strategi pembangunan perumahan di kawasan

advertisement
STRATEGI PEMBANGUNAN PERUMAHAN
DI KAWASAN PERKOTAAN
Oleh:
Totok Harjanto
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
ABTRAKSI
Dewasa ini setiap negara berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya melalui proses peningkatan kapasitas produksi nasionalnya. Untuk
itu diperlukan ketersediaan sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang
berkualitas tinggi. Untuk mendapatkan sumberdaya manusia yang berkualitas
diperlukan tempat tinggal yang layak bagi keluarga agar dapat membina keluarga
yang sejahtera. Sementara itu ketersediaan hunian yang layak di daerah perkotaan
harganya relatif mahal sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan
rendah. Kondisi ini menimbulkan terbentuknya kawasan kumuh di wilayah
perkotaan. Sebagai upaya untuk mengatasi timbulnya kawasan kumuh diperlukan
strategi pembangunan perumahan yang komprehensif dalam rangka menyediakan
hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat dalam bentuk pembangunan
rumah susun sewa. Rumah susun sewa tersebut dapat berupa rumah susun sewa
publik dan rumah susun sewa swasta.
KATA KUNCI: Pembangunan, Rumah Susun , dan Masyarakat.
PENDAHULUAN
Dewasa ini kondisi ekonomi dunia sedang mengalami masa pertumbuhan
yang relative rendah , rata rata sekitar 3% sampai 4 %. . Krisis ekonomi di zona
Eropa masih menekan tingkat permintaan di kawasan tersebut. Kondisi ini
menyababkan tingkat persaingan antar negara menjadi sangat kompetitif. Setiap
negara berupaya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dengan
cara meningkatkan produksi nasionalnya. Peningkatan kapasitas produksi nasional
ini tentunya memerlukan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang
H a l a m a n | 44
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
berkualitas agar mampu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Upaya
untuk meningkatkan kualitas produk nasional ini mutlak diperlukan karena pada
saat ini jumlah impor untuk kebutuhan konsumsi domestik terus meningkat,
sementara pada sisi lain ekspor cenderung menurun. Kondisi ini menyebabkan
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terus menurun. Pada tahun 2012 nilai
tukar rupiah terhadap US dollar masih pada kisaran Rp 12.000 per US$ 1, dan
pada tahun 2015 nilai tukar menurun mendekati Rp 13.600 per US$ 1.
Sebagai negara yang berpenduduk sebanyak 250 juta jiwa, pemerintah
berupaya meningkatkan kesejahteraan penduduknya sesuai dengan amanat
konstitusi yang mewajibkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan umum atau
kesejahteraan rakyat, sesuai dengan pembukaan UUD yang menyatakan salah satu
tujuan negara adalah meningkatkan kesejahteraan umum. Program peningkatan
kesejahteraan rakyat tersebut dilakukan melalui pembangunan ekonomi nasional
yang telah berhasil meningkatkan pendapatan perkapita penduduknya dari US$
100 pada tahun 1970 menjadi sekitar US$ 3500 pada tahun 2014.
Dengan tingkat pendapatan perkapita yang terus meningkat maka jumlah
penduduk yang tinggal di daerah perkotaan cenderung terus meningkat.
Peningkatan jumlah penduduk di daerah perkotaan ini menyebabkan permintaan
lahan untuk keperluan tempat tinggal , industri, perdagangan dan jasa lainnya
menjadi sangat tinggi. Hal ini menyebabkan harga tanah cenderung terus
meningkat. Harga tanah yang tinggi tentunya akan meningkatkan harga rumah
untuk tempat tinggal sehingga sebagian masyarakat mengalami kesulitan untuk
H a l a m a n | 45
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
mendapatkan tempat tinggal yang layak karena pendapatan mereka tidak mampu
untuk membeli tempat tinggal di daerah perkotaan. Desakan untuk memiliki
tempat tinggal di daerah kota mendorong sebagian masyarakat tidak mampu
untuk melakukan penyerobotan lahan dengan cara menguasai lahan milik negara
dan membangun hunian ditempat tersebut. Kondisi inilah yang memunculkan
fenomena kampung kumuh yang tersebar di sebagian besar wilayah perkotaan di
Indonesia.
Pada sisi yang lain pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan
masyarakat yang tinggi mendorong permintaan akan hunian yang layak
bertambah tinggi. Sementara kemampuan menyediakan perumahan yang
dilakukan oleh pelaku industri perumahan belum mampu memenuhi kebutuhan
rumah yang ada. Sampai dengan tahun 2014 kekurangan rumah
mencapai 13,7 juta uint. Dalam upaya mengurangi
(backlog)
backlog perumahan dan
menghilangkan kawasan kumuh tersebut diperlukan kegiatan untuk membangun
permukiman bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat
umum. Pembangunan perumahan tersebut meliputi penyediaan perumahan tapak
atau horizontal dan penyediaan rumah susun yang ditujukan untuk mengurangi
tingkat backlog hunian dari 13,7 juta unit pada tahun 2014 menjadi sebesar 6,8
juta unit pada tahun 2019. Agar supaya masyarakat dapat menempati tempat
tinggal yang layak maka perlu dilakukan berbagai upaya agar jumlah hunian dapat
ditingkatkan dalam jumlah yang memadai. Untuk itu diperlukan sebuah rencana
strategis yang mampu mengakomodasi beragam permasalahan yang ada sehingga
H a l a m a n | 46
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
masyarakat dapat memiliki atau menempati hunian yang layak, berkualitas dan
terjangkau. Sementara pemerintah telah mentargetkan pembangunan rumah susun
sewa selama lima tahun ke depan sebanyak 550.000 unit. Dengan pembangunan
ini diharapkan jumlah backlog akan menurun sesuai dengan yang sudah
direncanakan dalam RPJM Nasional sebesar 6,8 juta atau dari 7,7 juta pada tahun
2014 menjadi 5 juta pada tahun 2019 jika dilihat dari perpektif penghuni.
Dalam hal ini khususnya diperkotaan kebutuhan akan rumah semakin hari
terus meningkat. Tingkat kebutuhan rumah setiap tahun cenderung meningkat
sementara jumlah rumah yang dapat dibangun terbatas. Hal ini mengakibatkan
harga rumah menjadi sangat mahal. Harga rumah yang tinggi mengakibatkan
banyak masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah mengalami
kesulitan mendapatkan rumah. Dengan demikian peran pemerintah sangat
diperlukan sekali oleh masyarakat kota.
KAJIAN TEORI
Pengertian Perumahan
Definisi perumahan menurut The Dictioonary of Real Estate Appraisal
(2002:313) perumahan adalah tanah kosong atau sebidang tanah yang
dikembangkan, digunakan atau disediakan untuk tempat kediaman, yang berupa
rumah tapak, apartemen, rumah susun. Semenatara menurut Undang-Undang No
4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
a. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga.
H a l a m a n | 47
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
b. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana lingkungan
c. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Sementara itu, American Institute Of Real Estate Appraisal (2001),
membagi permukiman penduduk atau resindential property menjadi single family
resindential dan multifamily residential. Menurut Abdul Rahman (1992: 170)
properti perumahan bisa dikategorikan kepada beberapa jenis, yaitu :
1. Rumah tinggal, dapat dikelompokan bdalam bentuk rumah elit, rumah
menengah, rumah sederhana dan rumah murah.
2. Rumah vertikal, dapat dibedakan menjadi rumah susun, apartemen, dan
kondominium.
Menurut Harvey (1989), rumah memilikki 2 arti penting, yaitu :
1. Rumah sebagai kata benda, menunjukkan bahwa tempat tinggal sebagai
suatu komiditi.
2. Rumah sebagai kata kerja, menunjukkan suatu proses dan aktivitas
manusia yang terjadi dalam pembangunan, pengembangan maupun sampai
proses penghunian.
Dalam SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perumahan
Rakyat tahun 1992 Properti perumahan dapat dikategorikan menjadi beberapa
jenis, yaitu :
1. Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas
kaveling antara 54 meter persegi sampai 200 meter persegi dan biaya
pembangunan per meter persegi tidak melebihi dari harga satuan per meter
H a l a m a n | 48
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
persegi tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintan kelas C
yang berlaku.
2. Rumah menengah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas
kaveling antara 200 meter persegi sampai 600 meter persegi.
3. Rumah mewah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas
kaveling antara 600 persegi sampai dengan 2000 meter persegi dan biaya
pembangunan per meter persegi di atas harga satuan per meter persegi
tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas kelas A yang berlaku.
Levy (1995) menyebutkan bahwa rumah memiliki karateristik:
1. Fixity, yaitu ada pada tempat tertentu selama umur bangunannya.
2. Orability, yaitu lebih tahan lama.
3. Slow rateof technological change, yaitu cenderung lebih lambat usianya
dibanding dengan barang lainya.
4. Pronesstoneighborhoodeffects,yaitu nilainya ditentukan oleh lokasi.
5. Sensitivitytocredit, karena pembelian rumah merupakan pengeluaran yang
besar dan biasanya dibiayai dengan kredit jangka panjang.
6. Speculativ emotivein ownership,yaitu ada keuntungan spekulasi.
7. Merrid good,yaitu rumah dipandang sebagai sesuatu yang memilih pengaruh
menguntungkan yang melebihi kepuasan penggunaannya.
8. Smalls caleof producy unit,bila dibandingkan dengan produk lain.
9. Fragmented ownership, yaitu kepemilikan yang terpisah-pisah.
Kerangka dasar kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman di
Indonesia saat ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Dalam Undang-undang tersebut
disebutkan bahwa penyelenggaraan perumahan dan permukiman menjadi
tanggungjawab Negara dimana pengendaliannya dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pembinaan dalam penyelengaraan perumahan dan permukiman meliputi kegiatan
perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan dimana Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan melakukan koordinasi lintas
sektoral, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan baik vertical maupun
horizontal dalam pelaksanaannya. Kegiatan pembinaan tersebut dilaksanakan
H a l a m a n | 49
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
secara berjenjang dari tingkat nasional hingga tingkat daerah, dalam arti kebijakan
di tingkat nasional akan menjadi pedoman bagi penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman di tingkat daerah. Salah satu wewenang Pemerintah dalam
melaksanakan pembinaan adalah menyusun dan menetapkan norma, standar,
pedoman dan kriteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian
yang layak, sehat dan aman.
Selain dari pada itu tugas utama Pemerintah adalah memfasilitasi
penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, khususnya masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR). Kelompok MBR merupakan masyarakat yang
mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah
untuk memperoleh rumah. Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR,
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan
dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan
secara bertahap dan berkelanjutan.
Dalam konteks penyediaan rumah untuk MBR, Pemerintah menetapkan bahwa
jenis rumah untuk MBR disebut sebagai rumah umum dalam bentuk rumah
tunggal, rumah deret, atau rumah susun. Khusus untuk rumah tunggal dan rumah
deret, ukuran luas lantai minimal 36 m2. Terkait dengan tanggung jawab
pembangunan perumahan dan permukiman tersebut, Pemerintah dan pemerintah
daerah dapat memberikan tugas atau membentuk lembaga atau badan yang
menangani pembangunan perumahan dan permukiman.
Kebijakan pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR juga diatur dalam Peraturan
H a l a m a n | 50
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) Nomor 25 tahun 2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Perumahan Murah. Dalam Permenpera tersebut, rumah murah
adalah rumah umum layak huni dan terjangkau dengan luas lantai 36 m2 yang
diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kepemilikannya
melalui Kredit/ Pembiayaan Pemilikan Rumah didukung oleh bantuan Fasilitas
Likuiditas Pembiayaan Perumahan dan tanpa uang muka. Melalui kebijakan
tersebut diharapkan masyarakat khususnya yang tinggal di kawasan perkotaan
dapat mengakses rumah murah.
Rumah Susun
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun
pengertian
rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama.
Tanggung jawab penyelenggaraan rumah susun berada di tangan negara
dengan pelaksanaan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Pembinaan yang
dilakukan oleh Pemerintah meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan. Salah satu tugas Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan rumah susun adalah memfasilitasi penyediaan rumah susun bagi
masyarakat, terutama bagi MBR. Selain itu Pemerintah memberikan bantuan dan
H a l a m a n | 51
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
kemudahan dalam rangka pembangunan, penghunian, penguasaan, pemilikan, dan
pemanfaatan rumah susun bagi MBR.
Penyediaan dan jenis rumah susun dilakukan berdasarkan kelompok
sasaran, pelaku, dan sumber daya pembangunan yang meliputi rumah susun
umum, rumah susun khusus, rumah susun negara, dan rumah susun komersial.
Pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara
merupakan tanggung jawab Pemerintah. Sedangkan pembangunan rumah susun
komersial dapat dilaksanakan oleh setiap orang atau pengembang. Namun
demikian, setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial diwajibkan
menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% dari total luas lantai
rumah susun komersial yang dibangun dan dapat dibangun di luar lokasi kawasan
rumah susun komersial asalkan masih dalam kabupaten/kota yang sama.
Pembiayaan Perumahan
Berdasarkan UU Nomor 1 2011, Pemerintah dalam melaksanakan fungsi
pembinaan pembangunan rumah susun bertugas mengalokasikan dana dan/atau
biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR.
Pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) telah
mendirikan Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU-PPP)
yang bertugas melaksanakan operasionalisasi kebijakan pembiayaan perumahan
yaitu penyaluran bantuan pembiayaan perumahan melalui subsidi perumahan.
Skim subsidi perumahan yang dilaksanakan oleh Pusat Pembiayaan Perumahan
adalah dalam bentuk Subsidi Selisih Bunga dan Subsidi Uang Muka. Subsidi
H a l a m a n | 52
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Perumahan diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat
berpenghasilan menengah bawah dengan tujuan untuk membantu kelompok
masyarakat tersebut agar dapat menjangkau angsuran atas pinjaman yang
diberikan oleh lembaga perbankan.
Subsidi selisih bunga diberikan kepada kelompok sasaran dalam kurun
waktu tertentu (masa subsidi) sesuai dengan kelompok penghasilannya dengan
menetapkan suku bunga subsidi. Setelah masa subsidi berakhir, suku bunga yang
diterapkan pada kelompok sasaran adalah suku bunga yang ditetapkan oleh
lembaga perbankan, sehingga terjadi kenaikan angsuran pinjaman yang cukup
signifikan dan sangat tergantung dari suku bunga pinjaman dari lembaga
perbankan tersebut. Untuk mengatasi kondisi tersebut, kebijakan bantuan
pembiayaan melalui subsidi perumahan direformasi menjadi kebijakan bantuan
pembiayaan melalui fasilitas likuiditas. Dengan kebijakan tersebut, kelompok
sasaran akan menerima bantuan pembiayaan perumahan melalui fasilitas
likuiditas dengan tingkat suku bunga (single digit) pinjaman rendah dan tetap
(fixed rate) sepanjang masa pinjaman.
Dengan kebijakan Fasilitas Likuiditas, bantuan pembiayaan perumahan
disalurkan melalui lembaga perbankan kepada kelompok sasaran dan digabung
dengan dana Bank (blended financing) untuk mendapatkan suku bunga rendah
dan tetap sepanjang masa pinjaman. Sumber dana untuk fasilitas likuiditas,
menggunakan dana dari APBN dan dimasa datang dimungkinkan untuk
memanfaatkan dana-dana jangka panjang yang berasal dari, seperti Bapertarum,
H a l a m a n | 53
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Jamsostek, Asuransi, dan yang lainnya.
Penyediaan Lahan
Berdasarkan konstitusi pasal 28H UUD 1945 ayat (1) dinyatakan bahwa
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”. Pembangunan perumahan dan permukiman ditujukan
untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau bagi
seluruh lapisan masyarakat yang sekaligus mewujudkan permukiman yang
berkelanjutan.
Dalam Undang Undang tentang perumahan dan Kawasan
Permukiman disebutkan bahwa pembangunan rumah tunggal, rumah deret, atau
rumah susun dapat dilakukan di atas tanah hak milik, hak guna bangunan (di atas
tanah negara maupun di atas hak pengelolaan), atau hak pakai di atas tanah
negara. Namun demikian, pola pikir masyarakat masih fokus dalam pemilikan
tanah yang nantinya berlanjut dalam kepemilikan rumah. Kondisi tersebut yang
membebani masyarakat untuk dapat memiliki rumah karena sebagian besar
pembangunan rumah berada di atas hak milik pribadi atau pengembang.
Mengingat keterbatasan tanah dan semakin mahalnya harga tanah, khusus
di daerah perkotaan juga di pedesaan, maka UU PKP diharapkan memberikan
jalan keluar dan dapat membuka akses bagi rakyat untuk dapat memiliki rumah
tanpa harus membeli tanah. Konsep ini dapat dikembangkan dengan penatagunaan
tanah dan konsolidasi tanah untuk perumahan rakyat.
H a l a m a n | 54
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Penataan Ruang
Kawasan permukiman di dalam UU Penataan Ruang termuat sebagai
bagian dari rencana struktur ruang yang meliputi rencana sistem pusat
permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Rencana struktur ruang
merupakan kerangka sistem pusat-pusat pelayanan kegiatan yang berhirarki dan
satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah. Dalam
pengertian tersebut kawasan permukiman menjadi arahan dalam pembentukan
sistem pusat-pusat pelayanan di kota atau kabupaten yang memberi pelayanan
bagi wilayah sekitarnya. Pusat-pusat pelayanan tersebut meliputi kegiatan sosial,
budaya, ekonomi, serta administrasi masyarakat. Oleh karena itu, rencana struktur
ruang wilayah didasarkan pada pengembangan dan pelayanan wilayah dalam
rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi yang berbasis pada kawasan
perumahan dan permukiman.
Menyadari pentingnya peran kawasan permukiman, di dalam Undangundang PKP dinyatakan bahwa penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan
untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana,
menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Kedua
kebijakan tersebut saling terkait dan berkesinambungan.
Namun permasalahan yang dihadapi adalah dalam pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah dihadapkan pada masalah
tanah untuk membangun perumahan. Rencana tata ruang sering kali menghadapi
H a l a m a n | 55
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
masalah dalam mengatasi urban sprawl karena pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman yang tidak teratur. Hal ini disebabkan sebagian besar tanah
yang digunakan adalah milik pribadi ataupun milik pengembang yang berusaha
membangun agar sedekat mungkin dengan lokasi kerja dan semaksimal mungkin
memanfaatkan luas lahan yang ada.
Salah satu konsep untuk mengelola pertanahan agar efektif dalam
pembangunan adalah konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah adalah penataan
kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk
kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman guna meningkatkan
kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya alam dengan partisipasi aktif
masyarakat.
Konsolidasi tanah dianggap penting dalam kebijakan pembangunan
perumahan karena konsolidasi tanah mempunyai ciri-ciri kekhasan sebagai
berikut:
a. Prosedur pelaksanaannya menghormati hak atas tanah dan menjunjung tinggi
aspek keadilan dengan melibatkan partisipasi aktif para pemilik tanah melalui
musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan, baik dalam tahap
perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaannya;
b. Pemilik tanah diupayakan tidak tergusur dari lingkungannya
c. Keuntungan yang diperoleh dari hasil peningkatan nilai tambah tanah dan
biaya pelaksanaannya didistribusikan secara adil diantara pemilik tanah atau
H a l a m a n | 56
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
peserta konsolidasi;
d. Penataan penguasaan tanah dilakukan sekaligus dengan penataan penggunaan
tanahnya serta pensertifikatan tanah yang telah dikonsolidasi
e. Biaya pelaksanaan diupayakan dari pemilik tanah sehingga tidak hanya
mengandalkan biaya dari pemerintah yang sangat terbatas
f. Penggunaan tanah ditata secara efisien dan optimal dengan mengacu kepada
Rencana Tata Ruang Wilayah/ Rencana Pembangunan Wilayah, sekaligus
menyediakan tanah untuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan sehingga
dapat mendukung kebijakan pemerintah daerah.
Kendati konsolidasi tanah mempunyai ciri-ciri yang cukup menarik,
namun implementasinya belum menunjukkan hasil yang maksimal, meskipun
hanya sebatas konsolidasi tanah untuk pengadaan tanah perumahan. Sehingga
diperlukan pendekatan yang sistematis dalam mengontrol pertanahan di Indonesia
agar kegiatan pembangunan dapat berjalan efektif dan memenuhi kebutuhan
masyarakat.
PEMBAHASAN
Srategi Pembangunan Perumahan
Kebijakan Pemerintah
Dalam upaya untuk melakukan perubahan dalam kebijakan ekonomi yang
lebih terbuka pemerintah mengeluarkan beberapa paket kebijakan deregulasi
dalam berbagai sektor untuk lebih menyederhanakan masalah perijinan,
pengadaan lahan, investasi, pengupahan , ekspor dan impor dan insentif fiskal.
H a l a m a n | 57
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Kebijakan yang dikeluarkan adalah Paket I, pada bulan September 2015 yang
tujuannya untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Bentuk kebijakan ini
berupa;
I. Mengembangkan Ekonomi Makro yang Kondusif
Pemerintah bersama-sama dengan Otoritas Moneter (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) melakukan langkah-langkah dalam upaya menciptakan kondisi
ekonomi makro yang kondusif, yaitu:
1. Stabilisasi Fiskal dan Moneter (Termasuk Pengendalian Inflasi)
2. Percepatan Belanja
3. Penguatan Neraca Pembayaran
II. Menggerakkan Ekonomi Nasional
Pemerintah melakukan serangkaian kebijakan deregulasi, debirokratisasi
dan memberikan insentif fiskal dalam rangka menggerakan perekonomian
nasional (sektor riil). Kebijakan pada tahap I meliputi:
1. Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif
Fiskal)
Deregulasi:
Merasionalisasi
peraturan
dengan
menghilangkan
duplikasi/
redundansi/irrelevant regulations; Melakukan keselarasan antar peraturan; dan
Melakukan konsistensi peraturan.
Debirokratisasi: Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku
usaha/profile sharing, sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya; Adanya SOP
dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan serta
H a l a m a n | 58
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan; Menganut
sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya);
Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan; dan Pelayanan
perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.
2. Mempercepat Proyek Strategis Nasional melalui;
Peraturan Presiden (pengaturan baru dan pengaturan ulang beberapa
ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka menyusun mekanisme
dan mempertegas serta memberikan penjelasan yang diperlukan)
Instruksi Presiden (arahan dan penegasan kepada para Menteri/Kepala Lembaga,
Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai kewenangan masing-masing ) untuk
melakukan dan memberikan dukungan percepatan penyelesaian Proyek Strategis
Nasional.
3. Meningkatkan Investasi di Sektor Properti, dengan strategi;
Membuka kepemilikan orang asing terhadap properti (rumah susun mewah
dengan harga Rp 10 Miliar ke atas).
Perubahan PP untuk memperkuat peran Perumnas dalam pembangunan rumah
susun
bagi
masyarakat,
khususnya
yang
berpenghasilan
rendah.
Penyelesaian PP Hunian Berimbang untuk mendorong pembangunan perumahan
untuk masyarakat berpenghasilan rendah oleh pengembang swasta.
III. Melindungi Masyarakat Berpendapatan Rendah dan Menggerakan Ekonomi
Pedesaan
Pemerintah
melakukan
langkah - langkah
untuk melindungi masyarakat
H a l a m a n | 59
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
berpendapatan rendah dan masyarakat pedesaan dari dampak melemahnya
ekonomi nasional:
1. Stabilisasi Harga Pangan
2. Percepatan Pencairan Dana Desa
3. Penambahan Raskin
Arah Kebijakan Pembangunan Perumahan
Dalam RPJM Nasional tahun 2015-2019 dinyatakan bahwa sasaran dalam
pembangunan perumahan selama lima tahun ke depan adalah ;
1. Penyediaan hunian layak dan terjangkau untuk 2,2 juta rumah tangga dari
anggaran Pemerintah.
2. Mendorong keswadayaan masyarakat dan dunia usaha dalam penyediaan
tempat tinggal yang layak untuk 2,2 juta rumah tangga untuk mendukung
penurunan angka kekurangan rumah.
3. Peningkatan kualitas rumah tidak layak huni untuk 1,5 juta rumah tangga,
termasuk dalam rangka penanganan kawasan permukiman kumuh.
1. Penyediaan Perumahan
Skala prioritas pembangunan nasional yang terkait dengan penyediaan
perumahan adalah nawacita startegi ke lima yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup
Manusia Indonesia. Prioritas pembangunan nasional tersebut akan dijabarkan ke
dalam kebijakan dan strategi penyediaan perumahan. Bentuk dukungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap hal tersebut
diwujudkan melalui:
H a l a m a n | 60
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
1) Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan
perumahan;
2) Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan, dengan sasaran
program menurunnya kekurangan tempat tinggal (backlog) dan menurunnya
rumah tidak layak huni.
Penyediaan perumahan diharapkan dapat memperluas akses terhadap
tempat tinggal yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
yang memadai untuk seluruh kelompok masyarakat secara berkeadilan,
melalui pengembangan multi-sistem penyediaan perumahan secara utuh dan
seimbang, meliputi (1) Pengendalian Perumahan Komersial, (2) Penguatan
Perumahan Umum, (3) Pemberdayaan Perumahan Swadaya, (4) Fasilitas
Perumahan Khusus, dan (5) Pengelola Rumah Negara.
Kebijakan Anggaran Pembiayaan
Keberhasilan suatu program kerja sangat ditentukan oleh ketersediaan
anggaran untuk menjalankan program kerja tersebut. Dalam lima tahun terakhir
dana yang disaediakan untuk kementrian PU dan Perumahan Rakyat adalah
sebagai berikut :
Tabel 1
Data APBN dan Anggaran Kementrian PUPERA (milyar rupiah )
Tahun
APBN
Kemenpera
Kementrian PU
Jumlah
2010
995,271.5
914.9
32,746.9
33,661.8
2011
1,210,599.7
2,362.2
51,305.9
53,668.1
H a l a m a n | 61
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
2012
1,338,109.6
3,999.9
67,976.4
71,976.3
2013
1,438,891.1
4,297.3
80,330.6
84,627.9
2014
1,635,378.5
4,001.3
74,522.2
78,523.5
2015
1,793,588.9
4,621.5
81,338.2
85,959.7
Sumber: Neraca Keuangan tahun 2010-2015
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa jumlah anggaran untuk kementrian
ini terus mengalami peningkatan . Pada tahun 2010 dengan APBN sebesar Rp 995
trilyun ,anggaran untuk Kementrian Perumahan sebesar Rp 914 dan Anggaran
Kementrian Pekerjaan Umum sebesar Rp 32,7 trilyun. Jumlah anggaran tersebut
semakin meningkat sehingga pada tahun 2015 dengan jumlah APBN sebesar Rp
1793 trilyun, jumlah anggaran untuk Kementrian Perumahan sebesar Rp 4,62
trilyun dan Anggaran untuk kementrian Pekerjaan Umum sebesar Rp 81,33
trilyun. Total anggaran untuk kementrian ini sebesar 85,9 trilyun rupiah. Total
anggaran untuk pembangunan rumah susun adalah sebesar 134 trilyun selama
sampai tahun 2019. Berarti dalam satu tahun diperlukan anggaran sebesar 26,8
trilyun , artinya anggaran pembangunan rumah susun akan menyerap 30 persen
anggaran kementrian . Hal ini tentus saja merupakan suatu hal yang tidak
mungkin dapat direalisasikan . Untuk itu diperlukan sumber pembiayaan lainnya
spereti dari ;
1. APBD pemerintah daerah
2. Obligasi pemerintah pusat dan daerah
3. CSR dari perusahaan
H a l a m a n | 62
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
4. Pembiayaan pembangunan perumahan dari BPJS
Hasil Pembangunan Rumah Susun
Dalam manajemen modern keberhasilan sebuah organisasi dapat diukur dari
tingkat kinerja yang dihasilkan oleh organisasi tersebut. Selama kurun waktu 2010
-2014 Kementrian Perumahan Rakyat sudah menjalankan fungsinya dengan
melakukan beberapa program kegiatan yang sasarannya adalah meningkatnya
pengembangan regulasi dan terwujudnya lingkungan yang layak huni. Sementara
sasaran kedua terdapat 3 program kerja yang terdiri dari ;
1. Jumlah unit rumah yang layak huni
2. Jumlah persentase hunian yang dipelihara
3. Luas perumahan dan permukiman kumuh
Berdasarkan sasaran program kerja tersebut Kementrian Perumahan
Rakyat menargetkan jumlah pembangunan tower bangunan sebanyak 100 tower
bangunan
dengan jumlah jiwa sebanyak
38.400 jiwa. Pada tahun 2014
Kementrian Perumahan Rakyat berhasi membangun 408 TB dengan jumlah orang
yang tertampung sebanyak 46896 jiwa . Dilihat dari jumlah rusun yang
seharusnya dibangun maka target pada tahun 2014 sebanyak 9600 unit ,
realisasinya hanya sebesar 3122. Terdapat selisih yang cukup besar jika dilihat
dari unit rusun yang dapat dibangun oleh Kemenpera. Sementara pada sisi
perkampungan kumuh selama tahun 2014 telah terjadi penurunan kawasan kumuh
sebesar 369 Ha. Pada tahun 2014 jumlah kawasan kumuh sebesar 38.341 ha,
jumlah kawasan kumuh yang masih sangat besar tersebut oleh pemerintah
H a l a m a n | 63
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
sekarang ditargetkan hilang pada tahun 2019. Dengan demikian setiap tahun
kawasan kumuh akan berkurang sebesar 7668 Ha.
Berdasarkan data yang ada dapat dilihat bahwa antara rencana dengan
realisasi terjadi selisih yang cukup besar. Secara keseluruhan dapat dilihat dalam
tabel 4.2. berikut ini:
Tabel 2
Pembangunan Rumah Susun Sewa KEMENPERA
Tahun
RPJM
Kemenpera
Unit Rusun
Realisasi
Unit Rusun
2010
100 TB
49 TB
4.704
0
0
2011
100TB
100TB
9.600
49 TB
2.972
2012
180TB
180TB
9.600
126 TB
6.105
2013
0
51 TB
16.320
260 TB
6.017
2014
0
0
9.600
408 TB
3.122
Jumlah
380 TB
380TB
49.824
843 TB
18.216
Sumber : laporan Kinerja Kemenpera 2014
Catatan Dalam RPJM 1 TB= 96 unit
Berdasarkan hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa selama kurun waktu
tahun 2010 sampai tahun 2014 terdapat gap yang cukup besar antara rencana
pembangunan rumah susun sewa di dicanangkan oleh Kementrian Peumahan
Rakyat dengan realisasi terbangunnya rumah susun sewa . Dalam RPJM tahun
2010 sampai tahun 2014 direncanakan pembangunan rumah susun sebanyak 380
TB dengan jumlah rusun sebanyak 36480 unit ( dengan asumsi 1 TB = 96 unit).
Dalam rencana RPJM 2010-2014 program pembangunan dilakukan pada tahun
H a l a m a n | 64
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
2010 sebanyak 100 TB , tahun 2011 sebanyak 100 TB dan 2012 sebanyak 180
TB. Sementara rencana Kemenpera adalah tahun 2010 sebanyak 49 TB , tahun
2011 sebanyak 100 TB , tahun 2012 sebanyak 180 TB dan tahun 2013 sebanyak
51 TB.
Setelah masuk dalam DIPA rencana berubah menjadi tahun 2010 sebanyak
49 TB, tahun 2011 sebanyak 100 TB, tahun 2012 sebanyak 100 TB, tahun 2013
sebanyak 170 TB dan tahun 2014 sebanyak 100 TB. Jumlah total meningkat
menjadi 519 TB dengan jumlah rumah susun sewa sebanyak 49.824 unit. Dalam
realisasinya pembangunan rumah susun sewa adalah sebagai berikut; tahun 2010
sebanyak nol , tahun 2011 sebanyak 49 TB, tahun 2012 sebanyak 126 TB, tahun
2013 sebanyak 260 TB dan tahun 2014 sebanyak 408 TB.Total sebanyak 843 TB.
Secara selinntas nampaknya target dalam tower blok ( TB ) terpenuhi, bahkan
melampau rencana awal yang hanya 519 TB yang dalam realisasinya menjadi 843
TB. Jika dilihat dalam bentuk Rusunwa yang terbangun terdapat gap yang sangat
besar antara rencana pembangunan rusunawa dengan relaisasi terbangunnya
rusunawa. Pada tahun 2010 terdapat gap sebanyak 4704 unit, tahun 2011 terdapat
gap sebanyak 6628 unit, tahun 2012 sebanyak 3495 unit , tahun 2013 sebanyak
10303 unit dan tahun 2014 sebanyak 6478 unit. Jumlah gap antara rencana
Sementara dari sisi pemeliharaan rumah susun sewa telah tercapai terget
pemeliharaan sebesar 100 persen. Untuk target pengurangan permkiman kumuh
tingkat permukiman kumuh telah berkurang sebanyak 912 ha selama periode 2010
sampai dengan 2014.
H a l a m a n | 65
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Selama kurun waktu tahunn 2010-2014 kementrian PU juga melakukan
program pembangunan rumah susun sewa. Dari laporan kinerja Kementrian PU
dapat dijelaskan bahwa selama kurun waktu lima tahun kementrian PU sudah
membangun 224965 unit rusun yang sama dengan 250 Twin Blok. Sementara
rencana awal pembangunan rusun adalah 26.700 unit , berarti ada kesenjangan
sebesar 1735 unit. Jika dilihat dari Twin Block ada perbedaan antara renaca
dengan realisasi yaitu rencana sebesar 270 TB sementara realisasi 250 TB.
Tabel 3
Pembangunan Rusunawa Kementrian Pekerjaan Umum
Tahun
Unit
2010
Twin Blok
Realisasi
Twin Blok
3960
3957
40
2011
7041
6577
78
2012
7041
4396
48
2013
5200
6633
67
2014
3458
2561
25
Jumlah
26700
24965
250
270
Sumber : Laporan kinerja Kementrian PU 2014
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa jumlah unit rumah susun yang
telah dibangun selama lima tahun (2010-2014) oleh Kementrian Perumahan
Rakyat sebanyak 18.216 unit dan Kementrian Pekerjaan Umum sebanyak 24.965
unit, total sebanyak 43.181 unit. Dari data yang ada, sampai bulan September
2015 Kementrian Pekerjaan Umum dan perumahan rakyat sudah membangunan
sebanyak rusun sebanyak 11.152 unit dan Pemda DKI sebanyak 6.240 unit unit.
H a l a m a n | 66
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Dengan demikian total jumlah rusun yang sudah terbangun sampai tahun 2015
sebanyak 60.572 unit. Pada sisi lain jumlah unit rumah susn yang sudah dibangun
oleh pihak swasta dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dari rencana sebesar 86.969
unit hanya terealisasi sebanyak
58.190 unit. Jumlah ini masih jauh dari target
pemerintah dalam RPJM tahun 2014
sampai 2019 yang mentargetkan
pembangunan rumah susun sebanyak 550.000 unit.
Alternatif Strategi
Berdasarkan kondisi yang dihadapi oleh pemerintah tersebut, diperlukan adanya
staretgi alternative dalam rangka pembangunan rumah susun di wilayah
perkotaan. Sumber utama dari permasalahannya terletak pada rendahnya sumber
dana pembiayaan dan terbatasnya lahan yang murah bagi pembangunan rumah
susun. Untuk mengatasi kendala dalam sumber dana pembiayaan pemerintah
dapat melakukan beberapa kebijakan alternative.
1. Membuat obligasi untuk pembangunan rumah susun, obligasi ini berupa
obligasi jangja panjang selama 30 tahun. Pemerintah dapat menjual
obligasi ke luar negri atau ke masyarakat dengan suku bunga yang cukup
menarik.
2. Menerbikan sukuk, sumberdana dari masyarakat islam sebenarnya sangat
melimpah, persoalannya terbentur pada aturan syariah yang ketat dari
apara pemilik dana. Sebagai Negara muslim terbesar di dunia tidak sulit
bagi pemerintah untuk mendapatkan dana murah dari sukuk. Tinggal
H a l a m a n | 67
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
menyesuaikan peraturan yang ada dan kebijakan yang lebih mendorong
pemanfaatan dana syariah.
3. Melakukan skema kerjasama operasi dengan masyarakat, banyak
masyarakat yang memiliki tanah dan dana yang cukup untuk membangun
unit rusun bagi masyarakat kota. Diperlukan aturan yang revolusioner
untuk mendorong msyarakat berpindah dari membangun rumah kost dan
rumah deret menjadi rumah susun. Dengan insentif yang menarik tentunya
akan mampu mendorong masyarakat untuk melakukan perubahan pola
pembangunan hunian sewa.
Sementara dari sisi penyediaan lahan diperlukan kebijakan yang tegas dari
pemerintah dalam mengendalikan harga lahan dan pemanfaatan tanah terlantar. Di
berbagai daerah banyak tanah yang terlantar karena tidak dimanfaatkan oleh
pemiliknya.
Pemilik
cenderung
melakukan
kegiatan
spekulatif
dengan
membiarkan tanah miliknya sehingga harga tanah naik. Mereka baru menjualnya
pada saat harga tinggi. Pemerintah perlu membatasi masa penelantaran tanah
dalam jangka waktu tertentu sehingga mendorong pemilik lahan untuk
membangun lahan miliknya.
KESIMPULAN
Fungsi utama pembangunan rusunawa adalah untuk meningkatkan kualitas
lingkungan permukiman dan sekaligus menjadi embrio pusat kegiatan ekonomi
lingkungannya. Pembangunan rusunawa ini telah meningkatkan jumlah MBR
yang menempati rumah layak huni yang dekat dengan tempat kerja/tempat belajar
H a l a m a n | 68
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas masyarakat, serta
mengurangi kemacetan dan konsumsi BBM.
Dampak lain dari pembangunan rusunawa adalah berkurangnya kawasan
kumuh yang ada di berbagai wilayah perkotaan. Dengan demikian kawasan
menjadi lebih tertib dan lebih sehat. Kondisi ini tentunya akan menimbulkan efek
social dan ekonomi yang lebih baik.
H a l a m a n | 69
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Alim Rum Moch., 2011, Dasar-Dasar Teori Mikro Ekonomi, Ind Hill Co, Jakarta.
AIREA, 2001.The Apprisal of Real Estate 12th edition, Chicago USA.
Appraisal Institute, 1993. The Dictionary of Real Estate Appraisal. Illinois:
Appraisal Institute.
Anonim, UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
Anonim, Laporan Kinerja Kementrian Perumahan Rakyat tahun 2015,
Kementrian Negara Perumahan Rakyat.
Anonim, Laporan Kinerja Kementrian Pekerjaan Umum tahun 2015, Kementrian
Pekerjaan Umum.
Anonim, RPJM tahun 2014 -2019.
Anonim, RPJM Kementrian PU dan Perumahan Rakyat tahun 2014 – 2019.
Hasan M. Iqbal, 2005, Pokok-Pokok Materi Statistik 2, Cetakan ke-3, Bumi
Aksara, Jakarta.
Mulyo
BudiS,
Analisis
Permintaan
Rumah
Sederhana
DiKota
Semarang,Fakultas Ekonomi Universitas Stikuban Semarang, Jurnal Bisnis
danEkonomi (JBE),Hal.126–139 Vol.16 No.2, September2009.
Salvatore,Dominick,1997: Theoryand Problemsof Microeconomics Theory :
Edition International ,Schaum’s OulinesEdition.
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,Cetakan
Kesebelas, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Sugiarto, Kelana Said,dkk, 2000, Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Praktis, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sukirno Sadono, 2012, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, dan
Menteri Negara
Perumahan Rakyat No. 634-384 Tahun 1992, No.
739/KPTA/1992 Tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan
Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang.
H a l a m a n | 70
JURNAL EKONOMI
ISSN: 2302-7169
Vol. 5 No. 2 Juli-Desember 2016
Download