rentan terhadap infeksi - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Infeksi17
Infeksi adalah masuknya, bertumbuh dan berkembangnya agent penyakit
menular dalam tubuh manusia atau hewan dimana akibatnya mungkin tidak kelihatan
(innaparent infection), atau nyata ( infectious disease). Adanya kehidupan agent
menular pada permukaan luar tubuh, atau pada barang pakaian atau barang-barang
lainnya, bukanlah infeksi tetapi merupakan kontaminasi pada permukaan tubuh atau
benda.
Inapparent infection adalah adanya infeksi pejamu tanpa adanya tanda-tanda
klinis yang jelas atau yang dapat dikenal.Infeksi yang tidak nyata dapat diidentifikasi
hanya secara laboratorium.
Infectious diseases adalah penyakit yang secara klinis tampak nyata pada
manusia atau hewan yang merupakan akibat suatu infeksi.
2.2. Defenisi Penyakit Infeksi (contangious diseases)17,18,19
Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh unsur/agent
penyebab menular tertentu atau hasil racunnya, yang terjadi karena perpindahan
/penularan agent atau hasilnya dari orang yang terinfeksi, hewan atau reservoir
lainnya (benda lain) kepada pejamu yang rentan (potensial host), baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pejamu perantara hewan (vektor) atau
lingkungan yang tidak hidup.
Penyakit menular ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang
hidup dan dapat berpindah. Satu penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada
Universitas Sumatera Utara
yang lain, ditentukan oleh tiga faktor yakni : agent (penyebab penyakit), host (induk
semang), route of transmission (jalannya penularan).
2.3.
Epidemiologi Penyakit Infeksi
2.3.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Infeksi20,21,22
Negara/masyarakat miskin berstatus sosial ekonomi rendah, keadaan gizi
rendah, pengetahuan tentang kesehatannyapun rendah, sehingga keadaan kesehatan
lingkungan buruk dan status kesehatannya buruk. Didalam masyarakat demikian akan
mudah terjadi penularan penyakit, terutama anak-anak yang merupakan golongan
yang peka terhadap penyakit menular. Sebagai akibatnya, banyak terjadi kematian
anak, sehingga usia harapan hidup pendek.
Dari laporan SKRT 2001, prevalensi penyakit menurut golongan umur pada
laki-laki dan perempuan golongan umur yang paling rentan terhadap penyakit infeksi
adalah golongan umur balita, pada kelompok penyakit diare prevalensi penyakit pada
golongan umur <1 tahun adalah 1,7%, 1-4 tahun adalah 9,4% dan 5-14 tahun adalah
4,3%. Pada golongan penyakit campak prevalensi penyakit yang tertinggi adalah pada
golongan umur 1-5 tahun yaitu 0,4%. Begitu juga penyakit infeksi saluran pernafasan
akut prevalensi penyakit pada golongan umur <1 tahun adalah 38,7%, 1-4 tahun
adalah 42,2% dan pada golongan umr 5-14 tahun adalah 28,8%.
Campak lebih berat diderita oleh anak-anak usia dini dan yang kekurangan
gizi, pada penderita golongan ini biasanya ditemukan ruam dengan perdarahan,
kehilangan protein karena enteropathy, otitis media, sariawan, dehidrasi, diare,
kebutaan dan infeksi kulit yang berat.
Universitas Sumatera Utara
CFR campak di negara berkembang diperkirakan sebesar 3-5% tetapi
seringkali di beberapa lokasi berkisar antara 10%-30%.
Hidup berkelompok dapat meningkatkan interaksi antar manusia dan dapat
membantu perkembangan budaya, yang selanjutnya memberi dampak terhadap
lingkungan dan manusia, sehingga tercemar pada pola penyakit yang ada di antara
kelompok tersebut.
Pada waktu masyarakat masih hidup primitif maka jumlah populasi dan pola
penyakitnya sangat ditentukan oleh keadaan sekitarnya. Pada fase agrikultural,
masyarakat
berjumlah
lebih
banyak,
bertempat
tinggal
lebih
dekat,
dan
berkomunikasi dengan baik, sebagai akibatnya penyakit menular akan menjalar lebih
cepat. Karena penyakit menular dapat menimbulkan kekebalan pada yang pernah
menderitanya, maka yang terserang penyakit menular adalah mereka yang beresiko
tinggi terhadapnya, yakni anak-anak.
Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari
agen, host dan lingkungan. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara
spesifik peranan lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Interaksi manusia
dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak
manusia itu dilahirkan sampai meninggal dunia.
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang berkembang. Penyakit infeksi
masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia penyakit infeksi masih merupakan
masalah utama bidang kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Hampir di semua negara-negara yang sedang berkembang penyakit-penyakit
menular hingga kini tetap menjadi penyebab terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
Pola penyakit di Indonesia setara dengan negara-negara lain yang berpenghasilan
kurang lebih sama. Hal ini tampak jelas apabila ditelaah keadaan penyakit di berbagai
negara, ternyata negara-negara yang tergolong miskin banyak menderita penyakit
menular, sedangkan negara yang tergolong kaya banyak menderita penyakit tidak
menular.
2.3.2. Determinan Penyakit Infeksi17,19
Kejadian infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu host, agent, dan
environment. Penyakit infeksi akan terjadi apabila ketiga faktor tersebut saling
mendukung.
a. Host (pejamu)
Sistem imun manusia yang kompeten melindungi tubuh dari berbagai
mikroorganisme dan pertumbuhan keganasan. Infeksi oportunistik dengan rentang
yang luas dapat terjadi bila sistem imun lemah. Individu yang mengalami gangguan
imun berada pada peningkatan resiko mengalami infeksi karena sistem imun mereka
yang terganggu tidak memberikan perlindungan yang adekuat dalam melawan
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur).
Sistem imun yang lemah dapat menyebabkan individu menjadi rentan
terhadap infeksi umum sehari-hari, seperti influenza, dan Staphylococcus aureus, dan
juga
organisme-organisme
yang
lebih
asing
seperti
histoplasmosis
dan
toksoplasmosis.
Universitas Sumatera Utara
a.1. Status Gizi26,27,28,29
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat mengkonsumsi makanan dan
zat-zat gizi. Menurut Soekirman (2001) istilah status gizi diartikan sebagai keadaan
kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu
kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.
Status gizi baik atau gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat
gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu
atau lebih zat-zat esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi
dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan.
Baik status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi.
Anak balita mengalami pertumbuhan badan yang pesat sehingga memerlukan
zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru merupakan
kelompok umur yang paling sering menderita penyakit infeksi akibat kekurangan gizi
sehingga kekebalan tubuh melemah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
pertama, kondisi anak balita adalah dalam periode transisi yaitu dari makanan bayi ke
makanan orang dewasa, sehingga memerlukan adaptasi. Kedua, anak balita mulai
bermain dan bergerak lebih luas sehingga sangat besar kemungkinannya terkena
kotoran yang akibatnya dapat menyebabkan sakit.
Kondisi kurang gizi berhubungan erat dengan tingginya resiko untuk
terjadinya penyakit infeksi dan kematian bayi dan anak.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Muliki, Muliati (2003) di Puskesmas Puskemas Palanro
Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru, yang melakukan analisis faktor yang
berhubungan dengan terjadinya penyakit ISPA yang menggunakan desain penelitian
cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
kejadian ISPA dengan nilai p=0,003 (p<0,05). Ini berarti balita yang status gizinya
rendah memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita ISPA
a.2. Berat Badan Lahir30,31
Berat badan lahir rendah ditetapkan sebagai suatu berat lahir kurang dari
2.500 gram. Anak dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) akan meningkatkan risiko
kesakitan dan kematian karena bayi rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran
pernafasan.
Bayi dengan berat lahir rendah mempunyai angka kematian lebih tinggi
daripada bayi dengan berat lebih dari 2.500 gram saat lahir selama tahun pertama
kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian akibat infeksi pada
bayi yang baru lahir dengan berat rendah, bila dibandingkan dengan bayi yang
beratnya diatas 2.500 gram.
Puffer (1983) mengemukakan bahwa angka kematian bayi dengan berat badan
waktu lahir kurang dari 2.500 gram adalah 5 sampai 9 kali lebih tinggi dari bayi
dengan berat badan waktu lahir diatas 2.500 gram.
Penelitian Siti Fadilah (2009) yang melakukan analisis terhadap data
Riskesdas 2007 untuk mengetahui dampak berat badan lahir terhadap status gizi
menyebutkan bahwa resiko balita dengan berat badan lahir rendah memiliki resiko
Universitas Sumatera Utara
1,002 kali untuk menderita penyakit ISPA dan 1,061 kali untuk menderita penyakit
diare daripada balita dengan berat badan lahir normal.
a.3. Status ASI Ekskusif32,33,34
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah lahir sampai bayi
berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain. ASI, selain mengandung zat-zat
yang diperlukan untuk pertumbuhan si bayi, juga merupakan makanan bayi yang
paling aman, tidak memerlukan biaya tambahan, mengandung zat-zat kekebalan/anti
infeksi, membantu terjadinya alergi semasa bayi.
Kenyataannya pemberian ASI Eksklusif di masyarakat belum dapat
dilaksankan secara maksimal. Hanya sebagian kecil dari masyarakat yang mau dan
mampu menerapkan upaya pemberian ASI Eksklusif sebagai satu-satunya makanan
bayi usia 0-6 bulan.
Apabila dikaitkan dengan pemberian air susu ibu (ASI) Eksklusif, saat ini
praktik menyusui di Indonesia cukup memprihatinkan. Menurut SDKI tahun 1997
dan 2002, lebih dari 95% ibu pernah menyusui bayinya, namun yang menyusui
dalam 1 jam pertama cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7%
pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 4 bulan sedikit meningkat dari 52% tahun
1997 menjadi 55,1% pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 6 bulan menurun dari
42,4% tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002. Sementara itu penggunaan susu
formula justru meningkat lebih dari 3 kali lipat selama 5 tahun dari 10,8% tahun 1997
menjadi 32,5% pada tahun 2002.
Universitas Sumatera Utara
Apabila pelaksanaan upaya pemberian ASI Eksklusif tidak berjalan sesuai
target maka akan berdampak pada kesehatan bayi. Bayi akan rentan terhadap
berbagai macam penyakit infeksi.
ASI sangat bermanfaat karena mempunyai sifat sebagai berikut :
a). Makanan alam (natural), ideal dan fisiologis
b).Mengandung nutrient yang lengkap dengan komposisi yang sesuai untuk keperluan
pertumbuhan , yaitu pada bulan-bulan pertama berat badan dapat meningkat
dengan kira-kira 30 %.
c). Nutrient yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan
bebas dari basil patogen.
d). Mengandung zat anti dan zat kekebalan lain yang dapat mencegah berbagai
penyakit infeksi.
Tingginya angka kesakitan dan gangguan gizi yang diderita oleh Bayi dan
anak Balita di Indonesia pada saat ini mempengaruhi kualitas remaja, calon ibu dan
bapak serta sumber daya tenaga kerja 10-20 tahun mendatang. Oleh karena itu apabila
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak tidak diberikan prioritas dan
perhatian khusus maka kondisi bangsa dan negara Indonesia pada tahun 2015-2020
akan semakin terpuruk lagi karena buruknya kualitas SDM.
UNICEF memperkirakan pemberian ASI eksklusif sampai dengan usia enam
bulan dapat mencegah kematian 1,3 juta anak berusia di bawah lima tahun. Perkiraan
75% kematian bayi terjadi pada waktu 28 hari setelah kelahiran, dan 22% kematian
bayi baru lahir (neonatus) yang bisa dicegah dengan menyusui pada satu jam setelah
lahir.
Universitas Sumatera Utara
UNICEF mendukung pelayanan kesehatan terpadu berbasis masyarakat,
termasuk mempromosikan pemberian ASI eksklusif, dan dengan para mitranya,
pemerintah dan masyarakat.
UNICEF mendukung penyusunan peraturan perundangan nasional mengenai
pemberian makanan bagi anak, meningkatkan pelayanan sebelum dan setelah
kelahiran, serta mendukung tersedianya berbagai sumber daya di masyarakat bagi
para ibu baru.
Pekan ASI Sedunia pada awalnya dirayakan pada tahun 1992 dan sekarang
diperingati di lebih dari 120 negara oleh UNICEF dan para mitra kerjanya, termasuk
World Alliance for Breastfeeding Action (Aliansi Dunia untuk Gerakan Pemberian
ASI) dan WHO.
a.4. Status Imunisasi33,35,36,37
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak yang
diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Dalam
imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Imunisasi
merupakan upaya pemberian ketahanan tubuh yang terbentuk melalui vaksinasi.
Tujuan dari imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap yang sesuai dengan umurnya otomatis dia sudah
memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk
ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Pencegahan penyakit infeksi tergantung pada pengendalian atau pemusnahan
sumber infeksi, pemutusan rantai penularan dan peningkatan daya tahan perorangan
terhadap infeksi dengan cara-cara yang umum atau dengan imunisasi.
Banyak penyakit infeksi dapat dicegah tanpa imunisasi, karena sekali riwayat
alamiah penyakit dipahami, maka sumbernya dapat dimusnahkan, atau penularan
dicegah.
Penyakit menular merupakan sebab utama morbiditas dan mortalitas pada
negara berkembang. Di negara yang maju seperti Amerika Serikat, penyakit infeksi
sudah sangat jarang dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan baik
disamping sanitasi lingkungan yang bersih, akan tetapi di negara sedang berkembang
termasuk Indonesia penyakit infeksi masih banyak dijumpai, hal ini disebabkan
tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan. Penyakit akibat infeksi telah
menyebabkan kematian sebesar 13 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, terutama
di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kematian di negara berkembang
yang disebabkan oleh penyakit infeksi mencapai 43%, sedangkan di negara maju
hanya sebesar 1%.
Hasil penelitian Kristijono (2001) juga menyatakan bahwa sekitar 48,53 %
balita yang menderita kurang energi dan protein yang dirawat inap di RSU Dr.
Pirngadi tahun 1999 -2000 tidak lengkap diimunisasi, bahkan sebesar 42,64% tidak
pernah diimunisasi. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa balita yang tidak
lengkap imunisasi semakin besar kemungkinan terjadinya penyakit infeksi,anemia,
gastroenteritis dan defisiensi vitamin A.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian C.S. Whinie Lestari (2009) yang melakukan analisis terhadapa data
Riskesdas 2007 untuk mengetahui dampak status imunisasi pada anak balita di
Indonesia menyebutkan Anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap berisiko
2,4 kali (p=0,0001) menderita penyakit campak yang disertai dengan pneumonia, dan
berisiko 2,7 kali (p=0,000l) menderita penyakit campak disertai dengan diare dan
pneumonia dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi lengkap.
a.6. Jarak Kelahiran33
Kematian neonatus paling rendah bila interval antara berakhirnya suatu
kehamilan dan mulainya kehamilan berikut lamanya 2-3 tahun. Dengan mengecilnya
interval, akan terjadi kenaikan yang progresif dari kematian bayi.
Insiden penyakit diare (salah satu penyebab utama kematian anak sampai
umur 2 tahun, di negara berkembang) sangat berhubungan dengan cara penyapihan
yang kurang baik. Penyapihan ini biasanya dilakukan karena interval kehamilan yang
pendek. Keadaan ini ditambah lagi dengan malnutrisi akan menyebabkan anak sering
mengalami infeksi.
a.7. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor
829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang
minimal menempati luas rumah 8m² . Pada satu kamar tidur yang berukuran 8 m²,
tidak dianjurkan dugunakan oleh lebih dari 2 orang, kecuali pada anak usai dibawah
5 tahun. Kebutuhan minimal ruang per orang dihitung berdasarkan aktvitas dasar
manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi tidur, makan, kerja,
duduk, mandi, cuci, masak, kakus serta ruang gerak lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan
melancarkan aktivitas. Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk penyakit
infeksi.
Hasil penelitian Achmadi (1991) yang melaporkan bahwa anak yang tinggal di
rumah padat (<10m2/ orang) akan mendapatkan risiko ISPA sebesar 1,75 kali
dibandingkan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat.
b. Agent
Sebagai makhluk biologis yang sebagian besar adalah kelompok mikroorganisme, unsur penyebab penyakit menular tersebut juga mempunyai potensi untuk
tetap berusaha mempertahankan diri terhadap faktor lingkungan dalam usaha
mempertahankan hidupnya serta mengembangkan keturunannya.
b.1. Pengelompokan Agent
Mahluk hidup sebagai pemegang peranan penting di dalam epidemiologi
yang merupakan penyebab penyakit dapat dikelompokkan menjadi :
b.1.1. Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar dan
sebagainya.
b.1.2. Golongan riketsia, misalnya typhus
b.1.3. Golongan bakteri, misalnya disentri
b.1.4. Golongan protozoa, misalnya malaria, filarial, schistosoma dan sebagainya
b.1.5. Golongan jamur yakni bermacam-macam panu, kurap dan sebagainya.
b.1.6. Golongan cacing, yakni bermacam-macam cacing perut seperti ascaris
(cacing gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Agar agent atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup (survive), maka
perlu persyaratan-persyaratan adalah berkembang biak, bergerak atau berpindah dari
induk semang, mencapai induk semang yang baru, menginfeksi induk semang yang
baru.
Kemampuan agent penyakit ini tetap hidup pada lingkungan manusia adalah
suatu faktor penting di dalam epidemiologi penyakit infeksi. Setiap bibit penyakit
penyebab penyakit mempunyai habitat sendiri-sendiri, sehingga dapat tetap hidup.
b.2. Reservoir
Agen yang menular dapat secara normal hidup dan berkembang pada :
b.2.1. Reservoir di dalam tubuh manusia
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir di dalam tubuh manusia antara
lain, campak (measles), cacar air (small pox). Typhus (typhoid), meningitis,
gonoirhoea dan syphilis. Manusia sebagai reservoir dapat menjadi kasus yang aktif
dan carrier.
b.2.2. Reservoir pada binatang
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir pada binatang umumnya adalah
penyakit zoonosis.
b.2.3. Reservoir pada benda-benda mati
Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir pada benda-benda mati pada
dasarnya adalah saprofit hidup dalam tanah.
c. Environment (Lingkungan) 39
Sebagian besar penyakit infeksi adalah penyakit yang berbasis lingkungan.
Sanitasi lingkungan yang buruk akan berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
Universitas Sumatera Utara
infeksi. Interaksi antara agent penyakit, tuan rumah (manusia) dan faktor-faktor
lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan.
Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat bermacam-macam
misalnya : air sebagai penyebar mikroba patogen, air sebagai sarang insekta penyebar
penyakit, atau jumlah air bersih yang tersedia tidak mencukupi, sehingga orang tidak
dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan iar sebagai sarang hospes sementara
penyakit.
2.4 Manifestasi klinik Secara Umum23,24,25
Pada proses penyakit menular secara umum, maka dapat dijumpai berbagai
manifestasi klinik sebagai hasil proses penyakit pada individu, mulai dari gejala
klinik yang tidak tampak (inapparent infection) sampai pada keadaan yang berat
disertai komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal dunia.
Ada penyakit yang biasanya tidak tampak secara jelas tetapi dianggap sebagai
kelompok penyakit berat karena mempunyai angka kematian yang tinggi atau angka
manifestasi klinik berat yang cukup tinggi.
Suatu penyakit menular dianggap berat bila penyakit tersebut mempunyai
CFR yang tinggi atau apabila sembuh maka sebagian besar penderita sembuh dengan
disertai gejala sisa (cacat).
Penyakit dengan insidensi rendah tetapi CFR yang tinggi seperti rabies,
merupakan penyakit yang berat secara perorangan, sedangkan penyakit dengan
insidensi tinggi tetapi tidak berat (misalnya diare) akan memberikan keadaan yang
lebih serius sebagai masalah kesehatan masyarakat karena merupakan unsur yang
menimbulkan peningkatan kematian populasi secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
Proses infeksi hingga dapat menimbulkan manifestasi klinis tidak dapat
dipisahkan dengan mekanisme sistem imunitas hospes. Dengan demikian, penyakit
infeksi biasanya merupakan akibat dari interaksi antara agen infeksi yang relatif
sangat virulen (faktor promotif infeksi) dengan hospes normal yang utuh, atau antara
agen infeksi yang kurang virulen dengan hospes pada beberapa tingkat gangguan,
baik sementara ataupun permanen sehingga melemahkan.
Gejala-gejala subjektif seperti mual, nyeri, atau keletihan juga dapat menjadi
petunjuk, tanda utama infeksi adalah demam. Suhu antara 96,8 dan 100 0 F atau
37-38 0C dianggap sebagai rentang infeksi lokal menunjukkan inflamasi (kemerahan,
nyeri tekan, bengkak dan hangat yang meningkat) dan kemungkinan demam. Sebagai
tambahan mengigil, hipotensi, atau kelam piker menjadi tanda-tanda infeksi.
2.6. Pencegahan Penyakit Infeksi
2.6.1. Pencegahan Primordial40
Memerangi kemiskinan, sehingga kesehatan lingkungan dapat diperbaiki
sehingga penyakit infeksi dapat dicegah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi
pelayanan dasar air bersih, sanitasi, pemukiman, makanan yang saniter, dan lain-lain.
2.6.2. Pencegahan Primer17,35
Pencegahan tingkat pertama ini dilakukan pada masa prepatogenesis dengan
tujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap penyakit infeksi. Adapun
tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu:
a. Meningkatkan daya tahan tubuh yang meliputi perbaikan status gizi, status
kesehatan umum, pemberian imunisasi, pemberian ASI.
Universitas Sumatera Utara
Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya, bayi belum dapat
membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI merupakan substansi
bahan yang hidup dengan kompleksitas biologis yang luas yang mampu
memberikan daya perlindungan, baik secara aktif maupun melalui pengaturan
imunologis.
ASI tidak hanya menyediakan perlindungan terhadap infeksi dan alergi tetapi
juga menstimuli perkembangan yang memadai dari sitem imunologi bayi
sendiri.
ASI memberikan zat-zat kekebalan yang belum dibuat oleh bayi tersebut.
Sehingga bayi yang minum ASI lebih jarang sakit, terutama pada awal
kehidupannya
b. Mengatasi/memodifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik
seperti meningkatkan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan,
perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis, peningkatan lingkungan
sosial seperti kepadatan rumah, hubungan antar individu dan kehidupan sosial
masyarakat.
c. Mengurangi/menghindari
perilaku
yang
dapat
meningkatkan
risiko
perorangan dan masyarakat.
2.6.3. Pencegahan Sekunder 37
Pencegahan tingkat kedua meliputi diagnosa dan pengobatan yang tepat.
Upaya yang dilakukan adalah langsung mencari pengobatan yang tepat agar
penularan penyakit infeksi tidak menyebar. Pada pencegahan tingkat kedua,
sasarannya adalah mereka yang baru terkena penyakit infeksi.
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Pencegahan Tersier 40
Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita penyakit infeksi dengan
maksud jangan sampai betambah berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya
yang dapat diakibatkan oleh penyakit infeksi adalah kurang gizi dan kematian.
Penyakit infeksi dapat mengakibatkan kurang gizi dan memperburuk keadaan gizi
yang telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi karena selama sakit biasanya penderita
susah makan dan tidak merasa lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak
ada sama sekali.
Upaya yang dilakukan dalam pencegahan tingkat ketiga ini adalah: usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit,
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular.
Universitas Sumatera Utara
Download