/(2$*867,12 PERIHAL ILMU POLITIK; Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik Oleh : Leo Agustino Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2007 Hak Cipta © 2007 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. GRAHA ILMU Candi Gebang Permai Blok R/6 Yogyakarta 55511 Telp. : 0274-882262 ; 0274-4462135 Fax. : 0274-4462136 E-mail : [email protected] Agustino, Leo PERIHAL ILMU POLITIK;Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik / Leo Agustino - Edisi Pertama - Yogyakarta; Graha Ilmu, 2007 xvi + 254 hlm, 1 Jil : 21 cm. ISBN : 978-979-756-265-6 1. Sosial Politik I. Judul Sekali lagi, buat: Indah, Indira, dan Aqila KATA PENGANTAR Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira Dr. Dede Mariana, M.Si B uku tentang Ilmu Politik sudah sangat banyak ditulis dan diedarkan. Apalagi dalam era globalisasi dewasa ini, berbagai literatur asing mengenai Ilmu Politik, baik yang hanya membahas dasar-dasar teori Ilmu Politik sebagai sebuah pengantar maupun yang membahas lebih mendalam dan komprehensif tentang perkembangan Ilmu Politik. Demikian pula, perkembangan Ilmu Politik di Indonesia diindikasikan pula dari ratusan buku tentang Ilmu Politik yang beredar di pasaran. Bila demikian, lantas apa istimewanya kehadiran satu buku lagi tentang politik khususnya tentang Ilmu Politik? Pascareformasi, dinamika politik di Indonesia seolah mengalami kebangkitan kembali. Para pengamat politik bermunculan untuk menjelaskan berbagai fenomena politik yang terjadi. Berbeda dengan masa Orde baru, di mana penjelasan tentang fenomena politik lebih banyak bernuansa normatif, dewasa ini analisa politik sangat bervariasi, mulai dari yang normatif hingga yang kritis, dari yang logis hingga yang kontroversial. Hingar-bingar pertarungan kekuasaan dalam arena politik praktis menjadi bahan yang tidak ada habisnya untuk terus diamati, dikomentari, dikaji, dan dianalisis hingga akhirnya lahirlah berbagai teori baru tentang politik. Teori-teori baru yang bisa jadi menentang kebenaran ilmiah yang dulu dipertahankan oleh paradigma lama Ilmu Politik. Dalam paradigma Ilmu Politik klasik, kedudukan negara sangat kuat dan mendominasi hampir seluruh kajian tentang fenomena politik. Negara adalah pelindung masyarakat, pemelihara tertib politik, dan pemberi kemakmuran bagi rakyatnya. Dinamika perkembangan sosial-budaya dan ekonomi yang sangat cepat pascaRevolusi Industri berpengaruh besar terhadap ruang lingkup (scope) dan metode Ilmu Politik. Lahirlah paradigma baru dalam Ilmu Politik ke arah paradigma behavioralisme. Peran negara masih cukup kuat sebagai obyek kajian Ilmu Politik, namun juga muncul pergeseran perspektif ke arah kajian-kajian tentang masyarakat dan pasar. Keberadaan negara mulai digugat karena ternyata tidak cukup mampu menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakatnya. Kehadiran teori-teori perilaku dan modernisasi pembangunan mendominasi khazanah Ilmu Politik, tidak hanya dalam tataran akademik tapi juga ideologis. Hingga kemudian dominasi ini memunculkan counter hegemony dari para pendukung mazhab frankfrut yang menandai lahirnya teori-teori kritis. Kemakmuran yang diyakini dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi dikritik sebagai bentuk imprealisme baru karena menimbulkan kesenjangan dan ketergantungan antarnegara. Persfektif yang berpusat pada negara sebagai aktor utama dalam dinamika politik mulai bergeser ke arah masyarakat (society centered). Paradigma Ilmu Politik berkembang memasuki periode pascabehavioralisme. Scope dan metode Ilmu Pilitik semakin luas, memasuki dimensi-dimensi baru di mana politik dimaknai sebagai bagian dari praktik kehidupan sehari-hari (daily politics). Obyek kajian Ilmu Politik tidak terbatas pada studi tentang negara, organisasi politik, partai politik, pemilu, tapi juga tentang gender, relasi kekuasaan, pemberdayaan masyarakat, demokratisasi, militer, dan lain-lain. Pada masa sekarang, Ilmu Politik tidak lagi bicara tentang penyelenggaraan negara secara formal, tapi semakin luas. Isu flu burung bukan hanya dijelaskan dari perspektif ilmu kedokteran, tapi juga menjadi urusan Ilmu Politik karena berkaitan dengan isu keamanan manusia (human security), juga dari kemungkinan adanya perang modern dengan menggunakan senjata biologis. Relasi kekuasaan tidak hanya mewujud dalam pertarungan politik di dalam institusi formal kenegaraan, tapi juga berlangsung antaretnis, antarstrata sosial, antargender dalam hubungan sosial di level massa. Dominasi dan hegemoni tidak hanya dilakukan melalui kepemilikan kapital dan senjata, tapi juga oleh penguasaan informasi. Media massa menjadi kekuatan politik yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Internet dan teknologi informasi lainnya menjadi media yang berpengaruh untuk mendorong berbagai perubahan dalam kekuasaan, termasuk dalam tata kelola pemerintahan. Di sisi lain, semangat lokalitas juga semakin berkembang menjadi kekuatan tandingan yang mendekontruksikan tatanan kemapanan yang selama ini diwarnai oleh uniformitas yang berada di balik topeng jargon universalitas. Kebangkitan lokalitas memunculkan banyak bentuk kearifan lokal sebagai modal sosial yang sangat berharga untuk mendorong perkembangan peradaban suatu masyarakat. Sekalipun sempat memunculkan kekhawatiran akan terjadinya benturan antarperadaban, pada kenyataanya, keanekaragaman peradaban di luar eropa barat, justru memperkaya khazanah kajian dan pemahaman tentang dinamika politik di Asia timur, asia tenggara, asia Selatan, Afrika, timur tengah, eropa timur, amerika latin dan lain-lain. Transisi kekuasaan dari pemerintah otoriter menjadi demokratis merupakan salahsatu konteks yang memperkaya khazanah perkembangan Ilmu Politik. Berbagai fenomena baru menuntut pengayaan metode agar dapat melahirkan teori-teori yang relevan dalam menjelaskan fenomena tersebut. Inilah yang mendorong perkembangan Ilmu Politik dewasa ini, dan karenanya, kehadiran buku-buku baru tentang Ilmu Politik menjadi hal yang wajar. Buku-buku ini tidak akan pernah menjadi mubazir karena ilmu Politik selalu berkembang. Sekalipun ada bagian-bagian yang membahas tentang perjalanan sejarah Ilmu politik, ini pun bukan berarti Ilmu Politik adalah ilmu yang kuno. Justru, review historis ini akan memperkaya pemahaman tentang arah perkembangan Ilmu Politik sekarang dan di masa depan. Ilmu Politik tidak akan pernah mati sepanjang umat manusia masih ada di muka bumi karena hakikatnya, manusia adalah zoon politicon, makhluk politik yang senantiasa berupaya meraih, mempertahankan, dan menambah kekuasaanya. Pada titik ekstrem, manusia akan selalu berupaya menaklukan manusia lainnya. Karenanya, Ilmu Politik menjadi penting untuk membentuk kognisi, afeksi, dan motorik manusia agar manusia tidak kehilangan kemanusiawiannya dalam relasi kekuasaan dengan sesamanya. Bandung, Agustus 2007 Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira Dr. Dede Mariana, M.Si viii Perihal Ilmu Politik KATA PENGANTAR S udah lima tahun lebih Saya menekuni kehidupan sebagai guru (tenaga pengajar/dosen) diperguruan tinggi. Selama itu pula Saya mulai bergulat lebih serius mengenai (dan dengan) tema-tema akademik yang sebelumnya juga Saya pelajari ketika menjadi mahasiswa. Lebih khususnya mengenai tema-tema: politik, kebijakan publik, serta otonomi daerah (termasuk birokrasi di dalamnya). Awalnya tidak pernah menduga bahwa Saya akan mempelajari banyak hal. Pada awal-awal masa mengajar, seperti pengajar-pengajar lainnya (mungkin), Saya memanfaatkan buku-buku ketika kuliah serta literatur-literatur yang pernah Saya pelajari dalam pendidikan Sarjana dan Magister. Tetapi itu saja tidak cukup. Ketika dunia berubah demikian cepatnya, terutama pada masa transisional pasca-Perang Dingin, buku-buku literatur tersebut kelihatannya menjadi sangat biasa dan usang. Harus ada sesuatu yang luar biasa untuk menjelaskan pelbagai hal, baik dalam konteks internasional-global maupun dalam konteks domestik lokal, yang berkaitan dengan politik. Ketika tengah menulis buku ini memang tidak ada tendensi Saya untuk mampu menjawab semua persoalan yang tengah terjadi di muka dunia dengan pendekatan-pendekatan politik yang ada. Padahal seperti diketahui bahwa semenjak runtuhnya tembok Berlin pada tahun 1989, bubarnya Uni-soviet tahun 1991, Balkanisasi di Eropa Tengah dan Timur yang melahirkan rezim-rezim baru, krisis ekonomi di Asia Tenggara (tahun 1997), serta krisis yang sama di Rusia (tahun 1998) dan sekali lagi Brazil (tahun 1999), serta ditabraknya menara kembar World Trade Center di Amerika Serikat (tahun 2001) di mana hal-hal tersebut mempertontonkan pada kita bagaimana kelamnya kepolitikan dunia. Belum lagi bila kita lihat dari potret domestik yang catatannya tidak kalah panjang dan horror. Dan pertanyaannya, bagaimana kita dapat menyulam rangkaian kejadian tersebut dalam sebuah peta teoretikal yang komprehensif? Jawaban singkat yang dapat ditawarkan, oleh Saya (setidaknya), tentu tidaklah mudah. Ketidakmudahan tersebut dapat dimengerti, misalnya, ketika kita berusaha untuk menjawab persoalan perubahan yang tengah terjadi dengan sangat cepat. Dan perubahan yang sangat cepat dan dratis ini ternyata mengakibatkan disfungsinya peran negara. Negara kelihatan tertatih-tatih menghadapi perubahan yang memang tidak dapat dihindarkan dalam abad tanpa tapal batas ini. Munculnya sinisme pada negara atas ketidakmampuannya dalam mengantisipasi perubahan membuat banyak pihak kemudian mempertanyakan siapa kira-kira yang harus dipersalahkan dalam kekalutan yang tengah terjadi? Siapa yang harus dikontrol oleh negara, semestinya, ketika hal kekalutan/kekacauan ini belum terjadi? Atau, bagaimana upaya jalan keluar dari lilitan depresi ekonomi dan politik yang dapat dilakukan? Kita selalu saja mengatakan, dalam perspektif klasik misalnya, bahwa semua persoalan ini disebabkan oleh karena tidak berfungsinya peran-peran yang seharusnya diemban oleh lembaga: eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam mengelola negara. Tapi jawaban sederhana itu saja, hemat saya, tidak cukup memadai. Menjawab persoalan dan tantangan Abad 21 dengan menggunakan teori yang berkembang pada Abad 18 sangatlah tidak netral dan berimbang. Walaupun mungkin, teori-teori klasik dapat digunakan untuk menerangkan persoalan-persoalan yang terjadi dalam fenomen politik saat ini, tetapi tentunya hasilnya kurang memuaskan dan akurat. Kini tidak saja lagi eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang perlu kita mintakan pertanggunggugatan atas kemelorotan kualitas politik dalam negeri Indonesia, misalnya, tetapi hal ini merupakan suatu kesalahan kolektif yang sudah saling silang-menyilang sehingga agak sulit untuk menyalahkan pada ketiga institusi tersebut saja. Saya pikir, bukan hanya state yang kita mintai pertanggungjawabannya tapi juga market dan civil society. Kita sebagai pribadi dan kita sebagai subjekkolektif juga pantas untuk dimintai pertanggungjawaban atas keterpurukan yang tengah terjadi. Ilmu politik yang lebih modern, tentunya, tidak lagi hanya melihat eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang harus memerankan fungsinya dengan solid, tetapi juga (sejatinya) bagaimana tiga instrumen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari: state, market, hingga civil society saling berperan dan berfungsi sesuai arah kebijakan yang telah ditetapkan bersama (melalui kontrak sosial/politik). Jadi kesalahan dalam konteks teori politik modern tidak dapat dipundakkan hanya pada eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tetapi juga, kekacauan politik yang terjadi, sehingga Reformasi di Indonesia berjalan demikian lamban dalam menemukan jalan keluarnya, misalnya, harus juga diletakkan pada pundak para pelaku usaha (market) dan civil society seperti tersebut di atas. Buku ini tentunya tidak akan membahas kasus-kasus politik yang detail di Indonesia. Karena ia tidak hanya mencatat, membahas, dan coba memahami persoalan-persoalan politik di Indonesia tetapi lebih luas dari itu. Ia mencoba menggali secara teoretikal, sejatinya, perihal politik dalam garis besar yang menggejala di dunia. Toh didalamnya banyak contoh kasus Indonesia hal tersebut dilakukan hanya untuk mempermudah pembaca dalam memahami konteks teori dalam bentuk praksis. Buku ini berangkat dari proses yang tidak sebentar. Semenjak diberi tanggung jawab untuk mengajar Ilmu Politik, mulai tahun 2004, sejak itu pula Saya mulai membuat coretan-coretan dan catatan-catatan kecil guna mempermudah proses pembelajaran di ruang kuliah. Sedangkan buku ini sendiri mulai dipikirkan untuk dituliskan secara baik muncul pada akhir tahun 2005, yang kemudian baru digarap secara serius pada pertengahan tahun 2006. Di mana ketika itu Saya sedang berusaha untuk menuliskan kembali coretancoretan dan catatan-catatan pribadi menjadi sebuah draft utuh. Sebelum menjadi draft utuh (yang kemudian berakhir menjadi buku) diskusi-diskusi singkat dan panjang sering dilakukan demi memperbaiki konsep dan pemahaman yang sedang Saya tulis ini. Di luar itu semua, layak untuk diinformasikan bahwasannya buku ini tidak cukup menarik (atau memberikan hal yang baru) apabila dibaca oleh mereka-mereka yang sudah memiliki pemahaman awal dan menengah tentang Ilmu Politik. Maksudnya, buku ini memang ditulis untuk kepentingan pembaca pemula. Karena itu, hanya akan banyak ditemukan deskripsi konsep, teori, serta pendekatan keilmuan daripada penyajian yang analitikal. Namun dilain pihak, tidak sedikit gagasan-gagasan brilian muncul dalam diskusi-diskusi panjang yang telah kami lakukan selama rentang waktu tersebut, karenanya Saya menumpuk utang kepada para guru (serta guru-guru besar) yang membantu untuk memahami dasar-dasar Ilmu Politik yang melatarbelakangi hampir semua tulisan Saya, termasuk dalam buku ini; pada kolega-kolega di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Serang) dan Universitas Katolik Parahyangan (Bandung) yang berkontribusi dengan caranya masing-masing. Bila diminta untuk menyebutkan nama, maka terimakasih, pertama-tama, Saya x Perihal Ilmu Politik