PERTAMBANGAN DAN ENERGI BAB XV PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PENDAHULUAN Dalam Repelita VI pembangunan pertambangan dan energi diarahkan kepada pemanfaatan kekayaan alam nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembangunan pertambangan ditujukan bagi penyediaan bahan baku industri, penyediaan energi, peningkatan pendapatan daerah, perluasan lapangan kerja, dan peningkatan nilai tambah bahan galian; sedangkan pembangunan energi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi domestik melalui pengelolaan energi secara hemat dan efisien, memperhatikan peluang ekspor serta kelestarian sumber energi dan lingkungan hidup. Sasaran pembangunan pertambangan dalam Repelita VI, khususnya di bidang geologi dan sumber daya mineral adalah penyelesaian 104 lembar peta geologi dan geofisika, pemetaan geologi kelautan di 30 lokasi, eksplorasi sumberdaya alam di 105 XV/3 lokasi, eksplorasi sumberdaya energi di 45 lokasi, serta melakukan 25 pemetaan hidrogeologi dan 23 penyelidikan air tanah. Selain itu, sasaran di bidang pertambangan umum adalah produksi per tahun timah sebesar 40,3 ribu ton; produksi bijih nikel sebesar 2,75 juta ton, ferronickel 11 ribu ton, nickelmatte 50 ribu ton; produksi bauksit sebesar 1 juta ton, konsentrat tembaga sebesar 1.761 ribu ton, produksi emas sebesar 70,6 ribu kilogram, perak 143 ribu kilogram dan produksi pasir besi sebesar 340 ribu ton. Berbagai sasaran Repelita VI yang berkaitan dengan produksi energi adalah penyediaan minyak bumi sebesar 360,0 juta Setara Barel Minyak (SBM); produksi minyak bumi termasuk kondensat 1,5 juta barrel per hari; kapasitas kilang menjadi 1.042 ribu barrel per hari; penyediaan gas bumi sebesar 162,6 juta SBM; produksi gas bumi menjadi 8,1 miliar kaki kubik per hari; produksi LNG menjadi 28 juta ton; produksi LPG sebesar 3,5 juta ton; dibangunnya jaringan pipa gas bumi sepanjang 2.060 kilometer; produksi batubara meningkat menjadi 71 juta ton. Sedangkan sasaran Repelita VI pembangunan energi yang berkaitan dengan konsumsi energi domestik adalah pemanfaatan batubara meningkat menjadi 120,5 juta SBM; penggunaan briket batubara mencapai 4,8 juta ton; pemanfaatan panas bumi menjadi 12,0 juta SBM; pemanfaatan tenaga air menjadi 33,6 juta SBM; persiapan sistem interkoneksi ketenagalistrikan Sumatera-Jawa; rasio elektrifikasi mencapai 60 persen; jumlah desa yang dilistriki mencapai 79 persen; penghematan pemakaian energi rata-rata 15 persen; intensitas penggunaan energi diturunkan menjadi 2.812 SBM per satu juta dollar; pangsa minyak bumi turun menjadi 52,3 persen untuk energi primer dan 30,8 persen untuk energi kelistrikan. Untuk mencapai sasaran pembangunan pertambangan, dikembangkan kebijaksanaan yang meliputi pengembangan XV/4 informasi geologi dan sumber daya mineral, pemantapan penyediaan komoditas mineral, peningkatan peran serta rakyat dan pelestarian fungsi lingkungan hidup pertambangan, pengembangan kemampuan sumber daya manusia dan penguasaan teknologi pertambangan, serta pengembangan berbagai sistem pendukung dalam rangka peningkatan efektifitas pembangunan pertambangan. Pokok kebijaksanaan pembangunan energi termasuk kelistrikan dalam Repelita VI adalah meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan sumber daya energi, meningkatkan sarana dan prasarana, meningkatkan fungsi kelembagaan, meningkatkan kualitas sumberr daya manusia dan menguasai teknologi, meningkatkan peran serta masyarakat, dan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dalam pemanfaatan energi. Untuk melaksanakan berbagai kebijaksanaan dan mencapai sasaran pembangunan Repelita VI tersebut, telah dikembangkan beberapa program pokok. Dalam pembangunan pertambangan, dikembangkan tiga program pokok, yaitu (1) program pengembangan geologi dan sumber daya mineral, (2) program pembangunan pertambangan, dan (3) program pengembangan usaha pertambangan rakyat terpadu. Sedangkan untuk pembangunan energi, juga dikembangkan tiga program pokok pembangunan yang meliputi (1) program pengembangan tenaga listrik, (2) program pengembangan listrik perdesaan, dan (3) program pengembangan tenaga migas, batubara dan energi lainnya. Selain program-program pokok, dikembangkan pula programprogram penunjang. Program penunjang pembangunan pertambangan terdiri dari: (1) penelitian dan pengembangan pertambangan, (2) penguasaan iptek serta pendidikan/latihan bagi aparatur pertambangan, (3) pembinaan dan pengelolaan lingkungan XV/5 pertambangan, (4) pengembangan usaha pertambangan nasional, dan (5) peningkatan kerja sama pertambangan. Program penunjang pembangunan energi meliputi (1) pengendalian pencemaran lingkungan hidup, (2) penelitian dan pengembangan energi, (3) pengembangan informasi untuk pembangunan energi, dan (4) pendidikan-pelatihan serta penyuluhan energi. B. PELAKSANAAN DAN HASIL TAHUN KEEMPAT REPELITA VI 1. Pembangunan Pertambangan PEMBANGUNAN a. Program Pokok 1) Program Pengembangan Geologi dan Sumberdaya Mineral Dalam program ini telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan data dasar geologi, sumberdaya mineral, kelautan, tata lingkungan, air tanah, bencana alam geologi dan gunung api. Kegiatan dalam program ini menunjukkan hasil kerja yang terus meningkat (Tabel XV-1). Berhasilnya pembangunan pertambangan tidak terlepas dari keberhasilan dalam melakukan pemetaan geofisika luar JawaMadura skala 1:250.000 yang pada tahun keempat Repelita VI telah menyelesaikan 48 persen dari sasaran total sebanyak 181 lembar. Kegiatan pemetaan geologi juga telah dapat menyelesaikan sebanyak 2 lembar peta geologi regional skala 1:1000.000 dan 69 persen peta gaya berat Indonesia skala 1 : 1.000.000. Kegiatan lain yang diselesaikan adalah peta geologi tematik 2 lembar skala 1:50.000 dan 8 lembar skala 1:100.000, serta 81 laporan penelitian XV/6 yang mencakup evolusi magmatik, tektonik, stratigrafi, geologi kuarter, penginderaan jarak jauh, geomorfologi, seismotektonik dan geofisika rinci. Realisasi kegiatan pemetaan tidak seluruhnya sesuai dengan sasaran Repelita VI, antara lain disebabkan oleh keterbatasan dana dan sumberdaya manusia. Dalam rangka inventarisasi sumberdaya mineral dan energi, pada tahun keempat Repelita VI telah diselesaikan 36 persen peta geokimia skala 1:250.000 dan 49 persen peta inventarisasi sumberdaya mineral dari keseluruhan 148 lembar. Untuk penyelidikan potensi sumberdaya mineral telah diselesaikan peta penyebaran potensi sumberdaya mineral logam skala 1:5.000.000 sebanyak 1 lembar, skala 1:1.000.000 sebanyak 2 lembar dan skala 1:500.000 sebanyak 3 lembar; peta penyebaran potensi sumberdaya industri skala 1: 5.000.000 sebanyak 1 lembar dan skala 1:500.000 sebanyak 3 lembar. Kegiatan inventarisasi dan eksplorasi sumberdaya energi telah menyelesaikan pemetaan panas bumi skala 1:50.000 di 10 lokasi, melakukan penyelidikan geofisika dan geokimia panas bumi di 11 lokasi, dan melakukan pengeboran panas bumi di 1 lokasi. Selain itu, kegiatan inventarisasi batubara dan gambut telah menyelesaikan 64 persen peta batu bara dan gambut skala 1 : 250.000, dan melakukan eksplorasi batu bara di 6 lokasi serta eksplorasi gambut di 15 lokasi. Pemetaan geologi dasar laut skala 1 : 250.000 pada tahun keempat Repelita VI telah menyelesaikan 14 persen dari 265 lembar peta yang harus diselesaikan. Selain kegiatan geologi dasar laut, sampai tahun keempat Repelita VI juga dilakukan penyelidikan geologi kelautan regional skala 1:1.000.000 pada 5 lokasi dan penyelidikan geologi wilayah pantai pada 10 lokasi. Selain itu, juga dilakukan kegiatan penyelidikan gaya berat dasar laut pada 2 lokasi, penelitian aspek geologi dan geofisika kelautan pada 3 XV/7 lokasi dan menyelesaikan 3 laporan pemanfaatan geologi wilayah pantai. Sampai tahun keempat Repelita VI, kegiatan geologi tata lingkungan telah menyelesaikan 8 lembar peta hidrogeologi skala 1:250.000 di Pulau Jawa-Madura, 3 lembar peta skala 1:100.000 di Pulau Jawa-Bali, 6 peta geologi teknik skala 1:100.000, 8 peta kerentanan gerakan tanah skala 1:100.000, 5 peta geologi lingkungan skala 1:250.000, dan 7 peta geologi lingkungan skala 1:100.000, 8 penyelidikan geologi kuarter dan 6 penyelidikan geomorfologi. Pemetaan geologi gunung api skala 1 : 100.000 pada tahun keempat Repelita VI telah menyelesaikan 38 persen dari total 129 lembar peta, sedangkan pemetaan daerah bahaya gunung api skala 1:10.000 telah mencapai 95 persen dari keseluruhan sasaran yang direncanakan. Di samping itu juga telah diselesaikan 11 lembar peta topografi puncak gunung api skala 1:50.000, 2 lembar peta aliran lahar skala 1:50.000, 16 lembar peta zona resiko bahaya gunung api skala 1:50.000, pemeriksaan gempa bumi pada 11 lokasi, dan pemeriksaan longsor pada 90 lokasi. 2) Program Pembangunan Pertambangan Dalam empat tahun Repelita VI produksi dan ekspor sejumlah komoditas pertambangan, baik berupa energi primer maupun bahan baku industri, telah mengalami peningkatan. Produksi bahan tambang yang paling menonjol peningkatannya adalah batubara. Sektor pertambangan selama empat tahun Repelita VI telah tumbuh rata-rata sebesar 4,9 persen per tahun, sehingga melampaui sasaran pertumbuhan pertambangan yang ditetapkan sebesar 4,0 persen per tahun. XV/8 Produksi batubara pada tahun pertama Repelita VI adalah 35,3 juta ton, meningkat mencapai 51,4 juta ton pada tahun ketiga, namun kemudian menurun menjadi 42,6 juta ton pada tahun keempat (Tabel XV-2). Peningkatan produksi hingga tahun ketiga Repelita VI didorong oleh peluang ekspor terutama ke kawasan Asia Pasifik, sedangkan penurunan disebabkan oleh menurunnya ekspor dan permintaan dalam negeri. Sementara itu, produksi briket batubara pada tahun keempat Repelita VI juga meningkat menjadi 9.197 ton. Produksi bijih timah maupun logam timah selama Repelita VI meningkat cukup berarti (Tabel XV-3). Peningkatan produksi timah ini dimungkinkan karena peningkatan kapasitas serta karena dapat diatasinya hambatan pada unit produksi PT Tambang Timah. Sejalan dengan peningkatan produksi, jumlah timah yang diekspor pun terus meningkat. Produksi bijih nikel pada tahun terakhir Repelita V adalah 1,9 juta ton, kemudian produksinya mengalami naik turun menjadi 2,7 juta ton pada tahun keempat Repelita VI karena berkurangnya permintaan pasar. Sebagian besar dari produksi bijih nikel ini diekspor, dengan pola jumlah ekspor serupa pola produksi (Tabel XV-4). Bagian yang tidak diekspor dari produksi nikel tambang Pomalaa dan Gebe diolah menjadi ferronickel, dan produksinya pada tahun terakhir Repelita V adalah 5,3 ribu ton, terus meningkat menjadi 10,2 ribu ton pada tahun keempat Repelita VI. Produksi nickelmatte, yang dilakukan di pertambangan nikel di Soroako menunjukkan gejala yang berbeda. Bila produksi nickelmatte pada tahun terakhir Repelita V adalah 40,6 ribu ton, produksi pada tahun kedua Repelita VI mencapai 50,1 ribu ton dan kemudian menurun menjadi hanya 36,1 ribu ton pada tahun keempat Repelita VI. Pada akhir Repelita V produksi konsentrat tembaga adalah XV/9 960 ribu ton. Jumlah produksi ini meningkat terus, menjadi 1.789,1 ribu ton pada tahun keempat Repelita VI (Tabel XV-5). Peningkatan produksi dibarengi dengan meningkatnya kapasitas produksi, didorong oleh peningkatan kebutuhan tembaga dari negara-negara Amerika Utara, Jepang, Eropa dan Asia Tenggara. Sejalan dengan tingkat produksinya, ekspor konsentrat tembaga juga terus meningkat. Produksi emas Indonesia diperoleh sebagai ikutan produksi tembaga, produksi perusahaan tambang emas swasta, dan hasil kegiatan pertambangan rakyat. Produksi emas pada akhir Repelita V adalah 43,9 ribu kilogram, terus meningkat sehingga mencapai 92,3 ribu kilogram pada tahun keempat Repelita VI (Tabel XV-6). Produksi yang terus meningkat dimungkinkan karena dimulainya operasi beberapa tambang baru dan adanya peningkatan kapasitas produksi tambang yang telah beroperasi. Produksi bauksit terus menurun sejak tahun terakhir Repelita V menjadi 0,7 juta ton, hal ini disebabkan oleh menurunnya permintaan akan bauksit untuk diolah menjadi alumina. Sementara itu, produksi pasir besi masih menunjukkan peningkatan (Tabel XV-7). Produksi bahan galian industri, antara lain batu kapur, dolomit, belerang, kaolin, pasir kuarsa, fosfat, bentonit, feldspar, dan marmer serta granit terus meningkat (Tabel XV-8 dan Tabel XV-9). Walaupun demikian, produksi bahan galian industri belum dapat mengimbangi permintaan industri dalam negeri, sehingga impor bahan galian industri juga meningkat dari tahun ke tahun. Produksi minyak bumi selama Repelita VI juga dapat dipertahankan sesuai dengan sasaran Repelita VI. Hal ini disebabkan selain oleh adanya lapangan minyak baru, juga karena pemanfaatan teknologi maju seperti enhanced oil recovery. Ekspor XV/10 minyak bumi mengalami sedikit penurunan, terutama disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan pemakaian BBM di dalam negeri yang terus meningkat. Produksi minyak bumi termasuk kondensat pada tahun keempat Repelita VI tercatat 571,2 juta barrel, lebih tinggi dibandingkan 559,9 juta barrel pada tahun terakhir Repelita V. Ekspor minyak mentah pada tahun keempat Repelita VI tercatat 215,85 juta barrel, lebih rendah dibandingkan ekspor tahun-tahun sebelumnya (Tabel XV-11). Penurunan volume ekspor ini disebabkan meningkatnya kebutuhan kilang dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan BBM yang terus meningkat. Sementara itu, impor minyak mentah untuk diolah di kilang dalam negeri selama empat tahun Repelita VI cenderung menurun. Produksi gas bumi pada tahun terakhir Repelita V adalah 2.502 miliar kaki kubik, meningkat mencapai 3.161,3 miliar kaki kubik pada tahun ketiga Repelita VI, dan menurun menjadi 3.130,5 miliar kaki kubik pada tahun keempat. Produksi gas bumi di dalam negeri berkembang seiring dengan pemanfaatannya (Tabel XV-12). Pemanfaatan gas bumi adalah 2.327 miliar kaki kubik tahun terakhir Repelita V, meningkat mencapai 2.984,6 miliar kaki kubik pada tahun ketiga Repelita VI, dan menurun menjadi 2.940,0 pada tahun keempat. Peningkatan produksi dan pemanfaatan gas bumi disebabkan oleh adanya tambahan produksi gas ikutan dari lapangan minyak, serta meningkatnya permintaan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan LNG, LPG, pembangkit tenaga listrik dan bahan baku industri. Produksi LNG, yang dihasilkan dari kilang LNG Arun, Lhok Seumawe, dan Badak, berfluktuasi selama Repelita VI dan pada tahun keempat Repelita VI berjumlah 1.020 juta MMBTU. Ekspor LNG pada tahun terakhir Repelita V berjumlah 1.276 juta MMBTU, meningkat mencapai 1.347 juta MMBTU pada tahun ketiga Repelita VI, kemudian sedikit menurun menjadi 985 juta XV/11 MMBTU pada tahun keempat Repelita VI (Tabel XV-13). Ekspor LNG dalam tahun 1997/98 menurun disebabkan adanya permintaan ekspor jangka pendek untuk tujuan Jepang, Korea dan Taiwan yang sudah habis masa kontraknya. Produksi LPG berasal dari kilang minyak di Musi, Balikpapan, Dumai, Cilacap, dan EXOR I, LPG Plant di Rantau dan Mundu, Lex Plant di Tanjung Santan, serta NGL Plant dari lapangan Arjuna, Arun, Badak dan Arar. Produksi LPG pada tahun terakhir Repelita V adalah 2,89 juta ton, meningkat mencapai 3,07 juta ton pada tahun ketiga Repelita VI, dan menurun menjadi 2,7 juta ton pada tahun keempat Repelita VI. Ekspor LPG dalam Repelita VI juga cenderung menurun, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan LPG di dalam negeri. Sementara itu, pemanfaatan panas bumi, yang dimulai tahun 1978 (PLTP Monoblok Dieng 2 MW), terus meningkat dan memiliki kapasitas terpasang PLTP sebesar 309,5 MWe pada tahun keempat Repelita VI. Studi kelayakan yang dilakukan meliputi panas bumi skala kecil Kerinci (Sumatera Barat) dan Ulumbu (Flores), sedangkan pengembangan untuk pembangkit tenaga listrik meliputi PLTP Salak dan PLTP Darajat, di samping usulan pengembangan PLTP Dieng, Ulubelu, Sarula, dan Bedugul. 3) Program Pengembangan Usaha Pertambangan Rakyat Terpadu Pemberdayaan terhadap potensi usaha pertambangan rakyat telah ditingkatkan melalui penerapan konsep pertambangan skala kecil (PSK). Program Pengembangan Usaha Pertambangan Rakyat Terpadu juga dimaksudkan untuk menjadi alternatif dalam menertibkan usaha pertambangan emas tanpa izin (PETI), yang XV/12 dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah untuk penyuluhan dan pembinaan langsung kepada penambang setempat. Selama empat tahun Repelita VI telah diberikan bimbingan teknis dan bantuan penyuluhan kepada 54 KUD di 20 propinsi di Indonesia. Konsep PSK bertujuan memberikan kesempatan kepada rakyat setempat dalam mengusahakan bahan galian dan turut serta dalam pembangunan di bidang pertambangan dengan bimbingan pemerintah. Sebagai upaya menciptakan iklim usaha yang dinamis, pemerintah telah menetapkan lokasi pencadangan wilayah pertambangan rakyat beserta evaluasi potensi bahan galian yang siap tambang. Dalam tahun keempat Repelita VI telah dilakukan penyusunan rencana induk PSK, pembinaan usaha produksi, penyelenggaraan bimbingan teknis, percontohan penambangan serta pembuatan peraturan yang mendukung pelaksanaan operasional PSK. Selain itu, dilanjutkan upaya membina Koperasi Unit Desa (KUD) pemegang Kuasa Pertambangan (KP), terutama yang melakukan penambangan batu bara dan emas. b. Program Penunjang Pembangunan Pertambangan 1) Program Penelitian dan Pengembangan Pertambangan Tujuan dari program ini adalah meningkatkan efisiensi dan mutu hasil tambang melalui penguasaan ilmu pengetahuan geologi atau teknologi pertambangan. Pada tahun keempat Repelita VI telah dilakukan beberapa penelitian di bidang geologi dan sumberdaya mineral, antara lain penelitian evolusi magmatik, evolusi tektonik, geologi kuarter dan geomorfologi, standarisasi peta dasar geologi, akreditasi analisis batuan, pemantauan gempa, XV/13 dan penyusunan prosedur mitigasi bencana alam geologis. Di bidang pertambangan telah dilakukan pengkajian pencairan batubara, pembuatan disain teknis penambangan, pembakuan komoditi tambang, pengembangan teknik pengolahan, penyusunan standar keselamatan kerja, serta penyempurnaan metode uji mineral logam dan industri. Di bidang minyak dan gas bumi telah dilakukan penyempurnaan manajemen reservoir dalam pengoptimalan lapangan minyak. 2) Program Penguasaan Iptek, Pendidikan Pelatihan, serta Aparatur Pertambangan dan Dalam program ini dilakukan usaha peningkatan kemampuan teknologi pertambangan bagi tenaga di lingkungan Departemen Pertambangan serta kalangan lain yang terlibat dalam usaha pertambangan. Dalam empat tahun Repelita VI telah dilaksanakan pendidikan dan pelatihan untuk 555 orang tenaga pertambangan, meliputi teknik pengolahan bahan galian, teknik peledakan, teknik pengelolaan lingkungan dan reklamasi. Selain itu juga telah dilakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat penambang melalui bimbingan teknis penambangan, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, di samping telah diterbitkan berbagai peraturan, buku panduan dan pedoman tentang aturan pertambangan. 3) Program Pembinaan dan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Meningkatnya pengelolaan pertambangan dapat mengurangi kualitas lingkungan pada wilayah-wilayah yang semakin luas. Dengan demikian, pembangunan pertambangan yang berwawasan lingkungan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, produksi, sampai XV/14 reklamasi dan periode pasca tambang, penting untuk diperhatikan. Pada tahun keempat Repelita VI telah dilakukan pemanfaatan lahan pasca tambang melalui penerapan dan pemanfaatan lahan berganda, sehingga kegiatan pertambangan diharapkan dapat berdampingan dengan pertumbuhan sektor lainnya. Kegiatan lain yang dilakukan dalam tahun 1997/98 adalah evaluasi lahan tambang, monitoring operasi pertambangan serta inventarisasi lahan untuk reklamasi pertambangan pada usaha pertambangan bijih mineral, batubara dan minyak bumi. 4) Program Nasional Pengembangan Usaha Pertambangan Usaha pertambangan merupakan usaha yang padat modal dan resiko. Untuk mengurangi resiko, telah dilakukan upaya-upaya kepada pengusaha pertambangan menangah dan kecil untuk meningkatkan kemampuan dalam menghitung cadangan maupun membuat rencana teknis pengelolaan cadangan tersebut. Usaha untuk meningkatkan kemampuan ini dilakukan melalui berbagai temu karya pertambangan maupun bimbingan langsung. Bagi usaha pertambangan yang besar dilakukan usaha peningkatan pelayanan informasi sehingga minat pengusaha luar negeri untuk menanamkan modalnya di sektor pertambangan, terutama batubara dapat meningkat. Pelayanan informasi ini diantaranya mengenai pencadangan wilayah dengan menggunakan sistim informasi geografis. Sampai tahun keempat Repelita VI telah ditandatangani 11 Kontrak Kerjasama Batubara, dan 19 buah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B). 5) Program Peningkatan Kerjasama Pertambangan Program ini bertujuan untuk mempercepat alih pengetahuan XV/15 dan teknologi serta kerja sama internasional di bidang pertambangan dan energi. Dalam program ini telah dilaksanakan kerja sama internasional di bidang pertambangan dan energi dengan International Energy Agency (IEA), Korean Institute of Geology, Mining and Materials (KIGAM), Nippon Energy Development Organization (NEDO), Coal Water Fuel (CWF), Federal Energy Regulatory Commission (FERC), dan berbagai kerja sama internasional lainnya. 2. Pembangunan Energi a. Program Pokok 1) Program Pengembangan Tenaga Listrik Pada tahun keempat Repelita VI telah diselesaikan berbagai prasarana dan sarana tenaga listrik yang digunakan untuk menunjang penyediaan tenaga listrik. Dengan demikian selama empat tahun Repelita VI telah selesai dibangun pembangkit listrik dengan kapasitas sebesar 7.995,8 MW, jaringan transmisi sepanjang 6.350 kms, gardu induk dengan kapasitas 16.816 MVA, jaringan tegangan menengah sepanjang 67.229,1 kms, dan jaringan tegangan rendah 101.336,9 kms. Dengan kegiatan pembangunan seperti ini, hingga tahun keempat Repelita VI telah dicapai rasio elektrifikasi nasional sebesar 57,3 persen. Walaupun realisasi pembangunan prasarana ketenagalistrikan selama Repelita VI diperkirakan lebih rendah dari sasarannya, namun realisasi penambahan pelanggan telah melampaui sasaran. Rendahnya realisasi pembangunan prasarana ketenagalistrikan disebabkan oleh perubahan pola kebutuhan tenaga listrik, sehingga pembangunan fisik pun disesuaikan dengan perubahan kebutuhan XV/16 tersebut. Selain itu, peran pemerintah dalam pembangunan pembangkit tenaga listrik makin berkurang setelah diberikannya kesempatan kepada swasta untuk membangun pembangkit tenaga listrik. Di lain pihak, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berdampak pada turunnya prakiraan laju pertumbuhan kebutuhan, sehingga beberapa proyek sarana pembangkit dan penyaluran tenaga listrik harus dikaji ulang. Pembangkit tenaga listrik yang telah dapat diselesaikan pembangunannya pada tahun keempat Repelita VI adalah PLTA Cirata II (4 X 125 MW), PLTA Singkarak (175 MW), PLTA Kusan (67,7 MW), PLTU Suralaya (3 X 600 MW), PLTGU Muara Tawar (435 MW), PLTP Salak (1 X 55 MW), dan PLTMh Merasap (2 X 0.75 MW). Selain itu, prasarana tenaga listrik yang terkait dengan pembangunan pembangkit tenaga listrik tersebut, yang berupa pembangunan gardu induk di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan dengan kapasitas total sebesar 5.230 MVA masih dilanjutkan pembangunannya. Dalam tahun keempat Repelita VI 1997/98 PT. PLN (Persero) telah mengalami dampak langsung dari krisis moneter yaitu dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang mengakibatkan meningkatnya kewajiban pembayaran oleh PLN. Selain itu, dalam waktu dekat pembangkit tenaga listrik milik swasta akan mulai memproduksi tenaga listrik. PT. PLN (Persero) yang berkewajiban untuk membeli tenaga listrik tersebut dalam dollar AS, akan membayar lebih mahal dibandingkan dengan harga jual PT. PLN (Persero) kepada pelanggan. Dengan demikian terdapat selisih harga yang menjadi beban kerugian PT. PLN (Persero). Masalah keuangan tersebut dapat mengurangi kinerja perusahaan PT. PLN (Persero), sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam meningkatkan investasi. XV/17 Masalah ini merupakan agenda khusus yang harus diselesaikan dalam waktu singkat. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah untuk memberi kesempatan kepada pihak swasta untuk membangun pembangkit tenaga dan kebijaksanaan Pembelian Pembangkit Swasta dan Koperasi Skala Kecil, telah beroperasi pembangkit skala besar PLTGU Sengkang dengan kapasitas 135 MW di Sulawesi Selatan dan beberapa pembangkit skala besar dan skala kecil lainnya. Adapun pelaksanaan pembangunan listrik swasta akan tetap mengacu pada rencana umum kelistrikan nasional (RUKN) serta melalui prosedur persetujuan jual beli tenaga listrik (Power Purchase Agreement) yang belakangan ini mendapat desakan untuk disempurnakan agar tidak memperbesar kerugian yang diderita PT. PLN (Persero). Beberapa pembangkit skala besar yang sedang dibangun antara lain PLTU batubara Paiton Swasta I 2x615 MW, PLTU batubara Paiton Swasta II 2x610 MW, PLTU batubara Tanjung Jati B 2x660 MW, PLTU batubara Sibolga A 2x100 MW, PLTU batubara Amurang 2x55 MW, dan PLTD Pare-pare 6x10 MW. Beberapa masalah yang dihadapi selama Repelita VI adalah terbatasnya jaringan transmisi untuk menyalurkan kapasitas pembangkit tenaga listrik, sehingga terjadi bottleneck yang mengakibatkan listrik tidak dapat disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain swasta telah terlibat dalam pembangunan pembangkit tenaga listrik, namun investasi di bidang jaringan transmisi masih dikuasai sepenuhnya oleh PT. PLN (Persero), sehingga terjadi gap antara penyediaan listrik dan penyalurannya. Masalah lain seperti dikemukakan di atas adalah kenaikan kurs dollar AS terhadap rupiah yang sangat tinggi sehingga meningkatkan beban hutang, XV/18 biaya pembelian bahan bakar, dan biaya pembelian listrik swasta yang harus ditanggung oleh PT. PLN (Persero). 2) Program Pengembangan Listrik Perdesaan Program listrik perdesaan yang mulai ditangani secara khusus sejak Repelita II telah mengalami kemajuan yang cukup besar. Jika pada awal Repelita VI desa yang dilistriki adalah sebanyak 36.243 desa dengan 11.416.900 pelanggan, maka pada tahun keempat Repelita VI telah meningkat menjadi 45.941 desa, dengan 16.530.603 pelanggan. Pada tahun keempat Repelita VI dilakukan kegiatan melistriki sejumlah 2.000 desa melalui pembangunan pembangkit dan jaringan baru. Sebesar 22 persen dari desa-desa tersebut berada di kawasan timur Indonesia. Pada tahun yang sama dapat diselesaikan pembangkit tenaga listrik diesel sebesar 5 MW, gardu distribusi sebesar 100 MVA, jaringan tegangan menengah sepanjang 4.000 kms, dan jaringan tegangan rendah sepanjang 4.000 kms. Dengan demikian selama empat tahun Repelita VI jumlah desa yang dilistriki adalah 13.412 desa atau 72 persen dari sasaran Repelita VI yaitu sebesar 18.619 desa dan jumlah kumulatif desa yang dilistriki telah mencapai 45.941 desa atau 74,1 persen dari jumlah desa di Indonesia. Sasaran 79 persen jumlah desa di Indonesia terlistriki pada akhir Repelita VI diharapkan dapat dicapai. Khusus untuk desa terpencil terutama di kawasan timur Indonesia, sejak awal Repelita VI pemerintah telah meluncurkan program listrik untuk sejuta rumah dengan memanfaatkan pembangkit sel surya dengan kapasitas 50 Watt peak per unit. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah dibangun sekitar 5.500 unit sel surya di pulau Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku. XV/19 Program pengembangan listrik perdesaan juga dibantu oleh program pembangunan ketenagalistrikan yang telah berupaya untuk memenuhi sasaran akhir RepelitaVI yaitu rasio elektrifikasi nasional sebesar 60 persen sehingga desa terlistriki dapat mencapai sebesar 79 persen. Dengan tercapainya angka rasio elektrifikasi nasional sebesar 57,3 persen dan persentase jumlah desa yang dilistriki sebesar 74,1 persen pada tahun keempat Repelita VI, maka sasaran akhir Repelita VI diharapkan dapat dicapai. Pembangunan ketenagalistrikan ditunjang pula oleh peningkatan penggunaan tenaga mikrohidro dan solar home system di daerah terpencil. Swasta juga telah dilibatkan dalam pembangunan ketenagalistrikan, melalui investasi pada beberapa pembangkit skala besar dan kecil. 3) Program Pengembangan Tenaga Migas, Batubara dan Energi Lainnya Program Pengembangan Tenaga Migas, Batubara dan Energi Lainnya ditujukan untuk meningkatkan upaya pencarian, penemuan, penyediaan, penganekaragaman, serta penghematan sumberdaya energi demi memenuhi kebutuhan energi. Kebutuhan konsumsi energi di dalam negeri selama empat tahun Repelita VI terus berkembang sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Dominasi minyak bumi sebagai sumber energi sedikit berkurang dengan meningkatnya pangsa pemakaian sumber energi alternatif seperti batubara, gas bumi, panas bumi, dan energi terbarukan. Kegiatan diversifikasi energi telah berhasil menurunkan persentase pemakaian minyak bumi untuk energi kelistrikan. Laju kebutuhan energi juga telah dapat ditekan melalui program konservasi yang dilaksanakan dengan melakukan penyuluhan untuk menggunakan energi secara hemat dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat penghematan energi yang lebih tinggi juga telah dilakukan di sektor XV/20 tenaga listrik dengan dibangunnya pembangkit tenaga listrik kombinasi gas-uap yang dapat meningkatkan efisiensi. Konsumsi energi primer tetap meningkat sejak tahun terakhir Repelita V hingga tahun keempat Repelita VI, yaitu dari 426,3 juta setara barrel minyak (SBM) pada tahun terakhir Repelita V menjadi 560,2 juta SBM pada pada tahun keempat Repelita VI. Selama tiga tahun pertama Repelita VI, konsumsi energi tumbuh dengan sangat cepat, yaitu rata-rata 8,3 persen per tahun, kemudian laju pertumbuhan penggunaan energi tersebut menurun pada tahun keempat menjadi 5,6 persen per tahun. Selama empat tahun Repelita VI, pangsa penggunaan minyak bumi dalam konsumsi energi primer nasional menunjukkan kecenderungan menurun, walaupun tidak terlalu berarti. Turunnya pangsa konsumsi minyak bumi merupakan hasil dari berbagai usaha dalam pengelolaan sumber energi yang mengutamakan efisiensi dan konservasi energi, mulai beroperasinya pusat tenaga listrik nonminyak, meningkatnya pemanfaatan batu bara, dan meningkatnya penggunaan gas bumi untuk industri dan rumah tangga. Minyak bumi merupakan sumber energi Indonesia yang paling utama. Dalam Repelita VI, konsumsi minyak bumi terus meningkat karena kebutuhan energi ini pada sektor transportasi sulit untuk dicarikan substitusinya (Tabel XV-21). Data pangsa penggunaan minyak bumi di dalam konsumsi energi primer nasional ini mengisyaratkan bahwa upaya diversifikasi penggunaan energi yang dilakukan, khususnya dalam tahun ketiga dan keempat Repelita VI, belum berjalan dengan baik. Dalam Repelita VI pemakaian bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri masih terasa menonjol. Pada tahun 1993/94 XV/21 konsumsi BBM adalah 264,3 juta SBM, kemudian naik sebesar 7,4 persen per tahun hingga tahun 1996/97 dimana konsumsi mencapai 305,1 juta SBM, dan menurun menjadi 284,4 juta SBM pada tahun 1997/98. Kenaikan konsumsi pada tiga tahun pertama Repelita VI disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari sektor transportasi dan pembangkit tenaga listrik. Krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 langsung memperlihatkan dampaknya pada penurunan konsumsi BBM, yang disebabkan oleh penurunan penggunaan BBM terutama di sektor industri dan tenaga listrik (Tabel XV-18). Pemanfaatan gas bumi meningkat dengan cepat, dari 88,4 juta SBM pada tahun 1993/94 menjadi 153,9 juta SBM pada tahun keempat Repelita VI atau meningkat dengan rata-rata sebesar 14,8 persen per tahun. Pangsa pemanfaatan gas bumi terhadap seluruh konsumsi energi primer juga terus meningkat. Meningkatnya konsumsi gas bumi dimungkinkan karena penambahan jaringan transmisi gas, yaitu dari 653,4 kilometer pada tahun 1993/94 menjadi 946,5 kilometer pada tahun keempat Repelita VI. Untuk mewujudkan jaringan pipa gas terpadu, saat ini sedang dibangun pipa gas dari Sumatera Selatan ke Duri yang akan menggantikan pembakaran minyak mentah pada Proyek Duri Steam Flood (DSF), dan juga mengalirkan gas ke pulau Batam untuk pembangkit listrik. Kapasitas terpasang gas kota pada tahun 1997/98 tercatat sebesar 21,8 juta meter kubik per hari, meningkat sebesar 258 persen bila dibandingkan dengan kapasitas terpasang pada tahun 1993/94. Kenaikan kapasitas terpasang diikuti pula dengan peningkatan jaringan distribusi gas yang terdiri dari distribusi tekanan rendah dan distribusi tekanan tinggi. Jika pada tahun 1993/94 jaringan yang dimiliki baru sepanjang 1.464,9 kilometer, maka pada tahun 1997/98 telah menjadi 1.733,8 kilometer atau XV/22 mengalami kenaikan 18,4 persen. Kegiatan penting yang dilakukan pada tahun keempat Repelita VI antara lain adalah melanjutkan penyelesaian pembangunan jaringan transmisi gas bumi AsameraDuri-Batam sepanjang 410 km, serta pembangunan jaringan distribusi gas kota di Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Penjualan gas bumi oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero) yang pada tahun 1993/94 adalah 716,8 juta meter kubik, telah meningkat menjadi 1.991,6 juta meter kubik pada tahun 1997/98. Selain menyalurkan gas bumi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) juga menyalurkan LPG Salur, LPG Tabung dan BBG (Bahan Bakar Gas). Penjualan LPG Tabung dilaksanakan di Bandung, Semarang, Surabaya, dan Ujung Pandang dan dimaksudkan sebagai sasaran antara sambil menunggu penyaluran gas bumi. Peningkatan penjualan gas oleh PT PGN juga telah meningkatkan jumlah pelanggan, yaitu dari 34.353 konsumen pada tahun 1993/94 menjadi 49.148 konsumen pada tahun 1997/98. Sementara itu, pemanfaatan tenaga panas bumi terus meningkat. Pada tahun pertama Repelita VI, pemanfaatan panas bumi telah mencapai 2,7 juta SBM dan meningkat menjadi lebih dua kali lipat pada tahun keempat Repelita VI, atau memiliki pangsa 1,1 persen dari penggunaan energi primer secara keseluruhan. Walaupun terdapat peningkatan dalam penggunaan panas bumi, angka pemanfaatan panas bumi tersebut masih jauh sasaran akhir Repelita sebesar 12 juta SBM. Rendahnya pencapaian sasaran ini disebabkan masih sulitnya mengembangkan PLTP yang umumnya berada pada lokasi terpencil, biaya eksplorasinya yang besar apalagi karena krisis moneter, dan resiko kegagalan pemboran yang juga sangat besar. XV/23 Pada tahun 1993/94 konsumsi batubara tercatat sebesar 31,9 juta SBM, meningkat menjadi 53,2 juta SBM pada tahun 1996/97, namun kemudian menurun menjadi 51,6 juta SBM pada tahun 1997/98. Meningkatnya konsumsi batubara pada Repelita VI disebabkan telah beroperasinya beberapa PLTU dan meningkatnya permintaan untuk industri seperti industri semen, industri dasar besi dan baja, serta untuk keperluan peleburan nikel dan timah. Untuk keperluan rumah tangga dan industri kecil, pemanfaatan briket batubara sudah mulai dimasyarakatkan sejak menjelang akhir Repelita V dan telah mendapat sambutan baik dari masyarakat. Walaupun demikian, penggunaan briket masih belum banyak karena masih terbatasnya persediaan di pasaran. Rendahnya harga minyak tanah yang disubsidi oleh pemerintah juga menyebabkan harga briket tidak kompetitif. Pembangunan pabrik briket milik PT. Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan dengan kapasitas produksi 10 ribu ton per tahun telah selesai pada bulan Desember 1996, sedangkan di Gresik, Jawa Timur dengan rencana kapasitas produksi sebesar 120 ribu ton per tahun telah selesai bulan Januari 1997. Pemanfaatan tenaga air pada tahun 1993/94 adalah 26,3 juta SBM, cenderung meningkat sampai dengan tahun 1996/97, namun kemudian turun pada tahun 1997/98. Penurunan pemanfaatan tenaga air yang tajam pada tahun keempat Repelita VI disebabkan terutama oleh musim kemarau yang panjang akibat pengaruh El Nino dan di samping itu di beberapa PLTA sedang dilaksanakan perawatan jangka panjang (overhaul) mesin-mesin pembangkitnya. Selain penggunaan tenaga air, pemanfaatan energi terbarukan lainnya seperti tenaga surya, tenaga angin, biogas, dan biomassa terus dikembangkan. Pengembangan sumber-sumber energi terbarukan ini pada umumnya masih dalam bentuk percontohan. XV/24 Patut dicatat, penganekaragaman pemakaian energi melalui peningkatan energi baru dan terbarukan telah memberikan kontribusi pada penurunan pangsa minyak bumi dari 60,4 persen pada tahun pertama Repelita VI menjadi 59,3 persen pada tahun keempat. Kebijaksanaan penghematan energi secara berkesinambungan dilakukan melalui kampanye hemat energi kepada masyarakat. Kegiatan ini dilakukan antara lain melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penghematan energi. Untuk menunjang program penghematan energi dan menumbuhkan sikap hemat energi, telah diselesaikan peraturan dan rancangan induk konservasi energi nasional (RIKEN). Dalam bidang tenaga listrik, telah diupayakan penurunan susut jaringan tenaga listrik dari 13,2 persen pada tahun 1995/96 menjadi 11,5 persen pada tahun 1996/97 melalui pengaturan sisi pemakai tenaga listrik, peningkatan pemeliharaan sarana penyediaan tenaga listrik, dan peningkatan faktor beban. Angka susut jaringan ini sudah melampaui target pada akhir Repelita VI yaitu 12,5 persen. Di bidang industri minyak dan gas bumi juga secara terus menerus dilaksanakan kegiatan penghematan energi, antara lain dengan mengurangi gas yang dibakar secara percuma (flare), mengurangi susut operasi distribusi BBM, dan mengurangi operasi distribusi tenaga gas. b. Program Penunjang Pengembangan Energi 1) Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup Pada tahun keempat Repelita VI telah dilakukan analisis dampak lingkungan yang merupakan bagian dari setiap XV/25 pembangunan instalasi ketenagalistrikan dan pembangunan energi terpadu. Selain itu, telah pula dilakukan penyuluhan mengenai ruang bebas saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) kepada masyarakat yang tinggal di bawah jaringan transmisi pada beberapa kabupaten. Selama ini telah dilakukan juga studi jaringan pemantauan perencanaan dan kerusakan lingkungan dari pengoperasian sarana fisik ketenagalistrikan terhadap lingkungan pantai dan laut. Di bidang migas, dilanjutkan penyusunan standar pengelolaan lingkungan pada eksplorasi perminyakan. 2) Program Penelitian dan Pengembangan Energi Kegiatan ini dilaksanakan melalui berbagai studi untuk meningkatkan kemampuan, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi agar pengelolaan energi menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna. Pada tahun keempat Repelita VI telah dilakukan penelitian konservasi minyak dan gas bumi, sumberdaya hidrokarbon, rekayasa migas, dan peningkatan nilai tambah migas. Di bidang kelistrikan telah dilakukan upaya mengembangkan sistem dan sarana pengujian ketenagalistrikan agar pengoperasian peralatan listrik sesuai dengan standar yang berlaku, serta dilakukan penelitian dan audit energi di rumah tangga, industri, transportasi, bangunan. 3) Program Pengembangan Pembangunan Energi Informasi untuk Pengembangan sistem informasi energi yang andal sangat diperlukan dalam pembangunan energi. Dengan membangun suatu pusat data energi yang dapat dipergunakan oleh instansi-instansi di bidang energi, termasuk masyarakat dan dunia usaha, kegiatan di XV/26 bidang energi dapat lebih berkembang. Kegiatan pengembangan informasi energi dilaksanakan untuk mendorong kerja sama dan koordinasi yang baik antara pengguna dan penghasil informasi dalam bidang energi untuk membantu pengambilan kebijaksanaan, perencanaan, penyusunan program, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, serta untuk dipergunakan sebagai alat bantu dalam menilai keberhasilan pembangunan di sektor energi secara lebih cepat, tepat dan akurat. 4) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Energi Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan produktifitas dan profesionalisme serta penguasaan iptek dalam pembangunan bidang energi, termasuk ketenagalistrikan. Program ini diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja di bidang energi yang handal dan dapat berkompetisi dalam era globalisasi. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah dilakukan penyuluhan energi kepada 350 orang juru penerang yang selanjutnya akan memberikan penyuluhan kepada masyarakat desa di seluruh kabupaten. C. PENUTUP Pembangunan pertambangan dan energi dalam Repelita VI dilaksanakan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang dimiliki menjadi kekuatan nyata dalam mendukung pembangunan nasional. Untuk itu telah diupayakan penganekaragaman hasil tambang serta penyehatan pengelolaan sektor pertambangan dan energi agar lebih efisien. Pada umumnya, sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam Repelita VI telah dapat dicapai. XV/27 Berhasilnya pembangunan pertambangan tidak terlepas dari keberhasilan program pengembangan geologi sumberdaya mineral yang menyediakan informasi berupa data dasar geologi, potensi sumberdaya mineral, geologi kelautan serta informasi geologi tata lingkungan, air tanah, dan mitigasi bencana alam geologi termasuk bahaya gunung api. Dalam empat tahun Repelita VI telah terjadi peningkatan produksi dan ekspor sejumlah komoditas pertambangan andalan baik sebagai energi primer, bahan baku industri, maupun sumber penerimaan pendapatan negara. Produksi bahan tambang yang paling menonjol peningkatannya adalah batubara, sehingga mengangkat Indonesia menjadi produsen batubara terbesar ke 3 di kawasan Asia Pasifik dan pengekspor terbesar ke 3 di dunia. Sektor pertambangan selama empat tahun Repelita VI telah tumbuh ratarata sebesar 4,9 persen per tahun. Pertumbuhan ini telah melampaui sasaran tahun keempat Repelita VI, dan di atas sasaran pertumbuhan pertambangan Repelita VI sebesar 4,0 persen per tahun. Produksi minyak bumi selama Repelita VI juga dapat dipertahankan sesuai dengan sasaran Repelita VI. Hal ini disebabkan selain karena adanya penemuan lapangan baru, juga karena pemanfaatan teknologi maju seperti enhanced oil recovery. Ekspor minyak bumi mengalami sedikit penurunan, terutama disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan pemakaian BBM di dalam negeri yang terus meningkat. Kebutuhan konsumsi energi di dalam negeri selama empat tahun Repelita VI terus berkembang sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Dominasi minyak bumi sebagai sumber energi sedikit demi sedikit dikurangi dengan meningkatkan pangsa pemakaian sumber energi alternatif seperti batubara, gas bumi, XV/28 panas bumi, dan energi terbarukan. Kegiatan diversifikasi energi telah berhasil menurunkan persentase pemakaian minyak bumi untuk energi kelistrikan. Laju kebutuhan energi juga telah dapat ditekan melalui program konservasi yang dilaksanakan dengan melakukan penyuluhan untuk menggunakan energi secara hemat dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat penghematan energi yang lebih tinggi juga telah dilakukan di sektor tenaga listrik dengan dibangunnya pembangkit tenaga listrik kombinasi gas-uap yang dapat meningkatkan efisiensi. Pembangunan ketenagalistrikan telah berupaya untuk memenuhi sasaran akhir RepelitaVI yaitu rasio elektrifikasi nasional sebesar 60 persen dan desa terlistriki sebesar 79 persen. Dengan tercapainya angka rasio elektrifikasi nasional sebesar 57,3 persen dan persentase jumlah desa yang dilistriki sebesar 74,1 persen pada tahun keempat Repelita VI, maka sasaran akhir Repelita VI diharapkan dapat dicapai. Pembangunan ketenagalistrikan ditunjang oleh peningkatan penggunaan tenaga mikrohidro dan solar home system di daerah terpencil. Swasta juga telah dilibatkan dalam pembangunan ketenagalistrikan, melalui investasi pada pembangunan pembangkit tenaga listrik skala besar dan kecil. Bersamaan dengan keberhasilan seperti terungkap di atas dalam pembangunan pertambangan dan energi selama Repelita VI, dihadapi juga berbagai masalah dan tantangan. Di bidang pertambangan, harga bahan tambang di pasaran internasional seringkali berfluktuasi, hingga tidak memudahkan bagi penyusunan perencanaan korporat. Di bidang energi, laju konsumsi energi yang masih di atas laju konsumsi energi rata-rata dunia belum sepenuhnya berhasil ditekan. Di bidang ketenagalistrikan masalah yang dihadapi antara lain lambatnya pembangunan jaringan transmisi dibandingkan dengan pembangunan pembangkit tenaga XV/29 listrik. Selain itu, makin sulitnya melistriki perdesaan karena lokasi yang semakin terpencar, terisolasi, dan tidak mudah dijangkau merupakan tantangan yang harus dihadapi. Dengan adanya krisis moneter, pelaksanaan pembangunan pertambangan dan energi dalam Repelita VI harus disesuaikan, antara lain dengan melakukan pengkajian ulang beberapa proyek sarana pembangkit dan penyaluran tenaga listrik serta penundaan pembangunan kilang minyak swasta. Di samping itu, karena pengaruh perubahan kurs yang meningkatkan beban hutang, biaya energi, dan harga jual listrik swasta, maka peningkatan harga jual listrik oleh PT. PLN kepada masyarakat tak dapat dihindarkan. Meskipun ekspor produksi tambang dan minyak bumi dapat memberikan tambahan kepada penerimaan negara, namun melemahnya nilai rupiah menyebabkan subsidi BBM akan menjadi lebih besar sehingga harga BBM pun perlu disesuaikan. XV/30 TABEL XV – 1 HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (% kumulatif) 1) Angka diperbaiki XV/31 TABEL XV – 2 PRODUKSI DAN EKSPOR BATU BARA 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (ribu ton) 1) Angka diperbaiki XV/32 TABEL XV – 3 PRODUKSI DAN PEMASARAN TIMAH 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (ribu ton) 1) Angka diperbaiki XV/33 TABEL XV – 4 PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, FERRONIKEL, DAN NIKEL MATTE 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (ribu ton) 1) Angka diperbaiki XV/34 GRAFIK XV – 1 PRODUKSI BATU BARA, BIJIH NIKEL DAN KONSENTRAT TEMBAGA 1993/94, 1994/95 – 1997/98 XV/35 TABEL XV – 5 PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (ribu ton kering) 1) Angka diperbaiki XV/36 TABEL XV – 6 PRODUKSI DAN PENJUALAN EMAS DAN PERAK 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (kilogram) 1) 2) 3) 4) XV/37 Angka diperbaiki Termasuk emas dalam konsentrat tembaga Termasuk ekspor emas yang terkandung dalam konsentrat tembaga Termasuk perak dalam konsentrat tembaga GRAFIK XV – 2 PRODUKSI EMAS DAN PERAK 1993/94, 1994/95 – 1997/98 XV/38 TABEL XV – 7 PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT DAN PASIR BESI 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (ribu ton) 1) Angka diperbaiki XV/39 TABEL XV – 8 PRODUKSI BEBERAPA BAHAN TAMBANG DAN BAHAN GALIAN INDUSTRI 1993, 1994 – 1997 1) Angka diperbaiki Keterangan : .. = Data belum tersedia XV/40 TABEL XV – 9 PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI BATU GRANIT 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (ribu ton) XV/41 TABEL XV – 10 PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN 1993/94, 1994/95 – 1997/98 1) 2) 3) 4) XV/42 Angka diperbaiki Termasuk konsentrat a Termasuk emas dalam konsentrat tembaga Termasuk perak dalam konsentrat tembaga TABEL XV – 11 PRODUKSI, PENGILANGAN DAN EKSPOR MINYAK BUMI 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (juta barel) 1) 2) 3) Termasuk konsentrat Termasuk feedstock Tidak termasuk LPG GRAFIK XV – 3 PRODUKSI MINYAK BUMI 1993/94, 1994/95 – 1997/98 XV/43 TABEL XV – 12 PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (miliar kaki kubik) 1) Angka diperbaiki GRAFIK XV – 4 PRODUKSI GAS BUMI 1993/94, 1994/95 – 1997/98 XV/44 TABEL XV – 13 PRODUKSI DAN EKSPOR LNG DAN LPG 1993/94, 1994/95 – 1997/98 1) Angka diperbaiki XV/45 TABEL XV – 14 HASIL PELAKSANAAN PEMBANGUNAN TENAGA LISTRIK 1993/94, 1994/95 – 1997/98 1) Angka diperbaiki XV/46 TABEL XV – 15 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK 1993/94, 1994/95 – 1997/98 1) Angka diperbaiki XV/47 GRAFIK XV – 5 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK 1993/94, 1994/95 – 1997/98 XV/48 TABEL XV – 16 PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH 1993/94, 1994/95 – 1997/98 1) 2) 3) 4) XV/49 Angka diperbaiki Kitlur Sumbagut dan Sumbagsel dibentuk sejak Triwulan I tahun 1997 Kitlur Jatim dan Kitlur Jabar sejak Oktober 1995 berubah menjadi PJB 1 dan PJB 2 (anak perusahaan PT.PLN) Produksi listrik swasta, mulai masuk ke sistem jaringan PLN sejak 1995/96 TABEL XV – 17 HASIL PELAKSANAAN LISTRIK PERDESAAN 1993/94, 1994/95 – 1997/98 1) Angka sementara XV/50 TABEL XV – 18 KONSUMSI B.B.M. DI DALAM NEGERI 1993/94, 1994/95 – 1997/98 1) Angka diperbaiki Keterangan : SBM = Setara Barel Minyak XV/51 TABEL XV – 19 KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA 1993/94, 1994/95 – 1997/98 1) Angka sementara XV/52 TABEL XV – 20 PENGUSAHAAN GAS KOTA 1993/94, 1994/95 – 1997/98 XV/53 TABEL XV – 21 KONSUMSI ENERGI PRIMER 1993/94, 1994/95 – 1997/98 (ribu SBM) 1) Angka diperbaiki XV/54 GRAFIK XV – 6 KONSUMSI ENERGI PRIMER 1993/94, 1994/95 – 1997/98 XV/55