HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam mencapai sebuah desain taman dan rumah tinggal hemat energi faktor yang sangat berperan adalah aspek site design (0,67) yang berarti bahwa 67 % dari tujuan utama dapat dicapai berkat aspek ini, sisanya berupa aspek building design (0,33) yang berarti 33%, jika digabung maka tujuan utama tersebut diatas dapat tercapai 100%. Pencapaian tersebut diperkuat dengan temuan Prianto (2007) yang menyebutkan bahwa aspek site design seperti aspek iklim eksterior, tanaman dan air berkonstribusi terhadap penghematan energi berupa penekanan konsumsi listrik dalam rumah tinggal. Lebih jauh lagi, site design yang diinterpretasikan sebagai lanskap dinilai merupakan strategi yang potensial dalam mewujudkan konsep desain berkelanjutan (Pranoto 2008). Beberapa komponen-komponen yang mendukung alternatif keputusan tersebut berdasarkan urutan prioritasnya yaitu komponen tanaman (48,3%), komponen air (water features) (24,2%), komponen bangunan (10,9%), komponen tapak (10,7%), dan yang terakhir adalah komponen perkerasan (5,8%). Hal tersebut dapat di interpretasikan, bahwa menurut para pakar komponen tanaman menjadi komponen prioritas utama dalam mencapai sebuah desain taman dan rumah tinggal hemat energi dan mutlak keberadaanya karena bobotnya yang sangat signifikan dibandingkan komponen-komponen yang lain, namun harus tetap dikombinasikan dengan komponen-komponen lanskap lainnya. Bobotbobot komponen maupun variabel tersaji pada skema Analytical Hierarchy Process (AHP) beserta pembobotannya yang dapat dilihat pada Gambar 7. Selebihnya hasil pembobotan AHP ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Selanjutnya komponen desain taman dan rumah tinggal hemat energi dijabarkan pada subbab berikut dibawah ini. Komponen Desain Taman dan Rumah Tinggal Hemat Energi Tanaman Pada gambar 7 terlihat bahwa komponen pembentuk desain hemat energi terdiri dari lima komponen utama yaitu, tanaman, air, bangunan, tapak dan perkerasan. Melalui perhitungan AHP diperoleh komponen prioritas utama untuk desain hemat energi adalah komponen tanaman (0,483). Elemen utama dari taman (lanskap) masuk dalam kategori soft material. Tanaman dalam hal ini 44 Overall Inconsistency 0,03 44 Gambar 7. Skema hirarki Analytical Hierarchy Process disertai dengan hasil pembobotannya 45 adalah tanaman lanskap yang didefinisikan sebagai tanaman yang dibudidayakan untuk penataan lanskap dan mencakup tumbuhan alami jika terdapat pada suatu tapak (site). Para pakar menilai kehadiran tanaman menjadi sangat penting disebabkan kemampuannya secara aktif (alamiah) dalam memperbaiki kondisi lingkungan dari segi ekologis, estetis, sosial-ekonomi dan kesehatan. Pohon dianalogikan sebagai AC alami. Melalui mekanisme evapotranspirasi, sebatang pohon soliter dapat menguapkan 400 liter air per hari. Hal ini setara dengan 5 unit AC ruangan yang berkapasitas 2500 kcal/hr, dan beroperasi selama 20 jam per hari (Federer 1976). Pohon berpengaruh positif terhadap temperatur udara berdasarkan mekanisme pembayangan (canopy effect), di mana pohon memayungi area atau ruang di bawahnya dari sinar matahari langsung sehingga mengurangi derajat panas dan berpengaruh pada pendinginan udara sekitar berdasarkan mekanisme evapotranspiration, di mana pelepasan air dari permukaan daun mendinginkan permukaan daun dan mempengaruhi temperatur udara di sekitarnya. Pohon berpengaruh negatif terhadap proses pemanasan (naiknya temperatur udara pagi hari) berdasarkan mekanisme ‘selimut’ di mana kanopi pohon menghalangi pertukaran panas dengan daerah sekitarnya sehingga lingkungan di bawahnya tidak cepat menjadi panas. Sebegitu pentingnya tanaman dalam penghematan energi karena potensi yang dimilikinya. Menurut Heisler (1986) kita akan dapat merasakan dan menerima secara rutin efek penghematan energi maksimum hingga 25% pada rumah tinggal konvensional yang ternaungi oleh tanaman. Komponen tanaman tersebut didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Variabel tersebut berdasarkan urutan prioritasnya adalah kerapatan tajuk, jumlah tanaman, jarak dari bangunan, tata letak tanaman dan jenis tanaman. Hasil analisis pendapat para pakar menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Kerapatan tajuk (32,6%) Bentuk tajuk tanaman berbagai macam, namun tajuk yang diklasifikasikan berfungsi sebagai penaung adalah tajuk berbentuk bulat (round), kubah (dome), menyebar (spreading) karena dari pohon dengan tajuk tersebut memiliki lebar atau diameter yang cukup lebar disertai dengan percabangan yang menyebar sehingga terbentuk kanopi pohon yang berfungsi sebagai penaung. Kerapatan tajuk yang dimaksud adalah kerimbunan, rapat, tebal 46 suatu tajuk pohon yang disebabkan oleh daunnya sehingga tajuk tersebut dapat berfungsi sebagai filter atau penangkal sinar dan radiasi matahari. Kerapatan tajuk pohon dikelompokkan berdasarkan persentase cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk tanaman dalam hal ini pohon. b. Jumlah tanaman (19,5%) Peran tanaman yang begitu penting, hingga PERMENPU No.5/PRT/M/2008 mewajibkan menghadirkan tanaman ke dalam ruang terbuka pada rumah tinggal, disesuaikan dengan luasan lahan yang rumah yang ada. Menurut peraturan tersebut, pada rumah tinggal dengan luasan kecil yaitu dengan klasifikasi luasan lahan kurang dari 200 m2 diwajibkan ditanam minimal 1 pohon pelindung dan dilengkapi oleh strata tanaman lain yang lebih rendah. Lahan terbuka yang sempit dapat diatasi dengan penggunaan tanaman perdu atau semak, tanaman pemanjat (climbers), tanaman pencekik (stranglers) dan tanaman yang masuk dalam kategori Crassulacean Acid Metabolism (CAM). Tanaman-tanaman tersebut dapat diaplikasikan untuk menghijaukan dinding rumah tinggal (greenwall/vertical greenery). Jumlah tanaman berpotensi menambah luasan tajuk tanaman dalam memfilter radiasi matahari disesuaikan dengan potensi lahan yang ada. c. Jarak dari bangunan (17,9%) Penanaman tanaman harus berjarak dalam hal ini dengan bangunan. Jarak tanaman dari bangunan terkait erat dengan kelembaban dan sirkulasi udara yang dapat membantu ameliorasi iklim. Jarak yang terlalu dekat relatif membloking aliran udara menuju bangunan, namun jarak yang terlalu jauh efek peneduhan tanaman akan kurang optimum. Jarak tanaman ini juga disesuaikan dengan peraturan bangunan yaitu garis sempadan bangunan. Besar jarak atau lebar sempadan bangunan di Indonesia adalah setengah dari lebar jalan di depannya. Hal ini berdampak pada rumah dengan luasan area yang terbatas, biasanya berada di lingkungan dengan lebar jalan yang tidak terlalu lebar maksimum antara 6-8 meter yang berarti garis sempadan bangunan yang diijinkan adalah selebar 3 – 4 meter. Jika lebar jalan lebih sempit lagi, maka kondisi tersebut membuat garis sempadan bangunannya akan semakin lebih pendek. d. Tata letak tanaman (16,5%) Tata letak tanaman, terkait dengan orientasi bangunan dan ketersediaan RTH Pekarangan. Ruang terbuka yang tersedia dan memungkinkan pada 47 rumah tinggal dihijaukan menjadi RTH Pekarangan dengan tanaman seperti pada halaman depan rumah dan atau halaman samping, utamanya jika berorientasi Timur-Barat, sebagai penangkal sinar matahari (ameliorasi iklim) sekaligus buffer dan barier polutan serta elemen estetis. Pada halaman belakang yang biasanya menjadi area servis, hijauan tanaman dapat sebagai barier pandangan ke arah area servis, area therapeutic, sekaligus menjalankan fungsi utamanya sebagai penangkal panas (ameliorasi iklim). e. Jenis tanaman (13,5%) Jenis tanaman yang memiliki kemampuan dalam ameliorasi iklim pada RTH Pekarangan. Tanaman pada dasarnya terbagi atas beberapa kelompok besar, yaitu pohon, semak dan perdu serta herba yang biasanya diaplikasikan sebagai tanaman penutup tanah (ground cover plant) dan rumput. Secara fungsi vegetasi, strata tanaman paling bawah yang akan banyak berfungsi sebagai vegetasi untuk perbaikan kondisi lahan (perintis) dan dapat mengantisipasi erosi, selain fungsi teknis dan estestis dimana vegetasi berupa pohon akan lebih banyak berfungsi sebagai pembentuk dan penaung ruang lanskap. Pohon yang terpilih untuk penghijauan pekarangan rumah dalam kajian ini dibatasi dengan menggunakan pohon sedang berukuran 6 -15 meter. Pohon sedang tersebut di duga tepat untuk lahan yang terbatas dengan asumsi luasan area terbuka pekarangan sekitar 40 %70% dari luas lahan, Air (water features) Air menjadi komponen prioritas kedua dalam desain taman dan rumah tinggal hemat energi (0,242). Elemen air sering dihadirkan sebagai elemen estetis dan dinilai dapat menciptakan kesan sejuk. Kesan sejuk tersebut diperoleh karena air bertindak sebagai elemen stabilitator suhu (climate control). Air menyerap sinar matahari dan kemudian melalui proses evaporasi kelembaban yang ditimbulkan ditambah tiupan angin membuat suhu menjadi lebih rendah. Salah satu karakteristik fisik air adalah gerakan (motion) (Booth 1983). Gerakan air tersebut diklasifikasikan menjadi yaitu air diam (statis) atau air dinamis. Air yang beriak (dinamis), menimbulkan gelombang pada permukaan air sehingga luas permukaan air tersebut menjadi lebih luas. Luas permukaan elemen air tersebut menurut Fatimah (2004) berpengaruh nyata terhadap penurunan suhu udara disekitarnya, sehingga dalam menghadirkan 48 elemen air dalam rumah tinggal sebagai kontrol suhu alternatif yang dapat dipilih adalah water features dengan tipe gerakan air yang dinamis. Fungsi elemen air terhadap lingkungan yang lain yaitu elemen air mengabsorbsi polusi bunyi dan udara disekitarnya. Efek suara yang dihasilkan dari percikan-percikan water feature seperti air mancur, air mengalir atau air terjun menjadi penetralisir polusi bising dari luar ruangan, sehingga menurunkan tingkat kebisingan. Air yang beriak, menghasilkan percikan-percikan air yang didalamnya terkandung partikel ion-ion hidrogen yang merupakan ion negatif. Setiap partikel ion negatif tersebut dapat mengikat debu serta zat kimia yang ada di udara sehingga air mancur tersebut dapat dikatakan memfilter udara. Zat-zat beracun dapat terserap melalui pancaran air yang keluar dari lubang nozel air pada air mancur, air mengalir atau air terjun. Zat-zat tersebut juga dapat berdifusi langsung dalam pergerakan air. Komponen Air tersebut didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Penentuan variabel komponen air didefinisikan berdasarkan pemanfaatan visualnya (Visual uses of water) (Booth 1983) dan tidak dimaksudkan untuk menambahkan semua tipe dari wujud waterfeatures tersebut ke dalam RTH Pekarangan. Variabel komponen air tersebut berdasarkan urutan prioritasnya adalah air terjun (falling water), air mancur (jets), air mengalir (flowing water) dan air statis (static water). Hasil analisis pendapat para pakar menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Air terjun (33,2%) Air terjun (Falling water) yang dimaksud adalah struktur buatan yang dirancang secara arsitektural untuk memanipulasi fluiditas air. Dalam menciptakan air terjun dapat digunakan gaya gravitasi alam sehingga air dapat mengalir terjun dari ketinggian tertentu, sehingga relatif dapat menghemat penggunaan mekanis pompa dan listrik. Alat mekanis seperti pompa dapat digunakan saat diperlukan. Riak, percikan air dan suara yang ditimbulkan sering dijadikan focal point dalam desain taman. Sebagai fungsi terhadap kontrol suhu, riak atau gelombang yang dihasilkan diduga lebih membuat dan memiliki luas permukaan air yang paling luas sehingga sangat berpotensi dalam menurunkan temperatur. b. Air mancur (28,3%) Air mancur (Jets) ini juga merupakan salah satu struktur buatan yang dirancang secara arsitektural untuk memanipulasi dan membentuk fluiditas 49 air ke dalam sebuah alat mekanis seperti pompa untuk menyemprotkan air tersebut dan kemudian jatuh kedalam suatu wadah dengan bentukan tertentu, pada umumnya disebut kolam air mancur (fountains). Diduga, penggunaan alat mekanis pompa untuk air mancur ini relatif membutuhkan energi listrik, sehingga kedudukan variabel komponen air ini tidak berada di urutan teratas. Gerakan air mancur juga menimbulkan riak, percikan air dan suara, sehingga sering juga menjadi focal point dalam desain taman. Sebagai fungsi terhadap kontrol suhu, riak atau gelombang yang dihasilkan diduga membuat dan memiliki luas permukaan air yang lebih luas sehingga berpotensi dalam menurunkan temperatur. c. Air mengalir (26,0%) Air mengalir (Flowing water) yang dimaksud adalah sebuah kolam dengan desain atau struktur buatan menggunakan undakan-undakan atau perbedaan ketinggian menggunakan energi gravitasi alam sehingga dicapai sebuah desain air yang mengalir sebagai representasi sungai-sungai kecil. Riak dan percikan air yang ditimbulkan oleh tipe gerakan air ini kurang begitu signifikan, namun tetap dapat digunakan sebagai kontrol suhu. Riak atau gelombang yang dihasilkan diduga membuat dan menambah luas permukaan air sehingga cukup berpotensi dalam menurunkan temperatur. d. Air statis (12,6%) Air statis (Static water) merupakan salah satu elemen lanskap, tipe visual air statis biasa diwujudkan dengan kolam. Kolam pada umumnya dapat berupa kolam dengan dasar lahan (ponds) sehingga bersifat lebih alamiah atau struktur buatan yang dirancang secara arsitektural yang digunakan untuk menampung atau mewadahi air tanpa dilengkapi oleh alat mekanis sehingga menimbulkan kesan statis (pool). Evaporasi dan bantuan dari tiupan angin dari tipe water features air statis tetap dapat menurunkan suhu lingkungan. Bangunan Bangunan, yang selama ini kita lebih berorientasi kepadanya, ternyata tidak memperoleh hasil yang signifikan (0,109). Bangunan diartikan sebagai ruang binaan manusia, salah satunya berupa bangunan rumah tinggal. Bangunan dalam hal ini rumah tinggal tetap penting keberadaannya sebagai kulit ketiga manusia yang melindungi seseorang dari pengaruh lingkungan fisik (iklim) seperti hujan, radiasi matahari, angin, dan lain-lain. Komponen bangunan dalam 50 konteks kajian ini bangunan merupakan benda mati, tidak dapat atau tidak memiliki kemampuan (alamiah) dalam memperbaiki kondisi lingkungan seperti menurunkan suhu. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bangunan bersifat sebagai kulit atau proteksi yang berfungsi mencegah atau menghambat atau memperlemah pengaruh kondisi lingkungan yang ekstrim menimpa tubuh atau diri manusia. Bangunan merupakan benda introduksi yang dimunculkan kedalam sebuah lingkungan, sehingga komponen bangunanlah yang harus lebih beradaptasi terhadap lingkungan eksteriornya melalui reka bentuk bangunannya tersebut baik dari segi klimatik, lingkungan dan tapak serta terintegrasi dengan elemen lanskap lainnya. Komponen Bangunan juga didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Penentuan variabel komponen bangunan didefinisikan secara fenomenologis dan berdasarkan pola pembentukan ruang. Variabel komponen bangunan tersebut berdasarkan urutan prioritasnya adalah bukaan, atap, tritisan, bentuk dan konfigurasi ruang, mekanikal dan elektrikal, dinding dan lantai. Hasil analisis pendapat para pakar menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Bukaan (36,5%) Suhu panas memang merupakan ciri khas daerah tropis basah, tetapi permasalahan utama yang dihadapi oleh bangunan adalah problem kelembaban yang tinggi (Mangunwijaya 2000), begitu pula untuk kasus kota Bogor. luasan Pergantian udara yang mengalir lancar namun dengan batasan yang tepat membantu menyeimbangkan antara suhu dan kelembaban. Bukaan yang dimaksud dalam kajian ini adalah lubang dalam area dinding yang berfungsi sebagai jalan masuknya angin (penghawaan atau ventilasi alami) dan untuk mendapatkan penerangan alami dari cahaya matahari. Bukaan pada umumnya diinterpretasikan dan diwujudkan sebagai jendela dan lubang angin (rooster atau bouvenlicht). Desain jendela dipengaruhi faktor-faktor meliputi penempatan, dimensi dan tipe atau model jendela yang dipilih. Ventilasi silang juga akan lebih maksimal apabila penempatan secara vertikal ikut diperhitungkan. Dalam perencanaan dan perancangan bangunan, diusahakan untuk memasukkan cahaya matahari semaksimal mungkin, sedangkan radiasi panas matahari ini diusahakan agar tidak masuk ke dalam ruangan. b. Atap (18,2%) 51 Atap yang dimaksud dalam hal ini adalah salah satu elemen pembentuk ruang (selubung bangunan bagian atas atau kepala bangunan). Atap atau langit-langit (overhead plane) Bidang utamanya berfungsi sebagai pelindung sinar matahari dengan prinsip payung atau perisai (prinsip pembayangan). Desain atap terkait dengan bentuk, material pembentuk, sudut kemiringan, warna, bahan insulasi, penggunaan plafon. Atap yang cukup tinggi (volume ruang antara penutup atap dan langit-langit besar) membantu mengurangi pemanasan ruang-ruang yang berada di bawahnya. c. Tritisan (16,7%) Tritisan atau overhang adalah bagian dari bangunan berupa atap tambahan yang berdiri sendiri atau berupa perpanjangan dari atap utama. Sinonim lain, atap sengkuap, sosoran, kanopi atap. Tritisan dapat menggunakan prinsip pembayangan atau prinsip penyaringan (filter). Tritisan berperan menangkal sinar matahari yang membawa panas tidak masuk kedalam ruang rumah. Tritisan memiliki arti penting sebagai pelengkap atap pada rumah tinggal di Indonesia, karena terdapat data yang menunjukkan perbedaan suhu antara dinding rumah yang tidak ternaungi dan ternaungi tritisan pada siang hari dapat mencapai 6 ºC (pengukuran pada pukul 11.00 WIB) (Anonim 2009). Desain tritisan yang tepat dapat menghalangi pancaran radiasi matahari hingga 100%. d. Bentuk dan konfigurasi ruang (8,7%) Bentuk merupakan perwujudan dari hasil konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan sisi-sisi bidang vertikal maupun horisontal. Dalam sebuah bentuk tercipta sebuah ruang. dengan dimensi. Bentuk dan ruang terkait Dimensi suatu bentuk adalah panjang, lebar, tinggi. Dimensi-dimensi ini menentukan proporsinya. Bentuk dan konfigurasi ruang yang berkaitan dengan rasio lebar dan panjang bangunan, bangunan yang terlalu tipis tidak baik, begitu pula sebaliknya karena terkait dengan penerimaan bangunan terhadap paparan sinar matahari. Sudah terdapat rasio ideal yang dapat dijadikan acuan dalam membuat bentuk dan konfigurasi ruang rumah tinggal. e. Mekanikal dan elektrikal (7,7%) Pada bangunan modern aspek mekanikal dan elektrikal sudah salah satu menjadi kebutuhan utama. Dalam hal prinsip penghematan energi, dapat diterapkan penggunaan daya listrik dengan bijak disesuaikan untuk 52 kebutuhan yang benar-benar diperlukan melalui menerapkan perlengkapan listrik sesuai aktivitas dalam bangunan. f. Dinding (7,6%) Dinding yang dimaksud dalam hal ini adalah salah satu elemen pembentuk ruang atau selubung bangunan bagian tengah atau sering dianalogikan sebagai badan bangunan (vertical space divider). Jenis material dinding berpengaruh terhadap penyerapan panas, sehingga pemilihan material harus dilakukan dengan seksama penyerapan panas dan konsep hijau. dikaitkan pertimbangan terhadap Alternatif lain untuk menghambat penyerapan panas adalah dengan menggunakan ketebalan dinding agar memperlambat rambatan panas. g. Lantai (4,6%) Lantai yang dimaksud dalam hal ini adalah salah satu elemen pembentuk ruang atau selubung bangunan bagian bawah atau sering dianalogikan sebagai kaki bangunan (base plane). Lantai berperan sebagai alas kita berpijak dalam melakukan aktivitas. Pada daerah iklim tropis basah konstruksi lantai dapat menjaga kesejukan ruang jika lantai tersebut tidak mengandung kelembaban dari tanah dan warnanya memantukan radiasi panas. Tapak Tapak (0,107) merupakan komponen prioritas keempat. Tapak didefinisikan sebagai suatu lahan dalam hal ini tanah sebagai alas untuk mendirikan bangunan. Menurut pakar, komponen tapak tetap memiliki potensi untuk berkontribusi dalam penghematan energi. Tapak menggambarkan lingkungan sekitar, sehingga dalam merancang tapak atau menempatkan bangunan pada tapak (perubahan kondisi yang ada) kita harus menentukan apa yang dipertahankan, diperkuat, ditekankankan, dikurangi, digubah maupun dihilangkan untuk membuat keadaannya menjadi lebih baik. Tapak secara umum terkait dengan keamanan dalam mendirikan bangunan, sehingga faktor daya dukung menjadi penting dan diharapkan tidak banyak memodifikasi kondisi alamiah tapak atau permukaan tanah, kecuali memang sangat diperlukan (Karyono 2010). Komponen tapak juga didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Variabel komponen tapak tersebut berdasarkan urutan 53 prioritasnya adalah intensitas tutupan lahan, sistem utilitas, bebas dari gangguan geo-biologis, orientasi, topografi, dan jenis tanah. Hasil analisis pendapat para pakar menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Intensitas tutupan lahan (32,3%) Intensitas tutupan lahan adalah ukuran kepadatan bangunan dalam tiga dimensional, dikaitkan dengan luas kapling. Intensitas digunakan sebagai instrumen untuk mengendalikan kepadatan bangunan. Untuk ukuran horisontal, digunakan BCR (Building Coverage Ratio)/KDB (Koefisien Dasar Bangunan). Koefisien Dasar Bangunan ini bertujuan untuk mengatur besaran luasan bangunan yang menutupi permukaan tanah dan agar memungkinkan RTH Pekarangan sebagai ruang penghijauan. b. Sistem utilitas (21,3%) Sistem utilitas, terkait perilaku bijak dalam mengelola sumberdaya air, yaitu air bersih maupun air buangan dan membatasi sampah dapat membantu mengurangi kerusakan lingkungan. c. Bebas dari gangguan geo-biologis (13,9%) Secara umum, variabel komponen tapak terebas dari gangguan geo-biologis yang terkait dengan keamanan bangunan beserta manusianya dan kenyamanan serta kesehatan penghuni. Terkait dengan keamanan bangunan tapak seharusnya berada di area yang stabil, maksudnya relatif kecil kemungkinan terkena bencana yang dahsyat. Area tapak dipastikan tidak terletak pada kawasan banjir, atau daerah rawan tsunami, tanah longsor. Selain Longsor perlu pula diwaspadai adanya bangunan yang dibangun didaerah patahan. Secara umum kota-kota di Indonesia terletak didaerah yang rawan gempa, sehingga untuk jaminan keamanan, struktur bangunan diperkuat disertai dengan bentukan bangunan yang sederhana sebagai antisipasi agar dapat bertahan menghadapi gempa sampai lebih dari 9 skala richter. Faktor bahaya biologis datang dari hewan maupun vegetasi. Dari hewan yang terkait dengan keamanan bangunan adalah rayap dari jenis Coptotermes formosanus. Perlu kewaspadaan dan ketelatenan. Waspada untuk mencegah dan terhadap tanda-tanda kehadiran rayap serta telaten dalam upaya untuk membasminya. Vegetasi sangat berperan dalam upaya penghematan energi. Keberadaan vegetasi dapat menjadi ancaman karena faktor kelalaian manusia. 54 Perakaran jika tidak disediakan lahan yang cukup akan mengganggu vegetasi tersebut karena mengurangi kekokohannya dan membahayakan manusia karena akan mudah tumbang. pondasi bangunan. Perakaran dapat mengganggu Peletakan vegetasi yang kurang tepat menghalangi sinar dan angin, berpotensi meningkatkan kelembaban ruang karena sirkulasi udara terhalang. hama-hama tanaman. pemangkasan, Keberadaan vegetasi berpotensi mengundang Pemeliharaan secara rutin seperti penyiangan, pemupukan teratur, penyemprotan jika terserang (diusahakan dengan bahan non-kimiawi). d. Orientasi (13%) Orientasi bangunan yang menentukan posisi minimal dalam menerima paparan radiasi matahari secara langsung. Perbedaan orientasi bangunan rumah dapat mempengaruhi kondisi termal dalam ruangan. e. Topografi (10,8%) Topografi yang juga terkait dengan keamanan bangunan. Derajat kemiringan lereng yang ideal untuk bangunan rumah tinggal tidak melebihi 15%. Kemiringan lahan >15% terbuka terhadap iklim yang keras, bahaya gempa bumi, bahaya tanah longsor, tanah yang tidak stabil. Peletakan bangunan pada topografi yang relatif tidak landai memperbesar resiko akan bahaya, sehingga perlu tindakan dan biaya ekstra dalam melakukan perbaikan kondisi tersebut. f. Jenis tanah (8,7%) Tanah merupakan bagian yang mendukung bangunan di atasnya maupun aktifitas manusia dan sebagai media pertumbuhan vegetasi. Tanah menyediakan unsur hara bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembangnya. Karena tema penelitian ini ke arah hemat energi melalui konsep hijau, tanah tidak hanya diperuntukkan untuk menopang bangunan di atasnya, tetapi juga sebagai media untuk menumbuhkan tanaman yang baik. Jenis tanah mempunyai karakteristik dan kandungan yang berbeda-beda, diantaranya daya resapnya terhadap air, kepekaan erosi dan daya dukung. Perkerasan Perkerasan (non bangunan) (0,058) merupakan elemen penunjang taman dan rumah tinggal. Perkerasan yang bersifat keras berpengaruh terhadap 55 penyerapan panas dan penyerapan air. Komponen perkerasan yang tepat diyakini dapat membantu dalam usaha penghematan energi. Komponen Perkerasan (non bangunan) juga didukung oleh variabelvariabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Penentuan variabel komponen perkerasan (non bangunan) didefinisikan secara fenomenologis berdasarkan elemen yang pada umumnya berada pada eksterior unit lanskap rumah tinggal yang bersifat material keras. Variabel komponen perkerasan (non bangunan) tersebut berdasarkan urutan prioritasnya yaitu: perkerasan (pavement) itu sendiri serta pagar dan tembok pembatas (wall dan fence) sebagai bagian dari site structure. Hasil analisis pendapat para pakar menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Perkerasan (51,5%) Perkerasan merupakan permukaan material yang solid dan diharapkan dapat bertahan lama yang dipasang di atas permukaan tanah pada suatu area untuk mendukung fungsi lalu lintas kendaraan maupun pejalan kaki di atasnya. Jenis perkerasan permeable seperti grassblock sangat disarankan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Prasodyo dan Nurisjah (1998) bahwa Infiltrasi terbesar dijumpai pada bahan penutup tanah grassblock. Dalam kategori beton berperforasi didapatkan interblok 4-6 m kemampuan infiltrasi terbesar, selanjutnya diikuti dengan interblok 16-6, behaton 13-6 dan zurich 12-6. Dari sisi penyerapan panas conblock merupakan jenis perkerasan yang cukup menyerap panas terlebih lagi keramik. Penyerapan panas oleh material perkerasan tersebut dapat mempengaruhi terhadap suhu bangunan, terlebih jika peletakannya relatif berdekatan. Panas tersebut dapat merambat melalui konduksi dan konveksi ke dalam bangunan. Untuk menanggulangi hal tersebut, sebaiknya tidak membiarkan perkerasan tanpa diberikan naungan seperti naungan pohon atau didekatkan dengan elemen air (Fatimah, Arifin, dan Widjaya 1998). b. Pagar dan tembok pembatas (48,5%) Tinggi pagar yang baik adalah tidak lebih dari 1.20 meter dan untuk dinding pembatas tidak lebih dari 1.70 meter. Pagar rumah tinggal sebaiknya dibuat renggang atau berongga (kesan transparan) agar sirkulasi udara ke dalam rumah tinggal tetap baik. Pagar dengan konsep hijau sekaligus estetis seharusnya dinilai dapat membantu sebagai penahan atau penghalang terhadap debu, polusi dan radiasi sinar matahari serta mengalirkan bahkan membloking arus angin yang kencang (green fence). 56 Konsepstualisasi Desain Taman dan Rumah Tinggal Hemat Energi Tanaman Tanaman atau secara umum vegetasi merupakan satu aspek penting dalam Arsitektur Lanskap. Tanaman secara fungsional dapat menjaga kestabilan lahan, ekologi lingkungan, penampilan visual dan sebagai komponen dalam upaya penghematan energi. Menilik dari hasil perolehan bobot AHP pada subbab sebelumnya, dapat dirumuskan bahwa konsep desain taman dan rumah tinggal hemat energi adalah mengoptimumkan fungsi Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTH Pekarangan) utamanya dengan menggunakan tanaman terutama pohon pelindung dengan kriteria yang tepat. Kriteria variabel taman dan rumah tinggal hemat energi untuk komponen tanaman selengkapnya tertuang pada Tabel 10. Tabel 10. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Tanaman (Bobot 0,483) No Variabel Bobot Kriteria desain untuk skor 1 2 3 Kerapatan tajuk Kerapatan tajuk Kerapatan tajuk rendah <25% sedang 25%-75% tinggi 75% 1 Kerapatan tajuk 0,326 2 Jumlah tanaman 0,195 1 pohon pelindung 2 pohon pelindung 3 pohon pelindung 3 Jarak dari bangunan 0,179 <2 m 3m 4m 4 Tata letak tanaman 0,165 Hanya halaman depan atau belakang Hanya halaman depan atau belakang atau Di halaman depan dan belakang Di halaman depan dan halaman belakang dan atau halaman samping 5 Jenis tanaman 0,135 Perdu 1,5-3 m Pohon kecil 3-6 m Pohon sedang 615 m Kerapatan Tajuk. Pohon sebagai salah satu unsur vegetasi yang paling berperan dalam pengendalian lingkungan termalnya atau ameliorasi iklim terutama karena tanaman pohon mempunyai mekanisme payung (canopy effect) terkait dengan bentuk dan kerapatan tajuk. Bentuk tajuk bulat (round), kubah (dome), menyebar (spreading) berfungsi sebagai penaung karena dari pohon 57 dengan tajuk tersebut memiliki lebar atau diameter yang cukup lebar seperti pada pohon Filicium decipiens dan Ficus benjamina disertai dengan percabangan yang menyebar seperti pada pohon Delonix regia sehingga terbentuk kanopi pohon yang berfungsi sebagai penaung. Kerapatan tajuk yang dimaksud adalah kerimbunan, rapat, tebal suatu tajuk pohon yang disebabkan oleh daunnya sehingga tajuk tersebut dapat berfungsi sebagai filter atau penangkal sinar dan radiasi matahari. Kerapatan tajuk pohon dikelompokkan berdasarkan persentase cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk tanaman atau pohon. Pembagian kerapatan tajuk, adalah sebagai berikut: 1. Kerapatan tajuk < 25% = kerapatan tajuk rendah/ringan 2. Kerapatan tajuk 25% - 75% = kerapatan tajuk sedang 3. Kerapatan tajuk > 75% = kerapatan tajuk tinggi/rapat /berat Daun-daun menghalangi, memantulkan, menyerap dan meneruskan radiasi matahari. Dengan demikian maka mekanisme pohon dalam pengendalian lingkungan termal dapat diintepretasikan sebagai berikut: 1. Pohon berpengaruh positif terhadap temperatur udara berdasarkan mekanisme pembayangan (canopy effect), di mana pohon memayungi area atau ruang di bawahnya dari sinar matahari langsung sehingga mengurangi derajat panas dan berpengaruh pada pendinginan udara sekitar. 2. Pohon dan strata tanaman lain berpengaruh positif terhadap proses pendinginan berdasarkan mekanisme evapotranspiration, di mana pelepasan air dari permukaan daun mendinginkan permukaan daun dan mempengaruhi temperatur udara di sekitarnya. 3. Pohon berpengaruh negatif terhadap proses pemanasan (naiknya temperatur udara pagi hari) berdasarkan mekanisme ‘selimut’ di mana kanopi pohon menghalangi pertukaran panas dengan daerah sekitarnya sehingga lingkungan di bawahnya cepat menjadi panas. Efek dari laju naik temperatur udara tidak terlalu berpengaruh pada temperatur udara rata-rata. Jumlah Tanaman. Sebatang pohon selama hidupnya diprediksi mampu menyerap 7.500 gram karbon. Karena alasan inilah tumbuhan dikenal sebagai pelaku carbon sinks. Diduga, dalam satu hari sebatang pohon menyerap CO 2 antara 20-36 gram per hari. Ilustrasinya, bila di pekarangan rumah kita terdapat 10 buah pohon, maka dalam sebulan pekarangan anda memberikan kontribusi menyerap CO2 sebanyak 5,6 – 10,08 kg atau menyimpan 750 kg karbon selama 58 tanaman itu tumbuh di sana. Jika diakumulasikan pada lingkungan yang lebih luas, semisal dalam lingkungan rumah tinggal kita terdapat ada 99 Kepala Keluarga yang memiliki jumlah pohon sama dengan di rumah kita, maka jumlah CO2 yang diserap dalam lingkungan tersebut menjadi 0,5 – 1,008 ton atau karbon yang disimpan sebanyak 75 ton selama pohon tersebut tumbuh (Rohman, 2009). Kasus lain, 1 acre (0,405 ha) luas pertanaman di Amerika dalam setahun menyerap CO2 yang setara dengan CO2 yang diemisikan oleh sebuah mobil yang menempuh jarak 26.000 mile (41.842,944 km) dan 0,405 ha luas lahan berpepohonan di Brooklyn cukup untuk mengkompensasi penggunaan bahan bakar oleh sebuah mobil yang menempuh jarak 7.200 – 8700 mile (11.587,27 – 14.001,29 km) (Rohman, 2009). Pohon, dalam satu jam, satu lembar daun memproduksi oksigen (O 2) sebanyak 5 ml. Dengan mengambil contoh ilustrasi di atas, jika pekarangan rumah kita dan sekitarnya yang ditanami pepohonan tadi dan bila rata-rata jumlah daun per pohon 200 lembar, maka pohon-pohon di tempat tinggal Anda dan sekitarnya akan menyumbang oksigen sebanyak 10 pohon x 100 rumah tinggal x 200 lembar daun x 5 ml O 2 yang dihasilkan= 1.000 liter per jam jumlah O2 yang dihasilkan. Angka ini setara dengan jumlah kebutuhan Oksigen untuk pernapasan sebanyak sekitar 18 orang, sementara kebutuhan Oksigen untuk satu orang bernapas adalah 53 liter per jam (Rohman 2009). Dari penjelasan diatas, maka jelas keberadaan tanaman sangat penting menyangkut banyak aspek terutama penghematan energi. Ruang terbuka yang tersedia dan memungkinkan pada rumah tinggal dihijaukan menjadi RTH Pekarangan. Rumah dengan area terbatas berkonsekuensi membatasi kuantitas hijauan yang ada. Peraturan yang ada yaitu PERMENPU No.5/PRT/M/2008 mewajibkan untuk tetap menghadirkan tanaman ke dalam ruang terbuka pada rumah tinggal, walaupun tetap disesuaikan dengan luasan lahan yang rumah yang ada. Pada peraturan tersebut menyebutkan arahan kuantitas tanaman yang harus ada pada rumah tinggal dengan luasan kecil yaitu kategori pekarangan kecil dengan kriteria luasan lahan kurang dari 200 m 2 mewajibkan penghuninya untuk menanam minimal 1 pohon pelindung dan dilengkapi oleh strata tanaman lain yang lebih rendah untuk mendapatkan manfaat yang paling optimal. Masih pada arahan peraturan tersebut, lahan terbuka yang sempit atau terbatas tidak menutup kemungkinan untuk tetap menghijaukan area terbuka 59 pada rumah tinggal. Cara yang dapat ditempuh seperti menggunakan tanaman dengan strata yang lebih rendah seperti tanaman perdu atau semak. Jenis tanaman lain yang dapat digunakan adalah tanaman pemanjat (climbers), tanaman pencekik (stranglers) dan tanaman yang masuk dalam kategori Crassulacean Acid Metabolism (CAM) dengan ciri-ciri, sebagai berikut: 1. Kutikula yang tebal 2. Sekulen 3. Luas permukaan daun sempit atau kecil 4. Dapat mengurangi ukuran stomata atau frekuensi membuka stomata untuk mengurangi hilangnya kandungan air. Jarak dari Bangunan. Keberadaan tanaman di ruang terbuka rumah tinggal memang wajib adanya. Namun belum ada regulasi maupun peraturan resmi bagaimana tata lanskap tersebut secara detail. Jarak tanaman terutama pohon harus dipertimbangkan. Pohon dengan kategori pohon sedang di duga tepat untuk lahan yang terbatas dengan asumsi luasan area terbuka pekarangan sekitar 40 %- 70% dari luas lahan, hal ini terkait dengan perakaran pohon. Pohon sedang pada umumnya memiliki tajuk berdiameter maksimum sekitar 5-6 meter. Tajuk pohon merupakan cerminan perakarannya (analogi jam pasir). Berdasar informasi diatas, maka pohon sedang dapat diaplikasikan pada ruang terbuka atau pekarangan rumah tinggal yang sesuai dengan rasio persentasi luas lahan tersebut diatas. Dengan luasan tersebut, diperkirakan tanaman pohon tersebut dapat tumbuh dengan baik karena media tanamnya yang proporsional. Dengan luas area tanam yang masih menyisakan jarak bebas antara tanaman dan bangunan, maka bangunan rumah akan lebih aman dari bahaya perusakan struktur bangunan terutama pondasi bangunan rumah. Media tanam yang cukup dan baik membuat tanaman pohon tersebut kokoh berdiri, sehingga meminimalisir kemungkinan pohon tumbang ke area rumah tinggal yang berakibat fatal pada manusia terlebih penghuni rumah tinggal yang tertimpa tersebut. Selain masalah keamanan, jarak bebas tanaman pohon dengan bangunan, di peruntukkan dalam proses ameliorasi iklim. Jarak tanaman yang terlalu dekat dengan bangunan dapat menghalangi aliran udara masuk kedalam bangunan, terlebih jika cabang terendahnya sangat rendah sehingga menutupi bidang jendela (bukaan bangunan). Jarak tanaman terlalu jauh juga tidak baik 60 karena efek penaung atau perlindungan dari panas matahari tidak akan dapat dirasakan manfaatnya. Jarak tanaman ini juga harus disesuaikan dengan peraturan bangunan yaitu garis sempadan bangunan. Garis sempadan bangunan terkait dengan lebar jalan di depan rumah tinggal. Besar jarak atau lebar sempadan bangunan di Indonesia adalah setengah dari lebar jalan di depannya. Hal ini berdampak pada rumah dengan luasan area yang terbatas, biasanya berada di lingkungan dengan lebar jalan yang tidak terlalu lebar maksimum antara 6-8 meter yang berarti garis sempadan bangunan yang diijinkan adalah selebar 3 – 4 meter. Jika lebar jalan lebih sempit lagi, maka kondisi tersebut membuat garis sempadan bangunannya akan semakin lebih pendek. Strata tanaman lain, misalnya tanaman-tanaman untuk diaplikasikan sebagai vertical greenery pada dinding rumah, harus dipersiapkan konstruksi penopangnya terlebih dahulu seperti modul-modul rangka kawat sebagai jalur rambatan tanaman atau rangka seperti rak-rak sebagai media penempatan potpot tanaman. Diusahakan berjarak, agar tanaman tersebut terlebih perakarannya tidak menempel langsung pada dinding rumah karena beresiko melemahkan bahkan merusak konstruksi dinding dan menghindari kelembaban yang berlebihan. Lahan yang terbatas yang berarti terbatasnya tanah sebagai media tumbuh tanaman dapat di atasi dengan menggunakan media tanam pot seperti yang sudah dikenal masyarakat umum. Tanaman yang dapat digunakan memang terbatas, seperti tanaman perdu maupun semak yang perakarannya tidak terlalu dalam dan toleran pada kondisi yang relatif kering. Tata Letak Tanaman. RTH Pekarangan rumah tinggal dalam kajian ini, memungkinkan RTH Pekarangan depan dan belakang. Kasus khusus jika rumah tinggal tersebut berada di bagian pojok (hoek), sehingga menyisakan RTH Pekarangan samping. Pada umumnya tanaman seperti pada halaman depan rumah digunakan sebagai penangkal panas (ameliorasi iklim) sekaligus buffer dan barier polutan serta elemen estetis, pada halaman belakang yang biasanya menjadi area servis, hijauan tanaman dapat sebagai barier pandangan ke arah area servis, area therapeutic, sekaligus menjalankan fungsi utamanya sebagai penangkal panas (ameliorasi iklim). Peletakan tanaman pohon khususnya pada kasus daerah tropis terkait dengan orientasi tapak dan bangunannya agar fungsi perlindungannya dapat 61 berjalan optimal. Menurut Reed (2010) penanaman tanaman di lokasi barat daya untuk daerah tropis di duga akan memberikan manfaat yang optimal. Analisis sederhana dan menurut referensi pada umumnya, orientasi tapak atau bangunan yang menghadap barat adalah orientasi yang paling menimbulkan panas, dari segi iklim karena posisi tapak atau bangunan pada orientasi tersebut terkena sinar dan panas matahari di siang hari karena panas radiasi matahari sudah tercampur dengan suhu yang relatif sudah lebih tinggi. Kondisi tersebut menurunkan tingkat kenyamanan termal penghuni rumah tinggal dan memerlukan energi tambahan untuk menurunkan suhu dalam mencapai temperatur yang nyaman jika tidak ada perlindungan khusus, khususnya perlindungan dari tanaman. Berdasarkan kondisi tersebut analisis mengenai peletakan tanaman jika disesuaikan dengan orientasi terhadap mata angin adalah sebagai berikut: 1. Orientasi Barat a. Bentuk tajuk pohon berbentuk bulat (round), atau kubah (dome), atau menyebar (spreading). b. Pohon dengan fungsi penaung. c. Kerapatan tajuk tinggi (daun lebat, rapat, dan rimbun) sehingga kemampuan dalam memblok atau menghalangi sinar dan panas matahari yang berlebih menjadi optimal. Pohon dengan kerapatan tajuk yang tinggi diperkirakan dapat memfilter sinar dan panas matahari yang berlebih. Sinar dan panas matahari dirasa tidak nyaman dan puncaknya sekitar pukul 14.00 WIB, karena sinar matahari sudah bercampur dengan suhu udara yang sudah tinggi. d. Ruang kanopi pohon dapat dibuat cukup rendah untuk menghalangi sudut datang matahari sekitar pukul 13.00 WIB -15.00 WIB ± sudut 70º - 40º, agar sinar dan panas matahari yang terik dan tidak diinginkan dapat tersaring, namun aliran udara masih tetap dapat bersirkulasi dengan baik. e. Toleransi terhadap angin tinggi, sehingga tetap kokoh menahan hempasan angin dan dapat memfilter angin yang terlalu kuat dari arah barat daya (angin muson barat). 2. Orientasi Timur a. Bentuk tajuk bulat (round), atau kubah (dome), atau menyebar (spreading). 62 b. Pohon dengan fungsi penaung c. Kerapatan tajuk sedang-tinggi. Orientasi timur yang berarti sinar dari timur atau sinar matahari terbit menurut beberapa orang adalah sinar yang menyehatkan dan masih disukai karena pada saat tersebut suhu masih cukup rendah sehingga masih dirasakan nyaman. Pohon dengan kerapatan tajuk yang sedang-tinggi diperkirakan dapat memfilter sinar dan panas matahari yang berlebih. Sinar dan panas matahari mulai dirasa tidak nyaman sekitar pukul 10.00 WIB, karena sinar matahari sudah bercampur dengan suhu udara yang mulai meninggi. d. Ruang kanopi pohon dapat dibuat cukup tinggi untuk menghalangi sudut datang matahari sekitar pukul 10.00 WIB ± sudut 60º, agar sinar dan panas matahari yang tidak diinginkan dapat tersaring, namun aliran udara tetap dapat bersirkulasi dengan baik. e. Toleransi terhadap angin tinggi, sehingga tetap kokoh menahan hempasan angin dan dapat memfilter angin yang terlalu kuat dari arah timur laut (angin muson timur). 3. Utara a. Bentuk tajuk bulat (round), atau kubah (dome), atau menyebar (spreading). b. Pohon dengan fungsi penaung c. Kerapatan tajuk sedang-tinggi. Orientasi Utara tidak mendapatkan paparan matahari secara langsung, sehingga sinar yang ada merupakan sinar pantulan matahari dan panas yang disebabkan radiasi matahari tidak terlalu tinggi dibandingkan orientasi Timur dan Barat. Tepat pada siang hari panas matahari tetap dirasakan oleh orientasi Utara, sehingga perlindungan tetap diperlukan untuk mengurangi pemanasan matahari tersebut. d. Ruang kanopi pohon dapat dibuat tinggi untuk menghalangi sudut datang matahari sekitar pukul 11.00 WIB -13.00 WIB ± sudut 70º - 90º, agar sinar dan panas matahari yang tidak berlebih dapat tersaring, aliran udara tetap dapat bersirkulasi dengan baik. e. Toleransi terhadap angin tinggi, sehingga tetap kokoh menahan hempasan angin dan dapat memfilter angin yang terlalu kuat dari arah timur laut (angin muson timur). 63 4. Selatan a. Bentuk tajuk bulat (round), atau kubah (dome), atau menyebar (spreading). b. Pohon dengan fungsi penaung c. Kerapatan tajuk sedang-tinggi. Orientasi Selatan tidak mendapatkan paparan matahari secara langsung, sehingga sinar yang ada merupakan sinar pantulan matahari dan panas yang disebabkan radiasi matahari tidak terlalu tinggi dibandingkan orientasi Timur dan Barat. Tepat pada siang hari panas matahari tetap dirasakan oleh orientasi Selatan, sehingga perlindungan tetap diperlukan untuk mengurangi pemanasan matahari tersebut. d. Ruang kanopi pohon dapat dibuat tinggi untuk menghalangi sudut datang matahari sekitar pukul 11.00 WIB -13.00 WIB ± sudut 70º - 90º, agar sinar dan panas matahari yang tidak berlebih dapat tersaring, aliran udara tetap dapat bersirkulasi dengan baik. e. Toleransi terhadap angin tinggi, sehingga tetap kokoh menahan hempasan angin dan dapat memfilter angin yang terlalu kuat dari arah barat daya (angin muson barat). Jenis Tanaman. Tanaman pada dasarnya terbagi atas beberapa kelompok besar, yaitu pohon, semak dan perdu serta herba yang biasanya diaplikasikan sebagai tanaman penutup tanah (ground cover plant) dan rumput. Secara fungsi vegetasi, strata tanaman paling bawah yang akan banyak berfungsi sebagai dasar perbaikan vegetasi dan dapat mengantisipasi erosi, selain fungsi teknis dan estestis; dimana vegetasi berupa pohon akan banyak berfungsi sebagai pembentuk dan penaung ruang lanskap. Pohon yang terpilih untuk penghijauan pekarangan rumah juga dibatasi dengan menggunakan pohon maksimum berkategori pohon sedang dengan kriteria tinggi fisik pohon sekitar 6 15 meter. Perdu dan Semak, merupakan strata tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan pohon. Tanaman perdu dan semak kurang dapat berfungsi sebagai penaung karena tinjau dari fisik tanamannya. Tapi, tanaman semak masih dapat berperan dalam ameliorasi iklim sekitar karena fungsinya sebagai buffer atau barier. Tanaman perdu dapat mencapai tinggi 5 meter, 64 sehingga sering di sebut atau dikategorikan menjadi pohon kecil. Tanaman semak dapat mencapai ketinggian 3 meter. Perbedaan utama antara perdu dan semak terlihat dari batang utamanya. Tanaman perdu memiliki batang utama sedangkan tanaman semak tidak memiliki batang utama, pada umumnya percabangan banyak atau berumpun dengan banyak anakan. Sebagaimana diketahui, tumbuhan melakukan fotosintesis untuk membentuk zat makanan atau energi yang dibutuhkan tanaman tersebut. Dalam fotosintesis tersebut tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dan air yang kemudian di ubah menjadi glukosa dan oksigen dengan bantuan sinar matahari. Kesemua proses ini berlangsung di klorofil. penyerap karbondioksida akan Kemampuan tanaman sebagai berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi daya serap karbondioksida. Diantaranya ditentukan oleh mutu klorofil. Mutu klorofil ditentukan berdasarkan banyak sedikitnya Magnesium yang menjadi inti klorofil. Semakin besar tingkat Magnesium, daun akan berwarna hijau gelap (Alamendah 2010). Ilustrasi diatas dimaksudkan bahwa pengaruh jenis tanaman terhadap penghematan energi melalui ameliorasi iklim mikro sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan terkait dengan kemampuan tanaman, khususnya pohon dalam terhadap penyerapan CO2 melalui proses fotosintesis. Daya serap Karbondioksida sebuah pohon juga ditentukan oleh luas keseluruhan daun, umur daun, dan fase pertumbuhan tanaman. Selain itu, pohon-pohon yang berbunga dan berbuah memiliki kemampuan fotosintesis yang lebih tinggi sehingga mampu dimanfaatkan sebagai penyerap karbondioksida yang lebih baik. Faktor lainnya yang ikut menentukan daya serap karbondioksida adalah suhu, dan sinar matahari, ketersediaan air (Alamendah 2010). Terdapat 31 daftar tanaman yang mempunyai daya serap karbondioksida (CO2) yang tinggi hasil dari penelitian Dahlan 2008 dalam Alamendah (2010) yang terlampir dalam lampiran 4, yang diharapkan dapat menjadi alternatif pemilihan jenis tanaman yang disesuaikan dengan kriteria variabel tanaman dalam kajian ini. Penjelasan singkat, berdasarkan hasil penelitan tersebut pohon yang memiliki kemampuan tertinggi dalam menyerap CO 2 adalah Pohon Trembesi atau Ki Hujan (Samanea saman). Pohon tersebut dapat menyerap CO2 sebesar 28.488,39 kg/tahun. Dari bentuk fisiknya, Trembesi memiliki tajuk menyebar dan tinggi tanaman antara 15-25 m, sehingga masuk dalam kategori pohon besar. Melihat bentuk fisiknya Trembesi diduga tidak dapat digunakan 65 untuk pekarangan rumah tinggal khususnya dalam Kajian ini. Pada umumnya Trembesi di tanam pada area yang lebih luas seperti pada Hutan Kota. Untuk jenis Pohon sedang, yang memiliki kemampuan menyerap CO2 yang cukup tinggi adalah Pohon Tanjung (Mimusops elengi) yaitu sebesar 34,29 kg/tahun. Pohon Tanjung memiliki bentuk tajuk bulat dengan tinggi pohon antara 10-12 m. Dari bentuk fisiknya Pohon Tanjung dapat digunakan sebagai pohon penaung dalam RTH Pekarangan. Untuk jenis Pohon kecil, yang memiliki kemampuan menyerap CO 2 yang cukup tinggi adalah Pohon Sirsak (Annona muricata) yaitu sebesar 75,29 kg/tahun. Pohon Sirsak memiliki bentuk tajuk menyebar dengan tinggi pohon >4 m. Menurut kriteria jenis tanaman dari tabel 10, Pohon Sirsak dapat menjadi perwakilan tanaman dari strata pohon kecil yang dapat diaplikasikan di RTH Pekarangan dalam Kajian ini. Untuk jenis perdu, yang memiliki kemampuan menyerap CO 2 yang cukup tinggi adalah Bunga merak (Caesalpinia pulcherrima) yaitu sebesar 30,95 kg/tahun. Bunga merak memiliki bentuk tajuk Irregullar dengan tinggi pohon ± 3 meter. Menurut kriteria jenis tanaman dari Tabel 10, Bunga merak dapat menjadi perwakilan tanaman dari strata perdu yang dapat diaplikasikan di RTH Pekarangan dalam Kajian ini. Air (water features) Komponen prioritas kedua adalah komponen air (water features) yang didefinisikan berdasarkan penampakan visualnya. Water features yang ada tidak dimaksudkan untuk menambahkan semua water features tersebut ke RTH Pekarangan. Kriteria variabel taman dan rumah tinggal hemat energi untuk komponen Air selengkapnya tertuang pada Tabel 11. Tabel 11. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Air (Bobot 0,242)*) No 1 1 Tidak ada Kriteria desain untuk skor 2 3 Air statis(Static water) atau Air terjun (Falling water) atau elemen air Air mengalir (Flowing water) Air mancur (Jets) Keterangan:  = Variabel komponen air langsung digunakan sebagai kriteria berdasarkan hasil bobot AHP yang diperolehnya. 66 Air merupakan salah satu elemen lunak (soft material) dalam lanskap taman. Elemen air sering dihadirkan untuk mempermanis taman, baik berupa kolam maupun sekadar tanaman air. Kehadiran gemericik air, bayangan riak-riak kolam, dan ditambah lincah gerak ikan dapat menciptakan kesan sejuk dan tenang ketika kita bersantai di taman. Selain untuk alasan estetis dan efek psikis, kehadiran elemen air dapat membantu menciptakan kenyamanan termal di dalam ruang. Didalam alam bawah sadar, manusia senantiasa ingin dekat dengan air, karena sekitar 70% tubuh kita mengandung air selain sebagai bentuk ekspresi kedekatan dengan alam semesta. Banyak orang memimpikan mempunyai rumah tinggal yang dekat atau memiiliki pandangan (view) kearah sungai, tepi danau, hingga tepi laut. Ketika hunian ideal itu tak mungkin didapat dikota yang padat atau harganya sudah sangat mahal, orang pun berupaya memindahkan atau membawa unsur air kedalam rumah. Banyak potensi air yang dapat di eksplorasi, mulai dari bunyi, gerak, plastisitas, dan reflektifitas. Potensi-potensi air itu dapat dioptimalkan dalam rancangan water feature dengan memanfaatkan gaya gravitasi dan unsur tekanan. Reka bentuk water feature bisa dikembangkan sesuai kreatifitas. Beberapa dasar elemen komposisi air, diantaranya sebagai bingkai (frame) dari sebuah bentukan komposisi desain, sebagai aliran kanal atau sungai buatan, bentuk alami kolam, danau atau air terjun, air mancur. Fungsi atau efek penambahan elemen air pada rumah tinggal, khususnya pada pekarangan, adalah uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi sehingga tercapai pendinginan secara alami. Air bertindak sebagai elemen stabilitator suhu dalam ruangan. Selain itu elemen air juga dapat berfungsi sebagai filter dengan mengabsorsi polusi bunyi dan polusi udara yang ada disekitarnya. Efek suara yang dihasilkan dari percikan-percikan water feature air mancur, air mengalir atau air terjun menjadi penetralisir polusi bising dari luar ruangan, sehingga menurunkan tingkat kebisingan. Air yang beriak, menghasilkan percikan-percikan air yang didalamnya terkandung partikel ion-ion hidrogen yang merupakan ion negatif. Setiap partikel ion negatif tersebut dapat mengikat debu serta zat kimia yang ada di udara sehingga air mancur tersebut dapat dikatakan memfilter udara. Zat-zat beracun dapat terserap melalui pancaran air yang keluar dari lubang nozel air pada air mancur, air mengalir atau air terjun. Zat-zat tersebut juga dapat berdifusi langsung dalam pergerakan air. Agar terlihat unik dan cantik, air mancur bisa 67 digabungkan dengan kolam atau taman air. Berbagai gas beracun dan polutan yang telah tercampur dalam air bisa dimanfaatkan dan diserap oleh tanaman air. Dalam proses fotosintesis, tumbuhan mengolahnya sebagai bahan nutrisi yang penuh manfaat. Hasil dari proses fotosintesis adalah Oksigen. Berbagai tanaman air berbunga cantik yang bisa dipilih diantaranya yaitu eceng gondok, melati air, water poppy, teratai, lotus dan iris (Silalahi, 2008). Tanaman air tersebut dapat menjadi alternatif usaha dalam ameliorasi iklim, walaupun tidak dapat berperan optimal seperti halnya pohon. Pada rumah tinggal dengan lahan terbatas begitu pula dengan luas pekarangannya yang juga terbatas, tidak memungkinkan untuk menghadirkan elemen air dengan kuantitas yang besar atau luas. Hal tersebut dapat diatasi dengan membuat water features yang memungkinkan terjadinya riak atau gelombang pada elemen air tersebut. Air yang beriak, menimbulkan luas permukaan air yang lebih luas. Luas permukaan elemen air tersebut menurut Fatimah (2004) berpengaruh nyata terhadap penurunan suhu udara disekitarnya. Secara umum, posisi peletakan water features dalam RTH Pekarangan rumah tinggal harus sesuai dan dapat dinikmati oleh seluruh penghuni rumah. Untuk tujuan pendinginan ruang peletakan water features juga harus disesuaikan dengan orientasi bangunan (arah mata angin), terkait masalah penyinaran dan arah dan kekuatan angin. Berdasarkan kondisi tersebut analisis konsep mengenai peletakan water features jika disesuaikan dengan orientasi terhadap mata angin guna mendapatkan manfaat yang optimum adalah sebagai berikut: 1. Jika posisi rumah menghadap utara, elemen air (water features) dapat diletakkan di posisi selatan (halaman belakang rumah) karena sebagai penyejuk pada saat siang hari dan pada saat angin musim kemarau (Angin muson timur dari arah timur laut bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober) dapat menghembuskan uap air ke dalam ruangan untuk membantu menurunkan suhu. 2. Jika posisi rumah menghadap ke selatan, elemen air (water features) dapat diletakkan di posisi utara (halaman belakang rumah) karena sebagai penyejuk pada saat siang hari dan pada saat angin musim kemarau (Angin muson timur dari arah timur laut bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober) dapat menghembuskan uap air ke dalam ruangan untuk membantu menurunkan suhu. 68 3. Jika posisi rumah menghadap ke timur, elemen air (water features) dapat diletakkan di posisi timur (halaman depan rumah) karena sebagai penyejuk pada saat siang hari dan pada saat angin musim kemarau (Angin muson timur dari arah timur laut bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober) dapat menghembuskan uap air ke dalam ruangan untuk membantu menurunkan suhu. 4. Jika posisi rumah menghadap ke barat, elemen air (water features) dapat di letakkan di posisi timur (halaman belakang rumah) agar dapat membantu penyejukan disiang hari dan dibantu juga oleh angin musim kemarau (Angin muson timur dari arah timur laut bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober) dapat menghembuskan uap air ke dalam ruangan untuk membantu menurunkan suhu. Bangunan Komponen prioritas ketiga adalah Bangunan. Konsep Bangunan dalam kajian ini menggunakan konsep hijau dengan strategi desain pasif. strategi desain pasif membuat integrasi antara bangunan (interior) dan aspek lanskapnya (eksterior) dalam menciptakan sebuah kenyamanan bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi. Strategi desain pasif digunakan untuk tujuan mengoptimumkan potensi alam seperti cahaya matahari untuk penerangan alami. Menangkap pergerakan udara untuk penghawaan alami dan menangkal dan memperlambat radiasi panas matahari memasuki bangunan rumah tinggal. Kriteria variabel taman dan rumah tinggal hemat energi untuk komponen Bangunan selengkapnya tertuang pada Tabel 12. Bukaan. Sistem pengkondisian udara sangat tergantung pada jendelajendela dengan luas bukaan yang tepat dan diasumsikan jendela terbuka (bukan desain jendela mati) yang akan menjadi media pergantian udara pengap (kelembaban) di dalam bangunan dengan udara yang lebih segar dari luar bangunan sebagai konsep bukaan untuk iklim tropis basah (termasuk kasus kota Bogor) yaitu memaksimalkan aliran udara untuk cooling ventilation tiap jamnya (Reed 2010). Proses pergantian atau pertukaran udara ini sangat tergantung pada beberapa aspek, yang masing-masing dapat dibedakan menjadi: aspek pada bangunan itu sendiri dan aspek di luar bangunan. 69 Tabel 12. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Bangunan (Bobot 0,109) No Variabel Bobot 1 Bukaan 0.365 2 Atap 0.182 Kriteria desain untuk skor 1 2 3 Pergantian udara Pergantian udara Pergantian udara 1ach 5 ach 30 ach (40% dari (5% dari luas luas lantai) (10% dari luas lantai) lantai) Tidak menggunakan insulasi, tanpa plafon, Warna atap gelap, bukaan atap standar Menggunakan insulasi, tanpa plafon, warna atap terang atau Menggunakan insulasi, menggunakan Plafon , Warna atap terang Menggunakan insulasi, menggunakan plafon, warna atap gelap 3 Tritisan (overhang) 0.167 Dimensi tritisan jendela < 60 cm atau <15 cm untuk bouvenlicht Dimensi tritisan jendela 60-90 cm atau 15-30 cm untuk bouvenlicht Dimensi tritisan jendela 90-120 cm atau 30-45 cm untuk bouvenlicht 4 Bentuk dan konfigurasi ruang 0.087 Rasio lebar dan panjang bangunan < 1:1,7 Rasio lebar dan panjang bangunan > 1:3 Rasio lebar dan panjang bangunan 1:1,7 s/d 1:3 5 Mekanikal & Elektrikal 0.077 Daya pencahayaan maksimum untuk rumah melebihi 10 watt/m2 Daya pencahayaan maksimum untuk rumah 5-10 watt/m2 Daya pencahayaan maksimum untuk rumah tidak melebihi 0-5 watt/m2 6 Dinding 0.076 Batako Tidak menggunakan ketebalan dinding, Warna gelap atau terang Bata merah Menggunakan ketebalan dinding, Warna gelap atau Bata merah, Tidak menggunakan ketebalan dinding, Warna terang/gelap Bata merah, Menggunakan ketebalan dinding dan atau greenwall, Warna terang 7 Lantai 0.046 Warna gelap Warna agak gelap Warna terang 70 Aspek pada bangunan meliputi, penempatan jendela (baik secara vertikal maupun horisontal), dimensi jendela dan tipe (model) jendela yang dipilih. Sedangkan aspek luar bangunan meliputi: arah dan kecepatan angin serta kerapatan dan ketinggian bangunan sekitar. Keefektifan tingkat penghawaan dalam suatu bangunan ditentukan oleh ventilation flow rates (rate ventilasi) yang dihitung sebagai jumlah udara per m 3 yang dapat dialirkan ke dalam bangunan atau ruangan setiap jamnya. Hal ini lebih dikenal dengan istilah rate air change per hour (ach). Rate air change per hour tidak memiliki satuan namun sangat tergantung pada volume ruangan/bangunan yang akan dialiri udara. Sebagai contoh bila suatu ruang dengan volume 120 m 3 idealnya mendapat ventilasi 20 ach (20 udara setiap jam) maka jumlah udara yang harus dialirkan setiap jamnya adalah 120 m 3 x 20 = 2400 m3. Adapun rate ach ideal bagi suatu ruang tergantung pada tujuan yang hendak dicapai memiliki persyaratan berbeda-beda, yaitu: 1. Untuk tujuan kesehatan rate ventilasinya sebesar 0,5-1 ach 2. Untuk mencapai kenyamanan rate ventilasinya sebesar 1-5 ach 3. Untuk tujuan pendinginan (cooling ventilation) rate ventilasinya sebesar 5-30 ach. Khusus untuk bangunan di negara tropis lembab disarankan pemakaian 30 ach sebagai standar (Moore 1993 dalam Mediastika 2002). Studi yang sama menunjukkan bahwa luas jendela yang diperlukan untuk mengalirkan 30 ach tersebut dengan asumsi kecepatan angin 0 m/det mencapai minimal 40% dari luas lantai ruangan. Cooling ventilation sangat penting artinya bagi bangunan yang berada di negara tropis lembab dengan rata-rata suhu harian tinggi. Selain untuk kesehatan dan kenyamanan penghuni, cooling ventilation akan menjaga keawetan peralatan yang disimpan di dalam bangunan. Bagi bangunanbangunan yang didirikan pada lokasi dengan kecepatan angin sangat rendah (mencapai 0 m/s), maka idealnya desain jendela mampu mengalirkan rate ventilasi yang dibutuhkan pada kondisi kecepatan angin minimal ini. Desain jendela dipengaruhi faktor-faktor meliputi penempatan, dimensi dan tipe atau model jendela yang dipilih. Pada layout bangunan satu lapis sangat dimungkinkan terjadinya ventilasi silang sempurna (sudut 180°) secara horisontal. Ventilasi silang juga akan lebih maksimal apabila penempatan secara vertikal ikut diperhitungkan. Jendela yang berfungsi sebagai inlet (memasukkan 71 udara) sebaiknya diletakkan pada ketinggian manusia yaitu 60 cm-150 cm (aktivitas duduk maupun berdiri), agar udara dapat mengalir di sekitar manusia tersebut untuk memperoleh rasa nyaman yang diharapkan. Untuk jendela yang berfungsi sebagai outlet (mengeluarkan udara) diletakkan lebih tinggi, agar udara panas dalam ruang dapat dengan mudah dikeluarkan. Ventilasi akan lebih lancar bila didukung dengan kecepatan udara yang memadai. Pada kondisi udara hampir tidak bergerak (kecepatan sangat kecil atau 0 m/det), desain jendela harus mampu mendorong terjadinya pergerakan yang lebih cepat atau memperbesar kecepatan udara. Hal ini dapat ditempuh dengan memilih dimensi satu lapis jendela yang berbeda antara inlet dan outlet dengan memilih tipe jendela yang berbeda kemampuan mengalirkan udara Kecepatan dan arah angin adalah faktor di luar bangunan yang berperan sangat penting dalam menentukan tingkat ventilasi di dalam bangunan. Kecepatan angin yang cukup dan arah yang langsung menuju pada inlet memungkinkan terjadinya pertukaran udara yang lancar. Keberadaan bangunan atau objek-objek besar lain di sekitar bangunan akan mengurangi laju udara dan membelokkan arah angin. Oleh karenanya pada kondisi dimana bangunan berada di area yang rapat bangunan, perlu diusahakan desain jendela dan detail desain bangunan lainnya yang akan mampu mengembalikan arah dan kecepatan angin. Pada suatu area yang rapat bangunan, angin tidak dapat datang pada arah 90° (frontal tegak lurus jendela), sebab diperlukan jarak tempuh setidaknya 6 kali tinggi penghalang yang dilewatinya bagi angin untuk kembali pada arahnya semula. Kondisi bangunan yang rapat mengakibatkan angin datang membentuk sudut lancip (kurang dari 90°) terhadap jendela. Atap. Atap merupakan bagian terpenting dari sebuah bangunan. Jika ditinjau dari segi biaya, atap menghabiskan biaya yang cukup besar (pada bangunan kecil biasanya diatas 20% dari keseluruhan biaya bangunan) (Lippsmeier 1994). Berdasarkan bidang dan orientasinya, atap adalah bagian bangunan yang paling banyak terkena radiasi matahari, sehingga atap selayaknya memiliki desain yang spesifik sebagai adaptasi terhadap iklim, khususnya iklim tropis penghematan energi. basah dan sebagai elemen pendukung dalam Spesifikasi tersebut antara lain bentuk atap, sudut kemiringan atap, material penutup atap, keberadaan ventilasi atap, plafon dan adanya insulasi atap. 72 Pada umumnya bentuk-bentuk atap yang umum di Indonesia adalah atap limasan (atap perisai) dan atap pelana. Sudut atap tersebut memungkinkan gerakan udara disekitarnya. Pada atap limasan, memungkinkan melindungi semua dinding bangunan namun konstruksinya lebih sulit. Pada atap pelana, memungkinkan terjadinya area dinding yang tidak terlindung konstruksi atap sehingga dinding yang tidak terlindungi tersebut dapat terpapar langsung oleh radiasi matahari. Material atap yang sekarang umum digunakan untuk penutup atap adalah genteng beton , genteng tanah liat dan genteng keramik. Pada penelitian hidayat (2005) mengenai pengaruh perbedaan suhu terkait dengan komponenkomponen pembentuk atap. Terkait dengan material atap, pada penelitian tersebut dihasilkan suhu udara tertinggi sebesar 31.0 °C yang dihasilkan oleh ruang dengan material atap besi, seng dan asbes. Suhu udara terendah sebesar 30.9 °C pada ruang dengan material atap genteng tanah liat dan genteng beton. Perbedaan suhu udara tertinggi dan terendah adalah 0.1 °C. Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan bahan atap kurang berpengaruh terhadap suhu udara pada ruangan. Warna atap diduga berpengaruh terhadap penurunan suhu ruang. Warna atap yang digunakan dalam percobaan adalah warna terang, warna menengah (agak gelap) dan gelap. Suhu udara tertinggi yang terjadi dalam ruang sebesar 31.3 °C yang dihasilkan oleh permukaan atap warna gelap. Suhu udara yang dihasilkan oleh permukaan atap sedang, sebesar 30.9 °C. Suhu udara terendah dihasilkan oleh permukaan atap warna terang, yaitu 30.5 °C. Perbedaan suhu udara tertinggi dan terendah adalah 0.8 °C. Perbedaan suhu udara tersebut menunjukkan bahwa warna atap mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penurunan suhu ruang, diduga karena warna terang lebih memantulkan panas, sehingga panas lebih tidak terserap oleh penutup atap. Komponen plafon biasanya tidak terlepas dari komponen atap. Material plafon yang digunakan dalam penelitian ini adalah papan plaster, triplek, semen fiber dan asbes. Selain itu, juga diteliti pengaruh penggunaan plafon atau tidak sebagai pelengkap pada konstruksi atap rumah tinggal. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa suhu tertinggi sebesar 31.1 °C. yang dihasilkan oleh bahan asbes dan semen fiber. Suhu terendah dihasilkan oleh papan lapis, yaitu 30.9 °C. Perbedaan suhu tertinggi dan terendah antara material plafon kurang signifikan yaitu sebesar 0.2 °C. Namun, pengaruh yang signifikan terjadi jika atap 73 rumah dilengkapi dengan plafon atau tidak. Suhu ruang tanpa plafon lebih tinggi 0.8 °C. dibandingkan dengan suhu ruang yang menggunakan plafon. Dapat simpulkan bahwa keberadaan dan penggunaan plafon berperan dalam menahan panas ke dalam ruang. Tingkat ventilasi ruang atap yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0, 10, 15, 20 dan 25 ach. Dari hasil eksperimen ini dapat dilihat bahwa terdapat sedikit penurunan suhu udara ruang jika tingkat pergantian udara atap bertambah. Suhu udara tertinggi dihasilkan oleh atap tanpa ventilasi, sebesar 31.3 °C. Suhu udara terendah dihasilkan oleh ventilasi atap 25 ach sebesar 30.8 °C. Perbedaan suhu udara tertinggi dan terendah adalah 0.5 °C, sehingga disimpulkan bahwa pengaruh pengudaraan atap terhadap suhu ruang tidak terlalu signifikan. Bahan insulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah papan damar, kaca fiber dan papan gabus yang diletakkan di atas plafon. Untuk melihat pengaruh insulasi, juga dianalisis atap yang tidak menggunakan insulasi. Eksperimen menunjukkan bahwa suhu udara tertinggi sebesar 29.4 °C yang dihasilkan oleh bahan kaca fiber. Suhu udara terendah dihasilkan oleh bahan papan damar sebesar 29.3 °C, sehingga hanya memberikan perbedaan yang sangat tidak signifikan yaitu sebesar 0.1 °C. Apabila dibandingkan antara suhu ruang tanpa insulasi atap dengan suhu ruang yang menggunakan insulasi atap maka terjadi perbedaan yang cukup besar, yaitu 1,6 °C. Dengan demikian maka insulasi memegang peranan penting dalam menahan masuknya panas ke dalam ruangan. Sudut atap yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20°, 30°, 40°, 50° dan 60°. Sudut kemiringan atap berperan untuk mempercepat aliran air hujan dari atap agar tidak menggenang bahkan merembes kedalam ruangan. Pada daerah yang berangin kuat tidak disarankan menggunakan sudut kemiringan atap yang terlalu landai (< 30º) untuk menghindari bahaya hisap dari angin. Terdapat sedikit penurunan suhu udara apabila sudut atap bertambah dari 20° sehingga 60°. Suhu udara ruang tertinggi sebesar 31 °C yang dihasilkan oleh sudut atap 20°. Suhu udara ruang terendah dihasilkan oleh sudut atap 60° dengan suhu sebesar 30.8 °C. Perbedaan suhu udara tertinggi dan terendah hanya 0.2 °C. Dapat disimpulkan bahwa perubahan sudut atap kurang berpengaruh dalam menurunkan suhu udara ruangan. 74 Dari penjelasan diatas, maka ditetapkan kriteria desain atap yang berperan signifikan dalam mengeleminir panas ke dalam ruangan adalah faktor insulasi, warna atap dan plafon. Dari segi bentuk atap ditetapkan menggunakan tipe atap pelana. Dari segi sudut kemiringan atap, tidak dibatasi secara khusus namun menggunakan fenomena penggunaan sudut atap yang umum di daerah Indonesia yaitu berkisar 30-35°. Hal ini disebabkan karena adaptasi terhadap faktor iklim maupun dari segi ekonomis. Atap dengan sudut yang lebih curam tentunya membutuhkan perlakuan yang lebih khusus yang berdampak pada lebih tingginya biaya pembangunan. Dari segi material penutup atap, bahan bangunan yang umum digunakan seperti genteng tanah liat, genteng beton masih dapat diadopsi. Temuan terbaru yaitu genteng keramik diduga lebih menghambat panas namun dari segi harga relatif lebih mahal daripada material genteng sebelumnya. Tritisan (Overhang). Tritisan adalah bagian dari bangunan yang berupa atap tambahan yang berdiri sendiri atau bisa juga berupa perpanjangan dari atap utama. Konsep topi atau caping mendasari cara kerja tritisan, yaitu membentuk bayangan yang menutupi lubang dinding (Mangunwijaya 2000). Tritisan dapat berkedudukan mendatar atau vertikal. Tergantung sinar mana dan yang bagaimana yang boleh masuk ruangan atau tidak (Lippsmeier 1994). Dalam perencanaan dan perancangan bangunan, diusahakan untuk memasukkan cahaya matahari semaksimal mungkin, sedangkan sinar matahari ini diusahakan agar tidak masuk ke dalam ruangan. Untuk itulah kehadiran tritisan sangat perlu terhadap lubang dinding pada bangunan. Tritisan yang baik harus dapat memenuhi tuntutan tersebut, yaitu memasukkan cahaya matahari semaksimal mungkin dan mencegah sinar matahari yang masuk pada melalui lubang dinding pada bangunan. Berbagai cara dalam merancang tritisan yang merespon iklim dan hemat energi harus merespon kondisi lingkungan, diantaranya : 1. Matahari dan Cahaya Indonesia terletak pada daerah tropis basah, dengan kata lain di dekat equator, maka sudut jatuh sinar matahari ke bumi dapat dikatakan tegak lurus. Maka jumlah sinar per kesatuan luas mencapai angka yang besar. Sudut jatuh ditentukan oleh posisi relatif matahari dan tempat pengamatan di bumi serta tergantung pada sudut lintang geografis, musim, lama 75 penyinaran harian, yang ditentukan oleh garis bujur geografis. Untuk orientasi bangunan dan perlindungan terhadap cahaya matahari, berlaku aturan-aturan dasar sebagai berikut : a. Dalam hubungannya dengan orientasi bangunan, yang perlu mendapat perhatian adalah sifat-sifat dari peredaran matahari sepanjang tahun, dimana untuk wilayah iklim tropis lembab lintasan matahari hampir selalu berada di atas kepala dengan arah terbit dan terbenam dari timur ke barat. Berdasar teknik perencanaan, tata letak bangunan akan mengumpulkan sedikit panas jika bayangan bangunan adalah yang terkecil. Dalam hal ini juga perlu diperhatikan sudut jatuh matahari, semakin besar sudut akan memberi dampak semakin besar penerimaan energi panas. b. Diperlukan perlindungan pada semua lubang bangunan terhadap cahaya langsung dan tidak langsung , bahkan bila perlu untuk seluruh bidang bangunan, karena bila langit tertutup awan, seluruh bidang langit merupakan sumber cahaya. Studi yang tepat menggunakan sudut jatuh sinar matahari sangat diperlukan, karena hanya dengan ini pelindung cahaya dan orientasi bangunan dapat ditentukan dengan benar dan menguntungkan. Untuk mendapatkan pelindung cahaya matahari yang efektif, setiap fasade bangunan harus ditinjau secara terpisah. Penggunaan pelindung matahari yang sama pada keempat façade bangunan tidaklah rasional. Dengan perhitungan yang tepat, maka akan didapat desain tritisan beton yang tanggap terhadap cahaya dan sinar matahari. Hal ini dapat memberi keuntungan : a. Penerangan alami dimaksimalkan, yang sehingga berupa mampu cahaya mengurangi matahari dapat ketergantungan terhadap penerangan buatan. Hal ini dapat mengurangi konsumsi energi listrik untuk pemakaian lampu. b. Sinar matahari tidak masuk ke dalam bangunan, sehingga suhu dan temperatur dalam ruangan tetap terjaga. Keadaan ini membuat ruangan tidak memerlukan penghawaan buatan, sehingga dapat mengurangi energi listrik untuk pemakaian AC (Air conditioner). 76 2. Curah Hujan Di daerah tropis, curah hujan cukup tinggi yang terjadi dua kali setahun. Semakin mendekati garis balik, musim ini semakin pendek dan waktunya semakin dekat sampai menjadi satu musim hujan di sekitar garis balik. Besarnya intensitas curah hujan di Indonesia, dan sering disertai angin memerlukan perhatian khusus. Hal ini diperlukan agar bangunan terhindar dari tampias hujan. Salah satunya dengan penempatan tritisan beton yang mampu melindungi bangunan (lubang dinding) dari tampias air hujan. Untuk model desain tritisan di daerah tropis basah Indonesia tidak terdapat batasan terhadap model tertentu. Model tritisan yang diterapkan tetap harus menjadi solusi terhadap masalah iklim lingkungan. Dari segi dimensi lebar tritisan untuk iklim tropis basah Indonesia berkisar antara 60-90 cm untuk bukaan jendela dan 15-30cm untuk bouvenlicht (Anonim 2009). Bentuk dan konfigurasi ruang. Guna mendapatkan rate ventilasi yang baik, suatu bangunan idealnya dibuat satu lapis (single zone layer), artinya ruang-ruang di dalam bangunan memiliki jendela inlet dan outlet pada arah yang berlawanan (tidak ada sekat-sekat sehingga memungkinkan terjadinya ventilasi silang) sempurna. Dapat pula diterapkan desain tiap-tiap ruangan langsung berhubungan dengan udara luar dan dilengkapi ventilasi alami yang memadai. Kemudian, menghindari adanya ruang dalam ruang dalam bangunan. Menghindari penempatan ruang-ruang utama, seperti ruang tidur, ruang keluarga dan lainnya pada sisi Barat, kecuali jika ada pembayangan dari bangunan lain atau pohon besar pada sisi tersebut (Karyono 2010). Dinding ruang di bagian Barat akan mendapatkan radiasi matahari siang (afternoon), sekitar waktu 13.00-15.00 WIB yang sangat tinggi, dan berdampak membuat ruang di dalamnya panas. Sebaiknya sisi barat rumah digunakan untuk ruangruang servis seperti KM/WC, gudang, tangga (jika bangunan bertingkat). Untuk daerah tropis lembab proporsi yang optimum antara lebar dan panjang adalah 1 :1,7 dan proporsi yang bagus adalah 1:3 (Yuuwono 2007). Mekanikal dan Elektrikal. Pengertian energi listrik adalah kemampuan untuk melakukan atau menghasilkan usaha listrik (kemampuan yang diperlukan untuk memindahkan muatan dari satu titik ke titik yang lain). Berdasarkan KEPPRES No.48 tahun 2000 tentang harga jual listrik yang disediakan PLN, tarif 77 listrik untuk pelanggan rumah tangga dibedakan menjadi tiga golongan seperti pada Tabel 13 berikut ini : Tabel 13. Golongan Tarif Listrik untuk Pelanggan Rumah Tangga Golongan R1 Daya listrik 250- 2.200 Keterangan Rumah tangga kecil R2 2.201- 6.600 Rumah tangga menengah R3 >6.601 Rumah tangga besar Sumber: www.pln.go.id dalam Widjayanti (2007) Konsep mekanikal dan elektrikal dalam kajian ini yang disesuaikan dengan strategi desain pasif yang diadopsi adalah perilaku bijak mengelola energi listrik yang memerlukan sumberdaya fosil yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources). Secara umum konsep perilaku yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut (EECCHI 2011): 1. Menyambung daya listrik dari PLN sesuai dengan kebutuhan. Rumah tangga kecil, cukup dengan daya 450 VA atau 900 VA. 2. Memilih peralatan rumah tangga yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan, termasuk memilih alat yang memenuhi standar efisiensi energi. 3. Menyalakan alat-alat listrik hanya pada saat diperlukan. 4. Menggunakan alat-alat listrik secara bergantian. 5. Menjaga dan merawat alat-alat rumah tangga, dan menggantinya jika usang atau rusak. 6. Membatasi daya pencahayaan maksimum untuk rumah tidak melebihi 10 watt/m2 (Savitri 2010). Secara lebih detil, akan dijabarkan saran atau tips penggunaan peralatan listrik rumah tangga yang di sarankan oleh suatu lembaga yang bergerak pada bidang konservasi energi yaitu Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM) mengenai tips hemat energi menggunakan peralatan listrik rumah tangga yang dilampirkan pada lampiran 5. Menurut hasil wawancara oleh pakar dibidang Renewable energy, energy saving marketing dari KEMENRISTEK RI, terdapat perhitungan guna mengetahui intensitas pemakaian energi listrik pada bangunan, baik itu bangunan ber-AC 78 maupun tidak ber-AC termasuk di dalamnya bangunan rumah tinggal tidak berAC sesuai dengan kajian ini. Melalui perhitungan tersebut kita dapat mengetahui intensitas pemakaian energi listrik kita masuk dalam kategori hemat energi atau tidak. Perhitungan tersebut dikenal dengan perhitungan Intensitas Konsumsi Energi (IKE) (Notosudjono D 26 Maret 2011, komunikasi pribadi). Standar Intensitas IKE Bangunan Gedung tidak ber-AC yang terdapat pada SNI 03 - 6196 - 2000: Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung (BSN 2000). Rumus menghitung IKE: 2 I (kWh/m ) = Total Konsumsi Listrik (kWh) ......................................................(7) Luas Area m2 Contoh kasus: Jika terdapat luas bangunan adalah 45 m2, dan total penggunaan energi adalah 100 kWh, maka IKEnya adalah 2,23 kW/m2. Hasil IKE tersebut dapat digunakan untuk dicocokkan dengan kriteria atau standar IKE Indonesia untuk bangunan gedung pada TAbel 14. Tabel 14. Standar Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Gedung Tidak ber-AC Indonesia Bangunan KRITERIA KETERANGAN Efisien 0,84 -1,67 kWh/m2/bulan a. Pengelolaan gedung dan peralatan energi dilakukan dengan prinsip konservasi energi listrik. b. Pemeliharaan peralatan energi dilakukan sesuai dengan prosedur. c. Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan melalui penerapan sistem manajemen energi terpadu. a. Penggunaan energi cukup efisien namun masih memiliki peluang konservasi energi. b. Perbaikan efisiensi melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi masih dimungkinkan. a. Audit energi perlu dilakukan untuk menentukan langkah-langkah perbaikan sehingga pemborosan energi dapat dihindari. b. Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian gedung belum mempertimbangkan konservasi energi. a. Instalasi peralatan, desain pengoperasian dan pemeliharaan tidak mengacu pada penghematan energi. b. Agar dilakukan peninjauan ulang atas semua instalasi atau peralatan energi serta penerapan manajemen energi dalam pengelolaan bangunan. b. Audit energi adalah langkah awal yang perlu dilakukan. Cukup Efisien (1,67 – 2,5) kWh/m2/bulan Boros (2,5 – 3,34) kWh/m2/bulan Sangat Boros (3,34 – 4,17) kWh/m2/bulan 79 Sumber: BSN (2000) Dinding. Dinding bangunan memiliki dua fungsi utama, yaitu menyokong atap dan langit-langit, membagi ruangan, serta melindungi terhadap intrusi dan cuaca. Dinding sangat dipengaruhi oleh pemilihan materialnya, warna dan tekstur. Dinding dibentuk oleh material yang pada umumnya digunakan pada bangunan rumah tinggal di Indonesia adalah material bata merah dan batako. Perbedaan penggunaan material tersebut ternyata menghasilkan tingkat penyerapan terhadap radiasi panas matahari yang berbeda. Menurut Noerwarsito dan Santosa (2006), pada material dinding berbahan bata merah lebih berpengaruh terhadap rendahnya temperatur dibandingkan dengan dinding bermaterial batako. Temperatur puncak batako lebih tinggi (33,6 °C) dari temperatur puncak bata merah (31,8 °C), sehingga perbedaan suhu yang dihasilkan sebesar 1.8 °C. Aspek lain yang mempengaruhi penyerapan panas radiasi matahari pada variabel dinding adalah warna dan ketebalan dinding. Warna terang cenderung memantulkan panas, sementara warna gelap menyerap lebih banyak panas. Pada dinding warna putih terlihat suhu udara ruang berfluktuasi terhadap suhu udara luar. Pada siang hari umumnya suhu udara di dalam bangunan lebih rendah dibanding suhu luar, sementara malam hari suhu udara di dalam bangunan lebih tinggi dibanding suhu luar. Pada umumnya, konstruksi dinding menggunakan aturan ½ bata atau 1 bata, dimana dimensi (panjang x lebar x tebal) batu bata umumnya adalah 30 x 15 x 5 cm. Aturan ½ bata menggunakan lebar bata yaitu ± 15 cm untuk ketebalan dindingnya. Aturan 1 bata menggunakan panjang bata yaitu ± 30 cm untuk ketebalan dindingnya. Semakin tebal dinding, fluktuasi semakin kecil, karena kondisi suhu udara di dalam bangunan semakin stabil. Efek orientasi bangunan terhadap suhu udara di dalam bangunan juga tampak jelas. Suhu ruang rata-rata pada sisi dinding timur-barat lebih tinggi dibanding suhu dinding pada sisi selatan. Perbedaan suhu ruang rata- rata timur-barat dengan ruang sisi selatan mencapai hampir 1ºC untuk dinding tipis (10 cm) dan lebih 1,5 ºC untuk dinding tebal (20 cm) (Frick dan Mulyani 2006; Karyono 2010). Pada penelitian yang sama, dinding warna abu-abu, pengaruh orientasi dan ketebalan dinding terhadap perbedaan suhu lebih jelas terlihat. Untuk ketebalan dinding 10 cm suhu ruang dalam terendah hampir selalu dibawah suhu luar. Sementara itu, perbedaan terbesar rata-rata antara ruang pada sisi yang 80 berbeda dapat mencapai 4,5 ºC, sedangkan perbedaan pada waktu tertentu maksimum dapat mencapai 7,5 ºC. Semakin tebal dinding, variasi suhu udara di berbagai waktu dan orientasi semakin rendah. Dinding tebal membuat fluktuasi suhu semakin kecil (Frick dan Mulyani 2006; Karyono 2010). Seberti disebutkan sebelumnya, dinding dan plafon secara struktur dan fungsi masih saling terkait. Tinggi plafon rumah ditentukan oleh beberapa hal, antara lain tinggi langit-langit rumah, iklim, proporsi ruang atau estetika, sirkulasi udara, dan pencahayaan. Dahulu, plafon di rumah-rumah standar yang dibangun 20–30 tahun lalu tingginya berkisar antara 250–260 cm. Sedangkan, hunian modern dewasa ini menawarkan tinggi plafon pada kisaran 280–300 cm. Bahkan beberapa bagian ruangan mempunyai tinggi plafon 4 m sampai 7 m. Rumah modern dibangun dengan plafon tinggi, biasanya untuk memenuhi fungsi kenyamanan dan estetika. Namun demikian, aspek lain terkait orientasi terhadap iklim tetap harus menjadi perhatian utama. Sebagai perbandingan, plafon rumah-rumah di daerah beriklim dingin. cenderung mempunyai plafon yang rendah. Jepang umumnya 240-250 cm. Misalnya, tinggi plafon rumah Alasannya adalah penghematan energi. Semakin tinggi plafon semakin tinggi pula pemanasan diperlukan. Sementara itu, di daerah beriklim panas seperti halnya iklim tropis basah Indonesia, plafon yang tinggi memungkinkan sirkulasi udara yang lebih baik. Udara panas akan bergerak ke atas, dengan demikian plafon yang tinggi berkisar 280–320 cm memungkinkan udara di ruangan menjadi tetap sejuk. Selain itu, dengan plafon yang tinggi, cahaya matahari akan dapat masuk lebih dalam ke semua bagian rumah. Sehingga, ruangan tidak terasa lembab. Desain arsitektur berhubungan dengan proporsi ruang. Desain yang indah adalah desain yang proporsional. Para mahasiswa arsitektur umumnya tahu bahwa untuk menentukan tinggi plafon standar sebuah ruangan berlaku rumus (panjang + lebar)/2. Artinya, sebuah ruangan berukuran 3 m x 4 m akan tampak proporsional bila plafonnya berukuran sekitar (3 + 4)/2 = 3,5 m. Tentu saja ini bukan rumus matematis baku, karena proporsi ideal dapat diolah melalui penataan interior yang baik. Intinya, semakin besar ruangan maka plafonnya semakin tinggi, atau tinggi plafon harus lebih panjang dari lebar ruangan. Karena bila ruangan tidak diimbangi dengan plafon yang tinggi, ruangan itu akan tampak seperti lorong yang pengap. 81 Lantai. Di daerah tropis, dengan bangunan yang tidak berdiri atas tiang harus memiliki jarak yang cukup dari tanah untuk mencegah masuknya air, kotoran dan binatang. Pemakaian lantai keras(lantai batu) dianjurkan untuk bangunan dengan pengudaraan alamiah yang karena konstruksinya terbuka. Sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dangguan binatang dan kotoran. Lantai batu buatan yang licin (teraso) sangat mudah dirawat dan dibersihkan. Material yang lebih murah dan lebih sering dipakai adalah ubin keramik atau ubin teraso. Pemilihan warna untuk permukaan lantai yang terkena cahaya matahari ditentukan oleh kompromi antara pencegahan kesilauan di satu pihak dan penghindaran penyerapan panas di pihak lain. Tapak Komponen prioritas keempat adalah tapak. Konsep tapak secara umum adalah tidak banyak melakukan memodifikasi kondisi alamiah tapak atau permukaan tanah terkait dengan keamanan dalam mendirikan bangunan, dan kondisi ekologis lahan agar optimasi RTH Pekarangan dengan menggunakan tanaman dapat dilakukan karena kondisi lahan yang stabil dan subur mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kriteria variabel taman dan rumah tinggal hemat energi untuk komponen tapak selengkapnya tertuang pada Tabel 15. Intensitas tutupan lahan. Sebagai objek studi, unit rumah tinggal yang dijadikan model yang diasumsikan mempunyai luasan lahan atau tanah sebesar 120 m2. Dengan luasan tapak tersebut diperkirakan sesuai untuk menaungi sebuah rumah tinggal ber-tipe 45 m2 untuk kasus perumahan swadaya maupun industri (pengembang). Luasan lahan sebesar 120 m 2 dipilih atas dasar pertimbangan agar rasio luasan tapak dengan bangunan rumah tinggal sesuai dengan peraturan mengenai intensitas tutupan lahan yaitu KDB 30%-70%. Di Indonesia pada umumnya berlaku aturan intensitas tutupan lahan KDB:KDH untuk rumah tinggal sebesar 60:40. Sayangnya, di Indonesia aturan mengenai KDB belum ditegakkan dengan benar dan cenderung fleksibel (Suganda E 21 Maret 2011, komunikasi pribadi). Luasan lahan tersebut di asumsikan tidak terlalu sempit untuk merencanakan sebuah taman kaitannya dengan RTH Pekarangan. Lahan terbuka yang cukup dapat dimungkinkan untuk menanam 82 vegetasi dan menambah elemen lain seperti elemen air untuk memperbaiki iklim mikro. Lahan Tabel 15. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Tapak (Bobot 0,107) No Variabel Bobot 1 Intensitas tutupan lahan (KDB:KDH) 0.323 2 Sistem utilitas 0.213 Minimalisasi penggunaan, minimalisasi buangan Minimalisasi penggunaan, minimalisasi buangan, konservasi air dan waste management (parsial) Minimalisasi penggunaan, minimalisasi buangan, konservasi air dan waste management 3 Bebas dari gangguan geo-biologis 0.139 Tanpa pemeliharaan Pemeliharaan dengan bahan kimia Pemeliharaan dengan bahan biologis Tidak stabil Kestabilan sedang Stabil 1 60%:40% Kriteria desain untuk skor 2 3 50%:50% 40%:60% 4 Orientasi 0.130 Barat Timur Utara-Selatan 5 Topografi 0.108 >15% 8%-15% 0-8% 6 Jenis tanah 0.087 Struktur fisik dan tingkat kesuburan rendah Struktur fisik dan tingkat kesuburan sedang Struktur fisik dan tingkat kesuburan baik terbuka yang cukup juga memungkinkan gerakan udara sehingga mengeliminir panas yang terperangkap (heat trap) dalam area taman. Dari segi tipe bangunan yang terpilih yaitu tipe 45 m 2, merupakan rumah tinggal kelas menengah di indonesia dengan asumsi penghuni tersebut adalah sebuah keluarga menengah dari tingkat umur dan penghasilan, terdiri dari empat orang anggota keluarga suami-istri dan dua orang anak. Rumah tinggal bertipe 45 m2 menurut penulis telah memenuhi dari aspek kebutuhan ruang secara ergonomis pada umumnya seperti tersedianya kamar tidur dengan jumlah dua buah dengan ukuran pada umumnya saat ini masing-masing 9 m2. Penetapan luasan bangunan ini juga didasari atas pertimbangan referensi lain yaitu Frick dan Mulyani (2006) yang menyebutkan bahwa pertukaran udara pada masingmasing ruangan memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Hal ini mungkin dapat menjadi referensi untuk peninjauan kembali atas standar pertukaran udara yang 83 digunakan oleh SNI 03-1733-2004: Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan sebesar 2 kali m3/jam yang telah di jabarkan sebelumnya pada Bab 2 dalam Subbab Komponen Tapak. Menurut Frick dan Mulyani (2006), penyegaran udara di dalam ruangan, disamping ditentukan oleh pergerakan udara, juga tergantung pada pertukaran udara (ach=air change per hour) yang cukup tinggi di daerah tropis yang akan mempengaruhi kesehatan penghuni. Hal tersebut dijabarkan pada Tabel 16. Tabel 16. Pertukaran udara minimal pada ruang rumah tinggal Ruang Pertukaran udara minimal Kamar keluarga dan kamar tidur 20 kali isi ruang/jam Ruang bergerak 10 kali isi ruang/jam Dapur 100 kali isi ruang/jam KM/WC 40 kali isi ruang/jam Sumber: Frick dan Mulyani (2006) Arahan KEPMENKES No. 829 tahun 1999 yang menyatakan luas kamar tidur minimal 8 m 2 dan dianjurkan tidak untuk dihuni lebih dari dua orang. Ruang lainnya adalah ruang tamu, ruang bersama yang biasanya di aplikasikan sebagai ruang makan dan ruang keluarga, ruang dapur dan ruang KM/WC yang ternaungi. Padahal standar kebutuhan ruang, menurut World Health Organization (WHO) 10 m2/orang, Standar Nasional Indonesia (SNI) 9 m 2/orang dengan ambang batas 7,2 m 2/orang. Standar hunian yang digunakan pemerintah untuk tipe 21 masih menggunakan standar 7,41 m 2/orang. Rumah tinggal tipe 45 m 2 dimungkinkan penghuninya tidak berada diruangan yang terlalu sempit atau dengan kata lain berkepadatan hunian tinggi, sehingga kebutuhan ruang geraknya dalam beraktivitas tidak terganggu serta yang utama adalah sirkulasi udara segar masih dapat berjalan dengan baik. Hal ini diperkuat dengan pernyataan MENPERA Suharso Monoarfa yang mengungkapkan bahwa kebutuhan ideal ruang perumahan yang layak huni perlu dievaluasi. Berdasarkan ilmu planologi, menurut beliau, kebutuhan ruang rumah di indonesia saat ini sangat tidak ergonomik atau belum memenuhi kebutuhan ruang yang cukup bagi setiap penghuninya. Karena itu, beliau menilai RSH dengan ukuran bangunan 6x6 meter atau tipe 36 m 2 tidak sesuai lagi diterapkan. 84 Menurut Beliau, di luar negeri, setiap orang membutuhkan ruang sekitar 30 m 2, sedangkan di indonesia setiap orang di rumahnya hanya memiliki ruang gerak sekitar 12 m2, sehingga perlu dilakukan kajian yang serius agar setiap rumah yang dibangun di indonesia memiliki kebutuhan ruang gerak yang cukup dan lebih manusiawi. Beliau mengungkapkan rumah yang layak huni adalah tipe 45 m2. Beliau berharap ukuran rumah itu bisa memberikan keleluasaan ruang bagi penghuninya. Dengan ukuran rumah tipe 45 m 2, setidaknya dapat dibangun dua kamar tidur, ruang makan, ruang tamu, dan ruang keluarga untuk interaksi antar anggota keluarga. Selain itu, ada sedikit lahan penghijauan di rumah yang membuat masyarakat berpartisipasi dalam mengantisipasi perubahan iklim yang terjadi saat ini (Anonim 2010b). Intensitas tutupan lahan dapat dihubungkan dengan tata aturan mengenai garis sempadan bangunan. Intensitas tutupan lahan yang terlalu tinggi atau dengan kata lain terlalu padat, kemungkinan besar melanggar peraturan mengenai garis sempadan bangunan. Garis sepadan bangunan yang ditentukan berbagai aspek seperti lebar jalan, fungsi jalan, jenis aktivitas bangunan. Adanya jarak tertentu dari bagian bangunan terhadap jalan dapat digunakan sebagai buffer kebisingan lalu lintas, bahaya yang datang dari kendaraan yang selip keluar jalan tidak akan langsung merusak bangunan, menghindarkan polusi debu dan gas buangan dari knalpot kendaraan di jalan, tersedianya ruang terbuka sebagai area mitigasi bahaya, misalnya kebakaran, dan tersedianya area servis. Sistem utilitas. Sistem utilitas merupakan sebuah unit penunjang terhadap kebutuhan sumberdaya dan pengolahan serta hasil buangannya. Sistem utilitas pada Kajian ini dibatasi pada sistem utilitas yang umum terdapat pada suatu tapak rumah tinggal berupa utilitas air bersih, pengelolaan air limbah dan sampah. 1. Utilitas air bersih. Ketersediaan air bersih tentu saja merupakan hal mutlak untuk menunjang kenyamanan bangunan. Hingga harus jelas sumber pengadaannya dan diasumsikan rumah tinggal pada kajian ini mendapat pasokan air bersih dari PDAM, sehingga penggunaannya harus terkontrol dengan baik agak biaya air tidak membengkak. Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan, 85 yang sebagian besar masuk ke sungai dan akhirnya bermuara di laut. Air hujan yang jatuh ke bumi tersebut menjadi sumber air bagi makhluk Curah hujan di wilayah Indonesia cukup tinggi, yaitu 2.000 – hidup. 4.000 mm/tahun dapat menjadi sumber air bersih dengan menampung atau meresapkan ke dalam pori-pori/rongga tanah atau batuan (konservasi air). Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan cara membuat kolam pengumpul air hujan (Rain barrel), sumur resapan dangkal, dan lubang resapan biopori. 2. Utilitas sampah dan limbah. Pengertian sampah menurut SNI 19-2454-1991 adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb. a. Pemanfaatan Sampah Organik Di tingkat rumah tangga diperlukan kesadaran untuk memisahkan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik antara lain dapat berupa sampah persiapan masakan, kulit telur, kulit buah-buahan, rumput, daun, ranting, rambut, bulu, dan sebangsanya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti mineral, minyak bumi, atau proses industri. Sampah anorganik antara lain plastik, kaleng, kertas, kaca dan Styrofoam. Sampah anorganik seperti botol plastik, kaleng minuman, kertas, dapat diolah dalam industri menjadi beraneka bahan baku. Di iklim tropis panas lembap seperti di Indonesia, penguraian sampah organik lebih cepat dibandingkan di daerah lainnya. Hal ini sebenarnya sangat menguntungkan karena pembentukan sampah menjadi kompos yang bermanfaat akan lebih mudah. Pengomposan juga dapat memanfaatkan teknologi lubang resapan biopori. 86 b. Pemanfaatan Grey Water Grey water biasanya berupa air sabun bekas kegiatan rumah tangga seperti mencuci dan mengepel, mandi, dan lain sebagainya. Air ini dapat disalurkan lewat selokan terbuka. Untuk memanfaatkan grey water sebagai sumber air bersih, dibutuhkan instalasi khusus yang tidak mudah dibuat sendiri. Grey water masih dapat digunakan untuk menyiram kebun, namun perlu dipastikan bahwa air tidak mengandung detergen yang keras, pemutih, ataupun zat kimia berbahaya lainnya, grey water bekas mencuci sayuran dan buah dapat langsung ditampung untuk menyiram kebun. Bahkan bekas cucian bahan makanan tertentu dikenal dapat menyuburkan tanah. Untuk memaksimalkan grey water sebagai air penyiram tanaman, dapat dipilih sabun deterjen atau sabun cuci piring yang bebas dari zat kimia. Saat ini beberapa produsen sabun telah membuat produk yang hanya mengandung sedikit zat kimia bahkan marnpu menyuburkan tanah saat larut di dalam air. Pastikan grey water yang masih mengandung bahan kimia dialirkan melalui saluran yang baik, memiliki penampang yang memadai sesuai volumenya agar limbah dapat mengalir dengan baik menuju saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan penyakit ataupun bau yang tidak sedap. c. Pemanfaatan Air Tinja/Black Water Air tinja adalah kotoran manusia baik padat maupun cair, ditambah dengan air siram. Air tinja mengandung kolibakteri (E. coli) dan kuman yang dapat mengganggu kesehatan manusia, serta berbau tidak sedap. Maka pembuangan air tinja harus disalurkan dalam pipa tertutup. Air tinja dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan menggunakan instalasi septictank yang tepat. Untuk daerah dengan iklim tropis, dapat digunakan "septictank vietnam". Dibandingkan dengan septictank biasa, septictank vietnam tidak perlu dikuras/dibersihkan, karena isi septictank dapat digunakan sebagai pupuk. Septictank ini terdiri dari dua buah bak dengan ukuran yang sama, serta alat untuk memindahkan saluran pengisian. Satu bak digunakan terlebih dahulu, setelah penuh, saluran pengisian dipindahkan ke bak kedua. Sesudah enam bulan sampai satu tahun, isi bak pertama telah menjadi pupuk, tidak berbau, dan dapat dimanfaatkan untuk tanaman/ kebun sayur. 87 Untuk menghindari pencemaran tanah yang mungkin terjadi akibat kebocoran, atau bakteri mencemari air lewat pipa atau sumur resapan, septictank harus dibuat kedap. Septictank sebaiknya berjarak minimal 11 m dari sumur air. Bebas dari Gangguan Geo-Biologis. Terkait dengan keamanan bangunan tapak seharusnya berada di area yang stabil, maksudnya relatif kecil kemungkinan terkena bencana yang dahsyat atau istilah dari Heinz Frick adalah tapak terbebas dari gangguan geo-biologis. Area tapak dipastikan tidak terletak pada kawasan banjir, karena beresiko banjir musim penghujan atau daerah rawan tsunami. Untuk Kota yang kondisi topografinya berbukit seperti Kota Bogor, bahaya tanah longsor sangat perlu diwaspadai. Sehingga untuk membangunan di tepi jurang yang terjal harus menggunakan studi kelayakan/perhitungan geostruktur dan penelitian kondisi geologi tanah secara mendalam. Selain Longsor perlu pula diwaspadai adanya bangunan yang dibangun didaerah patahan. Secara umum kota-kota di Indonesia terletak didaerah yang rawan gempa, sehingga untuk jaminan keamanan, struktur bangunan diperkuat disertai dengan bentukan bangunan yang sederhana sebagai antisipasi agar dapat bertahan menghadapi gempa sampai lebih dari 9 skala richter. Faktor bahaya biologis datang dari hewan maupun vegetasi. Dari hewan yang terkait dengan keamanan bangunan adalah rayap dari jenis Coptotermes curvignathus yang dapat dikategorikan sebagai hama bangunan (Surjokusumo 2006). Mencegah serangan rayap perlu kewaspadaan dan ketelatenan. Waspada untuk mencegah dan terhadap tanda-tanda kehadiran rayap serta telaten dalam upaya untuk membasminya. Upaya pencegahan dilakukan pada tanah dan kayu bangunan. Tanah fondasi dan kayu harus diinjeksi dengan termitisida. Injeksi termitisida dilakukan pada setiap lubang pengeboran dengan tekanan tinggi, sehingga dapat tersebar merata di permukaan tanah dan bersambungan dengan termitisida yang diinjeksikan pada lubang lainnya. Untuk perawatan kayu bisa hanya dengan cara disemprot, dicelup, atau direndam dengan termitisida. Jika bangunan telah terserang rayap, khusus untuk superrayap, teknologi umpan racun (bait toxicant) dapat diaplikasikan. Secara sederhana, teknik ini menggunakan sekotak kertas tisu yang telah dilumuri heksaflumuron. Bahan ini telah diteliti di IPB dan dinyatakan aman, tidak berbau, 88 ramah lingkungan, dan tidak berbahaya bagi manusia maupun hewan mamalia. Umpan itu ditempelkan pada titik-titik pusat koloni rayap. Karena bahan tisu merupakan turunan dari bahan dasar kayu, rayap pekerja akan tertarik mengerubunginya. Mereka bakal membawanya ke pusat makanan. "ketika tiba saatnya makan, racun itu akan dibagi-bagikan kepada teman-temannya dan mati semua. Racun tersebut berfungsi menghambat pembentukan kulit rayap. Jika pembentukan kulit gagal, rayap pasti mati. Obat tersebut memang bekerja lambat, tapi tetap efektif. Keandalan umpan rayap ini juga telah dievaluasi di Florida, Amerika Serikat, pada jenis Coptotermes formosanus dan R. flavipes kollar. Dengan dosis 4-1,5 mg, populasi rayap tanah dapat dikurangi sebesar 90% -100% dari satu koloni rayap yang berjumlah 0,17-2.8 juta ekor (Hidayat dan Wibisono 2006). Vegetasi sangat berperan dalam upaya penghematan energi. Keberadaan vegetasi dapat menjadi ancaman karena faktor kelalaian manusia juga. Vegetasi memiliki perakaran yang merupakan cerminan dari bentuk tajuknya. Perakaran jika tidak disediakan lahan yang cukup akan mengganggu vegetasi tersebut karena mengurangi kekokohannya dan membahayakan manusia karena akan mudah tumbang. Karena kurangnya lahan, perakaran dapat mengganggu pondasi bangunan, sehingga berpotensi merusak struktur bangunan. Peletakan vegetasi yang kurang tepat menghalangi sinar dan angin, berakibat terhalangnya pencahayaan alam atau gelap dan berpotensi meningkatkan kelembaban ruang karena sirkulasi udara terhalang. keberadaan vegetasi berpotensi pula mengundang hama-hama tanaman. sebagai upaya pencegahan harus dilakukan tindakan pemeliharaan secara rutin seperti penyiangan, pemangkasan, pemupukan teratur, penyemprotan jika terserang (diusahakan dengan bahan non-kimiawi). Orientasi. Dari analisis mengenai faktor klimatik dan lingkungan pada tapak maka penulis menghubungkannya dengan faktor orientasi tapak yang terkait pula dengan orientasi bangunan rumah tinggal di dalamnya melalui analisis diagram matahari dan angin. Faktor orientasi berpengaruh pada letak posisi bangunan secara keseluruhan dan posisi façade atau tampak muka bangunan yang akan menerima secara langsung paparan dari segi klimatik seperti sinar dan panas matahari, angin, hujan. Orientasi terbaik menurut literatur adalah orientasi mata-angin utara dan atau selatan. Orientasi utara- 89 selatan secara klimatik membuat façade rumah (depan-belakang) tidak menerima paparan sinar matahari secara langsung karena sisi bangunan yang menghadap timur-barat berdempetan dengan rumah lain, sehingga yang diterima hanya cahaya pantulan dari sinar matahari, sehingga suhu bangunan relatif lebih rendah. Posisi matahari pada bulan Maret dan September berada tepat di garis equator (titik equinox). Saat matahari berada di titik ini, maka lamanya siang dan malam akan sama yaitu masing-masing 12 jam. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari selatan ke utara langit, terjadi pada 21-23 Maret, dinamakan Titik Vernal Equinox. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari utara ke selatan langit, terjadi pada 23 September, dinamakan Titik Autumnal Equinox. Posisi matahari di titik ini karakteristik yang terlihat adalah matahari akan berada persis diatas kepala (jika berada di kota yang berada di garis ekuator seperti pontianak) yaitu mendekati sudut 90º pada pukul 12.00 siang, sehingga bayangan yang dihasilkan akan kecil sekali. Pada bulan Juni posisi matahari berada di utara sekitar tanggal 22 Juni. Saat matahari berada di titik ini siang hari akan sedikit lebih pendek daripada malam harinya dan karena posisi matahari tersebut bayangan yang ditimbulkan menjadi lebih panjang cenderung condong ke selatan. Pada bulan Desember posisi matahari berada di selatan sekitar tanggal 22 Desember. Saat matahari di posisi ini siang hari akan sedikit lebih panjang di bandingkan malam harinya dan karena posisi matahari tersebut bayangan yang ditimbulkan juga menjadi lebih panjang dan arah bayangannya miring ke selatan. Perbedaan posisi matahari ini berdampak pada aspek penyinaran terhadap bangunan, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan orientasi bangunan yang terbaik karena tidak menerima penyinaran matahari secara langsung yaitu orientasi utara-selatan. Aspek lainnya adalah peletakan posisi pemblokir sinar utamanya menggunakan tanaman. Topografi. Kasus kota Bogor, merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 m hingga 350 m diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0 - 2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2 - 15 % (landai) seluas 8.091,27 Ha, 15 - 25 % (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25 - 40 % (curam) seluas 764,96 Ha, dan > 40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha (tabel 11). Menurut data diatas area 90 kota bogor yang sesuai untuk kawasan tempat tinggal (perumahan maupun permukiman) seluas 9855,21 Ha atau presentasinya sekitar 83,1 % area di kota Bogor sesuai untuk area tempat tinggal menurut peraturan SK Mentan No. 837/KPTS/Um/11/1980 dimana lahan yang ideal untuk tempat tinggal adalah lahan dengan topografi relatif datar hingga landai. Kemiringan lahan yang melebihi 15%, terbuka terhadap iklim yang keras, bahaya gempa bumi, bahaya tanah longsor, tanah yang tidak stabil, daerah berlumpur/rawa serta berbatasan dengan jalan yang hiruk pikuk, yang diantaranya dapat diatasi dengan perlakuan khusus dan diluar itu harus dihindari. Pembangunan perumahan ataupun sarana lainnya pada lahan yang miring relatif lebih sulit daripada perumahan yang terletak pada lahan yang datar. Pembangunan perumahan atau bangunan lainnya pada lahan dengan kemiringan lebih dari 10%, memerlukan desain bangunan yang lebih khusus dengan bentuk teras (sengkedan/bersusun) ataupun berbentuk split-level, yang dapat dikombinasikan dengan pembuatan taman, namun upaya ini akan berdampak pada bertambahnya biaya konstruksi. Jenis tanah. Jenis tanah yang terkait dengan media tanaman untuk tumbuh. Hal tersebut didukung oleh struktur tanah yang berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur tanah terhadap kondisi drainase atau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer. Oleh karena itu tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula, sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan mengabsorbsi (menyerap) hara dan air, sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik. (berkorelasi positif dengan tingkat kesuburan) Penanaman melindungi agregat tanah dari hantaman air hujan, sehingga makin rapat tajuk tanaman akan makin baik pengaruhnya terhadap agregat tanah. Lal (1979) dalam Hanafiah (2010), mengemukakan bahwa struktur tanah mempunyai peran sebagai regulator yang: 1. Menyinambungkan arah pipa yang terbentuk dari berbagai ukuran poripori yang berinterkoneksi, stabilitas dan durabilitasnya. 2. Mengatur retensi dan pergerakan air tanah 3. Difusi gas dari dan ke atmosfer 4. Mengontrol proliferasi (pertumbuhan) akar dan perkembangannya. 91 Kemudian secara langsung atau tak langsung terkait dengan: 5. Erosi air atau angin 6. Penggenangan dan aerasi tanah 7. Stres tanaman akibat kekeringan 8. Perlindian atau kehilangan hara-hara tanaman 9. Temperatur tanah. Perkerasan (Non Bangunan) Komponen kelima adalah perkerasan (non bangunan) yang terdiri dari perkerasan (pavement) itu sendiri dan pagar dan tembok pembatas (walls and fences) sebagai bagian dari site structure. Perkerasan (non bangunan) secara harafiah sudah dapat diketahui komponen pembentuknya berupa material keras. Komponen ini memiliki potensi terhadap penyerapan panas yang berlebih jika tidak didesain dengan tepat. Konsep pemilihan komponen perkerasan dipilih agar aspek fungsionalnya tetap dapat berfungsi dengan baik dan juga konsep ramah lingkungannya juga terpenuhi. Kriteria variabel taman dan rumah tinggal hemat energi untuk komponen perkerasan selengkapnya tertuang pada tabel 17. Tabel 17. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Perkerasan (Bobot 0,058) No Variabel Bobot 1 Perkerasan (pavement) 0.515 Kriteria desain untuk skor 1 2 3 Jenis perkerasan Jenis perkerasan Jenis porositas rendah porositas sedang perkerasan porositas tinggi 2 Pagar & dinding pembatas 0.485 Masif dan solid agak rapat berongga renggang Berongga Perkerasan. Perkerasan telah menjadi kebutuhan manusia sebagai alas taman maupun alas jalur-jalur sirkulasi. Banyak orang lupa saat membuat tempat parkir mobil atau carport, teras, dan jalan setapak (stepping stone) pada pekarangan rumah tinggalnya dimana tanah tertutup rapat dengan beton bahkan aspal. jenis perkerasan tersebut merupakan jenis perkerasan yang kedap air, sehingga terjadi limpasan air yang banyak saat musim hujan karena tidak terjadi infiltrasi air ke dalam air tanah. saat ini telah banyak perkerasan yang berbentuk monolitik maupun berbentuk unit yang dapat digunakan sebagai perkerasan. 92 saat ini pada umumnya masyarakat indonesia menggunakan perkerasan berbentuk unit yang berasal dari pabrikasi dengan wujud paving block, atau grass block. Berdasarkan SNI 03-0691-1996 paving block atau Grass Block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran portland cement atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak mengurangi mutu paving block (BSN 1996). Sistem drainase pada konstruksi jalan paving block dibedakan menjadi dua yaitu sistem drainase permukaan (terbuka) dan sistem drainase tertutup (sub soil drainage). Pada konstruksi paving block yang sambungan di antara blocknya bersifat kedap air (sedikit mengalirkan air) maka saluran permukaan dengan sistem drainase terbuka sangat diperlukan, sedangkan sistem drainase tertutup digunakan pada konstruksi grass block yang sambungan di antara block bersifat permeable (tidak kedap air) maka air hujan akan masuk (infiltrasi) ke dalam konstruksi jalan sebanyak 30 % sampai 50 %, syarat kemiringan minimal pada penampang melintang badan jalan = 2 %, hal ini untuk memudahkan aliran air hujan di permukaan perkerasan. Tanah yang tertutup dengan interblok 4-6 dan interblok 16-6, masih mempunyai kemampuan infiltrasi cukup besar dan tidak berbeda nyata pada tanah terbuka. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Prasodyo dan Nurisjah (1998) bahwa Infiltrasi terbesar dijumpai pada bahan penutup tanah grassblock. Dalam kategori perkerasan beton berperforasi didapatkan jenis interblok 4-6 m memiliki kemampuan infiltrasi terbesar kedua, selanjutnya diikuti dengan interblok 16-6, behaton 13-6 dan zurich 12-6. Dari sisi penyerapan panas conblock merupakan jenis perkerasan yang cukup menyerap panas terlebih lagi keramik. Untuk menanggulangi hal tersebut, sebaiknya tidak membiarkan perkerasan tanpa diberikan naungan seperti naungan pohon atau didekatkan dengan elemen air (Fatimah, Arifin dan Widjaya 1998). Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan saat pemasangan paving, yaitu pengisi celah dan fondasi di sekeliling paving. Hubungan antar paving tidak membutuhkan bahan ikat, melainkan menggunakan abu batu atau pasir. Lebar celah antar paving sebaiknya sekitar 2-4 milimeter. Ukuran celah yang terlalu lebar akan menyebabkan pasir pengisi mudah keluar (shucking) dan paving bergeser. Idealnya pasir yang digunakan untuk mengisi celah antar paving memiliki butiran yang tajam (lolos ayakan 2,4 mm). Kadar air maksimal 93 sekitar 5% dan kadar lumpur maksimal 10%. Hal ini bertujuan agar air mengalir di atasnya bisa meresap kedalam tanah. Disamping aspek sambungan antar paving, kekuatan paving juga dipengaruhi kondisi tanah sebagai alas peletakkannya. Perubahan dan pergerakan struktur tanah bisa menyebabkan paving bergeser sehingga permukaan paving tidak rata satu dengan yang lain. Diantara berbagai macam alternatif bahan penutup tanah, paving block lebih banyak memiliki variasi, baik dari segi bentuk, ukuran dan warna, corak dan tekstur permukaan, serta kekuatan. Penggunaan paving block juga dapat divariasikan dengan jenis paving dan bahan lainnya. Pagar dan Tembok Pembatas. Perkembangan yang semakin dinamis menempatkan pagar bukan hanya sekadar pembatas properti atau kepemilikan dan pelindung penghuni rumah untuk memberikan rasa aman dan keleluasan aktivitas penghuni karena terjaganya privasi. Lebih dari itu pagar merupakan salah satu pendukung dan pelengkap pada rumah tinggal karena turut menambah nilai artistik dan menjadi salah satu bagian dari dekorasi rumah. Penggunaan bahan, tekstur, dan warna yang tepat akan menghasilkan pagar yang sesuai dengan karakter rumah secara keseluruhan. Terdapat banyak alternatif bentuk dan jenis pagar yang dapat diaplikasikan terhadap hunian. Bahan pembuatnya juga beraneka ragam, mulai dari berbahan kayu, beton, besi, baja, batu alam hingga vegetasi dapat dijadikan pagar yang estetis dan ekologis. Syarat utama dalam pembuatan pagar, yaitu aman, kokoh dan indah. Pemilihan bentuk, model, tinggi, panjang dan lebar pagar harus disesuaikan dengan luas lahan, fungsi, proporsi dan komposisi bangunan serta lokasinya. Tinggi pagar yang baik adalah tidak lebih dari 1.20 meter dan untuk dinding pembatas tidak lebih dari 1.70 meter. Jika pagar terlalu tinggi, maka akan membuat bentuk rumah tidak terlihat atau tertutupi dan akan membuat rumah terkesan terpenjara. Pagar rumah tinggal sebaiknya dibuat renggang atau berongga (kesan transparan) agar sirkulasi udara ke dalam rumah tinggal tetap baik. Pagar merupakan elemen penting bagi sebuah rumah baik secara fungsional maupun estetika. Tanaman merupakan salah satu elemen pembentuk pagar, sehingga dapat menjadi alternatif pagar sebuah bangunan. Disamping itu tanaman memiliki fungsi yang beragam seperti menambah 94 keindahan sebuah bangunan, juga sebagai penahan atau penghalang terhadap debu, polusi dan radiasi sinar matahari. Saat ini, aspek green terhadap pagar dan tembok pembatas sudah umum diterapkan (gambar 8). Penggunaan komponen tanaman untuk pagar dapat menjadi salah satu langkah untuk menekan penggunaan material keras untuk fungsi pagar sekaligus berfungsi membantu ameliorasi iklim. Menurut Werdiningsih (2007), tanaman-tanaman yang memenuhi kriteria untuk dapat digunakan atau dikombinasikan dengan variabel pagar dan tembok pembatas (green fence), adalah sebagai berikut: 1. Tahan terhadap perubahan cuaca 2. Bersifat tahunan 3. Tidak mudah menggugurkan daun 4. Tidak disukai hewan herbivora 5. Mudah dirawat dan bukan tanaman produktif 6. Bentuk dan ukurannya proposional dengan luas pekarangan serta kondisi lingkungan Alternatif Tanaman-tanaman yang dapat digunakan sebagai green fence adalah sebagai berikut: 1. Semak dan Perdu Perdu tinggi di antaranya Teh-tehan (Duranta repens), Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis), Soka (Ixora hybrida), Kaca piring (Gardenia jasminoides), Kemuning (Muraya paniculata). Sementara tanaman perdu rendah misalnya Pacar air (Impatiens sp.), Mawar (Rosa sp.), Bayambayaman (Coleus sp.), Asparagus, Anggrek tanah (Sphatoglottis plicata). Tanaman pagar berumpun misalnya Lidah mertua (Sanseviera trifasciata), Bawang-bawang, Lili paris (Clorophytum comosum), dan Brojo lintang (Belamcanda chinensis). 2. Tanaman Rambat Jenis tanaman yang bersifat merambat sendiri, misalnya Stefanot, Passiflora, Mucuna (flama of Irian), Pseudocayma, Costus maroon, dan Thunbergia. Sementara tanaman perdu yang perlu dirambatkan, misalnya Bugenvil, Pyrostegia, dan Alamanda. 3. Bambu – Bambuan Jenis bambu hias yang dapat dijadikan pagar tanaman, di antaranya Bambu jepang (Arandinaria japonica) dan Bambu kuning. 95 4. Kaktus Beberapa jenis kaktus yang cocok ditanam sebagai tanaman pagar di antaranya Astrophytum asterias, Ferocactus herrerae, dan Acanthocalycium violaceum. Gambar 8. Ilustrasi desain pagar hijau Visualisasi Konsep Hemat Energi Konsep kriteria yang telah tersusun kemudian dikombinasikan menjadi skenario-skenario model konsep hemat energi. Skenario tersebut kemudian digunakan dalam proses visualisasi dari konsep tertulis menjadi sebuah media gambar 3 Dimensi berbantu komputer. Dari kriteria yang disusun sehingga muncul skenario tersebut sebenarnya memiliki ribuan peluang terjadinya skenario kombinasi model. Untuk mempermudah memahami konsep yang telah disusun ditetapkan 3 skenario model untuk divisualisasikan, yaitu: konsep skenario model hemat energi tingkat terendah, sedang dan tertinggi. Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Terrendah Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor rendah masuk dalam klasifikasi klas hemat energi rendah. Hal ini disebabkan oleh tanaman sebagai komponen prioritas dalam konsep pertama ini, dengan bobot yang mendominasi tidak dapat optimum dalam penghematan energi. Secara umum, hal tersebut di duga karena kriteria tanaman yang rendah tidak dapat membantu dalam memodifikasi iklim dengan optimum. Proteksi terhadap iklim oleh tanaman perdu, tidak dapat menjangkau keseluruh bagian rumah tinggal, ditambah persyaratan kriteria komponen dan variabel lain pun rendah rendah. 96 Dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout model rumah tinggal yang dipersempit luasan lahannya dari 120 m 2 menjadi ± 80 m 2 guna mendapatkan model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 60:40. Dengan perbandingan atau aturan mengenai intensitas tutupan lahan yang umum di Indonesia dari Gambar 9, pada layout rumah tinggal hanya tersisa sedikit ruang terbuka. Keterbatasan lahan tersebut menyebabkan kemungkinan peletakan tanaman utamanya pohon pelindung yang sesuai kriteria ideal tidak dapat tertampung. Dengan luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah tanaman perdu beserta strata tanaman lebih rendah. Pada model ini, tidak terdapat komponen air (water features) yang dapat digunakan sebagai stabilitator suhu. Dari segi orientasi bangunan, model rumah tinggal ini façade utamanya menghadap barat. Dari penjelasan sebelumnya dan hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ruang yang menghadap kearah Barat mendapatkan suhu ruang yang tertinggi. Hal tersebut dikarenakan rumah dengan orientasi Barat mendapat paparan langsung selama ± tiga jam setelah tengah hari dan mengalami panas sinar matahari puncak ± pukul 14.00 WIB. Jadi radiasi panas matahari dan suhu berakumulasi melalui proses konduksi dan konveksi ke dalam bangunan. Untuk menanggulangi masalah tersebut seharusnya ada elemen penahan (barier) dalam hal ini tanaman dengan kriteria yang memadai. Pada model pertama, tanaman yang digunakan adalah tanaman perdu yang diilustrasikan dengan Kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) yang dapat dilihat pada Gambar 10. Tanaman perdu dinilai masih belum dapat menangkal radiasi matahari dengan optimum untuk tujuan ameliorasi iklim. Dari segi pembayangan matahari, tanaman perdu tidak dapat membayangi façade rumah secara keseluruhan, sehingga sinar matahari masih dapat mengenai bangunan. Hal tersebut diperkuat oleh Sitawati (1994) yang menyatakan bahwa tanaman dengan strata yang lebih rendah dari pada pohon, dalam hal ini tanaman semak yang diletakkan didekat dinding sebelah barat kurang optimal menurunkan suhu bila tanpa penanaman pohon yang dapat menurunkan suhu hingga 3,14 ºC. Sistem utilitas terbatas pada pemodelan grafis ini terkait dengan perilaku bijak terhadap pengelolaan sumberdaya pada tapak seperti air bersih, limbah rumah tangga dan sampah dimodelkan secara minimum. Ilustrasinya terdapat pada Gambar 10, dimana perilaku ramah lingkungan dilustrasikan dengan menggunakan pemilahan sampah dan menggunakan septicktank vietnam. 97 Komponen desain taman dan rumah tinggal lain yang kurang mendukung adalah komponen bangunan. Variabel utama dari komponen bangunan, yaitu bukaan dari model ini relatif kecil, dinding serta penutup atap dengan kriteria desain yang rendah salah satunya dari segi warna yang gelap menjadi potensi penyerapan panas kedalam bangunan (Gambar 11). Terdapat kriteria yang tidak tampak dari model isometri yang tersaji pada Gambar 11, yaitu aspek insulasi atap bangunan, karena aspek tersebut signifikan terhadap meredam panas ke dalam ruang. Pada model rumah tinggal ini, di ilustrasikan tidak menggunakan insulasi atap dan tanpa plafon, yang dapat dilihat pada Gambar 12 berupa gambar aksonometri 3D. Komponen perkerasan (non bangunan), dalam ilustrasi gambar 11 dapat terlihat variabel perkerasan (pavement) yang menggunakan material perkerasan interblok 16-6. Pada bagian site structure, dilustrasikan menggunakan desain pagar yang masif. Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Sedang Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor sedang masuk dalam klasifikasi klas hemat energi sedang. Secara umum, diduga kriteria tanaman berskor 2 (sedang) dan kriteria komponen dan variabel lain, dinilai cukup dapat membantu dalam memodifikasi iklim. Dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout model rumah tinggal yang dipersempit luasan lahannya dari 120 m 2 menjadi ± 96 m2 guna mendapatkan model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 50:50. Gambar 9, pada layout rumah terdapat sedikit ruang terbuka. Dari Keterbatasan lahan tersebut menyebabkan kemungkinan peletakan tanaman utamanya pohon pelindung yang sesuai kriteria ideal masih belum dapat tertampung. Dengan luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah tanaman pohon kecil beserta strata tanaman lain yang lebih rendah. Pada model ini, sudah terdapat komponen air (water features) yang dapat digunakan sebagai stabilitator suhu yang diilustrasikan dengan variabel air statis (kolam). Dari segi orientasi bangunan, model rumah tinggal ini façade utamanya menghadap Timur. Dari penjelasan sebelumnya dan hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ruang yang menghadap kearah Timur masih mendapatkan suhu ruang yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan rumah dengan orientasi Timur mendapat paparan langsung radiasi matahari pada 98 waktu menjelang terik hingga sebelum tengah hari dan mengalami panas sinar matahari puncak ± pukul 11.00 WIB. Jadi radiasi panas matahari dan suhu berakumulasi melalui proses konduksi dan konveksi ke dalam bangunan. Untuk menanggulangi masalah tersebut seharusnya ada elemen penahan (barier) dalam hal ini tanaman dengan kriteria yang memadai. Pada model kedua ini, tanaman yang digunakan adalah tanaman pohon kecil yang diilustrasikan dengan Pohon Sirsak (Annona muricata) yang dapat dilihat pada Gambar 10. Tanaman pohon kecil dinilai sudah mulai dapat menangkal radiasi matahari dengan optimum untuk tujuan ameliorasi iklim. Tanaman yang digunakan merupakan jenis kategori tanaman pohon kecil dengan jumlah tanaman dua buah dengan peletakan pada halaman depan dan belakang sesuai dengan orientasi bangunan rumah tinggal model, yaitu orientasi timur-barat. Maka, dengan dimensi fisik dan kondisi kerapatan tajuk yang dimilikinya tanaman kategori pohon kecil tersebut sudah dapat melindungi bagian façade (tampak) rumah tinggal yang terpapar langsung oleh sinar matahari. Reed (2010) menyatakan, sebuah pohon setinggi 6 m akan membuat bayangan dengan panjang sekitar 9 m. Jika pohon tersebut tumbuh ± 6 m dari rumah, bayangannya sepanjang 9 m akan menyentuh dinding luar sebuah rumah berlantai satu. Sistem utilitas terbatas pada pemodelan grafis ini terkait dengan perilaku bijak terhadap pengelolaan sumberdaya pada tapak seperti air bersih, limbah rumah tangga dan sampah dimodelkan secara parsial. Ilustrasinya terdapat pada Gambar 10, dimana perilaku ramah lingkungan dilustrasikan dengan menggunakan pemilahan sampah, pengolahan sampah secara sederhana sekaligus konservasi air tanah menggunakan lubang resapan biopori, upaya konservasi air hujan menggunakan rain barrel , bijak mengelola greywater dan menggunakan teknologi pengolahan air tinja ramah lingkungan, salah satunya septicktank vietnam. Komponen desain taman dan rumah tinggal lain yang sudah relatif mendukung terhadap tujuan penghematan energi adalah komponen bangunan. Variabel utama dari komponen bangunan, yaitu bukaan dari model ini sudah lebih lebar menggunakan prasyarat kenyamanan, dinding serta penutup atap dengan kriteria desain yang sedang salah satunya dari segi warna yang agak gelap masih menjadi potensi penyerapan panas ke dalam bangunan (Gambar 11). Terdapat kriteria yang tidak tampak dari model isometri yang tersaji pada 99 Gambar 11, yaitu aspek insulasi atap bangunan dan plafon, karena aspek tersebut signifikan terhadap meredam panas ke dalam ruang. Pada model rumah tinggal ini, di ilustrasikan sudah menggunakan insulasi atap dan plafon, yang dapat dilihat pada Gambar 12 berupa gambar aksonometri 3D. Komponen perkerasan (non bangunan), dalam ilustrasi Gambar 11 dapat terlihat variabel perkerasan (pavement) yang menggunakan material perkerasan interblok 4-6. Pada bagian site structure, dilustrasikan menggunakan desain pagar yang relatif renggang berongga. Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Tertinggi Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor tinggi masuk dalam klasifikasi klas hemat energi tinggi. Secara umum, diduga komponen tanaman sebagai komponen prioritas dengan bobot yang mendominasi dan nilai kriteria komponen lain yang bernilai optimum, menyebabkan pencapaian penghematan energi yang maksimum. Komponen tapak, dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout model rumah tinggal dengan luasan lahannya dari 120 m 2 guna mendapatkan model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 40:60. Dari Gambar 9, pada layout rumah terdapat ruang terbuka yang cukup luas. Dari kategori perbandingan intensitas tutupan lahan, proporsi tersebut masuk dalam kategori rumah renggang. Ruang terbuka yang cukup luas untuk penghijauan memungkinkan peletakan tanaman utamanya pohon pelindung yang sesuai kriteria ideal. Dengan luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah tanaman pohon sedang dan dapat dilengkapi dengan strata tanaman lain yang lebih rendah. Pada model ini, sudah terdapat komponen air (water features) yang dapat digunakan sebagai stabilitator suhu yang dilustrasikan dengan variabel air mancur (jets). Dari segi orientasi bangunan, model rumah tinggal ini façade utamanya menghadap Selatan. Dari penjelasan sebelumnya dan hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ruang yang menghadap kearah Selatan mendapatkan suhu ruang yang paling rendah. Hal tersebut dikarenakan rumah dengan orientasi Selatan tidak mendapat paparan langsung matahari, namun hanya mendapat cahaya atau terang langitnya. radiasi Bangunan rumah tinggal akan terpapar radiasi matahari langsung pada tengah hari, walaupun semua orientasi juga merasakannya. Walaupun tidak terpapar 100 langsung oleh sinar matahari, keberadaan komponen tanaman untuk membentuk ameliorasi iklim tetap diperlukan. Hal tersebut dikarenakan suhu yang relatif tinggi tetap dapat merambat melalui konduksi dan konveksi ke dalam bangunan. Mekanisme evapotranspirasi oleh pohon membuat suhu menjadi lebih rendah dan nyaman. Reed (2010) menyatakan, pohon setinggi 12 m yang tumbuh 6 m dari rumah akan meneduhkan seluruh permukaan tinggi dinding rumah. Dua atau tiga pohon yang tumbuh bersama-sama dapat menaungi sebagian besar lebar dinding rumah tinggal. Pada model kedua ini, tanaman yang digunakan adalah tanaman pohon sedang yang diilustrasikan dengan pohon Tanjung (Mimusops elengi) yang dapat dilihat pada Gambar 10. Sistem utilitas terbatas pada pemodelan grafis ini terkait dengan perilaku bijak terhadap pengelolaan sumberdaya pada tapak seperti air bersih, limbah rumah tangga dan sampah dimodelkan secara lebih lengkap. Ilustrasinya terdapat pada Gambar 10, dimana perilaku ramah lingkungan dilustrasikan dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Menerapkan konsep reduce, reuse, recycle : a. Pemilahan sampah organik dan anorganik b. Sampah anorganik dapat digunakan kembali (reuse). c. Sampah organik diolah menjadi pupuk (recycling), Menggunakan teknologi lubang resapan biopori. 4. Menampung air hujan---rain barrel 5. Air hujan dikembalikan ke tanah --- sumur resapan 6. Grey water disalurkan lewat selokan terbuka 7. Blackwater menggunakan septicktank vietnam Komponen desain taman dan rumah tinggal lain yang dinilai sudah mendukung terhadap penghematan energi adalah komponen bangunan. Variabel utama dari komponen bangunan, yaitu bukaan dari model ini sudah lebar, yaitu dengan menggunakan prasyarat dimensi untuk pendinginan (cooling ventilation), dinding serta penutup atap dengan kriteria desain tinggi salah satunya dari segi warna terang relatif memantulkan panas (Gambar 11). Terdapat kriteria yang tidak tampak dari model isometri yang tersaji pada Gambar 11, yaitu aspek insulasi atap bangunan dan plafon, karena aspek tersebut signifikan terhadap meredam panas ke dalam ruang. Pada model rumah tinggal ini, di ilustrasikan sudah menggunakan insulasi atap dan plafon, yang dapat dilihat pada Gambar 12 berupa gambar aksonometri 3D. 101 Komponen perkerasan (non bangunan), dalam ilustrasi Gambar 11 dapat terlihat variabel perkerasan (pavement) yang menggunakan material perkerasan grassblock yang masih memungkinkan rumput hidup untuk mengelimir panas yang ditimbulkan oleh perkerasan dan memungkinkan infiltrasi air tanah tetap berlangsung baik. Pada bagian site structure, dilustrasikan menggunakan desain pagar yang renggang berongga. Konsep hemat energi pada pemodelan grafis yang ketiga ini serupa dengan hasil temuan Parker (1983), yang menyatakan penghematan konsumsi energi akan lebih optimum hingga 50% untuk pendinginan pada tipe rumah tinggal yang lebih dilengkapi dengan insulasi pada plafon, lantai dan temboknya dan dinaungi oleh konsep desain lanskap yang presisi (precision landscaping). 102 Gambar 9. Visualisasi desain konsep taman dan rumah hemat energi (2D) 103 Gambar 10. Konsep eksterior taman dan rumah tinggal hemat energi 104 Gambar 11. Model isometri taman dan rumah tinggal hemat energi 105 Gambar 12. Model aksonometri taman dan rumah tinggal hemat energi