tabel-tabel bersangkutan di dalam peraturan 20 Bab ini; 3) Lubang-lubang masuk dan lubang-lubang keluar utama dari semua sistim ventilasi harus dapat ditutup dari luar ruangan yang mendapat ventilasi; 4) Kecuali di dalam ruang-ruang muat, saluran-saluran ventilasi harus dibangun dari bahan-bahan berikut: a) Saluran-saluran dengan penampang melintang tidak kurang dari 0.075 m2 (116 inci persegi) dan semua saluran vertikal yang melayani lebih dari suatu ruangan geladak antara tunggal, harus dikonstruksi dari baja atau bahan lain yang sepadan; b) Saluran-saluran dengan penampang melintang kurang dari 0.075 m2 (116 inci persegi) harus II - 22 dikontruksi dari bahan-bahan yang tidak dapat terbakar. Jika saluran-saluran demikian menembus divisi-divisi klas A atau B harus diperhatikan benar-benar untuk menjamin integritas kebakaran divisi. c) Saluran-saluran pendek dengan penampang melintang pada umumnya tidak lebih dari 0.02 m2 (31 inci persegi) atau yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter (79 inci), tidak perlu dari bahan yang tidak dapat terbakar, dengan ketentuan bahwa semua syarat-syarat berikut ini dipenuhi: (1) Saluran dikonstruksi dari bahan dengan resiko kebakaran terbatas yang disetujui Badan Pemerintah; (2) Saluran hanya digunakan di ujung akhir dari sistim ventilasi; dan (3) Saluran tidak ditempatkan dengan jarak yang kurang dari 0.6 meter (24 inci), diukur sepanjang saluran itu sampai ke penembusan divisi klas A atau B, termasuk langit-langit klas B menerus. 5) Jika ruang tertutup tangga tapak diberi ventilasi, saluran atau saluran-saluran (jika ada) harus diambil dari kamar kipas terpisah dari saluran-saluran lain di dalam sistim ventilasi dan tidak boleh melayani ruangan lain yang manapun; 6) Semua ventilasi dengan tenaga, kecuali ventilasi ruang mesin dan ruang-ruang muat dan sistim pengganti apapun yang mungkin dipersyaratkan oleh paragraph h peraturan ini, harus dipasang alat-alat pengawas yang dikelompokkan sedemikian sehingga semua kipas dapat dihentikan dari manapun dari dua kedudukan terpisah yang harus ditempatkan sejauh yang dapat dilaksanakan. Alat-alat pengawas untuk ventilasi dengan tenaga yang melayani ruang-ruang mesin harus juga dikelompokkelompokkan sedemikian rupa sehingga dapat dilayani dari dua kedudukan, satu diantaranya harus ada di luar ruangan-ruangan demikian. Kipas-kipas yang melayani sistim-sistim ventilasi dengan tenaga di ruang muat harus dapat diberhentikan dari temapt yang aman di luar ruangan-ruangan demikian. II - 23 7) Sistim ventilasi yang melewati ruang-ruang akomodasi atau ruangan-ruangan berisikan bahan-bahan yang dapat terbakar, saluran-saluran buang dari dapur masak harus dengan konstruksi divisi-divisi kelas A. Masing-masing saluran buang harus dipasangi: a) penahan gemuk yang mudah dilepas untuk dibersihkan; b) katup peredam kebakaran yang ditempatkan di ujung bawah saluran; c) penataan-penataan yang dapat dilayani dari dalam ruang masak, untuk penutupan kipas buang; dan d) sarana-sarana yang dipasang tetap memadamkan api di dalam saluran. untuk 8) Pengaturan-pengaturan demikian jika dapat dilaksanakan harus diambil berkenaan dengan stasiunstasiun pengawasan di luar ruang-ruang mesin untuk menjamin bahwa ventilasi, penglihatan dan keadaan bebas asap dipertahankan, sehingga bila terjadi kebakaran, permesinan dan perlengkapan yang ada di dalamnya dapat diawai dan terus berfungsi secara efektif. Sarana-sarana pengganti dan terpisah dari prnyaluran udara harus diperlengkapkan, pemasukanpemasukan udara dari dua sumber penyaluran harus dipasang sedemikian rupa sehingga resiko kedua pemasukan untuk menarik asap secara bersamaan hingga serendah-rendahnya. Atas keputusan Badan Pemerintah, syarat-syarat demikian tidak perlu diterapkan bagi stasiun-stasiun pengawasan yang terletak di, dan lubanglubang di geladak terbuka, atau dimana penataanpenataan penutupan setempat harus mempunyai daya guna yang sama; 9) Saluran-saluran yang diadakan untuk ventilasi ruangruang mesin katagori A pada umumnya tidak boleh melalui ruang akomodasi, ruang pelayanan atau stasiunstasiun pengawasan, kecuali jika Badan pemerintah memberi keringanan terhadap syarat-syarat ini, dengan ketentuan bahwa: a) Saluran-saluran dikonstruksi dari baja, diisolasi sesuai dengan standar A-60, atau dan b) Saluran-saluran dikonstruksi dari baja dan dipasangi katup peredam kebakaran otomatis di dekat batas yang ditembus dan diisolasi sesuai II - 24 dengan standar A-60 dari ruang mesin sampai ke suatu titik yang sekurang-kurangnya 5 meter (16 kaki) setelah katup peredam kebakaran. 10) Saluran-saluran untuk ventilasi ruang-ruang akomodasi, ruang-ruang pelayanan, atau stasiunstasiun pengawasan pada umumnya tidak boleh melewati ruang-ruang mesin kategori A, kecuali jika badan pemerintah memberi keringanan terhadap syarat ini, dengan ketentuan bahwa saluran-saluran itu harus dibuat dari baja atau dipasangi katup peredam kebakaran otomatis di dekat batas-batas yang ditembus. b. Peraturan 30 SOLAS Sistem ventilasi 1) Untuk ruangan-ruangan kategori khusus harus ada sistim ventilasi dengan tenaga efektif yang cukup memberi sekurang-kurangnya 10 kali pertukaran udara setiap jam. Sistim ventilasi untuk ruangan-ruangan demikian harus benar-benar terpisah dari sistim ventilasi lain dan harus dalam keadaan jalan pada setiap saat bilamana di dalam ruangan demikian ada kendaraan. Badan pemerintah dapat mensyaratkan untuk menambah jumlah pertukaran udara bilamana kendaraan-kendaraan sedang dinaikkan atau sedang diturunkan. 2) Ventilasi harus sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya lapisan udara dan terbentuknya kantong-kantong udara. 3) Di anjungan harus dilengkapi dengan sarana-sarana untuk menunjukkan hilang atau berkurangnya kapasitas ventilasi yang disyaratkan. 4) Ketentuan-ketentuan tambahan yang hanya berlaku bagi ruangan-ruangan katagori khusus yang ada di atas geladak sekat. c. Peraturan 31 SOLAS Sistem ventilasi 1) Di dalam setiap ruang muat demikian harus dilengkapi dengan sistim ventilasi dengan tenaga yang efektif yang cukup memberikan sekurang-kurangnya 10 kali pertukaran udara dalam setiap jam. Sistim untuk ruangruang muat demikian harus sama sekali terpisah dari sistim-sistim ventilasi lain dan harus bekerja pada setiap II - 25 saat bilamana di dalam ruang-ruang demikian ada kendaraan-kendaraan. 2) Ventilasi itu harus demikian rupa untuk dapat mencegah terbentuknya lapisan udara dan terbentuknya kantongkantong udara. 3) Di anjungan navigasi harus dilengkapi dengan saranasarana untuk menunjukan setiap adanya kehilangan atau berkurangnya kapasitas ventilasi yang dipersyaratkan. d. Peraturan 45 SOLAS Sistem ventilasi Ventilasi dengan tenaga di ruang-ruang mesin harus dapat dihentikan dari suatu posisi di luar ruang-ruang mesin yang dapat dijangkau dengan mudah. e. Peraturan 45 SOLAS Ventilasi 1) Tata susunan dan penempatan bukaan-bukaan di geladak tangki muat darimana dapat terjadi keluar gas harus sedemikian rupa sehingga dapat menurunkan hingga serendah-rendahnya kemungkinan masuknya gas ke dalam ruangan-ruangan tertutup yang mengandung sumber penyalaan, atau mengumpul di sekitar permesinan dan perlengkapan geladak yang dapat mengakibatkan terjadinya bahaya penyalaan kebakaran. Bagaimanapun juga ketinggian lubang buang di atas geladak dan kecepatan keluarnya gas itu harus ditentukan berdasarkan jarak setiap lubang buang dari bukaan lubang rumah geladak atau sumber penyalaan manapun. 2) Tata susunan lubang-lubang masuk dan lubang-lubang buang dari ventilasi dan bukaan-bukaan lubang rumah geladak dan bukaan bukaan batas bangunan atas dan bukaan-bukaan lainnya harus sedemikian sehingga melengkapi ketentuan-ketentuan paragraph (a) peraturan ini. Ventilasi demikian. Khususnya untuk ruang-ruang permesinan harus ditempatkan sejauh praktis dapat dilaksanakan. Dalam hal ini pertimbangan harus diberikan bilamana kapal diperlengkapi untuk memuat atau membongkar di buritan. Sumber-sumber penyalaan seperti perlengkapan listrik harus ditata sedemikian untuk menghindari bahaya ledakan. II - 26 3) Kamar-kamar pompa muat harus dengan ventilasi mekanik dan buangan-buangan dari kipas-kipas buang harus disalurkan ke suatu tempat yang aman di geladak terbuka. Ventilasi ruangan-ruangan ini harus memiliki kapasitas yang cukup untuk mengurangi hingga serendah-rendahnya kemungkinan terkumpulnya uapuap yang dapat menyala. Jumlah pergantian udara harus sekurang-kurangnya 20 kali setiap jam, dengan dasar isi kotor ruangan. Saluran-saluran udara harus ditata sedemikian sehingga semua ruangan memperoleh ventilasi secara efektif. Ventilasi harus dari tipe isap. f. Peraturan 76 SOLAS Sistim ventilasi 1) Semua ventilasi dengan tenaga, kecuali ventilasi ruang muat dan ruang permesinan, harus dilengkapi dengan pengawasan-pengawasan induk yang ditempatkan sedemikian di luar ruangan permesinan di posisi-posisi yang dapat dijangkau dengan mudah dan cepat, sehingga tidak perlu mendatangi lebih daripada 3 stasiun untuk menghentikan semua kipas ventilasi ke ruangan-ruangan yang selain ruang-ruang permesinan dan ruang-ruang muat. Ventilasi ruang permesinan harus dilengkapi dengan pengawasan induk yang dapat dilayani dari suatu posisi di luar ruang permesinan. 2) Isolasi yang efisien harus dikenakan pada saluransaluran buang dari dapur masak, di mana saluran-saluran buang itu menerobos ruang-ruang akomodasi. 3. Standar Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam. a. Umum Dasar pemikiran penyusunan Standar Ruang Kabin Penumpang Kapal Ro-Ro yang Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam adalah persyaratan pelayanan minimal kapal penyeberangan secara teknis dan aspek kenyamanan pelanggan penumpang diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. AP.005/3/13/DPRD/94 tentang Petunjuk Teknis Persyaratan Pelayanan Minimal Kapal Sungai, Danau dan Penyeberangan serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. .SK.73/AP005/DRJD/2003 tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan. II - 27 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 73/AP005/DRJD/2003 tentang Persyaratan Minimal Angkutan Penyeberangan Perusahaan angkutan penyeberangan yang melakukan usaha angkutan penyeberangan harus memenuhi persyaratan pelayanan untuk penumpang, pemuatan kendaraan dikapal penyeberangan, kecepatan kapal dan pemenuhan jadwal operasi kapal.Secara garis besar Keputusan Direktur Jenderal PerhubunganDarat No. SK.73/AP005/DRJD/2003 mengatur hal-hal sebagai berikut: 1) Persyaratan pelayanan untuk penumpang; 2) Persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan diatas kapal penyeberangan; 3) Persyaratan pelayanan kecepatan kapal, dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu : a) Kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) knot per jam; b) Kapal pelayanan non-ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan rata-rata pelayanan (service speed) sekurang kurangnya 15 (limabelas) knot. 4) Persyaratan pelayanan pemenuhan jadwal kapal, meliputi hal-hal berikut ini: a) Jadwal perjalanan kapal, b) Jadwal siap operasi (stand by), c) Jadwal istirahat (off), d) Jadwal docking. Persyaratan pelayanan untuk penumpang dapat diuraikan lebih detail menjadi beberapa bagian dibawah ini : (1) Persyaratan pelayanan kenyamanan penumpang terdiri dari ; (a) Waktu atau lama berlayar, terdiri dari : Kategori 1, lama pelayaran s/d 1 jam, Kategori 2, lama pelayaran 1 s/d 4 jam, Kategori 3, lama pelayaran 4 s/d 8 jam, Kategori 4, lama pelayaran 8 s/d 12 jam, II - 28 Kategori 5, lama pelayarandiatas 12 jam. (b) Waktu turun naik penumpang bongkar muat kendaraan, dan/atau ( c) Kelas– kelas tempat duduk penumpang, dibedakan menjadi beberapa bagian : Tempat duduk kelas ekonomi, Tempat duduk kelas non-ekonomi bisnis, Tempat duduk kelas non-ekonomi eksekutif. (2) Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang, dibedakan menjadi beberapa bagian : (a) Luas Ruangan, (b) Tempat penumpang, Penumpang geladak terbuka, Penumpang geladak tertutup, Penumpang kamar. (c) Tempat duduk, (d) Gang / jalanlewat orang, (e) Kamar mandi dan WC / peturasan, (f) Sistem lubang angin / ventilasi, (g) Dapur dan kantin / kafetaria, (h) Ruang publik (public area). (3) Persyaratan jalan penumpang keluar/masuk kapal (gangway). Dalam kegiatan turun naik penumpang harus dapat tercipta kondisi yang tertib, lancar, teratur, aman dan nyaman dengan demikian jalan keluar masuk kapal harus sesuai dengan jumlah penumpang yang akan turun naik kapal. b. Ruangan dan Fasilitas Sedangkan persyaratan minimal konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang pada kapal ferry Ro-Ro adalah sebagai berikut: 1) Luas ruangan: Luas lantai tempat duduk/tempat tidur penumpang kurang lebih 60% luas geladak ruangan. II - 29 2) Penumpang: a) Penumpang geladak terbuka: - luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30-0,45 m2 b) Penumpang geladak tertutup: (1) Tinggi tenda/atap minimal 1,90m; (2) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang berukuran 0,30-0,65 m2 c) Penumpang kamar: (1) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 (enam) orang; (2) Harus mempunyai tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,80 m panjang dan 0,70 m lebar; (3) Luas lantai per orang minimal 1,36 m2 Khusus untuk kapal-kapal sungai karena keterbatasan ruangan, diperboleh membuat ruangan tidur secara tatami(tanpa ranjang/bed) dengan luas lantai per orang minimal 1,26 m2. 3) Tempat duduk; a) Bangku : (1) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat sandaran tangan; (2) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 orang untuk satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu orang; (3) Luas bangku per orang minimal 0,30 m2 (4) Bangku dapat ditempatkan pada ruangan penumpang geladak terbuka. b) Kursi : (1) Tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing penumpang dan ditempatkan secara berderet; (2) Luas ukuran kursi minimal 0,30 m2 tiap kursi; c) Kursi reklining (reclining seat) : II - 30 (1) Tempat duduk dengan sandaran pungung yang dapat diatur dan ditempatkan pda ruangan penumpang geladak tertutup, yang merupakan tempat duduk kelas bisnis dan eksekutif ; (2) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi; Ukuran dari kursi untuk penumpang kapal ferry Ro-Ro sesuai dengan klasifikasi waktu berlayar dan fasilitasnya diperlihatkan dalam Tabel 2.5 Tabel 2.5 Fasilitas Ruang Akomodasi Penumpang CCTV Video P. Addreser Musik Sistem SirkulasiUdara Urinoir/WC K.Mandi Tempat Dukuk/Luasm2 Kelas Jam Belayar No. Ekonomi Geladak 1 Bangku/0, 3 m2 Urinoir/ WC Terbuka ada - Bangku/0, 3 m2 Urinoir/ WC Terbuka ada - Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/ WC Fan ada - Ekonomi Bangku/0, 3 m2 Urinoir/ WC Terbuka Ada Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/ WC Fan Ada Ada Eksekutif K.Reklini ng/0,5 m2 Urinoir/ WC AC Ada Ada Ekonomi Bangku/0, 3 m2 Urinoir/ WC Fan Ada Ada Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/ WC Fan/AC Ada Ada Eksekutif K.Reklini ng/0,5 m2 Urinoir/ WC AC Ada Ada Sampai Terbuka dengan 1,0 jam Geladak Tertutup 2 3 Diatas 1,0 jam s/d 4 jam Diatas 4 jam s/d 8 jam II - 31 4 5 Diatas 8 jam Ekonomi Bangku/0, 3 m2 Urinoir/ WC Fan Ada Ada Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/ WC Fan/AC Ada Ada Eksekutif K.Reklini ng/0,5 m2 Urinoir/ WC/KM AC Ada Ada Ekonomi Bangku/0, 3 m2 Urinoir/ WC Fan Ada Ada Bisnis Kursi /0,4 m2 Urinoir/ WC Fan/AC Ada Ada Eksekutif K.Reklini ng/0,5 m2 Urinoir/ WC/KM AC Ada Ada s/d 12 jam Diatas 12 jam Sumber : SK 73/AP005/DRJD/2003 d) Gang/jalan melintas untuk orang/penumpang : jarak antara(lebar) dari gang tempat untuk melintas orang/penumpang, adalah sebagai berikut : (1) Sampai dengan100 penumpang, jarak minimal 0,80 m; (2) Di atas 100 penumpang, jarak minimal 1,00 m; (3) Di atas 1.000 penumpang, jarak minimal 1,20 m; (4) Sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar geladak, tidak boleh melebihi 45o. e) Kamar mandi dan WC/kakus : untuk penumpang harus tersedia kamar madi dan wc/kakus, dengan jumlah minimal sebagai berikut : (1) Dari 12 sampai 50 penumpang, 2 kamar mandi dan wc/kakus, selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50 penumpang sampai 500 penumpang, harus ada tambahan 1 kamar mandi dan wc/kakus; II - 32 (2) Lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100 penumpang, harus ada tambahan 1 wc/kakus (3) Kamar mandi dan wc/kakus dibagi untuk pria dan wanita, serta harus dilengkapi dengan dinding-dinding pemisah yang cukup; (4) Harus terdapat persediaan air pada tempattempat air dengan jumlah sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan wc/kakus, sejauh perlengkapan kamar mandi dan wc/kakus masih belum memenuhi hal tersebut secara cukup; (5) Untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling sedikit harus ada satu kamar mandi dan satu wc/kakus bagi awak kapal, yang harus dapat digunakan juga untuk penumpang; (6) Untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 (pembagian menurut jam berlayar), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk mandi; (7) Kamar mandi dan wc/kakus karus terpisah dari ruang akomodasi dengan baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta cukup sirkulasi udaranya, dengan penataanruangan dan konstruksi sehingga memudahkan penyaluran air dan kotoran dalam pembersihanya. f) Sistem lubang penerangan : angin/ventilasi udara dan (1) Ruang akomodasi penumpangharus diberikan lubang angin/ventilasi udara yang cukup; (2) Ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai sistem penghisapan (exhaust) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per jam; (3) Ruang akomodasi penumpang kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai fan atausistem air conditioning (penyejuk ruangan); (4) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya melalui kaca pada tingkap- II - 33 tingkap sisi, atau melalui kaca-kaca lain yang dipasang untuk itu; (5) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang cukup; (6) Kapal yang berukuran di atas 2.500 m3 keatas harus menyediakan ruanganuntuk keperluan perawatan orang sakit (klinik & kamar perawatan) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu pula untuk pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem pencuci kuman sebelum dibuang keluar kapal. g. Dapur dan kafetaria : (1) Dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan (car deck); (2) Dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruang akomodasi; (3) Kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik; (4) Bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki penyimpan gas harus terpisah dan pada saliran gas masuk harus dipasang minimal satu buah keran penutup cepat(shut-off valve) yang terletak diluar ruang dapur; (5) Untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di ruang penumpang; (6) Kafetaria harus menggunakan kompor/alat pemanas listrik; (7) Sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotorharus terpisah dengan ruang penumpang; (8) Pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan h. Ruang rekreasi (public area) dan ruang ibadah : (1) Kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan ruangan terbuka untuk tempat santai/rekreasi bagi penumpang; (2) Kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk tempat ibadah, dengan luas yang sesuai II - 34 jumlah penumpang dan yangtersedia, serta harus kebersihan dan kerapihannya. 4. ruang selalu kapal dijaga Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan pada Kapal Penumpang Ro-Ro Uraian tentang Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan pada Kapal Penumpang Ro-Rodalam SOLAS maupun Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 tidak diuraikan secara eksplisit sebagaimana gambaran standar tersebut di atas. Namun demikian gambaran-gambaran yang mendekati dapat dipaparkan sebagai berikut yang dapat digunakan sebagai acuan referensi awal. Dalam aturan yang dikeluarkan oleh Non Convention Vessel Standard Indonesian Flagged,2009 dapat digambarkan sebagai berikut: Pada umumnya pengertian tentang ruang muatan barang maupun kendaraan, posisinya berada di geladak kapal. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka terlebih dahulu ditelaah mengenai geladak itu sendiri dan cakupannya. a. Aturan Dalam NCVS Bab II Tentang Konstruksi Geladak, adalah sebagai berikut: 1) Umum Tebal pelat geladak tidak boleh kurang dari tebal yang diperlukan untuk mendapatkan kekuatan unsur konstruksi memanjang namun tidak boleh kurang dari 0,01 mm per mm jarak gading juga tidak boleh kurang dari yang diminta pada klausul ini. 2) Pelat geladak Tebal pelat setiap geladak harus tidak boleh kurang dari yang diperoleh persamaan berikut: s√h + 2,50 mm 250 dimana: = t = tebal pelat geladak dalam mm s = jarak penegar dalam mm h = tinggi beban dalam meter, ditentukan sebagai berikut: a) Geladak atau sebagian geladak yang membentuk atas tangki, yang lebih besar dari berikut : II - 35 (1) Dua per tiga jarak dari atas tangki ke puncak pipa limpah. (2) Dua per tiga jarak dari atas tangki ke geladak sekat atau geladak lambung timbul mana yang sesuai. b) Untuk geladak dimana muatan atau barang ditempatkan, tinggi adalah tinggi geladak antara pada sisi kapal dimana berat muatan kurang dari atau setara dengan 720 kg/m3, jika berat muatan melebihi 720 kg/m3, tinggi muatan harus disesuaikan. c) Untuk geladak terbuka yang ditempati muatan, tinggi muatan adalah 3,65 meter. Jika muatan geladak yang diangkut melebihi 2640 kg/m3, tinggi harus ditambah secara proporsional sesuai tambahan beban yang diterima konstruksi. d) Di tempat lain tinggi harus diperoleh dari persamaan sebagai berikut: (1) Geladak lambung timbul terbuka tanpa geladak di bawahnya â„Ž = 0,02 + 0,75 (2) Geladak lambung timbul terbuka yang memiliki geladak di bawahnya, geladak akil, geladak bangunan atas, di depan tengah kapal 0,50 L â„Ž = 0,02 + 0,50 (3) Geladak lambung timbul di dalam bangunan atas, setiap geladak di bawah geladak lambung timbul, geladak bangunan atas antara 0,25 L di depan dan 0,20 L di belakang tengah kapal h = 0,01L + 0,60 meter (4) Di tempat lain h = 0,01L + 0,30 meter 3) Tambahan persyaratan kendaraan. untuk penguatan geladak II - 36 a) Beban roda (1) Geladak mobil – roda tunggal pada setiap ujung poros : P = 0,5 kali beban sumbu dalam ton. Roda ganda pada tiap ujung poros : P = 0,4 kali beban sumbu dalam ton. (2) Truk forklift dengan roda ban karet: (a) Dengan roda depan tunggal: = 1,2 dimana: V+T n1 P = kapasitas truk dalam ton V = berat truk forklift dalam ton T = kapasitas truk forklift dalam ton n1 = jumlah tunggal roda depan (b) Dengan dua roda depan: = 1,2 V+T 1,2n2 dimana: P = kapasitas truk dalam ton V = berat truk forklift dalam ton T = kapasitas truk forklift dalam ton n2 = jumlah roda ganda (3) Truk palet dengan ban baja Penguatan tertentu harus dipasang terutama pada daerah dimana truk palet biasanya digunakan. Di luar daerah tersebut tebal pelat dapat dikurangi secara bertahap menjadi normal di daerah dimana truk jarang atau tidak pernah beroperasi. II - 37 b) Pelat geladak atau pelat alas dalam (1) Pada geladak atau alas dalam yang dimuati kendaraan (mobil, truk dan lain-lain) tebal pelat tidak boleh kurang dari yang diperoleh dari persamaan berikut: = k P (1 − 0,1#P) + 1 mm dimana: P = beban roda dalam ton k = 5,2 untuk roda dengan ban karet bertekanan k = 6,0 untuk roda dengan ban karet pejal k = 7,8 untuk roda dengan ban baja persamaan untuk tebal pelat berlaku untuk beban roda sampai 16 ton. Untuk beban roda yang lebih besar, tebal pelat ditentukan oleh otoritas yang berwenang. (2) Apabila jarak antar balok geladak melintang atau membujur berbeda dari 700 mm, tebal pelat boleh dikoreksi dengan 6% untuk roda karet dan 3% untuk roda baja untuk setiap perbedaan 100 mm. (3) Persamaan di atas didasarkan pada asumsi bahwa roda memiliki diameter normal (300 – 1000 mm untuk ban bertekanan, 100 – 300 mm untuk ban karet pejal, dan 75 – 100 mm untuk roda baja). Jika diameternya berbeda dari nilai tersebut, tebal pelat ditentukan oleh otoritas yang berwenang. (4) Untuk jarak antara balok geladak atau pembujur geladak, dimensi roda, dan pengaturan penegar lainnya yang ekstrim, tebal pelat ditentukan oleh otoritas yang berwenang. c) Balok geladak dan pembujur geladak (1) Geladak kendaraan dapat memiliki balok geladak melintang atau membujur. Balok geladak melintang harus memiliki modulus II - 38 penampang melintang tidak kurang dari yang diperoleh persamaan berikut: (a) (b) Z = 5,2 2,5 &1 + ' *+ (,) , Z= ' (121 − 17) &1 + (,)* + 2,5 -./0 1 < , -./0 1 ≥ dimana: P = beban roda dalam ton 1 = jarak yang tidak ditumpu dari balok dalam meter s = jarak antara balok dalam meter (2) Balok geladak melintang ditempat dimana bongkar muat dilakukan oleh truk forklift dengan ban karet harus mempunyai modulus tidak boleh kurang dari yang diperaoleh persamaan berikut: 5 7+ , Z = 6,5 31 − 0,9)(1 + 0,4 dimana: P = beban roda dalam ton 1 = jarak yang tidak ditumpu dari balok dalam meter (untuk balok geladak yang tidak ditumpu oleh penumpu geladak atau pilar jarak yang tidak ditumpu harus ditambah 10%) s = jarak antara balok dalam meter Uraian tentang Standar Ruang Muatan Barang dan Kendaraan pada Kapal Penumpang Ro-Rodari sisi sarana kapal Ro-Ro dapat dipaparkan sebagai berikut. II - 39 Gambar 2.7 KM. Mandiri Nusantara Setelah Terbakar dan lego jangkar di perairan Gresik a. Data Utama Kapal Nama : KM. Mandiri Nusantara Nama panggil/Call Sign : YGUT IMO Number : 7434614 Tipe : Ro-Ro Passenger Klasifikasi (Classification Society) : PT. Biro Klasifikasi Indonesia Panjang Keseluruhan (Length Over All) : 144.6 m Panjang Antara garis Tegak (LBP) : 136 m Lebar keseluruhan (Breadth Moulded) : 18.4 m Tinggi (Height) : 7.2 m Sarat Maxsimum (Maximum draught) : 5.09 m Kecepatan Operasional : 13 Kt Tonase Kotor (GT) : 8257 Tonase Bersih (NT) : 2870 II - 40 b. Bahan Dasar Kontruksi : Baja Tempat Pembuatan (built at) : Naikai Shipbuildin g Jepang Tahun Pembuatan : 1989 Pemilik : PT. Prima Vista, Surabaya Pelabuhan Pendaftaran : Surabaya Data Mesin, Sistem Kelistrikan dan Sistem Propulsi Mesin Utama (Main Engine) Type : Mesin Diesel Merek : Daihatsu Diesel Engine Jumlah : 8 Unit (6 DSM-32 L) Daya (BHP) : 1600 Hp, 4 langkah kerja tunggal RPM : 600 Rpm Mesin Bantu (Auxiliary Engine) Type : Mesin Diesel Merek/Model : 6 PSHT – 26 D Jumlah : 3 Unit Daya (BHP) : 1x @600HP, 4 Stroke Rpm : 1800 Rpm Jenis Propulasi : Control Pitch Propeller Jumlah : 2 Unit Sistem Propulsi c. Awak Kapal Berdasarkan daftar awak yang dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran, KM. Mandiri Nusantara diawaki oleh 34 orang dengan 3 orang tidak ikut berlayar (juru minyak, juru mudi dan koki). Awak dek kapal berjumlah 22 orang termasuk kru catering untuk pelayanan penumpang. Kru mesin terdiri atas 12 orang. Seluruh awak kapal telah mempunyai kualifikasi dan kompetensi yang cukup untuk mengoperasikan kapal jenis KM. Mandiri Nusantaraini. Semua awak kapal juga telah II - 41 memiliki sertifikat basic safety training (BST) dan para perwiramya telah memiliki sertifikat advance fire fighting (AFF). Tabel 2.6 Sertifikat dan Pengalaman Berlayar Perwira KM. Mandiri Nusantara NO JABATAN IJAZAH PELAUT/THN PENGALAMAN BERLAYAR 1. Nakhoda ANT II/2001 6.5 thn 2. Mualim I ANT III/2002 2 thn 3. Mualim II ANT III/2003 2.5 thn 4. Mualim III ANT III/2003 2 bln 5. Kepala Kamar Mesin ATT II/2001 1.5 thn 6. Masinis I ATT III/2003 1.5 thn 7. Masinis II ATT IV/2001 1.5 thn 8. Masinis III ATT IV/2003 1.5 thn Keterangan: Pengalaman berlayar dimaksud adalah pengalaman untuk jenis kapal dan rute kapal yang sama d. Data Muatan Dan Penempatannya Penumpang Sesuai dengan daftar penumpang yang dibuat oleh PT. Prima Vista, KM. Mandiri Nusantara, pada tanggal keberangkatan 29 Mei 2009 dengan lintasan SurabayaBalikpapan, memuat penumpang sebanyak 286 jiwa dengan rincian sebagai berikut : II - 42 Tabel 2.7 Jumlah Penumpang di KM. Mandiri Nusantara Berdasarkan Daftar Penumpang dari PT. Prima Vista NO KATEGORI JUMLAH 1. Penumpang Dewasa 2. Penumpang anak – anak 4 3. Penumpang Bayi 4 Total Penumpang 278 286 Sumber: PT. Prima Vista e. Muatan barang dan Kendaraan bermotor Pada saat kejadian, Selain muatan penumpang KM. Mandiri Nusantaramengangkut muatan dalam bentuk kemasan dan kendaraan bermotor. Muatan-muatan ini dibawa oleh penumpang dan ada juga yang dibawa oleh kurir kapal. Sedangkan muatan yang lain adalah kendaraan bermotor antara lain truk besar, maupun truk sedang yang dimuati dengan muatan-muatan. Sebagai pelindung muatan ratarata kendaraan tersebut telah ditutup rapat dengan terpal dan sulit untuk dibuka. Dari informasi yang diperoleh dari perusahaan pemilik barang, jenis-jenis muatan yang diangkut oleh truk-truk tersebut adalah berupa permesinan, barang paket, sayuran, peralatan elektronik, peralatan pertambangan, tekstil dan lain sebagainya. Berdasarkan surat pemeriksaan muatan kapal tiba/berangkat yang ditandatangani oleh Manajer cabang PT. Prima Vista tanggal 26 Mei 2009 dan diketahui oleh Syahbandar, jumlah kendaraan bermotor yang dimuat sebanyak 45 unit dengan rincian sebagai berikut: II - 43 Tabel 2.8 Daftar Muatan KM. Mandiri Nusantara NO KENDARAAN NAIK DARI SURABAYA JUMLAH 1. Golongan II (Sepeda Motor) 4 2. Golongan III (Kendaraan Kecil/Sedan) 6 3. Golongan IV (Truk Sedang) 4 4. Golongan V (Truk Besar) 31 JUMLAH KENDARAAN 45 Sumber: PT. Prima Vista f. Posisi Muatan, Kendaraan dan penumpang Berdasarkan gambar rencana umum, KM. Mandiri Nusantaramempunyai 4 geladak. Geladak I merupakan geladak kendaraan yang dapat menampung 28 kendaraan sejenis truk besar. Geladak II dan III merupakan geladak akomodasi penumpang yang berupa ruangan untuk tempat tidur, sanitasi, ruang makan dan rekreasi. Gambar 2.8 Rencana umum KM. Mandiri Nusantara II - 44 Kendaraan–kendaraan tersebut diatur sedemikian rupa pada geladak kendaraan seperti yang terlihat pada sketsa berikut: Gambar 2.9 Denah muatan kendaraan bermotor Geladak kendaraan g. Peralatan Keselamatan Berdasarkan surat pemeriksaan keberangkatan kapal yang dikeluarkan oleh kantor Administrator Pelabuhan Surabaya pada tanggal 29 Mei 2009, dan ditanda-tangani oleh petugas pemeriksa, peralatan keselamatan yang berada di atas kapal adalah sebagai berikut : Tabel 2.9 Daftar Peralatan Keselamatan di KM. Mandiri Nusantara NO JENIS ALAT-ALAT KESELAMATAN JUM LAH KAPASITAS KET. 1. Sekoci Penolong (Life boat) 2 8 - 2. Rakit apung (Inflatable Lift Raft) 75 1753 - 3. Jaket Penolong (Life Jacket) 2451 - - 4. Pelampung Penolong (Life Buoy) 16 - - 5. Radio teleponi - - Terpasang 6. Pesawat penerima NAVTEX - - Terpasang 7. EPIRB Satelit (COMPAS - 1 - - II - 45 SARSAT) 8. Radar Transponder (SART) 2 - - 9. Two Way VHF Radio Communication 2 - - Sumber : Adpel Surabaya h. Peralatan Pemadam Kebakaran Sesuai ketentuan peraturan keselamatan kapal penumpang, KM. Mandiri Nusantaradipasangi serangkaian peralatan pemadam kebakaran dengan rincian sebagai berikut : Tabel 2.10 Daftar Peralatan Pemadam Kebakaran di KM. Mandiri Nusantara NO PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN JUMLAH KET. 1. Fire hose yang dilengkapi selang kebakaran 63 Roll 2. Pemadam Utama (CO2 Instalasi) 20 Tabung 3. Instalasi pipa pemadam api+Sprinkler 4. Pemadam Api ringan/Portable ( am Liquid, Foampowder, Dry Chemical, CO2 Portable) 155 Tabung 5. Pakaian Tahan Api 4 Set 6. Breathing Apparatus 4 Set Sumber : PT. Prima Vista Kapal juga dilengkapi dengan alat pemantau kebakaran (fire detector) yang terpasang pada tempat-tempat rawan kebakaran. Khususnya untuk geladak kendaraan, telah dipasang peralatan kebakaran tetap berupa hydrant berikut selang pemadam dan perpipaan pemadaman berikut sprinklernya. Untuk memudahkan pemantauan kondisi darurat kebakaran, geladak kendaraan dibagi menjadi 12 area. Masing-masing area tersebut II - 46 mempunyai fire detector yang terhubung ke ruang control mesin. Pembagian area kebakaran di geladak kendaraan tersebut seperti yang ditunjuk pada sketsa berikut ini: Gambar 2.10 Posisi pembagian area kebakaran di geladak kendaraan Sementara itu sebagai pembanding sebagaimana dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Nomor: SK.73/AP005/DRJD/2003, tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan, Pasal 3, Ayat (1) dikatakan bahwa setiap perusahaan angkutan penyeberangan harus memenuhi persyaratan pelayanan. Pada Ayat (2), pasal yang sama, dikatakan bahwa persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan sebagaimana termaktub dalam Pasal7Ayat 1 dinyatakan bahwa persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan di kapal penyeberangan, harus memenuhi persyaratan perlengkapan pintu rampa dan ruang kendaraan beserta fasilitasnya. Persyaratanpersyaratan tersebut, adalah sebagai berikut. 1) Pintu Rampa Pintu Rampa terdiri dari 2 pintu yang dipasang di bagian haluan dan buritan (Tipe Ro-Ro) atau samping kiri dan kanan, yang berguna sebagai jalan keluar masuk kendaraan. Di lintas-lintas tertentu yang mempunyai peralatan tangga rampa samping (elevated side ramp), kapal yang melayani lintas tersebut harus mempunyai geladak atas untuk kendaraan (upper car deck) dan memuat dudukan II - 47 atau tumpuan untuk rampa dermaga, sehingga langsung dapat digunakan untuk jalan keluar masuk kendaraan.Spesifikasi pintu rampa adalah sebagai berikut: Tabel 2.11 Spesifikasi Pintu Rampa Kapal Ferry Ro-Ro Panjang Harus disesuaikan dengan kondisi prasarana yang dilayani; Lebar Minimum 4 M; Kecepatan Buka/Tutup Pintu Membuka penuh tidak lebih dari 2 menit; Daya dukung Harus mampu minimal: Menutup penuh tidak lebih dari 3 Menit; mendukung beban kendaraan • Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB) 17,50 Ton; • Muatan Sumbu Terberat (MST) 8,0 Ton. Khusus untuklintas penyeberangan Merak – Bakauheni, Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano, dan Bajo’E – Kolaka, JBB 40,0 Ton dan MST 10,0 Ton. Ketentuan daya dukung tersebut harus disesuaikan dengan kapasitas lalulintas dan angkutan, serta daya dukung jalan raya yang akan dilalui. Sumber: SK Dirjen Perhubungan Darat, Nomor: SK.73/AP005/DRJD/2003 2) Ruang Kendaraan a) Lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 17,50 Ton dan MST 8,0 Ton untuk muatan berat atau truck, dan mampu menahan beban kendaraan minimal JBB 40,0 Ton dan MST 10,0 Ton untuk kapal yang beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni, Ketapang – Gilimanuk, Padangbai – Lembar, Kahyangan – Pototano, dan Bajo’E – Kolaka. b) Tinggi ruang kendaraan: II - 48 (1) Kendaraan kecil/sedan, minimal 2,50 M; (2) Kendaraan besar/truk minimal 3,80 M; dan campuran, (3) Kendaraan trailler/peti kemas, minimal 4,70 M. c) Lantai ruang kendaraan dilengkapi dengan tanda jalur kendaraan yang dapat dilihat secara jelas oleh pengemudi kendaraan dan penempatan kendaraan harus berada di dalam jalur kendaraan. d) Jarak minimal antar kendaraan: (1) Jarak antara masing-masing kendaraan pada sisi kiri dan kanan, adalah 60 Cm; (2) Jarak antara muka dan belakang masingmasing kendaraan, adalah 30 Cm; (3) Untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan dinding kapal, berjarak 60 Cm dihitung dari lapisan dinding dalam atau sisi luar gading-gading (frame); (4) Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyangga (web frame), adalah 60 – 80 Cm. e) Antara pintu rampa haluan atau buritan dengan batas sekat pelanggaran, dilarang dimuati kendaraan; f) Untuk lintas-lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak kuat sehingga membuat sudut kemiringan kapal mencapai lebih dari 10°, kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi dengan sistem pengikatan (lashing); g) Ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu penerangan, sistem sirkulasi udara, tangga atau jalan masuk bagi pengemudi, serta harus ditempelkan atau ditulisi tanda larangan ”DILARANG MEROKOK”, ”PENUMPANG DILARANG TINGGAL DI DALAM KENDARAAN”, serta DILARANG MENGHIDUPKAN MESIN SELAMA PELAYARAN , SAMPAI PINTU RAMPA DIBUKA KEMBALI”, yang dapat terlihat jelas dan mudah dibaca. 5. Isolasi Kebakaran untuk Sekat dan Geladak Kapal II - 49 Uraian tentang Isolasi Kebakaran untuk Sekat dan Geladak Kapaldalam SOLAS diuraikan secara panjang lebar yang terbagi dalam Bagian B tentang Tindakan- tindakan Keselamatan Mencegah Kebakaran untuk Kapal Penumpang yang Mengangkut Lebih dari 36 orang penumpang khususnya dalam Peraturan 20 dalam SOLAS tentang integritas kebakaran sekat-sekat dan geladak-geladak yaitu sebagai berikut. Disamping memenuhi ketentuan-ketentuan khusus untuk integritas sekat-sekat dan geladak-geladak yang disebutkan di mana pun di dalam peraturan Bagian ini, integritas kebakaran minimum semua sekat dan geladak harus sebagaimana yang disyaratkan di dalam Tabel 1 sampai 4 peraturan ini. Jika, disebabkan oleh suatu tata-susunan struktur khusus di kapal, nilai integritas dari divisi-divisi yang manapun menurut pengalaman sulit ditentukan berdasar table-tabel di atas, nilainilai demikian harus ditentukan menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Pemerintah. a. Syarat-syarat berikut akan rnengarahkan penerapan tabeltabel itu : 1) Tabel 1harus berlaku bagi sekat-sekat yang membatasi zona-zona vertikal atau zona-zona horizontal utama. Tabel 2 harus berlaku bagi sekat-sekat yang tidak membatasi zona-zona vertikal utama atau zona-zona horizontal. Tabel 3 harus berlaku bagi geladak-geladak yang membentuk undak-undak di dalam zona-zona vertikal utama atau zona-zona horizontal batas. Tabel 4 harus berlaku bagi geladak-geladak yang tidak membentuk undak-undak di dalam zona-zona vertikal utama atau zona-zona horizontal batas. 2) Untuk maksud penentuan standar integritas kebakaran yang layak yang harus diterapkan kepada batas-batas antara ruangan-ruangan yang berdampingan, ruanganruangan demikian digolongkan sesuai dengan risiko kebakaran ruangan-ruangan itu sebagaimana yang dipaparkan di dalam katagori (1) sampai (14) di bawah. Di mana isi dan penggunaan ruangan adalah sedemikian rupa sehingga ada keragu-raguan atas penggolongannya, untuk memenuhi maksud peraturan ini, harus diperlakukan sebagai ruangan di dalam kategori yang sesuai dengan keadaan yang memiliki syaratsyarat batas yang paling mengikat. Judul masing- II - 50 masing kategori dimaksudkan untuk menunjukkan kekhususan daripada pembatasan. Nomor di dalam tanda-tanda kurung di depan masing-masing kategori mengacu lajur yang digunakan atau nomor urut di dalam tabel-tabel. a) Stasiun-stasiun pengawas (1) Ruangan-ruangan yang berisi sumber-sumber tenaga dan penerangan darurat. (2) Rumah kemudi dan kamar peta. (3) Ruangan-ruangan yang berisi perlengkapan radio kapal. (4) Stasiun-stasiun kebakaran. pengawas dan pencatat (5) Kamar pengawas untuk mesin penggerak bilamana ditempatkan di luar ruang mesin penggerak. (6) Ruangan-ruangan yang berisi stasiun-stasiun sistim dan perlengkapan kebakaran terpusat. Ruangan-ruangan yang berisi stasiun-stasiun sistim dan perlengkapan pemberitahuan umum darurat terpusat. b) Tangga-tangga tapak Tangga-tangga tapak di dalam, elevator dan eskalator (lain daripada yang seluruhnya terdapat di dalam ruang-ruang mesin) untuk penumpang dan awak kapal serta ruangan-ruangan dibatasi untuk tujuan itu. Dalam hubungan ini, tangga tapak yang tertutup hanya di satu tingkat saja harus dianggap sebagai bagian dari ruangan yang tidak terpisahkan oleh pintu kebakaran. c) Lorong-lorong Lorong-lorong penumpang dan awak kapal. d) Stasiun-stasiun Penanganan Sekoci-sekoci Penolong dan Rakit-rakit Penolong dan Stasiunstasiun Embarkasi. Ruangan-ruangan geladak terbuka dan tempattempat untuk berjalan-jalan yang dipagari yang II - 51 merupakan stasiun-stasiun embarkasi dan penurunan sekoci penolong dan rakit penolong. e) Ruangan-ruangan geladak Terbuka. Ruangan-ruangan geladak lerbuka dan tempattempat untuk berjalan-jalan yang dipagari yang bebas dari stasiun-stasiun ernbarkasi dan penurunan sekoci penolong dan rakit penolong. Ruang angin-angin (ruangan di luar bangunanbangunan atas dan rumah-rumah geladak). f) Ruang-ruang akomodasi dengan Risiko Kebakaran yang kecil. Kabin-kabin yang berisl perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas. Tempal-tempat umum yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas. Tempat-tempat umum yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas dan luas geladaknya kurang dari 50 meter persegi (540 kaki persegi). Kantor-kantor dan apotik-apotik yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas. g) Ruang-ruang akomodasi dengan risiko kebakaran sedang. Sama seperti yang di (6) di atas, tetapi berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga yang bukan dengan risiko kebakaran terbatas. Tempat-tempat umum yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga dengan risiko kebakaran terbatas dan luas geladaknya 50 meter persegi (540 kaki persegi) dan lebih. (1) Lemari-lemari dan tempat-tempat penyimpanan keci1 yang terpencil di dalam ruang-ruang akomodasi. (2) Toko-toko. (3) Ruangan-ruangan pemutaran dan penyimpanan II - 52 film. (4) Dapur-dapur memasak makanan (yang tidak berisi nyala api terbuka). (5) Lemari-lemari perabot pembersihan (di dalamnya tidak disimpan cairan-cairan yang dapat menyala). (6) Laboratorium-laboratorium (di dalamnya tidak disimpan cairan-cairan yang dapat menyala). (7) Apotik/ Toko Obat (8) Kamar-kamar pengeringan kecil (memiliki luas geladak 4 meter persegi (43 kaki persegi) atau kurang). Kamar-kamar untuk menyimpan rempah-rempah. h) Ruang-ruang Akomodasi dengan risiko kebakaran vang lebih besar. Ruang-ruang umum yang berisi perabot rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga lain daripada dengan risiko kebakaran terbatas dan memiliki luas geladak 50 meter persegi (540 kaki persegi) dan lebih. Tempat-tempat pangkas rambut dan salon-salon kecantikan. i) Ruang-ruang Saniter dan Ruang-ruang berupa. (1) Fasilitas-fasilitas saniter, kamar mandi pancuran air, (kamar-kamar mandi berendam, kamar-kamar kecil umum, dll.). (2) Kamar-kamar penatu kecil. (3) Daerah kolam renang tertutup. (4) Kamar-kamar pelayanan. (5) Ruang-ruang penyediaan yang terpisah di dalam ruang-ruang akomodasi. (6) Fasilitas-fasilitas saniter khusus harus dianggap sebagai sebagian dari ruangan dimana fasilitas khusus tersebut terdapat. j) Tangki-tangki, Ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa risiko kebakaran. II - 53 (1) Tangki-tangki air yang merupakan bagian dari bangunan kapal. (2) Ruang-ruang kosong dan tangki-tangki kosong pemisah. (3) Ruang-ruang mesin bantu yang berisi mesin yang tidak memiliki sistem pelumasan tekan dan dimana penyimpanan zat-zat yang dapat terbakar di tempat itu dilarang, sepertinya: (4) Kamar kipas ventilasi dan pengaturan keadan udara; kamar mesin jangkar; kamar instalasi kemudi; ruang perlengkapan sayap penyeimbang; kamar motor penggerak listrik; ruangan-ruangan yang berisi papan-papan penghubung seksi dan perlengkapan listrik semata-mata bukan tranformator listrik yang berisi minyak (di atas 10 kVa); terowonganterowongan poros dan terowongan-terowongan pipa; ruang- ruang pompa dan mesin pendingin (tidak menangani atau menggunakan cairancairan yang dapat menyala). (5) Tabung-tabung tertutup yang melayani ruangruang tersebut di atas. (6) Tabung-tabung tertutup lain, seperti tabungtabung pipa dan kabel. k) Ruang-ruang mesin bantu, Ruang-ruang muatan, Ruangan-ruangan Jenis Khusus. Tangki-tangki muatan dan Tangki-tangki Minyak lain serta ruangruang lain yang serupa dengan risiko kebakaran sedang. (1) Tangki-tangki minyak muatan. (2) Ruang-ruang muatan, lubang-lubang tabung dan lubang-lubang palka. (3) Kamar-kamar yang didinginkan. (4) Tangki-tangki bahan bakar minyak (yang ditempatkan di dalam ruangan terpisah tanpa mesin). (5) Terowongan-terowongan poros dan terowongan-terowongan pipa yang memungkinkan untuk menyimpan zat-zat yang dapat terbakar. II - 54 (6) Ruang-ruang mesin bantu sebagaimana di dalam kategori (10) yang berisi mesin dengan pelumasan tekan atau tempat yang boleh untuk menyimpan zat-zat yang dapat terbakar. (7) Stasiun-stasiun pengisian bahan bakar minyak. (8) Ruangan-ruangan yang berisi transformatortransformator berisi minyak (di atas 10 kVa). (9) Ruang-ruang yang berisi turbin uap dan mesin uap torak menggerakkan generator bantu dan motor - motor bakar kecil dengan daya sampai 112 kW yang menjalankan generator-generator darurat, pompa-pompa percik, pompa penyiram atau pompa kebakaran, pompa-pompa lensa dll. (10) Ruang-ruang jenis khusus (hanya berlaku Tabel 1 dan Tabel 3). (11) Tabung-tabung tertutup yang ruangan-ruangan tersebut di atas. melayani l) Ruang-ruang mesin dan Dapur-dapur Induk. Kamar-kamar mesin penggerak induk (lain daripada kamar-kamar motor Listrik penggerak kapal) dan kamar-kamar ketel. Ruang-ruang mesin bantu lain daripada yang disebutkan di dalam katagori (10) dan (11) yang berisi motor bakar atau instalasi pembakaran minyak, pemanas atau pompa. Dapur-dapur induk dan tambahan-tambahannya. Tabung-tabung dan selubung-selubung ke ruangan-ruangan tersebut di atas. m) Gudang-gudang, Bengkel-bengkel, Ruang-ruang penyiapan, dll. (1) Ruang-ruang penyiapan utama yang tidak merupakan tambahan dari dapur-dapur. (2) Ruang penatu utama. (3) Kamar-kamar pengeringan besar (memiliki luas geladak lebih dari 4 meter persegi (43 kaki persegi). (4) Berbagai gudang. (5) Kamar-kamar pos dan bagasi. II - 55 (6) Ruangan-ruangan tempat sampah. (7) Bengkel-bengkel (bukan bagian dari ruangruang mesin, dapur-dapur, dll.). n) Ruangan-ruangan lain yang dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala. (1) Kamar-kamar lampu. (2) Gudang-gudang cat. (3) Gudang-gudang yang berisi zat-zat cair yang dapat menyala (termasuk bahan pewarna, obatobatan, dsb.). (4) Laboratorium-laboratorium (di dalam mana ditempatkan cairan- cairan yang dapat menyala). 3) Batas antara dua ruangan yang letaknya berdampingan terdapat suatu nilai integritas kebakaran. nilai tersebut harus berlaku dalam segala hal. 4) Dalam menentukan standar integritas kebakaran yang dapat digunakan untuk batas antara dua ruangan di dalam zona vertikal atau zona horizontal yang tidak dilindungi oleh sistim percik otomatik yang memenuhi ketentuan-ketentuan Peraturan 12 Bab ini atau antara zona-zona demikian tidak satupun yang dilindungi sedemikian itu, nilai yang lebih besar daripada ke dua nilai di dalam Tabel yang harus dipakai. 5) Dalam menentukan standar integritas kebakaran yang dapat dipakai untuk batas antara dua ruangan di dalam zona vertikal dan zona mendatar utama yang dilindungi oleh sistem percik otomatik yang memenuhi ketentuanketentuan Peraturan 12 Bab ini atau antara zona-zona demikian yang kedua-duanya dilindungi, nilai-nilai yang lebih kecil daripada dua nilai yang tertera di dalam Tabel harus dipakai. Dalam hal-hal dimana daerah dengan percik ketemu dengan daerah tanpa percik dalam ruang akomodasi dan ruang pelayanan, nilai-nilai yang lebih tinggi dari kedua nilai yang tertera dalam tabel harus digunakan untuk pembagian antara daerah-daerah. 6) Di mana ruangan-ruangan yang berdampingan dalam nomor katagori yang sama dan judul "1" muncul di dalam tabel-tabel, sebuah sekat atau geladak antara ruangan-ruangan demikian tidak perlu dipasang jika II - 56 dianggap tidak perlu oleh Badan Pemerintah. Misalnya dalam katagori (12) sekat tidak perlu disyaratkan antara dapur dan ruang-ruang penyiapan tambahannya. Dengan ketentuan bahwa sekat-sekat dan geladakgeladak ruang penyiapan mempertahankan integritas batas-batas dapur. Namun, sebuah sekat perlu dipasang di antara dapur dan ruang mesin, sekalipun ke dua ruangan itu dalam katagori (12). 7) Dimana judul “2” muncul di dalam Tabel-tabel, maka nilai isolasi yang lebih kecil hanya dapat diizinkan jika sekurang-kurangnya salah satu dari ruangan-ruangan yang bergabung dilindungi sistim percik otomatis yang memenuhi ketentuan-ketentuan Peraturan 12 Bab ini. 8) Lepas daripada ketentuan-ketentuan Peraturan 19 Bab ini, tiada syarat-syarat khusus untuk bahan-bahan atau integritas batas jika di dalam Tabel hanya tertera tanda panjang. 9) Badan Pemerintah, berkenaan dengan ruangan-ruangan kategori (S), harus rnenentukan, apakah nilai-nilai isolasi dalam Tabel 1 dan Tabel 2 itu harus diberlakukan kepada ujung-ujung dari rumah-rumah geladak dan bangunan-bangunan atas, dan apakah nilainilai isolasi dalam Tabel 3 atau Tabel 4 itu harus diberlakukan kepada geladak-geladak cuaca. Tiada suatu syarat pun dari katagori (5) dari Tabel 1 sampai tabel 4 rnengharuskan penutupan ruangan-ruangan yang rnenurut pendapat Badan Pemerintah tidak perlu ditutup. b. Langit-langit atau lapisan-lapisan klas "B" bersinambung, dalam hubungannya dengan geladak-geladak atau sekatsekat yang sesuai, dapat diterima sebagai yang bekerja sama secara menyeluruh atau sebagian untuk isolasi dan integritas suatu pemisah yang disyaratkan. c. Dalam menyetujui perincian-perincian perlindungan terhadap kebakaran bangunan, Badan Pemerintah harus memperhatikan risiko atas penerusan panas di titik potong dan akhir dari penghalang-penghalang panas yang dipersyaratkan. II - 57 Tabel 2.12 Sekat-sekat yang membatasi Zona-zona Vertikal Utama dan Zona-zona Horizontal Ruangan-ruangan Stasiun-stasiun pengawasan Tangga-tangga tapak Lorong-lorong Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi sekoci penolong dan rakit penolong Ruang-ruang geladak terbuka Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran kecil Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran sedang Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran besar Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan yang serupa Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa resiko kebakaran (1) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat, ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan ruangan-ruangan lain yang serupa dengan resiko kebakaran yang sedang (11) Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama (12) Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang penyiapan, dll Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala (13) (2) A-60 (3) A-30 A-0 (4) A-30 A-0 A-0 (5) A-0 A-0 A-0 - A-0 A-0 A-0 - (6) A-60 A-15 A-0 A-0 A-0 (7) A-60 A-30 A-0 A-30 A-0 A-0 (8) A-60 A-60 A-15 A-30 A-0 A-0 (9) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 (10) A-0 A-0 A-0 A-0 (11) A-60 A-30 A-30 A-0 - A-0 A-15 A-0 A-0 A-30 A-0 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-0 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-0 A-0 A-60 A-15 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 (14) Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS) II - 58 Tabel 2.13 Sekat-Sekat yang tidak membatasi baik Zona-zona Vertikal Utama maupun Zona-zona Horizontal Ruangan-ruangan Stasiun-stasiun pengawasan (1) (1) Tangga-tangga tapak (2) Lorong-lorong Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi sekoci penolong dan rakit penolong (3) (4) Ruang-ruang geladak terbuka Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran kecil Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran sedang Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran besar Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan yang serupa Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa resiko kebakaran (5) (6) (7) (8) (9) (10) Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat, ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan ruangan-ruangan lain yang serupa dengan resiko kebakaran yang sedang (11) Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama (12) Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang penyiapan, dll Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala (13) (2) B-0 1 (3) (4) A-60 A-60 A-60 A-0 A-0 (11) A-60 A-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 B-0 - B-0 A-0 B-15 B-0 A-0 B-15 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-0 B-0 B-0 C A-0 B-0 B-15 C A-0 B-0 B-15 C A-0 B-0 B-0 C A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 B-15 C B-15 C B-0 C A-0 A-15 A-0 B-15 C B-0 C A-0 A-30 A-0 C A-0 A-0 A-01 A-0 A-0 1 A-0 A-0 C A-0 - - A-0 A-0 (5) A-0 B-0 A-0 (6) (7) (8) (9) (10) 1 A-0 (14) Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS) II - 59 Tabel 2.14. Geladak-geladak Penggal di Zona-zona Vertikal Utama atau Zona-zona Horizontal Kebakaran Ruangan-ruangan Stasiun-stasiun pengawasan Tangga-tangga tapak Lorong-lorong Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi sekoci penolong dan rakit penolong (1) (2) (3) (4) A-60 A-15 A-30 A-0 A-60 A-0 A-0 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-0 A-0 A-30 A-15 A-0 A-15 A-0 A-0 A-60 A-15 A-0 A-15 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 (11) A-30 A-0 A-0 A-0 (5) (6) A-0 A-60 A-0 A-30 A-0 A-0 A-15 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 (7) A-60 A-60 A-15 A-30 A-0 A-15 A-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-0 A-0 A-30 A-0 (8) A-60 A-60 A-15 A-60 A-15 A-60 A-15 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-60 A-15 A-0 A-0 A-30 A-0 (9) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 (10) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat, ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan ruangan-ruangan lain yang serupa dengan resiko kebakaran yang sedang (11) A-60 A-60 A-60 A-60 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-60 A-15 A-0 A-0 A-0 Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama (12) A-60 A-60 A-60 A-60 A-0 A-60 A-60 A-60 A-0 A-0 A-60 Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang penyiapan, dll Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala (13) A-60 A-60 A-15 A-30 A-0 A-15 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-0 A-0 A-0 (14) A-60 A-60 A-60 A-60 A-0 A-60 A-60 A-60 A-0 A-0 A-60 Ruang-ruang geladak terbuka Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran kecil Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran sedang Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran besar Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan yang serupa Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa resiko kebakaran (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS) II - 60 Tabel 2.15. Geladak-geladak bukan Geladak Panggal di dalam Zona-zona Vertikal Utama, dan tidak membatasi Zona Horizontal Ruangan-ruangan Stasiun-stasiun pengawasan Tangga-tangga tapak Lorong-lorong Stasiun-stasiun penanganan dan embarkasi sekoci penolong dan rakit penolong (5) A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 - (6) A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 (7) A-15 A-0 A-0 A-15 B-0 A-0 B-0 (8) A-30 A-0 A-0 A-15 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-30 A-0 A-15 A-0 A-15 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-60 A-60 A-15 A-60 A-0 A-30 A-0 A-0 B-0 (9) A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 (10) A-0 A-0 A-0 Ruang-ruang mesin bantu, ruang-ruang muat, ruangan-ruangan kategori khusus, tangkitangki muat dan tangki-tangki minyak lain dan ruangan-ruangan lain yang serupa dengan resiko kebakaran yang sedang (11) A-60 A-60 A-15 Ruang-ruang mesin dan dapur-dapur utama (12) A-60 Gudang-gudang, bengkel-bengkel, ruang-ruang penyiapan, dll Ruangan-ruangan lain yang di dalamnya dimuat cairan-cairan yang dapat menyala (13) (14) Ruang-ruang geladak terbuka Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran kecil Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran sedang Ruang-ruang akomodasi dengan resiko kebakaran besar Ruang-ruang saniter dan ruangan-ruangan yang serupa Tangki-tangki, ruang-ruang kosong dan ruangruang mesin bantu dengan resiko kebakaran kecil atau tanpa resiko kebakaran (1) (2) (3) (4) (1) A-30 A-0 A-0 A-15 A-0 A-0 (2) A-30 A-0 A-0 A-0 A-0 (3) A-15 A-0 A-0 1 1 A-0 B-0 A-0 (5) (6) A-0 A-60 A-0 A-15 A-0 (7) A-60 (8) (4) (9) (10) (11) A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-15 B-0 A-30 B-0 A-0 B-0 A-0 A-15 A-0 A-15 B-0 A-30 B-0 A-60 B-0 A-0 B-0 A-0 A-30 A-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 B-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 A-0 1 A-0 A-0 A-60 A-15 A-30 A-0 A-0 A-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-0 A-0 A-0 A-60 A-60 A-60 A-0 A-60 A-60 A-60 A-0 A-0 A-30 A-60 A-30 A-0 A-15 A-0 A-15 A-0 A-0 B-0 A-15 A-0 A-30 A-0 A-30 A-0 A-0 B-0 A-0 A-0 A-60 A-60 A-30 A-60 A-30 A-60 A-0 A-30 A-0 A-60 A-15 A-60 A-15 A-0 A-0 A-30 A-0 A-0 1 2 Sumber:Safety of Life at Sea (SOLAS) II - 61 6. Fasilitas Penumpang Kapal Kelas Ekonomi Yang Berlayar di Laut Lebih dari 8 Jam a. Ruang Akomondasi Ruang umum, koridor, toilet, kabin, rumah sakit, bioskop, ruang permainan dan hobi, tempat pangkas rambut, dapur yang tidak terdapat peralatan masak, dan tempat-tempat sejenis lainnya. b. Ruang Penumpang 1) Ruangan dibawah garis margin yang digunakan untuk akomodasi dan digunakan untuk penumpang selain dari ruangan layanan. 2) Termasuk ruangan yang disediakan dibawah garis margin untuk akomodasi dan yang digunakan awak kapal c. Ruang Publik Ruang publik mencakup semua ruangan termasuk ruang makan, bar, ruang merokok, ruang bersantai, ruang rekreasi, ruang perawatan anak dan perpustakaan. d. Area Bebas Area bebas di geladak adalah area bebas di geladak yang dikurangi dengan area yang digunakan untuk palka, jendela cahaya, companion way, selubung kamar mesin, penompang, tiang kapal, ventilator, ruang navigasi, alat keselamatan jiwa dan ruang yang diperuntukan untuk muatan dan lain-lain. Ketika tempat duduk tetap di pasang di sekeliling ruangan, pengukuran harus diambil dari belakang dari tempat duduk 1) Dalam menghitung area bebas yang disediakan untuk penumpang, tempat yang digunakan sebagai berikut juga harus dikurangkan : a) Jalan dibagian dalam yang lebar bersihnya kurang dari 750 mm b) Jalan di geladak terbuka yang lebar bersihnya kurang dari 450mm c) Jalan diantara rumah geladak dan kubu-kubu atau pagar yang lebar bersihnya kurang dari 750 mm d) Toilet dan tempat cuci tangan e) Ruangan lain yang dianggap oleh Otoritas yang berwenang tidak sesuai untuk penumpang II - 62 2) Dalam menentukan lebar bersih dari jalan, pengukurannya harus diambil dari tepi tempat duduk yang terpasang. e. Akomodasi duduk Akomodasi duduk harus tersedia untuk setiap penumpang yang diijinkan naik diatas kapal untuk waktu pelayaran 30 menit atau lebih. Apabila dipasang tempat duduk tetap yang menerus, disyaratkan besaran tempat duduk minimum 475 mm per penumpang a) Pada pelayaran yang waktunya 15 sampai kurang dari 30 menit harus dilengkapi dengan tempat duduk untuk paling kurang 75 persen dar jumlah penumpang yang tercantum dalam sertifikat. Untuk pelayaran yang lamanya kurang dari 15 menit, harus tersedia 40 persen tempat duduk dari jumlah penumpang yang tercantum dalam sertifikat b) Tempat duduk yang terpasang tetap harus ditempatkan sedemikian rupa agar selalu siap menuju jalan penyelamatan. Tempat duduk harus diatur sebagai berikut : 1) Jalan yang panjangnya 4,5 meter atau kurang, lebarnya harus tidak kurang dari 600 mm. 2) Jalan yang panjangnya lebih dari 4,5 meter, lebarnya harus tidak kurang dari 750 mm 3) Apabila tempat duduk berupa barisan yang menghadap ke satu arah, jarak antara bagian depan tempat duduk dan bagian depan tempat duduk lainnya tidak boleh kurang dari 750 mm 4) Secara umum, tempat duduk yang dapat dipindah atau tempat duduk sementara harus diatur sebagaimana tempat duduk yang dipasang tetap 5) Otoritas yang berwenang dapat memberikan pertimbangan khusus tentang tempat duduk dalam hal apabila dapat ditunjukan bahwa penyelamatan dari ruangan di mana tempat duduk berada dapat dilakukan secara cepat melalui jendela atau bukaan lainnya dekat tempat duduk. 6) Tempat duduk tidak boleh dipasang di ruang antara rumah geladak atau bangunan atas dan kubu-kubu atau pagar atau bagian dalam dari jalan laluan II - 63 tertutup apabila lebar dari ruangan tersebut kurang dari 1 meter c) Ruang Akomodasi Tertutup 1) Jumlah penumpang yang diijinkan di kabin dan kompartemen yang dilengkapi dengan tempat tidur tetap atau sofa yang dapat digunakan sebagai tempat tidur harus ditentukan oleh jumlah tempat tidur, dengan catatan harus tersedia setidaktidaknya 1 meter persegi untuk bergerak bebas, untuk setiap penumpang. 2) Tempat tidur harus : a) Tidak boleh lebih dari dua tingkat dan terpisah secara vertikal tidak kurang dari 650 mm b) Memiliki panjang minimum 1,9 meter dan lebar minimum 600 mm dan c) Dibuat dan diatur sedemikian rupa untuk mudah keluar dan masuk 3) Tinggi ruangan kabin dan lounge harus tidak boleh kurang dari 1,9 meter, dengan catatan hal ini boleh berkurang disisi ruangan untuk persiapan camber, saluran peranginan atau perpipaan. 4) Jalan haluan yang menuju pintu keluar harus memiliki tinggi bersih, tidak kurang dari 1,9 meter dan lebar bersih 750 mm. d) Fasilitas toilet 1) Kapal, kecuali yang beroperasi pada pelayaran pendek dengan waktu kurang lebih 15 menit atau kurang, harus dilengkapi dengan fasilitas toilet sesuai dengan ketentuan berikut : a) Penumpang tanpa tempat tidur b) Sampai dengan 50 penumpang : tersedia 1 wc dan 1 wastafel c) Antara 51 s.d 100 penumpang: tersedia 2 wc dan 2 wastafel d) Untuk setiap penambahan 100 penumpang atau kelebihannya: tersedia 1 wc atau 1 urinoir, 1 wastafel e) Penumpang dengan tempat tidur II - 64 1) Jumlah wc dan wastafel dan pancuran diperoleh dengan membagi jumlah penumpang dibagi 5. Jika kelebihannya lebih dari 2, maka jumlah wc dan wastafel ditambah 1. 2) Apabila disediakan lebih dari 1 wc, maka jumlah wc harus dipisahkan secara proporsional untuk penggunaan oleh perempuan dan diberi tanda yang jelas pada bagian luarnya. Pintu masuk ke wc laki-laki dan perempuan harus diatur sedemikian rupa untuk memberikan akses yang tidak terhalang dan privasi kepada pengguna. Ruang yang ada wc nya harus cukup luas sesuai kegunaannya, mempunyai lapisan bagian dalam yang mudah dibersihkan, diterangi dengan baik, berventilasi dan dikeringkan ke atmosfir atau melalui saluran buang dan secara efektif terlindung dari cuaca dan air laut 3) Air tawar dingin dan untuk kapal dengan penumpang bertempat tidur, harus tersedia air tawar panas atau alat untuk memanaskan air di tempat cuci tangan. 4) Tempat pancuran dan wastafel harus mempunyai ukuran yang cukup dan terbuat dari bahan permukaannya halus, tidak mudah retak, mengelupas atau berkarat. 5) Semua ruang wc harus ventilasi ke udara terbuka mempunyai 6) Perlengkapan sanitasi yang ditempatkan di ruang wc harus dilengkapi air pembilas yang cukup, tersedia setiap saat dan dapat dikontrol secara independen. f) Akomodasi sanitar persyaratan berikut : harus memenuhi 1) Lantai harus dari bahan yang mudah dibersihkan, kedap kelembaban dan harus dikeringkan dengan baik 2) Sekat harus kedap air sampai dengan sekurang-kurangnya 200 mm diatas ketinggian lapisan geladak II - 65 3) Ruang wc harus tidak berhubungan langsung dengan ruangan tempat menyimpan dan menyiapkan makanan atau ruang makan 4) Ruang wc harus ditempatkan secara baik namun terpisah dari ruang tidur dan sejauh memungkinkan terpisah dari kamar mandi. Apabila ada lebih dari 1 wc didalam suatu kompartemen, harus diberi tabir yang memadai untuk menjamin privasi f. Ruang Akomodasi dan Perbekalan untuk Awak Kapal dan penumpang dalam Pasal 78 Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, disebutkan bahwa: 1) Di kapal harus tersedia ruangan yang dapat digunakan untuk akomodasi awak kapal, termasuk taruna, yang dipisahkan oleh sekat-sekat dari ruangan lainnya sesuai dengan persyaratan. 2) Ruang akomodasi tidak boleh berhubungan langsung dengan ruang mesin dan ruang ketel. 3) Jalan masuk keruang akomodasi dan keruang kerja anak buah kapal bagian mesin, harus mudah dicapai dari luar ruang mesin dan ruang ketel. 4) Di ruang akomodasi harus terdapat perlengkapan akomodasi awak kapal dan ventilasi udara yang cukup serta terpisah dari ventilasi udara untuk ruang mesin untuk ruang mesin dan ruang muatan. 5) Di setiap kapal harus tersedia kamar kecil dan kamar mandi serta dapur bagi awak kapal sesuai dengan persyaratan. 6) Terhadap kapal–kapal tertentu pengecualian dari ketentuan ini. dapat diberikan g. Sedangkan dalam Pasal 79 Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, disebutkan bahwa: 1) Ruang penumpang harus dipisahkan dengan sekat dari kamar awak kapal, ruang muatan dan ruang lainnya. 2) Ruang penumpang harus memenuhi persyaratan tingkat kebisingan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Ruang penumpang harus dilengkapi ventilasi dan penerangan yang cukup. II - 66 4) Ruang penumpang tidak boleh berhubungan langsung dengan ruang mesin dan ruang ketel. 5) Ruang penumpang harus aman terhadap hujan, angin dan panas matahari. 6) Geladak terendah yang boleh digunakan sebagai geladak penumpang adalah geladak teratas yang terletak dibawah garis air,dengan ketentuan geladak dimaksud harus mendapatkan ventilasi,penerangan dan tingkap sisi yang cukup. 7) Dikapal harus tersedia penumpang yang cukup. perlengkapan akomodasi 8) Untuk setiap penumpang geladak harus tersedia ruangan degan luas geladak sekurang-kurangnya 1,12 m2 ditambah dengan 0,37 m2 luas geladak untuk ruang peranginan. 9) Untuk setiap penumpang kamar harus tersedia ruangan sekurang-kurangnya 3,10 m3, ditambah dengan 0,37 m2 luas geladak untuk ruang peranginan. 10) Di kapal berdasarkan daerah pelayarannya, harus tersedia perbekalan yang cukup bagi penumpang. 11) Di kapal harus tersedia kamar kecil dan kamar mandi serta dapur untuk penumpang sesuai dengan persyaratan. h. Sedangkan akomodasi untuk ruang penumpang yang diatur dalam NCVS 2009 adalah sebagai berikut: 1) Ruang Akomondasi Ruang umum, koridor, toilet, kabin, rumah sakit, bioskop, ruang permainan dan hobi, tempat pangkas rambut, dapur yang tidak terdapat peralatan masak, dan tempat-tempat sejenis lainnya. 2) Ruang Penumpang a) Ruangan dibawah garis margin yang digunakan untuk akomodasi dan digunakan untuk penumpang selain dari ruangan layanan. b) Termasuk ruangan yang disediakan dibawah garis margin untuk akomodasi dan yang digunakan awak kapal. 3) Ruang Akomodasi Terbuka II - 67 a) Akomodasi untuk jumlah penumpang yang sesuai dengan sub devisi dari kapal sebagaimana ditentukan. Dalam keadaan apapun luasan yang disediakan tidak boleh kurang dari 0,85 meter persegi per penumpang b) Untuk kapal kelas 1A, kelas 1B dan kelas 1C adalah jumlah penumpang yang dapat dimuat pada area bebas digeladak dengan luasan tidak kurang dari 0,85 meter persegi per penumpang c) Untuk kelas 1D dan kelas1E, jumlah penumpang yang dapat dimuat pada ruang bebas di geladak dengan luasan tidak kurang dari 0,55 meter persegi per penumpang di geladak utama dan 0,85 meter persegi per penumpang untuk ruangan selain yang terletak di geladak utama d) Pada kelas 1E, otoritas yang berwenang boleh mengijinkan pengurangan menjadi 0,4 meter persegi untuk tiap penumpang pada ruang bebas di geladak utama. 4) Ruang Akomodasi Tertutup a) Jumlah penumpang yang diijinkan di kabin dan kompartemen yang dilengkapi dengan tempat tidur tetap atau sofa yang dapat digunakan sebagai tempat tidur harus ditentukan oleh jumlah tempat tidur, dengan catatan harus tersedia setidak-tidaknya 1 meter persegi untuk bergerak bebas, untuk setiap penumpang. b) Tempat tidur harus : (1) Tidak boleh lebih dari dua tingkat dan terpisah secara vertikal tidak kurang dari 650 mm (2) Memiliki panjang minimum 1,9 meter dan lebar minimum 600 mm dan (3) Dibuat dan diatur sedemikian rupa untuk mudah keluar dan masuk (4) Tinggi ruangan kabin dan lounge harus tidak boleh kurang dari 1,9 meter, dengan catatan hal ini boleh berkurang disisi ruangan untuk persiapan camber, saluran peranginan atau perpipaan. II - 68 (5) Jalan laluan yang menuju pintu keluar harus memiliki tinggi bersih, tidak kurang dari 1,9 meter dan lebar bersih 750 mm. 7. Penerangan Kapal Penumpang a. Penginstalasian 1) Jenis lampu yang dipasang disesuaikan tempatnya (biasa, kedap air, kedap ledak, dan sebagainya) 2) Penempatannya harus sedemikian hingga terlindung/terbebas dari bahaya mekanis, tetes/cipratan air dll. 3) Untuk tempat tertentu yang dikategorikan penting (dari segi keselamatan/safety) diusahakan untuk disuplai lewat 2 (dua) rangkaian terpisah, seperti ; a) Kamar mesin & kamar kendali (control) b) Dapur besar c) Gang d) Tangga ke geladak sekoci e) Ruang duduk & makan untuk penumpang dan awak kapal Setidak-tidaknya (misal karena kapal kecil) saluran/rangkaian kedua disuplai lewat sumber darurat. f) Socket hanya boleh ditempatkan pada lokasi yang benar-benar aman/terlindung dari bahaya mekanis (tidak boleh di ruang palka), juga tidak boleh ditempatkan pada lokasi dengan tingkat bahaya tinggi, seperti ruang boiler, underfloor machinery, dekat fuel oil (FO), lub. oil (LO), separator dan sebagainya. b. Komponen 1) Seluruh bagian perangkat pemakaian di kapal penerangan dari jenis 2) Pemilihan berdasar kebutuhan (tergantung tempat & kondisi sekitar) c. Lampu Darurat Untuk waktu selama 36 jam, lampu darurat harus dapat memenuhi: 1) lampu penerangan darurat harus tersedia dan berfungsi pada setiap lokasi berkumpul dan lokasi evakuasi pada saat terjadi bahaya pada kapal; II - 69 2) Pada seluruh tempat pelayanan, seperti: ruang akomodasi, gang, tangga dan pintu darurat untuk mencapai tempat berkumpul atau embarkasi; 3) Ruang mesin utama dan mesin bantu termasuk ruang untuk generator dan ruang kendali pada ruang mesin; 4) Pada seluruh tempat kendali permesinan dan setiap swicthboard panel darurat; 5) Pada semuatempat untuk penyimpananpakaianpemadam kebakaran; 6) Pada ruang gigi kemudi, dan; 7) Pada ruang pompa kebakaran, pompa sprinkler dan pompa darurat lambung kapal. 8. Tangga Kapal Penumpang Tangga tapak dan panjat harus disediakan dengan ukuran dan jumlah yang cukup di kapal untuk memberikan kesiapan akses dari satu geladak ke geladak lainnya, dan secara khusus ke geladak embarkasi sekoci dan atau rakit penolong. Apabila jarak dari bagian atas ambang ke langit-langit di ruangan mana saja diperlukan akses untuk pengoperasian kapal melebihi 1,2 meter, dan harus disediakan tangga panjat. Tangga tapak dan tangga panjat harus diposisikan dan diatur secara efektif untuk menghindari terjadinya kerumunan pada bagian-bagian kapal. a. Tangga tapak yang dibuat harus dipasang untuk memberikan akses langsung ke geladak atau kompartemen yang memuat penumpang lebih dari 12 orang. Dimana tangga tapak harus : 1) Memiliki lebar, diukur antara bagian dalam pegangan tangan atau pagar yang diperoleh dari tabel 2.16 berikut : Tabel 2.16 Lebar Minimum Tangga Tapak Jumlah penumpang yang dapat ditampung dalam kompartemen Melebihi Tidak Melebihi Lebar minimum (mm) 12 600 12 25 650 25 100 750 II - 70 Sumber: 100 125 1000 125 150 1250 150 175 1500 175 200 1750 Non Convention Vessel Standard (NCVS) Indonesian Flagged Catatan : Apabila jumlah penumpang dalam setiap kompertemen melebihi 200 orang maka lebar minimum tangga tapak harus 1750 mm ditambah 25 mm untuk setiap kelebihan sampai 25 penumpang. 2) Dilengkapi dengan pegangan tangan dengan tinggi vertikal tidak kurang dari 859 mm diatas tapak, dan dipasang sedemikian rupa sehingga tidak ada rintangan pada atau diatas pegangan yang akan memutus genggaman. Dengan catatan dalam hal tangga tapak mempunyai langkah atau tingkatan yang tingginya tidak melebihi 1 meter, pegangan tangan boleh dihilangkan dengan catatan dipasang pegangan lain yang sesuai 3) Dilengkapi dengan pegangan pemisah dibagian tengah tangga apabila lebar tangga 1500 mm atau lebih 4) Memiliki tinggi bersih diatas permukaan tapak tidak kurang dari 1,9 meter. 5) Memiliki kenaikan anak tangga yang tidak kurang dari 200 mm dan tidak melebihi 225 mm. 6) Memiliki lebar pijakan tidak kurang dari 150 mm. 7) Memiliki sudut terhadap bidang vertikal tidak kurang dari 450 untuk jumlah penumpang melebihi 200 dan 370 apabila jumlahnya 200 atau kurang. 8) Pada kapal pelayaran samudra, sejauh memungkinkan, arah tangga harus condong kedepan atau kebelakang dan tidak boleh melintang kapal. 9) Mendapat penerangan yang cukup siang dan malam. 10) Memiliki permukaan anti slip pada pijakan II - 71 b. Tangga panjat dibuat boleh dipasang untuk memberikan akses langsung ke geladak atau kompartemen yang memuat 12 penumpang atau kurang. Tangga panjat jika diijinkan dipasang harus memenuhi : 1) Memiliki lebar yang diukur dari bagian dalam rel pegangan tangan atau perintang tidak boleh kurang dari 600 mm 2) Dilengkapi dengan sarana untuk pegangan yang sesuai 3) Memiliki tinggi undakan tidak kurang dari 200 mm dan tidak lebih dari 250 mm 4) Memiliki lebar pijakan tidak kurang dari 100 mm 5) Memiliki sudut terhadap bidang vertikal tidak kurang dari 220. 6) Pada kapal pelayaran samudra, sejauh memungkinkan, arah tangga harus condong ke depan atau ke belakang dan tidak boleh melintang kapal. 7) Mendapat penerangan yang cukup siang dan malam 8) Memiliki permukaan anti slip pada pijakan. c. Tangga Akomodasi Setiap tangga akomodasi atau tangga kapal harus : 1) Minimal mempunyai lebar 55 cm dan 2) Dilengkapi dengan tiang penyangga dan teralis yang rapi, rantau atau pagar pada kedua sisi. 3) Jarak antara tiang penyangga tidak boleh lebih dari 4 meter dan dipasang secara baik untuk menghindari pergeseran 4) Pagar harus mempunyai tinggi tidak kurang dari 1 meter, dengan teralis atau rantai antara pada tinggi kurang dari 50 cm 5) Tangga akomodasi atau tangga kapal harus dibuat sederhana sehingga perubahan terhadap sarat kapal atau tinggi diatas dermaga dapat disesuaikan dengan mudah 6) Jika memungkinkan, tangga akomodasi harus mempunyai platform atas yang mempunyai kili-kili, alur anti slip dan dilengkapi roda atau pada bagian bawahnya II - 72 7) Setiap penyesuaian yang diperlukan disebabkan perubahan ketinggian lambung kapal tidak boleh menjadikan alur atau pijakan tangga menjadi miring sehingga kehilangan kemampuan menahan pijakan dengan mantap. 8) Papan penahan belakang (duckboard) harus dipasang untuk memberikan injakan kaki yang aman pada kemiringan dengan sudut kecil 9) Jarak antara puncak tangga kapal atau tangga dan kapal harus dilindungi pada tiap sisinya dengan terali, rantai kencang atau perlengkapan lain yang sesuai, dengan rantai antara pada ketinggian yang sesuai dengan pegangan dan perlindungan antara dari tangga kapal 10) Jika ujung atas bersandar pada atau sama rata dengan puncak terali atau kubu, harus disediakan pijakan tangga yang kokoh dan dipasang secara baik dan dilengkapi dengan terali yang cukup untuk menjamin keselamatan orang untuk menuju ke dan dari tangga kapal tersebut. 11) Jika memungkinkan, tangga akomodasi tidak boleh digunakan dengan sudut yang lebih besar dari 55o terhadap horisontal. 12) Jika bagian bawah tanggal kapal dipasangi roda, tangga tersebut harus dilengkapi atau dilindungi sedemikian sehingga dapat mencegah terperangkapnya kaki pengguna dan tangga tersebut harus diletakan pada posisi yang tidak membatasi gerak bebas roda tersebut. 13) Tangga kapal tidak boleh diturunkan diantara daratan dengan kapal sedemikian sehingga kapal tersebut mungkin hancur atau rusak karena benturan kapal. 14) Pemeliharaan harus dilakukan dengan hati-hati untuk mendeteksi retakan, karat atau korosi pada tangga kapal 15) Setiap kerusakan yang dapat menyebabkan bahaya harus diperbaiki sebelum kembali digunakan. d. Tangga Portabel 1) Tangga portabel tidak boleh digunakan untuk naik ke kapal kecuali cara lain yang lebih aman tidak memungkinkan. II - 73 2) Tangga portabel harus dibuat dengan baik, cukup kuat dan dirawat dengan baik. 3) Ketika tangga digunakan : a) Bagian atasnya harus dinaikkan setidaknya 1 meter diatas tempat pendaratan. b) Setiap penyangganya harus bersandar pada dasar yag kuat dan mendatar c) Tangga harus diamankan sehingga tidak tergelincir, jatuh atau bergeser kesamping 4) Tangga harus digunakan pada sudut 600 dan 750 dari horisontal. e. Tangga Pandu Persyaratan untuk tangga pandu dan kerekan mekanis pengangkat tangga pandu sesuai dengan SOLAS, 1974, koda dan amandemennya 9. Fasilitas Pelayanan Kesehatan bagi Kapal Penumpang yang Berlayar Lebih dari 8 Jam a. Umum Pembangunan kapal modern memerlukan kemampuan teknik yang cukup baik serta teknologi canggih. Hasilnya adalah kapal dengan desain dievaluasi secara menyeluruh yang akhirnya digunakan untuk kegiatan transportasi. Sebuah kapal harus menahan beban yang dirancang untuk membawa muatan dan pada saat yang sama menjadi fungsional dan estetika. Dalam sebuah kapal adalah dalam operasinya terdapat masyarakat tertutup, yang terdiri dari awak kapal dan penumpang untuk jangka waktu. Sedangkan sarana yang terdapat di kapal termasuk akomodasi tidur,toilet, tempat istirahat, dapur dan ruang makan serta wilayah kerja. Selain itu, kapal modern memiliki gimnasium, televisi, komputer dengan koneksi satelit dan fasilitas lainnya. Dalam masyarakat tertutup, seperti di kapal dalam pelayarannya memerlukan layanan 24 jam medis yang harus berfungsi dengan baik.Konvensi dan peraturan diratifikasi oleh negara bendera harus diikuti, pelaut dan pemilik kapal bertanggung jawab harus berusaha sekuatkuatnya untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan atau fatal kecelakaan dan penyakit. Fasilitas kesehatan di kapal, obat-obatan dan peralatan, fasilitas medis terdiri dari: II - 74 1) Sebuah unit medis dengan obat-obatan dan peralatan medis 2) Sebuah ruang perawatan untuk orang sakit dan terluka. Kamar ini harus dilengkapi dan dilengkapi untuk tujuan tersebut. 3) Satu atau lebih paramedis bertanggung jawab untuk pertolongan pertama medis dan perawatan medis, dan selanjutnya bekerja sama dengan dokter di darat. Hubungan tersebut seperti hubungan antara paramedis ambulans dan dokter medis di rumah sakit. 4) Peralatan komunikasi modern untuk bertukar informasi tentang pasien dalam hal saran/ tindakan medis yang dilakukan untuk pengobatan. 5) Informasi tata letak konstruksi/ lay-out ruangan di kapal diperlukan dalam mengambil satu tindakan medis dan pemeliharaan ruang kesehatan tersebut. Ini harus mencakup persediaan peralatan medis dan obatobatan dan spesifikasi kompetensi yang diperlukan dari paramedis yang bertanggung jawab. 6) Prosedur harus dirinci untuk setiap kapal, dengan posisi orang yang bertanggung jawab, petunjuk rinci yang relevan untuk kapal dalam keadaan darurat, prosedur pelatihan. Analisa risiko di atas kapal harus dijelaskan dalam prosedur yang terkait dengan ini. b. Daerah Pelayaran Sesuai dengan Pasal 8 PP No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, disebutkan bahwa berdasarkan kondisi geografis dan meteorologi ditetapkan daerah pelayaran dengan urutan sebagai berikut : 1) Derah Pelayaran Semua Lautan; Daerah Pelayaran Semua Lautan adalah Pelayaran untuk semua laut di dunia. 2) Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia; Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia adalah daerah pelayaran yang meliputi daerah yang dibatasi oleh garisgaris yang ditarik dari titik Lintang 100 00’ 00’’ Utara di Pantai Barat Malaysia, sepanjang pantai Malaysia, Singapura,Thailand, Kamboja,dan Vietnam Selatan di Tanjung Tiwan dan garis-garis yang ditarik antara Tanjung Tiwan dengan Tanjung Baturampon di II - 75 Philipina, sepanjang pantai selatan Philipina sampai Tanjung San Augustin ke titik Lintang 000 00’00’’dan bujur140000’00’’ Timur ditarik ke selatan hingga ketitik 090 10’00’’Selatan dan bujur1410 00’ 00’’Timur, ke titik Lintang 100 11’ 00’’Selatan dan Bujur 1210 00’00’’Timur, ke titik Lintang 090 30’00’’Selatan dan Bujur 1050 00’00’’Timur ke titik Lintang 020 00’00’’Utara dan Bujur 094000’00’’sampai dengan titik Lintang 100 00’00’’Utara di Pantai Barat Malaysia atau Near Coastal voyage. 3) Daerah Pelayaran Lokal; Daerah Pelayaran Lokal adalah daerah pelayaran yang meliputi jarak dengan radius 500 (lima ratus) mil laut dari suatu pelabuhan tertunjuk. Jarak ini diukur anatara titik –titik terdekat batas-batas perairan pelabuhan sampai tempat labuh yang lazim. Jika pelabuhan tertunjuk dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib pandu,maka jarak itu diukur dari atau sampai awak pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas luar dari perairan wajib pandu. 4) Daerah Pelayaran Terbatas Daerah pelayaran Terbatas adalah daerah pelayaran yang meliputi jarak dengan radius 100 (seratus) mil laut dari suatu pelabuhan tertunjuk, jarak ini diukur antara titik-titik terdekat batas-batas perairan pelabuhan sampai tempat labuh yang lazim. Jika pelabuhan tertunjuk dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib pandu, maka jarak itu diukur dari atau sampai awak pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas luar dari perairan wajib pandu. 5) Daerah Pelayaran Pelabuhan; dan Daerah Pelayaran Pelabuhan adalah perairan didalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan. 6) Daerah Pelayaran Perairan Daratan. Daerah Pelayaran Perairan Daratan adalah perairan sungai, danau, waduk,kanal dan terusan. II - 76 c. Dalam Pasal 80 Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, diatur tentang tenaga medis di kapal dalam pelayarannya, seperti: 1) Di kapal penumpang sesuai dengan ukuran dan daerah pelayarannya harus tersedia seorang dokter dibantu oleh juru rawat, kamar perawatan dan perlengkapannya serta obat-obatan yang memenuhi syarat. 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan perlengkapan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. d. Fasilitas Kesehatan di Kapal Sebuah unitmedis denganobat-obatan danperalatan medis, adalah sebagai berikut: 1) Sebuah ruang perawatan untuk orang sakit dan terluka.Kamar ini harus dilengkapi untuk tujuan tersebut. 2) Satu atau lebih paramedis yang bertanggung jawab untuk pertolongan pertama medis dan perawatan medis. 3) peralatan komunikasi modern untuk bertukar informasi pasien dan saran pengobatan dengan rumah sakit atau institusi medis di darat . 4) Satu set peraturan, rekomendasi, prosedur, operasi dan pemeliharaan ruang kesehatan.Ini harus mencakup persediaan peralatan medis dan obat-obatan dan spesifikasi kompetensi yang diperlukan dari bertanggung jawab medis. 5) Prosedur untuk setiap kapal, mengenai posisi orang yang bertanggung jawab, petunjuk rinci yang relevan kapal dalam keadaan darurat, prosedur pelatihan dan analisis risiko di atas kapal harus dijelaskan dan prosedur yang terkait dengan ini. 6) Sebuah buku log untuk mencatat semua kasus dan pengobatan yang diberikan di kapal. e. Pertimbangan Fasilitas Kesehatan Pemilihan atau pembangunan fasilitas kesehatan adalah dimulai ketika kapal didesain dalam tahap awal. Pertimbangan skenario seperti ini terutama direkomendasikan untuk mengoptimalkan desain, melalui gambar dan dilengkapi daftar peralatan yang diperlukan dalam fasilitas kesehatan tersebut. Menggunakan II - 77 pengalaman dari jenis kapal yang sama dan tata letak dari fasilitas kesehatan tersebut juga dapat berguna dan memudahkan proses desain. Logistik terkait dengan orang terluka dan sakit dapat menjadi kompleks, dan memerlukan pertimbangan dalam tata letak yang akan mengurangi atau menghindari masalah serius di kemudian. f. Lokasi Fasilitas Kesehatan Elemen-elemen berikut harus dipertimbangkan ketika sebuah fasilitas kesehatan di kapal di rancang: 1) Kemampuan untuk membawa orang yang terluka di tandu dari tempat kecelakaan yang paling mungkin terjadi ke fasilitas kesehatan. Perhatian khusus harus diberikan pada: a) Sudut antara koridor dan pintu. Seluruh tandu yang berada di atas kapal harus mudah dipindahkan melalui ke / dari kabin dalam posisi horizontal. Gambar 2.11 Tata Letak Kamar di Kapal b) Jarak dari fasiitas kesehatan dengan tempat pemindahan pasien keluar dari kapal. Apabila ada sarana lift, maka tandu dapat dibawa dalam posisi horisontal, untuk mencapai lokasi pemindahan atau helipad tersebut. c) Jika tidak menggunakan sarana lift dan menggunakan tangga, maka harus diperhitungkan kemiringan dari tangga agar proses evakuasi menjadi mudah. II - 78 2) Ruang perawatan harus memiliki lemari terpisah, sebaiknya dapat diakses dari kedua sisi. Juga harus ada fasilitas cuci yang tepat. Untuk kapal penangkap ikan, kebutuhannya adalah sebuah kamar mandi yang berdampingan dengan bak mandi. Untuk berbagai jenis luka (kebakaran, tumpahan bahan kimia dan lainnya) penggunaan air adalah bagian penting dari pengobatan. 3) Ruang perawatan tersebut Itu harus dilengkapi dengan pengatur suhu/ air conditioner, sehingga tingkat kenyamanan dapat terpenuhi. 4) Harus ada sebuah kamar/ kabin terdekat untuk menampung pasien yang memerlukan perawatan jangka panjang. Kabin ini dapat berfungsi sebagai akomodasi tidur hingga untuk keperluan darurat. 5) Harus memungkinkan untuk mengubah ruang tidur di dekatnya menjadi fasilitas ruang isolasi. 6) Ruang perawatan harus memiliki minimal dua sumber daya listrik keadaan darurat. Catu daya tersebut cukup untuk mengoperasikan semua peralatan medis termasuk lampu operasi. g. Ukuran dan Bentuk Fasilitas Kesehatan 1) Ruang yang cukup untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik adalah dengan ukuran seluas 6 meter persegi. 2) Ruang fasilitas kesehatan tersebut dan diperlengkapi dengan peralatan yang sesuai dengan kebutuhan, namun petugas medis harus dapat menjangkau pasien atau peralatan tanpa harus melangkah, seperti: pasien, obatobatan, Peralatan medis yang diperlukan, Telepon / intercom, tombol lampu dan lainnya. 3) Memastikan bahwa keempat sisi dari tempat tidur perawatan mudah untuk dilalui oleh petugas kesehatan untuk memudahkan pemeriksaan pasien. 4) untuk ruang perawatan sebaiknya berdekatan atau menggunakan kamar untuk perawatan lebih lanjut jika diperlukan. 5) Lampu di atas meja periksa atau pengobatan harus memiliki minimal 750 lux, dan meja petugas medis setidaknya 300 lux. Dianjurkan untuk memiliki lampu operasi dengan lensa. II - 79 6) Dalam kasus luka bakar dan tumpahan bahan kimia, dari sudut pandang medis untuk dapat membilas pasien dengan air di meja pemeriksaan atau pengobatan. Hal ini memerlukan penutup lantai yang tahan air dan saluran pembuangan air di lantai. Gambar 2.12 Perlengkapan Ruang Perawatan Ruang perawatan memerlukan perlengkapan yang sesuai untuk kondisi di laut. Beberapa hal harus dipertimbangkan, seperti: a) Lemari untuk menyimpan obat dan peralatan lainnya harus memiliki keamanan yang memadai. Lemari sebaiknya menggunakan laci bukan tipe rak untuk penyimpanan obat-obatan, karena hal ini lebih jelas dalam penggunaan sehingga lebih efektif. Hal tersebut juga mempermudah kontrol dan isi ulang. b) Ruang perawatan harus memuat: (1) Sebuah tempat tidur rumah sakit dengan tipe roda dan rem. (2) Lemari dengan laci cocok untuk menyimpan obat obatan di kapal (3) Meja kantor (4) Kursi (5) Nakas (6) Meja periksa atau pengobatan dengan roda. (7) Buku rak untuk literatur medis (8) Lemari loker untuk pakaian tidur, handuk, pakaian medis dll II - 80 (9) Loudspeaker telepon atau headset (panggilan nomor yang sama dengan fasilitas medis cadangan) (10) Alat komunikasi c) Penggunaan label obat atau untuk peralatan lainnya sehingga memudahkan pencarian atau pengambilan. d) Harus ada ruang yang cukup di sekitar keempat sisi tempat tidur pemeriksaan atau pengobatan untuk petugas medis bekerja. e) Sebuah botol oksigen harus disimpan di dekat tempat tidur. Oksigen harus dipasang dan siap untuk digunakan dengan semua tabung dan perangkat hisap yang dapat diajangkau dengan mudah oleh pasien. Botol cadangan oksigen juga disiapkan pada ruang perawatan. Pemasangan unit konsentrasi oksigen adalah sebuah alternatif yang layak untuk dipertimbangkan f) Pintu ke rumah sakit harus dapat dilihat secara jelas dan diberi label. g) Apabila diperlukan untuk mengisolasi pasien yang menderita penyakit menular. Persyaratan ruang isolasi adalah: (1) Jika tidak ada ruang isolasi permanen, minimal harus ada rencana tertulis pemakaian ruang yang digunakan untuk kebutuhan tersebut. (2) Ruangan harus diberi label yang jelas ketika sedang digunakan sebagai bangsal isolasi. (3) Ketika memasuki ruangan, harus ada ruang untuk mengenakan / melepas pakaian steril pada masuk / keluar, untuk menghindari penyakit menular ke seluruh kapal. (4) Kabin harus memiliki akses langsung ke kamar mandi yang terpisah termasuk toilet dan wastafel. (5) Ukuran kabin dan fasilitas kebersihan yang menghubungkan harus tepat. Fasilitas ini akan berhubungan dengan ukuran kru, sesuai dengan peraturan. Penting untuk memperhatikan fakta jelas, bahwa pasien dengan ukuran yang sama, independen dari kapal dan ukuran awak. Akibatnya ukuran fasilitas akan tergantung pada berapa banyak pasien yang akan menerima perawatan II - 81 pada saat yang sama, mengingat setiap pasien mendapat ruang yang cukup. (6) Untuk memudahkan membersihkan fasilitas agar tetap bersih. Dinding atau permukaan menggunakan bahan yang mudah dibersihkan. (7) Penutup lantai harus mudah untuk di bersihkan namun tidak licin. (8) Pisahkan alat makan, piring dan hidangan harus disediakan. Mereka juga harus dicuci secara terpisah dari hidangan lainnya. Mungkin layak untuk menggunakan alat makan sekali pakai. (9) Alas tempat tidur dan handuk terpisah untuk pasien yang terisolasi harus disediakan. Masalah lain yang paling kritis adalah ventilasi dan kemungkinan untuk membuat zona di-antara. h) Perlengkapan dan peralatan harus sedemikian dibuat sehingga memenuhi persyaratan untuk kapal jenis tertentu dapat dipenuhi. g. Cadangan Fasilitas Kesehatan Darurat Kemungkinan bahwa fasilitas kesehatan yang terdapat di kapal rusak, atau tidak bisa diakses karena kebakaran atau alasan lain. Pada tahap desain dan pelaksanaan, harus fasilitas medis darurat (fasilitas medis sekunder) di lokasi yang terpisah dengan fasilitas medis utama. Sebuah ruang yang biasanya digunakan untuk tujuan lain, untuk dapat digunakan atau dirubah menjadi fasilitas medis darurat. Faktor-faktor berikut ini harus dipertimbangkan, seperti: 1) Area ruangan yang memadai 2) Jarak yang cukup dekat untuk mengangkat korban ke tempat pemindahan korban untuk penanganan selanjunya di darat. 3) Ruang yang cukup untuk pasien berbaring di tandu secara horisontal 4) Pencahayaan yang cukup, sumber daya darurat yang memadai untuk peralatan medis. 5) Tempat untuk mencuci tangan dan air bersih 6) Loudspeaker telepon atau headset 7) Alat komunikasi nirkabel II - 82 8) Tempat penyimpanan seluruh peralatan yang digunakan dengan aman dan mudah diakses. i. Kapal Tanpa Fasilitas Kesehatan Khusus Kapal dengan awak kurang dari 15 orang dan kurang dari 500 ton, tidak ada persyaratan untuk penyediaan fasilitas medis khusus. Namun demikian, yang diperlukan untuk dapat menampung dan mengobati orang yang terluka dan sakit. Setidaknya satu kamar atau kabin harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Harus memungkinkan untuk mengangkut orang di tandu dari lokasi kecelakaan ke dalam kabin dan tempat tidur itu. Ini harus memungkinkan untuk orang dengan cedera kepala, leher dan punggung tanpa risiko cedera lebih lanjut kepada pasien. 2) Harus ada kamar yang terhubung atau tidak jauh lokasinya dari kamar mandi. Kamar mandi ini tidak digunakan berbagi dengan orang lain selama periode penyakit. Kabin ini harus diidentifikasi dalam prosedur medis. Jika kecelakaan terjadi, perubahan kabin harus dilaksanakan untuk mengakomodasi orang yang terluka di kabin yang telah ditentukan. j. Peralatan medis dan obat-obatan Peralatan medis dan obat-obatan yang harus dilakukan di atas kapal harus disimpan dengan baik. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap desain kapal terkait dengan peralatan medis dan obat-obatan. Peralatan tersebut dapat dibagi dalam kelompok berikut: 1) Kelompok 1: Peralatan resusitasi 2) Kelompok 2: Pakaian 3) Kelompok 3: Instrumen kesehatan 4) Kelompok 4: Peralatan pemantauan dan pemeriksaan 5) Kelompok 5: Peralatan untuk injeksi, tusuk perfusi, dan kateterisasi 6) Kelompok 6: Peralatan medis umum 7) Kelompok 7: Peralatan untuk imobilisasi fraktur 8) Kelompok 8: Disinfections, disinsectization dan profilaksis 9) Kelompok 9: Panduan medis kapal. II - 83 10) Kelompok 10: lain-lain k. Manajemen Peralatan Peralatan harus disimpan dan terpasang dengan baik untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Peralatan darurat untuk menyelamatkan nyawa harus dipasang dan selalu siap untuk digunakan, seperti: tabung oksigen dan perlengkapannya. 2) Botol oksigen cadangan harus siap pakai dan disimpan secara terbuka. Adalah penting bahwa botol dijamin aman untuk pemakaian dilaut lepas. 3) Peralatan untuk prosedur tertentu harus dikemas dalam unit terpisah dan selalu siap untuk digunakan. 4) Unit-unit harus diisi ulang segera setelah digunakan. l. Sistem pemeliharaan dan kontrol Kapal harus memiliki daftar yang sistematis dan lengkap dari peralatan diatas kapal, lokasi penempatan dan penggunaannya sesuai dengan persyaratan sebagai berikut: 1) Peralatan dengan tanggal kadaluwarsa harus diganti, dimana pemantauan tanggal penggantian harus selalu dilakukan pemutakhiran informasi. 2) Penggunaan Peralatan harus dijelaskan dengan rinci dalam buku manual yang harus selalu tersedia. 3) Untuk peralatan yang jarang digunakan perlu ditambahkan gambar untuk memudahkan mengenali peralatan tersebut. 4) Pnyediaan literatur atau instruksi multimedia untuk tujuan pelatihan. 5) Sistem pemeliharaan dapat berupa berbasis manual atau elektronik, tetapi harus fleksibel dan mudah digunakan. 6) Harus ditulis tata cara pemeliharaan dan kontrol dari peralatan kesehatan II - 84 Gambar 2.13 Penyimpanan Obat-obatan Pasokan obat harus sesuai dengan Rekomendasi ILO R105. Beberapa hal yang perlu menjadi bahan pertmbangan untuk penyimpanan obat adalah sebagai berikut: 1) Beberapa obat harus disimpan dingin di lemari es, seperti, obat tetes mata dexamethazone, Adrenalin / epinefrin untuk injeksi, tetes mata Chloramfenicol, vaksin Tetanus, supositoria metoclopramid, supositoria lain dan semua jenis salep. 2) Resep kelompok A (narkotika) dan kelompok B (obat penenang, obat tidur dll) harus sesuai dengan undangundang Republik Indonesia, dan disimpan di lemari terkunci terpisah, sebaiknya dalam lemari terkunci untuk obat-obatan. 3) Obat-obatan yang tersisa harus dipilah ke dalam kelompok diberi label dengan jelas sebagai berikut: a) Kelompok 1:Obat Kardiovaskular b) Kelompok 2:Obat yang digunakan untuk gangguan lambung c) Kelompok 3:Analgesik dan antispasmodic d) Kelompok 4:Obat-obatan digunakan untuk gangguan sistem saraf e) Kelompok 5:Anti-allergics dan anti-anaphylactics f) Kelompok 6:Obat digunakan untuk kondisi sistem pernapasan g) Kelompok 7: Obat Anti-infeksi II - 85 h) Kelompok 8:Obat Senyawa mempromosikan rehidrasi,asupan kalori i) Kelompok 9:Obat untuk penggunaan luar 4) Pencatatan tentang penggunaan obat harus dilakukan secara sistematis, termasuk:waktu, nama pasien,nama dokter, persediaan sebelum dan setelah penggunaan, dan tanda tangan dari pihak yang bertanggung jawab. 5) Harus ada sistem kontrol untuk fasilitas penyimpanan obat, baik untuk obat dengan kategori A dan obat B,termasuk jumlah dari obat tersebut. 6) Semua pengobatan pasien dengan obat-obatan harus login jurnal pasien. m. Pemeliharaan dan kontrol Peralatan kesehatan dan obat-obatan harus dilakukan pemeliharaan rutin dan prosedur kontrol pemeriksaan terhadap peralatan dan obat-obatan. Prosedur tertulis harus menjadi bagian dari sistem Healty Safety and Environment (HSE sistem). Pemeriksaan tersebut dilakukan secara berkala untuk menjamin kesiapan dan ketersediaan dari peralatan kesehatan dan obat-obatan di kapal. n. Skenario untuk dipertimbangkan dalam tahap desain Kapal dalam tahap rancangan dan operasional sebaiknya mempertimbangkan seluruh resiko yang akan terjadi di kapal. Analisis semacam itu akan menjadi suatu skenario dan dituangkan dalam suatu prosedur dikapal, sehingga awak kapal dapat mengidentifikasi skenario yang paling buruk yang akan terjadi berikut dengan solusi dari permasalahan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, beberapa rekomendasi untuk fasilitas medis dikapal harus mempertimbangkan beberapa hal, sebagai berikut: 1) Bahaya Kebakaran Jika kapal mengalami kebakaran, berikut ini yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: a) Banyak orang mungkin luka serius pada saat yang sama. b) Jika api menyebar ke fasilitas kesehatan itu sendiri, peralatan dan obat-obatan yang diperlukan untuk pengobatan mungkin rusak atau hancur. II - 86 c) Sebuah rencana harus dilakukan untuk mengelola kemungkinan terjadinya kebakaran. Rencananya harus dibuat detail sebagai berikut: (1) Awak kapal yang bertanggung jawab untuk mengobati mereka yang terluka setelah kebakaran. Awak kapal ini seharusnya tidak memiliki peran utama dalam pemadaman api. (2) Tempat perawatan penumpang atau awak yang terluka, beberapa alternatif harus diidentifikasi tergantung pada sumber dan kemungkinan api terjadi. (3) Metode pengobatan dan obat-obatan yang diperlukan. Posisi atau tempat obat berada, setidaknya satu tempat di kapal selain tempat fasilitas kesehatan harus memiliki obat darurat untuk pengobatan para korban kebakaran. 2) Obat darurat mencakup: a) Tabung oksigen kecil b) Obat luka bakar c) Obat pengurang rasa sakit (Ketobemidon (Ketogan ®) atau kombinasi Codein fosfat / Paracetamole seperti Paralgin forte ®) d) Adrenalin / epinefrin e) Antihistamin f) injeksi hidrokortison (Solu Cortef ®) g) obat Anti inflamasi h) Obat anti mabuk laut i) Beberapa alat bedah kecil (gunting, pisau bedah, Jarumdisinfektan) .Ini mungkin bagian dari persediaan obat standar, tetapi harus ditempatkan di lokasi yang berbeda dari tempat fasilitas kesehatan. o. Bahaya Kejatuhan Dalam sebuah kapal ada sejumlah lokasi di mana seseorang dapat jatuh atau terpeleset, seperti dari tangga atau di ruang mesin. Rencana harus dilakukan untuk menangani kecelakaan tersebut dan harus mencakup beberapa hal sebagai berikut: II - 87 1) Awak kapal yang bertanggung jawab untuk operasi penyelamatan 2) Awak yang bertanggung jawab dalam membantu korban yang terluka 3) Peralatan yang harus disediakan dalam penyelamatan dan perawatan korban kecelakaan, seperti: a) Tandu b) Obat penahan rasa sakit rasa sakit c) Peralatan dan obat untuk menghentikan pendarahan d) Oksigen 4) Prosedur penanganan kecelakaan di kapal untuk bahaya kejatuhan. 5) Rute untuk membawa pasien dan tanda penunjuk ke lokasi fasilitas kesehatan dikapal. 6) Jika awak jatuh di dalam tangki, ia mungkin menderita dari kekurangan oksigen. Tim penyelamat juga membutuhkan oksigen. p. Kecelakaan Kerja Kapal dalam operasinya terutama pada saat bongkar muat, awak kapal di dek kapal mempunyai resiko dari kejatuhan alat berat atau muatan. Perdarahan internal dan sendi hancur akibat kecelakaan tersebut dapat berakibat fatal, akibat luka terbuka tersebut dapat meningkatkan perdarahan dan mengancam nyawa. Untuk jenis kecelakaan tersebut, beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penanganan kasus tersebut adalah sebagai berikut: 1) Awak kapal yang bertanggung jawab menangani untuk pengobatan korban tersebut. 2) Awak kapal yang disiapkan untuk membantu proses penanganan korban kecelakaan tersebut. 3) Peralatan dan jenis obat-obatan yang harus disiapkan untuk mengurangi resiko perdarahan yang fatal. 4) Proses evakuasi korban kecelakaan untuk proses pengobatan lebih lanjut. q. Bahaya Tingkat Oksigen Yang Rendah Ketika pekerjaan di dalam tangki dilakukan, kemungkinan terjadi kecelakaan adalah kurangnya oksigen di dalam II - 88 tangki. Kekurangan oksigen dapat mengakibatkan hal yang fatal, berupa kerusakan otak ataupun kematian. Pada jenis pekerjaan ini sebaiknya ada orang di luar untuk mengawasi pekerjaan. Jika orang yang bekerja di dalam jatuh atau mengalami kecelakaan, perlengkapan yang dibutuhkan terutama adalah oksigen. Reaksi pertama dari orang yang mengawasi pekerjaan adalah permintaan bantuan kepada orang yang ditugaskan untuk melakukan pertolongan pertama. Risiko ini dapat dikurangi dengan menggunakan sensor oksigen dan dengan meningkatkan kesadaran akan potensi bahaya yang akan terjadi. r. Wabah penyakit Menular Selama wabah penyakit menular di kapal, isolasi adalah tindakan wajib yang harus dilakukan. Rencana tindakan dan standard operating procedure harus dibuat untuk isolasi pasien menular. Dalam hal kasus keracunan makanan, mengidentifikasi sumber sesegera mungkin adalah penting. Sebuah prosedur yang tertulis memberikan panduan dalam penanganan keracunan makanan. s. Isolasi Penyebaran penyakit menular di kapal dapat dicegah atau setidaknya berkurang dengan mengisolasi pasien. Tujuan isolasi adalah untuk membatasi berbagai jenis penularan yang terjadi, seperti: 1) Kontak langsung, misal infeksi luka 2) Droplet penyebaran, misal influenza 3) Penyebaran melalui cairan, misal demam tipus demam dan diare menular Terdapat 2 (dua) jenis isolasi yang dapat dilakukan dalam penanggulangan penyakit menular di kapal. Adapun jenis isolasi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Isolasi Ketat Isolasi ketat digunakan terutama untuk penyakit yang menyebar melalui fekal-oral. Interaksi pasien dengan pasien atau orang lain harus dibatasi dan pasien tersebut harus dibawa ke fasilitas kesehatan di kapal atau ke kamar khusus. Kamar khusus selain ruang fasilitas kesehatan harus ditempatkan di sudut kapal yang tenang dan hal-hal II - 89 yang tidak diperlukan seperti: karpet dan jok dikeluarkan untuk memudahkan pembersihan dan desinfeksi. Pasien sebaiknya dirawat oleh tenaga kesehatan atau awak kapal yang telah dilengkapi dengan pelatihan tentang kesehatan. Kunjungan oleh penumpang atau awak kapal lainnya tidak diizinkan. Dalam hal peralatan makan, sebaiknya digunakan peralatan sekali pakai. Jika hal ini tidak tersedia, peralatan tersebut harus direbus selama 20 menit setelah digunakan, demikian juga dengan seprai dan handuk harus direbus atau didisinfeksi. Feses dan urin harus dimasukkan ke dalam pispot atau botol dan dibuang di WC pembilasan khusus. Di pelabuhan, pihak yang berwenang akan memberikan instruksi untuk pembuangan. Jarum dan benda tajam lain yang mungkin terinfeksi harus ditempatkan dalam wadah jarum untuk selanjutnya dibuang di pelabuhan. Mencuci tangan, baik oleh pasien dan perawat adalah prosedur yang paling efektif untuk mencegah penyebaran melalui fekal-oral 2) Standar isolasi Pasien yang diidentifikasi terkena penyakit menular harus diisolasi di sebuah ruangan atau kamar khusus di kapal. Sedangkan dalam kasus penularan droplet, seperti: influenza dan infeksi pernafasan menular lainnya. Dianjurkan pasien memakai masker saat menyusui dan menerima kunjungan dari penumpang atau awak kapal jika diijinkan oleh petugas yang berwenang. Sedangkan aturan yang ketat untuk peralatan tidak berlaku pada jenis penyakit ini. t. Evakuasi orang sakit atau terluka di kapal Orang sakit dan terluka mungkin perlu di evakuasi dengan tandu dari lokasi kecelakaan ke fasilitas kesehatan kapal, atau dari fasilitas kesehatan di kapal ke ke geladak untuk evakuasi dengan menggunakan helikopter atau sarana lainnya. Hal penting ketika kapal dirancang adalah untuk memasukkan kriteria tentang fasilitas kesehatan di kapal dan proses evakuasi korban ke luar dari kapal. II - 90 u. Pelatihan dan latihan Konvensi internasional tentang Standar pelatihan, sertifikasi dan Watchkeeping untuk pelaut , seperti yang termuat dalam konvensi STCW Tahun 1978 dan direvisi Tahun 1995, menyatakan persyaratan minimum bagi pertolongan pertama dan pelatihan medis untuk para awak kapal. Untuk memastikan bahwa keterampilan para awak kapal pada tingkat yang memuaskan dalam pertolongan pertama, disarankan bahwa awak kapal menjalani pelatihan penyegaran secara berkala. Demikian juga, setiap kapal harus memiliki rencana untuk pelatihan personil dalam cara menggunakan peralatan medis dan fasilitas medis dalam perawatan untuk orang sakit dan terluka. Adapun latihan tersebut mencakup, antara lain: v. 1) Prosedur pertolongan pertama pada kecelakaan. 2) Pemindahan pasien dari lokasi kecelakaan dengan menggunakan ke fasilitas kesehatan di kapal. 3) Prosedur untuk pemeriksaan medis dan pengobatan 4) Prosedur komunikasi untuk mencari saran dari dokter/ tenaga kesehatan di daratan melalui radio atau alat komunikasi lainnya 5) Penggunaan obat 6) Penggunaan alat kesehatan 7) Evakuasi atau pemindahan korban dari fasilitas kesehatan ke geladak untuk evakuasi keluar dari kapal dengan menggunakan helikopter atau dengan cara lainnya. 8) Pemulihan dan perawatan pasien termasuk perawatan untuk hipotermia. Standard Operating Procdure (SOP) Dokumentasi prosedur penanganan korban dalam situasi kritis merupakan suatu hal yang mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam penanganan korban kecelakaan atau sakit. Prosedur tertulis harus mencakup: 1) Cara menggunakan fasilitas kesehatan di kapal dan personil yang bertanggung jawab harus mengetahui dengan jelas mengenai prosedur untuk penggunaan fasilitas tersebut. II - 91 2) Personil yang bertanggung jawab untuk menghubungi pihak yang berkompeten dalam penanganan kecelakaan atau pihak yang dapat dimintai saran melaui radio atau alat komunikasi lainnya. Termasuk didalamnya pembaharuan mengenai alamat, frekuensi radio, nomor telepon dan alamat e-mail harus diperiksa secara teratur untuk memastikan hal tersebut bekerja dengan baik. 3) Kebijakan untuk melaporkan penggunaan obat dan pengobatan 4) Jurnal pasien 5) Prosedur evakuasi, termasuk pemberitahuan untuk penerima dan apa yang harus dilaporkan dalam setiap kasus 6) Prosedur untuk menghubungi seorang dokter medis di darat / dokter keluarga yang sesuai. 7) Prosedur untuk pengobatan pasien dengan penyakit menular atau infeksi 8) Prosedur untuk dokumentasi kecelakaan, pengobatan dan kematian, termasuk prosedur untuk menyimpan, membackup dan menghapus informasi medis. Prosedur harus mencakup daftar periksa untuk memastikan tindakan yang tepat. Tidak perlu untuk memisahkan prosedur ke dalam dokumen individu, tetapi semua item yang tercantum di atas harus dimasukkan. w. Evakuasi Setiap kapal harus memiliki luas cocok untuk pendaratan helikopter atau setidaknya mengangkat pasien. Daerah ini harus mudah diakses dari fasilitas medis kapal dan dari fasilitas medis cadangan. x. Perlengkapan Medis Perlengkapan medis yang diperlukan di kapal dalam pelayarannya, minimal terdiri dari : perban, pembalut, hydroactive, kain pembalut, roll berperkat, kain kasasteril, penutup luka, penutup mata berlubang, pita bedah, handuk, kantong plastik, sarung tangan, peniti, selimut, kantong es, masker revival, splinter probes, gunting besar, skalpel, splint malleable, cairan garam/saline normal, providone iodine swabs, obat pereda sakit + obat II - 92 pencegah infeksi, hydrocortisone, paracetamol 500mg, ibuprofen 200mg, loperimide, loratadine, fexofenadine, antacid, kartu instuksi CPR, Buku P3K, SAE Defabrilator, usungan, oksigen PPPK. Spesifikasi teknis dari seluruh perlengkapan medis dan obat haruslah disetujui dan dilegalisasi oleh pihak Otoritas yang berwenang. Konvensi ILO 92 menyatakan bahwa semua kapal dengan awak 15 atau lebih dan lama pelayaran tiga hari atau lebih harus mempunyai fasilitas medis. Untuk kapal penangkap ikan konvensi ILO C126 menyatakan bahwa semua kapal lebih dari 500 ton (atau 150 kaki) wajib memiliki sebuah ruang perawatan. Fasilitas medis tidak dapat digunakan untuk tujuanlainnya, selain untuk kegiatan penanganan atau perawatan kesehatan untuk penumpang atau awak kapal. Adapun peraturan-peraturan internasional maupun nasionalyang mengatur persyaratan formal untuk fasilitas kesehatan di kapal, adalah sebagai berikut: 1) Konvensi International Labour Organization (ILO) Berikut ini adalah Konvensi ILO yang relevan dengan pelayanan medis kapal: a) C55, kewajiban pemilik Kapal dalam hal pelautsakit dan terluka sesuai Konvensi, 1936 b) C 56 tentang asuransi penyakit sesuai Konvensi 1936 c) C92 tentang akomodasi awaksesuai Konvensi (Revisi), 1949 Pasal 14, terkait dengan akomodasi rumah sakit. d) C126 dari Akomodasi Crews (Nelayan) Konvensi, 1966 Pasal 13, terkait pelayanan kesehatan e) C133 Akomodasi awak f) C134 Pencegahan Kecelakaan (Pelaut) Konvensi, 1970 g) C164 Perlindungan Kesehatan dan Perawatan Medis (Pelaut) Konvensi, 1987 2) Rekomendasi ILO a) R105 Rekomendasi kapal Kedokteran Dada, 1958 b) R 106 Saran Medis di Rekomendasi Laut, 1958 c) R142: Pencegahan Kecelakaan (Pelaut) Rekomendasi, 1970 Konvensi C126 mengharuskan R105 harus diikuti. II - 93 3) Konvensi IMO (a) Konvensi Internasional untuk Keselamatan Jiwa di Laut (SOLAS), 1974, bagian III (b) Internasional penyelamat hidup Appliance (LSA) Code - Resolusi MSC.48 (66) (c) Manajemen Keselamatan Internasional (ISM) Code 2002 (d) Konvensi Internasional Penyelamatan, 1979, SAR Cari Kelautan dan 4) Peraturan Sebagai Dasar standar Peraturan yang mengatur tentang standar fasilitas dan peralatan kesehatan di kapal, tenaga medis yang bertanggung jawab, jenis kecelakaan atau penyakit yang dihadapi dan pengaturan tentang jumlah penumpang atau awak kapal serta daerah pelayaran diatur dalam peraturan, baik yang bersifat internasional maupun aturan dalam negeri. Adapun peraturan terkait dengan hal tersebut diatas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.17 Peraturan – peraturan terkait Pelayanan Kesehatan Referensi ILO C55 Pembahasan Pemilik Kapal mempunyai Kewajiban untuk Awak Kapal yang sakit dan terluka sesuai Konvensi ILO, 1936 Pasal 2 adalah: 1. Pemilik kapal bertanggung jawab dalam hal: (A) Penyakit dan cedera awak kapal yang terjadi pada waktu kontrak yang terdapat dalam perjanjian. (B) Kematian akibat penyakit atau cedera tersebut. Pasal 3 Untuk tujuan ini konvensi mengatur, bahwa perawatan medis yang dilakukan adalah atas biaya pemilik kapal terdiri dari: (A) Perawatan medis dan obat-obatan yang layak dan cukup serta peralatan terapi yang diperlukan. (B) Rawat inap. II - 94 C92 Akomodasi Awak kapal dari Konvensi1949 Pasal 14 1. Dalam setiap kapal membawa awak kapal sejumlah lima belas atau lebih dan waktu pelayaran lebih dari tiga hari, fasilitas ruang kesehatan disediakan harus terpisah.Pihak yang berwenang dapat mengabaikan hal tersebut, bila kapal berlayar pada pelayaran pantai atau sejenisnya. 2. Letak ruang fasilitas kesehatan harus strategis, sehingga mudah di akses dan agar pasien dapat ditempatkan dengan nyaman dan pasien dapat menerima perawatan yang layak dalam segala cuaca. 3. Penataan jalan masuk, sumber listrik, pencahayaan, ventilasi, dan air harus dirancang untuk menjamin kenyamanan dan memfasilitasi pengobatan pasien. 4. Pelabuhan dan rumah sakit acuan di darat harus ditetapkan oleh otoritas yang berkompeten. 5. Ruang fasilitas kesehatan harus dilengkapi dengan kamar kecil untuk penggunaan eksklusif dari pasien. Fasilitas tersebut dapat berada dalam ruang fasilitas kesehatan atau berada didekatnya. 6. Ruang fasilitas kesehatan dirancang dan digunakan hanya untuk keperluan kesehatan. 7. Fasilitas kesehatan dikapal juga dilengkapi dengan lemari obat dan dengan dilengkapi petunjuk yang mudah dipahami, walaupun di kapal tersebut tidak membawa dokter. C126 Akomodasi dari awak kapal niaga atau ikan sesuai Konvensi Tahun 1966, adalah sebagai berikut: Pasal 13 1. Jika memungkinkan, ruang terisolasi disediakan untuk awak kapal yang menderita penyakit atau cedera. Untuk kapal dengan 500 ton atau lebih dan dengan panjang 150 ft (45.70 meter) harusdilengkapi dengan ruang fasilitas kesehatan. 2. Fasilitas kesehatan dikapal juga dilengkapi dengan lemari obat dan dengan dilengkapi petunjuk yang II - 95 mudah dipahami, walaupun di kapal tersebut tidak membawa dokter.Dalam hubungan ini pihak yang berwenang harus memberikan pertimbangan dalam fasilitas ruang kesehatan dan obat-obatan yang dibawa kapal tersebut. ILO C133 C 133 Akomodasi awak Pasal 9 1. Ruang yang digunakan untuk fasilitas kesehatan, dimana didalamnya terdapat loker, meja dan kursi, lemari obat dan lainnya harus dimasukan dalam pengukuran luas lantai. Ruang kecil atau berbentuk tidak teratur akan tidakefektif untuk pergerakan bebas dalam memberikan pertolongan. 2.Kewajiban pemilik kapal adalah menyediakan peralatan pelindung kecelakaan.Penggunaan peralatan tersebut harus disertai dengan petunjuk pemakaian. C164 C164 Perlindungan Kesehatan dan Perawatan Medis untuk pelaut sesuai Konvensi 1987 Pasal 4 Setiap anggota harus memberikan perlindungan dan perawatan kesehatan bagi awak kapal, seperti: a) Memastikan bahwa dari setiap ketentuan umum mengenai perlindungan kesehatan dan perawatan medis yang relevan dengan profesi pelaut telah dijalankan; b) Tujuan dari perlindungan kesehatan dan perawatan medis untuk awak kapalharus sebanding dengan yang umumnya diberikan kepada pekerja darat; c) tidak terbatas pada pengobatan pelaut sakit atau terluka tetapi mencakup langkah-langkah yang bersifat preventif, dan mencurahkan perhatian khusus pada pengembangan kesehatan Pasal 5 1. Setiap kapal wajib membawa kotak obat dimana konvensi ini diratifikasi. II - 96 2. Isi lemari obat dan peralatan medis yang dibawa kapal ditetapkan dengan otoritas yang berwenang dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jenis kapal, jumlah orang di kapal dan sifat, tujuan dan lamanya perjalanan. 3. Isi lemari obat dan peralatan medis yang dibawa kapal harus dipelihara dengan baik dan diperiksa secara berkala, tidak lebih dari 12 bulan, oleh orang yang bertanggung jawab dan ditunjuk oleh otoritas yang berwenang. Hal tersebut untuk menjamin kadaluarsa dan kondisi penyimpanan obat-obatan yang baik. 4. Pihak yang berwenang harus menjamin bahwa isi dari lemari obat terdaftar dan diberi label dengan nama generik di samping setiap nama merek yang digunakan, tanggal kadaluwarsa dan kondisi penyimpanan, serta sesuai dengan panduan medis yang digunakan secara nasional. 5. Pihak yang berwenang harus menjamin bahwa kargo yang diklasifikasikan berbahaya belum tercakup dalam edisi terbaru dari Panduan Bantuan Medis Pertama yang diterbitkan oleh Organisasi Maritim Internasional. Informasi seperti: sifat dari zat, risiko yang mungkin terjadi, perangkat pelindung diri yang diperlukan, dan prosedur medis yang relevan. Pasal 6 1. Setiap kapal dimana Konvensi ini diratifikasi wajib membawa panduan medis kapal yang telah disahkan oleh otoritas yang berwenang. 2. Panduan medis harus menjelaskan isi dari lemari obat yang akan digunakan dan harus dirancang untuk memungkinkan orang lain selain dokter untuk merawat orang sakit atau terluka di kapal baik dengan atau tanpa saran medis melalui radio atau komunikasi satelit. Pasal 11 1. Dalam setiap kapal 500 GT atau lebih, membawa 15 atau lebih awak kapal dan dengan lama pelayaran lebih dari tiga hari. Fasilitas kesehatan di kapal harus II - 97 disediakan secara terpisah. Otoritas yang berwenang dapat mengecualikan hal tersebut apabila kapal berlayar dalam perairan pantai atau sejenis.. 2. Kapal dengan ukuran antara 200 dan 500 GT dan di kapal tunda. Pasal ini harus diterapkan secara wajar dan praktis. 3. Pasal ini tidak berlaku untuk kapal yang digerakkan oleh layar. 4. Letak fasilitas kesehatan harus direncanakan pada posisi yang strategis, sehingga pasien merasa nyaman dan ke mudahan akses sehingga pasien mendapat pelayanan yang layak dalam segala cuaca. 5. Akomodasi rumah sakit harus didesain untuk mendukung pemberian pertolongan medis pertama dan tempat konsultasi. 6. Penataan pintu masuk, pencahayaan, ventilasi,dan air harus dirancang untuk menjamin kenyamanan dan memfasilitasi pengobatan pasien. 7. Pelabuhan dan rumah sakit acuan di darat harus ditetapkan oleh otoritas yang berkompeten. 8. Ruang fasilitas kesehatan harus dilengkapi dengan kamar kecil untuk penggunaan eksklusif dari pasien. Fasilitas tersebut dapat berada dalam ruang fasilitas kesehatan atau berada didekatnya 9. Akomodasi fasilitas kesehatan tidak akan digunakan selain untuk tujuan medis. isi minimal ditambahkan ke rekomendasi ini.ILO R105 Kapal dengan fasilitas kesehatan sesuai dengan rekomendasi, Konvensi 1958. Konvensi ini menjelaskan isi dari fasilitas kesehatan.Pasal 126 mensyaratkan bahwa R105 R wajib diikuti. 1. 1) Setiap kapal yang berlayar diwajibkan untuk membawa lemari obat, yang isinya harus ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah orang di kapal, dan sifat serta lama waktupelayaran. II - 98 Ketentuan khusus harus dibuat oleh petugas yang bertanggung jawab untuk obat-obatan yang penggunaannya dibatasi. 2) Peraturan tentang isi minimum dari lemari obat harus berlaku apakah ada tenaga medis atau dokter di kapal atau tidak. 2. 1) Dalam menetapkan peraturan tentang isi dari berbagai jenis obat, otoritas berwenang harus mempertimbangkan daftar 2) Peraturan tersebut harus tunduk pada revisi berkala yang didasarkan pada penemuan medis baru, kemajuan dan metode pengobatan. Peraturan tersebut dengan cara yang disetujui oleh Organisasi Buruh Internasional dan Organisasi Kesehatan Dunia. 3. Semua lemari obat harus dilengkapi dengan panduan medis dan disetujui oleh otoritas yang berwenang, yang menjelaskan sepenuhnya bagaimana isi lemari obat yang akan digunakan. Panduan ini harus cukup rinci untuk memungkinkan orang lain selain dokter kapal untuk melayani kebutuhan dari orang yang sakit atau terluka di kapal baik dengan dan tanpa tambahan saran medis melalui radio. ILO R 106 4. Peraturan harus mengatur untuk perawatan pasien yang tepat termasuk obat-obatan.Inspeksi rutin harus dilakukan dengan intervaltidak melebihi 12 bulan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Negara yang meratifikasi memastikan, bahwa: atau Anggota harus b) Daftar yang selalu diperbaharui termasuk didalamnya stasiun radio dimana saran medis dapat diperoleh melalui instalasi radio di kapal. PP No. 7 Pasal 37 Tahun 2000 (1) Setiap kapal dengan jumlah awak kapal 15 (lima Tentang belas) orang atau lebih harus dilengkapi dengan Kepelautan ruang perawatan kesehatan yang layak dan memiliki kamar mandi dan jamban tersendiri. II - 99 (2) Fasilitas ruang perawatan kesehatan tidak boleh dipergunakan untuk keperluan-keperluan lain selain untuk perawatan orang sakit. (3) Pada setiap kapal harus tersedia obat-obatan dan bahan-bahan pembalut dalam jumlah yang cukup. (4) Untuk pemberian pelayanan kesehatan di kapal, Nakhoda dalam keadaan tertentu dapat meminta bantuan nasehat dari tenaga medis di darat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis obat-obatan dan tata cara permintaan bantuan nasehat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri. PP No. 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan Pasal 80 (1) Dikapal penumpang sesuai dengan ukuran dan daerah pelayaran harus tersedia seorang dokter dibantu oleh juru rawat, kamar perawatan dan perlengkapannya serta obat-oabatan yang memenuhi syarat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan perlengkapan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan keputusan Menteri Sumber: data diolah dari berbagai sumber 5) Perlengkapan Banyak prosedur umum di RS memerlukan beberapa item yang berbeda dari peralatan dan obat. Sekalipun obat-obatan dengan baik terorganisir, mencari tiap jenis obat-obatan atau peralatan bisa membuang-buang waktu, dan ada risiko bahwa prosedur terganggu karena satu atau lebih item yang hilang. Peralatan dan perlengkapan medis yang harus dilengkapi di kapal adalah berikut: a) vena akses / Infus (1) Desinfektan (2) Tissue untuk mencuci (3) Intravena kateter (Venflon) (4) jarum suntik 10 ml untuk pembilasan melewati katup (5) botol dengan larutan garam fisiologis II - 100 (6) Needle (kuning) untuk aspirating larutan garam (7) Pita kuat (8) Kontainer dengan cairan infus (larutan garam fisiologis atau larutan Ringer) (9) Tabung set dengan ruang tetes b) Penutupan Luka (1) Desinfektan (2) Pencucian jaringan (3) Steril cakupan bagi jaringan (4) Anestesi (Keluaran: Xylocain, lidokain) (5) Needle (biru) untuk anaesthetizing (6) Needle (kuning) untuk aspirating anestesi (7) Jarum suntik 10 ml (8) Jarum dengan benang terpasang (9) Jarum pemegang (10) Stapler (11) Bedah pinset (12) Gunting (13) Kasa untuk berpakaian (14) Tape (15) Staple remover c) Perawatan luka (1) Desinfekta (2) Pencuci jaringan (3) Pinset bedah (forceps bergigi untuk pembedahan) (4) Tang Haemostat (5) Gunting (6) Scalpel (7) Mangkuk pembersih (8) Kain steril (9) Kasa spons II - 101 (10) Sarung Tangan Karet d) Assisted ventilasi (1) Guedel tabung saluran udara (2) Masker untuk wajah dan sambungan oksigen (3) Oksigen e) Kateterisasi (1) Kain steril (2) Sarung tangan karet (3) kompres steril (4) Katete (5) Gel anestesi (6) Jarum suntik (7) Pinset (8) Mangkuk atau kantung kemih 10. Standar Instalasi Pengelolaan Limbah Kapal Penumpang. a. Umum Limbah adalah sisa suatu usaha dan /atau kegiatan.Pada instalasi pengelolaan limbah penumpang kapal perlu dibedakan jenis-jenis dari limbah tersebut. Mengingat sifat dari limbah yang dibedakan disini adalah sebagai berikut : 1) Limbah cair Berasal dari limbah kotoran dari mandi, cuci, toilet.dll penumpang 2) Limbah padat Berasal dari sampah-sampah makanan, pembungkus makanan dll penumpang. Standarisasi ini dibuat berdasarkan peraturan dari Internasional dan Nasional seperti : SOLAS, MARPOL Anex III tentang Kotoran dan Anex IV Sampah, NCVS , PP dan SNI. II - 102 b. PP No.21 Tahun Lingkungan Maritim 2010 tentang Perlindungan 1) Pasal 5 a) Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah dan bahan lain dari pengoperasian kapal ke perairan. b) Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : (1) Sisa minyak kotor (2) Sampah; dan (3) Kotoran manusia c) Bahan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : (1) Air balas; (2) Bahan kimia berbahaya dan beracun; dan (3) Bahan yang mengandung zat perusak ozo. d) Limbah dan bahan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditampung di kapal dan dipindahkan ke fasilitas penampungan yang ada di pelabuhan atau terminal khusus. 2) Pasal 6 a) Limbah dan bahan lain yang ada di kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) hanya dapat dibuang ke perairan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : (1) Jarak pembuangan; (2) Volume pembuangan; dan (3) Kualitas buangan. c) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuangan limbah dan bahan lain yang ada di kapal diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup. II - 103 3) Pasal 7 a) Kapal dengan jenis dan ukuran tertentu wajib dilengkapi peralatan pencegahan dan bahan penanggulangan pencemaran dikapal. b) Peralatan pencegahan pencemaran untuk kapal dengan jenis dan ukuran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (1) Untuk kapal dengan ukuran GT 100 (seratus Gross Tonnage) atau lebih dan/atau ukuran mesin penggerak utama 200 HP (dua ratus horse power) atau lebih paling sedikit harus memiliki peralatan pencegahan pencemaran oleh minyak yang meliputi : (a) Peralatan pemisah air dan minyak (oily water separator); (b) Tangki penampungan (sludge tank); minyak kotor (c) Standar sambungan pembuangan (standard discharge connection); (2) Untuk kapal yang memuat bahan cair beracun paling sedikit harus memiliki peralatan pencegahan pencemaran oleh bahan cair beracun yang meliputi : (a) Pompa stripping; dan (b) Tangki endap (slop tank); (3) Untuk kapal dengan pelayar 15 (lima belas) orang atau lebih harus memiliki peralatan pencegahan pencemaran oleh kotoran yang meliputi: (a) Alat pengolah kotoran; (b) Alat penghancur kotoran; dan / atau (c) Tangki penampung kotoran sambungan pembuangan standar. dan (4) Untuk setiap kapal paling sedikit harus memiliki peralatan pencegahan pencemaran oleh sampah yang meliputi : (a) Bak penampungan sampah; dan (b) Penandaan; II - 104 (5) Untuk kapal dengan ukuran GT 400 (empat ratus Gross Tonnage :) atau lebih paling sedikit harus memiliki peralatan pencegahan pencemaran udara yang meliputi: (a) Penyaringan gas buang; dan (b) Peralatan system pendingin dan pemadaman kebakaran yang tidak menggunakan bahan perusak lapisan ozon. c) Peralatan pencegahan dan bahan penanggulangan pencemaran untuk kapal dengan jenis dan ukuran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : (1) Alat pelokalisir minyak; (2) Alat penghisap minyak; (3) Bahan penyerap minyak; dan (4) Bahan pengurai minyak. d) Peralatan pencegahan dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar teknis peralatan pencegahan dan bahan penanggulangan pencemaran yang ditetapkan oleh Menteri. c. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (lima) Annexes yakni : Annex I – Peraturan-peraturan untuk pencemaran oleh Minyak pencegahan Annex II – Peraturan-peraturan untuk pengawasan pencemaran oleh zat-zat cair beracun dalam jumlah besar Annex III – Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh zat-zat berbahaya yang diangkut melalui laut dalam kemasan, atau peti atau tangki jinjing atau mobil tangki dan gerbong tangki Annex IV – Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh kotoran dari kapal Annex V – Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh sampah dari kapal AnnexVI– Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran udara dari kapal-kapal II - 105 Pada peraturan MARPOL 1973/1978 dapat dibagi dalam 3 (tiga) katagori : 1) Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran 2) Peraturan untuk menanggulangi pencemaran 3) Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran meliputi Pembuangan limbah atau bahan lain yang dilarang yaitu: Pembuangan (dumping) limbah air got dari kapal tanpa prosedur, membuang sampah/kotoran dan sisa-sisa muatan (dirty Sweeping), membuang air cleaning dari tangki muat kapal dan lain sebagainya. Menurut pasal 67 UU.21 Th.1992, setiap Nakhoda atau Pemimpin perusahaan kapal mempunyai kewajiban dalam upaya menanggulangi atau mencegah pencemaran laut yang bersumber dari kapalnya. Wajib segera melaporkan kepada pejabat pemerintah/instansi yang berwenang yang menangani penanggulangan pencemaran laut , mengenai terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh kapalnya, atau oleh kapal lain atau apabila melihat adanya pencemaran di laut. MARPOL 1973/1978 juga masih melanjutkan ketentuan hasil Konvensi 1954 mengenai Oil Pollution 1954 dengan memperluas pengertian minyak dalam semua bentuk termasuk minyak mentah, minyak hasil olahan, sludge atau campuran minyak dengan kotoran lain dan fuel oil, tetapi tidak termasuk produk petrokimia ( Annex II ). d. ANEX IV MARPOL mengenai GARBAGE 1) Difinisi – difinisi a) Sampah adalah semua jenis sisa makanan dari atas kapal dan sisa operasional tidak termasuk ikan segar dan bagian – bagian lainnya, yang dihasilkan selama pengoperasian kapal secara normal yang diharuskan dibuang secara terus menerus atau secara berkala kecuali zat – zat yang mana telah dicantumkan dalam aturan – aturan lainnya pada konvensi terakhir. b) Daerah Pantai / Nearest land. Istilah daerah pantai diukur dari garis pantai sampai garis teritorial laut yang mana telah ditentukan oleh peraturan II - 106 International dan perkecualian untuk konvensi yang ditetapkan seperti pantai timur Australia. c) Daerah khusus adalah wilayah laut karena alasan – alasan teknis yang diakui sehubungan dengan oseanografi dan ekologi serta sifat – sifat khusus lalu lintasnya, penerapan cara – cara khusus yang mengikat dalam hal pencegahan pencemaran laut oleh sampah. 2) Pemberlakuan / penerapan ( Reg. 2 ) Diberlakukan untuk semua kapal – kapal tidak terkecuali yang tercantum dalam Annex ini . 3) Pembuangan sampah dilaut daerah khusus ( special area ) a) Tujuan dari peraturan 4, 5, 6 dari aturan ini adalah (1) Dilarang membuang sampah kelaut semua jenis plastik termasuk tali manila, jaring – jaring ikan sintetik, kantong sampah plastik dan abu produk plastik yang mana mengandung racun atau sisa / residu logam. (2) Dilarang membuang sampah didekat pantai sejauh dapat dilakukan dengan jarak tidak kurang dari : (a) 25 Nautical mil untuk dunnage, lining, dan material yang dapat mengapung (b) 12 Nautical mil untuk sisa makanan dan semua sampah termasuk kertas produk, kain, kaca, logam botol – botol dan barang perak. (c) Pembuangan sampah ke laut seperti sampah makanan dan sampah lainnya termasuk kertas, majun, kaca, logam, botol, dan barang – barang tembikar dapat dilakukan dengan sarat sudah dicampur dan dihancurkan dengan lebar tidak boleh lebih 25 mm dan sejauh mungkin dari daratan tetapi tidak boleh kurang dari 3 mil. II - 107 4) Pembuangan sampah dengan persyaratan khusus ( Reg. 4 ) a) Dilarang membuang setiap bahan / materi dari Platform tetap atau yang mengapung yang melakukan eksplorasi, dan kegiatan eksplorasi sumber mineral didasar laut dan dari semua kapal – kapal pada waktu sandar atau berada disekitar 500 m dari platform ( Rig) b) Pembuangan sampah – sampah makanan setelah dicampurkan dan dihancurkan dari rig / platforms tetap atau yang mengapung dengan lokasi tidak boleh kurang dari 12 mil dan semua kapal – kapal yang sandar atau berada disekitar 500 m dari platform / rig dengan lebar tidak boleh lebih dari 25 mm. 5) Pembuangan sampah di daerah khusus Daerah khusus yang dimaksud dengan aturan ini adalah Laut Mediteranean, Atlantik, Laut Hitam, Laut Merah, Teluk Mexico dan Laut Carebean. Sedangkan jenis sampah yang dilarang dibuang adalah: a) Semua jenis plastik termasuk tali sintetik, jala ikan sintetik, kantong plastik dan abu plastik yang dihasilkan dari incenerator, yang mengandung racun atau sisa / residu logam. Semua sampah termasuk kertas, majun, kaca, logam, ganjal, pakain dan jenis – jenis pembungkusan. Untuk sampah makanan sejauh mungkin dari daratan tidak boleh kurang dari 12 mil. b) Membuang sampah makanan di laut cerebean harus dicampur dan dihancurkan dulu dengan lebar tidak boleh dari 25 mm jarak dari pantai tidak boleh kurang dari 3 mil. 6) Pengecualian ( Reg. 6 ) Peraturan tidak diberlakukan untuk : a) Pembuangan sampah yang mendesak / penting dari kapal dengan alasan untuk keselamatan kapal dan keselamatan di laut. b) Sampah yang dihasilkan karena adanya kerusakan kapal atau pemasangan semua peralatan dengan alasan sebagai tindakan pencegahan yang II - 108 dilakukan sebelum dan sesudah kejadian kerusakan untuk mencegah atau memperkecil kerusakan yang terjadi. c) Kehilangan net / jala – jala ikan yang di pasang dengan alasan untuk tindakan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kehilangan yang lebih banyak. 7) Fasilitas penampungan ( Reg. 7 ) Pemerintah Negara yang tergabung dalam konvensi ini untuk menyakinkan penyediaan fisilitas penampungan limbah di pelabuhan dan terminal untuk penampungan sampah – sampah tanpa menyebabkan keterlambatan kapal, dan sesuai dengan kepentingan dan yang digunakan oleh kapal. 8) Port State control( Reg. 8 ) Pada waktu kapal berada di pelabuhan, pejabat dapat melakukan pemeriksaan diatas kapal terhadap nahkoda dan anak buah kapal jika tidak mengetahui pencegahan polusi dari sampah dengan baik kapal tidak diijinkan untuk berlayar. 9) Placard, Garbage management plans, Pencatatan ( Reg. 9 ) a) Setiap kapal dengan panjang seluruh 12 meter atau lebih harus memasang placard supaya anak buah kapal dan penumpang mengetahui persyaratan pada peraturan 3 dan 5 aturan ini. Dengan bahasa kerja yang digunakan oleh personnel kapal untuk kapal – kapal dengan pelayaran dari pelabuhan atau terminal offshore dibawah ketentuan hukum yang berlaku dan bahasa inggris dan prancis. b) Setiap kapal dengan GRT 400 ton keatas dengan jumlah crew 15 orang lebih harus membawa / dilengkapi Garbage Management Plans. c) Setiap kapal dengan GRT 400 Ton lebih yang melakukan pelayaran dari pelabuhan ke terminal offshore di bawah hukum yang berlaku dan platform / rig tetap dan mengapung yang melakukan eksplorasi di laut dan dasar laut harus membawa Garbage Record Book. II - 109 Setiap pembuangan, atau pembakaran harus dicatat di dalam Garbage record book oleh perwira yang bertugas, tanggal pembakaran atau pembuangan ditulis, dan dengan bahasa Inggris, Spanyol dan Prancis dan ditanda tangani oleh nahkoda. Pencatatan pada waktu pembakaran atau pembuangan antara lain tanggal, waktu, posisi kapal, jenis sampah, perkiraan jumlah. Garbage record book harus disimpan diatas kapal disuatu tempat karena sewaktu – waktu dilakukan pemeriksaan Dokument ini harus disediakan untuk periode 2 tahunDiberlakukan mulai tanggal 27 September 2003, terdiri dari 11 ( sebelas ) Regulations. (1) Definisi – definisi ( Reg. 1 ) (a) Kapal Baru berarti : Pada saat mana penandatanganan pembangunan kapal dilakukan, atau pada saat peletakan lunas dilakukan atau pada saat tertentu pada saat pembuatan kapal dimulai pada saat atau setelah aturan ini mulai berlaku. Penyerahan kapal tiga tahun atau lebih setelah tanggal mulai berlakunya aturan ini. (b) Existing ship (kapal yang sudah ada / lama) ; selain kapal baru. (c) Sewage( limbah ) berarti : Pembuangan dari toilet, urinal (tempat kencing) dan saluran – saluran WC lainnya. Pembuangan dari saluran limbah medis ( pispot, dispensary/obat – obatan ) dll, Pembuangan dari tempat – tempat di mana berisi bintang – bintang hidup atau, Semua air pembuangan yang tercampur hal – hal tersebut di atas II - 110 (d) Holding tank (tangki penampungan) berarti tanki yang dipergunakan untuk menampung dan menyimpan limbah. (e) Daratan terdekat berarti ; jarak terdekat dari garis dasar yang mana terdapat pada territorial laut berdasar pada hukum internasional, kecuali untuk daerah timur laut Australia “daratan terdekat” di hitung dari garis sepanjang ; Lintang 110 00’ S bujur 142o 08’ E Ke titik 100 35’ S bujur 1410 00’ E Lalu ke titik 100 00’ S bujur 1420 00’ E Lalu ke titik 90 10’ S bujur 1430 52’ E Lalu ke titik 90 00’ S bujur 1440 30’ E Lalu ke titik 130 00’ S bujur 1440 00’ E Lalu ke titik 150 00’ S bujur 1460 00’ E Lalu ke titik 180 00’ S bujur 1470 00’ E Lalu ke titik 210 00’ S bujur 1530 00’ E Lalu ke titik 240 42’ S bujur 1530 00’ E (2) Pemberlakuan ( Reg. 2 ) (a) Peraturan – peraturan pada Annex ini berlaku untuk : Kapal baru berbobot 200 GRT atau lebih, Kapal baru kurang dari 200 GRT yang diijinkan mengangkut lebih dari 10 orang Kapal – kapal baru yang tidak memiliki sertifikat ukuran resmi namun yang diijinkan mengangkut lebih dari 10 orang (b) Peraturan ini juga berlaku untuk : Kapal lama berbobot 200 GRT atau lebih, setelah 10 tahun dari berlakunya Annex ini. Kapal lama kurang dari 200 GRT yang diijinkan mengangkut lebih dari 10 II - 111 orang, setelah 10 tahun dari berlakunya Annex ini. Kapal – kapal baru yang tidak memiliki setifikat ukuran resmi namun yang diijinkan mengangkut lebih dari 10 orang, setelah 10 tahun dari berlakunya Annex ini. (3) Survey – survey ( Reg. 3 ) (a) Setiap kapal yang diharuskan mematuhi peraturan – peraturan dalam Annex ini dan dioperasikan baik dari pelabuhan ke pelabuhan maupun anjungan lepas pantai di bawah jurisdiksi selain Negara anggota konvensi harus melalui survey ; Initial survey / survey awal sebelum kapal dioperasikan atau sebelum sertifikat yang berdasarkan aturan 4 Annex ini dikeluarkan, termasuk didalamnya : Ketika kapal dilengkapi dengan sewage treatment plant. Ketika kapal dilengkapi dengan system penghancur dan alat anti hama( disinfect ) Ketika kapal dilengkapi dengan tangki penampung(holding tank ) Ketika kapal dilengkapi dengan pipa – pipa pembuangan limbah kelur. Survey periodik. (b) Administrator harus menyusun parameter / aturan yang jelas agar kapal – kapal yang tidak diharuskan melakukan survey ini tetap memenuhi persyaratan aturan ini (c) Survey dilaksanakan oleh fihak dengan otoritas dari administrator. lain (d) Setelah survey tersebut dilakukan, tidak boleh dilakukan penggantian bentuk, bahan ataupun susunan peralatan tersebut tanpa ijin dari administrator. II - 112 (4) Pengeluaran sertifikat ( Reg. 4 ) (a) Sertifikat ISPP ( International Sewage Pollution Prevention certificate ) – 1973 dikeluarkan setelah survey yang sesuai dengan persyaratan – persyaratan aturan 3 ini dipenuhi, untuk kapal yang beroperasi dari pelabuhan ke pelabuhan atau anjungan lepas pantai, dibawah jurisdiksi Negara anggota konvensi. (b) Sertifikat yang dikeluarkan tersebut oleh administrator atau orang atau organisasi yang ditunjuk, dengan tanggung jawab penuh pihak administrator. (5) Pengeluaran sertifikat oleh Negara lain ( Reg. 5) (a) Negara peserta konvensi ini atas dasar permintaan administrator Negara lain melakukan survey terhadap sebuah kapal, dan apabila hasil survey tersebut memuaskan, mengeluarkan sertifikat ISPP 1973 berdasarkan Annex ini. (b) Salinan Hasil Survey Dan Salinan Sertifikat Harus Segera Dikirim Kepada Administrator Yang Meminta Secepat Mungkin (c) Sertifikat yang dikeluarkan harus berisi pernyataan bahwa sertifikat tersebut mempunyai kekuatan yang sama dan sesuai dengan aturan 4 Annex ini (d) Bagi kapal yang berbendera selain negara anggota konvensi ini, dilarang diberikan sertifikat ISPP ini (6) Format sertifikat ( Reg. 6 ) Sertifikat ISPP – 1973 harus dibuat dengan bahasa resmi Negara yang mengeluarkan dengan format sesuai dengan model. Pada keterangan tambahan aturan ini.Apabila bahasa yang digunakan bukan bahasa Inggris atau bahasa Perancis, maka harus ada terjemahan kedalam salah satu bahasa tersebut. II - 113 (7) Masa berlaku sertifikat ( Reg. 7 ) (a) Masa berlaku ditentukan oleh administrator namun tidak lebih dari 5 ( lima ) tahun kecuali seperti tercantum dalam paragraf 2, 3, 4 aturan ini (b) Apabila sertifikat berakhir masa berlakunya, dan kapal berada di luar daerah jurisdiksi Negara pemberi sertifikat, maka boleh dikeluarkan perpanjangan atas sertifikat tersebut, namun apabila dirasa memang memenuhi syarat untuk itu, dan hanya untuk menyelesaikan voyage berjalan. (c) Perpanjangan dimaksud tidak boleh lebih dari 5 ( lima ) bulan, Sertifikat yang belum diperpanjang atas dasar paragraf 2 tersebut, bisa ditambahkan masa berlakunya satu bulan dari tanggal kadalursanya (d) Sertifikat harus dinyatakan tidak berlaku apabila terjadi / dilakukan perubahan besar pada bahan, kontruksi dan atau susunan peralatan tanpa ijin administrator, kecuali penggantian langsung atau pemasangan terhadap alat tersebut. (e) Sertifikat tidak berlaku apabila kapal berganti bendera, kecuali sebagaimana dinyatakan pada paragraph 7. (f) Setelah berganti bendera, sertifikat berlaku hingga 5 ( lima ) bulan setelah tanggal kadaluarsa sertifikat tersebut, atau hingga administrator yang baru mengeluarkan sertifikat pengganti, mana yang lebih awal. (8) Pembuangan limbah ( Reg. 8 ) (a) Kapal tidak boleh membuang limbah ke laut kecuali ; Kapal menggunakan alat penghancur dan pembasmi hama dengan system yang diijinkan administrator berdasar pada aturan 3 (1) (a) pada jarak lebih dari 4 mil dari daratan terdekat, atau II - 114 limbah yang tidak dihancurkan dan tidak diganti hama pada jarak lebih dari 12 mil dari daratan terdekat. Kapal mengoperasikan suatu system pengolah limbah yang diijinkan oleh administrator, sesuai aturan 3 (1) (A) (i) Annex ini. (b) Untuk limbah dengan campuran sampah yang memerlukan perlakuan lain, diperlukan yang lebih keras lagi. (9) Pengecualian ( Reg. 9 ) Aturan 8 tersebut tidak berlaku untuk ; (a) Kapal yang membongkar limbah dengan tujuan untuk mengamankan keselamatan kapal dan semua yang aiatasnya, dan atau menyelamatkan jiwa dilaut atau, (b) Pembuangan karena kerusakan kapal atau perlengkapannya. (10) Fasisilitas penerimaan ( Reg. 10 ) (a) Pemerintah peserta konvensi ini harus menyediakan fasilitas di pelabuhan – pelabuhan untuk menerima pembongkaran limbah, tanpa menyebabkan keterlambatan operasi kapal, dan sesuai untuk kapal yang menggunakan fasilitas tersebut. (b) Pemerintah dari Negara peserta konvensi ini harus menegur Organisasi yang bekerjasama dengan pemerintah dalam hal penyediaan fasilitas ini, apabila didapati ketidaksesuaian persyaratan fasilitas (11) Koneksi pembuangan / pembongkaran standar ( Reg. 11 ) Uraian : Dimensi Diameter luar : 210 mm Diameter dalam :Tergantungukuran diameter luar Diameter baut :170 mm II - 115 Lubang flens : 4 lubang dengan diameter 18 mm in Tebal flens : 16 mm Mur dan baut : 4 buah setiap diameter 16 mm e. MARPOLdan NCVS Mengenai Instalasi Limbah 1) Marpol Anex V dan NCVS Bab III sek.19.2.2 mengenai : Memuat masalah petunjuk penanganan sampah di kapal (Garbage management) yang meliputi : a) Poster penanganan sampah tersedia di kapal b) Catatan pembuangan sampah tersedia dikapal c) Tersedia garbage management manual di kapal d) Tong / tempat sampahg tersedia sesuai jenis sampah kapal 2) Marpol Anex I R.16, R.17, R.18, R.19 dan NCVS Bab V sek 5.3 mengenai : Pipa & katup buang (Piping & Discharge valve) dengan ketentuan : a) Tidak ada karatan dan lubang pada dinding pipa b) Semua katup berfungsi baik 3) Marpol Anex I R.16, R.17, R.18, R.19 dan NCVS Bab V sek 5.4 mengenai : Pompa minyak kotor / lumpur (Sludge pump) dengan ketentuan : a) Berfungsi baik 4) Marpol Anex I R.16, R.17, R.18, R.19 dan NCVS Bab III sek 19.2.2 mengenai : Sambungan pembuangan standar (Standard discharge connection)dengan ketentuan: a) Tersedia di kapal b) Diameter flens : 215 mm (1) Tebal flensa : 20 mm, jumlah baut : 6 (2) Diameter keliling baut 183 mm II - 116 c) Didesain untuk menerima pipa berdiameter 125 mm. f. Teknologi Pengolahan Lingkungan Limbah Kapal Ramah 1) Pengolahan limbah kapal yang efektif dan ramah lingkungan memerlukan teknologi yang tepat guna. Untuk itu sangat penting untuk mengetahui terlebih dahulu karakteristik limbah yang akan diolah (konsentrasi, kecepatan alir, dan sebagainya.). Teknologi pengolahan limbah ramah lingkungan harus tersetifikasi, bebas resiko, ekonomis, hemat air, dan memberikan kenyamanan bagi penumpang. 2) Salah satu teknologi pengolahan limbah kapal ramah lingkungan adalah dengan pengolahan secara biologis.Teknologi pengolahan biologis standar menggunakan organisme biologis untuk mengolah limbah.Selain itu terdapat juga teknologi bioreaktor membran yang dapat dilengkapi dengan elektrokoagulator. 3) Pengolahan limbah yang ramah lingkungan lainnya adalah dengan separator minyak yang dilengkapi dengan vakum.Sistem ini tepat digunakan pada kapal kecil dengan 10 orang penumpang. g. Pengolahan Sisa Makanan Pada Kapal Penumpang Kapal penumpang yang besar dan dilengkapi dengan dapur umumnya menghasilkan limbah atau sisa makanan dengan jumlah yang besar pula.Tanpa penanganan yang tepat, sisa makanan ini dapat mengakibatkan pencemaran laut.Untuk itu diperlukan metode yang tepat untuk mengolah atau mengubah limbah makanan ini agar ramah lingkungan saat dibuang ke laut. 1) Saat ini terdapat banyak metode yang telah digunakan secara luas untuk penanganan limbah kapal.Salah satu metode untuk penanganan limbah sisa makanan adalah dengan perangkat food waste disposer.Alat ini mampu menggiling berbagai jenis sisa makanan yang keras seperti tulang dan sisik ikan menjadi partikel halus. Hasil penggilingan ini kemudian akan dapat dicuci dengan sistem drainase sederhana. 2) Penggunaan food waste disposer pada kapal dapat meningkatkan kehigienisan dapur kapal atau tempat pembuangan sampah makanan serta dapat menghemat II - 117 biaya perawatan. Umumnya alat ini dilengkapi dengan motor berdaya ¾ hp dan alat pemotong. Food waste disposer pada kapal umumnya mampu menampung sampah makanan dari 300 porsi makanan tiap harinya. h. Pembuangan Limbah Padat Pada Kapal Badan penelitian kapal dan kelautan NAVSEA (Naval Sea Command System) telah mengembangkan teknologi untuk pembuangan limbah kapal dengan destruksi termal menggunakan api plasma. Limbah organik dan sampah padat lainnya diangkut oleh injektor dengan tekanan udara ke dalam suatu tempat yang kemudian dikenai api plasma sehingga terjadi reaksi gasifikasi termal pada limbah tersebut. 1) Teknologi pembuangan limbah dengan destruksi api plasma ini akan menghasilkan sisa limbah organik dengan volume yang lebih kecil daripada dengan incenerator biasa. Gasifikasi termal ini akan mengubah sampah padat menjadi gas, sehingga akan mereduksi volume limbah, meminimalkan kebutuhan ruang pembuangan limbah, meniadakan bau, dan menurunkan resiko gangguan kesehatan. 2) Sistem pembuangan ini sangat efisien untuk destruksi sampah padat pada kapal seperti papan, kertas, baja, alumunium, kaca, dan makanan. Hasil akhir dari proses pembuangan ini adalah karbondioksida dan air dalam bentuk gas serta sedikit residu bahan anorganik. B. PENELITIAN SEBELUMNYA Beberapa penelitian terkait dengan standar di bidang sarana pelayaran, yang pernah dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian. Di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Studi Standardisasi Sarana dan Prasarana Transportasi Laut dalam Mendukung Keselamatan dan Peningkatan Pelayanan Tahap I, Tahun 2001 Penelitian ini bermaksud untuk menyusun konsep Standar Nasional Indonesia di bidang Kesyahbandaran, Kepanduan, Pengawakan, dan kenavigasian. Sedangkan tujuannya adalah menjamin keselamatan pelayaran, efisiensi, dan efektivitas pelayanan angkutan laut. Penyusunan Rancangan SNI pada studi ini dilakukan dengan pendekatan analisis data yang diperoleh dari literatur, standardisasi negara lain, peraturan II - 118 perundang-undangan yang berlaku di peraturan perundang-undangan yang internasional. Indonesia, serta berlaku secara Dari hasil survei dan pembahasan tersebut, dengan memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain ditinjau dari segi prioritas kebutuhan standar dan waktu yang diperlukan untuk pengajuan Rancangan Standar Nasional Indonesia, maka dalam studi ini yang disusun adalah: a. Standar mekanisme dan persyaratan ijin usaha angkutan laut; b. Standar persyaratan pengawakan kapal; c. Spesifikasi sederhana; dan standar dermaga pelayaran rakyat d. Standar persyaratan perlindungan dan pengamanan kabel bawah air; e. Standar persyaratan pemanduan. 2. Studi Standardisasi Sarana dan Prasarana Transportasi Laut dalam upaya Mendukung Keselamatan dan Peningkatan Pelayanan Tahap II, Tahun 2002 Penelitian ini bermaksud untuk menyusun konsep Standar Nasional Indonesia di bidang angkutan laut, kepelabuhanan, dan keselamatan pelayaran. Sedangkan tujuannya adalah peningkatan kualitas keselamatan pelayaran, efisiensi, dan efektivitas pelayanan jasa transportasi laut. Hasil yang diharapkan dalam studi ini adalah tersedianya konsep Rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang siap diajukan kepada Badan Standar Nasional (BSN) untuk diangkat menjadi SNI. Penyusunan Rancangan SNI pada studi ini dilakukan dengan pendekatan analisis data yang diperoleh dari literatur, standardisasi negara lain, peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku secara internasional. Penyusunan ini didasarkan pada lima prioritas usulan KOMTAP Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yang meliputi pedoman pelayanan angkutan laut penumpang, persyaratan dermaga beton (kapal perintis), persyaratan desain pofil alur pelayaran dan persyaratan alat keruknya, persyaratan pemenuhan lambung timbul kapal untuk pelayaran Nusantara, serta perlindungan dan pengamanan pipa bawah air. Dari hasil survei dan pembahasan tersebut, dengan memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain ditinjau dari segi prioritas kebutuhan standar dan waktu yang diperlukan untuk pengajuan II - 119 Rancangan Standar Nasional Indonesia, maka dalam studi ini yang disusun adalah: a. Standar persyaratan perlindungan dan pengamanan pipa laut; b. Standar persyaratan dermaga beton (kapal perintis); c. Standar persyaratan pemenuhan lambung timbul untuk pelayaran Nusantara; d. Standar persyaratan desain profil alur pelayaran dan alat keruknya; e. Standar mekanisme dan persyaratan ijin usaha angkutan laut. 3. Studi Standardisasi di Bidang Transportasi Laut, Tahun 2009 Maksud dan tujuan studi ini adalah menganalisis kebijakan standardisasi bidang transportasi laut serta menyusun rancangan Standar Nasional Indonesia di bidang Transportasi laut. Hasil yang diharapkan dalam studi ini adalah tersedianya konsep Rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang siap diajukan kepada Badan Standar Nasional (BSN) untuk diangkat menjadi SNI. Penyusunan Rancangan SNI pada studi ini dilakukan dengan pendekatan analisis data yang diperoleh dari literatur, standardisasi negara lain, peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku secara internasional. Dari hasil pembahasan telah diperoleh gambaran kisi-kisi yang dapat disusun menjadi rancangan standar. Selanjutnya, rancangan standar tersebut dapat disusun menjadi 10 rancangan standar yang diajukan kepada Badan Standardisasi Nasional untuk disyahkan sebagai Standar Nasional Indonesia di Bidang Kenavigasian, Kepelabuhanan, Kepelautan serta Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. Dari hasil pembahasan tersebut, maka Rancangan Standar Nasional Indonesia di bidang kenavigasian yang dapat disusun sebanyak 3 rancangan, yaitu Standar Sarana dan Prasarana Stasiun Radio Pantai(SROP)Global Maritime Distress and Safety System(GMDSS);Standar peralatan Vessel Traffic Service (VTS);Standar Instalasi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP). Rancangan Standar Nasional Indonesia di bidang kepelabuhanan yang dapat disusun sebanyak 3 rancangan, yaitu:Standar Dermaga Kapal Ukuran 1000 DWT;Standar Dermaga Kapal Ukuran 2000 DWT;Standar Dermaga Kapal II - 120 Ukuran 3000 DWT. Rancangan Standar Nasional Indonesia di bidang kepelautan yang dapat disusun sebanyak 2 rancangan, yaitu:Standar Kompetensi SDM Kepelautan;Standar Pengawakan Untuk Kapal-Kapal Non Convention (Non Convention Standard). Rancangan Standar Nasional Indonesia di bidang penjagaan laut dan pantai yang dapat disusun sebanyak 2 rancangan, yaitu:Standar Pengamanan Pelabuhan Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri Sesuai ISPS (International Ships and Port Security) Code;Standar Pengemasan Barang Berbahaya Melalui Laut. 4. Studi Standardisasi di Bidang Keselamatan dan Keamanan Transportasi Laut, 2010 Maksud dan tujuan studi ini adalah mengevaluasi kebijakan standardisasi di Bidang keselamatan dan Keamanan Transportasi Laut bidang transportasi laut serta menyusun rancangan Standar Nasional Indonesia keselamatan dan Keamanan di bidang Transportasi laut. Penyusunan Rancangan SNI pada studi ini dilakukan dengan pendekatan analisis data yang diperoleh dari literatur, standardisasi negara lain, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku secara internasional. Dari hasil survei dan pembahasan tersebut, dengan memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain ditinjau dari segi prioritas kebutuhan standar dan waktu yang diperlukan untuk pengajuan Rancangan Standar Nasional Indonesia, maka dalam studi ini yang disusun adalah: a. Standar desain kapal cepat (HSC) yang disesuaikan dengan karakteristik daerah pelayaran; b. Standar keselamatan kapal-kapal yang beroperasi di sungai dan danau; c. Standar keselamatan kapal Negara; d. Standar keselamatan kesehatan kerja (K3) di pelabuhan utama; e. Standar pengamanan kerangka kapal; f. Standar tatacara pengamanan fasilitas pelabuhan; g. Standar Sarana dan Prasarana Pengamanan Pelabuhan h. Standar sistem komunikasi pengamanan pelabuhan; i. Standar personil (SDM) pengamanan fasilitas pelabuhan; j. Standar Vessel Traffic Informations System (VTS). II - 121 C. DEFINISI DAN ISTILAH 1. Pengertian Standar Apabila dilihat pada arti etimologi standar terbentuk dari dua kosa kata yaitu standar dan kompetensi. Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati. Berdasarkan dari hasil kajian pustaka berkaitan dengan terminologi standar pada dasarnya telah banyak yang melakukan kajian dan diskusi dalam mempelajari dan membahas definisi standar. Kamus Oxford memberikan beberapa pengertian konsep kunci mengenai definisi standar. Pertama, standar adalah derajat terbaik. Kedua, standar memberikan suatu dasar perbandingan. Standarisasi merupakan spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tatacara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan iptek serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk mempero-leh manfaat yang sebesar-besarnya (PP : 102/2000) Beberapa pengertian mengenai standar dari berbagai sumber, dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pengertian standarisasi adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna, yang dipakai sebagai batas penerimaan minimal (Clinical Practice Guideline, 1990); b. Dokumen yang ditetapkan melalui konsensus dan disyahkan oleh badan yg berwenang, berisikan aturan, pedoman, karakteristik suatu kegiatan atau hasilnya, untuk pemakaian umum dan berulang, ditujukan untuk mencapai tingkat keteraturan optimum dalam konteks tertentu (ISO/IEC Guide 2: 2004 ); c. SNI adalah dokumen yang disusun secara konsensus oleh panitia teknis (PT) atau SPT, ditetapkan oleh BSN, berisikan persyaratan teknis, aturan, pedoman, atau sifat untuk suatu produk atau proses dan metoda produksi dari suatu objek pengukuran/penilaian, untuk dipakai umum; d. Standar adalah suatu catatan minimum dimana terdapat kelayakan isi dan akhirnya masyarakat mengakui bahwa standar sebagai model untuk ditiru; II - 122 e. Standar adalah pernyataan tertulis dari suatu harapanharapan yang spesifik; f. Standar adalah suatu patokan pencapaian berbasis pada tingkat; g. Standar adalah suatu pedoman atau model yang disusun dan disepakati bersama serta dapat diterima pada suatu tingkat praktek untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Reyers, 1983); h. Standar adalah nilai-nilai (values) yang tertulis meliputi peraturan-peraturan dalam mengaplikasi proses-proses kunci, proses itu sendiri, dan hasilnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan; i. Standar adalah menaikkan ketepatan kualitatif atau kuantitatif yang spesifik dari komponen struktural dalam sistem pelayanan kesehatan yang didasarkan pada proses atau hasil suatu harapan (Donebean); j. Peraturan Pemerintah Nomor: 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional menjelaskan bahwa definisi standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan berkerjasama dengan semua pihak; k. Peraturan Pemerintah Nomor : 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional menyebutkan bahwa standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tatacara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya; l. Peraturan Pemerintah Nomor: 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) adalah rancangan standar yang dirumuskan oleh panitia teknis setelah tercapai konsensus dari semua pihak yang terkait; m. (Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Drs. Peter Salim, M.A & Yenny Salim, B.Sc, Pustaka Phoenix) Standar ; panji-panji, bendera sebagai lambing; II - 123 n. (Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ke-3, WJS Poerwadarminta Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka) Standar : Ukuran tertentu yang digunakan sebagai patokan; o. (Kamus Besar Bahasa Indonesia-online) Standar : 1 n ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan: petugas dari instansi itu menguraikan -- gedung sekolah yang baik; 2 n ukuran atau tingkat biaya hidup: -- hidup di kota Medan lebih tinggi daripada -- hidup di kota Bandung; 3 n Sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai (harga): negara-negara tertentu memakai -- emas; 4 a baku: bahasa yang dipakai pada surat kabar tertentu dapat dianggap telah--; -- sosial ukuran untuk memiliki, meneliti, dan memilih sikap yang sebaik-baiknya untuk dipergunakan; p. Standar, atau lengkapnya standar teknis : suatu norma atau persyaratan yang biasanya berupa suatu dokumen formal yang menciptakan kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa atau teknis yang seragam. Suatu standar dapat pula berupa suatu artefak atau perangkat formal lain yang digunakan untuk kalibrasi (Wikipedia); Standar yang berbasis pada sistem manjemen kinerja menegaskan spesifikasi suatu kinerja antara lain; a. Spesifik (specific) b. Terukur (measurable) c. Tepat (appropriate) d. Andal (reliable) e. Tepat waktu (timely) Standar yang dikembangkan dengan baik akan memberikan ciri ukuran kualitatif yang tepat seperti yang tercantum dalam standar pelaksanaannya. Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. 2. Ketentuan Dalam Standar Empat ketentuan dalam standar adalah sebagai berikut: a. Harus tertulis dan dapat diterima pada suatu tingkat praktek, mudah dimengerti oleh para pelaksananya; b. Mengandung komponen struktur (peraturan-peraturan), proses (tindakan/actions) dan hasil (outcomes). Standar II - 124 struktur menjelaskan peraturan, kebijakan fasilitas dan lainnya. Proses standar menjelaskan dengan cara bagaimana suatu pelayanan dilakukan dan outcome standar menjelaskan hasil dari dua komponen lainnya; 3. c. Standar dibuat berorientasi pada pelanggan, staf dan sistem dalam organosasi. Pernyataan standar mengandung apa yang diberikan kepada pelanggan/pasen, bagaimana staf berfungsi atau bertindak dan bagaimana sistem berjalan. Ketiga komponen tersebut harus berhubungan dan terintegrasi. Standar tidak akan berfungsi bila kemampuan atau jumlah staf tidak memadai; d. Standar harus disetujui atau disahkan oleh yang berwenang. Sekali standar telah dibuat, berarti sebagian pekerjaan telah dapat diselesaikan dan sebagian lagi adalah mengembangkannya melalui pemahaman (desiminasi). Komitmen yang tinggi terhadap kinerja prima melalui penerapan-penerapannya secara konsisten untuk tercapainya tingkat mutu yang tinggi. Komponen Standar Komponen-komponen standar meliputi: a. Standar Struktur Standar struktur adalah karakteristik organisasi dalam tatanan asuhan yang diberikan. Standar ini sama dengan standar masukan atau standar input yang meliputi: b. 1) Filosofi dan objektif; 2) Organisasi dan administrasi; 3) Kebijakan dan peraturan; 4) Staffing dan pembinaan; 5) Deskripsi pekerjaan (fungsi tugas dan tanggung jawab setiap posisi klinis); 6) Fasilitas dan peralatan. Standar Proses Standar proses adalah kegiatan dan interaksi antara pemberi dan penerima asuhan. Standar ini berfokus pada kinerja dari petugas profesional di tatanan klinis, mencakup: 1) Fungsi tugas, tanggungjawab, dan akuntabilitas; II - 125 c. 2) Manajemen kinerja klinis; 3) Monitoring dan evaluasi kinerja klinis. Standar Outcomes Standaroutcomes adalah hasil asuhan dalam kaitannya dengan status pasen. Standar ini berfokus pada asuhan pasen yang prima, meliputi: 1) Kepuasan pasen; 2) Keamanan pasen; 3) Kenyamanan pasen. Pada dasarnya, ada dua tingkatan standar yaitu minimum dan optimum. Standar minimum adalah sesuatu standar yang harus dipenuhi dan menyajikan suatu tingkat dasar yang harus diterima, disamping ada standar lain yang secara terarah dan berkesinambungan dapat dicapai. Ini merupakan keinginan atau disebut juga standar optimum. Standar minimum harus dicapai seluruhnya tanpa ada pertanyaan. Standar optimum mewakili keadaan yang diinginkan atau disebut juga tingkat terbaik, dimana ditentukan hal-hal yang harus dikerjakan dan mungkin hanya dapat dicapai oleh mereka yang berdedikasi tinggi. 4. Manfaat Penetapan Standar Manfaat dari ditetapkannya suatu standar adalah: a. Standar dapat mewujudkan jaminan mutu produk dan jasa; b. Memelihara lingkungan; c. Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing; d. Melancarkan transaksi (perdagangan) dan pencapaian kesepakatan dagang (kontrak); e. Dalam era globalisasi, sebagai alat seleksi entry barries & entrance facilitation/tools; f. Standar menetapkan norma dan memberi kesempatan anggota masyarakat dan perorangan mengetahui bagaimanakah tingkat pelayanan yang diharapkan/ diinginkan. Karena standar tertulis sehingga dapat dipublikasikan/diketahui secara luas; keselamatan publik dan perlindungan II - 126 g. Standar menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan berlaku sebagai tolok ukur untuk memonitor kualitas kinerja; h. Standar berfokus pada inti dan tugas penting yang harus ditunjukkan pada situasi aktual dan sesuai dengan kondisi lokal; i. Standar meningkatkan efisiensi dan mengarahkanpada pemanfaatan sumber daya dengan lebih baik; Oleh karena itu standart menunjukkan pada tingkat ideal tercapai tersebut tidaklah disusun terlalu kaku, tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut dengan nama toleransi. Syarat suatu standar yang baik dipandang cukup penting adalah : a. Bersifat jelas Artinya dapat diukur dengan baik, termasuk ukuran terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. b. Masuk akal Suatu standart yang tidak masuk akal, bukan saja akan sulit dimanfaatkan tetapi juga akan menimbulkan frustasi para profesional. c. Mudah dimengerti Suatu standart yang tidak mudah dimengerti juga akan menyulitkan tenaga pelaksana sehingga sulit terpenuhi. d. Dapat dipercaya Tidak ada gunanya menentukan standart yang sulit karena tidak akan mampu tercapai. Karena itu sering disebutkan, dalam menentukan standart, salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah harus sesuai dengan kondisi organisasi yang dimiliki. e. Absah Artinya ada hubungan yang kuat dan dapat didemintrasikan antara standart dengan sesuatu yang diwakilinya. f. Meyakinkan Artinya mewakili persyaratan yang ditetapkan. Apabila terlalu rendah akan menyebabkan persyaratan menjadi tidak berarti. II - 127 g. Mantap, Spesifik dan Eksplisit Artinya tidak terpengaruh oleh perubahan oleh waktu, bersifat khas dan gamblang. 5. Terminologi Standar Dalam Studi Ini Berdasarkan referensi dari berbagai sumber, sebagaimana diuraikan di atas, maka dalam studi ini dapat didefinisikan standar adalah sebagai berikut : ”Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode khususnya yang terkait dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan transportasi laut”. 6. Prosedur dan Proses Perumusan Standarisasi Perumusan Standardisasi Nasional dilaksanakan melalui Pra Konsensus dan Konsensus Nasional. Pada proses perumusan ini melibatkan setiap instansi teknis. Rancangan standardisasi disusun dengan melakukan studi terhadap standardisasi-standardisasi dan peraturan perundangan nasional dan internasioanl melalui beberapa penyesuaian. Prosedur perumusan standardisasi meliputi: a. Usulan Rancangan SNI, dipersiapkan oleh panitia teknik dan diajukan kepada instansi perumus standar yang terkait langsung; b. Rancangan Standar, dibentuk kelompok kerja untuk melaksanakan perumusan standar; c. Penyebarluasan Rancangan Standar, menyebarluaskan kepada instansi terkait atau pihak yang berkepentingan untuk mendapat tanggapan sebelum pembahasan Pra Konsensus dan Konsesus Nasional; d. Penyelesaian Akhir Rancangan Standar, masukan/tanggapan diinventarisir untuk pembahasan Pra Konsensus dan Konsesus Nasional; e. Persetujuan SNI, mengajukan rancangan SNI ke BSN untuk mendapatkan persetujuan BSN. Untuk itu, secara sistematis dan runtun proses dan prosedur dalam standarisasi dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini, baik proses secara normal, fast track, dan penilaian kesesuaian. II - 128 Gambar 2.14 Proses Pengembangan SNI (Normal) Gambar 2.15 Proses Pengembangan SNI (Fast Track) II - 129 Gambar 2.16 Proses Pengembangan SNI Penilaian Kesesuaian II - 130