InfoPOM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Vol. 7, No. 5, September 2006 BADAN POM RI ISSN 1829-9334 KEPATUHAN PASIEN : FAKTOR PENTING DALAM KEBERHASILAN TERAPI Pendahuluan Diagnosa yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya. Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi utamanya pada terapi penyakit tidak menular (misalnya : diabetes, hipertensi, asma, kanker, dsb), gangguan mental, penyakit infeksi HIV / AIDS dan tuberkulosis Adanya ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini dapat memberikan efek negatif yang sangat besar karena prosentase kasus penyakit penyakit tersebut diatas diseluruh dunia mencapai 54% dari seluruh penyakit pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020. Harus diingat bahwa kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh lima dimensi yang saling terkait, yaitu faktor Editorial Pembaca setia Infopom, Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM RI pada tahun 2005 dan 2006 dibeberapa propinsi, ditemukan 27 (dua puluh tujuh) merek kosmetik yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetik yaitu Merkuri ( Hg ), Hidrokuinon > 2 %, zat warna Rhodamin B dan Merah K.3. Penggunaan bahan-bahan tersebut dalam sediaan kosmetik jelas-jelas telah dilarang karena dapat membayahakan kesehatan. Dalam Infopom edisi bulan September ini, kami sajikan Public Warning/Peringatan tentang Kosmetik yang Mengandung Bahan dan Zat Warna yang Dilarang. Sedangkan daftar nama ke 27 kosmetik yang dilarang dapat diakses pada website Badan POM www.pom.go.id Isu strategis terkait dengan evaluasi dan pendafataran produk biologi di Indonesia al. meningkatnya pendaftaran dalam bentuk pararel submission ke Indonesia bersamaan dengan pendaftaran kenegara-negara maju untuk produk biologi seperti vaksin dan produk dengan teknologi rekombinan atau biofarmasetikal, sementara banyak produsen baru produk biologi biosimilar yang berlokasi di emerging countries, dan beberapa produk tesebut diajukan pendaftarannya ke Indonesia. Selain itu adanya ketentuan di Uni Eropa bahwa bahwa jika suatu obat, termasuk produk biologi, tidak dipasarkan di Uni Eropa maka tidak dapat diberikan persetujuan pemasaran walaupun diproduksi oleh produsen yang berlokasi di Uni Eropa. Akibatnya khasiat, keamanan dan mutu /kualitas poduk Uni Eropa tersebut yang dibutuhkan oleh negara berkembang, harus dievaluasi berdasarkan kemampuan negara berkembang tersebut. Untuk itu dalam edisi ini kami sajikan artikel dengan judul Evaluasi Produk Biologi. Tidak kalah menarik artikel dengan judul Kepatuhan Pasien : Faktor Penting Dalam Keberhasilan Terapi serta artikel singkat berisi informasi terkait profil keamanan penghambat pompa proton dan keputusan final FDA tentang Requirements on Content and Format of Labeling for Human Prescription Drug and Biological Products dengan judul Prescribing Information Obat dan Produk Biologi. Selamat menyimak, semoga sajian kami ini dapat memuaskan minat baca saudara. Edisi September 2006 Halaman 1 DAFTAR ISI 1. Kepatuhan pasien : Faktor penting dalam keberhasilan terapi 2. Public Warning tentang Kosmetik yang mengandung bahan & zat warna yang dilarang 3. Evaluasi Produk Biologi 4. P e n g h a m b a t p o m pa proton dan laporan terbaru tentang nefritis interstitial k e pa t u h a n pa s i e n , p e r l u diterapkan prinsip bahwa tidak ada satupun strategi yang dapat secara efektif menangani semua masalah kepatuhan pasien secara umum. Diperlukan strategi yang berlaku khusus terhadap pasien penyakit tertentu dan dalam mengembangkan suatu intervensi untuk meningkatkan kepatuhan pasien perlu dipertimbangkan juga semua faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain 5. Prescribing information Obat keras & produk biologi pasien, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan dan faktor sosial ekonomi. Semua faktor adalah faktor penting dalam mempengaruhi kepatuhan sehingga tidak ada pengaruh yang lebih kuat dari faktor lainnya, seperti digambarkan pada gambar diatas. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan masalah ketidakpatuhan pasien ini, tidak sepenuhnya semua kesalahan ada pada pasien sehingga intervensi hanya dilakukan dari sisi pasien, namun diperlukan juga adanya pembenahan dalam sistem kesehatan dan petugas pelayanan kesehatan. Karena faktor ini juga memberikan pengaruh yang besar terhadap tumbuhnya kepatuhan pasien. Sehingga dalam menyusun strategi dalam membuat intervensi terhadap peningkatan Halaman 2 faktor sistem kesehatan dan petugas pelayanan kesehatan, faktor lingkungan dan keluarga pasien juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam m e n u m b u h k a n k e pa t u h a n pasien. D i a ta s s e m u a f a k t o r i t u , diperlukan komitmen yang kuat dan koordinasi yang erat dari seluruh pihak (professional kesehatan, peneliti, tenaga perencanaan dan para pembuat keputusan) dalam mengembangkan pendekatan multidisiplin untuk menyelesaikan permasalahan ketidakpatuhan pasien ini. Secara umum, hal-hal yang perlu dipahami dalam meningkatkan tingkat kepatuhan adalah bahwa: 1. P a s i e n m e m e r l u k a n dukungan, bukan disalahkan 2. Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap terapi jangka panjang adalah tidak tercapainya tujuan terapi dan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan 3. Peningkatan kepatuhan pasien dapat meningkatkan keamanan penggunaan obat. 4. Kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup penting dalam mencapai efektifitas suatu sistem kesehatan. 5. Memperbaiki kepatuhan dapat merupakan intervensi terbaik dalam penanganan secara efektif suatu penyakit kronis 6. Sistem kesehatan harus terus berkembang agar selalu dapat menghadapi berbagai tantangan baru 7. Diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam menyelesaikan masalah ketidakpatuhan. Artikel ini akan menyajikan tulisan terkait permasalahan k e pa t u h a n pa s i e n pa d a penyakit TBC dan Diabetes secara spesifik TBC merupakan communicable disease dengan prevalensi yang cenderung tingi di negara dengan kategori negara miskin (poor country), dimana Edisi September 2006 kepatuhan yang rendah terhadap obat yang diberikan dokter dapat meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas dan resistensi obat baik pada pasien maupun pada masyarakat luas. Sementara perubahan pola gaya hidup (life style) menyebabkan prevalensi diabetes melitus dibeberapa negara berkembang, terutama didaerah rural cenderung meningkat. PERMASALAHAN KEPATUHAN PASIEN PADA PENYAKIT TUBERKULOSIS Banyak faktor berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi tuberkulosis (TB), termasuk karakteristik pasien, hubungan antara petugas pelayanan kesehatan dan pasien, regimen terapi dan seting pelayanan kesehatan. Faktor struktural dan ekonomi. Tuberkulosis biasanya menyerang masyarakat dari kalangan ekonomi lemah. Tidak adanya dukungan sosial dan kehidupan yang tidak mapan menciptakan lingkungan yang tidak mendukung dalam program tercapainya kepatuhan pasien. Faktor pasien. Umur, jenis kelamin dan suku/ras berhubungan dengan kepatuhan pasien dibeberapa tempat. Pengetahuan mengenai penyakit tuberkulosis dan keyakinan terhadap efikasi obatnya akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan terapinya atau tidak. Pada beberapa pasien TB, kondisi kejiwaan juga berperan dalam kepatuhan pasien, terutama pasien dengan kecenderungan penyalahgunaan obat. Kompleksitas regimen. Banyaknya obat yang harus diminum dan toksisitas serta efek samping obat dapat merupakan faktor penghambat dalam penyelesaian terapi pasien. Dukungan dari petugas pelayanan kesehatan. Empati dari petugas pelayanan kesehatan memberikan kepuasan yang signifikan pada pasien. Untuk itu, petugas harus memberikan waktu yang cukup untuk memberikan pelayanan kepada setiap pasien. Cara pemberian pelayanan kesehatan. Sistim yang terpadu dari pelayanan kesehatan harus dapat memberikan sistem pelayanan yang mendukung kemauan pasien untuk mematuhi terapinya. Dalam sistem tersebut, harus tersedia petugas kesehatan yang berkompeten melibatkan berbagai multidisiplin, dengan waktu pelayanan yang fleksibel. DIABETES Faktor - faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku kepatuhan pada pasien diabetes dapat dikelompokkan dalam empat jenis: 1. Karakteristik dari penyakit dan pengobatannya 2. F a k t o r i n t r a - p e r s o n a l 3. F a k t o r i n t e r - p e r s o n a l 4. Faktor lingkungan Karakteristik dari penyakit dan pengobatannya Tiga elemen dari pengobatan (kompleksitas dari pengobatan, lamanya penyakit dan cara pemberian pelayanan) dan penyakit itu sendiri sangat berhubungan dengan kepatuhan pasien. Secara umum, semakin kompleks regimen pengobatan, semakin kecil kemungkinan pasien akan mematuhinya. Indikator dari kompleksitas dari suatu pengobatan adalah frekuensi pengobatan yang harus dilakukan oleh pasien itu sendiri, misalnya frekuensi minum obat dalam sehari. Pasien akan lebih patuh pada dosis yang diberikan satu kali sehari daripada dosis yang diberikan lebih sering, misalnya tiga kali sehari. Lamanya penyakit tampaknya memberikan efek negatif terhadap kepatuhan pasien. Makin lama pasien mengidap penyakit diabetes, makin kecil pasien tersebut patuh pada pengobatannya. Cara pemberian pelayanan untuk diabetes bervariasi dari perawatan secara intensif yang Bersambung ke halaman 11 Edisi September 2006 Halaman 3 PEMERIKSAAN KADAR MERKURI DALAM KRIM PEMUTIH MENGGUNAKAN ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETER PUBLIC WARNING / PERINGATAN NO : KH.00.01.3352 TANGGAL : 7 SEPTEMBER 2006 TENTANG KOSMETIK YANG MENGANDUNG BAHAN DAN ZAT WARNA YANG DILARANG 1. Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM RI tahun 2005 dan 2006 di beberapa propinsi, ditemukan 27 (dua puluh tujuh) merek kosmetik yang mengandung bahan yang dilarang dilarang digunakan dalam kosmetik yaitu : Merkuri (Hg), Hidroquinon > 2%, zat warna Rhodamin B dan Merah K.3 (daftar terlampir). Penggunaan bahan tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MENKES/PER/V/1998 Tentang Bahan, Zat warna, Substratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya pada Kosmetik dan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik. 2. Merkuri (Hg) / Air Raksa termasuk logam berat berbahaya, yang dalam konsentrasi kecilpun dapat bersifat racun. Pemakaian Merkuri (Hg) dalam krim peemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang pada akhirnya dapat menyebabkan bintik – bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit serta pemakaian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam dosis tinggi juga dapat menyebabkan muntah – muntah, diare dan kerusakan paru-paru serta merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) pada manusia. 3. Hidroquinon termasuk golongan obat keras yang hanya dapat digunakan berdasarkan resep dokter. Bahaya pemakaian obat keras ini tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar juga dapat menyebabkan kelainan pada ginjal (nephropathy), kanker darah (leukimia) dan kanker sel hati (hepatocelluler adenoma). 4. Bahan pewarna Merah K.10 (Rhodamiin B) dan Merah K.3 (CI Pigment Red 53 ; D & C Red No. 8 : 15585) merupakan zat warna sintetis yang pada umumnya digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil atau tinta. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta Rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati. 5. Untuk melindungi masyarakat / konsumen dari risiko tersebut di atas Badan POM telah menginstruksikan kepada produsen / distributor untuk melakukan penarikan produk tersebut dari peredaran dan memusnahkannya. Sebagai hasil tindaklanjutnya telah ditarik dan dimusnahkan 1002 item produk. 6. Kegiatan memproduksi, mengimpor dan atau mengedarkan produk yang tidak memenuhi standar adalah melanggar UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). 7. Berkaitan dengan hal tersebut Badan POM menyampaikan kepada masyarakat luas untuk tidak membeli atau menggunakan kosmetik sebagimana tercantum dalam daftar lampiran Public Warning / Peringatan ini. Kepada masyarakat / konsumen yang terkena risiko akibat penggunaan kosmetik tersebut, agar melaporkannya kepada Badan POM RI di Jakarta atau ke Balai Besar / Balai POM di seluruh Indonesai, Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Nomor Telepon : 021-4263333 Demikian peringatan ini disampaikan untuk melindungi keselamatan masyarakat dan diminta perhatian yang sungguh – sungguh dari semua pihak. BADAN PENGAWAS OBAT & MAKANAN KEPALA Dr. HUSNIAH RUBIANA THAMRIN AKIB, MS., MKes., SpFk Edisi September 2006 Halaman 5 EVALUASI PRODUK BIOLOGI Pendahuluan Isu strategis terkait dengan evaluasi dan pendaftaran produk biologi di Indonesia antara lain, (i) Meningkatnya pendaftaran dalam bentuk parallel submission ke Indonesia bersamaan dengan pendaftaran ke Negara – Negara maju untuk produk biologi seperti vaksin dan produk dengan teknologi rekombinan atau biofarmasetikal sepeti cytokines, growth factors, clotting factors, growth hormone, enzymes, monoclonal antibodies dan oligonucleotides, (ii) Banyaknya produsen baru produk biologi (vaksin, produk darah) biosimilar yang berlokasi di emerging countries, dan beberapa produk tersebut diajukan pendaftarannya ke Indonesia, (iii) adanya ketentuan di Uni Eropa bahwa apabila suatu produk obat, termasuk produk biologi, tidak dipasarkan di Uni Eropa maka tidak dapat diberikan persetujuan pemasaran walaupun diproduksi oleh produsen yang berlokasi di Uni Eropa. Akibatnya, khasiat, keamanan dan mutu / kualitas produk Uni Eropa tersebut yang dibutuhkan oleh Negara berkembang harus dievaluasi Halaman 6 berdasarkan kemampuan Negara berkembang itu sendiri. Evaluasi terhadap dokumen ilmiah obat termasuk produk biologi dimaksudkan untuk menjamin keamanan, efikasi dan kualitas produk tersebut sebelum dipasarkan. Produk biologi meliputi vaksin, imunosera, antigen, hormone, enzim, produk darah dan produk hasil fermentasi lainnya (termasuk antibody monoclonal dan produk yang berasal dari teknologi rekombinan DNA) yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan. Secara umum, prosedur evaluasi produk biologi mengikuti prosedur evaluasi produk obat dengan kandungan bahan kimia yang meliputi evaluasi terhadap data non-klinik dan uji pada hewan, data klinik, dan data mutu/kualitas. Namun demikian, ada hal – hal yang khusus untuk evaluasi produk biologi, antara lain (i) apakah data uji pada hewan dapat diperoleh apabila tidak ada animal model yang tepat, dan bagaimana diperoleh data non – klinik yang akurat, (ii) metodologi dan parameter endpoint untuk uji klinik yang bermakna, (iii) evaluasi kualitas suatu produk biologi tidak dapat hanya dilakukan pada produk akhir dan harus ada data jaminan kualitas yang menyeluruh mulai dari bahan awal. Sumber bahan baku produk biologi yang berasal dari protein atau polisakarida (atau konjugatnya), produk darah, atau produk vaksin yang berasal dari mikroorganisme, menjadikan produk biologi sangat rentan terhadap risiko kontaminasi baik adanya kontaminasi mikrobakteri yang berasal dari produk tersebut, maupun trnsmisi mikroba melalui produk darah terutama blood-borne viruses. Disamping hal – hal tersebut, khusus untuk evaluasi vaksin, perlu diperhatikan bahwa produk ini diberikan pada subyek sehat dalam skala besar sehingga dipersyaratkan pertimbangan risk/benefit yang ketat terkait dengan masalah public health. Edisi September 2006 Terkait dengan hal – hal tersebut diatas, diperlukan suatu system evaluasi produk biologi yang tangguh (robust) yang mengikuti standard internasional. Dalam hal ini, telah ada harmonisasi evaluasi obat di Negara Negara ASEAN, dimana Indonesia turut dalam framework tersebut. Disamping itu, Indonesia secara aktif ikut berpartisipasi dalam penyusunan pedoman standar produk biologi yang dilakukan oleh WHO. Evaluasi Produk Biologi Produk Biologi termasuk kategori obat baru, walau merupakan biosimilar. Evaluasi produk biologi dilakukan secara komprehensif yang meliputi : Ø Kajian metodologi uji nonklinik dan klinik Ø Kajian risk – benefit produk biologi. Ø Identifikasi dan evaluasi keamanan produk biologi. Ø Pemenuhan persyaratan Quality control selama proses produksi dan hasil akhir, termasuk summary protocol dari three consecutive batches dan lot release. Ø Pemenuhan persyaratan fasilitas produksi tahap pengembangan dan produk komersial Ø Kajian lanjutan terhadap data efikasi dan keamanan, data mutu dan labeling, dalam proses pendaftaran. Edisi September 2006 Meskipun kriteria evaluasi produk biologi mengikuti kriteria evaluasi obat pada umumnya, tetapi produk biologi memiliki spesifisitas tersendiri yang meliputi : Ø Sifat zat aktif Ø Sumber bahan baku zat aktif: - Biological material, Cell substrate - Master Cell Bank, Working Cell Bank - Master / working seed - Culture media - Genetic construct Ø In-proses control dan validasi yang harus dilakukan selama proses pembuatan Ø Karakterisasi : Fisikokimia, imunokimia, aktivitas biologi, kemurnian. Ø Stabilitas produk biologi Ø Viral safety untuk produk biologi yang berasal dari mikroorganisme dan produk darah Dokumen penunjang khasiat dan keamanan yang diperlukan antara lain : Ø Uji non-klinik, Uji klinik fase I dan II Ø Paling sedikit 1 uji klinik fase III dengan disain yang baik (Randomized, Double blind, Controlled trial). Keamanan produk biologi mendapat perhatian khusus mengingat keunikan sumber asal produk. Hal ini harus ditunjukkan oleh pengamatan efek samping dan efek samping serius dari data uji klinik. Khusus untuk vaksin, pengamatan reaksi lokal dan sistemik dalam 72 jam pasca-imunisasi dan kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI)serius dapat menggambarka profil keamanan vaksin. Efikasi vaksin dapat ditunjukan oleh nilai GMT dan seroconversion rates pada subyek yang diimunisasi. Nilai i n i pa d a a k h i r n y a d a pa t menunjukkan korelasi proteksi dan durasi proteksi. Untuk vaksin kombinasi atau vaksin sejenis, diperlukan study non-inferiority yang dibandingkan dengan komponen – komponennya atau dengan vaksin inovator. Dari data uji klinik, mutu vaksin dapat dilihat dengan adanya konsistensi lot untuk titer antibody dan imunogenisitas dengan menggunakan metoda tervalidasi untuk pengukuran titer antibodi. Evaluasi mutu produk biologi dilakukan berdasarkan informasi pada : Zat aktif Zat tambahan, termasuk zat warna, preservatives, antioksidan, emulsifiers, thickeners dan lain – lain. Proses pembuatan dimulai dari zat aktif sampai dengan produk jadi. Kemasan zat aktif dan produk jadi untuk menjaga kestabilan zat aktif dan produk jadi Data stabilitas zat aktif dan Halaman 7 produk jadi termasuk diluent, jika ada, sebagai pembuktian shelf life-nya. Untuk mendukung penilaian ini, industri harus menyerahkan summary protocol of three consecutive batches dimulai dari source material sampai produk jadi. Khusus untuk produk darah, dokumen lock back procedure harus disertakan untuk melihat b a g i m a n a i n d u s t r i d a pa t menelusuri riwayat donor apabila diketemukan adanya virus dalam produk darah tersebut. Keseluruhan aspek evaluasi mutu ini mengacu pada dokumen dokumen mutu standard yaitu WHO Technical Report Series (WHO TRS) dan farmakope Indonesia. Khusus untuk vaksin, WHO telah menetapkan 7 fungsi kontrol yang harus dipenuhi oleh suatu negara dalam rangka pemenuhan standar WHO untuk prekualifikasi suplai vaksin melalui UNICEF (WHO prequalification). Tujuh fungsi kontrol vaksin tersebut adalah National regulatory system, Marketing Authorization and liscencing, AEFI, Lot release, Laboratory access, Regulatory inspection, dan approval / authorization of clnical evaluation. Dalam assessment yang dilakukan WHO ke Badan POM tahun 2001, 2003 dan 2005 dinyatakan bahwa Badan POMsudah memenuhi persyaratan seluruh aspek fungsi control tersebut. Halaman 8 Konsultasi Gratis Telp / Fax. 021-4263333 Seni - Jumat, Jam 08.00 - 18.00 Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM Mengenai Obat, Makanan, Obat tradisional, PKRT dan NAPZA ATAU HUBUNGI ULPK di Kantor Balai Besar / Balai POM di Seluruh Indonesia Kesimpulan Evaluasi produk biologi, termasuk biosimilar, dikategorikan sebagai obat baru dan kajian ilmiah yang dilakukan merupakan satu kesatuan antara evaluasi terhadap dokumen klinik dan mutu, dengan hasil pengujian laboratorium dan pemenuhan GMP suatu industri. Standar evaluasi produk biologi, baik terhadap data klinis maupun data mutu, mengacu pada standar WHO dan pedoman internasional lainnya. (Lucky S. Slamet) Pustaka : 1. WHO : Guidelines for national authorities on quality assurance for biological products. WHO TRS (1992). No.882 (annex 2). pp. 3134 2. Badan Pengawas Obat dan Makanan : Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, 2003 3. WHO : Guidelines on clinical evaluation of vaccines : regulatory expectations. WHO TRS (2004).No. 924 (annex 1).pp.35-101 4. The European Agency for the Evaluation of Medicinal Products (EMEA): Note for guidance on 5. clinical evaluation of new vaccines. CPM;/EWP/463/97 5. US FDA: Code of Federal Regulation (2004). No. 21 (parts 300 – 499) Edisi September 2006 Edisi September 2006 PRESCRIBING INFORMATION OBAT KERAS DAN PRODUK BIOLOGI Sebelum disetujui beredar, obat harus didaftarkan dan dinilai berdasarkan khasiat, kemanan dan mutu. Selain itu, obat yang disetujui beredar harus memenuhi kriteria penandaan (approved labeling) yang berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. Pada bulan Januari 2006, terkait dengan penandaan ( approved labeling ) atau biasa juga disebut package insert, FDA menerbitkan keputusan final berjudul Persyaratan Isi dan Format Penandaan Obat Keras dan Produk Biologi (Requirements on Content and Format of Labeling for Human Prescription Drug and Biological Products), dalam rangka penanganan risiko penggunaan obat yang lebih baik dan untuk mengurangi kesalahan medikasi obat keras. Ketentuan ini hanya berlaku untuk obat keras (obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter), tidak berlaku untuk obat bebas. Ketentuan ini juga tidak merubah isi atau format FDAapproved patient information, termasuk Medication Guides . Untuk itu, FDA merevisi peraturan tentang isi dan format informasi obat dan produk biologi (21 CFR 201.56 dan 201.57). Secara prinsip, perbedaan yang signifikan adalah pencantuman Highlight dan Content. Highlight akan menyediakan akses langsung terhadap berbagai informasi yang banyak dirujuk dan dianggap sangat penting oleh tenaga kesehatan. Highlight dan Content memiliki perbedaan, dimana highlight menyajikan informasi singkat (summary) yang paling penting terkait manfaat dan kemanan penggunaan Edisi September 2006 obat, yang merujuk pada informasi rinci dalam FPI (full prescribing information). Sedangkan Content lebih berfungsi sebagai alat penunjuk dalam merujuk semua judul, sub judul dalam prescribing information yang belum/tidak tercantum dalam Highlight . Pada highlight harus dicantumkan Box Warning, namun Box Warning pada highlight berbeda dengan yang tercantum dalam FPI , karena Box Warning dalam Highlight hanya berupa summary, disajikan dalam bentuk dot 20 baris dan terletak dihalaman paling depan (dalam format setengah halaman) diikuti oleh Content, berbeda dengan Box Warning dalam FPI yang mencantumkan informasi secara rinci. Dengan demikian, tidak ada duplikasi Box Warning antara yang tercantum dalam Highlight dan dalam FPI. Selain itu perubahan ini juga mencakup penyusunan kembali (reordering) beberapa bagian, perubahan kecil dari isi serta standard format tampilan, dengan perubahan yang paling signifikan meliputi : a Informasi yang paling dirujuk oleh tenaga kesehatan dan dipertimbangkan sebagai yang paling penting ( mis Boxed Warning, Indications and Usage, Dosage and Administration, and Dosage Forms and Strengths, separated from Storage and Handling) akan di letakkan di halaman muka prescribing information a Informasi risiko akan disatukan. Klim Adverse Reactions akan diletakkan sesudah Warning and Precautions, sehingga memudahkan pemahaman risiko efek samping a Informasi lain yang tadinya di bawah klim Precautions akan dipindahkan di bawah klim Use in Specific Populations, Drug Interactions, and Patient Counseling Information a Penambahan Patient Counseling Information a Pengaturan penebalan huruf, spasi, ukuran huruf untuk tercapainya penekanan terhadap informasi-informasi penting. Manfaat revisi Information Prescribing Dengan adanya revisi ini, maka akan mempermudah para profesi kesehatan dalam mengakses dan memanfaatkan informasi yang ada dalam prescribing information, sehingga meningkatkan kepercayaan mereka bahwa untuk memperoleh informasi yang objektif, mereka bisa mempercayai prescription information ini. FDA percaya bahwa revisi ini akan meningkatkan keamanan dan pemanfaatan penggunaan obat keras, sehingga juga akan menurunkan jumlah efek samping obat akibat kesalahan medikasi karena kesalah pahaman atau ketidak tepatan pemanfaatan informasi obat. Requirements on Content and Format of Labeling for Human Prescription Drug and Biological Products ini mulai berlaku pada tanggal 30 Juni 2006. Untuk informasi lengkap dan detil terkait pesyaratan informasi yang harus dicantumkan sebagai prescription information dapat dilihat pada www.fda.gov/cde/regulatory /physlabel. (Dra. Reri Indriani) Pustaka : 1. 2. WHO Drug Information, volume 20, number 1, 2006 www.fda.gov Halaman 9 PENGHAMBAT POMPA PROTON DAN LAPORAN TERBARU TENTANG NEFRITIS INTERSTITIAL Nefritis interstitial dapat disebabkan baik oleh infeksi, autoimunitas, kelainan glomerulus ataupun karena hipersensitif terhadap obat-obat tertentu. Golongan obat yang paling sering menyebabkan nefritis interstitial adalah antibakteri dan OAINS. Sedangkan obat - obat yang paling sering dilaporkan menyebabkan nefritis interstitial akut adalah meticilin, penisilin, sulfonamid, kotrimoksazol, sefalosporin, rifampisin, fenoprofen, asam mefenamat , alopurinol, fenitoin and diuretik tiazid. Oleh karena itu, sulit menentukan penyebab nefritis interstitial . Gangguan fungsi ginjal akut karena nefriti interstitial sangat jarang terjadi serta sulit didiagnosa, karena gejala dari gangguan fungsi ginjal yang terjadi bersifat tidak spesifik. Gejala yang muncul dapat berupa peningkatan konsentrasi kreatinin dalam plasma, ruam, atralgia, malaise, demam, mual, letargi, penurunan berat badan, erupsi kulit dan eosinofilia Untuk nefritis interstitial yang terkait dengan omeprazol , sejak dipublilasikannya informasi tentang hal tersebut pada tahun 2000, berbagai kasus terus dilaporkan. Di New Zealand, dimana Omeprazol telah digunakan secara luas, Centre for Adverse Reactions Monitoring (CARM) New Zealand telah menerima Halaman 10 berbagai laporan nefritis interstitial fungsi ginjalnya yang hanya dapat terkait pengunaan omeprazol ini. dilakukan berdasarkan uji biokimia Dari 21 kasus yang telah (dipstick examination) dan d i l a p o r k a n , 9 d i a n ta r a n y a periksaan urin secara mikroskopi. dilaporkan selama tahun 2005. J i k a t e r j a d i a b n o r m a l i t a s , Selain itu, menurut Medsafe, pemberian omeprazol harus nefritis interstitial juga telah segera dihentikan. dilaporkan pada penggunaan Pasien umumnya memberikan pantoprazol dan lansoprazole. respon secara cepat jika omeprazol Bahkan untuk pantoprazol, CARM dihentikan, tetapi pemulihan fungsi telah menerima 3 laporan nefritis ginjal memerlukan waktu sekitar 2 – 3 bulan , bahkan kadang interstitial . Oleh karena itu, menurut Medsaf, kadang bisa lebih. pada pasien yang mengalami (Dra. Reri Indriani) gejala - gejala seperti disebut Pustaka : diatas, tanpa ada penyebab lain 1. W H O P h a r m a c e u t i c a l s selain pemberian omeprazol, Newsletter WHO no.4, 2006 harus diidentifikasi gangguan pada 2. www.carmnz.gov SOAL OBAT JANGAN KIKUK, TANYA APOTEKER YUK ! PUSAT INFORMASI OBAT NASIONAL (PIO Nas) Telp : 021-4259945; Fax : 021-42889117 Hp 24 jam : 08121899530 www.pom.go.id Edisi September 2006 Sambungan dari halaman 3 diberikan oleh tim diabetes multidisiplin hingga perawatan rawat jalan dari pelayanan kesehatan primer (dokter umum). Pasien yang dilayani pada klinik dokter keluarga, lebih banyak mengunjungi dokternya dengan tujuan untuk mendapatkan konseling terapinya daripada untuk memeriksakan dirinya karena terserang penyakit yang akut. Masalah biaya pelayanan juga merupakan hambatan yang b e s a r b a g i pa s i e n y a n g mendapat pelayanan rawat jalan dari klinik umum. Hambatan terhadap akses pelayanan juga berhubungan dengan buruknya kontrol metabolik. Faktor Intra-personal Tujuh faktor intra-personal penting yang berhubungan dengan kepatuhan adalah u m u r, j e n i s k e l a m i n , penghargaan terhadap diri sendiri, disiplin diri, stres, depresi dan penyalahgunaan alkohol. lebih tua. Orang dewasa tua lebih mematuhi regimen pengobatannya daripada dewasa muda. disebut situasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, situasi lingkungan yang cenderung membuat pasien diabetes Faktor inter personal melanggar Dua hal penting dalam faktor makanannya adalah pada saat inter personal : kualitas liburan, adanya kegiatan pesta hubungan antara pasien dan atau makan diluar rumah, pada petugas pelayanan kesehatan saat sedang sendiri dan merasa dan dukungan keluarga. bosan, ada permasalahan Komunikasi yang baik antara interpersonal, dan sebagainya. pasien dan petugas kesehatan Sistem sangat memperbaiki kepatuhan mempengaruhi kepatuhan pasien pasien. misalnya sistem ekonomi, sistem aturan lingkungan diet yang politik, budaya, ekologi, geografi, Faktor lingkungan dan sistem kesehatan. Adanya Dua faktor lingkungan yaitu jenis makanan fast-food dengan sistem lingkungan dan situasi kandungan lemak, garam dan dengan tinggi, kalori yang tinggi, yang tersedia berhubungan dengan buruknya dengan mudah dan murah serta risiko kepatuhan pasien diabetes. Perilaku pengaturan pengobatan oleh diri sendiri terjadi dalam lingkungan yang berubah secara rutin, misalnya dari lingkungan rumah, perubahan sistem tranportasi sehingga mengurangi aktifitas fisik, telah membuat tingginya kasus obesitas dan diabetes tipe 2 seperti yang terjadi sekarang ini. Umur lingkungan kerja, lingkungan Umur berpengaruh terhadap kepatuhan dalam menerapkan terapi non farmakologi berupa aktivitas fisik. Pada kasus diabetes, pasien yang lebih muda lebih banyak melakukan terapi fisik sehingga mengeluarkan kalori lebih banyak daripada pasien yang masyarakat dan sebagainya, (Dra. Tri Asti I, MPharm) yang berhubungan dengan Pustaka : kebutuhan dan prioritas yang berbeda-beda. Setiap ada perubahan lingkaran kegiatan rutinya, setiap orang akan perlu melakukan penyesuaian. Situasi yang menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan Edisi September 2006 1. F a k u l t a s K e d o k t e r a n Universitas Indonesia, Penata Laksanaan Diabetes Melitus Terpadu, 2005 2. WHO, Adherence to LongTerm Therapies – Evidence for Action, 2003. Halaman 11 771829 933428 Redaksi menerima naskah yang berisi informasi yang terkait dengan obat, makanan, kosmetika, obat tradisonal, komplemen makanan, additif dan bahan berbahaya. Kirimkan melalui alamat redaksi dengan format MS. Word 97 spasi ganda maksimal 2 halaman kuarto. Redaksi berhak mengubah sebagian isi naskah untuk diterbitkan. 9 Alamat Redaksi : Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, Telp. 021-4259945, Fax. 021-42889117, e-mail : [email protected] ISSN Penasehat : Drs. H. Sampurno, MBA; Penanggung Jawab: Dra. Mawarwati Djamaluddin; Pimpinan Redaksi : Dra. Aziza Nuraini MM; Sekretaris Redaksi : Dra. Reri Indriani; Tim Editor : Dra. Rosmulyati Ilyas, Dra. Srihariyati, MSc, Dra. Dedeh Endawati, Drs. Siam Subagyo, MSi, Dra. Darmawati Malik, Drs. Bowo Waluyo, MKes, Dra. Endang Susigandhawati, MM, Dra. Yunida Nugrahanti, Judhi Saraswati, SP, Irhamahayati, SSi; Redaksi Pelaksana : Dra. Yuniar Marpaung, Dra. T. Asti Isnariani M.Pharm, Wardhono Tirtosudarmo, Ssi, Yulinar, SKM, Indah Widiyaningrum, SSi; Sirkulasi : Surtiningsih, Watinah 1829-9334 INFOPOM