BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Paradigma Kajian Penelitian pada

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Paradigma Kajian
Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu
kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran. Usaha umtuk
mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi
melalui model-model tertentu. Model-model tertentu biasanya disebut dengan
paradigma (Moleong, 2010: 34).
Paradigma bukanlah teori-teori, namun lebih merupakan cara pandang atau
pola-pola untuk penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu
teori. Setiap penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu teori.
Setiap penelitian memerlukan paradigm teori dan model teori sebagai dasar dalam
menyusun kerangka penelitian. Paradigma adalah cara pandang seseorang
terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir
(kognitif), bersikap (afektif) dan bertingkah laku (konatif). Karenanya paradigma
sangat menentukan bagaimana seorang ahli memandang komunikasi yang
menjadi objek ilmunya (Vardiansyah, 2008: 27).
Dalam Dani Vardiansyah (2008: 27-28) memberi uraian atas ketiga
paradigma sebagai hasil “kesepakatan untuk tidak sepakat” dari para teoretisi
komunikasi; dan karenanya akan menentukan “aliran” atau “mahzab” yang dianut:
a. Paradigma-1: komunikasi harus terbatas pada pesan yang sengaja
diarahkan seseorang dan diterima oleh orang lainnya. Paradigma ini
menyatakan bahwa pesan harus disampaikan dengan sengaja dan pesan itu
harus diterima. Artinya, untuk dapat terjadi komunikasi harus terdapat: (a)
komunikator pengirim, (b) pesan itu sendiri, (c) komunikan penerima.
Implikasinya, jika
Universitas Sumatera Utara
pesan itu tidak diterima, tidak ada komunikan karena tidak ada manusia
yang menerima pesan. Jadi, tidak ada komunikasi dan proses komunikasi
yang merupakan kajian paradigma ini. Misalnya, ketika seorang teman
melambai pada Anda tapi Anda tidak melihat, ini bukan komunikasi yang
menjadi kajiannya, karena Anda selaku komunikan tidak menerima pesan
itu. Tidak ada komunikan tidak menerima pesan itu. Tidak ada komunikan
dan karenanya tidak ada komunikasi dan proses komunikasi antara Anda
dengan teman itu.
b. Paradigma-2: komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna
bagi penerma, apakah disengaja ataupun tidak disengaja. Paradigma ini
menyatakan nahwa pesan tidak harus disampaikan dengan sengaja, tetapi
harus diterima. Paradigma ini relatif tidak mengenal istilah komunikan
penerima. Biasanya dalam penggambaran model, pada dua titik pelaku
komunikasi dinamai sebagai komunikator mengingat bahwa keduanya
punya peluang untuk menyampaikan pesan – disengaja atau tidak – yang
dimaknai oleh pihak lainnya. Atau, keduanya disebut sebagai komunikan
yang dimaknai sebagai semua manusia pelaku komunikasi. Intinya, selama
ada pemaknaan pesan pada salah satu pihak adalah komunikasi yang
menjadi kajiannya. Maka ketika Anda dengan tidak sengaja melenggang di
tepi jalan dan sopir taksi berhenti serta bertanya, “Taksi, Pak?” ini adalah
komunikasi yang menjadi kajiannya karena sopir itu telah memaknai
lenggangan Anda yang tidak sengaja sebagai panggilan terhadapnya, tanpa
terlalu mempersoalkan siapa pengirim dan penerima.
a. Paradigma-3: komunikasi harus mencakup pesan-pesan yang disampaikan
dengan sengaja, namun derajat kesengajaan sulit ditentukan. Paradigma ini
menyatakan bahwa pesan harus disampaikan dengan sengaja, tetapi tidak
mempersoalkan apakah pesan diterima atau tidak. Artinya, untuk dapat
terjadi komunikasi harus ada: (a) komunikator pengirim, (b) pesan, (c)
target komunikan penerima. Ketika seorang teman melambaikan tangan
tapi Anda tidak melihat, ini sudah merupakan komunikasi yang menjadi
kajiannya, pertanyaannya adalah mengapa pesan itu tidak Anda terima?
Universitas Sumatera Utara
Gangguan apa yang sedang terjadi pada salurannyakah? Pada alat
penerima (mata Anda)? Atau ada hal lainnya?
Ketiga paradigma ini dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1
Tabel Paradigma Objek Kajian Ilmu Komunikasi
Paradigma-1
Sengaja
Diterima
Syarat
V
V
Komunikator, pengirim pesan dan
komunikan penerima
Paradigma-2
X
V
Tidak mempersoalkan komunikator
– komunikasi selama ada pihak yang
menerima
dan
pesan.seluruh
pelaku
memaknai
komunikasi
disebut komunikator atau bahkan
mendefinisikannya
komunikan:
sebagai
manusia
pelaku
pesan
target
komunikasi
Paradigma-3
V
X
Komunikator,
dan
komunikan
Penelitian kuantitatif pada dasarnya lahir dan berkembang dari tradisi ilmuilmu sosial Inggris dan Perancis yang dipengaruhi tradisi ilmu-ilmu alam (eksakta
dan karenanya terukur). Dari sini lahir dan berkembang ilmu sosial dengan latar
positivism yang mengedepankan penelitian kuantitatif untuk menjelaskan
fenomena sosial. Dilihat dari paradigma filsafat ilmunya, penelitian komunikasi
kuantitatif-positivist memandang manusia sebagai makhluk jasmaniah yang
sehari-hari bertindak atau member respons terhadap stimulus yang diterimanya.
Universitas Sumatera Utara
Tindakan atau respons terhadap stimulus ini tergantung pada tuntutan organismik
yang secara alamiah tersimpan di dalam diri manusia itu sendiri dan/atau dari luar
manusia sebagai bagian dari struktur sosial yang melingkunginya. Karena itu,
suatu fenomena sosial dipandang sebagai akibat atau fungsi dari bekerjanya faktor
organismik internal tertentu dalam diri manusia dan/atau faktor lingkungan
eksternal sebagai bagian dari struktur sosialnya. Dari sini lahir tradisi penelitian
yang berupaya mengidentifikasi dan mengukur faktor, dalam bentuk variabelvariabel apa saja yang mempengaruhi atau menyebabkan suatu fenomena
komunikasi.
Paradigma positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur
metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsure
tersebut, positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah varian dari
materialisme. Menurut Susman dan Evered tahun 1978 dalam Emzir (2012: 243244), paradigma positivism merupakan paradigma yang didasarkan pada
perpaduan atau kombinasi antara angka dan menggunakan rancangan penelitian
kuantitatif dalam mengungkapkan suatu fenomena secara objektif. Peneliti
mengambil pendekatan partikularistik dengan fokus yang diteliti sangat spesifik
berupa variabel-variabel tertentu saja bukan bersifat holistik yang meliputi aspek
yang cukup luas atau tidak dibatasi pada variabel tertentu.
Dalam penelitian kuantitatif diyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang
valid adalah ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan
pada pengalaman yang tertangkap lewat pancaindra untuk kemudian diolah oleh
nalar. Secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif diterima sebagai suatu
paradigma bahwa sumber pengetahuan yang paling utama adalah fakta yang
sudah pernah terjadi dan lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap panca
indera (exposed to sensory experience). Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa
secara ontologisme, objek studi penelitian kuantitatif adalah fenomena dan
hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena (general relations
between phenomena). Yang dimaksud dengan fenomena disini adalah sejalan
dengan prinsip sensory experience yang terbatas pada external appeareance given
in sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang
Universitas Sumatera Utara
diperoleh melalui pancaindra , maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada
eksperimen, induksi dan observasi.
Terdapat sejumlah asumsi dalam penelitian kuantitatif sebagai dasar
ontologisnya dalam melihat fakta atau gejala. Asumsi-asumsi tersebut adalah (1)
objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain baik bentuk, struktur,
sifat maupun dimensi lainnya; (2) suatu benda atau keadaan tidak mengalami
perubahan dalam jangka waktu tertentu; (3) suatu gejala bukan merupakan suatu
kejadian yang bersifat kebetulan, melainkan merupakan akibat dari faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Jadi diyakini adanya deterninisme atau proses sebab
akibat (kausalitas).
Sejalan dengan penjelasan di atas, secara epistemologi, paradigma
kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu itu teridiri dari dua, yaitu pemikiran
rasional data empiris. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan
korespondensi. Koheren berarti sesuai dengan teori-teori terdahulu dan
korespondensi berarti sesuai dengan kenyataan empiris.
Dalam hal ini peneliti menggunakan metodologi penelitian komunikasi
kuantitatif-positivisme dengan pendekatan survei. Dalam survei, informasi
dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner dan data
dikumpulkan dari sampel yang mewakili populasi. Apabila sampel diambil dari
seluruh populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data
yang pokok. Survei cenderung digunakan digunakan untuk melihat hubungan
antarvariabel (Vardiansyah, 2008: 67).
Penelitian survei adalah penelitian yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara
faktual, baik tentang instituisi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok
ataupun suatu daerah (Hasan, 2002: 13). Dalam penelitian survei ini dikerjakan
evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan
orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat
digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa datang.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian dilakukan terhadap sejumlah individu atau unit, baik secara sensus
maupun dengan sampel.
Dalam hal ini, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang
berlaku dalam masyarakt serta situasi-situasi termasuk tentang hubungan,
kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang
sedang berlangsung danpengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Jadi penelitian
deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomenafenomena masyarakat (sosial) tertentu, misalnya perceraian, pengangguran,
keadaan gizi, preferensi terhadap politik tertentu dan lain-lain.
Vardiasyah dalam bukunya Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar
(2008: 68) umumnya, dalam upaya mengejar objektivitas dan generalisasi
universalitas yang diinginkannya, penelitian komunikasi kuantitatif-positivisme
meliputi beberapa criteria tugas pokok yaitu:
1. Merumuskan masalah dan menetapkan kerangka teori yang akan
digunakan untuk mengupas masalah penelitian.
2. Dalam kerangka teori, dikupas konsep-konsep penelitian sehingga dapat
diturunkan variabel serta hipotesis penelitian. Dalam hal ini, konsep
diartikan sebagai penggambaran secara abstrak suatu fenomena, keadaan,
kelompok atau individu yang menjadi masalah pokok penelitian. Agar
konsep dapat diteliti secara empiric harus dioperasionalkan menjadi
variabel. Bagaimana penelitian melihat keterkaitan antarvariabel disebut
hipotesis, yakni praduga sementara yang harus dibuktikan kebenarannya.
Dari sini disusunlah rancangan penelitiannya.
3. Rancangan penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana
penelitian dilakukan utamanya menetapkan bagaimana data akan
dikumpulkan, detailnya adalah sebagai berikut:
a. Dalam rancangan penelitian, ditetapkan jenis data yang dibutuhkan
dalam upaya menjawab masalah penelitian bagaimana data itu
didapatkan sehingga terkait dengan teknik pengambilan data,
Universitas Sumatera Utara
menetapkan prosedur dan skala pengukuran data untuk kemudian
melaksanakan pre-test atas alat pengumpul data dan pengukurannya.
b. Dalam menetapkan cara mendapatkan data dikenal sejumlah teknik
penarikan sampel. Sampel yang diambil harus representatif, mewakili
populasi
sehingga
dapat
dilakukan
generalisasi
terhadapnya.
Karenanya, kuantitaif-positivisme menuntut sampel yang bersifat acak
(random) guna member peluang yang sama atas setiap unsure populasi
sehingga dapat dilakukan generalisasi.
c. Dalam menetapkan alat pengukuran data, maka validitas dan
realibilitas mutlak diperhatikan. Validitas menunjuk sejauh mana alat
ukur yang digunakan mampu mengukur apa yang ingin diukur.
Sedangkan realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat ukur dapat diandalkan.
4. Selain itu, rancangan penelitian juga mengurai bagaimana data akan
dianalisis. Karenanya, pemilihan teknik analisis data termasuk ketepatan
pemilihan dan penggunaan metode statistik mutlak diperhatikan.
2.2 Kerangka Teori
Dalam penelitian diperlukan teori sebagai acuan dan pedoman. Kerangka
teori adalah suatu kumpulan teori dan model dari literatur yang menjelaskan
hubungan dalam masalah tertentu. Dalam kerangka teoritis secara logis
dikembangkan, digambarkan dan dielaborasi jaringan-jaringan dari asosiasi antara
variabel-variabel yang diidentifikasi melalui survei atau telaah literatur (Silalahi,
2009:92). Emery dan Cooper mengatakan bahwa teori merupakan suatu kumpulan
konsep, definisi, proposisi, dan variabel yang berkaitan satu sama lain secara
sistematis dan telah digeneralisasikan sehingga dapat menjelaskan dan
memprediksi suatu fenomena tertentu (Umar, 2000:55). Dalam penelitian ini,
teori-teori yang dianggap relevan adalah:
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Komunikasi
Komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu
communicatus yang berarti berbagi atau milik bersama. Komunikasi menurut
Lexicographer (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan
berbagi untuk mencapai kebersamaan (Fajar, 2009:31). Manusia sebagai makhluk
sosial sangat memerlukan sebagai hal paling mendasar dalam berinteraksi. Hal ini
dilakukan untuk kebutuhan dirinya sendiri maupun orang lain. Tentunya
komunikasi juga dilakukan dengan berbagai tujuan sebab komunikasi merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar sesuai dengan keinginan dari
pelakunya.
Menurut Laswell, komunikasi meliputi lima unsur yakni: komunikator
(communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media),
komunikan, dan efek (effect). Berdasarkan paradigma Laswell, komunikasi adalah
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media
yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2003:19).
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran
atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).
Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari
benaknya. Perasaan bisa merupakan keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul
dari lubuk hati (Effendy, 2007: 11).
2.2.2
Komunikasi Massa
Komunikasi massa menurut para ahli adalah komunikasi kepada khalayak
luas dengan menggunakan media massa. Sedangkan menurut Joseph A. Devito
dalam bukunya, Communicology: An Introduction to the study of communication
menyatakan bahwa komunikasi massa adalah:
“First, mass communication is communication addressed to the masses, to an
extremely large audience. This does not mean that the audience includes all
people or that is large and generally rather poorly defined. Second, mass
Universitas Sumatera Utara
communication is perhaps most easily and most logically defined by it form:
television, radio, newspaper, magazine, film, books, and tapes.”
Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan pada massa,
kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti khalayak meliput
seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi agaknya ini berarti
bahwa khalayak itu besar pada umumnya agar sukar didefinisikan. Kedua,
komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar
yang audio atau visual komunikasi. Barangkali akan lebih mudah dan lebih egois
bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, majalah, film, buku, dan pita
(McQuail, 2011: 65).
Nuruddin dalam bukunya Pengantar Komunikasi Massa (2004: 19),
mengemukakan ciri-ciri komunikasi massa adalah:
1. Komunikator bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang. Artinya,
gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain
dalam sebuah lembaga.
2. Komunikan bersifat heterogen yang artinya penonton televisi beragam
pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jabatan
beragam, agama atau kepercayaan yang tidak sama pula.
3. Pesan yang bersifat umum sehingga pesan tersebut tidak disengaja
untuk golongan tertentu.
4. Komunikasi berlangsung satu arah yakni dari media massa ke khalayak
dan tidak sebaliknya.
5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan sehingga khalayak
dapat menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.
6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis seperti, pemancar
untuk media elektronik (mekanik atau elektronik).
7. Komunikasi
massa
dikontrol
oleh
gatekeeper
(pentapis
informasi/palang pintu/penjaga gawang) yang merupakan orang yang
ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar
semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3
Televisi
Televisi adalah televisi siaran yang merupakan media dari jaringan
komunikasi (Effendy, 2003: 21). Televisi merupakan media yang menguasai
ruang tetapi tidak menguasai waktu. Siaran dari televisi dapat diterima di mana
saja dalam jangkauan pancarannya (menguasai ruang) tetapi siarannya tidak dapat
dilihat kembali (tidak menguasai waktu). Televisi merupakan paduan radio
(broadcast) dan film (moving picture). Televisi terdiri dari istilah “tele” yang
berarti jauh dan “vision” yang berarti penglihatan. Segi “jauh” dihasilkan dengan
prinsip radio, sedangkan segi “penglihatan” oleh gambar (Effendy, 2003: 174).
Televisi saat ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi
dibandingkan dengan keluarga, pasangan atau teman-temannya. Bagi banyak
orang televisi menjadi cerminan perilau masyarakat dan televisi dapat menjadi
candu (Morissan 2010: 3). Menurut Prof. Dr. R. Mar’at dari UNPAD, acara
televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan
para penonton. Salah satu pengaruh psikologis dari televisi ialah seakan-akan
menghipnotis
penonton
sehingga
penonton
dihanyutkan
dalam
suasana
pertunujukan televisi (Effendy, 2007: 41).
Komunikasi massa media televisi bersifat periodik. Dalam komunikasi
massa tersebut, penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan melainkan
melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks serta pembiayaan
yang besar karena media televisi bersifat “transitory” (hanya meneruskan) maka
pesan-pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut, tidah
hanya dapat didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak
(audiovisual).
Sebagai media massa, televisi memiliki ciri-ciri berlangsung satu arah,
komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum dan menimbulkan
keserempakan. Menurut Russel, Verril dan Lane dalam buku Komunikasi Politik:
Komunikator, Pesan dan Media (1999) menyatakan dengan kekuatannya yang
Universitas Sumatera Utara
audiovisual, televisi mampu mempengaruhi kehidupan manusia baik dari segi
politik, sosial, dan budaya.
“Sejak diperkenalkan sebagai media nasional pada awal 50-an, TV telah berubah
menjadi sebuah institusi. Untuk memahami tentang televisi, ia haruslah
dipandang sebagai sebuah fenomena sosial. Lebih dari sebuah media untuk
periklanan dan hiburan, televisi memiliki kemampuan untuk merubah cara kita
berinteraksi dengan orang lain sejalan dengan bagaimana kita melihat dunia
yang berada di sekeliling kita.”
Menurut Djalaludin Rakhmat (2000: 72) dalam bukunya Teori Komunikasi
Massa adapun fungsi utama televisi yaitu:
1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform)
Menyiarkan informasi merupakan fungsi yang pertama dan utama.
Khalayak menerima informasi mengenai berbagai hal yang terjadi.
Gagasan atau pikiran orang lain dan apa yang dipikirkan orang lain dan
sebagainya.
2. Fungsi mendidik (to educate)
Fungsi ini sebagai sarana pendidikan massa sebagai khalayak bertambah
pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk
pendapat-pendapat membangun dari para dewan juri jurnalis.
3. Fungsi menghibur (to entertain)
Hal – hal yang bersifat menghibur untuk megimbangi berita-berita yang
berbobot tujuannya untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah
dihidangkan berita yang berat.
4. Fungsi mempengaruhi (to persuasive)
Fungsi ini menyebabkan sebuah program acara memegang peranan dalam
kehidupan masyarakat dalam mempengaruhi khlayak.
2.2.4
Berita
Istilah “news” berasal dari bahasa Inggris yang berarti “berita”, berasal dari
“new” (baru) dengan konotasi kepada hal-hal yang baru. Dalam bahasa Inggris
berita juga disebut news yang dapat diartikan sebagai cerita tentang peristiwa yang
Universitas Sumatera Utara
dapat dari empat penjuru mata angin yaitu: North (utara), East (timur), West
(barat) dan South (selatan). Semua hal yang baru merupakan bahan informasi
yang dapat disampaikan kepada orang lain dalam bentuk berita (news). Hornbby
(1961) menjelaskan bahwa news sebagai laporan tentang apa yang terjadi paling
mutakhir (sangat-sangat baru), baik peristiwanya maupun faktanya (Morissan,
2010: 69). Secara ilmiah Curtis D. MacDogall (1977) menyatakan bahwa berita
yang selalu dicari oleh para reporter adalah laporan tentang fakta yang terlibat
dalam suatu peristiwa namun bukan hakiki dari peristiwa itu sendiri.
Fraser Bond tahun 1961 (Suhandang 2004: 144-145) menyatakan bahwa
untuk menyajikan berita yang bernilai tinggi dan dapat merangsang bangkitnya
perhatian orang banyak maka ada empat faktor yang harus diperhatikan yakni:
1. Ketepatan waktu (timeless).
2. Kedekatan tempat kejadian (proximity)
3. Besarnya (size)
4. Kepentingan (importance)
Nilai berita adalah karakteristik sebuah peristiwa yang dapat diberikan atau
dapat dipublikasikan di media massa yaitu (Romli, 2003: 90-92):
1. Aktual, yakni hangat atau baru saja terjadi
2. Faktual, nyata dan benar-benar terjadi
3. Penting, yakni menyangkut orang-orang penting atau artis atau tokoh
ternama
4. Menarik, yakni mengundang perhatian orang untuk melihat
Dalam bukunya Romli (2003: 40) menyatakan jenis-jenis berita yaitu:
1. Straight News: berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat, dan
lugas.
2. Depth News: berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman halhal yang ada di bawah suatu permukaan.
3. Investigation News: berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian
atau penyelidikan berbagai sumber.
Universitas Sumatera Utara
4. Interpretative News: berita yang dikembangkan dengan pendapat atau
penelitian penulisnya/reporter.
5. Opinion News: berita mengenai pendapat seseorang, biasanya
pendapat para cendikiawan, sarjana, ahli, atau pejabat mengenai suatu
hal, peristiwa, dan sebagainya.
2.2.5
Konten Lokal (Local Content)
Nilai berita (news value) yang sama bisa saja diterapkan baik oleh lembaga
penyiaran publik maupun lembaga penyiaran swasta. Namun satu hal yang
menjadi keunggulan dari sistem penyiaran publik Indonesia yang sudah memiliki
jaringan di setiap daerah adalah konten lokal dalam siarannya. Konten lokal
adalah segala sesuatu yang bermuatan sumber pengetahuan atau informasi yang
asli dihasilkan oleh instansi, perusahaan atau daerah sampai dengan negara yang
dapat dijadikan sumber pembelajaran dalam bentuk karya cetak maupun karya
rekam.
Konten lokal merupakan aspek penting dan perlu mendapat perhatian oleh
penyelenggara televisi. Setiap lembaga penyiaran publik memiliki tugas utama
untuk melayani kebutuhan masyarakat dengan memberikan informasi, pendidikan,
hiburan yang sehat, cerdas dan mendidik. Selain itu lembaga penyiaran publik
menjadi perekat sosial serta melestarikan budaya bangsa dan mempersatukan
bangsa melalui siarannya di seluruh wilayah Indonesia.
Pengelola program media penyiaran daerah dapat bekerja sama dengan
pemerintah daerah untuk memproduksi acara dengan setting berdasarkan
kebutuhan daerah setempat. Acara tersebut dapat berguna untuk agar pemerintah
kota atau kabupaten bisa menyampaikan berbagai gagasan atau informasi
pembangunan, progress report program pemerintah daerah serta mendiskusikan
berbagai masalah sosial. Acara tersebut biasanya disukai oleh masyarakat
setempat karena menyangkut daerah mereka. Dengan demikian, media penyiaran
daerah menjadi sebuah jembatan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah
serta medium yang mampu menstimulasi dukungan masyarakat pada setiap
Universitas Sumatera Utara
kegiatan pemerintah. Selain itu, media penyiaran bisa menjadikan dirinya sebagai
lembaga kontrol sosial yang efektif (Morissan, 2010: 289).
Konten lokal diatur oleh Undang – Undang Nomor 32 tahun 2002, tentang
penyiaran pada pasal 36: “Isi siaran dari jasa penyiaran televisi yang
diselenggarakan oleh lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran publik,
wajib memuat sekurang – kurangnya 60% mata acara yang berasal dari dalam
negeri.” Selain itu konten lokal juga diatur oleh Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).
Dalam jurnal RISALAH tahun 2015 ada beberapa hal mengenai konten lokal
dalam penyiaran menurut Bhattacharjee (2001) sebagai berikut:
a. Bertujuan untuk mendukung pluralism
Aturan konten lokal yang dijadikan sebagai alat kontrol pemerintah yang
justru melemahkan keberagaman adalah tidak sah, apalagi bila dirancang
untuk kepentingan media milik negara atau milik swasta yang cenderung
membela pemerintah, juga untuk menjauhkan media asing yang kritis
terhadap pemerintah dan pengusaha elit tertentu.
b. Diterapkan melalui hukum yang layak
Aturan konten lokal harus diatur dalam regulasi sebagai bagian aturan
penyiaran. Regulator penyiaran pun harus adil dan bebas kepentingan
dalam melakukan pengawasan dan menegakkan peraturan.
c. Realistis dan praktis, disesuaikan dengan sektor penyiaran tertentu dan
adanya kebutuhan khusus
Kriteria-kriteria secara khusus bisa diterapkan sesuai dengan jenis-jenis
media penyiaran misalnya televisi dan radio; atau jenis program seperti
drama, film, dokumenter, program pendidikan, program anak dan musik;
atau menyesuaikan jenis produksi misalnya sendiri atau produksi
independen.
d. Diimplementasikan secara progresif
Penerapan atauran konten lokal dilakukan secara bertahap dan meningkat
untuk memberi waktu bagi media penyiaran menyesuaikan diri dengan
aturan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.2.6
Teori Stimulus-Organism-Respons
Teori stimulus-organism-respons pada dasarnya suatu prinsip belajar yang
sederhana dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. McQuail
menjelaskan elemen-elemen utama dari teori ini yaitu : a. pesan (Stimulus), b.
seorang penerima atau receiver (Organisme) dan c. efek (Respon). Dalam
masyarakat, prinsip stimulus-respons mengasumsikan bahwa pesan informasi
dipersiapkan oleh media dan didistribusikan secara sistematis dan dalam skala
yang luas. Oleh sebab itu, secara serempak pesan tersebut dapat diterima oleh
sejumlah besar individu, bukan ditujukan pada orang per orang. Kemudian
sejumlah individu itu akan merespons pesan informasi itu.
Onong Uchjana Effendy (2007: 254), berpandangan bahwa teori stimulusorganism-respons mengkaji tentang efek yang ditimbulkan merupakan reaksi
khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Pandangan Onong
Uchjana ini mengandung unsur-unsur dari model teori stimulus respons adalah
pesan (Stimulus/S), komunikan (Organism/O) dan efek (Response/R). Dalam
proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek “how” bukan
“what” dan “why”. Jelasnya, how to communicate dalam hal ini adalah how to
change the attitude, yakni kemampuan mengubah sikap komunikan. Prof. Dr,
Mar’at dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya,
mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam
menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting (Effendy, 2007: 255) adalah
sebagai berikut:
1. Perhatian
2. Pengertian mencakup pengetahuan dan pemahaman
3. Penerimaan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1
Teori Stimulus-Organism-Respons
Organism
Stimulus
•
•
•
Perhatian
Pengertian
Penerimaan
Respons
Sumber: Effendy, 2007: 255
2.2.7
Teori Kultivasi
Teori kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh Profesor
George Gerbner dengan tulisan pertamanya “Living with Television: The
Violenceprofile”, Journal of Communication. Menurut teori kultivasi ini, televisi
menjadi media atau alat utama dimana para penonton televisi itu belajar tentang
masyarakat dan kultur di lingkungannya. Persepsi apa yang dibangun di benak
seseorang tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Ini
artinya melalui kontak seseorang dengan televisinya belajar tentang dunia, orangorangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasaannya (Nurudin, 2007: 78).
Dalam teori kultivasi dikenal istilah heavy viewers (pecandu berat) dan
light viewers (pecandu ringan). Para pecandu berat televisi akan menganggap
Universitas Sumatera Utara
bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya. Penelitan kultivasi
menekankan bahwa media massa sebagai agen sosialisasi dan menyelidiki apakah
penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada apa
yang mereka lihat sesungguhnya. McQuail dan Windahl (1993) mencatat bahwa
teori kultivasi menganggap televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau
refleksi kejadian sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gerbner
(meminjam istilah Bandura) berpendapat bahwa gambaran tentang adegan
kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan
(Nurudin, 2004: 88).
2.2.8
Uses and Gratifications Approach Theory
Menurut Cohen (1963) teori ini fokus pada arah pergantian fokus dari
persuasif (arah langsung) pada efek ke arah efek perubahan kognitif.Karena itu,
maka media dikatakan “tidak akan sukses kalau hanya memberitahu tentang apa
yang harus dipikirkan orang, tetapi media akan sukses karena dapat memberitahu
para pembacanya tentang bagaimana mereka yang memikirkan sesuatu” (Liliweri
2011: 219).
Pendekatan uses and gratifications ditujukan untuk menggambarkan proses
penerimaan dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh
individu atau agregasi individu. Pendekatan uses and gratifications memberikan
alternatif untuk memandang pada hubungan antara isi media dan audience dan
pengkategorian ini media menurut fungsinya. Menurut Karl Erik Rosengren, teori
ini memiliki 11 elemen sebagai berikut: (1) kebutuhan mendasar tertentu dalam
interaksinya dengan (2) berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan
juga dengan (3) struktur masyarakat termasuk struktur media, menghasilkan (4)
berbagai pencampuran personal individu dan (5) persepsi mengenai solusi bagi
persoalan tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari
pemenuhan atau penyelesaian persoalan yang menghasilkan (7) perbedaan pola
konsumsi media dan (8) perbedaan pola perilaku lainnya yang menyebabkan (9)
perbedaan pola konsumsi yang dapat mempengaruhi (10) kombinasi karakteristik
Universitas Sumatera Utara
intra dan ekstra individu, sekaligus akan mempengaruhi (11) struktur media dan
berbagai struktur politik, kultural, dan ekonomi dalam masyarakat (Effendy, 2007:
291).
Menurut Alo Liliweri (2011) dalam bukunya Komunikasi Serba Ada Serba
Makna dua cara untuk menentukan agenda setting, yaitu:
1. Priming. Merupakan proses psikologis dalam nama media menekankan
isu-isu yang penting, tidak hanya meningkatkan tonjolan dari isu ini tetapi
juga untuk mengaktifkan kembali ingatan audiens sebelum mereka
mencari
informasi
tentang
isu-isu
ini.
Jadi,
media
melakukan
reintroduces,semacam pengantar atau komentar baru yang dapat
meningkatkan pengaruh persuasif terhadap audiens. Langkah ini dilakukan
media untuk menunjukkan bahwa media peduli terhadap konsekuensi dari
isu-isu tertentu sesuai dengan setting the public agenda.
2. Framing. Merujuk pada perhatian terhadap beberapa aspek dan kenyataan
yang sedang mempengaruhi audiens namun ada unsur-unsur dari
kenyataan itu yang kurang jelas. Media menyusun agenda untuk
mengangkatnya kembali demi memancing reaksi yang berbeda-beda dari
audiens. Kadang-kadang framing didefinisikan sebagai level kedua dari
agenda setting dimana level pertama: mengalihkan objek yang menonjol
dan level kedua adalah mengalihkan sifat/atribut dari sesuatu yang
menonjol. Framing juga berhubungan dengan kepentingan dari individu
yang sedang berhadapan dengan cara menghalau keyakinan tertentu
(meyakinkan untuk mendukung suatu kebijakan tertentu dengan
menghubungkan ukuran kebijakan dengan nilai tertentu). Karena itu ada
dua jenis framing, yaitu:
a. Media Framing: media membuat sesuatu lebih menonjol daripada
kenyataan sehingga membuat audiens akan lebih menerimanya,
misalnya dengan memperkenalkan definisi suatu masalah, interpretasi
sebab
suatu
masalah,
evaluasi
moral,
dan/atau
memberikan
rekomendasi perlakuan.
Universitas Sumatera Utara
b. Individual Frames: media secara bertahap menyusun gagasan tentang
atau yang bersumber dari individu sehingga membimbing individu dari
audiens memproses informasi.
Teori uses and gratifications beroperasi dalam beberapa cara yang dapat
dilihat dari bagan di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2
Uses and Gratifications Approach Theory
Sumber
pemuasan
kebutuhan
dengan non
media:
Lingkungan
Sosial:
1.Ciri-ciri
demografis
2.Afiliasi
kelompok
3.Ciri-ciri
kepribadian
Kebutuhan
Khalayak:
1.keluarga,
teman-teman
1.kognitif
2.komunikasi
interpersonal
Pemuasan
media
(fungsi):
1.pengamatan
lingkungan
2.afektif
3.integratif
personal
4.integratif
sosial
Penggunaan
media massa:
Pelepasan
ketegangan/
melarikan diri
dari
kenyataan
1.jenis-jenis
media SK,
majalah, radio,
TV, film.
2.diversi/
hiburan
3.identitas
personal
4.hubungan
sosial
2.isi media
3. terpaan media
4.konteks sosial
dan terpaan
media
(Sumber: Nuruddin, 2004:183)
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang
bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai
dapat mengantarkan pada perumusan hipotesis. Konsep menggambarkan suatu
fenomena suatu abstrak yang dibentuk dengan jalan membuat generalisasi
terhadap suatu yang khas (Nawawi, 200: 40). Kerangka konsep adalah hasil
pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang sederhana
merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya, agar konsep
dapat diteliti secara empiris, maka harus diopeasionalkan dengan mengubahnya
menjadi variabel.
Adapun komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peranan
program Sumut Dalam Berita di LPP TVRI Siaran Sumut terhadap kebutuhan
informasi lokal mahasiswa USU. Berdasarkan komponen tersebut, maka
terbentuklah suatu skema model teoritis penelitian sebagai berikut:
Gambar 3
Model Teoritis Penelitian
Program
“Sumut
Dalam
Berita”
Televisi
sebagai
pembawa
pesan
Frekuensi
penayangan
acara Sumut
Dalam Berita
Kebutuhan
mahasiswa
akan
informasi
lokal
Universitas Sumatera Utara
2.3 Variabel Penelitian
Variabel berasal dari kata bahasa Inggris variable, yang berarti faktor tak
tetap atau berubah-ubah. Kemudian arti variable dalam bahasa Indonesia lebih
tepat disebut bervariasi. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2009: 60). Berarti variabel adalah fenomena yang bervariasi dalam
bentuk, kualitas, kuantitas, mutu standar dan sebagainya. Berdasarkan kerangka
teori dan kerangka konsep yang telah dijelaskan, maka dibuat batasan variabel
penelitian agar lebih jelas penggunanya di lapangan dalam bentuk tabel berikut:
Tabel 2.12
Variabel Penelitian
Variabel
Indikator
Variabel (X)
1. Komunikan: a. Perhatian
Program “Sumut Dalam Berita” di
b. Penghayatan
LPP TVRI Siaran Sumut.
c. Durasi
d. Frekuensi
e. Kekuasaan
f. Kepercayaan
2. Pesan: a. Struktur
b. Gaya
c. Isi
3. Media
Variabel (Y)
1. Seleksi
Kebutuhan informasi lokal pada
mahasiswa Universitas Sumatera
Utara
2. Interpretasi
Karakteristik Responden
a. Jenis kelamin
3. Reaksi
Universitas Sumatera Utara
b. Usia
c. Angkatan
d. Fakultas
2.4 Definisi Operasional
Untuk mengoperasionalkan variabel, maka variabel harus dijelaskan
parameter atau indicator-indikatornya (Bungin, 2013: 70). Definisi operasional
merupakan suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur
variabel-variabel. Definisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah
yang sangat membantu penelitian ini yang akan menggunakan variabel yang sama
(Singarimbun, 2008: 46). Adapun yang menjadi definisi operasional dalam
penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas (X), program “Sumut Dalam Berita” di LPP TVRI
Siaran Sumut
a. Program “Sumut dalam Berita”
-
Kepercayaan (credibility) merupakan kepercayaan komunikan
(pembaca) kepada komunikator (Surat Kabar Harian Kompas)
yang menyangkut isi berita yang ditulis oleh jurnalist.
-
Perhatian merupakan ketertarikan terhadap objek tertentu yang
menjadi target perilaku. Hal ini diilustrasikan dengan adanya
stimulus yang datang kemudian stimulus itu direspon dan
responnya berupa tersitanya perhatian individu terhadap objek
dimaksud. Dalam hal ini program “Sumut dalam Berita” di LPP
TVRI Siaran Sumut merupakan stimulus dan mahasiswa
Universitas Sumatera Utara individunya.
-
Penghayatan
dalam
menonton
program
televisi
meliputi
pemahaman dan penyerapan terhadap tayangan-tayangan tersebut,
kemudian dijadikan informasi baru yang disimpan sebagai
pengetahuan oleh individu yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
-
Durasi menonton program televisi berarti membutuhkan waktu,
lamanya selang waktu yang dibutuhkan untuk menonton sebuah
program televisi. Dalam hal ini lamanya selang waktu mahasiswa
melihat program “Sumut dalam Berita” di LPP TVRI Siaran
Sumut.
-
Power (kekuasaan) adalah kemampuan jurnalis mempengaruhi
pembaca melalui pembaharuan informasi yang diberitakan.
b. Pesan: segala sesuatu yang disajikan oleh Program “Sumut Dalam
Berita”.
-
Struktur adalah keterpaduan pesan satu dengan yang lainnya atau
pengorganisasian pesan.
-
Gaya merupakan cara menyampaiakan pesan kepada pembaca.
-
Isi adalah keseluruhan yang menyangkut berita yang menjadi topik
pembahasan dalam sebuah pemberitaan.
c. Media : wahana yang digunakan untuk menyampaiakn pesan kepada
komunikan.
2. Variabel Terikat (Y), Kebutuhan informasi lokal pada mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
a. Kebutuhan informasi lokal mahasiswa Universitas Sumatera Utara.
b. Seleksi adalah proses penyaringan informasi oleh mahasiswa
Universitas Sumatera Utara mengenai program “Sumut dalam Berita”
serta rangsangan yang menimbulkan perhatian mahasiswa.
c. Interpretasi adalah proses di mana mahasiswa Universitas Sumatera
Utara memahami dan menerima informasi dari program berita tersebut
sehingga memiliki makna bagi mahasiswa.
d. Reaksi adalah respon yang diterima berdasarkan stimulus atau
rangsangan yang diterima oleh alat indera. Respon dalam hal ini
berkaitan dengan reaksi atau emosi terhadap program “Sumut dalam
Berita” di LPP TVRI Siaran Sumut.
3. Karakteristik Responden
a. Jenis kelamin dari mahasiswa Universitas Sumatera Utara yaitu lakilaki dan perempuan.
Universitas Sumatera Utara
b. Angkatan dari mahasiswa Universitas Sumatera Utara yaitu angkatan
2012 hingga 2015 yang sudah pernah menonton program “Sumut
dalam Berita”.
c. Usia adalah tingkatan umur responden.
d. Fakultas dari mahasiswa Universitas Sumatera Utara yaitu Pendidikan
Kedokteran, Pendidikan Kedokteran Gigi, Ilmu Keperawatan, Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Ilmu
Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Pertanian, Teknik, Farmasi,
Psikologi, Ekonomi dan Bisnis, Ilmu Budaya dan Matematika dan
IPA.
Universitas Sumatera Utara
Download