formulasi patch natrium diklofenak berbasis

advertisement
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI PATCH NATRIUM DIKLOFENAK
BERBASIS SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE
(SCMC) SEBAGAI SEDIAAN LOKAL PENANGANAN
INFLAMASI PADA PENYAKIT PERIODONTAL
SKRIPSI
MUTIA SARI WARDANA
109102000014
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2013
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI PATCH NATRIUM DIKLOFENAK
BERBASIS SODIUM CARBOXYMETHYLCELLULOSE
(SCMC) SEBAGAI SEDIAAN LOKAL PENANGANAN
INFLAMASI PADA PENYAKIT PERIODONTAL
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far)
MUTIA SARI WARDANA
109102000014
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2013
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama
:
Mutia Sari Wardana
NIM
:
109102000014
Tanda Tangan
:
Tanggal
:
iii
11 September 2013
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama
: Mutia Sari Wardana
NIM
: 109102000014
Program Studi
: Farmasi
Judul
: Formulasi Patch Natrium Diklofenak Berbasis Sodium
Carboxymethylcellulose (SCMC) sebagai Sediaan Lokal
Penanganan Inflamasi pada Penyakit Periodontal
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt.
NIP. 198310282009012008
Sabrina, M.Farm., Apt.
NIP. 1197902222007102001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama
:
Mutia Sari Wardana
NIM
:
109102000014
Program Studi :
Farmasi
Judul
Formulasi Patch Natrium Diklofenak Berbasis Sodium
Carboxymethylcellulose (SCMC) sebagai Sediaan Lokal
Penanganan Inflamasi pada Penyakit Periodontal
:
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1
: Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt
Pembimbing 2
: Sabrina, M.Farm., Apt
Penguji 1
: Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt
Penguji 2
: Eka Putri, M.Si,, Apt
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal
: 11 September 2013
v
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Mutia Sari Wardana
: Farmasi
: Formulasi Patch Natrium Diklofenak Berbasis Sodium
Carboxymethylcellulose (SCMC) Sebagai Sediaan Lokal
Penanganan Inflamasi pada Penyakit Periodontal
Telah dibuat sediaan mukoadhesif patch yang mengandung natrium diklofenak
sebagai sediaan lokal penanganan inflamasi pada penyakit periodontal. Penelitian
ini bertujuan untuk memformulasi dan mengkarakterisasi sifat-sifat dari patch
natrium diklofenak yang berbasis sodium carboxymethylcellulose (SCMC). Patch
dibuat dalam 3 formula yaitu F1, F2 dan F3 dengan memvariasikan konsentrasi
larutan SCMC sebanyak 1,5%, 2% dan 2,5%. Patch dibuat dengan metode solvent
casting. Patch yang telah dibuat menunjukkan bahwa ketiga patch dapat melekat
dipermukaan membran gusi lebih dari 6 jam. Persen kumulatif difusi natrium
diklofenak pada jam ke-enam dari patch F1, F2 dan F3 berturut-turut adalah 37%,
40% dan 45%. Lapisan backing membran yang dibentuk dari film transparan
tegaderm diketahui dapat menahan difusi natrium diklofenak sebesar 97,5%.
Kata kunci : patch, natrium diklofenak, SCMC, tegaderm.
vi
ABSTRACT
Name
Program Study
Title
: Mutia Sari Wardana
: Pharmacy
: Formulation of Diclofenac Sodium Patch Based Sodium
Carboxymethylcellulose (SCMC) as Local Administration
for The Inflammatory Treatment in Periodontal Disease
Mucoadhesive patches containing diclofenac sodium have been made as local
administration for the inflammatory treatment in periodontal disease. The
objectives of this research were to formulate and characterized of the resulting
diclofenac sodium patches based sodium carboxymethylcellulose (SCMC).
Patches were formulated in three formulas termed F1, F2 and F3 by varying the
concentration of sodium carboxymethylcellulose (SCMC) solution in the formula
as much as 1,5%, 2% and 2,5%. Patches was prepared by solvent casting
methode. In vitro residence time showed that all formulas patch can be attachted
on the mucosa gingival bovine more than 6 hours. The cumulative diffusion of
diclofenac sodium at sixth hours from F1, F2 and F3 respectively were 37%, 40%
and 45%. Backing layer formed from transparent film of tegaderm can inhibit
diffusion of diclofenac sodium as much as 97,5%.
Keywords : patch, diclofenac sodium, SCMC, tegaderm.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan petunjuk,
rizki, nikmat iman, islam, dan dengan kekuatan dari-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Formulasi Patch Natrium Diklofenak
Berbasis Sodium Carboxymethylcellulose (SCMC) sebagai Sediaan Lokal
Penanganan Inflamasi pada Penyakit Periodontal”. Shalawat serta salam semoga
tersampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, serta keluarga, para
sahabatnya dan pengikutnya yang senantiasa bershalawat atas dirinya. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keberhasilan dalam penulisan ini tidak lepas dari orang-orang baik yang
membantu dan mendukung penulis dalam berbagai dukungan meteril, moril,
waktu, ilmu, dan semua yang berharga. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
(1)
Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt., selaku pembimbing pertama dan Ibu
Sabrina, M.Farm., Apt., selaku pembimbing kedua yang telah sangat baik
memberikan waktu, tenaga, ilmu, arahan, saran dan dukungan dalam skripsi
ini, semoga amal ibadah ibu mendapat imbalan yang lebih baik disisi Allah.
(2)
Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(3)
Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(4)
Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan bantuan
selama menempuh pendidikan jenjang strata satu di Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
(5)
Kedua orang tua, Ayahanda tersayang Drs. H. Zainul Anwar, M.Pd dan
Ibunda tercinta Hj. Anis Farida yang selalu memberikan kasih sayang, doa
yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materil. Tidak
viii
ada apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan
kasih sayang yang telah kalian berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu
memberikan keberkahan, kesehatan, keselamatan, perlindungan, cinta dan
kasih sayang kepada kedua orang tua hamba tercinta.
(6)
Untuk kakak-kakakku tersayang Budi Rahma Wardana, SEI dan Sartika
Putri Wardana, S.Pd yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan
sehingga penelitiaan ini dapat berjalan dengan lancar.
(7)
Kepada Salman Ahmad Muhammad yang telah banyak sekali memberikan
doa, semangat dan dukungan dalam berbagai keadaan.
(8)
Kakak-kakak laboran FKIK Ka Eris, Bu Lilis, Ka Lisna, Ka Liken, Ka Tiwi,
Ka Suryani, Mba Rani dan Pak Rachmadi atas dukungan dan kerja samanya
selama kegiatan penelitian.
(9)
Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang memberikan kesempatan
dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan yang besar.
(10) Dina Permata Wijaya, Novayanti, Hissi Fitriah, Warda Nabiella, Fauziyah
Utami, Hani Haifa Putri dan Ade Juwita serta teman-teman laboratorium
yang telah banyak memberi semangat dan kebersamaannya, terima kasih
atas kerjasama dalam penelitian ini.
(11) Teman-teman seperjuangan farmasi 2009, Phenols dan EDTA C
(12) Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
membantu dan mendukung penulis selama penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini.
Ciputat, 11 September 2013
Penulis
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Mutia Sari Wardana
NIM
: 109102000014
Program Studi
: Farmasi
Fakultas
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dangan judul
FORMULASI PATCH NATRIUM DIKLOFENAK BERBASIS SODIUM
CARBOXYMETHYLCELLULOSE (SCMC) SEBAGAI SEDIAAN
LOKAL PENANGANAN INFLAMASI PADA PENYAKIT
PERIODONTAL
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang
Hak Cipta
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 11 September 2013
Yang menyatakan,
(Mutia Sari Wardana)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
ABSTRAK ..................................................................................................
ABSTRACT ...............................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...............
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
DAFTAR TABEL .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xiii
xiv
xv
BAB 1. PENDAHULUAN ...........................................................................
1. 1 Latar Belakang ......................................................................
1. 2 Perumusan Masalah ..............................................................
1. 3 Hipotesis Penelitian ...............................................................
1. 4 Tujuan Penelitian ..................................................................
1. 5 Manfaat Penelitian ................................................................
1
1
3
3
3
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4
2. 1 Penyakit Periodontal ............................................................. 4
2. 2 Gingiva ................................................................................. 5
2. 3 Sistem Penghantaran Obat Lokal ........................................... 5
2. 4 Patch ..................................................................................... 6
2. 5 Mukoadhesi ........................................................................... 8
2. 6 Natrium Diklofenak ............................................................... 12
2. 7 Sodium Carboxymethylcellulose ............................................ 13
2. 8 Poliuretan .............................................................................. 15
BAB 3. METODE PENELITIAN ..............................................................
3. 1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................
3.1.1 Tempat Penelitian ......................................................
3.1.2 Waktu Penelitian .......................................................
3. 2 Alat dan Bahan Penelitian .....................................................
3.2.1 Alat Penelitian ...........................................................
3.2.2 Bahan Penelitian ........................................................
3. 3 Prosedur Kerja ......................................................................
3.3.1 Pembuatan Patch Natrium Diklofenak ........................
3.3.2 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 6,8.....................
3.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi .......................................
3.3.4 Evaluasi Viskositas Cairan Pembentuk Film (CPF) .....
xi
16
16
16
16
16
16
16
17
17
18
18
18
Evaluasi Patch ......................................................................
3.4.1 Evaluasi Fisik Film SCMC ........................................
3.4.1.1 Organoleptis ..............................................
3.4.1.2 Keragaman bobot .......................................
3.4.1.3 Keseragaman Kandungan ...........................
3.4.1.4 Keragaman Ketebalan ................................
3.4.2 Evaluasi Akhir Patch .................................................
3.4.2.1 Uji pH Permukaan .....................................
3.4.2.2 Daya Tahan Lipatan ...................................
3.4.2.3 Uji Derajat Pengembangan ..........................
3.4.2.4 Uji Waktu Tinggal .....................................
3.4.2.5 Uji Kemampuan Difusi Zat Aktif ................
3.4.2.6 Uji Kebocoran Backing Membran ..............
18
18
18
18
19
19
19
19
19
19
20
20
20
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
4.1 Formulasi Patch Mukoadhesif ...............................................
4.2 Organoleptis Cairan Pembentuk Film (CPF) ..........................
4.3 Viskositas Cairan Pembentuk Film (CPF) .............................
4.4 Organoleptis Film SCMC dan Patch .....................................
4.5 Karakteristik Fisikokimia Film SCMC ...................................
4.6 pH Permukaan .......................................................................
4.7 Daya Tahan Lipatan ..............................................................
4.8 Waktu Tinggal ......................................................................
4.9 Derajat Pengembangan ..........................................................
4.10 Kemampuan Difusi Zat Aktif .................................................
4.11 Kebocoran Backing Membran ................................................
21
21
22
23
24
25
26
27
27
28
29
33
3. 4
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 35
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 35
5.2 Saran ..................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 36
LAMPIRAN ............................................................................................... 40
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Gambar 2.4.
Gambar 2.5.
Gambar 2.6.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
Gambar 4.7.
Gambar 4.8.
Gambar 4.9.
Gambar 4.10.
Tahap-tahap mukoadhesi .......................................................
Struktur kimia natrium diklofenak .........................................
Struktur kimia sodium carboxymethylcellulose .......................
Struktur kimia poliuretan .......................................................
Struktur kimia sodium carboxymethylcellulose .......................
Struktur kimia poliuretan ........................................................
Gambar mikroskopik cairan pembentuk film SCMC ..............
Gambar organoleptis film SCMC dan patch ...........................
Gambar mikroskopik permukaan membujur film....................
Gambar mikroskopik penampang melintang film ...................
Hubungan keragaman bobot dan ketebalan dengan formula ...
Hubungan keseragaman kandungan dengan formula ..............
Hubungan derajat pengembangan terhadap waktu ..................
Hubungan persentase kumulatif difusi terhadap waktu ...........
Hubungan jumlah kumulatif difusi terhadap waktu .................
Hubungan fluks terhadap formula...........................................
xiii
8
12
13
15
16
18
23
24
24
25
26
26
28
31
31
32
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Formula patch natrium diklofenak .............................................
Tabel 4.1. Viskositas cairan pembentuk film ..............................................
Tabel 4.2. Karakteristik fisikokimia film SCMC..........................................
Tabel 4.3. Karakteristik fisikokimia patch ..................................................
Tabel 4.4. Derajat pengembangan dalam medium dapar fosfat pH 6,8 .........
Tabel 4.5. Persentase dan jumlah kumulatif difusi zat aktif .........................
Tabel 4.6. Analisis statistik ANOVA data persentase difusi .........................
Tabel 4.7. Data statistik persentase difusi natrium diklofenak ......................
Tabel 4.8. Fluks difusi natrium diklofenak ..................................................
Tabel 4.9. Analisis statistik ANOVA data nilai fluks ..................................
Tabel 4.10. Data statistik nilai fluks natrium diklofenak ................................
Tabel 4.11. Persentase kumulatif kebocoran backing membran .....................
xiv
17
23
25
27
28
30
31
32
32
33
33
34
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Lampiran 18.
Lampiran 19.
Lampiran 20.
Lampiran 23.
Alur Penelitian ......................................................................
Gambar Bahan dan Alat Penelitian ........................................
Gambar Evaluasi Waktu Tinggal ...........................................
Gambar Evaluasi Difusi Zat Aktif dan Kebocoran Backing ...
Contoh Aplikasi Pemakaian Patch .........................................
Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak .....................................
Grafik Kestabilan Bobot .........................................................
Data Kestabilan Bobot............................................................
Data Keragaman Bobot ..........................................................
Data Keragaman Ketebalan ....................................................
Data Keseragaman Kandungan ...............................................
Data Daya Tahan Lipatan dan pH Permukaan ........................
Data Waktu Tinggal ...............................................................
Data Derajat Pengembangan...................................................
Data Kumulatif Persentase Difusi Zat Aktif ............................
Data Kumulatif Jumlah Difusi Zat Aktif .................................
Data Kumulatif Kebocoran Backing Membran ......................
Contoh Perhitungan Persentase Difusi Sampel 1 pada F1 .......
Contoh Perhitungan Fluks Difusi pada F1 Jam Ke-6...............
Sertifikat Analisa Natrium Diklofenak ...................................
Sertifikat Analisa Sodium Carboxymethylcellulose .................
xv
41
42
42
42
43
43
43
43
44
44
44
44
45
45
46
46
46
47
48
49
50
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit periodontal adalah kondisi gingivitis dan periodontitis yang
menginduksi respon inflamasi jaringan terdalam sehingga dapat meningkatkan
gerakan gigi dan menyebabkan kehilangan gigi (Ramadan, E et al., 2010).
Pemberian obat NSAID secara sistemik mempunyai efek yang menguntungkan
pada peradangan gingiva dan resorpsi tulang alveolar, tetapi pemberian dosis
NSAID secara sistemik pada periode waktu yang cukup lama dapat menyebabkan
iritasi pada sistem saluran pencernaan (Hartanto dan Lessang, 2009). Penelitian
telah menemukan bahwa obat-obat penghambat produksi prostaglandin seperti
NSAID dapat mengurangi inflamasi gingival dan mengurangi resorpsi tulang
alveolar. Natrium diklofenak memiliki aktivitas analgesik, antipiretik dan antiinflamasi serta merupakan penghambat nonselektif siklo-oksigenase dengan
potensi yang lebih besar dibandingkan NSAID lainnya (Ahmed et al., 2009).
Natrium diklofenak cepat diserap secara oral, mengalami metabolisme
lintas pertama dan hanya 50% obat mencapai sirkulasi sistemik, memiliki waktu
paruh singkat, menyebabkan gangguan pencernaan, perut kembung, mual, muntah
dan perdarahan saluran cerna atau tukak lambung (Dey et al., 2011). Berdasarkan
Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui oleh DEPKES RI,
diklofenak termasuk kategori B dan D. Semua NSAID mengurangi peradangan
dengan menghambat sintesis prostaglandin yang berperan pada perkembangan
janin dan memberikan efek pada ibu, janin, dan neonatus (Rubin, 1999). Natrium
diklofenak dapat diekskresikan melalui ASI (Sweetman, 2009).
Upaya untuk menanggulangi efek samping dan bahaya natrium diklofenak
bagi ibu hamil dan pasien dengan gangguan saluran cerna diperlukan sediaan
lokal yang dapat memberikan efek langsung pada tempat aksi. Salah satu sediaan
lokal yang dapat menghantarkan obat ke tempat aksi adalah patch. Penggunaan
lokal sangat menguntungkan karena meningkatkan konsentrasi obat pada tempat
aksi dan mencegah efek samping sistemik (Pragati, Ashok & Kuldeep, 2009).
1
2
Salah satu upaya mengoptimalkan pemberian obat lokal adalah dengan
mempertahankan bentuk sediaan di lokasi aksi atau lokasi absorpsi dengan
merancang penghantaran obat melalui sistem mukoadhesif (Lohani, Prasad &
Arya, 2011). Polimer memiliki peran sangat penting dalam sistem penghantaran
mukoadhesif karena dapat meningkatkan waktu tinggal obat pada tempat yang
diinginkan. Polimer anionik memiliki fungsi mukoadhesif tinggi dan toksisitas
yang rendah contohnya adalah sodium carboxymethylcellulosa (SCMC) memiliki
bobot molekul 90.000-700.000 merupakan pembentuk film yang baik dan tidak
toksik (Nagar, Chauhan & Yasir, 2011). Menurut penelitian sebelumnya film
dengan konsentrasi SCMC 2% dan 3% w/v memiliki resistensi tarikan yang lebih
besar dibandingkan dengan konsentrasi SCMC 1% w/v (Mortazavi & Aboofazeli,
2000). Penelitian terdahulu gliserin digunakan sebagai plasticizer dalam sediaan
film bukal untuk penghantaran obat sistemik (Chaudhary, 2012). Sedangkan pada
penelitian ini akan dibuat sediaan lokal pada mukosa gusi sehingga diperlukan
peningkat penetrasi. Penelitian lain propilenglikol 10% telah digunakan sebagai
peningkat penetrasi dalam film ranitidin HCl (Lohani, Prasad & Arya, 2011).
Salah satu cara untuk mencegah penetrasi zat aktif keluar dan tercampur
dengan saliva diperlukan backing membran yang tidak terlarut sehingga dapat
mengatur arah pelepasan obat dan mengurangi penghancuran selama pemakaian
(Bhalodia et al., 2010). Poliuretan termasuk termoplastik elastomer sebagai
penghantaran obat terkontrol (Santos et al., 2008) dan implan medis (Priya et al.,
2013). Menurut penelitian tentang efisiensi biokompatibilitas secara in vitro dan
in vivo penggunaan poliuretan telah disetujui oleh US Food and Drug sebagai
sediaan penghantar obat (Santos et al., 2008). Salah satu sediaan poliuretan seperti
tegaderm merupakan film transparan yang mengandung backing hipoallergenik
(3MTM, 2012). Dalam penelitian lain tegaderm digunakan sebagai lapisan backing
pada lapisan obat fenretidin dengan polimer adhesif sebagai sediaan patch
mukoadhesif oral spesifik chemoprevention kanker mulut (Desai et al., 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan diformulasikan
sediaan lokal patch yang terdiri dari 2 lapis. Lapisan pertama mengandung SCMC
dan zat aktif, sedangkan lapisan backing membran menggunakan tegaderm. Selain
itu akan dilakukan evaluasi sediaan untuk mengetahui karakteristik patch.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana sifat adhesivitas patch yang mengandung polimer SCMC
pada membran mukosa gusi?
b. Bagaimana kemampuan difusi natrium diklofenak dari sediaan patch ?
c. Bagaimana kemampuan backing membran tegaderm untuk mencegah
difusi zat aktif ke saliva ?
1.3
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Lapisan yang terbentuk dari polimer SCMC yang mengandung zat
aktif dapat melekat pada lapisan mukosa gusi.
b. Lapisan film transparan tegaderm dapat menjadi backing membran
untuk mencegah difusi zat aktif ke saliva.
1.4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memformulasikan dan
mengkarakterisasi sifat-sifat dari patch natrium diklofenak yang berbasis polimer
sodium carboxymethylcellulose (SCMC).
1.5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dalam
pengembangan sediaan patch natrium diklofenak yang digunakan secara lokal
untuk penanganan inflamasi pada penyakit periodontal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal adalah infeksi pada jaringan pendukung gigi dengan
karakteristik terjadinya destruksi tulang alveolar dan jaringan konektif (Herawati,
2008). Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak bakteria yaitu lapisan
lengket tidak berwarna secara konstan terbentuk di gigi. Faktor lain seperti
merokok, genetik, kehamilan dan puberitas, stress, gigi berlubang, diabetes, dan
kurang gizi menyebabkan penyakit periodontal. Adanya cairan gingival mukosa,
perdarahan gingival dan sakit lokal menandakan adanya poket periodontal.
Gambaran klinis patologi tergantung pada sulkus (Kumar, M et al., 2011). Poket
adalah celah antara gigi dan gusi yang digambarkan sebagai peningkatan sulkus
gingiva patogen. Sulkus gingival normal memiliki kedalaman 2-3 mm. Poket
dengan kedalaman 4 mm dianggap sebagai tanda awal penyakit periodontal
(Herawati & Sunariani, 2010).
Gingivitis tingkat sedang adalah inflamasi rongga mulut karena akumulasi
plak gingival dengan karakteristik bengkak, perdarahan ringan, dan kemerahan
pada sisi tepi gingival (Kumar, M et al., 2011). Ada 2 tipe dasar respon jaringan
terhadap pembesaran gingiva yang mengalami peradangan yaitu edematosus dan
fibrous (Ruhadi & Aini, 2005). Gingivitis bisa diobati dengan menghilangkan
plak dan karang gigi sedangkan jaringan inflamasi disekitar gigi biasanya dapat
sembuh dengan cepat. (Pragati, Ashok & Kuldeep, 2009).
Periodontitis merupakan tingkatan lebih tinggi dari penyakit periodontal
yaitu inflamasi gingival dan ligamen periodontal dengan karakteristik rusaknya
jaringan ikat dan tulang alveolar (Kumar, M et al., 2011). Gambaran klinis dari
periodontitis adalah perdarahan, keluarnya nanah, nafas berbau busuk, gerakan
gigi, perusakan fungsi dan menyebabkan kehilangan gigi (Nandakumar, 2006).
Periodontitis serius tidak dapat diobati dengan prosedur gigi biasa, operasi gigi
mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan plak, karang gigi, dan jaringan gusi
yang terinfeksi (Pragati, Ashok & Kuldeep, 2009).
4
5
2.2
Gingiva
Gingiva adalah jaringan fibrosa yang ditutupi oleh epitel keratin yang
mengelilingi gigi dan dibatasi dengan ligamen periodontal dan jaringan mukosal
mulut (The American Academy of Periodontology, 2001). Gingiva adalah bagian
jaringan pendukung gigi yang berfungsi melindungi jaringan di bawah perlekatan
gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. Epitel gingiva berisi lapisan
epitel skuamosum statifikatum, dan tiga area berbeda digambarkan dari sudut
pandang morfologis dan fungsional, yaitu epitel oral, epitel sulcular dan epitel
junctional (Afandi, Syaify & Suryono, 2008). Epitel oral adalah jaringan lapisan
permukaan mulut yang menempel pada gigi di dasar rongga mulut. Epitel sulcular
adalah epitel nonkeratin pada gingival. Sedangkan epitel juctional adalah sel-sel
nonkeratin lapisan tunggal atau ganda yang menempel pada permukaan gigi di
dasar celah gingival (The American Academy of Periodontology, 2001).
Anatomi dan morfologi gingiva sehat adalah berwarna merah muda terang,
mukosa alveolar memiliki warna merah tua yang dapat dibedakan dengan gingiva,
warna gelap menunjukan adanya aliran darah yang kuat pada subepitel jaringan
ikat di bawah epitel nonkeratin yang relatif tembus cahaya. Ketebalan keratin
gingival bervariasi dari 1-9 mm3 (Oh, 2008). Tekstur permukaan gingiva sehat
ditunjukkan seperti tekstur kulit jeruk, keratin pada epitel gingiva membuat
tekstur menjadi kuat dan permukaan terlihat tidak mengkilap. Mukosa alveolar
memiliki permukaan yang licin dan lembut (Zuhr & Hürzeler, 2012).
2.3
Sistem Penghantaran Obat Lokal
Penghantaran lokal ke jaringan rongga mulut digunakan dalam aplikasi
pengobatan sakit gigi, penyakit periodontal, dan infeksi bakteri (Singh et al.,
2011). Mekanisme aksi obat lokal dengan menempati ruang untuk mengontrol
sistem pelepasan obat yang berdekatan di dalam jaringan atau organ yang sakit.
Sediaan sistem penghantaran lokal dibagi menjadi 2 tipe. Tipe pertama, sistem
penghantaran dibuat untuk mengantarkan senyawa lokal pada poket periodontal
tanpa ada mekanisme untuk menahan level terapetik dan memperpanjang masa
kerja obat. Tipe kedua, sistem pelepasan obat lokal terkontrol yang memberikan
efek diperpanjang pada tempat aksi. Keuntungan sistem ini dapat mengontrol dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
memonitor level obat, tidak diserap sistem saluran pencernaan, tidak melewati
metabolisme lintas pertama, memiliki ketersediaan lebih besar dan konsentrasi
serum obat lebih cepat. Contoh aplikasi obat lokal seperti fiber menempel pada
gusi, gel di masukkan ke dalam poket periodontal, microsphere yang dimasukkan
ke dalam gusi dan film/patch yang diletakkan di atas gusi (Aviral et al., 2012).
2.4
Patch
Patch adalah sediaan berlapis terdiri dari lapisan backing impermeable,
lapisan mengandung obat yang pelepasannya terkontrol dan permukaan bioadhesif
untuk perlekatan mukosal. Patch dengan backing membran tidak terlarut, dibuat
untuk mengatur arah pelepasan obat, mencegah obat hilang, mengurangi
perubahan bentuk dan penghancuran selama pemakaian (Bhalodia et al., 2010).
Patch harus nyaman digunakan, tidak menghalangi aktivitas sehari-hari, mudah
digunakan dan dilepaskan, serta tidak mengiritasi lokal (Bhati & Nagrajan, 2012).
Tipe patch ada 2 jenis antara lain :
1.
Tipe matrix : patch dibuat dalam bentuk matrix mengandung obat, adhesif
dan pengawet dicampur bersama (Venkatalakshmi et al., 2012).
2.
Tipe reservoir : patch dibuat dalam sistem reservoir yang mengandung
rongga agar zat aktif dan pengawet terpisah dari lapisan adhesif
(Venkatalakshmi et al., 2012).
Patch terdiri dari beberapa komponen antara lain :
1.
Bahan aktif : obat yang mengalami first pass effect merupakan kandidat
terbaik untuk sediaan patch. Berdasarkan literatur, zat aktif ditambahkan
sebesar 5-25% w/w dari bobot total polimer kering. Agar formulasi efektif
dosis obat kurang dari 20 mg/hari (R. Yogananda & Bulugondla, 2012).
2.
Polimer : polimer mukoadhesif digunakan untuk menghantarkan zat aktif ke
tempat spesifik dan untuk mengoptimalkan penghantaran obat dikarenakan
adanya kontak yang lebih lama (R. Yogananda & Bulugondla, 2012).
3.
Backing membran : polimer yang digunakan sebagai backing harus memiliki
kelenturan yang baik dan permeasi air yang rendah. Fungsi utamanya adalah
menyediakan aliran obat satu arah pada mukosa, mencegah obat terlarut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
dalam saliva atau tertelan. Bahan yang digunakan harus inert dan tidak dapat
ditembus obat dan peningkat permeasi (Venkatalakshmi et al., 2012).
4.
Plasticizer : komponen ini meningkatkan kekuatan tarik dan fleksibilitas pada
film serta mengurangi kerapuhan. Konsentrasi polimer yang digunakan
berkisar antara 0-20% w/w dari bobot polimer kering. Plasticizer dapat
mencegah film pecah, mudah sobek, mengelupas dan memberikan efek pada
laju absorpsi obat (R. Yogananda & Bulugondla, 2012).
5.
Peningkat penetrasi : senyawa yang dapat meningkatkan laju permeasi pada
membran mukosa. Bahan harus aman, tidak toksik, secara farmakologi dan
secara kimia inert, tidak mengiritasi serta nonalergi (Verma, et al., 2011).
Berikut ini adalah beberapa metode dalam pembuatan patch mukoadhesif :
a. Solvent casting : semua bahan ditimbang dan dicampur di dalam mortar.
Selanjutnya ditambahkan perlahan ke sistem pelarut menggunakan magnetic
stirrer yang mengandung plasticizer, lalu diaduk hingga memperoleh larutan
jernih, dipindahkan ke cawan dan dikeringkan (Shrama & Bansal, 2012).
b. Hot melt extrusion : pertama obat dicampur dengan pembawa dalam bentuk
padat. Selanjutnya extruder yang mengandung pemanas digunakan untuk
mencairkan campuran. Akhirnya campuran yang keluar dibentuk dengan die.
Hot melt extrusion dapat digunakan untuk pembuatan patch karena
keseragaman kandungan lebih baik (Shrama & Bansal, 2012).
c. Solid dipresion extrusion : pada metode ini digunakan untuk komponen yang
tidak dapat dicampur dengan obat. Selanjutnya dispersi padat dibentuk
menjadi film oleh die (Shrama & Bansal, 2012).
d. Rolling method : dalam metode rolling larutan atau suspensi yang
mengandung obat digulung pada pembawa. Larutan utama air dan campuran
air dan alkohol. Film dikeringkan di roller dan dipotong sesuai bentuk dan
ukuran yang diinginkan (Shrama & Bansal, 2012).
e. Semisolid casting : pertama menyiapkan larutan untuk pembentuk polimer
larut air lalu ditambahkan dengan larutan asam polimer tidak larut seperti
selulosa asetat ptalat yang disiapkan dalam amoniak. Sejumlah plasticizer
ditambahkan hingga menjadi gel dan akhirnya dicetak menjadi film
menggunakan wadah pengontrol panas (Shrama & Bansal, 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
2.5
Mukoadhesi
Adhesi (pelekatan) didefinisikan sebagai keadaaan suatu permukaan yang
berikatan bersama melalui daya antarmuka yang dapat terjadi akibat daya valensi
atau aksi saling mengikat atau bahkan keduanya (Kumar et al., 2011). Longer dan
Robinson mendefinisikan bioadhesi sebagai penempelan makromolekul sintetik
atau alami pada mukus dan atau permukaan epitel. Secara umum istilah
penempelan bahan polimerik pada permukaan biologis (bioadhesi) dan pada
jaringan mukosal (mukoadhesif) (Bhalodia et al., 2010). Adhesi dapat terjadi pada
suatu permukaan dengan ikatan tertentu antara lain adalah ikatan ionik, ikatan
kovalen, ikatan hidrogen, ikatan van der walls, ikatan hidrofobik, jembatan
disulfida, daya hidrasi, daya elektrostatik, dan daya sterik (Kumar et al., 2011).
Mekanisme mukoadhesi secara umum dibagi menjadi 2 tahap yaitu :
1.
Tahap kontak memiliki karakteristik kontak antara bahan mukoadhesif
dengan membran mukus dengan penyebaran atau pengembangan pada
formulasi yang selanjutnya menembus lapisan mukus (Singh, Govind, &
Bothara, 2013).
2.
Tahap konsolidasi (penggabungan) yaitu bahan mukoadhesif diaktifkan
dengan adanya kelembaban dengan sistem tersebut membiarkan molekul
mukoadhesif bebas dan terhubung dengan adanya ikatan van der walls dan
ikatan hidrogen di lapisan mukus (Singh, Govind, & Bothara, 2013).
[Sumber : Singh, Govind, & Bothara, 2013]
Gambar 2.1. Tahap-tahap mukoadhesi
Permukaan mukosal ditutupi dengan lapisan mukus dan mucin sebagai
komponen utama glikoprotein dengan backbone peptida besar dan oligosakarida
sebagai rantai samping. Protein backbone memiliki karakter sequence berulang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
yang kaya dengan residu serin, treonin dan prolin. Oligosakarida diakhiri dengan
asam sialik, asam sulfonik atau L-fruktosa sehingga mucin bermuatan negatif
pada pH fisiologis (Bhalodia et al., 2010).
Terdapat berbagai teori mengenai adhesi (pelekatan) yang digunakan
untuk menjelaskan proses mukoadhesif. Teori-teori tersebut antara lain :
1) Teori adsorpsi : setelah terjadi kontak antara dua permukaan, bahan akan
melekat disebabkan adanya daya permukaan. Ada dua jenis ikatan kimia yang
berperan. Ikatan pertama adalah ikatan kovalen yang tidak diinginkan dalam
proses bioadhesi karena memiliki daya lekat yang kuat dan menghasilkan
ikatan permanen. Ikatan yang kedua adalah ikatan kimia yang memiliki gaya
tarik menarik berbeda, meliputi elektrostatik, van der walls, ikatan hidrogen
dan ikatan hidrofobik (Kumar et al., 2011).
2) Teori difusi : adanya interpenetrasi antara polimer dan rantai mucin yang
menembus ke dalam untuk membentuk ikatan adhesif semi-permanen. Daya
adhesi meningkat dengan derajat penetrasi pada rantai polimer, laju penetrasi
tergantung pada koefisien difusi, kelenturan dan rantai mukoadhesif alami,
pergerakan dan waktu kontak (Singh, Govind, & Bothara, 2013).
3) Teori elektronik : transisi elektronik terjadi akibat adanya kontak permukaan
perekat dan karena adanya perbedaan struktur elektronik. Pelekatan terjadi
akibat gaya elektrostatik antara glikoprotein mucin dengan bahan bioadhesif.
Transfer elektron terjadi antara dua buah pembentukan double layer dari
muatan elektron pada permukaan (Kumar et al., 2011).
4) Teori mekanik : pelekatan muncul akibat saling mengikat suatu cairan pelekat
ke bagian tidak teratur pada permukaan substrat. Difusi tersebut akan
membentuk ikatan bersama pada struktur yang memberikan peningkatan
pelekatan (Kumar et al., 2011).
5) Teori pembasahan : afinitas pada permukaan dapat menyebar ke seluruh
permukaan. Afinitas ini ditentukan dengan pengukuran sudut kontak. Sudut
kontak lebih rendah memiliki afinitas lebih besar. Secara umum sudut kontak
harus sama dengan atau mendekati nilai 0 untuk memberikan penyebaran
yang merata (Singh, Govind, & Bothara, 2013).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
Polimer mukoadhesif ideal memiliki karakteristik seperti dibawah ini :
a)
Polimer dan produk hasil degradasi harus tidak toksik, tidak mengiritasi dan
tidak dapat diserap oleh sistem pencernaan
b) Harus memiliki kemampuan menyebar, pembasahan, pengembangan,
kelarutan dan biodegradasi yang baik
c)
Harus memiliki ikatan kuat nonkovalen dengan permukaan mucin
d) Harus cepat menempel pada jaringan dan memiliki tempat spesifik serta
menempel dengan kekuatan mekanik
e)
Harus dapat bergabung dengan obat dan bahan tambahan lain
f)
Polimer tidak terurai selama penyimpanan
g) Polimer harus mudah tersedia dan tidak mahal
h) Harus memiliki sifat bioadhesif di tempat kering atau basah
i)
Harus memiliki bobot molekul optimum, gugus aktif adhesif dan mampu
membentuk ikatan antar gugus
j)
Tidak menimbulkan infeksi seperti karies gigi (Yadav et al., 2010).
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan mukoadhesi yaitu :
1.
Polimer
a)
Bobot molekul (BM) optimum untuk menghasilkan sifat bioadhesi
maksimum tergantung pada jenis polimer bioadhesif yang digunakan.
Secara umum telah diketahui BM minimal yang diperlukan untuk
menghasilkan sifat bioadhesif yang baik adalah polimer dengan BM
100.000. Sifat bioadhesif dapat meningkat dengan meningkatnya BM dari
suatu polimer (Yadav et al., 2010).
b) Konsentrasi polimer terdapat konsentrasi optimum penggunaan polimer
bioadhesif untuk menghasilkan sifat bioadhesi maksimal. Dalam sistem
konsentrasi tinggi polimer yang melampaui batas optimal, kekuatan
adhesinya berkurang secara signifikan karena molekul tergulung menjadi
terpisah dari medium sehingga rantai untuk saling berpenetrasi menjadi
terbatas (Yadav et al., 2010).
c)
Fleksibilitas rantai polimer sangat diperlukan dalam proses saling
berpenetrasi serta membentuk gulungan. Polimer yang larut air
membentuk ikatan silang, gerakan dari masing-masing rantai polimer
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
berkurang dan berpenetrasi kedalam lapisan mukus berkurang dan
menurunkan kekuatan bioadhesif (Yadav et al., 2010).
d) Konformasi ruang dari polimer contoh dextran (BM 19.500.000) memiliki
kekuatan adhesif yang sama dengan polietilenglikol dengan BM 200.000.
Konformasi heliks dari dextran dapat melindungi gugus aktif yang
bertanggung jawab terhadap sifat adhesinya, tidak seperti dextran maka
polietilenglikol memiliki konformasi linier (Yadav et al., 2010).
2.
Faktor lingkungan
a)
Lokasi pelekatan mempengaruhi kekuatan adhesi yang meningkat dengan
kekuatan saat aplikasi atau durasi aplikasi optimal. Tekanan awal
pengaplikasian pada jaringan mukoadhesif efektif dalam menentukan
kedalaman dari penetrasi. Jika tekanan tinggi diterapkan untuk jangka
waktu lama, polimer dapat menjadi mukoadhesif walaupun polimer tidak
memiliki interaksi tarik menarik dengan mukus (Yadav et al., 2010).
b) pH dapat mempengaruhi muatan di permukaan mukus, seperti yang telah
diketahui beberapa polimer bioadhesi terionisasi pada lapisan tersebut.
Mukus akan memiliki perbedaan muatan tergantung pada pH karena
adanya pemisahan dari gugus fungsi pada karbohidrat dan asam amino dari
rantai polipeptida (Yadav et al., 2010).
c)
Waktu kontak antara materi bioadhesi dan lapisan mukosa menentukan
derajat pengembangan dan interpenetrasi dari rantai bioadhesif. Selain itu,
kekuatan bioadhesi meningkat dengan peningkatan waktu kontak di awal
penempelan (Yadav et al., 2010).
d) Derajat pengembangan, tergantung pada konsentrasi polimer, konsentrasi
ion serta keberadaan air (Yadav et al., 2010).
3.
Perubahan fisiologis
a)
Laju perubahan mucin merupakan faktor lain karena waktu tinggal sediaan
terbatas waktu mucin. Perubahan waktu mucin telah dihitung sekitar 47270 menit pada tikus dan 12-24 jam pada manusia (Bhalodia et al., 2010).
b) Fisikokimia mukus dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang diakibatkan
suatu penyakit seperti flu, tukak lambung, infeksi bakteri dan jamur di
saluran reproduksi wanita (Bhalodia et al., 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
2.6
Natrium Diklofenak
[Sumber : Reynold, 1982]
Gambar 2.2. Struktur kimia natrium diklofenak
Natrium diklofenak merupakan golongan obat NSAID termasuk derivat
fenil asetat, memiliki nama kimia sodium 2-[(2,6-diklorofenil)amino]fenil]asetat,
dengan rumus molekul C14H10Cl2NNaO2 dan bobot molekul 318,1 (Sweetman,
2009). Serta memiliki titik lebur 280ºC (British Pharmacopoea, 2009). Natrium
diklofenak praktis tidak berbau, berwarna putih kekuningan, berbentuk bubuk
kristal atau serbuk yang sedikit higroskopis dan memiliki pK sekitar 4 (AHFS,
2002). Natrium diklofenak agak larut dalam air; larut dalam alkohol; praktis tidak
larut dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam metil alkohol. pH larutan 1%
dalam air adalah antara 7,0-8,5. (Sweetman, 2009).
Natrium dikofenak secara luas digunakan untuk pengobatan gangguan
musculoskeletal, arthritis, sakit gigi dan untuk meringankan gejala-gejala sakit
dan inflamasi (Dey, et al., 2011). Bentuk senyawa aktif anti-inflamasi adalah
bentuk garam natrium dan garam dietil ammonium yang mengiritasi lambung dan
mengalami metabolisme lintas pertama sehingga hanya 50% obat yang mencapai
sirkulasi sistemik bila diberikan peroral. Kadar terapetik 99% terikat protein
plasma dengan waktu paruh 1-2 jam (Anggraeni, Hendradi & Purwanti, 2012).
Mekanisme kerja NSAID bekerja pada saraf perifer, memiliki aktivitas
penghambat radang dengan cara menghambat biosintesis prostaglandin melalui
penghambatan aktivitas dari enzim siklo-oksigenase (Kartasasmita, 2002). Efek
samping natrium diklofenak juga menyebabkan gangguan pencernaan seperti
perut kembung, mual, muntah hingga perdarahan saluran cerna serius atau tukak
lambung (Reddy, et al., 2010). Kerusakan ginjal dan hati dapat terjadi pada pasien
yang mengkonsumsi diklofenak. Hepatotoksik penggunaan diklofenak dapat
diketahui setelah pemberian selama 6 bulan (Sweetman, 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
Dosis lazim natrium diklofenak yang diberikan secara oral dan rektal
sebesar 75 hingga 150 mg sehari. Jika diberikan secara intramuskular dosis
lazimnya adalah 75 mg sehari atau 2 kali sehari. Larutan yang ditujukan untuk
sediaan topikal mengandung 1,6% natrium diklofenak yang diaplikasikan 4 kali
dalam sehari. Natrium diklofenak digunakan secara oral untuk menangani gejala
nyeri akibat terkilir dan epicondylitis (inflamasi tendon). Dalam penanganan nyeri
akibat terkilir, 1 plaster mengandung 1% natriun diklofenak dan diaplikasikan 1
kali dalam sehari selama 3 hari sedangkan untuk epicondylitis 1 plaster 2 kali
dalam sehari selama 14 hari (Sweetman, 2009).
2.7
Sodium Carboxymethylcellulose
[Sumber : Rowe, Sheskey & Quinn, 2009]
Gambar 2.3. Struktur kimia sodium carboxymethylcellulose
Sodium carboxymethylcellulose (SCMC) dengan nama lain aqualon CMC;
carmellosum natricum; cellulose gum; cethylose; CMC sodium; SCMC; sodium
carboxymethylcellulose; sodium cellulose glycolate. SCMC merupakan garam
sodium dari policarboxymethil ether cellulose. SCMC memiliki bobot molekul
90.000-700.000 dan titik lebur sekitar 227-252ºC (Rowe, Sheskey & Quinn,
2009). Polimer ini berasal dari alam namun semi-sintetik yang dibuat dari selulosa
dengan alkali dan asam monokloroasetat atau garam sodium (Priya et al., 2013).
Pemerian SCMC adalah serbuk granul warna putih, tidak berbau dan tidak
berasa serta higroskopis setelah pengeringan. Kelarutan SCMC adalah praktis
tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan toluene. Mudah terdispersi di dalam
air pada semua suhu, dan terbentuk larutan koloidal jernih. Viskositas larutan 1%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
w/v SCMC memiliki nilai 5-2000 mPa (5-2000 cP). Peningkatan konsentrasi
menghasilkan peningkatan viskositas larutan. Pemanasan yang lama pada suhu
tinggi dapat menurunkan viskositas. Larutan kental SCMC stabil pada pH 4-10.
Nilai pH optimum adalah netral (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009).
Dalam formulasi tablet digunakan sebagai pengikat dan penghancur tablet
dengan konsentrasi 1-6% w/w dan sebagai emulgator dengan konsentrasi 0,25-1%
w/w. Konsentrasi 3-6% w/w digunakan sebagai pembentuk gel dan basis pasta,
glikol sering ditambahkan ke dalam gel untuk mencegah pengeringan. SCMC
digunakan sebagai perekat dalam perawatan luka dan mukoadhesif patch
dermatologi untuk menyerap eksudat luka. Karakteristik mukoadhesif yang
digunakan dalam produk dibuat untuk mencegah adhesi jaringan setelah
pembedahan untuk melokalisasi dan modifikasi kinetika pelepasan dari obat pada
membran mukus (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009). Polimer SCMC digunakan
sebagai penghantar mukoadhesif karena kemampuan membentuk ikatan hidrogen
yang kuat dengan mucin pada lapisan mukosa (Garg et al., 2011). Polimer
tersebut memiliki karakteristik adanya gugus fungsi karboksil yang memberikan
muatan negatif (Singh, Govind, & Bothara, 2013). SCMC merupakan pembentuk
film yang baik, tidak toksik dan memiliki kemampuan menampung sejumlah
besar obat. Film oral dengan polimer SCMC dapat stabil ketika polimer dilarutkan
dalam campuran air dan alkohol yang ditambahkan hingga mencapai batas
tertentu, ketika campuran air dan alkohol berlebih atau alkohol murni digunakan
polimer akan cepat mengendap (Nagar, Chauhan & Yasir, 2011).
SCMC merupakan bahan yang stabil walaupun higroskopis. Di bawah
kondisi lembab dapat menyerap sejumlah besar (>50%) air. Secara umum
viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9. Tidak cocok dengan xanthan
gum , larutan asam kuat dan senyawa logam seperti aluminium, merkuri, dan zink.
Pengendapan terjadi pH <2 dan ketika dicampur dengan etanol 95%. Membentuk
kompleks dengan gelatin, pektin, dan kolagen (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009).
Secara umum stabilitas garam monovalen sangat baik, garam divalent baik, garam
trivalent dan garam metal berat buruk karena menghasilkan pengendapan. Larutan
CMC memberikan toleransi air yang baik terhadap campuran pelarut. Kebanyakan
larutan CMC tiksotropik dan beberapa pseudoplastik (Khairnar & Sayyad, 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
2.8
Poliuretan
[Sumber : Mark, 1999]
Gambar 2.4. Struktur kimia poliuretan
Poliuretan merupakan bahan polimer yang mengandung gugus fungsi
uretan (-NHCOO-) di rantai utama. Poliuretan dapat disintesis dari berbagai bahan
baku yang mengandung gugus hidroksil (OH) di antaranya polietilenglikol, fenol,
karbonimida, dan residu gula. Bahan dasar direaksikan dengan isosianat antara
lain tolulen diisosianat (TDI) dan metilendifenil diisosianat (MDI) (Marlina,
2011). Poliuretan termasuk kelas termoplastik elastomer yang penting dalam
kedokteran sebagai alat intravaskular dan sebagai penghantaran obat terkontrol
(Santos et al., 2008). Poliuretan banyak digunakan sebagai implan medis jangka
panjang dan memiliki biokompaktibilitas yang baik (Priya et al., 2013).
Tegaderm adalah film transparan mengandung backing hipoallergenik,
bebas latex yang menempel dengan baik, lembut dan aman bagi kulit. Bersifat
breathable, dapat terjadi pertukaran gas dan penguapan lembab untuk menjaga
fungsi normal kulit, dapat digunakan dalam waktu lama dengan resiko iritasi
minimal dan bersifat waterproof sebagai penghalang dan pelindung dari
kontaminasi eksternal seperti bakteri, darah dan cairan tubuh lain karena tidak
menyerap air (3MTM, 2012). Menurut data Material Safety Data Sheet (MSDS)
tegaderm 1624W diketahui bahan yang terkandung dalam tegaderm adalah
pembatas film salut silikon (5-65%), polietilen selulosa (0-35%), polimer akrilat
(5-25%), polimer poliuretan (5-15%), backing poliester (0-10%), backing rayon
(0-10%) dan film polietilen (0-1%). Efek bagi kesehatan jika tertelan dalam
saluran cerna dapat terjadi tanda-tanda seperti kejang, sakit perut dan konstipasi.
Menurut penelitian tentang iritasi dan sensitivitas kulit manusia diketahui
bahwa film transdermal yang mengandung natrium dikofenak dengan kombinasi
polimer polivinilalkohol (PVA), polivinil pirolidon (PVP) dan etilselulosa yang
dilapisi oleh backing membran 3M (tegaderm) tidak terjadi eritema atau edema
pada kulit manusia setelah aplikasi film selama 24 jam (Jadhav et al., 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 dan
Laboratorium Penelitian 2 Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Laboratorium Multiguna dan
Laboratorium Biologi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.1.2 Waktu Penelitian
Proses penelitian ini berlangsung mulai dari Maret sampai Agustus 2013.
3.2
Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik (AND GH-120), oven
(Eyela NDO-500), hot plate stirrer (Advantec SRS710HA), disintegration tester
(Electrolab ED-2L), pH meter (Horiba F-52), pipet mikro (Wiggen hauser),
mikrometer digital (Mitutoyo), Spektrofotometer UV-visible (Hitachi U-2910),
mikroskop optik (Olympus IX 71), viskotester HAAKE 6R, franz diffusion cell,
alat-alat gelas, spatula, corong, magnetic stirrer, cetakan film, desikator, pinset,
kaca objek, gunting, cutter, pH indikator universal, spuit, vial, dan botol.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah natrium diklofenak (PT. Indofarma), sodium
carboxymethylcellulose 50 cPs (BLANOSE® 7M1F), film tipis transparan
TegadermTM 1624 W (3M health Care), propilenglikol (PT. Brataco), gliserin (PT.
Brataco), etanol 70% (PT. Brataco), silica blue (PT. Brataco), natrium hidroksida
(Merck), potasium dihidrogen fosfat (Merck), aquadest, cyanoacrylate adhesive,
kertas saring, mukosa gingiva sapi, tissue, aluminium foil dan plastik.
16
17
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Patch Natrium Diklofenak
Patch yang akan dibuat terdiri dari 2 lapis. Lapisan pertama merupakan
film yang mengandung polimer SCMC dan zat aktif disebut dengan film SCMC.
Lapisan kedua adalah backing membran menggunakan film tipis tegaderm. Film
SCMC yang permukaannya telah dilapisi tegaderm disebut dengan patch.
Melalui perhitungan, maka tiap 20 gram formula patch mengandung :
Tabel 3.1. Formula patch natrium diklofenak
Bahan
Natrium diklofenak
SCMC
Gliserin
Propilenglikol
Aquadest
Etanol 70 %
1.
Bobot (gram)
F1
F2
F3
0,02
0,02
0,02
0,3
0,4
0,5
0,12
0,16
0,2
0,03
0,04
0,05
10
10
10
9,53
9,38
9,23
Preparasi cairan pembentuk film (CPF)
SCMC ditimbang kemudian dilarutkan dalam 10 gram aquadest, lalu diaduk
homogen. Dalam wadah terpisah natrium diklofenak dilarutkan dalam 5 gram
etanol 70%, lalu ditambah propilenglikol dan diaduk homogen. Selanjutnya
larutan zat aktif dicampurkan ke dalam larutan polimer dan diaduk dengan
stirrer, kemudian ditambahkan gliserin dan dicukupkan massanya hingga 20
gram, sebelum dimasukkan ke cetakan CPF diuji viskositas, lalu didiamkan
untuk menghilangkan gelembung (Rao & Patel, 2013 dengan modifikasi).
2.
Preparasi patch
Tahap selanjutnya CPF dituang ke cetakan sebanyak 20 gram (jumlah ini
berdasarkan proses optimasi menghasilkan ketebalan yang sesuai menurut
pengamatan visual) lalu dikeringkan di dalam oven suhu 60ºC selama kurang
lebih 24 jam. Setelah kering CPF berubah menjadi film yang dipisahkan dari
cetakan. Sebagian film SCMC kemudian dilapisi dengan backing membran
tegaderm sehingga menjadi patch, kemudian disimpan dalam wadah kedap
udara yang berisi silika selama kurang lebih 7 hari (tercapai bobot yang
konstan), setelah bobot konstan film SCMC dan patch dapat dievaluasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
3.3.2 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 6,8
Pembuatan dilakukan dengan mencampur 250 ml KH2PO4 0,2 M dengan
112 ml NaOH 0,2 M kemudian dicukupkan dengan aquadest hingga 1000 ml.
3.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi
a.
Pembuatan larutan standar natrium diklofenak
Ditimbang secara akurat 5 mg natrium diklofenak kemudian dilarutkan dalam
50 ml dapar fosfat pH 6,8 sehingga diperoleh larutan sebesar 100 µg/ml.
Larutan tersebut diambil sebanyak 200, 400, 600, 800 dan 1000 µl kemudian
dicukupkan volumenya hingga 10 ml, sehingga dihasilkan larutan standar
dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm.
b.
Penentuan panjang gelombang maksimum (λ Max) dan kurva kalibrasi
Scanning panjang gelombang ditentukan dengan mengukur larutan standar
menggunakan spektrofotometer UV-visible pada panjang gelombang 200-300
nm. Kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur absorbansi dari masing-masing
larutan standar pada λ Max 275,5 nm (sesuai hasil scanning sebelumnya).
3.3.4 Evaluasi Viskositas Cairan Pembentuk Film (CPF)
Pengujian dilakukan menggunakan viskotester HAAKE 6R terhadap setiap
CPF sesuai formula menggunakan spindel R2 pada kecepatan putar 100 rpm di
suhu ruang (R. Yogananda & Bulugondla, 2012 dengan modifikasi secara triplo).
3.4
Evaluasi Patch
3.4.1 Evaluasi Fisik Film SCMC
3.4.1.1 Organoleptis
Pengamatan mikroskopik film SCMC penampang bujur dan melintang
serta makroskopik secara visual fisik film dan patch meliputi warna dan tekstur
permukaan (J. Balasubramanian et al., 2012 dengan modifikasi secara triplo).
3.4.1.2 Keragaman Bobot
Pengujian dilakukan dengan cara menimbang 10 buah film SCMC secara
acak dari setiap batch kemudian dihitung massa rata-ratanya dan simpangan
bakunya (R. Yogananda & Bulugondla, 2012 secara triplo).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
3.4.1.3 Keseragaman Kandungan
Pengujian dilakukan dengan menggunakan film ukuran 2 x 0,8 cm2 dari
setiap formula kemudian dimasukkan ke dalam 100 ml campuran dapar fosfat pH
6,8 dan etanol 70% (1:1) diaduk dengan magnetic stirrer selama 24 jam. Larutan
kemudian disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-visible pada
panjang gelombang 275,5 nm dengan menggunakan blangko film SCMC tanpa
zat aktif (R. Yogananda & Bulugondla, 2012 dengan modifikasi secara triplo).
3.4.1.4 Keragaman Ketebalan
Ketebalan film SCMC diukur dengan mikrometer digital di 3 titik pada
masing-masing film, kemudian dihitung rata-rata ketebalannya dan dinyatakan
dalam satuan mikrometer (µm) (R. Yogananda & Bulugondla, 2012 secara triplo).
3.4.2 Evaluasi Akhir Patch
3.4.2.1 Uji pH Permukaan
Diambil patch secara acak, lalu dimasukkan ke wadah yang berisi 0,5 ml
aquades (pH 6) dalam suhu ruang, kemudian pH permukaan diukur menggunakan
kertas indikator pH universal (R. Yogananda & Bulugondla, 2012 secara triplo).
3.4.2.2 Daya Tahan Lipatan
Pengujian dilakukan dengan cara melipat secara berulang satu patch pada
tempat yang sama hingga patch patah atau dilipat hingga 300 kali secara manual.
Jumlah lipatan yang dapat dilipat pada tempat yang sama tanpa patah memberikan
nilai daya tahan lipatan (R. Yogananda & Bulugondla, 2012 secara triplo).
3.4.2.3 Uji Derajat Pengembangan
Pengujian dilakukan pada patch dengan ukuran 2 x 0,8 cm2 dari setiap
formula, ditempatkan dalam cawan petri yang mengandung 25 ml dapar fosfat pH
6,8. Bobot patch ditimbang setiap 5 menit, lalu dikeringkan dengan tissue.
Pengujian dilakukan hingga menit ke-30. Derajat pengembangan dihitung dengan
persamaan : (R. Yogananda & Bulugondla, 2012 dengan modifikasi secara triplo).
Derajat Pengembangan (%) =
(� −� )
�
x 100
Keterangan : w1 = bobot sebelum (gram) dan w2 = bobot setelah berkontak dengan larutan dapar
fosfat pH 6,8 (gram)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
3.4.2.4 Uji Waktu Tinggal
Uji waktu tinggal patch dilakukan menggunakan modifikasi disintegrator.
Menggunakan 800 ml larutan dapar fosfat pH 6,8 yang dipertahankan suhunya
pada 37ºC ± 0,2 sebagai larutan medium. Mukosa dari gusi sapi segar disiapkan
dan direkatkan di atas permukaan kaca dengan bantuan perekat (cyanoacrylate
adhesive). Sebelum patch diletakkan di atas mukosa gusi, lapisan mukosa terlebih
dahulu dibasahi dengan 50 µl larutan dapar fosfat pH 6,8 lalu patch diletakkan di
atas permukaan mukosa dengan sedikit ditekan. Kaca tersebut dimasukkan ke
dalam alat disintegrator, lalu diamati waktu yang diperlukan hingga patch terlepas
dari permukaan mukosa gusi (Reddy et al., 2011 secara triplo).
3.4.2.5 Uji Kemampuan Difusi Zat Aktif
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan franz tipe glass diffusion
cell pada suhu 37ºC ± 0,2ºC. Mukosa gusi sapi segar diletakkan di antara
kompartemen donor dan reseptor. Patch diletakkan dengan bagian lapisan film
SCMC menghadap ke arah mukosa. Kompartemen reseptor diisi dengan larutan
dapar fosfat pH 6,8 dan diaduk secara konstan. Pada interval menit ke 0, 15, 30,
45, 60, 90, 120, 180, 240, 300 dan 360 diambil 1 ml larutan dapar fosfat pH 6,8
dari kompartemen reseptor dan ditambahkan juga sejumlah larutan dapar fosfat
pH 6,8 dengan volume yang sama. Kemudian larutan tersebut dianalisis dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 275,5 nm (Koyi &
Khan, 2013 secara duplo).
3.4.2.6 Uji Kebocoran Backing Membran
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan franz tipe glass diffusion
cell pada suhu 37 0C ± 0,2 0C. Patch diletakkan dengan bagian backing membran
tegaderm menghadap ke arah reseptor. Kompartemen reseptor diisi dengan larutan
dapar fosfat pH 6,8 dan diaduk secara konstan. Pada interval menit ke 0, 15, 30,
45, 60, 90, 120, 180, 240, 300 dan 360 diambil 1 ml larutan dapar fosfat pH 6,8
dari kompartemen reseptor dan ditambahkan juga sejumlah larutan dapar fosfat
pH 6,8 dengan volume yang sama. Kemudian larutan tersebut dianalisis dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 275,5 nm (pengujian
dilakukan secara triplo).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Formulasi Patch Mukoadhesif
Pada penelitian ini patch mukoadhesif dibuat menjadi 2 lapisan dengan
menggunakan polimer hidrofilik yaitu polimer SCMC sebagai lapisan utama film
SCMC yang mengandung zat aktif dan lapisan kedua yaitu film tipis transparan
tegaderm sebagai backing membran yang impermeable untuk melindungi lapisan
film SCMC agar zat aktif tidak berdifusi ke saliva. Zat aktif yang digunakan
adalah natrium diklofenak dengan kadar pada setiap formula sebanyak 20 mg.
Lapisan film SCMC dibuat dalam 3 konsentrasi cairan pembentuk film
berbeda menggunakan polimer SCMC sebanyak 1,5% (F1), 2% (F2) dan 2,5%
(F3). Penggunaan gliserin dengan kadar 40% sebagai plasticizer didasarkan atas
proses optimasi yang telah dilakukan sebelumnya dalam uji pendahuluan dengan
film yang dihasilkan agak kaku, lentur, tidak lengket, dan lebih cepat kering.
Sedangkan pemilihan propilenglikol 10% sebagai peningkat penetrasi didasarkan
atas sifat propilenglikol yang termasuk kelas poliol memiliki mekanisme transport
paraseluler dan memiliki mekanisme aksi dengan cara mengganggu susunan lipid
interseluler (Dodla & Sellappan, 2013) sehingga diharapkan obat dapat cepat
berpenetrasi ke dalam gingiva yang mengandung kreatinin.
Sediaan film dibuat dengan teknik solvent casting karena sederhana dan
mudah. Penelitian dengan teknik ini juga telah dilakukan oleh J. Balasubramanian
pada tahun 2012 dalam formulasi sediaan film bukal dengan zat aktif natrium
diklofenak. Solvent casting adalah teknik pencetakan film yang setiap komponen
dilarutkan dahulu dalam pelarutnya, kemudian dicampurkan dan dicetak pada
suhu tertentu. Polimer SCMC mudah terdispersi di dalam air pada semua suhu
dan terbentuk larutan koloidal jernih (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009). Polimer
SCMC dapat larut dalam campuran larutan air dan alkohol hingga batas tertentu
(Nagar, Chauhan & Yasir, 2011). Perbandingan jumlah air dan alkohol 70% yang
digunakan dalam penelitian adalah 1:1 berdasarkan optimasi sebelumnya sehingga
menghasilkan film yang baik. Film dibuat dengan mencampurkan larutan SCMC
21
22
dengan larutan natrium diklofenak yang telah ditambahkan propilenglikol dan
gliserin, kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik. Setelah homogen larutan
campuran didiamkan sekitar 30 menit untuk menghilangkan gelembung udara.
Setelah gelembung udara hilang, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan untuk
proses pengeringan. Pembuatan film dibuat tiap batch sebanyak 20 gram untuk
satu cetakan film, bobot 20 gram dipilih berdasarkan proses optimasi pengamatan
visual sehingga menghasilkan bentuk film yang agak kaku, lentur, tidak rapuh dan
cukup tipis agar nyaman bila digunakan pasien. Pengeringan dilakukan dalam
oven suhu 60ºC selama 24 jam, pemilihan suhu berdasarkan optimasi. Setelah
film kering kemudian dilapisi dengan backing membran tegaderm sehingga
menjadi patch, lalu disimpan dalam wadah kedap udara yang berisi silika selama
kurang lebih 7 hari (tercapai bobot yang konstan). Patch kemudian dipotongpotong dengan ukuran 2 x 0,8 cm2 dan dilakukan evaluasi karakteristik patch.
4.2
Organoleptis Cairan Pembentuk Film (CPF)
Pengamatan makroskopik CPF dilihat pada dua larutan yang berbeda yaitu
larutan polimer SCMC yang dilarutkan di dalam air dan larutan zat aktif yang
dilarutkan dalam alkohol, keduanya menghasilkan larutan jernih tanpa partikel
melayang, namun ketika larutan zat aktif dicampurkan ke dalam larutan polimer
menghasilkan larutan koloid jernih dengan adanya serat-serat sangat kecil.
Adanya serat-serat sangat kecil dalam larutan koloid mungkin terjadi karena
adanya peristiwa salting-out. Pengertian salting-out adalah peristiwa pengendapan
zat terlarut disebabkan oleh penambahan sejumlah kecil garam ke dalam larutan
sehingga terjadi gaya tarik-menarik antara ion garam yang sangat polar dengan
molekul air. Selain itu alkohol dan aseton juga dapat mengurangi kelarutan koloid
hidrofilik sehingga penambahan sedikit elektrolit bisa menyebabkan koagulasi
(Martin, Swarbrick, & Cammarata, 1990). Mekanisme yang terjadi di dalam
cairan pembentuk film karena adanya penambahan alkohol dan garam ke dalam
larutan polimer sehingga terbentuk koagulasi akibat gaya tarik menarik antara ion
natrium dengan molekul air dan terjadi dehidrasi pada SCMC menyebabkan
salting-out berupa serat-serat halus. Adanya serat-serat halus polimer SCMC pada
cairan pembentuk film terlihat jelas pada gambar 4.1. pengamatan mikroskopik.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Serat halus
Polimer
SCMC
Keterangan : a). Cairan pembentuk film SCMC konsentrasi 2% yang mengalami salting-out; b).
Larutan polimer SCMC tanpa zat aktif yang sengaja dibuat salting-out sebagai
gambar kontrol pembanding (perbesaran 100x)
Gambar 4.1. Gambar mikroskopik cairan pembentuk film SCMC
Peristiwa salting-out terjadi pada semua CPF dalam berbagai konsentrasi.
Salah satu contoh gambar mikroskopik di atas menunjukkan bahwa CPF dengan
konsentrasi 2% terlihat memiliki bentuk serat bukan bentuk jarum atau kristal, hal
ini menunjukkan bahwa zat aktif tidak mengalami rekristalisasi dan terjadi
salting-out pada polimer SCMC bukan pada kristal zat aktif. Gambar serat pada
CPF terlihat memiliki bentuk yang sama seperti serat pada larutan polimer SCMC
tanpa zat aktif yang sengaja dibuat salting-out sebagai kontrol pembanding.
4.3
Viskositas Cairan Pembentuk Film (CPF)
Uji viskositas cairan pembentuk film (CPF) menggunakan alat viskotester
HAAKE 6R terhadap ketiga CPF dengan konsentrasi polimer SCMC sebanyak
1,5%, 2% dan 2,5% dalam larutan air dan alkohol (1:1) menggunakan spindel R2
dengan kecepatan 100 rpm. Dari data tabel 4.1. Diketahui bahwa semakin tinggi
konsentrasi polimer SCMC yang digunakan maka nilai viskositas semakin besar.
Larutan CPF dari ketiga formulasi tidak terlalu kental sehingga mudah untuk
dituang ke dalam cetakan. Pada penelitian terdahulu diketahui bahwa penggunaan
larutan SCMC dengan konsentrasi di atas 3% menghasilkan pembentukan sistem
gel kental yang tidak cocok dalam pembuatan film (Mortazavi & Aboofazeli, 2000).
Tabel 4.1. Viskositas cairan pembentuk film
Formula
F1
F2
F3
Viskositas (cPs)
76
126
218
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
4.4
Organoleptis Film SCMC dan Patch
Pengamatan makroskopik dilakukan pada film blanko dan film SCMC
yang telah dibuat. Pada ketiga film blanko terlihat berwarna bening, dengan
tekstur permukaan atas agak kasar dan dasar film rata, berbentuk tipis, agak kaku,
tidak rapuh dan tidak berbau. Sedangkan ketiga film SCMC yang mengandung zat
aktif berwarna keruh dengan tekstur permukaan atas agak kasar namun dasar film
rata, kurang homogen, berbentuk tipis, agak kaku, tidak rapuh dan tidak berbau.
Keterangan : a). Film blanko sebelum dipotong; b). Film SCMC sebelum dipotong; c). Film
SCMC sesudah dipotong berukuran 2 x 0,8 cm2 dengan keterangan konsentrasi 1,5%
(atas), konsentrasi 2% (tengah), dan konsentrasi 2,5% (bawah)
Gambar 4.2. Gambar organoleptis film SCMC dan patch
Pengamatan mikroskopik permukaan membujur film dari setiap formula
terlihat rapat, padat dan tidak berpori. Pada gambar mikroskopik film blanko tidak
terdapat serat atau kristal. Sedangkan pada film SCMC yang mengandung zat
aktif terlihat banyak serat-serat polimer SCMC namun tidak ditemukan kristal, hal
ini membuktikan bahwa film tidak mengalami rekristalisasi selama pengeringan.
Serat halus
polimer
SCMC
Keterangan : a). Film blanko tanpa zat aktif; b). Film SCMC dengan keterangan konsentrasi 1,5%
(kiri), konsentrasi 2% (tengah), dan konsentrasi 2,5% (atas) (perbesaran 50x)
Gambar 4.3. Gambar mikroskopik permukaan membujur film
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Pada penampang melintang film blanko tampak rata. Sedangkan pada film
SCMC terlihat serat polimer SCMC berwarna gelap diselingi berwarna terang.
Sedangkan pada patch bilayer dengan menggunakan backing membran tegaderm
menunjukkan gambar terlihat jelas terdiri dari 2 lapisan yang menempel tanpa
adanya pemisahan, karena adanya adhesivitas tegaderm, lapisan pertama di bagian
atas adalah film SCMC dan lapisan kedua di bagian bawah merupakan tegaderm.
Lap. SCMC
Lap. tegaderm
Lap. SCMC
Lap. tegaderm
Lap. SCMC
Lap. tegaderm
Keterangan : a). Film konsentrasi 1,5%; b). Film konsentrasi 2%; c). Film konsentrasi 2,5%
dengan keterangan film blanko (kiri), film SCMC (tengah), dan patch bilayer
menggunakan backing membran tegaderm (kanan) (perbesaran 100x)
Gambar 4.4. Gambar mikroskopik penampang melintang film
4.5
Karakteristik Fisikokimia Film SCMC
Karakteristik film SCMC dapat dilihat pada tabel 4.2. Hasil data diketahui
bahwa film SCMC yang dihasilkan memiliki keragaman bobot dan ketebalan
yang cukup seragam, hal ini dapat dilihat dari nilai simpangan baku yang kecil.
Peningkatan jumlah polimer dalam setiap formula secara langsung dapat
menyebabkan peningkatan bobot dan ketebalan dari film SCMC yang terbentuk.
Tabel 4.2. Karakteristik fisikokimia film SCMC
Formula Bobot (mg) Ketebalan (µm)
17,5 ± 1,4
62,9 ± 0,2
F1
25,4 ± 1,7
84,9 ± 0,2
F2
31,0 ± 2,1
117,0 ± 0,0
F3
Kadar (µg)
857,7 ± 6,9
916,0 ± 5,8
941,9 ± 5,6
Kadar (%)
4,9
3,6
3,0
Peningkatan nilai bobot sebanding dengan nilai ketebalan film SCMC.
Hasil terkecil terdapat pada F1 dengan konsentrasi polimer 1,5%, sedangkan film
SCMC terbesar pada F3 dengan konsentrasi polimer 2,5%. Hasil ini sesuai dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
penelitian terdahulu diketahui bahwa peningkatan jumlah konsentrasi polimer
SCMC pada patch bukal yang mengandung ropinirol menunjukkan adanya
peningkatan bobot dan ketebalan dari film yang terbentuk (Rao & Patel, 2013).
Jumlah
150,0
100,0
50,0
Bobot (mg)
Ketebalan (µm)
0,0
F1
F2
F3
Formula
Gambar 4.5. Hubungan keragaman bobot dan ketebalan dengan formula
Hasil pengujian keseragaman kandungan zat aktif dalam tiap formula yang
terkandung pada film F1, F2 dan F3 secara berturut-turut adalah 858 µg, 916, µg
dan 942 µg dengan simpangan baku yang cukup kecil. Pengujian ini dilakukan
dengan menggunakan campuran medium dapar fosfat pH 6,8 dengan etanol 70%
(50:50). Pengujian ini dilakukan pada tiga titik yang berbeda dalam satu cetakan
film. Sedangkan hasil perhitungan persen kadar natrium diklofenak dalam sediaan
1 patch berukuran 2 x 0,8 cm2 secara berturut-turut adalah 4,9%, 3,6% dan 3,0%.
Hasil persen kadar sediaan patch memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan
nilai konsentrasi natrium diklofenak untuk sediaan lokal berdasarkan literatur 1%
Kadar (µg)
(Sweetman, 2009) sehingga diharapkan dapat memberikan efek anti-inflamasi.
1000
900
800
F1
F2
F3
Kandungan Zat
Aktif (µg)
Formula
Gambar 4.6. Hubungan keseragaman kandungan dengan formula
4.6
pH Permukaan
pH permukaan patch diukur menggunakan pH indikator universal. pH
permukaan dari setiap formula memilki pH netral yaitu 7. Dari hasil pengukuran
ini diharapkan patch tidak menimbulkan iritasi pada mukosa gusi pH ini juga
sesuai dengan pH saliva normal manusia yaitu pH 5,6-7 (Verma, et al., 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
4.7
Daya Tahan Lipatan
Pengujian daya tahan lipatan patch ditentukan dengan cara melipat secara
berulang satu patch pada tempat yang sama hingga patah atau dilipat hingga 300
kali secara manual. Hasil pengujian menunjukkan bahwa setiap formula memiliki
daya tahan melipat lebih dari 300 kali pada tempat yang sama karena lapisan film
SCMC yang agak lentur dan tidak kaku telah dilapisi dengan film tipis transparan
tegaderm yang sangat lentur seperti karet namun tidak mudah sobek menyebaban
film tahan terhadap lipatan tanpa terlihat kedua lapisan film terpisah atau sobek.
4.8
Waktu Tinggal
Pengujian waktu tinggal patch dilakukan dengan menggunakan modifikasi
disintegrator. Waktu tinggal setiap formula menunjukkan hasil yang sama yaitu
mampu menempel pada gusi sapi selama lebih dari 6 jam, namun pada jam ke-6
lebih 30 menit terlihat permukaan sampel 1 pada F1 tidak menempel seluruhnya
karena terlihat lapisan melayang pada gusi sapi namun masih dapat bertahan
hingga waktu pengujian berakhir, hal ini berbeda pada sampel F2 dan F3 yang
memiliki jumlah polimer lebih banyak dapat menempel kuat pada membran gusi.
Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu tentang patch bukal mengandung
ropinirol menunjukkan bahwa jumlah konsentrasi polimer SCMC sebanyak 3%
memiliki waktu tinggal lebih kecil yaitu 4,35±0,235 bila dibandingkan dengan
konsentrasi polimer SCMC sebanyak 4% dengan waktu tinggal yaitu 4,90±0,255
(Rao & Patel, 2013). Pada penelitian lain diketahui bahwa peningkatan jumlah
konsentrasi polimer sebanding dengan peningkatan kekuatan bioadhesi film
sehingga waktu tinggal film menjadi lebih lama (Mortazavi & Aboofazeli, 2000).
Menurut literatur sediaan dengan ukuran 1-3 cm2 dengan dosis kurang lebih 25
mg/hari memiliki durasi maksimal menempel sekitar 4-6 jam (Puratchikody et al.,
2011). Hasil karakteristik fisikokimia patch dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Karakteristik fisikokimia patch
Formula
F1
F2
F3
pH Permukaan
7
7
7
Daya Tahan Lipatan
> 300
> 300
> 300
Waktu Tinggal (jam)
>6
>6
>6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
4.9
Derajat Pengembangan
Derajat pengembangan diukur dengan mengamati peningkatan bobot yang
didiamkan dalam dapar fosfat pH 6,8 selama 30 menit dapat dilihat pada tabel 4.4.
Peningkatan bobot patch menggambarkan jumlah air yang telah diserap atau
peningkatan hidrasi yang terjadi. Derajat pengembangan polimer merupakan titik
kritis dalam menentukan sifat bioadhesif dari polimer tersebut. Pelekatan (adhesi)
terjadi dengan cepat ketika pengembangan polimer dimulai tetapi ikatan yang
dibentuk bukan ikatan yang kuat (Abha, Sheeja & Bhagyashri, 2011).
Tabel 4.4. Derajat pengembangan dalam medium dapar fosfat pH 6,8
Waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
0,0
220,8
306,1
231,6
197,5
148,6
102,8
F1
±
±
±
±
±
±
±
Derajat Pengembangan (%)
F2
0,0
0,0 ± 0,0
0,0
15,7 222,9 ± 4,1 283,8
5,7 311,6 ± 13,0 346,6
15,9 293,9 ± 13,2 317,4
22,3 239,3 ± 19,7 245,6
20,4 149,2 ± 8,9 212,7
13,3 113,2 ± 8,6 153,7
F3
±
±
±
±
±
±
±
0,0
13,3
26,5
4,6
11,4
3,7
17,8
Dari data diketahui bahwa derajat pengembangan patch setiap formula
meningkat dengan sangat cepat pada menit ke-5 hingga mencapai puncak pada
menit ke-10 terdapatnya nilai peningkatan bobot setelah perendaman dalam
medium menyebabkan terjadinya absorpsi molekul air sehingga semakin lama
Derajat Pengembangan (%)
waktu perendaman maka derajat pengembangan patch semakin meningkat.
400
350
300
250
200
150
100
50
0
F1
F2
F3
0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu Perendaman (menit)
Gambar 4.7. Hubungan derajat pengembangan terhadap waktu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa derajat pengembangan
film SCMC yang mengandung flubiprofen diketahui memiliki hidrasi maksimum
(92-98%) hanya dalam waktu singkat karena film SCMC mempunyai kapasitas
penyerapan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan film HPMC (Mishra &
Ramteke, 2011). Pada penelitian lain diketahui bahwa polimer hidrofilik seperti
SCMC yang mengandung diltiazem HCl melarut sangat cepat karena adanya
rongga volume kosong yang diduga diisi oleh difusi pelarut ke dalam film dengan
demikian mempercepat pelarutan gel. Peningkatan derajat pengembangan yang
luar biasa diketahui pada film SCMC (Chaudhary, 2012). Sedangkan pada menit
ke-15 hingga menit 30 terjadi penurunan, karena patch perlahan-lahan mengalami
erosi dan terdisolusi dalam medium. Polimer SCMC adalah polimer hidrofilik,
yang memiliki kemampuan untuk mengembang dengan derajat yang tidak terbatas
ketika berkontak dengan air dan dengan cepat akan mengalami disolusi (Yadav, et
al., 2010). Derajat pengembangan tertinggi terdapat pada F3 yang mengandung
polimer SCMC sebanyak 2,5% diikuti oleh F2 dan terendah pada F1. Derajat
pengembangan patch sangat penting untuk memprediksikan pelepasan zat aktif.
Pelepasan zat aktif lebih cepat terjadi bila polimer cepat terhidrasi dan mengalami
pengembangan. Peningkatan jumlah polimer menyebabkan adanya peningkatan
penyerapan air ke dalam matriks sehingga derajat pengembangan meningkat.
Hasil ini sesuai dengan penelitian patch bukal ropinirol menunjukkan jumlah
konsentrasi polimer SCMC sebanyak 3% memiliki derajat pengembangan yang
lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi polimer SCMC sebanyak 4% (Rao &
Patel, 2013). Pada penelitian lain diketahui patch bukal lornoxicam dengan
polimer SCMC memiliki nilai pelepasan zat aktif yang tinggi karena memiliki
viskositas rendah dibandingkan dengan HEC, HPC, HPMC atau kitosan, karena
itu viskositas dapat berhubungan dengan kekuatan dan daya tahan lapisan gel,
sehingga zat aktif dapat berdifusi dengan mudah dari patch (Habib, et al., 2010).
4.10
Kemampuan Difusi Zat Aktif
Pengujian kemampuan difusi zat aktif menggunakan franz diffusion cell.
Persentase kumulatif difusi melalui membran gusi sapi dengan luas area difusi
sebesar 2 cm2 dan dengan volume kompartemen reseptor sebanyak 22,5 ml.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
Tabel 4.5. Persentase dan jumlah kumulatif difusi zat aktif
Waktu
(menit)
Persentase Kumulatif Difusi Zat Aktif (%)
F1
F2
Jumlah Kumulatif Difusi Zat Aktif (µg)
F3
F1
F2
F3
0
0,0
± 0,0
0,0
± 0,0
0,0
± 0,0
0
± 0,00
0
± 0,00
0
± 0,00
15
14,4
± 1,3
19,0
± 1,7
19,3
± 1,4
124
± 0,01
174
± 0,02
182
± 0,01
30
16,5
± 0,2
21,9
± 1,3
23,5
± 0,9
142
± 0,00
201
± 0,01
221
± 0,01
45
18,2
± 1,6
24,2
± 0,9
25,3
± 0,7
156
± 0,01
222
± 0,01
239
± 0,01
60
24,4
± 1,2
26,5
± 0,9
27,8
± 1,0
209
± 0,01
243
± 0,01
262
± 0,01
90
27,0
± 2,0
27,9
± 5,7
30,4
± 0,8
232
± 0,02
256
± 0,05
287
± 0,01
120
29,7
± 2,8
30,5
± 5,3
32,3
± 0,8
255
± 0,02
280
± 0,05
304
± 0,01
180
32,7
± 3,5
34,0
± 5,5
35,5
± 0,8
280
± 0,03
312
± 0,05
334
± 0,01
240
33,2
± 3,1
36,7
± 2,3
36,6
± 0,8
285
± 0,03
336
± 0,02
345
± 0,01
300
35,4
± 4,2
38,3
± 1,9
43,4
± 0,8
304
± 0,04
351
± 0,02
409
± 0,01
360
37,4
± 4,4
40,3
± 1,5
44,7
± 3,0
321
± 0,04
370
± 0,01
421
± 0,03
Dari tabel 4.5. Hasil kemampuan difusi zat aktif di atas diketahui bahwa
persentase dan jumlah kumulatif difusi zat aktif melalui membran gusi sapi
memiliki hasil yang sama dengan nilai tertinggi dihasilkan oleh formula F3
dengan konsentrasi larutan polimer sebanyak 2,5% yang diikuti oleh F2 dan nilai
terendah dihasilkan oleh formula F1 dengan konsentrasi larutan polimer 1,5%.
Semakin tinggi jumlah konsentrasi larutan polimer yang digunakan dalam
pembuatan patch maka semakin besar difusi zat aktif melalui membran karena
larutan dengan viskositas yang tinggi memiliki daya mengembang yang besar dan
kapasitas air yang terserap menjadi lebih besar sehingga mampu melepaskan zat
aktif lebih banyak. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu tentang patch
bukal yang mengandung ropinirol menunjukkan jumlah konsentrasi polimer yang
lebih banyak dan semakin lamanya waktu yang digunakan maka kadar difusi zat
aktif melalui membran akan meningkat. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa
patch dengan polimer SCMC sebanyak 3% memiliki kemampuan difusi zat aktif
setelah 8 jam sebesar 83,67±0,923, sedangkan patch dengan polimer SCMC
sebanyak 4% memiliki kemampuan difusi setelah 8 jam sebesar 85,52±0,945.
Penambahan peningkat penetrasi dapat membantu obat lebih cepat berdifusi ke
dalam mukosa gusi (Rao & Patel, 2013).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
Persentase Kumulatif Difusi (%)
50
45
40
35
30
25
F1
20
F2
15
F3
10
5
0
0
100
200
300
400
Waktu (menit)
Gambar 4.8. Hubungan persentase kumulatif difusi terhadap waktu
450
Jumlah Kumulatif Difusi (µg)
400
350
300
250
F1
200
F2
150
F3
100
50
0
0
100
200
300
400
Waktu (menit)
Gambar 4.9. Hubungan jumlah kumulatif difusi terhadap waktu
Tabel 4.6. Analisis statistik ANOVA data persentase difusi
Between
Groups
Within Groups
Total
Sum of Squares
df
81,675
2
30,100
111,775
6
8
Mean Square
F
40,838 8,140
Sig.
,020
5,017
Keterangan : Signifikansi < 0,05, persentase difusi berbeda secara signifikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Tabel 4.7. Data statistik persentase difusi natrium diklofenak
(I) Formula (J) Formula
F1
F2
F3
Mean
Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
F2
-2,903333
1,828774
,163
-7,37818
1,57152
F3
F1
F3
F1
*
1,828774
1,828774
1,828774
1,828774
,007
,163
,052
,007
-11,80152
-1,57152
-8,89818
2,85182
-2,85182
7,37818
,05152
11,80152
-,05152
8,89818
-7,326667
2,903333
-4,423333
7,326667*
4,423333 1,828774
,052
F2
Keterangan : Signifikansi < 0,05, persentase difusi berbeda secara bermakna
Dari hasil pengolahan data menggunakan statistik SPSS 20 menunjukkan
bahwa hasil persentase difusi natrium diklofenak pada setiap formula terdapat
adanya perbedaan yang signifikan, hal ini terlihat dari nilai signifikansi ANOVA
yang dihasilkan memiliki signifikasi < 0,05. Persentase difusi natrium diklofenak
pada F1 dan F3 menunjukan adanya perbedaan yang bermakna.
Hasil pengujian difusi natrium diklofenak melalui membran gusi sapi
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya dalah ketebalan membran
gusi yang digunakan dalam pengujian. Adanya perbedaan ketebalan dari membran
yang digunakan akan menyebabkan perbedaan laju difusi zat aktif sehingga pada
penelitian ini ketebalan membran gusi sapi yang digunakan adalah 0,97 mm. Laju
aliran difusi (fluks) natrium diklofenak dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Fluks difusi natrium diklofenak
Luas (cm2)
2
2
2
Fluks (µg cm-2 jam-1)
Formula
F1
F2
F3
Jumlah Difusi (µg)
321
369
421
Fluks (µg cm-2 jam-1)
26,71 ± 3,1
30,79 ± 1,1
35,08 ± 2,4
40
F1
30
F2
20
F3
10
0
Gambar 4.10. Hubungan fluks terhadap formula
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Berdasarkan perhitungan hasil pengujian fluks diketahui bahwa nilai fluks
natrium diklofenak terbesar dihasilkan oleh formula F3 yang mengandung
konsentrasi larutan polimer sebanyak 2,5% diikuti oleh F2 yang mengandung
konsentrasi larutan polimer 2% dan nilai fluks terkecil ditemukan oleh formula F1
yang mengandung konsentrasi larutan polimer 1,5%.
Tabel 4.9. Analisis Statistik ANOVA data nilai fluks
Sum of Squares
105,195
Between Groups
16,561
Within Groups
121,753
Total
df
2
6
8
Mean Square
F
52,596 19,055
2,760
Sig.
,003
Keterangan : Signifikansi < 0,05, nilai fluks berbeda secara signifikan
Tabel 4.10. Data statistik nilai fluks natrium diklofenak
Mean Difference
Std. Error
Sig.
(I-J)
-4,080000*
1,356501
,024
F2
F1
*
-8,373333
1,356501
,001
F3
4,080000*
1,356501
,024
F1
F2
*
-4,293333
1,356501
,019
F3
8,373333*
1,356501
,001
F1
F3
*
4,293333
1,356501
,019
F2
Keterangan : Signifikansi < 0,05, fluks berbeda secara bermakna
(I) patch
(J) patch
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
-7,39924
-,76076
-11,69257
-5,05409
,76076
7,39924
-7,61257
-97409
5,05409
11,69257
,97409
7,61257
Dari hasil pengolahan data menggunakan statistik SPSS 20 menunjukkan
bahwa nilai fluks pada setiap formula terdapat perbedaan yang signifikan, hal ini
terlihat dari nilai signifikansi yang dihasilkan pada pengujian. Pada formula F1,
F2 dan F3 memiliki signifikasi < 0,05 sehingga nilai fluks natrium diklofenak
pada setiap formula berbeda secara bermakna.
4.11
Kebocoran Backing Membran
Pengujian kebocoran backing dari patch menggunakan franz diffusion cell.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak jumlah zat aktif yang
masih dapat berdifusi keluar dari backing membran, karena fungsi utamanya
adalah menyediakan aliran obat satu arah pada mukosa, mencegah obat terlarut ke
saliva atau tertelan (Venkatalakshmi et al., 2012). Dalam penelitian ini backing
membran yang digunakan adalah film transparan tegaderm. Menurut penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
terdahulu tegaderm telah digunakan sebagai lapisan backing membran pada
lapisan obat fenretidin dengan polimer adhesif HPMC sebagai sediaan patch
mukoadhesif oral spesifik chemoprevention kanker mulut. Menurut penelitian ini
diketahui bahwa patch mukoadhesif oral akan dilakukan tahap evaluasi lebih
lanjut secara praklinis dan klinis, hal ini menunjukkan bahwa sediaan ini telah
berhasil dibuat dan memiliki hasil evaluasi fisikokimia yang baik karena
mengandung matriks polimer yang mengembang untuk mengontrol pelepasan
obat, kekuatan mukoadhesif yang baik dan lapisan backing membran yang
mampu untuk mencegah pelepasan dan kehilangan obat dari permukaan belakang
sehingga zat aktif tidak berdifusi ke saliva (Desai, et al., 2012).
Dari data tabel 4.11. Hasil pengujian kebocoran backing membran dengan
menggunakan film tipis transparan tegaderm menunjukkan bahwa zat aktif yang
dapat berdifusi keluar membran berkisar antara 0-2,5%, hasil persentase difusi zat
aktif ini cukup kecil sehingga dapat dikatakan bahwa tegaderm dapat menahan
difusi zat aktif ke saliva dan memberikan difusi searah secara lokal sehingga dapat
mengoptimalkan difusi natrium diklofenak melawati membran mukosa gusi.
Tabel 4.11. Persentase kumulatif kebocoran backing membran
Waktu (menit)
0
15
30
45
60
90
120
180
240
300
360
Persentase Kumulatif Kebocoran Backing (%)
0,00
±
0,00
0,16
±
0,13
0,25
±
0,16
0,41
±
0,23
0,59
±
0,24
0,92
±
0,21
1,22
±
0,30
1,64
±
0,20
1,97
±
0,23
2,21
±
0,25
2,49
±
0,25
Pengujian kebocoran backing dengan menggunakan franz diffusion cell
masih terdapat kelemahan, karena hasil kebocoran hanya dapat diamati melalui
kebocoran zat aktif dari permukaan patch saja, sedangkan kebocoran zat aktif dari
sisi samping patch tidak dapat terukur, sehingga diperlukan metode lain yang
dapat mengukur kebocoran zat aktif dari semua sisi sediaan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Setiap formula patch memiliki sifat adhesifitas yang baik dengan waktu
tinggal sediaan lebih dari 6 jam.
2. Persentase kumulatif difusi natrium diklofenak pada jam ke-enam dari
matriks SCMC pada formula F1 sebesar 37,4 ± 4,4%, F2 sebesar 40,3 ±
1,5% dan F3 sebesar 44,7 ± 3,0%.
3. Fluks difusi natrium diklofenak pada formula F1 sebesar 26,71 ± 3,1 µg
cm-2 jam-1, F2 sebesar 30,79 ± 1,1 µg cm-2 jam-1 dan F3 sebesar 35,08 ±
2,4 µg cm-2 jam-1.
4. Backing membran film tipis transparan tegaderm dapat menahan difusi
natrium diklofenak ke saliva sehingga memberikan difusi searah.
5.2 Saran
Penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
beberapa pengujian sebagai berikut :
1. Diperlukan pengujian kebocoran zat aktif melalui sisi samping pada
sediaan patch
2. Diperlukan pengujian stabilitas patch yang mengandung natrium
diklofenak
3. Diperlukan pengujian pelepasan natrium diklofenak dari matriks
polimer SCMC
4. Diperlukan pengujian aktivitas anti-inflamasi dari patch secara in vivo.
35
36
DAFTAR PUSTAKA
3MTM. 2012. “Tegaderm” transparent film dressings product profile secure,
protect, stabilize. TegadermTM brand full line I.V. Site dressings. Hal : 1-3.
Abha, Doshi., Sheeja, Koliyote. & Bhagyashri, Joshi. 2011. Design and evaluation
of buccal film of diclofenac sodium. Int J Pharm and Biol Sci. Hal : 20.
Afandi, Nandayu Shoffy., Syaify, Ahmad & Suryono. 2008. Perbedaan jumlah sel
keratin epitel gingival penderita diabetes mellitus tipe 2 terkontrol dan tidak
terkontrol. Maj Ked Gi 15 (2). Hal : 112.
Ahmed, Mohammed Gulzar, Harish, NM., Charyulu, R.Narayana & Prabhu,
Prabhakar. 2009. Formulation of chitosan-based ciprofloxacin and
diclofenac film for periodontitis therapy. Trop J Pharm Res. Hal : 34-35.
Anggraeni, Yulia., Hendradi, Esti & Purwanti, Tutiek. 2012. Karakteristik sediaan
dan pelepasan natrium diklofenak dalam sistem niosom dengan basis gel
carbomer 940. PharmaScientia. Vol.1. No.1. Hal 1-2.
Aviral, Katiyar, Prajapati, S.K, Neeraj, Kumar & Ali, Akhtar. 2012. New
developments in the control of dental infections : review. World J Pharm
and Pharm Sci. Hal : 897-903.
Bhalodia, Ravi, Basu, Biswajit, Garala, Kevin, Joshi, Bhavik & Mehta, Kuldeep.
2010. Buccoadhesive drug delivery systems : a review. Int J Pharma and
Bio Sci. Vol. 1 (2). Hal : 17.
Bhati, Radha & Nagrajan, Raja. K. 2012. A detailed review on oral mucosal drug
delivery system. Int J Pharm Sci and Res. Vol. 3. Hal : 674-675.
Chaudhary, Amit. 2012. Designing and evaluation of mucoadhesive buccal films
of diltiazem hydrochloride. Int J Pharm and Med Sci. Vol. 1 (3). Hal : 212.
Department of Health. 2009. British pharmacopoeia. London : Crown Copyright.
Desai, Kashappa, Mallery, Susan.R, Holpuch, Andrew.S & SChwendeman,
Stevan.P. 2012. Development and in vitro-in vivo evaluation of fenretinideloaded oral mucoadhesive patches for site-specific chemoprevention of oral
cancer. Pham Res. Hal : 1-2.
Dey, Sanjoy Kumar, De, Pintu Kumar, Sen, Tamaghna, Shankar, Ved 7 Banerjee,
Upashana. 2011. Formulation and in vitro evaluation of transdermal matrix
patches of diclofenac sodium. J Pharm Res. 4 (10). Hal : 3593.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2006. Pedoman pelayanan
farmasi untuk ibu hamil dan menyusui. Jakarta : DEPKES RI. Hal : 45-51.
Dodla, Sumanjali & Velmurugan, Sellappan. 2013. Buccal penetration enhancersan overview. Asian J Pharm and Clin Res. Vol 6, Issue 3. Hal : 42.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Grag. SK, Danodia. A, Dangi. V & Dhakar. RC. 2011. Buccal adhesive drug
delivery system : safer delivery of biotherapeutics. J Drug Delivery &
Therapeutics. Vol 1. Hal : 37.
Habib, Fawzia, Azeem, Maha Abdel, Fetih, Gihan & Safwat, Mohamed. 2010.
Mucoadhesive buccal patches of lornoxicam: i-development and in-vitro
characterization. Bull. Pharm. Sci., Assiut University, Vol. 33. Hal : 64.
Hartanto, Maria Luciana & Lessang, Robert. 2009. Pemberian flurbiprofen
sebagai perawatan penunjang penyakit periodotal. M.I. Kedokteran Gigi
Vol. 24. No. 2. Hal: 86-88.
Herawati, & Sunariani, Jenny. 2010. The effecs of nicotine on the periodontal
tissue. Indonesian J Tropical and Infectious Disease. Hal : 153.
J. Balasubramanian, N. Narayanan, M. Senthil Kumar, N. Vijaya Kumar K.
Azhagesh Raj. 2012. Formulation and evaluation of mucoadhesive buccal
films of diclofenac sodium. Indian J. Innovations Dev. Hal : 70.
Jadhav. RT, Kasture. PV, Gattani, S.G. & Surana. S.J. 2009. Formulation and
evaluation of transdermal films of diclofenac sodium. Int J PharmTech Res.
Kartasasmita, Rahmana Emran. 2002. Perkembangan obat antiradang bukan
steroid. Acta Pharmaceutica Indonesia. Vol. XXVII. No. 5. Hal : 76.
Khairnar.G.A & Sayyad. F.J. 2010. Development of buccal drug delivery system
based on mucoadhesive polymers. Int J PharmTech Res. Hal : 727-728.
Koyi, Pradeep Kumar & Khan, Arshad Bashir. 2013. Buccal patches : a review.
Int J Pharm Sci and Res. Hal: 87.
Kumar, Manish, Sinhal, Amit, Kumar, Pravin, Kumar, Anil, Chaturvedi, Mayank
& Bhadoria, Priyanka. 2011. Formulation and in-vitro evaluation of
periodontal films containing ofloxacin. J Chronotherapy and Drug
Delivery. Hal : 37.
Kumar.V., Anggarwal.G., Zakir.F., & choudhary.A. 2011. Buccal bioadhesive
drug delivery - a novel technique. Int J Pharm and Bio Sci. Hal : 135.
Lohani, Alka., Prasad, Neelima & Arya, Rajeshwer. K.K. 2011. Formulation and
characterization of mucoadhesive buccal films of ranitidine hydrochloride.
Int J Pharm Sci and Res. Hal : 2461.
Mark, James.E. 1999. Polymer data handbook. Oxford University Press, Inc.
Marlina. 2011. Sintesis membran poliuretan dari asam lemak bebas teroksidasi
tolulen diisosianat. J Rekayasa Kimia dan Ling. Hal : 20.
Martin, Alfred., Swarbrick, James & Cammarata, Arthur. 1990. Farmasi fisik
dasar-dasar kimia fisik dalam ilmu farmasetik. Jakarta : UI Press. Hal : 566
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Mishra. A & Ramteke. S. 2011. Formulation and evaluation of mucoadhesive
buccal film of flubiprofen. Int J Pharm Res. Hal : 1827.
Mortazavi, Aeyed-Alireza & Aboofazeli, Reza, 2000. Preparation and in vitro
assessment of various mucosa-adhesive films for buccal delivery. DARU.
Vol. 8 No.1. Hal : 11.
Nagar, Priyanka., Chauhan, Iti & Yasir, Mohd. 2011. Insights into polymers: film
formers in mouth dissolving film. Drug Invention Today. Hal : 284.
Nandakumar, Divya P.V.K. 2006. “Local drug delivery---protocol” in
periodontics. Trends Biomater. Artif. Organs. Vol. 19 (2). Hal : 74.
Oh, Se-Lim. 2008. Attached gingival : histology and surgical augmentation.
Periodontics General Dentistry. Hal : 381.
Pragati. S, Ashok. S & Kuldeep. S, 2009. Recent advances in periodontal drug
delivery systems. Int J Drug Delivery. Hal : 1-3.
Priya, Chandel, Rajkumari & Ankita, Kapoor. 2013. Polymer : a boon to
controlled drug delivery system. Int Res J Pharm. Hal : 30-31.
Puratchikody, A, Prasath. V.V, Mathew, Sam.T & Kumar.B Ashok. 2011. Buccal
drug delivery : past, present and future-a review. Int J Drug Delivery. Hal :
173.
R. Yogananda & Bulugondla, Rakesh. 2012. An overview on mucoadhesive
buccal patches. Int J Universal Pharm and Life Sci. Hal : 360-384.
Ramadan, E., Borg, Th., El Hawary, Y.M. & Saleh, N.M. 2010. Formulation and
evaluation of metronidazole bioadhesive matrices for treatment of
periodontitis. Bull. Pharm. Sci., Assiut University. Vol. 33. Part 1. Hal : 80.
Rao, N.G.Raghavendra & Patel, Keyur. 2013. Formulation and evaluation of
ropinirole buccal patches using different mucoadhesive polymers. RGUHS J
Pharm Sci. Vol 3. Issue 1. Hal : 35.
Reddy, J. Ravi Kumar, Saleem, T.S. Mohammed, Kumari, T. Ratna, Chetty, C.
Madhusudhana & Sumedha. V.M. 2010. Formulation and evaluation of
diclofenac sodium polymeric buccoadhesive film. J Pharm Res. Hal : 1.
Reddy, P. Chinna, Chaitanya, K.S.C & Rao.Y, Madhusudan. 2011. A review on
bioadhesive buccal drug delivery systems : current status of formulation and
evaluation method. DARU Vol. 19, No. 6. Hal : 397.
Reynold, James EF. 1982. Martindale the extra pharmacopeia 38 th. London : The
Pharmaceutical Press.
Rowe, R.C, Sheskey, P.J & Quinn, M,E. 2009. Handbook of pharmaceutical
excipient sixth edition. Chicago, London: Pharmaceutical Press. Hal : 118.
Rubin, Peter. 2000. Peresepan untuk ibu hamil. Jakarta : Hipokrates. Hal : 65-77.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Ruhadi, Iwan & Aini, Izzatul. 2005. Kekambuhan gingivitis hiperplasi setelah
gingivektomi. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J). Vol. 38. No. 3. Hal : 108.
Santos, Ana Cristina et al. 2008. Assessment of the cytotoxicity of microparticles
for controlled drug release in oftalmology. Experimental Pathology and
Health Sciences 2 (2). Hal : 33.
Sharma, Gaurav Kumar., Sharma, Pramod Kumar & Bansal, Mayank. 2012. Oral
mucoadhesive drug delivery systems : a review. Pharma Science Monitor
An Int J Pharm Sci. Vol.3. Hal : 32.
Singh, Stuti Gupta, Singh, Ravindra Pal, Gupta, Shivjee Kumar, Kalyanwar, Renu
& Yadav, Sudhir. 2011. Buccal mucosa as a route for drug delivery :
mechanism, design and evaluation. Res J Pharm Bio and Chem. Hal : 359.
Singh, Sudarshan, Govind, Mohan & Bothara, Sunil. B. 2013. A review on in
vitro-in vivo mucoadhesive strength assesment. PhTechMed. Hal : 222-223.
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale “the complete drug reference” 36 th edition.
Great Britain : The Pharmaceutical Press. Hal 44-46.
The American Academy of Periodontology. 2001. Glossary of periodontal terms
4th edition. Chicago : 737 North Michigan Avenue. Hal : 20-21.
Venkatalakshmi.R, Sudhakar, Yajaman, Chetty.C, Madhuchudana, Sasikala.C &
Varma.M, Mohan. 2012. Buccal drug delivery system using adhesive
polimeric patches. Int J Pharm Scie and Res. Vol.3. Hal : 38.
Verma, Surender, Kaul, Mahima, Aruna, Rawat & Saini, Sapna. 2011. An
overview on buccal drug delivery system. Int J Pharm Sci and Res. Vol. 2
(6). Hal : 1304-1306.
Yadav, Vimal Kumar, Gupta, A.B, Kumar, Raj, Yadav, Jaideep.S & Kumar,
Brajesh. 2010. Mucoadhesive polymers : means of improving the
mucoadhesive properties of drug delivery system. J Chem. Pharm. Res 2
(5). Hal: 410-422.
Zuhr, Otto & Hürzeler, Marc. 2012. Plastic-esthetic periodontal and implant
surgery. United Kingdom : Quintessence Publishing. Hal : 123.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
LAMPIRAN
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Lampiran 1. Alur Penelitian
Pembuatan cairan pembentuk film (CPF)
Evaluasi viskositas
Pengeringan dan pemotongan film sesuai ukuran (Film SCMC)
Evaluasi fisik film SCMC yang mengandung natrium diklofenak
Pengamatan
organoleptis
Keragaman
bobot
Keseragaman
kandungan
Keragaman
ketebalan
Pelapisan backing membran tegaderm pada permukaan film SCMC (patch)
Evaluasi akhir patch
Uji
derajat
pengembangan
Uji
pH dan daya
tahan lipatan
Uji
waktu
tinggal
Uji
kemampuan
difusi zat aktif
Uji kebocoran
backing
membran
Analisis data
Pembahasan
Kesimpulan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Lampiran 2. Gambar Bahan dan Alat Penelitian
Lampiran 3. Gambar Evaluasi Waktu Tinggal
patch
Keterangan : a). Disintegrator USP; b). Pengujian waktu tinggal patch natrium diklofenak pada
gusi sapi; c). Gusi sapi tanpa patch; d). Gusi sapi dengan patch ukuran 2 x 0,8 cm2
Lampiran 4. Gambar Evaluasi Difusi Zat Aktif dan Kebocoran Backing
Keterangan : a). Backing membran sesudah uji kebocoran (kiri) & sebelum uji kebocoran (kanan);
b). Gusi dengan patch sebelum uji pelepasan; c). Gusi dengan patch setelah uji
pelepasan; d). Rangkaian alat franz diffusion cell; e). Pengujian patch.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Lampiran 5. Contoh Aplikasi Pemakaian Patch
Patch natrium diklofenak yang ditempel pada
mukosa gusi dengan lapisan polimer SCMC di
bagian dalam dan backing membran tegaderm
di bagian luar
Absorbansi
Lampiran 6. Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak
0,4
0,35
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0,359
y = 0,036x + 0,006
R² = 0,998
0,298
0,228
Titik Kurva
Kalibrasi
0,151
Linear (Titik Kurva
Kalibrasi)
0,081
0
0
5
10
15
Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
0
0,000
2
0,081
4
0,151
6
0,228
8
0,298
10
0,359
Konsentrasi (ppm)
Lampiran 7. Grafik Kestabilan Bobot
Lampiran 8. Data Kestabilan Bobot
Formula Sampel
F1
F2
F3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
0
515
514
510
663
660
662
808
802
804
2
443
440
442
613
611
613
741
739
740
Bobot Hari Ke- (mg)
4
6
437
420
433
419
435
423
584
570
582
569
581
571
709
626
702
621
703
623
8
420
419
423
570
569
571
626
621
623
10
420
419
423
570
569
571
626
621
623
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Lampiran 9. Data Keragaman Bobot
Keragaman Bobot Patch (mg)
Bobot
F1
F2
Film
1
2
3
1
2
3
1
14,8
14,2
16,4
22,4
23,1
22,1
27,3
1
15,7
15,5
16,8
24,5
23,2
22,2
28,4
2
15,8
16,6
17,4
24,8
24,1
23,2
29,5
3
16,2
16,2
17,4
25,1
25,1
25,5
30,5
4
17,3
17,7
17,7
25,9
25,3
26,5
30,8
5
17,8
17,8
17,7
25,9
25,3
26,1
31,1
6
18,7
18,9
17,7
26,1
26,5
26,2
32,1
7
18,8
18,5
17,7
26,1
26,6
27,3
33,5
8
19,2
18,6
18,1
26,4
26,7
27,6
33,4
9
20,6
20,8
18,4
26,9
28,6
27,7
33,5
10
Rata17,5
17,5
17,5
25,4
25,5
25,4
31,0
rata
1,9
1,9
0,6
1,3
1,7
2,2
2,2
SB
F3
2
27,6
28,5
29,5
30,8
30,7
31,6
31,6
32,6
33,5
33,3
3
28,2
28,6
29,4
29,2
30,2
31,4
32,5
33,2
33,3
33,5
31,0
31,0
2,0
2,1
F3
2
117
117
117
3
117
117
117
Lampiran 10. Data Keragaman Ketebalan
1
63
63
63
F1
2
63
63
62
Keseragaman Ketebalan (µm)
F2
3
1
2
3
1
63
85
85
85
117
63
85
85
85
117
63
85
84
85
117
63
62,7
63
85
84,7
85
117
117
117
0,0
0,6
0,0
0,0
0,6
0
0
0
0
Tebal
T1
T2
T3
Ratarata
SB
Lampiran 11. Data Keseragaman Kandungan
Keseragaman Kandungan (µg)
Formula
Absorbansi
Konsentrasi (µg)
Ratarata
1
2
3
1
2
3
0,312 0,315 0,317 850,3 858,6 864,2 857,7
F1
0,334 0,338 0,335 911,4 922,5 914,2 916,0
F2
0,347 0,345 0,343 947,5 941,9 936,4 941,9
F3
%
SB
6,99 0,0082
5,78 0,0063
5,56 0,0059
SB
Lampiran 12. Data Daya Tahan Lipatan dan pH Permukaan
Formula
F1
F2
F3
Daya Tahan Lipatan
1
2
3
>300
>300 >300
>300
>300 >300
>300
>300 >300
Ratarata
>300
>300
>300
pH Permukaan
1
2
3
7
7
7
7
7
7
7
7
7
Ratarata
7
7
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Lampiran 13. Data Waktu Tinggal
Formula
A1
A2
A3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Waktu Tinggal (menit)
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Lampiran 14. Data Derajat Pengembangan
Derajat Pengembangan (%)
Waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
F1
Bobot
F2
F3
1
2
3
Ratarata
W0
22,7
23,7
22,9
23,1
0,5
27,5
28,0
29,7
28,4
1,2
35,1
36,0
36,6
35,9
0,8
W1
22,7
23,7
22,9
23,1
0,5
27,5
28,0
29,7
28,4
1,2
35,1
36,0
36,6
35,9
0,8
%
∆W
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
W0
22,7
21,7
22,9
22,4
0,6
29,5
28,0
29,7
29,1
0,9
35,1
37,0
36,6
36,2
1,0
W1
74,5
65,7
75,9
72,0
5,5
95,0
89,4
97,2
93,9
4,0
130,2
147,1
140,1
139,1
8,5
%
∆W
228,2
202,8
231,4
220,8
15,7
222,0
219,3
227,3
222,9
4,1
270,9
297,6
282,8
283,8
13,3
W0
22,0
23,4
22,4
22,6
0,7
27,9
29,2
28,4
28,5
0,7
38,5
36,0
35,7
36,7
1,5
W1
88,3
96,5
90,6
91,8
4,2
110,7
122,8
118,6
117,4
6,1
160,2
167,1
164,1
163,8
3,5
%
∆W
301,4
312,4
304,5
306,1
5,7
296,8
320,5
317,6
311,6
13,0
316,1
364,2
359,7
346,6
26,5
W0
24,2
23,6
22,5
23,4
0,9
29,2
27,6
28,3
28,4
0,8
35,0
38,0
37,2
36,7
1,6
W1
83,6
79,1
70,7
77,8
6,5
119,2
105,5
110,7
111,8
6,9
147,6
158,8
153,5
153,3
5,6
%
∆W
245,5
235,2
214,2
231,6
15,9
308,2
282,2
291,2
293,9
13,2
321,7
317,9
312,6
317,4
4,6
W0
24,3
23,1
24,5
24,0
0,8
27,8
28,4
29,4
28,5
0,8
36,2
35,4
34,4
35,3
0,9
W1
69,3
65,6
79,2
71,4
7,0
89,6
95,1
106,1
96,9
8,4
128,5
123,5
114,5
122,2
7,1
%
∆W
185,2
184,0
223,3
197,5
22,3
222,3
234,9
260,9
239,3
19,7
255,0
248,9
232,8
245,6
11,4
W0
25,0
24,5
23,3
24,3
0,9
29,2
29,5
28,9
29,2
0,3
35,2
34,2
37,8
35,7
1,9
W1
68,0
57,5
55,7
60,4
6,6
75,4
73,4
69,5
72,8
3,0
110,3
108,1
116,7
111,7
4,5
%
∆W
172,0
134,7
139,1
148,6
20,4
158,2
148,8
140,5
149,2
8,9
213,4
216,1
208,7
212,7
3,7
W0
25,8
25,0
23,5
24,8
1,2
27,9
28,7
26,5
27,7
1,1
34,0
33,2
35,8
34,3
1,3
W1
55,7
50,8
44,5
50,3
5,6
59,8
63,5
54,1
59,1
4,7
85,4
78,8
97,6
87,3
9,5
%
∆W
115,9
103,2
89,4
102,8
13,3
114,3
121,3
104,2
113,2
8,6
151,2
137,3
172,6
153,7
17,8
SB
1
2
3
Ratarata
SB
1
2
3
Ratarata
SB
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Lampiran 15. Data Kumulatif Persentase Difusi Zat Aktif
Persentase Kumulatif Difusi Zat Aktif (%)
Waktu
F1
F2
(menit)
RataRata0
15
30
45
60
90
120
180
240
300
360
1
2
00,0
13,5
16,7
17,0
23,6
25,6
27,7
30,2
31,0
32,5
34,3
00,0
15,4
16,4
19,3
25,2
28,4
31,7
35,1
35,3
38,4
40,5
rata
00,0
14,4
16,5
18,2
24,4
27,0
29,7
32,7
33,2
35,4
37,4
SB
1
2
0,0
1,3
0,2
1,6
1,2
2,0
2,8
3,5
3,1
4,2
4,4
00,00
17,77
20,95
23,55
25,89
23,85
26,80
30,17
35,02
36,96
39,27
00,00
20,16
22,76
24,76
27,14
31,97
34,24
37,92
38,29
39,64
41,34
rata
00,0
19,0
21,9
24,2
26,5
27,9
30,5
34,0
36,7
38,3
40,3
SB
1
2
Ratarata
SB
0,0
1,7
1,3
0,9
0,9
5,7
5,3
5,5
2,3
1,9
1,5
00,00
20,29
22,85
24,83
27,17
29,91
31,73
34,9
37,17
42,8
42,65
00,0
18,3
24,09
25,79
28,52
30,98
32,84
36,06
36,05
43,95
46,83
00,0
19,3
23,5
25,3
27,8
30,4
32,3
35,5
36,6
43,4
44,7
00,0
13,5
16,7
17,0
23,6
25,6
27,7
30,2
31,0
32,5
34,3
Lampiran 16. Data Kumulatif Jumlah Difusi Zat Aktif
Jumlah Kumulatif Difusi Zat Aktif (µg)
Waktu
F1
F2
(menit)
RataRata0
15
30
45
60
90
120
180
240
300
360
1
2
0
116
143
146
202
220
238
259
266
278
294
0
132
141
165
216
243
272
301
303
329
347
rata
0
124
142
156
209
232
255
280
285
304
321
SB
1
2
0,00
0,01
0,00
0,01
0,01
0,02
0,02
0,03
0,03
0,04
0,04
0
163
192
216
237
218
245
276
321
339
360
0
185
209
227
249
293
314
347
351
363
379
rata
0
174
201
222
243
256
280
312
336
351
369
F3
F3
SB
1
2
Ratarata
SB
0,00
0,02
0,01
0,01
0,01
0,05
0,05
0,05
0,02
0,02
0,01
0
191
215
234
256
281
299
328
350
403
401
0
172
227
243
268
292
309
339
339
414
441
0
182
221
239
262
287
304
334
345
409
421
0,00
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,03
Lampiran 17. Data Kumulatif Kebocoran Backing Membran
Waktu
(menit)
0
15
30
45
60
90
120
180
240
300
360
Sampel 1
0,000
0,262
0,385
0,587
0,753
0,999
1,400
1,733
2,030
2,219
2,457
Kumulatif Kebocoran Backing Membran (%)
Sampel 2
Sampel 3
Rata-Rata
0,000
0,000
0,000
0,198
0,006
0,155
0,307
0,072
0,255
0,494
0,151
0,411
0,710
0,310
0,591
1,083
0,688
0,923
1,386
0,884
1,223
1,782
1,414
1,643
2,158
1,711
1,966
2,454
1,958
2,210
2,750
2,253
2,487
SB
0,000
0,133
0,163
0,230
0,244
0,208
0,294
0,200
0,230
0,248
0,250
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Lampiran 18. Contoh Perhitungan Persentase Difusi Sampel 1 pada F1
Diketahui :
Y0
= 0,000
Y15
= 0,043
Y30
Ditanya :
= 0,050
y
= 0,0059 + 0,036 x
C0
=?
% difusi zat aktif pada t 0
=?
C15
=?
% difusi zat aktif pada t 15
=?
C30
=?
% difusi zat aktif pada t 30
=?
a. Mencari nilai x pada menit ke-0
y
= 0,0059 + 0,036 x
0,000 = 0,0059 + 0,036 x
C0
= 0,000 ppm
b. Mencari nilai x pada menit ke-15
y
= 0,0059 + 0,036 x
0,043 = 0,0059 + 0,036 x
C15
= 1,031 ppm
c. Mencari nilai x pada menit ke-30
y
= 0,0059 + 0,036 x
0,050 = 0,0059 + 0,036 x
C30
= 1,225 ppm
d. Zat aktif yang terdifusi pada menit ke 0
Difusi = X0 x Volume (L) x Faktor Pengenceran
Difusi
= 0,000 (
% difusi =
% difusi
=
�
0
0,857
) x 0,0225 (L) x 5 = 0 mg
� �
�
� �
�
(
��
��
)
(
)
x 100%
x 100% = 0 %
e. Zat aktif yang terdifusi pada menit ke 15
Faktor koreksi t 0 = C0 x
Volum yang diambil (ml )
�
� (
)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
1 (ml )
Faktor koreksi
= 0,000 x 22,5 (
Faktor koreksi
= 0,000
)
Difusi = (X15 + FK0) x Volume (L) x Faktor Pengenceran
Difusi
= (1,031 (
% difusi =
% difusi
� �
�
�
� �
) + 0,000) x 0,0225 (L) x 5 = 0,116 mg
�
0,116
(
��
)
��
(
)
x 100%
x 100% = 13,53 %
= 0,857
f. Zat aktif yang terdifusi pada menit ke-30
Volum yang diambil (ml )
Faktor koreksi t 15
= C15 x
Faktor koreksi
= 1,031 x
Faktor koreksi
= 0,046
�
� (
1 (ml )
22,5 (
)
)
Difusi = (X30 + FK0 + FK15) x Volume (L) x Faktor Pengenceran
) + 0,000 + 0,046) x 0,0225 (L) x 5 = 0,143 mg
Difusi = (1,225 (
% difusi =
0,143
� �
�
�
� �
�
(
��
��
)
(
)
x 100%
x 100% = 16,68 %
% difusi = 0,857
Lampiran 19. Contoh Perhitungan Fluks Difusi pada F1 Jam Ke-6
Diketahui :
Ditanya :
M
= 321 µg
t
= 6 jam
s
= 2 cm2
J
=?
J
=
J
=
J
= 26,75 µg cm-2 jam-1
Jawab :
�
321
2
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Lampiran 20. Sertifikat Analisa Natrium Diklofenak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Lampiran 21. Sertifikat Analisa Sodium Carboxymethylcellulose
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Download