BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Setiap pengalaman menyenangkan maupun tidak menyenangkan yang dialami oleh individu akan menjadi bagian terpenting dalam kehidupannya. Pengalaman-pengalaman tersebut dapat mempengaruhi cara individu dalam memandang dirinya sendiri dan dapat membentuk sebuah penilaian terhadap dirinya. Konsep diri menjadi penting karena akan mempengaruhi remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan Remaja yang memiliki konsep diri positif akan tampil lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi. Sebaliknya remaja yang mengembangkan konsep diri negatif, mempunyai kesulitan dalam menerima dirinya sendiri, sering menolak dirinya serta sulit bagi mereka untuk melakukan penyesuaian diri yang baik. Melalui konsep diri yang positif akan membantu remaja dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dan sebaliknya remaja yang mempunyai konsep diri yang negatif akan kesulitan dalam menyelesaikan masalahnya (Montana, 2001). Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah konsep memiliki arti gambaran, proses atau hal-hal yang digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu. Istilah diri berarti bagian-bagian dari individu yang terpisah dari yang lain. Konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri atau penilaian terhadap dirinya sendiri (KBBI, 2008). 1 Konsep diri merupakan hal penting karena dengan konsep diri akan membantu individu untuk mengenali dirinya baik itu dari sisi positif dan negatif, serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya. Dengan kata lain, konsep diri yang tepat merupakan alat kontrol positif bagi sikap dan perilaku seseorang (Harian Suara Merdeka, 2002). konsep diri memiliki tiga komponen utama, yaitu komponen perseptual yaitu image seseorang mengenai penampilan fisiknya dan kesan yang ditampilkan pada orang lain, komponen ini sering disebut physical self concept. Kedua, komponen konseptual yaitu konsepsi seseorang mengenai karakteristik khusus yang dimiliki, baik kemampuan dan ketidakmampuannya, latar belakang serta masa depannya. Komponen ini sering disebut psycological self concept, yang tersusun dari beberapa kualitas penyesuaian diri, seperti kejujuran, percaya diri, kemandirian, pendirian yang teguh dan kebalikannya dari sifat-sifat tersebut. Ketiga, komponen sikap yaitu perasaan seseorang tentang diri sendiri, sikap terhadap statusnya sekarang dan prospeknya di masa depan, sikap terhadap harga diri dan pandangan diri yang dimilikinya (Hurlock, 1980). Semenjak konsep diri terbentuk, seseorang akan berperilaku sesuai dengan konsep dirinya tersebut. Apabila perilaku seseorang tidak konsisten dengan konsep dirinya, maka akan muncul perasaan tidak nyaman dalam dirinya. Sehingga pandangan seseorang terhadap dirinya akan menentukan tindakan yang diperbuat (Arini, 2006). Selain faktor dari diri sendiri, seseorang juga dipengaruhi oleh fakor lingkungan. Ada berbagai cara untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. 2 Cara menyesuaikan diri yang paling mudah adalah dengan berperilaku mengikuti nilai dan aturan yang berlaku di lingkungan sekitarnya. Bertindak sesuai nilai dan aturan kelompok, entah sesuai dengan nilai pribadi ataupun tidak, supaya diterima oleh kelompok, hal tersebut disebut sebagai konformitas (Levianti, 2008). Wade dan Tavris (2007) menjelaskan bahwa satu hal yang seseorang lakukan ketika berada dalam sebuah kelompok adalah konform, yaitu melakukan tindakan atau mengadopsi sikap sebagai hasil dari adanya tekanan kelompok yang nyata maupun yang persepsikan. Individu yang mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih banyak tergantung pada peraturan didalam kelompoknya, sehingga individu cenderung mengatribusikan setiap aktivitasnya sebagai usaha kelompok, bukan usahanya sendiri. Dapat dilihati seperti fenomena yang penulis sebutkan tadi. Dalam suatu kelompok, remaja itu sangat berpengaruh terhadap lingkungan itu sendiri. Konformitas dapat dipahami sebagai sebuah upaya yang dilakukan individu supaya diterima oleh orang lain, dengan cara menyerahkan diri dan menjadi apapun sebagaimana keinginan orang lain, termasuk mengubah keyakinan dan perilakunya serupa dengan orang lain, sekalipun sebenarnya berbeda (Levianti, 2008). Mengkomunikasikan identitas diri menggunakan medium Tren adalah hal umum yang dilakukan oleh banyak orang. Salah satu pilihan Tren tersebut adalah hijab. Penutup kepala ini telah berkembang menjadi suatu identitas sosial bagi pemakainya. Saat ini hijab memiliki banyak varian, corak dan model. Tren 3 berhijab di Indonesia telah dimulai sejak beberapa artis ibukota memilih untuk memakai hijab sebagai pakaian sehari-hari mereka (Budiono, 2013). Hijab adalah busana muslimah, yaitu suatu pakaian yang tidak ketat atau longgar dengan ukuran yang lebih besar yang menutup seluruh tubuh perempuan, kecuali muka dan kedua telapak telapak tangan sampai pergelangan tangan. Pakaian tersebut dapat berupa baju luar semacam mantel yang dipakai untuk menutupi pakaian dalam (Sutriretna, 1997) Konsep hijab sebenarnya bukanlah milik Islam, jauh sebelum zaman Nabi saw, tradisi berkerudung sudah ada dan menjadi tradisi berbusana santun di kalangan perempuan-perempuan yang hidup jauh sebelum kelahiran Nabi saw. Tradisi penggunaan hijab dalam Islam berbeda dengan tradisi Yahudi dan Nasrani. Dalam Islam, tradisi penggunaan hijab tidak ada keterkaitan sama sekali dengan kutukan atau menstruasi. Dalam Islam, hijab dan menstruasi pada perempuan mempunyai konteksnya sendiri. Penggunaan hijab lebih dekat pada etika dan estetika daripada kepersoalan substansi ajaran. Perintah penggunaan hijab dalam Islam di dasarkan pada dua ayat dalam Al-Qur’an yaitu QS. AlAhzab/33:59 dan QS.An Nur/24:31.27. Konsep hijab terdiri dari tiga dimensi: (1) Visual: bersembunyi (2) Tempat: memisahkan (3) Etika yang terkait masalah larangan. Dari berbagai uraian di atas dapat di ketahui bahwa hijab mempunyai hubungan dengan pendidikan akhlak. Hijab (jilbab) menyiapkan kondisi psikologis untuk memerangi pengaruh prilaku-prilaku yang menyeret kepada penyimpangan di luar diri, dan mendatangkan imunisasi di dalam diri pada pria dan wanita untuk 4 melawan prilaku-prilaku yang menyimpang. Hijab bukanlah masalah individual saja ,tetapi menyangkut masalah sosial, sebab setiap hal yang dengan sendirinya dapat menjaga individu dari keadaan terperosok dan penyimpangan, maka ia juga dapat menjaga masyarakat (Mernisi, 1999). Berdasarkan mode banyak sekali remaja yang memakai hijab terlihat bagian dada mereka, dimana yang seharusnya memakai hijab yang benar adalah yang menutup bagian dada mereka. Tetapi yang terjadi sekarang-sekarang ini banyak sekali bermunculan seperti itu, dan ada pula yang memperlihatkan bentuk leher mereka, dapat dilihat disini bahwa konsep diri mereka sesuai dengan fenomena yang ada yaitu konsep diri yang negatif, dan mereka memakai mode hijab seperti itu karena pengaruh teman-teman kelompok mereka ataupun melihat gaya-gaya yang sedang trend di masyarakat. Selera pakaian wanita dari tahun ke tahun, memang biasanya tergantung trend yang ada. Mulai Tahun 2012 hingga saat ini, hijab menjadi fenomena. Memang dalam syariat Islam sendiri seorang wanita dewasa diwajibkan oleh Syariat untuk menutup aurat. Selain pengaruh trend, faktor sosial juga bisa dilihat dari mereka yang tertarik memakai hijab setelah melihat lingkungan sekitar mereka, yaitu teman sepergaulan dan keluarga yang memakai hijab. Dari faktor sosial inilah akhirnya muncul keinginan dari mereka untuk menunjukkan identitas diri mereka sebagai seorang wanita muslim dengan cara memakai hijab. Selain itu, pengaruh faktor budaya juga bisa dilihat dari salah satu informan yang memakai jilbab sejak kecil, karena ia selalu bersekolah di sekolah Islam. Kebiasaannya memakai hijab sejak kecil dan budaya di sekolahnya yang mengharuskan setiap siswi untuk memakai 5 hijab adalah hal yang membentuk identitas dirinya sebagai wanita muslim (Budiono, 2013). Sebagai bagian dari tren, hijab selain berfungsi sebagai penanda identitas diri seorang muslim, juga menjadi bagian dari ekspresi diri dalam berbusana. Ekspresi tersebut terlihat dari pilihan jenis jilbab yang dipakai oleh setiap wanita muslim. Hijab modifikasi yang sedang menjadi tren saat ini, sejatinya juga menggambarkan ekspresi diri para pemakainya. Warna, corak dan bentuk dari jilbab modifikasi yang dipakai oleh para wanita muslim tersebut, bisa menunjukkan perasaan atau isi hati si pemakai (Budiono, 2013). Fenomena hijab yang semakin marak dipengaruhi karena remaja melihat teman di lingkungan sekitarnya yang menggunakan hijab modern sebagai suatu style baru agar tidak ketinggalan zaman dan tetap mengikuti trend yang ada. Namun semua itu tergantung bagaimana remaja itu sendiri menanggapi hijab seperti apa sesuai dengan konsep diri yang ada dalam diri remaja. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pratiwi (2009) tentang Konsep Diri Dan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja dan hasilnya yaitu saling berhubungan antara Konsep Diri Dan Konformitas dengan Perilaku Merokok. Dan dalam penelitian Andriani (2013) mengenai Konsep Diri Dengan Konformitas Pada Komunitas Hijabers bahwa seseorang yang memiliki konsep diri negatif maka positif untuk melakukan konformitas. Penelitian ini dikombinasikan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini variabel yang digunakan yaitu konsep diri dan konformitas. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian 6 dalam bentuk skripsi dengan judul: “Pengaruh Konformitas Terhadap Konsep Diri Pengguna Trend Hijab Pada Remaja”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan diatas, dapat dirumuskan sebagai berikut : Adakah pengaruh antara konformitas terhadap konsep diri pengguna trend hijab pada remaja? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara konformitas terhadap konsep diri pengguna trend hijab pada remaja. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk kajian penelitian yang akan datang berkaitan dengan variabel konformitas dan konsep diri. Dan memberikan hal yang positif terhadap kemajuan sosialisasi di masyarakat khususnya pengguna hijab. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan membuat pandangan baru bagi mahasiswa dan masyarakat mengenai pentingnya konsep diri yang baik sehingga dapat melatih kepercayaan diri khususnya dalam menggunakan hijab. 7