Perbandingan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Antara Penerapan Model Discovery Learning dengan Memanfaatkan Potensi Ekosistem Pesisir dan Pembelajaran Konvensional pada Siswa Kelas X SMA N 1 Tanjungsari Sulastria, Meti Indrowatib, Nurmiyatic a) Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email: [email protected] b) Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email: [email protected] c) Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email: [email protected] The purpose of the research was to find out the difference of higher order thinking skills of grade X students after being treated with discovery learning model with employing seashore ecosystem and conventional learning.The research was a quasi experiment with postest only nonequivalent control group design. The population of the research was all student of grade X of SMA N I Tanjungsari, and sample was selected through cluster sampling. Data was collected using test and non-test method. Test method is high order thinking essays, which consisted of analytical thinking skills (C4), evaluate thinking skills (C5), and creative thinking skills (C6). Non-test method was observation and documentation. Hypothesis test used the t-test with SPSS 16 version.The conclusion of the research is there was a difference of higher order thinking skills between application of discovery learning combined with seashore ecosystem and conventional learning of grade X students of SMA N I Tanjungsari. Students of grade X performed best on evaluate thinking skills. Keywords : Discovery Learning Model, Seashore Ecosystem, High Order Thinking Skill diimplementasikan dalam pembelajaran PENDAHULUAN Perkembangan zaman menuntut biologi. Buku ajar masih dipenuhi oleh untuk kemampuan materi berupa fakta-fakta yang menuntut (Barak, Ben kemampuan mengingat siswa (Zohar & Chaim, & Zoller, 2007). Kemampuan Dori, 2003). Kajian biologi yang dibahas berpikir tingkat tinggi (high order thinking dalam materi pelajaran masih bersifat skill) siswa mencakup tiga aspek kognitif umum dan kurang memanfaatkan kondisi teratas, yaitu analyze, evaluate, dan create lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber (Anderson belajar (Suratsih, 2010). siswa menguasai berpikir tingkat tinggi & Krathwohl, 2010). Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Hasil tes menunjukkan bahwa dapat diukur dengan memberikan soal rata-rata nilai kemampuan berpikir tingkat berdasarkan tiga aspek kognitif tersebut tinggi (Ramirez & Ganaden, 2008; Hopson, Tanjungsari secara keseluruhan adalah Simms, & Knezek, 2002; Brookhart, sebesar 36,8%. Rata-rata nilai kemampuan 2010). berpikir Kemampuan tinggi siswa berpikir belum siswa kelas menganalisis X SMA (C4) N 1 sebesar tingkat 69,24%, kemampuan berpikir banyak mengevaluasi (C5) sebesar 62 %, dan kemampuan berpikir mencipta (C6) Kabupaten Gunung Kidul telah dilakukan sebesar 7,2 %. Hasil wawancara dengan oleh Widoretno, Nurmiyati, Indrowati, & guru menunjukkan bahwa pembelajaran Marsusi Biologi yang diterapkan di SMA N 1 melaporkan bahwa makro alga yang Tanjungsari konvensional. ditemukan memiliki tingkat diversitas Kegiatan pembelajaran kurang menuntut yang tinggi dan sangat potensial untuk siswa belajar secara aktif dan juga kurang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. mengekplorasi potensi sekitar lingkungan Hasil penelitian mendasari pentingnya sekolah. pengembangan dan pelestarian makro alga bersifat Ekosistem pesisir terdiri atas (2013). Hasil penelitian oleh masyarakat sekitar pesisir. Salah gabungan komponen abiotik dan biotik satunya yang saling berinteraksi (Fachrul, 2007). mengeksplorasi secara langsung potensi Potensi daerah pesisir belum banyak ekosistem pesisir sebagai sarana belajar. dimanfaatkan biologi sebagai (Suratsih, mengetahui sumber belajar 2010). Siswa Pelaksanaan SMA N 1 yang dapat pembelajaran Tanjungsari di bersifat konvensional dan kurang menekankan lingkungan masih secara peran aktif siswa untuk bereksplorasi teoritis, dan belum melalui kegiatan membangun konsep. Proses tersebut juga praktek di lapangan (Supriharyono, 2009). diperkuat oleh hasil tes awal Pantai potensi siswa dan pengelolaan tentang adalah merupakan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir daerah pesisir yang memiliki potensi dan tingkat tinggi siswa masih rendah. Selain karakteristik karst yang unik (Damayanti itu, & Ayuningtyas, 2008). Pantai Sepanjang sekitar salah satunya potensi ekosistem terletak pesisir di Sepanjang yang pemanfaatan lingkungan Kecamatan Tanjungsari, Gunung Kidul. langsung. Kemampuan berpikir tingkat Keanekaragaman biota laut, alga dan tinggi siswa dapat dilatihkan dengan kondisi fisik menjadikan Pembelajaran melakukan yang menekankan potensi daerah pesisir konstruktivistik. Pantai Sepanjang dapat dikembangkan menekankan oleh sekolah terdekat dengan lokasi, SMA melalui pengalaman untuk mengkonstruk N 1 Tanjungsari adalah salah satu sekolah konsep dan mengembangkan kemampuan terdekat dengan Pantai Sepanjang. berpikir tingkat tinggi (Barak, et al., Kabupaten Penelitian tentang pemetaan makro alga potensial di pantai selatan 2007). belum kondisi dimanfaatkan pendekatan aktif dengan secara konstruktivistik kebutuhan Kegiatan diwujudkan Teori secara siswa siswa memilih belajar dapat model pembelajaran yang tepat. Model Discovery pesisir dan pembelajaran konvensional Learning merupakan model pembelajaran pada siswa kelas X SMA N 1 Tanjungsari. yang menekankan kegiatan penemuan konsep oleh siswa melalui kegiatan METODE PENELITIAN pengamatan, eksplorasi, dan praktikum Penelitian termasuk penelitian (Stave, 2011). Model Discovery Learning kuantitatif yang bersifat eksperimen semu dapat kemampuan (quasi exsperimental research). Desain berpikir tingkat tinggi dalam menguasai penelitian yang digunakan adalah postest pengetahuan (Swaak, et al., 2004). only with non-equivalent control group mengembangkan Model Discovery Learning sesuai design. diterapkan dalam pembelajaran tentang lingkungan (ekosistem). Siswa dapat Dua populasi kelompok yang ada dipilih sebagai dari kelas menganalisis fenomena-fenomena tentang eksperimen I dan kelas eksperimen II. lingkungan sekitar (Kyriazis, Psycharis, & Pembelajaran pada kelas eksperimen I Korres, Learning dengan menerapkan Model Discovery menurut Van Joolingen (1999) mendorong Learning dengan memanfaatkan potensi siswa ekosistem 2009). Discovery melakukan pembelajaran yang pesisir. Pembelajaran pada bersifat konstruktivis dan menyebabkan kelas eksperimen II dengan menerapkan siswa berpikir pada domain high order pembelajaran konvensional yang berupa thinking skills. metode ceramah bervariasi. Berdasarkan atas, Populasi penelitian adalah siswa penerapan Discovery Learning dengan kelas X SMA N 1 Tanjungsari tahun memanfaatkan potensi ekosistem pesisir pelajaran 2013/2014. Kelas X SMA N 1 Pantai Tanjungsari terdiri atas empat kelas. Sepanjang mengembangkan uraian di diharapkan kemampuan dapat berpikir Sampel penelitian dipilih dengan tingkat tinggi siswa. Penerapan Model menggunakan teknik cluster sampling. Discovery Learning dapat memanfaatkan Berdasarkan hasil uji, diperoleh dua kelas potensi ekosistem pesisir sebagai sarana sampel yaitu kelas X B sebagai kelas belajar siswa dan melatihkan kemampuan eksperimen I dan kelas X A sebagai kelas berpikir tingkat tinggi siswa. Penelitian eksperimen II. bertujuan untuk mengetahui perbedaan Validasi instrumen penelitian kemampuan berpikir tingkat tinggi antara dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji penerapan Model Discovery Learning validitas yang digunakan meliputi validitas dengan memanfaatkan potensi ekosistem isi dan validitas konstruk yang dilakukan oleh para ahli. Validitas butir soal tes Hasil analisis ada tidaknya perbedaan dengan menggunakan rumus koefisien kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Product antara Moment dari Karl Pearson. penerapan Model Discovery Teknik analisis data dengan menggunakan Learning dengan memanfaatkan potensi uji t. ekosistem pesisir dan pembelajaran konvensional dengan menggunakan uji t (Tabel 6). HASIL DAN PEMBAHASAN Data primer penelitian adalah nilai hasil tes tertulis dari kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Tabel 5. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi K. Eksperimen I K. Eksperimen II Jumlah 2302,5 Jumlah 1883,3 Mean 76,750 Mean 62,777 Median 75 Median 66 Variance 64,148 Variance 147,97 Std. Dev 8,0092 Std. Dev 1,2164 Minimum 66 Minimum 29 Maximum 95 Maximum 79 Range 29 Range 50 Tabel 6. Hasil Uji t Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kriteria Keputusan Kemampuan Sig. Berpikir Sig. < H0 ditolak Tingkat 0.000 0,05 Tinggi 1. Perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara penerapan Model Discovery Learning dan pembelajaran konvensional Hasil Uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa antara penerapan Model Discovery Learning dengan memanfaatkan potensi ekosistem pesisir dan pembelajaran konvensional. Pada kelas eksperimen I dengan penerapan Model Discovery Learning menekankan kerja aktif siswa dalam mengeksplorasi ekosistem Perbandingan Kemampuan Berpikir C4, C5, dan C6 pesisir Pantai Sepanjang sebagai sarana Nilai rata-rata kelas eksperimen I siswa cenderung pasif dan kurang Gambar 4.2. belajar. Pada kelas eksperimen II, peran dengan menggunakan Model Discovery mengeksplorasi Learning dengan memanfaatkan potensi pesisir secara langsung. ekosistem pesisir lebih tinggi Model potensi Discovery ekosistem Learning dibandingkan kelas eksperimen II yang dengan menggunakan pembelajaran konvensional. ekosistem pesisir mendorong kerja aktif memanfaatkan potensi siswa. Siswa dalam menemukan konsep menggunakan kemampuan Tahapan hypothesis generation berpikir yaitu siswa merumuskan hipotesis atau tingkat tinggi (King, Goodson, & jawaban sementara atas permasalahan Rohani, melakukan yang telah dipilih. Siswa melakukan kegiatan penemuan lalu menganalisis, kajian literatur dan berpikir secara logis mengolah data, dan merencanakan dalam membuat hipotesis. Pada tahap sebuah ini 1997). Siswa gagasan ekosistem pesisir terkait yang materi dipelajari melatih mencipta kemampuan siswa pada (Heong, Yunos, Hassan, Othman, & merumuskan. Kiong, 2011). komponen-komponen Model memiliki Discovery tahap-tahap Learning yang dapat ekosistem pengaruh berpikir Siswa merumuskan penyusun pesisir, faktor kategori memprediksi abiotik terhadap melatih kemampuan berpikir tingkat pertumbuhan faktor biotik seperti ikan tinggi siswa (Swaak, et al., 2004). dan alga. Siswa merumuskan proses Siswa didorong mampu memanfaatkan aliran energi dan daur biogeokimia potensi yang terjadi dalam ekosistem pesisir. ekosistem pesisir dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Tahapan ketiga adalah Penerapan model discovery learning hypothesis testing. Siswa membuktikan melibatkan kemampuan berpikir tingkat hipotesis melalui pengamatan langsung, tinggi di setiap tahapan (King, et al., kajian 1997). (Veermans, 2003). Pada tahap ini, Pada tahap orientation, siswa siswa literatur, dan merancang praktikum percobaan dan menganalisis fenomena-fenomena yang kegiatan eksplorasi sehingga dapat terjadi, mengidentifikasi faktor-faktor melatih kemampuan berpikir mencipta. yang berpengaruh terhadap konsep Siswa yang akan dipelajari. Tahap orientation komponen-komponen ekosistem pesisir melatih berpikir secara langsung. Siswa membuktikan tahap pengaruh faktor abiotik terhadap faktor orientation, siswa berperan secara aktif biotik melalui percobaan yang telah dalam menanggapi demonstrasi dan dirancang. Siswa membuat bagan daur pertanyaan biogeokimia menganalisis pertanyaan kemampuan siswa. guru. Pada Siswa guru dan menjawab mampu merumuskan permasalahan yang akan dipelajari dengan benar. melakukan yang eksplorasi terjadi dalam ekosistem pesisir. Tahap keempat adalah conclusion. Siswa mengumpulkan data yang diperoleh. Siswa menyimpulkan penguasaan hasil tingkat tinggi oleh setiap siswa. terkait kegiatan pengamatan, percobaan, dan kajian literatur yang kemampuan Pada kelas berpikir eksperimen II telah dilakukan. Pada tahap ini siswa dengan penerapan metode ceramah menggunakan bervariasi cenderung membuat siswa kemampuan menganalisis dalam berpikir mengolah dan menginterpretasikan data. siswa berpikir yang memeriksa mengevaluasi meliputi dan pasif dalam proses pembelajaran. Peran guru bersifat lebih Tahap regulation melatihkan kemampuan bersikap kategori mengkritik. Siswa dominan dibandingkan dengan kegiatan siswa (teacher centered). Guru menjelaskan konsep materi tentang ekosistem pesisir dengan metode memeriksa hasil penemuan tentang ceramah. Siswa memperhatikan dan komponen ekosistem pesisir, interaksi mendengarkan penjelasan guru. Proses faktor biotik dan abiotik, aliran energi, pembelajaran yang terjadi pada kelas dan daur biogeokimia yang terjadi eksperimen II kurang kondusif dan dalam ekosistem pesisir. banyak kegiatan lain yang dilakukan Potensi ekosistem pesisir dapat siswa selain mendengarkan ceramah digunakan sebagai sarana belajar yang guru. Pembelajaran tepat. kurang memfasilitasi Penerapan Model Discovery konvensional siswa dalam Learning menuntut peran penting siswa melatihkan kemampuan berpikir tingkat dalam memanfaatkan potensi ekosistem tinggi yang dimiliki. pesisir secara langsung. Pembelajaran Biologi secara kontekstual dengan 2. Analisis Aspek C4 (Kemampuan Berpikir Menganalisis) menerapkan Model Discovery Learning Rata-rata kemampuan berpikir mampu meningkatkan minat siswa menganalisis pada kelas eksperimen I dalam mengeksplorasi sebesar 71,25 sedangkan pada kelas pesisir Pantai ekosistem Sepanjang. Siswa eksperimen II sebesar 65. Rata-rata tertarik dalam kemampuan berpikir menganalisis pada seluk-beluk keadaan kelas eksperimen I dengan penerapan pesisir dengan Model Discovery Learning lebih tinggi mengeksplorasi secara langsung. Siswa dibandingkan pada kelas eksperimen II aktif dalam melakukan penemuan yang dengan telah konvensional. Hal ini menunjukkan cenderung mengetahui lebih ekosistem dirancang dan mendukung penerapan pembelajaran bahwa penerapan Model Discovery Learning lebih dapat mengembangkan Hal kemampuan berpikir kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dibandingkan jika menganalisis dengan pembelajaran konvensional. Learning melatihkan siswa menguasai berpikir menyebabkan rata-rata dengan penerapan Model Discovery Learning lebih tinggi dibandingkan Penerapan Model Discovery kemampuan ini menganalisis Tahapan yang melatihkan kemampuan pada penerapan pembelajaran konvensional pada kelas eksperimen II. 3. Analisis Aspek C5 (Kemampuan Berpikir Mengevaluasi) berpikir menganalisis siswa adalah Rata-rata kemampuan berpikir Orientation, Hypothesis Testing, dan mengevaluasi pada kelas eksperimen I Conclusion. menganalisis sebesar 97,78 sedangkan pada kelas komponen biotik dan abiotik yang eksperimen II sebesar 88,89. Rata-rata dapat mereka jumpai secara langsung kemampuan berpikir tingkat tinggi pada Pantai pada kedua kelas sampel termasuk ke Sepanjang. Siswa menganalisis hasil dalam kategori tinggi. Akan tetapi rata- percobaan rata kemampuan berpikir tingkat tinggi Siswa ekosistem pesisir pengaruh faktor abiotik berupa kadar garam/salinitas terhadap pada membuka menutupnya insang pada penerapan Model Discovery Learning ikan. Siswa mengorganisasi hubungan lebih tinggi dibandingkan pada kelas antar eksperimen II. komponen melalui rantai makanan yang terjadi dalam eksosistem kelas eksperimen Proses I pembelajaran dengan pada pesisir. Siswa mampu menganalisis penerapan Model Discovery Learning kedudukan setiap komponen biotik. melatihkan kemampuan berpikir tingkat Siswa menganalisis daur biogeokimia tinggi yang terjadi dalam ekosistem pesisir. regulation.Siswa siswa pada tahapan mempresentasikan Pada kelas eksperimen II, hasil pengamatan (observasi lapang), siswa kurang melatihkan kemampuan hasil praktikum, dan diskusi di depan menganalisis. berpikir kelas. Siswa mengevaluasi tentang hasil menganalisis hanya dilatihkan pada penemuan berupa komponen biotik dan tahap abiotik diskusi Kemampuan kelompok dalam yang ditemukan dalam memecahkan permasalahan/soal yang eksplorasi ekosistem pesisir secara diberikan melalui lembar kerja siswa. langsung. Siswa mengevaluasi hasil Siswa kurang menganalisis fenomena- percobaan tentang pengaruh komponen fenomena di lapangan secara langsung. abiotik terhadap komponen biotik. Siswa mengevaluasi tentang daur proses biogeokimia dalam ekosistem pesisir merumuskan yang telah disusun oleh masing-masing komponen kelompok. dituliskan Pada dengan kelas eksperimen penerapan konvensional, mengevaluasi dilatihkan pembelajaran. Siswa hipotesis tentang ekosistem ke pesisir dalam LKS. dan Siswa II mengembangkan kemampuan berpikir pembelajaran mencipta kategori merumuskan pada kemampuan tahap tersebut. Siswa merencanakan saat dan memproduksi percobaan pengaruh presentasi hasil diskusi. Siswa kurang faktor abiotik berupa kadar garam mampu dalam mengevaluasi berkaitan pada materi yang air terhadap kecepatan dengan kondisi sekitar membuka-menutupnya misalnya tentang potensi Siswa merencanakan langkah kerja ekosistem pesisir. Hal ini menyebabkan parktikum dengan memilih alat dan rata-rata bahan yang disediakan di dalam LKS. sekolah kemampuan berpikir ikan. mengevaluasi siswa kelas eksperimen I Siswa lebih tinggi dibandingkan siswa kelas membuktikan eksperimen II. permasalahan yang telah dirumuskan. Siswa merancang insang percobaan hipotesis dalam dan tentang memproduksi suatu konsep daur biogeokimia yang terjadi 4. Analisis Aspek C6 (Kemampuan dalam ekosistem pesisir Pantai Sepanjang. Berpikir Mencipta) Rata-rata kemampuan berpikir Pada kelas eksperimen mencipta pada kelas eksperimen I dengan sebesar 68,53 sedangkan pada kelas konvensional, eksperimen II sebesar 45,33. Rata-rata mengembangkan kemampuan berpikir kemampuan berpikir mencipta mencipta. pada penerapan II siswa Siswa pembelajaran kurang dapat cenderung pasif kelas eksperimen I dengan penerapan karena menerima materi yang telah Model Discovery Learning lebih tinggi disampaikan dibandingkan pada kelas eksperimen II diskusi dengan melatihkan penerapan pembelajaran konvensional. Penerapan Model Discovery oleh yang guru. dilakukan kemampuan Kegiatan kurang berpikir mencipta yang meliputi merumuskan, merencanakan, dan memproduksi. Learning melatihkan siswa menguasai Hasil tes menunjukkan bahwa kemampuan berpikir mencipta dalam rata-rata kemampuan berpikir tingkat tinggi pada penerapan Model Discovery mampu mengukur kemampuan berpikir Learning lebih tinggi dibandingkan tingkat dengan berpikirnya. penerapan pembelajaran tinggi di setiap jenjang konvensional. Hal ini juga didukung oleh hasil observasi aspek afektif dan psikomotorik, yaitu rata-rata kelas KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang eksperimen I lebih tinggi dibandingkan merujuk pada kelas eksperimen II. Pada penerapan simpulan Model Discovery Learning, rata-rata kemampuan berpikir tingkat tinggi antara kemampuan berpikir tingkat tinggi penerapan Model Discovery Learning yang dilatihkan yaitu meliputi aspek C4 dengan memanfaatkan potensi ekosistem sebesar 71,25, aspek C5 sebesar 97,78, pesisir dan pembelajaran konvensional dan aspek C6 sebesar 68,53. Rata-rata pada siswa kelas X SMA N 1 Tanjungsari. nilai tertinggi kemampuan adalah pada berpikir mengevaluasi menganalisis (C4) memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai kemampuan berpikir mengevaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan berpikir setiap tingkat aspek hasil penelitian tidak sesuai dengan teori. Kemampuan berpikir tingkat tinggi menurut Anderson & Krathwohl (2010) terdiri atas tiga aspek kemampuan berpikir yang merupakan jenjang berpikir dari rendah ke tinggi (C4, C5, dan C6). Perbedaan hasil dengan teori dapat disebabkan oleh bahwa uji terdapat t diperoleh perbedaan aspek (C5). Rata-rata kemampuan berpikir rata-rata hasil proses pembelajaran yang kurang optimal melatihkan kemampuan berpikir. Soal yang diberikan kurang sesuai dengan karakteristik siswa sehingga belum DAFTAR PUSTAKA Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barak, M., Ben Chaim, D., & Zoller, U. (2007). Purposely Teaching for The Promotion of Higher Order Thinking Skills : A case of Critical Thinking . Research Science Education , 37, 353-369. Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher Order Thinking Skills in Your Classroom. Virginia USA: ASCD. Damayanti, A., & Ayuningtyas, R. (2008). Karakteristik Fisik dan Pemanfaatan Pantai Karst Kabupaten Gunung Kidul. MAKARA Teknologi , 12 (2), 9198. Fachrul, M. F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Heong, Y. M., Yunos, J. B., Hassan, R. B., Othman, W. B., & Kiong, T. T. (2011). The Peception of The Level of Higher Order Thinking Skills Among Technical Education Students. International Conference on Social Science and Humanity (pp. 281-285). Singapore: IACSIT Press. Hopson, M. H., Richard, L. S., & Gerald, A. K. (2002). Using a Technology-Enriched Environment to Improve Higher Order Thinking Skills. Journal of Research on Technology in Education , 34 (2), 109-119. King, F. J., Goodson, L., & Rohani, F. (1997). Higher Order Thinking Skills. Educational Services Program. Kyriasis, A., Psycharis, S., & Korres, K. (2009). Discovery Learning and the Computational Experiment in Higher Mathematics and Science Education : A combined Aproach. International Journal of Emerging Technologies in Learning , 4 (4), 25-34. Ramirez, R. P., & Ganaden, M. S. (2008). Creative Activities and Srudents' Higher Order Thinking Skills. Education Quarterly, 66 (1) , 2223. Stave, K. A. (2011). Using Simulations for Discovery Learning about Environmental Accumulations . International Conference of the System Dynamics Society. Washington DC. Supriharyono. (2009). Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati (di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suratsih. (2010). Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi Berbasis Potensi Lokal Dalam Kerangka Implementasi KTSP SMA di Yogyakarta. Yogyakarta: F. MIPA UNY. Swaak, J., De Jong, T., & Van Joolingen, W. R. (2004). The Effects of Discovery Learning and Expository Instruction on the Acquisition of Definitional and Intuitive Knowledge. Journal of Computer Assisted Learning , 225-234. Veermans, K. (2003). Intelligent Support for Discovery Learning . Netherlands: Twente University Press. Widoretno, S., Nurmiyati, Indrowati, M., & Marsusi. (2013). Penelitian Pemetaan Diversitas Makroalga. Laporan belum dipublikasikan. Zohar, A., & Dori, Y. J. (2003). Higher Order Thinking Skills and LowAchieving Students : Are They Mutually Exclusive? The Journal of The Learning Sciences , 12 (2), 145-181.