KOALISI NASIONAL REFORMASI PENYIARAN

advertisement
KOALISI NASIONAL REFORMASI PENYIARAN
www.reformasipenyiaran.org - [email protected] - @knrpid
Siaran Pers
KNRP Meminta DPR Konsisten dengan Penerapan Pola Multiplekser Tunggal
dalam Migrasi Penyiaran Digital dan Konsisten Melarang Iklan Rokok
dalam Revisi UU Penyiaran
Jakarta, 11 Oktober 2017
Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) –terdiri dari paling tidak 160 akademisi dan
praktisi serta 20 organisasi masyarakat sipil yang peduli pada penyiaran yang demokratis, adil,
dan berpihak pada kepentingan publik– MENYATAKAN KEPRIHATINAN MENDALAM terhadap
perkembangan proses pembahasan revisi UU Penyiaran. Keprihatinan ini paling tidak terkait dua
hal: (1) penetapan tentang penerapan pola multiplekser dan (2) iklan rokok.
Pertama. Ketentuan mengenai penerapan pola multiplekser dalam digitalisasi
menyebabkan tertundanya kembali pengesahan draf revisi UU Penyiaran versi DPR.
telah
KNRP memperoleh informasi bahwa penundaan tersebut terjadi karena di saat terakhir rapat
gabungan antara Badan Legislatif dan pengusul (Komisi I) DPR pada 3 Oktober 2017, terjadi
deadlock karena ada fraksi-fraksi tertentu mengundurkan diri dari pencapaian kesepakatan
meskipun sebelumnya sudah dilakukan voting di tahap panitia kerja. Ketidaksepakatan itu terjadi
dalam penentuan penataan migrasi memasuki penyiaran digital dalam hal pemilihan
penyelenggaraan multiplekser (mux).
Dalam draf RUU Penyiaran versi 3 Oktober 2017 sudah termuat ketentuan bahwa model migrasi
dari penyiaran analog ke digital yang akan dijalankan adalah multiplekser tunggal, dengan
Lembaga Penyiaran Publik bertindak sebagai penyelenggara multiplekser. Keputusan itu
dikukuhkan melalui voting di tingkat Panja dengan perbandingan suara: 5 fraksi memilih sistem
multiplekser tunggal, 4 fraksi memilih sistem multiplekser multi, dan 1 fraksi tidak hadir.
Namun ketika pengambilan keputusan hendak diambil di tingkat rapat pleno, tiba-tiba saja salah
satu fraksi dan kemudian diikuti sejumlah fraksi lainnya memilih mengundurkan diri dari rapat
pengambilan keputusan. Akibatnya rapat ditunda sampai tanggal 16 Oktober 2017.
KNRP menduga keras ini menunjukkan adanya upaya untuk membelokkan arah UU Penyiaran
untuk melayani kepentingan lembaga-lembaga penyiaran raksasa di Indonesia.
Dalam pandangan KNRP, pilihan multiplekser tunggal (single-mux) dalam penyiaran digital yang
otoritasnya diserahkan kepada negara adalah pilihan yang terbaik untuk kepentingan publik
karena sejumlah alasan berikut.
1
Dengan pola mux tunggal (single-mux), akan terjadi penghematan spektrum frekuensi radio
untuk keperluan penyiaran komersial sehingga akan ada sisa frekuensi yang dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan penyiaran non-komersial dan kepentingan komunikasi non-penyiaran. Dengan
demikian, migrasi ke penyiaran digital bukan saja akan memberikan peluang usaha dan
penataan industri siaran yang lebih adil bagi masyarakat, namun juga memberikan digital
dividend yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penyiaran non-komersial (seperti frekuensi
khusus untuk penanganan bencana alam, pendidikan, kesehatan, anak, dll) dan juga untuk
kepentingan pengembangan internet broadband ke seluruh Indonesia.
Dengan sistem mux-tunggal pula, lembaga pemegang otoritas penyelenggara multiplekser yang
ditetapkan oleh negara akan dapat memberi kesempatan yang adil terhadap setiap perlaku
usaha bisnis penyiaran untuk memanfaatkan infrastruktur penyiaran, sehingga tidak lagi terjadi
ketimpangan penguasaan frekuensi siaran sebagaimana yang sudah berlangsung selama ini.
Sebaliknya pola multi-mux yang akan memberikan kewenangan bagi pihak swasta untuk
mengelola infrastruktur multiplekser bukan saja tidak efisien dan mahal, namun hanya
menguntungkan pemain-pemain raksasa lama yang memiliki dana dan infrastuktur yang paling
memadai. Akibatnya, pemusatan penguasaan informasi yang selama ini terjadi tak akan
berubah. Yang juga mengkhawatirkan adalah kalau penguasaan multiplekser ini juga akan
dimanfaatkan untuk kepentingan politis. Hal lainnya, jika yang diterapkan adalah multi-mux, tidak
akan ada digital dividend.
Karena itu, dalam pandangan KNRP, pola yang ideal adalah pola mux-tunggal (single mux) yang
pengelolaannya diserahkan kepada negara/pemerintah. KNRP menilai DPR sebenarnya sudah
mengambil jalan yang benar dengan mendukung pola mux-tunggal yang sayangnya dianulir
untuk sementara karena keputusan fraksi-fraksi tertentu.
KNRP meminta DPR tetap memegang teguh amanat yang diberikan rakyat agar dapat bekerja
dengan menempatkan kepentingan rakyat di atas segala-galanya. KNRP berharap kelima fraksi
yang secara tegas mendukung pilihan mux-tunggal tidak mengubah sikap pada pengambilan
keputusan tanggal 16 Oktober 2017. Di sisi lain, KNRP berharap fraksi-fraksi yang masih
mendukung kepentingan industri penyiaran dapat mengubah sikapnya sehingga mendukung
kepentingan publik dengan memilih pola mux-tunggal (single mux) pada pengambilan suara
pada 16 Oktober 2017.
Kedua. Draf RUU 3 Oktober 2017 Pasal 144 ayat (1) menetapkan ”Materi siaran iklan dibatasi
untuk promosi iklan rokok”. Dengan ketentuan ini berarti ketentuan untuk melarang iklan rokok
yang telah diputuskan pada draf Komisi I sebelumnya telah diubah. Perubahan ini sejalan
dengan keputusan Baleg yang telah menghilangkan pasal pelarangan iklan rokok dalam drafnya.
Dalam kaitan dengan kepentingan publik, KNRP mendorong agar dalam proses pembicaraan
RUU selanjutnya, pasal pelarangan iklan rokok sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Komisi I
(Draf Komisi 1 tertanggal 6 Februari 2017 Pasal 144 Ayat 2 huruf i) dapat dikembalikan.
Rokok merupakan zat adiktif sebagaimana dinyatakan UU 36/2009 tentang Kesehatan Pasal 113
Ayat 2. Dengan memuat ketentuan yang membolehkan kembali iklan rokok disiarkan (Pasal 144
ayat 1), maka draf RUU 3 Oktober 2017 sesungguhnya memuat hal yang bertentangan, karena
draf yang sama telah menyatakan larangan untuk mempromosikan zat adiktif (Pasal 143 ayat 2
huruf i).
2
Lepas dari itu, pelarangan iklan rokok mestinya menjadi prioritas DPR dalam revisi UU
Penyiaran. Lebih dari 140 negara telah menghapus iklan rokok dari media penyiaran demi
perlindungan anak dan remaja dari paparan produk adiktif. Langkah DPR mempertahankan iklan
rokok adalah kemunduran dan menunjukkan ketidakpedulian untuk melindungi anak dan remaja
yang selama ini jadi target utama iklan dan promosi rokok.
Akhir Siaran Pers
KOALISI NASIONAL REFORMASI PENYIARAN
Narahubung: Bayu Wardhana, 0817128615
3
Download