Jurnal Kebidanan 07 (01) 1-114 Jurnal Kebidanan http : //www. journal.stikeseub.ac.id PENGARUH ASSERTIVE MENGEKSPRESIKAN TRAINING MARAH TERHADAP PASIEN KEMAMPUAN SKIZOFRENIA DENGAN RIWAYAT PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT GRHASIA DIY Suyanta1) , Dwi Ari Murti W 2) 1) 2) Poltekkes Kemenkes Semarang E-mail: [email protected] ABSTRAK Perilaku kekerasan adalah tidak kemampuan mengekspresikan marah secara asertif, salah satu terapi untuk meningatkan kemampuan mengekpresikan marah secara asertif adalah dengan Assertiveness Training. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Assertiveness Training terhadap kemampuan marah secara asertif pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY. Responden dalam penelitian adalah pasien dengan riwayat perilaku kekerasan sebanyak 46 pasien. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi dengan pendekatan pre poset tes menggunakan kelompok kontrol dengan teknik sampling proposif. Intrumen penelitian berupa SOP terapi Assertiveness Training dan instrumen kemampuan mengekspresikan kemampuan marah dengan menggunakan lembar observasi yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji statistik yang digunakan uji Wilcoxson pada kelompok berpasangan dan uji Mann-Whitney pada kelompok tidak berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mengekspresikan marah secara asertif dari pre post test kelompok perlakuan melalui uji wilcoxon dengan P value 0.000 (p<0,05) yang berarti terdapat pengaruh terapi Assertiveness Training terhadap kemampuan marah secara asertif. Hasil uji Mann-Whitney post test kelompok perlakuan dengan post test kelompok kontrol menunjukkan p value 0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan kemampuan mengekspresikan marah secara asertif lebih tinggi pada kelompok perlakuan dibanding kelompok kontrol. Kata kunci : Assertiveness Training, marah, perilaku kekerasan ASSERTIVE EFFECT ON ABILITY TRAINING EXPRESS ANGRY SCHIZOPHRENIA PATIENTS WITH HISTORY OF VIOLENT BEHAVIOR IN HOSPITAL GRHASIA DIY ABSTRACT Violent behavior is the inability of anger assertively, one therapy to increase ability to express angry assertively is with Assertiveness Training. This study aimed to determine the effect on the ability of Assertiveness Training angry assertively in schizophrenic patients in the Psychiatric Hospital of Grhasia DIY. Respondents in the study were patients with a history of violent behavior as much as 46 patients. This study is a quasi experimental research with pre post test approach using control groups with proposif sampling technique. Research instrument in the form of therapy SOP Assertiveness Training and instruments ability to express angry capabilities using observation sheet that has been tested for validity and reliability. The statistical test used Wilcoxson test on paired groups and MannWhitney unpaired groups. The results showed an increased ability to express angry Assertive of pre post test treatment group through Wilcoxon test with a P value of 0.000 (p <0.05), which means there is a therapeutic effect on the ability of Assertiveness Training angry assertively. The results of the Mann-Whitney test of post test group treated with the control group showed p value of 0.000 (p <0.05), which means that there are differences in the ability of anger assertively higher in the treatment group compared to the control group. Keywords: Assertiveness Training, angry, violent behavior Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 1 PENDAHULUAN Perkembangan zaman yang makin antara lain melalui latihan asertif maju dan meningkatnya tuntutan hidup (assertiveness training) (FIK UI, 2008). akan memunculkan banyak masalah yang Assertives training menurut Stuart dan harus diatasi oleh setiap orang. Orang yang Laraia (2010) adalah intervensi tindakan memiliki mekanisme koping tidak adaptif keperawatan pasien perilaku kekerasan akan berisiko mengalami gangguan jiwa. dalam tahap preventif. Latihan asertif Gangguan bertujuan agar pasien mampu berperilaku jiwa yang paling banyak dijumpai di masyarakat adalah skizofrenia asertif dalam (Maramis, 2005) kemarahannya. mengekspresikan Skizofrenia merupakan gangguan Di RSJ Grhasia DIY prevalensi jiwa kronik yang dialami sekitar 1% penderita schizofrenia dengan masalah penduduk ditandai perilaku kekerasan memempati peringkat kemampuan tertinggi dan terapi assertivness training komunikasi, gangguan realitas ( halusinasi belum diterapkan secara efektif (RSJ atau Grhasia, dengan dunia. Skizofrenia penurunan waham ), afek ketidakmampuan yang Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti memandang mengalami kesukaran melakukan aktifitas perlu untuk meneliti mengenai pengaruh sehari-hari, adapun masalah keperawatan Assertive Training terhadap kemampuan yang pasien mengekspresikan marah pasien skizofrenia kekerasan dengan riwayat perilaku kekerasan di skizofrenia muncul adalah abstrak 2012). dan sering berfikir tumpul, pada perilaku (Keliat, 1992). Perilaku Rumah Sakit Grhasia DIY. kekerasan merupakan kondisi kegawatdaruratan psikiatri yang Perumusan Masalah sangat perlu pencegahan dan penanganan Adakah segera. Perilaku kekerasan dapat Training pengaruh terhadap Assertiveness kemampuan membahayakan diri sendiri, orang lain, dan mengekspresikan marah pasien skizofrenia lingkungan. Tindakan keperawatan yang dengan riwayat perilaku kekerasan di RSJ dapat dilakukan antara lain mengajarkan Grhasia DIY ? cara manajemen TujuanPenelitian lingkungan, latihan mengontrol rangsang, 1. Tujuan umum serta melibatkan pihak keluarga, selain itu Mengetahui pengaruh terapi modalitas juga dapat diterapkan Training terhadap pada pasien dengan perilaku kekerasan mengekspresikan 2 mengontrol marah, Assertiveness kemampuan marah pasien Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 skizofrenia dengan riwayat perilaku kekerasan. 3. Bagi Peneliti lain 2. Tujuan khusus Hasil penelitian ini dapat digunakan a) Mengetahui kemampuan mengekspresikan marah pasien sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dengan masalah serupa. skizofrenia dengan riwayat perilaku kekerasan sebelum dilakukan Assertivenes Training. b) Mengetahui TINJAUAN PUSTAKA 1. Skizofrenia kemampuan Skizofrenia berasal dari dua kata pasien “skizo” yang artinya retak atau pecah skizofrenia dengan riwayat perilaku (split) dan “frenia” yang artinya jiwa, jadi kekerasan seseorang mengekspresikan marah setelah dilakukan Assertivenes Training. Training kemampuan menderita skizofrenia adalah orang yang mengalami keretaan c) Mengetahui Assertivveness yang pengaruh jiwa atau terhadap personality), kepribadian (Hawari, (Splinting 2003). of Bleuler mengekspresikan dalam Kaplan (1994) mengatakan bahwa marah pasien skizofrenia dengan skizofrenia adalah perpecahan (schism) riwayat perilaku kekerasan. antara pikiran, emosi, dan perilaku pada pasien . Manfaat Penelitian diharapkan memberikan Penyebab skizofrenia manfaat antara lain kepada : Stuart (2007) meliputi : 1. Rumah Sakit Jiwa a. Teori biologis Hasil penelitian sebagai bahan dapat digunakan masukan Pencitraan otak pada menurut penderita dalam schizofrenia menunjukkan adanya lesi menangani dan merawat pasien dengan pada area frontal dan temporal, adanya riwayat perilaku kekerasan. pembesaran ventrikel dan adanya atropi 2. Bagi perawat otak. Ketidak seimbangan Sebagai bahan kajian ilmiah dan acuan neurotransmiter, tindakan berlebihan) dan menentukan timbulnya pasien asuhan dengan keperawatan riwayat jiwa perilaku kekerasan. (dopamin yang Genetik juga skizofrenia, tetapi potensinya kuat atau lemah tergantung pada lingkungan individu tersebut. Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 3 b. Sosial budaya b. Gejala negatip Adanya stres yang menumpuk, masalah dalam proses kelahiran dan kekurangan gizi selama kehamilan turut berperan. 1) Afek datar : tidak adanya respon walaupun diberi stimulus. 2) Alogia : Ketidakmampuan bicara karena kebingungan mental. Gejala 3) Apati : Kurang memiliki perasaan, Stuart (2007) membedakan menjadi 5 emosi, ataupun minat. kelompok gejala inti yaitu: 4) Defisit perhatian. a. Gejala positip c. Gejala kognitif 1) Waham, yaitu keyakinan yang salah dan tidak sesuai dengan kenyataan tetapi dipertahankan dan disampaikan berulang-ulang. 2) Halusinasi, yaitu gangguan stimulus eksternal. pikiran). Yang paling menonjol adalah gangguan asosiasi dan inkoherensi. berlebihan patuh, tidak mampu menjalankan perintah, dan masalah dalam pengelolaan waktu. 1) Disforia : Perasaan sedih, marah, karena tidak sesuai kenyataan. 2) Gagasan untuk bunuh diri dan keputusasaan. 4) Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang 2) Kerusakan memori yaitu pelupa, d. Gejala alam perasaan 3) Gangguan Pikiran (bentuk, proses isi menyelesaikan tugas. kurang penerimaan panca indra tanpa ada dan 1) Gangguan perhatian yaitu kesulitan e. Disfungsi sosial sehingga Perawatan diri kurang, Isolasi dan mengakibatkan mudah marah dan menarik diri dari hubungan sosial dan mudah tersinggung. penurunan kualitas hidup. 5) Kekacauan dalam gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui penggunaan kata dan bahasa. 2. Marah a. Pengertian Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap stressor, yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1992). Kemarahan adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam (Yosep, 2010). 4 Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 b. Rentang respon marah Respon adaptif Respon maladaptif I I Asertif I Frustasi Pasif I Agresif I Kekerasan Gambar 1 : Rentang respon marah (Yosep, 2010) 3. Perilaku Kekerasan melakukan a. kekerasan. Pengertian Perilaku keadaan b. kekerasan dimana adalah seseorang perilaku c) Sosial budaya Budaya tertutup dan menunjukkan perilaku yang aktual membalas orang secara diam melakukan kekerasan yang ditujukan (pasif agresif) dan kontrol pada diri sendiri, orang lain dan sosial lingkungan secara verbal maupun non terhadap perilaku kekerasan verbal akan menciptakan seolah-olah (Grhasia, 2006). Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan menurut Stuart (2006) meliputi : yang tidak pasti perilaku kekerasan diterima. d) Respon neurobiologis Banyak terdapat kerusakan 1) Faktor predisposisi meliputi : sistem limbik lobus frontal, a) Psikologis lobus temporal dan Kegagalan yang dialami dapat ketidakseimbangan menimbulkan frustasi yang neurotransmiter kemudian dapat menimbulkan berpengaruh dalam terjadinya agresif perilaku psikotik. atau kanak-kanak amuk. Masa yang tidak menyenangkan kekerasan, yaitu ditolak dan turut 2) Faktor presipitasi Faktor bersumber presipitasi dari dapat pasien, dianiaya. lingkungan atau interaksi dengan b) Perilaku orang lain. Kondisi fisik klien Reinforcement yang diterima seperti saat kekerasan, keputusasaan, ketidakberdayaan, dan seringnya mengobservasi percaya diri yang kurang dapat kekerasan di menjadi melakukan menstimulasi rumah akan individu Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 kelemahan pencetus fisik, perilaku kekerasan. 5 c. Gejala-gejala marah dan perilaku ketegangan kekerasan komunikasi lebih jelas dan lebih berkurang, rasional. Kemarahan dinyatakan dalam 5) berbagai bentuk. Perilaku bermusuhan Fase pascakrisis Klien dan agresif dapat terjadi tiba-tiba berusaha memperbaiki hubungan dengan orang lain dan tanpa banyak peringatan. Akan tetapi kembali ketingkat fungsi sebelum ada fase yang dapat diidentifikasi insiden agresi (marah). Perilaku pada insiden agresif (marah) yaitu yang diunjukkan : Menyesal, meliputi: 1) otot meminta Fase pemicu maaf, menangis, menarik diri. Terjadi peristiwa atau keadaan lingkungan yang memunculkan respon klien dalam bentuk kemarahan atau permusuhan. 2) Fase eskalasi Peningkatan kehilangan d. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan pada pasien dengan marah menurut Stuart dan Laraia (2001) meliputi : 1) perilaku kendali. menuju Respon fisiologis timbul karena Perilaku: kegiatan sistem syaraf otonom wajah pucat atau kemerahan, berteriak, bersumpah, bereaksi agitasi, meningkat, mengancam, sikap bermusuhan, mampu merah, menyelesaikan Fase krisis Perilaku 2) : kehilangan kendali fisik dan emosional, berkomunikasi jelas. 4) memperoleh kendali fisik dan tidak nyaman, dendam, ingin ngamuk, bermusuhan tidak berkelahi, hati, menyalahkan dan menuntut. 3) Aspek intelektual untuk kembali emosional. Perilaku: Merendahkan suara, 6 urin Peran pancaindera sangat penting Fase pemulihan Klien pengeluaran dan berdaya, sakit, jengkel, frustasi, menggigit, mencakar, menjerit, tidak mampu melebar, Aspek emosional Merasa melemparkan benda, memukul, menendang, wajah meningkat. Periode krisis emosional dan fisik. sekresi takhikardi, pupil frekuensi masalah atau berfikir jernih. 3) terhadap epinefrin sehingga tekanan darah menuntut, mengepalkan tangan, tidak Aspek biologis beradaptasi lingkungan yang dengan selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 4) Aspek sosial lain, sehingga orang lain merasa Meliputi interaksi sosial, budaya, sakit hati. rasa percaya dan ketergantungan. 5) Aspek spiritual Sebagian 6) Kepercayaan, nilai klien kemarahan menyalurkan dengan nilai dan dan moral mempengaruhi ungkapan marah mengkritik tingkah laku orang individu dan hubungannya dengan lingkungan. Menurut Stuart dan Laraia (2001), perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif pasien. Intervensi dapat dipilih sesuai rentang intervensi keperawatan. l l l Strategi preventi Strategi antisipasi Strategi pengurungan Gambar 2 : Rentang intervensi keperawatan (Stuart dan laraia, 2001) Strategi preventif : kesadaran diri, pendidikan klien, Latihan asertif. Strategi antisipas : komunikasi, perubahan lingkungan, tindakan perilaku, psikofarmakologi. Strategi pengurungan meliputi : managemen krisis, isolasi, dan fiksasi. 4. Assertiveness training 3) Assertiveness training adalah suatu terapi modalitas keperawatan dalam bentuk terapi tingkah laku, klien tepat atau asertif sehingga tegas 4) belajar mengungkapkan perasaan marah secara menyatakan : apa yang diinginkan, apa yang disukai, apa yang ingin dikerjakan, 5) menggunakan nada suara Menggunakan ekspresi wajah dan sikap tubuh untuk penekanan b. Ciri ciri berperilaku asertif menurut Stuart & Laraia (2001) : 1) Berkomunikasi langsung dengan dan kemampuan untuk membuat seseorang merasa tidak risih berbicara tentang dirinya Tidak minta maaf atau merengek mampu berhubungan dengan orang lain, mampu Berbicara jelas, dapat didengar dan orang lain 2) Tidak untuk permintaan yang sendiri (Susana, Hendarsih dkk, 2007). beralasan 3) Mengatakan mampu menyatakan a. Bahasa tubuh asertif menurut Stuart & Laraia (2001), meliputi : 1) Mempertahankan 4) Mengekspresikan apresiasi yang kontak mata posisi tubuh langsung 2) Mempertahankan keluhan. sesuai c. Pelaksanaan Assertiveness Training tegak Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 1) Tehnik pelaksanaan Assertiveness Training menurut Wahyuningsih 7 (2009) dibagi menjadi empat sesi pasien skizofrenia dengan riwayat perilaku yaitu : kekerasan di RSJ Grhasia DIY. a) Sesi Satu : Melatih kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan dan perilaku asertif. METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Rancangan Penelitian b) Sesi Dua : Melatih kemampuan Jenis penelitian ini adalah quasi mengungkapkan keinginan dan eksperimen dengan pendekatan pre post kebutuhan test, yaitu memberikan perlakuan untuk dan cara memenuhinya. mengetahui gejala yang timbul akibat dari c) Sesi Tiga : Menjalin hubungan sosial dalam memenuhi kebutuhannya. perlakuan dengan menggunakan kelompok kontrol KA KB perubahan asertif pada berbagai Waktu pelaksanaan Assertif Training terdiri dari 4 sesi, KB : O : masing-masing sesi menggunakan metode describing, modelling, role X : O1A : play, feed back dan transfering. O1A O2B Kelompok kontrol Observasi sebelum perlakuan (pre test) Perlakuan assertivenes training Post test pada kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan. Post test pada kelompok kontrol. : diulang satu kali dan sesi 4 2. Populasi dan Sampel dilakukan satu kali. Jumah total a. Populasi pertemuan 7 kali pertemuan. Populasi Tempat pelaksanaan skizofrenia dengan riwayat perilaku Tempat ruang rawat inap dengan kekerasan yang dirawat di bangsal suasana tenang, nyaman dan frifasi maintenance terjaga. Grhasia. b. Hipotesis Ada Training penelitian Rumah ini Sakit pasien Jiwa Sampel dan Sampling Metode pengambilan sampel dengan pengaruh terhadap Assertiveness kemampuan pasien mengekspresikan marah secara asertif 8 x - O2B: Waktu pelaksanaan sesi 1 sampai 3 5. O O Perlakuan Test KAPre : Test Kelompok yang diberi Post perlakuan. situasi. 3) pembandingnya (Nursalam, 2010). d) Sesi Empat : Mempertahankan 2) sebagai purposive sampling. Besaran sampel ditentukan dengan rumus Solvin (Nursalam, 2003). Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 n= N/ ( 1 + N e2 ) 3. Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian Keterangan : n : jumlah sampel N : jumlah populasi e : tingkat kesalahan ( 10% ) dilakukan pelaksanaan 6 bulan. jumlah populasi 87 orang yaitu : 4. Variabel Penelitian Variabel bebas Training. 1 + 87 ( 10 % )2 secara asertif = 46,5 dibulatkan menjadi 46 5. adalah Variabel Kemampuan 87 menjadi 23 perlakuan 46 responden dan 23 terbagi kelompok responden kelompok kontrol setelah memenuhi 2 kriteria yaitu : a) Pasien dengan riwayat perilaku kekerasan yang telah discreening dengan And Violence Assesment Tools dengan skore 3 – 8 (moderate risk precaution). b) Pasien dapat berkomunikasi verbal cukup baik. c) adalah marah tindakan Training perawat pada adalah pasien dalam membantu mengekspresikan marah secara asertif yang dilakukan secara individual, terdiri 4 sesi dengan metode describing, modeling, role play, skizofrenia Assault terikat Definisi Operasional dari 1) Kriteria inklusi Assertivenes mengekspresikan a. Assertivenes sampel bangsal maintenance RSJ Grhasia DIY. Waktu Maka jumlah sampel diambil dari Jumlah di Pasien kooperatif dan kondisi fisik baik. 2) Kriteria eksklusi a) Klien dengan kondisi amuk b) Klien droup out Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 feed back dan transfering sesuai SOP yang sudah dimodifikasi dari Wahyuningsih (2009). b. Kemampuan marah mengekspresikan secara kemampuan asertif adalah pasien mengungkapkan kemarahan secara verbal maupun nonverbal, secara asertif yang diukur menggunakan lembar observasi perbandingan perilaku asertif, agresif dan pasif menurut Stuart dan Laraia (2001) yang dikembangkan oleh peneliti. 9 6. Instrumen Penelitian Windows. Analisa data yang digunakan Instrumen untuk pengumpulan data adalah dengan Wilcoxon Sign Rank Test. dengan menggunakan lembar observasi Skala datanya ordinal, merupakan statistik berdasarkan perbandingan perilaku asertif, non agresif dan pasif Stuart dan Laraia (2001) merupakan uji pre dan post test untuk yang telah dikembangkan oleh peneliti. mengetahui perbedaan. Observasi yang dilakukan meliputi : Pengujian data pre post antara kelompok verbal, perlakuan interaksi, emosi, nada parametrik dan dengan uji wilcoxon kelompok kontrol suara/tekanan, sikap fisik, kontak mata, menggunakan uji U-Mann Whitney. aktivitas spiritual, dan intelektual. 10. Etika Penelitian a. 7. Pengumpulan Data Melakukan perijinan dan surat menyurat pada tempat penelitian. Dilakukan pengukuran / b. Meminta informent consent kepada observasi kemampuan mengekspresikan perawat yang bertanggung jawab dan marah (pre test) pada kedua kelompok. Pre pasien sebagai subyek penelitian . test dilakukan 24 jam sebelum pelaksanaan terapi Assertiveness perlakuan Training. Assertivess Setelah training kedua HASIL PENELITIAN 1. secara asertif sebelum perlakuan kelompok dilakukan post test. a. 8. Uji validitas dan reliabilitas a. Uji validitas Katagori metode korelasi product moment. Buruk Sedang Baik Jumlah Butir instrumen dinyatakan valid jika harga rxy ≥0,3. Uji reliabilitas b. Sebuah instrumen dikatakan reliabel bila mempunyai koefisien sekurang-kurangnya 9. kemampuan pre test Frek % 4 16 3 23 17,4% 69,6% 13,0% 100% Kelompok kontrol Tabel 2. Kemampuan mengekspresikan marah pre test kelompok Kontrol alpha Katagori (Kaplan Frek % dalam Widoyoko, 2012). Buruk Sedang Baik 3 18 2 13,0% 78,3% 8,7% Analisa Data Jumlah 23 100% Data komputer 10 0,7 Kelompok perlakuan. Tabel 1. Tingkat mengekspresikan marah kelompok perlakuan Untuk mengukur validitas digunakan b. Kemampuan mengekspresikan marah dianalisa program dengan SPSS bantuan 16.0 for 2. Kemampuan mengekspresikan marah secara asertif setelah perlakuan Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 a. Kelompok perlakuan Jumlah Tabel 3. Kemampuan mengekspresikan marah post test kelompok perlakuan Katagori b. Frek % Buruk Sedang Baik 0 4 19 0% 17,4% 82,6% Jumlah 23 100% 3. Perbedaan kemampuan pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. a. Perbedaan kemampuan mengekspresikan marah secara asertif sebelum perlakuan. Tabel 4. Kemampuan mengekspresikan marah post test kelompok kontrol Frek % 3 15 5 13,0% 65,2% 21,8% Buruk Sedang Baik 100% mengekspresikan marah secara asertif Kelompok kontrol Katagori 23 Hasil kelompok perbedaan perlakuan pre dan test kontrol dengan uji Mann-Whitney didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 5. Hasil uji Mann-Whitney antara pre test kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol Pre test kelompok perlakuan Pre test kelompok kontrol N Median (minimum-maximum) Z P 23 7(3 – 10) -990 0,322 23 13(7 – 16) Hasil Mann-Whitney Test adalah p = 0,322 (p > 0,05). Hasil uji tersebut menunjukkan datanya homogen pada responden dan sebarannya merata. b. Perbedaan kemampuan mengekspresikan marah secara asertif kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol setelah perlakuan. Tabel 6. Hasil uji Mann-Whithney antara post test kelompok perlakuan kontrol Post test kelompok perlakuan Post test kelompok kontrol dengan kelompok N Median (minimum-maximum) Z P 23 7 (3 – 10) -5,138 0,000 23 13(7 - 16) Hasil uji Mann-Whitney Test antara post test kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol p = 0,000 (p < 0,05) hal ini menunjukkan ada perbedaan yang bermakna hasil post test antara kedua kelompok. Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 11 PEMBAHASAN Hasil uji Mann-Whitney antara post test kelompok perlakuan dengan kelompok satu cara mencegahnya adalah dengan memberikan latihan asertif. kontrol menunjukkan p = 0,000, dengan demikian p < 0,05, hal menunjukkan bermakna hasil Dalam latihan asertif terjadi proses tersebut belajar atau pendidikan kesehatan dan adanya perbedaan yang terdapat penambahan pengetahuan cara post test kelompok mengekspresikan marah, dan latihan perlakuan lebih tinggi dari kelompok mengekspresikan marah yang tepat. Pasien kontrol dalam mengekspresikan marah skizofrenia secara asertif setelah mendapat tindakan kekerasan yang diberikan latihan asertif keperawatan terapi assertivness trainning. akan Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis mengekspresikan marah yang tepat dan penelitian yang berarti ha diterima dan ho dilatih cara mengekspresikan marah yang ditolak. Hasil tersebut juga masih sama tepat, dengan hasil penelitian terdahulu yang mengekspresikan marahnya menjadi lebih dilakukan dan baik dari sebelumnya. Notoatmodjo (2003) Wahyuningsih (2009) meskipun dilakukan mengatakan belajar merupakan proses dengan cara yang berbeda. peningkatan pengetahuan dan pengalaman, Widodo Penderita (2009), skizofrenia akan dengan mendapatkan riwayat pengetahuan sehingga dimana perilaku terjadi cara kemampuan pertumbuhan, mengalami gangguan proses pikir, afek, perkembangan atau perubahan kearah lebih emosi, kemauan, psikomotor, waham, dan dewasa, lebih baik dan lebih matang. halusinasi. Hawari (2003) mengatakan Kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri : gangguan pada pasien skizofrenia akan menghasilkan mempengaruhi cara berfikir, berperasaan kemampuan baru, dan perubahan itu terjadi serta karena usaha dan disadari. tingkah laku terutama pada kemampuan mengekspresikan marah. Hal tersebut menyebabkan perubahan, Peningkatan didapatkan kemampuan kemampuan berperilaku asertif dapat dipengaruhi oleh mengekspresikan marah yang tidak tepat faktor dari dalam diri pasien. Karakteristik yang responden menyebabkan kekerasan/amuk yang perilaku yang melekat pada diri dapat responden juga memberikan kontribusi membahayakan diri sendiri, orang lain dan pada tingkat resiko perilaku tidak asertif. lingkungan sehingga perlu bantuan atau Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pertolongan untuk mencegahnya. Salah sebagian besar responden dalam penelitian 12 Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 ini berusia 29 – 37 tahun . Menurut tahap kali (30,4%). Frekuensi dirawat berkaitan perkembangan dengan lamanya sakit jiwa dan riwayat Erickson rentang usia tersebut masuk dalam tahap kematangan pengobatan emosi dan daya pikir. berhasil. Pasien yang sebelumnya yang kurang menderita Skizofrenia pada usia dini Beberapa faktor yang dimungkinkan memperlihatkan hasil akhir yang lebih terjadinya bias dalam penelitian ini adalah buruk dibandingkan dengan pasien usia psikofarmaka lebih tua. Pasien yang mengalami awitan Psikofarmaka merupakan terapi medis penyakit utama untuk skizofrenia. Anti psikotik secara bertahap cenderung dan terutama lingkungan. mengalami prognosis yang lebih buruk diprogramkan karena dibandingkan yang mengalami awitan akut keefektifannya dalam mengurangi gejala dan mendadak (Videbeck, 2008). psikotik. Antipsikotik atipikal tidak hanya Jenis kelamin dalam penelitian ini mengurangi gejala positif skizofrenia tetapi cukup berimbang antara laki-lali dan juga mengurangi gejala negatif skizofrenia perempuan. Beberapa (Videbeck, 2008). menyatakan laki-laki penelitian lebih telah mungkin Faktor lingkungan yang terstruktur terganggu oleh gejala negatif daripada sangat bermanfaat bagi pasien dalam perempuan. Perempuan lebih mungkin membentuk perilaku yang sehat. Motivasi memiliki fungsi sosial yang lebih baik dan bimbingan dari perawat ruangan pada daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil saat pasien melakukan aktivitas dapat akhir untuk pasien Skizofrenia perempuan mempengaruhi lebih baik dari pada hasil akhir untuk mengekspresikan marah secara asertif. pasien laki-laki (Kaplan, Sadock, 1997). Dalam penelitian ini terdapat beberapa kemampuan Pendidikan menurut Hidayat (2004) keterbatasan dan kelemahan, antara lain juga mempengaruhi perilaku seseorang. pengambilan data pre test dan post test Orang yang lebih tinggi pendidikannya lebih lama karena kemampuan mengikuti lebih baik dalam berperilaku daripada terapi antar pasien satu dengan pasien orang yang berpendidikan lebih rendah, lainnya berbeda. Keterbatasan waktu juga begitu juga cara berfikir, berwawasan juga mempengaruhi keberhasilan terapi, karena lebih baik. Dalam penelitian ini sebagian untuk besar perubahan perilaku perlu waktu cukup dan berpendidikan Frekuensi dirawat SMA sebagian (39,1%). besar mengevaluasi keberhasilan sesi-sesi yang harus dilalui. responden dalam penelitian ini adalah dua kali dirawat (30,4%) dan lebih dari empat Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 13 PENUTUP secara asertif pada pasien skizofrenia Kesimpulan dengan riwayat perilaku kekerasan. Berdasarkan hasil analisa data dan DAFTAR PUSTAKA pembahasan maka kesimpulan penelitian David A, (2004). Psikiatri,Jakarta, EGC adalah sebagai berikut: Davis, M.,Eshelman, ER, dan Kay. M.M., 1. Kemampuan mengekspresikan marah (1995). secara Reduksi Stress, Jakarta, EGC asertif sebelum dilakukan terapi Assertiveness Training dari 23 pasien kelompok perlakuan adalah kategori baik 3 pasien, sedang 13 dan buruk 4 pasien. Adapun pada kelompok kontrol katagori baik 2 2. Relaksasi dan FIK UI. (2006). Modul IC CMHN: tidak dipublikasikan Hajar,I. (2009). Statistik untuk Praktisi Kesehatan, Yogyakarta: Graha Ilmu Keliat, B. A., (1992). Marah Akibat pasien, sedang 18 dan buruk 3 pasien. Penyakit yang di Derita, Jakarta: Kemampuan mengekspresikan marah ARCAN secara asertif pada kelompok perlakuan sesudah dilakukan terapi Assertiveness Training peningkatan sebanyak terjadi 19 pasien kategori baik, 4 pasien kategori sedang dan 0 pasien kategori buruk. Adapun pada kelompok kontrol hasil post test adalh katagori baik 5 pasien, 3. Panduan Kaplan & Sadock. (1997). Sinopsis Psikiatrik,Jakarta: Binarupa Aksara Maramis, W. F. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Ilmu Jakarta:Airlangga National Safety Jiwa, University Press Council. (2004). Manajemen Stress, Jakarta: EGC Notoatmojo, S. (2002). Metodologi sedang 15 dan buruk 3 pasien. Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT Ada Rineka Cipta perbedaan secara terhadap signifikan kemampuan Nursalam. (2003). Metodologi Peelitian mengekspresikan marah secara asertif ilmu keperawatan, Jakarta: Medika antara Salemba pre kelompok dan post perlakuan test pada dibanding Peter, E., Patricia, A.(1997). Mengatasi kelompok kontrol. Berdasarkan hasil Stress uji Mann Whitney nilai p 0,000, Gramedia Pustaka Ilmu kesimpulan dari analisis ada pengaruh Assertiveness Training terhadap Secara Positip,Jakarta: Riwidikdo, H. (2009). Statistik Kesehatan, Yogyakarta: Mitra Cendekia Press kemampuan mengekspresikan marah 14 Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 Riyanto, A. (2009).Pengolahan Analisis Data Dan Stuart,G.W., and Laraia, M.T. (2001) Kesehatan, Principas and Practice of Psyciatric Yogyakarta: Mulia Medika Nursing, St Louis: Mosby Year RSJ Grhasia. (2012). Modul Pelatihan Terapi Modallitas Keperawatan Jiwa: Dalam tidak dipublikasikan RS Grhasia. Wahyuningsih, Standard Kesehatan D.(2009) Asertiveness perilaku (2006). Keperawatan Book Pengaruh Training kekerasan pada terhadap pasien suhan Skizofrenia di RSUD Banyumas, Jiwa, diakses 5 Desember dari http:// Yogyakarta: tidak dipublikasikan eprins.lib.ui.ac/id/eprint/1 3946 Susana, S. A., Hendarsih, S., Ghofur, A., Widodo, S. (2009). Pengaruh Latihan dan Riwidikdo, H. (2007). Terapi Asertif Modalitas, Mengekspresikan Yogyakarta: itra Cendekia terhadap Kemampuan Marah pada Pasien Skizofrenia Dengan Riwayat Sevilla, C.G. (1993). Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI Press Perilaku Kekerasan, Skripsi D IV: Poltekkes Depkes Yogyakarta tidak Sheila, L., Videbeck.(2008). Buku Ajar dipublikasikan Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC Stuart, G.W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015 15