NEUTROFIL MUDA SEBAGAI DASAR DIAGNOSA PENYAKIT AKUT DAN KRONIS :STUD1 KASUS DI RUMAH SAKIT HEWAN IPB FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK REVINA. Neutrofil Muda Sebagai Dasar Diagnosa Penyakit Akut dan Kronis: Studi Kasus di Rumah Sakit Hewan IPB. Dibimbing oleh R.P. AGUS LELANA. Studi kasus ini bertujuan untuk mempelajari penentuan diagnosa akut dan kronis suatu penyakit berdasarkan penarnpakan neutrofil muda pada preparat histologi darah 6 ekor hewan pasien di Rumah Sakit Hewan Bogor. Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) peningkatan presentasi neutrofil sirkulasi memiliki makna terjadinya peradangan (infeksi), (2) peningkatan presentasi neutrofil sirkulasi yang diikuti dengan peningkatan presentasi neutrofil muda memiliki makna terjadinya left shift, (3) besarnya left shift neutrofil dapat dijadikan indikator apakah hewan tersebut berada pada status peradangan akut atau peradangan kronis, (4) presentasi neutrofil muda lebih besar pada peradangan akut daripada peradangan kronis, mengingat neutrofil tersebut telah migrasi dari sirkulasi ke jaringan yang mengalami infeksi, (5) istilah akut dan kronis yang digunakan oleh dokter hewan cenderung didasarkan atas berat-ringannya peradangan. Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam diagnosa, maka disarankan agar dalam mendiagnosa penyakit yang digunakan oleh dokter hewan benar-benar didasarkan atas hasil pemeriksaan diferensial leukosit. Apabila pemeriksaan laboratoris tersebut belum dilakukan maka terminologi yang digunakan adalah peradangan berat atau ringan. ABSTRACT REVINA. Band Neutrophil as the Basis of Acute or Chronic Diagnose: Case Study at Veterinary Hospital IPB. Under the direction of R.P. AGUS LELANA. The objective of this case study is to observe how to appropriately diagnose acute and chronics disease through histological blood smear of six hospitalized pet at the Animal Veterinary Hospital IPB. The observation showed that: (1) the elevation of percentage circulating neutrophil is indicating that an infection occurred, (2) the elevating of percentage circulating neutrophil that followed by the elevation of percentage circulating band neutrophil is indicating that left shift orderly, (3) the degree of the left shift might be the main indicator of the inflammatory status whether acute or chronic, (4) band neutrophil percentage in acute inflammation will be higher than in chronic condition, due to the increasing migration of neutrophil from circulation to infection tissue, (5) the terminology of acute or chronic disease that used by veterinary practices is tendenciously base on mild or severe inflammation. In order to eliminate dispute on its diagnosing, leucocyte differential examination should be used as the basis disease diagnose. NEUTROFIL MUDA SEBAGAI DASAR DIAGNOSA PENYAKIT AKUT DAN KRONIS : STUD1 KASUS DI RUMAH SAKIT HEWAN IPB REVINA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Neutrofil Muda Sebagai Dasar Diagnosa Penyakit Akut dan Kronis : Studi Kasus di Rumah Sakit Hewan IPB Nama : Revina : B 04104901 NIM Menyetujui Pembimbing 1 Drh. R. P. Aeus Lelana. SpMP, M.Si. NIP. 131433988 \2 5 JAN ZoD8 Tanggal LUIUS : L RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya tanggal 7 September 1984. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ngumbar Agung dan Ibu Sri lestari. Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidiltan dasar di SD Hang Tuah X kota Surabaya, Jawa Timur. Pada tahun yang sama penulis rnelanjutkan sekolah ke SMP Kristen Petra V Surabaya hingga tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah di SMUN 1 Surabaya dan lulus tahun 2002. Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Airlangga melalui jalur SPMB dan tercatat sebagai Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan. Penulis meneruskan studi di Fakultas Kedokteran Hewan lnstitut Pertanian Bogor pada tahun 2004. Selama ~nenjadi mahasiswa penulis alaif dalam organisasi Himpunan Minat Profesi Ornithology. KATA PENGANTAR Tema yang dipilih dalam studi kasus yang dilaksanakan dari bulan Desember 2006 sampai Februari 2007 ini adalah diagnosa penyakit, dengan judul Neutrofil Muda Sebagai Dasar Diagnosa Penyakit Akut dan Kronis : Studi Kasus di Rumah Sakit Hewan IPB. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh kecintaan penulis terhadap hewan kecil terutama kucing dan anjing dan keinginan penulis untuk menjadi praktisi di dunia medis veteriner. Karya ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan tentaug diagnosa penyakit pada hewan secara tepat lewat pemeriksaan neutrofil muda yang nampak pada preparat ulas darah sedingga diharapkan pemberian terapi dapat dilakukan dengan tepat dan akurat. Dalam kesempatan ini penulis ingin memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT sehingga karya ihniah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Rumah Sakit Hewan IPB, DarmagaBogor atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian, Bapak drh. R. P. Agus Lelana, SpMP, M.Si selaku pembimbing skipsi dan bapak drh Huda Darusman selaku pembimbing penelitian, Bapak drh Fadjar Satrija, Msc selaku peinbimbing akademik, orang tua, adik dan teman-teman semua atas doa, dukungan dan bantuannya sehingga skripsi ini terselesaikan. Penulis UCAPAN TERINIA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Neutrofil Muda Sebagai Dasar Diagnosa Penyakit Akut dau Kronis : Studi Kasus di Rumah Sakit Hewan IPB. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak drh. R. P. Agus Lelana, SpMP, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan sabar serta pengarahan dan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Bapak drh. Fadjar Satrija, Msc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi saran, pengarahan dan bimbingan selama ~nenjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan IPB-Bogor 3. Ibu Dr. Drh. Anita Esfandiari, MSi atas kesediaannya menjadi dosen penguji baik pada saat seminar maupun sidang atas skripsi ini. 4. Bapak drh. Huda Darusman, Ibu Dr. Drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc, Bapak Dr. Drh Endang Rahman, MS dan Ibu drh Retno Wulansari, Msi, PhD yang telah memberikan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Prof drh. Dondin Sajuthi, PhD selaku Direktur RSH-IPB dan lbu Drh. Ekowati Handharyani, MSi., Phd selaku Wakil Direktur RSH-IPB yang telah memberikan izin dan pengarahan selama penelitian. 6. Papa, Mama, Wawa, Mas Delly, Inar dan keluarga Surabaya yang selalu memberi kasih sayang, doa dan dukungan serta ~notivasiyang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Segenap pihak Rumah Sakit Hewan IPB: mbak Rahmi, pak Yadi dan pihak keamanan RSH yang telah memberikan fasilitas dan bantuan selama pelaksanaan penelitian. 8. Teman-teman yang telah membantu penulis selama penelitian: Cu2t, Vando, Reti, Soko (untuk informasi pasien Momo). 9. Adam, Candra, Bone, Zulfa, Intan, Teo, Ais, Eja, Uchu, Ramlah, Pritta, Lia, Irvan, Nisa, Nita, Wanta, Budi, Jani, Anin, Irvan, Winny atas perhatian dan segala bantuan yang telah diberikan. 10. Madhumita Sirindon, Bang Efri, Uwie, Om Didit, Romie, Mas Apit, Lina, Karsa dan keluarga Vila Cempaka 18 atas segala bantuan, dukungan, arahan, kebersamaan dan segala kenangan yang tidak mungkin terlupakan. 1 1. Teman-teman FKH 40 dan 41 atas segala dukungannya. 12. Staf laboratorium Fisiologi dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa karya illniah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga penelitian ini dapat memherikan manfaat bagi ilmu kedokteran hewan dan masyarakat pada umumnya. Bogor, 7 September 2007 Revina DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR IS1 ................................................................................................ ... ... 111 DAFTAR TABEL .................................................................................. v DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... vii I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................. . . .......................................................................... 1.2 Tujuan Penel~t~an .. 1.3 Manfaat Penel~t~an........................................................................... 1 2 2 I1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah ......................................................................................... 3 2.2 Sel Darah Putih (Leukosit) ........................................................... 3 2.2.1. Granulosit ........................................................................... 4 a.Neutrofil ........................................................................ 4 b .Neutrofil muda .......................................................... 5 b . Eosinofil ......................................................................... 5 c. Basofil .......................................................................... 6 2.2.2. Agranulosit ....................................................................... 7 a.Limfosit ................................................................... 7 b Monosit ........................................................................ 8 2.3. Peradangan ....................................................................................... 9 2.3.1. Peradangan .......................................................................... 9 2.3.2. Tipe Peradangan ................................................................. 10 2.3.3. Peradangan dan Metabolisme Arachidonat ......................,.,,11 . I11. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Teinpat Penelitian ........................................................ .. 3.2. Materi Penelitlan ..................................................................... 3.3. Metode Penelitian ........................................................................ 3.3.1. Pengambilan Sampel Darah .............................................. 3.3.2. Pembuatan dan Pewamaan Preparat Ulas Darah ................ 3.3.3. Penghitungan Diferensiasi Leukosit .................................. 3.4. Parameter yang Diamati ......................................................... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 16 16 16 16 17 17 4.1. Hasil ........................................................................................ 18 4.2. Gambaran Umum ......................................................................... 18 4.3. Pembahasan ............................................................................... 20 4.3.1. Kasus Diare (Anjing Tono) ................................................ 20 4.3.2. Kasus Tumor (Anjing Bella) ............................................. 21 4.3.3. Kasus Babesiosis (Anjing Happy) ..................................... 21 4.3.4. Kasus Maserasi (Anjing Buddy) ........................................ 22 4.3.5. Kasus Pyoderma (Anjing Moino) ...................................... 23 4.2.6. Kasus Enteritis (Kucing Molly) ......................................... 24 VI .KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ................................................................................... 5.2. Saran .......................................................................................... 26 26 VI . DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 27 VII. LAMPIRAN .................................................................................... 31 DAFTARTABEL Halaman 1. Rata-rata persentase diferensiasi leukosit pada pasien anjing 2 . Rata-rata persentase diferensiasi leukosit pada kucing 3 . Pemetaan status peradangan pada 6 pasien RSH-IPB ............... 18 .......................... 19 ............................ 25 DAFTAR GAMBAR Halaman ................................................................................................ 5 Neutrofil muda ....................................................................................... 5 Eosinofil ............................................................................................ 6 Basofil ................................................................................................... 6 Limfosit ............................................................................................ 8 Bagan pembentukan metabolit-metabolit radang .................................. 15 1. Neutrofil 2. 3. 4. 5. 6. 7. Grafik rata-rata persentase band neutrofil pada masing-masing hewan .. 19 DAFTAR LAMPIRAN Halaman .............................................. Gambaran sel leukosit pada anjing Bella .............................................. Gambaran sel leukosit pada anjing Happy ............................................ Gambaran sel leukosit pada anjing Buddy ........................................ Gambaran sel leukosit pada anjing Momo ........................................... Gambaran sel leukosit pada kucing Molly ............................................ 1. Gambaran sel leukosit pada anjing Tono 31 2. 32 3. 4. 5. 6. 33 34 35 36 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam mendiagnosa penyakit hewan diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Perneriksaan laboratorium ini umumnya bersifat konfirmatif sehingga diperoleh diagnosa kausalis yang bersifat definitif. Salah satu kesulitan yang sering dihadapi oleh dokter hewan adalah dalam memperoleh alasan yang kuat untuk menentukan apakah penyakit hewan tersebut berjalan akut atau kronis sehingga terapi yang akan diberikan dapat lebih akurat. Menurut Meyer et a1 (1992), salah satu indikator yang sering digunakan untuk menentukan perjalanan penyakit itu bersifat akut atau kronis adalah dengan melihat keberadaan neutrofil muda (band) yang berada dalam sirkulasi darah. Menurut Guyton (1997), neutrofil merupakan salah satu tipe dari sel darah putih yang memiliki peranan penting dalam melindungi tubuh guna melawan penyakit dan infeksi. Neutrofil dikenal sebagai garis pertahanan pertama yang bekerja sangat cepat apabila terdapat mikroorganisme asing atau agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Neutrofil memiliki kemampuan keluar dari sirkulasi darah menuju jaringan tempat terjadinya infeksi untuk membunuh bakteri sebagai respon terhadap infeksi tersebut melalui proses fagositosis dan membersihkan sisa jaringan yang rusak. Menumt Dellman dan Brown (1989) apabila neutrofil darah meningkat dapat diindikasikan bahwa terjadi peradangan (inflamasi) dalam tubuh akibat masuknya agen penyakit rnaupun benda asing. Umulnnya neutrofil secara normal memerlukan waktu sekitar 10 jam di dalam sirkulasi darah sebelum masuk ke dalarn jaringan yang mengalami infeksi. Menurut Hoskins et a1 (1962), reaksi inflamasi menimbulkan respon siskemik berupa leukositosis dimana jumlah leukosit total dalam sirkulasi darah meningkat akibat dari meningkatnya jumlah total neutrofil yang bersirkulasi. Tujuan Penelitian Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui gambaran diferensiasi leukosit pada hewan kecil khususnya anjing dan kucing dengan profil neutrofil muda sebagai dasar diagnosa suatu penyakit. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai terjadinya leukositosis yang berkaitan dengan proses perjalanan penyakit yang bersifat akut ataupun kronis. Secara luas orientasi penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan dalam mendiagnosa penyakit hewan kecil secara tepat sehingga terapi yang diberikan dapat akurat. TINJAUAN PUSTAKA Darah Darah adalah salah satu cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup yang tersusun atas plasma dan sel darah. Volume darah umumnya 6-8% dari berat badan, dipengaruhi oleh faktor umur, status kesehatan, makanan, ukuran tubuh, laktasi, derajat aktivitas dan lingkungan. Menurut Marieb (1988), sel darah dibentuk oleh tiga elemen yakni, sel darah merah (erithrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah. Fungsi darah menurut Philips (1976) adalah sebagai alat transportasi yang bekerja dengan cara: (1) bersirkulasi membawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh, (2) mengirim oksigen dari jantung ke jaringan sel dan karbondioksida dari jaringan ke paruparu, (3) membawa sisa-sisa metabolisme dari jaringan sel ke ginjal untuk diekskresikan, (4), mempertahankan sistem keseimbangan dan buffer. Leukosit Leukosit merupakan unit aktif dari sistem pertahanan tubuh. Pembentukan leukosit sebagian di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe yang diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk digunakan (Macer 2003). Fungsi dari leukosit menurut Guyton (1997) adalah menghancurkan agen penyerang dengan proses fagositosis dan membentuk antibodi yang dapat menghancurkan atau membuat benda asing menjadi tidak aktif. Menurut Leukosit dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni granulosit yang memiliki butir khas dan jelas dalam sitoplasma dan agranulosit yang tidak memiliki butir yang khas dalam sitoplasma. Granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil dan basofil. Sedangkan agranulosit dibagi menjadi dua, yaitu limfosit dan monosit. Masingmasing mempunyai fungsi dan kinetik yang independen dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi. Granulosit Neutrofil Neutrofil menurut Tortola dan Anagnostakos (1990), merupakan komponen leukosit agranulosit terbesar yang jumlahnya berkisar antara 35-75%. Neutrofil berbentuk bulat dengan ukuran 10-12 pm. Sitoplasma berwarna merah muda dengan granul sitoplasma bewanla netrofilik dan sedikit azurofil. Hipersegmentasi inti terjadi pada segmen neutrofil dengan jumlah segmen inti lebih dari lima, sedangkan band neutrofil adalah neutrofil muda dengan inti berbentuk tapal kuda. Fungsi utama neutrofil adalah fagositosis dan mikrobiosidal. Menurut Guyton (1997), neutrofil merupakan salah satu tipe dari sel darah putih yang betperan penting dalam melindungi tubuh dalam melawan penyakit dan infeksi lewat proses fagositosis. Menurut Dellmann dan Brown (1989), neutrofil merupakan garis pertahanan pertama yang mampu keluar dari sirkulasi darah menuju jaringan tempat terjadinya peradangan akibat infeksi bakteri atau agen penyakit lainnya. Fungsi neutrofil terjadi secara efisien dalam jaringan dan efektivitasnya dipengaruhi oleh defisiensi beberapa komponen selular atau humoral, obat-obatan dan produk toksik bakterial. Neutrofil di dalam sirkulasi akan bertahan hidup selama 4-10 jam, sedangkan di dalam jaringan akan bertahan hidup selama 1-2 hari (Metcalf 2006). Jumlah neutrofil dipengaruhi oleh keseimbangan permintaan jaringan ekstravaskular, tingkat granulopoiesis, laju pelepasan darah dari sumsum tulang, pertukaran antara sel di dalam sirkulasi dan di dalam pool marginal, masa hidup di dalam sirkulasi darah, laju aliran sirkulasi darah dan tingkat aktivitas sumsum tulang (Jain 1993). Pembentukan utama neutrofil di dalam stem sel dalam sumsum tulang merah dari terdiri dari : (1) stem sel; (2) pool proliferasi; (3) pool maturasi. Proses pembentukan neutrofil diawali dengan bentuk : progranulocyte, inyelocyte, metanzyelocyte, neutrofil muda (band neuhofil) dan terakhir adalah neutrofil matang (segment neutrofil). Gambar 1 Neutrofil (Laszlo 2006) Neutrofil Muda Neutrofil muda atau band neutrofil menurut Ham clan Leeson (1961) mempunyai nukleus seperti tapal kuda. Menurut Meyer et a1 (1992), salah satu indiiator yang sering digunakan untuk menentukan perjalanan penyakit itu bersifat akut atau kronis adalah adanya peningkatan neutrofil muda yang berada dalam sirkulasi darah dalam jumlah y a w lebih dari normal. Neutrofil muda secara normal memerlukan waktu sekitar 10 jam di dalam sirkulasi darab sebelum masuk ke dalam jaringan yang mengalami infeksi. Apabila infeksi meningkat, neutrofil muda akan dikeluarkan dari pool sumsum tulang. Gambar 6 Band Neutrofil (Laszlo 2006) EosinoM Eosinofil adalah granulosit polimorfonuklear-eosinofilii dengan ukuran hampir sama dengan neutrofil dengan sifat fagositik yang relatif lemah. Menurut Sturkie dan Grimrninger (1976), eosinofil memiliki granul bundar dan relatif lebih besar, benvama merah dengan pewamaan Wright's. Granul pada sitoplasmanya mengambil warm eosinofilik yang h a t . Menurut Caceci (1998), inti eosinofilik memilii dua lobus dengan bentuk yang &as, tidak multilobus seperti pada dengan neutrofil. Dalam keadaan normal, eosinofil merupakan 2 persen dari komponen darah sel darah putih. Eosinofil berperan aktif dalam pengaturan respon alergi dan peradangan akut, infeksi parasit (cacing dan beberapa protozoa), proses koagulasi dan fibrinolisis, antigen-antibodi kompleks, mikoplasma dan ragi @ellman dan Brown 1989). Menurut Tizard (1988), eosinofil mempunyai dua fungsi istimewa. Pertarna, menyerang dan menghancurkan kutikula larva cacing. Kedua, dapat menetralkan faktor radang yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil dalam reaksi hipersensitifitas tipe 1. Menurut Raphael (1987), eosinofil dalam reaksi alergi berperan sebagai pembawa histamin pada reaksi pertahanan tubuh dimana eosinofil akan tertarik pada daerah radang oleh faktor kemotaktik eosinofil. Pada jaringan yang mengalami reaksi alergi, eosinofil cenderung untuk berkumpul. Hal ini menurut Guyton (1997) disebabkan oleh induksi dari sel mast dan basofil yang ikut serta berperan dalam reaksi alergi dalam pelepasan faktor kemotaktik eosinofil sehingga terjadi migrasi eosinofil ke jaringan alergik yang meradang. Eosinofil dibentuk dalam sumsum tulang dengan siklus hidup kurang dari lebih satu minggu @oxey, 1971). Gambar 2 Eosinofil (Laszlo 2006) Basofil Basofil adalah granulosit yang bersifat polimorfonuklear-basofilik, yang memiliki warna biru dengan pewarnaan. Menurut Metcalf (2006), sel ini berjumlah 0,s-1% dari jumlah total leukosit. Ukuran basofil sedikit lebih besar dari neutrofil, dengan inti berbentuk bulat dan sitoplasmanya relatif tidak benvarna (Sturkie dan Grimminger 1976). Basofil menurut Tizard (1988) mempunyai fungsi yang menyerupai sel mast, yakni membangkitkan proses peradangan akut pada tempat deposisi antigen dengan melepaskan mediator seperti histamin, bradikinin dan serotonin untuk aktivitas peradangan dan alergi. Menurut Dellman clan Brown (1989), basofil juga juga ikut berperan dalam metabolisme trigliserida dan memiliki reseptor untuk IgE dan IgG yang menyebabkan degranulasi melalui eksositosis. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotakti. Heparin berfungsi untuk mencegah pembekuan darah dan mempercepat pelepasan jaringan lemak dari darah, sedangkan histamin berfungsi untuk menarik eosinofil (Ganong 1995). Gambar 3 Basofil (Laszlo 2006) Agranulosit Limfosit Limfosit adalah leukosit agranulosit yang memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi (Sturkie dan Grimminger 1976). Berdasarkan morfologinya, limfosit dibedakan menjadi tipe besar dan tipe kecil. Tipe kecil merupakan limfosit dewasa dengan diameter 8 pm, perbandingan sitoplasma inti sebesar 1:9, inti bulat heterokromatik dan dikelilmgi oleh lingkaran tipis sitoplasma. Lirnfosit muda merupakan tipe limfosit besar yang jarang ditemukan dalam peredaran darah. Mempunyai diameter 12 pm dengan perbandingan sitoplasma inti 1:1, inti melekuk heterokromatik dan d i k e l i l i i oleh sitoplasma (Microanatomy 1999). L'dosit dibentuk di dalam sumsum tulang d m sebagian lagi dibentuk di dalam limphonodus, timus, dan limpa (Ganong 1995). Limfosit berjumlah Era-kira 25% dari leukosit yang bersirkulasi. Menurut Tizard (1988), fungsi utama liifosit adalah memproduksi antibodi sebagai respon kekebalan spesifik atau sebagai sel efektor khusus dalam menanggapi antigen yang melekat pada makrofag. Limfosit memiliki 2 jenis utama yakni, limfosit T dan lidosit B. Limfosit B jumlahnya lebii sedikit dibandingkan limfosit T, hanya sekitar 1&12 % dan berperan dalam reaksi kekebalan humoral yang akan tumbuh menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi (Tizard 1988). Gambar 4 Limfosit (Laszlo 2006) Monosit Monosit merupakan leukosit agmnulosit terbesar yang diproduksi di sumsum tulang, memiliki jumlah antara 3%% dari jumlah leukosit total di dalam darah (Ivfetcalf 2006). Monosit mempunyai sitoplasma lebih banyak dibandingkan limfosit, berwarna abu-abu pucat dan merniliki inti tunggal berbentuk lonjong seperti ginjal atau tapal kuda. Monosit mempunyai siklus hidup singkat dalam sirkulasi darah yakni sekitar 2,5-3 hari. Monosit bersifat motil, berpindah dengan gerakan amuboid ke daerah yang mengalami infeksi (peradangan) kronis mengikuti neutrofil untuk melakukan respon fagosit (Ganong 1995). Menurut Tizard (1988), monosit akan masuk ke dalam jaringan dan akan berubah menjadi makrofag. Menurut Frandson (1986), monosit di dalam sirkulasi darah diienal sebagai sistem fagositik mononuclear (mononuclear phagositic systemlMPS) terhadap infeksi yang tidak terlalu akut. Monosit memiliki peran penting dalam reaksi imunologi dengan membentuk protein dari suatu komplemen clan mengeluarkan substansi yang mempengaruhi terjadiiya proses pemdangan kronis (Swenson et a1 1993). Menurut Guyton (1997), monosit di dalam sirkulasi darah memiliki sedikit kemampuan dalam melawan bahan infeksius, kemudian masuk ke dalam jaringan untuk menjadi makrofag jaringan. Selain itu, monosit juga mensekresikan kolagenase, elastase, dan aktivator plasrninogen yang berguna dalam proses penyembuhan luka dan fagositosis (Tizard 1988). Gambar 5 Monosit (Laszlo 2006) Peradangan Peradangan menurut Guyton (1997) adalah respon tubuh terhadap kerusakan yang sering diakibatkan oleh infeksi parasit dan bakteri. Proses peradangan ditandai dengan adanya: (1) peningkatan aliran darah secara berlebih akibat dari vasodilatasi pembuluh darah, (2) peningkatan cairan ke dalam ruang interstitial akibat kenaikan permeabilitas kapiler, (3) migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, (4) pembengkakan jaringan, (5) peningkatan temperatur dan (6) adanya rasa sakit (Anonim 2007a). Beberapa produk jaringan yang berhubungan dengan timbulnya reaksi peradangan diantaranya adalah: histamin dan prostaglandin. Histamin yang terkandung di dalam sel mast apabila dilepaskan akan menstimulasi peningkatan aliran darah dan kebocoran cairan serta protein menuju ruang jaringan sehingga menyebabkan warna kemerahan serta kebengkakan. Sedangkan pelepasan prostaglandin akan mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh di hipotalamus yang mengakibatkan kenaikan suhu tubuuhldedemam. Menurut Hoskins et a1 (1962), reaksi peradangan menimbulkan respon sistemik berupa teukositosis dimana jumlah leukosit total dalam sirkulasi darah ~neningkatakibat dari meningkatnya jumlah total neutrofil yang bersirkulasi. Menurut Jain (1993), peningkatan migrasi neutrofil ke dalam jaringan sebagai respon terhadap adanya jaringan yang rusak, reaksi radang atau kemungkinan adanya infeksi mikroorganisme, sehingga akan merangsang peningkatan aktivitas jaringan mieloid dan limfoid untuk memproduksi neutrofil lebih banyak lagi dan melepaskannya ke dalam sirkulasi. Menurut Meyer et a1 (1992), peradangan akut akan mengakibatkan peningkatan marginasi dan migrasi neutrofil ke daerah radang sehingga terjadi penurunan tiba-tiba dari neutrofil yang bersirkulasi yang akan menstimuli sumsuln tulang untuk produksi dan pelepasan band neutrofil ke sirkulasi darah beberapa jam kemudian. Menurut Guyton (1997), neutrofil inasuk ke dalam jaringan dipengaruhi oleh keberadaan faktor-faktor kemotaktik dan peningkatan penneabilitas pembuluh darah sehingga leukosit dalam sirkulasi mampu melakukan diapedesis. Sel neutrofil di dalam jaringan mampu menyerang dan menghancurkan bahan patogen seperti virus dan bakteri dengan kemampuannya dalam fagositosis dan kemotaksis. Menurut Doxey (1971), neutrofil memiliki enzim lisosom sehingga mampu menghancurkan jaringan yang rusak di dalam tubuh. Secara patologis, peningkatan band neutrofil menunjukkan adanya respon aktif neutrofil dalam melawan infeksi tubuh. Persentase normal band neutrofil anjing dan kucing pada sirkulasi darah menurut Plumb (2005), berkisar antara 0-1%. Tipe Peradangan Menurut Cooper dan Slauson (1982), reaksi peradangan menurut durasi terjadinya terbagi atas peradangan perakut, akut, subakut dan kronis. Peradangan perakut terjadi dalam durasi yang paling singkat yakni beberapa saat setelah tahap inisiasi. Kerusakan jaringan disertai respon vaskular mulai terlihat seperti oedema ringan, hiperemia, hernoraghi dan sejumlah leukosit yang mulai melakukan infiltrasi ke dalam jaringan yang rusak. Sedangkan peradangan akut terjadi dalarn 4-6 jam setelah inisiasi dalam beberapa hari dengan gejala klinik yang lebih jelas terlihat. Pada peradangan akut, sitokin akan menstimulasi peningkatan pelepasan baik segmen neutrofil dan band neutrofil ke dalam sirkulasi darah sehingga menghasilkan suatu kondisi yang disebut dengan netro$lia with a leJi shij?. Pada peradangan subakut akan terjadi penurunan derajat keparahan dan koutribusi vaskular (edema dan hiperemia). Peradangan yang bersifat kronis terjadi dengan durasi yang paling lama dengan proses yang lambat. Selain itu dapat dilihat adanya respon jaringan tubuh untuk memperbaiki kerusakan pada sel. Menurut Cooper dan Slauson (1982), pada peradangan kronis terjadi sebagai akibat adanya peradangan yang bersifat persisten karena ketidakmampuan tubuh host untuk rnenghilangkan infeksi. Kondisi ini akan mengakibatkan migrasi neutrofil dari proliferation pool, ntatzwation pool dan storage pool pada sumsum tulang ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan akan neutrofil sehingga jumlah band neutrofil di sirkulasi darah akan menurun berkaitan dengan adanya respon kekebalan tubuh untuk mengatasi peradangan. Respon kekebalan ini muncul berkaitan dengan durasi peradangan yang cukup lama dan menjadi bagian dari sifat persistensi agen infeksi. Menurut Anonim (2007a), produk yang dihasilkan akibat adanya invasi bakteri akan direspon oleh toll-like receptors (TLRs) dengan pengaktifkan inj'lainiitasornes. Inflatnnmasontes atau disebut juga caspase-l merupakan bagian dari komplek multi protein pada sitosol makrofag dan neutrofil yang mengawali respon atas inflamasi dengan mengaktifkan sistem imun tubuh. Respon dari toll-like receptors (TLRs) yakni peradangan sangat erat kaitannya dengan siste~nkekebalan tubuh (Anonim 2007a). Menurut Cooper dan Slauson (1992), besarnya respon dari neutrofil menunjukkan keadaan suatu proses peradangan. Sedangkan tingkat keparahan suatu peradangan ditunjukkan oleh banyaknya band neutrofil yang bersirkulasi. Peradangan dan Metabolisme Asam Arachidonat Kerusakan sel akibat adanya noksi akan membebaskan berbagai mediator atau substansi radang antara lain histarnin, bradikinin, kalidin, serotonin, prostaglandin, leukotrien dan lain sebagainya. Histamin terdapat pada semua jaringan juga pada leukosit basofil. Di dala~njaringan, histamin disimpan dalarn sel mast dan dibebaskan sebagai hasil interaksi antigen dengan antibodi IgE pada pennukaan sel mast, berperanan pada reaksi hipersensitif dan alergi. Substansi tersebut merupakan mediator utusan pertama dari sedemikian banyak mediator lain, segera muncul dalam beberapa detik. Reseptor-reseptor histamin adaiah HI dan Hz. Stimulasi pada kedua reseptor ini menyebabkan vasodilatasi pada arterial dan pembuluh darah koronaria, merendahkan resistensi kapiler dan menurunkan tekanan darah sistemik. Pada reaksi radang permeabilitas kapiler meningkat karena dibebaskannya histamin (Mutschler 1991; Garrison 1991). Prazat kalikrein ialah kalikreinogen yang tidak aktif terdapat dalam pankreas, mukosa usus dan plasma darah. Kalikreinogen diaktivasi oleh faktor Hageman, melalui penguraian enzimatik dihasilkan kinin aktif yaitu bradikinin dan kalidin, keduanya autakoid. Sebagai mediator radang bradikinin dan kalidin bereaksi lokal, menimbulkan rasa sakif vasodilatasi, meningkatkan per~neabilitas kapiler dan berperan meningkatkan potensi prostaglandin (Mutschler, 1991; Garrison 1991). Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-Hf), dalam konsentrasi tinggi terdapat pada platelet darah, perifer mukosa usus dan di beberapa bagian otak. Salah satu reseptor 5-Hf yang terdapat pada membran platelet ialah 5-Hf 2, jika distimulasi akan meningkatkan agrerasi platelet (Garrison 1991). Mediator eikosanoid berasal dari dua famili berbeda, dari alur siklooksigenase dihasilkan prostaglandin dan dari alur lipoksigenase dihasilkan leukotrien, termasuk semua senyawa yang masih berhubungan dengan keduanya. Sebagai prazat adalah asam arakidonat. Prostaglandin (PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang, lebih tepat dikatakan sebagai modulator dari reaksi radang. Sebagai penyebab radang, PG bekerja lemah, berpotensi kuat setelah berkombinasi dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal, autakoid seperti histamin, serotonin, PG lain dan leukotrien. Prostaglandin paling sensibel pada reseptor rasa sakit di daerah perifer. Prostaglandin merupakan vasodilator potensial, dilatasi terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan postkapiler venula. Walaupun PG merupakan vasodilator potensial tetapi bukan sebagai vasodilator universal (Campbell 1991). Selain PG dari alur siklooksigenase juga dihasilkan tromboksan. Tromboksan A2 berkemanlpuan menginduksi agregasi platelet maupun reaksi pembebasan platelet (Campbell, 1991). Dari alur lipoksigenase dihasilkan mediator leukotrien (LT) dan hidroksi asam lemak. Mediator LTB4 potensial untuk kemotaktik leukosit polimorfonuklir, eosinofil dan monosit. Pada konsentrasi lebih tinggi LTB4 menstimulasi agregasi leukosit polimorfonuklir. Mediator LTB4 mengakibatkan hiperalgesia. Efek terhadap mikrovaskulatur diinduksi oleh LTC4 clan LTD4, beraksi di sepanjang endotel dari postkapiler venula yang rnenyebabkan eksudasi plasma. Pada konsentrasi tinggi LTC4 dan LTD4 mempersempit arteriol dan mengurangi eksudasi. Kombinasi LTC4 dan LTD4 merupakan mediator baru, dinamakan slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A) yang dapat menyebabkan peradangan, reaksi anafilaksi, reaksi alergi dan asma (Campbell 1991). Platelet-activating factor (PAF) disirnpan di dalam sel dalarn bentuk prazat. PAF disintesis oleh platelet, neutrofil, monosit, sel mast, eosinofil dan sel mesangial ginjal. PAF merupakan stimulator agregasi platelet, agregasi leukosit polimorfonuklir dan monosit, meningkatkan potensi LT, pembebasan enzim lisoson~aldan superoksida, juga melupakan faktor ketnotaktik eosinofil, neutrofil dan monosit (Campbell 1991). Asam arachidonat merupakan salah satu jenis dari asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty AcidlPUFA) disamping asam linoleat dan asam linolenat, Dokosa Heksa Enoat @HA), dan Eikosa Penta Etanoat (EPA) yang diproduksi dari membran fosfolipid. Dalam keadaan bebas tapi dalam konsentrasi yang sangat kecil asam ini berada di dalam sel. Pada biosintesis eikosanoid, asam arachidonat akan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrolase. Besar kecilnya pembebasan tergantung dari kebutuhan enziill pensintesis eikosanoid. Kebutuhan ini ditentukan dari seberapa besar respons yang diberikan terhadap stimulasi penyebab radang (Campbell 1991). Makanan yang tnengandung asam lemak ini diantaranya adalah minyak kanola, sayuran, minyak kedelai, ikan laut, walnuts danpeacans (Anonim 2007b). Metabolisme asam arachidonat melalui beberapa jalur enzimatik dapat tnembangkitkan lemak bioaktif yang memiliki efek yang kuat terhadap homeostasis, peradangan dan perbaikan jaringan yang rusak. Adapun dua jalur utama dari metabolisme ini adalah:(l) jalur 5-lipoxygenase, yang menghasilkan leukotrienes, dan (2) jalur cycioxygenase (jalur COX), yang menghasilkan prostaglandin Hz (PGH2). PGH2 ini akan menyediakan substrat bagi dua jalur enzimatik lagi dengan prostaglandin dan tromboxanes sebagai hasil akhir. Jalur cyclooxygenase merupakan salah satu jalur dari metabolisme asam arachidonat yang dapat menghambat kerja obat terhadap reseptor target obat lewat stimulasi pelepasan cyclooksigenase yang merupakan target utama dari aspirin, ibuprofen dan obat-obatan lainnya yang umumnya digunakan sebagai anti inflamasi dan penghilang rasa sakit. Selain pengaruh terhadap kerja obat, metabolisme asam arachidonat juga dipengartihi oleh asupan diet yang diberikan. Pemberian pakan yang banyak mengandung daging hewan, secara langsung dapat merangsang akumulasi dari asam arachidonat di jaringan yang juga menghasilkan efek yang sama yakni menstimulasi pelepasan cyclooksigenase ke jaringan. Sebaliknya, pakan yang banyak mengandung ikan atau minyak ikan tnetniliki kecenderungan untuk menekan akumulasi asam arachidonat di jaringan dan produksi dari lemak bioaktif. Penghambatan pembebasan asam arakidonat akan lnengakibatkan terhambatnya sintesis prostaglandin dan leukotrien, sehingga proses peradangan dapat terhambat. Sedangkan pelepasan cyclooksigenase di jaringan dapat menstimulasi pelepasan hormon prostaglandin dan leukotrienes yang merupakan mediator potensial dari proses peradangan (McEntee 2007). I Membran fosfolipid fosfolipase \/vCOOH / Asam arachidonat (AA) n Cyclooxygenase U Prostaglandin Hz (PGH2) p G & G zThromboxanes - q m Gambar 7 Bagan pembentukan metabolit-metabolit radang (Anonim 2007a) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gambaran Umum Berikut ini disajikan tabel hasil pemeriksaan differensial leukosit pada pasien RSH-IPB. Secara umum dapat dikatakan bahwa gambaran leukosit pada semua pasien cenderung mengalami left shift; yaitu gambaran presentasi neutrofil yang meningkat diikuti dengan peningkatan neutrofil muda (tabel 1 dan tabel 2). Hal ini dapat dikatakan bahwa semua pasien mengalami peradangan (infeksi), sesuai dengan yang disebutkan oleh Ganong (1995), Tizard (1988) Guyton (1997), Hoskins et a1 (1 962). Pada tabel 1 dan 2 disajikan hasil diagnosa yang diberikan dokter hewan berikut status peradangannya: misalnya anjing Tono didiagnosa diare kronis, anjing Bella didiagnosa tumor kronis, anjing Happy didiagnosa babesiosis akut, anjing Buddy didiagnosa maserasi akut, anjing Momo didiagnosa pyodertna kronis dan kucing Molly didiagnosa enteritis akut. Tabel 1 Rata-rata persentase diferensiasi leukosit pasien anjing di RSH-IPB Momo 75 10 13 1 1 0 Normal 60-75 3-6 15-30 1-8 2-8 0-1 Pyoderma Kronis Tabel 2 Rata-rata persentase diferensiasi leukosit pasien kucing di RSH-IPB Rata-rata presentase band neutrofil pada masing-masing hewan dapat diiihat pada gambar 9. Rata-rata Presentase Band Neutrofil Kasus diare kmnis (Tono) Kasus tumor kmnis (Bella) Kasus Kasus pyodem~a maserasi kmnis akut (Momo) (Buddy) Kasus babesiosis akut (Happy) Kasus enteritis akut (Molly) Narna Hewan Gambar 9 Grafik rata-rata persentase band neutrofil pada masing-masing hewan Jika diperhatikan satu-persatu pada gambar 9, maka peningkatan presentasi neutrofil muda bervariasi, ada yang meningkat ringan dan ada yang meningkat tajam. Gambaran yang meningkat ringan dapat diarnati pada kasus diare (Tono) dengan peningkatan neutrofil muda 5% dan kasus tumor (Bella) dengan neutrofil muda 6%. Gambaran yang meningkat tajam dapat diamati pada kasus babesiosis (Happy) dengan peningkatan neutrofil muda 40%, maserasi (Buddy) dengan peningkatan neutrofil muda IS%, enteritis (Molly) dengan peningkatan neutrofil muda 14% dan pyoderma (Momo) dengan peningkatan neutmfil muda 10%. Memperhatikan penjelasan Cooper dan Slauson (1982), maka pasien yang inengalami peningkatan presentasi band neutrofil yang ringan disebut mengalami peradangan kronis, sedangkan pasien yang mengalami peningkatan presentasi band neutrofil secara tajam disebut mengalami peradangan akut. Cooper dan Slauson menjelaskan bahwa pada peradangan akut, sitokin akan menstimulasi peningkatan pelepasan baik segmen neutrofil dan band neutrofil ke dalam sirkulasi darah sehingga menghasilkan suatu kondisi yang disebut dengan netroj'ilia with n left shif Sedangkan pada peradangan yang kronis terjadi migrasi neutrofil dari proliferation pool, maturation pool dan storage pool pada sumsum tulang ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan akan neutrofil sehingga jumlah band neutrofil di sirkulasi darah akan menumn. Kondisi ini berkaitan juga dengan adanya respon kekebalan tubuh untuk mengatasi peradangan yang terjadi sehingga menekan jumlah band neutrofil sirkulasi.. Berdasarkan penjelasan Cooper dan Slauson (1982) tersebut diatas maka dapat dijelaskan bahwa diagnosa laboratorium umtuk masing-masing pasien adalah sebagai berikut. Pasien diare (anjing Tono) dan pasien tumor (anjing Bella) berada pada status peradangan kronis (ringan). Adapun pasien babesiosis (anjing Happy), pasien maserasi (anjing Buddy) dan pasien pyoderma (anjing Momo) dan pasien enteritis (kucing Molly) berada pada status peradangan akut (berat), untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 9. I-Ial ini dapat dibandingkan bahwa ternyata diagnosa klinis yang diberikan oleh dokter hewan berbeda dengall konfirmasi hasil diagnosa laboratorium. Perbedaan penilaian secara klinis dan secara laboratoris tentu sangat menarik untuk didiskusikan. Untuk itu berikut ini pen~bahasanstatus peradangan untuk masing-masing kasus. Pernbahasan Kasus Diare (anjing Tono) Rata-rata persentase jumlah segmen neutrofil, monosit, eosinofil dan basofil pada anjing tono meni~njukkanangka normal. Sedangkan persentase band neutrofil dan li~ilfositlebih tinggi dari angka nonnal Persentase band neutrofil yang sedikit lebih tinggi dari normal ini diduga karena masih adanya inflarnasi yang sifatnya ringan (mild infection) (Anonim 2000). Diare kronis terjadi lebih dari 14 hari dan sering terjadi sebagai akibat penanganan yang tidak efektif dari diare akut. Pada kasus diare kronis menurut Anonimus (2007c), terjadi kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan yang disebabkan oleh malabsorpsi pakan, peningkatan absorpsi protein asing, berkurangnya honnon enterik serta perturnbuhan h n a n yang berlebihan. Menurut Kirk (1983), penyebab diare kronis adalah adanya abnormalitas fungsi dari saluran pencemaan. Faktor-faktor yang multi kompleks ini akan menyebabkan suatu sindrom post enteritis yang bersifat kronis. Kasus Tumor (anjing Bella) Pada anjing Bella, rata-rata persentase segmen neutrofil, limfosit, eosinofil, dan basofil menunjukkan angka yang normal, sedangkan rata-rata persentase band neutrofil s e d i i t diatas normal. Berdasarkan diagnosa laboratorium, kondisi ini menurut Cooper dan Slauson (1982) mengindikasikan masih adanya peradangan ringan yang bersifat kronis. Tumor menurut Rumawas (1989), merupakan massa jaringan abnormal, pertumbuhannya melebihi jaringan yang normal, terus-menerus tanpa kontrol dan tidak mempunyai struktur yang teratur. Kondisi ini terus akan bertambah karena sel tumor mampu untuk membentuk sel-sel yang baru dengan melakukan invasi lewat aliran darah dan pembuluh limfe untuk melakukan metastase dan menstimulasi kerusakan genetik lewat mutasi sel somatik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan etiologi tumor antara lain adalah: virus, radiasi sinar ultra violet, dan mikotoksin pada makanan. Kasus Babesiosis (anjing Happy) Rata-rata persentase segmen neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil menunjukkan angka normal, sedangkan persentase untuk band neutrofil menunjukkan angka diatas normal. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, tingginya persentase band tleutrofil ini mengindikasikan adanya tingkat infeksi yang masill cukup tinggi dengan peradangan yang bersifat akut. Hal ini berbeda dengan keterangan yang telah diberikan ole11 pihak Rutnah Sakit Hewan bahwa anjing Happy merupakan penderita babesiosis kronis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh daya tahan tubuh dari anjing Happy yang menurun sehingga infeksi dari parasit ini meningkat. Babesiosis menurut Hedayati (2007), merupakan intraerythrocytic parasitic infection yang disebabkan oleh protozoa dari genus Babesia sp yang ditularkan lewat gigitan caplak Ixodes. Adapun sifat dari penyakit babesiosis ini setelah penderita dinyatakan senlbuh, parasit darah ini masih ada dalam tubuh penderita bersama dengan kondisi kekebaian tubuh penderita. Apabila kondisi kekebalan tubuh menurun, parasit ini akan kembali menginfeksi tubuh penderita sehingga imunitas tubuh hams dijaga untuk mencegah meningkatnya kembali infeksi parasit ini. Menurut Breitschwerdt (2007), setelah melewati tahap infeksi babesiosis akut, anjing akan membentuk suatu kondisi premunitas atau Ainfestion immunity. Premunitas ini merupakan kekebalan yang secara potensial terbentuk bersama dengan kondisi kronis dari babesiosis yang merupakan respon kebal yang seimbang dengan kemampuan parasit untuk menginduksi gejala klinis seperti anemia, anorexia dan kelemahan walaupun tidak menghilangkan parasit darah dari perifer. Kasus Maserasi (anjing Buddy) Rata-rata persentase segmen neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil menunjukkan angka yang normal, sedangltan band neutrofil menunjukkan angka yang tinggi dari nilai normal. Berdasarkan diagnosa laboratorium, ha1 ini mengindikasikan adanya peradangan yang bersifat akut. Maserasi fetus merupakan kondisi pada masa kehamilan dimana terjadi kematian pada fetus dan fetus yang telah mati tertahan di dalam uterus (Anonim 2007d). Penyebab maserasi fetus menurut Buergelt (2007) dan Anonim (2007e) adalah: (1) endometritis akibat infeksi bakteri seperti Brucella sp, Trichonzonas fetus dan Camnpylobacterfetus, (2) invasi bakteri pada fetus dan membran fetus yang menyebabkan kematian pada fetus, (3) kegagalan saluran kelamin untuk dilatasi maupun kontraksi untuk pengeluaran fetus secara normal, (4) posisi dan postur fetus yang telah mati yang abnormal sehingga tidak meniungkinkan untuk dikeluarkan dari uterus. Peningkatan persentase band neutrofil mengindikasikan adanya peradangan pada uterus (endometritis) sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk menghilangkan infeksi yang terjadi. Adapun terjadi penurunan kadar limfosit diduga karena faktor stress pada saat pengambilan darah. Secara fisiologis kondisi stress akan merangsang hormon glukokortikoid dari kortek adrenal. Glikokortikoid aka1 menekan jumlah limfosit dalam sirkulasi (Ganong 1995). Selain itu glukokortikoid dapat lnengakibatkan pengecilan ukuran nodus limfatikus dan timus. Pengecilan ini terjadi lnelalui peningkatan destruksi limfosit dan penghambatan aktivitas mitosis limfosit pada nodus limfatikus dan timus (Ganong 1995). Kasus pyoderma (anjing Momo) Pada anjing Momo, jumlah persentase band neutrofil tergolong sedang. Hal ini mengindikasikan sifat peradangan yang sub akut dengan periode yang lebih panjang dari kondisi akut berubah menjadi peradangan kronis (Cooper & Slauson, 1982). Pyoderma gangrenosum merupakan penyakit sterile injlammatory nrutvophilic dem~atosis,dimana terjadi peradangan pada kulit disertai dengan adanya akumulasi neutrofil (Anonim 2007b). Tanda-tanda klinis yang dapat dilihat pada kasus ini adalah adanya ulcer pada kulit yang disertai dengan eksudat hemorrhagis dan mukopumlen. Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya peradangan pada usus besar, malignant tumor dan penyakit hematologi (Wollina 2007). Jumlah band neutrofil yang tidak terlalu tinggi ini diduga juga terapi yang sudah diberikan kepada Momo sehingga ada proses persembuhan yang disertai dengan adanya respon kekebalan tubuh. Persentase limfosit menunjukkan angka dibawah normal. Hal ini diduga karena faktor stres karena rasa sakit yang ditimbulkan oleh adanya ulcer pada kulit pasien dan kemungkinan stres yang timbul pada saat pengambilan sampel darah. Secara fisiologis kondisi stres akan merangsang pengeluaran hormon glukokortikoid dari kortek adrenal. Glukolcortikoid akan menurunkan jumlah limfosit yang beredar dalam darah (Ganong 1995). Kasus enteritis (kueing Molly) Pada kucing Molly, persentase segmen neutrofil, monosit, eosinofil dan basofil dalam kisaran nom~al.Adapun yang perlu diperhatikan pada gambaran darah Molly adalah tingginya band neutrofil dari kisaran normal. Menurut diagnosa laboratorium, enteritis yang diderita Molly bersifat akut dalam artian masih terjadi proses inflamasi aktif di saluran pencemaan yang diduga penyebabnya adalah bakteri (Anonim 2000). Enteritis akut menurut Fardah et a1 (2007) merupakan peradangan usus yang terjadi akibat ketidakseimbangan pengangkutan air dan elektrolit, sehingga terjadi perubahan absorbsi, sekresi cairan, dan elektrolit. Peradangan pada mukosa usus menyebabkan mukosa usus menjadi lebih sensitif, sehingga kondisi ini mengakibatkan semua nutrisi yang masuk dianggap benda asing yang hams dikeluarkan dari usus. Kondisi ini juga menyebabkan adanya sekresi air yang berlebihan dari lumen usus sehingga isi usus konsistensinya menjadi lebih encer dan mudah dikeluarkan dari usus. Penyebab enteritis dapat berupa: (1) virus: rotavirus, adenovirus, (2) bakteri: Salmonella, Shigela, E.Coli, (3) Jamur, maupun (4) Intoksikasi makanan. Tanda-tanda klinis dari enteritis akut diantaranya adalah: diare akut, frekuensi buang air besar bertambah dengan bentuk dan konsistensi yang lain dari biasanya dapat cair, berlendir, atau berdarah, anoreksia panas, muntah atau kembung dan dehidrasi. Menurut Kirk (1 983), enteritis dengan gejala klinis diare yang bersifat akut akan menunjukkan leukocytosis with n lefi sh$ pada gambaran darahnya. Ratarata persentase limfosit yang lebih rendah dibandingkan kisaran normal pada kucing Molly menurut Kelly (1984), merupakan implikasi dari peningkatan salah satu jenis leukosit, misalnya neutrofil. Berdasarkan pembahasan pada masing-masing kasus, maka dapat dipetik pelajaran bahwa diagnosa dokter secara klinis cenderung didasarkan pada kombinasi berat-ringannya peradangan, dengan lama terjadinya peradangan. Sedangkan status akut-kronisnya kasus pada diagnosa laboratorium lebih didasarkan pada jumlah band neutrofil. Bila ha1 tersebut dikombinasikan maka dapat dilihat situasi sebagaimana dijelaskan pada tabel 3. Tabel 3 Pemetaan status peradangan pada 6 pasien RSH-IPB . Pemeriksaan klinis Peradangan berat (sering disebut dengan kronis) Peradangan ringan (sering disebut dengan akut) Peradangan akut Babesiosis Maserasi Enteritis Peradangan kronis Pyoderma Tumor Diare Pemeriksaan laboratoris Berdasarkan besamya left shift (banyaknya presentasi band neutrofil) Berdasarkan pemeriksaan klinis dokter hewan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpufan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Peningkatan presentasi neutrofil sirkulasi memiliki makna terjadinya peradangan (infeksi). 2. Peningkatan presentasi neutrofil sirkulasi yang diikuti dengan peningkatan presentasi neutrofil muda memiliki makna terjadinya left shift. 3. Besarnya left shift neutrofil dapat dijadikan indikator apakah hewan tersebut berada pada status peradangan akut atau peradangan kronis. 4. Presentasi neutrofil muda lebih hesar pada peradangan akut daripada peradangan kronis, mengingat neutrofil tersebut telah migrasi dari sirkulasi ke jaringan yang mengalami infeksi. 5. Istilah akut dan kronis yang digunakan oleh dokter hewan cenderung didasarkan atas berat-ringaunya peradangan Saran 1. Disarankan agar dalam mendiagnosa penyakit, terininologi akut atau kronis yang digunakan oleh dokter hewan benar-benar didasarkan atas hasil pemeriksaan diferensial leukosit. Jika pemeriksaan laboratorium belum dilakukan, terminologi yang digunakan adalah peradangan berat atau ringan. 2. Disarankan agar dilakukan penelitidajian lebih lanjut untuk menentukan batasan jumlah presentasi neutrofil muda disebut akut-kronis pada setiap kasus penyakit. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2000. Leukocytes and Their Responses. http://campus.mu~aystate.edu/academic/faculty/wade.no~~n~odLeukoc ytes.html [23 Juni 20071 . 2007a. Infammation. http://users.ren.com/ikimball.ma.ultranet/BioloeyPa~esM~ammation.ht ml [l - Juli 20071 .2007b. Asam Lenzak. http:Nwww.pikiran-rakyat.com/cetaklO403/13/1002.htm [1 Juli 20071 , 2 0 0 7 ~Diarrhea. . http://www.healthsystem.vireinia.edu/uvaheatpeds g-rowth/diarrhea.cfm [7 Juli 20071 .2007d. Pyoderma. httD:Nwww.bobmckee.comlClient%20Info/Skinlpyodema.html [l Juli 20071 .2007e. Canine Pyoderma. http://www.medi-vet.com/Canine-Pvoderma.ht[I Juli 20071 Banks WJ. 1993. Applied Veterinary Histology. 3rd edition. Missouri. Mosby Inc Booth NH. 1979. Canine medicine and Therapeutics. Blackwell Scientific Publications. London Braunstein Herbert. 1987. Outlines and Review of Pathology. The C.V. Mosby Company. California. Breazile. 1971. Text Book of Veterinary Physiology. Philadelphia: Lea & Febiger Breitschwerdt EB. 2007. Canine Babesiosis. http://www.petshealth.com/dr librarv/babesiosis.html [23 Juni 20071 Brown BA. 1980. Hematology: Principles and Procedures. 3rd Edition. Henry Kimpton Pulishers. Great Britain. London Buergelt CD. 2007. Pathology of Reproductive System http://patho.vetined.ufl.edu~teacNvem5 162/reproductivellec4.l~tm[23 Juni 20071 Caceci T. 1998. Formed Element of Blood. The Cancer Journal II(3) 174211826. http://www.cvm.tamu.edu~vaphigii.labotec.html (23 Juni 20071 Campbell, W.B. (1991). Lipid-Derived Autacoids : Eicosanoids and PlateletActivating Factor. Dalam: Goodman and Gilrnan's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. et al. Pergamon Press. New York. Colville T and Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technician. Philadelphia Cooper BJ and Slauson DO. 1982. Mechanism of Disease: A Textbook of Comparative General Pathology. Waverly Press Inc. Baltimore Cunningham JG. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. 2nd Edition. W.B. Saunders Co. Philadelphia. London. Toronto. Sydney Dellman HD and Brown EM. 1989. Histologi Veteriner. Edisi ketiga. UI Press. Jakarta Doxey DL. 1971. Veterinary Clinical Pathology. Bailliere Tindall. London. Ettinger, Stephen J. 1995. TextBook of Veterinary Internal Medicine :Diseases of The Dog and Cat. W.B. Saunders Company. Philadelphia. Page 1892- 1915 Fradson AD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Ke-4. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Ganong WF. 1995. Buku Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiology). Edisi 10. Jakarta. Garrison, I.C. (1991). Histamine, Bradykinin, 5-Hydroxy-tryptamine, and their Antagonist. Dalam: Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics. Ed 8. Editor: Gilman, A.G. et al. Pergamon Press. New York. Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Terjemahan dari : TestBook of Medical Physiology. Philadelphia, Pennsylvania. Ham AW and Leeson TS. 1961. Histology. 4''' Edition. JB Lippincott Company. Philadelphia. Montreal I-Iedayati T and Martin R. 2007. Babesiosis. http://w.e1nedicine.com/emerp/topic49.htm [27 Juni 20071 Hoskins HP, Lacroix JV, Mayer K. 1962. Canine Medicine. 2" Edition. American Veterinary Publications. Santa Barbara. California. Jain NC. 1993. Essential of Veteriner Hematology. Lea and Febiger. USA Kelly WR. 1984. Veteriner Clinical Diagnosis. 3rd Edition. Bailliere Tindal. London Kirk RW. 1983. Cur~entVeterinary Medicine VIII Small Animal Practice. W . B. Saunders Company. Philadelphia Laszlo T. 2006. A Normrilis Perife'rias Virkenet. lifip://xenia.sote.hu/depts/pathophysiolow/hematoloyimaes/p1- [23 Juli 2007 Macer VJ. 2003. Veterinary Clinical Laboratory Techniques. http://www.medaille.edu~vmacer/204 lec5 wbca study.htm[23 Juni 20071 Marieb EN. 1988. Essentials of Human Anatomy and Physiology. 2"* Edition. Cummings Publishing Company. California Mc Cumin DM and Bassert JM. 2002. Clinical Textbook for Veterinary Technicians. 5thedition. W.B. Saunders Company. Philadelphia Mcentee MF. 2007. Injlammation and Arachidoncrt Acid Metabolism in Chronic Disease. http:/lwww.vet.utk.edu/Datldresearcldfaculty/mcentee.shtml [7 Juli 20071 Melvin JS and William OR. 1993. Dukes Physiology of Domestic Animal. Ed ke1 1. London: Come1 University Press Metcalf D. 2006. Leukosif. http://en.wikipedia.org 127 Juni 20071. Meyer DJ, Coles EH, Rich LJ. 1992. Veterinary Laboratory Medicine: Interpretation and Diagnosis. W.B. Saunders Company. Philadelphia. Microanatomy. 1999. Blood. School of Veterinary Medicine. Turkegee University. hfip:Nwww.Biolo~ist.Org/developmenl/l21/06/dev.309O.htn~ [23 Juli 20071 Nordenson NJ. 2002. Gale Encyclopedia of Medicine. h t t p : / / w ~ . l i f e s t e p s . c o ~ i i / ~ ~ n / A t o z / e iblood te cell count and diff eretltia1.j~~ [23 Juni 20071 Philis JW. 1976. I'etevinary Physiology. Bristol Wright Scientechnica. Plumb DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. 5" edition. Blackwell Publishing, Wisconsin. Raphael SS. 1987. Lynch's Medical Laboratory Technology. 4" Ed. W.B. Saunders Company, Philadelphia. Rumawas W. 1989. Patologi Umum. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor Sastradipradja D et al. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Pusat Antar Universitas. IPB Sturkie PD and Grimminger P. 1976. Blood: Physical Characteristics, Formed Elements, Hemoglobin and Coagulation dalam: Sturkie PD, editor. Avian Physiology. 3rd.ed. Springer Verlag New York Heidelberg Berlin. Swenson, Melvin. J, William RO. 1993. Duke's Physiology of Domestic Animal. 1lth edition. Cornell University Press, Ithaca and London. Tilley P et al. 2004. The 5 Minute Veterinary consult in Canine and Feline. Williams and Wilkins. Baltimore, USA Tizard I. 1988. Veterinary Immunology, An Introduction. 3Ih Ed. W.B. Saunders Company. Tortora GJ and Anagnostakos NP. 1990. Principles of Anntomy and Physiologv 6"' Ed. New York. Harper and Row Publishers Wollina U. 2007. Pyoderma Gangrenoszim. http:Nwww.orpha.netldatdpatho/GB/uk-PG. [ 7 Juni 20071 Lampiran 1. Gambaran sel leukosit pada anjing Tono a). Band neutrofil, b). Segmen neutrofil, c). Limfosit, d). Basofil, e). Monosit Lampiran 2. Gambaran sel leukosit pada anjing Bella a). Band neutrofil, b). Segmen neutrofil, c). Litnfosit, d). Monosit, e). Eosinofil Lampiran 3. Gambaran sel leukosit pada anjing Happy a). Band neutrofil, b). Segmen neutrofil, c). Limfosit, d). Monosit, e). Eosinofil Lampiran 4. Gambaran sel leukosit pada anjing Buddy a). Band neutrofil, b). Segrnen neutrofil, c). Limfosit, d). Monosit, e). Eosinofil Lampiran 5. Gambaran sel leukosit pada anjing Momo a). Band neutrofil, b). Segmen neutrofil, c). Limfosit, d). Monosit, e). Eosinofil Lampiran 6. Gambaran sel leukosit pada kucing Molly a). Band neutrofil, b). Segmen neutrofil, c). Limfosit, d). Monosit, e). Eosinofil