KERANGKA ACUAN KONSORSIUM PENELITIAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI TIPE AGROEKOSISTEM PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2008 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adalah naluri manusia untuk hidup sejahtera. Oleh karena itu, kehidupan yang lebih sejahtera adalah tujuan umum yang sifatnya universal dan menjadi dambaan setiap individu, komunitas, bahkan suatu bangsa. Ekonomi merupakan salah satu dimensi pokok dari nilai-nilai yang tercakup dalam kesejahteraan. Kinerja sistem perekonomian, baik secara keseluruhan ataupun secara sektoral adalah outcomes dari proses interaksi faktor-faktor internal dan faktorfaktor eksternal. Faktor internal mencakup kreativitas, inovasi, keterampilan manajerial, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan penguasaan sumberdaya yang berkembang dalam masyarakat. Faktor eksternal adalah dinamika lingkungan strategis, baik lingkungan fisik maupun non fisik. Adalah tugas pemerintah untuk mengkondisikan terjadinya perubahan dimana faktorfaktor internal yang merupakan sumber-sumber kelemahan dapat diatasi dan sumber-sumber kekuatan terdayagunakan optimal agar mampu mengatasi ancaman dan memanfaatkan peluang yang terkait dengan dinamika faktor-faktor eksternal sehingga tujuan dan harapan masyarakat tercapai. Sebagai implikasi dari dinamika lingkungan strategis, tantangan dan permasalahan yang dihadapi sektor pertanian semakin berat. Secara garis besar, terdapat 5 driving factors yang berimplikasi serius terhadap sektor pertanian. Pertama, globalisasi dan belum terwujudnya sistem perdagangan internasional yang lebih adil (Oxfarm International, 2002; Diao et al, 2003; Hutabarat et al 2006; Sawit et al, 2006). Kedua, terjadinya perubahan iklim yang secara umum berdampak negatif pada hampir semua aspek kehidupan. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang paling rentan, terlebih-lebih di negara-negara berkembang (McCarl, Adams, and Hurd, 2001; IPPC, 2001; Yohe and Tol, 2002; Stern et al, 2006). Ketiga, meningkatnya persaingan antara pangan dan energi dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian. Keempat, degradasi sumberdaya alam yang masih terus berlangsung dan berdampak negatif terhadap produktivitas sumberdaya lahan dan air untuk pertanian. Kelima, implikasi dari beban yang dipikul sektor pertanian sebagai salah satu andalan dalam rangka pencapaian Millenium Development Goals MDGs (The World Bank and IFPRI, tanpa tahun). 1 Kondisi seperti tersebut di atas terjadi dalam lingkup global, regional, dan nasional; dan kemudian tertransmisikan tingkat lokal. Sudah barang tentu antar negara berbeda; akan tetapi secara umum kondisi yang dihadapi oleh negaranegara berkembang lebih berat karena terkendala oleh terbatasnya infrastruktur (fisik maupun non fisik), penguasaan ilmu dan teknologi, kapabilitas manajerial, struktur ekonomi, sistem politik, dan penguasaan kapital. Bagi Indonesia, peran strategis sektor pertanian bukan hanya mencakup kontribusinya dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku undustri, penyediaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan serta pendapatan masyarakat; tetapi juga merupakan penyangga perekonomian nasional dalam menghadapi krisis menoter. Secara empiris hal ini terbukti bahwa ketika krisis moneter melanda negeri ini pada tahun 1998 yang lalu ternyata sektor pertanian lebih tangguh bertahan dan mampu pulih lebih cepat dari sektor lain. Sektor pertanian adalah bagian integral dari sistem perekonomian sehingga kinerja sektor pertanian mempengaruhi kinerja sistem perekonomian secara keseluruhan; sebaliknya kinerja sektor-sektor lain juga berpengaruh terhadap kinerja sektor pertanian. Hal ini berimplikasi bahwa efektivitas kebijakan di sektor pertanian dipengaruhi pula oleh situasi dan kondisi perekonomian dalam keseluruhan; dan sebaliknya manfaat yang tercipta dari implementasi kebijakan di sektor pertanian berdampak pula pada sektor-sektor lain. Dalam tahun 2005 – 2025, visi pembangunan pertanian adalah: terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani (Departemen Pertanian, 2005). Untuk itu, tujuan Pembangunan Pertanian periode 2005 – 2009 adalah: 1. Membangun Sumberdaya Manusia (SDM) aparatur profesional, petani mandiri, dan kelembagaan; 2. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan; 3. Memantapkan ketahanan dan keamanan pangan; 4. Meningkatkan dayasaing dan nilai tambah produk pertanian; 5. Menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan; 6. Membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. 2 Dalam pembangunan pertanian, petani adalah aktor utama yang berperan sebagai subyek sekaligus obyek. Petani adalah subyek dalam posisinya sebagai pelaku ekonomi khususnya ataupun warga negara pada umumnya. Petani adalah aktor utama yang menentukan sosok sektor pertanian. Di sisi lain, dalam konteks evaluasi ataupun perumusan kebijakan maka petani (sama halnya dengan kelompok masyarakat yang lain) adalah obyek yang karakteristiknya perlu dipahami secara komprehensif dan mendalam. Dinamika tidak hanya terjadi dalam konteks lingkungan strategis tetapi juga komunitas petani. Dalam konteks demikian itu karakteristik sosial ekonomi petani adalah suatu 'profil' yang di satu sisi merefleksikan rekam jejak hasil pembangunan yang telah dilakukan dan di sisi lain merefleksikan permasalahan dan tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu pemahaman komprehensif, cermat, dan mendalam terhadap substansi tersebut merupakan bekal yang sangat berharga untuk bahan evaluasi dalam rangka perbaikan pelaksanaan pembangunan maupun untuk merumuskan rancang bangun dan strategi kebijakan yang akan ditempuh. Adalah fakta bahwa perumusan kebijakan pertanian yang selama ini dilakukan juga telah dilandasi pemahaman komprehensif dan mendalam tentang karakteristik sosial ekonomi petani. Akan tetapi – sebagaimana dinyatakan di atas – permasalahan dan tantangan adalah bersifat dinamis. Implikasinya, upaya pemutakhiran (updating) data, informasi dan pemahaman terhadap arah perubahan dan kondisi aktual dapat diperoleh sehingga berdayaguna untuk mendukung terciptanya kebijakan yang aktual, efektif, dan antisipatif. 1.2. Permasalahan dan Isu Pokok Penelitian Suatu kebijakan dirumuskan untuk mengatasi dan atau mengantisipasi permasalahan publik. Lazimnya, perumusan kebijakan dibuat oleh lembaga yang memiliki otoritas legal dari seperangkat alternatif yang merefleksikan pilihanpilihan sosial, dengan dukungan data dan informasi yang lengkap, akurat, mutakhir, menangkap arah perubahan yang terjadi dari aktor utama sasaran kebijakan, dan membutuhkan pula adanya dukungan publik. Sudah barang tentu harus harmonis dengan kebijakan lain yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena target utama kebijakan pembangunan pertanian adalah petani, maka logis jika kebijakan yang dipilih merefleksikan pula advokasi kepentingan petani. 3 Secara garis besar, permasalahan dan tantangan yang dihadapi sektor pertanian dapat dipilah menjadi dua: (1) di lingkup makro, dan (2) di lingkup makro. Sudah barang tentu antar variabel yang tercakup didalamnya saling berhubungan dan umumnya membentuk suatu konfigurasi yang rumit. Oleh karena itu, mengingat bahwa aspeknya sangat luas maka harus difokuskan pada substansi permasalahan yang dipandang strategis, dalam arti sangat relevan dengan kondisi terkini dan secara langsung maupun tidak langsung akan selalu menentukan dinamika sosial ekonomi petani. Demikianpun halnya dengan lingkup mikro, permasalahan dan tantangan yang akan diteliti juga harus difokuskan pada aspek-aspek utama yang menentukan dinamika sosial ekonomi petani dan merupakan isu kebijakan terkini. Dalam lingkup makro, pengaruh dari dinamika perekonomian nasional terhadap sektor pertanian terjadi melalui mekanisme kaitan sektoral antar sektor pertanian dengan sektor-sektor perekonomian lainnya. Oleh karena itu, aspek ini dapat dipandang sebagai substansi penelitian yang penting. Analisis lingkup mikro dalam aspek ekonomi dan sosial budaya melalui pendekatan terpadu dari disiplin ilmu terkait merupakan pendekatan yang dipandang paling sesuai untuk memperoleh pemahaman komprehensif dan mendalam tentang karakteristik sosial ekonomi petani. Dalam konteks ini pengaruh dari keragaman ekosistem (agroekosistem) harus diakomodasikan dalam pendekatan penelitian tersebut. Cakupan permasalahan yang dipandang paling relevan dengan kebutuhan untuk perumusan kebijakan terkini antara lain: 1. Karakteristik dan arah perubahan struktur tenaga kerja pertanian dan implikasinya terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani dan rumah tangga petani. 2. Struktur dan arah perubahan penguasaan lahan pertanian serta arah perubahannya dan implikasinya petani khususnya dan rumah tangga pedesaan pada umumnya. 3. Profil dan arah perubahan pola tanam. Dalam konteks makro, pola tanam dapat dipergunakan untuk melengkapi 'peta komoditas'. Data dan informasi yang dihasilkan dari analisis pola tanam juga sangat berguna untuk melengkapi peta dasar yang diperlukan dalam merumuskan kebijakan pemerintah dalam rangka adaptasi terhadap perubahan iklim. 4 4. Tanpa berpretensi mengesampingkan komoditas lain, adalah fakta bahwa beras adalah komoditas strategis yang posisinya sangat istimewa dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu identifikasi terhadap peluang dan kendala pengembangan komoditas tersebut di tingkat petani selalu merupakan isu aktual karena tak lepas dari situasi dan kondisi lingkungan yang pada hakekatnya adalah dinamis. 5. Akses petani terhadap sarana dan prasarana perekonomian, khususnya yang terkait langsung terhadap kegiatan usahatani. 6. Profil dan arah perubahan konsumsi dan pengeluaran rumah tangga. Aspek ini sangat penting karena: (i) menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan level rumah tangga, (ii) perubahan polal konsumsi menyediakan informasi mengenai arah perubahan pola permintaan pangan, (iii) pengeluaran rumah tangga merefleksikan tingkat kesejahteraan rumah tangga berdasarkan indikator ekonomi. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya dalam perekonomian nasional. 2. Menganalisis struktur dan arah perubahan struktur tenaga kerja pertanian dan implikasinya terhadap kinerja usahatani. 3. Menganalisis struktur dan arah perubahan penguasaan lahan pertanian dan implikasinya terhadap usahatani dan pendapatan rumah tangga. 4. Menganalisis pola tanam, arah perubahan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam memilih pola tanam. 5. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi petani padi; khususnya dalam aspek: (a) kapabilitas managerial usahatani, (b) aspek permodalan, (c) surplus produksi yang dipasarkan dan penjualan hasil panen. 6. Menganalisis akses petani terhadap sarana dan prasarana perekonomian, khususnya yang terkait langsung dengan kegiatan usahatani. 7. Menganalisis karakteristik rumah tangga petani dalam aspek konsumsi dan pengeluaran rumah tangga. 8. Menganalisis aspek-aspek sosial budaya, khususnya yang terkait dengan aspek ketenaga kerjaan, penguasaan lahan, dan adopsi teknologi. 5 1.4. Keluaran Penelitian Dari hasil penelitian ini, keluaran umum yang diharapkan adalah data dan informasi tentang profil terkini dan arah perubahan dalam karakteristik Sosial Ekonomi Petani di Indonesia. Adapun keluaran khusus yang diharapkan adalah: 1. Data dan informasi yang menunjukkan kaitan sektor pertanian dan sektorsektor perekonomian lainnya serta kecenderungan perubahannya. 2. Data dan informasi tentang karakteristik dan arah perubahan struktur tenaga kerja pertanian yang didalamnya mencakup data dan informasi tentang pengaruh fenomena 'aging' terhadap produktivitas usahatani. 3. Data dan informasi tentang karakteristik penguasaan lahan pertanian dan arah perubahannya serta implikasinya terhadap distribusi pendapatan. 4. Data dan informasi tentang karakteristik dan arah perubahan pola tanam dan kaitannya dengan informasi tentang peta komoditas pangan utama dan adaptasi terhadap perubahan iklim. 5. Data dan informasi tentang usahatani padi, terutama yang berkenaan dengan kapabilitas managerial petani dalam usahatani padi, aspek permodalan, dan aspek pemasaran di tingkat petani. 6. Data dan informasi tentang akses petani terhadap sarana dan prasarana perekonomian yang terkait langsung dengan aktivitas usahatani. 7. Data dan informasi tentang karakteristik sosial ekonomi petani dalam aspek konsumsi dan pengeluaran rumah tangga. 8. Data dan informasi mengenai aspek-aspek sosial budaya petani, terutama dalam aspek ketenaga kerjaan, penguasaan lahan, dan adopsi teknologi. II. PENDEKATAN PENELITIAN 2.1. Cakupan Penelitian Secara garis besar, analisis karakteristik sosial ekonomi petani harus mencakup dua tataran: (a) lingkup makro, dan (b) lingkup mikro. Mengingat bahwa substansi permasalahan yang tercakup dalam karakteristik sosial ekonomi petani sangat luas maka harus difokuskan pada aspek-aspek tertentu yang sifatnya strategis, dalam arti menentukan dinamika sosial ekonomi petani. 6 Pada lingkup makro difokuskan pada analisis kaitan sektoral pertanian – non pertanian. Pada lingkup mikro difokuskan pada: (1) aspek ketenaga kerjaan (struktur, arah perubahan, fenomena 'aging' tenaga kerja pertanian dan implikasinya terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani); (2) aspek penguasaan lahan (struktur, arah perubahan, implikasi terhadap peruntukan lahan dan produktivitas usahatani serta pendapatan rumah tangga); (3) analisis pola tanam (profil, arah perubahan, faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan petani dalam penerapan pola tanam), (4) usahatani padi (kapabilitas managerial, aspek permodalan, aspek pemasaran di tingkat petani); (5) Akses petani terhadap infrastruktur yang terkait langsung dengan aktivitas usahatani; dan (6) aspek konsumsi dan pengeluaran rumah tangga petani. Komunitas agraris memiliki budaya yang khas. Sebagai individu maupun secara kelompok, nilai-nilai yang dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan (sebagai produsen maupun konsumen) tidak hanya mencakup variabel-variabel dalam dimensi ekonomi tetapi juga sosial budaya. Oleh karena itu, analisis dari sudut pandang sosial budaya merupakan bagian penting dari upaya pemahaman komprehensif mengenai karakteristik sosial ekonomi petani. Keragaman karakteristik sosial ekonomi petani sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam (ekosistem). Secara empiris interaksi antara ekosistem dan komoditas utama yang diusahakan oleh komunitas petani di suatu wilayah mewujud dalam karakteristik agroekosistem tertentu. Oleh karena itu, analisis karakteristik sosial ekonomi petani dalam penelitian ini akan mencakup populasi petani dari berbagai wilayah yang karakteristik agroekosistemnya berbeda. 2.2. Organisasi Penelitian Untuk dapat menjawab tujuan penelitian dan menghasilkan keluaran yang berdayaguna untuk masukan dalam perumusan kebijakan maka pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan oleh suatu Konsorsium yang terdiri Pusat Analisis Sosial Ekonomi Pertanian dan Kebijakan Pertanian dan Perguruan Tinggi. 2.3. Kerangka Pemikiran Menurut (Stevens dan Jabara, 1988), kegagalan program pembangunan di negara-negara berkembang, memberikan pelajaran tentang semakin pentingnya : (1) penggunaan model ekonomi yang benar, (2) pengetahuan mengenai kondisi empiris pertanian yang terjadi di lapangan, dan (3) 7 menghindari asumsi yang keliru. Oleh karena itu dalam memformulasikan suatu kebijakan dan merancang suatu program pembangunan pertanian, pendekatan (pemodelan) dan ketersediaaan data dan informasi sangatlah penting dan mencakup bukan hanya aspek ekonomi tetapi juga sosial budaya. Jelas bahwa itu saja belum cukup; karena yang diperlukan bukan saja tersedianya data dan informasi yang lengkap dan akurat tetapi juga menggambarkan kondisi mutakhir atau 'terkini'. Sengaja diberi isitilah 'terkini' bukan terkini karena pemaknaannya adalah demikian. Pada hakekatnya, istilah 'terkini' adalah relatif dalam arti hanya relevan dan bermakna jika pemahamannya dikaitkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa apa yang terjadi pada saat ini dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Untuk menyimpulkan apa bahwa kondisi 'terkini' lebih baik atau lebih buruk, lebih tinggi ataukah lebih rendah; dibutuhkan adanya informasi tentang kondisi sebelumnya sebagai referensi yang dijadikan acuan. Kehati-hatian lain yang harus dijadikan patokan dalam memperoleh potret terkini adalah masalah representasinya terhadap kondisi sebenarnya; baik dalam konteks dinamis maupun agregat wilayah, populasi, dan sebagainya. Prinsip ini sangat penting dipahami agar data dan informasi yang digunakan sebagai rumusan kebijakan bukan merupakan potret dari kondisi temporer yang volatil atau kasus-kasus yang tingkat generalisasinya lemah. Jika prinsip ini dilanggar, bukan mustahil yang akan dihasilkan adalah suatu rumusan kebijakan yang dapat dikategorikan 'reactive' , salah sasaran, atau tidak membumi. Dengan dasar pertimbangan seperti dimaksud di atas maka pendekatan yang ditempuh dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis kararkteristik sosial ekonomi petani harus dapat menangkap perubahan yang terjadi. 2. Perancangan dalam pengumpulan data untuk memotret kondisi terkini harus difokuskan pada aspek-aspek tertentu yang relevan dengan kebutuhan agar prinsip representasi terhadap kondisi empiris dapat dipenuhi. Dalam analisis karakteristik sosial ekonomi petani, individu petani, keluarganya, usahanya, ternaknya, konsumsinya, harta dan hutang–piutangnya, rencana-rencananya, harapan dan kekhawatirannya; harus dipahami karena berimplikasi terhadap arah pertanian dalam tataran praktis (Egbert de Vries, 1985). Bagi sebagian petani, prinsip mendahulukan selamat dengan cara 8 menghindari risiko adalah wajar krena setiap musim mereka selalu berhadapan dengan kelaparan dan segala konsekuensinya. Pengetahuan mengenai bagaimana petani membentuk kehidupan ekonomi untuk menjamin subsistensi yang stabil akan membantu untuk memahami pola-pola inovasi dan investasi yang dilakukannya, perubahan teknik budidaya, pemanfaatan bibit unggul, dan sebagainya (Scott, 1989). Model sederhana dari sistem usahatani dapat direpresentasikan oleh determinan sistem usahatani (Gambar Lampiran 1). Faktor eksternal mencakup: (1) faktor-faktor yang sifatnya "tetap" (input A), dan (2) yang sifatnya variabel (input C). Sebagian besar faktor-faktor yang termasuk kategori (1) bersifat fisik: tanah, iklim, air, dan sebagainya; sedangkan kategori (2) mencakup kebijakan pemerintah, infrastruktur, dan sebagainya. Faktor internal (input B) mencakup sumberdaya manusia petani, penguasaan aset pertanian, akses petani terhadap modal, dan sebagainya. Tercakup pula dalam faktor internal ini adalah sikap dan perilaku petani, khususnya dalam konteks ekonomi. Secara simultan, ketiga input tersebut terlibat dalam proses berlangsungnya aktivitas usahatani (operasi sistem). Keluarannya adalah produk pertanian yang kemudian dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan (subsistensi), tabungan tunai, untuk pengembangan berikutnya, dan biaya-biaya tunai untuk memenuhi usahatani periode kebutuhan non pangan. Sudah barang tentu dalam kenyataannya terdapat variasi antar rumah tangga petani, baik dalam konteks relatif maupun absolut. Untuk petani kaya mungkin alokasi untuk pangan tidak dominan; tetapi sebaliknya untuk petani miskin sebagian besar adalah dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Potensi pengembangan usahatani sangat ditentukan oleh tabungan tunai dan dana yang oleh petani memang dialokasikan untuk kepentingan tersebut. Ini merupakan umpan balik untuk terjadinya perubahan pada faktor A dan B; dan umpan balik untuk C jika kondisi sosial dan politik kondusif memposisikannya sebagai agenda kebijakan nasional yang memperoleh prioritas tinggi. 2.4. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder yang digunakan berupa data Sensus Pertanian tahun 2003, data Susenas tahun 2005 dari Badan Pusat Statistisk dan data panel tingkat rumah tangga petani yang dapat digunakan untuk mengetahui 9 dinamika rumah tangga petani dari beberapa agroekosistem dalam periode 10 tahun terakhir. Data primer diperoleh melalui survey dengan wawancara langsung pada petani dengan menggunakan kuesioner. Selain menggunakan metode survey untuk memperkaya data kuantitaif dikumpulkan juga data kualitatif yang berkaitan dengan karakteristik sosial budaya rumah tangga petani dengan teknik FGD (Focused Group Discussion). Terkait dengan aspek yang dikaji, unit analisis yang digunakan dalam studi ini adalah rumah tangga petani dan komunitas. 2.5. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai dan keluaran penelitian yang diharapkan. Penentuan lokasi penelitian akan didiskusikan secara lebih rinci dengan pihak-pihak terkait dalam Konsorsium. 2.6. Metode Analisis Metode analisis disesuaikan dengan aspek yang diteliti, tujuan yang akan dicapai dan keluaran yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian. Pendekatan, model, dan alat analisis yang akan diaplikasikan dalam penelitian ini akan dirumuskan bersama-sama dalam diskusi intensif antar pelaksana penelitian dalam Konsorsium Penelitian. III. TAHAPAN PELAKSANAAN Untuk mencapai sasaran yang diinginkan, penelitian akan melakukan tahap-tahap persiapan, pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan data, penulisan laporan penelitian, seminar dan penggandaan laporan. pelaksanaan penelitian tertera pada Lampiran 2. 10 Jadwal DAFTAR PUSTAKA Diao, X., E.D. Bonilla, and S. Robinson. 2003. Till me where it hurts, An I Tell You Who to Call. Industrialized Countries Agriculture Policies and Developing Countries. International Food Policy Research Institute, Washington, DC. Egbert de Vries. 1985. Pertanian dan Kemiskinan di Jawa. Yayasan Obor Indonesia dan PT. Gramedia, Jakarta. Hutabarat, B., S.K. Dermoredjo, H.J. Purba, E.M. Lokollo, Wahida. 2006. Analisis Notifikasi dan Kerangka Modalitas Perjanjian Perdagangan WTO. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. IPCC, 2001: Climate Change 2001: Impacts, Adaptation, and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [McCarthy, James J., Canziani, Osvaldo F., Leary, Neil A., Dokken, David J., and White, Kasey S. (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA, 1032pp. McCarl, Adams, and Hurd (2001). Global Climate Change and Its Impact on Agriculture. http://agecon2.tamu.edu/people/faculty/mccarlbruce/papers/879.pdf. Oxfarm International, 2002. Aturan-aturan Curang dan Standar Ganda: perdagangan, globalisasi, dan perjuangan melawan kemiskinan. Terjemahan ringkasan. www.marketradefair.com. Sawit, M.H., S. Nuryanti, S. Bachri, F. Dabuke. 2006. Special Safeguard (SSG), Special Safeguard Mechanism (SSM) dan Peran Bantuan Domestik di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Scott, J.C. 1989. Moral ekonomi Petani. Pergolakan dan Subsistensi di Asia tenggara. LP3ES, Jakarta. Stern, N., S.Peters, V.Bakhshi, A.Bowen, C.Cameron, S.Catovsky, D.Crane, S.Cruickshank, S.Dietz, N.Edmonson, S.-L.Garbett, L.Hamid, G.Hoffman, D.Ingram, B.Jones, N.Patmore, H.Radcliffe, R.Sathiyarajah, M.Stock, C.Taylor, T.Vernon, H.Wanjie, and D.Zenghelis (2006), Stern Review: The Economics of Climate Change, HM Treasury, London. Stevens, R. D. And J. L. Jabara. 1988. Agricultural Development Principles : Economic Theeory and Empirical Evidence. The johns Hopkins University Press, Baltimore and London. The world Bank and IFPRI. Agriculture and Achieving The Millenium Development Goals. Report No. 32729-GLB. Agriculture & Rural Development Department, World Bank. Washington, DC. http://www.worldbank.org/rural. Yohe, G.W. and R.S.J. Tol (2002), 'Indicators for Social and Economic Coping Capacity - Moving Towards a Working Definition of Adaptive Capacity', Global Environmental Change, 12 (1), 25-40. 11 Lampiran 1. Input "A": Fisik (relatif tetap) 1. Tanah (kesuburan, topografi) 2. Iklim 3. Air, irigasi 4. Lokasi, jarak, aksesibilitas 5. "Disease hazards" 6. Usaha pertanian potensial Faktor A + C Input "C" – Govt/social – variable 1. Kebijaksanaan pemerintah - harga - perdagangan - perkreditan - subsidi - tariff 2. Infrastruktur - pendidikan/latihan, penyuluhan - penelitian - pengangkutan - fasilitas pemasaran 3. Industrialisasi - ketersediaan input - permintaan produk sampingan 4. Lainnya (sistem penguasaan tanah, dsb.) Determinan eksternal Faktor "B": 1. Jumlah anggota keluarga, umur, angkatan kerja 2. Keterampilan managerial, pendidikan 3. Luas lahan, kualitas lahan 4. Ketersediaan energi di luar tenaga kerja 5. Akses terhadap kredit/modal lancar 6. Sikap/perilaku, tujuan, nutrisi, dan sebagainya. Operasi Sistem Keluaran sistem/Hasil Subsistensi Tabungan tunai Pengembangan usahatani Biaya-biaya tunai Potensi pengembangan sistem usahatani Umpan balik perubahan faktor "A" + "B" Umpan balik untuk perubahan faktor "C", tetapi ini akan terjadi hanya jika ada kondisi politik/ sosial yang tepat, jika tidak maka sistem yang akan terjadi adalah suatu "cycle endlessly" yang statis, yakni tetap tidak berkembang Gambar 1. Model Sederhana dari Determinan Usahatani. 12 13 Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 1 Kegiatan I 2 II I 3 II I 4 II I 5 II I 1. Persiapan: - Studi Pustaka - Pembuatan proposal - Penyusunan quesioner 2. Pengumpulan data 3. Pengolahan dan Analisa data: - Data sekunder - Data primer 4. Penulisan laporan 5. Seminar 6. Perbaikan laporan 7. Laporan akhir 8. Penggandaan 13 6 II I 7 II I 8 II I 9 II I 10 II I 11 II I 12 II I II