3 TINJAUAN PUSTAKA Karkas Ayam Pedaging

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Karkas Ayam Pedaging
Ayam dibagi menjadi 2 tipe yaitu ayam petelur dan ayam pedaging. Ayam
petelur adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil telurnya sedangkan ayam
pedaging adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil dagingnya. Salah satu jenis
ayam yang sering digunakan sebagai ayam pedaging adalah jenis ayam broiler.
Ayam broiler memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan ayam
lokal dan memiliki perdagingan yang baik. Daging ayam yang dijual untuk keperluan
konsumsi biasanya dijual dalam bentuk karkas. Karkas ayam pedaging adalah bagian
dari ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan jeroan dan lemak
abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (Dewan Standardidasi
Nasional, 1995).
Nilai Gizi Daging Ayam
Definisi daging menurut Badan Standardisasi Nasional (2009) merupakan
otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi oleh
manusia. Makanan bergizi yang dibutuhkan manusia adalah daging. Hal ini karena
mutu proteinnya tinggi serta kandungan asam amino esensial yang lengkap dan
seimbang. Protein dagingpun lebih mudah dicerna daripada nabati. Nilai gizi serta
komposisi asam amino pada daging ayam dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Ayam
Komposisi
Jumlah
Protein (g)
18,20
Lemak (g)
25,00
Kalsium (mg)
14,00
Fosfor (mg)
200,00
Besi (mg)
1,50
Vitamin B1 (mg)
0,08
Air (g)
55,90
Kalori (kkal)
302,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972)
3
Tabel 2. Komposisi Asam Amino Daging Ayam
Asam Amino
Jumlah (%)
Arginin
6,7
Cistein
1,8
Histidin
2,0
Isoleusin
4,1
Leusin
6,6
Lisin
7,5
Metionin
1,8
Penilalanin
4,0
Treosin
4,0
Triptofan
0,8
Tirosin
2,5
Valin
6,7
Sumber : Mountney (1983)
Rumah Pemotongan Ayam
Rumah pemotongan ayam (RPA) adalah kompleks bangunan dengan desain
dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta
digunakan sebagai tempat memotong ayam bagi konsumsi masyarakat umum. Ayam
hidup yang akan dipotong harus berasal dari ayam hidup yang sehat, sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku. Proses pemotongan ayam menurut Dewan
Standardisasi Nasional (1995) tentang karkas ayam pedaging melalui beberapa
tahapan. Tahapan pertama adalah persiapan tempat yang digunakan untuk
pemotongan yaitu harus menggunakan tempat yang bersih serta air yang digunakan
adalah air yang berasal dari sumber berkualitas baik. Tahapan selanjutnya adalah
pemotongan ayam.
Pemotongan ayam dilakukan dengan memotong arteri karotis, vena jugularis,
tenggorokan, dan esophagus (Regenstein et al., 2003). Teknik pemotongan ayam
dibagi menjadi 2 yaitu secara langsung dan tidak langsung. Teknik pemotongan
secara langsung yaitu setelah ayam dinyatakan sehat maka ayam langsung dipotong.
Teknik pemotongan secara tidak langsung yaitu dengan melakukan pemingsanan
4
terhadap ternak yang akan dipotong (Abubakar, 2003). Teknik pemotongan secara
langsung dan tidak langsung dapat dilihat pada Gambar 1.
(a)
(b)
(c)
Gambar 1. Teknik Pemotongan Ayam. (a) Pemotongan secara langsung dengan
dimasukkan ke dalam corong, dan (b) Pemotongan secara tidak langsung
: pemingsanan dengan electrical stunning box secara manual, (c)
pemingsanan dengan waterbath (FAO, 2001).
Teknik dengan penggunaan corong dimaksudkan untuk mengurangi memar,
patah dan perubahan warna pada sayap yang dikarenakan berkurangnya benturan
setelah ayam dipotong (Gambar a). Teknik dengan menggunakan corong ini biasanya
digunakan oleh tempat pemotongan dengan skala kecil. Tipe pemotongan dengan
cara kaki digantung dilakukan agar pengeluaran darah lebih cepat dan darah banyak
keluar. Gambar b menunjukkan pemotongan secara tidak langsung yaitu
menggunakan electrical stunning box secara manual. Pemotongan dengan
menggunakan waterbath yang telah dialiri listrik dengan tegangan rendah.
Pengeluaran darah (bleeding) setelah ayam dipotong harus tuntas sehingga
ayam benar-benar mati dan kemudian ayam yang telah mati tersebut dimasukkan ke
dalam air panas dengan temperatur 52-60oC selama 3-5 menit. Pencabutan bulu
dilakukan setelah dilakukan pencelupan ke dalam air panas dan setelah bulu tercabut
seluruhnya kemudian ayam tersebut dicuci dan didinginkan dengan temperatur 0-5oC
(Dewan Standardisasi Nasional, 1995).
Mutu Daging Ayam
Karakteristik fisik daging merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan
untuk menentukan mutu daging. Apabila mutu tersebut diabaikan maka akan
menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan dan dapat menjadi dasar
5
dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor
utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu
produk selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi (Herawati, 2008)
Tingkatan mutu karkas ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan Tingkatan Mutu Berdasarkan SNI 01-3924-2009
No
Faktor Mutu
1
Konformasi
Tingkatan Mutu
Mutu I
Mutu II
- Ada sedikit kelainan
- Sempurna
2
Perdagingan
Mutu III
- Ada kelainan pada
pada bagian tulang
bagian tulang dada
dada atau paha
dan paha
- Sedang
- Tipis
- Banyak
- Sedikit
- Tulang utuh, kulit
- Tulang ada yang pa-
- Tebal
3
Perlemakan
- Banyak
4
Keutuhan
- Utuh
sobek sedikit, tetapi
tah, ujung sayap ter-
tidak pada bagian dada lepas.Ada kulityang
sobek dibagian dada
5
Perubahan
Warna
- Ada memar sedikit teta-- Ada memar sedikit
- Bebas dari
pi tidak pada bagian da- tetapi tidak ada
memar dan
da dan tidak “Freeze
atau “Freeze
Burn”
Burn”
6
Kebersihan
“Freeze Burn”
- Ada bulu tunas sedikit - Ada bulu tunas
- Bebas dari
bulu tunas (pin
yang menyebar, tetapi
tidak pada bagian dada
feather)
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2009)
Mikrobiologi Daging Ayam
Awal kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki
peredaran darah pada saat penyembelihan, jika alat-alat yang digunakan untuk
pengeluaran tidak steril. Pisau, sarung tangan, alat potong, alat cacah, talenan,
timbangan bahkan penjualnya juga merupakan sumber mikroorganisme kontaminan
6
(Frazier dan Westhoff, 1988). Kontaminasi selanjutnya dapat terjadi melalui
permukaan daging selama operasi persiapan daging, yaitu proses pembelahan karkas,
pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan karkas atau daging,
pembuatan daging proses preservasi, pengepakan, penyimpanan dan distribusi.
Pencemaran mikroorganisme terhadap daging dapat terjadi sebelum pemotongan
(pencemaran primer) dan setelah pemotongan (pencemaran sekunder). Pencemaran
primer dapat dihindari dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengurangi
kepadatan ternak pada suatu peternakan dan pada saat pengangkutan. Hal ini
dikarenakan dapat mengakibatkan penyebaran penyakit antar ternak. Pencemaran
sekunder dapat terjadi selama beberapa tahapan yaitu selama pengolahan, penjualan
dan persiapan oleh konsumen (Buckle et al., 1987).
Transportasi merupakan salah satu faktor penting dalam rantai penyediaan
bahan pangan asal ternak, baik transportasi dari peternakan ke tempat pemotongan
maupun dari rumah pemotongan ke distributor dan industri, maupun dari distributor
ke pengecer atau konsumen. Produk peternakan semisal daging merupakan media
yang baik bagi pertumbuhan mikroba patogen maupun nonpatogen, sehingga
diperlukan fasilitas pendingin pada saat transportasi. Transportasi dan penyimpanan
daging tanpa pendingin dapat menyebabkan mikroba berkembang biak dengan cepat
sehingga jumlahnya mencapai tingkat yang berbahaya bagi kesehatan manusia
(Murdiati, 2006).
Segala sesuatu yang dapat berkontak dengan daging secara langsung atau
tidak langsung, dapat merupakan sumber kontaminan. Kontaminasi ini dapat diatasi
atau dikurangi dengan melakukan penanganan yang higienis dengan sistem sanitasi
yang sebaik-baiknya. Besarnya kontaminasi mikroorganisme pada daging akan
menentukan kualitas dan masa simpan daging proses (Soeparno, 2005). Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada dua macam,
yaitu (a). Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi
oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat; (b). Faktor
ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk
atau kondisi daging (Fardiaz, 1992). Pengukuran secara tepat jumlah mikroorganisme dalam daging ayam tersebut merupakan dasar yang penting untuk dilakukan. Hal
ini dilakukan agar mikroorganisme yang dapat tumbuh pada daging ayam tidak
7
melebihi batas maksimum cemaran mikroba. Batas maksimum cemaran mikroba
daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Ayam
No.
Jenis Cemaran Mikroba
Satuan
Persyaratan
1.
Total Mikroba (Total Plate Count)
CFU/g
Maksimum 1 x 106
2.
Coliform
CFU/g
Maksimum 1 x 102
3.
Staphylococcus aureus
CFU/g
Maksimum 1 x 102
4.
Salmonella sp.
Per 25 g
Negatif
5.
Escherichia coli
CFU/g
Maksimum 1 x 101
6.
Campylobacter sp.
Per 25 g
Negatif
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2009)
Total Mikroba. Total mikroba atau total plate count (TPC) berdasarkan SNI 012897-2008 merupakan suatu cara perhitungan total mikroba yang terdapat dalam
suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu inkubasi yang
ditetapkan. Mikroba yang tumbuh dalam media agar tersebut dihitung koloninya
tanpa menggunakan mikroskop. Hasil pengujiannya dinyatakan dengan CFU
(Colony Forming Unit) per ml.
Bahan pangan seperti daging ayam dapat bertindak sebagai substrat untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan spesies mikroba patogen yang dapat
menyebabkan
penyakit
bagi
manusia
yang
memakannya.
Penyakit
yang
ditimbulkannya terbagi menjadi dua kelompok yaitu infeksi dan intoksikasi
(keracunan). Infeksi merupakan tertelannya mikroba dan mikroba tersebut
berkembang biak dalam alat pencernaan. Gejala-gejala yang timbul ditandai dengan
sakit perut, pusing, muntah dan diare (Buckle et al., 1987). Sekitar 70% penyakit
diare dianggap disebabkan oleh makanan yang mengandung penyakit (Winarno
2004). Kelompok kedua adalah intoksikasi (keracunan). Intoksikasi merupakan
tertelannya racun yang dihasilkan terlebih dahulu oleh pertumbuhan mikroba dalam
bahan pangan. Data statistik di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan
bahwa kira-kira 70% dari wabah keracunan karena bahan pangan dihubungkan
dengan konsumsi produk daging dan ayam (Buckle et al., 1987).
8
Coliform. Coliform merupakan bakteri gram negatif yang tidak membentuk spora.
Beberapa spesies mikroorganisme ini dapat tumbuh pada temperatur tinggi (44,5 oC)
sedangkan spesies lainnya tumbuh pada suhu 4-5oC. Coliform biasanya terdapat pada
makanan mentah dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan dan tumbuhan.
Kontaminasi bakteri ini pada tumbuhan diketahui karena terkontaminasi dari tanah
(Ray and Arun, 2008). Kontaminasi Coliform dapat berasal dari kontaminasi fekal
lingkungan rumah potong hewan yang berkaitan dengan pengeluaran isi usus serta
pencemaran dari rumah potong hewan. Sekalipun dalam lingkungan rumah potong
yang baik, kontaminasi dengan bakteri Coliform tidak dapat dihindarkan karena
penggunaan air yang telah terkontaminasi. Jumlah cemaran Coliform yang tinggi
dapat menyebabkan gangguan pencernaan (Setiowati dan Mardiastuti, 2009). Proses
eviserasi (pengeluaran jeroan) dapat meningkatkan mikroba kontaminasi fekal.
Penurunan kontaminasi tersebut dapat dilakukan dengan penerapan higiene dalam
alur proses pada penanganan karkas (Yashoda et al., 2001).
Escherichia coli. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang tidak
membentuk spora. Bakteri ini hidup secara fakultatif anaerob dan hidup di dalam
usus manusia dan hewan berdarah panas lainnya (Ray and Arun, 2008). Infeksi yang
disebabkan oleh bakteri ini bersumber dari makanan dan air minum yang
terkontaminasi tinja (faecal contamination).
Salmonella sp. Salmonella sp. merupakan bakteri gram negatif, motil, tidak berspora
dan hidup secara fakultatif anaerob. Mikroorganisme ini bersifat mesofil dengan
perumbuhan optimum pada temperatur 35-37oC (Ray and Arun, 2008). Penularan
penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri ini adalah dengan termakannya
mikroorganisme yang terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan yang
terinfeksi. Sampel daging ayam banyak tercemar bakteri Salmonella dari pasar
tradisional. Hal ini dikarenakan kondisi pasar tradisional yang kebersihannya tidak
terjaga. Hasil pengujian bakteri Salmonella pada daging ayam tahun 2011
menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 10,06% sampel dari pasar tradisional dan
3,1% sampel dari swalayan di DKI Jakarta tercemar bakteri Salmonella (Setiowati et
al.,2011)
9
Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang
berbentuk coccus (seperti kumpulan buah anggur). Bakteri ini dapat hidup secara
fakultatif anaerob serta tumbuh dengan cepat pada kondisi aerob. Suhu pertumbuhan
bakteri ini adalah 7-48oC (Ray and Arun, 2008). Cara penularan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini adalah memakan makanan yang mengandung toksin
(intoksikasi). Toksin tersebut relatif stabil terhadap panas yaitu pada suhu 60oC
selama 16 jam. Salah satu bakteri yang mencemari daging ayam adalah
Staphylococcus aureus. Beberapa peristiwa dari keracunan pangan yang tercemar
oleh Staphylococcus aureus diakibatkan oleh higiene yang buruk dari pengelola
bahan pangan. Secara ekologis, Staphylococcus aureus erat sekali hubungannya
dengan menusia terutama pada bagian kulit, hidung dan tenggorokan. Dengan
demikian, makanan kebanyakan tercemar melalui pengelolaan oleh manusia (Buckle
et al., 1987). Jumlah S. aureus pada kasus-kasus keracunan makanan biasanya
mencapai 108 CFU/g atau lebih (Harmayani et al., 1996).
Campylobacter sp. Campylobacter sp. merupakan bakteri gram negatif, motil dan
tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh pada kadar oksigen rendah serta tumbuh
pada temperatur 32-45oC dan optimum pada 42 oC. Bakteri ini sensitif terhadap
panas, penggaraman, pH rendah dan kering. Mikroorganisme ini tahan pada suhu
dingin dan beku (Ray and Arun, 2008). Penularan bakteri ini disebabkan oleh
makanan yang menjadi sumber utama yaitu susu dan daging unggas mentah atau
kurang matang. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Campylobacter sp dikenal
dengan nama campylobacteriosis. Penyakit tersebut ditandai dengan diare yang hebat
disertai demam, kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis. Sekitar 70% kasus
campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh cemaran C. jejuni pada karkas
ayam (Djafaar dan Rahayu, 2007).
Salah satu persyaratan kualitas produk unggas adalah bebas mikroba
pathogen seperti Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan
Campylobacter sp. Bangsa ayam adalah satu-satunya binatang terbesar yang
merupakan tempat persinggahan Salmonella, dimana rata-rata setengah dari
Salmonella penyebab terjadinya gangguan pada pencernaan manusia berasal dari
ayam dan produk dari ayam (Saksono dan Isro’in, 1986). Mutu mikrobiologis pada
produk pangan ditentukan oleh jumlah mikroorganisme yang terdapat pada bahan
10
pangan, seperti pada daging ayam. Keamanan produk pangan dapat dikatakan aman
jika produk tersebut bebas dari mikroba pathogen (Mead, 2004).
Sanitasi
Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang
harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha
pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor
lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Secara luas,
ilmu sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu
memperbaiki, mempertahankan, atau mengendalikan kesehatan yang baik pada
manusia (Purnawijayanti, 2001). Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan
pasal 6 menyatakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran
pangan wajib ; 1) memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan
manusia, 2) menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala, dan 3)
menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi. Beberapa
komponen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan sanitasi lingkungan, yaitu
delapan kunci kondisi sanitasi menurut Food and Drug Administration (FDA) USA
(1995). Delapan kunci sanitasi tersebut antara lain :
a)
Keamanan air
b) Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
c)
Pencegahan kontaminasi silang
d) Kebersihan karyawan (fasilitas sanitasi)
e)
Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran (adulteran)
f)
Pelabelan, penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat
g) Kesehatan karyawan
h) Pengendalian hama (Pest Control)
Penerapan sanitasi diharapkan menjadi jaminan bahwa daging menjadi aman
dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan keamanan pangan asal ternak dari kandang
hingga ke piring konsumen merupakan tanggung jawab semua pihak yang terkait
dalam rantai pangan, mulai dari peternak hingga konsumen yang mempersiapkan
makanan di meja, termasuk pemerintah yang mempunyai wewenang dalam
penetapan perundang-undangan (Murdiati, 2006).
11
Download