CAPITAL BUDGETING Dalam Manajemen Keuangan Dina Novia P, SP.,MSi. Lab.of Agribusiness Analysis and Management Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : [email protected] DAFTAR ISI 1. DESKRIPSI - Tujuan 2. DEFINISI 3. ASPEK PENTING dalam CAPITAL BUDGETING - Gunakan Selalu Cash Flow - Think Incrementally - Perhitungkan Opportunity Cost - Sunk Cost Tidak Masuk Perhitungan - Konsekuensi proyek 4. METODE dalam CAPITAL BUDGETING - Average Rate of Return - Pay Back Period - Net Present Value (NPV) - Profitability Index (PI) - Internal Rate of Return - Capital Rationing MODUL 14 1. DESKRIPSI MANAJEMEN KEUANGAN Dalam modul ini akan dijelaskan tentang metode-metode dalam penilaian rencana investasi dan pengambilan keputusan terhadap rencana investasi tersebut. Investasi (sumber-sumber yang tersedia) jumlahnya sangat langka (terbatas), maka tidak semua proyek/usaha /kegiatan dapat diselenggarakan walaupun semuanya memberikan keuntungan. Dari berbagai kesempatan investasi, terbuka tingkat keuntungan yang berbeda-beda, untuk itu perlu adanya penilaian terhadap rencana investasi (analisis, rangking dan pemilihan proyek/usaha yang akan dijalankan sesuai dengan investasi yang ada dan berikan keuntungan yang lebih besar) Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 Tujuan Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa : a. Dapat menjelaskan tentang investasi dan pentingnya keputusan investasi. b. Dapat menjelaskan tentang metoda dalam penilaian rencana investasi. c. Dapat melakukan penilaian terhadap rencana investasi (melakukan analisis dan rangking terhadap rencana investasi). d. Dapat mengambil keputusan yang tepat terhadap rencana investasi. 2. Definisi Capital Budgeting adalah keseluruhan proses dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pengeluaran dana, jangka waktu pengembalian dana tersebut melebihi satu tahun (Suratiyah, 2006) dan menurut Pangestu (2001) Capital Budgeting adalah menilai rencana investasi yang akan kembali dalam jangka panjang. Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa datang. Investasi berkaitan engan berbagai macam aktivitas dan terbagi menjadi dua, yaitu aset riil dan aset finansial. Aset riil misalnya tanah, emas, mesin dan bangunan. Aset finansial misalnya deposito, saham, dan obligasi. Menurut Tandelilin (2001), tujuan investasi adalah untuk : Menghasilkan sejumlah uang Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak / baik dimasa yang akan datang. Menurut Soetrisno (1985) yang menjelaskan tentang kriteria usulan proyek, investasi adalah pengeluaran yang pertama atau ongkos permulaan proyek, yaitu ongkos yang dikeluarkan mulai studi kelayakan, pembangunan proyek sampai dengan pembukaan proyek .Ongkos / biaya ini disebut dengan project cost (ongkos proyek) atau ongkos permulaan (initial cost). Dalam analisis criteria usulan proyek tahun permulaan proyek ditandai dan disebut dengan tahun ke nol. Dari berbagai kesempatan investasi, terbuka keuntungan yang berbeda, untuk itu perlu adanya analisis terhadap usulan proyek. Salah satu tujuannya adalah mengadakan penilaian terhadap investasi dan dapat memilih alternatif investasi yang paling menguntungkan (Gray,dkk., 1985) Menurut Husnan dan Muhamad (2000), dalam studi kelayakan, yang dipelajari salah satunya adalah penilaian investasi dengan kriteria investasi. Sedangkan menurut Soetrisno P.H (1985), salah satu tahapan dalam studi kelayakan adalah tahap evaluasi dengan criteria investasi dan tahap ranking 3. Aspek Penting dalam Capital Budgeting 1. Gunakan Selalu Cash Flow Dalam melakukan capital budgeting, yang selalu digunakan adalah cash flow, bukannya accounting profit.Cash flow dan laba akuntansi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Laba akuntansi baru dapat direalisasikan ketika diterima di kemudian hari, sementara arus kas benar-benar merupakan kas yang sudah diterima di tangan kita dan siap untuk diinvestasikan kembali. Misalnya, jika kita mempunyai tanah, perlengkapan dan aset tetap lainnya, tentunya terdepresiasi selama beberapa tahun umur ekonomisnya. Dalam Page 2 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 perhitungan laba akuntansi, depresiasi dimasukkan dalam komponen beban yang mengurangi laba akuntansi, padahal depresiasi tidak mengurangi arus kas. Sehingga, cash flow menjadi lebih relevan dalam melakukan capital budgeting. 2. Think Incrementally Berusaha untuk selalu think incrementally, yakni bagaimana tambahan yang dihasilkan oleh suatu proyek terhadap kondisi yang ada sekarang? Apakah dengan mengambil proyek yang satu ini akan menghasilkan tambahan yang menguntungkan, ataukah justru lebih menguntungkan jika tidak melakukan apapun? Misalnya, ketika perusahaan ingin memperbarui peralatan produksi yang sudah dimilikinya selama beberapa tahun dengan yang baru, dan menjual yang lama. Tentunya harus diperhitungkan incremental cash flow setelah pajak yang dihasilkan dari peralatan produksi yang baru tersebut. Mungkin saja ternyata incremental cash flow yang dihasilkan justru negative karena biaya perawatan peralatan baru lebih mahal, misalnya sementara penghematan tidak terlalu signifikan. 3. PerhitungkanOpportunity Cost Opportunity cost adalah nilai ekonomis yang hilang ketika seseorang memilih suatu alternative dibandingkan dengan alternative lainnya. Opportunity cost merupakan komponen yang seringkali dilupakan maupun salah dihitung dalam evaluasi capital budgeting. Hal ini seringkali disebabkan karena orang seringkali tidak menyadari adanya peluang lain yang dapat dihasilkannya. Contoh, misalnya kita mempunyai sebidang tanah pribadi yang kita beli dengan harga Rp 1 miliar, dan ingin digunakan untuk suatu proyek.Harga pasar tanah ini sekarang sekitar 2 miliar. Kesalahan yang seringkali terjadi adalah sama sekali tidak menghitung penggunaan tanah pribadi sebagai opportunity cost atau hanya menghitung Rp1 miliar saja sebagai opportunity cost, padahal potensi penjualannya mencapai Rp2 miliar, yang seharusnya jadi opportunity cost. 4. Sunk Cost Tidak Masuk Perhitungan Sunk cost adalah biaya yang sudah terjadi di masa lalu dan tidak akan muncul lagi dari suatu proyek atau investasi baru. Oleh karena itu, menjadi tidak relevan untuk memperhitungkan sunk cost dalam suatu analisa capital budgeting, karena biayanya sudah terjadi sementara keputusan investasi yang diambil baru akan terjadi di masa depan. Misalnya, ketika suatu perusahaan melakukan riset pasar terhadap produknya, maka itu adalah sunk cost. Sehingga, ketika melakukan evaluasi capital budgeting sebelum produksi dijalankan, sunk cost tersebut tidak diikutsertakan, karena memang sudah terjadi dan tidak akan terjadi lagi di masa depan. 5.Konsekuensi proyek Dalam melakukan analisa capital budgeting, Anda harus punya pandangan jauh ke depan. Arahkan fokus Anda juga kepada implikasi-implikasi yang dihasilkan dari keputusan proyek yang Anda ambil. Apakah ada risiko atau Page 3 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 kemungkinan buruk yang memunculkan biaya tidak terduga? Jika ada biayabiaya yang tersembunyi, perhitungkan juga dalam analisa. Misalnya, proyek dari pengembangan produk baru, tentunya berpotensi untuk memakan pangsa pasar dari produk yang lama. Sehingga ini juga penting untuk dipertimbangkan. Langkah-langkah Capital Budgeting: 1. Biaya proyek harus ditentukan 2. Manajemen harus memperkirakan aliran kas yg diharapkan dari proyek, termasuk nilai akhir aktiva 3. Risiko dari aliran kas proyek harus diestimasi. (memakai distribusi probabilitas aliran kas) 4. Dengan mengetahui risiko dari proyek, manajemen harus menentukan biaya modal (cost of capital) yg tepat untuk mendiskon aliran kas proyek 5. Dengan menggunakan nilai waktu uang, aliran kas masuk yang diharapkan digunakan untuk memperkirakan nilai aktiva. 6. Terakhir, nilai sekarang dari aliran kas yg diharapkan dibandingkan dengan biayanya. 4. Metode dalam Capital Budgeting Syamsuddin (2007) menyatakan, ada beberapa metoda dalam Capital Budgeting untuk penentuan rangking investasi dan pengambil keputusan,yaitu: 1. Average Rate of Return Metode Average Rate of Return atau sering disebut juga dengan Accounting Rate of Return, menunjukkan prosentase keuntungan netto sesudah pajak dihitung dari Average Investment atau Initial investment.Metode ini mendasarkan diri pada keuntungan yang dilaporkan dalam buku (Reported Accounting Income), (Bambang Riyanto, 1995). Metode accounting rate of return adalah metode penilaian investasi yang mengukur seberapa besar tingkat keuntungan dari invetasi.Metode ini menggunakan dasar laba akuntansi sehingga angka yang dipergunakan adalah laba setelah pajak (EAT) yang dibandingkan dengan rata-rata investasi. ARR = Rata − rata EAT × 100% Rata − rata Investasi Untuk menghitung rata-rata EAT dengan cara menunjukkan EAT (laba setelah pajak) selama umur investasi dibagi dengan umur investasi. Sedangkan untuk menghitung rata-rata investasi adalah investasi ditambah dengan nilai residu dibagi 2. Setelah angka accounting rate of return dihitung kemudian dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang diisyaratkan. Apabila angka accounting rate of return lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diisyaratkan, maka proyek investasi ini menguntungkan, apabila lebih kecil daripada tingkat keuntungan yang diisyaratkan proyek ini tidak layak. Kebaikan metode ini adalah sederhana dan mudah, karena untuk menghitung ARR cukup melihat laporan rugi-laba yang ada. Sedangkan kelemahan metode ini mengabaikan nilai waktu nilai waktu uang (time value of money) dan tidak memperhitungkanaliran kas (cashflow). Page 4 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 Contoh: Perusahaan “Sari Delima” sedang menilai dua buah proyek A, dan B, yang masingmasing membutuhkan initial investment sebesar Rp. 6.000.000,00 untuk proyek A, dan Rp 7.200.000,00 untuk proyek B. Perusahaan akan menggunakan metode garis lurus (stright-line method) dalam mendepresiasi kedua proyek tersebut. Umur ekonomis masing-masing proyek adalah 6 tahun dan tidak ada nilai residu pada akhir tahun ke-6. Berdasarkan informasi di atas, maka diketahui bahwa: Proyek A Proyek B Initial Rp 6.000.000,00 Rp 7.200.000,00 Investment Depresiasi Rp 1.000.000,00 Rp 1.200.000,00 Jumlah cash inflow untuk masing-masing proyek dapat dicari dengan cara sebagai berikut: CI = EAT + D Di mana: CI = Cash Inflow EAT = Earning after taxes atau laba bersih sesudah pajak D = Depresiasi Tabel 1 menyajikan jumlah proyeksi laba bersih sesudah pajak dan cash inflow untuk masing-masing proyek. Tabel 1 Initial Investment, Earning After Taxes dan Cash Flow untuk Kedua Usulan Proyek Perusahan “Sari Delima” Proyek A Initial Investment Rp 6.000.000,00 Tahun EAT CI Rp. Rp. 1 1.000.000,00 2.000.000,00 2 1.000.000,00 2.000.000,00 3 1.000.000,00 2.000.000,00 4 1.000.000,00 2.000.000,00 5 1.000.000,00 2.000.000,00 6 1.000.000,00 2.000.000,00 Ratarata 1.000.000,00 2.000.000,00 Proyek B Initial Investment Rp 7.200.000,00 Tahun EAT CI Rp. Rp. 1 3.300.000,00 4.500.000,00 2 1.000.000,00 2.200.000,00 3 800.000,00 2.000.000,00 4 100.000,00 1.300.000,00 5 100.000,00 1.300.000,00 6 100.000,00 1.300.000,00 900.000,00 2.100.000,00 Average rate of return Perhitungan average rate of return didasarkan atas jumlah keuntungan bersih sesudah pajak (EAT) yang tampak dalam laporan rugi-laba. Pengukuran dengan teknik rate of return ini sering pula disebut dengan istilah “accounting rate of return” yang perhitungannya dilakukan sebagai berikut: Average rate of return = Average earning after taxes Average investment Page 5 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 Average earning after taxes (rata-rata bersih sesudah pajak): Average earning after taxes atau rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak dihitung dengan jalan menambah keseluruhan keuntungan bersih sesudah pajak selama umur proyek, kemudian dibagi dengan umur ekonomis proyek tersebut: Average EAT = ∑ EAT n Di mana: Average EAT ∑EAT n = rata-rata keuntungan = total keuntungan = umur ekonomis Rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak untuk kedua proyek adalah : Average EAT proyek A Rp.6.000.000,00 = 6 = Rp.1.000.000,00 Average EAT proyek B Rp.5.400.000,00 = 6 = Rp 900.000.00 Average investment (Rata-rata investasi): Rata-rata investasi dihitung dengan jalan membagi dua jumlah investasi. Rata-rata ini mengasumsikan bahwa perusahaan menggunakan metode depresiasi garis lurus dan tidak ada nilai residu atau salvage value pada akhir umur ekonomis proyek. Dengan demikian, nilai buku aktiva akan menurun pada tingkat yang konstan, mulai dari nilai investasi yang semula sampai dengan Rp 0 pada akhir umur ekonomis proyek. Hal ini berarti bahwa rata-rata nilai proyek adalah separuh dari nilai jumlah investasi yang semula. Latarbelakang pemikiran seperti ini sama dengan rata-rata persediaan yag digunakan dalam perhitungan EOQ yang sudah disajikan didepan. Rata-rata investasi untuk masng-masingproyek adalah: Rata-rata investasi = Rata-rata investasi proyek A = Nilai investasi 2 Rp 6.000.000.00 2 = Rp 3.000.000.00 Rata-rata investasi proyek B = Rp 7.200.000.00 2 = Rp 3.600.000.00 Setelah mengetahui rata-rata laba bersih sesudah pajak dan rata-rata investasi, maka average rate of return untuk masing-masing proyek adalah sebagai berikut: Page 6 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 Average rate of return: Proyek A = Rp 1.000.000.00 Rp 3.000.000.00 = 0,333 atau 33,33% Proyek B = Rp 900.000.00 Rp 3.600.000.00 = 0,25 atau 25% Dari hasil perhitungan di atas maka tampak bahwa proyek A lebih baik daripada proyek B karena average rate of returnnya lebih besar dibandingkan dengan average rate of return B. Metode lain untuk menghitung average rate of return dari suatu proyek. Salah-satu dari metode tersebut menggunakan rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak. Dengan menggunakan metode di atas, maka perlu terlebih dahulu dihitung rata-rata cash inflow adalah: Average cash inflow = ∑ Cash inflow n Di mana: Average cash inflow = rata-rata cash inflow ∑ cash inflow = total cash inflow n = umur ekonomis proyek (jangka waktu proyekmenghasilkan). Average cash inflow untuk: Proyek A = Rp 12.000.000.00 6 = Rp 2.000.000.00 Proyek B = Rp 12.000.000.00 6 = Rp 2.100.000.00 Setelah mengetahui jumlah rata-rata inflow, maka perhitungan average rate of return dengan cara yang kedua adalah sebagai berikut: Average rate of return = Average cash inflow Average investment Average rate of return untuk masing-masing proyek adalah: Proyek A = Rp 2.000.000.00 Rp 3.000.000.00 = 0,6667 atau 66,67% Proyek B = Rp 2.100.000.00 Rp.3.600.000,00 = 0,5833 atau 58,33% Dari hasil perhitungan di atas, maka proyek A menunjukkan average rate of return yang lebih besar daripada proyek B, dengan demikian. Keadaan proyek A lebih menguntungkan dibandingkan dengan proyek B. Ada lagi metode lain yang sering digunakan dalam menentukan besarnya average rate of return yaitu dengan menggunakan initial investment sebagai Page 7 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 penyebut dan bukannya average atau rata-rata initial investment. Dengan demikian, average rate of return untuk masing-masing proyek dapat dihitung sebagai berikut: Average of return = Proyek A = Average earning after taxes initial investment Rp 900.000.00 Rp 6.000.000.00 = 0,1667 atau 16,67% Proyek B = Rp 900.000.00 Rp 7.200.000.00 = Rp 0,1250 atau 12,5% Dengan mengggunakan metode average rate of return, maka keputusankeputusan sehubungan dengan usulan proyek mana yang akan diterima harus didasarkan pada perbandingan antara average rate of return yang diperoleh oleh masing-masing proyek dengan average rate of return minimal yang sudah ditetapkan sebelumnya. Kebaikan-kebaikan dan kelemahan metode average rate of return Aspek yang paling menguntungkan dalam penggunaan teknik average rate of return adalah kemudahan dalam penerapannya. Input utama yang harus diperoleh adalah jumlah investasi atau initial investment dan proyeksi keuntungan bersih sesudah pajak, di mana hal ini tidak terlalu sulit untuk diperoleh. Adapun kelemahan-kelemahan dari average rate of return adalah sebagai berikut: - Kelemahan pertama adalah karena penggunaan “accounting income” (keuntungan bersih sesudah pajak). Akan tetapi hal ini bisa diatasi dengan menggunakan rata-rata cash inflow seperti yang disajikan dalam cara kedua di atas. - Kelemahan yang kedua adalah pengabaian terhadap nilai waktu dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. Seperti sudah dikemukakan dalam pembahasan mengenai present value, uang Rp 1.00 pada saat ini nilainya lebih besar dibandingkan dengan Rp 1.00 pada masa yang akan datang, di mana hal ini disebabkan karena adanya faktor bunga atau “nilai waktu dari uang”. Besarnya perbedaan antara uang Rp 1.00 saat ini dengan Rp 1.00 setahun kemudian adalah sebesar tingkat bunga yang berlaku. Perbedaan tersebut dapat diilustrasikan dengan menggunakan data dalam tabel 2. Page 8 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 Tabel 2 Perhitungan Average Rate of Return Untuk Tiga Proyek Capital Expenditure Proyek Keterangan 1. Initial investment 2. Rata-rata investasi Tahun 1 2 3 4 5 3. Rata-rata EAT 4. Average rate of return 5. (3) : (2) X Rp 2.000.000,00 Rp 1.000.000,00 Y Rp 2.000.000,00 Rp 1.000.000,00 Z Rp 2.000.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 200.000,00 300.000,00 400.000,00 500.000,00 600.000,00 400.000,00 40% 4.00.000,00 400.000,00 400.000,00 400.000,00 400.000,00 400.000,00 40% 600.000,00 500.000,00 400.000,00 300.000,00 200.000,00 400.000,00 40% Sekalipun average rate of return dari ketiga proyek tersebut di atas adalah sama, yaitu 40%, tetapi apabila faktor bunga ikut dipertimbangkan maka keadaannya akan lain. Manajer keuanagn perusahaan akan lebih menyukai proyek Z dibandingkan kedua proyek lainnya, dan akan lebih menyukai proyek Y dibandingkan dengan proyek X. Hal tersebut disebabkan karena uang yang lebih besar diterima pada saat ini akan dapat memberikan return yang lebih besar apabila diinvestasikan kembali pada proyek-proyek lain, dan hal ini tidak diperhitungkan dalam metode average rate of return. 2. Pay Back Period Perhitungan payback period untuk suatu proyek ynag mempunyai pola cash inflow yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pay Back Period = Initialinvesment Cashinflow Perhitungan di atas yang menghasilkan payback period selama 3 tahun menunjukkan bahwa modal yang diinvestasikan dalam proyek A akan dapat tertutup selama 3 tahun. Tahun pertama akan tertutup sebanyak Rp 2.000.000,00 tahun kedua Rp 4.000.000,00 dan tahun ketiga Rp 6.000.000,00. Dalam hubungannya dengan proyek B maka cara di atas tidak dapat digunakan karena cash inflow proyek tidak sama dari tahun ke tahun. Untuk menentukan payback period proyek B maka perhitungan cash inflow yang diperoleh perlu dilakukan satu per satu, sebagai berikut: Initial investment Cash inflow: tahun 1 Belum tertutup Tahun 2 Belum tertutup Tahun 3 kelebihan Rp 7.200.000.00 Rp 4.500.000.00 − Rp 2.700.000.00 Rp 2.200.000.00 − Rp 500.000.00 Rp 2.000.000.00 − Rp 1.500.000.00 Page 9 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 Cash inflow yang dibutuhkana dalam tahun ketiga untuk dapat menutup sisa initial investment adalah sebesar Rp 500.000,00 maka jumlah kebutuhan sebesar Rp 500.000,00 tersebut hanya menggambrkan 25% dari cash inflow tahun ketiga (Rp 500.000,00 : Rp 2.000.000,00) x 100%. Dengan perkataan lain cash inflow sebesar Rp 500.000,00 dalam tahun ketiga akan terkumpul dalam waktu 3 bulan (25 x 12 bulan). Dengan demikian, payback period untuk proyek B adalah 2,25 tahun atas 2 tahun 3 bulan. Perhitungan payback di atas dapat disederhanakan apabila dibuat jumlah kumulatif cash inflow dari tahun ke tahun seperti pada tabel 3 berikut: Tabel 3 Initial Investment, EAT, Cash Inflow dan Kumulatif Cash Inflow Untuk Kedua Usulan Proyek Perusahaan “Sari Delima” (dalam ribuan) Proyek A Initial investment Rp 6.000,00 Tahun EAT Cash Cumulative inflow cash inflow Rp. Rp. Rp. 1) 1.000,00 2.000,00 2.000,00 2) 1.000,00 2.000,00 2.000,00 3) 1.000,00 2.000,00 6.000,00 4) 1.000,00 2.000,00 8.000,00 5) 1.000,00 2.000,00 10.000,00 6) 1.000,00 2.000,00 12.000,00 Proyek B Initial investment Rp EAT Cash inflow Rp. Rp. 3.300,00 4.500,00 1.000,00 2.200,00 800,00 2.000,00 100,00 1.300,00 100,00 1.300,00 100,00 1.300,00 7.200,00 Cumulative cash inflow Rp. 4.500,00 6.700,00 8.700,00 10.000,00 11.300,00 12.600,00 Dengan adanya data tentang kumulatif cash inflow maka secara langsung dapat dilihat bahwa initial investment untuk proyek A akan tertutup pada tahun ke-3, sedangkan payback period untuk proyek B dapat dihitung sebagai berikut: b−c Payback period = t + d−c Di mana: t = tahun terakhir di mana umlah cash inflow belum menutup initial investment. B = initial investment. C = kumulatif cash inflow pada tahun ke ,t, D = jumlah kumulatif cash inflow pada tahun t + 1 Dari contoh yang diberikan di atas, maka payback period adalah: Payback period B =2 + untuk proyek B Rp 7.200.000,00−Rp 6.700.000,00 Rp 8.700.000,00−Rp 6.700.000,00 = 2 + 0,25 = 2,25 tahun atau 2 tahun 3 bulan. Dengan membandingkan payback period kedua proyek tersebut maka keadaan proyek lebih menguntungkan dibandingkan dengan proyek A karena proyek B dapat menutup modal yang diinvestasikan dalam waktu yang lebih cepat. Kebaikan-kebaikan dan Kelemahan Payback Period Pengukuran usulan proyek capital budgeting dengan menggunakan metode payback period seringkali dikatakan lebih baik daripada metode average rate of return karena dalam perhitungannya digunakan cash inflow dan bukannya accounting income. Di samping itu, payback period juga mempertimbangkian (walaupun tidak sepenuhnya) secara implisit faktor “timing” atau saat Page 10 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 penerimaan cash inflow, dan dengan demikian faktor waktu dari uang yang akan diterima. Payback period merefleksikan tingkat likuiditas suatu proyek (kecepatan dalam menutup kembali modal yang diinvestasikan), dan dengan demikian pertimbangan tentang risiko untuk dapat segera menutup kembali investasi dengan cash inflow yang dihasilkan oleh investasi tersebut.Semakin likuid suatu proyek, semakin kecil risiko yang dihadapi oleh perusahaan, demikian pula sebaliknya. Kelemahan utama dari payback period adalah tidak mempertimbangkan sepenuhnya faktor atau nilai waktu dari uang.Pengukuran payback period menekankan pada “beberapa cepat modal yang diinvestasikan akan tertutup” sebenarnya hanya mempertimbangkan secara implisit saat atau timing penerimaan cash inflow.Kelemahan yang kedua timbul karena adanya suatu kenyataan sehubungan dengan penggunaan metode payback period yang tidak mempertimbangkan cash inflow sesudah investasi dalam suatu proyek tertutup.Kelemahan tersebut dapat diilustrasikan pada tabel 4. Tabel 4 Perhitungan Payback Period Untuk Dua Alternatif Investasi Proyek X Proyek Y Initial investment Rp 100.000.00 Initial investment Rp 100.000.00 Tahun Cash inflow 1 Rp 50.000,00 Rp 50.000,00 Rp 30.000,00 Rp 30.000,00 2 Rp 50.000,00 Rp 100.000,00 Rp 40.000,00 Rp 70.000,00 3 Rp 10.000,00 Rp 110.000,00 Rp 30.000,00 Rp 100.000,00 4 Rp 1.000,00 Rp 111.000,00 Rp 40.000,00 Rp 140.000,00 5 Rp 1.000,00 Rp 112.000,00 Rp 30.000,00 Rp 170.000,00 Payback period = 2 tahun Payback period = 3 tahun Payback period untuk proyek X adalah 2 tahun dan proyek B adalah 3 tahun. Dengan mendasarkan keputusan pada pertimbangan payback period saja, maka proyek X akan lebih disukai dibandingkan dengan proyek Y karena payback periodnya lebih cepat. Akan tetapi, apabila kita memperhatikan cash inflow sesudah payback period tercapai, maka proyek X hanya akan mampu menghasilkan sebesar Rp 12.000,00, sedangkan proyek Y hanya akan mampu menghasilkan sebesar Rp 12.000,00, sedangkan proyek Y sebesar Rp 70.000,00. Berdasarkan X. Dalam perhitungan payback period tidak dipertimbangkan junlah cash inflow pada tahun ke-3, 4 dan 5 untuk proyek X, dan tahun ke-4 dan 5 untuk proyek Y. Sekalipun demikian, penggunaan payback period ini mungkin lebih baik dibandingkan dengan metode averagerate of return karena di dalam metode payback period ini paling tidak secara implisit masih mempertimbangkan faktor waktu dari penerimaan cash inflow. 3. Net Present Value (NPV) Net present value adalah salah satu dari teknik capital budgeting yang mempertimbngkan nilai waktu uang yang paling banyak digunakan. Definisi atau perhitungan net present value (NPV) dilakukan sebagai berikut: NPV = present cash inflow – present value investasi. Keputusan tentang apakah suatu proyek dapat diterima atau tidak, akan sangat tergantung pada hasil perhitungan net present value dari proyek tersebut. Untuk menghitung NPV, pertama menghitung present value dari penerimaan atau cashflow dengan tingkat discount rate tertentu, kemudian Page 11 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 dibandingkan dengan present value dari investasi. Bila selisih antara PV dari cashflow lebih besar berarti terdapat NPV positif, artinya proyek investasi layak, sebaliknya bila PV dari cashflow lebih kecil dibanding PV investasi, maka NPV negatif dan investasi dipandang tidak layak. Contoh: Misalnya proyek senilai Rp. 600.000.000,- menghasilkan cashflow selama 4 tahun masing-masing Rp. 150.000.000,-; Rp. 200.000.000,-; Rp. 250.000.000; dan Rp. 300.000.000,-. Bila diinginkan keuntungan sebesar 15%, maka NPVnya bisa dihitung sebagai berikut : Tabel 5 Perhitungan Net Present Value (r= 18%) TAHUN CASHFLOW 1 150.000.000,2 200.000.000,3 250.000.000,4 300.000.000,Total Present Value of Cashflow Present Value of investment NET PRESENT VALUE DISCOUNT FACTOR R= 15% 0,870 0,756 0,658 0,572 PRESENT VALUE CASHFLOW 130.500.000,151.200.000,164.500.000,171.600.000,617.800.000,600.000.000,17.800.000,- OF Dari perhitungan tersebut diperoleh hasil NPV positif Rp. 17.800.000,- artinya proyek ini layak. 4. Profitability Index (PI) Metode profitability index (PI) ini menghitung perbandingan antara present value dari penerimaan dengan present value dari investasi. Bila profitability index ini lebih besar dari 1, maka proyek investasi dianggap layak untuk dijalankan. Metode ini lebih sering digunakan untuk merangking beberapa proyek yang akan dipilih dari beberapa alternatif proyek yang ada. Untuk memilih proyek dari beberapa alternatif proyek, yang diutamakan adalah yang mempunyai profitability index paling besar. Rumus yang digunakan untuk mencari PI adalah sebagai berikut : PI = PV of Cashflow Investasi Bila kita menggunakan contoh pada metode NPV, maka bisa kita hitung profitability indexnya: PI 617.900.000 = 600.000.000 = 1,03 Page 12 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 5. Internal Rate of Return Internal rate of return (IRR) didefinisikan sebagai tingkat discount atau bunga yang akan menyamakan present value cash inflow dengan jumlah initial investment dari proyek yang sedang dinilai. Engan perkataan lain. IRR adalah tingkat discount yang akan menyebabkan NPV sama degan nol, karena present value cash inflow pada tingkat discount tersebut akan sama dengan initial inveestment. Perusahaan mengunakan teknik IRR dalam mengevaluasi usulan proyek capital budgeting, maka keputusan tentang diterima tidaknya proyek tersebut akan tergantung pada “beberapa rate of return yng diperoleh dibandingkan dengan cost of capital yang digunakan sebagai discount factor dalam memnentukan present value dari cash inflow yang diterima”. Kriteria penerimaan atau penolakan suatu usulan cash inflow ditentukan sebagai berikut: Usulan proyek investasi akan diterima apabila: IRR ≥ cost of capital Dan akan ditolak apabila: IRR < cost of capital Perhitungan IRR Perhitungan IRR harus dilakukan secara “trial and error” (coba-coba) sampai pada akhirnya diperoleh tingkat discount yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol. Penentuan besarnya IRR untuk suatu pola cash flow yang berbentuk anuiler jauh lebih mudah dibandingkan dengan pola cash inflow yang tidak sama dari tahun ke tahun (mixed stream of flow). Dengan menggunakan contoh yang sudah diberikan di depan tentang perusahaan “Sari Delima” maka IRR untuk proyek A dan B daoat ditentukan sebagai berikut: Perhitungan IRR untuk cash inflow yang berbentuk anuitet (proyek A). Perhitungan IRR untuk proyek A dan B dibahas secara terpisah mengingat pola cash inflow dari kedua proyek terseut berbeda satu sama lain, dalam artian bahwa pola cash inflow proyek A berbentuk anuitet, sedangkan pola cash inflow proyek B tidak sama dari tahun ke tahun. IRR proyek A Untuk menentukan IRR proyek A yang cash inflownya berbentuk anuited, maka diperlukan 3 langkah perhitungan: 1. Hitungbesarnya payback period untuk proyek yang sedang dievaluasi. 2. Gunakan Tabel !-4 (PVIFAi_n), dan pada baris umur prpoyek ,n, carilah angka yang sama atau hampir sama dengan hasil payback period dalam langkah 1 di atas. IRR tereltak pada persentase terdekat dari hasil yang diperoleh. 3. Apabila masih diperlukan, maka dapat dilakukan langkah ketiga yaitu untuk menentukan besar IRR yng sesungguhnya dari suatu proyek dengan jalan mengadakan interpolasi. Contoh: untuk mencari IRR ari usulan proyek perusahaan “sari Delima” maka IRR untuk proyek A dapat langsung dihitung dengan menggunakan langkah-langkah yang sudah disebutkan di atas. Langkah pertama yaitu menentukan payback period dari proyek A. Page 13 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University Payback period proyek A = 2011 Rp 6.000.000.00 Rp 2.000.000.00 = 3.000 Menurut tabel PVIFAi,n (langkah kedua) maka faktor yang terdekat dengan nilai sebesar 3.000 untuk jangka waktu 6 tahun adalah 3.020 (24%) dan 2,951 (25%). Dengan demikian, IRR proyek a terletak di antara tingkat discount 2425%. Dengan membandingkan jarak dari rate yang sesungguhnya (3.000) dengan PVIFA 24% 6 dan PVIFA 25%,6 maka dapat disimpulkan bahwa IRR proyek A lebih mendekati 24%. Untuk menetukan tingkat IRR yang sesunguhnya maka perlu dilaksanakan langkah ketiga yaitu dengan jalan mengadakan interpolasi atas hasil yang sudah diperoleh terseut, sebagai berikut: Interpolasi 24% Rate susungguhnya 25% IRR yang sebenarnya PVIFAi,n 3.020 2,951− 0,069 = 24% + 0.020 0.069 PVIFAi,n 3.020 3.000 − 0.020 x 1% = 24.28% Mengingat cost of capital perusahaan “sari Delima” adalah sebesar 10%, maka IRR proyek A sebesar 24.28% enunjukkan keadaan yang sangat baik. IRR proyek B Perhitungan IRR untuk cash inflow tidak sama dari tahun ke tahun. Untuk menghitung IRR cash inflow yang tidak berbentuk anuitet (mixed stream of cash inflow) jauh lebih kompleks dibandingkan dengan penghitungan IRR untuk cash inflow yang tidak berbentuk anuitet. Salah satu cara untuk menyederhanakan perhitungan IRR untuk cash inflow yang tidak berbentuk anuitet adalah dengan jalan “menganggap cash inflow tersebut solah-olah” suatu anuitet dengan jalan mengambil rata-ratanya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Hitunglah rata-rata cash inflow per tahun. 2. Bagilah initial investment dengan rata-rata tersebut untuk mengetahui “perkiraan” payback period dari proyek yang sedang dievaluasi. 3. Gunakanlah tabel a-4 untuk menghitung besarnya IRR seperti langkah ke-2 dalam menghitung IRR untuk pola cash inflow yang berbentuk anuitet. Hasil yag diperoleh akan merupakan “perkiraan IRR”. 4. Kemudian sesuaikanlah (adjust) IRR yang diperoleh dalam langkah ke-3 di atas (diperbesar atau diperkecil) ke dalam pola cash inflow yang sesungguhnya. Apabila cash inflow yang sesungguhnya dalam tahun-tahun pertama ternyata lebih besar dari rata-rata yang dipeoleh dalam langkah 1 di atas, maka perbesarlah tingkat disvount yang digunakan, dan apabila sebaliknya maka perkecillah discount tersebut. 5. Denganmengunakan discount rate baru yang diperoleh dalam langkah ke-4, hitunglah net present value dari proyek tersebut. Page 14 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 6. Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari nol, maka naikkanlah discount rate yang digunakan, dan apabila sebaliknya, maka turunkanlah discount rate tersebut. 7. Hitunglah kembali NPV dengan menggunakan disrate yang baru, sampai akhirnya diperoleh discount rate yang secara erurutan menghasilkan NPV yang positif dan negatif. Dengan mengadakan interpolasi, maka IRR yang sebenarnya akan dapat ditentukan. Contoh aplikasi dari ke-7 langkah tersebut di atas ke dalam data poyek B adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata cash inflow = Rp 2.100.000.00 (Tabel 14.1) 2. Perkiraan besarnya payback period: = Rp 7.200.000.00 Rp 2.100.000.00 =3.429 3. Dalam tabel A-4 (PVIFAi,n) pada ,n.6 tahun diketahui bahwa nilai yang terdekat dengan 3.429 adalah 3.410 pada discount rate sebesar 19%. Dengan demikian, discount rate sebesar 19% ini akan dijadikan sebgai titik awal penentuan IRR yang sebenarnya. 4. Karena itu cash inflow pada tahun-tahun pertama lebih besar dari rata-rata cash inflow maka secara subyektif discount rate tersebut dinaikan sebesar 3% menjadi 22%. 5. Dengan menggunakan discount rate sebasar 22%, maka selanjutnya dihitung berapa NPV dari proyek tersebut (lihat tabel6) 6. Karena NPV yang diperoleh dalam langkah 5 di atas masih jauh lebih besar dari nol, maka discount rate tersebut harus ditingkatkan lagi, misalnya 26%. Perhitungan NPV pada tingkat discount 26% disajikan pada tabel 7. Perhitungan pada tabel 7 menunjukkan bahwa dengan discount rate sebesar 26%, NPV sudah semakin kecil tetapi masih lebih besar dari nol. Dengan demikian discount rate harus ditingkatkan lagi, dan sekarang kita mencoba untuk menghitung NPV yang positif dan negatif, maka proses trial and error tersebut sudah dapat dihentikan karena IRR untuk proyek B. Tabel 6 Perhitungan NPV Proyek B pada discount Tahun Cash inflow PVIF 22% (1) (2) 1 Rp 4.500.000,00 0,820 2 Rp 2.200.000,00 0,672 3 Rp 2.000.000,00 0,551 4 Rp 1.300.000,00 0,451 5 Rp 1.300.000,00 0,370 6 Rp 1.300.000,00 0,303 Total PV cash inflow PV initial investment NPV Page 15 of 22 Rate sebesar 22% Present value (1) X (2) Rp 3.690.000,00 Rp 1.478.400,00 Rp 1.102.000,00 Rp 586.300,00 Rp 481.000,00 Rp 393.300,00 + Rp 7.731.600,00 Rp 7.200.000,00 − Rp 531.600,00 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University Tabel 7 Perhitungan NPV Proyek b pada Discount Tahun Cash inflow PVIF 26 % (1) (2) 1 Rp 4.500.000,00 0,794 2 Rp 2.200.000,00 0,630 3 Rp 2.000.000,00 0,500 4 Rp 1.300.000,00 0,397 5 Rp 1.300.000,00 0,315 6 Rp 1.300.000,00 0,250 Total PV cash inflow PV initial investment NPV 2011 rate Sebesar 26% Present value (1) x (2) Rp 3.573.000,00 Rp 1.386.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 516.100,00 Rp 409.500,00 Rp 325.000,00 + Rp 7.209.600,00 Rp 7.200.000,00 – Rp 9600,00 Perbandingan Antara Teknik NPV dan IRR Perbedaan pokok di antara kedua pendekatan ini terletak pada asumsi tentang discount rate yang digunakan sebagai dasar perhitungan bagi penginvestasian kembali cash inflow yang diperoleh. NPV mengasumsikan bahwa cash inflow yang diterima diinvestasikan kembali pada tingkat cost of capital atau discount rate minimum yang digunakan dalam perhitungan sebelumnya, sedangkan IRR mengasumsikan bahwa cash inflow yang diterima diinvestasikan kembali pada tingkat discount sebesar IRR. Apabila benar cash inflow yang diterima tersebut dapat diinvestasikan lagi pada tingkat discount sebesar IRR, maka teknik IRR akan memberikan hasil yang sebenarnya, dan apabila tidak demikian halnya, maka sebaiknya digunakan teknik NPV. Salah satu cara untuk memecahkan konflik tersebut adalah dengan jalan mencari IRR dari kelebihan/incremental cash inflow. Istilah incremental di sini dimaksudkan sebagai kelebihan jumlah investasi dan cash inflow dari suatu proyek terhadap proyek lainnya. Contoh: Untuk mempermudah perhitungan, maka dibawah ini akan diberikan sebuah contoh tentang 2 buah proyek yang mempunyai cash inflow untuk jangka waktu 1 tahun. Perusahaan “X” sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk membeli salah satu dari dua mesin yang tersedia, mesin F dan mesin G. Mesin F membutuhkan initial investment sebesar Rp 60.000,00, sedangkan mesin G sebesar Rp 100.000,00. Cash inflow yang dihasilkan oleh masing-masing mesin tersebut adalah Rp 72.000,00 untuk mesin F dan Rp 118.000,00 untuk mesin G. Cost of capital ditetapkan sebesar 10%. Tabel 8 Perbandingan Antara Mesin F dan G Keterangan Tahun 0 Tahun 1 investasi Cash inflow Mesin F (Rp 60.000,00) Rp 72.000,00 Mesin G (Rp 100.000,00) Rp 118.000,00 Mesin (F-G) (Rp 40.000,00) Rp 46.000,00 𝑰𝑹𝑹∗∗ 20% 18% 15% **Perhitungan IRR untuk masing-masing proyek dilakukan dengan cara yang sama seperti sebelumnya Page 16 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka secara sederhana pilihan akan jatuh pada mesin F karena IRR-nya lebih besar dari pada mesin G. Tetapi apakah memang benar demikian? Apabila NPV kedua mesin tersebut dihitung dengan menggunakan cost of capital sebesar 10% maka ternyata mesin G lebih menguntungkan karena NPV-nya lebih besar dibandingkan dengan mesin F. Perhitungan NPV untuk kedua mesin tersebut adalah : Mesin F Cash inflow Rp 72.000,00 PVIF 10% 0,909 Initial investment NPV mesin F Mesin G Rp 118.000,00 0,909 Initial investment NPV mesin G Present value cash inflow Rp 65.448,00 (Rp 60.000,00)– Rp 5.448,00 Rp 107.000,00 Rp 100.000,00 Rp 7.262,00 Dari hasil perhitungan NPV tersebut ternyata bahwa mesin G mempunyai NPV yang lebih besar Rp 7.262,00 dibandingkan dengan mesin F yang NPV-nya hanya sebesar Rp 5.448,00. Perbandingan di atas menunjukkan bahwa teknik IRR tidak mempertimbangkan besarnya atau “scale” dari net present value yang dihasilkan oleh suatu proyek. Selanjutnya dari hasil perhitungan dalam tabel 14.13 di atas, ternyata IRR untuk incremental (G-F) adalah sebesar 15% dimana hal ini masih lebih besar daripada cost of capital yang ditetapkan. Grafik NPV dan IRR Hubungan antara NPV dengan discount factor dapat ditunjukkan dalam sebuah grafik yang disebut dengan istilah “net present value profile”. Dalam grafik tersebut digambarkan net present value untuk tingkat discount yang berbeda-beda dan tingkat discount di mana tercapainya IRR maka net present value adalah nol. Net present value profile untuk proyek A dan B (berdasarkan data yang disajikan dalam tabel 1) dapat dibuat sebagai berikut (lihat gambar 1). Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa pada tingkat discount rate sebesar 0%, NPV untuk masing-masing proyek adalah sebesar selisih antara cash inflow dengan initial invesment. Net present value proyek A pada discount rate sebesar 0% adalah Rp 6.000.000,00 dan proyek B sebesar Rp5.400.000,00. Dengan semakin besarnya discount rate, maka selisih NPV kedua proyek tersebut akan semakin mengecil dan pada discount rate sekitar 12%, NPV untuk kedua proyek tersebut relatif lama. Selanjutnya pada discount rate di atas 12% NPV untuk proyek B akan lebih besar di bandingkan dengan NPV proyek a. NPV untuk kedua proyek masih tetap positif sampai dengan tingkat IRR-nya masing-masing 24,29% untuk proyek A dan 26,08% untuk proyek B. Page 17 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 Gambar 1 Net Present Value Profile untuk Proyek A dan B Teknik Mana yang Lebih Baik: NPV Ataukah IRR? Teknik NPV dengan IRR. Kelebihan teknik NPV antara lain: a. NPV mengasumsikan bahwa cash inflow yang sudah diterima sebelum berakhirnya umur proyek, diinvestasikan lagi pada tingkat discount sebesar cost of capital perusahaan, sementara teknik IRR mengasumsikanbahwa investasikembali tersebut dilakukan pada tingkat IRR di mana hal ini seringkali tidak realistis. b. Bukanlah suatu hal yang tidak biasa terjadi dalam pola cash flow yang non konvensional di mana suatu proyek memiliki leih dari satu IRR. IRR yang lebih dari satu ini disebabkan karena aspek matematik dalam perhitunganperhitungan yang dilakukan, (pembahasan mengenai proyek yang mempunyai lebih dari satu IRR tidak akan dibahas dalam bku ini). c. Dalam keadaan-keadaan mempunyai IRR. tertentu, mungkin saja suatu proyek tidak Teknik NPV tidak mengandung kelemahan seperti yang disebutkan diatas, maka secara teoritis teknik ini lebih baik dibandingkan dengan teknik IRR. Akan tetapi sekalipun demikian, banyak perusahaan-perusahaan besar yang lebih menyukai teknik IRR daripada teknik NPV. Hal ini disebabkan karena IRR lebih mudah dihubungkan dengan data finansial perusahaan. Untuk menjawab pertanyaan yang diajukan diatas teknik mana yang lebih baik, NPV atau IRR? Maka jawaban yang dapat diberikan adalah: “secara teoritis NPV yang lebih baik”. 6. Capital Rationing Tujuan daripada capital rationing adalah untuk memilih di antara proyekproyek tersebut yang akan memaksimumkan atau yang akan memberikan kontribusi yang paling besar kepada pemilik perusahaan. Secara umum hal tersebut dilakukan dengan jalan memilih proyek-proyek yang akan memberikan total net present value yang tertinggi. Pendekatan Internal Rate of Return Dengan menggunakan pendekatan internal rate of return dalam capital rationing, maka IRR dari masing-masing proyek akan dibandingkan dengan modal yang sudah dibudgetkan untuk melakukan investasi. Penilaian tersebut akan dimulai dari IRR yang tertinggi sampai ke IRR yang terendah. Dengan menarik sebuah garis dari titik rate if return minimum yang ditetapkan akan dapat diketahui proyek-proyek mana saja yang dapat diterima, dan langkah Page 18 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 selanjutnya adalah membandingkan proyek-proyek yang dapat diterima tersebut dengan jumlah budget yang tersedia. Contoh: Perusahaan “Bianglala Putih” memiliki modal sejumlah Rp 20.000.000,00 untuk diinvestasikan, dan pada saat ini perusahaan sedanga mempertimbangkan 6 buah proyek.Jumlah investasi dan IRR untuk masing-masing proyek disajikan pada tabel 9. Tabel 9 Jumlah Investasi dan IRR untuk Masing-Masing Proyek Proyek Initial Invesment IRR Ranking A Rp 8.000.000,00 12% 1 B B Rp 7.000.000,00 20% 2 C C Rp 10.000.000,00 16% 3 E D Rp 4.000.000,00 8% 4 A E Rp 6.000.000,00 15% 5 F F Rp 11.000.000,00 11% 6 D Diketahui bahwa cost of capital perusahaan “Bianglala Putih” adalah sebesar 10%. Gambar 2 menyajikan susunan dari proyek yang sedang dievaluasi berdasarkan urutan besarnya IRR. Menurut gambar 2 maka hanya proyek B, C dan E saja yang dapat diterima. Ketiga proyek tersebut akan menyerap dana sebesar Rp 23.000.000,00 dari jumlah besar Rp 25.000.000,00 yang dibudgetkan. Proyek D tidak perlu dipertimbangkan karena rate of return yang dihasilkan lebih dari cost of capital yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Gambar 2 Susunan IRR untuk Masing-Masing Proyek yang Sedang Dievaluasi oleh Perusahaan “Bianglala Putih” Pendekatan Net Present Value Pendekatan ini didasarkan pada present value dan IRR untuk menetukan proyekproyek yang akan memaksimumkan return bagi perusahaan. Proses yang dilakukan meliputi penentuan ranking dari masing-masing proyek atas dasar IRR-nya, dan kemudian menilai present value dari masing-masing proyek untuk menentukan kombinasi proyek yang akan menghasilkan present value yang terbesar. Hal ini sama dengan memaksimumkan net present value, karena baik Page 19 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 keseluruhan budget digunakan ataupun tidak, hal tersebut dipandang sebagai “total investasi” atas mana harus diperoleh net present value semaksimum mungkin. Contoh: Proyek-proyek yang sudah disajikan dalam contoh tentang pendekatan internal rate of return di depan akan diranking kembali dalam tabel 10 atas dasar IRRnya masing-masing, dan disampng itu disajikan pula present value cash inflow untuk masing-masing proyek dengan menggunakan discount rate sebesar 10%. Tabel 10 Ranking Proyek Atas Dasar tingkat IRR-nya Masina-Masing Ranking Proyek 1 2 3 4 5 6 B C E A F D Initial invesment Rp Rp Rp Rp Rp Rp 7.000.000,00 10.000.000,00 6.000.000,00 8.000.000,00 11.000.000,00 4.000.000,00 IRR 20% 16% 15% 12% 11% 8% PV cash inflow dengan discount rate 10% Rp 11.200.000,00 Rp 14.500.000,00 Rp 7.900.000,00 Rp 10.000.000,00 Rp 12.650.000,00 Rp 3.600.000,00 Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa proyek B, C dan E menyerap dana-dana sebesar Rp 23.000.000,00 dan menghasilkan PV cash inflow sebesar Rp 33.600.000,00 (present value cash inflow). Akan tetapi apabila proyek B, C dan A yang diterima, maka keseluruhan budget akan habis digunakan dan return yang akan diperoleh adalah lebih besar dari return proyek B, C dan E yaitu sebesar Rp 35.700.000,00. Dengan menerima proyek B< C dan A maka perusahaan dapat memaksimumkan return yang diperoleh, sekalipun IRR proyek A lebih kecil dibandingkan dengan proyek E. Sekali lagi diingatkan disini bahwa bagian dari budget yang tidak digunakan sebesar Rp 2.000.000,00 (apabila proyek B, C dan E yang diterima) tidak akan memperbesar return yang diterima oleh perusahaan karena bagian tersebut tidak digunakan, dan dengan demikian tidak menghasilkan suatu apapun. Analisa ini sejalan dengan analisa tentang “Incremental cash inflow” yang disajikan didepan, yang menyimpulkan bahwa sepanjang IRR dari incremental lebih besar dari cost of capital, maka proyek tersebut dapat diterima. Metode 1 didasarkan pada data akutansi (laporan buku) dan metode2 sampai dengan 6 didasarkan pada aliran / arus kas (Cash Flow). Aliran kas ada dua macam, yaitu(Suratiyah, 2006 dan Pangestu, 2001): Aliran kas keluar neto Aliran kas masuk neto (Proceeds) Page 20 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 RANCANGAN TUGAS 1. PT. Agrivita merencanakan sebuah proyek di bidang agribisnis yang diperkirakan akan membutuhkan dana sebesar Rp. 750.000.000,00. Dana tersebut Rp. 100.000.000,00 merupakan modal kerja dan sisanya modal tetap dengan nilai residu diperkirakan sebesar Rp. 150.000.000,00 dan mempunyai umur ekonomis 5 tahun. Return yang diharapkan adalah 18% dan 24%. Adapun perhitungan laba setelah pajak dan cashflow adalah sebagai berikut : (dlm ribuan rupiah) Keterangan Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Penjualan 400.000 450.000 500.000 550.000 600.000 Biaya Variabel Biaya Tetap Non Penyusutan Biaya Tetap Penyusutan Total Biaya 160.000 20.000 180.000 20.000 200.000 20.000 220.000 20.000 240.000 20.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 280.000 300.000 320.000 340.000 360.000 Laba sebelum pajak Pajak 30% Laba sesudah pajak Penyusutan Nilai residu Modal kerja Cashflow 120.000 36.000 150.000 45.000 180.000 54.000 210.000 63.000 240.000 72.000 84.000 100.000 - 105.000 100.000 - 126.000 100.000 - 147.000 100.000 - 168.000 100.000 150.000 100.000 184.000 205.000 226.000 247.000 518.000 Berdasarkan data di atas hitunglah : a. Payback Period b. Net Present Value c. Internal Rate of Return d. Profitability Indeks e. Bagaimana keputusan investasinya ? Jelaskan ! 2. Berikan contoh implementasi capital budgeting di bidang agribisnis disertai sumber! KRITERIA PENILAIAN 1. Kebenaran penjelasan 2. Inovatif dan kreatif 3. Kekompakan kerja sama dalam kelompok (team work) Page 21 of 22 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2011 DAFTAR PUSTAKA Gray, Clive ., Lien K. Sabur., Pasaman Simanjuntak dan P.F.L. Maspaitella.1985. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia. Jakarta. Husnan, Suad dan Muhamad, Suwarno. 2000. Studi Kalayak Proyek. UPP AMP YKPN. Yogyakarta Pangestu S.2001. Manajemen Keuangan (Bahan Ajar) Program Studi Manajemen Agribisnis. UGM.Yogyakarta. Simarmata, Dj. A. 1984. Pendekatan Sistem dalam Analisis Proyek Investasi dan Pasar Modal. Gramedia. Jakarta Suratiyah, Ken.2006. Manajemen Finansial Untuk Perusahaan Pertanian (Buku Ajar). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.UGM.Yokyakarta Sutrisno, PH.1985. Dasar-dasar Evaluasi Proyek dan Manajemen Proyek.FE UGM. Yogyakarta Syamsuddin, Lukman. 2007. Manajemen keuangan Perusahaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tandelilin, Eduardus.2001.Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio.BPFE. Yogyakarta Page 22 of 22