BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Komunikasi Komunikasi sebuah ilmu yang luas, meliputi segala aspek kehidupan manusia. Intinya manusia tidak bisa hidup tanpa komunikasi, manusia harus hidup berinteraksi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. “Komunikasi berlangsung apabila antara orang – orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan” (Effendy, 2002 : 4). Jelasnya jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya maka komunikasi berlangsung efektif dan komunikatif. Sebaliknya jika ia tidak mengerti, komunikasi tidak efektif dan tidak berlangsung. Bila kita melihat apa yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam komunikasi, kita temukan terdapat dua bentuk umum tindakan yang terjadi: 1. Penciptaan pesan atau lebih tepatnya penciptaan pertunjukan (display), dan 2. Penafsiran pesan (interpret) atau penafsiran pertunjukan (Face – Faules, 2005: 26). Penciptaan pesan (to display) secara harfiah berarti menyebarkan sesuatu tersebut dapat terlihat secara lengkap dan menyenangkan, yakni menempatkan pesan-pesan komunikasi sehingga menjadi perhatian orang lain. Hingga sampai pada proses penyampaian pesan yang menimbulkan Universitas Sumatera Utara penafsiran bagi orang-orang atau kelompok orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Untuk tegasnya komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, pertama isi pesan (the content of the message), kedua lambang (symbol). Konkretnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa (Onong, 2007 : 28). Dengan demikian, komunikasi merupakan suatu keadaan yang terjadi kapan saja dalam konteks interaksi antar manusia, sebagai reaksi terhadap pesan yang disampaikan. Berfungsi dalam rangka transaksi simbolik, pertukaran isi pesan melalui pikiran atau perasaan yang disampaikan dengan bahasa. Akan tetapi secara umum, bahasa digunakan dalam proses pertukaran informasi antar mereka yang terlibat di dalam komunikasi. 2.1.1. Proses Komunikasi Komunikasi sebagai proses yang membentuk satu pemikiran dan tindakan dapat dilihat dari dua sudut pandang, seperti yang dikemukakan oleh Husein (2007 : 5), yakni proses secara primer dan proses secara sekunder. Proses secara primer, adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan simbol atau lambang sebagai media. Simbol atau lambang media primer dalam proses komunikasi meliputi bahasa, isyarat, gambar, warna, dan sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pemikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Universitas Sumatera Utara Proses secara sekunder di dalam komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. 2.1.2. Faktor-faktor Penunjang Komunikasi Efektif Proses penyampaian pesan secara efektif, yakni perancangan sistem penyampaian pesan sangat dibutuhkan guna mencapai kesamaan makna antara komunikator dan komunikan, termasuk mengemas pesan yang efektif dalam iklan. Upaya tersebut dilakukan guna mencapai komunikasi yang diinginkan, bagaimana komunikator yakni pemerintah dalam penelitian ini mampu memotivasi diri khalayak agar mengurangi merokok sampai pada tindakan berhenti merokok karena berbahaya bagi kesehatan. R. Wayne Pace mengemukakan tentang tujuan utama dengan cara bagaimana komunikasi yang efektif dapat dicapai meliputi: 1. Memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya (to secure understanding); 2. Pembinan pengertian (to establish acceptance); 3. Kegiatan dimotivasikan (to motivate action). (Effendy, 2007 : 32) Wilbur Schramm (dalam Effendy, 2007 : 41) menampilkan apa yang ia sebut sebagai “the condition of success of communication”, kondisi tersebut dirumuskan menunjukkan keadaan sebagai berikut: 1) Pesan harus dirancang dan disampaikan untuk menarik perhatian komunikan. Universitas Sumatera Utara 2) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju pada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti. 3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. 4) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Jadi bilamana kita mengadakan kegiatan komunikasi, itu artinya kita mencoba untuk membentuk persamaan dengan orang lain yakni kita mencoba membagi infomasi, ide, atau suatu sikap, agar saling mengerti (communis). Pada prinsipnya komunikasi itu adalah mempersamakan pandangan antara yang menyampaikan pesan dengan yang menerima pesan, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Sederhananya, semakin mengerti khayalak tentang pesan yang disampaikan, maka semakin efektif isi pesan yang dikomunikasikan tentu dengan pertimbangan yang memungkinkan melalui proses pertukaran informasi mempersempit atau bahkan berupaya menghilangkan pesan yang dapat menimbulkan beragam pengertian di dalam diri anggota komunikasi, hingga arah pengertian dan pemahaman dapat dicapai secara maksimal dalam pertukaran pesan. Universitas Sumatera Utara 2.2. Komunikasi Massa Pengertian komunikasi massa, merujuk pada pendapat Tan dan Wright, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal saling berjauhan (berpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu (Elvinaro, 2004 : 5). Sumber komunikasi massa bukanlah individu, melainkan suatu organisasi formal (Quail, 2003 : 33). Organisasi yang mengirimkan pesan disebut dengan komunikator, secara profesional menyampaikan pesan kepada khalayak. Pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa tidak menimbulkan kesan unik atau kecenderungan untuk menjadikan keadaan subjektif, tidak beraneka ragam dan cenderung dapat diperhitungkan. Dalam komunikasi massa, pesan yang disampaikan kepada khalayak diproses, distandarisasi dan selalu diperbanyak. Pesan di dalam komunikasi massa merupakan produk dan komuditi yang memiliki nilai tukar secara acuan simbolik yang mengandung nilai kegunaan (Quail, 2003 : 44). Komunikasi massa dilihat dari kegiatan komunikasi, adalah: kegiatan komunikasi yang ditujukan kepada orang banyak yang tidak dikenal (bersifat anonim) (Susanto, 2002 : 2). Selain itu sifat lain dari komunikasi massa adalah bahwa komunikan adalah heterogen (beragam), dari latar belakang budaya, latar belakang ekonomi, latar belakang pendidikan dan lain sebagainya. Siapa yang menjadi sasaran pesan yang dikomunikasikan melalui media massa menjadi pertimbangan penting, karena faktor ini akan menentukan sikap sebagai respons seorang individu atau sekelompok individu, yang selanjutnya Universitas Sumatera Utara disebut massa. Massa dalam konteks komunikasi massa sangat tergantung pemaknaan yang diberikan kepada hal itu, termasuk mengenai berapa banyaknya jumlah khalayak yang disebut sebagai massa. Blumer mengartikan massa seperti yang dikutip dalam Mc.Quail, adalah: kolektivitas yang kita temukan dalam kehidupan sosial, khususnya kelompok, kerumunan dan publik. Selanjutnya, Wright menyebutkan pengertian komunikasi massa sebagai: jenis khusus dari komunikasi sosial yang melibatkan berbagai kondisi pengoperasian, terutama sifat khalayak, sifat bentuk komunikasi dan sifat komunikatornya. (Quail, 2000 : 32). Melihat beberapa definisi yang ada, bahwa komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi sosial dengan memperhitungkan keadaan terutama sifat khalayak, melalui saluran komunikasi massa seperti media cetak dan media elektronik, khusus dalam penelitian ini media yang dimaksud adalah televisi sebagai media elektronik. Massa dalam komunikasi massa merupakan tujuan yang hendak dijangkau melalui pesan-pesan tersebut. Massa bukanlah merupakan individu yang pasif, memiliki latar belakang budaya, latar belakang ekonomi, latar belakang politik serta nilai-nilai yang membawa kepada tindakan selektif terhadap pemilihan kebutuhan pesan yang mereka butuhkan. Oleh karena itu pesan yang disampaikan secara terlembaga harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan secermat mungkin kebutuhankebutuhan masyarakat yang dituju. Dengan memenuhi fungsi pemenuhan kebutuhan kognitif, berupa peneguhan informasi, pengetahuan pengetahuan, dan peneguhan pemahaman mengenai lingkungan sosial, selanjutnya dalam memenuhi kebutuhan afektif, berupa peneguhan nilai kelayakan, kesenangan, dan emosional. Universitas Sumatera Utara 2.2.1. Elemen-Elemen Komunikasi Massa Elemen-elemen komunikasi massa menurut pendapat Nurudin (2007 : 95 : 133) meliputi, komunikator, isi, khalayak (audience), umpan balik, gangguan, gatekeeper, pengatur, dan filter, untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut: 1) Komunikator Terlembaga Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Bahwa komunikasi massa itu melibatkan lembaga (organisasi profesional) dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. Komunikator di sini meliputi jaringan, stasiun lokal, direktur, dan staf teknis yang berkaitan dengan proses penyiaran. Jadi, komunikator merupakan gabungan dari berbagai individu dalam sebuah lembaga media massa. Ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh komunikator dalam komunikasi massa. Hiebert, Ungurait, dan Bohn (HUB) seperti dikutip dalam (Nurudin, 2007: 97), mengemukakan setidak-tidaknya lima karakteristik: (1) daya saing (competitiveness); (2) ukuran dan kompleksitas (size and complexity); industrialisasi (industrialization); (4) spesialisasi (specialization); dan perwakilan (representation). Media massa harus memiliki daya saing, hal ini berkaitan dengan peran komunikator dan teknologi pendukung, hingga mampu mencapai kepuasan khalayak. Daya saing ditumbuhkan dari kebijakan yang dikeluarkan komunikator. Universitas Sumatera Utara 2) Isi Masing-masing media mempunyai kebijakan sendiri dalam pengelolaan isinya. Isi media setidak-tidaknya dapat dibagi ke dalam lima kategori yakni: (1) berita dan informasi; (2) analisis dan interpretasi; (3) pendidikan dan sosialisasi; (4) hubungan masyarakat dan persuasi; (5) iklan dan bentuk penjualan lain; dan (6) hiburan. Isi media ditujukan untuk orang banyak (massa) bukan kepada sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya, isi pesan komunikasi massa bersifat umum. 3) Khalayak (Audience) Khalayak (audience) di dalam komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen. Anonim maksudnya khalayak tidak mengenal antara satu dengan lainnya, karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Heterogen, bahwa khalayak di dalam komunikasi massa terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor, usia, jenis kelamin, pekerjaan, latar belakang budaya, agama, dan tingkat ekonomi. 4) Umpan Balik Di dalam komunikasi massa umpan balik biasanya terjadi tidak secara langsung. Artinya, antara komunikator dengan komunikan dalam komunikasi massa tidak terjadi kontak langsung yang memungkinkan mereka mengadakan reaksi langsung satu sama lain. Universitas Sumatera Utara Umpan balik merupakan bahan yang direfleksikan kepada komunikan (sumber) setelah dipertimbangkan dalam waktu tertentu sebelum dikirimkan. Misalnya, analisis yang diberikan terhadap satu acara tertentu, setelah acara itu ditayangkan di televisi. 5) Gangguan Gangguan di dalam saluran komunikasi massa biasanya selalu ada. Termasuk gambar tidak jelas di pesawat televisi. Kenyataanya semakin kompleks teknologi yang digunakan masyarakat, semakin besar peluang munculnya gangguan. Semakin banyak variasi program acara yang disajikan, semakin meningkat munculnya gangguan. Salah satu pemecahan masalah gangguan di dalam menyaksikan program acara , adalah pengulangan acara yang disajikan. 6) Gatekeeper Gatekeeper dimaksud sebagai penapis informasi, palang pintu, atau penjaga gawang. Berfungsi sebagai pemberi izin bagi tersebarnya sebuah berita. Gatekeeper sebagai individu atau kelompok individu yang memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi massa. Gatekeeper juga bisa menghentikan suatu informasi karena tidak sesuai dengan efek yang akan muncul jika informasi itu disebarluaskan kepada masyarakat luas. Sebagai satu kekuatan kreatif, gatekeeper tidak bersifat pasif-negatif. Universitas Sumatera Utara 7) Pengatur Ada pola hubungan yang saling terkait antara media massa dengan pihak lain. Pihak lain yang dimaksud adalah pemerintah dan masyarakat. Hubungan ini biasanya selalu tidak berjalan harmonis sebab masing-masing pihak berbeda tuntutan dan saling menguasai satu sama lain. Hal ini pulalah mengapa hubungan ketiganya bisa disebut sebagai hubungan trikotomi, yakni hubungan yang tidak serasi antara ketiganya. Dibutuhkan pengaturan dalam pola hubungan antar ketiga pihak. Agar informasi di dalam media massa dapat diterima masyarakat, dan pemerintah mampu menjadikan informasi itu sebagai masukan bagi mereka untuk pelayanan yang lebih baik. 8) Filter Filter sebagai saringan, atau potensi penerimaan di dalam diri khalayak terhadap apa yang diinformasikan di dalam media massa atau sebagai kerangka berfikir audience dalam menerima pesan. Tentu berbeda antara satu dengan yang lain, karena khalayak bukan hanya satu akan tetapi massa, dengan pengalaman dan penangkapan yang berbeda pula. 2.2.2. Televisi Sebagai Media Massa Setiap pemasang iklan harus bisa memutuskan di mana iklannya akan ditempatkan, termasuk pemerintah dengan iklan bahaya merokok bagi kesehatan tubuh dalam jangka panjang. Keputusan dimaksud berhubungan erat dengan khalayak sasarannya, bagaimana masyarakat Universitas Sumatera Utara memiliki informasi jelas, dan pengetahuan tentang bahaya sikap pasif dalam menentukan perjalan bangsa melalui Pemilu Legislatif. Pemilihan media ini penting untuk mengetahui media massa mana yang bisa digunakan dalam menjangkau khalayak sasarannya. Untuk memperluas khalayak sasaran tentunya media yang perlu digunakan adalah media massa. Media massa dalam iklan dibedakan atas tiga golongan, menurut sifatnya, yakni: “Bersifat auditif (lisan), atau disebut juka the spoken word, yang bersifat visual (tertulis) atau the printed word, dan yang bersifat audio visual (perpaduan gambar/tulisan dengan suara). Namun kini orang mengenalnya sebagai mediacetak (surat kabar, majalah, dan barang-barang cetakan lainnya) dan media elektronik (seperti radio, televisi, film, dan internet)” (Suhandang, 2002 : 86). Jika demikian, maka penggunaan televisi sebagai media iklan bagi Partai politik termasuk pemerintah untuk meningkatkan peran aktif masyarakat menggunakan hak pilihnya bersifat audio visual jika dilihat dari proses komunikasi termasuk proses komunikasi sekunder atau bermedia. Memberikan keterpengaruhan bagi khalayak yang memantapkan keyakinan diri untuk memilih sesuai dengan pertimbangan diri, akan tetapi disayangkan dalam pelaksaan Pemilu Legislatif lalu media televisi masih minim digunakan dalam memperkenalkan masingmasing kandidat Parpol yang akan menjadi wakil rakyat pada setiap tingkatan baik tingkat pusat, provinsi, atau juga kabupaten/kota, termasuk peran media massa lokal, misalnya Deli TV yang menjadi media massa lokal di Kota Medan. Dibutuhkan penambahan media lain selain kedua media massa televisi dalam membangun pengertian di Universitas Sumatera Utara dalam diri masyarakat baik secara individu atau juga kelompok agar menggunakan hak pilihnya secara baik menentukan keterwakilan aspirasi mereka dalam pelaksanaan pesta demokrasi dengan memilih wakil rakyat untuk setiap tingkatan secara langsung. Ketersediaan informasi yang memadai dari iklan politik menjadi penting sebagai dasar pengambilan keputusan pemilih, terutama mereka pemilih pemula. Iklan televisi telah menjadi sajian pemenuhan kebutuhan. Pemirsa seakan dimanjakan oleh sajian informasinya yang mampu menawarkan segala kebutuhan pemirsa secara impresif dan atraktif. Pemirsa pun akhirnya memposisikan televisi sebagai referensi pemenuhan kebutuhannya. 2.2.3.Teori S-O-R Iklan televisi menjadi sarana penting memperkenalkan produk kepada konsumen. Produk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Partai Politik (Parpol) dalam Pemilu Legislatif 9 April 2009. Iklan televisi dengan isi pesan politik menjadi kekuatan dalam menstimuli pemirsa agar bersedia melakukan tindakan yang diinginkan. Secara substansi iklan televisi memiliki kontribusi membentuk pesan di dalam pemikiran pemirsa. Akibatnya, secara tidak langsung pemirsa telah melakukan proses belajar dalam “mencerna dan menginterpretasikan serta mengingat pesan yang telah diterimanya”. Kondisi ini tentunya tanpa disadari sebagai upaya mengubah sikap pemirsa (Sumartono, 2002 : 44). Menurut Hovland, dkk, (dalam Sumaertono, 2002 : 44) proses perubahan sikap pemirsa ditandai dengan “perhatian, pengertian, dan penerimaan” yang menunjang proses belajar tersebut. Bahwa organisme Universitas Sumatera Utara (O) yakni pemirsa akan menentukan secara aktif reaksi (perubahan sikap) setelah ia menerima informasi dari iklan politik televisi. Mar’at (dalam Sumartono, 2002 : 45) berpendapat bahwa pemirsa (O) menerima stimulus (S) dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan. Tiap informasi akan senantiasa diolah, dinilai, disaring demi kepentingannya. Jika misalnya, isi pesan politik melalui iklan televisi dari satu Parpol tertentu kelompok, menguntungkan bagi pemirsa secara individu atau maka mereka menerima dan mengolahnya melalui pengalaman dan berarti terdapat proses belajar sosial. Janji-janji yang muluk dan tidak masuk akal akan membawa efek negatif, sehingga sikap individu mengenai kepercayaan terhadap komunikator menjadi negatif. Akibatnya mengubah sikap agar simpati, kepercayaan, sebagai langkah pertama membentuk minat tidak dapat dicapai. Pendekatan teori S-O-R lebih mengutamakan cara-cara pemberian imbalan yang efektif agar komponen konasi dapat diarahkan pada sasaran yang dikehendaki. Sedangkan pemberian informasi adalah penting untuk dapat berubahnya komponen kognisi. Komponen kognisi merupakan dasar untuk memahami dan mengambil keputusan agar dalam keputusan itu terjadi keseimbangan. Keseimbangan ini penentu arah dan tingkah laku khalayak pemirsa. Pembentukan arah dan tingkah laku seseorang akan membentuk motif yang mendorong ia ingin mencapai perubahan tingkah laku itu sendiri, dinamika ini dipengaruhi faktor internal dan eksternal di dalam interaksi sosial. Universitas Sumatera Utara Pengaruh eksternal menjadi stimulus sehingga berubahnya sikap dan tingkah laku seseorang. Untuk keberhasilan mengubah sikap diberi tambahan stimulus (penguatan) agar khalayak pemirsa mau menerima informasi dan mengubah sikap “sebagai imbalan atau hukuman” (Sumaertono, 2002 : 47). Coba perhatikan iklan Partai Demokrat, ekspose keberhasilan pemerintah menurunkan harga minyak, pemberantasan korupsi, dan menata pemerintahan yang bersih menjadi imbalan yang menguntungkan bagi masyarakat dengan slogan “Lanjutkan”, membangun bangsa dengan memberikan hak politik kepada partai berkuasa ini, ada hukuman yang dibangun dari kata slogan yang memberikan nilai apabila mereka tidak berkuasa lagi hal yang sudah dicapai tidak dilanjutkan. Benarkah demikian? Slogan untuk “Menurunkan Sembako” yang dirasakan semakin mencekik kemampuan finansial masyarakat menjadi perhatian serius Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Ada imbalan dan hukuman juga yang dapat dilihat dari perspektif iklan ini, sembako yang penting bagi “wong cilik” (orang kecil) atau menunjuk pada kepentingan pro rakyat akan diperhatikan dengan baik bila mereka diberikan kepercayaan untuk memerintah kembali, jika tidak, tentu keadaan yang dinilai kurang dalam perhatian pemerintah akan berlanjut. Pilihan tetap di tangan masyarakat, stimulus (S) yang dikemas dan diinformasikan secara terbuka di televisi akan diolah di dalam diri sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan (O), hingga membangun Universitas Sumatera Utara reaksi (R) sebagai perubahan sikap yang melandasi tindakan melakukan penentuan pilihan di dalam pesta demokrasi. Jika menguntungkan imbalan yang diterima secara nyata tentu pilihan-pilihan akan diberikan berdasarkan pertimbangan tersebut. 2.3. Iklan Secara kondisional selain berfungsi memberikan pemahaman tentang keberadaan suatu produk, iklan sekaligus menjadi “mediasi dalam membujuk konsumen untuk secara suka rela mencoba atau membeli produk yang ditawarkan” (Sumartono, 2002 : 13). Artinya, melalui iklan yang menawarkan aneka ragam kebutuhan (termasuk iklan politik dengan isi pesan politik) diupayakan agar kebutuhan konsumen (pemilih pemula) dapat dicapai. Mutu pemuasan tersebut semacam “janji” dari pemasang iklan kepada objek iklan dan menjadi daya tarik atau daya pikat dalam penyajian pesan iklan produk yang bersangkutan. Mengenai pesan iklan, Bovee (dalam Sumartono, 2002 : 14) menyatakan bahwa “pesan iklan direncanakan perusahaan untuk disampaikan dalam iklannya dan bagaimana perencanaan penyampaian pesan itu secara verbal dan non verbal”. Mengenai pesan iklan untuk lebih mendekatkan pemahaman mengenai pesan iklan politik, Bovee (dalam Sumartono, 2002 : 14) menyatakan bahwa pesan iklan adalah apa yang direncanakan untuk disampaikan dalam iklan dan bagaimana perencanaan penyampaian pesan itu secara verbal dan non verbal. Dengan demikian, untuk menampilkan kekuatan iklan tidak hanya sekedar menampilkan pesan verbal tetapi juga harus menampilkan pesan non verbal yang mendukung kekuatan yakni menambah daya tarik iklan. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikatakan bahwa pesan-pesan yang akan disampaikan melalui iklan hendaknya memanfaatkan berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Lalu, sebelum menentukan penggunaan media ada baiknya mempertimbangkan karakteristik yang ada dalam sasaran khalayak. 2.3.1. Jenis Iklan Televisi Iklan televisi tidak hanya menjadi tontonan masyarakat tetapi telah menjadi komoditas kehidupan sehari-hari. Sebahagian besar keinginan atau kebutuhan pemirsa seakan terjawab tuntas di dalam sajian iklan televisi. Bahkan tidak jarang iklan televisi menghadirkan kebutuhan baru bagi masyarakat sebagai tuntutan adaptasi atau penyesuaian diri terhadap isi pesan iklan yang disaksikan, baik untuk anak, bahkan orang tua sekalipun. Karenanya kebutuhan akan iklan televisi guna memuaskan informasi dan sekaligus menunjukkan status kelas sosial masih efektif dalam membangun persepsi dan sekaligus motivasi di dalam diri setiap pemirsa dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan dirinya. Menurut Bitner (dalam Sumartono, 2002 : 17), secara teoritis iklan terdiri atas dua jenis, yakni iklan standar dan iklan layanan masyarakat. Iklan standar adalah iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan memperkenalkan barang, jasa pelayanan kepada kosumen melalui sebuah media. Tujuan iklan standar adalah merangsang motif dan minat pembeli atau para pemakai. Melalui daya tariknya yang besar Universitas Sumatera Utara iklan menggugah minat, perasaan konsumen dan mengambil sikap terhadap barang dan jasa yang ditawarkan tersebut. Sebagian besar iklan standar pesan-pesannya ditata secara profesional oleh lembaga periklanan, pesan disusun secara mantap dalam kata, kalimat, pemilihan gambar dan warna, tempat pemasangan atau media yang cocok, menjangkau jenis sasaran khalayak tertentu, karena itu “iklan standar sangat terikat pada metode dan etik tertentu” (Sumartono, 2002 : 18). Sedangkan iklan layanan masyarakat adalah jenis iklan yang bersifat nonprofit, yang tidak mencari keuntungan dari akibat pemasangannya kepada masyarakat. Berbeda dengan iklan standar yang bertujuan profit. Umumnya iklan layanan masyarakat bertujuan memberikan informasi dan penerangan serta pendidikan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan dengan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi, bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan. Iklan layanan masyarakat tidak terlalu terikat pada penataan yang ketat perancangan pesan dan pemilihan media. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa iklan politik sebagai iklan yang bertujuan menggugah minat, perasaan dan berupaya mempersuasi sikap tertentu terhadap isi pesan yang disampaikan oleh suatu parpol, dengan penggunaan pesan secara mantap. Penggunaan kalimat, gambar dan warna, tempat pemasangan dan media yang cocok, dengan sasaran yang sudah ditetapkan, dengan menggunakan tenaga profesional. Tentu iklan seperti ini dapat dikatakan sebagai jenis iklan standar. Faktor lainnya yang penting dikemukakan bahwa iklan politik Universitas Sumatera Utara sangat terikat pada metode dan etik yang tidak bertentangan dengan semangat kehidupan berbangsa dan bernegara, dan tidak mengemukakan dan mempertentangkan unsur suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). 2.3.2. Elemen Pesan Iklan Politik Elemen pesan iklan politik sebagai isi pesan yang disampaikan kepada masayarakat luas, menunjuk pada upaya aktif penyelenggara iklan menginformasikan pesan kepada masyarakat. Agar terbangun citra diri positif parpol dengan beragam prestasi yang sudah terbangun dengan keikutsertaan di dalam pembangunan bangsa. Semua jenis pesan komunikasi, termasuk di dalam isi pesan iklan politik terbentuk dari beberapa elemen pembentuk pesan. Tentu saja kajian ini terhadap pesan secara manifest (isi pesan yang tampak). Setiap pesan menurut Kriyantono (2007 : 342) terdiri dari: 1) Messege Sidedness One Sided a) Penekanan pesan hanya pada kepentingan pihak pengirim pesan. b) Yang ditonjolkan kelebihan/kekuatan/aspek positif saja dari pesan. c) Biasa digunakan untuk iklan atau upaya promosi penjualan lainnya. d) Pesan seperti ini cocok pada khalayak yang tingkat pendidikan rendah, tidak mempunyai pandangan atau penilaian yang bertentangan atau negatif atas ide atau produk yang dikomunikasikan. Universitas Sumatera Utara e) Tidak terkena “counterarguments” (argumen yang menentang). Two Sided: a) Penekanan pesan pada kepentingan kedua pihak yang berkomunikasi. b) Yang ditonjolkan kelebihan/kekuatan/aspek positif maupun kekurangan/negatif. c) Pesan seperti ini cocok pada khalayak yang tingkat pendidikan tinggi, dan telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman atas ide, hal-hal, atau produk yang dikomunikasikan. d) Terdapat pro dan kontra terhadap hal yang dikomunikasikan. 2) Urutan Penyajian (Order or Presentation) a) Climax vs Anticlimax Biasanya untuk pesan yang satu sisi (one sided). Klimaks yakni penyajian pesan di mana argumentasi terpenting atau terkuat berada di bagian akhir pesan. Lebih tepat untuk khalayak yang tingkat perhatian dan kepentingan yang tinggi terhadap ide atau hal yang dikomunikasikan. Khalayak yang dituju sudah tahu apa yang akan disampaikan. Sedangkan Antiklimaks mengandung beberapa hal yang merupakan kebalikan dari teknik klimaks di atas. b) Recency vs Primacy Biasanya untuk pesan dua sisi (two sided). Recency adalah teknik menyusun pesan di mana aspek-aspek positifnya diletakkan dibagian akhir. Sedangkan Primacy meletakkan bagian aspek positif di bagian awal. Universitas Sumatera Utara c) Drawing a Conclusion 1.1. Eksplisit, secara langsung dan jelas. 1.2. Implisit, tidak langsung dan diserahkan kepada khalayak untuk memberikan kesimpulan sendiri. Biasanya ditujukan kepada khalayak yang tingkat pendidikannya lebih tinggi. 3) Daya Tarik Pesan (Message Appeals) a) Ancaman (fear/threat appeals), menyajikan unsur-unsur ancaman ketakutan, kekhawatiran dalam pesan. b) Perasaan emosional (emotional appeals). c) Perasaan rasional (rational appeals), mengutamakan hal-hal yang logis, rasional, dan faktual. d) Humor, mengandung sesuatu yang lucu. 2.3.3. Klasifikasi Iklan Televisi Selanjutnya memahami tentang klasifikasi iklan termasuk iklan politik di televisi juga harus disertai dengan pemenuhan tentang unsurunsur iklan. Menurut Wright (dalam Sumartono, 2002 : 19), terdapat beberapa unsur iklan sebagai komunikasi: 1) Informasi dan Persuasi Informasi dalam proses komunikasi yang diwakili oleh iklan menunjukkan adanya garis hubungan seseorang atau sekelompok orang atau siapa saja yang ingin menjual produknya kepada seseorang atau sekelompok orang yang membutuhkan produk itu. Kunci periklanan justru pada kecanggihan merumuskan informasi tersebut. Universitas Sumatera Utara 2) Informasi Dikontrol Karena informasi di dalam iklan disebarluaskan melalui televisi dan bersifat terbuka maka informasi harus dikontrol melalui tahap-tahap dan cara-cara tertentu. Kontrol ini bisa meliputi isi, penggunaan waktu, ruang, tujuan khalayak sasaran. Semuanya itu harus disepakati bersama antara pengiklan dengan media massa yang dipilihnya. 3) Teridentifikasinya Informasi Ini dimaksudkan bahwa kesungguhan informasi itu tidak hanya dikontrol tetapi juga harus jelas siapa yang mempunyai informasi itu, siapa sponsornya yang membayar media (ruang dan waktu). Sponsor yang jelas inilah membedakan iklan dengan propaganda. 4) Media Komunikasi Massa Pembedaan iklan dengan teknik komunikasi pemasaran yang lain adalah dalam komunikasi yang nonpersonal, jadi iklan memakai media dengan menggunakan jasa penyewaan ruang dan waktu, dengan memberikan saran kepada orang untuk bertindak berdasarkan informasi iklan. Karenanya, berbeda dengan media massa lainnya, media televisi dan iklan televisi, terbukti merupakan media komunikasi massa yang paling efektif dan efisien sebagai media untuk informasi produk dalam penelitian ini penyampaian visi, misi, dan program kerja Parpol untuk disebarluaskan kepada masyarakat, tujuannya mendapat dukungan luas dengan keputusan politik yang ada. Informasi bersifat persuasi, dikontrol, dan dapat dibuktikan informasi yang lebih akurat dengan parpol tertentu. Universitas Sumatera Utara 2.3.4. Pesan Iklan Politik sebagai Pesan Persuasi Pada dasarnya iklan ditujukan pada dua tipe atau dua hal pokok dalam berbagai tujuan yang berbeda, yakni produk dan institusi (Suhandang, 2005 : 45). Untuk mempersuasi individu/kelompok agar bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan dalam iklan termasuk di dalam iklan politik yang bertujuan meningkatkan perhatian dan keyakinan pemilih untuk menggunakan hak pilih terhadap satu parpol. Persuasi iklan menurut Newcomb, dapat menggunakan berbagai metode, yakni: 1) Metode partisipasi, yaitu mengikutsertakan seseorang/publik ke dalam sesuatu kegiatan agar timbul saling pengertian dan harga menghargai antara mereka. Strategi ini digunakan untuk menghilangkan praduga negatif dari kegiatan perikalanan. 2) Metode asosiasi, yakni penyajian suatu pesan yang dihubungan dengan sesuatu peristiwa atau objek yang popular, yang menarik perhatian publik. 3) Metode icing device, yaitu menyajikan sesuatu pesan dengan menggunakan ’emotional appeal’ agar menjadi lebih menarik, dapat memberikan kesan yang tidak mudah dilupakan, lebih menonjol daripada yang lain-lain. 4) Metode pay of idea, yakni penyajian pesan yang mengandung anjuran (sugesti), yang bila anjuran itu ditaati, hasilnya pasti akan memuaskan. Universitas Sumatera Utara 5) Metode fear arrousing, yaitu penyajian pesan yang dapat menimbulkan rasa khawatir atau takut tidak mematuhi informasiinformasi yang dikemukakan. Kalau kita amati dalam tayangan iklan parpol, metode partisipasi digunakan oleh partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Partai Hanura, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), melibatkan individu atau publik agar mampu membentuk persepsi yang menghilangkan jarak antara Parpol dengan khalayak pemilih mereka. Metode fear arousing, digunakan juga oleh Partai Demokrat, dan PDI-P dalam iklan kampanye politik mereka, slogan lanjutkan, penyajian pesan yang dapat menimbulkan rasa khawatir atau takut jika partai yang masih berkuasa saat ini tidak dapat melakukan lanjutan estafet kebijakan mereka, yang tentu berbeda dengan slogan parpol lain. Tidak demikian halnya dengan PDI-P mengasung ekonomi kerakyatan yang akan berpihak pada harga sembako murah karena menurut mereka saat ini hal tersebut sangat dibutuhkan, visi dan misi ini tidak jauh berbeda dengan apa yang ditampilkan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan gerakan ekonomi kerakyatan dalam pemberdayaan petani, buruh, dan nelayan. Metode icing device, yaitu menyajikan sesuatu pesan dengan menggunakan ’emotional appeal’ agar menjadi lebih menarik, dapat memberikan kesan yang tidak mudah dilupakan, lebih menonjol daripada parpol lain masih menjadi pilihan parpol berasaskan Islam, seperti Partai Universitas Sumatera Utara Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dengan mengangkat tema religius. 2.4. Minat Memilih Tahapan timbulnya minat di dalam diri seseorang setelah menyaksikan iklan, baik tujuan produk atau institusi bukanlah merupakan faktor yang terbentuk dengan sendirinya. Merujuk pada hirarkhi teoretikal teori S-O-R, minat dipandang sebagai kajian tentang perilaku manusia. Minat merupakan “kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak timbulnya hasrat untuk melakukan kegiatan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan sesuatu yang telah menarik perhatiannya” (Effendy, 2003 : 103). Minat dan sikap sangat erat hubungannya, dan kedua hal tersebut merupakan dasar dalam mengambil keputusan. Minat akan timbul apabila disertai dengan unsur-unsur sebagai berikut: 1) Terjadinya sesuatu hal yang menarik. 2) Terdapatnya kontras, yakni hal yang menonjol yang membedakan sesuatu dengan hal lain, sehingga apa yang menonjol itu menimbulkan perhatian. 3) Adanya harapan mendapatkan keuntungan atau mungkin gangguan dari hal yang dimaksud. (Effendy, 2003 : 70). Minat sebagai perilaku manusia, dikemukakan Bandura (dalam Sumartono, 2002 : 49) mengatakan bahwa “sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui pengamatannya pada model dan melalui hasil pengamatannya tersebut, seseorang dapat memperoleh suatu ide, informasi, dan petunjuk mengenai bagaimana berperilaku”. Minat muncul karena adanya stimulus (S) motif yang menimbulkan motivasi. Motif mendorong seseorang untuk mencari kepuasan berdasarkan Universitas Sumatera Utara pengalaman dan pengetahuan yang ada di dalam dirinya dibandingkan dengan keadaan lingkungan sekitar. Perhatian terhadap suatu hal akan melahirkan minat, dengan informasi dan pengetahuan yang dimilikinya akan membangun pengertian hingga mencapai penerimaan sebagai perubahan sikap yang menggambarkan respons (R) di dalam diri akibat terpaan iklan politik di televisi yang disebarkan secara luas. Mempelajari tentang minat sebagai perilaku manusia setidaknya kita dihadapkan pada tiga asumsi pokok seperti yang dikemukakan oleh Sumartono (2002 : 49), yakni: 1) Asumsi yang menyatakan bahwa perilaku manusia dianggap seperti suatu mesin yang saling bergantung antara satu sama lain sehingga stimulus (S) dari satu bagian akan menimbulkan respon (R) pada bagian lainnya. 2) Asumsi yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya bersifat hedonistic, berupaya mencari kesenangan dan menghindari kesulitan, sehingga manusia selalu berusaha memperbanyak pendapatannya dan mengurangi kekurangannya. 3) Asumsi yang menyatakan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh lingkungan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku itu dapat dipelajari dan dapat dihasilkan, maka ia dapat dikendalikan. Perilaku manusia ketika dihubungkan dengan konsep diri sebagai hasil dari pemenuhan motif kognisi dan afeksi di dalam konsumsi media, juga tentang konsumsi isi pesan di dalam iklan yang dikomunikasikan melalui media massa. Orang yang ingin sukses bermasyarakat, ia harus memperbesar wilayah terbuka dalam dirinya. Universitas Sumatera Utara William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai: “Pandangan dan perasaan kita tentang diri kita” (Rakhmat, 2005 : 44). Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian diri anda tentang anda. Jadi, konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan, hubungannya secara positif dipengaruhi oleh perilaku yang terbentuk dari diri setiap individu. Wilayah terbuka (open area) di dalam diri pribadi sebagai kenyataan mengenai: “kita mengenal diri kita dalam hal kepribadian, kelebihan dan kekurangan” (seperti dalam Muslimin, 2008:226). Bagaimana kita tahu dan mampu memberitahukan kelebihan dan kekurangan kepada orang lain, hingga tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan diri kita dengan penilaian yang tidak sesuai dengan keadaan kita yang sebenarnya. Konsep diri ditandai dengan adanya aspirasi sebagai perwujudan keinginan diri (ideal) dengan kenyataan diri (reality). Semakin besar jarak antara apirasi (ideal) dengan kenyataan (reality) semakin besar wilayah frustasi, yang menunjukkan semakin baik konsep diri seseorang sebagai perilaku yang dihasilkan dalam kehidupan sosial. Kelebihan dan kekurangan yang diri merupakan potensi yang bisa semakin membesar atau sebaliknya dapat mengecil berdasarkan keinginan diri merubah kebiasaan yang dianggap menghambat dalam pergaulan. Sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran diri sebagai wujud keinginan diri sesuai kenyataan yang ada di dalam diri masing-masing. Perilaku perseorangan berbeda antara satu dengan lainnya, menunjukkan bahwa masing-masing diri berbeda berdasarkan konsep diri mereka. Pendidikan, menentukan nalar sebagai konsep pemikiran yang dimiliki seseorang yang tentu berbeda dengan orang lain. Latar belakang keyakinan, dan ekonomi juga menunjukkan pembentukan konsep diri yang khas antar orang-orang yang berbeda konsep diri dan pembentukan diri masing-masing. Universitas Sumatera Utara Hal ini, menjelaskan bahwa bila garis B (kenyataan) bergerak mendekati garis A (aspirasi), maka selisih kedua garis itu adalah wilayah kefrustasian. Jika garis B mendekati garis A berarti daerah lubang kefrustasian makin mengecil, sebaliknya bila garis B dan A berjauhan, maka tingkat kefrustasian seseorang cenderung makin besar, sebab aspirasi yang dikehendaki tidak ditunjang kenyataan yang ada. Untuk membangun konsep diri positif bagi setiap individu, termasuk masyarakat luas yang terkena imbas iklan secara langsung, baik secara positif atau negatif, selain mengenal diri, kelebihan dan kekurangan diri, harus juga memiliki kepercayaan (credibility), daya tarik (attractive), dan kekuatan (power). (Muslimin, 2008 : 230) Menurut Winardi (dalam Sumartono, 2002 : 97), tahapan timbulnya minat di dalam diri individu bergerak dari keadaan sikap mental individu berhubungan erat dengan konsep diri meliputi lima tahapan, yakni: 1) Tahapan Timbulnya Kesadaran Pada tahapan ini, individu (pemilih) mendapatkan informasi. Mereka mengerti tentang iklan politik. Akan tetapi sikap khalayak bersifat netral dan indiferen, sehingga mereka tidak mengejar informasi lebih lanjut. Jelas kiranya mereka belum berkeinginan untuk menentukan pilihan, dengan perkataan lain mereka tidak melihat iklan politik tersebut sebagai alat untuk memenuhi informasi politik. 2) Tahapan Timbulnya Minat Kesadaran akan menimbulkan minat di dalam diri pribadi. Khalayak kini mulai mengetahui bahwa dengan iklan politik mampu memenuhi infromasi Universitas Sumatera Utara yang membantu mereka memecahkan kebimbangan atau memberikan manfaat kejiwaan. Para khalayak secara individu atau lebih besar lagi berkelompok menyamakan keinginan mereka, mulai memikirkan isi pesan yang disampaikan yang memenuhi kebutuhan aspirasi politik mereka. Pada tahapan timbulnya minat ini khalayak pemilih mulai mengumpulkan secara aktif informasi-informasi yang mereka butuhkan. 3) Tahapan Timbulnya Keinginan Pada tahapan timbulnya keinginan, khalayak pemilih mulai yakin bahwa mereka memiliki keinginan dan mereka menyukai Parpol tertentu, demikian rupa hingga mereka ingin memberikan suara mereka sebagai wujud keterwakilan di dalam parlemen. 4) Tahapan Dilakukannya Tindakan-Tindakan Apabila keinginan khalayak pemilih sudah cukup kuat, maka mereka mengambil keputusan untuk menggunakan hak pilihnya dan tidak berupaya untuk menangguhkan aktivitas politik mereka. 5) Tahapan Timbulnya Reaksi Perilaku pasca pemilihan adalah penting. Apakah pilihan mereka mampu memberikan kepuasan. Terlepas dari hasil apa yang muncul, hal tersebut akan mempengaruhi perilaku mereka saat berikutnya mereka merasakan stimulus yang sama. Secara kondisional, perilaku pemilih dipengaruhi banyak faktor yang pada intinya dibagi dalam tiga tahapan, yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan proses pengambilan keputusan dari khalayak (Sumartono, 2002 : 100). Universitas Sumatera Utara Faktor internal berpengaruh pada perilaku diri, mengenai harga diri, pengamatan, dan proses belajar, kepribadian, dan konsep diri. 2.5. Deskripsi Iklan Politik di Televisi Swasta Televisi menjadi media informasi penting bagi khalayak pada pelaksanaan Pemilu, bukan hanya pada pelaksanaan Pemilu 9 April 2009 lalu, bahkan jauh pada pelaksanaan pesta demokrasi yang sudah dijalani dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Di dalam iklan Parpol dikemas pesan sebagai informasi yang menunjukkan visi, misi, dan strategi pengelolaan negara untuk kepentingan sebagai satu bangsa. Mengapa kader Partai Golkar berpindah ke Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), ke Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), tentu tidak seluruhnya kader partai beringin ini melakukan hal tersebut karena masih melihat ada perilaku yang tidak sesuai, berbicara tentang harga diri dari partai besar menjadi bagian kecil partai itu sendiri, pengamatan mengenai tidak mungkinnya Partai Golkar sebagai partai pemenang di tahun 2004 hanya akan mendapat suara 2,5% dari total pemilih se Indonesia, belajar terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi secara internal sebagai dinamika politik, dan juga mengena terhadap kepribadian, juga konsep diri yang akan menjadi pertimbangan rasional dalam diri. Faktor eksternal dalam keputusan politik juga menjadi pertimbangan pembentukan minat pemilih, terdiri atas faktor kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial, dan referensi, serta keluarga. Kebudayaan yang berbeda akan membentuk kebudayaan khas dalam organisasi yang dapat diinformasikan secara luas kepada khalayak. Tingkatan sosial di dalam parpol Universitas Sumatera Utara meliputi prestise, kekuasaan, dan kekayaan yang sama, dan yang juga turut memiliki sejumlah keyakinan, sikap, dan nilai-nilai yang berhubungan dengannya, dalam pemikiran dan perilaku mereka. Termasuk dalam dinamika eksternal jelang Pemilu Eksekutif tahun 2009. Hal ini juga membentuk proses pengambilan keputusan, yang menjadi pelajaran bagi khalayak dengan beragam iklan politik di dalam media massa. Universitas Sumatera Utara