POPULARITAS HIJAB STYLE H ijab style mulai dikenal di kalangan muslimah Indonesia sejak kemunculan Hijabers Community yang berdiri pada 27 November 2010. Komunitas ini didirikan oleh 30 perempuan dari berbagai latar belakang profesi. Menurut Tsurayya, salah satu pendiri Hijabers Community, tiga puluh perempuan ini memiliki hobi dan kecenderungan yang sama dalam desain dan fashion muslimah. Komunitas ini diketuai oleh Jenahara Nasution, perancang busana pakaian yang namanya mencuat seiring populernya wacana hijab style. Gambar 1 Hijabers Community (sumber: wolipop.detik.com) Hijabers Community mendeskripsikan komunitasnya dalam laman resmi mereka sebagai berikut, Sekitar 30 perempuan dari berbagai latar belakang 10 dan profesi berkumpul untuk berbagi visi mereka untuk membentuk sebuah komunitas yang insyaAllah akan mengakomodasi kegiatan yang terkait dengan jilbab dan muslimah. Dari fashion menuju studi Islam, dari hijab style ke belajar Islam, apa pun yang akan membuat kita menjadi muslimah yang lebih baik insyaAllah. Diharapkan melalui komunitas ini, setiap muslimah bisa bertemu teman baru, saling mengenal satu sama lain dan belajar dari satu sama lain (www.hijaberscommunity. blogspot.com). Pernyataan “Dari fashion menuju studi Islam, dari hijab style ke belajar Islam,” menggambarkan bahwa Hijabers Community mengajak masyarakat mempelajari Islam melalui pendekatan fashion. Para muslimah diajak menggunakan gaya jilbab yang bertajuk hijab style baru setelah itu belajar mengetahui makna hijab sebenarnya dalam Islam. Sampai September 2012, Hijabers Community sudah tersebar di berbagai kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Lombok, Makassar, Palu, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Gambar 2 Persebaran Hijab Style di Indonesia (sumber: dokumen pribadi) 11 Pontianak, Medan, Pelembang, Medan, Banda Aceh, dan Pekanbaru. Dian Pelangi, pendiri Hijabers Community berkata, “Ya, setelah berjalan hampir kurang lebih satu tahun berkeliling Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand, saya telah merangkum dengan basmalah semua yang menginspirasi saya,” (Pelangi, 2013: 10). Inspirasi yang dimaksud adalah gaya busana hijabers—penggun hijab style—dari kota-kota besar di Indonesia dan juga mancanegara. Hal ini juga menjelasakan seberapa jauh perkembangan ideologi hijab style di kalangan muslimah. Dalam buku Hijab Street Style, Dian Pelangi mengungkapkan, “Mereka berkomitmen membuktikan cintanya kepada Allah dengan menutup aurat, mengombinasikannya dengan perkembangan tren di dunia. Lumrah bagi wanita ingin terlihat cantik, dengan niat menginspirasi sesama dan tampil cantik di depan suaminya dan pasti karena Allah SWT karena Allah SWT mencintai keindahan, bukan?” (2012: 11). Dengan kata lain, hijab style mengakomodasi muslimah yang berjilbab tetap terlihat cantik dan sesuai dengan tren fashion dunia. Wacana hijab style juga mulai populer bersamaan dengan kemunculan buku-buku panduan menggunakan jilbab yang mayoritas bertajuk “Hijab Style Tutorial”. Kemunculan buku-buku tentang hijab style tutorial ini mendapat respons yang sangat tinggi dari para muslimah. 12 Muslimah yang sudah berjilbab beramai-ramai beralih mode dari jilbab biasa menuju hijab style. Muslimah yang belum berhijab banyak yang mulai tertarik untuk berhijab. Pada bagian ini, hijab style menjadi kabar baik bagi dunia menutup aurat di Indonesia. Gambar 3 Buku-Buku Tutorial Hijab (sumber: dokumen pribadi) Kata hijab yang dahulu asing, lebih populer kemudian. Jilbab menjadi istilah kedua dalam dunia muslimah Indonesia saat ini. Penampilan stylish yang pada awalnya dianggap aneh, kini menjadi gaya mayoritas. Ini menjadi salah satu bukti bagaimana mitos hijab style meruntuhkan mitos jilbab yang sudah menjadi stigma di kalangan muslimah. Rasa rendah diri yang ditimbulkan jilbab menguap tanpa 13 disadari. Kepercayaan diri muslimah naik seketika dengan menggunakan hijab style. Hijab dan Jilbab pada Awalnya Membedah hijab dan jilbab tidak akan lepas dari penelusuran segi definisi. Walaupun sering ditemukan dalam buku pembahas hijab dan jilbab yang sedang marak, bagian ini tetap takdapat dilewatkan. Secara syariat, hijab merupakan pakaian yang diwajibkan bagi perempuan muslim. Perintah berhijab tertulis dalam beberapa ayat Al Quran. “Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), maka mintalah dari belakang hijab. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” (Al Ahzab [33]: 53). Menurut Syuqqah, ihtijab atau berhijab diartikan sebagai cara menghalangi isteri-isteri nabi dari bertemu laki-laki lain tanpa tirai pembatas, dan menjauhkan mereka secara sempurna dari pandangan laki-laki. Hijab memiliki dua bentuk. Pertama, hijab bentuk asli di dalam rumah, yaitu tirai yang digunakan sebagai penghalang apabila berbicara dengan laki-laki yang bukan mahram. Kedua, hijab sebagai pakaian yang menutup sempurna seluruh tubuh termasuk wajah (Syuqqah, 1997: 45). Berdasarkan 14 pendapat ini, pakaian yang digunakan oleh istri-istri nabi dikenal juga dengan istilah burqa. Burqa berasal dari kata bahasa Arab, al burqa, yang berarti berguk, cadar, selubung muka (Munawwir, 1997: 78). Awalnya, burqa khusus digunakan oleh istri-istri nabi. Pada perkembangannya, banyak mulimah di penjuru dunia yang menggunakannya. Perintah berjilbab sampai pada muslimah juga berdasarkan ayat Al Quran berikut, “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS Al-Ahzab [33]: 59). Dalam hadis juga disebutkan tentang kemuliaan seorang perempuan yang berhijab. Shafiyyah binti Syaibah berkata, ketika kami berada ber­ sama Aisyah, Shafiyyah menyebut-nyebut tentang wanita Quraisy dan keutamaan mereka. Maka Aisyah berkata, “Sesungguhnya wanita Quraisy memiliki keutamaan, dan sesungguhnya, demi Allah, aku tidak melihat yang me­ lebihi wanita Anshar dalam membe­narkan kitabullah dan beriman dengan wahyu, telah diturun­kan surat An-Nuur ‘Dan hen­ daklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,’(QS An Nuur [24]: 31). 15 Maka kaum lelaki pergi mene­ mui mereka untuk mem­­bacakan apa yang telah Allah turunkan kepada mereka. Se­ seorang membacakan ke­ pada istri, anak perempuan, saudari, dan kerabat de­katnya, sehing­ga tak seorang wanita pun ke­cuali berdiri dengan berkeru­ dung selimut untuk menutupi kepala dan wajahnya, sebagai bentuk pembenaran dan mengimani perintah Allah da­ lam ki­ tabNya. Di pagi hari­­nya, mereka berada di be­lakang Rasulullah SAW dengan me­nutup kepala mereka seolah-olah ada burung gagak di atas kepala mereka” (HR Abu Dawud). Hadis ini menjelaskan bahwa awalnya hijab yang digunakan muslimah ber­warna hitam atau ber­warna gelap. Menurut Muhammad Ali, jilbab ialah sejenis baju kurung yang lebarnya dapat menutup kepala, wajah, dada, dan seluruh tubuh. Pendapat ini didasarkan pada keterangan Ibnu Abbas dalam kitab At-Tabari bahwa Allah SWT memerintah perempuan-perempuan beriman 16 supaya menutup wajah mereka dari atas kepala mereka dan mengeluarkan sebiji mata saja (2002: 26). Pendapat ini menyiratkan bahwa cadar adalah bagian yang tidak terpisahkan dari jilbab. Tidak hanya diwajibkan bagi istriistri nabi, perempuan mukmin pun mendapatkan kewajiban menutup wajah dengan cadar. Namun, dalam sebuah hadis dari Aisyah RA dinyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya)” (HR Abu Dawud). Perempuan muslim dapat menggunakan jilbab yang menutup seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan. Menutup aurat menggunakan hijab atau jilbab ini wajib hukumnya berdasarkan ayat Al Quran berikut, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan wanita mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS Al-Ahzab [33]: 36). Apabila sebuah aturan sudah ditetapkan dalam Al Quran dan disampaikan penjelasan praktiknya dalam hadis, tidak layak bagi seorang muslim atau muslimah untuk menolaknya. Ulama fikih empat mazhab sepakat tentang kewajiban berhijab bagi muslimah. Yang menjadi perbedaan 17 adalah batasan aurat yang harus ditutupi. Menurut mazhab Ahmad bin Hambal, seluruh tubuh wanita merupakan aurat di hadapan pria asing, bahkan termasuk kukunya. Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanafiyah aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh mereka, kecuali wajah dan dua telapak tangan. Secara sosial, menurut Ibnu Taimiyah, hijab adalah pakaian yang digunakan khusus oleh perempuan merdeka, bukan budak, sebagai aturan bagi kaum mukmin pada zaman Nabi SAW. Wanita merdeka harus berhijab dan budak boleh menampakkan sebagian tubuhnya (Syuqqah, 1997: 32). Dengan kata lain, hijab secara sosial digunakan oleh kalangan menengah atas. Perempuan budak yang setara dengan kelas sosial bawah tidak diwajibkan menggunakan hijab pada saat itu. Namun, saat ini perbudakan sudah tidak terjadi. Oleh sebab itu, jilbab menjadi pakaian wajib bagi seluruh muslimah yang sudah balig tanpa terkecuali. Dalam ajaran Islam, penggunaan hijab memiliki kriteria tertentu. Ada beberapa aturan yang ditetapkan agar hijab dapat menutup tubuh dengan sempurna. Namun, Islam tidak merombak tradisi dalam berpakaian, ia memasukkan unsur keseimbangan saja. Beberapa hal yang harus dipenuhi dalam aturan berhijab yaitu, menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, menutup dada, tidak ketat, tidak tipis, dan tidak menyerupai pakaian lakilaki (Syuqqah, 1997: 37). 18