2. pelaksanaan dan hasil pembangunan tahun keempat

advertisement
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
BAB XV
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
A.
PENDAHULUAN
Dalam Repelita VI pembangunan pertambangan dan energi
diarahkan kepada pemanfaatan kekayaan alam nasional demi
peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembangunan pertambangan
ditujukan bagi penyediaan bahan baku industri, penyediaan energi,
peningkatan pendapatan daerah, perluasan lapangan kerja, dan
peningkatan nilai tambah bahan galian; sedangkan pembangunan
energi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi domestik
melalui pengelolaan energi secara hemat dan efisien,
memperhatikan peluang ekspor serta kelestarian sumber energi
dan lingkungan hidup.
Sasaran pembangunan pertambangan dalam Repelita VI,
khususnya di bidang geologi dan sumber daya mineral adalah
penyelesaian 104 lembar peta geologi dan geofisika, pemetaan
geologi kelautan di 30 lokasi, eksplorasi sumberdaya alam di 105
XV/3
lokasi, eksplorasi sumberdaya energi di 45 lokasi, serta melakukan
25 pemetaan hidrogeologi dan 23 penyelidikan air tanah. Selain
itu, sasaran di bidang pertambangan umum adalah produksi per
tahun timah sebesar 40,3 ribu ton; produksi bijih nikel sebesar 2,75
juta ton, ferronickel 11 ribu ton, nickelmatte 50 ribu ton; produksi
bauksit sebesar 1 juta ton, konsentrat tembaga sebesar 1.761 ribu
ton, produksi emas sebesar 70,6 ribu kilogram, perak 143 ribu
kilogram dan produksi pasir besi sebesar 340 ribu ton.
Berbagai sasaran Repelita VI yang berkaitan dengan
produksi energi adalah penyediaan minyak bumi sebesar 360,0 juta
Setara Barel Minyak (SBM); produksi minyak bumi termasuk
kondensat 1,5 juta barrel per hari; kapasitas kilang menjadi 1.042
ribu barrel per hari; penyediaan gas bumi sebesar 162,6 juta SBM;
produksi gas bumi menjadi 8,1 miliar kaki kubik per hari; produksi
LNG menjadi 28 juta ton; produksi LPG sebesar 3,5 juta ton;
dibangunnya jaringan pipa gas bumi sepanjang 2.060 kilometer;
produksi batubara meningkat menjadi 71 juta ton. Sedangkan
sasaran Repelita VI pembangunan energi yang berkaitan dengan
konsumsi energi domestik adalah pemanfaatan batubara meningkat
menjadi 120,5 juta SBM; penggunaan briket batubara mencapai
4,8 juta ton; pemanfaatan panas bumi menjadi 12,0 juta SBM;
pemanfaatan tenaga air menjadi 33,6 juta SBM; persiapan sistem
interkoneksi ketenagalistrikan Sumatera-Jawa; rasio elektrifikasi
mencapai 60 persen; jumlah desa yang dilistriki mencapai 79
persen; penghematan pemakaian energi rata-rata 15 persen;
intensitas penggunaan energi diturunkan menjadi 2.812 SBM per
satu juta dollar; pangsa minyak bumi turun menjadi 52,3 persen
untuk energi primer dan 30,8 persen untuk energi kelistrikan.
Untuk mencapai sasaran pembangunan pertambangan,
dikembangkan kebijaksanaan yang meliputi pengembangan
XV/4
informasi geologi dan sumber daya mineral, pemantapan
penyediaan komoditas mineral, peningkatan peran serta rakyat dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup pertambangan, pengembangan
kemampuan sumber daya manusia dan penguasaan teknologi
pertambangan, serta pengembangan berbagai sistem pendukung
dalam rangka peningkatan efektifitas pembangunan pertambangan.
Pokok kebijaksanaan pembangunan energi termasuk
kelistrikan dalam Repelita VI adalah meningkatkan penyediaan
dan pemanfaatan sumber daya energi, meningkatkan sarana dan
prasarana, meningkatkan fungsi kelembagaan, meningkatkan
kualitas sumberr daya manusia dan menguasai teknologi,
meningkatkan peran serta masyarakat, dan meningkatkan
kepedulian terhadap lingkungan dalam pemanfaatan energi.
Untuk melaksanakan berbagai kebijaksanaan dan mencapai
sasaran pembangunan Repelita VI tersebut, telah dikembangkan
beberapa program pokok. Dalam pembangunan pertambangan,
dikembangkan tiga program pokok, yaitu
(1) program
pengembangan geologi dan sumber daya mineral, (2) program
pembangunan pertambangan, dan (3) program pengembangan usaha
pertambangan rakyat terpadu. Sedangkan untuk pembangunan
energi, juga dikembangkan tiga program pokok pembangunan
yang meliputi (1) program pengembangan tenaga listrik, (2)
program pengembangan listrik perdesaan, dan (3) program
pengembangan tenaga migas, batubara dan energi lainnya.
Selain program-program pokok, dikembangkan pula programprogram penunjang.
Program penunjang pembangunan
pertambangan terdiri dari: (1) penelitian dan pengembangan
pertambangan, (2) penguasaan iptek serta pendidikan/latihan bagi
aparatur pertambangan, (3) pembinaan dan pengelolaan lingkungan
XV/5
pertambangan, (4) pengembangan usaha pertambangan nasional,
dan (5) peningkatan kerja sama pertambangan. Program penunjang
pembangunan energi meliputi (1) pengendalian pencemaran
lingkungan hidup, (2) penelitian dan pengembangan energi, (3)
pengembangan informasi untuk pembangunan energi, dan (4)
pendidikan-pelatihan serta penyuluhan energi.
B.
PELAKSANAAN DAN HASIL
TAHUN KEEMPAT REPELITA VI
1.
Pembangunan Pertambangan
PEMBANGUNAN
a. Program Pokok
1) Program Pengembangan Geologi dan Sumberdaya
Mineral
Dalam program ini telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang
bertujuan untuk menyediakan data dasar geologi, sumberdaya
mineral, kelautan, tata lingkungan, air tanah,
bencana alam
geologi dan
gunung api.
Kegiatan
dalam program ini
menunjukkan hasil kerja yang terus meningkat (Tabel XV-1).
Berhasilnya pembangunan pertambangan tidak terlepas dari
keberhasilan dalam melakukan pemetaan geofisika luar JawaMadura skala 1:250.000 yang pada tahun keempat Repelita VI telah
menyelesaikan 48 persen dari sasaran total sebanyak 181 lembar.
Kegiatan pemetaan geologi juga telah dapat menyelesaikan
sebanyak 2 lembar peta geologi regional skala 1:1000.000 dan 69
persen peta gaya berat Indonesia skala 1 : 1.000.000. Kegiatan lain
yang diselesaikan adalah peta geologi tematik 2 lembar skala
1:50.000 dan 8 lembar skala 1:100.000, serta 81 laporan penelitian
XV/6
yang mencakup evolusi magmatik, tektonik, stratigrafi, geologi
kuarter, penginderaan jarak jauh, geomorfologi, seismotektonik
dan geofisika rinci. Realisasi kegiatan pemetaan tidak seluruhnya
sesuai dengan sasaran Repelita VI, antara lain disebabkan oleh
keterbatasan dana dan sumberdaya manusia.
Dalam rangka inventarisasi sumberdaya mineral dan energi,
pada tahun keempat Repelita VI telah diselesaikan 36 persen peta
geokimia skala 1:250.000 dan 49 persen peta inventarisasi
sumberdaya mineral dari keseluruhan 148 lembar. Untuk
penyelidikan potensi sumberdaya mineral telah diselesaikan peta
penyebaran potensi sumberdaya mineral logam skala 1:5.000.000
sebanyak 1 lembar, skala 1:1.000.000 sebanyak 2 lembar dan skala
1:500.000 sebanyak 3 lembar; peta penyebaran potensi sumberdaya
industri skala 1: 5.000.000 sebanyak 1 lembar dan skala 1:500.000
sebanyak 3 lembar.
Kegiatan inventarisasi dan eksplorasi
sumberdaya energi telah menyelesaikan pemetaan panas bumi skala
1:50.000 di 10 lokasi, melakukan penyelidikan geofisika dan
geokimia panas bumi di 11 lokasi, dan melakukan pengeboran
panas bumi di 1 lokasi. Selain itu, kegiatan inventarisasi batubara
dan gambut telah menyelesaikan 64 persen peta batu bara dan
gambut skala 1 : 250.000, dan melakukan eksplorasi batu bara di 6
lokasi serta eksplorasi gambut di 15 lokasi.
Pemetaan geologi dasar laut skala 1 : 250.000 pada tahun
keempat Repelita VI telah menyelesaikan 14 persen dari 265 lembar
peta yang harus diselesaikan. Selain kegiatan geologi dasar laut,
sampai tahun keempat Repelita VI juga dilakukan penyelidikan
geologi kelautan regional skala 1:1.000.000 pada 5 lokasi dan
penyelidikan geologi wilayah pantai pada 10 lokasi. Selain itu,
juga dilakukan kegiatan penyelidikan gaya berat dasar laut pada 2
lokasi, penelitian aspek geologi dan geofisika kelautan pada 3
XV/7
lokasi dan menyelesaikan 3 laporan pemanfaatan geologi wilayah
pantai.
Sampai tahun keempat Repelita VI, kegiatan geologi tata
lingkungan telah menyelesaikan 8 lembar peta hidrogeologi skala
1:250.000 di Pulau Jawa-Madura, 3 lembar peta skala 1:100.000 di
Pulau Jawa-Bali, 6 peta geologi teknik skala 1:100.000, 8 peta
kerentanan gerakan tanah skala 1:100.000, 5 peta geologi
lingkungan skala 1:250.000, dan 7 peta geologi lingkungan skala
1:100.000, 8 penyelidikan geologi kuarter dan 6 penyelidikan
geomorfologi.
Pemetaan geologi gunung api skala 1 : 100.000 pada tahun
keempat Repelita VI telah menyelesaikan 38 persen dari total 129
lembar peta, sedangkan pemetaan daerah bahaya gunung api skala
1:10.000 telah mencapai 95 persen dari keseluruhan sasaran yang
direncanakan. Di samping itu juga telah diselesaikan 11 lembar
peta topografi puncak gunung api skala 1:50.000, 2 lembar peta
aliran lahar skala 1:50.000, 16 lembar peta zona resiko bahaya
gunung api skala 1:50.000, pemeriksaan gempa bumi pada 11
lokasi, dan pemeriksaan longsor pada 90 lokasi.
2) Program Pembangunan Pertambangan
Dalam empat tahun Repelita VI produksi dan ekspor
sejumlah komoditas pertambangan, baik berupa energi primer
maupun bahan baku industri, telah mengalami peningkatan.
Produksi bahan tambang yang paling menonjol peningkatannya
adalah batubara. Sektor pertambangan selama empat tahun Repelita
VI telah tumbuh rata-rata sebesar 4,9 persen per tahun, sehingga
melampaui sasaran pertumbuhan pertambangan yang ditetapkan
sebesar 4,0 persen per tahun.
XV/8
Produksi batubara pada tahun pertama Repelita VI adalah
35,3 juta ton, meningkat mencapai 51,4 juta ton pada tahun ketiga,
namun kemudian menurun menjadi 42,6 juta ton pada tahun
keempat (Tabel XV-2). Peningkatan produksi hingga tahun ketiga
Repelita VI didorong oleh peluang ekspor terutama ke kawasan
Asia Pasifik, sedangkan penurunan disebabkan oleh menurunnya
ekspor dan permintaan dalam negeri. Sementara itu, produksi
briket batubara pada tahun keempat Repelita VI juga meningkat
menjadi 9.197 ton.
Produksi bijih timah maupun logam timah selama Repelita
VI meningkat cukup berarti (Tabel XV-3). Peningkatan produksi
timah ini dimungkinkan karena peningkatan kapasitas serta karena
dapat diatasinya hambatan pada unit produksi PT Tambang Timah.
Sejalan dengan peningkatan produksi, jumlah timah yang diekspor
pun terus meningkat.
Produksi bijih nikel pada tahun terakhir Repelita V adalah 1,9
juta ton, kemudian produksinya mengalami naik turun menjadi 2,7
juta ton pada tahun keempat Repelita VI karena berkurangnya
permintaan pasar. Sebagian besar dari produksi bijih nikel ini
diekspor, dengan pola jumlah ekspor serupa pola produksi (Tabel
XV-4). Bagian yang tidak diekspor dari produksi nikel tambang
Pomalaa dan Gebe diolah menjadi ferronickel, dan produksinya
pada tahun terakhir Repelita V adalah 5,3 ribu ton, terus meningkat
menjadi 10,2 ribu ton pada tahun keempat Repelita VI. Produksi
nickelmatte, yang dilakukan di pertambangan nikel di Soroako
menunjukkan gejala yang berbeda. Bila produksi nickelmatte pada
tahun terakhir Repelita V adalah 40,6 ribu ton, produksi pada tahun
kedua Repelita VI mencapai 50,1 ribu ton dan kemudian menurun
menjadi hanya 36,1 ribu ton pada tahun keempat Repelita VI.
Pada akhir Repelita V produksi konsentrat tembaga adalah
XV/9
960 ribu ton. Jumlah produksi ini meningkat terus, menjadi 1.789,1
ribu ton pada tahun keempat Repelita VI (Tabel XV-5).
Peningkatan produksi dibarengi dengan meningkatnya kapasitas
produksi, didorong oleh peningkatan kebutuhan tembaga dari
negara-negara Amerika Utara, Jepang, Eropa dan Asia Tenggara.
Sejalan dengan tingkat produksinya, ekspor konsentrat tembaga
juga terus meningkat.
Produksi emas Indonesia diperoleh sebagai ikutan produksi
tembaga, produksi perusahaan tambang emas swasta, dan hasil
kegiatan pertambangan rakyat. Produksi emas pada akhir Repelita
V adalah 43,9 ribu kilogram, terus meningkat sehingga mencapai
92,3 ribu kilogram pada tahun keempat Repelita VI (Tabel XV-6).
Produksi yang terus meningkat dimungkinkan karena dimulainya
operasi beberapa tambang baru dan adanya peningkatan kapasitas
produksi tambang yang telah beroperasi.
Produksi bauksit terus menurun sejak tahun terakhir Repelita
V menjadi 0,7 juta ton, hal ini disebabkan oleh menurunnya
permintaan akan bauksit untuk diolah menjadi alumina. Sementara
itu, produksi pasir besi masih menunjukkan peningkatan (Tabel
XV-7). Produksi bahan galian industri, antara lain batu kapur,
dolomit, belerang, kaolin, pasir kuarsa, fosfat, bentonit, feldspar,
dan marmer serta granit terus meningkat (Tabel XV-8 dan Tabel
XV-9). Walaupun demikian, produksi bahan galian industri belum
dapat mengimbangi permintaan industri dalam negeri, sehingga
impor bahan galian industri juga meningkat dari tahun ke tahun.
Produksi minyak bumi selama Repelita VI juga dapat
dipertahankan sesuai dengan sasaran Repelita VI. Hal ini
disebabkan selain oleh adanya lapangan minyak baru, juga karena
pemanfaatan teknologi maju seperti enhanced oil recovery. Ekspor
XV/10
minyak bumi mengalami sedikit penurunan, terutama disebabkan
oleh meningkatnya kebutuhan pemakaian BBM di dalam negeri
yang terus meningkat. Produksi minyak bumi termasuk kondensat
pada tahun keempat Repelita VI tercatat 571,2 juta barrel, lebih
tinggi dibandingkan 559,9 juta barrel pada tahun terakhir Repelita
V. Ekspor minyak mentah pada tahun keempat Repelita VI
tercatat 215,85 juta barrel, lebih rendah dibandingkan ekspor
tahun-tahun sebelumnya (Tabel XV-11). Penurunan volume ekspor
ini disebabkan meningkatnya kebutuhan kilang dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan BBM yang terus meningkat. Sementara itu,
impor minyak mentah untuk diolah di kilang dalam negeri selama
empat tahun Repelita VI cenderung menurun.
Produksi gas bumi pada tahun terakhir Repelita V adalah
2.502 miliar kaki kubik, meningkat mencapai 3.161,3 miliar kaki
kubik pada tahun ketiga Repelita VI, dan menurun menjadi 3.130,5
miliar kaki kubik pada tahun keempat. Produksi gas bumi di dalam
negeri berkembang seiring dengan pemanfaatannya (Tabel XV-12).
Pemanfaatan gas bumi adalah 2.327 miliar kaki kubik tahun
terakhir Repelita V, meningkat mencapai 2.984,6 miliar kaki kubik
pada tahun ketiga Repelita VI, dan menurun menjadi 2.940,0 pada
tahun keempat. Peningkatan produksi dan pemanfaatan gas bumi
disebabkan oleh adanya tambahan produksi gas ikutan dari lapangan
minyak, serta meningkatnya permintaan gas bumi untuk memenuhi
kebutuhan LNG, LPG, pembangkit tenaga listrik dan bahan baku
industri.
Produksi LNG, yang dihasilkan dari kilang LNG Arun, Lhok
Seumawe, dan Badak, berfluktuasi selama Repelita VI dan pada
tahun keempat Repelita VI berjumlah 1.020 juta MMBTU. Ekspor
LNG pada tahun terakhir Repelita V berjumlah 1.276 juta
MMBTU, meningkat mencapai 1.347 juta MMBTU pada tahun
ketiga Repelita VI, kemudian sedikit menurun menjadi 985 juta
XV/11
MMBTU pada tahun keempat Repelita VI (Tabel XV-13). Ekspor
LNG dalam tahun 1997/98 menurun disebabkan adanya permintaan
ekspor jangka pendek untuk tujuan Jepang, Korea dan Taiwan yang
sudah habis masa kontraknya.
Produksi LPG berasal dari kilang minyak
di Musi,
Balikpapan, Dumai, Cilacap, dan EXOR I, LPG Plant di Rantau
dan Mundu, Lex Plant di Tanjung Santan, serta NGL Plant dari
lapangan Arjuna, Arun, Badak dan Arar. Produksi LPG pada tahun
terakhir Repelita V adalah 2,89 juta ton, meningkat mencapai 3,07
juta ton pada tahun ketiga Repelita VI, dan menurun menjadi 2,7
juta ton pada tahun keempat Repelita VI. Ekspor LPG dalam
Repelita VI juga cenderung menurun, disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan LPG di dalam negeri.
Sementara itu, pemanfaatan panas bumi, yang dimulai tahun
1978 (PLTP Monoblok Dieng 2 MW), terus meningkat dan
memiliki kapasitas terpasang PLTP sebesar 309,5 MWe pada tahun
keempat Repelita VI. Studi kelayakan yang dilakukan meliputi
panas bumi skala kecil Kerinci (Sumatera Barat) dan Ulumbu
(Flores), sedangkan pengembangan untuk pembangkit tenaga
listrik meliputi PLTP Salak dan PLTP Darajat, di samping usulan
pengembangan PLTP Dieng, Ulubelu, Sarula, dan Bedugul.
3)
Program Pengembangan Usaha Pertambangan
Rakyat Terpadu
Pemberdayaan terhadap potensi usaha pertambangan rakyat
telah ditingkatkan melalui penerapan konsep pertambangan skala
kecil (PSK). Program Pengembangan Usaha Pertambangan Rakyat
Terpadu juga dimaksudkan untuk menjadi alternatif dalam
menertibkan usaha pertambangan emas tanpa izin (PETI), yang
XV/12
dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah untuk
penyuluhan dan pembinaan langsung kepada penambang setempat.
Selama empat tahun Repelita VI telah diberikan bimbingan teknis
dan bantuan penyuluhan kepada 54 KUD di 20 propinsi di
Indonesia.
Konsep PSK bertujuan memberikan kesempatan kepada rakyat
setempat dalam mengusahakan bahan galian dan turut serta dalam
pembangunan di bidang pertambangan dengan bimbingan
pemerintah. Sebagai upaya menciptakan iklim usaha yang dinamis,
pemerintah telah menetapkan lokasi
pencadangan wilayah
pertambangan rakyat beserta evaluasi potensi bahan galian yang
siap tambang. Dalam tahun keempat Repelita VI telah dilakukan
penyusunan rencana induk PSK, pembinaan usaha produksi,
penyelenggaraan bimbingan teknis, percontohan penambangan serta
pembuatan peraturan yang mendukung pelaksanaan operasional
PSK. Selain itu, dilanjutkan upaya membina Koperasi Unit Desa
(KUD) pemegang Kuasa Pertambangan (KP), terutama yang
melakukan penambangan batu bara dan emas.
b.
Program Penunjang Pembangunan Pertambangan
1)
Program Penelitian dan Pengembangan
Pertambangan
Tujuan dari program ini adalah meningkatkan efisiensi dan
mutu hasil tambang melalui penguasaan ilmu pengetahuan geologi
atau teknologi pertambangan. Pada tahun keempat Repelita VI
telah dilakukan beberapa penelitian di bidang geologi dan
sumberdaya mineral, antara lain penelitian evolusi magmatik,
evolusi tektonik, geologi kuarter dan geomorfologi, standarisasi
peta dasar geologi, akreditasi analisis batuan, pemantauan gempa,
XV/13
dan penyusunan prosedur mitigasi bencana alam geologis. Di
bidang pertambangan telah dilakukan pengkajian pencairan
batubara, pembuatan disain teknis penambangan, pembakuan
komoditi tambang, pengembangan teknik pengolahan, penyusunan
standar keselamatan kerja, serta penyempurnaan metode uji mineral
logam dan industri. Di bidang minyak dan gas bumi telah dilakukan
penyempurnaan manajemen reservoir dalam pengoptimalan
lapangan minyak.
2)
Program Penguasaan Iptek, Pendidikan
Pelatihan, serta Aparatur Pertambangan
dan
Dalam program ini dilakukan usaha peningkatan kemampuan
teknologi pertambangan bagi tenaga di lingkungan Departemen
Pertambangan serta kalangan lain yang terlibat dalam usaha
pertambangan. Dalam empat tahun Repelita VI telah dilaksanakan
pendidikan dan pelatihan untuk 555 orang tenaga pertambangan,
meliputi teknik pengolahan bahan galian, teknik peledakan, teknik
pengelolaan lingkungan dan reklamasi. Selain itu juga telah
dilakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat penambang
melalui bimbingan teknis penambangan, keselamatan dan
kesehatan kerja pertambangan, di samping telah diterbitkan
berbagai peraturan, buku panduan dan pedoman tentang aturan
pertambangan.
3)
Program Pembinaan dan Pengelolaan Lingkungan
Pertambangan
Meningkatnya pengelolaan pertambangan dapat mengurangi
kualitas lingkungan pada wilayah-wilayah yang semakin luas.
Dengan demikian, pembangunan pertambangan yang berwawasan
lingkungan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, produksi, sampai
XV/14
reklamasi dan periode pasca tambang, penting untuk diperhatikan.
Pada tahun keempat Repelita VI telah dilakukan pemanfaatan lahan
pasca tambang melalui penerapan dan pemanfaatan lahan berganda,
sehingga kegiatan pertambangan diharapkan dapat berdampingan
dengan pertumbuhan sektor lainnya. Kegiatan lain yang dilakukan
dalam tahun 1997/98 adalah evaluasi lahan tambang, monitoring
operasi pertambangan serta inventarisasi lahan untuk reklamasi
pertambangan pada usaha pertambangan bijih mineral, batubara
dan minyak bumi.
4)
Program
Nasional
Pengembangan
Usaha
Pertambangan
Usaha pertambangan merupakan usaha yang padat modal dan
resiko. Untuk mengurangi resiko, telah dilakukan upaya-upaya
kepada pengusaha pertambangan menangah dan kecil untuk
meningkatkan kemampuan dalam menghitung cadangan maupun
membuat rencana teknis pengelolaan cadangan tersebut. Usaha
untuk meningkatkan kemampuan ini dilakukan melalui berbagai
temu karya pertambangan maupun bimbingan langsung. Bagi
usaha pertambangan yang besar dilakukan usaha peningkatan
pelayanan informasi sehingga minat pengusaha luar negeri untuk
menanamkan modalnya di sektor pertambangan, terutama batubara
dapat meningkat. Pelayanan informasi ini diantaranya mengenai
pencadangan wilayah dengan menggunakan sistim informasi
geografis. Sampai tahun keempat Repelita VI telah ditandatangani
11 Kontrak Kerjasama Batubara, dan 19 buah Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B).
5)
Program Peningkatan Kerjasama Pertambangan
Program ini bertujuan untuk mempercepat alih pengetahuan
XV/15
dan teknologi serta kerja sama internasional di bidang pertambangan
dan energi. Dalam program ini telah dilaksanakan kerja sama
internasional di bidang pertambangan dan energi dengan
International Energy Agency (IEA), Korean Institute of Geology,
Mining and Materials (KIGAM), Nippon Energy Development
Organization (NEDO), Coal Water Fuel (CWF), Federal Energy
Regulatory Commission (FERC), dan berbagai kerja sama
internasional lainnya.
2.
Pembangunan Energi
a.
Program Pokok
1)
Program Pengembangan Tenaga Listrik
Pada tahun keempat Repelita VI telah diselesaikan berbagai
prasarana dan sarana tenaga listrik yang digunakan untuk
menunjang penyediaan tenaga listrik. Dengan demikian selama
empat tahun Repelita VI telah selesai dibangun pembangkit listrik
dengan kapasitas sebesar 7.995,8 MW, jaringan transmisi sepanjang
6.350 kms, gardu induk dengan kapasitas 16.816 MVA, jaringan
tegangan menengah sepanjang 67.229,1 kms, dan jaringan tegangan
rendah 101.336,9 kms. Dengan kegiatan pembangunan seperti ini,
hingga tahun keempat Repelita VI telah dicapai rasio elektrifikasi
nasional sebesar 57,3 persen.
Walaupun realisasi pembangunan prasarana ketenagalistrikan
selama Repelita VI diperkirakan lebih rendah dari sasarannya,
namun realisasi penambahan pelanggan telah melampaui sasaran.
Rendahnya realisasi pembangunan prasarana ketenagalistrikan
disebabkan oleh perubahan pola kebutuhan tenaga listrik, sehingga
pembangunan fisik pun disesuaikan dengan perubahan kebutuhan
XV/16
tersebut. Selain itu, peran pemerintah dalam pembangunan
pembangkit tenaga listrik makin berkurang setelah diberikannya
kesempatan kepada swasta untuk membangun pembangkit tenaga
listrik. Di lain pihak, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat berdampak pada turunnya prakiraan laju
pertumbuhan kebutuhan, sehingga beberapa proyek sarana
pembangkit dan penyaluran tenaga listrik harus dikaji ulang.
Pembangkit tenaga listrik yang telah dapat diselesaikan
pembangunannya pada tahun keempat Repelita VI adalah PLTA
Cirata II (4 X 125 MW), PLTA Singkarak (175 MW), PLTA
Kusan (67,7 MW), PLTU Suralaya (3 X 600 MW), PLTGU Muara
Tawar (435 MW), PLTP Salak (1 X 55 MW), dan PLTMh Merasap
(2 X 0.75 MW). Selain itu, prasarana tenaga listrik yang terkait
dengan pembangunan pembangkit tenaga listrik tersebut, yang
berupa pembangunan gardu induk di Jawa, Sumatera, Sulawesi,
dan Kalimantan dengan kapasitas total sebesar 5.230 MVA masih
dilanjutkan pembangunannya.
Dalam tahun keempat Repelita VI 1997/98 PT. PLN
(Persero) telah mengalami dampak langsung dari krisis moneter
yaitu dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat yang mengakibatkan meningkatnya kewajiban
pembayaran oleh PLN. Selain itu, dalam waktu dekat pembangkit
tenaga listrik milik swasta akan mulai memproduksi tenaga listrik.
PT. PLN (Persero) yang berkewajiban untuk membeli tenaga listrik
tersebut dalam dollar AS, akan membayar lebih mahal
dibandingkan dengan harga jual PT. PLN (Persero) kepada
pelanggan. Dengan demikian terdapat selisih harga yang menjadi
beban kerugian PT. PLN (Persero). Masalah keuangan tersebut
dapat mengurangi kinerja perusahaan PT. PLN (Persero), sehingga
dapat menimbulkan hambatan dalam meningkatkan investasi.
XV/17
Masalah ini merupakan agenda khusus yang harus diselesaikan
dalam waktu singkat.
Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah untuk memberi
kesempatan kepada pihak swasta untuk membangun pembangkit
tenaga dan kebijaksanaan Pembelian Pembangkit Swasta dan
Koperasi Skala Kecil, telah beroperasi pembangkit skala besar
PLTGU Sengkang dengan kapasitas 135 MW di Sulawesi Selatan
dan beberapa pembangkit skala besar dan skala kecil lainnya.
Adapun pelaksanaan pembangunan listrik swasta akan tetap
mengacu pada rencana umum kelistrikan nasional (RUKN) serta
melalui prosedur persetujuan jual beli tenaga listrik (Power
Purchase Agreement) yang belakangan ini mendapat desakan untuk
disempurnakan agar tidak memperbesar kerugian yang diderita PT.
PLN (Persero). Beberapa pembangkit skala besar yang sedang
dibangun antara lain PLTU batubara Paiton Swasta I 2x615 MW,
PLTU batubara Paiton Swasta II 2x610 MW, PLTU batubara
Tanjung Jati B 2x660 MW, PLTU batubara Sibolga A 2x100 MW,
PLTU batubara Amurang 2x55 MW, dan PLTD Pare-pare 6x10
MW.
Beberapa masalah yang dihadapi selama Repelita VI adalah
terbatasnya jaringan transmisi untuk menyalurkan kapasitas
pembangkit tenaga listrik, sehingga terjadi bottleneck yang
mengakibatkan listrik tidak dapat disalurkan kepada masyarakat
yang membutuhkannya. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara
lain swasta telah terlibat dalam pembangunan pembangkit tenaga
listrik, namun investasi di bidang jaringan transmisi masih dikuasai
sepenuhnya oleh PT. PLN (Persero), sehingga terjadi gap antara
penyediaan listrik dan penyalurannya. Masalah lain seperti
dikemukakan di atas adalah kenaikan kurs dollar AS terhadap
rupiah yang sangat tinggi sehingga meningkatkan beban hutang,
XV/18
biaya pembelian bahan bakar, dan biaya pembelian listrik swasta
yang harus ditanggung oleh PT. PLN (Persero).
2)
Program Pengembangan Listrik Perdesaan
Program listrik perdesaan yang mulai ditangani secara khusus
sejak Repelita II telah mengalami kemajuan yang cukup besar. Jika
pada awal Repelita VI desa yang dilistriki adalah sebanyak 36.243
desa dengan 11.416.900 pelanggan, maka pada tahun keempat
Repelita VI telah meningkat menjadi 45.941 desa, dengan
16.530.603 pelanggan. Pada tahun keempat Repelita VI dilakukan
kegiatan melistriki sejumlah 2.000 desa melalui pembangunan
pembangkit dan jaringan baru. Sebesar 22 persen dari desa-desa
tersebut berada di kawasan timur Indonesia. Pada tahun yang sama
dapat diselesaikan pembangkit tenaga listrik diesel sebesar 5 MW,
gardu distribusi sebesar 100 MVA, jaringan tegangan menengah
sepanjang 4.000 kms, dan jaringan tegangan rendah sepanjang
4.000 kms.
Dengan demikian selama empat tahun Repelita VI jumlah
desa yang dilistriki adalah 13.412 desa atau 72 persen dari sasaran
Repelita VI yaitu sebesar 18.619 desa dan jumlah kumulatif desa
yang dilistriki telah mencapai 45.941 desa atau 74,1 persen dari
jumlah desa di Indonesia. Sasaran 79 persen jumlah desa di
Indonesia terlistriki pada akhir Repelita VI diharapkan dapat
dicapai.
Khusus untuk desa terpencil terutama di kawasan timur
Indonesia, sejak awal Repelita VI pemerintah telah meluncurkan
program listrik untuk sejuta rumah dengan memanfaatkan
pembangkit sel surya dengan kapasitas 50 Watt peak per unit.
Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah dibangun sekitar
5.500 unit sel surya di pulau Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku.
XV/19
Program pengembangan listrik perdesaan juga dibantu oleh
program pembangunan ketenagalistrikan yang telah berupaya untuk
memenuhi sasaran akhir RepelitaVI yaitu rasio elektrifikasi nasional
sebesar 60 persen sehingga desa terlistriki dapat mencapai sebesar
79 persen. Dengan tercapainya angka rasio elektrifikasi nasional
sebesar 57,3 persen dan persentase jumlah desa yang dilistriki
sebesar 74,1 persen pada tahun keempat Repelita VI, maka sasaran
akhir Repelita VI diharapkan dapat dicapai. Pembangunan
ketenagalistrikan ditunjang pula oleh peningkatan penggunaan
tenaga mikrohidro dan solar home system di daerah terpencil.
Swasta juga telah dilibatkan dalam pembangunan ketenagalistrikan,
melalui investasi pada beberapa pembangkit skala besar dan kecil.
3)
Program Pengembangan Tenaga Migas, Batubara
dan Energi Lainnya
Program Pengembangan Tenaga Migas, Batubara dan Energi
Lainnya ditujukan untuk meningkatkan upaya pencarian, penemuan,
penyediaan, penganekaragaman, serta penghematan sumberdaya
energi demi memenuhi kebutuhan energi. Kebutuhan konsumsi
energi di dalam negeri selama empat tahun Repelita VI terus
berkembang sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Dominasi
minyak bumi sebagai sumber energi sedikit berkurang dengan
meningkatnya pangsa pemakaian sumber energi alternatif seperti
batubara, gas bumi, panas bumi, dan energi terbarukan. Kegiatan
diversifikasi energi telah berhasil menurunkan persentase
pemakaian minyak bumi untuk energi kelistrikan. Laju kebutuhan
energi juga telah dapat ditekan melalui program konservasi yang
dilaksanakan dengan melakukan penyuluhan untuk menggunakan
energi secara hemat dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat penghematan energi yang lebih tinggi juga telah dilakukan di sektor
XV/20
tenaga listrik dengan dibangunnya pembangkit tenaga listrik
kombinasi gas-uap yang dapat meningkatkan efisiensi.
Konsumsi energi primer tetap meningkat sejak tahun terakhir
Repelita V hingga tahun keempat Repelita VI, yaitu dari 426,3 juta
setara barrel minyak (SBM) pada tahun terakhir Repelita V menjadi
560,2 juta SBM pada pada tahun keempat Repelita VI. Selama tiga
tahun pertama Repelita VI, konsumsi energi tumbuh dengan sangat
cepat, yaitu rata-rata 8,3 persen per tahun, kemudian laju pertumbuhan penggunaan energi tersebut menurun pada tahun keempat
menjadi 5,6 persen per tahun.
Selama empat tahun Repelita VI, pangsa penggunaan minyak
bumi dalam konsumsi energi primer nasional menunjukkan
kecenderungan menurun, walaupun tidak terlalu berarti. Turunnya
pangsa konsumsi minyak bumi merupakan hasil dari berbagai usaha
dalam pengelolaan sumber energi yang mengutamakan efisiensi dan
konservasi energi, mulai beroperasinya pusat tenaga listrik nonminyak, meningkatnya pemanfaatan batu bara, dan meningkatnya
penggunaan gas bumi untuk industri dan rumah tangga.
Minyak bumi merupakan sumber energi Indonesia yang
paling utama. Dalam Repelita VI, konsumsi minyak bumi terus
meningkat karena kebutuhan energi ini pada sektor transportasi sulit
untuk dicarikan substitusinya (Tabel XV-21). Data pangsa
penggunaan minyak bumi di dalam konsumsi energi primer nasional
ini mengisyaratkan bahwa upaya diversifikasi penggunaan energi
yang dilakukan, khususnya dalam tahun ketiga dan keempat
Repelita VI, belum berjalan dengan baik.
Dalam Repelita VI pemakaian bahan bakar minyak (BBM) di
dalam negeri masih terasa menonjol. Pada tahun 1993/94
XV/21
konsumsi BBM adalah 264,3 juta SBM, kemudian naik sebesar 7,4
persen per tahun hingga tahun 1996/97 dimana konsumsi mencapai
305,1 juta SBM, dan menurun menjadi 284,4 juta SBM pada tahun
1997/98. Kenaikan konsumsi pada tiga tahun pertama Repelita VI
disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari sektor transportasi
dan pembangkit tenaga listrik. Krisis moneter yang terjadi pada
pertengahan tahun 1997 langsung memperlihatkan dampaknya
pada penurunan konsumsi BBM, yang disebabkan oleh penurunan
penggunaan BBM terutama di sektor industri dan tenaga listrik
(Tabel XV-18).
Pemanfaatan gas bumi meningkat dengan cepat, dari 88,4 juta
SBM pada tahun 1993/94 menjadi 153,9 juta SBM pada tahun
keempat Repelita VI atau meningkat dengan rata-rata sebesar 14,8
persen per tahun. Pangsa pemanfaatan gas bumi terhadap seluruh
konsumsi energi primer juga terus meningkat. Meningkatnya
konsumsi gas bumi dimungkinkan karena penambahan jaringan
transmisi gas, yaitu dari 653,4 kilometer pada tahun 1993/94
menjadi 946,5 kilometer pada tahun keempat Repelita VI. Untuk
mewujudkan jaringan pipa gas terpadu, saat ini sedang dibangun
pipa gas dari Sumatera Selatan ke Duri yang akan menggantikan
pembakaran minyak mentah pada Proyek Duri Steam Flood (DSF),
dan juga mengalirkan gas ke pulau Batam untuk pembangkit
listrik.
Kapasitas terpasang gas kota pada tahun 1997/98 tercatat
sebesar 21,8 juta meter kubik per hari, meningkat sebesar 258
persen bila dibandingkan dengan kapasitas terpasang pada tahun
1993/94. Kenaikan kapasitas terpasang diikuti pula dengan
peningkatan jaringan distribusi gas yang terdiri dari distribusi
tekanan rendah dan distribusi tekanan tinggi. Jika pada tahun
1993/94 jaringan yang dimiliki baru sepanjang 1.464,9 kilometer,
maka pada tahun 1997/98 telah menjadi 1.733,8 kilometer atau
XV/22
mengalami kenaikan 18,4 persen. Kegiatan penting yang dilakukan
pada tahun keempat Repelita VI antara lain adalah melanjutkan
penyelesaian pembangunan jaringan transmisi gas bumi AsameraDuri-Batam sepanjang 410 km, serta pembangunan jaringan
distribusi gas kota di Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat,
dan Jawa Timur.
Penjualan gas bumi oleh PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) yang pada tahun 1993/94 adalah 716,8 juta meter kubik,
telah meningkat menjadi 1.991,6 juta meter kubik pada tahun
1997/98. Selain menyalurkan gas bumi PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) juga menyalurkan LPG Salur, LPG Tabung dan BBG
(Bahan Bakar Gas). Penjualan LPG Tabung dilaksanakan di
Bandung, Semarang, Surabaya, dan Ujung Pandang dan
dimaksudkan sebagai sasaran antara sambil menunggu penyaluran
gas bumi. Peningkatan penjualan gas oleh PT PGN juga telah
meningkatkan jumlah pelanggan, yaitu dari 34.353 konsumen pada
tahun 1993/94 menjadi 49.148 konsumen pada tahun 1997/98.
Sementara itu, pemanfaatan tenaga panas bumi terus
meningkat. Pada tahun pertama Repelita VI, pemanfaatan panas
bumi telah mencapai 2,7 juta SBM dan meningkat menjadi lebih
dua kali lipat pada tahun keempat Repelita VI, atau memiliki pangsa
1,1 persen dari penggunaan energi primer secara keseluruhan.
Walaupun terdapat peningkatan dalam penggunaan panas bumi,
angka pemanfaatan panas bumi tersebut masih jauh sasaran akhir
Repelita sebesar 12 juta SBM. Rendahnya pencapaian sasaran ini
disebabkan masih sulitnya mengembangkan PLTP yang umumnya
berada pada lokasi terpencil, biaya eksplorasinya yang besar apalagi
karena krisis moneter, dan resiko kegagalan pemboran yang juga
sangat besar.
XV/23
Pada tahun 1993/94 konsumsi batubara tercatat sebesar 31,9
juta SBM, meningkat menjadi 53,2 juta SBM pada tahun 1996/97,
namun kemudian menurun menjadi 51,6 juta SBM pada tahun
1997/98. Meningkatnya konsumsi batubara pada Repelita VI
disebabkan telah beroperasinya beberapa PLTU dan meningkatnya
permintaan untuk industri seperti industri semen, industri dasar besi
dan baja, serta untuk keperluan peleburan nikel dan timah. Untuk
keperluan rumah tangga dan industri kecil, pemanfaatan briket
batubara sudah mulai dimasyarakatkan sejak menjelang akhir
Repelita V dan telah mendapat sambutan baik dari masyarakat.
Walaupun demikian, penggunaan briket masih belum banyak karena
masih terbatasnya persediaan di pasaran. Rendahnya harga minyak
tanah yang disubsidi oleh pemerintah juga menyebabkan harga
briket tidak kompetitif. Pembangunan pabrik briket milik PT.
Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan dengan kapasitas
produksi 10 ribu ton per tahun telah selesai pada bulan Desember
1996, sedangkan di Gresik, Jawa Timur dengan rencana kapasitas
produksi sebesar 120 ribu ton per tahun telah selesai bulan Januari
1997.
Pemanfaatan tenaga air pada tahun 1993/94 adalah 26,3 juta
SBM, cenderung meningkat sampai dengan tahun 1996/97, namun
kemudian turun pada tahun 1997/98. Penurunan pemanfaatan tenaga
air yang tajam pada tahun keempat Repelita VI disebabkan terutama
oleh musim kemarau yang panjang akibat pengaruh El Nino dan di
samping itu di beberapa PLTA sedang dilaksanakan perawatan
jangka panjang (overhaul) mesin-mesin pembangkitnya.
Selain penggunaan tenaga air, pemanfaatan energi terbarukan
lainnya seperti tenaga surya, tenaga angin, biogas, dan biomassa
terus dikembangkan. Pengembangan sumber-sumber energi
terbarukan ini pada umumnya masih dalam bentuk percontohan.
XV/24
Patut dicatat, penganekaragaman pemakaian energi melalui
peningkatan energi baru dan terbarukan telah memberikan
kontribusi pada penurunan pangsa minyak bumi dari 60,4 persen
pada tahun pertama Repelita VI menjadi 59,3 persen pada tahun
keempat.
Kebijaksanaan penghematan energi secara berkesinambungan
dilakukan melalui kampanye hemat energi kepada masyarakat.
Kegiatan ini dilakukan antara lain melalui pendidikan, pelatihan,
dan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang penghematan energi. Untuk menunjang program
penghematan energi dan menumbuhkan sikap hemat energi, telah
diselesaikan peraturan dan rancangan induk konservasi energi
nasional (RIKEN). Dalam bidang tenaga listrik, telah diupayakan
penurunan susut jaringan tenaga listrik dari 13,2 persen pada tahun
1995/96 menjadi 11,5 persen pada tahun 1996/97 melalui
pengaturan sisi pemakai tenaga listrik, peningkatan pemeliharaan
sarana penyediaan tenaga listrik, dan peningkatan faktor beban.
Angka susut jaringan ini sudah melampaui target pada akhir
Repelita VI yaitu 12,5 persen. Di bidang industri minyak dan gas
bumi juga secara terus menerus dilaksanakan kegiatan penghematan
energi, antara lain dengan mengurangi gas yang dibakar secara
percuma (flare), mengurangi susut operasi distribusi BBM, dan
mengurangi operasi distribusi tenaga gas.
b.
Program Penunjang Pengembangan Energi
1)
Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan
Hidup
Pada tahun keempat Repelita VI telah dilakukan analisis
dampak lingkungan yang merupakan bagian dari setiap
XV/25
pembangunan instalasi ketenagalistrikan dan pembangunan energi
terpadu. Selain itu, telah pula dilakukan penyuluhan mengenai
ruang bebas saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan saluran
udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) kepada masyarakat yang
tinggal di bawah jaringan transmisi pada beberapa kabupaten.
Selama ini telah dilakukan juga studi jaringan pemantauan
perencanaan dan kerusakan lingkungan dari pengoperasian sarana
fisik ketenagalistrikan terhadap lingkungan pantai dan laut. Di
bidang migas, dilanjutkan penyusunan standar pengelolaan
lingkungan pada eksplorasi perminyakan.
2)
Program Penelitian dan Pengembangan Energi
Kegiatan ini dilaksanakan melalui berbagai studi untuk
meningkatkan kemampuan, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi
agar pengelolaan energi menjadi lebih berdaya guna dan berhasil
guna. Pada tahun keempat Repelita VI telah dilakukan penelitian
konservasi minyak dan gas bumi, sumberdaya hidrokarbon,
rekayasa migas, dan peningkatan nilai tambah migas. Di bidang
kelistrikan telah dilakukan upaya mengembangkan sistem dan
sarana pengujian ketenagalistrikan agar pengoperasian peralatan
listrik sesuai dengan standar yang berlaku, serta dilakukan
penelitian dan audit energi di rumah tangga, industri, transportasi,
bangunan.
3)
Program
Pengembangan
Pembangunan Energi
Informasi
untuk
Pengembangan sistem informasi energi yang andal sangat
diperlukan dalam pembangunan energi. Dengan membangun suatu
pusat data energi yang dapat dipergunakan oleh instansi-instansi di
bidang energi, termasuk masyarakat dan dunia usaha, kegiatan di
XV/26
bidang energi dapat lebih berkembang. Kegiatan pengembangan
informasi energi dilaksanakan untuk mendorong kerja sama dan
koordinasi yang baik antara pengguna dan penghasil informasi
dalam bidang energi untuk membantu pengambilan kebijaksanaan,
perencanaan, penyusunan program, pelaksanaan, pengendalian dan
pengawasan, serta untuk dipergunakan sebagai alat bantu dalam
menilai keberhasilan pembangunan di sektor energi secara lebih
cepat, tepat dan akurat.
4)
Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan
Energi
Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan produktifitas
dan profesionalisme serta penguasaan iptek dalam pembangunan
bidang energi, termasuk ketenagalistrikan. Program ini diharapkan
dapat menciptakan tenaga kerja di bidang energi yang handal dan
dapat berkompetisi dalam era globalisasi. Sampai dengan tahun
keempat Repelita VI telah dilakukan penyuluhan energi kepada 350
orang juru penerang yang selanjutnya akan memberikan penyuluhan
kepada masyarakat desa di seluruh kabupaten.
C.
PENUTUP
Pembangunan pertambangan dan energi dalam Repelita VI
dilaksanakan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang
dimiliki menjadi kekuatan nyata dalam mendukung pembangunan
nasional. Untuk itu telah diupayakan penganekaragaman hasil
tambang serta penyehatan pengelolaan sektor pertambangan dan
energi agar lebih efisien. Pada umumnya, sasaran-sasaran yang
ditetapkan dalam Repelita VI telah dapat dicapai.
XV/27
Berhasilnya pembangunan pertambangan tidak terlepas dari
keberhasilan program pengembangan geologi sumberdaya mineral
yang menyediakan informasi berupa data dasar geologi, potensi
sumberdaya mineral, geologi kelautan serta informasi geologi tata
lingkungan, air tanah, dan mitigasi bencana alam geologi termasuk
bahaya gunung api.
Dalam empat tahun Repelita VI telah terjadi peningkatan
produksi dan ekspor sejumlah komoditas pertambangan andalan
baik sebagai energi primer, bahan baku industri, maupun sumber
penerimaan pendapatan negara. Produksi bahan tambang yang
paling menonjol peningkatannya
adalah batubara, sehingga
mengangkat Indonesia menjadi produsen batubara terbesar ke 3 di
kawasan Asia Pasifik dan pengekspor terbesar ke 3 di dunia. Sektor
pertambangan selama empat tahun Repelita VI telah tumbuh ratarata sebesar 4,9 persen per tahun. Pertumbuhan ini telah melampaui
sasaran tahun keempat Repelita VI, dan di atas sasaran pertumbuhan
pertambangan Repelita VI sebesar 4,0 persen per tahun.
Produksi minyak bumi selama Repelita VI juga dapat
dipertahankan sesuai dengan sasaran Repelita VI. Hal ini
disebabkan selain karena adanya penemuan lapangan baru, juga
karena pemanfaatan teknologi maju seperti enhanced oil recovery.
Ekspor minyak bumi mengalami sedikit penurunan, terutama
disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan pemakaian BBM di
dalam negeri yang terus meningkat.
Kebutuhan konsumsi energi di dalam negeri selama empat
tahun Repelita VI terus berkembang sejalan dengan laju
pertumbuhan ekonomi. Dominasi minyak bumi sebagai sumber
energi sedikit demi sedikit dikurangi dengan meningkatkan pangsa
pemakaian sumber energi alternatif seperti batubara, gas bumi,
XV/28
panas bumi, dan energi terbarukan. Kegiatan diversifikasi energi
telah berhasil menurunkan persentase pemakaian minyak bumi
untuk energi kelistrikan. Laju kebutuhan energi juga telah dapat
ditekan melalui program konservasi yang dilaksanakan dengan
melakukan penyuluhan untuk menggunakan energi secara hemat
dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat penghematan energi yang
lebih tinggi juga telah dilakukan di sektor tenaga listrik dengan
dibangunnya pembangkit tenaga listrik kombinasi gas-uap yang
dapat meningkatkan efisiensi.
Pembangunan ketenagalistrikan telah berupaya untuk
memenuhi sasaran akhir RepelitaVI yaitu rasio elektrifikasi nasional
sebesar 60 persen dan desa terlistriki sebesar 79 persen. Dengan
tercapainya angka rasio elektrifikasi nasional sebesar 57,3 persen
dan persentase jumlah desa yang dilistriki sebesar 74,1 persen pada
tahun keempat Repelita VI, maka sasaran akhir Repelita VI
diharapkan dapat dicapai. Pembangunan ketenagalistrikan ditunjang
oleh peningkatan penggunaan tenaga mikrohidro dan solar home
system di daerah terpencil. Swasta juga telah dilibatkan dalam
pembangunan ketenagalistrikan, melalui investasi pada
pembangunan pembangkit tenaga listrik skala besar dan kecil.
Bersamaan dengan keberhasilan seperti terungkap di atas
dalam pembangunan pertambangan dan energi selama Repelita VI,
dihadapi juga berbagai masalah dan tantangan.
Di bidang pertambangan, harga bahan tambang di pasaran
internasional seringkali berfluktuasi, hingga tidak memudahkan bagi
penyusunan perencanaan korporat. Di bidang energi, laju konsumsi
energi yang masih di atas laju konsumsi energi rata-rata dunia
belum sepenuhnya berhasil ditekan. Di bidang ketenagalistrikan
masalah yang dihadapi antara lain lambatnya pembangunan jaringan
transmisi dibandingkan dengan pembangunan pembangkit tenaga
XV/29
listrik. Selain itu, makin sulitnya melistriki perdesaan karena lokasi
yang semakin terpencar, terisolasi, dan tidak mudah dijangkau
merupakan tantangan yang harus dihadapi.
Dengan adanya krisis moneter, pelaksanaan pembangunan
pertambangan dan energi dalam Repelita VI harus disesuaikan,
antara lain dengan melakukan pengkajian ulang beberapa proyek
sarana pembangkit dan penyaluran tenaga listrik serta penundaan
pembangunan kilang minyak swasta. Di samping itu, karena
pengaruh perubahan kurs yang meningkatkan beban hutang, biaya
energi, dan harga jual listrik swasta, maka peningkatan harga jual
listrik oleh PT. PLN kepada masyarakat tak dapat dihindarkan.
Meskipun ekspor produksi tambang dan minyak bumi dapat
memberikan tambahan kepada penerimaan negara, namun
melemahnya nilai rupiah menyebabkan subsidi BBM akan menjadi
lebih besar sehingga harga BBM pun perlu disesuaikan.
XV/30
TABEL XV – 1
HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(% kumulatif)
1) Angka diperbaiki
XV/31
TABEL XV – 2
PRODUKSI DAN EKSPOR BATU BARA
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(ribu ton)
1) Angka diperbaiki
XV/32
TABEL XV – 3
PRODUKSI DAN PEMASARAN TIMAH
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(ribu ton)
1) Angka diperbaiki
XV/33
TABEL XV – 4
PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, FERRONIKEL, DAN NIKEL MATTE
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(ribu ton)
1) Angka diperbaiki
XV/34
GRAFIK XV – 1
PRODUKSI BATU BARA, BIJIH NIKEL
DAN KONSENTRAT TEMBAGA
1993/94, 1994/95 – 1997/98
XV/35
TABEL XV – 5
PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(ribu ton kering)
1) Angka diperbaiki
XV/36
TABEL XV – 6
PRODUKSI DAN PENJUALAN EMAS DAN PERAK
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(kilogram)
1)
2)
3)
4)
XV/37
Angka diperbaiki
Termasuk emas dalam konsentrat tembaga
Termasuk ekspor emas yang terkandung dalam konsentrat tembaga
Termasuk perak dalam konsentrat tembaga
GRAFIK XV – 2
PRODUKSI EMAS DAN PERAK
1993/94, 1994/95 – 1997/98
XV/38
TABEL XV – 7
PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT DAN PASIR BESI
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(ribu ton)
1) Angka diperbaiki
XV/39
TABEL XV – 8
PRODUKSI BEBERAPA BAHAN TAMBANG DAN BAHAN GALIAN INDUSTRI
1993, 1994 – 1997
1) Angka diperbaiki
Keterangan :
.. = Data belum tersedia
XV/40
TABEL XV – 9
PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI BATU GRANIT
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(ribu ton)
XV/41
TABEL XV – 10
PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN
1993/94, 1994/95 – 1997/98
1)
2)
3)
4)
XV/42
Angka diperbaiki
Termasuk konsentrat a
Termasuk emas dalam konsentrat tembaga
Termasuk perak dalam konsentrat tembaga
TABEL XV – 11
PRODUKSI, PENGILANGAN DAN EKSPOR MINYAK BUMI
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(juta barel)
1)
2)
3)
Termasuk konsentrat
Termasuk feedstock
Tidak termasuk LPG
GRAFIK XV – 3
PRODUKSI MINYAK BUMI
1993/94, 1994/95 – 1997/98
XV/43
TABEL XV – 12
PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(miliar kaki kubik)
1) Angka diperbaiki
GRAFIK XV – 4
PRODUKSI GAS BUMI
1993/94, 1994/95 – 1997/98
XV/44
TABEL XV – 13
PRODUKSI DAN EKSPOR LNG DAN LPG
1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka diperbaiki
XV/45
TABEL XV – 14
HASIL PELAKSANAAN PEMBANGUNAN TENAGA LISTRIK
1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka diperbaiki
XV/46
TABEL XV – 15
PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK
1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka diperbaiki
XV/47
GRAFIK XV – 5
PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK
1993/94, 1994/95 – 1997/98
XV/48
TABEL XV – 16
PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH
1993/94, 1994/95 – 1997/98
1)
2)
3)
4)
XV/49
Angka diperbaiki
Kitlur Sumbagut dan Sumbagsel dibentuk sejak Triwulan I tahun 1997
Kitlur Jatim dan Kitlur Jabar sejak Oktober 1995 berubah menjadi PJB 1 dan PJB 2 (anak perusahaan PT.PLN)
Produksi listrik swasta, mulai masuk ke sistem jaringan PLN sejak 1995/96
TABEL XV – 17
HASIL PELAKSANAAN LISTRIK PERDESAAN
1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka sementara
XV/50
TABEL XV – 18
KONSUMSI B.B.M. DI DALAM NEGERI
1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka diperbaiki
Keterangan :
SBM = Setara Barel Minyak
XV/51
TABEL XV – 19
KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA
1993/94, 1994/95 – 1997/98
1) Angka sementara
XV/52
TABEL XV – 20
PENGUSAHAAN GAS KOTA
1993/94, 1994/95 – 1997/98
XV/53
TABEL XV – 21
KONSUMSI ENERGI PRIMER
1993/94, 1994/95 – 1997/98
(ribu SBM)
1) Angka diperbaiki
XV/54
GRAFIK XV – 6
KONSUMSI ENERGI PRIMER
1993/94, 1994/95 – 1997/98
XV/55
Download