BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal (Sulastri, 2004). Pemberian makanan tambahan pada bayi adalah pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi atau anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif (Depkes RI, 2007). Pemberian makanan tambahan pada bayi harus dilakukan secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah, menelan, dan mampu menerima bermacam-macam bentuk makanan yaitu dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya makanan padat ( Sulistijani, 2001). Jumlah kebutuhan energi dan zat-zat gizi yang diperlukan dari makanan tambahan bayi ditinjau berdasarkan usia bayi, suhu lingkungan, aktivitas bayi sendiri, jenis kelamin, status gizi ibu, makanan tambahan pada ibu waktu hamil dan menyusui, dan stres mental (Pudjiadi, 2000). Pemberian makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah usia bayi lebih dari enam bulan atau setelah pemberian ASI eksklusif karena pada usia tersebut kebutuhan nutrisi masih terpenuhi melalui ASI. Selain itu, pemberian ASI akan mengurangi faktor risiko jangka pendek seperti diare (Sembiring, 2009). Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, dan daging. Golongan nabati terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, dan padi-padian (Baso, 2007). Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah kalori atau energi (karbohidrat, protein, dan lemak), vitamin, mineral, dan serat untuk pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan, dan harga terjangkau (Judarwanto, 2004). Makanan harus bersih dan aman, terhindar dari Universitas Sumatera Utara pencemaran mikroorganisme dan logam, serta tidak kadaluwarsa (Menkes RI, 2007). Sejak tahun 2006, World Health Organization (WHO) mencatat jumlah ibu yang memberi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) di bawah usia 2 bulan mencakup 64% total bayi yang ada, 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-6 bulan. Dari penelitian terhadap 900 ibu di Jakarta diperoleh fakta bahwa yang memberikan MP-ASI pada bayi umur 4 bulan sekitar 55%. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang MP-ASI (Depkes RI, 2006). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi Umur 6-12 Bulan" . 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6-12 bulan. 1.3.2 Khusus Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan ibu dengan variable-variabel seperti usia, pendidikan, status ekonomi, dan pekerjaan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Dapat memberikan pengalaman di bidang penelitian serta informasi yang sangat berguna untuk peneliti lainnya dan dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya. 2. Bagi Subjek yang diteliti Universitas Sumatera Utara Mendapatkan informasi data tentang pemberian makanan pada bayi umur 612 bulan. 3. Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pentingnya pemberian makanan tambahan pada bayi umur 6-12 bulan. Universitas Sumatera Utara