BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata
pencaharian warga berada di bidang pertanian. Melihat kenyataan
tersebut, kebutuhan akan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman
sangat tinggi. Sebagian besar petani menggunakan pupuk kimia untuk
memacu pertumbuhan tanamannya.
Penggunaan pupuk kimia tanpa diimbangi dengan pupuk organik
dalam jangka panjang akan menimbulkan dampak buruk pada tanah,
seperti pengerasan, penurunan pH, tidak seimbangnya unsur-unsur dalam
tanah, dan menurunnya daya ikat air (Yuniwati et al., 2012). Campbell dan
Reece (2012) menyebutkan, makro nutrien pada tumbuhan ialah karbon
(C), oksigen (O), hidrogen (H), nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).
Mikro nutrien meliputi klorin (Cl), besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), seng
(Zn), tembaga (Cu), nikel (Ni), molibdenum (Mo) dan beberapa kasus
natrium (Na). Defisiensi nitrogen, fosfor, dan kalium pada tanah sering di
jumpai, defisiensi unsur makro lainnya dan unsur mikro jarang terjadi dan
cenderung terjadi di wilayah geografis tertentu.
Perbaikan kondisi tanah dapat dilakukan dengan penambahan
pupuk organik. Pupuk organik umumnya merupakan pupuk lengkap
karena mengandung unsur makro dan mikro meskipun dalam jumlah
1
sedikit (Parman, 2007). Menurut Yuniwati et al. (2012), subtitusi sebagian
pupuk kimia dengan pupuk organik sangat diperlukan, tanpa pupuk
organik efisiensi dan efektifitas penyerapan unsur hara tanaman pada
tanah tidak akan berjalan lancar, karena efektivitas penyerapan unsur
hara sangat dipengaruhi oleh kadar bahan organik tanah.
Pupuk kimia tidak dapat menggantikan fungsi pupuk organik karena
masing-masing memiliki peran yang berbeda, pupuk kimia menyediakan
nutrisi makro dalam jumlah besar bagi tanaman, sedangkan pupuk
organik berperan menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah
mudah dimanfaatkan oleh tanaman, penggunaan pupuk kimia dan organik
secara seimbang akan meningkatkan produktivitas tanah dan mendukung
pertumbuhan tanaman.
Pupuk dari feses kambing merupakan salah satu jenis pupuk
organik. Menurut Styaningrum et al. (2013) penggunaan pupuk feses
kambing dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan kapasitas
tukar kation dalam tanah sehingga dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan dan dapat memperbaiki struktur tanah sehingga unsur hara
yang terikat dalam tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Abdullah et
al. (2011) menambahkan, kambing merupakan ternak yang selektif
terhadap pakan yang diberikan, kambing memerlukan pakan berkualitas
tinggi dan akan mengeluarkan hasil sisa metabolisme dengan kandungan
nutrien yang masih tinggi.
2
Feses kambing merupakan salah satu jenis feses hewan ternak
yang pemanfaatannya belum maksimal, tekstur feses kambing yang keras
menyebabkannya sulit terurai. Aplikasi kotoran segar pada lahan
pertanian akan menimbulkan masalah seperti bau yang menyengat,
kandungan bakteri patogen yang tinggi menyebabkan penyakit pada
tumbuhan, biji-biji gulma dapat tumbuh, dan menimbulkan polusi metan
(Hartatik dan Widowati, 2006).
Ekskreta ayam merupakan limbah yang dihasilkan peternakan
ayam, keberadaanya jika tidak diproses lebih lanjut dapat menimbulkan
masalah bagi lingkungan, antara lain bau yang menyengat, dan sebagai
media penyebaran penyakit. Salah satu usaha untuk mengurangi dampak
negatif ekskreta ayam ialah dijadikan sebagai bahan baku pupuk kandang
(Sholikah et al., 2013).
Feses kambing memiliki kandungan N, P, dan K sebesar 0,7%,
0,4%, dan, 0,25% sedangkan ekskreta ayam memiliki kandungan N, P,
dan K sebesar 1,5%, 1,5%, dan 0,8% (Hartatik dan Widowati, 2006).
Ekskreta ayam memiliki kandungan N, P, dan K lebih tinggi atau dapat
dikatakan memiliki kualitas lebih baik jika digunakan sebagai pupuk
dibandingkan dengan feses kambing, penambahan ekskreta ayam pada
biokultur feses kambing diharapkan dapat meningkatkan kualitas pupuk
yaitu dengan meningkatnya kandungan N, P, dan K.
Limbah peternakan yang berupa kotoran padat dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan biokultur yaitu dengan perlakuan
3
pelarutan
dan
difermentasi.
Penggunaan pupuk cair
memberikan
keuntungan yaitu aplikasi pupuk lebih mudah dan murah juga mengatasi
masalah bulky pada pupuk padat (BPTP Bali, 2008). Bagian padat sisa
pembuatan biokultur dapat digunakan sebagai bahan pupuk padat (BPTP
Bali, 2008). Hartatik dan Widowati (2006) menambahkan, ampas dari
biokultur dapat dimanfaatkan sebagai mulsa. Menurut Burdiono (2012),
mulsa merupakan material penutup tanaman, yang berfungsi untuk
menjaga kelembaban tanah, menekan pertumbuhan gulma dan penyakit,
serta menambah kesuburan tanah. Penambahan kesuburan hanya
berlaku bagi penggunaan mulsa organik, yaitu diperoleh dari degradasi
bahan penyusun mulsa.
Biokultur
sebagai
suplemen
bagi
tanaman
harus
memiliki
kandungan unsur hara yang baik, dengan penambahan ekskreta ayam
diharapkan dapat meningkatkan kualitas biokultur yang dihasilkan.
Pembuatan biokultur dilakukan dengan fermentasi aerob dan anaerob,
dengan tujuan membandingkan metode fermentasi yang lebih baik dalam
mendegradasi bahan organik feses kambing dan ekskreta ayam.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas
biokultur dari feses kambing dengan penambahan ekskreta ayam secara
bertingkat (0, 10, 20, dan 30%) dengan metode fermentasi aerob dan
anaerob.
4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan
dapat
menjadi inovasi
baru dan
memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan feses
kambing dan ayam menjadi biokultur dan sebagai referensi pada
penelitian selanjutnya.
5
Download