1 Potensi dan Tantangan PLTMH di Sumatera Barat Ada enam fokus kebijakan iptek 2005 – 2006 yang sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu, (1) Pembangunan ketahanan pangan, (2) Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan, (3) Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi, (4) Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, (5) Pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan, (6) Pengembangan teknologi kesehatan dan dan obat – obatan. Fokus kedua seperti di atas jika diimplementasikan di Sumatera Barat sungguh sangat menantang. Alasannya adalah jika dibanding dengan propinsi tetangga lainnya, Sumatera Barat memiliki lebih banyak potensi energi yang dapat terus dikembangkan diantaranya batubara dan energi air. Selain Ombilin, beberapa lokasi tambang batubara baru telah ditemukan sedang potensi air di Sumatera Barat cukup banyak mengingat di propinsi ini terdapat empat danau besar dan tofografi daerah umumnya berada di dataran tinggi yang banyak memiliki sumber air. Tantangan dan harapan di atas sesuai dengan arah kebijaksanaan pembangunan energi Pemerintah Propinsi Sumatera Barat seperti yang telah digariskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2006 – 2010 sebagai berikut, Energi saat ini merupakan isu sangat penting yang membutuhkan penanganan yang tepat. Walaupun Sumatera Barat mempunyai banyak sumber energi di luar minyak bumi seperti sumber daya air sebagai pembangkit tenaga listrik dan sumber daya mineral batubara, namun potensi tersebut harus direncanakan, dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi sebesar – besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Potensi energi di Sumatera Barat yang dapat dipergunakan sebagai energi alternatif dan sudah dimanfaatkan saat ini adalah sumber daya air untuk pembangkit energi listrik baik pada skala besar seperti PLTA Singkarak, PLTA Maninjau, dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Berkaitan dengan pengembangan PLTA dan PLTMH seperti di atas, pemerintah Sumatera Barat sejak awal telah memberikan perhatian yang cukup besar dalam pemanfaatan energi air sebagaimana yang digariskan pada Repelita III 1979/1980 – 1984/1985 sebagai berikut, 2 Dalam usaha – usaha penambahan unit – unit pembangkit, ini perlu dilakukan pengembangan pusat – pusat tenaga pembangkit baik melanjutkan pembangunan yang sedang berjalan maupun merencanakan proyek – proyek baru. Melanjutkan pembangunan yang sedang berjalan yaitu menyiapkan pembangunan PLTA maninjau dengan kapasitas 68 MW untuk 4 unit. Disamping itu merencanakan pembangunan PLTMH tersebar di Pasaman, Solok, dan Mentawai dengan kapasitas 345 MW yang direncanakan siap tahun 1984. Selanjutnya di Propinsi Sumatera Barat pusat pembangkit seluruhnya akan diselesaikan pada Repelita VI 1994/1995 – 1998/1999 seperti dijelaskan pada tabel 1. Tabel 1. Pusat Pembangkit Listrik yang Akan Diselesaikan pada Repelita VI oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Barat Nama Pembangkit Kapasitas ( M Watt) Lokasi 1. PLTA Singkarak 175 Padang Pariaman 2. PLTA Koto Panjang 114 Lima Puluh Kota 3. PLTG Padang 60 Padang 4. PLTU Ombilin 200 Sawah Lunto 5. PLTMH 7,7 Tersebar 2 Tersebar 6. PLTD Memperhatikan kutipan – kutipan di atas, Pemerintah Propinsi Sumatera Barat sangat berharap dapat menghasilkan daya listrik dari unit – unit PLTMH yang direncanakannya. Tetapi jika memperhatikan kenyataan di lapangan, masih banyak potensi air yang mengalir melalui sungai – sungai kecil di pedesaan Sumatera Barat yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan terbatas untuk mencuci dan irigasi desa sedang pemanfaatan sebagai sumber energi alternatif sangat terbatas. Memang saat ini telah dibangun pembangkit listrik skala kecil yang populer disebut Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), tetapi itu jumlahnya sangat sedikit dibanding dengan potensi air yang ada. Semua PLTMH yang dioperasikan tersebut dibangun dengan konstruksi sistem pembangkit permanen dan digunakan hanya untuk menggerakkan generator listrik.. Bangunan sipil sistem pembangkit ini lebih dominan baik volume kerjanya maupun bahan yang digunakan saat pembangunan, lahan yang dibutuhkannyapun cukup luas sehingga biaya investasi dan pemeliharaan relatif mahal. Dengan karakteristik 3 PLTMH konvensional seperti itu menjadi kendala bagi penyebaran dan pengembangan PLTMH di pedesaan Sumatera Barat. Ini sebuah kerugian besar karena potensi energi yang nyata ada di depan mata tak dapat dimanfaatkan segera. Memperhatikan kenyataan, tantangan, dan harapan di atas timbul pertanyaan, bagaimana menciptakan sistem pembangkit yang praktis, biaya investasi yang murah, mudah pengoperasiannya dan dapat dimiliki dengan mudah oleh perorangan atau kelompok masyarakat desa ?. Ini adalah masalah yang menjadi tantangan bagi sarjana-sarjana teknik di Sumatera Barat dan umumnya bagi kita semua untuk dapat menciptakan sistem PLTMH yang lebih murah dan pemanfaatannya yang beragam. Gambar, Sistem PLTMH Konvensional