STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI AKUT PADA NY. W DENGAN POST OPERASI TIROIDEKTOMI ATAS INDIKASI STRUMA NODUSA NON TOKSIK DI RUANG KANTIL NO. 19 RSUD KARANGANYAR DISUSUN OLEH : IIS AMALIAH PUTRI UTAMI NIM. P.10100 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013 STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI AKUT PADA NY. W DENGAN POST OPERASI TIROIDEKTOMI ATAS INDIKASI STRUMA NODUSA NON TOKSIK DI RUANG KANTIL NO. 19 RSUD KARANGANYAR Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DISUSUN OLEH : DISUSUN OLEH : IIS AMALIAH PUTRI UTAMI NIM. P.10100 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013 i ii iii HALAMA AN PENGE ESAHAN K Karya Tulis ini diajukann oleh : N Nama MALIAH PU UTRI UTAM MI : IIS AM N NIM : P. 101000 P Program Stu udi : DIII K KEPERAWA ATAN J Judul Karyaa Tulis Ilmiahh : Asuhan keperawattan gangguaan rasa nyam man : nyeri akut pada Ny. W dengan Postt Operasi Tiiroidektomi Atas IIndikasi Struuma Nodusaa Nontoksikk di Ruang Kantil 19 Rumah Sakit S Umum m Daerah Karranganyar. Telah disetujui d untuuk diujikan dihadapan Dewan D Penguuji Karya Tuulis Ilmiah P Prodi DIII Keperawatan K STIKes Kussuma Husadda Surakarta D Ditetapkan dii : Suurakarta H Hari/Tanggal : Seelasa, 25 Junni 2012 iv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI AKUT PADA NY. W DENGAN POST OPERASI TIROIDEKTOMI ATAS INDIKASI STRUMA NODUSA NON TOKSIK DI NRUANG KANTIL NO. 19 RSUD KARANGANYAR”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta 2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta serta selaku pembimbing dan penguji I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, selama penyusunan laporan Karya Tulis Ilmiah ini. 3. Amalia Agustin, S.Kep.,Ns selaku penguji II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, selama penyusunan laporan Karya Tulis Ilmiah ini. v 4. Tyas Ardi S, S.Kep.,Ns selaku penguji III yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, selama penyusunan laporan Karya Tulis Ilmiah ini. 5. Direktur RSUD Karanganyar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pengambilan kasus di Ruang Kantil. 6. Semua Dosen dan Karyawan beserta Staf Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat, kepercayaan, kasih sayang, kesabaran, nasihat dan dukungan dalam segala bentuknya serta atas doanya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun. 8. Sahabat dan teman-teman angkatan 2013 Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan Karya Tulis Ilmiah ini. Surakarta, Juni 2013 Penulis vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................... i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ................................................................... 5 C. Manfaat Penulisan ................................................................ 7 LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ...................................................................... 8 B. Pengkajian ............................................................................. 8 C. Perumusan Masalah ............................................................ 12 D. Rencana Tindakan Keperawatan .......................................... 13 E. Implementasi Keperawatan .................................................. 14 F. Evaluasi Keperawatan ........................................................... 16 vii BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan .......................................................................... 18 1. Pengkajian ........................................................................ 19 2. Diagnosa Keperawatan .................................................... 24 3. Rencana Tindakan Keperawatan ..................................... 26 4. Implementasi .................................................................... 26 5. Evaluasi ............................................................................ 32 B. Simpulan dan Saran 1. Kesimpulan ...................................................................... 33 2. Saran ................................................................................ 36 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP viii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data Lampiran 2 Format Pendelegasian Pasien Lampiran 3 Log Book Lampiran 4 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 5 Asuhan Keperawatan ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struma Nodusa non toksik atau yang sering disebut goiter adalah pembesaran kelenjar tyroid (Grace dan Borlay, 2006). Struma nodusa non toksik ditemukan di daerah pegunungan yang airnya kurang iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodusa ditemukan atau pada keluarga tertentu (Sjamsuhidajat dan Wim, 2004). Kekurangan yodium di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1927, ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia mulai dari ujung utara (Aceh) pulau Sumatera sampai ke Papua. Penanggulangannya telah diupayakan dengan memperkenalkan garam beryodium dengan konsentrasi 1 : 200.000 atau 5 ppm, khususnya di daerah Pegunungan Dieng dan Tengger di pulau Jawa. Kota Padang termasuk salah satu wilayah endemik sedang. Situasi ini tampak dari hasil pemetaan GAKY Nasional tahun 2003 dengan meningkatnya prevalensi GAKY pada murid Sekolah Dasar dari 8.5 persen pada tahun 1998 menjadi 10.8 persen pada tahun 2003. Berdasarkan evaluasi diatas bahwa TGR pada tahun 2003 adalah 21,5 persen. Di beberapa propinsi terlihat pula daerah-daerah endemik sedang dan berat yang baru, seperti beberapa daerah pantai di Jawa Timur dan Sumatera Barat (Muhalil dalam Agus Zukarnain, 2006). Berdasarkan evaluasi Program Penanggulangan GAKY Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2004, TGR 1 2 Kabupaten Brebes adalah sebesar 8,49 persen. Namun demikian masih ada kecamatan dengan TGR tertinggi yakni Kecamatan Sirampog sebesar 40,71 persen (Gatie, 2006). Faktor-faktor yang menyebabkan struma nodusa non toksik bermacam-macam. Pada setiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi atau stress. Pada masa-masa tersebut dapat ditemui hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tyroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia (Mansjoer, 2004). Penderita struma nodusa tidak mempunyai keluhan karena tidak terdapat hipo atau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal tetapi dapat berkembang berubah menjadi multinodular tanpa perubahan fungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat menjadi besar tanpa memberikan gejala, selain adanya benjolan di leher. Sebagian besar penderita struma nodusa dapat hidup dengan struma tanpa keluhan (Sjamsuhidajat dan Wim, 2004). Sebagian besar dari struma nodusa tidak mengganggu pernafasan karena pertumbuhan ke lateral dan anterior, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakhea jika pembesarannya bilateral. Struma nodusa unilateral dapat menyebabkan pendorongan trakhea kearah kontra 3 lateral tanpa gangguan akibat ostruksi pernafasan. Penyempitan yang hebat dapat menyebabkan gangguan pernafasan dengan gejala stridor inspirator (Sjamsuhidajat dan Wim, 2004). Penatalaksanaan dari struma Nodusa Non Toksik yaitu dengan biopsi aspirasi jarum halus cara ini dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10 milimeter (Mansjoer, 2004). Penatalaksanaan yang selanjutnya medikamentosa dengan obat antitiroid seperti karbimazoyol digunakan untuk kista yang ukuranya kurang dari 4 centimeter, bila kista lebih dari 4 centimeter dilakukan lobektomi dan dilakukan yodium radioaktif (Grace dan Borley, 2012). Yodium radioaktif yaitu memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 persen. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tyroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya (Landenson dalam Damaryanti, 2012). Apabila kista sudah adenoma atau karsinoma serta goiternya besar dan menekan jaringan sekitar, sehingga harus segera dilakukan tidakan pembedahan dengan tiroidektomi, dari tindakan tiroidektomi mengakibatkan pasien merasakan nyeri (Baradero, 2009). Selain pemantauan rutin pasca–operasi, pasien pasca tiroidektomi perlu diobservasi ketat mengenai kemungkinan timbulnya komplikasi (trauma atau kerusakan pada saraf laring, perdarahan tetani dan obstruksi) (Baradero dkk. 2009). Nyeri akibat insisi menyebabkan klien gelisah dan nyeri ini 4 merupakan penyebab tanda-tanda vital berubah. Klien yang dapat anestesi regional dan local biasanya tidak mengalami nyeri karena area insisi masih berada dibawah pengaruh anestesi (Potter dan Perry, 2006). Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tertentu yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulus atau rangsangan.Stimulus tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksgenasi. Stimulus tersebut dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Hidayat, 2012). Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan (Hidayat, 2012). 5 Hasil observasi penulis di ruang kantil no 19 pada tanggal 25 April 2013 diperoleh data bahwa ada 2 pasien dari 25 pasien yang mengalami gangguan rasa nyaman nyeri karena post operasi tiroidektomi. Hasil studi kasus pada Ny. W dengan post operasi SNNT (Struma Nodosa Non Toksik) hari pertama di ruang kantil RSUD Karanganyar didapatkan masalah Ny. W mengatakan nyeri saat menelan dan bergerak, dan pasien juga takut untuk batuk, dan apabila Ny. W tidak segera dilakukan intervensi keperawatan maka dapat menyebabkan perubahan tanda-tanda vital dan mengganggu aktivitas yang lain. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri Akut pada Ny. W dengan Post Operasi Tiroidektomi dengan Indikasi Struma Nodusa Nontoksik di Ruang Kantil 19 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada Ny. W dengan post operasi tiroidektomi atas indikasi Struma Nodusa Nontoksik di ruang Kantil 19 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. W dengan gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada pasien post operasi 6 tiroidektomi atas indikasi Struma Nodusa Non Toksik di Ruang Kantil 19 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. W dengan gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada pasien post operasi tiroidektomi atas indikasi Struma Nodusa Non Toksik di Ruang Kantil 19 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. c. Penulis mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada Ny. W dengan gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada pasien post operasi tiroidektomi atas indikasi Struma Nodusa Non Toksik di Ruang Kantil 19 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. W dengan gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada pasien post operasi tiroidektomi atas indikasi Struma Nodusa Non Toksik di Ruang Kantil 19 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. W dengan gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada Ny. W atas Post Operasi tiroidektomi dengan Indikasi Struma Nodusa Non Toksik di Ruang Kantil 19 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. f. Penulis mampu melakukan analisa kondisi pada Ny. W dengan gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada pasien post operasi tiroidektomi atas indikasi Struma Nodusa Non Toksik di Ruang Kantil 19 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. 7 C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Menambah pengetahuan dan menerapkan asuhan keperawatan dengan gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada pasien post operasi tiroidektomi atas indikasi struma nudosa non toksik. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai referensi untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa khususnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada pasien post operasi tiroidektomi atas indikasi struma nodusa non toksik. 3. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada pasien post operasi tiroidektomi atas indikasi struma nodusa non toksik. 4. Bagi Pembaca Sebagai bahan untuk mengetahui tentang manajemen nyeri akut post operasi tiroidektomi atas indikasi struma nodusa non toksik. BAB II LAPORAN KASUS Bab II ini akan menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Rasa Nyeri Akut dengan kasus pada pasien Ny. W dengan post operasi tiroidektomi dengan indikasi Struma Nodusa Non Toksik di ruang Kantil Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar pada tanggal 25 April sampai 27 April 2013. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Identitas Pengkajian pada tanggal 25 April 2013 jam 09.00 WIB, pada kasus ini dilakukan pengkajian dengan pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis, dan catatan perawat dari data pengkajian tersebut didapat hasil identitas pasien, bahwa klien bernama Ny W, alamat Malanggaten Karanganyar, berusia 59 tahun, agama Islam, pekerjaan buruh, nomor register 2713xx, diagnosa medis SNNT (Struma Nodusa Non Toksik). Penanggung bertanggung jawab kepada klien adalah Tn.S, umur 29 tahun, pendidikan SLTP, pekerjaan swasta, hubungan dengan pasien adalah anak. B. Pengkajian Ketika dilakukan pengkajian tentang riwayat keperawatan, keluhan utama yaitu nyeri pada bekas operasi tiroidektomi. Riwayat penyakit sekarang muncul gejala yaitu klien merasakan ada benjolan pada leher, dan benjolan 8 9 itu dirasakan kurang lebih tiga bulan, awalnya benjolan itu hanya sebesar kelereng tapi lama kelamaaan sebesar kuning telur ayam, kemudian pasien memeriksakan penyakitnya ke dr. D, dari dr. D menyarankan untuk dilakukan operasi atau pembedahan, kemudian pada tanggal 13 April 2013 pasien dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar setelah dilakukan pemeriksaan hasilnya yaitu terdapat SNNT (Struma Nodusa Non Toksik) atau yang disebut Goitre (pembesaran tyroid). Setelah dilakukan perekaman EKG (Elektro Cardiografi) hasilnya sinus ritme lalu pasien mendaftarkan untuk operasi, kemudian pasien disuruh datang tanggal 21 April 2013, dan direncanakan operasi tanggal 22 April 2013, setelah tanggal 22 April 2013, pasien tidak jadi dilakukan operasi, dan pada tanggal 24 april 2013 dari pukul (11.00 sampai 12.00 WIB) pasien dilakukan operasi. Kemudian pasien kembali ke ruang perawatan pukul 13.00 WIB, pasien mengeluh sakit dan nyeri pada bekas operasi, setelah dilakuan pemeriksaan hasilnya tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 76 kali per menit, respirasi 18 kali per menit, suhu 36,5 derajat celcius. Pola aktivitas dan lingkungan, makan dan minum perlu bantuan orang lain (nilai 2), toileting perlu bantuan orang lain (nilai 2), molilitas ditempat tidur perlu bantuan orang lain (nilai 2) berpindah perlu bantuan orang lain (nilai 2), ambulasi atau ROM tidak ada gangguan (nilai 0) Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan tidur 8 jam perhari malam jam 21.00 sampai 04.00 WIB dan jarang tidur siang, kondisi saat bangun tidur segar, selama sakit pasien mengatakan pada malam hari 5 10 jam dari pukul 09.00 sampai 02.00 WIB, setelah itu pasien tidak bisa tidur lagi sampai pagi dan siang hari pasien tidak pernah tidur siang karena merasakan nyeri pada bekas operasi terganggu selama perawatan di rumah sakit. Pola kognitif perceptual, sebelum sakit pasien mengatakan dapat berbicara dengan jelas, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, selama sakit pendengaran jelas, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, dan pasien mengeluh nyeri, Provocative = nyeri setelah operasi Quality = nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, Region = nyeri terasa dileher tepatnya dikelenjar tyroid, Scale = skala nyeri 7, Time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat bergerak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum pasien tampak lemah, perut sakit, nyeri bekas operasi, bicara susah dan pusing, kesadaran composmentis, tanda – tanda vital pasien dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, pernafasan 19 kali permenit, nadi 76 kali permenit, suhu 36,8 derajat celsius. Pemeriksaan head to toe kepala messosepal, kulit kepala bersih, sedikit ada ketombe, tidak ada lesi, rambut lurus, bersih sedikit uban dan kusam. Mata simetris kanan kiri, palpebra tidak ada oedema, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, reflek terhadap cahaya baik, penggunaan alat bantu pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, penglihatan normal. Hidung simetris kanan dan kiri, tidak ada polip, tidak ada secret dan terlihat bersih. Mulut sedikit kering, tidak ada sariawan, bicara agak tidak jelas dan pelan. Gigi bersih, tidak ada karang gigi, tidak ada karies dan tidak 11 ada perdarahan pada gusi. Telinga simetris kanan kiri, bersih dan tidak ada serumen. Leher tidak ada kaku kuduk dan ada pembesaran klenjar tyroid berupa SNNT (Struma Nodusa Non Toksik) sekitar kurang lebih 4 centimeter, benjolan satu setelah dilakukan pembedahan (Tiroidektomi). Pada pemeriksaan paru, didapatkan inspeksi pengembangan dada sama kanan kiri, palpasi vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor di semua lapang paru, auskultasi vesikuler, tidak ada suara tambahan. Pada jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di SIC IV, perkusi batas atas di SIC II batas bawah di SIC IV batas kiri di mid axilla SIC V batas kanan di SIC III sternum kiri, auskultasi normal tidak ada suara tambahan. Dan abdomen inspeksi bentuk simetris dan tidak ada jejas, luka maupun bekas jahitan di abdomen, auskultasi bising usus 11 kali permenit, perkusi tympani pada kuadran 3 (tiga) serta 4 (empat), palpasi tidak ada nyeri tekan. Ekstremitas atas di bagian tangan kiri terpasang infuse RL 20 tetes per menit, dan tangan kanan tidak terpasang infuse perabaan akral hangat dan capillary refill < 3 detik kekuatan otot kanan kiri sama 5, perubahan bentuk tulang tidak ada dan ekstermitas bawah kekuatan otot kanan 5 dan kiri 4, capillary refill < 3 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada perabaan akral hangat. Dari pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium padatanggal 13 April 2013 didapatkan hasil WBC 3,9 x 103/ul (normal = 4,5 sampai 11,0 ), RBC 3,77 x 106/ul (normal = 3.50 sampai 5,50), HGB 12,1 g/dl (normal = 12 11,0 sampai 16,0), HCT 36,2 % (normal 37,0 sampai 50.0), MCV 96,0 fc (normal 82,0 sampai 95,0), MCHC 33,4 g/dl (normal 11,5 sampai 14,5), PLT 348 x 103/ul (150 sampai 450), FT4 11,72 pmol/L (normal 9-20), TSH 4,17 mU/L (normal eutyroidism = 0,25, Hypertiroidism = kurang dari 0,15, Hypohtiroidism = kurang dari 7), GDS 80 mg/dL dan dari pemeriksaan Radiologi didapatkan hasil kesan yaitu proses peradangan yaitu SNNT (Struma Nodusa Non Toksik), dilakukan pemeriksaan EKG (Elektrokardiogram) hasilnya Sinus Ritme. Di ruangan kantil pasien mendapatkan terapi infus RL 20 tetes per menit, injeksi ceftriaxone 500 milligram, injeksi ranitidin ¾ ampul/12, paracetamol tablet 500 miligram, keterolac 30 miligram dan sistenol 50 miligram. Pasien menjalani operasi tanggal 24 April 2013 dan penulis melakukan pengkajian tanggal 25 April 2013. C. Perumusan Masalah Keperawatan Data hasil pengkajian dan observasi diatas, penulis melakukan analisa data kemudian memutuskan prioritas diagnosa keperawatan sesuai dengan kegawatan yang dialami klien atau yang harus segera mendapatkan penanganan karena apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan masalah yang lain. Prioritas diagnosa keperawatan yang penulis angkat yaitu gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik (pembedahan tiroidektomi). Pengkajian data subyektif yang didapatkan provocative = nyeri setelah operasi, quality = nyeri terasa seperti ditusuktusuk, region = nyeri terasa di leher tepatnya dikelenjar tyroid, scale = skala 13 nyeri 7, time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat bergerak dan menelan, data obyektif pasien tampak meringis menahan sakit, pasien juga takut bergerak karena merasakan nyeri. D. Perencanaan Prioritas masalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan tyroidektomi) pada Ny. W penulis akan membahas rencana keperawatan dengan tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang dari 7 menjadi 4, ekspresi wajah klien tampak rileks. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan yang pertama yaitu monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu), dengan rasional untuk mendeteksi adanya perubahan system tubuh, kedua kaji ulang karakteristik nyeri (penyebab nyeri, kualitas nyeri, tempat/bagian yang dirasakan nyeri, skala nyeri, waktu terjadinya nyeri), dengan rasional untuk membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik, ketiga berikan posisi yang nyaman (semifowler) dengan rasional untuk mengurangi tegangan pada insisi dan membantu mengurangi nyeri serta mengurangi reflek batuk pada pasien, keempat ajarkan tehnik relaksasi seperti nafas dalam dan tehnik distraksi seperti membaca buku atau membayangkan hal-hal yang indah-indah, dengan rasional untuk membantu mengarahkan kembali perhatian pasien dan untuk melokalisasi otot-otot, kelima kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik : ketorolak, dengan rasional untuk mengurangi atau mengatasi nyeri dengan tindakan farmakologi 14 E. Implementasi Tindakan yang dilakukan pada hari Kamis, 25 april 2013 yaitu jam 09.15 WIB mengkaji ulang karakteristik nyeri, respon subyektif, Provocative = nyeri setelah operasi Quality = nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, Region = nyeri terasa dileher tepatnya dikelenjar tyroid, Scale = skala nyeri 7, Time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat bergerak dan menelan, respon obyektif ekspresi wajah pasien tampak meringis menahan sakit. Pada jam 09.45 WIB memberikan posisi yang nyaman (semi fowler atau setengah duduk), respon subyektif pasien mengatakan bahwa ia lebih nyaman pada posisi yang diberikan yaitu setengah duduk, respon obyektif pasien tampak nyaman dengan posisinya saat ini karena memudahkan pasien dan mengurangi rasa nyeri pada pasien terutama saat bergerak dan menelan. Jam 11.15 WIB mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan menganjurkan untuk mengulanginya saat nyeri kambuh, respon subyektif klien mengatakan mau untuk diajarkan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyerinya, respon obyektif pasien terlihat rileks setelah mempraktikan relaksasi nafas dalam. Jam 11.35 WIB memberikan obat sesuai indikasi analgentik = ketorolac 30 miligram, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi agar cepat sembuh, respon obyektif obat ketorolac 30 miligram per delapan jam sudah masuk melalui IV tanpa adanya alergi. Tindakan yang dilakukan pada hari Jum’at, 26 April 2013 yaitu Jam 09.35 WIB mengkaji ulang karakteristik nyeri, respon subyektif , Provocative = nyeri setelah operasi, Quality = nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, region = 15 nyeri terasa di leher tepatnya dikenjar tyroid, scale = skala nyeri 6, time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat bergerak dan menelan, respon obyektif ekspresi wajah klien tampak meringis menahan sakit. Jam 09.45 WIB mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan menganjurkan untuk mengulanginya saat nyeri kambuh, respon subyektif pasien mengatakan mau untuk diajarkan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyerinya, respon obyektif pasien terlihat rileks setelah mempraktikan relaksasi nafas dalam. Jam 11.30 WIB memberikan obat sesuai indikasi analgentik = ketorolac 30 miligram, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi agar, respon obyektif obat ketorolac 30 miligram sudah masuk melalui IV tanpa adanya alergi. Tindakan yang dilakukan pada hari Sabtu, 27 April pada jam 08.45 WIB, mengkaji ulang karakteristik nyeri, respon subyektif Provocative = nyeri setelah operasi, Quality = nyeri terasa seperti cenut-cenut, region = nyeri terasa dileher tepatnya dikenjar tyroid, scale = skala nyeri 4, Time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat bergerak dan menelan, respon obyektif ekspresi wajah rileks dan pasien terlihat lebih nyaman. Pada Jam 08.50 WIB mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan menganjurkan untuk mengulanginya saat nyeri kambuh, respon subyektif pasien mengatakan mau untuk diajarkan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyerinya, respon obyektif pasien terlihat rileks setelah mempraktikan relaksasi nafas dalam. Jam 11.45 WIB memberikan obat sesuai indikasi analgentik = ketorolac 30 miligram, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk 16 di injeksi, respon obyektif obat ketorolac 30 miligram sudah masuk melalui IV tanpa adanya alergi. F. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, hasil evaluasi yang dilakukan pada hari Kamis, 25 April 2013 jam 13.20 WIB, dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah, subyektif :, Provocative =nyeri setelah operasi, Quality = nyeri terasa seperti ditusuktusuk, region = nyeri terasa di leher tepatnya dikenjar tyroid, scale = skala nyeri 6,Time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat begerak dan menelan, miring kiri, obyektif : ekspresi wajah meringis menahan sakit, Analysis = masalah belum teratasi, Planning : intervensi dilanjutkan antara lain observasi karakteristik nyeri (PQRST), berikan posisi yang nyaman, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik : ketorolac 30 miligram. Hasil evaluasi yang dilakukan pada hari Jum’at, 26 April 2013 jam 14.00 WIB dengan metode SOAP yang hasilnya adalah, subyektif : Provocative = nyeri setelah operasi, Quality = nyeri terasa seperti ditusuktusuk, region = nyeri terasa di leher tepatnya dikenjar tyroid, scale = skala nyeri 6, Time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat begerak dan menelan, obyektif : ekspresi wajah meringis menahan sakit, Planning : intervensi dilanjutkan antara lain kaji ulang karakteristik nyeri (PQRST), berikan posisi yang nyaman, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik : ketorolac 30 miligram. 17 Hasil evaluasi yang dilakukan pada hari Sabtu, 27 April 2013 jam 13.50 WIB dengan metode SOAP yang hasilnya adalah, subyektif : nyeri, Provocative = nyeri setelah operasi, Quality = nyeri terasa seperti cenutcenut, region = nyeri terasa di leher tepatnya dikenjar tyroid,scale = skala nyeri 4, Time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat begerak dan menelan, obyektif : ekspresi wajah rileks, pasien terlihat nyaman Analysis = masalah teratasi, Planning : intervensi dipertahankan antara lain, berikan posisi yang nyaman, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.: ketorolac 30 miligram. BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Manusia mempunyai kebutuhan dasar tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologi maupun psikologis. Adapun kebutuhan merupakan suatu hal yang sangat penting, bermanfaat dan diperlukan untuk menjaga homestasis dan kehidupan itu sendiri. Banyak filsafat psikologis dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia dan membahasnya dari berbagai segi (Mubarak, 2007). Abraham Maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori tentang teori kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Konsep hierarki ini menjelasksan bahwa manusia senantiasa berubah, dan kebutuhanya terus berkembang. Jika seorang merasakan kepuasan yang lebih besar, bila pemenuhan kebutuhan itu terganggu, akan timbul suatu kondisi patalogis. Hierarki Maslow tersebut membagi lima kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi, yakni kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan keselamatan, kebutuhan mencintai dicintai dan dimiliki, kebutuhan akan harga diri, serta kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologi merupakan kebutuhan yang paling dasar, salah satu yang termasuk di dalamnya adalah kebutuhan untuk mengindari dari rasa nyeri (Mubarak, 2007). Bab ini merupakan pembahasan kasus yang diambil dari BAB II, yaitu membahas mengenai kesenjangan-kesenjangan yang penulis dapatkan antara 18 19 konsep dasar teori dan kasus nyata. Asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri pada Ny. W dengan post operasi tiroidektomi atas indikasi Struma Nodusa Non Toksik hari I di ruang kantil 19 RSUD karanganyar. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian adalah mengumpulkan data obyektif dan subyektif dari pasien. Adapun data yang terkumpul mencakup informasi keluarga, pasien, masyarakat, lingkungan, atau budaya (Mcfarland dalam, Deswani, 2009). Keluhan utama yang didapatkan saat pengkajian terhadap Ny.W pada tanggal 25 April 2013 ialah nyeri setelah operasi, rasanya seperti ditusuk-tusuk, lokasi nyeri di leher tepatnya di kelenjar tyroid dengan skala nyeri 7, nyeri datang secara mendadak dan tiba-tiba sekitar 2 sampai 3 menit terutama saat menelan dan bergerak. Nyeri disebabkan karena pembedahan atau insisi tyroidektomi. Tyroidektomi adalah pengangkatan satu lobus tyroid (75 sampai 80 kelenjar tyroid). Tyroidektomi subtotal dapat menghindari hipotiroidism. Akan tetapi ada kemungkinan timbul hipotyroidism dari hipertrofi sisa jaringan tyroid yang tidak diangkat. Pembedahan yang seluruh kelenjar tyroidnya diangkat disebut tyroidektomi total. Dari pembedahan tersebut sehingga menyebabkan pasien nyeri (Baradero, 2009) 20 Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tertentu yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2012). Nyeri yang dialami oleh Ny. W merupakan nyeri akut, yang ringan karena awitan nyeri baru dirasakan selama kurang lebih tiga hari dan skala nyeri 7. Hal ini sesuai dengan teori nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan gejalanya mendadak, dan penyebab serta lokasinya sudah diketahui (Mubarak, 2007). Sedangkan penentuan skala nyeri pada Ny. W didasarkan pada skala nyeri Hayward yang menggunakan skala longitudinal yang terdiri dari angka 0 sampai 10. Angka 0 menggambarkan tidak adanya nyeri, 1-3 menggambarkan nyeri ringan, 4 - 6 menggambarkan nyeri sedang, 7 - 9 menggambarkan nyeri berat yang masih bisa terkontrol dan 10 menggambarkan nyeri yang sangat berat serta tidak bisa dikontrol (Mubarak, 2007). Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada pada Ny.W ditemukan adanya salah satu anggota keluarga yang terdapat riwayat seperti yang dialami pasien, tetapi keluarga tidak mengetahui kalau itu struma nodusa nontoksik tetapi tidak dilakukan pembedahan karena keluarga mengira itu hanya benjolan biasa saja, dan penyakit keturunan dari ayahnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa faktor nongoitrogenik yang dilaporkan berhubungan 21 dengan goiter adalah faktor genetik. Meskipun semua inhibitor tersebut diatas mengekspos daerah-daerah endemik akan tetapi tidak semua penduduk dalam daerah tersebut mengalami goiter. Studi terhadap kembar monosigot menunjukan bahwa pembesaran kelenjar gondok pada mereka yang terekspos kekurangan yodium mempunyai hubungan dengan faktor-faktor genetik. Melaporkan bahwa seorang yang di dalam sebuah keluarga yang memiliki satu penderita gondok mempunyai resiko mendapat gondok dua kali lebih besar daripada mereka yang berasal dari keluarga non gondok. Risiko ini meningkat menjadi empat kali pada mereka yang memiliki dua kali pada mereka yang memiliki dua atau lebih anggota keluarga yang menderita gondok (Thaha, 2003) . Pada pola istirahat tidur dicantumkan bahwa sebelum sakit pasien mengatakan tidur pada malam hari kurang lebih 8 (delapan) jam dari pukul 22.00 sampai 05.00 WIB, dan tidak ada gangguan saat tidur. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidak pernah bisa tidur saat malam, tidur kurang lebih hanya 5 (lima) jam dari pukul 21.00 sampai 02.00 WIB, setelah itu pasien tidak bisa tidur lagi sampai pagi, dan siang hari pasien tidak pernah tidur karena merasakan nyeri dan terganggu atas lingkungan selama perawatan dirumah sakit. Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut akan memperberat nyeri dan mengganggu pola tidur pasien (Mubarak, 2007) 22 Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stres dan dapat mengubah gaya hidup dan kesejahteraan psikologi individu. Saat nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan meningkat (Potter dan Perry 2006). Pada kasus Ny.W, tidak terjadi peningkatan tekanan darah, ini sesuai dengan teori yang ada yaitu pada awal awitan nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi, dan pernapasan akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis (Mubarak, 2008). Sedangkan pada kasus Ny.W, denyut jantung atau nadi, pernapasan, tekanan darah dan suhu tidak terjadi peningkatan dengan hasil nadi 76 kali per menit, pernapasan 19 kali per menit, 120/80 mmHg, dan suhu 36,8 derajat celcius. Hal ini dikarenakan pada kasus Ny.W, pembedahan tiroidektomi sudah berlangsung dua hari yang lalu dan Ny.W sudah mendapatkan terapi seperti analgesik sebelumnya sehingga tidak terjadi perubahan tanda-tanda vital yang signifikan (Potter dan Perry, 2006). Pada pola kognitif perseptual dicantumkan sebelum sakit klien mengatakan penglihatan, pendengaran, dan bicara jelas. Selama sakit penglihatan, pendengaran, dan bicara masih jelas, tidak ada gangguan. Pasien mengatakan Provocative = nyeri setelah operasi Quality = nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, region = nyeri terasa dileher tepatnya dikelenjar tyroid, scale = skala nyeri 7, Time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat bergerak. Sedangkan pada indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan (Muttaqin, 2008). 23 Pada pemeriksaan fisik di leher didapatkan benjolan berupa pembesaran kelenjal tyroid atau struma nodusa non toksik, benjolan hanya satu atau tunggal berdiameter kurang lebih 4 centimeter. Seperti teori yang dijelaskan bahwa adenomatosa benigna walaupun besar, tidak menyebabkan gangguan neurogik, muskuloskeletal, vaskuler, atau respirasi, atau menyebabkan gangguan menelan akibat tekanan ataupun dorongan. Benjolan tunggal harus mendapatkan perhatian yang cukup karena nodul tunggal dapat berupa nodul koloid, kista, adenoma tyroid, atau suatu karsinoma tyroid (Sjamsuhidajat dan Wim, 2004). Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 Maret 2013 dan data penunjang pada tanggal 25 April 2013 mengarah ke gambaran Struma Nodusa Non Toksik. Pemeriksaan tersebut antara lain, FT4 11,72 Pmd/L (nilai normal 9-20 Pmd/L) . TSH 4,17 (nilai normal Eutyroidis : 0,25-5, Hypertiroidism : kurang dari 0,15, Hypotiroidism : kurang dari 7). Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa defisiensi iodium (endemik) menyebabkan penurunan T4 dan peningkatan stimulus TSH yang menyebabkan struma difus (Grace Price A, 2006). Seperti yang dijelaskan pada teori Greenstein (2007) bahwa TSH merupakan tes fungsi tyroid yang paling banyak digunakan. Pengukuran ini relative tidak terganggu oleh interverensi assay dan dapat dipercaya dalm memprediksi fungsi tyroid sesuai prinsip umpan balik negatif oleh karena itu, pada hipertyrohidism, kosentrasi TSH tidak dapat di deteksi. Pada hipotyroidism primer, kosentrasi TSH meningkat dan pada hipotyroidism 24 skunder, rendahnya kadar T4 bebas disertai dengan rendahnya kosentrasi TSH. Setelah dilakukan pemeriksaan Elektrocardiografi hasilnya Sinus Ritme, dan dilakukan foto Rontgen pada tanggal 12 April 2013 hasilnya dengan kesan terdapat Struma Nodusa Nontoksik. Sesuai teori yang menyebutkan bahwa diagnosis struma ditentukan dengan pemeriksaan foto rontgen polos toraks (Sjamsuhidayat, 2004). 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subyektif dan obyektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang dikiumpulkan darri klien, keluarga, rekam medic, dan pemberi pelayan kesehatan yang lain (Deswani, 2009) The Nourth American Nursing Diagnosis Acociation (NANDA), mengidentifikasikan diagnosis keperawatan sebagai komunitas terhadap sesuatu yang berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan. Selain itu diagnosis keperawatan adalah seni dalam mengidentifikasi masalah dari tanda dan gejala yang ada dan merupakan pernyataan atau kesimpulan yang berfokus pada sifat dasar dari kondisi atau masalah. Proses diagnosis keperawatan dibagi menjadi 2, yaitu proses interprestasi dan proses menjamin keakuratan diagnosis itu sendiri. Perumusan peryataan diagnosis keperawatan memiliki beberapa 25 syarat, yaitu dapat membedakan antara sesuatu yang actual, resiko, potensial (Deswani, 2009). Diagnosa keperawatan yang muncul adalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan tyroidektomi) (NANDA 2010). Pengkajian data subyektif yang didapatkan Provocative = nyeri setelah operasi, Quality = nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, region = nyeri terasa di leher tepatnya dikelenjar tyroid, scale = skala nyeri 6, time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat bergerak dan menelan, data obyektif pasien tampak meringis menahan sakit, klien juga takut bergerak karena merasakan nyeri. Karakteristik tersebut sesuai dengan batasan karakteristik untuk masalah nyeri akut, yaitu dapat dilihat atau diukur berdasarkan lokasi nyeri, durasi nyeri (menit, jam, hari, atau bulan), irama atau periodenya (terus-menerus, hilang timbul, periode seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superficial) (Judha, 2012). Teori lain juga menyebutkan bahwa respon nonverbal yang bias dijadikan indicator nyeri, salah satunya adalah ekspesi wajah. Perilaku seperti ekspresi wajah, respons perilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisasi misalnya mengeran, meringis, berteriak, menangis (Mubarak, 2007). Pembedahan tyroidektomi, diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan tyroidektomi) sebagai prioritas diagnosa keperawatan karena nyeri pasca operasi merupakan nyeri akut secara serius yang mengancam proses 26 penyembuhan pasien, yang harus menjadi prioritas perawatan. Kasuskasus nyeri traumatik yang berat, yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan indidu mencapi tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal dengan demikian, pasien yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik (Potter dan Perry, 2006). 3. Rencana Tindakan Keperawatan Penentuan tujuan rencana tindakan dan kriteria hasil menujukkan hal yang akan dilakukan pasien, kapan akan melakukan, dan sejauh mana hal itu dapat dilakuakan Seharusnya penentuan kriteria hasil berpedoman pada prinsip SMART (Specific artinya tujuan tidak menimbulkan arti ganda, Measureable artinya tujuan harus dapat diukur, Achievable artinya tujuan harus dapat dicapai, Rational artinya tujuan harus dapat dipertanggungjabkan secara ilmiah, Time artinya tujuan harus mempunyai batas waktu yang jelas) (Nursalam, 2011). Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan intervensi pada masalah keperawatan dengan kasus nyeri, yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan, dengan kriteria hasil pasien melaporkan bahwa adanya penurunan nyeri, melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman (Prasetyo, 2010), skala nyeri berkurang menjadi 4 dan pasien tidak merasakan nyeri baik saat bergerak maupun menelan. Penentuan skala nyeri ini menggunakan skala nyeri Hayward 27 yaitu dengan skala longitudinal yang terdiri dari angka 0 sampai 10 (Mubarak 2007). Intervensi yang seharusnya dilakukan pada kasus Ny.W, yang pertama adalah monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu) tanda-tanda vital dalam batas normal karena pemeriksaan tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh. Adanya perubahan tanda vital mempunyai nilai sangat penting pada fungsi tubuh. Perubahan pada suhu tubuh menunjukkan perubahan keadaan metabolisme dalam tubuh. Denyut nadi dapat menunjukan perubahan pada sistem kardiovaskuler, frekuensi pernafasan dapat menunjukkan perubahan fungsi pernafasan. Tindakan mengukur tanda vital tidak hanya merupakan kegiatan rutin tetapi juga merupakan tindakan pengawasan terhadap gangguan dan perubahan sistem tubuh (Hidayat, 2004) Kedua kaji ulang karakteristik nyeri PQRST, hal ini dilakukan dengan rasional untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya. Pada kasus Ny.W, observasi pada intervensi yang dilakukan yaitu kaji karakteristik nyeri dengan rasional dapat menentukan terapi yang akan dilakukan (Jitowiyono 2010). Relaksasi dan imajinasi terbimbing efektif mengurangi nyeri, yakni dengan meningkatkan perasaan kontrol, mengurangi perasaan tidak berdaya dan putus asa, menjadi metode pengalih yang menenangkan, 28 serta menganggu siklus nyeri dan ansietas Menurut Mubarak, 2007. Pada Ny.W, penulis memberikan rencana tindakan keperawatan ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam) atau distraksi dengan rasional pernafasan yang dalam dapat menghirup oksigen secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri (Jitowiyono, 2010). Untuk menghilangkan nyeri dilakukan secara agresif salah satunya denga pemberian obat sesuai jadwal pada periode pasca operasi ( Mubarak, 2007). Analgesik bertujuan untuk menganggu atau memblok transmisi stimulus nyeri agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikel terhadap nyeri (Riyadi, 2012). Analgesik juga merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri, ketorolac merupakan agens analgesik yang kemanjuranya dapat dibandingkan dengan morfin (Potter dan perry, 2006). Pada kasus Ny.W, penulis memberikan rencana tindakan keperawatan yaitu kolaborasi dengan tim medis lain pemberian analgesik ketorolac dengan rasional untuk dapat menghilangkan gejala pasti sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti). 4. Implementasi Implementasi adalah tahap melakukan rencana yang telah dibuat pada pasien. Adapun kegiatan yang ada dalam tahap imlementasi meliputi : pengkajian ulang, memperbaharui data dasar, meninjau dan 29 merevisi rencana asuhan yang telah dibuat, melaksanakan intervensi keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009). Tipe implementasi berdasarkan tujuan dokumentasi adalah implementasi terapeutik yaitu dokumentasi ini ditunjukan untuk mengurangi atau meringankan masalah pasien, mencegah komplikasi, dan mepertahankan kesehatan dan tingkat paling tinggi yang mungkin dapat dicapai setiap individu, terdiri atas dua jenis yang pertama adalah tindakan keperawatan yang merupakan wewenang mandiri perawat, yang kedua adalah tindakan kolaborasi, merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat dengan berkolaborasi dengan medis atau tim kesehatan lain. Selanjutnya adalah implementasi survai merupakan proses yang membutuhkan ketajaman perawat untuk mengobservasi dan mengukur, sehingga evaluasi yang akurat dari perkembangan status pasien dapat dinilai (Deswani, 2009). Pada kasus Ny.W memerlukan implementasi terapeutik karena membutuhkan tindakan baik keperawatan maupun kolaborasi. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis secara umum merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun, namun ada beberapa perbedaan tindakan yang dilakukan disetiap harinya, misalnya tindakan keperawatan pada hari pertama tidak sepenuhnya sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditentukan. Hal ini dikarenakan tindakan keperawatan dilakukan sebagai tahap awal dalam menangani kasus. 30 Implementasi pada Ny.W, dapat dilakukan penulis sesuai rencana tindakan keperawatan yang ada. Saat melakukan tindakan keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan karena pasien kooperatif. Namun ada beberapa perbedaan tindakan yang dilakukan disetiap harinya, misalnya tindakan keperawatan pada hari pertama tidak sepenuhnya sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditentukan. Hal ini dikarenakan tindakan keperawatan dilakukan sebagai tahap awal dalam menangani kasus. Tindakan yang dilakukan antara lain,ada beberapa tindakan keperawatan yang dilakukan penulis antara lain mengkaji ulang karekteristik. Data karakteristik nyeri digunakan untuk mengetahui kapan harus melakukan intervensi sebelum terjadi atau memperburuk nyeri dan membentuk pengertian pola nyeri serta terapi yang dilakukan (Potter dan Perry, 2006). memberikan posisi semi fowler, posisi semi fowler yang diberikan perawat bertujuan untuk menentukan apakan pasien mampu mentoleransi posisi yang diberikan perawat (Potter dan Perry, 2006). Mengajarkan relaksasi nafas dalam, relaksasi ini bisa melatih pasien melakukan nafas dalam agar pernafasan terkontrol, relaksasi ini menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh, saat pasien melakukan pola pernafasan yang teratur kemudian perawat mengarahkan pasien melokalisasi daerah yang mengalami ketegangan otot sehingga dapat melepaskan nyeri yang dialami pasien (Potter dan Perry, 2006). 31 Tindakan pada hari kedua merupakan implementasi penuh dari intervensi yang sudah disusun dan merupakan rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi pada hari pertama. Tindakan yang dilakukan antara lain mengkaji ulang karakteristik nyeri, hal ini diperlukan untuk mengetahui respon pasien terhadap terapi dan intervensi yang diberikan. Memberikan obat analgetik : Ketorolac 30 miligram yang berisi ketorolac injeksi 10 miligram atau 30 miligram per milliliter, diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut derajat sedang sampai berat segera setelah operasi (ISO, 2010). Tindakan pada hari ketiga merupakan bagian dari rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi pada hari kedua. Tindakan yang dilakukan hampir sama dengan hari kedua yaitu, mengkaji ulang karakteristik nyeri pasien, memberikan posisi semi fowler, mengajarkan relaksasi nafas dalam, memberikan obat analgentik : Ketorolac 30 miligram, membantu klien untuk melakukan teknik relaksasi dan menganjurkan klien untuk beristirahat. Membantu klien untuk melakukan teknik relaksasi diperlukan untuk mengurangi nyeri klien. Teknik relaksasi pada seluruh tubuh memakan waktu sekitar 15 menit. Pasien memberi perhatian pada tubuh, memperlihatkan daerah ketegangan, daerah yang tegang digantikan dengan rasa hangat dan relaksasi. Beberapa pasien lebih rileks dengan mata yang tertutup (Potter dan Perry, 2006). 32 5. Evaluasi Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, namun evaluasi juga dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses keperawatan (Deswani, 2009). Evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan pasien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Nursalam, 2011). Evaluasi keperawatan dilakukan dengan cara pendekatan pada SOAP yaitu S (Subyektif) : data subyektif yaitu data yang diutarakan pasien dan pandangannya terhadap data tersebut, O (Obyektif) : Data obyektif yaitu data yang didapat dari hasil observasi perawat, termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit pasien, A (Analisis) : analisa atau kesimpulan dari data subyektif dan data obyektif, P (Perencanaan) : yaitu pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk mencapai status kesehatan pasien yang optimal (Hutahaean, 2010). Evaluasi pada Ny.W, dilakukan dengan metode SOAP. Pada evaluasi hari pertama pengelolaan, penulis belum mampu mengatasi masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri karena masa penyembuhan pasien masih memerlukan waktu dan karena keterbatasan waktu penulis tidak dapat mengobservasi pasien selama 24 jam sehingga rencana tindakan keperawatan dilanjutkan pada hari kedua kelolaan penulis tanggal 26 April 2013 atau hari ke-II post-operasi. Sedangkan 33 pada evaluasi hari kedua pengelolaan, pasien mengatakan masih merasakan nyeri walaupun skala nyeri berkurang. Ini menandakan adanya masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi oleh karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan oleh penulis sehingga intervensi perlu dilanjutkan. Kemudian tindakan keperawatan dilanjutkan pada hari ketiga kelolaan penulis tanggal 27 April 2013 atau hari ke-III post-operasi. Pada evaluasi hari ketiga pengelolaan, pasien mengatakan pasien mengatakan nyeri skala nyeri berkurang menjadi 4 (empat). Ini menandakan adanya masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi oleh karena masalah pasien sudah sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan oleh penulis sehingga intervensi dioptimalkan. B. Simpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Pengkajian tanggal 25 April 2013 pada Ny. W dengan gangguan rasa nyaman nyeri pada pasien post operasi tiroidektomi atas indikasi Struma Nodusa Non Toksik dengan hasil pengkajian data subyektif yang didapatkan Provocative = nyeri setelah operasi,Quality = nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, region = nyeri terasa di leher tepatnya dikelenjar tyroid, scale = skala nyeri 7, Time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat bergerak dan menelan, data obyektif klien 34 tampak meringis menahan sakit, pasien juga takut bergerak karena merasakan nyeri. b. Diagnosa yang muncul pada kasus Ny.W adalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan tyroidektomi) c. Rencana keperawatan pada Ny.W, dengan prioritas diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan tyroidektomi) pada Ny. W penulis merencanakan tindakan keperawatan dengan tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang dari 7 menjadi 4, ekspresi wajah pasien tampak rileks. Sehingga penulis menyusun rencana keperawatan yaitu kaji ulang karakteristik nyeri (penyebab nyeri, kualitas nyeri, tempat/bagian yang dirasakan nyeri, skala nyeri, waktu terjadinya nyeri), rasional untuk membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam dan tehnik distraksi seperti membaca buku atau membayangkan hal-hal yang indah-indah, dengan rasional untuk membantu mengarahkan kembali perhatian klien dan untuk melokalisasi otototot. Berikan posisi yang nyaman (semifowler), dengan rasional untuk mengurangi tegangan pada insisi dan membantu mengurangi nyeri serta mengurangi reflek batuk pada pasien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik : ketorolak 30 miligram, 35 dengan rasional untuk mengurangi atau mengatasi nyeri dengan tindakan farmakologi. d. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny.W, selama kelolaan pada tanggal 25 sampai 27 april 2013 merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun, yaitu mengkaji ulang karakteristik nyeri, mengajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam dan teknik distraksi seperti membaca buku atau membayangkan hal-hal yang indah-indah, memberikan posisi yang nyaman (semifowler), melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik : ketorolak 30 miligram. e. Evaluasi terhadap keberhasilan tindakan telah dilakukan per hari dengan hasil evaluasi pada Ny.W, yaitu dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah, subyektif : nyeri setelah operasi, Provocative = nyeri setelah operasi, Quality = nyeri terasa seperti cenut-cenut, Region = nyeri terasa di leher tepatnya dikenjar tyroid, Scale = skala nyeri 4, Time = nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat begerak dan menelan, obyektif : ekspresi wajah rileks, pasien terlihat nyaman Analysis = masalah teratasi, Planning : intervensi dipertahankan antara lain, berikan posisi yang nyaman, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.: ketorolac 30 miligram. f. Analisa terhadap kondisi nyeri Ny.W, setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 hari kelolaan didapatkan kondisi sebagai beikut 36 pada pada hari pertama pasien mengatakan nyeri karena setelah operasi, rasanya seperti ditusuk-tusuk, nyeri terasa leher tepatnya dikelenjar tyroid, dengan skala nyeri 7, dan nyeri timbul 2 sampai 3 menit terutama saat bergerak dan menelan dan pada hari kedua kelolaan skala nyeri sudah mulai berkurang menjadi 6 tetapi pasien masih mrasakan nyeri, ekspresi wajah pasien tampak meringis Pada hari ketiga kelolaan skala nyeri pasien sudah berkurang menjadi 4 dan ini sesuai kriteria hasil, dan ekspresi wajah rileks, pasien terlihat nyaman kemudian intervensi dipertahankan. 2. Saran a. Bagi instansi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Sebaiknya rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta mampu menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai yang dapat membantu kesembuhan pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya dan pada pasien dengan struma nodusa non toksik (SNNT). b. Bagi Profesi Keperawatan Sebaiknya para perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan serta mampu menjalin kerja sama dengan tim kesehatan lain maupun keluarga pasien, sebab peran perawat, tim kesehatan lain, dan keluarga sangatlah besar dalam membantu kesembuhan pasien serta memenuhi kebutuhan dasarnya. 37 c. Bagi Institusi Pendidikan Sebaiknya institusi mampu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan. DAFTAR PUSTAKA Baradero Mary dan Marry Wilfrid Dayrit, Yokobus Siswadi. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin.Jakarta : EGC Deswani. 2009. Proses keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika Gatie, Asih Luh. 2006. Validasi Total Goitre Rate (TGR) Berdasarkan palpasi Tehadap Ultrasonografi Tiroid Serta Kandungan Yodium Garam dan Air di Kecamatan Simprong Kabupaten Brebes. http://eprints.undip.ac.id/15388/1/Asih_Luhgatie.pdf. 2012 diakses tanggal 6 Mei 2013 Grace Pierce A dan Borley Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga Greenstein Ben, dan Diana F Wood. 2007. At a Glance Sistem Endokrin. Jakarta : Erlangga Hutahaean, Ns Serri. 2010. Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta : Perpustakaan Nasional Katalok Dalam Terbitan (KDT) Hidayat, A Aziz Alimul. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan ProsesKeperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Hidayat, A Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Pratikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC ISO (Informasi Spesialite Obat). 2010. ISO Indonesia: Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia. Jakarta : PT. ISFI Jitowiyono Sugeng, dan Weni Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi : Dengan Pendekatan Nanda, Nic, Noc. Yogyakarta : Nuha Medika. Judha Mohamad, Sudarti, dan Fauziah Afroh. 2012. Teori pengukuran Nyeri dan Nyeri persalina. Yogyakarta : Nuha Medika. Mansjoer Arif dan kuspuji Triyanti, dkk. 2004. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Mubarak,Wahit Iqbal dan Chayatin Nurul. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia :Teori dan Aplikasi Dalam Pratik. Jakarta : EGC Nanda Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EHGC Nursalam, 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Pratik. Jakarta : Salemba Medika Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Pratik. Edisi 4. Jakarta EGC Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu Riyadi Sujono, dan Harmoko. 2012. Standar Operating Procedure Dalam Pratik Klinik Kegawatan Dasar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Sjamsuhidayat R, Wim de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC Thaha, Abdul Rozak, dkk. 2003. Analisis Faktor ResikoCoastal Goiter. http://www.scribd.com/doc/97619857/jurnal12. diakses 10 mei 2013 Zukarnai, Agus. 2006. Peta Prevelensi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). http://www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/download/53/42