METODE PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS GIZI DAN KANDUNGAN FENOL DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus L.) (Drying Methods on Nutrition Quality and Content of Phenol Bangun-bangun Leaves ( Coleus amboinicus L.) Ramond Siregar1,Nelzi Fati1, Yun Sondang1 Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas gizi dan kandungan fenol daun bangun-bangun (Coleus amboinicus, L). Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Juni sampai September 2016. Penelitian ini menggunakan daun bangun-bangun yang berumur 3 bulan. Daun bangun-bangun dipotong-potong halus kemudian dikeringkan sesuai dengan perlakuan. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Perlakuan pengeringan daun bangun-bangun adalah pengeringan dengan kipas angin, pengeringan dengan oven, pengeringan dengan udara dan pengeringan dengan matahari. Hasil yang diperoleh adalah : 1) metode pengeringan berpengaruh sangat nyata (P <0,01) terhadap protein kasar, serat kasar dan kandungan fenol dan 2) Kadar protein tertinggi didapatkan pada metode pengeringan dengan kering matahari sedangkan kadar protein kasar yang terendah pada metode pengeringan dengan kipas angin serta kandungan fenol yang tertinggi terdapat pada metode pengeringan dengan kipas angin. Key words : phenol, crude proteins , crude fiber and leaves bangun-bangun PENDAHULUAN Penelitian dan pengembangan tanaman obat tradisional pada pakan ternak sudah mulai diterapkan. Penggunaan tanaman ini lebih bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ternak, namun masih sedikit informasi tentang manfaat untuk peningkatan produksi pada ternak terutama dalam meningkatkan bobot sapih anak pada ternak kambing Lokal. Tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus L.) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak khasiatnya. Tanaman bangun-bangun berasal dari daerah Sumatera Utara dan selanjutnya dibawa oleh pendatang ke daerah Sumatera Barat. Tanaman bangun-bangun sudah lama dikenal dalam masyarakat Tapanuli sebagai menu sayur-sayuran sehari-hari untuk meningkatkan stamina dan memperlancar produksi air susu pada ibu melahirkan. Daunnya memiliki aroma tertentu sehingga disebut tanaman aromatik dan mengandung minyak atsiri. Menurut Kaliappan dan Viswanathan (2008), tanaman ini mengandung berbagai jenis flavonoid yaitu quercetin, apigenin, luteolin, salvigenin, genkwanin. Warsiki (2009) menyatakan tanaman ini mengandung zat besi dan karotin yang tinggi, sehingga dengan konsumsi tanaman ini dapat meningkatkan kadar zat besi, kalium, seng, dan magnesium dalam ASI serta meningkatkan berat badan bayi. Ramond, Wahono, Fati, dan Sondang (2013) menyatakan hasil identifikasi tanaman bangun-bangun di tiga wilayah Sumatera Barat menunjukkan ciri-ciri morfologi yang hampir sama, hal ini disebabkan syarat tumbuh ketiga tempat hampir sama, namun wilayah Padang Panjang merupakan tempat yang paling memenuhi syarat tumbuh tanaman ini. Hal ini dapat dilihat dari kondisi lingkungan, tinggi tanaman (50-100 cm), jumlah cabang per tanaman (9-24 buah), panjang daun (5-8 cm), lebar daun (5-8 cm), panjang tangkai daun (4-7 cm) dan jumlah daun per tanaman (97-206 buah). Pada ternak kambing PE yang diberi daun bangun-bangun yang disuplementasi zinc-vitamin E terdapat efek yang sinergis dalam meningkatkan produksi susu kambing perah sebesar 67,22-98,65% (Rumetor, Jachja, Widjajakusuma, Permana, dan Sutama, 2008). Pada ternak babi penggunaan tepung bangun-bangun dapat memperbaiki nilai konversi ransum induk menyusui dan meningkatkan pertambahan bobot badan anak (Sinaga dan Perdana, 2010). Namun demikian apakah pengaruh terhadap ibu menyusui dan ternak babi akan sama terhadap ternak lain, untuk itu perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan kimia daun bangun-bangun. Latar belakang penelitian ini berdasarkan hasil penelitian yang telah dicobakan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian pemberian daun bangun-bangun yang berasal dari tempat berbeda terhadap ternak babi memperlihatkan pengaruh yang berbeda walaupun dosis pemberiannya sama. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kandungan hara dan gizi tanaman bangun-bangun berbeda antara satu tempat dan tempat lainnya. Disamping itu khasiat tanaman yang belum dikenal oleh masyarakat umum dan tanaman mudah berkembang biak menyebabkan tanaman ini dibuang dengan sia-sia, hal ini akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Kambing merupakan makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat luas, namun pemeliharaan yang kurang intensif terutama pasca melahirkan akan menyebabkan bobot badan pasca sapih anak kambing menjadi rendah. Perlu penelitian menyeluruh yang dimulai dari mengkaji potensi tanaman, teknologi budidaya tanaman sampai kepada pemanfaatannya untuk pakan ternak kambing. Pemecahan masalah produksi sumber protein hewani dan pencemaran lingkungan dengan pemanfaatan bahan baku tanaman bangun-bangun merupakan salah satu teknologi pertanian berkelanjutan yang efektif dalam rangka meningkatkan produksi ternak yang aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pengeringan terhadap kadar protein kasar, serat kasar dan total fenol. BAHAN DAN METODE Penelitian akan dilaksanakan selama 1 bulan dan untuk menguji nilai gizi daun bangun-bangun dilakukan analisa proksimat di Laboratorium Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Bahan terdiri dari daun bangun-bangun segar dan bahan kimia untuk pengujian. Bahan yang digunakan untuk menguji protein, serat kasar dan fenol adalah asam sulfat pekat, selenium mixture, H3BO3 (boric acid), indikator conway, aquadest, NaOH, HCl, K2SO4, alkohol, etanol, reagen folin ciocalteu, natrium carbonat, asam galat. Alat yang digunakan alat-alat laboratorium, alat metode AOAC 2005, timbangan digital, ember, dan oven. Panen daun tanaman bangun-bangun yang telah dibudidayakan sebelumnya dan lakukan pengeringan sesuai perlakuan. Setelah kering melakukan pengujian kandungan protein kasar, serat kasar dan kandungan fenol. Pengamatan dilakukan terhadap bahan aktif daun bangun-bangun Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan metode pengeringan: A = Pengeringan dengan kipas angin B = Pengeringan dengan oven suhu 60o C C = Pengeringan dengan kering angin D = Pengeringan dengan matahari Jumlah keseluruhan menjadi 20 sampel. Data pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DNMRT 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Protein Kasar Perlakuan metode pengeringan daun bangun-bangun berpengaruh (P<0,01) terhadap kandungan protein kasar. sangat nyata Rataan protein kasar selama penelitian berkisar 12,65% - 20,48%. Berdasarkan hasil sidik ragam protein kasar sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh metode pengeringan. Hasil uji jarak Berganda Duncan diperoleh metode pengeringan dengan kering matahari menunjukkan kadar protein yang tertinggi (20,48%) dan metode pengeringan dengan kipas angin menunjukkan kadar protein yang terendah (12,65%). Pengeringan daun bangun-bangun dengan menggunakan metode pengeringan yang berbeda membutuhkan waktu yang berbeda untuk mendapatkan berat kering yang hampir sama. Kandungan protein kasar yang tertinggi bantuan yang dengan menggunakan pengeringan sinar matahari membutuhkan waktu yang paling pendek (12 jam). Penurunan protein kasar pada kering udara pengeringan dengan kipas angin, oven dan terjadi karena adanya reaksi browning yaitu antara asam organik atau asam-asam amino dengan gula pereduksi yang warna kecoklatan yang terjadi pada ditandai daun dengan perubahan bangun-bangun setelah proses pengeringan. Adanya reaksi browning antara asam amino dengan gula pereduksi dapat menyebabkan turunnya protein di dalam suatu bahan (Winarno et al., 1980) cit. Asti (2009). Semakin lama proses pengeringan maka semakin lama reaksi browning tersebut terjadi sehingga protein juga akan semakin turun. Selain itu penurunan protein juga diduga disebabkan karena fermentasi oleh mikroba proteolitik bersamaan dengan proses respirasi pada saat proses penanganan dan pengangkutan sebelum dikeringkan. Mikroba proteolitik akan merubah protein menjadi komponen- komponen nitrogen (Winarno et al., 1980). Hal tersebut ditandai dengan daun yang panas pada saat pembongkaran pasca pengangkutan, karena proses fermentasi juga menghasilkan panas. Metode pengeringan daun bangun-bangun dengan menggunakan oven pada suhu 600C dapat menurunkan kadar protein, hal ini disebabkan karena protein merupakan zat organik yang dapat pada saat pengeringan. mengalami denaturasi akibat adanya pemanasan Selain itu penurunan kadar protein terjadi diduga karena adanya kandungan NPN pada hijauan yang bersifat volatile yang mudah menguap karena adanya pemanasan. Hasil penelitian Asti (2009), didapatkan bahwa pengeringan dengan oven pada waktu dan suhu yang berbeda mempengaruhi kadar protein kasar, suhu yang tinggi dan waktu yang lama menyebabkan protein kasar daun menurun. Laporan penelitian Atmaka dan Kawiji (2008), bahwa pada pengeringan jagung dengan oven suhu 40˚C dapat menekan penurunan protein, sedangkan suhu 80˚C hanya dapat menekan penambahan kadar air. Tabel 1. Rataan protein kasar, serat kasar dan kadar fenol daun bangun-bangun Perlakuan A B C D Protein kasar (%) 12,65a 15,76b 18,45c 20,48d Serat kasar (%) 13,05a 17,21c 16,78c 14,91b Fenol ( mg/gr) 8,40c 2,10a 5,00b 3,10a Superskrip yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0.01) antar perlakuan. Ket : A= kering kipas angin , B = kering oven, C = kering angin, D= kering matahari Serat Kasar Metode pengeringan daun bangun-bangun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan serat kasar. Rataan serat kasar selama penelitian berkisar 13,05% - 17,21%. Berdasarkan hasil sidik ragam serat kasar sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh metode pengeringan. Hasil Uji jarak Berganda Duncan ternyata metode pengeringan dengan kering oven menunjukkan kadar serat kasar yang tertinggi (17,21%) dan metode pengeringan dengan kipas angin menunjukkan kadar serat kasar yang terendah (13,05%). Dalam proses respirasi, karbohidrat akan dirubah menjadi energi (panas), CO2, dan air (Winarno dan Aman, 1981), dimana serat merupakan komponen dari karbohidrat. Adanya energi ditandai dengan adanya panas pada daun bangun-bangun saat pembongkaran pasca pengangkutan. Fenol Metode pengeringan daun bangun-bangun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan fenol. Rataan fenol selama penelitian berkisar 2,10% – 8,4%. Berdasarkan hasil sidik ragam fenol sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh metode pengeringan. Hasil Uji jarak Berganda Duncan ternyata metode pengeringan dengan kering kipas angin menunjukkan kadar fenol yang tertinggi (8,4%) dan metode pengeringan dengan kering oven menunjukkan kandungan yang terendah (2,10%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa total fenol dengan pengeringan kipas angin lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan kering udara, oven dan dibawah sinar matahari. Hal ini terjadi karena pengeringan dengan menggunakan kipas angin suhu lebih rendah dibandingkan pengeringan menggunakan kering angin, oven dan sinar matahari. Menurut Luximon-Ramma et al. (2002) cit. Masduqi, Izzati dan Prihastanti (2014), menyatakan bahwa perbedaan kandungan fenol antara ekstrak yang berasal dari sampel segar dan kering disebabkan akibat proses pengeringan. Senyawa fenol memiliki sifat mudah teroksidasi dan sensitif terhadap perlakuan panas, sehingga dengan adanya proses pengeringan dengan sinar matahari dapat menurunkan kandungan senyawa fenol. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : 1. Metode pengeringan berpengaruh sangat nyata (P <0,01) terhadap protein kasar, serat kasar dan kandungan fenol. 2. Kadar protein tertinggi didapatkan pada metode pengeringan dengan kering matahari sedangkan kadar protein kasar yang terendah pada metode pengeringan dengan kipas angin serta kandungan fenol yang tertinggi terdapat pada metode pengeringan dengan kipas angin. DAFTAR PUSTAKA Masduqi, A.F., M. Izzati, dan E. Prihastanti. 2014. Efek metode pengeringan terhadap kandungan bahan kimia dalam rumput laut Sargassumpolycystum. Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXII, Nomor 1, Maret 2014. http://eprints.undip.ac.id/44485/1/1._JURNAL_FUAD.pdf. didownload tanggal 27 September 2016. Asti, N. D. 2009. Efek perbedaan teknik pengeringan terhadap kualitas, fermentabilitas, dan kecernaan daun rami (Boehmeria nivea L. Gaud). Fak. Peternakan, IPB Bogor. Skripsi. Kaliappan N.D., and P.K. Viswanathan. 2008. Pharmacognostical studies on the leaves of Plectranthus amboinicus (Lour) spring. Int J Green Pharm. 2008;Vol 2, issue 3:182-184. Rumetor, S.D., J. Jachja., R. Widjajakusuma., I. G. Permana., dan I. K. Sutama. 2008. Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus L.) dan Zinc-vitamin E untuk memperbaiki metabolisme dan produksi susu kambing Lokal. Artikel. Sinaga, S dan A. Perdana.2010. Pengaruh pemberian tepung bangun-bangun (Coleus amboinicus L.) pada ransum babi terhadap konversi ransum induk menyusui dan pertambahan bobot badan anak. Skripsi. Siregar, R., N. Fati, S. Wahono, dan Y. Sondang. 2013. Karakterisasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus L.) daerah Sumatera Barat. Proseding Seminar Nasional, Optimalisasi Sistem Pertanian Terpadu dan Mandiri Menuju Ketahanan Pangan. ISBN: 978-979-98691-3-5, hal 292-298, 30 Oktober 2013. Warsiki, E., E. Damayanthy, R. Damanik. 2009. Karakteristik mutu sop daun torbangun (Coleus amboinicus L.) dalam kemasan kaleng dan perhitungan total migrasi bahan kemasan. J Tek Ind Pert. 2009;Vol 18(3):61-24. Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. pangan. Gramedia, Jakarta. Fardiaz. 1980. Pengantar teknologi Winarno, F.G. dan M. Aman. 1981. Fisiologi lepas panen. Sastra Hudaya, Jakarta. Atmaka, W. dan Kawiji. 2008. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kualitas jagung (Zea mays L.). Fakultas Pertanian. Universitas Negeri Solo, Solo.