1 perbedaan skala nyeri dada sebelum dan sesudah pemberian

advertisement
PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD
KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO
Dwi Ramadhani *)
Gipta Galih W, S.Kp. M.Kep., Sp.KMB **), Ns. Priyanto, S.Kp, M.Kep., Sp.Kep.MB **)
*) Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran
**) Dosen Program Studi S1 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Latar Belakang : Manajemen nyeri sangat dibutuhkan untuk mengatasi nyeri pasien
Sindroma Koroner akut. Salah satu manajemen nyeri non-farmakologi adalah relaksasi
Benson. Relaksasi Benson dalam menurunkan nyeri dijelaskan dalam mekanisme “gerbang”
yang berlokasi di sepanjang sistem saraf pusat dapat mengatur atau bahkan menghambat
impuls-impuls nyeri. Penutupan gerbang merupakan dasar terhadap intervensi
nonfarmakologis dalam penanganan nyeri. Bila tidak ada informasi nyeri ke otak, maka tidak
ada nyeri yang dirasakan.
Tujuan : Menganalisa perbedaaan skala nyeri dada sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi
Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU
Muhammadiyah Wonosobo.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian pre-experiment dengan one group
pre-test posttest design. Sampel 15 pasien Sindroma Koroner Akut diambil dengan metode
purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah numeric pain scale untuk mengukur
skala nyeri sebelum dan sesudah relaksasi Benson yang dilakukan selama 10 menit, 1 kali
sebelum sarapan. Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon test.
Hasil: Skala nyeri dada sebelum perlakuan adalah dengan median 4,00 dengan skala nyeri
miminum 3, maksimum 6. Sedangkan skala nyeri sesudah perlakuan adalah dengan median
3,00, skala nyeri minimum 2, maksimum 5. Ada perbedaan yang bermakna skala nyeri
sebelum dan sesudah relaksasi Benson pada pasien Sindroma Koroner akut di RSUD KRT
Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo dengan p-value 0,000 (=0,05).
Saran : Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat
dapat melakukan menejemen nyeri non-farmakologi yaitu relaksasi Benson untuk
menurunkan skala nyeri.
Kata kunci
Kepustakaan
:Nyeri, relaksasi Benson, Sindroma Koroner Akut.
:22 (2006-2015).
PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD
KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO
1
ABSTRACT
Background : Pain management is needed to reduce the chest pain of Acute Coronary
Syndrome. One of non-pharmacological pain managements is Benson relaxation. Benson
relaxation in reducing pain has been explained in gate control located along the central
nervous system that can regulate or even inhibit pain impulses. Gate closing is the basis of
the non-pharmacological interventions in the treatment of pain. If there is no pain information
conveyed through the ascending nerve to the brain, then the pain is not felt.
Objectives : To analyze the differences of chest pain scale before and after Benson relaxation
on Patients with Acute Coronary Syndrome at KRT Setjonegoro Hospitals and PKU
Muhammadiyah Hospitals at Wonosobo.
Method : The research method was pre-experiment with one-group pre-test posttest design.
This research used 15 sample taken by purposive sampling method. The instrument was
Numeric rating scale for measuring chest pain scale before and after Benson relaxation
performed only once about 10 minutes before breakfast. Statistic test used Wilcoxon test.
Result : The median of pain scale before the treatment was 4,00 with minimum pain scale
was 3,00, the maximum was 6,00. While the median of chest pain scale after the treatment
was 3,00 with pain scale, the minimum was 2,00 and maximum was 5,00. There were
differences on chest pain scale before and after Benson relaxation in Patients with Acute
Coronary Syndrome at KRT Setjonegoro hospitals and PKU Muhammadiyah Hospitals at
Wonosobo with p-value 0,000 (=0,05).
Suggestion : Based on the results of this research, it is expected that health workers
especially nurse can use the non-pharmacological pain management which is Benson
relaxation to reduce the chest pain scale.
Key words
Biliographies
: Pain, Benson relaxation, Acute Coronary Syndrome.
: 22 (2006-2016).
LATAR BELAKANG
Penyakit
Kardiovaskular
(PKV)
merupakan penyebab kematian utama
diberbagai negara maju dan tampak adanya
kecenderungan meningkat sebagai penyebab
kematian diberbagai negara berkembang.
Penyakit
kardiovaskular
khususnya
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah
penyebab yang perlu mendapat perhatian
yang lebih mendalam pada
negara
berkembang (Kemenkes RI, 2012).
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah
terminologi yang digunakan pada keadaan
gangguan aliran darah koroner parsial hingga
total ke miokard secara akut. Berbeda
dengan angina pektoris stabil, gangguan
aliran darah pada SKA bukan disebabkan
oleh penyempitan yang statis namun
terutama akibat pembentukan trombus di
dalam arteri koroner yang sifatnya dinamis.
Sehingga gejala yang timbul berupa nyeri
dada yang tiba-tiba dengan intensitas nyeri
dada yang dinamis sesuai dengan derajat
penyempitan
yang
dipengaruhi
oleh
komponen vasospasme arteri koroner yang
sifatnya dinamis (Rilantono, 2015).
Keluhan khas pada penderita Sindroma
Koroner Akut yaitu adanya nyeri dada
menghimpit, rasa tidak enak atau perasaan
tercekik di daerah retrostrernal. Nyeri dada
dapat menjalar ke rahang atau ke lengan
(Muttaqin, 2014). mendesak daripada gejalagejala lainnya (Muttaqin, 2014).
Ketepatan penatalaksanaan nyeri dada
pasien dengan Sindroma Koroner Akut
sangat menentukan prognosis penyakit.
Penatalaksanaan nyeri dada pada Sindroma
PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD
KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO
2
Koroner Akut dapat dilakukan melalui terapi
medikamentosa dan asuhan keperawatan.
Perawat memiliki peran dalam pengelolaan
nyeri dada pada pasien dengan Sindroma
koroner Akut. Dalam penelitian ini peneliti
memberikan intervensi mandiri perawat
yaitu berupa intervensi non farmakologis
dengan pemberian relaksasi Benson.
Relaksasi Benson merupakan tehnik
relaksasi
yang
digabungkan
dengan
keyakinan yang dianut oleh pasien. Kata atau
kalimat tertentu yang dibaca berulang-ulang
dengan melibatkan unsur keimanan dan
keyakinan. Ungkapan yang dipakai dapat
berupa nama Tuhan atau kata-kata lain yang
memiliki makna menenangkan bagi pasien (
Benson & Proctor, 2000, dalam Purwanto
2006).
Dalam Relaksasi Benson mekanisme
“gerbang” yang berlokasi di sepanjang
sistem saraf pusat dapat mengatur atau
bahkan menghambat impuls-impuls nyeri.
Penutupan gerbang merupakan dasar
terhadap intervensi nonfarmakologis dalam
penanganan
nyeri
(Benson,
2010).
Rangsangan berbahaya seperti adanya
iskemia, infark miokard akan mengaktifkan
saraf parasimpatis sehingga menimbulkan
nyeri. Stimulus nyeri dada akan diubah
menjadi impuls listrik, perubahan energi ini
dinamakan transduksi. Transduksi dimulai
ketika stimulus terjadinya nyeri dada
mengirimkan
impuls
yang
melewati
nosiseptor
(saraf
pancaindera
yang
menghantarkan stimulus nyeri dada ke otak),
maka akan menimbulkan potensial aksi.
Setelah proses transduksi selesai, transmisi
impuls nyeri dimulai.
Proses transmisi merupakan proses
penyaluran impuls melalui saraf sensoris
setelah terjadi proses transduksi. Impuls ini
akan disalurkan oleh serabut saraf A delta
dan serabut C dari perifer ke sistem saraf
spinotalamik. Ketika stimulus nyeri dada
sampai ke korteks serebral, maka otak akan
menginterpretasikan kualitas nyeri dada dan
memproses dari pengalaman yang telah lalu,
pengetahuan, serta faktor budaya kemudian
diterjemahkan sebagai persepsi nyeri dada
dimana seseorang sadar akan timbulnya
nyeri dada (McCaffery dan Pasero, 1999
dalam Potter & Perry, 2010).
Terhambatnya transmisi impuls nyeri
merupakan fase keempat dari proses
nosiseptif yang dikenal sebagai modulasi.
Pada tahap mengambil sikap pasif dalam
relaksasi Benson akan menghambat sel
Transmiter dalam menstransmisikan impuls
nyeri dada ke otak (menutup gerbang) dan
menghambat kerja saraf parasimpatis
sehingga menimbulkan perasaan rileks.
Perasaan rileks akan diteruskan ke
hipotalamus untuk merangsang pengeluaran
hormon endorphin. Hormon ini bertindak
seperti morphin (Potter & Perry, 2010).
Hasil penelitian Sunaryo (2014)
relaksasi benson dapat mengurangi skala
nyeri dada kiri pasien acute miocardial
infarc di RS Dr. Moewardi Surakarta, hasil
penelitian oleh G Datak (2008) relaksasi
Benson dapat mengurangi intensitas nyeri
pada pasien pasca bedah transurethral
resection of the prostate. Penelitian
dilakukan juga oleh Kadek Oka (2013)
Menurut penelitiannya bahwa relaksasi
Benson bisa mengurangi tingkat stres dan
kecemasan pada lansia setelah konsisten
melakukan latihan. Penelitian diatas telah
menunjukan adanya hasil yang signifikan
dari relaksasi Benson dalam mengatasi nyeri,
stres dan kecemasan. Namun belum ada
penelitian yang menerapkan relaksasi
Benson untuk mengurangi nyeri dada pada
pasien Sindroma Koroner Akut. Peneliti
tertarik
untuk
mengaplikasikan
atau
menerapkan relaksasi Benson dalam
menurukan nyeri dada pada pasien Sindroma
Koroner Akut.
Studi pendahuluan dilakukan pada 10
Oktober 2016 sampai 16 Oktober 2016,
didapatkan responden sebanyak 6 pasien
Sindroma Koroner Akut yang dirawat di
ruang ICCU RSUD KRT Setjonegoro. Studi
pendahuluan dilakukan dengan metode
observasi, wawancara dan mengukur skala
nyeri dada menggunakan Numeric Pain
Scale. Hasil observasi didapatkan data dari 6
pasien penderita Sindroma Koroner Akut
PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD
KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO
3
yang mengeluh nyeri dada 2 pasien
diantaranya mengatakan nyeri dada ringan,
sedangkan 4 pasien mengalami nyeri dada
sedang.
Berdasarkan pengamatan peneliti selama
ini intervensi keperawatan yang dilakukan
untuk penanganan nyeri dada hanya
intervensi kolaboratif dengan dokter berupa
pemberian farmakologis. Untuk intervensi
mandiri perawat dalam penanganan nyeri
dada pada pasien Sindroma Koroner Akut
(SKA) belum terlihat. Dalam penelitian ini
peneliti memberikan intervensi mandiri
perawat yaitu berupa intervensi non
farmakologis dengan pemberian relaksasi
Benson.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan mengambil judul “ Perbedaan Skala
Nyeri Dada Sebelum dan Sesudah Pemberian
Relaksasi Benson Pada Pasien Sindroma
Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro
dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo “.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka
dapat diperoleh rumusan masalah “Apakah
ada perbedaan skala nyeri dada sebelum dan
sesudah pemberian relaksasi Benson pada
pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD
KRT
Setjonegoro
dan
RS
PKU
Muhammadiyah Wonosobo?”
TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui perbedaan skala nyeri dada
sebelum dan sesudah dilakukan pemberian
relaksasi Benson pada pasien Sindroma
Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro
dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
digunakan sebagai bahan masukan sebagai
dasar kebijakan dalam metode melakukan
tehnik relaksasi Benson untuk mengurangi
skala nyeri dada pada pasien Sindroma
Koroner Akut. Bagi tenaga medis khususnya
perawat
hasil
penelitian ini
dapat
dimanfaatkan dalam memberikan pelayanan
dengan menerapkan terapi relaksasi Benson
sebagai pengobatan nonfarmakologis untuk
mengurangi skala nyeri dada pada pasien
Sindroma Koroner Akut.
METODE PENELITIAN
Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah pre-eksperimen dengan
pre test – post test dalam satu kelompok (one
group pretest-posttest design), dimana ciri
dari rancangan ini tidak ada kelompok
pembanding (kontrol), tetapi dilakukan
pengukuran/observasi pertama (pretest)
yang
kemudian
menguji
perubahanperubahan yang terjadi setelah dilakukan
perlakuan (posttest).
Populasi dalan penelitian ini diambil di
RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU
Muhammadiyah Wonosobo mulai tanggal 8
Januari 2017 sampai tgl 23 Januari 2017.
Sampel diambil dengan menggunakan teknik
purposive sampling dengan jumlah sebanyak
15 responden yang masuk dalam kriteria
inklusi dan eksklusi yang dilakukan
pemberian relaksasi Benson selama 10
menit, satu kali sehari sebelum sarapan.
Sedangkan data dianalisis meliputi dua
tahap, yaitu analisis univariat dengan
menggunakan distribusi frekuensi dan
analisis bivariat dengan menggunakan uji ttest dependent karena data yang diperoleh
berdistribusi tidak normal.
HASIL PENELITIAN
Perbedaan skala nyeri dada sebelum dan
sesudah pemberian relaksasi Benson pada
pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD
KRT
Setjonegoro
dan
RS
PKU
Muhammadiyah Wonosobo.
A. Analisia Univariat
1. Gambaran skala nyeri dada sebelum
dilakukan pemberian relaksasi Benson pada
pasien sindroma koroner akut di RSUD
Setjonegoro Wonosobo dan RS PKU
Muhammadiyah Wonosobo.
Tabel 1 Distribusi frekuensi skala nyeri
sebelum dilakukan pemberian relaksasi
Benson
Variabel
Skala Nyeri
n
15
Median
4,00
PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD
KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO
Min
3
Max
6
4
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
gambaran skala nyeri dada pada pasien
sindroma koroner akut di RSUD
Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah
Wonosobo sebelum dilakukan pemberian
relaksasi Benson didapatkan skala nyeri
dengan median 4,00, skala minimum 3 dan
maksimum 6.
2. Gambaran skala nyeri sesudah dilakukan
pemberian relaksasi Benson pada pasien
sindroma koroner akut di RSUD
Setjonegoro Wonosobo.
Tabel 2 Distribusi frekuensi skala nyeri
sesudah dilakukan pemberian relaksasi
Benson
Variabel
Skala Nyeri
n
15
Median
3,00
Min
2
Max
5
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa
gambaran skala nyeri dada pada pasien
sindroma koroner akut di RSUD Setjonegoro
dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo
sesudah dilakukan pemberian relaksasi
Benson didapatkan skala nyeri dengan
median 3,00 skala nyeri dada minimum 2
dan maksimum 5.
B. Analisa Bivariat
Tabel 3
Perbedaan skala nyeri dada
pasien sindroma koroner akut sebelum dan
sesudah pemberian relaksasi Benson.
Variabel
Perlakuan
n
Skala nyeri
dada
pasien SKA
Sebelum
Sesudah
15
15
Median
Min
Max
pvalue
4,00
3,00
3,00
2,00
6,00
5,00
0,00
0
Berdasarkan tabel 3 diatas diketahui
bahwa skala nyeri dada sebelum dilakukan
relaksasi Benson adalah dengan median 4
kemudian mengalami penurunan nyeri
dengan median 3. Skala nyeri dada sebelum
relaksasi Benson yaitu skala minimum 3,
skala nyeri maksimum 6. Setelah relaksasi
Benson skala nyeri minimum 2, skala nyeri
maksimum 5. Berdasarkan uji Wilcoxon
didapatkan p-value sebesar 0,000 (α=0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan yang bermakna skala nyeri dada
sebelum dan sesudah dilakukan pemberian
relaksasi Benson pada pasien Sindroma
Koroner Akut di RSUD Setjonegoro
Wonosobo.
PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
gambaran skala nyeri dada pada pasien
sindroma koroner akut di RSUD Setjonegoro
dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo
sebelum dilakukan pemberian relaksasi
Benson didapatkan skala nyeri dengan
median 4,00, skala minimum 3 dan
maksimum 6. Sedangkan berdasarkan tabel 2
diketahui bahwa gambaran skala nyeri dada
pada pasien sindroma koroner akut di RSUD
Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah
Wonosobo sesudah dilakukan pemberian
relaksasi Benson didapatkan skala nyeri
dengan median 3,00 skala nyeri dada
minimum 2 dan maksimum 5.
Sindroma Koroner Akut merupakan
manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal
ini berkaitan dengan perubahan komposisi
plak dan penipisan tundung fibrus yang
menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan
diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah
trombus yang kaya tromosit (white trombus).
Trombus ini akan menyumbat liang
pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli
yang menyumbat pembuluh koroner yang
lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner.
Berkurangnya
kadar
oksigen
mengakibatkan
miokardium
mengubah
metabolisme yang bersifat aerob menjadi
metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob
yang melewati lintasan glikolisis jauh lebih
tidak efisien apabila dibandingkan dengan
metabolisme aerob melalui fosforilasi
oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan
fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar.
Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam
laktat yang akan tertimbun/meningkat,
PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD
KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO
5
sehingga menurunkan pH sel sehingga
timbul keluhan nyeri dada.
Relaksasi Benson merupakhan tehnik
relaksasi
yang
digabungkan
dengan
keyakinan yang dianut olrh pasien. Kata atau
kalimat tertentu yang dibaca berulang-ulang
dengan melibatkan unsur keimanan dan
keyakinan akan menimbulkan respon
relaksasi yang lebih kuat dibandingkan
dengan relaksasi tanpa melibatkan unsur
keyakinan. Ungkapan yang dipakai dapat
berupa nama Tuhan atau kata-kata lain yang
memiliki makna menenangkan bagi pasien
(Benson & Proctor, 2010). Relaksasi Benson
disamping mengendurkan otot-otot secara
sadar,
juga
memperhatikan
faktor
ketenangan lingkungan yang menjadi dasar
utama, kemudian memusatkan diri selama 10
sampai 20 menit pada ungkapan yang dipilih,
dan bersifat pasif pada pikiran-pikiran yang
mengganggu (Benson, 2010).
Dalam Relaksasi Benson mekanisme
“gerbang” yang berlokasi di sepanjang
sistem saraf pusat dapat mengatur atau
bahkan menghambat impuls-impuls nyeri
dada. Penutupan gerbang merupakan dasar
terhadap intervensi nonfarmakologis dalam
penanganan nyeri dada (Benson, 2010).
Rangsangan berbahaya seperti adanya
iskemia, infark miokard akan mengaktifkan
saraf parasimpatis sehingga menimbulkan
nyeri dada. Stimulus nyeri akan diubah
menjadi impuls listrik, perubahan energi ini
dinamakan transduksi. Transduksi dimulai
ketika
stimulus
terjadinya
nyeri
mengirimkan
impuls
yang
melewati
nosiseptor
(saraf
pancaindera
yang
menghantarkan stimulus nyeri dada ke otak),
maka akan menimbulkan potensial aksi.
Setelah proses transduksi selesai, transmisi
impuls nyeri dimulai.
Proses transmisi merupakan proses
penyaluran impuls melalui saraf sensoris
setelah terjadi proses transduksi. Impuls ini
akan disalurkan oleh serabut saraf A delta
dan serabut C dari perifer ke sistem saraf
spinotalamik.
Sepanjang
sistem
spinotalamik, impuls-impuls nyeri dada
berjalan melintasi medula spinalis. Setelah
impuls nyeri dada naik ke medula spinalis,
talamus mentransmisikan informasi ke pusat
yang lebih tinggi di otak, termasuk
pembentukan jaringan, sistem limbil, korteks
somatosensori, dan gabungan korteks. Ketika
stimulus nyeri dada sampai ke korteks
serebral,
maka
otak
akan
menginterpretasikan kualitas nyeri dada dan
memproses dari pengalaman yang telah lalu,
pengetahuan, serta faktor budaya kemudian
diterjemahkan sebagai persepsi nyeri dada
dimana seseorang sadar akan timbulnya
nyeri dada. Sesaat setelah otak menerima
stimulus nyeri dada, terjadi pelepasan
neurotransmitter inhibitor seperti opioid
endogenus (endorphin dan enkefalin),
serotonin,
norepinefirin
dan
asam
aminobutirikgamma
yang
bekerja
menghambat transmisi impuls nyeri dada dan
membantu menciptakan efek analgesik
(McCaffery dan Pasero, 1999 cit Potter &
Perry, 2010).
Terhambatnya transmisi impuls nyeri
merupakan fase keempat dari proses
nosiseptif yang dikenal sebagai modulasi.
Pada tahap mengambil sikap pasif dalam
relaksasi Benson akan menghambat sel
Transmiter dalam menstransmisikan impuls
nyeri dada ke otak (menutup gerbang) dan
menghambat kerja saraf parasimpatis
sehingga menimbulkan perasaan rileks.
Perasaan rileks akan diteruskan ke
hipotalamus untuk merangsang pengeluaran
hormon endorphin. Hormon ini bertindak
seperti morphin, bahkan dikatakan 200 kali
lebih besar dari morphin dan dianggap
sebagai penghilang rasa sakit yang terbaik.
(Haruyama,
2011).
Proses
tersebut
menyebabkan aktifitas serabut saraf delta A
dan serabut C (mujembawa impuls nyeri
dada
karena
iskemia)
tidak
dapat
menyalurkan impuls nyeri dada ke otak. Bila
tidak ada informasi nyeri dada yang
disampaikan melalui saraf asenden ke otak,
maka tidak ada nyeri dada yang dirasakan
(Potter & Perry, 2010).
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa
skala nyeri dada sebelum dilakukan relaksasi
Benson adalah dengan median 4 kemudian
PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD
KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO
6
mengalami penurunan nyeri dengan median
3. Skala nyeri dada sebelum relaksasi Benson
yaitu skala minimum 3, skala nyeri
maksimum 6. Setelah relaksasi Benson skala
nyeri minimum 2, skala nyeri maksimum 5.
Berdasarkan uji Wilcoxon didapatkan pvalue sebesar 0,000 (α=0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna skala nyeri dada sebelum dan
sesudah dilakukan pemberian relaksasi
Benson pada pasien Sindroma Koroner Akut
di RSUD Setjonegoro Wonosobo.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian Sunaryo (2014) tentang pengaruh
relaksasi benson terhadap penurunan skala
nyeri dada kiri pasien acute miocardial
infarc di RS Dr. Moewardi Surakarta
didapatkan nilai mean pretest 5,53 dan nilai
mean posttest 2,83. Sedangkan beda mean
pretest dan posttest menunjukan mean = 2,7
p-value 0.000 (=0.05). Maka hasil dari
penelitian tersebut dapat disimpulkan adanya
hasil yang signifikan penurunan skala nyeri
dada pada pasien acute miocardial infarc
sebelum dan sesudah diberikan terapi
analgesik dan relaksasi Benson.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh
Datak (2008) pada pasien pasca bedah
transurethral resection of the prostate di
RSUP Fatmawati Jakarta didapatkan nilai
mean pretest = 4,00 dan mean posttest =
2,87 dengan p-value 0,000 (=0.05). Maka
dapat disimpulkan ada perbedaan antara pre
dan post perlakuan teknik relaksasi Benson
terhadap penurunan intensitas nyeri dada
pasien pasca bedah transurethral resection of
the prostate.
Dalam penelitian ini peneliti menyadari
adanya
beberapa
keterbatasan
dan
kelemahan yaitu peneliti tidak melakukan
pengontrolan terhadap responden yang
cemas karena dirawat di ruang ICCU karena
melihat berbagai macam kondisi pasien lain
yang ada diruang itu akan memiliki
kecemasan
lebih.
Diketahui
bahwa
kecemasan merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi nyeri. Kecemasan
meningkatkan persepsi nyeri.
KESIMPULAN
1. Gambaran skala nyeri dada sebelum
dilakukan relaksasi Benson pada pasien
Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT
Setjonegoro
dan
RS
PKU
Muhammadiyah
Wonosobo
adalah
median 4,00, skala nyeri minimum 3 dan
maksimum 6.
2. Gambaran skala nyeri dada sesudah
dilakukan relaksasi Benson pada pasien
Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT
Setjonegoro
dan
RS
PKU
Muhammadiyah
Wonosobo
adalah
didapatkan skala nyeri median 3,00
dengan skala nyeri minimum 2 dan
maksimum 5.
3. Ada perbedaan yang bermakna skala
nyeri dada sebelum dan sesudah
dilakukan relaksasi Benson pada pasien
Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT
Setjonegoro
dan
RS
PKU
Muhammadiyah Wonosobo dibuktikan
dengan hasil uji statistik dengan p-value
sebesar 0,000 (α=0,05).
SARAN
1. Bagi Rumah sakit
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
digunakan sebagai bahan maukan
sebagai dasar kebijakan dalam metode
melakukan tehnik relaksasi Benson
untuk mengurangi nyeri dada pada
pasien Sindroma Koroner Akut.
2. Bagi perawat ICU
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
dalam memberikan pelayanan dengan
menerapkan terapi relaksasi Benson
sebagai pengobatan nonfarmakologis
untuk mengurangi skala nyeri dada
spada pasien Sindroma Koroner Akut.
PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD
KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO
7
3. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian
lebih
lanjut
perlunya
dikembangkan
penelitian
relaksasi
Benson dalam menurunkan skala nyeri
dada pasien sindroma koroner akut.
Selain hal tersebut perlunya dilakukan
pengontrolan terhadap faktor lain yang
mempengaruhi skala nyeri dada
responden, seperti aktifitas klien,
kecemasan, dukungan keluarga dan
pengalaman responden terhadap nyeri
dada Sindroma Koroner Akut.
DAFTAR PUSTAKA
Aryana, Kadek Oka. 2013. Pengaruh Tehnik
Relaksasi
Benson
terhadap
Penurunan Tingkat Stres Lansia Di
Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran. Jurnal kesehatan.
Benson, Herbert. 2010. The Relaxation
Response. New York: Harper Collins
Publishers
Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine
McCarty.
2006.
Patofisiologi:
Konsep
Klinis
Proses-Proses
Penyakit Ed.6 Vol.2. Jakarta; EGC
Rilantono, Lily L. 2015.
Kardiovaskular (PKV).
Badan Penerbit FKUI.s
Penyakit
Jakarta:
Sukarmin dan Rizka Himawan. 2015.
Relaksasi Benson Untuk Menurunkan
Tekanan Darah Pasien Hipertensi Di
Rumah Sakit Daerah Kudus. Jurnal
Kesehatan.
Sunaryo, Tri dan Siti Lestari, 2014.
Pengaruh
Relaksasi
Benson
Terhadap Penurunan Skala Nyeri
dada Dada Kiri Pada Pasien Acute
Myocardial Infark Di RS Dr
Moewardi
Surakarta.
Jurnal
Kesehatan.
Datak, G. 2008. Pengaruh Tehnik Relaksasi
Benson terhadap Penurunan Nyeri
dada Pasca Bedah transurethral
resection of the prostate di RSUP
Fatmawati Jakarta.
Haruyama, Shigeo. 2011. The Miracle Of
Endorphine. Diterjemahkan oleh
Imansyah & Ridwana Soleh.
Bandung: Kaifa.
Kemenkes RI. 2012. Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan Penyakit
Tidak Menular. Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan
Klien
dengan
Gangguan
Kardiovaskular dan Hematologi.
Jakarta: Salemba Medika.
Purwanto, Setiyo. 2006. Relaksasi Dzikir.
Jurnal
Psikologi
Universitas
Muhamadiyah Surakarta.
Potter
& Perry. 2010. Fundamental
Keperawatan, Edisi 7 Buku3.
Singapore: Elsevier
PERBEDAAN SKALA NYERI DADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN
RELAKSASI BENSON PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RSUD
KRT SETJONEGORO DAN RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO
8
Download