BAB II PEMISAHAN DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA A. Pengertian Negara Hukum dan Negara Demokrasi 1. Negara Hukum Dalam Ensiklopedia Indonesia, istilah “negara hukum” (rechtsaat) dilawankan dengan istilah “negara kekuasaan” (machstaat). Istilah “negara hukum” dirumuskan sebagai berikut : a. Negara hukum (rechtsaat): negara bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib pada umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan terganggu, dan agar semuanya berjalan menurut hukum. b. Negara kekuasaan (machstaat) : negara yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kekuasaan semata-mata. Gumplowics, antara lain mengajarakan, bahwa negara itu tidak lain adalah “eine Organisation der Herrschaft einer Minoritar uber eine Majotaritat (Organisai dari kekuasaan golongan kecil atas golongan besar). Menurut pendapatnya ketaatan golongan lemah kepada golongan kuat. Defenisi yang mungkin paling sederhana dari negara hukum adalah pandangan yang menyatakan bahwa negara hukum berinteraksi langsung dengan penekanan akan pentingnya pemberian jaminan atas hak-hak perorangan dan pembatasan terhadap kekuasaan politik, serta pandangan yang menganggap pengadilan tidak dapat dikaitkan dengan lembaga lain maupun dalam hal ini, 26 27 lembaga peradilan menjadi sebuah tataran yang independen dalam arti terbatas dair pengaruh kekuasaan lain terutama oleh eksekutif. 36 Pemikiran tentang negara hukum telah muncul jauh sebelum terjadina Revolusi 1688 di Inggris, tetapi baru muncul kembali pada Abad XVII dan mulai popular pada Abad XIX. Latar belakang timbulnya pemikiran negara hukum itu merupakan reaksi terhadap kesewenang-wenangan di masa lampau. Oleh karena itu unsur-unsur negara hukum mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah dan perkembangan masyarakat dari suatu bangsa.Sejarah timbulnya pemikiran atau cita negara hukum itu sendiri sebenarnya sudah sangat tua, jauh lebih tua dari usia ilmu negara ataupun Ilmu Kenegaraan. Cita negara hukum itu untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Plato dan kemudian pemikiran tersebut dipertegas oleh Aristoteles. 37 Cita negara hukum merupakan gambaran ideal suatu bentuk negara yang menjadi pedoman penyelenggaraan negara suatau bangsa. Cita negara hukum dapat juga disebut dengan istilah lain, yaitu ide negara hukum, sepanjangcita negara negara hukum tersebut dimaknai sebagai gagasan yang mengandung gambara mengenai suatu bentuk negara yang ideal.Ide negara hukum adalah gagasan mengenai suatu bentuk negara ideal yang selalu diidam-idamkan oleh manusia agar diwujudkan dalam kenyataan, meskipun manusia selalu gagal 36 Ellydar Chaidir, Negara hukum demokrasi dan Konstalasi ketatanegaraan Indonesia, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2007, h.5. 37 Ni’matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi Dan Judicial Review, UII Press, Yogyakarta, 2015, h.1. 28 mewujudkan gagasan ini dalam kehidupan nyata. Ide (gagasan) negara hukum lahir sebagai hasil peradaban manusia karena ide negara hukum merupakan produk budaya. Ide negara hukum lahir dari proses dialektika budaya sebab ide negara hukum lahir sebagai antithesis suatu proses pergumulan manusia terhadap kesewenang-wenangan penguasa (raja) sehingga ide negara hukum mengandung semangat revolusioner yang menentang kesewenang-wenangan penguasa. 38 Dalam bukunya Nomoi, Plato mulai memberikan perhatian dan artinya yang lebih tinggi pada hukum. Menurutnya, penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah yang diatur oleh hukum. Cita Plato tersebut kemudian dilanjutkan oleh murudnya bernama Aristoteles, suatu negara ang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum.Bagi Aristoteles, yang memerintah dalam negara buanlah manusia melinkan pikiran yang adil, da kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum. Manusia perlu dididik menjadi warga yang baik, yang bersusila, yang akhirnya akan menjelmakan manusia yang bersikap adil. Apabila keadaan semacam itu terlah terwujud, maka terciptalah suatu “negara hukum”, karena tujuan negara adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan. Jadi, keadilanlah yang memerintah dalam kehidupan bernegara, maka manusia harus dididik menjadi warga yang baik dan bersusila.Meskipun cita negara hukum telah lahir sekian abad yang lalu, tetapi 38 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan, Kebijakan, Dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2010, h.8. 29 untuk mewujudkan dalam kehidupan bernegara hingga saat ini bukanlah persoalan yang mudah. Dalam perkembangannya, terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, partisipasi rakyat merupakan esensi dari sistem ini. Dengan kata lain negara harus ditopang dengan sistem demokrasi. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum. Dalam kajian historis, perkembangan tipe negara hukum membawa konsekuensi terhadap peranan hukum administrasi negara. Semakin sedikit campur tangan negara dalam kehidupan masyarakat akan semakin kecil pula peranan hukum administrasi negara didalamnya. Sebaliknya dengan semakin intensifnya campur tangan negara akan semakin besar pula peranan hukum administrasi negara. 39 Terdapat beberapa tipe negara hukum antara lain, yakni : a. Negara Polisi/ Polizei Staat Negara polisi ialah negara yang menyelenggarakan keamanan dan kemakmuran atau perekonomian. Pada tipe ini negara bertugas menjaga tata tertib saja atau dengan kata lain Negara Jaga Malam. Pemerintahan bersifat monarchie absolute. Ciri dari tipe negara ini : 1) 39 Penyelenggaraan negara postif (besturr) Ni’matul Huda, Op.cit, h.2 30 2) Penyelenggaraan negara negatif (menolak bahaya yang mengancam negara/keamanan ). Negara polisi terkenal dengan slogannya “Sallus publica supreme lex” (kepentingan umum sebagai yang harus diutamakan). Dan yang menentukan mana yang merupakan umum dan yang bukan adalah raja. Rajalah yang menentukan apa itu kepentingan umum, “L’etat c’est moi” (negara adalah aku (raja)). Jadi bukan ditentukan oleh yang berkepentingan sendiri,yaitu orang banyak atau rakyat. Kebebasan mengeluarkan pendapat, apalagi mengkritik raja menjadi tabu bagi rakyat Perancis. Praktik kenegaraan dan pemikiran kenegaraan baik di Eropa maupun di Inggris, dapatlah dikatakan bahwa kekuasaan absolut raja-raja semuanya bersandar pada tipe negara polis. Seluruh penyelenggaraan kehidupan bernegara berada di tangan raja, atau setidak-tidaknya diselenggarakan dengan bantuan lembaga bawahan atas perintah raja. Dan apabila penyelenggaraan kemakmuran dilaksanakan oleh negara, maka tentulah akan menimbulkan keresahan, karena rakyat merasa dirugikan. Keresahan timbul karena diikutsertakan dalam pelaksanaan kehidupan bernegara sesuai dengan keinginan rakyat. Oleh karena rakyat tidak mempunyai hak terhadap raja, dan segala sesuatu ditentukan oleh raja, sehingga pada waktu itu belum dikenal Hukum Administrasi Negara. Hanya ada suatu cabang imu pengetahuan tentang bagaimana caranya raja harus memerintah agar rakyat menjadi makmur yang disebut “bestuurskunde” atau “bestuusrsleer”. Seperti diketahui bahwa Hukum Administrasi Negara atau bestuurreht itu lahir kemudian setelah kedudukan raja dan rakyat itu sama. 31 b. Negara Hukum Liberal Pemikiran negara hukum timbul sebagai reaksi atas konsep negara polisi (polizei staat). Dengan mengikuti Hans Nawiasky, polizei terdiri atas dua hal, yaitu Sicherheit Polizei yang berfungsi sebagai penjaga tata tertib dan keamanan, dan verwaltung polizei atau wohfarrt polizei yang berfungsi sebagai penyelanggara perekonomian atau penyelenggara semua kebutuhan hidup warga negara. Karena itu polizeistaat (negara polisi) artinya negara yang menyelenggarakan ketertiban dan keamanan serta menyelenggarakan semua kebutuhan hidup warga negaranya.Andai kata kedua fungsi itu diselenggarakan dengan baik, artinya benar-benar memperhatikan kebutuhan warga negaranya, maka hal itu tidak akan menimbulkan permasalahan. Tetapi yang terbanyak adalah yang tidak baik, yang bertindak sewenang-wenang, dan bukan saja mengabaikan kepentingan masyarakat, tetapi juga menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan sendiri ataupun kelompoknya saja. Konsep negara hukum oleh Immanuel Kant ditulis dalam karya ilmiahnya yang berjudul Methaphysiche Ansfangsgrunde der Rechtslehre. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pihak yang bereaksi terhadap negara polizei adalah orang-orang kaya dan pandai, yang disebut sebagai kamum borjuis liberal. Oleh karena itu konsep negara hukum yang hasil pemikarannya pun dinamakan Negara Hukum Liberal.Tipe negara hukum liberal ini menghendaki agar supaya negara berstatus pasif artinya bahwa negara harus tunduk pada peraturan-peraturan negara.penguasa dalam bertindak sesuai dengan hukum. Disini kaum liberal 32 menghendaki agar antara penguasa dan yang dikuasai ada suatu persetujuan dalam bentuk hukum, serta persetujuan yang menguasai penguasa. Penyelenggaraan perekonomian dalam negara hukum liberal berasaskan persaingan bebas, laise faire, laise passer, siapa yang kuat dia yang menang. Kepentingan masyarakat tidak perlu diperhatikan yang penting mereka (kaum liberal) mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Dengan demikian penyelenggaraan perekonomian yang diserahkan penuh kepada swasta, tanpa pemerintah atau negara turut campur, tidak mendatangkan kemakmuran bagi rakyat banyak, yang makmur hanyalah konglomerat kaum liberal saja. Lapangan pekerjaan administrasi negara dalam negara hukum semacam ini, hanyalah membuat dan mempertahankan hukum saja. Jadi negara hukum yang sempit ini Hukum Administrasi Negara mulai muncul, meskipun masih terbatas. Oleh sebab itulahunsur-unsur yang terdapat dalam negara hukum yang sempit ini memuat adanya peradilan administrasi sebagai unsur keempat. c. Negara Hukum Formal Negara hukum formal yaitu negara hukum yang mendapatpengesahan dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara hukum formal ini disebut pula dengan demokratis yang berlandaskan negara hukum. Dengan pengaruh paham liberal dari Rosseau, F.J Stahl menyusun negara hukum formal degan unsur-unsur utamanya sebagai berikut : 1) Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi; 33 2) Penyelenggaraan negara berdasarkan trias politika (pemisahan kekuasaan) 3) Pemerintahan didasarkan pada undang-undang 4) Adanya peradilan administrasi. Dari keempat unsur uatama negara hukum formal tersebut dapat diatrik kesimpulan bahwa menurut Stahl negara hukum bertujuan untuk melindungi hakhak asasi warga negaranya dengan cara membatasi dan mengawasi gerak langkah dan kekuasaan negara dengan undang-undang. Jadi hanya mengedepankan aspek formal saja, sehingga hak asasi dan kebebasan individu terlindungi secara formal. Dan hasilnya hanya membawa persamaan dalam aspek hukumdan politik saja. Konsep Stahl ini merupakan penyempurnaan terhadap konsep negara hukum liberal. Karya ilmiahnya berjudul Philosophie des Rechts. d. Negara Hukum Materil Negara hukum materilmerupakan perkembangan lebih lanjut daripada negara hukum formal. Jadi apabila pada negara hukum formal tindakan dari penguasa harus berdasarkan undang-undang atau harus berlaku asas legalitas, maka dalam negara hukum materiil tindakan penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga negaraya dibenarkan bertindak menyimpang dari undangundang atau asas opportunitas. Tipe negara hukum ini sering disebut pula negara hukum modern. Perkembangan masyarakat serta kebutuhan masyarakat tidak cukup kalau hanya diatur secara formal dengan asas legalitas; akibatnya negara negara hukum formal mendapat kritikan di negeri Belanda, sehingga Scheltema beranggapan 34 bahwa terdapat tindakan kebijaksanaan dari pemerintah dalam berbagai ketentuan. Hal ini dimungkinkan dengan adanya delegasi dari kekuasaan pembentuk undangundang kepada pemerintah dalam membuat peraturan pelaksanaan, dan adanya freies ermessen 40memungkinkan pemerintah menjamin ketertiban yang lebih adil dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat. Tujuan pelimpahan wewenang oleh pembentuk undang-undang ini, adalah karena tugas penyelenggaraan negara tidak lagi hanya menjaga ketertiban yang ada, tetapi juga menerbitkan ketertiban yang adil. Untuk itu diperlukan ruang lingkup kebebasan bertindak oleh pemerintah yang lebih luas, yakni melalui peningkatan pemberian freies ermessen kepada pemerintah untuk menyelanggarakan negara kesejahteraan. Istilah the rule of law sebagai isi dan kosepsi daripada rechstaat atau etat de droit, yang diartikan negara atau pemerintah berdasarkan atas hukum. Istilah rechstaat hanya dianut pada negara-negara dengan hukum tertulis, sedangkan the rule of law terutama dipelopori oleh Inggris dengan sistem sistem common law 41. Istilah negara hukum (rechtstaat) mulai dikenal di Eropa pada Abad ke-19, sesuai dengan ungkapan Donner, “Het word ‘rechtsaat’ kompt pas in de negentiende eeuw in zwang, maar het denkbeeld is veel ouder”. Konsep lain berkenaan dengan rechtstaat juga disebut dengan concept of legality atau etat de droit dalam sistem hukum Eropa kontinental. 42 40 Freies berasal dari kata frei dan freie yang berarti bebas, merdeka, tidak terikat, lepas dan orang bebas. Ermessen yang berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, penilaian, pertimbangan dan keputusan. Sedang secara etimologis, FreiesErmessen artinya orang yang bebas mempertimbangkan, bebas menilai, bebas menduga, dan bebas mengambil keputusan. 41 Hukum yg dibuat berdasarkan adat/tradisi yg berlaku dalam masyarakat dan keputusan hakim. Pada mulanya, sistem hukum ini tidak tertulis. 42 Agussalim Andi Gadjong, Pemerintah Daerah , GhaliaIndonesia, Bogor, 2007, h.21 35 Konsep rechtsaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut civil law, sedangkan konsep the rule of law bertumpu atas sistem hukum yang disebut common law adalah judicial. Adapun ciri-ciri rechtstaat adalah : 1) Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat; 2) Adanya pembagian kekuasaan negara ; 3) Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat. 43 Sementara itu, penggunaan istiah the rule of law menjadi terkenal setelah karya Dicey diterbitkan pada tahun 1885, yang sangat terkenal dengan judul Introduction to Study of Law of The Constituion. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep negara hukum (the rule of law) yang diungkapkan Dicey mengalami perluasan pengertian dengan analisis yang lebih mendalam. Wade mengidentifikasikan lima aspek the rule of law berikut ini : 1) Semua tindakan pemerintah harus menurut hukum ; 2) Pemerintah harus berperilaku di dalam suatu bingkai yang diakui peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip yang membatasi kekuasaan diskresi; 3) Sengketa mengenai keabsahan tindakan pemerintah akan diputuskan oeh pengadilan yang murni independen dari eksekutif; 4) Harus seimbang antara pemerintah dan warga negara; 5) Tidak seorang pun dapt dihukum, kecuali atas kejahatan yang ditegaskan menurut undang-undang. 44 43 Ni’matul Huda, h.9 36 Secara historis, istilah rechstaat dan rule of law dilahirkan oleh latar belakang sistem hukum yang berbeda. Paham atau istilah rechtsaat lahir sebagai reaksi dalam menentang absolutisme kekuasaan dan oleh karena itu, sifatnya revolusioner dan bertumpu pada sistem hukum kontinental, yang disebut civil law. 45Berbeda halnya dengan istilah atau paham the rule of law, yang perkembangannya terjadi secara evolusioner dan bertumpu pada paham atau sistem hukum common law. Namun demikian, dalam perkembangannya perbedaan paham ini menuju pada sasaran yang sama, yaitu bertujuan untuk mewujudkan perlindungan terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan pemerintah dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. 46 2. Negara Demokrasi Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang dinamakan demokrasi konstitusionil, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional. Semua konsep ini memakai istilah demkorasi yang menurut asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau “ government or rule bye the people”. Kata yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa. 44 Agussalim, Op.cit, h.25 45 Hukum yg dibuat berdasarkan kodifikasi hukum yg dilakukan lembaga legislatif 46 Agussalim, Op.cit, h. 22 37 Diantara sekian banyak aliran pikiran yang dinamakan demokrasi ada kelompok aliran yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusionil dan satu kelompok aliran yang dinamakan dirinya demokrasi, tetapi yang pada hakekatnya mendasarkan dirinya atas komunisme. Perbedaan fundamental diantara kedua aliran itu ialah bahwa demokrasi konstitusionil mencita-citakan pemerintah yang terbatas kekuasaannya, suatu negara hukum (rechtstaat), yang tunduk pada rule of law. Sebaliknya demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme mencitacitakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya (machtstaat) dan yang bersifat totaliter. Ciri khas dari demokrasi konstitusionil ialah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Kekuasaan negara dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam satu tangan atau satu badan. Perumusan yurudis dari prinsip-prinsip ini terkenal dengan Rechtstaat (Negara Hukum) dan Rule of Law. Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga sebagai berikut : a. Pemerintah yang bertanggung jawab; b. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan 38 pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan atas dasar sekurangkurangnya dua calon untuk setiap kursi; c. Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik; d. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat; e. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan. Asas-asas demokrastis yang melandasi rechtstaat, menurut S.W. Couwenberg meliputi 5 asas, yaitu : a. b. c. d. e. Asas hak-hak politik (het beginsel van de politieke grondrechten); Asas mayoritas; Asas perwakilan; Asas pertanggungajawaban; Asas publik (openbaarheidsbeginsel) 47 Pemerintah yang berakar pad arus bawah atau demokrasi menjadi semakin relevan untuk diperbincangkan karena sistem ini menjanjikan teragregasinya dan terakomodasinya aspirasi serta kepentingan masyarkat seluas-luasnya. Dalam pemerintah model ini, kekuasaan berjalan dengan kontrol yang ketat dan tidak semata-mata mengandalkan political will. Sistem ini tidak menutup peluang bagi lahirnya figure pemimpin kharismatik yang memiliki moralitas yang tinggi sehingga pada dirinya ada semacam kontrol diri yang kuat dari tendensi patos. Kontrol dari arus bawah hanya memberikan jaminan bahwa kekuasaan dijalankan dengan orientasi utama kepada rakyat dan bila ia menyimpang dengan segera dikoreksi. 48 h.77 47 Ni’matul Huda, h. 15 48 Dadang Juliantra, Meretas Jalan Demokrasi, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1998, 39 Harapan bangsa Indonesia senantiasa ingin melihat lahirnya hukum-hukum yang berkarakter otonom tanpa mengorbankan persatuan dan kesatuan serta kebutuhan ekonomi kita. Karena hukum otonom hanya dapat lahir dalam konfigurasi politik yang demokratis, untuk melahirkan hukum-hukum yang otonom itu diperlukan demokratisasi di dalam kehidupan politik. Alasan-alasan untuk melakukan demokratisasi ini sudah cukup yakni kesadaran politik masyarakat sudah membaik, pancasila sudah diterima sebagai satu-satunya asas oleh organisasi politik dan organisasi masyarakat, kehidupan ekonomi masyarakat dan trend pertumbuhannya telah memadai. Dengan modal-modal seperti ini proses demokratisasi tidak akan mengancam stabilitas apalagi persatuan dan kesatuan bangsa 49. B. Konsep Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan Negara Dalam rangka pembatasan kekuasaan, dikembangkan teori pemisahan kekuasaan yang pertama sekali dikenalkan oleh Jhon Locke. Menurut Jhon Locke, kemungkinan munculnya negara dengan konfigurasi politik totaliter dapat dihindari dengan adanya pembatasan kekuasaan negara. Kekuasaan negara harus dibatasi dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan ke dalam satu orang atau satu lembaga. Hal ini dilakukan dengan (legislative power), kekuasaan eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative power). 50Pemikiran Jhon Locke ini didasari oleh konsepnya tentang liberalisme yang memandang 49 Moh. Mahfud, Pergulatan politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, 1999, h.63. 50 h. 61. Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, 40 kebebasan invidu sebagai hal paling utama harus dibatasi hukum yang dibuat oleh negara. Akan tetapi, negara tidak boleh dipimpin atau dikuasai oleh seorang atau satu lembaga yang bersifat absolut sehingga menjadi sewenang-wenang. 51 Dalam bukunya berjudul Two treatises on civil government (1660) Jhon Locke memisahkan kekuasaan dari tiap-tiap negara dalam : 1. Kekuasaan legisatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang 2. Kekuasaan eksekutif, kekuasaan untuk melaksanakan undangundang 3. Kekuasaan federatif, kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan diluar negeri. 52 Menurut Jhon Locke ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan satu sama lainnya. Setengah abad kemudian, Montesqueiu (1689-1755) seorang pengarang ahli politik dan filsafat Perancis menulis sebuah buku yang berjudul l’Esprit des lois (jiwa undang-undang) yang diterbitkan di Jenewa pada tahun 1748 (2 jilid).Dalam hasil karya ini montesqueiu menulis tentang Konstitusi Inggris yang antara lain mengatakan bahwa dalam setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan yang dirincinya dalam kekuasaan legislative, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Ketiga kekuasaan ini melaksanakan semata-mata dan selengkap-lengkapnya kekuasaan yang ditentukan pada masing-masing. 51 Ibid. hlm. 63. 52 h. C.S.T. Kansil, Ilmu Negara Umum dan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004 41 Teori pemisahan kekuasaan ini dikemukakan oleh Montesquieu dalam bukunya “L’espirit de loi” (jiwa perundang-undangan), oleh Immanuel kant teori ini disebut sebagai doktrin Trias Politica. 53 Teori ini terinspirasi dari pemikiran Jhon Locke yang dituangkan dalam bukunya “Two Treaties on Civil Government” yang memisahkan kekuasaan negara tersebut dalam bentuk eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Secara garis besar ajaran Montesquieu ini membagi kekuasaan kedalam tiga bidang pokok yang masing-masing berdiri sendiri, bahwa satu kekuasaan mempunyai satu fungsi lepas dari kekuasaan lain yakni: 1. Kekuasaan eksekutif, menjalankan Undang-Undang. 2. Kekuasaan legislatif, menjalankan fungsi membentuk UndangUndang. 3. Kekuasaan yudikatif, menjalankan fungsi pengadilan. Beliau beranggapan bahwa ketiga kekuasaan tersebut harus terpisah satu sama lain, mulai dari fungsi maupun mengenai alat perlengkapannya untuk menjamin kemerdekaan individu dari tindakan kesewenang-wenangan penguasa.Isi ajaran Montesqueiu ini adalah mengenai pemisahan kekuasaan negara (the separation of power) yang lebih terkenal dengan istilah trias politika dimana istilah ini diberikan oleh Immanuel Kant.Seperti dikatakan Montesquie:“Experience shows us that every man invested with power is apt to abuse it, and to carry his authority as far as it will go.”Keharusan pemisahan 53 Susilo Suharto, Kekuasaan Presiden Republik Indonesia Dalam Periode Berlakunya UUD 1945, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006, hlm.41. 42 kekuasaan negara menjadi tiga jenis itu adalah bertujuan agar tindakan sewenangwenang dari raja dapat dihindarkan. Istilah trias politica berasal dari bahasa Yunani yang artinya “politik tiga serangkai”. Menurut ajaran trias politica dalam tiap pemerintahan negara harus ada tiga jenis kekuasaan yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan harus masing-masing kekuasaan itu terpisah.Ajaran trias politica ini bertentangan dengan kekuasaan yang bersimaharajalela pada zaman feodalisme dalam abad pertengahan. Pada zaman itu yang memegang ketiga kekuasaan dalam negara ialah seorang raja, yang membuat sendiri undang-undang, menjalankanya dan menghukum segala pelanggaran atas undang-undang yang dibuat dan dijalankan oleh raja tersebut. Monopoli atas ketiga kekuasaan tersebut dapat dibuktikan dalam semboyan raja Louis XIV L’Estat cest moi kekuasaan mana berlangsung hingga permulaan abad ke-17. Setelah pecah revolusi Perancis pada tahun 1789, barulah paham tentang kekuasaan yang tertumpuk ditangan raja menjadi lenyap. Dan ketika itu pula timbul gagasan baru mengenai pemisahan kekuasaan yang dipelopori oleh Montesqueiu. 54 Pada pokoknya ajaran trias politica isinya adalah sebagai berikut : 1. Kekuasaan legislatif (legislative powers) Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletak dalam suatu badan yang berhak khusus untuk itu. Jika penyusunan undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan tertentu, maka mungkinkah tiap golongan atau tiap 54 C.S.T Kansil, Op.cit. h.70 43 orang mengadakan undang-undang untuk kepentingan sendiri.Di dalam negara demokrasi yang peraturan-perundangannya harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat yang harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang dan yang disebut “legislative”. Badan ini adalah yang terpenting dalam susunan kenegaraan, karena undang-undang adalah ibarat tiang yang menegakkan hidup perumahan negara dan sebagai alat yang menjadi pedoman hidup bagi masyarakat dan negara.Sebagai badan pembentuk undang-undang maka legislatif itu hanyalah untuk mengadakan undang-undang saja, tidak boleh melaksanakannya. Untuk menjalankan undang-undang itu harus diserahkan kepada suatu badan lain. kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang adalah “eksekutif”. 2. Kekuasaan eksekutif (Executive powers) Kekuasaan menjalankan undang-undang ini dipegang oleh kepala negara. Kepala negara tentu tidak dapat sendirian menjalankan segala undang-undang ini.oleh karena itu, kekuasaan dari kepala negara dilimpahkan (didelegasikannya) kepada peabat-pejabat pemerintah/negara yang bersama-sama merupakan suatu badan pelaksana undang-undang (badan eksekutif). Badan ini berkewajiban menjalankan kekuasaan eksekutif. 3. Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman (Judicative Powers) Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan yustisi (kehakiman) ialah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak untuk memberikan peradilan kepada rakyat. Badan yudikatiflah yang berkuasa 44 memutuskan perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undangundang yang telah diadakan dan dijalankan. 55Walaupunhakim itu biasanya diangkat oleh kepala negara (eksekutif) tetapi mereka mempunyai kedudukan yang istimewa dan mempunyai hak tersendiri, karena ia tidak diperintah oleh kepala negara yang mengangkatnya, bahkan ia adalah badan yang berhak menghukum kepala negara, jika melanggar hukum. Berbeda dengan Jhon Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif dalam kekuasaan eksekutif, Montesquiue memandang pengadilan itu sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri. Hal ini disebabkan ia dalam pekerjaannya sehari-hari sebagai seorang hakim telah mengetahui bahwa kekuasaan eksekutif adalah berlainan daripada kekuasaan pengadilan. Sebaliknya oleh Montesquieu kekuasaan hubungan luar negeri yang oleh Jhon Locke disebut “federatif” dimasukkan ke dalam kekuasaan eksekutif.Pemisahan kekuasaan menurut Montesquieu merupakan pemisahan kekuasaan secara keras seperti halnya dengan monarki terbatas. Oleh karena itu cara yang paling ideal untuk membatasi dan mengendalikan kekuasaan tersebut yaitu melalui pemisahan kekuasaan seperti yang dikemukakan oleh Ivor Jenning yaitu pemisahan kekuasaan dalam artian formil 56yaitu pembagian kekuasaan yang tidak secara tegas mempertahankan pemisahan tersebut. Dalam praktik ketatanegaraan di banyak negara melalui konstitusinya dapat diketahui pula bahwa dari segi bentuknya pembagian kekuasaan dikenal dua jenis 55 56 Ibid. Moh. Kusnardi dan Harmaila Ibrahim, Op.Cit, (Note 27), hlm.224. 45 yaitu: pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.Menurut Jimly Asshidiqie bahwa pemisahan kekuasaan bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan kedalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara sederajat dan saling mengimbangi (check and balances), sedangkan pembagian kekuasaan bersifat vertikal dalam arti perwujudan kekuasaa itu dibagikan secara vertikal ke bawah kepada lembagalembaga tinggi negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Di Indonesia selama ini UUD 1945 menganut paham kekuasaan secara vertikalbukan pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal. Pendapat tersebut tampaknya disandarkan pada pemikiran, bahwa tugas kewenangan lembagalembaga tinggi negara di bawah MPR, yaitu Presiden, DPR-MA, dan yang lainnya merupakan derivasi dari kekuasaan MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Namun prinsip derivasi kekuasaan MPR tersebut tidak lagi berlaku karena UUD 1945 setelah Amandemen tepatnya Pasal 1 ayat (2) menentukan kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Terdapat dua istilah yang berhubungan dengan teori pemisahan kekuasaan yang diutarakan oleh Jhon H Garvey dan T. Alexander Aleinikooff. 57Kedua istilah tersebut terjabarkan dalam teori pemisahan kekuasaaan yang mengenal dua bentuk pembagian kekuasaan yaitu pembagian kekuasaan secara vertikal dan horizontal. Desentralisasi berhubungan dengan pembagian kekuasaan secara 57 Jhon H Garvey dan T. Alexander Aleinikooff mengatakan : The former is sometimes said to address the “ vertical” division of authority between national and state gooverments, the letter a “horizontal”division among the executive, legislature, and judiciary, 46 vertikal antara pemerintah pusat dan daerah atau negara bagian, sedangkan fungsi negara berhubungan dengan pembagian kekuasaan secara horizontal antara fungsi negara legislatif, eksekutif dan yudikatif. 58 Teori yang mencakup kedua pembagian kekuasaan baik dalam tatanan pembagian kekuasaan fungsi negara maupun tatanan pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan negara bagian atau pemerintah daerah juga dikemukakan oleh Arthur Maass. Menurut Arthur Maass pembagian kekuasaan dapat bersifat horizontal disebut sebagai capitaldivision of powers, sedangkan pembagian kekuasaan secara vertikal disebut sebagai areal division of power. Dalam rangka capital division of powers , fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif masingmasing diberikan kepada suatu badan. Dalam rangka areal division of powers, fungsi-fungsi tertentu misalnya moneter dan hubungan luarnegeri diberikan kepada pemerintah pusat, sedangkan fungsi-fungsi lainnya diberikan kepada negara bagian atau pemerintah daerah. 59 Seperti di Indonesia, pembagian kekuasaan secara vertikal tercermin dalam hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945 hasil amandemen bahwa Pemerintah Daerah menjalankan 58 Jhon H Garvey dan T. Alexander Aleinikooff mengatakan : The former is sometimes said to address the “ vertical” division of authority between national and state gooverments, the letter a “horizontal”division among the executive, legislature, and judiciary, 59 Edie Toet Hendratno, Negara Kesatuan, Desentralisasi, Dan Federalisme, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, h. 83 47 otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukam sebagai urusan pemerintah. 60 C. Prinsip Pembagian Kekuasaan Negara Kesatuan dan Negara Federasi 1. Negara Kesatuan Pendapat C.F. Strong yang dikutip Miriam Budiardjo menyatakan bahwa ciri mutlak yang melekat pada negara kesatuan ialah: pertama, adanya supremasi dari dewan perwakilan rakyat pusat, dan kedua, tidak adanya badan-badan lain yang berdaulat. Kekuasaan pemerintah dalam suatu negara yang berbentuk kesatuan seperti itu dapat diselenggarakan dengan cara terhimpun/ditumpuk (gathered) secara sentralisasi (centralized), sehingga segala urusan dalam negara terletak ditangan pemerintah pusat (centra government), dan semua kewenangan pemerintah dilakukan oleh satu pusat pemerintahan (single centralized government), atau oleh pusat bersama-sama dengan organnya yang berada/dipencarkan didaerah-daerah. Pemencaran organ-organ yang menjalankan kewenangan pemerintah pemerintah pusat di daerah-daerah seperti itu, menurut Bagir Manan dikenal sebagai dekonsentrasi (centralisatie met de deconcentratie) dimana semua kewenangan menyelenggarakan pemerintahan daerah, termasuk kewenangan organ-organ dalam membentuk peraturan perundang-undangan didasarkan atau 60 Ibid 48 sangat tergantung pada pemerintah (pusat). 61Lepas dari dua sistem yang berbeda dalam negara kesatuan diatas, negara kesatuan pada hakikatnya tidak terbagi, atau dalam arti lain kekuasaan pemerintahan pusat tidak dibatasi, karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui badan legislatif lain, selain badan legislatif pusat. 62 Jadi kalaupun ada wewenang bagi daerah, seperti membuat peraturan daerah (perda), tidak berarti bahwa pemerintah daerah itu berdaulat, karena pengawasan dan kekuasaan tertinggi masih tetap terletak di pemerintah pusat. Disebut negara kesatuan apabila kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan pemerintah pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara, dan tidak ada saingan dari badan legislatif pusat dalam membentuk undang-undang. Kekuasaan pemerintah yang di daerah bersifat derivatif (tidak langsung ) dan sering dalam bentuk otonom yang luas dengan demikian tidak dikenal adanya badan legislatif pusat dan daerah yang sederajat melainkan sebaliknya. 63 Negara kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk , yakni : a. Negara kesatuan dengan sistem sentralistik Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat dan daerah hanya tinggal melaksanakan segala apa yang telah diinstruksikan oleh pemerintah pusat. 61 I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, PT. Refika Aditama, Bandung, 2012, h.100 62 Deddy Ismatullah, Ilmu Negara Dalam Multi Perspektif Masyarakat, Hukum, Dan Agama, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2007, h.113 63 2008, h.207 Moh. Kusnardi & Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, 49 b. Negara kesatuan dengan sistem desentralistik Sedangkan dalam negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, kepada daerah-daerah diberikkan kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah otonom. 64 Menurut Sri Soemantri adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah otonom bukanlah hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, akan tetapi karena masalah itu adalah merupakan hakikat daripada negara kesatuan 65 2. Negara Federasi Negara serikat atau negara federal adaah suatu negara yang terdiri atas beberapa negara bagian, tetapi setiap negara bagian tersebut tidak berdaulat. Yang berdaulat adalah gabungan negara-negara bagian itu. Negara-negara bagian mempunyai kekuasaan untuk membuat dan memiliki UUD tersendiri, kepala negara tersendiri, parlemen tersendiri, dan kabinet tersendiri. Sementara untuk angkatan perang, hubungan luar negeri, keuangan dan moneter lazimnya berada sebagai kekuasaan pemerintah federal. Dalam bentuk negara serikat, setiap negara bagaina bebas, untuk melakukan tindakan ke dalam selama tidak bertentangan dengan UUD federal. Tindakan ke luar khususnya dengan negara lain (hubungan internasional), hanya dapat 64 65 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung, 2012, h.28 Sri Soemantri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Rajawali, Jakarta, 1982, h.52 50 dilakukan melalui atau oleh pemerintah federal. Jadi untuk hubungan luar negeri negara-negara bagian tidak mempunyai kewenangan. Menurut R. Kranenburg, sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo, terdapat perbedaan antara bentuk negara kesatuan dengan bentuk negara federal, yakni : a. Negara bagain dalam suatu federasi memiliki “pouvoir constituent” yakni wewenang membentuk UUD sendiri serta wewenang mengatur bentuk organisasi sendiri dalam rangka batas-batas konstitusi negara federal, sedangkan dalam negara kesatuan organisasi pemerintah daerah secara garis besar telah ditetapkan oleh pembentukan undang-undang pusat; b. Dalam negara federal, wewenang membentuk undang-undang pusat untuk mengatur hal-hal tertentu telah terperinci satu-persatu dalam konstitusi federal, sedangkan dalam negara kesatuan, wewenang pembentukan undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan umum dan wewenang pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat lokal tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat itu. Menurut K.C. Wheare, prinsip negara federal adalah bahwa kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam bidang-bidang tertentu bebas satu sama lain dalam kewenangannya masing-masing. Misalnya dalamhubungan luar negeri dan soal mencetak uang, pemerintah federal sama sekali bebas dari campur tangan pemerintah negara 51 bagian (negara bagian harus tunduk pada kebijakan pemrintah federal). Sedangkan masalah-masalah kebudayaan, kesehatan, dan sebagainya, pemerintah negara bagian misalnya bebas dari campur tangan pemerintah federal. 66 66 I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Op.cit, h.100 52 Dibawah ini merupakan tabel yang akan membantu pembaca memahami konsep pembagian dan pemisahan kekuasaan. 67 TEORI NEGARA HUKUM PRINSIP DEMOKRASI TEORI PEMISAHAN/PEMBAGIAN KEKUASAAN PEMBAGIAN KEKUASAAN VERTIKAL PEMBAGIAN KEKUASAAN HORISONTAL TEORI DESENTRALISASI/SENTRALISASI TEORI FUNGSI NEGARA Pem. Neg. Federal Pem. Neg. Bagian Pem. Pusat Pem. Daerah Eksekutif Legislatif Yudikatif Teori Bentuk Susunan Negara Sistem Federal Sistem Kesatuan KESATUAN FEDERAL PENDULUM KONTNUM KESATUAN-FEDERAL 67 Ibid 53 3. Sejarah Bentuk Negara Indonesia Republik Indonesia yang didirikan berdasarkan proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah Negara Kesatuan. Sebelum proklamasi, sudah dipertimbangkan baik-baik oleh pengamat politik bagaimana susunan organisasi kemerdekaan apabila telah sampai ketahap yang semestinya. Untuk menghemat tenaga manusia dan keuangan negara, maka bentuk kesatuanlah yang sesuai dengan kenyataan ditanah Indonesia. Lagi pula dasar kesatuan, seperti telah di capai oleh Angkatan muda Indonesia pada 28 Oktober 1928 memberi kesadaran bahwa kesatuan ialah sumber tenaga untuk membentuk bangsa-turunan dan bangsa-negara. Sesuai dengan pendirian pergerakan kemerdekaan pada hari Proklamasi maka ditetapkanlah dalam Konstitusi 1945 pada pasal pertama ayat (1): “Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Jadi negara Proklamasi ialah Republik Kesatuan. 68Karena persengketaan dengan Belanda telah berakhir dengan menghasilkan suatu kompromi yang membawakan konsepsi Negara Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federasi. Pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil persetujuan Meja Bundar telah terjadi penyerahan kedaulatan atas Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat. RIS ini adalah negara federal yang terdiri dari Rebuplik Indonesia dan 18 daerah bagian atau kota, yaitu: Pasundan, Indonesia Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah, Madura, Sumatera Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, 68 Mr. Muhammad Yamin, Konstituante Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi, Djambatan Djakarta, Jakarta, 1956, h.170 54 Banjarmasin, Bangka, Belitung, Riau, Dayak Besar, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Padang, Sabang, dan Kotawaringin. 69RIS ini adalah ganjil sekali. Ganjil karena negara yang berdaulat penuh seperti Republik Indonesia didudukkan sejajar dengan negara-negara buatan Belanda yang sama sekali tidak berakar pada kehendak rakyat. Republik Indonesia merupakan negara besar dengan daerah yang begitu luas dan rakyatnya yang berjumlah banyak, disamakan kedudukannya dengan daerah dan kota-kota kecil seperti, misalnya Palembang, Medan yang notabene pun, tidak mempunyai dasar yang kuat untuk diterima oleh akal yang sehat. Karena hal tersebut maka federasi itu tidak panjang umurnya. Pada tanggal 15 Agustus 1950, jadi belum berumur delapan bulan, negara federasi iniatas desakan rakyat banyak dengan aksi demonstrasi dimana-mana, republik federasi ini akhirnya dilebur kembali menjadi satu negara kesatuan Republik Indonesia dengan mendapat Undang-Undang Dasar baru yang bersifat sementara. 70 Konstitusi RIS membuka kesempatan untuk membentuk negara unitaris menurut keinginan rakyat. Atas desakan pergerakan rakyat, maka Dewan Perwakilan Rakyat RIS segara menggunakan kesempatan untuk mengubah susunan ketatanegaraan dalam negeri itu. Segala negara dan daerah bagian yang menjadi bahan bagi bentukan federal satu persatu habis gugur oleh tangan DPR dan Gerakan Rakyat. Akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 tercapailah persetujuan 69 70 Samidjo, Ilmu Negara, CV Armico, Bandung, 2002, h.169 Mr. Muhammad Yamin, Proklamasi Dan Konstitusi Republik Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1958, h.13. 55 antara RI dan RIS untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. 71 Setelah rancangan Konstitusi RI 1950 itu disahkan oleh Badan Pekerja KNIP di Yogyakarta dan oleh Senat serta Dewan Perwakilan Rakyat di Kota Jakarta, maka dinyatakan bahwa pada tanggal 15 Agustus 1950 berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan memakai Konstitusi RI 1950 sebagai Undang-Undang Dasarnya. Pengertian negara kesatuan sampai dua kali diulang dalam Konstitusi 1950; dalam suatu kalimat Mukadimah disebutkan degan tegas: “maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam Negara yang berbentuk republik-kesatuan” berdasarkan ajaran Pancasila. Kalimat itu diulang pada pasal satu bahwa “ Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara-hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.Setelah Dewan konstituante yang dibentuk dengan pemilihan umum ternyata tidak mampu menyelesaikan tugasnya sehingga tidak diperoleh konstituante yang tetap, maka dengan dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 Dewan Konstituante ini dibubarkan dan dinyatakan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar tahun 1945. 72 71 Ibid. 72 Samidjo, Op.Cit.