PENGARUH KAMPANYE HITAM (BLACK CAMPAIGN) PADA PEMILIH PEMULA (Studi Eksperimen Pengaruh Kampanye Hitam (Black Campaign) Pada Kampanye Calon Presiden Dan CalonWakil Presiden Pemilu 2014 Melalui Media Sosialisasi Dan Diskusi Terhadap Pemahaman Pemilihan Umum Dikalangan Pemilih Pemula Di SMA Negeri 1 Purworejo) Reza Maulana Alamsyah Prahastiwi Utari Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Abstract Early voters have key role on the public elective. Early voters are active and more selective voter because they have strong tendency to know about something and have strong willingness to participate on the public elective. Through experimental method with give socialitation and open discussion, this research want to find if there is differences in message reception on early voters before and after research treatment. Data were collected by using questionnaire and interview. The population of this research were early voters whose age between 17 – 21 years old and the sample of this research were 15 students of class XII SMA N 1 Purworejo. Hypotesis was tested using T – Paired test. The results were showed that there was differences between understanding and message reception. The differences were showed by T – paired test result using computer’s program SPSS 23. T –paired test pre test and post – test experiment group showed mean of black campaign understanding before experiment was 34,6667 and mean of black campaign understanding after experiment was 42,26667 or there is 7,8 increase with correlation between group before and after treatment is strong, r : 0,544 and significant p : 0,036 at level of significant 95% and p < 0,05 and mean of message reception before treatment was 32,2667 and mean of message reception after treatment was 38,8000 or there is 6,5333 increase with correlation between group before and after treatment is r : 0,163 and significant : 0,561 at level of significant 95% and p < 0,05. It can be concluded that there were differences of public elective understanding and message reception by class XII student of SMA N 1 Purworejo after given treatments such as socialication and open discussion. Keywords : understanding, message reception, early voters,black campaign, experiment. 1 Pendahuluan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 09 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden masa bakti 2014 – 2019.Setelah melalui empat kali pemilihan umum terdapat perubahan yang signifikan pada penggunaan komunikasi politik ( kampanye ) yang dilakukan oleh peserta pemilihan umum. Hal tersebut tentunya berkaitan erat dengan perubahan dan perkembangan zaman. macam macam model komunikasi era Soekarno berbeda pula dengan gaya komunikasi di era pemilu 2004 dan 2009 bahkan mungkin akan lebih berbeda pula untuk di tahun 2014 dimana peranan media elektronik menjadi begitu dominan di banding komunikasi yang bersifat orasi. Atau bisa kita simpulkan terjadi perubahan pada bentuk komunikasi. Sebagai contoh lain pada pemilu tahun 2009, para peserta pemilu berlomba-lomba memasang iklan kampanye di media masa seperti televisi, namun pada tahun 2014 ini adalah era internet dimana banyak bermunculan media sosial dengan banyak pengguna, maka media sosial pun menjadi salah satu senjata yang fenomenal untuk berkampanye pada pemilu di tahun 2014 ini.Salah satu bentuk fenomena politik yang cukup menghebohkan pada pemilu di tahun 2014 adalah kampanye hitam ( black campaign). Secara harafiah kampanye hitam (black campaign) bisa diartikan sebagai kampanye kotor menjatuhkan lawan dengan menggunakan isu negatif tidak berdasar. Dahulu kampanye hitam dikenal sebagai whispering campaign melalui mulut ke mulut, bisa lebih canggih dengan menggunakan media elektronik. Secara umum black campaign memiliki ciri yang sangat pokok yaitu lebih banyak bual daripada fakta. Memang mungkin saja terdapat satu atau dua fakta tetapi dia akan diolah sedemikian rupa untuk dilontarkan untuk mempengaruhi opini publik kearah yang negatif. Dalam pengaruhnya terhadap pemilih, kampanye hitam (black campaign) dinilai lebih menimbulkan efek dibanding dengan kampanye dengan metode penyampaian fakta politik secara gamblang. Anthony Downs (1957,dilansir dari wikipedia), penggagas rational choice theory, menyatakan pilihan politik masyarakat tak selalu ditentukan banyaknya informasi yang mereka miliki tentang 2 kandidat, tetapi juga dipengaruhi kapasitas masyarakat untuk mengolah informasi itu (contextual knowledge). Mayoritas masyarakat Indonesia sendiri belum memiliki contextual knowledge yang baik tentang politik. Alhasil, informasi politik yang gamblang belum tentu bisa dicerna oleh publik. Atau dapat dikatakan masyarakat Indonesia lebih tertarik mendengarkan isu-isu dari kandidat, daripada visi misi yang disampaikan oleh kandidat.Dalam realitanya pada pemilihan umum calon Presiden dan calon Wakil Presiden 2014, kampanye hitam (black campaign) menjadi fenomena yang cukup menyita perhatian. Komunikasi politik yang mereka lakukan kepada pemilih, bagaimana pemilih menerima pesan politik yang disampaikan pada kampanye hitam tersebut, kemudian apa pengaruhnya penting untuk dikaji. Selain itu ada fenomena menarik lain dari pemilihan umum calon presiden dan calon wakil presiden tahun 2014, dimana tingkat perhatian atau atensi publik tinggi terhadap tahapan pemilihan presiden, meskipun mengalami penurunan dalam partisipasi memilih. Seiring dengan kemajuan teknologi, fenomena kampanye hitam (black campaign) pada pemilu 2014 lebih sering dilakukan di media sosial baik itu twitter, facebook, youtube, path, dsb. Media sosial sebagai salah satu bentuk kemajuan teknologi dan informasi tentunya menawarkan berbagai macam bentuk fiture kemudahan, diantaranya adalah fiture komunikasi yang cepat, luas, dan murah. Karakteristik media sosial yang cepat, bebas, dan luas, tentunya juga mempengaruhi karakteristik kampanye di dalamnya. Maka arus kampanye yang cepat menyebar dan bebas sering kita temui di media sosial. Fenomena tersebut tentunya sangat mudah untuk disisipi dengan kampanye hitam (black campaign) yang marak pada pemilihan presiden 2014 ini. Penelitian ini akan mengkhususkan pada pemilih pemula yang umumnya memiliki usia 17-20 tahun. Hal tersebut didukung dengan data demografi pemilih, dimana dikatakan pemilih pemula dengan usia muda merupakan aset yang potensial. Alasan mengapa peneliti memilih pemilih pemula karena kelompok pemilih pemula umumnya belum memiliki pengalaman politik yang cukup dan pada umumnya mereka belum memiliki keterikatan terhadap partai politik tertentu yang kemudian membuka peluang yang sangat besar untuk dirangkul kandidat 3 mana pun. Penelitian ini akan lebih cenderung fokus pada aspek komunikasi komunikan (penerima pesan). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen dan wawancara. Karena menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, penelitian ini mampu memberikan gambaran obyektif tentang suatu bidang. Eksperimen dipilih untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi obyek penelitian sebelum dan sesudah diberikan perlakuan tertentu dan wawancara dipilih untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai kondisi obyek penelitian. Penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Purworejo, karena kelompok ini merupakan salah satu kelompok yang sangat sesuai dengan tema penelitian ini, yaitu sesuai dengan kategori umur dan aktif menggunakan teknologi media sosial. Untuk itu, dalam penelitian ini dihasilkan sejumlah kesimpulan yang menunjukkan aspek komunikasi komunikan yang dimiliki pemilih pemula mengenai kampanye hitam pada kampanye calon presiden dan wakil calon presiden pemilu 2014 di media sosial twitter. Rumusan Masalah a. apakah terdapat perbedaan pemahaman pemilih pemula terhadap black campaign sebelum dan sesudah diberi perlakuan berupa media sosialisasi dan diskusi b. apakah terdapat perbedaan penerimaan pesan black campaign pada pemilih pemula setelah diberi perlakuan berupa media sosialisasi dan diskusi? c. apakah media sosialisasi dan diskusi terbuka merupakan media yang memiliki pengaruh terhadap pemahaman dan penerimaan pesan black campaign pemilih pemula sebelum dan sesudah eksperimen? 4 Tujuan a. mendeskripsikan pemahaman pemilu pada pemilih pemula b. mendeskripsikan pemahaman black campaign pada pemilih pemula c. mengetahui perbedaan dan pengaruh kampanye hitam terhadap pemahaman pemilihan calon presiden dan wakil presiden pada pemilih pemula d. mengetahui perbedaan pemahaman kampanye hitam terhadap penerimaan pesan kampanye hitam pada pemilih Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi Menurut Onong Uchyana Effendy (Effendy, 1992: 5), definisi komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media. Melalui definisi tersebut tersimpul tujuan komunikasi yaitu memberitahukan atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion) atau perilaku (behaviour). Dengan kata lain, dari komunikasi yang dilakukan tersebut diharapkan terjadi tanggapan berupa efek yang akan terjadi. 2. Aspek Komunikasi Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator) kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif terjadi apabila suatu pesan yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan sehingga tidak terjadi salah persepsi. Untuk dapat berkomunikasi secara efektif, perlu memahami aspek – aspek komunikasi. Menurut Supratiknya (1995:31) aspek – aspek dalam komunikasi adalah (a) maksud – maksud, gagasan – gagasan dan perasaan – perasaan yang ada dalam diri pengirim serta bentuk tingkah laku yang dipilihnya. Semua itu menjadi awal bagi perbuatan komunikatifnya, yakni mengirimkan suatu pesan yang mengandung isi tertentu (b) proses kodifikasi pesan oleh pengirim. Pengirim mengubah gagasan, perasaan dan 5 maksud – maksudnya ke dalam bentuk pesan yang dapat dikirimkan (c) proses pengiriman pesan oleh penerima (d) adanya saluran (channel) atau media melalui mana pesan dikirimkan (e) proses dekodifikasi pesan oleh penerima. Penerima menginterpretasikan atau menafsirkan makna pesan (c) tanggapan batin oleh penerima terhadap hasil interpretasinya tentang makana pesan yang ditangkap. (e) kemungkinan adanya hambatan (noise) tertentu 3. Komunikasi Massa Komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang (Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus mengunakan media massa(Ardianto,2004:3) Ahli komunikasi massa lainnya Joseph A Devito merumuskan definisi komunikasi masa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang massa serta tentang media yang digunakannya. Devito mengemukakan definisinya dalam dua item yakni yang pertama adalah komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. (Ardianto,2004:6) 4. New Media Teori media baru merupakan sebuah teori yang dikembangkanoleh Pierre Levy, yang mengemukakan bahwa media baru merupakan teori yang membahas mengenai perkembangan media. Dalam teori media baru, terdapat dua pandangan, pertama yaitu pendangan interaksi sosial, yang membedakan media menurut kedekatannya dengan interaksi tatap muka. Pierre Levy memandang World Wide Web (WWW) sebagai sebuah lingkungan informasi yang terbuka, fleksibel dan dinamis, yang memungkinkan manusia mengembangkan orientasi pengetahuan 6 yang baru dan juga terlibat dalam dunia demokratis tentang pembagian mutual dan pemberian kuasa yang lebih interaktif dan berdasarkan pada masyarakat. New Media atau media online didefinisikan sebagai produk dari komunikasi yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer digital (Creeber dan Martin, 2009). New Media merupakan media yang menggunakan internet, media online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun secara public (Mondry, 2008: 13). 5. Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikan berperilaku tertentu.) Dijelaskan lebih lanjut oleh Windlesham bahwa, sebelum suatu pesan politik dapat dikonstruksikan untuk disampaikan kepada komunikan dengan tujuan mempengaruhinya, di situ harus terdapat keputusan politik yang harus dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan. Ahli komunikasi lain seperti Dan Nimmo dalam bukunya, political communication and public opinion in America – menekannya pada efek yang muncul pada komunikan sebagai akibat dari penyampaian suatu pesan. Makna tujuan pada definisi Sanders dan Kaid serta Windlesham, dan efek pada pendapat Dan Nimmo, pada hakikatnya sama; jika ditelaah perbedaannya hanyalah pada keterlekatan pada komponennya; tujuan melekat pada komponen komunikator dan efek pada komponen komunikan. Menurut kadarnya efek komunikasi terdiri dari tiga jenis, yakni efek kognitif, efek afektif dan efek behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilak. 7 6. Pemilu Pemilihan umum untuk selanjutnya disebut pemilu yang diselenggarakan secara langsung merupakan perwujutan kedaulatan rakyat. Pengakuan tentang kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan didalam Pasal 1 angka (1) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan “pemilihan umum untuk selanjutnya disebut pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Makna dari kedaulatan rakyat tersebut adalah:pertama rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintah guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat. Kedua rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Tujuan pemilu menurut ketentuan Dan karenanya bagi suatu negara yang menyebutnya sebagai negara yang demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu. 7. Kampanye Hitam (Black Campaign) Istilah kampanye hitam adalah terjemahan dari bahasa Inggris black campaign yang bermakna berkampanye dengan cara buruk atau jahat. Secara umum bentuk kampanye hitam adalah menyebarkan keburukan atau kejelekan seorang politikus dengan tujuan menjatuhkan nama baik seorang politikus sehingga dia menjadi tidak disenangi teman-teman separtainya, khalayak 8 pendukungnya dan masyarakat umum. Kampanye hitam tidak sama dengan kampanye negatif. Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Agus Suprio, membedakan kampanye hitam biasanya hanya tuduhan tidak berdasarkan fakta dan merupakan fitnah. Sedangkan kampanye negatif adalah pengungkapan fakta kekurangan mengenai suatu calon atau partai yang disampaikan secara jujur dan relevan. Kampanye hitam biasanya tidak memiliki dasar dan fakta, fitnah dan tidak relevan diungkapkan terkait parpol maupun tokoh. Menurut Refly Harun (pakar Hukum Tata Negara Indonesia) mengemukakan bahwa black campaign adalah cara mendiskritkan kandidat tanpa didukung dengan data dan fakta yang jelas, sementara kampanye negatif didefinisikan sebagai cara mendiskriditkan kandidat dengan didukung data dan fakta yang jelas. Secara garis besar, dalam hukum kampanye hitam jelas dilarang. 8. Cara Komunikan Menerima Pesan Teori encoding decoding milik Hall menawarkan nilai teoritis mengenai bagaimana sebuah pesan diproduksi dan disebarkan. Ia mengkritisi model komunikasi linier sender/message/receiver yang hanya fokus pada tingkat pertukaran pesan dan ketidakhadiran sebuah gambaran struktur momen berbeda sebagai sebuah struktur relasi-relasi yang kompleks (Hall, 1980:117). Menurut Hall, walaupun media massa cenderung untuk mereproduksi suatu interpretasi guna memenuhi kebutuhan dari kelas yang berkuasa, mereka berfungsi juga sebagai medan perjuangan ideologis khalayak. Jadi media juga berfungsi untuk memperkuat pandangan bersama (consensual) dengan menggunakan idiom – idiom publik, dan dengan mengklaim bahwa dirinya menyuarakan opini publik. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang 9 denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotativeideology). Menurut Hall realitas itu sendiri harus dibentuk melalui proses produksi ketika diciptakan (di -encode; diubah menjadi kode-kode) dan diterima (di-decode; diubah menjadi kode-kode kembali oleh si penerima). Persis yang disampaikan oleh Umberto Eco tentang tanda-tanda ikonik ‘kelihatan seperti objek-objek dalam dunia real karena tanda tersebut mereproduksi kondisi (code) persepsi yang ada pada khalayak”. Proses pengodean ini tidak akan tercapai jika tidak ada kerangka pengetahuan (frameworks of knowledge), relasi produksi (relations of production), dan infrastruktur teknis (technical infrastructure). Menurut Hall, dalam encoding dan decoding akan terjadi ketidaksimetrian antara ‘sumber’ dan ‘penerima’, yang apa disebut sebagai ‘kesalahpahaman’, tepatnya muncul dari kurangnya ekuivalensi (kesamaan) antara kedua pihak dalam pertukaran komunikasi. Ada tiga tipe decoding (penyandian balik ) dalam komunikasi menurut Stuart Hall (Hall, 1980:101) (a) dominant Hegemonic Position (b) negotiated position (c) oppotitional position 9. Pemilih Pemula Pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih. Kelompok pemilih yang berentang usia 17-21 tahun ini adalah mereka yang berstatus pelajar, mahasiswa, serta pekerja muda. Pada undang-undang Pilpres 2008 dalam ketentuan umun disebutkan bahwa Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin (UU Pilpres 2008: 6). Sedangkan yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah mereka yang telah berusia 17-21 tahun, telah memiliki hak suara dan tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) serta pertama kali mengikuti pemilihan umum, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden (UU Pilpres 2008: 7). Pemilih pemula sebagai target untuk dipengaruhi karena dianggap belum memiliki pengalaman voting pada pemilu sebelumnya, jadi masih berada pada sikap dan pilhan politik yang belum jelas. 10 Pemilih pemula yang baru memasuki usia hak pilih juga belum memiliki jangkauan politik yang luas untuk menentukan kemana mereka harus memilih. Sehingga, terkadang apa yang mereka pilih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Alasan ini yang menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk dipengaruhi dan didekati dengan pendekatan materi politik kepentingan partai-partai politik. Ketidaktahuan dalam soal politik praktis, terlebih dengan pilihan-pilihan dalam pemilu atau pilkada, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek. Pemilih pemula sering hanya dimanfaatkan oleh partai politik dan politisi untuk kepentingan politiknya, misalkan digunakan untuk penggalangan masa dan pembentukan organisasi underbow partai. Di Negara-negara maju dalam usia pemilih pemula disebut sebagai masa yang sudah matang secara psikologis dan pada kenyataannya di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai kematangan secara psikologis. Sehingga emosinya masih kurang stabil dan masih mudah terpengaruh dan goyah pendiriannya (Ahmadi, 2004: 124) Metodologi Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen pura – pura/semu (Quasy Experiment) dengan model random (Random Model). Metode eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat antara variable yang sengaja diadakan terhadap variabel diluar variabel yang diteliti (Narawi & Martini, 1993:130). Dengan demkian, penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian (Nazir, 2005:63). Metode penelitian eksperimen semu berarti penelitian yang mendekati sungguhan dimana tidak mungkin mengadakan kontrol/memanipulasikan semua variabel yang relevan. Harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai dengan batasan – batasan yang ada (Nazir, 2005:73). Alasan pemilihan metode eksperimen semu ini didasari atas kondisi objek penelitian yang sulit dirubah sehingga sulit pula untuk membentuk/membuat 11 kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang kondisi awalnya sama. Selain itu, penelitian eksperimen dengan menggunakan manusia sebagai objeknya juga ditemui banyak hambatan, antara lain: (a) perlakuan mungkin berakibat buruk pada dan merugikan objek penelitian (b) objek penelitian bilamana terdiri atas orang dewasa jika mengetahui tengah diberi perlakuan atau diobservasi sering berlaku tidak wajar. Reaksinya itu mungkin sebagai menyembunyikan gejala yang diamati atau berlebihan (Nawawi & Martini, 1993:132-133). Model random diartikan sebagai sebagai kegiatan memilih sesuatu yang tidak dipengaruhi oleh subjektifitas pemilih. Langkah – langkah dalam penelitian eksperimen menurut Gay dan Diehl, yaitu (a) pemilihan dan perumusan masalah (b) pemilih objek penelitian dan instrumen pengukurannya (c) pemilihan desain penelitian (d) pelaksanaan prosedur penelitian (e) analisis data (f) perumusan kesimpulan (Kuncoro, 2003:263). Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre test – post test yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja yang dipilih secara random dan tidak dilakukan tes kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan karena dapat dilakukan perbandingan yang lebih mendalam pada subjek atau kelompok. Desain penelitian one group pre test – post test ini diukur menggunakan pre test yang dilakukan sebelum diberi perlakuan dan post test yang dilakukan setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat. Skema one group pre test – post test design ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 1.1 Skema one group pre test – psot test design Pre Test Treatment Post Test T1 X T2 T1 : Tes awal (pre – test) dilakukan sebelum diberi perlakuan X : Perlakuan (Treatment) diberikan kepada responden dengan menggunakan sosialisasi 12 T2 : Tes akhir (post – test) dilakukan setelah diberi perlakuan Pengaruh perlakuan adalah rata – rata selisih pre – test dan post – test dari satu seri sosialisasi. Treatment yang diberikan pada penelitian ini berupa sosialisasi yang dirangkum dalam sebuah materi powerpoint presentasi dan diskusi terbuka. Sosialisasi berisi informasi mengenai pemilu dan black campaign. Sejarah pemilu, jenis – jenis pemilu, asas – asas pemilu, landasan hukum pemilu dan keterlibatan masyarakat dalam pemilu serta fenomena pemilu seperti black campaign. Informasi mengenai black campaign ditekankan pada perbedaan black campaign dan negatif campaign serta pihak – pihak yang terlibat dan akibat dari black campaign. Setelah pemberian sosialisasi, kemudian dilaksanakan diskusi terbuka yang berisi tanya jawab mengenai pemilu dan fenomena – fenomena pemilu terutama black campaign. Hasil dan Pembahasan Data hasil penelitian pemahaman pemilih pemula terhadap black campaign dapat diuraikan menjadi pernayataan dalam kuisioner, sebagai berikut : Pemahaman Black Campaign Tidak Berbeda dengan Negative Campaign Persentase Jawaban No Jawaban 1 Sangat Setuju 20.00 2 Setuju 26.67 3 Netral 26.67 4 Tidak Setuju 20.00 5 Sangat Tidak Setuju 6.67 Sebelum Perlakuan Total 100.00 13 Tabel 1. 2 Tabel Pemahaman terhadap Anggapan Black Campaign Tidak Berbeda dengan Negative Campaign Tabel diatas mendeskripsikan bahwa responden, pada kelompok sebelum perlakuan menunjukan bahwa responden menganggap bahwa Black campaign tidak berbeda dengan negative campaign,hal tersebut terlihat dari presentase jawaban sangat setuju dan setuju sebesar 46,67% dan tidak setuju dan sangat tidak setuju sebesar yaitu 26,67%. Pemahaman Black Campaign Tidak Berbeda dengan Negative Campaign Persentase Jawaban No Jawaban 1 Sangat Setuju 13.33 2 Setuju 0.00 3 Netral 20.00 4 Tidak Setuju 46.67 5 Sangat Tidak Setuju 20.00 Sesudah Perlakuan Total 100.00 Tabel 1. 3 Tabel Pemahaman terhadap Anggapan Black Campaign Tidak Berbeda dengan Negative Campaign Berbeda setelah perlakuan, responden berpendapat bahwa black campaign berbeda dengan negative campaign terlihat dari jawaban sangat setuju yang menurun menjadi 13,33%, dan naik drastis pada jawaban tidak setuju sebesar 46,67%, dan sangat tidak setuju sebesar 20,00%. Dari data presentase tersebut diketahui bahwa ada perubahan pemahaman dari responden setelah mendapatkan treatment , yaitu terdapat perbedaan antara Black campaign dengan negative campaign. Data hasil penelitian pemahaman pemilih pemula terhadap black campaign dapat diuraikan menjadi pernayataan dalam kuisioner, sebagai berikut : 14 Saya beranggapan black Campaign merupakan tindakan tidak ada gunanya. Persentase Jawaban No Jawaban 1 Sangat Setuju 33,33 2 Setuju 40,00 3 Netral 26,67 4 Tidak Setuju 0,00 5 Sangat Tidak Setuju 0,00 Sebelum Perlakuan Total Tabel 1.4 100,00 Tabel Penerimaan Pesan Responden tentang Black Campaign yang merupakan tindakan tidak ada gunanya Tabel diatas mendeskripsikan bahwa responden, pada kelompok sebelum perlakuan menunjukan bahwa responden menganggap bahwa black campaign merupakan tindakan yang tidak ada gunanya. Hal itu ditunjukan dengan jawaban sangat setuju dan setuju sebesar 73,33%. Saya beranggapan black campaign merupakan tindakan yang tidak ada gunanya Persentase Jawaban No Jawaban 1 Sangat Setuju 53,33 2 Setuju 20,00 3 Netral 26,67 4 Tidak Setuju 0,00 5 Sangat Tidak Setuju 0,00 Sesudah Perlakuan Total 100,00 15 Tabel 1.5 Tabel Penerimaan Pesan Responden tentang Black Campaign yang merupakan tindakan tidak ada gunanya Terjadi perubahan setelah perlakuan, hanya saja perubahan tidak cukup signifikan, dan tidak cukup untuk merubah kesimpulan, hal itu dapat dilihat dengan hanya terjadi perubahan pada jawaban sangat setuju dan setuju sebesar 73,33%. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa responden tetap beranggapan bahwa black campaign merupakan tindakan yang tidak ada gunanya. Bagian ini akan memamaparkan hasil pengitungan data penelitian dengan program SPSS 23; uji beda dengan T Paired Test, dan Uji deskriptif statistik frequency. Uji beda untuk kelompok sebelum dan setelah perlakuan dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pemahaman pemilih pemula terhadap Black Campaign, setelah diberikan perlakuan penelitian yaitu berupa sosialisasi dan diskusi mengenai Black Campaign. Berikut adalah hasilnya: Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pemahaman Black Compaign Sesudah Perlakuan Pemahaman Black Compaign Sebelum Perlakuan N Std. Deviation Std. Error Mean 42.2667 15 3.03472 .78356 34.6667 15 3.08607 .79682 Dari hasil output di atas diketahui bahwa pemahaman Black Campaign pemilih pemula sebelum perlakuan rata – rata responden 34.6667, standar deviasi 3.08607, dan rata – rata standard error 0.79682. dibandingkan sebelum perlakuan, maka terjadi peningkatan sebesar 7.6 setelah diberikan perlakuan penelitian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberian perlakuan berupa sosialisasi dan diskusi terbuka mengenai black campaign, dapat merubah pemahaman mengenai black campaign pada pemilih pemula sebesar 7.6. 16 Paired Samples Correlations N Pair 1 Correlation Sig. Pemahaman Black Compaign Sesudah Perlakuan & 15 Pemahaman Black Compaign .544 .036 Sebelum Perlakuan Output diatas menyebutkan bahwa korelasi antara pemahaman Black campaign sebelum dan setelah perlakuan adalah r=0.544 dengan nilai p=0.036. Artinya, berdasar tabel diketahui bahwa korelasi sebelum perlakuan dan setelah perlakuan adalah kuat dan signifikan pada taraf kepercayaan 95% denganp<0.05. Uji beda untuk kelompok sebelum dan setelah perlakuan dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penerimaan pesan Black campaign pada pemilih pemula, setelah diberikan perlakuan penelitian yaitu berupa sosialisasi dan diskusi mengenai Black Campaign. Berikut adalah hasilnya: Dari hasil output di atas diketahui bahwa penerimaan pesan Black Campaign pemilih pemula sebelum perlakuan rata – rata responden 32.2667, standar deviasi 3.43234, dan rata – rata standard error 0.88623. dibandingkan sebelum perlakuan, maka terjadi peningkatan sebesar 6.5333 setelah diberikan perlakuan penelitian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberian perlakuan berupa sosialisasi dan diskusi terbuka mengenai black campaign, dapat merubah penerimaan pesan black campaign pada pemilih pemula sebesar 6.5333. 17 Output diatas menyebutkan bahwa korelasi antara pemahaman Black campaign sebelum dan setelah perlakuan adalah r=0.163 dengan nilai p=0.561. Artinya, berdasar tabel diketahui bahwa korelasi sebelum perlakuan dan setelah perlakuan adalah kuat dan signifikan pada taraf kepercayaan 95% dengan p<0.05. Kesimpulan Berdasar uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: a. Pemilih pemula sebelum perlakuan memiliki kesulitan dalam membedakan black campaign dengan negatif campaign yang terlihat dari hasil persentase jawaban sangat setuju, setuju dan netral yang berjumlah 73% dalam pernyataan black campaign yang tidak berbeda dengan negatif campaign. Pemilih pemula setelah perlakuan menunjukkan perubahan pemahaman mengenai perbedaan black campaign dengan negatif campaign yang terlihat dari hasil persentase jawaban sangat setuju, setuju dan netral turun menjadi 20 % yang semula sebelum perlakuan 73% b. Diketahui berdasarkan penghitungan mean pada kelompok sebelum dan sesudah perlakuan penelitian terdapat perubahan pada penerimaan pesan black campaign oleh pemilih pemula meskipun tidak signifikan yaitu sebelum perlakuan adalah 5 orang Dominant hegemonic position (menerima pesan secara terbuka) 4 orang Negotiated position (mempertimbangkan pesan yang diterima) , dan 6 orang sebagai Oppotitional position (menolak pesan yang diterima) dan setelah perlakuan adalah 5 orang Dominant hegemonic position (menerima pesan secara terbuka) 3 orang Negotiated position (mempertimbangkan pesan 18 yang diterima) , dan 7 orang sebagai Oppotitional position (menolak pesan yang diterima). c. Media sosialisasi dan diskusi terbuka berpengaruh terhadap pemahaman dan penerimaan pesan black campaign pemilih pemula sebelum dan sesudah eksperimen. Ditunjukkan dengan uji beda t – paired test pemahaman black campaign sebesar p = 0,036 dan penerimaan pesan black campaign sebesar p = 0,561. Artinya, berdasar tabel diketahui bahwa korelasi sebelum perlakuan dan setelah perlakuan adalah kuat dan signifikan pada taraf kepercayaan 95% dengan p<0.05 yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan terhadap pemahaman pesan black campaign sebelum dan sesudah eksperimen yang berupa media sosialisasi dan diskusi terbuka. Namun terdapat perbedaan yang kurang signifikan pada penerimaan pesan black campaign pemilih pemula sebelum dan sesudah eksperimen. Saran a. Proporsi responden dalam penelitian selanjutnya diharapkan lebih seimbang dalam kelompok jenis kelamin b. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan topik yang lebih spesifik seperti perbandingan penerimaan pesan black campaign pada pemilih pemula dan pemilih yang telah berpengalaman. Daftar Pustaka Ardianto, E.L.(2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: SImbiosa Rekatama Media. Creeber, Glen dan Royston Martin.(2009). Digital Cultures Understanding New Media. England: McGraw Hill Company. Effendy, Onong Uchyana.(1992). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hall, Stuart. (1980).Encoding/Decoding. Dalam Stuart Hall, Doroty Hobson, Andrew Lowe, dan Paul Wilis (eds.) Culture, Media, Language. London: Hutchison. 19 Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim.(1998). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara UI dan CV Sinar Bakti. Mondry. (2008).Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia. Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. (1993).Penelitian Terapan. Yogyakarta: UGM Press. Nazir, Moh.(2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Nimmo, Dan. (1993).Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, dan Media). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pudyastomo, Yulius Andre. (2010).Microblogging Paling Populer. Yogyakarta: Mediakom. Supratiknya. (1995).Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius. 20