SKILL LAB EMPATI NILAI KEMANUSIAAN DARI FILM PATCH ADAMS RADITIA KURNIAWAN 10.2011.219 A6 Fakultas Kedokteran Univeritas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Jakarta [email protected] PENDAHULUAN Patch Adams adalah sebuah film yang mengangkat tema tentang kedokteran. Film yang dibintangi oleh Robin Williams diangkat berdasarkan kisah nyata Dr. Hunter “Patch” Adams dan buku Gesundheit: Good Health is a Laughing Matter oleh Adams dan Maureen Mylander. Hunter Campbell “Patch” Adams, atau biasa dipanggil Patch Adams saja, merupakan seorang dokter lulusan dari Medical College of Virginia, Health Science Divisions of Virginia Commonwealth University. Bisa dibilang sebagai dokter yang sangat eksentrik dengan ciri khasnya berupa hidung merah besar ala badut yang sering dikenakannya. Hunter "Patch" Adams, seorang mahasiswa kedokteran yang berusaha mencerahkan dunia kedokteran yang "dingin". Dokter-dokter yang kaku dan acuh tak acuh menarik perhatian Patch. Kebanyakan dokter hanya peduli dengan penyakit pasien. Menurut Patch, paham ini harus ditinggalkan. Arti sehat bukan hanya semata-mata bebas dari penyakit, melainkan juga kepenuhan atau kesejahteraan secara fisik, mental, dan sosial (WHO dalam Pyke, 1968). Apabila dokter memperhatikan aspek psikologis pasien, semangat hidup pasien akan timbul dan pasien akan lebih memperhatikan kesehatannya. Hal inilah yang mendorong Patch menggunakan metode "humor - humanisme". Ia berusaha membuat pasiennya senang dan nyaman. Apa sebenarnya falsafah yang melatarbelakangi Patch melucu? Ia berkeyakinan bahwa tugas seorang dokter bukan sekedar menyembuhkan, sebab tidak semua penyakit bisa disembuhkan. Tugas utama seorang dokter adalah membuat pasien merasa hidupnya bermutu. Patch berkata, “A doctor‟s mission shoud be not just to prevent death, but also to improve the quality of life.” Artinya, Bahwa misi seorang dokter tidak hanya mencegah pasien supaya tidak meninggal, tapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup si pasien. Dokter harus membuat pasien merasa dihargai dan bermartabat. Falsafah Patch ini mendorong ia melakukan beberapa hal. Diantaranya ia menyapa pasien dengan menyebut nama, sebab pasien adalah seorang pribadi bukan kasus. Juga ia berusaha mengurangi rasa cemas pasien dengan bersikap ramah dan santai. Memang dokter selalu sibuk dan ia harus berpikir serius. Tetapi bukankah sebenarnya dokter bisa bersikap lebih ramah dan lebih santai terhadap pasiennya? 1. Aspek Kemanusiaan. Patch Adams sangat percaya dengan kekuatan cinta, karena pasien akan merasa lebih baik dalam proses penyembuhannya dengan menggunakan kasih sayang dan akan mengonsumsi obat dengan jumlah yang lebih sedikit. Ia ingin pasien merasa lebih baik dengan kebahagiaan mental, bukan hanya melalui obat-obatan. Ia ingin menunjukkan bahwa dengan tidak memungut bayaran, ia bisa memberikan cinta dan kasih sayang kepada para pasiennya untuk proses penyembuhan pasiennya. Memang sudah sepantasnya rumah sakit dan dokter tidak melibatkan bisnis dalam praktek kedokteran. Dalam Undang-Undang Kesehatan dan Praktik Kedokteran pasal 2db dijelaskan bahwa: Manfaat adalah penyelenggaraan kedokteran harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan Saya sangat mendukung tindakan yang dilakukan oleh Patch karena, banyak dokter yang mementingkan uang lebih dari kepentingan kesembuhan pasien. Sudah banyak kasus-kasus tentang bagaimana dokter menolak pasien karena belum melakukan pembayaran. Dan kebanyakan pada saat ini, dokter-dokter tidak peduli dengan perasaan pasien dan keinginan mereka. Bagaimana ini bisa terjadi? Mungkin saja karena “timbangan” pelayanan kesehatan sudah tidak lagi seimbang. Kebanyakan dokter sekarang bergerak kearah medicine as a science – kedokteran sebagai ilmu daripada medicine as a humanity – kedokteran sebagai suatu kemanusiaan. Dokter seharusnya berkewajiban mengusahakan untuk memperoleh kepuasan bersama, dalam hal ini dokter dan pasien. Kedua belah pihak ini sama-sama manusia yang memiliki insting, pikiran, emosi dasar yang sama sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai dokter yang menerapkan ilmu rasional (medicine as a science) maka fokus dokter lebih kepada ilmu pengetahuan bagaimana mendiagnosis dan mengobatinya. Sementara pasien mengharapkan, fokus dokter lebih banyak ke sisi kemanusiaan, sosial, rasa dan ada nilai tertentu yang tidak sekadar mendapat obat/pengobatan. Sisi kemanusiaan dalam pelayanan medis seringkali tertutup oleh sains dan teknologi kedokteran yang amat canggih. Sementara kebutuhan rasa aman dari pasien banyak tercermin dalam relasi dokter-pasien pada sisi kemanusiaan (medicine as humanity). Dokter seringkali berpikir bahwa yang terpenting bagi pasien adalah bagaimana menemukan diagnosis yang tepat dan pengobatannya. Dokter berada pada sisi ilmu kedokteran bagaimana mendiagnosis dan mengobati (medicine as a science). Dalam film ini, Patch menerapkan kedokteran berdasarkan kemanusiaan (medicine as humanity). Ia menolak teknik pengobatan konvensional yang tidak mempertimbangkan keinginan pasien tetapi lebih memilih proses penyembuhannya dengan menggunakan kasih sayang. 2. Perilaku / Kepribadian Patch juga menyajikan sebuah praktik kedokteran yang berbeda. Ia mendatangi pasien-pasiennya dengan pakaian badut dan hidung besar merahnya, membuat siapa saja pasti tertawa dan mampu melupakan sedikit rasa sakit yang dialaminya. Patch juga sering melakukan kunjungan ke ruangan pasiennya. Ia beranggapan kalau untuk menganalisa (anamnesis) penyakit seorang pasien tidak hanya bisa melalui wawancara dan pemeriksaan di ruang praktek saja. Melalui kunjungan ke rumah sakit, Patch bisa melihat dengan jelas gaya hidup seseorang, kebersihan lingkungannya, pola makan dan berbagai hal lainnya yang dapat menunjukkan sebab suatu penyakit timbul. Sehingga ia bisa memberikan masukan untuk mengobati penyakit dari sumbernya langsung. Dokter adalah profesi mulia yang mendapat kepercayaan dan kehormatan dari pasien. Oleh karena itu harus menjunjung tinggi perilaku mulia, yaitu jujur, empati, kasih sayang, peka nilai, mau mendengar aktif, memberi tanggapan positif, tidak menghakimi, sabar, ikhlas, tidak emosional, terbuka, kompeten, berpengetahuan luas tentang kedokteran dan kesehatan, namun tetap sadar bahwa setiap orang mempunyai keterbatasan. Dalam film ini, Patch kerap berpakaian badut dan melucu sehingga membuat pasien tersenyum dan tertawa. Mengapa? Karena humor adalah obat semua penyakit. Humor telah diperkenalkan secara gencar sebagai pemberi kesehatan di sepanjang sejarah kedokteran, mulai dari hiprokrates sampai Sir William Osler. Bahkan tak sedikit para pasien yang ternyata bisa sembuh setelah menderita penyakit yang kronis karena humor. Benar memang kebenaran tersebut hanyalah berdasarkan pengalaman, meski demikian buku kedokteran mainstream belum menyangkalnya. Seperti terlihat dalam film, melalui senyum dan tawa, banyak pasien yang sudah tua dan kanak-kanak berhasil disembuhkan, atau sembuh dengan sendirinya. "Jika tersenyum, otak mereka mengeluarkan seretonin yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh mereka," sahut Patch Adams begitu kepergok dekan fakultas kedokteran tempat ia kuliah, saat ia sedang mengajak bercanda para pasien di bangsal rumah sakit. Senyum terpaksa, pendapat Patch tentang senyum itu kemudian populer di dunia penyembuhan. Mengutip hasil riset para ahli kesehatan, suatu saat majalah Psychology Today pernah menurunkan nasihat, "Kalau Anda melihat seseorang tanpa senyum, berikan kepada mereka sedikit senyum yang Anda miliki." Alasan dari nasihat itu sama. Ketika seseorang tersenyum, betapapun sedang tidak bahagianya orang tersebut, otak mereka akan mengeluarkan sejumlah zat kimia yang tak hanya meningkatkan sistem kekebalan tubuh, tapi sekaligus juga memberi daya angkat bagi kondisi psikologis seseorang. Suatu alat pengangkat beban jiwa, begitu kira-kira. Lebih menakjubkan lagi, dari riset itu juga diketahui bahwa biar pun hanya diinstruksikan menampilkan wajah yang tersenyum, seseorang akan memperoleh manfaat psikologis yang sama dengan orang yang sungguh-sungguh tersenyum. Dengan kata lain, meski hanya berpura-pura bahagia, tapi dengan senyuman orang dapat membuat dirinya menjadi lebih sehat dan bahagia betulan. Inilah yang membuat proses penuaan seseorang menjadi terhambat. 3. Empati Saya ingat dengan adegan ketika Patch untuk pertama kalinya ke rumah sakit yang dikelola kampusnya. Saat itu Patch dan temannya menyusup di antara mahasiswa kedokteran yang sedang melakukan kunjungan. Di depan mereka, seorang perempuan, yang kakinya hampir busuk akibat diabetes, sedang terbaring. Mahasiswa-mahasiswa kedokteran itu sibuk bertanya tentang penyakitnya kepada dokter senior. Perempuan tersebut tampak bingung, seolah bertanya "Apakah yang kalian pedulikan hanya penyakitku?" Berbeda dengan yang lainnya, Patch malah menanyakan namanya. Setelah itu, pasien tersebut tersenyum, seperti mengucap terima kasih, "akhirnya ada orang yang benar-benar peduli pada saya". Secara pribadi, adegan ini paling menyentuh saya. Hal kecil, seperti menanyakan nama, ternyata dapat membuat pasien merasa senang. Pasien tidak selalu hanya butuh janji apakah ia akan sehat. Sebuah perhatian dapat membuat harinya lebih cerah. Empati sebagaimana dikemukakan kali pertama pada 1909 berasal dari bahasa latin em dan pathos yang artinya masuk kedalam, menjadi atau menyatu. Lima puluh tahun kemudian hal tersebut dibahas pada ilmu psikososial dan psikoanalitik, bagaimana seseorang dapat merasakan dirinya sebagai orang lain dengan tetap obyektif tanpa menyertakan emosi diri. Sebagai dokter kita wajib berempati, mau dan mampu merasakan perasaan, pikiran, sikap dan perilaku pasien, tanpa melibatkan emosi diri. Bayangkan apabila kita yang menjadi pasien, merasakan fisik, pikiran, dan emosi tidak sehat, keinginan diperlakukan dengan kasih sayang dan empati, pandangan, dan harapan terhadap kesembuhan. Dalam dunia pelayanan kesehatan Indonesia, seringkali terdengar keluhan pelayanan rumah sakit yang kurang bermutu dan tidak profesional, atau kurang empati dalam melakukan program pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit. 4. Komunikasi Dalam film ini, ada seorang pasien bernama Bill Davis yang perangainya sangat buruk. Ia sering mengusir dokter dan perawat yang berkunjung ke kamarnya. Pada awalnya, Patch juga ditolaknya. Akan tetapi, ketika Patch mengajak Bill untuk membicarakan kematian, Bill merespon dengan cukup baik. Sejak saat itu, Bill mau menjalani perawatan dengan baik. Ini merupakan adegan kedua yang paling berkesan untuk saya. Patch berani mengambil resiko membicarakan topik yang dianggap paling tabu untuk dibicarakan dengan seorang pasien. Kematian merupakan proses yang menakutkan. Pasien-pasien, terutama dalam kasus penyakit terminal, seringkali stres karenanya. Kadangkala pasien ini butuh membicarakan kematian dengan seseorang. Ternyata itulah yang dibutukan oleh pasien. Keterampilan berkomunikasi dokter - pasien dalam praktik sehari-hari menjadi satu kompetensi yang wajib dimiliki dokter. Komunikasi dokter-pasien merupakan komunikasi dua arah dengan tujuan kesembuhan, dilandasi kesetaraan dan empati, ada kesepakatan tak tertulis bahwa pasien mempercayakan dirinya kepada dokter yang mengobatinya dan dokter wajib simpan rahasia jabatan. Dengan demikian komunikasi dokter-pasien bukanlah hal yang mudah, terutama saat berhadapan dengan pasien yang bermasalah mulai dari yang sederhana hingga yang rumit dan kompleks. Keterampilan berkomunikasi dengan kesetaraan, dilandasi empati disebut Komunikasi Efektif. Komunikasi tersebut lebih menjamin pesan (isi komunikasi) tersampaikan dan dimengerti sehingga tujuan menggali informasi, menetapkan diagnosis dan pengobatan lebih tepat, efektif dan efisien. Kontrol diri merupakan kunci keberhasilan guna meningkatkan taraf kepuasan pasien, mengurangi keluhan dan tuntutan, serta mengurangi risiko kesalahan praktik klinik. Komunikasi efektif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam profesionalisme kedokteran. Komunikasi efektif tersebut dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan taraf kepuasan pasien. Komunikasi dengan empati penting guna menyelesaikan masalah pasien, diagnosis dan terapi, memberikan informasi dan edukasi, menetapkan keputusan, serta berbagi (to share) pikir dan rasa, membina hubungan dokter-pasien yang lebih baik. Kompetensi komunikasi dengan empati, tidak dapat dipisahkan dari kompetensi lainnya yaitu etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik; mawas diri, serta pengembangan diri dan belajar sepanjang hayat. “Communication is not „add on‟. It is at the heart of patient care.” 5. Etik Profesi Patch selalu menerapkan prinsip golden rule dalam berinteraksi kepada pasiennya, sesuai dengan etik profesinya sebagai seorang dokter. Etika kedokteran dalam kamus kedokteran Stedman dirumuskan sebagai principles of correct professional conduct with regard to the rights of the physician himself, his patients, and his fellow practitioners. Dengan kata lain etika dalam kedokteran merupakan prinsip-prinsip mengenai tingkah laku profesional yang tepat berkaitan dengan hak dirinya sebagai dokter, hak pasiennya, dan hak teman sejawatnya. Bila dikaitkan dengan kebudayaan, maka seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dokter adalah suatu profesi yang berhubungan langsung dengan manusia sebagai lawan interaksinya dalam konteks makhluk yang sama berbudaya. Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Untuk membangun nilai-nilai sosial itu agar tetap menjadi landasan bagi setiap dokter -terutama sebagai dokter muslim- dalam menjalani kehidupan profesinya yang luas, maka disinilah pengetahuan kebudayaan menjadi konsep dasar dalam membangun jati diri sebagai petugas layanan kesehatan. Daftar Pustaka Triharnoto. The Doctor: Catatan Hati Seorang Dokter. Yogyakarta: Pustaka Anggrek. 2009 Redaksi New Merah Putih. Undang-Undang Kesehatan dan Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Redaksi Best Publisher. 2009 Boediardja, Siti Aisah. Komunikasi dengan Empati, Informasi dan Edukasi: Citra Profesionalisme Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009 Rafdinal. Hospital Development Program Training: Excellent Customer Service. Disampaikan sebagai ceramah di Departemen IK Kulit dan Kelamin, RSCM, Jakarta, November 2008. Lloyd M, Bord R. Communication Skill For Medicine. 2nd ed. Edinburgh: Churchill Livingstone: 2004.