BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Kehamilan Normal a. Definisi Kehamilan Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan merupakan proses fisiologi mulai dari konsepsi, implantasi sampai lahirnya janin. Kehamilan normal berlangsung dalam waktu 40 minggu menurut kalender internasional. Kehamilan di bagi menjadi 3 trimester, yaitu trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua dari minggu ke-13 sampai minggu ke-27, dan trimester ketiga dari minggu ke-28 sampai minggu ke-40 (Sarwono, 2009). Pemeriksaan dan pengawasan secara teratur perlu di lakukan pada saat hamil hal ini bertujuan untuk menyiapkan kondisi fisik dan mental ibu selama kehamilan secara optimal serta untuk mendeteksi dini adanya tanda bahaya maupun komplikasi (Marmi, 2011). Kehamilan adalah merupakan suatu proses merantai yang berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan sel telur, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010). 5 6 b. Komplikasi Dalam Kehamilan Kehamilan merupakan hal yang fisiologis, namun kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk menapis adanya resiko ini yaitu melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi atau penyakit yang mungkin terjadi selama hamil muda (Kusmiyati, 2008). Komplikasi yang terjadi pada kehamilan yaitu hyperemesis gravidarum, pre-eklamsi dan eklamsia, abortus persalinan preterem, dan kehamilan kembar. Pada kehmilan trimester pertama perdarahan sering disebabkan oleh abortus (Saifudin, 2009). 2. Abortus a. Pengertian National Centre for Health Statistics, Centers of Disease Control and Prevention, and World Health Organization medefinisikan abortus sebagai berhentinya kehamilan sebelum usianya mencapai 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram (Cunnigham, 2013). Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram dengan hasil konsepsi ini tidak memiliki harapan untuk hidup (Ratna, 2011). Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan dan berat badan. Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan berat kurang dari 500 gr (Handono, 2009) 7 b. Klasifikasi 1) Abortus imminen yaitu apabila terjadi perdarahan tanpa adanya pembukaan serviks (Cunningham, 2013). 2) Abortus insipien yaitu apabila terjadi perdarahan dan sudah ada pembukaan serviks (Nugroho, 2012). 3) Abortus incompletus yaitu keluarnya sebagian asil konsepsi dari dalam rahim dengan asih ada sisa hasil konsepsi di dalam rahim (Fauziyah, 2012). 4) Abortus completus yaitu keluarnya hasil konsepsi secara keseluruhan dari dalam rahim (Norwitz, 2008). 5) Missed abortion yaitu ditandai dengan kematian janin pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan masih ada di dalam rahim sampai 8 minggu atau lebih (Nugroho, 2012). 6) Abortus habitualis yaitu abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih (Saifuddin, 2009). 7) Abortus infeksiosa yaitu abortus yang di sertai infeksi pada alat genitalia (Saifuddin, 2009). 8) Abortus septik yaitu abortus yang di sertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh (Saifuddin, 2009). 3. Abortus Incompletus a. Pengrtian Abortus incompletus adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari dalam rahim dengan masih adanya sisa hasil konsepsi di dalam rahim (Rukiyah, 2010) 8 b. Etiologi Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus adalah : 1) Faktor janin yaitu kelainan perkembangan janin, blight ovum dan kelainan genetik (Cunningham, 2013). 2) Faktor Maternal a) Infeksi oleh agen infeksius seperti TORCH (Toxosoplasmosis, Rubella, Cytomegalo virus dan Herpes simpleks virus) (Manuaba, 2010). b) Kelainan endokrin seperti gangguan kelenjar tiroid dan diabetes mellitus (Manuaba, 2010). c) Kelainan anatomi ibu seperti serviks inkompeten dan mioma uteri. Mioma uteri menyebabkan gangguan implantasi pada janin, sehingga memicu terjadinya abortus (Manuaba, 2010). d) Penyakit kronis seperti hipertensi, nefritis, anemia berat, jantung, toxemia gravidarum, gangguan fisiologis (syok) dan trauma fisik (Sujiyatini, 2009) 3) Faktor ekternal a) Radiasi dapat menyebabkan kelainan perkembangan janin dan kematian janin (Nugroho, 2012). b) Pada kehamilan penggunaan obat antiinflamasi disekitar waktu implantasi janin dapat meningkatkan resiko abortus (Fauziyah, 2012). 9 c) Kebiasaan ibu hamil seperti merokok lebih dari 10 batang perhari, konsumsi alkohol dan kafein dapat meningkatkan resiko abortus (Fauziyah, 2012). c. Patofisiologis Pada abortus incompletus terjadi perdarahan dalam desidua basalis dan diikuti kematian sebagian jaringan disekitar tempat perdarahan. Kemudian sebagian hasil konsepsi terlepas dan menjadi benda asing yang merangsang terjadinya kontraksi rahim dan mengakibatkan pengeluaran hasil konsepsi (Sofian, 2013). Kehamilan Faktor resiko abortus : 1. Faktor janin 2. Faktor maternal 3. Faktor paternal Abortus spontan Gejala Klinik: 1. Kram, nyeri perut 2. Perdarahan 3. Ekspulsi Jaringan Mekanisme pengeluaran sisa hasil konsepsi Perlekatan yang lebih dalam dari vili korialis pada lapisan desidua Hasil konsepsi terlepas sebagian Abortus Incompletus 1. Nyeri hebat 2. Perdarahan banyak 3. Ekspulsi jaringan 4. Kanalis servikalis Gambar 2.1 Bagan Patofisiologi Abortus Incompletus terbuka Sumber : Dikutip dari Manuaba (2010) dan Sofian (2013) 10 d. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi abortus mencakup beberapa faktor, antara lain : 1) Usia ibu yang lanjut. 2) Riwayat obstetri atau ginekologi yang kurang baik 3) Aktivitas yang berat 4) Rifawat infertilitas 5) Adanya kelainan atau penyakit yang menyertai kehamilan (misalnya diabetes, penyakit imunologi sistemik, dsb). 6) Berbagai macam infeksi (variola, toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks, dll) 7) Paparan dengan berbagai zat kimia (rokok, obat-obatan, alkohol, dan radiasi) 8) Trauma abdomen atau pelvik pada trimester pertama 9) Kelainan kromosom dari aspek biologi molekuler kelainan kromosom ternyata paling sering dan jelas berhubungan dengan terjadinya abortus (Norlina, 2012). e. Faktor Resiko Faktor resiko yang sering terjadi pada pasien abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi dan tetanus, dan syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak dan infeksi berat atau sepsis (Norlina, 2012). f. Keluhan Subyektif Biasanya ibu megeluhkan nyeri perut di bagian bawah, perdarahan pervaginam dan keluarnya sebagian hasil konsepsi (jaringan) dari jalan lahir (Sofian, 2013). Perdarahan pervaginam merupakan keluhan yang 11 paling sering terjadi (Norwitz, 2008). Perdarahan yang terjadi dapat sedikit atau banyak (Sofian, 2013). Perdarahan sedikit yaitu warnanya merah segar, tanpa bekuan darah, bercampur lendir dan tidak memenuhi pembalut dalam waktu lima menit. Sedangkan perdarahan banyak yaitu merah terang terdapat bekuan darah dan dapat memenuhi pembalut dalam waktu lima menit dan ibu tampak pucat (Tiar, 2011). g. Tanda Klinis atau Laboratoris Tanda dan gejala Abortus Incompletus adalah perdarahan sedang hingga mengakibatkan serviks terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang di sebut corpus alliem sehingga uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengandalkan kontraksi tetapi kalau keadaan ini dibiarkan lama, maka serviks akan mentup kembali, terdapat nyeri perut bagian bawah dan terasa mules-mules, mengakibatkan pengeluaran hasil konsepsi (Rukiyah, 2010). Pada pemeriksaan bimanual sudah apa pembukaan serviks dan teraba sisa jaringan hasil konsepsi dalam ostium uteri eksternum (OUE) (Sofian, 2013 dan Saifuddin, 2009). Pada pemeriksaan palpasi abdomen rahim teraba lebih kecil dan tidak sesuai dengan usia kehamilan (Sofian, 2013). h. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan darah (Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, dan Golongan Darah) (Tiar, 2011 dan Manuaba, 2010). 12 2) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) tampak kantung kehamilan dalam keaadaan tidak utuh atau sisa jaringan hasil konsepsi di dalam rahim (Saifuddin, 2009). i. Diagnosa Pada pemeriksaan vaginalis, kanalis serviks terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang suah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkompletus dapat banyak sekali, sehingga dapat mengakibatkan syok dan perdarahan yang tidak terhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan (Rukiyah, 2010) j. Prognosis Prognosis dari keberhasilan kehamilan tergantung dari etimiologi abortus spontan. Pada Abortus incompletus yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap ibu. (Septianraha, 2014). k. Penatalaksanaan dan Pengobatan Abortus Incompletus Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan nasional, pasal 8 menyebutkan “Apabila disuatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. BPJS kesehatan dapat bekejasama dengan praktik bidan atau praktik perawat untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai dengan kegawatan yang ditentukan dalam peraturan perundangundang”. Salah satu jenis pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dimaksud tercantum dalam pasal 17 ayat 1 yaitu kasus medis yang membutuhkan 13 penanganan awal sebelum dilakukan rujukan (Permenkes RI, 2013). Dalam kondisi kegawatdaruratan yang harus dilakukan bidan dalam menangani kasus abortus incompletus adalah : 1) Dalam keadaan gawat darurat karena perdarahan, pasang infus (Ringer Laktat, Glukosa Ringer, Larutan Garam Normal/Fisiologis, Larutan Glukosa 5% atau 10%) untuk memulihkan keadaan umum ibu (Manuaba, 2010). 2) Lakukan Pemeriksaan dalam dan apabila memungkinkan lakukan pengeluaran sisa jaringn hasil konsepsi secara digital, sehingga perdarahan dapat sedikit teratasi (Manuaba, 2008). 3) Lakukan kuretase (Manuaba, 2010). Sebelum dilakukan kuretase ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu : (1) Persiapan pasien yaitu pemeriksaan fisik secara umum, menganjurkan pasien untuk berpuasa tujuh sampai delapan jam yang bertujuan menghindari aspirasi lambung dan melakukan skeren (Saifuddin, 2009). (2) Persiapan obat-obatan meliputi analgesik (Pethidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin HCL 0,5 mg/kg BB), Sedativa (Diazepam 5-10 mg dengan dosis 0,04-0,2 mg/kg BB IV), Oksigen dengan regulator dan larutan antiseptik (Povidon iodin 10%) (Saifuddin, 2009 dan Mansjoer,2009). (3) Persiapkan alat yang akan digunakan meliputi cunam tampon 1, tenakulum 1, klem ovum lurus dan lengkung 2, sendok kuret 1 set, penera kavum uteri (sondege) 1, spekulum sim’s atau L 2, 14 Kateter karet 1, tabung 5 ml, jarum suntik no 23 sekali palai 2 dan dilatator, sarung tangan seril 4 pasang, bengkok, mangkok logam 2 dan lampu (Saifuddin, 2009). (4) Tindakan kuretase (a) Pasien berbaring di atas bed Gynekologis dalam posisi litotomi dan membersihkan perut bawah dan lipatan paha dengan larutan antiseptik. (b) Instruksikan asisten untuk memberikan sedativa dan analgesik. (c) Lakukan pemeriksaan bimanual ulangan untuk mnentukan pembukaan serviks, besar, arah, dan konsistensi rahim. Periksa juga kemungkinan sulit atau kondisi patologis lainnya. (d) Bersihkan dan lakukan dokumentasi sarung tangan dengan larutan klorin 0,5%. (e) Pakai sarung tangan steril. (f) Dengan satu tangan masukkan spekulum sim’s / L secara vertikal ke dalam vagina, setalah itu putar ke bawah, sehingga posisi ilah menjadi transversal. (g) Minta asisten untuk menahan spekulum bawah pada posisinya. (h) Dengan sedikit menarik spekulum bawah (sampai lumen vagina tampak jelas) masukkan bilah spekulum atas secara 15 vertikal kemudian putar dan tarik ke atas sehingga serviks tampak jelas. (i) Minta asisten untuk memegang spekulum atas pada posisinya. (j) Bersihkan jaringan dan darah dalam vagina (dengan kapas antiseptik yang dijepit dengan cunam tampon), tentukan bagian serviks yang akan dijepit (jam 11 dan 13). (k) Jepit serviks dengan tenakulum pada tempat yang telah ditentukan. (l) Setelah penjepitan terpasang baik, keluarkan spekulum atas. (m) Lakukan pemeriksaan kedalam dan lengkungan rahim dengan sondage uterus, pegang gagang tenakulum, masukkan klem ovum yang sesuai dengan bukaan serviks sehingga menyentuh fundus (keluarkan dulu jaringan yang tertahan pada OUE). Apabila pembukan serviks cukup besar lakukan pengambilan jaringan dengan klem ovum (dorong klem dalam keadaan terbka hingga menyentuh fundus kemudian tutup dan tarik). Pilih klem ovum yang mempunyai permukaan cincin yang halus dan rata, agar tidak melukai dinding dalam rahim. Keluarkan klem ovum apabila tidak ada lagi jaringan yang terjepit atau keluar. (n) Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung sendok kuret ( sesuai lengkung rahim) 16 melalui kanalis servikalis kedalam rahim hingga menyentuh fundus (untuk mengukur kedalam rahim). (o) Lakukan kuretase pada dinding rahim ecara sistematis dan seraah jarum jam sampai bersih. (p) Keluarkan semua jaringan dan bersihkan drah yang menggenagi lumen vagina bagian belakang. (q) Lepaskan jepitan tanakulum pada serviks. (r) Lepaskan spekulum bawah. (s) Kumpulkan jaringan untuk dikirim ke laboratorium patologis (saifuddin, 2009). 4) Berikan terapi uterotonika dan antibiotik (ampisilin 500 mg peroral atau doksisiklin 100 mg peroral) untuk menghindari infeksi (Saifuddin, 2009). B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Manajemen kebidanan adalah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan oleh bidan dalam pemecahan masalah klien, penulis menerapkan manajemen kebidanan yang telah dikembangkan oleh Varney terdiri dari pengkajian, imlementasi data, diagnosa potensial, antisipasi, rencana tindakan, implementasi dan evaluasi (Varney,2007). 2. Manajemen kebidanan abortus incompletus menurut 7 langkah Varney a. Langkah I : Pengimpulan Atau Penyajian data dasar secara lengkap 1) Data Subjektif a) Identitas klien dan suami 17 (1) Nama untuk membedakan klien, mengetahui dan mengenal pasien (Alimul, 2006). (2) Umur untuk mengetahui adanya tingkat resiko. Kehamilan dengan resiko terendah adalah usia 20 sampai 35 tahun (Affandi, 2011). Kehamilan di atas usia 35 tahun merupakan faktor terjadinya abortus (Norwitz, 2008). (3) Pekerjaan untuk mengetahui tingkat pekerjaan / aktivitas yang berpengaruh pada kehamilan. Aktivitas ibu hamil yang padat dan berat serta kurangnya waktu istirahat dapat memicu terjadinya kontraksi rahim sampai abortus (Littler, 2008). b) Keluhan utama Keluhan utama ibu yaitu nyeri perut bagian bawah, perdarahan pervaginam dan keluarnya sebagian hasil konsepsi (jaringan) dari jalan lahir (Saifuddin, 2009). Perdarahan pervaginam merupakan keluhan yang paling sering terjadi (Norwitz, 2008). Perdarahan yang terjadi dapat sedikit atau banyak (Sofian, 2013). Perdarahan sedikit yaitu warna merah segar, tanpa bekuan darah, bercampur lendir dan tidak memenuhi pembalut dalam waktu lima menit. Perdarahan banyak yaitu warna merah 18 terang, dengan bekuan darah, dapat memenuhi pembalut dalam waktu lima menit dan ibu tampak pucat (Tiar, 2011). c) Riwayat hamil ini Dikaji untuk mengetahui hari pertama menstruasi terakhir (HPMT) untuk menentukan usia kehamilan (Varney, 2007). Abortus terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu (Cunningham, 2013). d) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Dikaji untuk mengetahui riwayat abortus, riwayat kehamilan yang kurang baik, dan maalah kehamilan terdahulu (Saifuddin, 2007). e) Riwayat perkawinan Dikaji untuk mengetahui sudah berapa lama ibu menikah, dengan suami sekarang merupakan istri yang ke berapa, dan mengetahui berapa jumlah anaknya (Varney, 2007). f) Riwayat kesehatan Untuk mengkaji keadaan kesehatan pasien saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat psikososial (Saifuddin, 2009). g) Riwayat Keluarga Berencana Untuk mengkaji apakah ibu sebelum hamil pernah penggunaan alat kontrasepsi atau belum, berapa tahun dan jenis yang digunakan. 19 h) Pola Kebiasaan Sehari-hari (1) Kebutuhan nutrisi ibu untuk mengetahui frekuensi dan jenis makanan yang di konsumsi ibu sehari-hari (Cunningham, 2013). (2) Kebutuhan istirahat atau tidur ibu hamil berkaitan dengan pola lama da kemungkinan adanya gangguan tidur (Mudilah, 2009). (3) Personal hygiene untuk mengetahui apa ibu menjaga kebersihan dan menjaga kelembapan daerah genetalia (Indrianti, 2008). (4) Pola eliminasi dikaji untuk mengetahui kebiasaan BAB dan BAK pasien sebelum dan selama hamil, BAB meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi, serta kebiasaan BAK meliputi frekuensi, warna dan jumlah (Manuaba, 2007). (5) Perilaku seksual meliputi frekuensi melkukan hubungan seksual dengan pasangan dan masalah yang di keluhkan (Littler, 2008 dan Pantikawati, 2010). (6) Perokok dan pemakai obat-obatan untuk mengkaji apakah ibu merokok dan memakai obat-obatan selama hamil atau tidak (Manuaba, 2007). 2) Data Objektif a) Status Generalis 20 Untuk mengetahui keadaan baik yang normal maupun yang menunjukkan kelainan yitu meliputi : (1) Keadaan Umum Untuk mengetahui keadaan umum pasien apakah baik atau cemas atau cukup (Ambarawati, 2008). (2) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan umum dilakukan untuk mengetahui keadaan umum. Kesadaran dan tanda – tanda vital pasien. Pengukuran tanda-tanda vital ( Tensi, Suhu, Nadi, Respirasi, Tinggi Badan, Berat Badan, Lila) bertujuan untuk menjaga kestabilan hemodinamik (Norwitz, 2008). b) Pemeriksaan Sistematis Pemeriksaan yang dilakukan dari kepala (rambut, muka, mata hidung, telinga, mulut dan gigi), Leher, dada dan axilla, punggung, ekstremitas (Febriyani, 2013). c) Pemeriksaan Khusus Obstetri Pemeriksaan yang dilakukan pada bagian abdomen (inspeksi perut ibu, palpasi, dan auskultasi DJJ) dan dilakukan pemeriksaan panggul (Manuaba, 2010 dan Sofian, 2013). Pemeriksaan genetalia yaitu dilakukan inspeksi apakah adanya perdarahan pervaginam dan terdapat pengeluaran sebagian hasil konsepsi dari dalam rahim serta dilakukan pemeriksaan dalam untuk 21 mengetahui adanya pembukaan serviks atau tidak (Sofian, 2013) d) Pemeriksaan Penunjang Merupakan pemeriksaan tambahan yang di anggap perlu untuk menegakkan diagnosa seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya (Tiar, 2011 dan Manuaba, 2010). b. Langkah II : Intepretasi Data Intepretasi data dari data-data yang telah dikumpulkan pada langkah pengkajian data mengacu pada : 1) Diagnosa Kebidanan pada studi kasus ini adalah “ Ny. S Umur 39 tahun G3P1A1 dengan Abortus Incompletus”. Adapun dasar dari pengambilan diagnosa dibagi menjadi : a) Data Subjektif (1) Pernyataan pasien tentang jumlah kehamilan, persalinan dan keguguran. (2) Biodata yang berhubungan dengan HPMT (Hari Pertama Mens Terakhir). (3) Pernyataan pasien tentang keluhan yang dialami yaitu perdarahan pervaginam dan nyeri perut bagian bawah yang datang kadang-kadang. b) Data Objektif (1) Pemeriksaan Umum : keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda vital. 22 (2) Pemeriksaan khusus obstetri : Abdomen (inspeksi, palpasi, auskultasi) dan genetalia (inspeksi dan pemeriksaan bimanual). (3) Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan darah dan pemeriksaan USG. Masalah yang muncul pada Ny. S dengan abortus incompletus berkaitan dengan kecemasan pasien terhadap perdarahan yang di alami dan keadaan janin yang memburuk karena keluarnya sebagian sisa jaringan (Indriarti, 2008 dan Tiara, 2011). Kebutuhan yang muncul pada Ny. S dengan abortus incompletus adalah informasi mengenai keadaan kehamilan ibu dan penatalaksanaan yang akan dilakukan terhadap kehamilan ibu (Fitriyani, 2014). Berikan ibu dukungan psikologis dan penjelasan tentang abortus inkompletus dan berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk tindakan kuretase (Desiarianti, 2015 dan Tiara, 2011). c. Langkah III : Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial atau Diagnosa Potensial dan Antisipasi Penanganan Diagnosis potensial pada ibu hamil dengan abortus incompletus adalah terjadinya perdarahan lanjut (Saifuddin, 2009). Antisipasi yang dilakukan bidan untuk menangani kasus ibu hamil dengan abortus incompletus adalah dengan mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan pervaginam (Saifuddin, 2009). 23 d. Langkah IV : Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera Mengumpulkan dan mengevaluasi data dimana yang menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera dan berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk penanganan perdarahan, penanganan syok, dilakukan kuretase, penanganan infeksi pasang infus dengan kecepatan 30-40 tetes per menit dan pemberian antibiotika (Manuaba, 2010). e. Langkah V : Perencanaan Asuhan Yang Menyeluruh Perencanaan asuhan yang menyeluruh pada kasus ibu hamil dengan abortus incompletus yaitu sebagai berikut : (1) Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu) dan perdarahan pervaginam untuk menentukan pertolongan segera pada pasien (Saifuddin, 2009). (2) Berikan informasi pada ibu dan keluarga tentang keadaan kehamilan dan tindakan yang dilakukan karena pemahaman mengenai kondisi dan penatalaksanaan dapat mengurangi kecemasan (Saifuddin, 2007). (3) Berikan dukungan kepala ibu dengan melibatkan suami atau keluarga dalam perawatan. Pendamping yang mendukung dapat membantu ibu untuk berani menghadapi kecemasannnya (Saifuddin, 2007). (4) Berikan lembar persetujuan (Saifuddin, 2009) 24 (5) Pasien dianjurkan untuk berpuasa sekitar tujuh sampai delapan jam. Tujuan dari pengosongan lambung adalah untuk menghindari aspirasi (Robby, 2009). (6) Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi (cairan infus) dan pelaksanaan tindakan kuretase (Manuaba, 2010). f. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh dari langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya (Varney, 2007). Bidan berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk melakukan tindakan kuretase, dimana bidan berperan sebagai asisten (Varney, 2007). g. Langkah VII : Evaluasi Evaluasi yang diharapkan pada kasus abortus incompletus adalah keadaan umum ibu membaik, tanda-tanda vital dan perdarahan pervaginam dalam batas normal, keefektifan asuhan yang diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan, apakah benar – benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan pasien (Fitriyani, 2011 dan Dian, 2012). 25 C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Pasien 1. S : Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah 1 Varney. Pada kasus ibu hamil dengan abortus incompletus data subjektif pada data perkembangan didapatkan dari wawancara dan observasi langsung dengan pasien, juga bekerja sama dengan bidan dan dokter SpOG. Pasien akan mengatakan bahwa nyeri perut bagian bawah dan mengeluarkan darah dari jalan lahir (Sofian, 2013). 2. O : Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney. Pada kasus ibu hamil dengan abortus incompletus, data objektif didapat dari hasil pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus obstetri (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan pemeriksaan bimanual) dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium dan USG). 3. A : Assesment Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi dan masalah kebidanan serta kebutuhan sebagai langkah 2 Varney. Diagnosa kebidanan yang dapat ditegakkan berdasarkan data subjektif dan objektif adalah Ny. S P1A2 umur 39 tahun dengan riwayat abortus incompletus post kuretase. 26 4. P: Plan Penatalaksanaan mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif yaitu mengobservasi keadaan umum , tanda-tanda vital dan perdarahan pervaginam pasien. Tindakan segera yaitu memberikan cairan intravena untuk memulihkan keadaan umum pasien. Tindakan secara komprehensif yaitu memberikan terapi anestesi umum, dan analgesik, uterotonika, antibiotik, analgesik dan roborantia. Pemberian dukungan moril untuk kembali melakukan aktifitas sehari-hari dan informasi tentang proses pemulihan yang normal, perawatan diri, tanda kemungkinan terjadi komplikasi, kembalinya kesuburan dan keluarga berencana (Tiar, 2011) (KepMenKes RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007).