BAB II KONSEP KONTROL DIRI DAN KEDISIPLINAN SISWA

advertisement
BAB II
KONSEP KONTROL DIRI DAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH
A. Konsep Kontrol Diri
1. Pengertian Kontrol Diri
Terbentuknya kontrol diri (self control) tidak terlepas dari kesadaran diri yang
tinggi atas kemampuan yang dimiliki individu. Kemampuan kontrol diri individu
itu ditentukan oleh berapa besar dan sejauh mana individu tersebut berusaha
mempertinggi kontrol dirinya. Tingkah laku kontrol diri, menunjukkan pada
kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri yaitu suatu
tindakan yang berkenaan dengan kemampuan melakukan suatu keinginan dengan
tujuan yang terarah.
Menurut Harter (Muharsih, 2008 : 15) menyatakan bahwa dalam diri seseorang
terdapat suatu sistem pengaturan diri (self-regulation) yang memusatkan perhatian
pada pengontrolan diri (self-control). Proses pengontrolan diri ini menjelaskan
bagaimana diri (self) mengendalikan perilaku dalam menjalani kehidupan sesuai
dengan kemampuan individu dalam mengendalikan perilaku. Jika individu
mampu mengendalikan perilakunya dengan baik maka dapat menjalani kehidupan
dengan baik. Melalui kemampuan ini, individu dapat membedakan perilaku yang
dapat diterima dan tidak dapat diterima, dan kemampuan menggunakan
pengetahuan tentang apa yang dapat diterima itu sebagai perilaku standar untuk
membimbing perilakunya sehingga mau menunda pemenuhan kebutuhannya
(Santrock, 2003: 523).
Orang yang memiliki kontrol diri memiliki kesiapan diri untuk berperilaku
sesuai dengan tuntutan norma, adat, nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama
serta tuntutan lingkungan masyarakat dimana tinggal, emosinya tidak lagi
meledak-ledak dihadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang
lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima
(Hurlock, 1980: 225).
Hal tersebut sependapat dengan Tajiri (2012:34) bahwa kemampuan kontrol
diri berpijak pada pikiran sadar yang dimiliki manusia, bahkan merupakan buah
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dari kesadaran atau fungsi pikiran sadar yaitu tingkat kesiagaan individu baik
terhadap stimuli eksternal maupun internal. Seseorang sadar jika ia tidak hanya
memantau lingkungan (internal dan eksternal), tetapi juga pada saat seseorang
mengendalikan dirinya sendiri dan lingkungan.
Kontrol diri mengambil model ketaatan terhadap aturan-aturan dan norma serta
model keterampilan verbal yang berkembang untuk mengendalikan perilakunya
sendiri melalui self-talk (Safaria, 2004: 110). Sesuai dengan pendapat tersebut
Logue (1995:24) mengemukakan ciri-ciri orang yang mampu mengendalikan diri
yaitu; a) memegang teguh tugas yang berulang meskipun berhadapan dengan
berbagai gangguan; b) mengubah perilakunya sendiri dengan norma yang ada; c)
tidak menunjuk perilku yang dipengaruhi oleh kemarahan; dan d) bersikap
tolearan terhadap stimulus yang berlawanan.
Di beberapa literatur terdapat beragam paparan/penyajian tentang kemampuan
kontrol diri, namun demikian esensinya sama yaitu kemampuan melakukan
pertimbangan dan kemampuan memutuskan pilihan perilaku yang terbaik. Kamus
istilah psikologi, kemampuan kontrol diri didefinisikan sebagai kemampuan untuk
membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi
impuls-impuls atau tingkah laku impulsif (Chaplin,2008 : 451).
Goldfried dan Merbaum (Muharsih, 2008:16) mendefinisikan kontrol diri
sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan
mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi
positif.
Calhoun dan Acocella (1995: 130) mendefinisikan bahwa kontrol diri (self
control) pengaruh seseorang terhadap, dan peraturan tentang, fisiknya, tingkah
laku dan proses-proses psikologisnya, dengan kata lain sekelompok proses yang
mengikat dirinya.
Selain itu Lazarus (1976: 340) berpendapat bahwa dalam Self-control
menyajikan sebuah putusan personal yang datang melalui pertimbangan sadar
untuk tujuan mengintegrasikan tindakan yang didesain agar mencapai hasil
tertentu yang diinginkan atau tujuan yang ditentukan oleh individu itu sendiri.
Aktivitas yang dimediasi oleh proses kognitif yang menyiapkan untuk mengenal
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kesadaran, dan ini menunjukkan pentingnya pikirandan bahasa dalam menahan
tindakan impulsif, yang memperkenalkan sebuah alternatif cognitif yang
menyainginya hingga pengaturan diri yang teratur.
Hakikat kontrol diri sebagaimana dijelaskan sebelumnya, menyiratkan adanya
dimensi kualitas yang dimiliki seseorang, yaitu sikap mental yang tidak ceroboh,
mampu memikirkan sesuatu secara matang dengan melihat berbagai faktor dan
nilai, serta dituntut ketegasan sikap dan keberpihakan. Dimensi kualitas seseorang
itu ditentukan oleh kepemilikan wawasan dan pengetahuan oleh seseorang atau
yang disebut juga dengan istilah kognisi. Seperti dikatakan Lazarus kemampuan
kognisi seseorang, yaitu persepsi atau penafsiran seseorang mengenai stimulus
dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya,
dan termasuk di dalamnya pengetahuan mengenai konsekuensi yang ditimbulkan
(Lazarus, 1976:340).
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, maka kontrol diri dapat diartikan
sebagai
suatu
aktivitas
pengendalian
pertimbangan-pertimbangan
terlebih
tingkah
dahulu
laku
sebelum
dengan
melakukan
memutuskan
untuk
bertindak.
2. Perkembangan Kontrol Diri
Sejak individu dilahirkan mulai dari bayi, menginjakan remaja sampai dewasa,
individu tersebut mempelajari banyak hal mengenai dunia sekitarnya. Dalam
melakukan itu, individu berusaha untuk bisa memahami hal-hal penting tentang
dirinya. Hal penting dari perkembangan diri adalah diri (self) yang merupakan
bagian dari proses terbentuknya kontrol diri (self control).
Vasta (Muharsih, 2008: 19) mengungkapkan bahwa perilaku anak pertama kali
dikendalikan oleh kekuatan eksternal. Secara perlahan-lahan kontrol eksternal
tersebut
diinternalisasikan
menjadi
kontrol
internal.
Salah
satu
menginternalisasikan kontrol melalui kondisioning klasikal. Calhoun dan
Acocella (1995:136) berpendapat bahwa langkah terpenting dalam perkembangan
bayi yakni melalui mengkondisi responden, untuk mengasosiasikan orangtuanya
(perangsang netral) dengan perangsang naluriah yang menyenangkan tentang
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
makanan, kehangatan dan asuhan. Jadi orangtua mendapat penghargaan yang
sangat tinggi. Sebaliknya, restu dan celaan mereka menjadi hadiah dan hukuman
yang emosional dalam pandangan anak.
Calhoun dan Acocella (1995:137) berpendapat terdapat perbedaan antara
pengkondisian responden dan pengkondisian operan. Proses belajar menjadikan
kegiatan diperkuat atau diperlemah karena konsekuensinya disebut mengkondisi
operan. Pada mengkondisikan responden, stimulus yang menyenangkan dan yang
tidak menyenangkan mendahului respon. Sedangkan dalam mengkondisikan
operan stimulus yang menyenangkan dan tidak menyenangkan mengikuti respon.
Istilah mengenai tingkah laku, Calhoun dan Acocella (1995:140) menjelaskan
mengenai rangsangan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang
memperkuat suatu tingkah laku disebut penguat (reinforcers) dan pengaruhnya
disebut penguatan (reinforcement).
Koop (Berndt, 1992) berpendapat bahwa kontrol prilaku bayi bersifat refleks.
Pada akhir tahun pertama bayi mengalami kemajuan dalam mengontrol diri. Bayi
mulai memenuhi perintah dari orangtua untuk menghentikan perilakunya.
Perilaku
untuk
mematuhi
orangtua
merupakan
suatu
kemajuan
bagi
perkembangan kontrol diri bayi tersebut, sehingga membuat bayi memodifikasi
kontrol prilakunya berdasarkan perintah orangtua. Antara usia 18-24 bulan pada
perkembangan usia bayi akan muncul true self control. Berndt (1992) mengatakan
bahwa pada usia ini anak akan melakukan apa yang dilakukan oleh orangtuanya.
Menurut Vasta (1992) pada tahun ketiga kontrol diri pada anak akan muncul
melalui bentuk penolakan segala sesuatu yang dilakukan untuknya dan
menyatakan keinginannya untuk melakukan sendiri.
Kontrol eksternal pada anak awalnya diperoleh melalui instruksi verbal dari
orangtua. Anak akan menginternalisasikan kontrol dengan mengarahkan
perilakunya secara diam-diam melalui pikiran mereka. Oleh sebab itu kontrol
verbal terhadap perilaku anak yang pada awalnya berasal dari kekuatan eksternal
menjadi kekuatan yang berasal dari dirinya sendiri. Vasta (1992) mengatakan
bahwa setelah tiga tahun kontrol diri pada anak akan lebih menjadi terperinci
berdasarkan pengalaman mereka. Pada saat usia empat tahun kontrol diri pada
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
anak akan menjadi sifat kepribadian dengan nilai prediksi jangka panjang
(Berndt:1992). Mischael (Berndt, 1992) bahwa kontrol diri akan berkembang
dengan bertambahnya usia seseorang. Ketika seorang anak menginjak usia 14
tahun mereka akan lebih lancar berbicara, lebih mempunyai kepercayaan diri,
lebih mampu mengatasi frustasi dan lebih mampu menahan godaan.
Kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan bertambahnya
usia. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah
mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok darinya dan kemudian mau
membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa harus
dibimbing,diawasi, didorong dan diancam seperti hukuman seperti yang dialami
waktu anak-anak. Saat memasuki usia remaja, kemampuan mengontrol diri
berkembang seiring dengan kematangan emosi.
Hurlock (1992 : 213) remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila
pada akhir masa remaja emosinya tidak meledak di hadapan orang lain, melainkan
menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya
dengan cara-cara yang lebih diterima dan tidak mengganggu orang lain.
3. Jenis dan Aspek Kontrol Diri
Kontrol diri memiliki jenis yang beragam Block dan Block (Lazarus, 1976:
238) mengemukakan tiga jenis kontrol, yaitu.
a. Over Control merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara
berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam
bereaksi terhadap stimulus.
b. Under Control merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan
impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.
c. Appropriate
Control
merupakan
kontrol
individu
dalam
upaya
mengendalikan implus secara tepat.
Menurut Averill (Muharsih, 2006 : 22) ada berbagai macam aspek dari kontrol
diri. Averill menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu terdiri
dari.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a. Kontrol Perilaku (behavior control)
Kontrol perilaku (behavior control) merupakan kesiapan tersedianya suatu
respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu
keadaan
yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini
diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated
administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).
Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk
menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau
aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu,
individu akan menggunakan sumber eksternal, sedangkan kemampuan mengatur
stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu
stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.
b. Kontrol Kognitif (cognitive control)
Kontrol kognitif (cognitive control) merupakan kemampuan individu dalam
mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterprestasi,
menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif
sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua
komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan
penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai
suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan
tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu
berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara
memperhatikan segi-segi positif secara subyektif.
c. Kontrol Keputusan (decesional control).
Mengontrol
keputusan
(decesional
control)
merupakan
kemampuan
seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang
diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi
baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri
individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri digunakan
aspek-aspek sebagai berikut; a) kemampuan mengontrol perilaku; b) kemampuan
mengontrol stimulus; c) kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian;
d) kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian; e) kemampuan mengambil
keputusan.
4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kontrol Diri
Surya (Lestari, 2003:51) berpendapat bahwa kendali diri mempunyai makna
sebagai daya yang memberi arah bagi individu dalam hidupnya dan bertanggung
jawab terhadap konsekuansi dari perilakunya. Semakin mampu individu
mengendalikan perilakunya, maka semakin mungkin menjalani hidupnya secara
efektif dan terhindar dari situasi yang dapat mengganggu pejalanan hidupnya.
Individu yang kurang memilki kendal diri disebabkan karena tidk belajar
kecakapan dan pengorbanan untuk mencapai satu tujuan dan tidak belajar
bagaimana untuk menjadi dirinya sendiri. Masalah yang timbul akibat tidak
mampu mengendalikan diri adalah sebagai berikut;
1. menunjukkan rendahnya disiplin diri;
2. rendahnya kecakapan untuk menata diri sendiri;
3. lebih banyak dikendalikan oleh kesadaran tidak rasional;
4. dikendalikan oleh kekuatan pihak lain yang tidak sehat;
5. lebaih banyak dikendalikan oleh pikiran-pikiran orang lain;
6. dikendalikan oleh kebutuhan dan perasaan yang mentah.
Gufron (Muharsih, 2008 : 21) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal yaitu dalam diri individu
dan faktor eksternal yaitu lingkungan individu.
a. Faktor internal
Faktor internal yang ikut berperan terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin
bertambah usia seseorang maka, semakin baik kemampuan mengontrol dirinya.
b. Faktor eksternal.
Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan
keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
seseorang. Persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orangtua yang semakin
demokratis cenderung diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya. Bila
orangtua menerapkan disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini dan
orangtua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila
menyimpang dari apa yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan
diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi kontrol diri baginya.
B. Konsep Kedisiplinan Siswa
1. Pengertian Disiplin
Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan karena bukan hanya
untuk menjaga kondisi belajar mengajar agar berjalan dengan lancar, tetapi juga
untuk menciptakan pribadi yang kuat bagi setiap siswa. Seorang siswa dalam
mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan
tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat
berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya.
Agar lebih memahami
tentang kedisiplinanan terlebih dahulu
akan
dikemukakan pengertian disiplin menurut beberapa pendapat. Mac Millan
Dictionary (Tu’u, 2004:31) istilah disiplin berasal dari kata disciple atau dalam
bahasa inggrisnya adalah discipline yang artinya tertib, taat, atau mengendalikan
tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri; latihan membentuk, meluruskan, atau
menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau karakter moral;
hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki; kumpulan atau sistem
peraturan-peraturan bagi tingkah laku.
Rachman (1999: 168) mengungkapkan bahwa disiplin adalah upaya
mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam
mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib
berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.
Yusuf (1989: 24) mengemukakan bahwa terdapat tiga pengertian disiplin,
yaitu; a) disiplin diartikan sebagai peraturan, patokan-patokan tentang perilaku,
norma dan hukuman; b) disiplin merupakan ketaatan terhadap peraturan, norma,
atau patokan-patokan (standar); c) disiplin diartikan sebagai cara mendidik dan
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
melatih individu agar berperilaku sesuai dengan norma atau peraturan yang
berlaku dalam lingkungan atau yang diterima masyarakat.
Dari beberapa pengertian disiplin yang diungkapakan oleh Yusuf maka disiplin
merupakan norma atau peraturan dalam suatu lingkungan atau masyarakat yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan. Individu yang memiliki disiplin, tidak hanya
mampu menaati peraturan dengan dasar niat yang tulus, tetapi juga mampu
mengatur diri atau mengarahkan dirinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Sedangkan Lindgren ( Yusuf, 1989 : 21) mengemukakan bahwa ada tiga
pengertian mengenai disiplin, yaitu.
a. Punishment (hukuman). Hal ini berarti bahwa anak perlu dihukum apabila
salah. Disiplin dapat digunakan hanya apabilaanak melanggar peraturan dan
perintah yang diberikan guru.
b. Control by enforcing obedience or orderly conduct. Hal ini berarti bahwa anak
itu memerlukan seseorang yang mengontrol, mengarahkan, dan membatasi
tingkah lakunya. Dalam hal ini dipandang tidak mampu mengarahkan,
mengontrol, dan membatasi tingkah lakunya sendiri.
c. Training that correct and strenghter. Hal ini berarti bahwa latihan memberikan
kesempatan kepada individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan pengarahan
dan kontrolnya sendiri.
Berdasarkan berbagai pendapat , dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah
suatu sikap dan perilaku yang mencerminkan ketaatan dan ketepatan terhadap
peraturan, tata tertib, norma-norma yang berlaku,baik tertulis maupun yang tidak
tertulis dan dapat dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.
2. Unsur-unsur Disiplin
Disiplin mampu mendidik anak untuk berperilaku sesuai standar yang
diterapkan kelompok sosial mereka, untuk itu disiplin harus mempunyai unsurunsur pokok. Hurlock (1992: 84) mengemukakan empat unsur pokok disiplin,
yaitu.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a. Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk berbuat atau bertingkah laku,
tujuannya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui
dalam situasi dan kelompok tertentu. Peraturan dianggap efektif apabila setiap
pelanggaran atas peraturan itu mendapat konsekuensi yang setimpal. Jika tidak,
maka peraturan tersebut akan kehilangan maknanya. Peraturan yang efektif
dapat membantu seorang anak agar merasa terlindungi sehingga anak tidak perlu
melakukan hal-hal yang tidak pantas.
Isi setiap peraturan harus mencerminkan hubungan yang serasi di antara anggota
keluarga, memiliki dasar yang logis untuk membuat berbagai kebijakan, dan
menjadi model perilaku yang harus terwujud di dalam keluarga. Proses
penentuan setiap peraturan dan larangan bagi anak-anak bukan merupakan
sesuatu yang dapat dikerjakan seketika dan berlaku untuk jangka panjang,
peraturan dapat diubah agar dapat disesuaikan dengan perubahan keadaan,
pertumbuhan fisik, usia dan kondisi saat ini di dalam keluarga.
b. Hukuman
Unsur yang kedua dalam disiplin adalah hukuman. Hukuman berasal dari kata
latin punier yang berarti menjatuhkan hukuman kepada seseorang karena suatu
kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan.
Hukuman memiliki tiga fungsi, (1) menghalangi pengulangan tindakan; (2)
mendidik, sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa
tindakan tersebut benar atau salah dengan mendapat hukuman; dan (3)
memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima di
masyarakat.
c. Penghargaan
Istilah penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan atas hasil yang baik.
Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tetapi dapat juga berbentuk pujian,
kata-kata, senyuman atau tepukan di punggung. Penghargaan mempunyai tiga
peranan penting yaitu, (1) penghargaan mempunyai nilai mendidik; (2)
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang
disetujui secara sosial; dan (3) penghargaan berfungsi untuk memperkuat
perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan
perilaku tersebut.
d. Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas, mempunyai tiga fungsi
yaitu, (1) mempunyai nilai mendidik yang besar; (2) konsistensi mempunyai
nilai motivasi yang kuat untuk melakukan tindakan yang baik di masyarakat
dan menjauhi tindakan buruk, dan yang terakhir; (3) konsistensi membantu
perkembangan anak untuk hormat pada aturan-aturan dan masyarakat sebagai
otoritas. Anak-anak yang telah berdisiplin secara konsisten mempunyai
motivasi yang lebih kuat untuk berperilaku sesuai dengan standar sosial yang
berlaku dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara tidak konsisten.
3. Jenis-Jenis Disiplin
Disiplin dikelompokkan menjadi dua yaitu internal discipline dan eksternal
discipline. Disiplin yang baik sifatnya internal yaitu disiplin disertai tanggung
jawab dan kesadaran diri, sedangkan disiplin eksternal disiplin yang dikaitkan
dengan peraturan yang harus ditaati karena adanya tekanan dari luar. Disiplin
internal disebut sebagai disiplin yang positif sedangkan disiplin eksternal disebut
sebagai disiplin negatif.
Hurlock (Yusuf 1989: 22) mengemukakan ada dua konsep mengenai disiplin,
yaitu disiplin positif dan disiplin negatif. Disiplin positif sama artinya dengan
pendidikan dan bimbingan karena menekankan pertumbuhan di dalam diri (inner
growth) yang mencakup disiplin diri (self discipline) yang mencakup disiplin diri
(self discipline) dan pengendalian diri (self control). Disiplin positif ini
mengarahkan kepada motivasi dari dalam diri sendiri. Sedangkan disiplin yang
negatif artinya pengendalian dengan kekuasaan luar yang biasanya dilakukan
secara terpaksa dan dengan cara yang kurang menyenangkan atau dilakukan
karena takut hukuman (punishment).
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dalam hal ini disiplin tidak muncul begitu saja melainkan diperoleh dari hasil
belajar, yaitu proses interaksi individu dengan lingkungan. Perilaku disiplin akan
tumbuh apabila dilatih dan dibina dengan cara pendidikan dan pembiasaan yang
diterapkan melalui keteladanan yang dimulai sejak dini. Anak akan meniru
kebiasaan orang yang lebih dewasa, oleh karena itu sangat diperlukan teladan
yang mampu membuka pikiran dan perilaku anak agar melakukan sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Perilaku disiplin yang dilakukan oleh
individu diartikan sebagai ketaatan terhadap peraturan dan norma, berdasarkan
kesadaran diri (internal control), diartikan juga sebagai eksternal control yang
telah terinternalisasikan pada diri individu. Disiplin yang negatif adalah ketaatan
yang didasarkan kepada kontrol dari luar.
4. Pentingnya Disiplin
Disiplin diperlukan oleh semua orang dimanapun, begitupun siswa, mereka
harus disiplin baik itu disiplin dalam mentaati tata tertib sekolah, disiplin dalam
belajar di sekolah, disiplin dalam mengerjakan tugas, maupun disiplin dalam
belajar di rumah. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku
dan tata kehidupan seseorang. Rachman (Tu’u, 2004: 35) mengemukakan
pentingnya disiplin yaitu sebagai berikut:
a. memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang,
b. membantu individu memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
lingkungan,
c. cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan individu terhadap
lingkungannya,
d. mengatur keseimbangan, keinginan individu satu dengan individu lain,
e. menjauhi individu melakukan hal-hal yang dilarang,
f. mendorong individu melakukan hal-hal yang baik dan benar,
g. individu belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif, dan
bermanfaat baginya dan lingkungannya,
h. kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwa dan lingkungannya.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pendapat lain Tu’u (2004: 37) disiplin berperan penting dalam membentuk
individu yang berciri keunggulan, dengan alasan sebagai berikut.
a. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam
belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah
pada umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya.
b. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi kurang
kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif, disiplin memberi
dukungan lingkungan yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran.
c. Orangtua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan normanorma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian, anak-anak dapat
menjadi individu yang tertib, teratur dan disiplin.
d. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak
ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan kepatuhan dan ketaatan
merupakan prasyarat kesuksesan seseorang.
Berdasarkan penjelasan di atas disiplin memiliki peranan yang sangat penting
bagi kehidupan siswa itu sendiri sebagai unsur yang membantu optimalisasi
prestasi belajar, menjadikan individu yang taat dan patuh terhadap tata tertib di
dalam kehidupan sehari-harinya dan dengan disiplin menjadikan prasyarat dari
kesuksesan siswa tersebut.
5. Fungsi Disiplin
Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata
kehidupan berdisiplin yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar
dan juga kelak ketika bekerja. Adapun fungsi disiplin menurut Tu’u (2004:38-43)
antara lain.
a. Menata Kehidupan Bersama
Fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia dalam kelompok
tertentu atau dalam masyarakat, sehingga hubungan antara individu satu
dengan yang lain menjadi baik dan lancar.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Membangun Kepribadian
Lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap kepribadian
seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh kepribadiannya, tentu
lingkungan sekolah yang tertib, teratur, tenang, tentram, sangat berperan dalam
membangun kepribadian yang baik.
c. Melatih Kepribadian
Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik serta berdisiplin tidak terbentuk
serta-merta dalam waktu singkat. Namun terbentuk melalui satu proses yang
membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian
tersebut dilakukan melalui latihan.
d. Pemaksaan
Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin dengan motif
kesadaran diri lebih baik dan kuat. Dengan melakukan kepatuhan dan ketaatan
atas kesadaran diri, bermanfaat bagi kebaikan dan kemajuan diri. Sebaliknya,
disiplin dapat pula terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar.
e. Hukuman
Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-ha1 positif yang harus dilakukan oleh
siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib
tersebut. Ancaman sanksi/hukuman sangat penting karena dapat memberi
dorongan dan kekuatan bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa
ancaman hukuman/sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah.
Motivasi untuk hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi lemah.
f. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif
Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses dan kegiatan
pendidikan agar berjalan lancar. Ha1 itu dicapai dengan merancang peraturan
sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan bagi para siswa, serta peraturanperaturan lain yang dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara
konsisten dan konsekuen. Dengan demikian, sekolah menjadi lingkungan
pendidikan yang aman, tenang, tenteram, tertib dan teratur. Lingkungan seperti
ini adalah lingkungan yang kondusif bagi pendidikan.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin
Disiplin sebagai suatu perilaku yang nampak pada diri individu adalah hasil
dari proses pembelajaran dan pembiasaan, oleh sebab itu memiliki faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
dalam
pembentukannya.
Faktor
yang
mempengaruhinya tersebut terdiri atas dua faktor, antara lain faktor internal dan
faktor eksternal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin antara lain diungkapkan Kusmiati
(2004 : 56) yaitu; a) faktor internal, lebih cenderung kepada faktor psikologis
yang secara kuat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, dan b) faktor eksternal,
dalam pembentukan kedisiplinan tidak akan terlepas dari pengaruh-pengaruh
lingkungan sebagai faktor yang ber ada di luar diri individu.
Dari pendapat Kusmiati tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembentukan
disiplin tidak akan terlepas dari pengaruh dari dalam diri individu yang terdiri atas
faktor-faktor psikologis, dan pengaruh dari luar yang berupa lingkungan secara
umum di lingkungan individu tersebut berada.
7. Pembentukan Disiplin
Prijodarminto (1994:23) berpendapat bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang
tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan
nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Nilainilai tersebut telah menjadi bagian perilaku dalam kehidupannya. Perilaku itu
tercipta melalui proses binaan melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman.
Disiplin diperlukan dimanapun, karena dengan disiplin akan tercipta kehidupan
yang teratur dan tertata. Pembentukan disiplin menurut Prijodarminto (1994:15)
adalah sebagai berikut.
a. Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan, pendidikan, penanaman
kebiasaan dan keteladanan. Pembinaan itu dimulai dari lingkungan keluarga
sejak kanak-kanak.
b. Disiplin dapat ditanam mulai dari tiap-tiap individu dari unit paling kecil,
organisasi atau kelompok.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
c. Disiplin diproses melalui pembinaan sejak dini, sejak usia muda, dimulai dari
keluarga dan pendidikan.
d. Disiplin lebih mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri.
e. Disiplin dapat dicontohkan oleh atasan kepada bawahan.
Jadi pembentukan disiplin ternyata harus melalui proses panjang, dimulai sejak
dini dalam keluarga dan dilanjutkan sekolah. Hal-hal penting dalam pembentukan
itu terdiri dari kesadaran diri, kepatuhan, tekanan, sanksi, teladan, lingkungan
disiplin, dan latihan-latihan.
Sedangkan menurut Tu’u (2004: 48-49) terdapat empat hal yang dapat
mempengaruhi dan membentuk kedisiplinan individu, yaitu.
a. Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi
kebaikan dan keberhasilan dirinya. Selain itu, kesadaran diri menjadi motif
sangat kuat terwujudnya disiplin.
b. Mengikuti dan menaati aturan sebagai langkah penerapan dan praktek atas
peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai
kelanjutan dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan
kemauan diri yang kuat.
c. Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.
d. Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah
sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.
8. Penanggulangan Disiplin
Disiplin sekolah menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan pendidikan yang
kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah,
guru-guru dan orangtua perlu terlibat dan bertanggung jawab membangun disiplin
siswa dan disiplin sekolah. Menurut Singgih Gunarsa (Tu’u, 2004:57) bahwa
penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah dapat dilakukan melalui
tahapan preventif, represif dan kuratif. Berikut ini penjelasan langkah-langkah
tersebut.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a. Langkah preventif adalah usaha untuk mendorong siswa melaksanakan tata
tertib sekolah. Secara positif, langkah ini mendorong siswa mengembangkan
ketaatan dan kepatuhan terhadap tata tertib sekolah.
b. Langkah represif adalah upaya langsung terhadap siswa,maksudnya langkah
yang diambil untu menahan perilaku melanggar disiplin. Siswa yang telah
melanggar tata tertib sekolah ditolong agar tidak melanggar lebih jauh lagi.
Dengan pemberian nasehat, peringatan atau sanksi disiplin.
c. Langkah kuratif merupakan upaya pembinaan dan pendampingan siswa yang
melanggar tata tertib dan sudah diberi sanksi disiplin.
Upaya di atas merupakan langkah-langkah pemulihan, memperbaiki,
meluruskan dan menyembuhkan perilaku yang salah dan tidak baik. Sedangkan
penaggulangan disiplin siswa di rumah merupakan kapasitas orangtua siswa
tersebut, melalui hubungan keluarga antara orangtua dan siswa terjalin harmonis
dan komunikasi yang baik tentunya.
C. Konsep Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Salah satu misi sekolah adalah menyediakan pelayanan yang secara efektif
membantu siswa mencapai tujuan-tujuan perkembangannya dan mengatasi
permasalahannya, sehingga semua kegiatan dan kemudahan yang diselenggarakan
diarahkan untuk membantu perkembangan dan mengatasi permasalahan remaja.
Oleh karena itu, dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling
disamping kegiatan pengajaran.
Natawijaya (Yusuf, 2006: 6) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling
merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan secara berkesinambungan
supaya individu yang dibimbing dapat memahami dirinya sendiri, sehingga ia
sanggup mengarahkan dirinya serta dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan
dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada
umumnya. Pada umumnya sekolah lebih fokus pada masalah prestasi akademik
siswa dibandingkan dengan masalah akhlak dan pengendalian diri siswa.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Yusuf (2006:41) tujuan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan
kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa
yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang
dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan
pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi
hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk
mencapai
tujuan-tujuan
yang
dipaparkan
harus
mendapatkan
kesempatan untuk ; (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugastugas perkembangannya; (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang
ada di lingkungannya; (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya
serta rencana pencapaian tujuan tersebut; (4) memahami dan mengatasi kesulitankesulitan sendiri; (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya,
kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat; (6) menyesuaikan diri
dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala
potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
3. Ragam Bimbingan
Yusuf ( 2006: 37) mengemukakan bahwa aspek potensi dan perkembangan
siswa, bimbingan dapat diklasifikasikan menjadi empat bidang, yaitu.
a. Bimbingan akademik merupakan bimbingan yang diarahkan untuk membantu
siswa dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan
memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik.
b. Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan untuk membantu siswa dalam
mengembangkan potensi diri dan kemampuan berhubungan sosial serta
memecahkan masalah-maslah pribadi-sosial. Bimbingan sosial pribadi
diarahkan untuk memantapkan kepribdaian dan mengembangkan kemampuan
individu dalam menangani masalah-masalah dirinya.
c. Bimbingan Karir merupakan bimbingan untuk membantu individu dalam
perencanaan, pengembangan, dan penyelesaian masalah-masalah karir.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Bimbingan karir merupakan upaya bantuan terhadap individu agar dapat
mengenal
dan
memahami
dirinya,
mengenal
dunia
kerjanya,
dan
mengembangkan masa depannya yang sesuai dengan bentuk kehidupan yang
diharapkan.
d. Bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada individu
sebagai pemimpin/anggota keluarga mereka agar mampu menciptakan
keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat
menciptakan
dan
menyesuaikan
diri
dengan
norma
keluarga,
serta
berperan/beradaptasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia.
4. Fungsi Bimbingan
Berdasarkan Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam
Jalur Pendidikan (2008:200), terdapat beberapa fungsi bimbingan adalah sebagai
berikut.
a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu konseli agar
memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, dan norma agama.
b. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang
seluruh aspek dalam diri konseli.
c. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa (siswa)
agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis
dan konstruktif.
d. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu konseli memilih
kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan
penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan
ciri-ciri kepribadian lainnya.
e. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan dan
kebutuhan konseli.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
f. Fungsi Pencegahan (Preventif), yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya
konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin
terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta
didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli
tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang
membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan
orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu
diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah
laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras,
merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free
sex).
g. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan
dan bertindak (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola
berpikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat
mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan
normatif.
h. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi
ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah
mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun
karir.
i. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang
telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar
dari kondisi-kondisi yang menyebabkan penurunan produktivitas diri.
Pelaksanaan fungsi diwujudkan melalui program-program yang menarik,
rekreatif dan fakulatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
j. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif
dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
D. Program Bimbingan dan Konseling Hipotetis untuk Mengembangkan
Kontrol diri Siswa Kelas XI SMK Negeri 2 Bogor
1. Definisi Program Bimbingan dan Konseling
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pembimbing atau
konselor adalah kemampuan mengelola program bimbingan dan konseling.
Suherman (2007: 59) mengemukakan program bimbingan dan konseling
merupakan rencana aktivitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yang
selanjutnyaakan menjadi pedoman bagi setiap personel dalam pelaksanaan dan
pertanggungjawabannya.
Siswa SMK sebagai remaja memerlukan bimbingan dan konseling yang
berfokus pada pribadi, yaitu bimbingan dan konseling yang menitikberatkan pada
penjelasan dan pemahaman tentang kontrol diri yang sebaiknya dimiliki siswa
serta penanganan masalah khusus pengembangan kontrol diri pada individu yang
memiliki tingkat kedisiplinan yang rendah.
Dalam penelitian, program bimbingan yang dimaksud adalah program
hipotetik yang digunakan dalam kegiatan bimbingan secara terpadu dalam proses
bimbingan dan konseling di SMK Negeri 2 Bogor. Program ini disusun mengacu
kepada analisis konseptual tentang kontrol diri yang dimiliki siswa berpengaruh
terhadap kedisiplinan dan kondisi objektif layanan bimbingan di sekolah. Program
ini meliputi; dasar pemikiran, visi dan misi program, sasaran program, rencana
operasional, pengembangan tema, personel, waktu pelaksanaan, sarana dan
prasarana, serta evaluasi dan tindak lanjut.
2. Tahap-tahap Pengembangan Program
Menurut Gysbers dan Henderson (Muro & Kottman, 1995: 55-61), terdapat
empat tahap pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu:
perencanaan, perancangan, penerapan, dan evaluasi.
1) Perencanaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan adalah: (a)
identifikasi target populasi pelayanan (siswa, orangtua, dan guru); (b) isi pokok
program (tujuan dan ruang lingkup program); dan (c) organisasi program
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pelayanan . Perumusan perencanaan ini sebaiknya didasarkan kepada hasil
identifikasi kebutuhan siswa. Hal penting lainnya dalam proses perencanaan ini
adalah menyangkut penempatan dan pengembangan staf, serta penyediaan dan
fasilitas.
2) Perancangan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan ini adalah
menyangkut: (a) kompetensi dan tujuan yang manakah yang perlu
diprioritaskan; (b) siapa saja yang harus diberi pelayanan: apakah semua siswa
dengan pendekatan pengembangan, atau beberapa siswa dengan pendekatan
kuratif; (c) keterampilan apa yang sebaiknya dilakukan oleh pembimbing:
mengajar, membimbing, konsultasi, konseling, koordinasi, atau menyebarkan
informasi dengan mempertimbangkan prioritas tertentu; dan (d) bagaimana
hubungan antara program bimbingan dengan program pendidikan lainnya.
3) Penerapan
Dalam menerapkan program, pembimbing sebaiknya perlu memiliki kesiapan
untuk melaksanakan setiap kegiatan yang telah dirancang sebelumnya.sehingga
terdapat kesesuaian antara program yang telah dirancang dengan pelaksanaan
di lapangan dan program terlaksana dengan baik.
4) Evaluasi
Evaluasi menjadi umpan balik secara berkesinambungan bagi semua tahap
pelaksanaan program. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh data yang
bermanfaat bagi pengambilan keputusan, baik untuk perbaikan maupun
pengembangan program di masa yang akan datang. Evaluasi juga dimaksudkan
untuk menguji keberhasilan atau pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3. Jenis-jenis Layanan dalam Program
Muro dan Kotman (Yusuf, 2006: 68) mengemukakan bahwa struktur program
bimbingan diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan,yaitu:
1) Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada semua
siswa (for all) melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal atau kelompok yang
disajikan secara sistematis dalam rangka membantu perkembangan dirinya
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
secara optimal. Tujuan dari layanan ini untuk membantu semua siswa agar
memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan
memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu
siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya.
2) Layanan responsif diartikan sebagai pemberian bantuan kepada siswa yang
memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan perolongan segera. Tujuan
dari layanan ini adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya
dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang
mengaami
hambatan,
kegagalan
dalam
mencapai
tugas-tugas
perkembangannya yang berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir dan
masalah pengembangan pendidikan.
3) Layanan perencanaan individual diartikan sebagai proses bantuan kepada siswa
agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan
perencanaan masa depannya berdasarka pemahaman akan kelebihan dan
kekurangan dirinya,serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang
tersedia di lingkungannya. Tujuan dari layanan ini untuk membantu siswa agar,
(1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu
merumuskan tujuan perencanaan atau pengelolaan terhadap pengembangan
pribadinya, baik menyangkut aspek pribadi,sosial, belajar maupun karir; dan
(3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan dan rencana
yang telah dirumuskan.
4) Layanan dukungan sistem diartikan sebagai layanan dan kegiatan manajemen
yang secara idak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau
memfasilitasi kelancaran perkembangan siswa.
Berdasarkan pendapat Yusuf ( 1989: 40-41) terdapat tiga fungsi konseling
dalam situasi kedisiplinan, yaitu:
a. Rehabilitasi. Siswa dibantu untuk merehabilitasi atau memperbaiki perilakunya
yang menyimpang.
b. Prevention. Siswa dibantu untuk mengembangkan dirinya agar memiliki
pribadi yang sehat, dalam hal ini khususnya pribadi yang memiliki disiplin diri.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Berkembangnya disiplin diri pada diri siswa, berarti konseling telah berfungsi
untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku pada diri individu.
c. Membantu siswa agar memiliki persepsi yang wajar, dan mau menerima
otoritas luar. Siswa dibantu agar memahami dan menerima otoritas luar sebagai
suatu realita yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Siswa juga dibantu
untuk memahami tata nilai yang berlaku, sehingga siswa mampu untuk
menyesuaikan diri secara tepat dengan tata nilai tersebut.
E. Hasil Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian dari peneliti-peneliti sebelumnya, terungkap
bahwa kedisiplinan siswa dalam menaati tata tertib sekolah cenderung masih
rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan,sebagai
berikut.
1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahadiani pada tahun 2004 mengenai
pelanggaran terhadap tata tertib sekolah, dengan populasi siswa kelas XI salah
satu SMA di kota Bandung adalah 30,56% siswa keluar kelas saat pelajaran
dari guru yang tidak disenangi, 78,70% siswa mengejek guru yang memberi
nilai kecil, dan 15,74% siswa yang terlambat masuk sekolah.
2. Hasil penelitian yang dilakukan Lestari tahun 2006 mengenai kedisiplinan
siswa kelas XI SMA Pasundan 2 menunjukkan bahwa aspek-aspek
kedisiplinan yang tergolong tinggi tingkat pelanggarannya adalah aspek sopan
santun (93%), kehadiran (87%), kegiatan belajar (83%), dan penampilan
(71%), sedangkan sisanya tergolong ke dalam kategori sedang yaitu menjaga
sarana dan prasarana (60%) dan dari data aspek upacara (68%).
3. Penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2009:76), menunjukan perilaku
disiplin 195 orang siswa kelas XI SMA N 10 Bandung, 26,67% berada pada
kategori tinggi, 48,2% berada pada kategori sedang dan 25,13% berada pada
kategori rendah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara
umum disiplin siswa kelas XI SMA N 10 Bandung berada pada kategori
sedang.
Anggia Meytasari, 2013
Kontribusi Kontrol Diri Terhadap Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Dan Implikasinya Bagi Program
Bimbingan Dan Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Download