hasil dan pembahasan

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam mencapai sebuah desain taman dan rumah tinggal hemat energi
faktor yang sangat berperan adalah aspek site design (0,67) yang berarti bahwa
67 % dari tujuan utama dapat dicapai berkat aspek ini, sisanya berupa aspek
building design (0,33) yang berarti 33%, jika digabung maka tujuan utama
tersebut diatas dapat tercapai 100%. Pencapaian tersebut diperkuat dengan
temuan Prianto (2007) yang menyebutkan bahwa aspek site design seperti
aspek iklim eksterior, tanaman dan air berkonstribusi terhadap penghematan
energi berupa penekanan konsumsi listrik dalam rumah tinggal. Lebih jauh lagi,
site design yang diinterpretasikan sebagai lanskap dinilai merupakan strategi
yang potensial dalam mewujudkan konsep desain berkelanjutan (Pranoto 2008).
Beberapa komponen-komponen yang mendukung alternatif keputusan
tersebut berdasarkan urutan prioritasnya yaitu komponen tanaman (48,3%),
komponen air (water features) (24,2%), komponen bangunan (10,9%), komponen
tapak (10,7%), dan yang terakhir adalah komponen perkerasan (5,8%).
Hal
tersebut dapat di interpretasikan, bahwa menurut para pakar komponen tanaman
menjadi komponen prioritas utama dalam mencapai sebuah desain taman dan
rumah tinggal hemat energi dan mutlak keberadaanya karena bobotnya yang
sangat signifikan dibandingkan komponen-komponen yang lain, namun harus
tetap dikombinasikan dengan komponen-komponen lanskap lainnya. Bobotbobot komponen maupun variabel tersaji pada skema Analytical Hierarchy
Process (AHP) beserta pembobotannya yang dapat dilihat pada Gambar 7.
Selebihnya hasil pembobotan AHP ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
Selanjutnya komponen desain taman dan rumah tinggal hemat energi dijabarkan
pada subbab berikut dibawah ini.
Komponen Desain Taman dan Rumah Tinggal Hemat Energi
Tanaman
Pada gambar 7 terlihat bahwa komponen pembentuk desain hemat
energi terdiri dari lima komponen utama yaitu, tanaman, air, bangunan, tapak dan
perkerasan. Melalui perhitungan AHP diperoleh komponen prioritas utama untuk
desain hemat energi adalah komponen tanaman (0,483). Elemen utama dari
taman (lanskap) masuk dalam kategori soft material. Tanaman dalam hal ini
44
Overall Inconsistency 0,03
44
Gambar 7. Skema hirarki Analytical Hierarchy Process disertai dengan hasil pembobotannya
45
adalah
tanaman
lanskap
yang
didefinisikan
sebagai
tanaman
yang
dibudidayakan untuk penataan lanskap dan mencakup tumbuhan alami jika
terdapat pada suatu tapak (site). Para pakar menilai kehadiran tanaman menjadi
sangat penting disebabkan kemampuannya secara aktif (alamiah) dalam
memperbaiki kondisi lingkungan dari segi ekologis, estetis, sosial-ekonomi dan
kesehatan.
Pohon dianalogikan sebagai AC alami.
Melalui mekanisme
evapotranspirasi, sebatang pohon soliter dapat menguapkan 400 liter air per hari.
Hal ini setara dengan 5 unit AC ruangan yang berkapasitas 2500 kcal/hr, dan
beroperasi selama 20 jam per hari (Federer 1976).
Pohon berpengaruh positif terhadap temperatur udara berdasarkan
mekanisme pembayangan (canopy effect), di mana pohon memayungi area atau
ruang di bawahnya dari sinar matahari langsung sehingga mengurangi derajat
panas
dan
berpengaruh
pada
pendinginan
udara
sekitar
berdasarkan
mekanisme evapotranspiration, di mana pelepasan air dari permukaan daun
mendinginkan permukaan daun dan mempengaruhi temperatur udara di
sekitarnya. Pohon berpengaruh negatif terhadap proses pemanasan (naiknya
temperatur udara pagi hari) berdasarkan mekanisme ‘selimut’ di mana kanopi
pohon menghalangi pertukaran panas dengan daerah sekitarnya sehingga
lingkungan di bawahnya tidak cepat menjadi panas.
Sebegitu pentingnya
tanaman dalam penghematan energi karena potensi yang dimilikinya. Menurut
Heisler (1986) kita akan dapat merasakan dan menerima secara rutin efek
penghematan energi maksimum hingga 25% pada rumah tinggal konvensional
yang ternaungi oleh tanaman.
Komponen tanaman tersebut didukung oleh variabel-variabel yang
dijadikan sublevel dalam AHP ini.
Variabel tersebut berdasarkan urutan
prioritasnya adalah kerapatan tajuk, jumlah tanaman, jarak dari bangunan, tata
letak tanaman dan jenis tanaman. Hasil analisis pendapat para pakar
menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Kerapatan tajuk (32,6%)
Bentuk tajuk tanaman berbagai macam, namun tajuk yang diklasifikasikan
berfungsi sebagai penaung adalah tajuk berbentuk bulat (round), kubah
(dome), menyebar (spreading) karena dari pohon dengan tajuk tersebut
memiliki lebar atau diameter yang cukup lebar disertai dengan percabangan
yang menyebar sehingga terbentuk kanopi pohon yang berfungsi sebagai
penaung. Kerapatan tajuk yang dimaksud adalah kerimbunan, rapat, tebal
46
suatu tajuk pohon yang disebabkan oleh daunnya sehingga tajuk tersebut
dapat berfungsi sebagai filter atau penangkal sinar dan radiasi matahari.
Kerapatan tajuk pohon dikelompokkan berdasarkan persentase cahaya
matahari yang tertahan oleh tajuk tanaman dalam hal ini pohon.
b. Jumlah tanaman (19,5%)
Peran tanaman yang begitu penting, hingga PERMENPU No.5/PRT/M/2008
mewajibkan menghadirkan tanaman ke dalam ruang terbuka pada rumah
tinggal, disesuaikan dengan luasan lahan yang rumah yang ada. Menurut
peraturan tersebut, pada rumah tinggal dengan luasan kecil yaitu dengan
klasifikasi luasan lahan kurang dari 200 m2 diwajibkan ditanam minimal 1
pohon pelindung dan dilengkapi oleh strata tanaman lain yang lebih rendah.
Lahan terbuka yang sempit dapat diatasi dengan penggunaan tanaman
perdu atau semak, tanaman pemanjat (climbers), tanaman pencekik
(stranglers) dan tanaman yang masuk dalam kategori Crassulacean Acid
Metabolism (CAM). Tanaman-tanaman tersebut dapat diaplikasikan untuk
menghijaukan dinding rumah tinggal (greenwall/vertical greenery). Jumlah
tanaman berpotensi menambah luasan tajuk tanaman dalam memfilter
radiasi matahari disesuaikan dengan potensi lahan yang ada.
c. Jarak dari bangunan (17,9%)
Penanaman tanaman harus berjarak dalam hal ini dengan bangunan. Jarak
tanaman dari bangunan terkait erat dengan kelembaban dan sirkulasi udara
yang dapat membantu ameliorasi iklim.
Jarak yang terlalu dekat relatif
membloking aliran udara menuju bangunan, namun jarak yang terlalu jauh
efek peneduhan tanaman akan kurang optimum. Jarak tanaman ini juga
disesuaikan dengan peraturan bangunan yaitu garis sempadan bangunan.
Besar jarak atau lebar sempadan bangunan di Indonesia adalah setengah
dari lebar jalan di depannya. Hal ini berdampak pada rumah dengan luasan
area yang terbatas, biasanya berada di lingkungan dengan lebar jalan yang
tidak terlalu lebar maksimum antara 6-8 meter yang berarti garis sempadan
bangunan yang diijinkan adalah selebar 3 – 4 meter. Jika lebar jalan lebih
sempit lagi, maka kondisi tersebut membuat garis sempadan bangunannya
akan semakin lebih pendek.
d. Tata letak tanaman (16,5%)
Tata letak tanaman, terkait dengan orientasi bangunan dan ketersediaan
RTH Pekarangan. Ruang terbuka yang tersedia dan memungkinkan pada
47
rumah tinggal dihijaukan menjadi RTH Pekarangan dengan tanaman seperti
pada halaman depan rumah dan atau halaman samping, utamanya jika
berorientasi Timur-Barat, sebagai penangkal sinar matahari (ameliorasi iklim)
sekaligus buffer dan barier polutan serta elemen estetis.
Pada halaman
belakang yang biasanya menjadi area servis, hijauan tanaman dapat
sebagai barier pandangan ke arah area servis, area therapeutic, sekaligus
menjalankan fungsi utamanya sebagai penangkal panas (ameliorasi iklim).
e. Jenis tanaman (13,5%)
Jenis tanaman yang memiliki kemampuan dalam ameliorasi iklim pada RTH
Pekarangan.
Tanaman pada dasarnya terbagi atas beberapa kelompok
besar, yaitu pohon, semak dan perdu serta herba yang biasanya
diaplikasikan sebagai tanaman penutup tanah (ground cover plant) dan
rumput. Secara fungsi vegetasi, strata tanaman paling bawah yang akan
banyak berfungsi sebagai vegetasi untuk perbaikan kondisi lahan (perintis)
dan dapat mengantisipasi erosi, selain fungsi teknis dan estestis dimana
vegetasi berupa pohon akan lebih banyak berfungsi sebagai pembentuk dan
penaung ruang lanskap. Pohon yang terpilih untuk penghijauan pekarangan
rumah dalam kajian ini dibatasi dengan menggunakan pohon sedang
berukuran 6 -15 meter. Pohon sedang tersebut di duga tepat untuk lahan
yang terbatas dengan asumsi luasan area terbuka pekarangan sekitar 40 %70% dari luas lahan,
Air (water features)
Air menjadi komponen prioritas kedua dalam desain taman dan rumah
tinggal hemat energi (0,242).
Elemen air sering dihadirkan sebagai elemen
estetis dan dinilai dapat menciptakan kesan sejuk.
Kesan sejuk tersebut
diperoleh karena air bertindak sebagai elemen stabilitator suhu (climate control).
Air menyerap sinar matahari dan kemudian melalui proses
evaporasi
kelembaban yang ditimbulkan ditambah tiupan angin membuat suhu menjadi
lebih rendah. Salah satu karakteristik fisik air adalah gerakan (motion) (Booth
1983). Gerakan air tersebut diklasifikasikan menjadi yaitu air diam (statis) atau
air dinamis.
Air yang beriak (dinamis), menimbulkan gelombang pada
permukaan air sehingga luas permukaan air tersebut menjadi lebih luas. Luas
permukaan elemen air tersebut menurut Fatimah (2004) berpengaruh nyata
terhadap penurunan suhu udara disekitarnya, sehingga dalam menghadirkan
48
elemen air dalam rumah tinggal sebagai kontrol suhu alternatif yang dapat dipilih
adalah water features dengan tipe gerakan air yang dinamis.
Fungsi elemen air terhadap lingkungan yang lain yaitu elemen air
mengabsorbsi polusi bunyi dan udara disekitarnya. Efek suara yang dihasilkan
dari percikan-percikan water feature seperti air mancur, air mengalir atau air
terjun menjadi penetralisir polusi bising dari luar ruangan, sehingga menurunkan
tingkat kebisingan. Air yang beriak, menghasilkan percikan-percikan air yang
didalamnya terkandung partikel ion-ion hidrogen yang merupakan ion negatif.
Setiap partikel ion negatif tersebut dapat mengikat debu serta zat kimia yang ada
di udara sehingga air mancur tersebut dapat dikatakan memfilter udara. Zat-zat
beracun dapat terserap melalui pancaran air yang keluar dari lubang nozel air
pada air mancur, air mengalir atau air terjun.
Zat-zat tersebut juga dapat
berdifusi langsung dalam pergerakan air.
Komponen Air tersebut didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan
sublevel dalam AHP ini.
Penentuan variabel komponen air didefinisikan
berdasarkan pemanfaatan visualnya (Visual uses of water) (Booth 1983) dan
tidak dimaksudkan untuk menambahkan semua tipe dari wujud waterfeatures
tersebut ke dalam RTH Pekarangan.
Variabel komponen air tersebut
berdasarkan urutan prioritasnya adalah air terjun (falling water), air mancur (jets),
air mengalir (flowing water) dan air statis (static water). Hasil analisis pendapat
para pakar menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Air terjun (33,2%)
Air terjun (Falling water) yang dimaksud adalah struktur buatan yang
dirancang secara arsitektural untuk memanipulasi fluiditas air.
Dalam
menciptakan air terjun dapat digunakan gaya gravitasi alam sehingga air
dapat mengalir terjun dari ketinggian tertentu, sehingga relatif dapat
menghemat penggunaan mekanis pompa dan listrik. Alat mekanis seperti
pompa dapat digunakan saat diperlukan. Riak, percikan air dan suara yang
ditimbulkan sering dijadikan focal point dalam desain taman. Sebagai fungsi
terhadap kontrol suhu, riak atau gelombang yang dihasilkan diduga lebih
membuat dan memiliki luas permukaan air yang paling luas sehingga sangat
berpotensi dalam menurunkan temperatur.
b. Air mancur (28,3%)
Air mancur (Jets) ini juga merupakan salah satu struktur buatan yang
dirancang secara arsitektural untuk memanipulasi dan membentuk fluiditas
49
air ke dalam sebuah alat mekanis seperti pompa untuk menyemprotkan air
tersebut dan kemudian jatuh kedalam suatu wadah dengan bentukan
tertentu, pada umumnya disebut kolam air mancur (fountains).
Diduga,
penggunaan alat mekanis pompa untuk air mancur ini relatif membutuhkan
energi listrik, sehingga kedudukan variabel komponen air ini tidak berada di
urutan teratas. Gerakan air mancur juga menimbulkan riak, percikan air dan
suara, sehingga sering juga menjadi focal point dalam desain taman.
Sebagai fungsi terhadap kontrol suhu, riak atau gelombang yang dihasilkan
diduga membuat dan memiliki luas permukaan air yang lebih luas sehingga
berpotensi dalam menurunkan temperatur.
c. Air mengalir (26,0%)
Air mengalir (Flowing water) yang dimaksud adalah sebuah kolam dengan
desain
atau
struktur
buatan
menggunakan
undakan-undakan
atau
perbedaan ketinggian menggunakan energi gravitasi alam sehingga dicapai
sebuah desain air yang mengalir sebagai representasi sungai-sungai kecil.
Riak dan percikan air yang ditimbulkan oleh tipe gerakan air ini kurang begitu
signifikan, namun tetap dapat digunakan sebagai kontrol suhu. Riak atau
gelombang yang dihasilkan diduga membuat dan menambah luas
permukaan air sehingga cukup berpotensi dalam menurunkan temperatur.
d. Air statis (12,6%)
Air statis (Static water) merupakan salah satu elemen lanskap, tipe visual air
statis biasa diwujudkan dengan kolam. Kolam pada umumnya dapat berupa
kolam dengan dasar lahan (ponds) sehingga bersifat lebih alamiah atau
struktur buatan yang dirancang secara arsitektural yang digunakan untuk
menampung atau mewadahi air tanpa dilengkapi oleh alat mekanis sehingga
menimbulkan kesan statis (pool). Evaporasi dan bantuan dari tiupan angin
dari tipe water features air statis tetap dapat menurunkan suhu lingkungan.
Bangunan
Bangunan, yang selama ini kita lebih berorientasi kepadanya, ternyata
tidak memperoleh hasil yang signifikan (0,109).
Bangunan diartikan sebagai
ruang binaan manusia, salah satunya berupa bangunan rumah tinggal.
Bangunan dalam hal ini rumah tinggal tetap penting keberadaannya sebagai kulit
ketiga manusia yang melindungi seseorang dari pengaruh lingkungan fisik (iklim)
seperti hujan, radiasi matahari, angin, dan lain-lain. Komponen bangunan dalam
50
konteks kajian ini bangunan merupakan benda mati, tidak dapat atau tidak
memiliki kemampuan (alamiah) dalam memperbaiki kondisi lingkungan seperti
menurunkan suhu.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bangunan
bersifat sebagai kulit atau proteksi yang berfungsi mencegah atau menghambat
atau memperlemah pengaruh kondisi lingkungan yang ekstrim menimpa tubuh
atau diri manusia. Bangunan merupakan benda introduksi yang dimunculkan
kedalam sebuah lingkungan, sehingga komponen bangunanlah yang harus lebih
beradaptasi terhadap lingkungan eksteriornya melalui reka bentuk bangunannya
tersebut baik dari segi klimatik, lingkungan dan tapak serta terintegrasi dengan
elemen lanskap lainnya.
Komponen Bangunan juga didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan
sublevel dalam AHP ini. Penentuan variabel komponen bangunan didefinisikan
secara fenomenologis dan berdasarkan pola pembentukan ruang.
Variabel
komponen bangunan tersebut berdasarkan urutan prioritasnya adalah bukaan,
atap, tritisan, bentuk dan konfigurasi ruang, mekanikal dan elektrikal, dinding dan
lantai. Hasil analisis pendapat para pakar menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Bukaan (36,5%)
Suhu panas memang merupakan ciri khas daerah tropis basah, tetapi
permasalahan utama yang dihadapi oleh bangunan adalah problem
kelembaban yang tinggi (Mangunwijaya 2000), begitu pula untuk kasus kota
Bogor.
luasan
Pergantian udara yang mengalir lancar namun dengan batasan
yang
tepat
membantu
menyeimbangkan
antara
suhu
dan
kelembaban.
Bukaan yang dimaksud dalam kajian ini adalah lubang dalam area dinding
yang berfungsi sebagai jalan masuknya angin (penghawaan atau ventilasi
alami) dan untuk mendapatkan penerangan alami dari cahaya matahari.
Bukaan pada umumnya diinterpretasikan dan diwujudkan sebagai jendela
dan lubang angin (rooster atau bouvenlicht). Desain jendela dipengaruhi
faktor-faktor meliputi penempatan, dimensi dan tipe atau model jendela yang
dipilih. Ventilasi silang juga akan lebih maksimal apabila penempatan secara
vertikal
ikut
diperhitungkan.
Dalam
perencanaan
dan
perancangan
bangunan, diusahakan untuk memasukkan cahaya matahari semaksimal
mungkin, sedangkan radiasi panas matahari ini diusahakan agar tidak
masuk ke dalam ruangan.
b. Atap (18,2%)
51
Atap yang dimaksud dalam hal ini adalah salah satu elemen pembentuk
ruang (selubung bangunan bagian atas atau kepala bangunan).
Atap atau langit-langit (overhead plane)
Bidang
utamanya berfungsi sebagai
pelindung sinar matahari dengan prinsip payung atau perisai (prinsip
pembayangan). Desain atap terkait dengan bentuk, material pembentuk,
sudut kemiringan, warna, bahan insulasi, penggunaan plafon. Atap yang
cukup tinggi (volume ruang antara penutup atap dan langit-langit besar)
membantu mengurangi pemanasan ruang-ruang yang berada di bawahnya.
c. Tritisan (16,7%)
Tritisan atau overhang adalah bagian dari bangunan berupa atap tambahan
yang berdiri sendiri atau berupa perpanjangan dari atap utama. Sinonim
lain, atap sengkuap, sosoran, kanopi atap.
Tritisan dapat menggunakan
prinsip pembayangan atau prinsip penyaringan (filter).
Tritisan berperan
menangkal sinar matahari yang membawa panas tidak masuk kedalam
ruang rumah. Tritisan memiliki arti penting sebagai pelengkap atap pada
rumah tinggal di Indonesia, karena terdapat data yang menunjukkan
perbedaan suhu antara dinding rumah yang tidak ternaungi dan ternaungi
tritisan pada siang hari dapat mencapai 6 ºC (pengukuran pada pukul 11.00
WIB) (Anonim 2009).
Desain tritisan yang tepat dapat menghalangi
pancaran radiasi matahari hingga 100%.
d. Bentuk dan konfigurasi ruang (8,7%)
Bentuk
merupakan
perwujudan
dari
hasil
konfigurasi
tertentu
dari
permukaan-permukaan dan sisi-sisi bidang vertikal maupun horisontal.
Dalam sebuah bentuk tercipta sebuah ruang.
dengan dimensi.
Bentuk dan ruang terkait
Dimensi suatu bentuk adalah panjang, lebar, tinggi.
Dimensi-dimensi ini menentukan proporsinya. Bentuk dan konfigurasi ruang
yang berkaitan dengan rasio lebar dan panjang bangunan, bangunan yang
terlalu tipis tidak baik, begitu pula sebaliknya karena terkait dengan
penerimaan bangunan terhadap paparan sinar matahari. Sudah terdapat
rasio ideal yang dapat dijadikan acuan dalam membuat bentuk dan
konfigurasi ruang rumah tinggal.
e. Mekanikal dan elektrikal (7,7%)
Pada bangunan modern aspek mekanikal dan elektrikal sudah salah satu
menjadi kebutuhan utama. Dalam hal prinsip penghematan energi, dapat
diterapkan penggunaan daya listrik dengan bijak disesuaikan untuk
52
kebutuhan yang benar-benar diperlukan melalui menerapkan perlengkapan
listrik sesuai aktivitas dalam bangunan.
f.
Dinding (7,6%)
Dinding yang dimaksud dalam hal ini adalah salah satu elemen pembentuk
ruang atau selubung bangunan bagian tengah atau sering dianalogikan
sebagai badan bangunan (vertical space divider).
Jenis material dinding
berpengaruh terhadap penyerapan panas, sehingga pemilihan material
harus
dilakukan
dengan
seksama
penyerapan panas dan konsep hijau.
dikaitkan
pertimbangan
terhadap
Alternatif lain untuk menghambat
penyerapan panas adalah dengan menggunakan ketebalan dinding agar
memperlambat rambatan panas.
g. Lantai (4,6%)
Lantai yang dimaksud dalam hal ini adalah salah satu elemen pembentuk
ruang atau selubung bangunan bagian bawah atau sering dianalogikan
sebagai kaki bangunan (base plane).
Lantai berperan sebagai alas kita
berpijak dalam melakukan aktivitas.
Pada daerah iklim tropis basah
konstruksi lantai dapat menjaga kesejukan ruang jika lantai tersebut tidak
mengandung kelembaban dari tanah dan warnanya memantukan radiasi
panas.
Tapak
Tapak (0,107) merupakan komponen prioritas keempat.
Tapak
didefinisikan sebagai suatu lahan dalam hal ini tanah sebagai alas untuk
mendirikan bangunan. Menurut pakar, komponen tapak tetap memiliki potensi
untuk berkontribusi dalam penghematan energi.
Tapak menggambarkan
lingkungan sekitar, sehingga dalam merancang tapak atau menempatkan
bangunan pada tapak (perubahan kondisi yang ada) kita harus menentukan apa
yang dipertahankan, diperkuat, ditekankankan, dikurangi, digubah maupun
dihilangkan untuk membuat keadaannya menjadi lebih baik.
Tapak secara
umum terkait dengan keamanan dalam mendirikan bangunan, sehingga faktor
daya dukung menjadi penting dan diharapkan tidak banyak memodifikasi kondisi
alamiah tapak atau permukaan tanah, kecuali memang sangat diperlukan
(Karyono 2010).
Komponen tapak juga didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan
sublevel dalam AHP ini. Variabel komponen tapak tersebut berdasarkan urutan
53
prioritasnya adalah intensitas tutupan lahan, sistem utilitas, bebas dari gangguan
geo-biologis, orientasi, topografi, dan jenis tanah. Hasil analisis pendapat para
pakar menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Intensitas tutupan lahan (32,3%)
Intensitas tutupan lahan adalah ukuran kepadatan bangunan dalam tiga
dimensional, dikaitkan dengan luas kapling. Intensitas digunakan sebagai
instrumen untuk mengendalikan kepadatan bangunan. Untuk ukuran
horisontal, digunakan BCR (Building Coverage Ratio)/KDB (Koefisien Dasar
Bangunan).
Koefisien Dasar Bangunan ini bertujuan untuk mengatur
besaran luasan bangunan yang menutupi permukaan tanah dan agar
memungkinkan RTH Pekarangan sebagai ruang penghijauan.
b. Sistem utilitas (21,3%)
Sistem utilitas, terkait perilaku bijak dalam mengelola sumberdaya air, yaitu
air bersih maupun air buangan dan membatasi sampah dapat membantu
mengurangi kerusakan lingkungan.
c. Bebas dari gangguan geo-biologis (13,9%)
Secara umum, variabel komponen tapak terebas dari gangguan geo-biologis
yang terkait dengan keamanan bangunan beserta manusianya dan
kenyamanan serta kesehatan penghuni.
Terkait dengan keamanan
bangunan tapak seharusnya berada di area yang stabil, maksudnya relatif
kecil kemungkinan terkena bencana yang dahsyat. Area tapak dipastikan
tidak terletak pada kawasan banjir, atau daerah rawan tsunami, tanah
longsor.
Selain Longsor perlu pula diwaspadai adanya bangunan yang
dibangun didaerah patahan. Secara umum kota-kota di Indonesia terletak
didaerah yang rawan gempa, sehingga untuk jaminan keamanan, struktur
bangunan diperkuat disertai dengan bentukan bangunan yang sederhana
sebagai antisipasi agar dapat bertahan menghadapi gempa sampai lebih
dari 9 skala richter.
Faktor bahaya biologis datang dari hewan maupun vegetasi. Dari hewan
yang terkait dengan keamanan bangunan adalah rayap dari jenis
Coptotermes formosanus. Perlu kewaspadaan dan ketelatenan. Waspada
untuk mencegah dan terhadap tanda-tanda kehadiran rayap serta telaten
dalam upaya untuk membasminya.
Vegetasi sangat berperan dalam upaya penghematan energi. Keberadaan
vegetasi dapat menjadi ancaman karena faktor kelalaian manusia.
54
Perakaran jika tidak disediakan lahan yang cukup akan mengganggu
vegetasi tersebut karena mengurangi kekokohannya dan membahayakan
manusia karena akan mudah tumbang.
pondasi bangunan.
Perakaran dapat mengganggu
Peletakan vegetasi yang kurang tepat menghalangi
sinar dan angin, berpotensi meningkatkan kelembaban ruang karena
sirkulasi udara terhalang.
hama-hama tanaman.
pemangkasan,
Keberadaan vegetasi berpotensi mengundang
Pemeliharaan secara rutin seperti penyiangan,
pemupukan
teratur,
penyemprotan
jika
terserang
(diusahakan dengan bahan non-kimiawi).
d. Orientasi (13%)
Orientasi bangunan yang menentukan posisi minimal dalam menerima
paparan radiasi matahari secara langsung. Perbedaan orientasi bangunan
rumah dapat mempengaruhi kondisi termal dalam ruangan.
e. Topografi (10,8%)
Topografi yang juga terkait dengan keamanan bangunan.
Derajat
kemiringan lereng yang ideal untuk bangunan rumah tinggal tidak melebihi
15%. Kemiringan lahan >15% terbuka terhadap iklim yang keras, bahaya
gempa bumi, bahaya tanah longsor, tanah yang tidak stabil.
Peletakan
bangunan pada topografi yang relatif tidak landai memperbesar resiko akan
bahaya, sehingga perlu tindakan dan biaya ekstra dalam melakukan
perbaikan kondisi tersebut.
f.
Jenis tanah (8,7%)
Tanah merupakan bagian yang mendukung bangunan di atasnya maupun
aktifitas manusia dan sebagai media pertumbuhan vegetasi. Tanah
menyediakan unsur hara bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembangnya.
Karena tema penelitian ini ke arah hemat energi melalui konsep hijau, tanah
tidak hanya diperuntukkan untuk menopang bangunan di atasnya, tetapi juga
sebagai media untuk menumbuhkan tanaman yang baik.
Jenis tanah
mempunyai karakteristik dan kandungan yang berbeda-beda, diantaranya
daya resapnya terhadap air, kepekaan erosi dan daya dukung.
Perkerasan
Perkerasan (non bangunan) (0,058) merupakan elemen penunjang taman
dan rumah tinggal.
Perkerasan yang bersifat keras berpengaruh terhadap
55
penyerapan panas dan penyerapan air.
Komponen perkerasan yang tepat
diyakini dapat membantu dalam usaha penghematan energi.
Komponen Perkerasan (non bangunan) juga didukung oleh variabelvariabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Penentuan variabel komponen
perkerasan (non bangunan) didefinisikan secara fenomenologis berdasarkan
elemen yang pada umumnya berada pada eksterior unit lanskap rumah tinggal
yang bersifat material keras. Variabel komponen perkerasan (non bangunan)
tersebut berdasarkan urutan prioritasnya yaitu: perkerasan (pavement) itu sendiri
serta pagar dan tembok pembatas (wall dan fence) sebagai bagian dari site
structure. Hasil analisis pendapat para pakar menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Perkerasan (51,5%)
Perkerasan merupakan permukaan material yang solid dan diharapkan
dapat bertahan lama yang dipasang di atas permukaan tanah pada suatu
area untuk mendukung fungsi lalu lintas kendaraan maupun pejalan kaki di
atasnya. Jenis perkerasan permeable seperti grassblock sangat disarankan.
Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Prasodyo dan Nurisjah (1998)
bahwa Infiltrasi terbesar dijumpai pada bahan penutup tanah grassblock.
Dalam kategori beton berperforasi didapatkan interblok 4-6 m kemampuan
infiltrasi terbesar, selanjutnya diikuti dengan interblok 16-6, behaton 13-6 dan
zurich 12-6.
Dari sisi penyerapan panas conblock merupakan jenis
perkerasan yang cukup menyerap panas terlebih lagi keramik. Penyerapan
panas oleh material perkerasan tersebut dapat mempengaruhi terhadap
suhu bangunan, terlebih jika peletakannya relatif berdekatan.
Panas
tersebut dapat merambat melalui konduksi dan konveksi ke dalam
bangunan. Untuk menanggulangi hal tersebut, sebaiknya tidak membiarkan
perkerasan tanpa diberikan naungan seperti naungan pohon atau didekatkan
dengan elemen air (Fatimah, Arifin, dan Widjaya 1998).
b. Pagar dan tembok pembatas (48,5%)
Tinggi pagar yang baik adalah tidak lebih dari 1.20 meter dan untuk dinding
pembatas tidak lebih dari 1.70 meter. Pagar rumah tinggal sebaiknya dibuat
renggang atau berongga (kesan transparan) agar sirkulasi udara ke dalam
rumah tinggal tetap baik.
Pagar dengan konsep hijau sekaligus estetis
seharusnya dinilai dapat membantu sebagai penahan atau penghalang
terhadap debu, polusi dan radiasi sinar matahari serta mengalirkan bahkan
membloking arus angin yang kencang (green fence).
56
Konsepstualisasi Desain Taman dan Rumah Tinggal Hemat Energi
Tanaman
Tanaman atau secara umum vegetasi merupakan satu aspek penting
dalam Arsitektur Lanskap.
Tanaman secara fungsional dapat menjaga
kestabilan lahan, ekologi lingkungan, penampilan visual dan sebagai komponen
dalam upaya penghematan energi. Menilik dari hasil perolehan bobot AHP pada
subbab sebelumnya, dapat dirumuskan bahwa konsep desain taman dan rumah
tinggal hemat energi adalah mengoptimumkan fungsi Ruang Terbuka Hijau
Pekarangan (RTH Pekarangan) utamanya dengan menggunakan tanaman
terutama pohon pelindung dengan kriteria yang tepat.
Kriteria variabel taman
dan rumah tinggal hemat energi untuk komponen tanaman selengkapnya
tertuang pada Tabel 10.
Tabel 10. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Tanaman (Bobot 0,483)
No
Variabel
Bobot
Kriteria desain untuk skor
1
2
3
Kerapatan tajuk
Kerapatan tajuk
Kerapatan tajuk
rendah <25%
sedang 25%-75% tinggi 75%
1
Kerapatan
tajuk
0,326
2
Jumlah
tanaman
0,195
1 pohon
pelindung
2 pohon
pelindung
3 pohon pelindung
3
Jarak dari
bangunan
0,179
<2 m
3m
4m
4
Tata letak
tanaman
0,165
Hanya halaman
depan atau
belakang
Hanya halaman
depan atau
belakang
atau
Di halaman
depan dan
belakang
Di halaman depan
dan halaman
belakang dan atau
halaman samping
5
Jenis
tanaman
0,135
Perdu 1,5-3 m
Pohon kecil 3-6 m
Pohon sedang 615 m
Kerapatan Tajuk. Pohon sebagai salah satu unsur vegetasi yang paling
berperan dalam pengendalian lingkungan termalnya atau ameliorasi iklim
terutama karena tanaman pohon mempunyai mekanisme payung (canopy effect)
terkait dengan bentuk dan kerapatan tajuk. Bentuk tajuk bulat (round), kubah
(dome), menyebar (spreading) berfungsi sebagai penaung karena dari pohon
57
dengan tajuk tersebut memiliki lebar atau diameter yang cukup lebar seperti pada
pohon Filicium decipiens dan Ficus benjamina disertai dengan percabangan
yang menyebar seperti pada pohon Delonix regia sehingga terbentuk kanopi
pohon yang berfungsi sebagai penaung. Kerapatan tajuk yang dimaksud adalah
kerimbunan, rapat, tebal suatu tajuk pohon yang disebabkan oleh daunnya
sehingga tajuk tersebut dapat berfungsi sebagai filter atau penangkal sinar dan
radiasi matahari. Kerapatan tajuk pohon dikelompokkan berdasarkan persentase
cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk tanaman atau pohon. Pembagian
kerapatan tajuk, adalah sebagai berikut:
1. Kerapatan tajuk < 25%
= kerapatan tajuk rendah/ringan
2. Kerapatan tajuk 25% - 75% = kerapatan tajuk sedang
3. Kerapatan tajuk > 75%
= kerapatan tajuk tinggi/rapat /berat
Daun-daun menghalangi, memantulkan, menyerap dan meneruskan
radiasi
matahari.
Dengan
demikian
maka
mekanisme
pohon
dalam
pengendalian lingkungan termal dapat diintepretasikan sebagai berikut:
1. Pohon
berpengaruh
positif
terhadap
temperatur
udara
berdasarkan
mekanisme pembayangan (canopy effect), di mana pohon memayungi area
atau ruang di bawahnya dari sinar matahari langsung sehingga mengurangi
derajat panas dan berpengaruh pada pendinginan udara sekitar.
2. Pohon dan strata tanaman lain berpengaruh positif terhadap proses
pendinginan
berdasarkan
mekanisme
evapotranspiration,
di
mana
pelepasan air dari permukaan daun mendinginkan permukaan daun dan
mempengaruhi temperatur udara di sekitarnya.
3. Pohon
berpengaruh
negatif
terhadap
proses
pemanasan
(naiknya
temperatur udara pagi hari) berdasarkan mekanisme ‘selimut’ di mana
kanopi pohon menghalangi pertukaran panas dengan daerah sekitarnya
sehingga lingkungan di bawahnya cepat menjadi panas. Efek dari laju naik
temperatur udara tidak terlalu berpengaruh pada temperatur udara rata-rata.
Jumlah Tanaman. Sebatang pohon selama hidupnya diprediksi mampu
menyerap 7.500 gram karbon. Karena alasan inilah tumbuhan dikenal sebagai
pelaku carbon sinks. Diduga, dalam satu hari sebatang pohon menyerap CO 2
antara 20-36 gram per hari. Ilustrasinya, bila di pekarangan rumah kita terdapat
10 buah pohon, maka dalam sebulan pekarangan anda memberikan kontribusi
menyerap CO2 sebanyak 5,6 – 10,08 kg atau menyimpan 750 kg karbon selama
58
tanaman itu tumbuh di sana. Jika diakumulasikan pada lingkungan yang lebih
luas, semisal dalam lingkungan rumah tinggal kita terdapat ada 99 Kepala
Keluarga yang memiliki jumlah pohon sama dengan di rumah kita, maka jumlah
CO2 yang diserap dalam lingkungan tersebut menjadi 0,5 – 1,008 ton atau
karbon yang disimpan sebanyak 75 ton selama pohon tersebut tumbuh
(Rohman, 2009).
Kasus lain, 1 acre (0,405 ha) luas pertanaman di Amerika dalam setahun
menyerap CO2 yang setara dengan CO2 yang diemisikan oleh sebuah mobil
yang menempuh jarak 26.000 mile (41.842,944 km) dan 0,405 ha luas lahan
berpepohonan di Brooklyn cukup untuk mengkompensasi penggunaan bahan
bakar oleh sebuah mobil yang menempuh jarak 7.200 – 8700 mile (11.587,27 –
14.001,29 km) (Rohman, 2009).
Pohon, dalam satu jam, satu lembar daun memproduksi oksigen (O 2)
sebanyak 5 ml. Dengan mengambil contoh ilustrasi di atas, jika pekarangan
rumah kita dan sekitarnya yang ditanami pepohonan tadi dan bila rata-rata
jumlah daun per pohon 200 lembar, maka pohon-pohon di tempat tinggal Anda
dan sekitarnya akan menyumbang oksigen sebanyak 10 pohon x 100 rumah
tinggal x 200 lembar daun x 5 ml O 2 yang dihasilkan= 1.000 liter per jam jumlah
O2 yang dihasilkan. Angka ini setara dengan jumlah kebutuhan Oksigen untuk
pernapasan sebanyak sekitar 18 orang, sementara kebutuhan Oksigen untuk
satu orang bernapas adalah 53 liter per jam (Rohman 2009).
Dari penjelasan diatas, maka jelas keberadaan tanaman sangat penting
menyangkut banyak aspek terutama penghematan energi. Ruang terbuka yang
tersedia dan memungkinkan pada rumah tinggal dihijaukan menjadi RTH
Pekarangan. Rumah dengan area terbatas berkonsekuensi membatasi kuantitas
hijauan yang ada.
Peraturan yang ada yaitu PERMENPU No.5/PRT/M/2008
mewajibkan untuk tetap menghadirkan tanaman ke dalam ruang terbuka pada
rumah tinggal, walaupun tetap disesuaikan dengan luasan lahan yang rumah
yang ada.
Pada peraturan tersebut menyebutkan arahan kuantitas tanaman
yang harus ada pada rumah tinggal dengan luasan kecil yaitu kategori
pekarangan kecil dengan kriteria luasan lahan kurang dari 200 m 2 mewajibkan
penghuninya untuk menanam minimal 1 pohon pelindung dan dilengkapi oleh
strata tanaman lain yang lebih rendah untuk mendapatkan manfaat yang paling
optimal. Masih pada arahan peraturan tersebut, lahan terbuka yang sempit atau
terbatas tidak menutup kemungkinan untuk tetap menghijaukan area terbuka
59
pada rumah tinggal. Cara yang dapat ditempuh seperti menggunakan tanaman
dengan strata yang lebih rendah seperti tanaman perdu atau semak.
Jenis
tanaman lain yang dapat digunakan adalah tanaman pemanjat (climbers),
tanaman pencekik (stranglers) dan tanaman yang masuk dalam kategori
Crassulacean Acid Metabolism (CAM) dengan ciri-ciri, sebagai berikut:
1. Kutikula yang tebal
2. Sekulen
3. Luas permukaan daun sempit atau kecil
4. Dapat mengurangi ukuran stomata atau frekuensi membuka stomata
untuk mengurangi hilangnya kandungan air.
Jarak dari Bangunan. Keberadaan tanaman di ruang terbuka rumah
tinggal memang wajib adanya. Namun belum ada regulasi maupun peraturan
resmi bagaimana tata lanskap tersebut secara detail. Jarak tanaman terutama
pohon harus dipertimbangkan. Pohon dengan kategori pohon sedang di duga
tepat untuk lahan yang terbatas dengan asumsi luasan area terbuka pekarangan
sekitar 40 %- 70% dari luas lahan, hal ini terkait dengan perakaran pohon.
Pohon sedang pada umumnya memiliki tajuk berdiameter maksimum sekitar 5-6
meter.
Tajuk pohon merupakan cerminan perakarannya (analogi jam pasir).
Berdasar informasi diatas, maka pohon sedang dapat diaplikasikan pada ruang
terbuka atau pekarangan rumah tinggal yang sesuai dengan rasio persentasi
luas lahan tersebut diatas.
Dengan luasan tersebut, diperkirakan tanaman
pohon tersebut dapat tumbuh dengan baik karena media tanamnya yang
proporsional.
Dengan luas area tanam yang masih menyisakan jarak bebas
antara tanaman dan bangunan, maka bangunan rumah akan lebih aman dari
bahaya perusakan struktur bangunan terutama pondasi bangunan rumah. Media
tanam yang cukup dan baik membuat tanaman pohon tersebut kokoh berdiri,
sehingga meminimalisir kemungkinan pohon tumbang ke area rumah tinggal
yang berakibat fatal pada manusia terlebih penghuni rumah tinggal yang tertimpa
tersebut.
Selain masalah keamanan, jarak bebas tanaman pohon dengan
bangunan, di peruntukkan dalam proses ameliorasi iklim. Jarak tanaman yang
terlalu dekat dengan bangunan dapat menghalangi aliran udara masuk kedalam
bangunan, terlebih jika cabang terendahnya sangat rendah sehingga menutupi
bidang jendela (bukaan bangunan). Jarak tanaman terlalu jauh juga tidak baik
60
karena efek penaung atau perlindungan dari panas matahari tidak akan dapat
dirasakan manfaatnya.
Jarak tanaman ini juga harus disesuaikan dengan
peraturan bangunan yaitu garis sempadan bangunan.
Garis sempadan
bangunan terkait dengan lebar jalan di depan rumah tinggal. Besar jarak atau
lebar sempadan bangunan di Indonesia adalah setengah dari lebar jalan di
depannya. Hal ini berdampak pada rumah dengan luasan area yang terbatas,
biasanya berada di lingkungan dengan lebar jalan yang tidak terlalu lebar
maksimum antara 6-8 meter yang berarti garis sempadan bangunan yang
diijinkan adalah selebar 3 – 4 meter. Jika lebar jalan lebih sempit lagi, maka
kondisi tersebut membuat garis sempadan bangunannya akan semakin lebih
pendek.
Strata tanaman lain, misalnya tanaman-tanaman untuk diaplikasikan
sebagai vertical greenery pada dinding rumah, harus dipersiapkan konstruksi
penopangnya terlebih dahulu seperti modul-modul rangka kawat sebagai jalur
rambatan tanaman atau rangka seperti rak-rak sebagai media penempatan potpot
tanaman.
Diusahakan
berjarak,
agar
tanaman
tersebut
terlebih
perakarannya tidak menempel langsung pada dinding rumah karena beresiko
melemahkan bahkan merusak konstruksi dinding dan menghindari kelembaban
yang berlebihan. Lahan yang terbatas yang berarti terbatasnya tanah sebagai
media tumbuh tanaman dapat di atasi dengan menggunakan media tanam pot
seperti yang sudah dikenal masyarakat umum. Tanaman yang dapat digunakan
memang terbatas, seperti tanaman perdu maupun semak yang perakarannya
tidak terlalu dalam dan toleran pada kondisi yang relatif kering.
Tata Letak Tanaman. RTH Pekarangan rumah tinggal dalam kajian ini,
memungkinkan RTH Pekarangan depan dan belakang. Kasus khusus jika rumah
tinggal tersebut berada di bagian pojok (hoek), sehingga menyisakan RTH
Pekarangan samping. Pada umumnya tanaman seperti pada halaman depan
rumah digunakan sebagai penangkal panas (ameliorasi iklim) sekaligus buffer
dan barier polutan serta elemen estetis, pada halaman belakang yang biasanya
menjadi area servis, hijauan tanaman dapat sebagai barier pandangan ke arah
area servis, area therapeutic, sekaligus menjalankan fungsi utamanya sebagai
penangkal panas (ameliorasi iklim).
Peletakan tanaman pohon khususnya pada kasus daerah tropis terkait
dengan orientasi tapak dan bangunannya agar fungsi perlindungannya dapat
61
berjalan optimal.
Menurut Reed (2010) penanaman tanaman di lokasi barat
daya untuk daerah tropis di duga akan memberikan manfaat yang optimal.
Analisis sederhana dan menurut referensi pada umumnya, orientasi tapak atau
bangunan yang menghadap barat adalah orientasi yang paling menimbulkan
panas, dari segi iklim karena posisi tapak atau bangunan pada orientasi tersebut
terkena sinar dan panas matahari di siang hari karena panas radiasi matahari
sudah tercampur dengan suhu yang relatif sudah lebih tinggi. Kondisi tersebut
menurunkan
tingkat
kenyamanan
termal
penghuni
rumah
tinggal
dan
memerlukan energi tambahan untuk menurunkan suhu dalam mencapai
temperatur yang nyaman jika tidak ada perlindungan khusus, khususnya
perlindungan dari tanaman.
Berdasarkan kondisi tersebut analisis mengenai
peletakan tanaman jika disesuaikan dengan orientasi terhadap mata angin
adalah sebagai berikut:
1. Orientasi Barat
a. Bentuk tajuk pohon berbentuk bulat (round), atau kubah (dome), atau
menyebar (spreading).
b. Pohon dengan fungsi penaung.
c. Kerapatan tajuk tinggi (daun lebat, rapat, dan rimbun) sehingga
kemampuan dalam memblok atau menghalangi sinar dan panas
matahari yang berlebih menjadi optimal. Pohon dengan kerapatan tajuk
yang tinggi diperkirakan dapat memfilter sinar dan panas matahari yang
berlebih. Sinar dan panas matahari dirasa tidak nyaman dan puncaknya
sekitar pukul 14.00 WIB, karena sinar matahari sudah bercampur
dengan suhu udara yang sudah tinggi.
d. Ruang kanopi pohon dapat dibuat cukup rendah untuk menghalangi
sudut datang matahari sekitar pukul 13.00 WIB -15.00 WIB ± sudut 70º
- 40º, agar sinar dan panas matahari yang terik dan tidak diinginkan
dapat tersaring, namun aliran udara masih tetap dapat bersirkulasi
dengan baik.
e. Toleransi terhadap angin tinggi, sehingga tetap kokoh menahan
hempasan angin dan dapat memfilter angin yang terlalu kuat dari arah
barat daya (angin muson barat).
2. Orientasi Timur
a. Bentuk tajuk bulat (round), atau kubah (dome), atau menyebar
(spreading).
62
b. Pohon dengan fungsi penaung
c. Kerapatan tajuk sedang-tinggi. Orientasi timur yang berarti sinar dari
timur atau sinar matahari terbit menurut beberapa orang adalah sinar
yang menyehatkan dan masih disukai karena pada saat tersebut suhu
masih cukup rendah sehingga masih dirasakan nyaman. Pohon dengan
kerapatan tajuk yang sedang-tinggi diperkirakan dapat memfilter sinar
dan panas matahari yang berlebih. Sinar dan panas matahari mulai
dirasa tidak nyaman sekitar pukul 10.00 WIB, karena sinar matahari
sudah bercampur dengan suhu udara yang mulai meninggi.
d. Ruang kanopi pohon dapat dibuat cukup tinggi untuk menghalangi sudut
datang matahari sekitar pukul 10.00 WIB ± sudut 60º, agar sinar dan
panas matahari yang tidak diinginkan dapat tersaring, namun aliran
udara tetap dapat bersirkulasi dengan baik.
e. Toleransi terhadap angin tinggi, sehingga tetap kokoh menahan
hempasan angin dan dapat memfilter angin yang terlalu kuat dari arah
timur laut (angin muson timur).
3. Utara
a. Bentuk tajuk bulat (round), atau kubah (dome), atau menyebar
(spreading).
b. Pohon dengan fungsi penaung
c. Kerapatan tajuk sedang-tinggi.
Orientasi Utara tidak mendapatkan
paparan matahari secara langsung, sehingga sinar yang ada merupakan
sinar pantulan matahari dan panas yang disebabkan radiasi matahari
tidak terlalu tinggi dibandingkan orientasi Timur dan Barat. Tepat pada
siang hari panas matahari tetap dirasakan oleh orientasi Utara, sehingga
perlindungan tetap diperlukan untuk mengurangi pemanasan matahari
tersebut.
d. Ruang kanopi pohon dapat dibuat tinggi untuk menghalangi sudut datang
matahari sekitar pukul 11.00 WIB -13.00 WIB ± sudut 70º - 90º, agar sinar
dan panas matahari yang tidak berlebih dapat tersaring, aliran udara tetap
dapat bersirkulasi dengan baik.
e. Toleransi terhadap angin tinggi, sehingga tetap kokoh menahan
hempasan angin dan dapat memfilter angin yang terlalu kuat dari arah
timur laut (angin muson timur).
63
4. Selatan
a. Bentuk tajuk bulat (round), atau kubah (dome), atau menyebar
(spreading).
b. Pohon dengan fungsi penaung
c. Kerapatan tajuk sedang-tinggi.
Orientasi Selatan tidak mendapatkan
paparan matahari secara langsung, sehingga sinar yang ada merupakan
sinar pantulan matahari dan panas yang disebabkan radiasi matahari
tidak terlalu tinggi dibandingkan orientasi Timur dan Barat. Tepat pada
siang hari panas matahari tetap dirasakan oleh orientasi Selatan,
sehingga perlindungan tetap diperlukan untuk mengurangi pemanasan
matahari tersebut.
d. Ruang kanopi pohon dapat dibuat tinggi untuk menghalangi sudut datang
matahari sekitar pukul 11.00 WIB -13.00 WIB ± sudut 70º - 90º, agar sinar
dan panas matahari yang tidak berlebih dapat tersaring, aliran udara tetap
dapat bersirkulasi dengan baik.
e. Toleransi terhadap angin tinggi, sehingga tetap kokoh menahan
hempasan angin dan dapat memfilter angin yang terlalu kuat dari arah
barat daya (angin muson barat).
Jenis Tanaman.
Tanaman pada dasarnya terbagi atas beberapa
kelompok besar, yaitu pohon, semak dan perdu serta herba yang biasanya
diaplikasikan sebagai tanaman penutup tanah (ground cover plant) dan rumput.
Secara fungsi vegetasi, strata tanaman paling bawah yang akan banyak
berfungsi sebagai dasar perbaikan vegetasi dan dapat mengantisipasi erosi,
selain fungsi teknis dan estestis; dimana vegetasi berupa pohon akan banyak
berfungsi sebagai pembentuk dan penaung ruang lanskap. Pohon yang terpilih
untuk penghijauan pekarangan rumah juga dibatasi dengan menggunakan pohon
maksimum berkategori pohon sedang dengan kriteria tinggi fisik pohon sekitar 6 15 meter.
Perdu dan Semak, merupakan strata tanaman yang lebih rendah
dibandingkan dengan pohon.
Tanaman perdu dan semak kurang dapat
berfungsi sebagai penaung karena tinjau dari fisik tanamannya. Tapi, tanaman
semak masih dapat berperan dalam ameliorasi iklim sekitar karena fungsinya
sebagai buffer atau barier.
Tanaman perdu dapat mencapai tinggi 5 meter,
64
sehingga sering di sebut atau dikategorikan menjadi pohon kecil.
Tanaman
semak dapat mencapai ketinggian 3 meter. Perbedaan utama antara perdu dan
semak terlihat dari batang utamanya. Tanaman perdu memiliki batang utama
sedangkan tanaman semak tidak memiliki batang utama, pada umumnya
percabangan banyak atau berumpun dengan banyak anakan.
Sebagaimana
diketahui,
tumbuhan
melakukan
fotosintesis
untuk
membentuk zat makanan atau energi yang dibutuhkan tanaman tersebut. Dalam
fotosintesis tersebut tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dan air yang
kemudian di ubah menjadi glukosa dan oksigen dengan bantuan sinar matahari.
Kesemua proses ini berlangsung di klorofil.
penyerap
karbondioksida
akan
Kemampuan tanaman sebagai
berbeda-beda.
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi daya serap karbondioksida. Diantaranya ditentukan oleh mutu
klorofil.
Mutu klorofil ditentukan berdasarkan banyak sedikitnya Magnesium
yang menjadi inti klorofil. Semakin besar tingkat Magnesium, daun akan
berwarna hijau gelap (Alamendah 2010).
Ilustrasi diatas dimaksudkan bahwa pengaruh jenis tanaman terhadap
penghematan energi melalui ameliorasi iklim mikro sekaligus memperbaiki
kondisi lingkungan terkait dengan kemampuan tanaman, khususnya pohon
dalam terhadap penyerapan CO2 melalui proses fotosintesis.
Daya serap
Karbondioksida sebuah pohon juga ditentukan oleh luas keseluruhan daun, umur
daun, dan fase pertumbuhan tanaman. Selain itu, pohon-pohon yang berbunga
dan berbuah memiliki kemampuan fotosintesis yang lebih tinggi sehingga mampu
dimanfaatkan sebagai penyerap karbondioksida yang lebih baik. Faktor lainnya
yang ikut menentukan daya serap karbondioksida adalah suhu, dan sinar
matahari, ketersediaan air (Alamendah 2010).
Terdapat 31 daftar tanaman yang mempunyai daya serap karbondioksida
(CO2) yang tinggi hasil dari penelitian Dahlan 2008 dalam Alamendah (2010)
yang terlampir dalam lampiran 4, yang diharapkan dapat menjadi alternatif
pemilihan jenis tanaman yang disesuaikan dengan kriteria variabel tanaman
dalam kajian ini. Penjelasan singkat, berdasarkan hasil penelitan tersebut pohon
yang memiliki kemampuan tertinggi dalam menyerap CO 2 adalah Pohon
Trembesi atau Ki Hujan (Samanea saman). Pohon tersebut dapat menyerap
CO2 sebesar 28.488,39 kg/tahun. Dari bentuk fisiknya, Trembesi memiliki tajuk
menyebar dan tinggi tanaman antara 15-25 m, sehingga masuk dalam kategori
pohon besar. Melihat bentuk fisiknya Trembesi diduga tidak dapat digunakan
65
untuk pekarangan rumah tinggal khususnya dalam Kajian ini. Pada umumnya
Trembesi di tanam pada area yang lebih luas seperti pada Hutan Kota.
Untuk jenis Pohon sedang, yang memiliki kemampuan menyerap CO2
yang cukup tinggi adalah Pohon Tanjung (Mimusops elengi) yaitu sebesar 34,29
kg/tahun. Pohon Tanjung memiliki bentuk tajuk bulat dengan tinggi pohon antara
10-12 m. Dari bentuk fisiknya Pohon Tanjung dapat digunakan sebagai pohon
penaung dalam RTH Pekarangan.
Untuk jenis Pohon kecil, yang memiliki kemampuan menyerap CO 2 yang
cukup tinggi adalah Pohon Sirsak (Annona muricata) yaitu sebesar 75,29
kg/tahun. Pohon Sirsak memiliki bentuk tajuk menyebar dengan tinggi pohon >4
m. Menurut kriteria jenis tanaman dari tabel 10, Pohon Sirsak dapat menjadi
perwakilan tanaman dari strata pohon kecil yang dapat diaplikasikan di RTH
Pekarangan dalam Kajian ini.
Untuk jenis perdu, yang memiliki kemampuan menyerap CO 2 yang cukup
tinggi adalah Bunga merak (Caesalpinia pulcherrima) yaitu sebesar 30,95
kg/tahun. Bunga merak memiliki bentuk tajuk Irregullar dengan tinggi pohon ± 3
meter. Menurut kriteria jenis tanaman dari Tabel 10, Bunga merak dapat menjadi
perwakilan tanaman dari strata perdu yang dapat diaplikasikan di RTH
Pekarangan dalam Kajian ini.
Air (water features)
Komponen prioritas kedua adalah komponen air (water features) yang
didefinisikan berdasarkan penampakan visualnya. Water features yang ada tidak
dimaksudkan untuk menambahkan semua water features tersebut ke RTH
Pekarangan.
Kriteria variabel taman dan rumah tinggal hemat energi untuk
komponen Air selengkapnya tertuang pada Tabel 11.
Tabel 11. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Air (Bobot 0,242)*)
No
1
1
Tidak ada
Kriteria desain untuk skor
2
3
Air statis(Static water) atau
Air terjun (Falling water) atau
elemen air
Air mengalir (Flowing water)
Air mancur (Jets)
Keterangan:  = Variabel komponen air langsung digunakan sebagai kriteria berdasarkan
hasil bobot AHP yang diperolehnya.
66
Air merupakan salah satu elemen lunak (soft material) dalam lanskap
taman. Elemen air sering dihadirkan untuk mempermanis taman, baik berupa
kolam maupun sekadar tanaman air. Kehadiran gemericik air, bayangan riak-riak
kolam, dan ditambah lincah gerak ikan dapat menciptakan kesan sejuk dan
tenang ketika kita bersantai di taman.
Selain untuk alasan estetis dan efek
psikis, kehadiran elemen air dapat membantu menciptakan kenyamanan termal
di dalam ruang. Didalam alam bawah sadar, manusia senantiasa ingin dekat
dengan air, karena sekitar 70% tubuh kita mengandung air selain sebagai bentuk
ekspresi kedekatan dengan alam semesta. Banyak orang memimpikan
mempunyai rumah tinggal yang dekat atau memiiliki pandangan (view) kearah
sungai, tepi danau, hingga tepi laut. Ketika hunian ideal itu tak mungkin didapat
dikota yang padat atau harganya sudah sangat mahal, orang pun berupaya
memindahkan atau membawa unsur air kedalam rumah.
Banyak potensi air yang dapat di eksplorasi, mulai dari bunyi, gerak,
plastisitas, dan reflektifitas. Potensi-potensi air itu dapat dioptimalkan dalam
rancangan water feature dengan memanfaatkan gaya gravitasi dan unsur
tekanan.
Reka bentuk water feature bisa dikembangkan sesuai kreatifitas.
Beberapa dasar elemen komposisi air, diantaranya sebagai bingkai (frame) dari
sebuah bentukan komposisi desain, sebagai aliran kanal atau sungai buatan,
bentuk alami kolam, danau atau air terjun, air mancur.
Fungsi atau efek penambahan elemen air pada rumah tinggal, khususnya
pada pekarangan, adalah uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi
sehingga tercapai pendinginan secara alami. Air bertindak sebagai elemen
stabilitator suhu dalam ruangan.
Selain itu elemen air juga dapat berfungsi
sebagai filter dengan mengabsorsi polusi bunyi dan polusi udara yang ada
disekitarnya. Efek suara yang dihasilkan dari percikan-percikan water feature air
mancur, air mengalir atau air terjun menjadi penetralisir polusi bising dari luar
ruangan, sehingga menurunkan tingkat kebisingan.
Air yang beriak, menghasilkan percikan-percikan air yang didalamnya
terkandung partikel ion-ion hidrogen yang merupakan ion negatif. Setiap partikel
ion negatif tersebut dapat mengikat debu serta zat kimia yang ada di udara
sehingga air mancur tersebut dapat dikatakan memfilter udara. Zat-zat beracun
dapat terserap melalui pancaran air yang keluar dari lubang nozel air pada air
mancur, air mengalir atau air terjun. Zat-zat tersebut juga dapat berdifusi
langsung dalam pergerakan air. Agar terlihat unik dan cantik, air mancur bisa
67
digabungkan dengan kolam atau taman air. Berbagai gas beracun dan polutan
yang telah tercampur dalam air bisa dimanfaatkan dan diserap oleh tanaman air.
Dalam proses fotosintesis, tumbuhan mengolahnya sebagai bahan nutrisi yang
penuh manfaat.
Hasil dari proses fotosintesis adalah Oksigen.
Berbagai
tanaman air berbunga cantik yang bisa dipilih diantaranya yaitu eceng gondok,
melati air, water poppy, teratai, lotus dan iris (Silalahi, 2008).
Tanaman air
tersebut dapat menjadi alternatif usaha dalam ameliorasi iklim, walaupun tidak
dapat berperan optimal seperti halnya pohon.
Pada rumah tinggal dengan lahan terbatas begitu pula dengan luas
pekarangannya yang juga terbatas, tidak memungkinkan untuk menghadirkan
elemen air dengan kuantitas yang besar atau luas. Hal tersebut dapat diatasi
dengan membuat water features yang memungkinkan terjadinya riak atau
gelombang pada elemen air tersebut.
Air yang beriak, menimbulkan luas
permukaan air yang lebih luas. Luas permukaan elemen air tersebut menurut
Fatimah (2004) berpengaruh nyata terhadap penurunan suhu udara disekitarnya.
Secara umum, posisi peletakan water features dalam RTH Pekarangan
rumah tinggal harus sesuai dan dapat dinikmati oleh seluruh penghuni rumah.
Untuk tujuan pendinginan ruang peletakan water features juga harus disesuaikan
dengan orientasi bangunan (arah mata angin), terkait masalah penyinaran dan
arah dan kekuatan angin.
Berdasarkan kondisi tersebut analisis konsep
mengenai peletakan water features jika disesuaikan dengan orientasi terhadap
mata angin guna mendapatkan manfaat yang optimum adalah sebagai berikut:
1. Jika posisi rumah menghadap utara, elemen air (water features) dapat
diletakkan di posisi selatan (halaman belakang rumah) karena sebagai
penyejuk pada saat siang hari dan pada saat angin musim kemarau (Angin
muson timur dari arah timur laut bertiup sekitar bulan April hingga bulan
Oktober) dapat menghembuskan uap air ke dalam ruangan untuk membantu
menurunkan suhu.
2. Jika posisi rumah menghadap ke selatan, elemen air (water features) dapat
diletakkan di posisi utara (halaman belakang rumah) karena sebagai
penyejuk pada saat siang hari dan pada saat angin musim kemarau (Angin
muson timur dari arah timur laut bertiup sekitar bulan April hingga bulan
Oktober) dapat menghembuskan uap air ke dalam ruangan untuk membantu
menurunkan suhu.
68
3. Jika posisi rumah menghadap ke timur, elemen air (water features) dapat
diletakkan di posisi timur (halaman depan rumah) karena sebagai penyejuk
pada saat siang hari dan pada saat angin musim kemarau (Angin muson
timur dari arah timur laut bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober)
dapat menghembuskan uap air ke dalam ruangan untuk membantu
menurunkan suhu.
4. Jika posisi rumah menghadap ke barat, elemen air (water features) dapat di
letakkan di posisi timur (halaman belakang rumah) agar dapat membantu
penyejukan disiang hari dan dibantu juga oleh angin musim kemarau (Angin
muson timur dari arah timur laut bertiup sekitar bulan April hingga bulan
Oktober)
dapat menghembuskan uap air ke dalam ruangan untuk
membantu menurunkan suhu.
Bangunan
Komponen prioritas ketiga adalah Bangunan. Konsep Bangunan dalam
kajian ini menggunakan konsep hijau dengan strategi desain pasif.
strategi
desain pasif membuat integrasi antara bangunan (interior) dan aspek lanskapnya
(eksterior) dalam menciptakan sebuah kenyamanan bangunan yang ramah
lingkungan dan hemat energi.
Strategi desain pasif digunakan untuk tujuan
mengoptimumkan potensi alam seperti cahaya matahari untuk penerangan
alami. Menangkap pergerakan udara untuk penghawaan alami dan menangkal
dan memperlambat radiasi panas matahari memasuki bangunan rumah tinggal.
Kriteria variabel taman dan rumah tinggal hemat energi untuk komponen
Bangunan selengkapnya tertuang pada Tabel 12.
Bukaan. Sistem pengkondisian udara sangat tergantung pada jendelajendela dengan luas bukaan yang tepat dan diasumsikan jendela terbuka (bukan
desain jendela mati) yang akan menjadi media pergantian udara pengap
(kelembaban) di dalam bangunan dengan udara yang lebih segar dari luar
bangunan sebagai konsep bukaan untuk iklim tropis basah (termasuk kasus kota
Bogor) yaitu memaksimalkan aliran udara untuk cooling ventilation tiap jamnya
(Reed 2010). Proses pergantian atau pertukaran udara ini sangat tergantung
pada beberapa aspek, yang masing-masing dapat dibedakan menjadi: aspek
pada bangunan itu sendiri dan aspek di luar bangunan.
69
Tabel 12. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Bangunan (Bobot 0,109)
No
Variabel
Bobot
1
Bukaan
0.365
2
Atap
0.182
Kriteria desain untuk skor
1
2
3
Pergantian udara Pergantian udara
Pergantian udara
1ach
5 ach
30 ach (40% dari
(5% dari luas
luas lantai)
(10% dari luas
lantai)
lantai)
Tidak
menggunakan
insulasi, tanpa
plafon, Warna
atap gelap,
bukaan atap
standar
Menggunakan
insulasi, tanpa
plafon, warna atap
terang
atau
Menggunakan
insulasi,
menggunakan
Plafon ,
Warna atap
terang
Menggunakan
insulasi,
menggunakan
plafon, warna atap
gelap
3
Tritisan
(overhang)
0.167
Dimensi tritisan
jendela < 60 cm
atau <15 cm
untuk bouvenlicht
Dimensi tritisan
jendela 60-90 cm
atau 15-30 cm
untuk bouvenlicht
Dimensi tritisan
jendela 90-120
cm atau 30-45
cm untuk
bouvenlicht
4
Bentuk dan
konfigurasi
ruang
0.087
Rasio lebar dan
panjang
bangunan < 1:1,7
Rasio lebar dan
panjang
bangunan > 1:3
Rasio lebar dan
panjang
bangunan 1:1,7
s/d 1:3
5
Mekanikal &
Elektrikal
0.077
Daya
pencahayaan
maksimum untuk
rumah melebihi
10 watt/m2
Daya
pencahayaan
maksimum untuk
rumah
5-10 watt/m2
Daya
pencahayaan
maksimum untuk
rumah tidak
melebihi
0-5 watt/m2
6
Dinding
0.076
Batako
Tidak
menggunakan
ketebalan
dinding,
Warna gelap
atau terang
Bata merah
Menggunakan
ketebalan dinding,
Warna gelap
atau
Bata merah,
Tidak
menggunakan
ketebalan dinding,
Warna
terang/gelap
Bata merah,
Menggunakan
ketebalan
dinding dan atau
greenwall,
Warna terang
7
Lantai
0.046
Warna gelap
Warna agak gelap
Warna terang
70
Aspek pada bangunan meliputi, penempatan jendela (baik secara vertikal
maupun horisontal), dimensi jendela dan tipe (model) jendela yang dipilih.
Sedangkan aspek luar bangunan meliputi: arah dan kecepatan angin serta
kerapatan dan ketinggian bangunan sekitar.
Keefektifan tingkat penghawaan
dalam suatu bangunan ditentukan oleh ventilation flow rates (rate ventilasi) yang
dihitung sebagai jumlah udara per m 3 yang dapat dialirkan ke dalam bangunan
atau ruangan setiap jamnya. Hal ini lebih dikenal dengan istilah rate air change
per hour (ach). Rate air change per hour tidak memiliki satuan namun sangat
tergantung pada volume ruangan/bangunan yang akan dialiri udara. Sebagai
contoh bila suatu ruang dengan volume 120 m 3 idealnya mendapat ventilasi 20
ach (20 udara setiap jam) maka jumlah udara yang harus dialirkan setiap jamnya adalah 120 m 3 x 20 = 2400 m3. Adapun rate ach ideal bagi suatu ruang
tergantung pada tujuan yang hendak dicapai memiliki persyaratan berbeda-beda,
yaitu:
1. Untuk tujuan kesehatan rate ventilasinya sebesar 0,5-1 ach
2. Untuk mencapai kenyamanan rate ventilasinya sebesar 1-5 ach
3. Untuk tujuan pendinginan (cooling ventilation) rate ventilasinya sebesar 5-30
ach.
Khusus untuk bangunan di negara tropis lembab disarankan pemakaian
30 ach sebagai standar (Moore 1993 dalam Mediastika 2002). Studi yang sama
menunjukkan bahwa luas jendela yang diperlukan untuk mengalirkan 30 ach
tersebut dengan asumsi kecepatan angin 0 m/det mencapai minimal 40% dari
luas lantai ruangan.
Cooling ventilation sangat penting artinya bagi bangunan yang berada di
negara tropis lembab dengan rata-rata suhu harian tinggi. Selain untuk
kesehatan dan kenyamanan penghuni, cooling ventilation akan menjaga
keawetan peralatan yang disimpan di dalam bangunan. Bagi bangunanbangunan yang didirikan pada lokasi dengan kecepatan angin sangat rendah
(mencapai 0 m/s), maka idealnya desain jendela mampu mengalirkan rate
ventilasi yang dibutuhkan pada kondisi kecepatan angin minimal ini.
Desain jendela dipengaruhi faktor-faktor meliputi penempatan, dimensi
dan tipe atau model jendela yang dipilih. Pada layout bangunan satu lapis sangat
dimungkinkan terjadinya ventilasi silang sempurna (sudut 180°) secara
horisontal. Ventilasi silang juga akan lebih maksimal apabila penempatan secara
vertikal ikut diperhitungkan. Jendela yang berfungsi sebagai inlet (memasukkan
71
udara) sebaiknya diletakkan pada ketinggian manusia yaitu 60 cm-150 cm
(aktivitas duduk maupun berdiri), agar udara dapat mengalir di sekitar manusia
tersebut untuk memperoleh rasa nyaman yang diharapkan. Untuk jendela yang
berfungsi sebagai outlet (mengeluarkan udara) diletakkan lebih tinggi, agar udara
panas dalam ruang dapat dengan mudah dikeluarkan.
Ventilasi akan lebih
lancar bila didukung dengan kecepatan udara yang memadai. Pada kondisi
udara hampir tidak bergerak (kecepatan sangat kecil atau 0 m/det), desain
jendela harus mampu mendorong terjadinya pergerakan yang lebih cepat atau
memperbesar kecepatan udara. Hal ini dapat ditempuh dengan memilih dimensi
satu lapis jendela yang berbeda antara inlet dan outlet dengan memilih tipe
jendela yang berbeda kemampuan mengalirkan udara
Kecepatan dan arah angin adalah faktor di luar bangunan yang berperan
sangat penting dalam menentukan tingkat ventilasi di dalam bangunan.
Kecepatan angin yang cukup dan arah yang langsung menuju pada inlet
memungkinkan terjadinya pertukaran udara yang lancar. Keberadaan bangunan
atau objek-objek besar lain di sekitar bangunan akan mengurangi laju udara dan
membelokkan arah angin.
Oleh karenanya pada kondisi dimana bangunan
berada di area yang rapat bangunan, perlu diusahakan desain jendela dan detail
desain bangunan lainnya yang akan mampu mengembalikan arah dan
kecepatan angin.
Pada suatu area yang rapat bangunan, angin tidak dapat
datang pada arah 90° (frontal tegak lurus jendela), sebab diperlukan jarak
tempuh setidaknya 6 kali tinggi penghalang yang dilewatinya bagi angin untuk
kembali pada arahnya semula. Kondisi bangunan yang rapat mengakibatkan
angin datang membentuk sudut lancip (kurang dari 90°) terhadap jendela.
Atap. Atap merupakan bagian terpenting dari sebuah bangunan. Jika
ditinjau dari segi biaya, atap menghabiskan biaya yang cukup besar (pada
bangunan kecil biasanya diatas 20% dari keseluruhan biaya bangunan)
(Lippsmeier 1994). Berdasarkan bidang dan orientasinya, atap adalah bagian
bangunan yang paling banyak terkena radiasi matahari, sehingga atap
selayaknya memiliki desain yang spesifik sebagai adaptasi terhadap iklim,
khususnya
iklim
tropis
penghematan energi.
basah
dan sebagai elemen
pendukung
dalam
Spesifikasi tersebut antara lain bentuk atap, sudut
kemiringan atap, material penutup atap, keberadaan ventilasi atap, plafon dan
adanya insulasi atap.
72
Pada umumnya bentuk-bentuk atap yang umum di Indonesia adalah atap
limasan (atap perisai) dan atap pelana.
Sudut atap tersebut memungkinkan
gerakan udara disekitarnya. Pada atap limasan, memungkinkan melindungi
semua dinding bangunan namun konstruksinya lebih sulit. Pada atap pelana,
memungkinkan terjadinya area dinding yang tidak terlindung konstruksi atap
sehingga dinding yang tidak terlindungi tersebut dapat terpapar langsung oleh
radiasi matahari.
Material atap yang sekarang umum digunakan untuk penutup atap adalah
genteng beton , genteng tanah liat dan genteng keramik. Pada penelitian hidayat
(2005) mengenai pengaruh perbedaan suhu terkait dengan komponenkomponen pembentuk atap.
Terkait dengan material atap, pada penelitian
tersebut dihasilkan suhu udara tertinggi sebesar 31.0 °C yang dihasilkan oleh
ruang dengan material atap besi, seng dan asbes. Suhu udara terendah sebesar
30.9 °C pada ruang dengan material atap genteng tanah liat dan genteng beton.
Perbedaan suhu udara tertinggi dan terendah adalah 0.1 °C. Dari analisis di atas
dapat disimpulkan bahwa perubahan bahan atap kurang berpengaruh terhadap
suhu udara pada ruangan.
Warna atap diduga berpengaruh terhadap penurunan suhu ruang. Warna
atap yang digunakan dalam percobaan adalah warna terang, warna menengah
(agak gelap) dan gelap. Suhu udara tertinggi yang terjadi dalam ruang sebesar
31.3 °C yang dihasilkan oleh permukaan atap warna gelap. Suhu udara yang
dihasilkan oleh permukaan atap sedang, sebesar 30.9 °C. Suhu udara terendah
dihasilkan oleh permukaan atap warna terang, yaitu 30.5 °C. Perbedaan suhu
udara tertinggi dan terendah adalah 0.8 °C. Perbedaan suhu udara tersebut
menunjukkan bahwa warna atap mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap penurunan suhu ruang, diduga karena warna terang lebih memantulkan
panas, sehingga panas lebih tidak terserap oleh penutup atap.
Komponen plafon biasanya tidak terlepas dari komponen atap. Material
plafon yang digunakan dalam penelitian ini adalah papan plaster, triplek, semen
fiber dan asbes. Selain itu, juga diteliti pengaruh penggunaan plafon atau tidak
sebagai pelengkap pada konstruksi atap rumah tinggal. Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa suhu tertinggi sebesar 31.1 °C. yang dihasilkan oleh bahan
asbes dan semen fiber. Suhu terendah dihasilkan oleh papan lapis, yaitu 30.9
°C.
Perbedaan suhu tertinggi dan terendah antara material plafon kurang
signifikan yaitu sebesar 0.2 °C. Namun, pengaruh yang signifikan terjadi jika atap
73
rumah dilengkapi dengan plafon atau tidak. Suhu ruang tanpa plafon lebih tinggi
0.8 °C. dibandingkan dengan suhu ruang yang menggunakan plafon. Dapat
simpulkan bahwa keberadaan dan penggunaan plafon berperan dalam menahan
panas ke dalam ruang.
Tingkat ventilasi ruang atap yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,
10, 15, 20 dan 25 ach. Dari hasil eksperimen ini dapat dilihat bahwa terdapat
sedikit penurunan suhu udara ruang jika tingkat pergantian udara atap
bertambah. Suhu udara tertinggi dihasilkan oleh atap tanpa ventilasi, sebesar
31.3 °C. Suhu udara terendah dihasilkan oleh ventilasi atap 25 ach sebesar 30.8
°C. Perbedaan suhu udara tertinggi dan terendah adalah 0.5 °C, sehingga
disimpulkan bahwa pengaruh pengudaraan atap terhadap suhu ruang tidak
terlalu signifikan.
Bahan insulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah papan damar,
kaca fiber dan papan gabus yang diletakkan di atas plafon. Untuk melihat
pengaruh insulasi, juga dianalisis atap yang tidak menggunakan insulasi.
Eksperimen menunjukkan bahwa suhu udara tertinggi sebesar 29.4 °C yang
dihasilkan oleh bahan kaca fiber. Suhu udara terendah dihasilkan oleh bahan
papan damar sebesar 29.3 °C, sehingga hanya memberikan perbedaan yang
sangat tidak signifikan yaitu sebesar 0.1 °C. Apabila dibandingkan antara suhu
ruang tanpa insulasi atap dengan suhu ruang yang menggunakan insulasi atap
maka terjadi perbedaan yang cukup besar, yaitu 1,6 °C. Dengan demikian maka
insulasi memegang peranan penting dalam menahan masuknya panas ke dalam
ruangan.
Sudut atap yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20°, 30°, 40°, 50°
dan 60°. Sudut kemiringan atap berperan untuk mempercepat aliran air hujan
dari atap agar tidak menggenang bahkan merembes kedalam ruangan. Pada
daerah yang berangin kuat tidak disarankan menggunakan sudut kemiringan
atap yang terlalu landai (< 30º) untuk menghindari bahaya hisap dari angin.
Terdapat sedikit penurunan suhu udara apabila sudut atap bertambah dari 20°
sehingga 60°. Suhu udara ruang tertinggi sebesar 31 °C yang dihasilkan oleh
sudut atap 20°.
Suhu udara ruang terendah dihasilkan oleh sudut atap 60°
dengan suhu sebesar 30.8 °C. Perbedaan suhu udara tertinggi dan terendah
hanya 0.2 °C. Dapat disimpulkan bahwa perubahan sudut atap kurang
berpengaruh dalam menurunkan suhu udara ruangan.
74
Dari penjelasan diatas, maka ditetapkan kriteria desain atap yang
berperan signifikan dalam mengeleminir panas ke dalam ruangan adalah faktor
insulasi, warna atap dan plafon. Dari segi bentuk atap ditetapkan menggunakan
tipe atap pelana. Dari segi sudut kemiringan atap, tidak dibatasi secara khusus
namun menggunakan fenomena penggunaan sudut atap yang umum di daerah
Indonesia yaitu berkisar 30-35°. Hal ini disebabkan karena adaptasi terhadap
faktor iklim maupun dari segi ekonomis. Atap dengan sudut yang lebih curam
tentunya membutuhkan perlakuan yang lebih khusus yang berdampak pada lebih
tingginya biaya pembangunan.
Dari segi material penutup atap, bahan
bangunan yang umum digunakan seperti genteng tanah liat, genteng beton
masih dapat diadopsi.
Temuan terbaru yaitu genteng keramik diduga lebih
menghambat panas namun dari segi harga relatif lebih mahal daripada material
genteng sebelumnya.
Tritisan (Overhang). Tritisan adalah bagian dari bangunan yang berupa
atap tambahan yang berdiri sendiri atau bisa juga berupa perpanjangan dari atap
utama. Konsep topi atau caping mendasari cara kerja tritisan, yaitu membentuk
bayangan yang menutupi lubang dinding (Mangunwijaya 2000). Tritisan dapat
berkedudukan mendatar atau vertikal. Tergantung sinar mana dan yang
bagaimana yang boleh masuk ruangan atau tidak (Lippsmeier 1994). Dalam
perencanaan dan perancangan bangunan, diusahakan untuk memasukkan
cahaya matahari semaksimal mungkin, sedangkan sinar matahari ini diusahakan
agar tidak masuk ke dalam ruangan. Untuk itulah kehadiran tritisan sangat perlu
terhadap lubang dinding pada bangunan. Tritisan yang baik harus dapat
memenuhi tuntutan tersebut, yaitu memasukkan cahaya matahari semaksimal
mungkin dan mencegah sinar matahari yang masuk pada melalui lubang dinding
pada bangunan.
Berbagai cara dalam merancang tritisan yang merespon iklim dan hemat
energi harus merespon kondisi lingkungan, diantaranya :
1.
Matahari dan Cahaya
Indonesia terletak pada daerah tropis basah, dengan kata lain di dekat
equator, maka sudut jatuh sinar matahari ke bumi dapat dikatakan tegak
lurus. Maka jumlah sinar per kesatuan luas mencapai angka yang besar.
Sudut jatuh ditentukan oleh posisi relatif matahari dan tempat pengamatan
di bumi serta tergantung pada sudut lintang geografis, musim, lama
75
penyinaran harian, yang ditentukan oleh garis bujur geografis. Untuk
orientasi bangunan dan perlindungan terhadap cahaya matahari, berlaku
aturan-aturan dasar sebagai berikut :
a. Dalam hubungannya dengan orientasi bangunan, yang perlu mendapat
perhatian adalah sifat-sifat dari peredaran matahari sepanjang tahun,
dimana untuk wilayah iklim tropis lembab lintasan matahari hampir
selalu berada di atas kepala dengan arah terbit dan terbenam dari timur
ke barat. Berdasar teknik perencanaan, tata letak bangunan akan
mengumpulkan sedikit panas jika bayangan bangunan adalah yang
terkecil. Dalam hal ini juga perlu diperhatikan sudut jatuh matahari,
semakin besar sudut akan memberi dampak semakin besar penerimaan
energi panas.
b. Diperlukan perlindungan pada semua lubang bangunan terhadap
cahaya langsung dan tidak langsung , bahkan bila perlu untuk seluruh
bidang bangunan, karena bila langit tertutup awan, seluruh bidang langit
merupakan sumber cahaya.
Studi yang tepat menggunakan sudut jatuh sinar matahari sangat
diperlukan, karena hanya dengan ini pelindung cahaya dan orientasi
bangunan dapat ditentukan dengan benar dan menguntungkan. Untuk
mendapatkan pelindung cahaya matahari yang efektif, setiap fasade
bangunan harus ditinjau secara terpisah. Penggunaan pelindung matahari
yang sama pada keempat façade bangunan tidaklah rasional. Dengan
perhitungan yang tepat, maka akan didapat desain tritisan beton yang
tanggap terhadap cahaya dan sinar matahari. Hal ini dapat memberi
keuntungan :
a. Penerangan
alami
dimaksimalkan,
yang
sehingga
berupa
mampu
cahaya
mengurangi
matahari
dapat
ketergantungan
terhadap penerangan buatan. Hal ini dapat mengurangi konsumsi
energi listrik untuk pemakaian lampu.
b. Sinar matahari tidak masuk ke dalam bangunan, sehingga suhu dan
temperatur dalam ruangan tetap terjaga. Keadaan ini membuat
ruangan tidak memerlukan penghawaan buatan, sehingga dapat
mengurangi energi listrik untuk pemakaian AC (Air conditioner).
76
2. Curah Hujan
Di daerah tropis, curah hujan cukup tinggi yang terjadi dua kali setahun.
Semakin mendekati garis balik, musim ini semakin pendek dan waktunya
semakin dekat sampai menjadi satu musim hujan di sekitar garis balik.
Besarnya intensitas curah hujan di Indonesia, dan sering disertai angin
memerlukan perhatian khusus. Hal ini diperlukan agar bangunan terhindar
dari tampias hujan. Salah satunya dengan penempatan tritisan beton yang
mampu melindungi bangunan (lubang dinding) dari tampias air hujan.
Untuk model desain tritisan di daerah tropis basah Indonesia tidak
terdapat batasan terhadap model tertentu. Model tritisan yang diterapkan tetap
harus menjadi solusi terhadap masalah iklim lingkungan. Dari segi dimensi lebar
tritisan untuk iklim tropis basah Indonesia berkisar antara 60-90 cm untuk bukaan
jendela dan 15-30cm untuk bouvenlicht (Anonim 2009).
Bentuk dan konfigurasi ruang. Guna mendapatkan rate ventilasi yang
baik, suatu bangunan idealnya dibuat satu lapis (single zone layer), artinya
ruang-ruang di dalam bangunan memiliki jendela inlet dan outlet pada arah yang
berlawanan (tidak ada sekat-sekat sehingga memungkinkan terjadinya ventilasi
silang) sempurna.
Dapat pula diterapkan desain tiap-tiap ruangan langsung
berhubungan dengan udara luar dan dilengkapi ventilasi alami yang memadai.
Kemudian, menghindari adanya ruang dalam ruang dalam bangunan.
Menghindari penempatan ruang-ruang utama, seperti ruang tidur, ruang
keluarga dan lainnya pada sisi Barat, kecuali jika ada pembayangan dari
bangunan lain atau pohon besar pada sisi tersebut (Karyono 2010). Dinding
ruang di bagian Barat akan mendapatkan radiasi matahari siang (afternoon),
sekitar waktu 13.00-15.00 WIB yang sangat tinggi, dan berdampak membuat
ruang di dalamnya panas. Sebaiknya sisi barat rumah digunakan untuk ruangruang servis seperti KM/WC, gudang, tangga (jika bangunan bertingkat). Untuk
daerah tropis lembab proporsi yang optimum antara lebar dan panjang adalah
1 :1,7 dan proporsi yang bagus adalah 1:3 (Yuuwono 2007).
Mekanikal dan Elektrikal. Pengertian energi listrik adalah kemampuan
untuk melakukan atau menghasilkan usaha listrik (kemampuan yang diperlukan
untuk memindahkan muatan dari satu titik ke titik yang lain).
Berdasarkan
KEPPRES No.48 tahun 2000 tentang harga jual listrik yang disediakan PLN, tarif
77
listrik untuk pelanggan rumah tangga dibedakan menjadi tiga golongan seperti
pada Tabel 13 berikut ini :
Tabel 13. Golongan Tarif Listrik untuk Pelanggan Rumah Tangga
Golongan
R1
Daya listrik
250- 2.200
Keterangan
Rumah tangga kecil
R2
2.201- 6.600
Rumah tangga menengah
R3
>6.601
Rumah tangga besar
Sumber: www.pln.go.id dalam Widjayanti (2007)
Konsep mekanikal dan elektrikal dalam kajian ini yang disesuaikan
dengan strategi desain pasif yang diadopsi adalah perilaku bijak mengelola
energi listrik yang memerlukan sumberdaya fosil yang tidak dapat diperbaharui
(non renewable resources).
Secara umum konsep perilaku yang dapat
diterapkan adalah sebagai berikut (EECCHI 2011):
1. Menyambung daya listrik dari PLN sesuai dengan kebutuhan. Rumah tangga
kecil, cukup dengan daya 450 VA atau 900 VA.
2. Memilih peralatan rumah tangga yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan,
termasuk memilih alat yang memenuhi standar efisiensi energi.
3. Menyalakan alat-alat listrik hanya pada saat diperlukan.
4. Menggunakan alat-alat listrik secara bergantian.
5. Menjaga dan merawat alat-alat rumah tangga, dan menggantinya jika usang
atau rusak.
6. Membatasi daya pencahayaan maksimum untuk rumah tidak melebihi 10
watt/m2 (Savitri 2010).
Secara lebih detil, akan dijabarkan saran atau tips penggunaan peralatan
listrik rumah tangga yang di sarankan oleh suatu lembaga yang bergerak pada
bidang konservasi energi yaitu Energy Efficiency and Conservation Clearing
House Indonesia (EECCHI) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Energi
Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementrian Energi dan Sumberdaya
Mineral (KESDM) mengenai tips hemat energi menggunakan peralatan listrik
rumah tangga yang dilampirkan pada lampiran 5.
Menurut hasil wawancara oleh pakar dibidang Renewable energy, energy
saving marketing dari KEMENRISTEK RI, terdapat perhitungan guna mengetahui
intensitas pemakaian energi listrik pada bangunan, baik itu bangunan ber-AC
78
maupun tidak ber-AC termasuk di dalamnya bangunan rumah tinggal tidak berAC sesuai dengan kajian ini. Melalui perhitungan tersebut kita dapat mengetahui
intensitas pemakaian energi listrik kita masuk dalam kategori hemat energi atau
tidak.
Perhitungan tersebut dikenal dengan perhitungan Intensitas Konsumsi
Energi (IKE) (Notosudjono D 26 Maret 2011, komunikasi pribadi).
Standar
Intensitas IKE Bangunan Gedung tidak ber-AC yang terdapat pada SNI 03 - 6196
- 2000: Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung (BSN 2000).
Rumus menghitung IKE:
2
I (kWh/m ) = Total Konsumsi Listrik (kWh)
......................................................(7)
Luas Area m2
Contoh kasus:
Jika terdapat luas bangunan adalah 45 m2, dan total penggunaan energi
adalah 100 kWh, maka IKEnya adalah 2,23 kW/m2. Hasil IKE tersebut dapat
digunakan untuk dicocokkan dengan kriteria atau standar IKE Indonesia untuk
bangunan gedung pada TAbel 14.
Tabel 14. Standar Intensitas Konsumsi Energi (IKE)
Gedung Tidak ber-AC
Indonesia Bangunan
KRITERIA
KETERANGAN
Efisien
0,84 -1,67
kWh/m2/bulan
a. Pengelolaan gedung dan peralatan energi dilakukan dengan
prinsip konservasi energi listrik.
b. Pemeliharaan peralatan energi dilakukan sesuai dengan
prosedur.
c. Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan melalui
penerapan sistem manajemen energi terpadu.
a. Penggunaan energi cukup efisien namun masih memiliki peluang
konservasi energi.
b. Perbaikan efisiensi melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan
energi masih dimungkinkan.
a. Audit energi perlu dilakukan untuk menentukan langkah-langkah
perbaikan sehingga pemborosan energi dapat dihindari.
b. Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian
gedung belum mempertimbangkan konservasi energi.
a. Instalasi peralatan, desain pengoperasian dan pemeliharaan tidak
mengacu pada penghematan energi.
b. Agar dilakukan peninjauan ulang atas semua instalasi atau
peralatan energi serta penerapan manajemen energi dalam
pengelolaan bangunan.
b. Audit energi adalah langkah awal yang perlu dilakukan.
Cukup Efisien
(1,67 – 2,5)
kWh/m2/bulan
Boros
(2,5 – 3,34)
kWh/m2/bulan
Sangat Boros
(3,34 – 4,17)
kWh/m2/bulan
79
Sumber: BSN (2000)
Dinding. Dinding bangunan memiliki dua fungsi utama, yaitu menyokong
atap dan langit-langit, membagi ruangan, serta melindungi terhadap intrusi dan
cuaca. Dinding sangat dipengaruhi oleh pemilihan materialnya, warna dan
tekstur. Dinding dibentuk oleh material yang pada umumnya digunakan pada
bangunan rumah tinggal di Indonesia adalah material bata merah dan batako.
Perbedaan penggunaan material tersebut ternyata menghasilkan tingkat
penyerapan terhadap radiasi panas matahari yang berbeda.
Menurut
Noerwarsito dan Santosa (2006), pada material dinding berbahan bata merah
lebih berpengaruh terhadap rendahnya temperatur dibandingkan dengan dinding
bermaterial batako. Temperatur puncak batako lebih tinggi (33,6 °C) dari
temperatur puncak bata merah (31,8 °C), sehingga perbedaan suhu yang
dihasilkan sebesar 1.8 °C.
Aspek lain yang mempengaruhi penyerapan panas radiasi matahari pada
variabel dinding adalah warna dan ketebalan dinding. Warna terang cenderung
memantulkan panas, sementara warna gelap menyerap lebih banyak panas.
Pada dinding warna putih terlihat suhu udara ruang berfluktuasi terhadap suhu
udara luar.
Pada siang hari umumnya suhu udara di dalam bangunan lebih
rendah dibanding suhu luar, sementara malam hari suhu udara di dalam
bangunan lebih tinggi dibanding suhu luar. Pada umumnya, konstruksi dinding
menggunakan aturan ½ bata atau 1 bata, dimana dimensi (panjang x lebar x
tebal) batu bata umumnya adalah 30 x 15 x 5 cm. Aturan ½ bata menggunakan
lebar bata yaitu ± 15 cm untuk ketebalan dindingnya.
Aturan 1 bata
menggunakan panjang bata yaitu ± 30 cm untuk ketebalan dindingnya. Semakin
tebal dinding, fluktuasi semakin kecil, karena kondisi suhu udara di dalam
bangunan semakin stabil.
Efek orientasi bangunan terhadap suhu udara di
dalam bangunan juga tampak jelas.
Suhu ruang rata-rata pada sisi dinding
timur-barat lebih tinggi dibanding suhu dinding pada sisi selatan. Perbedaan
suhu ruang rata- rata timur-barat dengan ruang sisi selatan mencapai hampir 1ºC
untuk dinding tipis (10 cm) dan lebih 1,5 ºC untuk dinding tebal (20 cm) (Frick
dan Mulyani 2006; Karyono 2010).
Pada penelitian yang sama, dinding warna abu-abu, pengaruh orientasi
dan ketebalan dinding terhadap perbedaan suhu lebih jelas terlihat.
Untuk
ketebalan dinding 10 cm suhu ruang dalam terendah hampir selalu dibawah suhu
luar. Sementara itu, perbedaan terbesar rata-rata antara ruang pada sisi yang
80
berbeda dapat mencapai 4,5 ºC, sedangkan perbedaan pada waktu tertentu
maksimum dapat mencapai 7,5 ºC. Semakin tebal dinding, variasi suhu udara di
berbagai waktu dan orientasi semakin rendah. Dinding tebal membuat fluktuasi
suhu semakin kecil (Frick dan Mulyani 2006; Karyono 2010).
Seberti disebutkan sebelumnya, dinding dan plafon secara struktur dan
fungsi masih saling terkait. Tinggi plafon rumah ditentukan oleh beberapa hal,
antara lain tinggi langit-langit rumah, iklim, proporsi ruang atau estetika, sirkulasi
udara, dan pencahayaan.
Dahulu, plafon di rumah-rumah standar yang
dibangun 20–30 tahun lalu tingginya berkisar antara 250–260 cm. Sedangkan,
hunian modern dewasa ini menawarkan tinggi plafon pada kisaran 280–300 cm.
Bahkan beberapa bagian ruangan mempunyai tinggi plafon 4 m sampai 7 m.
Rumah modern dibangun dengan plafon tinggi, biasanya untuk memenuhi fungsi
kenyamanan dan estetika. Namun demikian, aspek lain terkait orientasi terhadap
iklim tetap harus menjadi perhatian utama.
Sebagai perbandingan, plafon rumah-rumah di daerah beriklim dingin.
cenderung mempunyai plafon yang rendah.
Jepang umumnya 240-250 cm.
Misalnya, tinggi plafon rumah
Alasannya adalah penghematan energi.
Semakin tinggi plafon semakin tinggi pula pemanasan diperlukan. Sementara
itu, di daerah beriklim panas seperti halnya iklim tropis basah Indonesia, plafon
yang tinggi memungkinkan sirkulasi udara yang lebih baik. Udara panas akan
bergerak ke atas, dengan demikian plafon yang tinggi berkisar 280–320 cm
memungkinkan udara di ruangan menjadi tetap sejuk. Selain itu, dengan plafon
yang tinggi, cahaya matahari akan dapat masuk lebih dalam ke semua bagian
rumah. Sehingga, ruangan tidak terasa lembab.
Desain arsitektur berhubungan dengan proporsi ruang.
Desain yang
indah adalah desain yang proporsional. Para mahasiswa arsitektur umumnya
tahu bahwa untuk menentukan tinggi plafon standar sebuah ruangan berlaku
rumus (panjang + lebar)/2. Artinya, sebuah ruangan berukuran 3 m x 4 m akan
tampak proporsional bila plafonnya berukuran sekitar (3 + 4)/2 = 3,5 m.
Tentu saja ini bukan rumus matematis baku, karena proporsi ideal dapat
diolah melalui penataan interior yang baik. Intinya, semakin besar ruangan maka
plafonnya semakin tinggi, atau tinggi plafon harus lebih panjang dari lebar
ruangan. Karena bila ruangan tidak diimbangi dengan plafon yang tinggi,
ruangan itu akan tampak seperti lorong yang pengap.
81
Lantai. Di daerah tropis, dengan bangunan yang tidak berdiri atas tiang
harus memiliki jarak yang cukup dari tanah untuk mencegah masuknya air,
kotoran dan binatang.
Pemakaian lantai keras(lantai batu) dianjurkan untuk
bangunan dengan pengudaraan alamiah yang karena konstruksinya terbuka.
Sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dangguan binatang dan kotoran. Lantai
batu buatan yang licin (teraso) sangat mudah dirawat dan dibersihkan. Material
yang lebih murah dan lebih sering dipakai adalah ubin keramik atau ubin teraso.
Pemilihan warna untuk permukaan lantai yang terkena cahaya matahari
ditentukan oleh kompromi antara pencegahan kesilauan di satu pihak dan
penghindaran penyerapan panas di pihak lain.
Tapak
Komponen prioritas keempat adalah tapak. Konsep tapak secara umum
adalah tidak banyak melakukan memodifikasi kondisi alamiah tapak atau
permukaan tanah terkait dengan keamanan dalam mendirikan bangunan, dan
kondisi ekologis lahan agar optimasi RTH Pekarangan dengan menggunakan
tanaman dapat dilakukan karena kondisi lahan yang stabil dan subur mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kriteria variabel taman dan rumah
tinggal hemat energi untuk komponen tapak selengkapnya tertuang pada Tabel
15.
Intensitas tutupan lahan. Sebagai objek studi, unit rumah tinggal yang
dijadikan model yang diasumsikan mempunyai luasan lahan atau tanah sebesar
120 m2. Dengan luasan tapak tersebut diperkirakan sesuai untuk menaungi
sebuah rumah tinggal ber-tipe 45 m2 untuk kasus perumahan swadaya maupun
industri (pengembang).
Luasan lahan sebesar 120 m 2 dipilih atas dasar
pertimbangan agar rasio luasan tapak dengan bangunan rumah tinggal sesuai
dengan peraturan mengenai intensitas tutupan lahan yaitu KDB 30%-70%. Di
Indonesia pada umumnya berlaku aturan intensitas tutupan lahan KDB:KDH
untuk rumah tinggal sebesar 60:40. Sayangnya, di Indonesia aturan mengenai
KDB belum ditegakkan dengan benar dan cenderung fleksibel (Suganda E 21
Maret 2011, komunikasi pribadi).
Luasan lahan tersebut di asumsikan tidak
terlalu sempit untuk merencanakan sebuah taman kaitannya dengan RTH
Pekarangan. Lahan terbuka yang cukup dapat dimungkinkan untuk menanam
82
vegetasi dan menambah elemen lain seperti elemen air untuk memperbaiki iklim
mikro. Lahan
Tabel 15. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Tapak (Bobot 0,107)
No
Variabel
Bobot
1
Intensitas
tutupan lahan
(KDB:KDH)
0.323
2
Sistem
utilitas
0.213
Minimalisasi
penggunaan,
minimalisasi
buangan
Minimalisasi
penggunaan,
minimalisasi
buangan,
konservasi air dan
waste
management
(parsial)
Minimalisasi
penggunaan,
minimalisasi
buangan,
konservasi air
dan waste
management
3
Bebas dari
gangguan
geo-biologis
0.139
Tanpa
pemeliharaan
Pemeliharaan
dengan bahan
kimia
Pemeliharaan
dengan bahan
biologis
Tidak stabil
Kestabilan sedang
Stabil
1
60%:40%
Kriteria desain untuk skor
2
3
50%:50%
40%:60%
4
Orientasi
0.130
Barat
Timur
Utara-Selatan
5
Topografi
0.108
>15%
8%-15%
0-8%
6
Jenis tanah
0.087
Struktur fisik dan
tingkat kesuburan
rendah
Struktur fisik dan
tingkat kesuburan
sedang
Struktur fisik dan
tingkat
kesuburan baik
terbuka yang cukup juga memungkinkan gerakan udara sehingga mengeliminir
panas yang terperangkap (heat trap) dalam area taman.
Dari segi tipe bangunan yang terpilih yaitu tipe 45 m 2, merupakan rumah
tinggal kelas menengah di indonesia dengan asumsi penghuni tersebut adalah
sebuah keluarga menengah dari tingkat umur dan penghasilan, terdiri dari empat
orang anggota keluarga suami-istri dan dua orang anak. Rumah tinggal bertipe
45 m2 menurut penulis telah memenuhi dari aspek kebutuhan ruang secara
ergonomis pada umumnya seperti tersedianya kamar tidur dengan jumlah dua
buah dengan ukuran pada umumnya saat ini masing-masing 9 m2. Penetapan
luasan bangunan ini juga didasari atas pertimbangan referensi lain yaitu Frick
dan Mulyani (2006) yang menyebutkan bahwa pertukaran udara pada masingmasing ruangan memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Hal ini mungkin dapat
menjadi referensi untuk peninjauan kembali atas standar pertukaran udara yang
83
digunakan oleh SNI 03-1733-2004: Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan Di Perkotaan sebesar 2 kali m3/jam yang telah di jabarkan
sebelumnya pada Bab 2 dalam Subbab Komponen Tapak.
Menurut Frick dan Mulyani (2006), penyegaran udara di dalam ruangan,
disamping ditentukan oleh pergerakan udara, juga tergantung pada pertukaran
udara (ach=air change per hour) yang cukup tinggi di daerah tropis yang akan
mempengaruhi kesehatan penghuni. Hal tersebut dijabarkan pada Tabel 16.
Tabel 16. Pertukaran udara minimal pada ruang rumah tinggal
Ruang
Pertukaran udara minimal
Kamar keluarga dan kamar tidur
20 kali isi ruang/jam
Ruang bergerak
10 kali isi ruang/jam
Dapur
100 kali isi ruang/jam
KM/WC
40 kali isi ruang/jam
Sumber: Frick dan Mulyani (2006)
Arahan KEPMENKES No. 829 tahun 1999 yang menyatakan luas kamar
tidur minimal 8 m 2 dan dianjurkan tidak untuk dihuni lebih dari dua orang. Ruang
lainnya adalah ruang tamu, ruang bersama yang biasanya di aplikasikan sebagai
ruang makan dan ruang keluarga, ruang dapur dan ruang KM/WC yang
ternaungi.
Padahal standar kebutuhan ruang, menurut World Health
Organization (WHO) 10 m2/orang, Standar Nasional Indonesia (SNI) 9 m 2/orang
dengan ambang batas 7,2 m 2/orang.
Standar hunian yang digunakan
pemerintah untuk tipe 21 masih menggunakan standar 7,41 m 2/orang.
Rumah tinggal tipe 45 m 2 dimungkinkan penghuninya tidak berada
diruangan yang terlalu sempit atau dengan kata lain berkepadatan hunian tinggi,
sehingga kebutuhan ruang geraknya dalam beraktivitas tidak terganggu serta
yang utama adalah sirkulasi udara segar masih dapat berjalan dengan baik. Hal
ini
diperkuat
dengan
pernyataan
MENPERA
Suharso
Monoarfa
yang
mengungkapkan bahwa kebutuhan ideal ruang perumahan yang layak huni perlu
dievaluasi. Berdasarkan ilmu planologi, menurut beliau, kebutuhan ruang rumah
di indonesia saat ini sangat tidak ergonomik atau belum memenuhi kebutuhan
ruang yang cukup bagi setiap penghuninya.
Karena itu, beliau menilai RSH
dengan ukuran bangunan 6x6 meter atau tipe 36 m 2 tidak sesuai lagi diterapkan.
84
Menurut Beliau, di luar negeri, setiap orang membutuhkan ruang sekitar 30 m 2,
sedangkan di indonesia setiap orang di rumahnya hanya memiliki ruang gerak
sekitar 12 m2, sehingga perlu dilakukan kajian yang serius agar setiap rumah
yang dibangun di indonesia memiliki kebutuhan ruang gerak yang cukup dan
lebih manusiawi. Beliau mengungkapkan rumah yang layak huni adalah tipe 45
m2. Beliau berharap ukuran rumah itu bisa memberikan keleluasaan ruang bagi
penghuninya. Dengan ukuran rumah tipe 45 m 2, setidaknya dapat dibangun dua
kamar tidur, ruang makan, ruang tamu, dan ruang keluarga untuk interaksi antar
anggota keluarga.
Selain itu, ada sedikit lahan penghijauan di rumah yang
membuat masyarakat berpartisipasi dalam mengantisipasi perubahan iklim yang
terjadi saat ini (Anonim 2010b).
Intensitas tutupan lahan dapat dihubungkan dengan tata aturan mengenai
garis sempadan bangunan.
Intensitas tutupan lahan yang terlalu tinggi atau
dengan kata lain terlalu padat, kemungkinan besar melanggar peraturan
mengenai garis sempadan bangunan. Garis sepadan bangunan yang ditentukan
berbagai aspek seperti lebar jalan, fungsi jalan, jenis aktivitas bangunan.
Adanya jarak tertentu dari bagian bangunan terhadap jalan dapat digunakan
sebagai buffer kebisingan lalu lintas, bahaya yang datang dari kendaraan yang
selip keluar jalan tidak akan langsung merusak bangunan, menghindarkan polusi
debu dan gas buangan dari knalpot kendaraan di jalan, tersedianya ruang
terbuka sebagai area mitigasi bahaya, misalnya kebakaran, dan tersedianya area
servis.
Sistem utilitas.
Sistem utilitas merupakan sebuah unit penunjang
terhadap kebutuhan sumberdaya dan pengolahan serta hasil buangannya.
Sistem utilitas pada Kajian ini dibatasi pada sistem utilitas yang umum terdapat
pada suatu tapak rumah tinggal berupa utilitas air bersih, pengelolaan air limbah
dan sampah.
1. Utilitas air bersih.
Ketersediaan air bersih tentu saja merupakan hal mutlak untuk menunjang
kenyamanan bangunan. Hingga harus jelas sumber pengadaannya dan
diasumsikan rumah tinggal pada kajian ini mendapat pasokan air bersih dari
PDAM, sehingga penggunaannya harus terkontrol dengan baik agak biaya
air tidak membengkak. Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan
bumi, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan,
85
yang sebagian besar masuk ke sungai dan akhirnya bermuara di laut.
Air hujan yang jatuh ke bumi tersebut menjadi sumber air bagi makhluk
Curah hujan di wilayah Indonesia cukup tinggi, yaitu 2.000 –
hidup.
4.000 mm/tahun dapat menjadi sumber air bersih dengan menampung atau
meresapkan ke dalam pori-pori/rongga tanah atau batuan (konservasi air).
Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang
hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin
ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang
berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir ke
laut tetapi
ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke
dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan
cara membuat kolam pengumpul air hujan (Rain barrel), sumur resapan
dangkal, dan lubang resapan biopori.
2. Utilitas sampah dan limbah.
Pengertian sampah menurut SNI 19-2454-1991 adalah limbah yang
bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak
berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa
makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton,
plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb.
a. Pemanfaatan Sampah Organik
Di tingkat rumah tangga diperlukan kesadaran untuk memisahkan
sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik
antara lain dapat berupa sampah persiapan masakan, kulit telur, kulit
buah-buahan, rumput, daun, ranting, rambut, bulu, dan sebangsanya.
Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari sumber
daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti mineral, minyak bumi, atau
proses industri. Sampah anorganik antara lain plastik, kaleng, kertas,
kaca dan Styrofoam. Sampah anorganik seperti botol plastik, kaleng
minuman, kertas, dapat diolah dalam industri menjadi beraneka bahan
baku.
Di iklim tropis panas lembap seperti di Indonesia, penguraian
sampah organik lebih cepat dibandingkan di daerah lainnya. Hal ini
sebenarnya sangat menguntungkan karena pembentukan sampah
menjadi kompos yang bermanfaat akan lebih mudah. Pengomposan juga
dapat memanfaatkan teknologi lubang resapan biopori.
86
b. Pemanfaatan Grey Water
Grey water biasanya berupa air sabun bekas kegiatan rumah
tangga seperti mencuci dan mengepel, mandi, dan lain sebagainya. Air
ini dapat disalurkan lewat selokan terbuka. Untuk memanfaatkan grey
water sebagai sumber air bersih, dibutuhkan instalasi khusus yang tidak
mudah dibuat sendiri.
Grey water masih dapat digunakan untuk
menyiram kebun, namun perlu dipastikan bahwa air tidak mengandung
detergen yang keras, pemutih, ataupun zat kimia berbahaya lainnya,
grey water bekas mencuci sayuran dan buah dapat langsung ditampung
untuk menyiram kebun. Bahkan bekas cucian bahan makanan tertentu
dikenal dapat menyuburkan tanah.
Untuk memaksimalkan grey water
sebagai air penyiram tanaman, dapat dipilih sabun deterjen atau sabun
cuci piring yang bebas dari zat kimia. Saat ini beberapa produsen sabun
telah membuat produk yang hanya mengandung sedikit zat kimia bahkan
marnpu menyuburkan tanah saat larut di dalam air.
Pastikan grey water yang masih mengandung bahan kimia
dialirkan melalui saluran yang baik, memiliki penampang yang memadai
sesuai volumenya agar limbah dapat mengalir dengan baik menuju
saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan penyakit ataupun bau
yang tidak sedap.
c. Pemanfaatan Air Tinja/Black Water
Air tinja adalah kotoran manusia baik padat maupun cair,
ditambah dengan air siram. Air tinja mengandung kolibakteri (E. coli) dan
kuman yang dapat mengganggu kesehatan manusia, serta berbau tidak
sedap. Maka pembuangan air tinja harus disalurkan dalam pipa tertutup.
Air
tinja
dapat
dimanfaatkan
sebagai
pupuk
organik
dengan
menggunakan instalasi septictank yang tepat. Untuk daerah dengan iklim
tropis, dapat digunakan "septictank vietnam". Dibandingkan dengan
septictank biasa, septictank vietnam tidak perlu dikuras/dibersihkan,
karena isi septictank dapat digunakan sebagai pupuk.
Septictank ini
terdiri dari dua buah bak dengan ukuran yang sama, serta alat untuk
memindahkan saluran pengisian. Satu bak digunakan terlebih dahulu,
setelah penuh, saluran pengisian dipindahkan ke bak kedua. Sesudah
enam bulan sampai satu tahun, isi bak pertama telah menjadi pupuk,
tidak berbau, dan dapat dimanfaatkan untuk tanaman/ kebun sayur.
87
Untuk menghindari pencemaran tanah yang mungkin terjadi akibat
kebocoran, atau bakteri mencemari air lewat pipa atau sumur resapan,
septictank harus dibuat kedap. Septictank sebaiknya berjarak minimal 11
m dari sumur air.
Bebas dari Gangguan Geo-Biologis.
Terkait dengan keamanan
bangunan tapak seharusnya berada di area yang stabil, maksudnya relatif kecil
kemungkinan terkena bencana yang dahsyat atau istilah dari Heinz Frick adalah
tapak terbebas dari gangguan geo-biologis. Area tapak dipastikan tidak terletak
pada kawasan banjir, karena beresiko banjir musim penghujan atau daerah
rawan tsunami. Untuk Kota yang kondisi topografinya berbukit seperti Kota
Bogor, bahaya tanah longsor sangat perlu diwaspadai. Sehingga untuk
membangunan
di
tepi
jurang
yang
terjal
harus
menggunakan
studi
kelayakan/perhitungan geostruktur dan penelitian kondisi geologi tanah secara
mendalam. Selain Longsor perlu pula diwaspadai adanya bangunan yang
dibangun didaerah patahan.
Secara umum kota-kota di Indonesia terletak
didaerah yang rawan gempa, sehingga untuk jaminan keamanan, struktur
bangunan diperkuat disertai dengan bentukan bangunan yang sederhana
sebagai antisipasi agar dapat bertahan menghadapi gempa sampai lebih dari 9
skala richter.
Faktor bahaya biologis datang dari hewan maupun vegetasi. Dari hewan
yang terkait dengan keamanan bangunan adalah rayap dari jenis Coptotermes
curvignathus yang dapat dikategorikan sebagai hama bangunan (Surjokusumo
2006).
Mencegah serangan rayap perlu kewaspadaan dan ketelatenan.
Waspada untuk mencegah dan terhadap tanda-tanda kehadiran rayap serta
telaten dalam upaya untuk membasminya. Upaya pencegahan dilakukan pada
tanah dan kayu bangunan. Tanah fondasi dan kayu harus diinjeksi dengan
termitisida. Injeksi termitisida dilakukan pada setiap lubang pengeboran dengan
tekanan tinggi, sehingga dapat tersebar merata di permukaan tanah dan
bersambungan dengan termitisida yang diinjeksikan pada lubang lainnya. Untuk
perawatan kayu bisa hanya dengan cara disemprot, dicelup, atau direndam
dengan termitisida. Jika bangunan telah terserang rayap, khusus untuk superrayap, teknologi umpan racun (bait toxicant) dapat diaplikasikan. Secara
sederhana, teknik ini menggunakan sekotak kertas tisu yang telah dilumuri
heksaflumuron. Bahan ini telah diteliti di IPB dan dinyatakan aman, tidak berbau,
88
ramah lingkungan, dan tidak berbahaya bagi manusia maupun hewan mamalia.
Umpan itu ditempelkan pada titik-titik pusat koloni rayap. Karena bahan tisu
merupakan turunan dari bahan dasar kayu, rayap pekerja akan tertarik
mengerubunginya. Mereka bakal membawanya ke pusat makanan. "ketika tiba
saatnya makan, racun itu akan dibagi-bagikan kepada teman-temannya dan mati
semua. Racun tersebut berfungsi menghambat pembentukan kulit rayap. Jika
pembentukan kulit gagal, rayap pasti mati.
Obat tersebut memang bekerja
lambat, tapi tetap efektif. Keandalan umpan rayap ini juga telah dievaluasi di
Florida, Amerika Serikat, pada jenis Coptotermes formosanus dan R. flavipes
kollar. Dengan dosis 4-1,5 mg, populasi rayap tanah dapat dikurangi sebesar
90% -100% dari satu koloni rayap yang berjumlah 0,17-2.8 juta ekor (Hidayat dan
Wibisono 2006).
Vegetasi
sangat
berperan
dalam
upaya
penghematan
energi.
Keberadaan vegetasi dapat menjadi ancaman karena faktor kelalaian manusia
juga.
Vegetasi memiliki perakaran yang merupakan cerminan dari bentuk
tajuknya. Perakaran jika tidak disediakan lahan yang cukup akan mengganggu
vegetasi tersebut karena mengurangi kekokohannya dan membahayakan
manusia karena akan mudah tumbang.
Karena kurangnya lahan, perakaran
dapat mengganggu pondasi bangunan, sehingga berpotensi merusak struktur
bangunan. Peletakan vegetasi yang kurang tepat menghalangi sinar dan angin,
berakibat
terhalangnya
pencahayaan
alam
atau
gelap
dan
berpotensi
meningkatkan kelembaban ruang karena sirkulasi udara terhalang. keberadaan
vegetasi berpotensi pula mengundang hama-hama tanaman.
sebagai upaya
pencegahan harus dilakukan tindakan pemeliharaan secara rutin seperti
penyiangan, pemangkasan, pemupukan teratur, penyemprotan jika terserang
(diusahakan dengan bahan non-kimiawi).
Orientasi. Dari analisis mengenai faktor klimatik dan lingkungan pada
tapak maka penulis menghubungkannya dengan faktor orientasi tapak yang
terkait pula dengan orientasi bangunan rumah tinggal di dalamnya melalui
analisis diagram matahari dan angin. Faktor orientasi berpengaruh pada letak
posisi bangunan secara keseluruhan dan posisi façade atau tampak muka
bangunan yang akan menerima secara langsung paparan dari segi klimatik
seperti sinar dan panas matahari, angin, hujan.
Orientasi terbaik menurut
literatur adalah orientasi mata-angin utara dan atau selatan. Orientasi utara-
89
selatan secara klimatik membuat façade rumah (depan-belakang)
tidak
menerima paparan sinar matahari secara langsung karena sisi bangunan yang
menghadap timur-barat berdempetan dengan rumah lain, sehingga yang diterima
hanya cahaya pantulan dari sinar matahari, sehingga suhu bangunan relatif lebih
rendah.
Posisi matahari pada bulan Maret dan September berada tepat di garis
equator (titik equinox). Saat matahari berada di titik ini, maka lamanya siang dan
malam akan sama yaitu masing-masing 12 jam. Titik yang dilewati matahari
dalam perjalanannya dari selatan ke utara langit, terjadi pada 21-23 Maret,
dinamakan
Titik
Vernal
Equinox.
Titik
yang
dilewati
matahari
dalam
perjalanannya dari utara ke selatan langit, terjadi pada 23 September,
dinamakan Titik Autumnal Equinox. Posisi matahari di titik ini karakteristik yang
terlihat adalah matahari akan berada persis diatas kepala (jika berada di kota
yang berada di garis ekuator seperti pontianak) yaitu mendekati sudut 90º pada
pukul 12.00 siang, sehingga bayangan yang dihasilkan akan kecil sekali. Pada
bulan Juni posisi matahari berada di utara sekitar tanggal 22 Juni. Saat matahari
berada di titik ini siang hari akan sedikit lebih pendek daripada malam harinya
dan karena posisi matahari tersebut bayangan yang ditimbulkan menjadi lebih
panjang cenderung condong ke selatan. Pada bulan Desember posisi matahari
berada di selatan sekitar tanggal 22 Desember. Saat matahari di posisi ini siang
hari akan sedikit lebih panjang di bandingkan malam harinya dan karena posisi
matahari tersebut bayangan yang ditimbulkan juga menjadi lebih panjang dan
arah bayangannya miring ke selatan.
Perbedaan posisi matahari ini berdampak pada aspek penyinaran
terhadap bangunan, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan orientasi bangunan
yang terbaik karena tidak menerima penyinaran matahari secara langsung yaitu
orientasi utara-selatan. Aspek lainnya adalah peletakan posisi pemblokir sinar
utamanya menggunakan tanaman.
Topografi.
Kasus
kota
Bogor,
merupakan
daerah
perbukitan
bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 m hingga 350 m
diatas
permukaan
laut dengan
kemiringan
lereng
berkisar 0
- 2
%
(datar) seluas 1.763,94 Ha, 2 - 15 % (landai) seluas 8.091,27 Ha, 15 - 25 %
(agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25 - 40 % (curam) seluas 764,96 Ha, dan >
40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha (tabel 11). Menurut data diatas area
90
kota bogor yang sesuai untuk kawasan tempat tinggal (perumahan maupun
permukiman) seluas 9855,21 Ha atau presentasinya sekitar 83,1 % area di kota
Bogor sesuai untuk area tempat tinggal menurut peraturan SK Mentan No.
837/KPTS/Um/11/1980 dimana lahan yang ideal untuk tempat tinggal adalah
lahan dengan topografi relatif datar hingga landai.
Kemiringan lahan yang melebihi 15%, terbuka terhadap iklim yang keras,
bahaya gempa bumi, bahaya tanah longsor, tanah yang tidak stabil, daerah
berlumpur/rawa serta berbatasan dengan jalan yang hiruk pikuk, yang
diantaranya dapat diatasi dengan perlakuan khusus dan diluar itu harus dihindari.
Pembangunan perumahan ataupun sarana lainnya pada lahan yang miring relatif
lebih sulit daripada perumahan yang terletak pada lahan yang datar.
Pembangunan perumahan atau bangunan lainnya
pada lahan dengan
kemiringan lebih dari 10%, memerlukan desain bangunan yang lebih khusus
dengan bentuk teras (sengkedan/bersusun) ataupun berbentuk split-level, yang
dapat dikombinasikan dengan pembuatan taman, namun upaya ini akan
berdampak pada bertambahnya biaya konstruksi.
Jenis tanah.
Jenis tanah yang terkait dengan media tanaman untuk
tumbuh. Hal tersebut didukung oleh struktur tanah yang berfungsi memodifikasi
pengaruh tekstur tanah terhadap kondisi drainase atau aerasi tanah, karena
susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih
besar ketimbang susunan antar partikel primer.
Oleh karena itu tanah yang
berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula,
sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan
mengabsorbsi (menyerap) hara dan air, sehingga pertumbuhan dan produksi
menjadi lebih baik. (berkorelasi positif dengan tingkat kesuburan)
Penanaman melindungi agregat tanah dari hantaman air hujan, sehingga
makin rapat tajuk tanaman akan makin baik pengaruhnya terhadap agregat
tanah. Lal (1979) dalam Hanafiah (2010), mengemukakan bahwa struktur
tanah mempunyai peran sebagai regulator yang:
1. Menyinambungkan arah pipa yang terbentuk dari berbagai ukuran poripori yang berinterkoneksi, stabilitas dan durabilitasnya.
2. Mengatur retensi dan pergerakan air tanah
3. Difusi gas dari dan ke atmosfer
4. Mengontrol proliferasi (pertumbuhan) akar dan perkembangannya.
91
Kemudian secara langsung atau tak langsung terkait dengan:
5. Erosi air atau angin
6. Penggenangan dan aerasi tanah
7. Stres tanaman akibat kekeringan
8. Perlindian atau kehilangan hara-hara tanaman
9. Temperatur tanah.
Perkerasan (Non Bangunan)
Komponen kelima adalah perkerasan (non bangunan) yang terdiri dari
perkerasan (pavement) itu sendiri dan pagar dan tembok pembatas (walls and
fences) sebagai bagian dari site structure. Perkerasan (non bangunan) secara
harafiah sudah dapat diketahui komponen pembentuknya berupa material keras.
Komponen ini memiliki potensi terhadap penyerapan panas yang berlebih jika
tidak didesain dengan tepat. Konsep pemilihan komponen perkerasan dipilih
agar aspek fungsionalnya tetap dapat berfungsi dengan baik dan juga konsep
ramah lingkungannya juga terpenuhi. Kriteria variabel taman dan rumah tinggal
hemat energi untuk komponen perkerasan selengkapnya tertuang pada tabel 17.
Tabel 17. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Perkerasan (Bobot 0,058)
No
Variabel
Bobot
1
Perkerasan
(pavement)
0.515
Kriteria desain untuk skor
1
2
3
Jenis perkerasan Jenis perkerasan
Jenis
porositas rendah porositas sedang
perkerasan
porositas tinggi
2
Pagar &
dinding
pembatas
0.485
Masif dan solid
agak rapat
berongga
renggang
Berongga
Perkerasan. Perkerasan telah menjadi kebutuhan manusia sebagai alas
taman maupun alas jalur-jalur sirkulasi.
Banyak orang lupa saat membuat
tempat parkir mobil atau carport, teras, dan jalan setapak (stepping stone) pada
pekarangan rumah tinggalnya dimana tanah tertutup rapat dengan beton bahkan
aspal. jenis perkerasan tersebut merupakan jenis perkerasan yang kedap air,
sehingga terjadi limpasan air yang banyak saat musim hujan karena tidak terjadi
infiltrasi air ke dalam air tanah. saat ini telah banyak perkerasan yang berbentuk
monolitik maupun berbentuk unit yang dapat digunakan sebagai perkerasan.
92
saat ini pada umumnya masyarakat indonesia menggunakan perkerasan
berbentuk unit yang berasal dari pabrikasi dengan wujud paving block, atau
grass block.
Berdasarkan SNI 03-0691-1996 paving block atau Grass Block adalah
suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran portland cement
atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan
lainnya yang tidak mengurangi mutu paving block (BSN 1996). Sistem drainase
pada konstruksi jalan paving block dibedakan menjadi dua yaitu sistem drainase
permukaan (terbuka) dan sistem drainase tertutup (sub soil drainage). Pada
konstruksi paving block yang sambungan di antara blocknya bersifat kedap air
(sedikit mengalirkan air) maka saluran permukaan dengan sistem drainase
terbuka sangat diperlukan, sedangkan sistem drainase tertutup digunakan pada
konstruksi grass block yang sambungan di antara block bersifat permeable (tidak
kedap air) maka air hujan akan masuk (infiltrasi) ke dalam konstruksi jalan
sebanyak 30 % sampai 50 %, syarat kemiringan minimal pada penampang
melintang badan jalan = 2 %, hal ini untuk memudahkan aliran air hujan di
permukaan perkerasan. Tanah yang tertutup dengan interblok 4-6 dan interblok
16-6, masih mempunyai kemampuan infiltrasi cukup besar dan tidak berbeda
nyata pada tanah terbuka.
Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian
Prasodyo dan Nurisjah (1998) bahwa Infiltrasi terbesar dijumpai pada bahan
penutup tanah grassblock.
Dalam kategori perkerasan beton berperforasi
didapatkan jenis interblok 4-6 m memiliki kemampuan infiltrasi terbesar kedua,
selanjutnya diikuti dengan interblok 16-6, behaton 13-6 dan zurich 12-6.
Dari sisi penyerapan panas conblock merupakan jenis perkerasan yang
cukup menyerap panas terlebih lagi keramik. Untuk menanggulangi hal tersebut,
sebaiknya tidak membiarkan perkerasan tanpa diberikan naungan seperti
naungan pohon atau didekatkan dengan elemen air (Fatimah, Arifin dan Widjaya
1998).
Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan saat pemasangan
paving, yaitu pengisi celah dan fondasi di sekeliling paving. Hubungan antar
paving tidak membutuhkan bahan ikat, melainkan menggunakan abu batu atau
pasir. Lebar celah antar paving sebaiknya sekitar 2-4 milimeter. Ukuran celah
yang terlalu lebar akan menyebabkan pasir pengisi mudah keluar (shucking) dan
paving bergeser.
Idealnya pasir yang digunakan untuk mengisi celah antar
paving memiliki butiran yang tajam (lolos ayakan 2,4 mm). Kadar air maksimal
93
sekitar 5% dan kadar lumpur maksimal 10%. Hal ini bertujuan agar air mengalir
di atasnya bisa meresap kedalam tanah.
Disamping aspek sambungan antar paving, kekuatan paving juga
dipengaruhi kondisi tanah sebagai alas peletakkannya.
Perubahan dan
pergerakan struktur tanah bisa menyebabkan paving bergeser sehingga
permukaan paving tidak rata satu dengan yang lain. Diantara berbagai macam
alternatif bahan penutup tanah, paving block lebih banyak memiliki variasi, baik
dari segi bentuk, ukuran dan warna, corak dan tekstur permukaan, serta
kekuatan.
Penggunaan paving block juga dapat divariasikan dengan jenis
paving dan bahan lainnya.
Pagar dan Tembok Pembatas. Perkembangan yang semakin dinamis
menempatkan pagar bukan hanya sekadar pembatas properti atau kepemilikan
dan pelindung penghuni rumah untuk memberikan rasa aman dan keleluasan
aktivitas penghuni karena terjaganya privasi. Lebih dari itu pagar merupakan
salah satu pendukung dan pelengkap pada rumah tinggal karena turut
menambah nilai artistik dan menjadi salah satu bagian dari dekorasi rumah.
Penggunaan bahan, tekstur, dan warna yang tepat akan menghasilkan pagar
yang sesuai dengan karakter rumah secara keseluruhan.
Terdapat banyak alternatif bentuk dan jenis pagar yang dapat
diaplikasikan terhadap hunian. Bahan pembuatnya juga beraneka ragam, mulai
dari berbahan kayu, beton, besi, baja, batu alam hingga vegetasi dapat dijadikan
pagar yang estetis dan ekologis. Syarat utama dalam pembuatan pagar, yaitu
aman, kokoh dan indah. Pemilihan bentuk, model, tinggi, panjang dan lebar
pagar harus disesuaikan dengan luas lahan, fungsi, proporsi dan komposisi
bangunan serta lokasinya. Tinggi pagar yang baik adalah tidak lebih dari 1.20
meter dan untuk dinding pembatas tidak lebih dari 1.70 meter. Jika pagar terlalu
tinggi, maka akan membuat bentuk rumah tidak terlihat atau tertutupi dan akan
membuat rumah terkesan terpenjara.
Pagar rumah tinggal sebaiknya dibuat
renggang atau berongga (kesan transparan) agar sirkulasi udara ke dalam rumah
tinggal tetap baik.
Pagar merupakan elemen penting bagi sebuah rumah baik secara
fungsional maupun estetika.
Tanaman merupakan salah satu elemen
pembentuk pagar, sehingga dapat menjadi alternatif pagar sebuah bangunan.
Disamping itu tanaman memiliki fungsi yang beragam seperti menambah
94
keindahan sebuah bangunan, juga sebagai penahan atau penghalang terhadap
debu, polusi dan radiasi sinar matahari.
Saat ini, aspek green terhadap pagar dan tembok pembatas sudah umum
diterapkan (gambar 8).
Penggunaan komponen tanaman untuk pagar dapat
menjadi salah satu langkah untuk menekan penggunaan material keras untuk
fungsi pagar sekaligus berfungsi membantu ameliorasi iklim.
Menurut
Werdiningsih (2007), tanaman-tanaman yang memenuhi kriteria untuk dapat
digunakan atau dikombinasikan dengan variabel pagar dan tembok pembatas
(green fence), adalah sebagai berikut:
1. Tahan terhadap perubahan cuaca
2. Bersifat tahunan
3. Tidak mudah menggugurkan daun
4. Tidak disukai hewan herbivora
5. Mudah dirawat dan bukan tanaman produktif
6. Bentuk dan ukurannya proposional dengan luas pekarangan serta kondisi
lingkungan
Alternatif Tanaman-tanaman yang dapat digunakan sebagai green fence
adalah sebagai berikut:
1. Semak dan Perdu
Perdu tinggi di antaranya Teh-tehan (Duranta repens), Kembang sepatu
(Hibiscus rosasinensis), Soka (Ixora hybrida), Kaca piring (Gardenia
jasminoides), Kemuning (Muraya paniculata). Sementara tanaman perdu
rendah misalnya Pacar air (Impatiens sp.), Mawar (Rosa sp.), Bayambayaman (Coleus sp.), Asparagus, Anggrek tanah (Sphatoglottis plicata).
Tanaman pagar berumpun misalnya Lidah mertua (Sanseviera trifasciata),
Bawang-bawang, Lili paris (Clorophytum comosum), dan Brojo lintang
(Belamcanda chinensis).
2. Tanaman Rambat
Jenis tanaman yang bersifat merambat sendiri, misalnya Stefanot,
Passiflora, Mucuna (flama of Irian), Pseudocayma, Costus maroon, dan
Thunbergia. Sementara tanaman perdu yang perlu dirambatkan, misalnya
Bugenvil, Pyrostegia, dan Alamanda.
3. Bambu – Bambuan
Jenis bambu hias yang dapat dijadikan pagar tanaman, di antaranya Bambu
jepang (Arandinaria japonica) dan Bambu kuning.
95
4. Kaktus
Beberapa jenis kaktus yang cocok ditanam sebagai tanaman pagar di
antaranya Astrophytum asterias, Ferocactus herrerae, dan Acanthocalycium
violaceum.
Gambar 8. Ilustrasi desain pagar hijau
Visualisasi Konsep Hemat Energi
Konsep kriteria yang telah tersusun kemudian dikombinasikan menjadi
skenario-skenario model konsep hemat energi.
Skenario tersebut kemudian
digunakan dalam proses visualisasi dari konsep tertulis menjadi sebuah media
gambar 3 Dimensi berbantu komputer.
Dari kriteria yang disusun sehingga
muncul skenario tersebut sebenarnya memiliki ribuan peluang terjadinya
skenario kombinasi model. Untuk mempermudah memahami konsep yang telah
disusun ditetapkan 3 skenario model untuk divisualisasikan, yaitu: konsep
skenario model hemat energi tingkat terendah, sedang dan tertinggi.
Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Terrendah
Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor rendah masuk
dalam klasifikasi klas hemat energi rendah. Hal ini disebabkan oleh tanaman
sebagai komponen prioritas dalam konsep pertama ini, dengan bobot yang
mendominasi tidak dapat optimum dalam penghematan energi. Secara umum,
hal tersebut di duga karena kriteria tanaman yang rendah tidak dapat membantu
dalam memodifikasi iklim dengan optimum.
Proteksi terhadap iklim oleh
tanaman perdu, tidak dapat menjangkau keseluruh bagian rumah tinggal,
ditambah persyaratan kriteria komponen dan variabel lain pun rendah rendah.
96
Dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout model rumah
tinggal yang dipersempit luasan lahannya dari 120 m 2 menjadi ± 80 m 2 guna
mendapatkan model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 60:40. Dengan
perbandingan atau aturan mengenai intensitas tutupan lahan yang umum di
Indonesia dari Gambar 9, pada layout rumah tinggal hanya tersisa sedikit ruang
terbuka.
Keterbatasan lahan tersebut menyebabkan kemungkinan peletakan
tanaman utamanya pohon pelindung yang sesuai kriteria ideal tidak dapat
tertampung. Dengan luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah
tanaman perdu beserta strata tanaman lebih rendah.
Pada model ini, tidak terdapat komponen air (water features) yang dapat
digunakan sebagai stabilitator suhu. Dari segi orientasi bangunan, model rumah
tinggal ini façade utamanya menghadap barat. Dari penjelasan sebelumnya dan
hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ruang yang menghadap
kearah Barat mendapatkan suhu ruang yang tertinggi. Hal tersebut dikarenakan
rumah dengan orientasi Barat mendapat paparan langsung selama ± tiga jam
setelah tengah hari dan mengalami panas sinar matahari puncak ± pukul 14.00
WIB.
Jadi radiasi panas matahari dan suhu berakumulasi melalui proses
konduksi dan konveksi ke dalam bangunan.
Untuk menanggulangi masalah
tersebut seharusnya ada elemen penahan (barier) dalam hal ini tanaman dengan
kriteria yang memadai. Pada model pertama, tanaman yang digunakan adalah
tanaman perdu yang diilustrasikan dengan Kembang merak (Caesalpinia
pulcherrima) yang dapat dilihat pada Gambar 10. Tanaman perdu dinilai masih
belum dapat menangkal radiasi matahari dengan optimum untuk tujuan
ameliorasi iklim. Dari segi pembayangan matahari, tanaman perdu tidak dapat
membayangi façade rumah secara keseluruhan, sehingga sinar matahari masih
dapat mengenai bangunan. Hal tersebut diperkuat oleh Sitawati (1994) yang
menyatakan bahwa tanaman dengan strata yang lebih rendah dari pada pohon,
dalam hal ini tanaman semak yang diletakkan didekat dinding sebelah barat
kurang optimal menurunkan suhu bila tanpa penanaman pohon yang dapat
menurunkan suhu hingga 3,14 ºC.
Sistem utilitas terbatas pada pemodelan grafis ini terkait dengan perilaku
bijak terhadap pengelolaan sumberdaya pada tapak seperti air bersih, limbah
rumah tangga dan sampah dimodelkan secara minimum. Ilustrasinya terdapat
pada Gambar 10, dimana perilaku ramah lingkungan dilustrasikan dengan
menggunakan pemilahan sampah dan menggunakan septicktank vietnam.
97
Komponen desain taman dan rumah tinggal lain yang kurang mendukung
adalah komponen bangunan. Variabel utama dari komponen bangunan, yaitu
bukaan dari model ini relatif kecil, dinding serta penutup atap dengan kriteria
desain yang rendah salah satunya dari segi warna yang gelap menjadi potensi
penyerapan panas kedalam bangunan (Gambar 11). Terdapat kriteria yang tidak
tampak dari model isometri yang tersaji pada Gambar 11, yaitu aspek insulasi
atap bangunan, karena aspek tersebut signifikan terhadap meredam panas ke
dalam ruang. Pada model rumah tinggal ini, di ilustrasikan tidak menggunakan
insulasi atap dan tanpa plafon, yang dapat dilihat pada Gambar 12 berupa
gambar aksonometri 3D.
Komponen perkerasan (non bangunan), dalam ilustrasi gambar 11 dapat
terlihat variabel perkerasan (pavement) yang menggunakan material perkerasan
interblok 16-6. Pada bagian site structure, dilustrasikan menggunakan desain
pagar yang masif.
Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Sedang
Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor sedang masuk
dalam klasifikasi klas hemat energi sedang.
Secara umum, diduga kriteria
tanaman berskor 2 (sedang) dan kriteria komponen dan variabel lain, dinilai
cukup dapat membantu dalam memodifikasi iklim.
Dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout model rumah
tinggal yang dipersempit luasan lahannya dari 120 m 2 menjadi ± 96 m2 guna
mendapatkan model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 50:50.
Gambar 9, pada layout rumah terdapat sedikit ruang terbuka.
Dari
Keterbatasan
lahan tersebut menyebabkan kemungkinan peletakan tanaman utamanya pohon
pelindung yang sesuai kriteria ideal masih belum dapat tertampung. Dengan
luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah tanaman pohon kecil
beserta strata tanaman lain yang lebih rendah.
Pada model ini, sudah terdapat komponen air (water features) yang dapat
digunakan sebagai stabilitator suhu yang diilustrasikan dengan variabel air statis
(kolam). Dari segi orientasi bangunan, model rumah tinggal ini façade utamanya
menghadap Timur.
Dari penjelasan sebelumnya dan hasil-hasil penelitian
terdahulu menyebutkan bahwa ruang yang menghadap kearah Timur masih
mendapatkan suhu ruang yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan rumah
dengan orientasi Timur mendapat paparan langsung
radiasi matahari pada
98
waktu menjelang terik hingga sebelum tengah hari dan mengalami panas sinar
matahari puncak ± pukul 11.00 WIB. Jadi radiasi panas matahari dan suhu
berakumulasi melalui proses konduksi dan konveksi ke dalam bangunan. Untuk
menanggulangi masalah tersebut seharusnya ada elemen penahan (barier)
dalam hal ini tanaman dengan kriteria yang memadai.
Pada model kedua ini, tanaman yang digunakan adalah tanaman pohon
kecil yang diilustrasikan dengan Pohon Sirsak (Annona muricata) yang dapat
dilihat pada Gambar 10.
Tanaman pohon kecil dinilai sudah mulai dapat
menangkal radiasi matahari dengan optimum untuk tujuan ameliorasi iklim.
Tanaman yang digunakan merupakan jenis kategori tanaman pohon kecil
dengan jumlah tanaman dua buah dengan peletakan pada halaman depan dan
belakang sesuai dengan orientasi bangunan rumah tinggal model, yaitu orientasi
timur-barat. Maka, dengan dimensi fisik dan kondisi kerapatan tajuk yang
dimilikinya tanaman kategori pohon kecil tersebut sudah dapat melindungi bagian
façade (tampak) rumah tinggal yang terpapar langsung oleh sinar matahari.
Reed (2010) menyatakan, sebuah pohon setinggi 6 m akan membuat bayangan
dengan panjang sekitar 9 m. Jika pohon tersebut tumbuh ± 6 m dari rumah,
bayangannya sepanjang
9 m akan menyentuh dinding luar sebuah rumah
berlantai satu.
Sistem utilitas terbatas pada pemodelan grafis ini terkait dengan perilaku
bijak terhadap pengelolaan sumberdaya pada tapak seperti air bersih, limbah
rumah tangga dan sampah dimodelkan secara parsial.
Ilustrasinya terdapat
pada Gambar 10, dimana perilaku ramah lingkungan dilustrasikan dengan
menggunakan pemilahan sampah, pengolahan sampah secara sederhana
sekaligus konservasi air tanah menggunakan lubang resapan biopori, upaya
konservasi air hujan menggunakan rain barrel , bijak mengelola greywater dan
menggunakan teknologi pengolahan air tinja ramah lingkungan, salah satunya
septicktank vietnam.
Komponen desain taman dan rumah tinggal lain yang sudah relatif
mendukung terhadap tujuan penghematan energi adalah komponen bangunan.
Variabel utama dari komponen bangunan, yaitu bukaan dari model ini sudah
lebih lebar menggunakan prasyarat kenyamanan, dinding serta penutup atap
dengan kriteria desain yang sedang salah satunya dari segi warna yang agak
gelap masih menjadi potensi penyerapan panas ke dalam bangunan (Gambar
11). Terdapat kriteria yang tidak tampak dari model isometri yang tersaji pada
99
Gambar 11, yaitu aspek insulasi atap bangunan dan plafon, karena aspek
tersebut signifikan terhadap meredam panas ke dalam ruang.
Pada model
rumah tinggal ini, di ilustrasikan sudah menggunakan insulasi atap dan plafon,
yang dapat dilihat pada Gambar 12 berupa gambar aksonometri 3D.
Komponen perkerasan (non bangunan), dalam ilustrasi Gambar 11 dapat
terlihat variabel perkerasan (pavement) yang menggunakan material perkerasan
interblok 4-6.
Pada bagian site structure, dilustrasikan menggunakan desain
pagar yang relatif renggang berongga.
Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Tertinggi
Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor tinggi masuk
dalam klasifikasi klas hemat energi tinggi. Secara umum, diduga komponen
tanaman sebagai komponen prioritas dengan bobot yang mendominasi dan nilai
kriteria komponen lain yang bernilai optimum, menyebabkan pencapaian
penghematan energi yang maksimum.
Komponen tapak, dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout
model rumah tinggal dengan luasan lahannya dari 120 m 2 guna mendapatkan
model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 40:60. Dari Gambar 9, pada
layout rumah terdapat ruang terbuka yang cukup luas.
Dari kategori
perbandingan intensitas tutupan lahan, proporsi tersebut masuk dalam kategori
rumah renggang.
Ruang terbuka yang cukup luas untuk penghijauan
memungkinkan peletakan tanaman utamanya pohon pelindung yang sesuai
kriteria ideal. Dengan luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah
tanaman pohon sedang dan dapat dilengkapi dengan strata tanaman lain yang
lebih rendah.
Pada model ini, sudah terdapat komponen air (water features) yang dapat
digunakan sebagai stabilitator suhu yang dilustrasikan dengan variabel air
mancur (jets).
Dari segi orientasi bangunan, model rumah tinggal ini façade
utamanya menghadap Selatan.
Dari penjelasan sebelumnya dan hasil-hasil
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ruang yang menghadap kearah
Selatan mendapatkan suhu ruang yang paling rendah. Hal tersebut dikarenakan
rumah dengan orientasi Selatan tidak mendapat paparan langsung
matahari, namun hanya mendapat cahaya atau terang langitnya.
radiasi
Bangunan
rumah tinggal akan terpapar radiasi matahari langsung pada tengah hari,
walaupun semua orientasi juga merasakannya.
Walaupun tidak terpapar
100
langsung oleh sinar matahari, keberadaan komponen tanaman untuk membentuk
ameliorasi iklim tetap diperlukan.
Hal tersebut dikarenakan suhu yang relatif
tinggi tetap dapat merambat melalui konduksi dan konveksi ke dalam bangunan.
Mekanisme evapotranspirasi oleh pohon membuat suhu menjadi lebih rendah
dan nyaman. Reed (2010) menyatakan, pohon setinggi 12 m yang tumbuh 6 m
dari rumah akan meneduhkan seluruh permukaan tinggi dinding rumah. Dua
atau tiga pohon yang tumbuh bersama-sama dapat menaungi sebagian besar
lebar dinding rumah tinggal. Pada model kedua ini, tanaman yang digunakan
adalah tanaman pohon sedang yang diilustrasikan dengan pohon Tanjung
(Mimusops elengi) yang dapat dilihat pada Gambar 10.
Sistem utilitas terbatas pada pemodelan grafis ini terkait dengan perilaku
bijak terhadap pengelolaan sumberdaya pada tapak seperti air bersih, limbah
rumah tangga dan sampah dimodelkan secara lebih lengkap.
Ilustrasinya
terdapat pada Gambar 10, dimana perilaku ramah lingkungan dilustrasikan
dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Menerapkan konsep reduce, reuse, recycle :
a. Pemilahan sampah organik dan anorganik
b. Sampah anorganik dapat digunakan kembali (reuse).
c. Sampah organik diolah menjadi pupuk (recycling), Menggunakan
teknologi lubang resapan biopori.
4. Menampung air hujan---rain barrel
5. Air hujan dikembalikan ke tanah --- sumur resapan
6. Grey water disalurkan lewat selokan terbuka
7. Blackwater menggunakan septicktank vietnam
Komponen desain taman dan rumah tinggal lain yang dinilai sudah
mendukung terhadap penghematan energi adalah komponen bangunan.
Variabel utama dari komponen bangunan, yaitu bukaan dari model ini sudah
lebar, yaitu dengan menggunakan prasyarat dimensi untuk pendinginan (cooling
ventilation), dinding serta penutup atap dengan kriteria desain tinggi salah
satunya dari segi warna terang relatif memantulkan panas (Gambar 11).
Terdapat kriteria yang tidak tampak dari model isometri yang tersaji pada
Gambar 11, yaitu aspek insulasi atap bangunan dan plafon, karena aspek
tersebut signifikan terhadap meredam panas ke dalam ruang.
Pada model
rumah tinggal ini, di ilustrasikan sudah menggunakan insulasi atap dan plafon,
yang dapat dilihat pada Gambar 12 berupa gambar aksonometri 3D.
101
Komponen perkerasan (non bangunan), dalam ilustrasi Gambar 11 dapat
terlihat variabel perkerasan (pavement) yang menggunakan material perkerasan
grassblock yang masih memungkinkan rumput hidup untuk mengelimir panas
yang ditimbulkan oleh perkerasan dan memungkinkan infiltrasi air tanah tetap
berlangsung baik. Pada bagian site structure, dilustrasikan menggunakan desain
pagar yang renggang berongga.
Konsep hemat energi pada pemodelan grafis yang ketiga ini serupa
dengan hasil temuan Parker (1983), yang menyatakan penghematan konsumsi
energi akan lebih optimum hingga 50% untuk pendinginan pada tipe rumah
tinggal yang lebih dilengkapi dengan insulasi pada plafon, lantai dan temboknya
dan dinaungi oleh konsep desain lanskap yang presisi (precision landscaping).
102
Gambar 9. Visualisasi desain konsep taman dan rumah hemat energi (2D)
103
Gambar 10. Konsep eksterior taman dan rumah tinggal hemat energi
104
Gambar 11. Model isometri taman dan rumah tinggal hemat energi
105
Gambar 12. Model aksonometri taman dan rumah tinggal hemat energi
Download