Kajian Indeks Massa Tubuh (IKT) dan Pertambahan Berat Badan

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuh Kembang Kehamilan
Pertumbuhan terjadi apabila sel bertambah banyak atau bertambah besar
ukurannya. Ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat adalah bobot badan
atau tinggi badan (Myers 1992). Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ dan tubuh.
Proses pertumbuhan tersebut terjadi dalam tiga tahap, yaitu hiperplasia
(bertambahnya jumlah sel), hiperplasia dan hipertrofi (bertambahnya jumlah,
ukuran, dan kematangan sel), dan hipertrofi (bertambahnya ukuran dan
kematangan sel). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Papalia dan Olds
(1989) menyatakan bahwa perkembangan manusia adalah perubahan secara
kuantitatif dan kualitatif pada seseorang. Perubahan kuantitatif adalah perubahan
yang terjadi seperti tinggi badan, berat badan dan umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Sedangkan kualitatif adalah
perubahan pada berbagai macam struktur atau organisasi, seperti perubahan alami
pada intelegensi atau dalam cara berpikir.
Proses tumbuh kembang kehamilan dimulai dari tahap konsepsi sampai
lahir. Pertambahan berat badan selama selama hamil mencerminkan dinamika
tumbuh kembang kehamilan (Whitney 1998). Komponen pertambahan berat
badan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu produk konsepsi dan pertumbuhan
jaringan maternal (ibu). Produk konsepsi mencakup fetus (janin), plasenta dan
cairan amniotik. Secara rata-rata janin mewakili 25% pertumbuhan berat badan
total ibu, plasenta 5% dan cairan amniotik 6%. Jaringan maternal mencakup
uterus, jaringan mammae, darah, cairan ekstraseluler, dan cadangan (simpanan)
lemak. Ekspansi jaringan maternal mencapai 2/3 dari total pertambahan berat
badan ibu pada minggu ke-20.
Pertambahan uterus dan jaringan mammae
mewakili 10%, volume darah 10% dari pertambahan berat badan total, cairan
ekstraseluler 10.4% dan 32% (WHO 1980; 1985 dalam Rosso 1990). Komposisi
pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan seperti pada Tabel 1.
6
Tabel 1 Komposisi pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan
Pertambahan Berat (g) pada
Komposisi
Jaringan Tubuh
Minggu
ke-10
Minggu
ke-20
Minggu
ke-30
Minggu
ke-40
Simpanan Lemak
310
2050
3480
3345
Cairan Interstitial
0
30
80
1680
Darah
100
600
1300
1250
Uterus
140
320
600
970
Kelenjar mammae
45
180
360
405
Total (1)
592
3180
5820
7650
Fetus
5
300
1500
3400
Cairan Amniotik
30
350
750
800
Plasenta
20
170
430
650
Total (2)
55
820
2680
4850
Total (1)-(2)
650
4000
8500
12500
Komponen Maternal
Komponen Janin
Sumber : WHO (1980; 1985) dalam Rosso (1990)
Perubahan fisiologis selama kehamilan mengga mbarkan perkembangan
janin dalam kandungan setiap minggu. Pada trimester pertama yang berawal dari
konsepsi sampai minggu ke-12 dimana pada tahap ini tanda-tanda kehamilan
belum nampak. Perut ibu belum membesar meskipun sebenarnya telah terbentuk
bakal janin (embrio).
Periode ini merupakan masa penyesuaian ibu terhadap
kehamilannya, dimana terjadi penurunan selera makan (morning sickness) yang
diakibatkan perubahan hormonal dan faktor emosi. Salah satu hasil penelitian di
Bogor menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan berat badan ibu hamil pada
akhir trimester pertama adalah sebesar 1.0 kg (Husaini & Husaini 1986).
Memasuki trimester kedua (minggu ke-12 sampai minggu ke-28),
perubahan-perubahan tubuh ibu mulai nampak, seperti perut tampak menonjol,
wajah membulat, serta buah dada membesar. Perubahan-perubahan tersebut
mengakibatkan berat badan ibu bertambah. Selera
makan
menjadi
normal
kembali bahkan semakin meningkat. Akibat yang mungkin ditimbulkan karena
kekurangan gizi pada tahap ini adalah bobot bayi lahir di bawah normal.
Kenaikan berat badan normal pada trimester kedua sebesar 3-8 kg. Pertambahan
7
berat badan merupakan perpaduan antara bertambahnya jumlah makanan yang
dikonsumsi, bobot janin, plasenta, peningkatan suplai darah ke janin, penimbunan
lemak, bertambahnya volume cairan, serta terjadinya pembesaran organ tubuh
(rahim dan payudara). Pada usia kehamilan 6 bulan, gerakan janin di dalam rahim
mulai terasa. Semakin mendekati masa persalinan, gerakan janin semakin kuat
dan keras (Ganong 1987).
Pada periode kehamilan ketiga (minggu ke-28 sampai ke-40), proses
kehamilan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan ini
ditandai dengan semakin sempitnya ruang janin dan ujung rahim mencapai ujung
tulang rusuk akibatnya bertambahnya bobot dan ukuran janin. Namun kekurangan
gizi pada periode ini menyebabkan bayi lahir kecil, ibu kurang sehat dan lemah
sehingga tidak mampu melaksanakan persalinan dengan sempurna. Rata-rata
pertambahan berat badan yang dicapai pada akhir triwulan ketiga pada penelitian
di Bogor adalah sebesar 3.8 kg (Husaini & Husaini 1986).
Perkembangan janin merupakan suatu proses yang rumit. Misalnya sistemsistem utama secara keseluruhan (sistem yang berhubungan dengan jantung,
pernapasan, pencernaan dan saluran kemih) yang terbentuk dan mulai berfungsi
pada akhir bulan ketiga, pada saat mana janin sudah menjadi mahkluk hidup.
Dalam banyak hal, tiga bulan pertama ini merupakan saat-saat yang paling kritis
dalam pembentukan dan perkembangannya, karena hampir semua organ terbentuk
pada saat-saat ini pula (Robert 2002). Proses perkembangan janin terjadi secara
bertahap sesuai dengan umur kehamilan (Tabel 2).
Pertambahan berat badan total selama kehamilan (total weght gain) adalah
berat badan sesaat sebelum melahirkan dikurangi berat badan sesaat sebelum
konsepsi, sedangkan pertambahan berat badan netto selama kehamilan (net weight
gain) adalah pertambahan berat badan total dikurangi berat badan bayi lahir. Laju
pertambahan berat berat badan per minggu adalah berat badan yang bertambah
pada periode waktu tertentu dibagi dengan lamanya periode waktu tersebut (dalam
minggu) (IOM 1990).
8
Tabel 2 Perkembangan janin sesuai umur kehamilan
Umur
Minggu I
•
•
•
Minggu ke-2
•
•
•
Minggu ke-4
•
•
•
•
•
•
Minggu ke-6
Minggu ke-9
•
•
•
•
•
•
Minggu ke-12
Minggu ke-20
Minggu ke-26
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Minggu ke-30
Minggu ke-32
•
•
•
•
Perkembangan
Terjadi pertemuan antara sel telur dan sperma (konsepsi)
Sel telur yang telah dibuahi akan membentuk sel
berbentuk bola
Bola sel akan terus berkembang dan bergerak turun ke
dinding rahim melalui saluran fallopi.
Bola sel tumbuh membentuk embrio kecil yang
dibungkus oleh selaput pelindung amnion (amnion sac).
Selaput pelindung ini berisi cairan amnion.
Zat-zat gizi dan oksigen mulai diangkut menuju embrio
melalui organ istimewa (ari-ari)
Tulang belakang, jantung, sistem pernafasan, bakal
tungkai, dan tangan mulai terbentuk
Embrio tampak seperti monster kecil
Panjang janin mencapai 2-2,5 cm
Bakal lengan, tangan, jari-jari tangan, tungkai, kaki, dan
jari-jari kaki mulai terbentuk
Wajah dan tulang belakang mulai muncul dan
berkembang.
Rongga perut mulai terbentuk
Kepala, rangka, dan jaring-jaringan otak mulai
berkembang
Jantung mulai berdetak
Otak embrio mulai terbentuk
Embrio berkembang membentuk janin
Panjang janin mencapai 10 cm
Lengan, tangan, jari-jari tangan, tungkai, kaki, dan jarijari kaki mulai terbentuk (kuku sudah mulai terbentuk)
Saluran kencing dan organ-organ lainnya mulai
berkembang dan berfungsi, namun masih sulit terdeteksi.
Panjang janin mencapai 23-28 cm
Mata, telinga, hidung, dan mulut sudah mulai terbentuk
sempurna
Rambut dan organ-organ kelamin luar mulai terbentuk
Gerakan janin di dalam perut sudah dapat dirasakan
Janin mampu menelan dan tidur
Panjang janin sekitar 30-35 cm
Alis dan bulu mata mulai tumbuh. Mata mulai membuka
Sidik jari tangan dan kaki mulai berkembang
Panjang janin mencapai 38-40cm
Lapisan lemak mulai terbentuk
Janin mampu mengisap ibu jari, cegukan, mendengar
suara, melihat cahaya, dan merasakan sentuhan
Jika kondisi janin sehat, kemungkinan besar dapat
bertahan hidup di luar rahim tanpa bantuan medis
Panjang janin mencapai 45-55 cm
Paru-parunya telah berkembang secara sempurna
Kuku jari telah tumbuh mencapai ujung jari
Gerakkan janin sangat aktif, namun sangat terbatas
9
karena masih dalam tahap pertumbuhan
Minggu ke-40 - ke-42
Masa persiapan persalinan
Sumber : Mandleco (2004)
Penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah (Winkvist dkk 2002)
menunjukkan bahwa pertambahan berat badan selama kehamilan adalah 8,3 ± 3,6
kg. Rata-rata pertambahan berat badan ibu hamil di Jawa Tengah pada trimester I
adalah 0.96 kg, trimester II 4.08 kg dan trimester III 3.12 kg. Namun hasil
penelitian Abrams, Carmichael dan Selvin (1995) yang dilakukan di California
menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan berat badan ibu hamil lebih besar
dibandingkan penelitian di Jawa Tengah pada setiap trimesternya dengan rata-rata
pertambahan berat badan pada trimester I adalah 2.03 kg, trimester II 6.76 kg dan
trimester III 6.22 kg.
Perkiraan laju pertambahan berat badan pada tiap trimester masa kehamilan
adalah trimester I = 1.3-1.8 kg (0.36 kg/minggu); trimester II = 5.5-6.4 kg (0.45
kg/minggu); trimester III = 3.6-4.5 (0.36-0.4 kg/minggu) (Zeisel 2002). Beberapa
studi yang tersebar di berbagai negara menunjukkan bahwa pertambahan berat
badan total ibu selama kehamilan (gestational weight gain) berada pada rentang 814 kg. Lebarnya pertambahan berat badan total ini disebabkan sangat
bervariasinya kondisi ibu (misalnya tinggi badan, kondisi sosial ekonomi, tingkat
konsumsi pangan). Menurut Rosso (1990), anjuran pertambahan berat badan
selama kehamilan adalah 12.5 kg, sementara IOM (1990) menganjurkan 11 kg
untuk pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan. Rata-rata
pertambahan berat badan yang dianjurkan selama kehamilan bagi ibu yang
memiliki IMT normal adalah sekitar 9-12 kg (Bardosono 2006).
Periode kritis tumbuh kembang janin terjadi pada akhir bulan ketiga sampai
lahir. Pertumbuhan janin terhambat, bayi prematur, dan BBLR merupakan
dampak dari malnutrisi, kelainan kongenital, infeksi intrauterin, insufisiensi
plasenta, ibu yang merokok dan peminum alkhol selama hamil (Villavieja dkk
1989). Pertumbuhan janin dan kesehatan maternal sangat tergantung pada
pertambahan berat badan yang cukup selama kehamilan (Whitney 1998).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan total ibu selama
kehamilan adalah status gizi ibu sebelum hamil, asal etnis, umur dan paritas,
10
aktivitas fisik, status sosial ekonomi dan kebiasaan konsumsi selama kehamilan
(merokok dan minum alkohol) (IOM 1990).
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorption) dan penggunaan
(utilization) zat gizi (Riyadi 2001). Status gizi seseorang akan mencapai optimal,
apabila kebutuhan gizinya dapat dipenuhi dari konsumsi pangannya. Status gizi
ibu sebelum hamil sangat dipengaruhi oleh zat gizi yang telah dikonsumsi pada
saat lampau, untuk itulah maka konsumsi pangan dan gizi sangat mempengaruhi
terhadap pertambahan berat badan selama kehamilan dan status gizi bayi lahir.
Pengukuran antropometri yang direkomendasikan untuk menentukan status
gizi remaja dan dewasa adalah indeks massa tubuh (IMT). IMT menurut umur
diperoleh dari perhitungan sederhana berat badan individu (kg) dengan kuadrat
tinggi badan (m2 ).
IMT =
Berat Badan ( kg )
Tinggi Badan ( m ) 2
IMT digunakan juga untuk penilaian faktor resiko berbagai penyakit yang
berkaitan dengan kelebihan berat badan. Di negara-negara industri, IMT pada
remaja berhubungan positif signifikan dengan tekanan darah diastol atau dengan
kata lain IMT berhubungan dengan tekanan darah. Seseorang dengan IMT diatas
ambang batas aman mempunyai resiko memiliki tekanan darah dia stol yang tinggi
(Riyadi 2003). Standar indeks massa tubuh untuk masyarakat Asia-Pasifik yang
ditetapkan oleh Komite Obesitas Asia Pasifik dilakukan berdasarkan faktor resiko
dan morbiditas (WHO 2000) adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Klasifikasi IMT menurut kriteria Komite Obesitas Asia Pasifik
Kategori
Kurus (underweight)
Normal (ideal)
Overweight
At risk
Obes I
Obes II
Sumber : WHO (2000)
IMT (kg/m2 )
< 18.5
18.5 – 22.9
= 23
23.0 – 24.9
25.0 – 29.9
30
Resiko Penyakit
Rendah
Rata-rata
Meningkat
Sedang
Berbahaya
11
Di Indonesia khususnya, cara pemantauan dan batasan berat badan normal
orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu (Sup riasa dkk 2001).
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Akhirnya
diambil kesimpulan nilai titik batas IMT yang direkomendasikan untuk Indonesia
adalah seperti pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja dan dewasa
Kategori IMT
Kurus Sekali
Kurus
Normal
Gemuk
Obes
Sumber : Depkes (1994)
Nilai titik batas
< 17.0
17.0 – 18.4
18.5 – 24.9
25.0 – 27
> 27
Tabel 5 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja dan dewasa
Kategori IMT
Kurus
Normal
Gemuk sehat
Obes I
Obes II
Sumber : Depkes (2002)
Nilai titik batas
< 18.5
18.5 – 25
> 25
> 27
= 30
Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan
masyarakat, salah satu diantaranya adalah resiko melahirkan bayi dengan BBLR
(Depkes 2003). Berat badan sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama
hamil berpengaruh terhadap kesehatan dan pertumbuhan janin dalam kandungan.
Pertambahan berat badan selama hamil disesuaikan dengan indikator IMT,
misalnya bila berat badan ibu sebelum hamil adalah normal, maka kenaikan berat
badan ibu sebaiknya antara 9-12 kg. Berat badan sebelumnya adalah berlebih,
maka kenaikan berat badannya cukup antara 6-9 kg. Bila sebelum keha milan berat
badan ibu adalah kurang, maka kenaikan berat badan sebaiknya antara 12-15 kg
Jika ibu mengandung bayi kembar dua atau lebih, maka kenaikan berat badan
selama kehamilan harus lebih banyak lagi, tergantung dari jumlah bayi yang
dikandung (Poernomo 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jenifer (2004) menunjukkan bahwa
pertambahan berat badan bayi berasosiasi kuat dengan IMT ibu sebelum hamil,
12
dalam hal ini berkaitan dengan durasi menyusui dan waktu yang tepat dalam
pemberian makanan pendamping ASI. Status gizi sebelum hamil termasuk
kategori kurus maupun obes mempunyai masa pemberian ASI yang relatif singkat
dibandingkan dengan IMT ibu yang sebelum hamil adalah normal. Menurut Alton
(2005) bahwa IMT sebelum hamil merupakan standar pertambahan berat badan
selama hamil untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang optimal. Lebih lanjut dikatakan bahwa IMT sebelum hamil termasuk
kurus serta pertambahan berat badan yang tidak cukup dapat meningkatkan resiko
melahirkan bayi dengan prematur dan BBLR.
Indeks massa tubuh (IMT) sebelum hamil dan pertambahan berat badan
selama kehamilan secara normal menggambarkan hubungan yang positif
signifikan dengan status gizi bayi lahir. Siega-Riz et al (1996) menyatakan bahwa
IMT sebelum hamil < 19.8 mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar
melahirkan prematur, meskipun pertambahan berat badan selama hamil sama
dengan ibu yang mempunyai IMT sebelum hamil normal. Wanita yang bertambah
berat badannya 80% dari acuan pertambahan berat badan selama hamil (12.5 kg),
memiliki bayi yang berat lahirnya lebih tinggi dari ibu yang pertambahan beratnya
di bawah batas tersebut (FAO/WHO 1985). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa berat bayi lahir akan meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan
berat badan ibu selama kehamilan. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang
dilakukan para peneliti lainnya (Devadas & Chandy
1980; Calandra & Abel
1981; Fawzi & Forman 1997). Hubungan antara IMT sebelum hamil dengan
pertambahan berat badan ibu selama kehamilan seperti pada Tabel 5.
Tabel 6 Anjuran pertambahan berat badan total ibu selama keha milan
menurut IMT
Kategori Indeks Massa Tubuh
Kurus (IMT < 19.8)
Normal (IMT 19.8-25)
Gemuk(IMT 26.-29)
Obes (> 29)
Sumber : IOM (1990)
Anjuran Pertambahan Berat Badan (kg)
12.5-18.0
11.5-16.0
7.0-11.5
7.0
13
Masalah Gizi dan Kesehatan Ibu Hamil
Masa kehamilan trimester pertama atau saat kehamilan mencapai 1-3 bulan,
adalah masa penyesuaian tubuh ibu terhadap awal kehamilannya. Pada masa ini
ibu hamil memasuki masa anabolisme yaitu masa untuk menyimpan zat gizi
sebanyak-banyaknya dari makanan yang disantap setiap hari untuk cadangan
persediaan pada trimester berikutnya.
Dalam keadaan ini biasanya ibu hamil
mengalami mual, muntah- muntah, dan tidak berselera makan, sehingga asupan
makanan perlu diatur. Makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, porsi
kecil, dan frekuensi pemberian yang sering. Jika diperlukan, bisa mengkonsumsi
suplemen vitamin dan mineral untuk menunjang pertumbuhan janin. Namun, hal
itu perlu konsultasi dengan dokter atau ahli gizi terlebih dahulu (Soekirman 2006).
Keadaan demikian menyebabkan bayi yang lahir sekarang ini tidak memenuhi
potensi genetiknya dalam tubuh dan berkembang selain karena faktor utama tidak
tercukupnya penyediaan zat makanan
juga faktor sosial dan atau biologis
(Linder 1992).
Banyak kepercayaan, kebiasaan dan adat istiadat yang berhubungan dengan
makanan ibu selama kehamilan. Ada kebiasaan yang menyehatkan dan ada juga
kebiasaan yang merugikan kehamilan. Ada kebiasaan yang melarang ibu makan
ikan dan daging, sehingga banyak ibu hamil menderita kekurangan protein hewani
dan akhirnya melahirkan bayi kecil dan kurang gizi serta perkembangan otaknya
tidak sempurna. Kebiasaan ini salah dan tidak boleh ditiru, karena dalam keadaan
hamil, ibu membutuhkan hampir dua kali lebih banyak protein dibandingkan
ketika ibu hamil tidak usah besar, karena anak yang ukurannya besar susah
dilahirkan. Berbagai nasehat dari orangtua, dari dukun atau sesepuh keluarga
melarang ibu hamil makan banyak. Akibat banyak makanan yang menjadi
pantangan selama hamil, makanan bergizi tidak lagi menjadi menu hariannya.
Hal ini berdampak buruk terhadap kesehatan ibu serta pertumbuhan dan
perkembangan janin (Nadesul 1996).
Pada wanita hamil tertentu timbul gejala ngidam yaitu ibu menginginkan
makanan- makanan tertentu yang dapat berasal dari bahan makanan atau bukan
bahan makanan. Wanita hamil yang menginginkan mengkonsumsi sesuatu yang
bukan berasal dari makanan disebut pica. Pica umumnya dikenal di antara wanita
14
Amerika turunan Afrika dan sering diasosiasikan dengan anemia kekurangan zat
besi. Pica adalah suatu kebudayaan unik yang menggambarkan hikayat bangsa
tersebut ratusan tahun yang lalu yang percaya bahwa makan ”bahan” tertentu
dapat menghilangkan enek dan memperoleh bayi yang sehat serta memudahkan
kelahiran, namun ternyata tidak terbukti (Soekirman 2006). Menurut Giardino
(2002) mendefinisikan pica sebagai suatu kebiasaan mangkonsumsi bahan yang
tidak mempunyai nilai gizi atau non nutritif. Secara umum faktor- faktor penyebab
pica adalah orangtua atau kondisi psikopatologi, depresi lingkungan, epilepsi,
kerusakan otak, retardasi mental dan gangguan pertumbuhan.
Selama kehamilan, prevalensi anemia meningkat dari trimester pertama ke
trimester ketiga, keadaan ini terjadi karena volume plasma ibu meningkat sebagai
akibat adanya reaksi fisiologi yang normal pada ibu hamil. Meskipun massa sel
darah merah juga meningkat selama kehamilan, tetapi peningkatannya tidak
sejalan dengan peningkatan volume plasma (Ladipo 2000). Sebagian besar hasil
penelitian membuktikan bahwa anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko
melahirkan bayi dengan BBLR. Masalah gizi pada ibu hamil yang paling banyak
dijumpai di Indonesia adalah anemia dengan prevalensi 40% pada tahun 2001
(Depkes 2003). Masalah anemia merupakan masalah gizi mikro terbesar dan
tersulit diatasi di seluruh dunia (Soekirman 2000).
Manifestasi dari masalah gizi makro pada ibu hamil yang kekurangan energi
kronik (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir rendah (BBLR). Masalah gizi
makro
adalah
masalah
yang
utamanya
disebabkan
kekurangan
atau
ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Ibu hamil yang menderita KEK
mempunyai risiko kematian ibu mendadak pada masa perinatal atau risiko
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu
yang meninggal karena perdarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian
ibu dan anak. Data Susenas pada tahun 1999 menunjukkan bahwa ibu hamil yang
mengalami resiko KEK adalah 27,6%. Selain bumil KEK yang masih cukup
tinggi juga terdapat wanita usia subur yang menderita kekurangan energi kronis
(KEK) pada tahun 2002, yaitu sebanyak 17,6 persen dari populasi atau sejumlah
11,7 juta orang, meskipun jumlah tersebut turun dari 24,9 persen pada tahun 1999
(Depkes 2003).
15
Perubahan fisiologis kehamilan dapat secara drastis menganggu kebutuhan
insulin, dan kehamilan dapat meningkatkan proses terjadinya gangguan pembuluh
darah yang menyertai diabetes melitus (DM). Kebutuhan insulin rendah pada
awal trimester I, dan mulai meningkat pada akhir trimester I bersamaan dengan
peningkatan penggunaan glukosa dan cadangan glikogen oleh ibu dan janin. Ibu
hamil yang menderita diabetes mudah terkena preeklampsia, keracunan kehamilan
(toksemia), dan polihidramnios (kelebihan cairan amniotik). Efek DM pada bayi
dalam kandungan antara lain keguguran, kematian bayi dalam kandungan (karena
asidosis, keracunan kehamilan, dan terlalu banyak air ketuban) dan kematian bayi
setelah lahir (As’ad 2002).
Peningkatan tekanan darah (Pregnancy Induced Hypertension) merupakan
bentuk hipertensi yang timbul pada akhir-akhir kehamilan. Tanda-tanda PIH yaitu
sakit kepala/pusing, penglihatan kabur, dan berat badan meningkat secara tibatiba. Adanya edema pada PIH menyebabkan pembengkakan pada muka, tangan,
kaki, dan mata kaki (Soekirman 2006). Preklampsia-eklampsia merupakan
penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan.
Preeklamp sia adalah hipertensi dengan kadar protein urin meningkat dan edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul
koma (Sudhaberata 2001). Preeklampsia berat dan eklampsia masih merupakan
salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia
(Abidin 2006).
Hipoksia dan sianosis merupakan dampak dari kelainan jantung yang
diderita oleh ibu selama kehamilan. Hal ini berdampak buruk terhadap kualitas
kehamilan, terutama janin yang dikandung misalnya abortus, prematur, janin akan
menderita hipoksia dan gawat janin dalam persalinan, sehingga neonatus lahir
mati atau dengan nilai Apgar yang rendah. Komplikasi prematuritas dan BBLR
pada penderita jantung dalam kehamilan lebih sering terjadi pada ibu dengan
volume plasma pada usia kehamilan 32 minggu dan partus kala 1 yang lebih
rendah. Nifas juga merupakan masa yang berbahaya dan mengancam keselamatan
ibu. Setiap infeksi, baik pada alat kandungan maupun yang lain- lain, dapat
menyebabkan endokarditis bakterial (As’ad 2002).
16
Di Indonesia angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)
mengalami penurunan, namun demikian pada kenyataannya angka tersebut masih
cukup tinggi. Angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2003 adalah 307 per 100 000
kelahiran hidup, jauh menurun bila dibandingkan AKI 1990 yaitu 450 per 100 000
kelahiran hidup. Pada kurun waktu yang sama juga angka kematian bayi (AKB)
mengalami penurunan dari 51 per 1000 kelahiran hidup menjadi 35 per 1000
kelahiran hidup (WKNPG 2004). Hasil survei menunjukkan bahwa komplikasi
penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah karena pendarahan, hipertensi
selama kehamilan, infeksi, partus lama dan komplikasi keguguran. Sedangkan
AKB yang baru lahir disebabkan asfiksia, infeksi dan berat bayi lahir rendah
(Azwar 2005).
Tingginya angka kelahiran berat badan lahir rendah merupakan manifestasi
keadaan masyarakat yang buruk yang dapat mengakibatkan gangguan terutama
pada bayi menyebabkan gangguan kecerdasan yang tidak bisa dipulihkan. Oleh
karena itu akhir-akhir ini pemerintah dan lembaga kesehatan internasional
menaruh perhatian yang tinggi pada pengentasan masalah gizi dan kesehatan ibu
hamil sedini mungkin agar ”reproduksi sosial” melahirkan sumberdaya manusia
yang berkualitas (UNICEF 1997).
Hambatan pertumbuhan janin pada hampir 50% kasus disebabkan gizi ibu
yang buruk yang ditandai oleh rendahnya pertambahan berat badan ibu hamil dan
berat badan ibu sebelum hamil. Sebanyak 30% ibu hamil di Asia Tenggara dan
10-20% dibagian lain, mempunyai postur tubuh pendek dan berat badan rendah,
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu kurang dari 2500
gram. Menurut Depkes (2003) bahwa selama periode tahun 1990-2000 terdapat
2-17% bayi. Jika proporsi ibu hamil 2.5% dari total penduduk maka diperkirakan
355 000-710 000 BBLR dari 5 juta bayi lahir per tahun. Keadaan ini disebabkan
pendeknya periode kehamilan (kurang dari 37 minggu) atau gangguan
pertumbuhan intrauterin (janin kecil dengan umur kehamilan cukup). Bayi BBLR
memiliki kesempatan kecil untuk bertahan hidup dan ketika bertahan mereka
mudah terkena penyakit, retardasi pertumbuhan dan gangguan perkembangan
mental (Norton 1994).
17
Berdasarkan laporan yang diperoleh dari Puskesmas se-Kota Ambon, maka
jumlah bayi di bawah umur 1 (satu) tahun yang meninggal pada tahun 2001
adalah 1.5/1000 KLH, tahun 2002 sebanyak 10.7/1000 KLH, tahun 2003
5.5/1000, tahun 2004 4.2/1000 KLH dan pada tahun 2005 6.3/1000KLH.
Penyebab utama kematian bayi berdasarkan laporan Puskesmas dan RS adalah
BBLR dan penyebab lainnya.
Jumlah BBLR pada lima periode terakhir yakni
pada tahun 2001 mencapai 178 dari 7903 kelahiran hidup, tahun 2002 dari 5616
kelahiran hidup terdapat 90 bayi dengan BBLR, kemudian pada tahun 2003 dari
5524 kelahiran hidup terdapat 127 bayi BBLR, dan pada tahun 2004 terdapat 109
bayi BBLR dari 4725 bayi yang lahir hidup, serta pada tahun 2005 terdapat 144
BBLR dari 4823 kelahiran hidup (Gambar 1).
Angka Kematian Ibu di Kota Ambon
Tahun 2001-2005 (Per 100.000 KLH)
120
10
100
8
80
Jumlah
12
6
4
60
40
2
20
0
2001 2002
2003
2004
2005
0
2001
Tahun
2002
2003
2004
2005
Tahun
Angka Kelahiran Bayi dengan BBLR di Kota Ambon
Tahun 2001-2005
200
150
Jumlah
Jumlah
Angka Kematian Bayi Di Kota Ambon
Tahun 2001-2005 (Per 1000 KLH)
100
50
0
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 1 AKB, AKI, dan BBLR di Kota Ambon Periode 2001-2005.
Sumber : Dinkes Kota Ambon (2006)
18
Kebutuhan dan Kecuk upan Gizi Ibu Hamil
Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas
sumberdaya manusia di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat
ditentukan oleh kondisi saat janin masih dalam kandungan.
Jika keadaan
kesehatan dan status gizi ibu hamil baik, maka janin yang dikandungnya akan baik
juga. Kekurangan pada saat hamil akan mempengaruhi keadaan fisik dan mental
anak hingga dewasa (Jalal & Atmojo 1998)
Kebutuhan gizi ibu meningkat selama hamil karena terjadi peningkatan
dalam volume darah, plasenta, uterus, kelenjar susu dan lemak. Hal ini sangat
penting untuk pertumbuhan janin. Ketidakcukupan zat gizi pada awal trimester
pertama dapat menyebabkan keguguran dan kelainan bawaan (IOM 1990).
Sementara intik makanan selama hamil menurun pada trimester pertama
kahamilan dan meningkat kembali mulai bulan keempat. Untuk menjaga kondisi
janin pada trimester I, status gizi ibu selama hamil harus diperhatikan. Beberapa
faktor yang mempengaruhi intik makanan selama hamil adalah hormon, aliran gizi
untuk janin, pengeluaran energi ekstra dan penurunan aktivitas fisik. Hormon
progesteron
meningkat
pada
pertengahan
masa
gestasi sehingga
dapat
menstimulasi nafsu makan (Rosso 1990).
Pemindahan zat makanan ke dalam fetus dipengaruhi oleh mekanisme
endokrin reproduksi, aliran darah dan konsentrasi relatif dari zat makanan dalam
sirkulasi fetus mela lui ibu. Plasenta merupakan tempat merupakan tempat utama
untuk pertukaran metabolik di antara ibu dan janin. Permeabilitas plasenta adalah
selektif bahkan untuk zat- zat yang berhubungan erat seperti antibodi terhadap
virus dan bakteri, antibodi terhadap virus lebih mudah melalui plasenta
(sebagai igG) ketimbang antibodi terhadap bakteri (biasanya igM). Kebanyakan
pemindahan kalsium, zat besi, dan imunoglobulin ke janin terjadi di dalam
trimester terakhir, dengan akibat bayi yang dilahirkan secara prematur mungkin
mempunyai kebutuhan yang luar biasa akan kalsium dan zat besi dan kerentanan
yang luar biasa terhadap infeksi (Linder 1992).
Selain intik energi dan protein, beberapa zat gizi mikro diperlukan terutama
untuk produksi enzim, hormon, pengaturan proses biologis untuk pertumbuhan
dan perkembangan, fungsi imun dan sistem reproduksi. Defisiensi zat gizi mikro
19
sering dijumpai terutama pada masa pertumbuhan cepat, kehamilan dan menyusui.
Intik zat gizi mikro yang rendah pada saat kehamilan dapat meningkatkan resiko
terhadap ibu dan outcome kelahiran yang merugikan. Oleh karena itu
direkomendasikan untuk pemberian suplemen zat gizi mikro selama kehamilan
seperti
besi,
asam
folat,
seng,
vitamin
A,
kalsium
dan
iodium
(Ladipo 2000).
Banyak penelitian membuktikan bahwa vitamin A mempunyai peran yang
penting terhadap ketahanan penyakit infeksi. Defisiensi vitamin A juga
menyebabkan ketidaknormalan myelin (Dhopeshwarkar 1983). Vitamin C
mendukung otak memanfaatkan protein dan vitamin B kompleks untuk
pembentukan sel myelin dan neurotransmiter.
Defisiensi vitamin C dan asam
folat akan mengakibatkan kelainan yang disebut spina bifida, suatu keadaan
dimana tulang ubun-ubun tidak menutup. Zat besi diperlukan untuk pembentukan
energi, pengangkutan oksigen darah serta penyusunan neurotransmiter dan DNA.
Bayi yang lahir dari ibu yang anemia akan mengalami defisiensi besi dengan
akibat disfungsi otak dan gangguan perbanyakkan jumlah sel otak. Anemia gizi
besi pada ibu hamil berakibat luas, antara lain resiko berat bayi yang dilahirkan
rendah, pendarahan ibu, infeksi setelah lahir dan partus lama. Angka kecukupan
zat gizi yang dianjurkan bagi ibu hamil seperti pada Tabel 6.
Tabel 7 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi ibu hamil yang dianjurkan
Energi dan zat gizi
Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan per hari
Trimester I
Trimester II
Trimester III
Energi (Kkal)
2080
2200
2200
Protein (g)
67
67
67
Kalsium (mg)
950
950
950
Phosphor (mg)
600
600
600
Zat besi (Fe) (mg)
26
35
39
Vitamin A
800
800
800
Vitamin C
85
85
85
Vitamin B1 (mg)
1,3
1,3
1,3
Vitamin B2 (mg)
1,4
1,4
1,4
Vitamin B3 (mg)
18
18
18
Vitamin B6 (mg)
1,7
1,7
1,7
Vitamin B12 (mg)
2,6
2,6
2,6
Asam Folat (µg)
600
600
600
Yodium (µg)
200
200
200
Seng (mg)
11
13,5
19,1
Sumber : WKNPG VIII (2004)
20
Tumbuh Kembang Bayi Lahir
Tumbuh kembang adalah proses yang berkelanjutan sejak didalam
kandungan sampai dewasa, yang terjadi secara bersama-sama. Pertumbuhan anak
adalah proses perubahan jasmani secara kuantitatif berupa pertambahan ukuran
dan struktur tubuh (Anwar 2002). Perkembangan merupakan hasil proses
pematangan organ-organ tubuh yang berlangsung menurut pola dan arah tertentu.
Pengukuran tingkat perkembangan lebih difokuskan pada tahap perkembangan
mental dan psikomotorik (Bayley 1993). Apabila seorang anak dalam
pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka akan
mengalami
kelambatan
dalam
perkembangan
aspek
lainnya,
seperti
kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelebihan emosional
(Jusuf 2000). Kualitas sumberdaya manusia (SDM) hanya bakal optimal jika gizi
dan kesehatan pada beberapa tahun pertama kehidupannya di masa bayi baik dan
seimbang. Secara global, tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik serta
seimbang ini merupakan salah satu tujuan utama Millennium Development Goals
(MDG) 2015 yang dirancang UNICEF (Soenardi 2006)
Berat badan bayi lahir sangat ditentukan oleh kondisi ibu. Penyakit yang
diderita seorang ibu hamil, misalnya infeksi paru-paru, bisa mempengaruhi
kondisi janin. Darah si ibu akan tersuplai ke tubuh janin sehingga bayi menderita
penyakit atau kelainan organ tubuh. Inilah yang menyebabkan bayi menjadi kurus.
Penyebab lainnya adalah kurangnya asupan nutrisi yang dikonsumsi ibu saat
hamil.
Jika zat gizi yang diterima dari ibunya tidak mencukupi maka janin
tersebut akan mengalami kurang gizi dan lahir dengan berat badan rendah yang
mempunyai konsekuensi kurang menguntungkan dalam kehidupan berikutnya
(As’ad 2002). Penilaian status gizi bayi lahir dapat ditentukan secara langsung
melalui antropometri yakni berat badan dan panjang badan serta penilain adaptasi
neonatal dengan menggunakan skor Apgar, yang semua itu sangat dipengaruhi
oleh asupan gizi ibu selama kehamilan yang diekspresikan melalui pertambahan
berat badan ibu.
Pengukuran pertumbuhan bayi sebagai manifestasi pertumbuhan dalam
kandungan adalah ukuran bayi saat lahir yaitu : berat badan, panjang badan
(kepala sampai tumit) dan lingkar kepala (Barker et al., 1993). Penilaian status
21
gizi bayi lahir, selain dinilai dari berat badan lahir, panjang badan lahir dan
lingkar kepala, juga dapat dinilai berdasarkan Z-skor dengan menggunakan indeks
berat badan menurut umur (BB/U) dan panjang badan menurut umur (PB/U)
(WHO 1995).
Rendahnya nilai BB/TB (wasting) sering digunakan sebagai
indikator kekurangan gizi akut, rendahnya nilai PB/U (stunting) sebagai indikator
kekurangan gizi kronik serta rendahnya nilai BB/U dapat digunakan sebagai
indikator kekurangan gizi kronik maupun akut (Gibson 1990). Menurut ukuran
standar WHO (1995) dikatakan normal bila Z-skor dari -2 SD sampai 2 SD,
underweight dan stunting bila Z-skor < -2 SD sedangkan untuk underweight berat
dan stunting berat bila Z-skor < -3 SD atau dengan kata lain kategori gizi kurang
bila Z-skor <-3 SD sampai -2 SD dan gizi buruk bila Z-skor < -3 SD. Ukuran
standar lain yang sering digunakan untuk menilai status gizi bayi lahir yang
normal adalah BB dan PB yakni masing- masing 2500-4000 g dan 44-53 cm
(Marjono 1999).
Perkembangan bayi baru lahir dilakukan melalui penilaian skor Apgar untuk
menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada
menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi.
Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kela ngsungan hidup. Nilai pada
menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik. Ada pembatasan dalam
penilaian Apgar ini, yaitu : (1). Resusitasi segera dimulai bila diperlukan, dan
tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.2. Keputusan perlutidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan
menggunakan
evaluasi
frekuensi
jantung,
aktifitas
respirasi
dan
tonus
neuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat
waktu. Skor Apgar 7-10 untuk kategori bayi dalam kondisi sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewah; skor 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada; skor 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. (Nanda 2001). Berikut ini skor
Apgar dan hubungannya dengan prognosis menurut US Collaborative Perinatal
22
Project untuk katogori cacat jangka panjang pada bayi yang berhasil hidup, atau
mati pada masa neonatal (Tabel 7).
Tabel 8 Sistem pengukuran skor Apgar pada bayi baru lahir
Karakteristik
Skor 0
Skor 1
Skor 2
Penampilan
Putih Biru
Merah jambu
Nadi
0
< 100 kali /menit > 100 kali/menit
Seringai pada pembersihan jalan
napas
0
Sering
Batuk, bersin
Aktivitas
0
Fleksi spontan
Aktif
Upaya bernafas (respirasi effort)
0
Hembusan nafas
Teratur, menangis
Skor : dinilai pada 1 dan 5 menit (Habel 1988)
Keterangan : 0-3 pada 1 menit : asfiksia berat dan 5 menit : resiko palsi serebral; resiko
kematian 44 % dan resiko cacat (5%) jika hidup
4-6 pada 1 menit : asfiksia sedang sampai berat
7-10 pada 1 menit : tidak ada asfiksia yang berarti.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tumbuh Kembang Bayi Lahir
Dari keseluruhan masa tumbuh kembang anak, pertumbuhan janin di dalam
kandungan merupakan masa perkembangan yang paling penting. Berawal dari dua
sel (sel telur dan sperma) berubah menjadi suatu bayi yang dapat tersenyum,
menangis, dan melakukan hal- hal lainnya; yang berarti dari kedua sel ini
perlahan- lahan mulai terbantuk tangan, kaki, kepala, tubuh, mata, hidung, mulut,
telinga, dan organ-organ bayi. Apabila tiba-tiba terjadi gangguan atau
penyimpangan pada masa ini, maka menimbulkan resiko bayi lahir dengan
keterbelakangan mental sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan otak yang
kurang sempurna (Nadesul 2006).
Adapun faktor- faktor yang berhubungan dengan tumbuh kembang bayi
lahir terbagi dalam dua faktor yaitu : (1) faktor lingkungan sebelum lahir dan (2)
faktor lingkungan setelah lahir. Faktor lingkungan sebelum lahir antara lain intik
gizi ibu pada waktu hamil, pengaruh mekanis (trauma waktu lahir dan cairan
ketuban yang sedikit), penggunaan obat-obatan dan zat toksin, endokrin, radiasi,
infeksi, stres, morbiditas dan anoksia embrio. Faktor lingkungan setelah lahir
menggambarkan keberhasilan bayi baru lahir setelah melewati masa transisi dari
suatu sistem yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu
sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme homeostatis
bayi itu sendiri. Faktor lingkungan setelah lahir meliputi gizi anak, penyakit-
23
penyakit, gangguan hormon, perumahan, kebersihan, stimulasi, stres, kasih
sayang,
stabilitas
rumah
tangga,
adat
istiadat,
dan
sebagainya
(Soetjiningsih 2000).
Menurut WHO (1978) faktor resiko kehamilan yang mempunyai hubungan
dengan tumbuh kembang bayi lahir terbagi menjadi menjadi tiga hal utama antara
lain :
1. Resiko sebelum terjadinya konsepsi (umur, pend idikan, status sosial,
paritas, jarak kelahiran, dan pernah mempunyai janin atau bayi lahir mati)
2. Resiko pada masa kehamilan (pernah mengalami komplikasi pada
persalinan terdahulu, pendarahan, anemia, berat badan, tekanan darah, posisi
janin, kehamilan ganda, kehamilan > 9 bulan, proteinuria)
3. Resiko saat persalinan (persalinan lama, jumlah pendaraha n, dan
pertolongan persalinanan).
Seiring dengan berkembangnya penelitian yang berhubungan dengan
obstetri ginekologi maka beberapa para ahli mengemukakan bahwa karakteristik
ibu hamil yang diduga berhubungan dengan tumbuh kembang bayi lahir dapat
dibedakan menjadi dua golongan yakni faktor sosio demo grafi dan faktor medik
obstetri. Faktor sosio demografi antara lain meliputi : umur ibu dan nomor urut
anak yang dilahirkan, pendidikan ibu, status ibu (cerai, meninggal, madu), status
ekonomi, perokok berat atau pecandu narkotika. Sedangkan faktor medik obstetri
mencakup : riwayat kesehatan yang diketahui pada kunjungan pertama ke tempat
pemeriksaan, pengamatan kesehatan selama kehamilan, keadaan pada waktu
melahirkan dan keadaan gizi ibu (Husaini 1990).
Faktor riwayat kesehatan kehamilan antara lain : pernah menderita sakit
kuning, tuberkolosis, tipus atau ginjal yang kronis sebelum hamil, pernah aborsi
atau keguguran sebelumnya, pernah melahirkan bayi kurang bulan, pernah
melahirkan bayi BBLR, eklampsia, jarak kehamilan kurang dari 6 bulan, serta
kehamilan ketiga dalam waktu dua tahun terakhir. Pengamatan kesehatan selama
kehamilan meliputi pemeriksaan kadar Hb (< 11 g ; terendah 9.5 g), tekanan darah
(> 150/90 mmHg), protein dalam urin positif, terjadi pendarahan, dan eklampsia.
Hal-hal yang mencakup dalam pengamatan pada waktu melahirkan adalah :
proses partus lama, bayi lahir tidak segera nangis, bayi lahir biru, ketuban pecah
24
dini, sebelum melahirkan keluar darah segar, setelah melahirkan terjadi
pendarahan, dan tungkai bengkak. Keadaan gizi ibu meliputi berat badan sebelum
hamil (< 45.0 kg), tinggi badan (< 150 cm), pertambahan berat badan tidak
adekuat (< 1 kg/bulan) dan pertambahan berat badan berlebihan (> 1 kg/bulan)
selama kehamilan (Arisman 2002). Ibu hamil yang mengalami satu atau lebih
faktor resiko diatas, maka akan berdampak terhadap kualitas janin yang
dikandung dan pada akhirnya terjadi gangguan tumbuh kembang bayi lahir.
Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyediaan
lingkungan yang mendukung kesehatan dan tumbuh kembang bayi lahir. Menurut
Pudjiadi (2001) bahwa lingkungan yang bersih merupakan faktor yang berperan
dalam mempengaruhi pertumbuhan bayi. Sanitasi lingkungan yang buruk baik
dari keluarga maupun lingkungan itu sendiri dapat menciptakan kondisi yang
tidak sehat, sehingga berpeluang besar terhadap munculnya berbagai penyakit
infeksi terutama untuk kelompok ibu hamil yang sangat rentan karena pada
akhirnya akan menganggu tumbuh kembang bayi yang dilahirkan. Hal ini
diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhardjo dan Riyadi (1990)
yang juga menyatakan adanya hubungan timbal balik antara infeksi bakteri, virus
dan parasit dengan gizi kurang. Lebih lanjut menurut Sediaoetomo (1996) bahwa
penyakit infeksi dari investasi cacing dapat memberikan hambatan utilisasi zat
gizi yang menjadi dasar timbulnya penyakit kurang gizi pada ibu hamil. Infeksi,
intrauterine yang menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH (Toxoplasmosis,
Rubella,
Cytomegalovirus,
Herpes
Simplex).
Infeksi
lain
yang
dapat
menyebabkan penyakit pada janin adalah varisella, Coxsackie, Echovirus,
malaria, HIV, polio, campak, Listeriosis, leptospira, mikoplasma, virus influensa,
dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia pada ibu hamil dapat merusak
janin (Prawirohardjo 1987)
Berbagai faktor penyebab yang secara tidak langsung yang berkaitan dengan
tumbuh kembang bayi lahir adalah yang disebut sebagi faktor sosio demografi
antara lain : pendidikan orang tua, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga.
Dari sekian banyak faktor antara yang mempengaruhi kematian ibu dan bayi,
menurut Utomo (1985) adalah pendidikan ib u. Tingkat pendidikan ibu
berpengaruh terhadap tingkat pengertiannya pada perawatan kesehatan dan
25
higiene,
perlunya
pemeriksaan
kehamilan
dan
pasca
persalinan,
serta
kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarganya. Disamping itu
pendidikan berkaitan erat dengan faktor sosial ekonomi lainnya seperti
pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan dan tempat tinggal. Penduduk
dengan pendidikan rendah biasanya berpendapatan rendah, bertempat tinggal di
lingkungan miskin dan buruk sehingga resiko kesakitan dan kematian yang tinggi.
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting yang ikut
menentukan keadaan gizi anak. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
orang tua dengan keadaan gizi anak yaitu : 1) Tingkat pendidikan kepala rumah
tangga secara langsung atau tidak langsung menentukan keadaan ekonomi rumah
tangga, 2) pendidikan istri disamping modal utama dalam perekonomian rumah
tangga juga berperan dalam menyusun pola makanan untuk ruma h tangga
(Tarwotjo & Soekirman 1988). Tingkat pendidikan yang dimiliki ibu hamil juga
berperan penting dalam kepedulian ibu terhadap janin yang dikandungnya.
Sajogyo dkk (1994) menyatakan bahwa secara tidak langsung pengetahuan
gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak. Tetapi berdasarkan penelitian
Schafer, dkk (1993), pengetahuan gizi yang baik tidaklah selalu diikuti oleh
perilaku gizi yang baik.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya beli dan
ketersediaan waktu ibu untuk menyiapkan makanan. Menurut Hardinsyah (1986),
tingginya status ekonomi seseorang belum dapat menjamin tercapainya keadaan
gizi yang baik bila tidak disertai dengan pengetahuan gizi yang baik pula.
Pengetahuan ibu terhadap gizi dan permasalahannya sangat berpengaruh terhadap
status gizi keluarga (Suhardjo 1989). Ibu hamil yang memiliki pengetahuan gizi
yang baik akan mampu memilih jenis makanan yang tepat untuk dirinya dan
janinnya baik dari segi kuantitas maupun kualitas makanan yang dikonsumsi.
Selain pengetahuan gizi, pengetahuan kesehatan kehamilan juga perlu bagi ibu
hamil. Denga n demikian pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu
faktor protektif dalam mempertahankan kualitas kehamilan.
Pendapatan keluarga mempunyai peran yang penting terutama dalam
memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek disini lebih berorie ntasi pada
kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan
tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan
26
dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll) yang dapat
mempengaruhi status gizi.
Sajogyo dkk (1994) bahwa pendapatan keluarga mempunyai peran yang
penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Kartika dkk (2002) bahwa faktor pendapatan
berkorelasi positif dengan tumbuh kembang anak dalam hal ini terkait dengan
pemenuhan asupan energi dan zat gizi terutama protein. Pendapatan menyebabkan
daya beli yang rendah sehingga tidak mampu membeli makanan dalam jumlah
yang diperlukan, keadaan ini sangat berbahaya untuk kesehatan keluarga dan
akhirnya dapat berakibat buruk terhadap keadaan status gizi terutama bagi ibu
hamil, menyusui, dan anak balita.
Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan.
Suhardjo (1989) mengatakan bahwa ada hubungan nyata antara besar keluarga
dan kurang gizi pada masing- masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang
semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan dapat
menyebabkan distribusi pangan dan gizi semakin tidak merata.
Pangan yang
tersedia untuk satu keluarga yang besar mungkin hanya cukup untuk keluarga
yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak
cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar.
Dalam kaitannya dengan pengeluaran rumah tangga baik pangan maupun
non pangan, Harper (1988) mencoba menghubungkan dua variabel utama yakni
besar keluarga dengan konsumsi pangan, yakni menunjukkan bahwa keluarga
miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi
kebutuhan pangannya, jika dibandingkan keluarga dengan jumlah anak sedikit.
Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan yang kurang
dapat menimbulkan defisiensi gizi terutama pada ibu hamil dan menyusui, bayi
dan anak balitanya. Rachmawati (2004) menyatakan bahwa pengeluaran keluarga
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan ibu hamil seperti pemeriksaan
kehamilan serta persalinan untuk kelurga miskin masih sangat rendah. Hal ini
terbukti bahwa besar keluarga serta tingkat pendapatan keluarga juga menentukan
kualitas kehamilan dan persalinan. Saat ini fasilitas yang tersedia bagi keluarga
miskin adalah Kartu Sehat sebagai alternatif pemecahan berbagai masalah
27
kesehatan terutama dalam menangani masalah- masalah yang terkait denga n
kehamilan misalnya komplikasi kehamilan (pereklampsia berat dan eklampsia)
serta upaya peningkatan pemeriksaan selama kehamilan sehingga pada akhirnya
bayi yang dilahirkan dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
normal (Depkes 1998).
Download