Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan PATOGENESIS CAMPYLOBACTER TERHADAP HEWAN DAN MANUSIA *MASNIARI POLOENGAN, *SUSAN M. NOOR, ** IYEP KOMALA dan *ANDRIANI *Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E Martadinata Bogor **Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Campylobacteriosis pada manusia penyakit foodborne yang disebabkan oleh infeksi Campylobacter jejuni yang banyak mengkontaminasi daging terutama daging ayam. Kontaminasi C. jejuni pada ayam telah dilaporkan di beberapa negara berkisar 22-78% pada produk ayam. Pada ayam bakteri ini bersifat komensal dan tidak menimbulkan penyakit. Infeksi C. jejuni pada manusia menyebabkan gastroenteritis dengan gejala klinis berupa demam, diare, muntah dan sakit perut. C. jejuni menghasilkan enterotoksin yang mirip dengan penyakit kolera dan toksin Escherichia coli. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan tambahan (laboratorium, struktural, fungsional). Secara serologi dapat dilakukan uji serum antibodi dengan berbagai varian antigen untuk mengidentifikasi agennya. Erithromisin dapat dipilih untuk menganggulangi Campylobacteriosis pada hewan dan manusia. Antibiotika lainnya yang dapat digunakan adalah gentamisin, furazolidone, doksisiklin dan kloramfenikol. Kata kunci: Campylobacter, manusia, ayam, pengobatan PENDAHULUAN Kepedulian terhadap kesehatan masyarakat dari infeksi Campylobacter dikembangkan lebih dari berabad-abad. Tahun 1886, Escherich mengamati keberadaan organisme Campylobacter yang diambil dari sampel kotoran anak-anak yang menderita diare. Tahun 1913 MCFAYDEAN dan STOCKMAN mengidentifikasi Campylobacter yang berasal dari jaringan tubuh domba yang mati disebabkan oleh abortus. Tahun 1957 KING menjelaskan hasil isolasi Campylobacter yang berasal dari sampel darah yang berasal dari anak-anak penderita diare, dan 1972 ahli mikrobiologi klinik di Belgia pertama kali mengisolasi Campylobacter dari sampel kotoran pasien yang menderita diare. Dengan adanya perkembangan media untuk pertumbuhan bakteri selektif, pada tahun 1970an, maka laboratorium banyak diijinkan untuk menguji Campylobacter dari spesimen kotoran. Perkembangan selajutnya diketahui bahwa Campylobacter spp sebagai sumber patogen manusia pada umumnya. Infeksi saat ini di Amerika Serikat Campylobacter jejuni merupakan bakteri penyebab utama penyakit Gastroenteritis (ALTEKRUSE et al., 2005). Campylobacter merupakan bakteri yang dapat 82 menyebabkan penyakit Campylo-bacteriosis. Penyakit ini bersifat zoonosis yaitu dapat menular dari hewan ke kemanusia, biasanya penularan dari hewan terhadap manusia dapat terjadi karena kontak langsung dengan hewan yang menderita Campylobacteriosis, mengkonsumsi dan menangani produk hasil peternakan yang terinfeksi penyakit ini. Campylobacter dapat menyerang berbagai jenis hewan diantaranya kucing, anjing, sapi, kambing, ferret, mink, unggas, hewan laboratorium dan manusia. Gejala uatama yang ditimbulkan oleh campylobacter adalah gangguan pencernaan, maka biasanya penyakit ini diberi nama tambahan menjadi Gastrointestinal campylobacteriosis. Infeksi campylobacter selain infeksi saluran pencernaan juga bisa berupa infeksi darah, bentuk yang paling sering ditemukan yaitu gastroenteritis, yang bisa ditularkan melalui air yang tercemar, daging atau unggas yang belum masuk atau kontak dengan binatang yang terinfeksi. Bakteri ini juga menyebabkan diare pada orang-orang yang melakukan perjalanan ke negara-negara berkembang. Bakteri Campylobacte juga menyebabkan infeksi aliran darah (bakteremia), terutama pada penderita kencing manis atau kanker. Infeksi bakteri ini biasanya tertelan melalui makanan Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan atau minuman yang terkontaminasi bisa menyebabkan diare. Campylobacter jejuni di beberapa negara menyebabkan diare pada bayi 5-15%, sedangkan di negara-negara berkembang, puncak insiden puncak adalah di bawah usia 1 tahun. Transmisi kuman dapat berlangsung secara food borne, dapat juga terjadi secara kontak langsung orang ke orang. Patogenitas Campylobacter dengan invasi pada ileum dan usus besar menghasilkan 2 jenis toksin yaitu sitotoksin dan heat- labile toxin. Diare yang ditimbulkan biasanya berupa disentri dan feses yang berdarah dan berlendir yang muncul setelah diare berlangsung selama 1 hari atau beberapa hari. Muntah bisanya tidak ada dan gejala deman selalu dengan temperatur yang rendah. Diare berair yang ditimbulkan oleh Campylobacter kasusnya kecil. Campylobacteriosis pada peternakan unggas dapat disebut avian vibrionic hepatitis atau avian infectious hepatitis. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia. Meskipun organ yang terserang adalah alat pencernaan, tetapi pada masing-masing spesies hewan penderita rupanya bakteri ini memiliki kesukaan lokasi sendiri-sendiri. Misalnya pada hamster bakteri ini suka berada dan masuk ke dalam ileum (proliferative ilietis), pada babi suka masuk ke dalam usus kecil (proliferatieenteritis), pada ferret masuk ke dalam colon (proliferatie colitis), sedangkan pada manusia pada umumnya disebabkan oleh Campylobacter pylori, menyebabkan radang lambung (gastritis) dan ulser-ulser di dalam duodenum (DHARMOJONO, 2001). ETIOLOGI Campylobacteriosis pada umumnya disebabkan oleh Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli. Campylobacter jejuni dan C. coli bersifat thermophilic, Gram-negatif, bakteri ini dapat hidup dengan baik pada kondisi microaerobic yaitu 37–42°C, berbentuk langsing dan melengkung, dan dapat bergerak. (www.oie.int, 2004). Klasifikasi genus Campylobacter adalah sebagai berikut (www. wikipedia.org/wiki/campylobacter, 005). Campylobacter jejuni merupakan bakteri Gram-negatif, berbentuk lengkung dan berbentuk batang yang bergerak. Bakteri ini merupakan bakteri microaerophilic, sensitif terhadap stress lingkungan seperti oksigen 21%, pemanasan, pengeringan, desinfektan dan kondisi asam. Karena bakteri microaerophilic dapat hidup dengan baik pada oksigen 3-5% dan 2-10% CO2. Kingdom Phylum Class Order Family Genus Species : Bacteria : Proteobacteria : Epsilon Proteobacteria : Campylobacterales : Campylobacteraceae : Campylobacter Campylobacter fetus Campylobacter jejuni Campylobacter coli Campylobacter sputorum Campylobacter mucosalis Campylobacter concisus Campylobacter nitrofigilis Campylobacter laridis Campylobacter pyloridis Campylobacter hyointestinalis Campylobacter cryaerophila Campylobacter bersifat mikroaerofilik, sehingga pertumbuhannya lambat. Oleh karena itu apabila mengkultur di dalam media, perlu ditambahkan antibiotika untuk mencegah mikroflora lainnya tumbuh lebih cepat, sehingga mengalahkan campylobacter-nya sendiri. Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C dalam suasana atmosfer dengan 510% CO2 dan oksigen yang sama banyak. Kultur kemudian diinkubasi selama 48-72 jam. Koloni akan tumbuh bulat, meninggi, tembus sinar tetapi tidak transparan (translucent), dan kadang-kadang bersifat mukoid. Bakteri dapat diidentifikasi dengan serangkaian uji biokimia yang saat ini telah ada (DHARMOJONO, 2001). Sejak tahun 1972, sudah dilakukan isolasi bakteri ini yang berasal dari feses, yang diperkirakan ini merupakan diketahuinya adanya organisma patogen penyebab abortus dan enteritis pada domba dan sapi. Survey menunjukkan C. jejuni merupakan penyebab utama dari bakteri yang dapat menyebabkan sakit perut di Amerika Serikat. Bakteri ini terdapat dalam feses penderita, tetapi penderita pada dasarnya tidak menunjukkan gejala-gejala (www.cfsan.fda.gov/~mow/chap4.html, 1992). 83 Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan C. jejuni relatif toleran terhadap pembekuan (HANNINEN, 1981). Penyimpanan karkas ayam pada suhu -200C dengan level bakteri 103 – 105 CFU/g, jumlah bakteri akan berkurang log 0,5 – 2,0 dalam waktu 2 minggu. Infeksi C. jejuni dengan tingkat kontaminasi 103 CFU pada karkas sangat sensitif apabila dipanaskan pada suhu 1900C selama 90 menit (SHANE, 2000). KONTAMINASI CAMPYLOBACTER PADA KARKAS AYAM Gambar 1. Bakteri Campylobacter CAMPYLOBACTER PADA AYAM Campylobacter jejuni secara alami ada dalam saluran pencernaan ayam. Sumber terjadinya infeksi pada ayam dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu dari infeksi day of chick (DOC) dari ayam dewasa, kontaminasi pakan, dan kontaminasi air. Selama proses pemotongan bakteri C. jejuni akan menyebar ke karkas ayam. Kontaminasi C. jejuni pada ayam telah dilaporkan di beberapa negara berkisar 22-78% pada produk ayam (HARRIS et al., 1986; PARK et al., 1981; STERN et al., 1985). Di USA, mayoritas karkas ayam yang dijual di pasaran terkontaminasi oleh C. jejuni (GRANT et al., 1980). Survey menunjukkan bahwa C. jejuni telah berhasil diisolasi dari retail market sebanyak 92% dari karkas ayam dan 85-89% dari hati dan ampela ayam. Sebanyak 50% dari hati dan ampela ayam yang terkontaminasi mengandung kuman lebih dari 1100 C. jejuni per gram (BUTZLER, 1984). Rekoveri C. jejuni pada karkas dapat dipengaruhi oleh proporsi dari flock yang terinfeksi, faktor musim dan cuaca, peralatan untuk memproses karkas, teknik sampling dan isolasi (SHANE, 2000). Level C. jejuni pada karkas dan produknya sangat dipengaruhi oleh penanganan dan penyimpanan (PALUMBO, 1984). Karkas yang dibekukan dan kemudian dicairkan kembali juga panas akan mengurangi nilai recovery C. jejuni pada karkas. 84 Campylobacter jejuni pada ayam tidak menyebabkan penyakit tetapi kejadian kontaminasi karkas ayam oleh bakteri ini cukup tinggi yang mengakibatakan campylobacteriosis pada manusia. Sekitar 70% kasus campylobacteriosis pada masuisa disebabkan oleh adanya kontaminasi C. jejuni pada karkas ayam (DEMING et al., 1987, TAUXE et al, 1987, SKIRROW, 1990). Jumlah Campylobacter banyak pada karkas ditemukan cukup tinggi yaitu 10.000 CFU per karkas ayam (WALDROUP et al., 1992). Hasil survey di Australia menunjukkan hasil bahwa 94% karkas ayam segar terkontaminasi Campylobacter dengan jumlah 105 per karkas (SKORROW, 1990). Hasil survey oleh Balitvet menunjukkan bahwa kontaminasi Campylobacter jejuni di Jakarta, Bogor, Sukabumi dan Tangerang cukup tinggi (Tabel 1). C. jejuni secara umum mengkontaminasi pada ayam mentah. Hasil survey menunjukkan bahwa 20-100% ayam yang dipasarkan terkontaminasi bakteri ini. Susu juga merupakan media yang bisa tercemar dengan bakteri ini. Tabel 1. Hasil isolasi C. Jejuni pada berdasarkan asal sampel No. Asal sampel 1. Jakarta Selatan 2. Tangerang 3. Bogor 4. Sukabumi Total Σ Sampel 47 Σ Positif 3 Prosentase + (%) 6,38 44 18 6 115 16 5 2 26 36,36 27,78 33,33 22,61 Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan Cara untuk mencegahnya yaitu dengan cara memasak ayam dengan baik, pasteurisasi susu, dan memasak air sebelum diminum (www.cfsan.fda.gov/~mow/chap4. html, 1992). PERJALANAN PENYAKIT Campylobacter jejuni pada ternak ayam terdapat di dalam sel epitel dan sel monokulear dari lamina propria yang dapat menyebabkan jejenum dan ileum rusak parah. Pada umumnya Campylobacter pada ternak unggas (ayam, kalkun) terjadi subkilis ditandai dengan turunnya produksi telur secara drastis, kurus, kering, layu (shriveled), pial bersisik (scaly combs), tidak berdaya dan menyendiri. Dalam pemeriksaan histopatologik ditemukan perdarahan dan daerah-daerah nekrotik dalam jaringan hati, ascites dan hydropericardium, ginjal pucat dan membesar. Pada ternak sapi yang terinfeksi bakteri ini terjadi perubahan-perubahan histopatologi yaitu adanya perubahan-perubahan jejenum, ileum dan colon. Lesi-lesi yang terjadi mulai dari kerusakan ringan sampai kepada terjadinya radang usus berdarah (hemorrhagic enteritis). Kelenjer-kelenjar mesentrika membesar karena oedema. Campylobacter jejuni dapat menyebabkan enterotoksin dan sitotiksin, akan tetapi bagaimanapun peran toksin-toksin ini dalam menimbulkan penyakit belum dapat difahami. Komplikasi penyakit yang disebabkan oleh penyakit ini relatif jarang. Infeksi yang disebabkan oleh bakteRi ini yaitu arthritis, hemolytic uremic syndrome, septicemia, dan pada organ pendengaran. Rasio kejadian yang berbahaya yang disebabkan oleh C. Jejuni yaitu 0.1, artinya 1 orang meninggal per 1.000 kasus. Bakteri ini juga dapat menyababkan meningitis, recurrent colitis, cholecystitis akut dan Guillain-Barre syndrome (www.cfsan.fda. gov/~mow/chap4.html, 1992). Campylobacter fetus dapat ditularkan melalui coitus atau tindakan inseminasi buatan, menggunakan instrumen terkontaminasi oleh agen. Sapi pejantan yang terinfeksi dapat menjadi carrier bakteri ini. Kekebalan lokal pada bakteri ini dapat terbentuk di dalam tuba falopii dan uterus selama tiga bulan. Betina yang terinfeksi menunjukkan tingkat konsepsi yang rendah yaitu 40-50% (DHARMOJONO, 2001). Dengan semakin banyaknya pemakaian antibiotik untuk pengobatan ampylobacteriosis, maka menyebabkan bakteri Campylobacter semakin resisten. Penggunaan antibiotik pada ayam dapat menyebabkan krisis penyakit yang kebal terhadap obat di seluruh dunia. Setiap tahun di AS sekita 60,000 ekor ayam mati akibat pengobatan yang tidak tepat dalam membunuh bakteri tersebut. Hasil pengamatan membuktikan ayam dari pasar raya di Minnesota pada bulan September 1977 terdapat sekitar 16% terinfeksi bakteri Campylobacter yang kebal terhadap antibiotik. Dengen semakin banyaknya penggunaan antibiotik pada saat sekarang ini, maka diperkirakan bakteri Campylobacter akan jauh lebih banyak yang resisten terhadap antibiotik (www.myquran.org/forum/showthread.php?t=4 190, 2005). Pada mamalia dan unggas, deteksi dapat dilakukan dengan cara mengisolasi organisme yang berasal dari feses, isi sekum dan swab pada rektal. Pada kejadian fetus yang mengalami keguguran, Campylobacteri dapat diisolasi dari perut fetus, plasenta, dan organorgan dalam. Kontaminasi pada produk pangan asal hewan dapat dideteksi melalui isolasi Campylobacter secara langsung atau setelah ditumbuhkan dalam media selektif. PCR merupakan metode dasar untuk menjelaskan untuk mendeteksi Campylobacter pada sampel feses, usus dan sampel daging (www.oie.int, 2004). GEJALA KLINIS Campylobacter pada penderita muda dapat menyebabkan diare hebat. Pada anjing gejala yang khas adalah diare seperti air atau dengan bercak oleh cairan empedu, dengan atau tanpa darah sampai selama 3-7 hari, kurang nafsu makan disertai muntah. Demam dan leukositosis dapat pula terjadi. Dalam kasuskasus tertentu diare terjadi intermiten sampai selama > 2 minggu, dalam kasus lain dapat terjadi sampai berbulan-bulan (DHARMOJONO, 2001) Inokulasi dengan C. jejuni kepada anakanak anjing gnotobiotik, setelah tiga hari kemudian akan timbul gejala malaise, fese tak terbentuk dan mulas. Pada sapi penderita 85 Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan Campylobacteriosis, mungkin suhu tubuhnya tetap normal, ada diare kental dan mukoid, kadang-kadang terlihat bercak merah. Sapi yang mengalami infeksi C. fetus akan mengalami siklus estrus yang tidak teratur, bila konsepsi yang terjadi kemudian terinfeksi, maka embrio akan terserap dan siklus estrus baru mulai lagi. Radang rahim (endometritis), radang vagina (vaginitis) dan radang leher rahim (cervicitis) dapat terjadi (DHARMOJONO, 2001). Menurut KOLOPAKING (2002) feses penderita yang terinfeksi Campylobacter kebanyakan mengandung darah dan lendir. C. jejuni dapat menyebabkan diare, mungkin disebabkan karena adanya pencemaran air, darah dan feses. Gejala lain yang diderita oleh penderita Campylobacteriosis yaitu demam, luka pada bagian perut, sakit kepala dan luka pada otot. Sakit yang disebabkan oleh kontaminasi makanan dan air yang kotor biasanya terjadi antara 2-5 hari. Umumnya sakit terjadi 7-10 hari, tetapi tidak semuanya (sekitar 25%) (www.cfsan. fda.gov/~mow/chap4.html, 1992). Pusat Pengawasan Penyakit AS mengungkapkan Campylobacter menyerang 70-90% ayam. Campylobacter tersebut menyebabkan penderita mengalami kekejangan, demam, dan mengakibatkan kematian sekitar 800 penduduk AS setiap tahun. Sekitar 1000-2000 orang pertahun campylobacter menyebabkan sindrom GuilainBarre yaitu sejenis penyakit yang memerlukan perawatan intensif selama beberapa minggu (www.myquran.org/forum/showthread.php?t=4 190, 2005). CAMPYLOBACTERIOSIS PADA MANUSIA Angka kejadian campylobacteriosis pada pasien penderita diare hampir sama dengan kejadian salmonellosis atau shigellosis (BLASER et al, 1984). Hasil penelitian di negara Amerika menunjukkan angka kejadian salmonelosis berkisar 300-1500 kasus/100.000 penduduk (ANGULO and SWERDLOW, 1998), infeksi Escherichia coli 30 kasus/tahun (SPARLING, 1998) dan campylobacteriosis 1/1000 orang (ALTEKRUSE, 1998). Laporan dari negara Inggris dan Wales, lebih dari 1% 86 populasi terinfeksi setiap tahunnya dengan kerugian ekonomi mencapai £ 12 million (ASSOCIATION of MEDICAL MICROBIOLOGY, 1993). Sebaliknya di Indonesia hanya sedikit informasi mengenai infeksi Campylobacter jejuni. pada manusia, salah satunya adalah yang dilaporkan oleh BALITVET, Bogor pada tahun 1984 yaitu tentang kasus keracunan susu C. jejuni. di Jawa Barat (POERNOMO et al., 1984). Masa inkubasi campylobacteriosis pada manusia umumnya 2 – 4 hari ketika bakteri mengalami multiplikasi dalam usus dan mencapai jumlah 106 – 109 per gram feses. Untuk terjadinya infeksi hanya diperlukan sekitar 800 bakteri C. jejuni dengan gejala klinis berupa demam, diare, muntah dan sakit perut. C. jejuni menghasilkan enterotoksin yang mirip dengan penyakit kolera dan toksin Escherichia coli. Banyak kejadian Campylobacteriosis pada manusia bersifat sporadik. Kejadian dari penyakit ini memiliki karakteristik epidemiologik yang berbeda dari infeksi sproradik. Penyakit umumnya terjadi pada musim semi dan gugur. Konsumsi susu mentah sebagai sumber infeksi pada 30 dari 80 kejadian luar biasa Campylobacteriosis pada manusia, seperti yang dilaporkan oleh CDC antara tahun 1973 dan 1992. Terjadinya penyakit ini disebabkan oleh mengkonsumsi susu mentah pada saat kunjungan anak sekolah ke peternakan selama musim sedang. Sebaliknya, puncak Campylobacter sporadik terjadi selama musim panas (ALTEKRUSE et al, 2004). Faktor resiko lainnya yang proporsinya lebih kecil dari penyakit sproradik diantaranya minum air yang tidak dimasak dengan baik, perjalanan ke luar negeri, mengkonsumsi babi panggang atau sosis, minum susu mentah atau susu botol, kontak dengan anjing atau kucing, khususnya binatang kesayangan anak-anak atau binatang kesayangan yang terkena diare. Penyebaran dari manusia ke manusia tidak umum terjadi. Pangan asal hewan merupakan faktor penting dalam penyebaran Campylobacter jejuni terhadap manusia (ALTEKRUSE et al., 2004). Di Amerika Serikat Campylobacter umumnya menyerang pada bayi, kurang lebih 14 per 100.000 per tahun terjangkit penyakit ini. Dengan samakin bertambahnya umur Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan (anak-anak), maka kejadian semakin menurun yaitu 4 per 100.000 orang per tahun. Kejadian pada orang dewasa meningkat lagi yaitu sebesar 8 per 100.000 orang pertahun. Diantara umur remaja dan dewasa, diperkirakan < 3 per 100.000 orang per tahun (ALTEKRUSE et al., 2004). Setiap orang ada kecenderungan dapat terinfeksi bakteri C. jejuni, tetapi anak di bawah umur 5 tahun dan orang dewasa (15-29 tahun) merupakan yang paling rentan terinfeksi bakteri ini (www.cfsan.fda.gov/~mow/ chap4.html, 1992). Umumnya orang tidak menyadari bahwa penyakit sakit perut yang dialami merupakan penyakit yang disebabkan oleh apa yang mereka makan. Biasanya mikroba dalam makanan seperti daging atau telur yang dimasak kurang matang, penanganan produk yang salah, atau tercemarnya produk oleh kotoran hewan. Beberapa penderita bisa sembuh tanpa pergi ke dokter, tetapi beberapa yang lainnya tidak sembuh. Satu dari 1000 orang yang diidentifikasi terinfeksi bakteri Campylobacter jejuni Guillain Barre, suatu penyakit kronis yang secara perlahan menimbulkan kelumpuhan badan dari kaki ke atas (http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp? kategori=Health&newsno=1739, 2003) Tabel 2. Studi epidemiologik kejadian Campylobacteriosis sproradis Nomor Jumlah Kontrol Tahun Kejadian 52 103 1989-1990 218 526 1982-1983 29 42 1990 45 53 40 45 106 80 1983-1984 1982-1983 1981 54 54 1982 10 15 1982 55 14 1980 Populasi Lokasi Penyebab sakit Kontak dengan hewan Penduduk yang tinggal di tiga kota Pasien HMO Norwegia Unggas, sosis Anjing Washington Ayam yang tidak di masak dengan benar Susu-susu botol Hewan yang terkena diare Kucing Colorado Ayam Susu mentah Air dan ayam yang dimasak tidak benar, susu mentah Ayam, babi, barbequed foods Ayam Swedia Ayam Penduduk di Manchester Mahasiswa Anak pedesaan Penduduk Denver Ft. Collins Penduduk Rotterdam Penduduk di Larimer Penduduk di Goteborg Inggris Goergis Iowa Colorado Belanda Kucing Anak anjing yang terkena diare Sumber: ALTEKRUSE et al, 2004 DIAGNOSIS Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan tambahan (laboratorium, struktural, fungsional). Secara serologi dapat dilakukan uji serum antibodi dengan berbagain varian antigen untuk mengidentifikasi agennya. Membuat pemeriksaan serum berseri untuk mengamati peningkatan titer antibodi juga sangat menolong dalam upaya diagnostik. Diagnosis tentatif dapat dibuat berdasarkan riwayat adanya keguguran terutama pada 8 minggu akhir masa kebuntingan atau adanya kelahiran dimana anaknya sangat lemah. Dalam pemeriksaan histoptologik dari fetus yang gugur, ditemukannya fekus-fokus nekrotik berwarna abu-abu dengan diameter 13 cm di dalam organ hatinya dapat dianggap sebagai tanda yang patognomonik, akan tetapi hal ini hanya terjadi pada kurang dari 40% (DAHMOJONO, 2001). 87 Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan Diagnosis dilakukan dengan diidentifikasikannya Campylobacter. Cairan abomasum dan jaringan hati fetus merupakan tempat sumber adanya Campylobacter ini. Apabila karena sesuatu peristiwa jerohan alat pencernaan sudah hilang (dicuri atau dimakan hewan pemakan bangkai liar) maka Campylobacter dapat dicari pula di dalam sampel jaringan jantung, paru-paru dan otak. (DHARMOJONO, 2001). Menurut DHARMOJONO (2001), pendugaan terhadap infeksi Campylobacter fetus subsp venerealis (BGC) dapat dikonfirmasi dengan cara: 1. Upaya mengisolasi agen dari sampel fetus yang digugurkan. Cairan abomasum dan jaringan hati merupakan sampel yang baik untuk upaya isolasi agen ini. Upaya membuat kultur dapat diambil dari sampel cairan dari preputium atau mukus servikovaginal. Sampel dari mukus servikovaginal dapat dengan pipet dan disimpan dalam es dan segera dikirim ke laboratorium. 2. Dengan cara FA stains, tetapi cara FA stains ini tidak dapat membedakan antara C. venerealis dan C. fetus. 3. Cara serologik. Uji aglutinasi dari mukus vaginal, dipakai untuk menguji kelompok. Perlu diketahui bahwa antibodi umumnya baru dibentuk setelah beberapa bulan terinfeksi. Uji ELISA lebih sensitif dan dapat mendeteksi antibodi lebih awal dibandingkan dengan uji aglutinasi. Campylobacter jejuni tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah 300C dan bakteri ini sangat sensitif terhadap oksigen, oleh karena itu biasanya dalam makanan, bakteri ini mungkin hanya terdeteksi dalam jumlah yang sedikit. Pada produk makanan deteksi C. jejuni pada sampel dengan tingkat cemaran yang tinggi sangat sulit dilakukan sehingga sangat diperlukan media selektif dengan enrichment untuk mengisolasi bakteri ini. Ada beberapa media agar selektif yang dapat digunakan untuk isolasi C. jejuni yaitu media Skirrow (SKIRROW, 1977 dan BUTZLER and SKIRROW, 1979), Butzler (LAUWERS et al., 1978 dan BUTZLER dan SKIRROW, 1979), Blaser (BUTZLER et al., 1978) dan Preston (BOLTON dan ROBERTSON, 1982). Beberapa variasi media broth dengan enrichment juga dapat dipakai yaitu Liquid enrichment BRUCE 88 et al., 1980), Waterman’s enrichment broth dan Campy-Thio (PARK et al., 1983; WESLEY et al., 1983). PENCEGAHAN Tindakan vaksinasi untuk menghadapi wabah Campylobacteriosis secara eksperimental telah berhasil mengurangi kasus keguguran. Vaksinasi menggunakan vaksin bivalen ternyata efektif untuk menanggulangi keguguran oleh infeksi C. fetus, sedangkan tidak demikian apabila disebabkan oleh C. jejuni (DHARMOJONO, 2001) Domba yang sudah divaksinasi juga masih sering mengalami keguguran. Ada rekomendasi utnuk melakukan vaksinasi diantara domba-domba sebelum dan sesudah terjadinya perkawinan (konsepsi), kemudian diberikan suntikan penguatan (booster vaccination) segera setelah bulan kedua masa kebuntingan. Vaksinasi ulangan kemudian dilakukan setiap tahun yaitu sebulan sebelum masa berkawin breeding (DHARMOJONO, 2001). Vaksinasi pada sapi pejantan malah menghasilkan kesembuhan dan dapat mencegah infeksi permanen, tetapi vaksinasi untuk sapi pejantan diperlukan tiga kali ulangan dengan waktu antara 4 minggu. Untuk mencegah penularan lewat cairan sperma ketika melakukan inseminasi buatan, dilakukan pengenceran sperma 1:25 kemudian ditambahkan 500 IU Penisilin dan 0,5 mg dihdrostreptomisin untuk setiap ml cairan sperma yang telah diencerkan tadi. Cairan sperma dengan perlakuan seperti tersebut perlu disimpan terlebih dahulu dalam temperatur 4,40C selama 6 jam sebelum diaplikasikan (DHARMOJONO, 2001). PENGOBATAN Erithromisin dapat dipilih untuk menganggulangi Campylobacteriosis pada hewan dan manusia. Antibiotika lainnya yang dapat digunakan adalah gentamisin, furazolidone, doksisiklin dan kloramfenikol. Pengobatan Campylobacteriosis pada ferret dengan kloramfenikol memberikan hasil yang baik. Ampisilin umumnya tidak efektif bagi umumnya Campylobacter, sedangkan umum- Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan nya Campylobacter malah resisten terhadap penisilin. Untuk menanggulangi Campylobacteriosis, pengobatan topikal di tempat sarang-sarang infeksi (prepusium, vagina dan lain-lain) dan pengobatan sistematik secara simultan akan menghasilkan tereupitik yang lebih baik. Misalnya penderita diberi suntikan subkutan dengan dihidrostreptomisin dengan dosis 25 mg/kg sekaligus melakukan infusi dalam prepusium dengan 10 ml larutan dihidrostreptomisin 50%. Larutan ini diinfuskan (diirigasikan) ke dalam ruang prepusium dan dipertahankan selama 1 menit sambil dimasase, kemudian baru dilepaskan. Infusion seperti ini dilakukan 2-3 kali dengan interval 48 jam (DHARMOJONO, 2001). DAFTAR PUSTAKA ALTEKRUSE, S.F. 1998: Campylobacter jejuni in foods, JAVMA 213 (12): 1734 - 1735. ALTEKRUSE, S.F., NORMAN, J.S., PATRICIA, I.F., and DAVID, L.S. 2005. Campylobacter jejuni-an emerging foodborne pathogen U.S. Food and drug administration, Blacksburg, Virginia, USA; U.S. Department of Agriculture, Athens, Georgia, USA; and Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, Georgia, USA. ANGULO, F.J. and D.L. SWERDLOW. 1998. Salmonella enteritidis infections in the United States, JAVMA 213 (12): 1729-1731. ASSOCIATION of MEDICAL MICROBIOLOGISTS, 1993. The facts about Campylobacter. Bethany James Communication. BLASER, M.J., B.W. POWERS, J. CRAVENS and W.L WANG, 1978. Campylobacter enteritis associated with canine infection. Lancet 11: 979-981. BLASER, M.J., D.N. TAYLOR, and R.A. FELDMAN, 1984. Epidemiological of Campylobacter infections, in BUTZLER, J. (ed.) Campylobcter in man and animals, pp. 144-156, Boca Raton, CRC Press. BUTZLER, J.P and M.B. SKIRROW. 1979. Campylobacter enteritis. clinics in Gastroenterology. 8: 737-765. CENTER for DISEASE CONTROL and PREVENTION (CDC), 1998. Healthtouch online at htpp://www. Healthtouch.com EVANS, S.J. 1992. Introduction and spread of thermophilic Campylobacters in broiler flocks. Veterinary Record 131: 574-576. HANNINEN, M.L., 1981. The effect of NaCl on Campylobacter jejuni/coli. Acta Vet. Scand. 22: 578. HARRIS, N.V., D. THOMPSIN; D.C. MARTIN and C.M. NOLAN. 1986. A. survey of Campylobacter and other bacterial contaminants of pre-market chicken and retail poultry and meats, King County, Washington. Am.J.Publ.Health. 76: 401. KENDALL, PAT. 1992. Bacterial food-borne illness document number 9.3000, Colorado Cooperative Extensive Service, Colorado State University. LAUWERS, S., M. DE BOECK and J.P. BUTZLER. 1978. Campylobacter enteritis in Brussels. Lancet 1: 604-605. LIOR, H., D.L. WOODWARD; J.A. EDGAR; L.J. LAROCHE and P. GILL. 1982. Serotyping of Campylobacter jejuni by slide agglutination based on heat-labile antigenic factors. J.Clin.Microbiol. 15: 761. PALUMBO, S.A. 1984. Heat injury and repair in Campylobacter jejuni. Appl. Environ. Microbiol. 48: 477. PARK, C.E., Z.K. STANKIEWICZ, J. LOVETT, J. HUNT and D.W. FRANCIS. 1983. Effect of temperature, duration of incubation, and pH of enrichment culture on the recovery of Campylobacter jejuni from eviscerated marked chickens. Can. J. Microbiol. 29: 803. PENNER, J.L., and J.N. HANNESSEY. 1980. Passive hemagglutination technique for serotyping Campylobacter fetus subs jejuni on the basis of soluble heat-stable antigens. J. Clin. Microbiol. 12:732. BOLTON, F.J. and L. ROBERTSON. 1982. A selective medium for isolating Campylobacter jejuni/coli. J. Clin.Path. 35:462-467. RAJAN, D.P. and V.I. Mathan. 1982. Prevalence of Campylobacter fetus subsp. Jejuni in healthy populations in Southern India. J.Clin. Microbiol. 15: 749. BOLTON, F.J. and D. COATES. 1983. A study of the oxyhen and carbon dioxide-requirements of thermophilic campylobacters. J. Clin. Pathol. 36: 829. DHARMOJONO. 2001. Limabelas penyakit menular dari binatang ke manusia. Milenia Populer, Jakarta. 89 Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan KOLOPAKING, M.S. 2002. Penatalaksanaan muntah dan diare akut. Simposium Penataksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam II, Jakarta. http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Health &newsno=1739. 2003. Mikroba yang ditularkan melalui makanan. Majalah Nirmala, Jakarta. MERCK’S VETERINARY MANUAL. 1991. 7thEd. Merck’s Co. and Inc. RESSANG, A.A. 1984. Patologi khusus veteriner. Buku Pelajaran Patologi Kusus Veteriner Edisi II. 90 SUBRONTO. 1985. Ilmu penyakit ternak I. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta. www.cfsan.fda.gov/~mow/chap4.html. 1992. Campylobacter jejuni. U.S. Food & Drug Administration Center for Food Safety & Applied Nutrition. U.S. www.myquran.org/forum/showthread.php?t=4190. 2005. Ternakan ayam moden Jejaskan Manusia. www.oie.int. 2004. Campylobacter Jejuni And Campylobacter Coli www.wikipedia.org/wiki/campylobacter. Campylobacter. 2005. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan 91