PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO Dwi Ramadhani *) Gipta Galih W, S.Kp. M.Kep., Sp.KMB **), Ns. Priyanto, S.Kp, M.Kep., Sp.Kep.MB **) *) Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen Program Studi S1 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Latar Belakang : Manajemen nyeri sangat dibutuhkan untuk mengatasi nyeri pasien Sindroma Koroner akut. Salah satu manajemen nyeri non-farmakologi adalah relaksasi Benson. Relaksasi Benson dalam menurunkan nyeri dijelaskan dalam mekanisme “gerbang” yang berlokasi di sepanjang sistem saraf pusat dapat mengatur atau bahkan menghambat impuls-impuls nyeri. Penutupan gerbang merupakan dasar terhadap intervensi nonfarmakologis dalam penanganan nyeri. Bila tidak ada informasi nyeri ke otak, maka tidak ada nyeri yang dirasakan. Tujuan : Menganalisa perbedaaan skala nyeri dada sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian pre-experiment dengan one group pre-test posttest design. Sampel 15 pasien Sindroma Koroner Akut diambil dengan metode purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah numeric pain scale untuk mengukur skala nyeri sebelum dan sesudah relaksasi Benson yang dilakukan selama 10 menit, 1 kali sebelum sarapan. Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon test. Hasil: Skala nyeri dada sebelum perlakuan adalah dengan median 4,00 dengan skala nyeri miminum 3, maksimum 6. Sedangkan skala nyeri sesudah perlakuan adalah dengan median 3,00, skala nyeri minimum 2, maksimum 5. Ada perbedaan yang bermakna skala nyeri sebelum dan sesudah relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo dengan p-value 0,000 (=0,05). Saran : Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat dapat melakukan menejemen nyeri non-farmakologi yaitu relaksasi Benson untuk menurunkan skala nyeri. Kata kunci Kepustakaan :Nyeri, relaksasi Benson, Sindroma Koroner Akut. :22 (2006-2015). PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO 1 ABSTRACT Background : Pain management is needed to reduce the chest pain of Acute Coronary Syndrome. One of non-pharmacological pain managements is Benson relaxation. Benson relaxation in reducing pain has been explained in gate control located along the central nervous system that can regulate or even inhibit pain impulses. Gate closing is the basis of the non-pharmacological interventions in the treatment of pain. If there is no pain information conveyed through the ascending nerve to the brain, then the pain is not felt. Objectives : To analyze the differences of chest pain scale before and after Benson relaxation on Patients with Acute Coronary Syndrome at KRT Setjonegoro Hospitals and PKU Muhammadiyah Hospitals at Wonosobo. Method : The research method was pre-experiment with one-group pre-test posttest design. This research used 15 sample taken by purposive sampling method. The instrument was Numeric rating scale for measuring chest pain scale before and after Benson relaxation performed only once about 10 minutes before breakfast. Statistic test used Wilcoxon test. Result : The median of pain scale before the treatment was 4,00 with minimum pain scale was 3,00, the maximum was 6,00. While the median of chest pain scale after the treatment was 3,00 with pain scale, the minimum was 2,00 and maximum was 5,00. There were differences on chest pain scale before and after Benson relaxation in Patients with Acute Coronary Syndrome at KRT Setjonegoro hospitals and PKU Muhammadiyah Hospitals at Wonosobo with p-value 0,000 (=0,05). Suggestion : Based on the results of this research, it is expected that health workers especially nurse can use the non-pharmacological pain management which is Benson relaxation to reduce the chest pain scale. Key words Biliographies : Pain, Benson relaxation, Acute Coronary Syndrome. : 22 (2006-2016). LATAR BELAKANG Penyakit Kardiovaskular (PKV) merupakan penyebab kematian utama diberbagai negara maju dan tampak adanya kecenderungan meningkat sebagai penyebab kematian diberbagai negara berkembang. Penyakit kardiovaskular khususnya Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah penyebab yang perlu mendapat perhatian yang lebih mendalam pada negara berkembang (Kemenkes RI, 2012). Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah terminologi yang digunakan pada keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil, gangguan aliran darah pada SKA bukan disebabkan oleh penyempitan yang statis namun terutama akibat pembentukan trombus di dalam arteri koroner yang sifatnya dinamis. Sehingga gejala yang timbul berupa nyeri dada yang tiba-tiba dengan intensitas nyeri dada yang dinamis sesuai dengan derajat penyempitan yang dipengaruhi oleh komponen vasospasme arteri koroner yang sifatnya dinamis (Rilantono, 2015). Keluhan khas pada penderita Sindroma Koroner Akut yaitu adanya nyeri dada menghimpit, rasa tidak enak atau perasaan tercekik di daerah retrostrernal. Nyeri dada dapat menjalar ke rahang atau ke lengan (Muttaqin, 2014). mendesak daripada gejalagejala lainnya (Muttaqin, 2014). Ketepatan penatalaksanaan nyeri dada pasien dengan Sindroma Koroner Akut sangat menentukan prognosis penyakit. Penatalaksanaan nyeri dada pada Sindroma PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO 2 Koroner Akut dapat dilakukan melalui terapi medikamentosa dan asuhan keperawatan. Perawat memiliki peran dalam pengelolaan nyeri dada pada pasien dengan Sindroma koroner Akut. Dalam penelitian ini peneliti memberikan intervensi mandiri perawat yaitu berupa intervensi non farmakologis dengan pemberian relaksasi Benson. Relaksasi Benson merupakan tehnik relaksasi yang digabungkan dengan keyakinan yang dianut oleh pasien. Kata atau kalimat tertentu yang dibaca berulang-ulang dengan melibatkan unsur keimanan dan keyakinan. Ungkapan yang dipakai dapat berupa nama Tuhan atau kata-kata lain yang memiliki makna menenangkan bagi pasien ( Benson & Proctor, 2000, dalam Purwanto 2006). Dalam Relaksasi Benson mekanisme “gerbang” yang berlokasi di sepanjang sistem saraf pusat dapat mengatur atau bahkan menghambat impuls-impuls nyeri. Penutupan gerbang merupakan dasar terhadap intervensi nonfarmakologis dalam penanganan nyeri (Benson, 2010). Rangsangan berbahaya seperti adanya iskemia, infark miokard akan mengaktifkan saraf parasimpatis sehingga menimbulkan nyeri. Stimulus nyeri dada akan diubah menjadi impuls listrik, perubahan energi ini dinamakan transduksi. Transduksi dimulai ketika stimulus terjadinya nyeri dada mengirimkan impuls yang melewati nosiseptor (saraf pancaindera yang menghantarkan stimulus nyeri dada ke otak), maka akan menimbulkan potensial aksi. Setelah proses transduksi selesai, transmisi impuls nyeri dimulai. Proses transmisi merupakan proses penyaluran impuls melalui saraf sensoris setelah terjadi proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C dari perifer ke sistem saraf spinotalamik. Ketika stimulus nyeri dada sampai ke korteks serebral, maka otak akan menginterpretasikan kualitas nyeri dada dan memproses dari pengalaman yang telah lalu, pengetahuan, serta faktor budaya kemudian diterjemahkan sebagai persepsi nyeri dada dimana seseorang sadar akan timbulnya nyeri dada (McCaffery dan Pasero, 1999 dalam Potter & Perry, 2010). Terhambatnya transmisi impuls nyeri merupakan fase keempat dari proses nosiseptif yang dikenal sebagai modulasi. Pada tahap mengambil sikap pasif dalam relaksasi Benson akan menghambat sel Transmiter dalam menstransmisikan impuls nyeri dada ke otak (menutup gerbang) dan menghambat kerja saraf parasimpatis sehingga menimbulkan perasaan rileks. Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk merangsang pengeluaran hormon endorphin. Hormon ini bertindak seperti morphin (Potter & Perry, 2010). Hasil penelitian Sunaryo (2014) relaksasi benson dapat mengurangi skala nyeri dada kiri pasien acute miocardial infarc di RS Dr. Moewardi Surakarta, hasil penelitian oleh G Datak (2008) relaksasi Benson dapat mengurangi intensitas nyeri pada pasien pasca bedah transurethral resection of the prostate. Penelitian dilakukan juga oleh Kadek Oka (2013) Menurut penelitiannya bahwa relaksasi Benson bisa mengurangi tingkat stres dan kecemasan pada lansia setelah konsisten melakukan latihan. Penelitian diatas telah menunjukan adanya hasil yang signifikan dari relaksasi Benson dalam mengatasi nyeri, stres dan kecemasan. Namun belum ada penelitian yang menerapkan relaksasi Benson untuk mengurangi nyeri dada pada pasien Sindroma Koroner Akut. Peneliti tertarik untuk mengaplikasikan atau menerapkan relaksasi Benson dalam menurukan nyeri dada pada pasien Sindroma Koroner Akut. Studi pendahuluan dilakukan pada 10 Oktober 2016 sampai 16 Oktober 2016, didapatkan responden sebanyak 6 pasien Sindroma Koroner Akut yang dirawat di ruang ICCU RSUD KRT Setjonegoro. Studi pendahuluan dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan mengukur skala nyeri dada menggunakan Numeric Pain Scale. Hasil observasi didapatkan data dari 6 pasien penderita Sindroma Koroner Akut PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO 3 yang mengeluh nyeri dada 2 pasien diantaranya mengatakan nyeri dada ringan, sedangkan 4 pasien mengalami nyeri dada sedang. Berdasarkan pengamatan peneliti selama ini intervensi keperawatan yang dilakukan untuk penanganan nyeri dada hanya intervensi kolaboratif dengan dokter berupa pemberian farmakologis. Untuk intervensi mandiri perawat dalam penanganan nyeri dada pada pasien Sindroma Koroner Akut (SKA) belum terlihat. Dalam penelitian ini peneliti memberikan intervensi mandiri perawat yaitu berupa intervensi non farmakologis dengan pemberian relaksasi Benson. Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “ Perbedaan Skala Nyeri Dada Sebelum dan Sesudah Pemberian Relaksasi Benson Pada Pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo “. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diperoleh rumusan masalah “Apakah ada perbedaan skala nyeri dada sebelum dan sesudah pemberian relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo?” TUJUAN PENELITIAN Mengetahui perbedaan skala nyeri dada sebelum dan sesudah dilakukan pemberian relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan sebagai dasar kebijakan dalam metode melakukan tehnik relaksasi Benson untuk mengurangi skala nyeri dada pada pasien Sindroma Koroner Akut. Bagi tenaga medis khususnya perawat hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam memberikan pelayanan dengan menerapkan terapi relaksasi Benson sebagai pengobatan nonfarmakologis untuk mengurangi skala nyeri dada pada pasien Sindroma Koroner Akut. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-eksperimen dengan pre test – post test dalam satu kelompok (one group pretest-posttest design), dimana ciri dari rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi dilakukan pengukuran/observasi pertama (pretest) yang kemudian menguji perubahanperubahan yang terjadi setelah dilakukan perlakuan (posttest). Populasi dalan penelitian ini diambil di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo mulai tanggal 8 Januari 2017 sampai tgl 23 Januari 2017. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sebanyak 15 responden yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi yang dilakukan pemberian relaksasi Benson selama 10 menit, satu kali sehari sebelum sarapan. Sedangkan data dianalisis meliputi dua tahap, yaitu analisis univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan menggunakan uji ttest dependent karena data yang diperoleh berdistribusi tidak normal. HASIL PENELITIAN Perbedaan skala nyeri dada sebelum dan sesudah pemberian relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo. A. Analisia Univariat 1. Gambaran skala nyeri dada sebelum dilakukan pemberian relaksasi Benson pada pasien sindroma koroner akut di RSUD Setjonegoro Wonosobo dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo. Tabel 1 Distribusi frekuensi skala nyeri sebelum dilakukan pemberian relaksasi Benson Variabel Skala Nyeri n 15 Median 4,00 PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO Min 3 Max 6 4 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa gambaran skala nyeri dada pada pasien sindroma koroner akut di RSUD Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo sebelum dilakukan pemberian relaksasi Benson didapatkan skala nyeri dengan median 4,00, skala minimum 3 dan maksimum 6. 2. Gambaran skala nyeri sesudah dilakukan pemberian relaksasi Benson pada pasien sindroma koroner akut di RSUD Setjonegoro Wonosobo. Tabel 2 Distribusi frekuensi skala nyeri sesudah dilakukan pemberian relaksasi Benson Variabel Skala Nyeri n 15 Median 3,00 Min 2 Max 5 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa gambaran skala nyeri dada pada pasien sindroma koroner akut di RSUD Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo sesudah dilakukan pemberian relaksasi Benson didapatkan skala nyeri dengan median 3,00 skala nyeri dada minimum 2 dan maksimum 5. B. Analisa Bivariat Tabel 3 Perbedaan skala nyeri dada pasien sindroma koroner akut sebelum dan sesudah pemberian relaksasi Benson. Variabel Perlakuan n Skala nyeri dada pasien SKA Sebelum Sesudah 15 15 Median Min Max pvalue 4,00 3,00 3,00 2,00 6,00 5,00 0,00 0 Berdasarkan tabel 3 diatas diketahui bahwa skala nyeri dada sebelum dilakukan relaksasi Benson adalah dengan median 4 kemudian mengalami penurunan nyeri dengan median 3. Skala nyeri dada sebelum relaksasi Benson yaitu skala minimum 3, skala nyeri maksimum 6. Setelah relaksasi Benson skala nyeri minimum 2, skala nyeri maksimum 5. Berdasarkan uji Wilcoxon didapatkan p-value sebesar 0,000 (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna skala nyeri dada sebelum dan sesudah dilakukan pemberian relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD Setjonegoro Wonosobo. PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa gambaran skala nyeri dada pada pasien sindroma koroner akut di RSUD Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo sebelum dilakukan pemberian relaksasi Benson didapatkan skala nyeri dengan median 4,00, skala minimum 3 dan maksimum 6. Sedangkan berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa gambaran skala nyeri dada pada pasien sindroma koroner akut di RSUD Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo sesudah dilakukan pemberian relaksasi Benson didapatkan skala nyeri dengan median 3,00 skala nyeri dada minimum 2 dan maksimum 5. Sindroma Koroner Akut merupakan manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tundung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya tromosit (white trombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya kadar oksigen mengakibatkan miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob yang melewati lintasan glikolisis jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat yang akan tertimbun/meningkat, PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO 5 sehingga menurunkan pH sel sehingga timbul keluhan nyeri dada. Relaksasi Benson merupakhan tehnik relaksasi yang digabungkan dengan keyakinan yang dianut olrh pasien. Kata atau kalimat tertentu yang dibaca berulang-ulang dengan melibatkan unsur keimanan dan keyakinan akan menimbulkan respon relaksasi yang lebih kuat dibandingkan dengan relaksasi tanpa melibatkan unsur keyakinan. Ungkapan yang dipakai dapat berupa nama Tuhan atau kata-kata lain yang memiliki makna menenangkan bagi pasien (Benson & Proctor, 2010). Relaksasi Benson disamping mengendurkan otot-otot secara sadar, juga memperhatikan faktor ketenangan lingkungan yang menjadi dasar utama, kemudian memusatkan diri selama 10 sampai 20 menit pada ungkapan yang dipilih, dan bersifat pasif pada pikiran-pikiran yang mengganggu (Benson, 2010). Dalam Relaksasi Benson mekanisme “gerbang” yang berlokasi di sepanjang sistem saraf pusat dapat mengatur atau bahkan menghambat impuls-impuls nyeri dada. Penutupan gerbang merupakan dasar terhadap intervensi nonfarmakologis dalam penanganan nyeri dada (Benson, 2010). Rangsangan berbahaya seperti adanya iskemia, infark miokard akan mengaktifkan saraf parasimpatis sehingga menimbulkan nyeri dada. Stimulus nyeri akan diubah menjadi impuls listrik, perubahan energi ini dinamakan transduksi. Transduksi dimulai ketika stimulus terjadinya nyeri mengirimkan impuls yang melewati nosiseptor (saraf pancaindera yang menghantarkan stimulus nyeri dada ke otak), maka akan menimbulkan potensial aksi. Setelah proses transduksi selesai, transmisi impuls nyeri dimulai. Proses transmisi merupakan proses penyaluran impuls melalui saraf sensoris setelah terjadi proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C dari perifer ke sistem saraf spinotalamik. Sepanjang sistem spinotalamik, impuls-impuls nyeri dada berjalan melintasi medula spinalis. Setelah impuls nyeri dada naik ke medula spinalis, talamus mentransmisikan informasi ke pusat yang lebih tinggi di otak, termasuk pembentukan jaringan, sistem limbil, korteks somatosensori, dan gabungan korteks. Ketika stimulus nyeri dada sampai ke korteks serebral, maka otak akan menginterpretasikan kualitas nyeri dada dan memproses dari pengalaman yang telah lalu, pengetahuan, serta faktor budaya kemudian diterjemahkan sebagai persepsi nyeri dada dimana seseorang sadar akan timbulnya nyeri dada. Sesaat setelah otak menerima stimulus nyeri dada, terjadi pelepasan neurotransmitter inhibitor seperti opioid endogenus (endorphin dan enkefalin), serotonin, norepinefirin dan asam aminobutirikgamma yang bekerja menghambat transmisi impuls nyeri dada dan membantu menciptakan efek analgesik (McCaffery dan Pasero, 1999 cit Potter & Perry, 2010). Terhambatnya transmisi impuls nyeri merupakan fase keempat dari proses nosiseptif yang dikenal sebagai modulasi. Pada tahap mengambil sikap pasif dalam relaksasi Benson akan menghambat sel Transmiter dalam menstransmisikan impuls nyeri dada ke otak (menutup gerbang) dan menghambat kerja saraf parasimpatis sehingga menimbulkan perasaan rileks. Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk merangsang pengeluaran hormon endorphin. Hormon ini bertindak seperti morphin, bahkan dikatakan 200 kali lebih besar dari morphin dan dianggap sebagai penghilang rasa sakit yang terbaik. (Haruyama, 2011). Proses tersebut menyebabkan aktifitas serabut saraf delta A dan serabut C (mujembawa impuls nyeri dada karena iskemia) tidak dapat menyalurkan impuls nyeri dada ke otak. Bila tidak ada informasi nyeri dada yang disampaikan melalui saraf asenden ke otak, maka tidak ada nyeri dada yang dirasakan (Potter & Perry, 2010). Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa skala nyeri dada sebelum dilakukan relaksasi Benson adalah dengan median 4 kemudian PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO 6 mengalami penurunan nyeri dengan median 3. Skala nyeri dada sebelum relaksasi Benson yaitu skala minimum 3, skala nyeri maksimum 6. Setelah relaksasi Benson skala nyeri minimum 2, skala nyeri maksimum 5. Berdasarkan uji Wilcoxon didapatkan pvalue sebesar 0,000 (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna skala nyeri dada sebelum dan sesudah dilakukan pemberian relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD Setjonegoro Wonosobo. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Sunaryo (2014) tentang pengaruh relaksasi benson terhadap penurunan skala nyeri dada kiri pasien acute miocardial infarc di RS Dr. Moewardi Surakarta didapatkan nilai mean pretest 5,53 dan nilai mean posttest 2,83. Sedangkan beda mean pretest dan posttest menunjukan mean = 2,7 p-value 0.000 (=0.05). Maka hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan adanya hasil yang signifikan penurunan skala nyeri dada pada pasien acute miocardial infarc sebelum dan sesudah diberikan terapi analgesik dan relaksasi Benson. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Datak (2008) pada pasien pasca bedah transurethral resection of the prostate di RSUP Fatmawati Jakarta didapatkan nilai mean pretest = 4,00 dan mean posttest = 2,87 dengan p-value 0,000 (=0.05). Maka dapat disimpulkan ada perbedaan antara pre dan post perlakuan teknik relaksasi Benson terhadap penurunan intensitas nyeri dada pasien pasca bedah transurethral resection of the prostate. Dalam penelitian ini peneliti menyadari adanya beberapa keterbatasan dan kelemahan yaitu peneliti tidak melakukan pengontrolan terhadap responden yang cemas karena dirawat di ruang ICCU karena melihat berbagai macam kondisi pasien lain yang ada diruang itu akan memiliki kecemasan lebih. Diketahui bahwa kecemasan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nyeri. Kecemasan meningkatkan persepsi nyeri. KESIMPULAN 1. Gambaran skala nyeri dada sebelum dilakukan relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo adalah median 4,00, skala nyeri minimum 3 dan maksimum 6. 2. Gambaran skala nyeri dada sesudah dilakukan relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo adalah didapatkan skala nyeri median 3,00 dengan skala nyeri minimum 2 dan maksimum 5. 3. Ada perbedaan yang bermakna skala nyeri dada sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo dibuktikan dengan hasil uji statistik dengan p-value sebesar 0,000 (α=0,05). SARAN 1. Bagi Rumah sakit Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan maukan sebagai dasar kebijakan dalam metode melakukan tehnik relaksasi Benson untuk mengurangi nyeri dada pada pasien Sindroma Koroner Akut. 2. Bagi perawat ICU Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam memberikan pelayanan dengan menerapkan terapi relaksasi Benson sebagai pengobatan nonfarmakologis untuk mengurangi skala nyeri dada spada pasien Sindroma Koroner Akut. PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO 7 3. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian lebih lanjut perlunya dikembangkan penelitian relaksasi Benson dalam menurunkan skala nyeri dada pasien sindroma koroner akut. Selain hal tersebut perlunya dilakukan pengontrolan terhadap faktor lain yang mempengaruhi skala nyeri dada responden, seperti aktifitas klien, kecemasan, dukungan keluarga dan pengalaman responden terhadap nyeri dada Sindroma Koroner Akut. DAFTAR PUSTAKA Aryana, Kadek Oka. 2013. Pengaruh Tehnik Relaksasi Benson terhadap Penurunan Tingkat Stres Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Jurnal kesehatan. Benson, Herbert. 2010. The Relaxation Response. New York: Harper Collins Publishers Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine McCarty. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed.6 Vol.2. Jakarta; EGC Rilantono, Lily L. 2015. Kardiovaskular (PKV). Badan Penerbit FKUI.s Penyakit Jakarta: Sukarmin dan Rizka Himawan. 2015. Relaksasi Benson Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit Daerah Kudus. Jurnal Kesehatan. Sunaryo, Tri dan Siti Lestari, 2014. Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala Nyeri dada Dada Kiri Pada Pasien Acute Myocardial Infark Di RS Dr Moewardi Surakarta. Jurnal Kesehatan. Datak, G. 2008. Pengaruh Tehnik Relaksasi Benson terhadap Penurunan Nyeri dada Pasca Bedah transurethral resection of the prostate di RSUP Fatmawati Jakarta. Haruyama, Shigeo. 2011. The Miracle Of Endorphine. Diterjemahkan oleh Imansyah & Ridwana Soleh. Bandung: Kaifa. Kemenkes RI. 2012. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak Menular. Jakarta. Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Purwanto, Setiyo. 2006. Relaksasi Dzikir. Jurnal Psikologi Universitas Muhamadiyah Surakarta. Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku3. Singapore: Elsevier PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO 8