PEMANFAATAN KEKAYAAN ALAM LAHAN BASAH UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA ( STUDI PADA MASYARAKAT TEPIAN SUNGAI ALALAK KALIMANTAN SELATAN ) Anna Nur Faidah, SE, MSi Laila Refiana Said, PhD Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pemanfaatan kekayaan alam lahan basah oleh masyarakat tepian Sungai Alalak Kalimantan Selatan, (2) menganalisis pemanfaatan kekayaan alam lahan basah dalam meningkatkan pendapatan keluarga masyarakat tepian sungai Alalak Kalimantan Selatan, (3) menganalisis potensi pengembangan kekayaan alam lahan basah menjadi produk bernilai ekonomis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan model penelitian kualitatif fenomenologi, sedangkan analisis data dilakukan dengan cara/model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pemanfaatan kekayaan alam lahan basah telah sangat baik dilakukan oleh masyarakat tepian Sungai Alalak, Kalimantan Selatan yang telah dilakukan secara turun temurun selama puluhan tahun. Kekayaan lahan basah yang dimanfaatkan berupa tanaman seperti kelakai, pay, nipah, tapu, talas, sulur, talas keladi, umbut, purun, serta ikan haruan dan lundu. Kekayaan lahan basah selama ini dimanfaatkan baik untuk dikonsumsi langsung, dijual maupun diolah menjadi produk baru untuk selanjutnya diperjualbelikan. (2) Modal yang dikeluarkan untuk memanfaatkan kekayaan alam lahan basah relatif kecil, bahkan terkadang nol rupiah karena ketersediaannya yang melimpah di alam dan masyarakat bebas mengambilnya dengan hanya bermodal kemauan dan tekad yang kuat. (3) Kekayaan alam lahan basah memiliki peluang besar untuk diolah dan dikelola menjadi produk bernilai ekonomis. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatannya masih ada yang berupa produk amat sederhana, mentah dan tak berubah sama sekali saat diambil dari alam. Saran-saran diberikan dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga masyarakat tepian sungai Alalak, Kalimantan Selatan dan diharapkan sebagai wujud partisipasi akademis dalam bentuk pemikiran untuk penanggulangan kemiskinan. Kata Kunci: lahan basah, pendapatan keluarga, penelitian kualitatif, penanggulangan kemiskinan, kesejahteraan sosial Pendahuluan Salah satu tipikal wilayah yang ada di daratan negara Indonesia adalah wilayah lahan basah (wetlands). Negara Indonesia memiliki wilayah lahan basah yang sangat luas. Lahan basah memiliki peran penting bagi masyarakat di wilayah tersebut. Ekosistemnya menyediakan air bersih, keanekaragaman hayati, pangan, berbagai material, mengendalikan banjir, menyimpan cadangan air tanah, dan mitigasi perubahan iklim. Lahannya yang biasanya subur menjadi potensi yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Lahan basah adalah wilayah daratan yang digenangi air atau memiliki kandungan air yang tinggi, baik permanen maupun musiman. Ekosistemnya mencakup rawa, danau, sungai, hutan mangrove, hutan gambut, hutan banjir, limpasan banjir, pesisir, sawah, hingga terumbu karang. Lahan ini bisa ada di perairan tawar, payau maupun asin, proses pembentukannya bisa alami maupun buatan. Menurut Konvensi Ramsar yang digagas oleh Badan Pendidikan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNESCO), lahan basah mengandung pengertian area rawa, lahan gambut atau air, baik alami maupun buatan, permanen atau sementara, dengan air yang statis atau mengalir, segar, payau atau asin, termasuk area air laut dengan kedalaman saat surut tidak melebihi enam meter. Mengacu pada pengertian Konvensi Ramsar, maka ciri-ciri lahan basah sangat sesuai pada kondisi perikehidupan masyarakat tepian sungai Alalak di provinsi Kalimantan Selatan. Masyarakat bermukin di sekitar lahan basah telah berlangsung secara turun temurun. Sungai Alalak yang merupakan salah satu anak sungai Barito, tepiannya adalah pemukiman penduduk. Sungai Alalak membelah pemukiman penduduk menjadi dua bagian yaitu wilayah Alalak yang termasuk wilayah kota Banjarmasin, serta Pulau Alalak yang merupakan salah satu delta yang terletak di tengah sungai Barito dan termasuk wilayah kabupaten Batola. Sebagian besar penduduk bahkan tidak hanya bertempat tinggal di tepian sungai, tetapi juga membangun rumah-rumah kayu mereka di atas sungai. Maka adalah hal yang alami jika kehidupan masyarakat di daerah ini sangat dekat segala hal yang terkait dengan lahan basah. Mulai dari pemanfaatan sebagai lahan pertanian hingga pemanfaatan hasil kekayaan aneka ragam hayati yang tumbuh dan berkembang liar di lahan basah, baik berupa tanaman maupun binatang. Pada umumnya masyarakat tepian sungai Alalak memiliki mata pencaharian yang berhubungan erat dengan kekayaan alam lahan basah, baik sebagai petani, pengolah hasil, pemetik, penangkap maupun penjual. Mata pencaharian tersebut menjadi sumber utama pendapatan keluarga, sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan masyarakat sangat bergantung pada kekayaan lahan basah, yang sampai saat ini masih cukup melimpah disediakan oleh alam. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan banyak penduduk yang memanfaatkan halaman rumahnya untuk berjualan berbagai produk dari lahan basah. Usaha penjualan ini ada yang menjadi sumber pendapatan utama keluarga, ada juga sebagai pendapatan sampingan. Maksudnya, selain berjualan mereka juga bertani di musim tanam padi atau memetik hasil alam liar seperti Nipah, Talas, Sulur, Kelakai, Pay, buah Nipah dan sebagainya. Pertanian mereka pun digarap di daerah lahan basah/ gambut/ rawa yang tempatnya jauh dari pemukiman, seperti di Tabunganen dan sekitarnya. Selain itu ada juga masyarakat yang memanfaatkan rumput rawa yang biasa disebut purun untuk membuat anyaman tikar yang kemudian dijual sebagai sumber pendapatan. Ada juga yang memanfaatkan Nipah sebagai tanaman serba guna. Masyarakat sekitar biasa menggunakan daun nipah sebagai ketupat, bermacam anyaman, tanggui (topi besar khas Banjarmasin ), dan tangkai daunnya dibuat menjadi lidi. Sedangkan buahnya ( Tapu) dan pucuk batangnya (umbut) diolah sebagai sayur berkuah santan. Kesemua hasil olahan tanaman tersebut dijual kembali, dan hasil penjualan menjadi sumber pendapatan keluarga. Disamping kekayaan alam lahan basah berupa tumbuhan, masyarakat juga terbiasa mengkonsumsi dan menjual hasil ikannya. Ikan haruan (gabus) dan ikan lundu adalah yang terbanyak dimanfaatkan. Banyak penduduk yang menjual kedua macam ikan ini di teras rumahnya atau berjaja di atas jukung (perahu dayung khas Kalimantan). Ada pula yang khusus menangkap kedua macam ikan liar ini di sungai-sungai dekat hutan rawa dan bakau yang jauh dari perumahan penduduk. Dari hasil menangkap ikan ini digunakan untuk biaya hidup dan biaya sekolah anak-anaknya. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pemanfaatan kekayaan alam lahan basah oleh masyarakat tepian sungai Alalak Kalimantan Selatan? 2. Bagaimana pemanfaatan kekayaan alam lahan basah dapat meningkatkan pendapatan keluarga masyarakat tepian sungai Alalak Kalimantan Selatan? 3. Bagaimana peluang mengembangkan kekayaan alam basah menjadi produk bernilai ekonomis? Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pemanfaatan kekayaan alam lahan basah oleh masyarakat tepian Sungai Alalak Kalimantan Selatan. 2. Untuk menganalisis pemanfaatan kekayaan alam lahan basah dalam meningkatkan pendapatan keluarga masyarakat tepian sungai Alalak Kalimantan Selatan. 3. Untuk menganalisis peluang pengembangan kekayaan alam lahan basah menjadi produk bernilai ekonomis. Telaah Pustaka ‘Pemanfaatan kekayaan alam’ secara bahasa dapat diartikan sebagai segala upaya menggunakan, mengelola atau memanfaatkan hasil kekayaan alam lahan basah. Pemanfaatan merupakan bagian dari kegiatan manajemen. Hal ini sejalan dengan pengertian manajemen menurut Hasibuan (2007:2) bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan. Sementara Handoko (2000:10) mengemukakan manajemen adalah bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan, kepemimpinan dan pengawasan. Manajemen berasal dari kata manage (maneggio, Italia) yang dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia kata manage berarti: mengurus, memimpin, mencapai, dan memerintah. Manajemen merupakan suatu kegiatan atau seni dalam mengurus (memimpin, mencapai, dan memerintah), membimbing, mengarahkan dan mengendalikan (Appley dalam Zailani dan Antowijoyo, 1989:1). Sedangkan Koontz dan O’Donnel mendefinisikan manajemen sebagai usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain (Amrullah: 7). Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan/manajemen kekayaan alam lahan basah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni, proses dan profesi mengelola serta menggunakan semua sumberdaya lahan basah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang ditetapkan dalam penelitian ini dibatasi pada upaya untuk peningkatan pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga memiliki peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup sebuah keluarga. Dengan pendapatan yang meningkat diharapkan akan menaikkan juga taraf hidup dan kesejahteraan keluarga. Apabila setiap keluarga mampu meningkatkan kesejahteraan, maka akan berimbas pada turunnya angka kemiskinan. Kekayaan alam lahan basah di sekitar masyarakat tepian Sungai Alalak adalah sebuah potensi besar, yang jika dikelola dan dimanfaatkan secara maksimal akan menciptakan peluang kewirausahaan. Kewirausahaan dapat memnculkan wirausaha yang keberadaannya akan membawa perubahan pada pendapatan keluarga melalui usaha yang ditekuninya. Dengan kata lain kewirausahaan dalam pemanfaatan kekayaan alam lahan basah bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan. Hal ini sesuai dengan pengertian kewirausahaan sebagai semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995). Jadi dengan adanya kewirausahaan yang disertai kemauan dan tekad yang kuat untuk melakukan upaya upaya memenuhi kebutuhan hidup atas dasar kemampuan dengan cara manfaatkan segala potensi yang dimiliki akan berpeluang untuk mendatangkan pundi-pundi bagi keluarga, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup, mengingat kondisi tempat tinggal masyarakat tepian sungai Alalak yang sebagian besar terbuat dari kayu dan berdiri di atas sungai Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yang bertujuan memahami realitas sosial dengan melihat dunia apa adanya, bukan dunia yang seharusnya, sehingga peneliti dituntut untuk bersikap open minded. Model penelitian kualitatif yang digunakan adalah fenomenologi untuk mengungkap dan mempelajari seta memahami suatu fenomena beserta konteksnya yang khas dan unik yang dialami oleh individu hingga tataran “keyakinan” individu yang bersangkutan ( Herdiansyah, 2102 : 66 ). Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang tepian sungai Alalak Kalimantan Selatan yang meliputi Alalak dan Pulau Alalak. Waktu penelitian telah dimulai sejak bulan Mei 2017 sebagai penelitian pendahuluan dan pengamatan untuk memahami berbagai fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di sepanjang tepian sungai Alalak Kalimantan Selatan. Teknik Sampling yang digunakan adalan purposeful sampling dengan strategi sampling yang bersifat tipical (typical sampling). Sampel dalam penelitian ini dibatasi pada individu-individu yang merupakan penduduk asli dan tinggal di tepian sungai dari sejak mereka lahir dan memiliki usaha yang berkaitan dengan kekayaan lahan basah. Individuindividu inilah yang akan menjadi informan yang akan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedetail mungkin untuk memperoleh kedalaman data. Pemilihan informan mengikuti pola bola salju (snow ball sampling). Bila pengenalan dan interaksi sosial dengan responden berhasil maka ditanyakan kepada orang tersebut siapa-siapa lagi yang dikenal atau disebut secara tidak langsung olehnya. Dalam menentukan jumlah dan waktu berinteraksi dengan sumber data, peneliti menggunakan konsep sampling maximum variation sampling to document unique variations. Peneliti akan menghentikan pengumpulan data apabila dari sumber data sudah tidak ditemukan lagi ragam baru. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang diperoleh langsung dari wawancara mendalam dengan partisipan/informan dimana peneliti ikut serta dalam peristiwa/kondisi yang sedang diteliti sebagai sumber data primer. Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam. Teknik ini diterapkan dengan tujuan agar keterlibatan langsung peneliti melakukan pengamatan, dapat menghasilkan data yang sedalam mungkin sehingga mampu menganalisis data yang didapatkan dari lapangan dengan detail. Teknik Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan Model Interaktif menurut Miles dan Huberman yang terdiri atas empat tahapan yang harus dilakukan, yaitu pertama tahapan pengumpulan data, kedua tahap reduksi data, ketiga tahapan display data, dan keempat tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Penyajian/display data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan). Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat digunakan untuk mengambil tindakan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan mengalami perubahan apabila tidak ditemukan bukt bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel dan dapat menjawab perumusan masalah. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian ini akan diuraikan dalam bentuk penjabaran hasil wawancara dan keterlibatan//observasi secara mendalam terhadap beberapa informan pelaku usaha/wirausaha yang memanfaatkan hasil kekayaan alam lahan basah sebagai sumber mata pencaharian dan pendapatn utama keluarga. Berikut analiasis deskriptif hasil wawancara dengan masyarakat tepian sungai Alalak tentang pemanfaatan kekayaan alam lahan basah di sekitar pemukiman mereka. Wawancara dilakukan selama lima bulan dengan frekuensi antara delapan sampai sepuluh kali tiap informan, yang dilakukan untuk menjamin adanya reliabilitas dan validitas. Menurut Amang Adul (petani sekaligus penjual kekayaan alam lahan basah ), kekayaan alam yang biasa dimanfaatkan masyarakat yang berupa tanaman adalah tanaman kelakai (sejenis pakis berdaun kecil ), pay (sejenis pakis berdaun lebar), nipah, pohon kelapa dengan segala hasilnya, talas keladi beserta tunasnya (sulur dalam bahasa Banjar), supan-supan (puteri malu) dan batang teratai. Beberapa jenis tanaman tersebut biasa diolah sebagai sayur yang disantap bersama nasi. Masyarakat tepian sungai Alalak biasa mengkonsumsinya sebagai lauk dengan cara ditumis atau lodeh. Nipah adalah tanaman sejenis palm yang tumbuh subur di daerah mangrove (rawa) dengan seluruh bagian pohon yang dapat dimanfaatkan. Pohon kelapa biasa ditanam di lahan hutan di seberang sungai, kelakai, pay, supan-supan dan teratai tumbuh liar di atas rawa. Tanaman nipah juga tumbuh liar di tepian sungai yang membentuk hutan mangrove. Demikian pula tanaman talas keladi, tumbuh liar di sekitar pemukiman penduduk. Masyarakat dengan bebas mengambil hasil alam baik berupa tanaman maupun hewan yang keberadaannya adalah secara liar dan alami, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual. Amang Adul menopangkan hidup pada hasil kekayaan alam lahan basah, baik dengan cara membeli maupun mencari sendiri ke hutan untuk kemudian memperjualbelikannya. Acil Bungas (penjual ikan haruan/gabus, dan lundu/kating) menceritakan bahwa setiap pagi sebelum subuh datang penangkap ikan untuk menjual hasil tangkapannya, yang kemudian oleh Acil Bungas dijual kembali kepada masyarakat sekitar dengan harga berkisar tujuh ribu rupiah per kilogram. Ikan haruan bisa digoreng, di masak habang (bumbu cabe merah), pepes, panggang dan sebagainya. Sedangkan ikan lundu hanya biasa digoreng dan masak kuning. Ikan haruan hidup liar di sekitar rawa, sedangkan lundu di sungai-sungai sekitar hutan rawa dan mangrove yang jauh dari pemukiman penduduk. Hasil usaha penjualan ikan, yang seringkali diolah menjadi ikan siap masak (sudah dibersihkan) ini adalah sumber utama pendapatan keluarga yang dimanfaatkan untuk menopang hidup dan biaya sekolah anak-anak. Usaha ini telah digelutinya bersama sang suami selama puluhan tahun. Dari usaha ini pula, mereka mampu membeli sepeda motor dan perahu dayung yang digunakan untuk membeli hasil tangkapan ikan yang diperjualbelikan di pasar terapung. Nenek Haji Tuha, beliau adalah pengrajin tikar purun yang telah menggeluti usaha ini sejak muda, sudah sekitar 40-50 tahun. Purun dibelinya dari tetangga sekitar yang memang berprofesi sebagai pencari atau penanam rumput purun. Membuat tikar purun adalah mata pencaharian andalan pendapatan keluarga. Hasil pendapatan dari usaha ini telah sangat membantu ekonomi keluarga. Walaupun hasilnya tak seberapa, tapi mampu membiayai kehidupan keluarga. Acil Atuh adalah penjual ikan, sayur dan segala hasil tanaman lahan basah. Ikan haruan dan ikan lundu hampir selalu tersedia, apalagi saat sedang banyak-banyaknya disediakan oleh alam dan dijual penangkap ikan. Harga perkilo ikan lundu adalah antara empat ribu hingga tujuh ribu rupiah. Tanaman kelakai, tanaman kelapa baik tua atau muda, pisang dan segala macam hasil kekayaan alam lahan basah setiap hari dibelinya di pasar terapung untuk dijual kembali ke penduduk sekitar rumahnya. Usaha ini telah ditekuninya selama puluhan tahun sejak usia muda. Usaha penjualannya dapat menopang biaya hidup keluarga, sekalipun beliau seorang diri sebagai pencari nafkah keluarga. Suaminya telah lama wafat, dan menjadi penjual ikan dan sayur saja yang bisa Acil Atuh lakukan. Upaya Acil Atuh banting stir dari ibu rumah tangga biasa menjadi wirausaha/pelaku usaha telah banyak membantu kehidupan ekonomi keluarga. Pendapatannya meskipun tak banyak namun cukup untuk makan sehari-hari, membiayai anak-anaknya sekolah, membelikan sepeda dan bahkan dapat disisihkan untuk membeli perahu dayung/jukung. Nenek Lamak, beliau juga adalah penjual sayur, ikan dan buah-buahan. Mata pencaharian ini telah beliau geluti sejak lama, puluhan tahun yang lalu. Selepas subuh beliau berperahu menuju pasar terapung untuk membeli barang dagangannya. Ikan Lundu hampir selalu ada, karena ketersediaannya yang sangat berlimpah dan menjadi ikan kesukaan masyarakat yang murah meriah. Satu kilogram biasa dijual antara tujuh ribu hingga delapan ribu rupiah, tergantung besar kecilnya ikan dan banyak sedikitnya di pasaran. Kebutuhan keluarga lumayan terpenuhi dari usaha perdagangan ini yang menjadi sumber pendapatan keluarga. Perahu yang digunakan untuk menuju pasar terapung merupakan salah satu asset yang berhasil dimiliki dari usaha beliau selama ini. Lain lagi dengan nenek Hj. Emak, beliau telah berjualan berbagai macam sayur matang hasil kekayaan alam lahan basah selama puluhan tahun. Ada sayur buah nipah (tapu) dan pucuk batang pohon nipah dan kelapa yang masyarakat Banjar biasa menyebutnya umbut. Semua diolah menjadi masakan berkuah santan. Ada juga sayur keladi dan pisang kapok muda, sayur tapu merupakan sayur yang hanya ditemui di masyarakat sekitar tepian sungai Alalak saja. Rasanya yang gurih, enak dan khas menjadikan sayur buah nipah sebagai salah satu sayur yang digemari masyarakat setempat. Buka dari jam tujuh pagi dan biasanya jam sepuluh sudah habis terjual. Keterampilan mengolah sayur buah nipah yang cukup rumit ini beliau peroleh dari warisan orangtua yang juga turun temurun. Usaha pengolahan sayuran matang dari pemanfaatan kekayaan lahan basah telah ditekuninya sejak puluhan tahun lalu dan bertahan hingga sekarang sebagai sumber pendapatan keluarga. Dalam beberapa jam sayuran matang sebanyak dua panci besar ludes setiap hari. Berdasarkan penjabaran deskriptif dari hasil wawancara di atas terlihat bahwa masyarakat telah memanfaatkan kekayaan alam lahan basah sejak lama semenjak puluhan tahun dan turun temurun. Kekayaan alam lahan basah basah yang telah dikelola/ dimanfaatkan berupa tanaman ( Kelakai, Pay, Nipah, Talas, Sulur, Umbut, Tapu ) dan ikan ( Haruan, Lundu), namun produk yang dihasilkan masih amat sederhana. Usaha pengolahan/pemanfaatan kekayaan lahan basah menjadi sumber pendapatan keluarga, dan dari hasil usaha tersebut kebutuhan hidup dapat tertopang dan terpenuhi baik kebutuhan primer maupun sekunder. Selanjutnya pemanfaatan kekayaan lahan basah dilakukan dalam dua bentuk yaitu menjualnya secara langsung dan mengolahnya terlebih dahulu menjadi produk baru, kemudian memasarkannya. Kesimpulan 1. Pemanfaatan kekayaan alam lahan basah telah sangat baik dilakukan oleh masyarakat tepian Sungai Alalak, Kalimantan Selatan yang telah dilakukan secara turun temurun selama puluhan tahun. Kekayaan lahan basah yang dimanfaatkan berupa tanaman seperti kelakai, pay, nipah, tapu, talas, sulur, talas keladi, Umbut, Purun, dan berupa binatang seperti ikan Haruan dan Lundu. Kekayaan lahan basah selama ini dimanfaatkan baik untuk dikonsumsi langsung, dijual maupun diolah menjadi produk baru untuk selanjutnya diperjualbelikan. 2. Modal yang dikeluarkan untuk memanfaatkan kekayaan alam lahan basah relatif kecil, bahkan terkadang nol rupiah karena ketersediaannya yang melimpah di alam dan masyarakat bebas mengambilnya dengan hanya bermodal kemauan dan tekad yang kuat. 3. Kekayaan alam lahan basah memiliki peluang besar untuk diolah dan dikelola menjadi produk bernilai ekonomis. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatannya masih ada yang berupa produk yang amat sederhana, mentah dan tak berubah sama sekali saat diambil dari alam. Saran-Saran 1. Perlu dilakukan upaya penjagaan kekayaan alam oleh masyarakat sekitar lahan basah untuk melindungi keberadaan dan ekosistemnya yang tumbuh secara liar, melalui penanaman, pemeliharaan dan pemetikan/penangkapan secara bijaksana. 2. Sebaiknya pemerintah daerah terkait, ikut terlibat langsung dalam memberdayakan ekonomi masyarakat mengingat peluang memanfaatkan kekayaan lahan basah menjadi produk yang bernilai ekonomis sangat tinggi. Misalnya dengan memberikan pelatihan dan penyuluhan pengolahan produk ikan Lundu, pelatihan kewirausahaan dan sejenisnya yang lebih menjangkau masyarakat banyak untuk menumbuhkan wirausaha-wirausaha baru. Diharapkan melalui usaha/bisnis produk kekayaan lahan basah dapat membuka lapangan pekerjaan baru sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan keluarga. 3. Perlu peran serta aktif perguruan tinggi dalam program pengabdian masyarakat dengan memberikan berbagai macam pelatihan dan penyuluhan yang terkait dengan pemanfaatan kekayaan alam basah. Referensi Amirullah, Haris Budiyono, 2004. Pengantar Manajemen; Graha Ilmu, Yogyakarta Eddy Soeryanto Soegoto, 2009, Entrepreneurship Menjadi Pebisnis Ulung, Kompas Gramedia, Jakarta Hasibuan, Malayu S.P, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara, Jakarta Herdiansyah, Haris, 2012, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Salemba Humanika, Jakarta Nurfitri Nugrahaningsih, dan Deni Darmawan, 2015, Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Lahan Basah dan Lahan Kering di Kawasan Perbatasan ( Studi di Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang ). T Hani Handoko. 2000 , Manajemen, BPFE, Yogyakarta Terry, George R. dan Rue, Leslie W. 2010. Dasar – Dasar Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara Winarto V (2003), Entrepreneurship : Semangat untuk memberikan solusi bagi masyarakat, Artikel http;//www.e-psikologi.com/pengembangan/rls.htm, 30-01-2003. Zimmerer, W. Thomas And Norman M. Scarborough, 2000, “Pengantar Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil”, (edisi bahasa Indonesia), Jakarta.