PENGARUH KAMPANYE HITAM (BLACK

advertisement
PENGARUH KAMPANYE HITAM (BLACK CAMPAIGN) PADA
PEMILIH PEMULA
(Studi Eksperimen Pengaruh Kampanye Hitam (Black Campaign) Pada
Kampanye Calon Presiden Dan CalonWakil Presiden Pemilu 2014 Melalui
Media Sosialisasi Dan Diskusi Terhadap Pemahaman Pemilihan Umum
Dikalangan Pemilih Pemula Di SMA Negeri 1 Purworejo)
Reza Maulana Alamsyah
Prahastiwi Utari
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret
Abstract
Early voters have key role on the public elective. Early voters are active
and more selective voter because they have strong tendency to know about
something and have strong willingness to participate on the public elective.
Through experimental method with give socialitation and open discussion, this
research want to find if there is differences in message reception on early voters
before and after research treatment. Data were collected by using questionnaire
and interview. The population of this research were early voters whose age
between 17 – 21 years old and the sample of this research were 15 students of
class XII SMA N 1 Purworejo. Hypotesis was tested using T – Paired test.
The results were showed that there was differences between understanding
and message reception. The differences were showed by T – paired test result
using computer’s program SPSS 23. T –paired test pre test and post – test
experiment group showed mean of black campaign understanding before
experiment was 34,6667 and mean of black campaign understanding after
experiment was 42,26667 or there is 7,8 increase with correlation between group
before and after treatment is strong, r : 0,544 and significant p : 0,036 at level of
significant 95% and p < 0,05 and mean of message reception before treatment
was 32,2667 and mean of message reception after treatment was 38,8000 or there
is 6,5333 increase with correlation between group before and after treatment is r
: 0,163 and significant : 0,561 at level of significant 95% and p < 0,05. It can be
concluded that there were differences of public elective understanding and
message reception by class XII student of SMA N 1 Purworejo after given
treatments such as socialication and open discussion.
Keywords : understanding, message reception, early voters,black campaign,
experiment.
1
Pendahuluan
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun
2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 09 Juli 2014 untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden masa bakti 2014 – 2019.Setelah melalui
empat kali pemilihan umum terdapat perubahan yang signifikan pada penggunaan
komunikasi politik ( kampanye ) yang dilakukan oleh peserta pemilihan umum.
Hal tersebut tentunya berkaitan erat dengan perubahan dan perkembangan zaman.
macam macam model komunikasi era Soekarno berbeda pula dengan gaya
komunikasi di era pemilu 2004 dan 2009 bahkan mungkin akan lebih berbeda
pula untuk di tahun 2014 dimana peranan media elektronik menjadi begitu
dominan di banding komunikasi yang bersifat orasi. Atau bisa kita simpulkan
terjadi perubahan pada bentuk komunikasi. Sebagai contoh lain pada pemilu tahun
2009, para peserta pemilu berlomba-lomba memasang iklan kampanye di media
masa seperti televisi, namun pada tahun 2014 ini adalah era internet dimana
banyak bermunculan media sosial dengan banyak pengguna, maka media sosial
pun menjadi salah satu senjata yang fenomenal untuk berkampanye pada pemilu
di tahun 2014 ini.Salah satu bentuk fenomena politik yang cukup menghebohkan
pada pemilu di tahun 2014 adalah kampanye hitam ( black campaign). Secara
harafiah kampanye hitam (black campaign) bisa diartikan sebagai kampanye
kotor menjatuhkan lawan dengan menggunakan isu negatif tidak berdasar. Dahulu
kampanye hitam dikenal sebagai whispering campaign melalui mulut ke mulut,
bisa lebih canggih dengan menggunakan media elektronik. Secara umum black
campaign memiliki ciri yang sangat pokok yaitu lebih banyak bual daripada fakta.
Memang mungkin saja terdapat satu atau dua fakta tetapi dia akan diolah
sedemikian rupa untuk dilontarkan untuk mempengaruhi opini publik kearah yang
negatif. Dalam pengaruhnya terhadap pemilih, kampanye hitam (black campaign)
dinilai lebih menimbulkan efek dibanding dengan kampanye dengan metode
penyampaian fakta politik secara gamblang. Anthony Downs (1957,dilansir dari
wikipedia), penggagas rational choice theory, menyatakan pilihan politik
masyarakat tak selalu ditentukan banyaknya informasi yang mereka miliki tentang
2
kandidat, tetapi juga dipengaruhi kapasitas masyarakat untuk mengolah informasi
itu (contextual knowledge). Mayoritas masyarakat Indonesia sendiri belum
memiliki contextual knowledge yang baik tentang politik. Alhasil, informasi
politik yang gamblang belum tentu bisa dicerna oleh publik. Atau dapat dikatakan
masyarakat Indonesia lebih tertarik mendengarkan isu-isu dari kandidat, daripada
visi misi yang disampaikan oleh kandidat.Dalam realitanya pada pemilihan umum
calon Presiden dan calon Wakil Presiden 2014, kampanye hitam (black campaign)
menjadi fenomena yang cukup menyita perhatian.
Komunikasi politik yang mereka lakukan kepada pemilih, bagaimana
pemilih menerima pesan politik yang disampaikan pada kampanye hitam tersebut,
kemudian apa pengaruhnya penting untuk dikaji. Selain itu ada fenomena menarik
lain dari pemilihan umum calon presiden dan calon wakil presiden tahun 2014,
dimana tingkat perhatian atau atensi publik tinggi terhadap tahapan pemilihan
presiden, meskipun mengalami penurunan dalam partisipasi memilih. Seiring
dengan kemajuan teknologi, fenomena kampanye hitam (black campaign) pada
pemilu 2014 lebih sering dilakukan di media sosial baik itu twitter, facebook,
youtube, path, dsb. Media sosial sebagai salah satu bentuk kemajuan teknologi
dan informasi tentunya menawarkan berbagai macam bentuk fiture kemudahan,
diantaranya adalah fiture komunikasi yang cepat, luas, dan murah. Karakteristik
media sosial yang cepat, bebas, dan luas, tentunya juga mempengaruhi
karakteristik kampanye di dalamnya. Maka arus kampanye yang cepat menyebar
dan bebas sering kita temui di media sosial. Fenomena tersebut tentunya sangat
mudah untuk disisipi dengan kampanye hitam (black campaign) yang marak pada
pemilihan presiden 2014 ini.
Penelitian ini akan mengkhususkan pada pemilih pemula yang umumnya
memiliki usia 17-20 tahun. Hal tersebut didukung dengan data demografi pemilih,
dimana dikatakan pemilih pemula dengan usia muda merupakan aset yang
potensial. Alasan mengapa peneliti memilih pemilih pemula karena kelompok
pemilih pemula umumnya belum memiliki pengalaman politik yang cukup dan
pada umumnya mereka belum memiliki keterikatan terhadap partai politik tertentu
yang kemudian membuka peluang yang sangat besar untuk dirangkul kandidat
3
mana pun. Penelitian ini akan lebih cenderung fokus pada aspek komunikasi
komunikan (penerima pesan).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen dan
wawancara. Karena menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, penelitian ini
mampu memberikan gambaran obyektif tentang suatu bidang. Eksperimen dipilih
untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi obyek penelitian sebelum
dan
sesudah diberikan perlakuan tertentu dan wawancara dipilih untuk mendapatkan
gambaran deskriptif mengenai kondisi obyek penelitian. Penelitian ini akan
dilakukan pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Purworejo, karena kelompok ini
merupakan salah satu kelompok yang sangat sesuai dengan tema penelitian ini,
yaitu sesuai dengan kategori umur dan aktif menggunakan teknologi media sosial.
Untuk itu, dalam penelitian ini dihasilkan sejumlah kesimpulan yang
menunjukkan aspek komunikasi komunikan yang dimiliki pemilih pemula
mengenai kampanye hitam pada kampanye calon presiden dan wakil calon
presiden pemilu 2014 di media sosial twitter.
Rumusan Masalah
a. apakah terdapat perbedaan pemahaman pemilih pemula terhadap black
campaign sebelum dan sesudah diberi perlakuan berupa media sosialisasi
dan diskusi
b. apakah terdapat perbedaan penerimaan pesan black campaign pada
pemilih pemula setelah diberi perlakuan berupa media sosialisasi dan
diskusi?
c. apakah
media sosialisasi dan diskusi terbuka merupakan media yang
memiliki pengaruh terhadap pemahaman dan penerimaan pesan black
campaign pemilih pemula sebelum dan sesudah eksperimen?
4
Tujuan
a. mendeskripsikan pemahaman pemilu pada pemilih pemula
b. mendeskripsikan pemahaman black campaign pada pemilih pemula
c.
mengetahui
perbedaan
dan
pengaruh
kampanye
hitam
terhadap
pemahaman pemilihan calon presiden dan wakil presiden pada pemilih
pemula
d. mengetahui perbedaan pemahaman kampanye hitam terhadap penerimaan
pesan kampanye hitam pada pemilih
Tinjauan Pustaka
1.
Komunikasi
Menurut Onong Uchyana Effendy (Effendy, 1992: 5), definisi komunikasi
adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara
lisan maupun tidak langsung melalui media. Melalui definisi tersebut tersimpul
tujuan komunikasi yaitu memberitahukan atau mengubah sikap (attitude),
pendapat (opinion) atau perilaku (behaviour). Dengan kata lain, dari komunikasi
yang dilakukan tersebut diharapkan terjadi tanggapan berupa efek yang akan
terjadi.
2.
Aspek Komunikasi
Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator)
kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif terjadi apabila suatu
pesan yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh
komunikan sehingga tidak terjadi salah persepsi. Untuk dapat berkomunikasi
secara efektif, perlu memahami aspek – aspek komunikasi. Menurut Supratiknya
(1995:31) aspek – aspek dalam komunikasi adalah (a) maksud – maksud, gagasan
– gagasan dan perasaan – perasaan yang ada dalam diri pengirim serta bentuk
tingkah laku yang dipilihnya. Semua itu menjadi awal bagi perbuatan
komunikatifnya, yakni mengirimkan suatu pesan yang mengandung isi tertentu (b)
proses kodifikasi pesan oleh pengirim. Pengirim mengubah gagasan, perasaan dan
5
maksud – maksudnya ke dalam bentuk pesan yang dapat dikirimkan (c) proses
pengiriman pesan oleh penerima (d) adanya saluran (channel) atau media melalui
mana pesan dikirimkan (e) proses dekodifikasi pesan oleh penerima. Penerima
menginterpretasikan atau menafsirkan makna pesan (c) tanggapan batin oleh
penerima terhadap hasil interpretasinya tentang makana pesan yang ditangkap. (e)
kemungkinan adanya hambatan (noise) tertentu
3.
Komunikasi Massa
Komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner,
yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media
massa pada sejumlah orang (Mass communication is messages communicated
through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat
diketahui
bahwa
komunikasi
massa
itu
harus
mengunakan
media
massa(Ardianto,2004:3) Ahli komunikasi massa lainnya Joseph A Devito
merumuskan definisi komunikasi masa yang pada intinya merupakan penjelasan
tentang massa serta tentang media yang digunakannya. Devito mengemukakan
definisinya dalam dua item yakni yang pertama adalah komunikasi massa adalah
komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa
banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh
pemancar-pemancar yang audio atau visual. (Ardianto,2004:6)
4.
New Media
Teori media baru merupakan sebuah teori yang dikembangkanoleh Pierre
Levy, yang mengemukakan bahwa media baru merupakan teori yang membahas
mengenai perkembangan media. Dalam teori media baru, terdapat dua pandangan,
pertama yaitu pendangan interaksi sosial, yang membedakan media menurut
kedekatannya dengan interaksi tatap muka. Pierre Levy memandang World Wide
Web (WWW) sebagai sebuah lingkungan informasi yang terbuka, fleksibel dan
dinamis, yang memungkinkan manusia mengembangkan orientasi pengetahuan
6
yang baru dan juga terlibat dalam dunia demokratis tentang pembagian mutual
dan pemberian kuasa yang lebih interaktif dan berdasarkan pada masyarakat.
New Media atau media online didefinisikan sebagai produk dari
komunikasi yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer
digital (Creeber dan Martin, 2009). New Media merupakan media yang
menggunakan internet, media online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel,
berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun secara public
(Mondry, 2008: 13).
5.
Komunikasi Politik
Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara
sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat
komunikan berperilaku tertentu.) Dijelaskan lebih lanjut oleh Windlesham bahwa,
sebelum suatu pesan politik dapat dikonstruksikan untuk disampaikan kepada
komunikan dengan tujuan mempengaruhinya, di situ harus terdapat keputusan
politik yang harus dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan. Ahli
komunikasi lain seperti Dan Nimmo dalam bukunya, political communication and
public opinion in America – menekannya pada efek yang muncul pada komunikan
sebagai akibat dari penyampaian suatu pesan.
Makna tujuan pada definisi Sanders dan Kaid serta Windlesham, dan efek
pada pendapat Dan Nimmo, pada hakikatnya sama; jika ditelaah perbedaannya
hanyalah pada keterlekatan pada komponennya; tujuan melekat pada komponen
komunikator dan efek pada komponen komunikan. Menurut kadarnya efek
komunikasi terdiri dari tiga jenis, yakni efek kognitif, efek afektif dan efek
behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui,
dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi
pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila
ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak.
Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek behavioral
merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola
tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilak.
7
6.
Pemilu
Pemilihan umum untuk selanjutnya disebut pemilu yang diselenggarakan
secara langsung merupakan perwujutan kedaulatan rakyat. Pengakuan tentang
kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan didalam Pasal 1 angka (1) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan “pemilihan umum untuk selanjutnya
disebut pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”.
Makna dari kedaulatan rakyat tersebut adalah:pertama rakyat memiliki
kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih
pemimpin yang akan membentuk pemerintah guna mengurus dan melayani
seluruh lapisan masyarakat. Kedua rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan
menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat,
membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan
anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi
tersebut. Tujuan pemilu menurut ketentuan Dan karenanya bagi suatu negara yang
menyebutnya sebagai negara yang demokrasi, pemilihan umum itu harus
dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu.
7.
Kampanye Hitam (Black Campaign)
Istilah kampanye hitam adalah terjemahan dari bahasa Inggris black
campaign yang bermakna berkampanye dengan cara buruk atau jahat. Secara
umum bentuk kampanye hitam adalah menyebarkan keburukan atau kejelekan
seorang politikus dengan tujuan menjatuhkan nama baik seorang politikus
sehingga dia menjadi tidak disenangi teman-teman separtainya, khalayak
8
pendukungnya dan masyarakat umum. Kampanye hitam tidak sama dengan
kampanye negatif. Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Agus Suprio,
membedakan kampanye hitam biasanya hanya tuduhan tidak berdasarkan fakta
dan merupakan fitnah. Sedangkan kampanye negatif adalah pengungkapan fakta
kekurangan mengenai suatu calon atau partai yang disampaikan secara jujur dan
relevan.
Kampanye hitam biasanya tidak memiliki dasar dan fakta, fitnah dan tidak
relevan diungkapkan terkait parpol maupun tokoh. Menurut Refly Harun (pakar
Hukum Tata Negara Indonesia) mengemukakan bahwa black campaign adalah
cara mendiskritkan kandidat tanpa didukung dengan data dan fakta yang jelas,
sementara kampanye negatif didefinisikan sebagai cara mendiskriditkan kandidat
dengan didukung data dan fakta yang jelas. Secara garis besar, dalam hukum
kampanye hitam jelas dilarang.
8.
Cara Komunikan Menerima Pesan
Teori encoding decoding milik Hall menawarkan nilai teoritis mengenai
bagaimana sebuah pesan diproduksi dan disebarkan. Ia mengkritisi model
komunikasi linier sender/message/receiver yang hanya fokus pada tingkat
pertukaran pesan dan ketidakhadiran sebuah gambaran struktur momen berbeda
sebagai sebuah struktur relasi-relasi yang kompleks (Hall, 1980:117). Menurut
Hall, walaupun media massa cenderung untuk mereproduksi suatu interpretasi
guna memenuhi kebutuhan dari kelas yang berkuasa, mereka berfungsi juga
sebagai medan perjuangan ideologis khalayak. Jadi media juga berfungsi untuk
memperkuat pandangan bersama (consensual) dengan menggunakan idiom –
idiom publik, dan dengan mengklaim bahwa dirinya menyuarakan opini publik.
Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang
dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun
berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi
(produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah
kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan
Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang
9
denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotativeideology). Menurut Hall realitas itu sendiri harus dibentuk melalui proses
produksi ketika diciptakan (di -encode; diubah menjadi kode-kode) dan diterima
(di-decode; diubah menjadi kode-kode kembali oleh si penerima). Persis yang
disampaikan oleh Umberto Eco tentang tanda-tanda ikonik ‘kelihatan seperti
objek-objek dalam dunia real karena tanda tersebut mereproduksi kondisi (code)
persepsi yang ada pada khalayak”. Proses pengodean ini tidak akan tercapai jika
tidak ada kerangka pengetahuan (frameworks of knowledge), relasi produksi
(relations of production), dan infrastruktur teknis (technical infrastructure).
Menurut Hall, dalam encoding dan decoding akan terjadi ketidaksimetrian
antara ‘sumber’ dan ‘penerima’, yang apa disebut sebagai ‘kesalahpahaman’,
tepatnya muncul dari kurangnya ekuivalensi (kesamaan) antara kedua pihak dalam
pertukaran komunikasi. Ada tiga tipe decoding (penyandian balik ) dalam
komunikasi menurut Stuart Hall (Hall, 1980:101) (a) dominant Hegemonic
Position (b) negotiated position (c) oppotitional position
9.
Pemilih Pemula
Pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena
usia mereka baru memasuki usia pemilih. Kelompok pemilih yang berentang usia
17-21 tahun ini adalah mereka yang berstatus pelajar, mahasiswa, serta pekerja
muda. Pada undang-undang Pilpres 2008 dalam ketentuan umun disebutkan
bahwa Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17
(tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin (UU Pilpres 2008: 6).
Sedangkan yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah mereka yang telah
berusia 17-21 tahun, telah memiliki hak suara dan tercantum dalam daftar pemilih
tetap (DPT) serta pertama kali mengikuti pemilihan umum, baik pemilihan
legislatif maupun pemilihan presiden (UU Pilpres 2008: 7). Pemilih pemula
sebagai target untuk dipengaruhi karena dianggap belum memiliki pengalaman
voting pada pemilu sebelumnya, jadi masih berada pada sikap dan pilhan politik
yang belum jelas.
10
Pemilih pemula yang baru memasuki usia hak pilih juga belum memiliki
jangkauan politik yang luas untuk menentukan kemana mereka harus memilih.
Sehingga, terkadang apa yang mereka pilih tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Alasan ini yang menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk dipengaruhi
dan didekati dengan pendekatan materi politik kepentingan partai-partai politik.
Ketidaktahuan dalam soal politik praktis, terlebih dengan pilihan-pilihan dalam
pemilu atau pilkada, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan
lebih memikirkan kepentingan jangka pendek.
Pemilih pemula sering hanya dimanfaatkan oleh partai politik dan politisi
untuk kepentingan politiknya, misalkan digunakan untuk penggalangan masa dan
pembentukan organisasi underbow partai. Di Negara-negara maju dalam usia
pemilih pemula disebut sebagai masa yang sudah matang secara psikologis dan
pada kenyataannya di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih
sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya
mencapai kematangan secara psikologis. Sehingga emosinya masih kurang stabil
dan masih mudah terpengaruh dan goyah pendiriannya (Ahmadi, 2004: 124)
Metodologi
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen pura –
pura/semu (Quasy Experiment) dengan model random (Random Model). Metode
eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan
hubungan sebab akibat antara variable yang sengaja diadakan terhadap variabel
diluar variabel yang diteliti (Narawi & Martini, 1993:130). Dengan demkian,
penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan
manipulasi terhadap objek penelitian (Nazir, 2005:63). Metode penelitian
eksperimen semu berarti penelitian yang mendekati sungguhan dimana tidak
mungkin mengadakan kontrol/memanipulasikan semua variabel yang relevan.
Harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai
dengan batasan – batasan yang ada (Nazir, 2005:73).
Alasan pemilihan metode eksperimen semu ini didasari atas kondisi objek
penelitian yang sulit dirubah sehingga sulit pula untuk membentuk/membuat
11
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang kondisi awalnya sama. Selain
itu, penelitian eksperimen dengan menggunakan manusia sebagai objeknya juga
ditemui banyak hambatan, antara lain: (a) perlakuan mungkin berakibat buruk
pada dan merugikan objek penelitian (b) objek penelitian bilamana terdiri atas
orang dewasa jika mengetahui tengah diberi perlakuan atau diobservasi sering
berlaku tidak wajar. Reaksinya itu mungkin sebagai menyembunyikan gejala yang
diamati atau berlebihan (Nawawi & Martini, 1993:132-133). Model random
diartikan sebagai sebagai kegiatan memilih sesuatu yang tidak dipengaruhi oleh
subjektifitas pemilih. Langkah – langkah dalam penelitian eksperimen menurut
Gay dan Diehl, yaitu (a) pemilihan dan perumusan masalah (b) pemilih objek
penelitian dan instrumen pengukurannya (c) pemilihan desain penelitian (d)
pelaksanaan prosedur penelitian (e) analisis data (f) perumusan kesimpulan
(Kuncoro, 2003:263).
Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre test – post test
yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja yang
dipilih secara random dan tidak dilakukan tes kestabilan dan kejelasan keadaan
kelompok sebelum diberi perlakuan karena dapat dilakukan perbandingan yang
lebih mendalam pada subjek atau kelompok. Desain penelitian one group pre test
– post test ini diukur menggunakan pre test yang dilakukan sebelum diberi
perlakuan dan post test yang dilakukan setelah diberi perlakuan. Dengan demikian
hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat.
Skema one group pre test – post test design ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Skema one group pre test – psot test design
Pre Test
Treatment
Post Test
T1
X
T2
T1 : Tes awal (pre – test) dilakukan sebelum diberi perlakuan
X : Perlakuan (Treatment) diberikan kepada responden dengan
menggunakan sosialisasi
12
T2 : Tes akhir (post – test) dilakukan setelah diberi perlakuan
Pengaruh perlakuan adalah rata – rata selisih pre – test dan post – test dari
satu seri sosialisasi. Treatment yang diberikan pada penelitian ini berupa
sosialisasi yang dirangkum dalam sebuah materi powerpoint presentasi dan
diskusi terbuka. Sosialisasi berisi informasi mengenai pemilu dan black campaign.
Sejarah pemilu, jenis – jenis pemilu, asas – asas pemilu, landasan hukum pemilu
dan keterlibatan masyarakat dalam pemilu serta fenomena pemilu seperti black
campaign. Informasi mengenai black campaign ditekankan pada perbedaan black
campaign dan negatif campaign serta pihak – pihak yang terlibat dan akibat dari
black campaign. Setelah pemberian sosialisasi, kemudian dilaksanakan diskusi
terbuka yang berisi tanya jawab mengenai pemilu dan fenomena – fenomena
pemilu terutama black campaign.
Hasil dan Pembahasan
Data hasil penelitian pemahaman pemilih pemula terhadap black campaign
dapat diuraikan menjadi pernayataan dalam kuisioner, sebagai berikut :
Pemahaman Black Campaign Tidak Berbeda dengan Negative Campaign
Persentase Jawaban
No
Jawaban
1
Sangat Setuju
20.00
2
Setuju
26.67
3
Netral
26.67
4
Tidak Setuju
20.00
5
Sangat Tidak Setuju
6.67
Sebelum Perlakuan
Total
100.00
13
Tabel 1. 2 Tabel Pemahaman terhadap Anggapan Black Campaign
Tidak Berbeda dengan Negative Campaign
Tabel diatas mendeskripsikan bahwa responden, pada kelompok sebelum
perlakuan menunjukan bahwa responden menganggap bahwa Black campaign
tidak berbeda dengan negative campaign,hal tersebut terlihat dari presentase
jawaban sangat setuju dan setuju sebesar 46,67% dan tidak setuju dan sangat tidak
setuju sebesar yaitu 26,67%.
Pemahaman Black Campaign Tidak Berbeda dengan Negative Campaign
Persentase Jawaban
No
Jawaban
1
Sangat Setuju
13.33
2
Setuju
0.00
3
Netral
20.00
4
Tidak Setuju
46.67
5
Sangat Tidak Setuju
20.00
Sesudah Perlakuan
Total
100.00
Tabel 1. 3 Tabel Pemahaman terhadap Anggapan Black Campaign Tidak
Berbeda dengan Negative Campaign
Berbeda setelah perlakuan, responden berpendapat bahwa black campaign
berbeda dengan negative campaign terlihat dari jawaban sangat setuju yang
menurun menjadi 13,33%, dan naik drastis pada jawaban tidak setuju sebesar
46,67%, dan sangat tidak setuju sebesar 20,00%. Dari data presentase tersebut
diketahui bahwa ada perubahan pemahaman dari responden setelah mendapatkan
treatment , yaitu terdapat perbedaan antara Black campaign dengan negative
campaign.
Data hasil penelitian pemahaman pemilih pemula terhadap black campaign
dapat diuraikan menjadi pernayataan dalam kuisioner, sebagai berikut :
14
Saya beranggapan black Campaign merupakan tindakan tidak ada gunanya.
Persentase Jawaban
No
Jawaban
1
Sangat Setuju
33,33
2
Setuju
40,00
3
Netral
26,67
4
Tidak Setuju
0,00
5
Sangat Tidak Setuju
0,00
Sebelum Perlakuan
Total
Tabel 1.4
100,00
Tabel Penerimaan Pesan Responden tentang Black Campaign
yang merupakan tindakan tidak ada gunanya
Tabel diatas mendeskripsikan bahwa responden, pada kelompok sebelum
perlakuan menunjukan bahwa responden menganggap bahwa black campaign
merupakan tindakan yang tidak ada gunanya. Hal itu ditunjukan dengan jawaban
sangat setuju dan setuju sebesar 73,33%.
Saya beranggapan black campaign merupakan tindakan yang tidak ada gunanya
Persentase Jawaban
No
Jawaban
1
Sangat Setuju
53,33
2
Setuju
20,00
3
Netral
26,67
4
Tidak Setuju
0,00
5
Sangat Tidak Setuju
0,00
Sesudah Perlakuan
Total
100,00
15
Tabel 1.5
Tabel
Penerimaan
Pesan
Responden
tentang
Black
Campaign yang merupakan tindakan tidak ada gunanya
Terjadi perubahan setelah perlakuan, hanya saja perubahan tidak cukup
signifikan, dan tidak cukup untuk merubah kesimpulan, hal itu dapat dilihat
dengan hanya terjadi perubahan pada jawaban sangat setuju dan setuju sebesar
73,33%. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa responden tetap beranggapan
bahwa black campaign merupakan tindakan yang tidak ada gunanya.
Bagian ini akan memamaparkan hasil pengitungan data penelitian dengan
program SPSS 23; uji beda dengan T Paired Test, dan Uji deskriptif statistik
frequency.
Uji beda untuk kelompok sebelum dan setelah perlakuan dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan pemahaman pemilih pemula terhadap
Black Campaign, setelah diberikan perlakuan penelitian yaitu berupa sosialisasi
dan diskusi mengenai Black Campaign. Berikut adalah hasilnya:
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1
Pemahaman Black Compaign
Sesudah Perlakuan
Pemahaman Black Compaign
Sebelum Perlakuan
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
42.2667
15
3.03472
.78356
34.6667
15
3.08607
.79682
Dari hasil output di atas diketahui bahwa pemahaman Black Campaign
pemilih pemula sebelum perlakuan rata – rata responden 34.6667, standar deviasi
3.08607, dan rata – rata standard error 0.79682. dibandingkan sebelum perlakuan,
maka terjadi peningkatan sebesar 7.6 setelah diberikan perlakuan penelitian.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberian perlakuan berupa sosialisasi
dan diskusi terbuka mengenai black campaign, dapat merubah pemahaman
mengenai black campaign pada pemilih pemula sebesar 7.6.
16
Paired Samples Correlations
N
Pair 1
Correlation
Sig.
Pemahaman Black Compaign
Sesudah Perlakuan &
15
Pemahaman Black Compaign
.544
.036
Sebelum Perlakuan
Output diatas menyebutkan bahwa korelasi antara pemahaman Black
campaign sebelum dan setelah perlakuan adalah r=0.544 dengan nilai p=0.036.
Artinya, berdasar tabel diketahui bahwa korelasi sebelum perlakuan dan setelah
perlakuan adalah kuat dan signifikan pada taraf kepercayaan 95% denganp<0.05.
Uji beda untuk kelompok sebelum dan setelah perlakuan dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan penerimaan pesan Black campaign pada
pemilih pemula, setelah diberikan perlakuan penelitian yaitu berupa sosialisasi
dan diskusi mengenai Black Campaign. Berikut adalah hasilnya:
Dari hasil output di atas diketahui bahwa penerimaan pesan Black
Campaign pemilih pemula sebelum perlakuan rata – rata responden 32.2667,
standar deviasi 3.43234, dan rata – rata standard error 0.88623. dibandingkan
sebelum perlakuan, maka terjadi peningkatan sebesar 6.5333 setelah diberikan
perlakuan penelitian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberian
perlakuan berupa sosialisasi dan diskusi terbuka mengenai black campaign, dapat
merubah penerimaan pesan black campaign pada pemilih pemula sebesar 6.5333.
17
Output diatas menyebutkan bahwa korelasi antara pemahaman Black
campaign sebelum dan setelah perlakuan adalah r=0.163 dengan nilai p=0.561.
Artinya, berdasar tabel diketahui bahwa korelasi sebelum perlakuan dan setelah
perlakuan adalah kuat dan signifikan pada taraf kepercayaan 95% dengan p<0.05.
Kesimpulan
Berdasar uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
a. Pemilih pemula sebelum perlakuan memiliki kesulitan dalam membedakan
black campaign dengan negatif campaign yang terlihat dari hasil
persentase jawaban sangat setuju, setuju dan netral yang berjumlah 73%
dalam pernyataan black campaign yang tidak berbeda dengan negatif
campaign. Pemilih pemula setelah perlakuan menunjukkan perubahan
pemahaman mengenai perbedaan black campaign dengan negatif
campaign yang terlihat dari hasil persentase jawaban sangat setuju, setuju
dan netral turun menjadi 20 % yang semula sebelum perlakuan 73%
b. Diketahui berdasarkan penghitungan mean pada kelompok sebelum dan
sesudah perlakuan penelitian terdapat perubahan pada penerimaan pesan
black campaign oleh pemilih pemula meskipun tidak signifikan yaitu
sebelum perlakuan adalah 5 orang Dominant hegemonic position
(menerima
pesan
secara
terbuka) 4 orang Negotiated position
(mempertimbangkan pesan yang diterima) , dan 6 orang sebagai
Oppotitional position (menolak pesan yang diterima)
dan setelah
perlakuan adalah 5 orang Dominant hegemonic position (menerima pesan
secara terbuka) 3 orang Negotiated position (mempertimbangkan pesan
18
yang diterima) , dan 7 orang sebagai Oppotitional position (menolak pesan
yang diterima).
c. Media sosialisasi dan diskusi terbuka berpengaruh terhadap pemahaman
dan penerimaan pesan black campaign pemilih pemula sebelum dan
sesudah eksperimen. Ditunjukkan dengan uji beda t – paired test
pemahaman black campaign sebesar p = 0,036 dan penerimaan pesan
black campaign sebesar p = 0,561. Artinya, berdasar tabel diketahui bahwa
korelasi sebelum perlakuan dan setelah perlakuan adalah kuat dan
signifikan pada taraf kepercayaan 95% dengan p<0.05 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan yang sangat signifikan terhadap pemahaman pesan
black campaign sebelum dan sesudah eksperimen yang berupa media
sosialisasi dan diskusi terbuka. Namun terdapat perbedaan yang kurang
signifikan pada penerimaan pesan black campaign pemilih pemula
sebelum dan sesudah eksperimen.
Saran
a. Proporsi responden dalam penelitian selanjutnya diharapkan lebih
seimbang dalam kelompok jenis kelamin
b. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan topik yang lebih spesifik
seperti perbandingan penerimaan pesan black campaign pada pemilih
pemula dan pemilih yang telah berpengalaman.
Daftar Pustaka
Ardianto, E.L.(2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: SImbiosa
Rekatama Media.
Creeber, Glen dan Royston Martin.(2009). Digital Cultures Understanding New
Media. England: McGraw Hill Company.
Effendy, Onong Uchyana.(1992). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Hall, Stuart. (1980).Encoding/Decoding. Dalam Stuart Hall, Doroty Hobson,
Andrew Lowe, dan Paul Wilis (eds.) Culture, Media, Language. London:
Hutchison.
19
Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim.(1998). Hukum Tata Negara Indonesia.
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara UI dan CV Sinar Bakti.
Mondry. (2008).Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. (1993).Penelitian Terapan. Yogyakarta:
UGM Press.
Nazir, Moh.(2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nimmo, Dan. (1993).Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, dan Media).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pudyastomo, Yulius Andre. (2010).Microblogging Paling Populer. Yogyakarta:
Mediakom.
Supratiknya. (1995).Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:
Kanisius.
20
Download