TINJAUAN PUSTAKA Tumbuh Kembang Kehamilan Pertumbuhan terjadi apabila sel bertambah banyak atau bertambah besar ukurannya. Ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat adalah bobot badan atau tinggi badan (Myers 1992). Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ dan tubuh. Proses pertumbuhan tersebut terjadi dalam tiga tahap, yaitu hiperplasia (bertambahnya jumlah sel), hiperplasia dan hipertrofi (bertambahnya jumlah, ukuran, dan kematangan sel), dan hipertrofi (bertambahnya ukuran dan kematangan sel). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Papalia dan Olds (1989) menyatakan bahwa perkembangan manusia adalah perubahan secara kuantitatif dan kualitatif pada seseorang. Perubahan kuantitatif adalah perubahan yang terjadi seperti tinggi badan, berat badan dan umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Sedangkan kualitatif adalah perubahan pada berbagai macam struktur atau organisasi, seperti perubahan alami pada intelegensi atau dalam cara berpikir. Proses tumbuh kembang kehamilan dimulai dari tahap konsepsi sampai lahir. Pertambahan berat badan selama selama hamil mencerminkan dinamika tumbuh kembang kehamilan (Whitney 1998). Komponen pertambahan berat badan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu produk konsepsi dan pertumbuhan jaringan maternal (ibu). Produk konsepsi mencakup fetus (janin), plasenta dan cairan amniotik. Secara rata-rata janin mewakili 25% pertumbuhan berat badan total ibu, plasenta 5% dan cairan amniotik 6%. Jaringan maternal mencakup uterus, jaringan mammae, darah, cairan ekstraseluler, dan cadangan (simpanan) lemak. Ekspansi jaringan maternal mencapai 2/3 dari total pertambahan berat badan ibu pada minggu ke-20. Pertambahan uterus dan jaringan mammae mewakili 10%, volume darah 10% dari pertambahan berat badan total, cairan ekstraseluler 10.4% dan 32% (WHO 1980; 1985 dalam Rosso 1990). Komposisi pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan seperti pada Tabel 1. 6 Tabel 1 Komposisi pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan Pertambahan Berat (g) pada Komposisi Jaringan Tubuh Minggu ke-10 Minggu ke-20 Minggu ke-30 Minggu ke-40 Simpanan Lemak 310 2050 3480 3345 Cairan Interstitial 0 30 80 1680 Darah 100 600 1300 1250 Uterus 140 320 600 970 Kelenjar mammae 45 180 360 405 Total (1) 592 3180 5820 7650 Fetus 5 300 1500 3400 Cairan Amniotik 30 350 750 800 Plasenta 20 170 430 650 Total (2) 55 820 2680 4850 Total (1)-(2) 650 4000 8500 12500 Komponen Maternal Komponen Janin Sumber : WHO (1980; 1985) dalam Rosso (1990) Perubahan fisiologis selama kehamilan mengga mbarkan perkembangan janin dalam kandungan setiap minggu. Pada trimester pertama yang berawal dari konsepsi sampai minggu ke-12 dimana pada tahap ini tanda-tanda kehamilan belum nampak. Perut ibu belum membesar meskipun sebenarnya telah terbentuk bakal janin (embrio). Periode ini merupakan masa penyesuaian ibu terhadap kehamilannya, dimana terjadi penurunan selera makan (morning sickness) yang diakibatkan perubahan hormonal dan faktor emosi. Salah satu hasil penelitian di Bogor menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan berat badan ibu hamil pada akhir trimester pertama adalah sebesar 1.0 kg (Husaini & Husaini 1986). Memasuki trimester kedua (minggu ke-12 sampai minggu ke-28), perubahan-perubahan tubuh ibu mulai nampak, seperti perut tampak menonjol, wajah membulat, serta buah dada membesar. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan berat badan ibu bertambah. Selera makan menjadi normal kembali bahkan semakin meningkat. Akibat yang mungkin ditimbulkan karena kekurangan gizi pada tahap ini adalah bobot bayi lahir di bawah normal. Kenaikan berat badan normal pada trimester kedua sebesar 3-8 kg. Pertambahan 7 berat badan merupakan perpaduan antara bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, bobot janin, plasenta, peningkatan suplai darah ke janin, penimbunan lemak, bertambahnya volume cairan, serta terjadinya pembesaran organ tubuh (rahim dan payudara). Pada usia kehamilan 6 bulan, gerakan janin di dalam rahim mulai terasa. Semakin mendekati masa persalinan, gerakan janin semakin kuat dan keras (Ganong 1987). Pada periode kehamilan ketiga (minggu ke-28 sampai ke-40), proses kehamilan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan ini ditandai dengan semakin sempitnya ruang janin dan ujung rahim mencapai ujung tulang rusuk akibatnya bertambahnya bobot dan ukuran janin. Namun kekurangan gizi pada periode ini menyebabkan bayi lahir kecil, ibu kurang sehat dan lemah sehingga tidak mampu melaksanakan persalinan dengan sempurna. Rata-rata pertambahan berat badan yang dicapai pada akhir triwulan ketiga pada penelitian di Bogor adalah sebesar 3.8 kg (Husaini & Husaini 1986). Perkembangan janin merupakan suatu proses yang rumit. Misalnya sistemsistem utama secara keseluruhan (sistem yang berhubungan dengan jantung, pernapasan, pencernaan dan saluran kemih) yang terbentuk dan mulai berfungsi pada akhir bulan ketiga, pada saat mana janin sudah menjadi mahkluk hidup. Dalam banyak hal, tiga bulan pertama ini merupakan saat-saat yang paling kritis dalam pembentukan dan perkembangannya, karena hampir semua organ terbentuk pada saat-saat ini pula (Robert 2002). Proses perkembangan janin terjadi secara bertahap sesuai dengan umur kehamilan (Tabel 2). Pertambahan berat badan total selama kehamilan (total weght gain) adalah berat badan sesaat sebelum melahirkan dikurangi berat badan sesaat sebelum konsepsi, sedangkan pertambahan berat badan netto selama kehamilan (net weight gain) adalah pertambahan berat badan total dikurangi berat badan bayi lahir. Laju pertambahan berat berat badan per minggu adalah berat badan yang bertambah pada periode waktu tertentu dibagi dengan lamanya periode waktu tersebut (dalam minggu) (IOM 1990). 8 Tabel 2 Perkembangan janin sesuai umur kehamilan Umur Minggu I • • • Minggu ke-2 • • • Minggu ke-4 • • • • • • Minggu ke-6 Minggu ke-9 • • • • • • Minggu ke-12 Minggu ke-20 Minggu ke-26 • • • • • • • • • • • • Minggu ke-30 Minggu ke-32 • • • • Perkembangan Terjadi pertemuan antara sel telur dan sperma (konsepsi) Sel telur yang telah dibuahi akan membentuk sel berbentuk bola Bola sel akan terus berkembang dan bergerak turun ke dinding rahim melalui saluran fallopi. Bola sel tumbuh membentuk embrio kecil yang dibungkus oleh selaput pelindung amnion (amnion sac). Selaput pelindung ini berisi cairan amnion. Zat-zat gizi dan oksigen mulai diangkut menuju embrio melalui organ istimewa (ari-ari) Tulang belakang, jantung, sistem pernafasan, bakal tungkai, dan tangan mulai terbentuk Embrio tampak seperti monster kecil Panjang janin mencapai 2-2,5 cm Bakal lengan, tangan, jari-jari tangan, tungkai, kaki, dan jari-jari kaki mulai terbentuk Wajah dan tulang belakang mulai muncul dan berkembang. Rongga perut mulai terbentuk Kepala, rangka, dan jaring-jaringan otak mulai berkembang Jantung mulai berdetak Otak embrio mulai terbentuk Embrio berkembang membentuk janin Panjang janin mencapai 10 cm Lengan, tangan, jari-jari tangan, tungkai, kaki, dan jarijari kaki mulai terbentuk (kuku sudah mulai terbentuk) Saluran kencing dan organ-organ lainnya mulai berkembang dan berfungsi, namun masih sulit terdeteksi. Panjang janin mencapai 23-28 cm Mata, telinga, hidung, dan mulut sudah mulai terbentuk sempurna Rambut dan organ-organ kelamin luar mulai terbentuk Gerakan janin di dalam perut sudah dapat dirasakan Janin mampu menelan dan tidur Panjang janin sekitar 30-35 cm Alis dan bulu mata mulai tumbuh. Mata mulai membuka Sidik jari tangan dan kaki mulai berkembang Panjang janin mencapai 38-40cm Lapisan lemak mulai terbentuk Janin mampu mengisap ibu jari, cegukan, mendengar suara, melihat cahaya, dan merasakan sentuhan Jika kondisi janin sehat, kemungkinan besar dapat bertahan hidup di luar rahim tanpa bantuan medis Panjang janin mencapai 45-55 cm Paru-parunya telah berkembang secara sempurna Kuku jari telah tumbuh mencapai ujung jari Gerakkan janin sangat aktif, namun sangat terbatas 9 karena masih dalam tahap pertumbuhan Minggu ke-40 - ke-42 Masa persiapan persalinan Sumber : Mandleco (2004) Penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah (Winkvist dkk 2002) menunjukkan bahwa pertambahan berat badan selama kehamilan adalah 8,3 ± 3,6 kg. Rata-rata pertambahan berat badan ibu hamil di Jawa Tengah pada trimester I adalah 0.96 kg, trimester II 4.08 kg dan trimester III 3.12 kg. Namun hasil penelitian Abrams, Carmichael dan Selvin (1995) yang dilakukan di California menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan berat badan ibu hamil lebih besar dibandingkan penelitian di Jawa Tengah pada setiap trimesternya dengan rata-rata pertambahan berat badan pada trimester I adalah 2.03 kg, trimester II 6.76 kg dan trimester III 6.22 kg. Perkiraan laju pertambahan berat badan pada tiap trimester masa kehamilan adalah trimester I = 1.3-1.8 kg (0.36 kg/minggu); trimester II = 5.5-6.4 kg (0.45 kg/minggu); trimester III = 3.6-4.5 (0.36-0.4 kg/minggu) (Zeisel 2002). Beberapa studi yang tersebar di berbagai negara menunjukkan bahwa pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan (gestational weight gain) berada pada rentang 814 kg. Lebarnya pertambahan berat badan total ini disebabkan sangat bervariasinya kondisi ibu (misalnya tinggi badan, kondisi sosial ekonomi, tingkat konsumsi pangan). Menurut Rosso (1990), anjuran pertambahan berat badan selama kehamilan adalah 12.5 kg, sementara IOM (1990) menganjurkan 11 kg untuk pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan. Rata-rata pertambahan berat badan yang dianjurkan selama kehamilan bagi ibu yang memiliki IMT normal adalah sekitar 9-12 kg (Bardosono 2006). Periode kritis tumbuh kembang janin terjadi pada akhir bulan ketiga sampai lahir. Pertumbuhan janin terhambat, bayi prematur, dan BBLR merupakan dampak dari malnutrisi, kelainan kongenital, infeksi intrauterin, insufisiensi plasenta, ibu yang merokok dan peminum alkhol selama hamil (Villavieja dkk 1989). Pertumbuhan janin dan kesehatan maternal sangat tergantung pada pertambahan berat badan yang cukup selama kehamilan (Whitney 1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan adalah status gizi ibu sebelum hamil, asal etnis, umur dan paritas, 10 aktivitas fisik, status sosial ekonomi dan kebiasaan konsumsi selama kehamilan (merokok dan minum alkohol) (IOM 1990). Indeks Massa Tubuh (IMT) Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorption) dan penggunaan (utilization) zat gizi (Riyadi 2001). Status gizi seseorang akan mencapai optimal, apabila kebutuhan gizinya dapat dipenuhi dari konsumsi pangannya. Status gizi ibu sebelum hamil sangat dipengaruhi oleh zat gizi yang telah dikonsumsi pada saat lampau, untuk itulah maka konsumsi pangan dan gizi sangat mempengaruhi terhadap pertambahan berat badan selama kehamilan dan status gizi bayi lahir. Pengukuran antropometri yang direkomendasikan untuk menentukan status gizi remaja dan dewasa adalah indeks massa tubuh (IMT). IMT menurut umur diperoleh dari perhitungan sederhana berat badan individu (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2 ). IMT = Berat Badan ( kg ) Tinggi Badan ( m ) 2 IMT digunakan juga untuk penilaian faktor resiko berbagai penyakit yang berkaitan dengan kelebihan berat badan. Di negara-negara industri, IMT pada remaja berhubungan positif signifikan dengan tekanan darah diastol atau dengan kata lain IMT berhubungan dengan tekanan darah. Seseorang dengan IMT diatas ambang batas aman mempunyai resiko memiliki tekanan darah dia stol yang tinggi (Riyadi 2003). Standar indeks massa tubuh untuk masyarakat Asia-Pasifik yang ditetapkan oleh Komite Obesitas Asia Pasifik dilakukan berdasarkan faktor resiko dan morbiditas (WHO 2000) adalah sebagai berikut: Tabel 3 Klasifikasi IMT menurut kriteria Komite Obesitas Asia Pasifik Kategori Kurus (underweight) Normal (ideal) Overweight At risk Obes I Obes II Sumber : WHO (2000) IMT (kg/m2 ) < 18.5 18.5 – 22.9 = 23 23.0 – 24.9 25.0 – 29.9 30 Resiko Penyakit Rendah Rata-rata Meningkat Sedang Berbahaya 11 Di Indonesia khususnya, cara pemantauan dan batasan berat badan normal orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu (Sup riasa dkk 2001). Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Akhirnya diambil kesimpulan nilai titik batas IMT yang direkomendasikan untuk Indonesia adalah seperti pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja dan dewasa Kategori IMT Kurus Sekali Kurus Normal Gemuk Obes Sumber : Depkes (1994) Nilai titik batas < 17.0 17.0 – 18.4 18.5 – 24.9 25.0 – 27 > 27 Tabel 5 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja dan dewasa Kategori IMT Kurus Normal Gemuk sehat Obes I Obes II Sumber : Depkes (2002) Nilai titik batas < 18.5 18.5 – 25 > 25 > 27 = 30 Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat, salah satu diantaranya adalah resiko melahirkan bayi dengan BBLR (Depkes 2003). Berat badan sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama hamil berpengaruh terhadap kesehatan dan pertumbuhan janin dalam kandungan. Pertambahan berat badan selama hamil disesuaikan dengan indikator IMT, misalnya bila berat badan ibu sebelum hamil adalah normal, maka kenaikan berat badan ibu sebaiknya antara 9-12 kg. Berat badan sebelumnya adalah berlebih, maka kenaikan berat badannya cukup antara 6-9 kg. Bila sebelum keha milan berat badan ibu adalah kurang, maka kenaikan berat badan sebaiknya antara 12-15 kg Jika ibu mengandung bayi kembar dua atau lebih, maka kenaikan berat badan selama kehamilan harus lebih banyak lagi, tergantung dari jumlah bayi yang dikandung (Poernomo 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jenifer (2004) menunjukkan bahwa pertambahan berat badan bayi berasosiasi kuat dengan IMT ibu sebelum hamil, 12 dalam hal ini berkaitan dengan durasi menyusui dan waktu yang tepat dalam pemberian makanan pendamping ASI. Status gizi sebelum hamil termasuk kategori kurus maupun obes mempunyai masa pemberian ASI yang relatif singkat dibandingkan dengan IMT ibu yang sebelum hamil adalah normal. Menurut Alton (2005) bahwa IMT sebelum hamil merupakan standar pertambahan berat badan selama hamil untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. Lebih lanjut dikatakan bahwa IMT sebelum hamil termasuk kurus serta pertambahan berat badan yang tidak cukup dapat meningkatkan resiko melahirkan bayi dengan prematur dan BBLR. Indeks massa tubuh (IMT) sebelum hamil dan pertambahan berat badan selama kehamilan secara normal menggambarkan hubungan yang positif signifikan dengan status gizi bayi lahir. Siega-Riz et al (1996) menyatakan bahwa IMT sebelum hamil < 19.8 mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar melahirkan prematur, meskipun pertambahan berat badan selama hamil sama dengan ibu yang mempunyai IMT sebelum hamil normal. Wanita yang bertambah berat badannya 80% dari acuan pertambahan berat badan selama hamil (12.5 kg), memiliki bayi yang berat lahirnya lebih tinggi dari ibu yang pertambahan beratnya di bawah batas tersebut (FAO/WHO 1985). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berat bayi lahir akan meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan berat badan ibu selama kehamilan. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan para peneliti lainnya (Devadas & Chandy 1980; Calandra & Abel 1981; Fawzi & Forman 1997). Hubungan antara IMT sebelum hamil dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan seperti pada Tabel 5. Tabel 6 Anjuran pertambahan berat badan total ibu selama keha milan menurut IMT Kategori Indeks Massa Tubuh Kurus (IMT < 19.8) Normal (IMT 19.8-25) Gemuk(IMT 26.-29) Obes (> 29) Sumber : IOM (1990) Anjuran Pertambahan Berat Badan (kg) 12.5-18.0 11.5-16.0 7.0-11.5 7.0 13 Masalah Gizi dan Kesehatan Ibu Hamil Masa kehamilan trimester pertama atau saat kehamilan mencapai 1-3 bulan, adalah masa penyesuaian tubuh ibu terhadap awal kehamilannya. Pada masa ini ibu hamil memasuki masa anabolisme yaitu masa untuk menyimpan zat gizi sebanyak-banyaknya dari makanan yang disantap setiap hari untuk cadangan persediaan pada trimester berikutnya. Dalam keadaan ini biasanya ibu hamil mengalami mual, muntah- muntah, dan tidak berselera makan, sehingga asupan makanan perlu diatur. Makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, porsi kecil, dan frekuensi pemberian yang sering. Jika diperlukan, bisa mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral untuk menunjang pertumbuhan janin. Namun, hal itu perlu konsultasi dengan dokter atau ahli gizi terlebih dahulu (Soekirman 2006). Keadaan demikian menyebabkan bayi yang lahir sekarang ini tidak memenuhi potensi genetiknya dalam tubuh dan berkembang selain karena faktor utama tidak tercukupnya penyediaan zat makanan juga faktor sosial dan atau biologis (Linder 1992). Banyak kepercayaan, kebiasaan dan adat istiadat yang berhubungan dengan makanan ibu selama kehamilan. Ada kebiasaan yang menyehatkan dan ada juga kebiasaan yang merugikan kehamilan. Ada kebiasaan yang melarang ibu makan ikan dan daging, sehingga banyak ibu hamil menderita kekurangan protein hewani dan akhirnya melahirkan bayi kecil dan kurang gizi serta perkembangan otaknya tidak sempurna. Kebiasaan ini salah dan tidak boleh ditiru, karena dalam keadaan hamil, ibu membutuhkan hampir dua kali lebih banyak protein dibandingkan ketika ibu hamil tidak usah besar, karena anak yang ukurannya besar susah dilahirkan. Berbagai nasehat dari orangtua, dari dukun atau sesepuh keluarga melarang ibu hamil makan banyak. Akibat banyak makanan yang menjadi pantangan selama hamil, makanan bergizi tidak lagi menjadi menu hariannya. Hal ini berdampak buruk terhadap kesehatan ibu serta pertumbuhan dan perkembangan janin (Nadesul 1996). Pada wanita hamil tertentu timbul gejala ngidam yaitu ibu menginginkan makanan- makanan tertentu yang dapat berasal dari bahan makanan atau bukan bahan makanan. Wanita hamil yang menginginkan mengkonsumsi sesuatu yang bukan berasal dari makanan disebut pica. Pica umumnya dikenal di antara wanita 14 Amerika turunan Afrika dan sering diasosiasikan dengan anemia kekurangan zat besi. Pica adalah suatu kebudayaan unik yang menggambarkan hikayat bangsa tersebut ratusan tahun yang lalu yang percaya bahwa makan ”bahan” tertentu dapat menghilangkan enek dan memperoleh bayi yang sehat serta memudahkan kelahiran, namun ternyata tidak terbukti (Soekirman 2006). Menurut Giardino (2002) mendefinisikan pica sebagai suatu kebiasaan mangkonsumsi bahan yang tidak mempunyai nilai gizi atau non nutritif. Secara umum faktor- faktor penyebab pica adalah orangtua atau kondisi psikopatologi, depresi lingkungan, epilepsi, kerusakan otak, retardasi mental dan gangguan pertumbuhan. Selama kehamilan, prevalensi anemia meningkat dari trimester pertama ke trimester ketiga, keadaan ini terjadi karena volume plasma ibu meningkat sebagai akibat adanya reaksi fisiologi yang normal pada ibu hamil. Meskipun massa sel darah merah juga meningkat selama kehamilan, tetapi peningkatannya tidak sejalan dengan peningkatan volume plasma (Ladipo 2000). Sebagian besar hasil penelitian membuktikan bahwa anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko melahirkan bayi dengan BBLR. Masalah gizi pada ibu hamil yang paling banyak dijumpai di Indonesia adalah anemia dengan prevalensi 40% pada tahun 2001 (Depkes 2003). Masalah anemia merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia (Soekirman 2000). Manifestasi dari masalah gizi makro pada ibu hamil yang kekurangan energi kronik (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir rendah (BBLR). Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai risiko kematian ibu mendadak pada masa perinatal atau risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu yang meninggal karena perdarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Data Susenas pada tahun 1999 menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami resiko KEK adalah 27,6%. Selain bumil KEK yang masih cukup tinggi juga terdapat wanita usia subur yang menderita kekurangan energi kronis (KEK) pada tahun 2002, yaitu sebanyak 17,6 persen dari populasi atau sejumlah 11,7 juta orang, meskipun jumlah tersebut turun dari 24,9 persen pada tahun 1999 (Depkes 2003). 15 Perubahan fisiologis kehamilan dapat secara drastis menganggu kebutuhan insulin, dan kehamilan dapat meningkatkan proses terjadinya gangguan pembuluh darah yang menyertai diabetes melitus (DM). Kebutuhan insulin rendah pada awal trimester I, dan mulai meningkat pada akhir trimester I bersamaan dengan peningkatan penggunaan glukosa dan cadangan glikogen oleh ibu dan janin. Ibu hamil yang menderita diabetes mudah terkena preeklampsia, keracunan kehamilan (toksemia), dan polihidramnios (kelebihan cairan amniotik). Efek DM pada bayi dalam kandungan antara lain keguguran, kematian bayi dalam kandungan (karena asidosis, keracunan kehamilan, dan terlalu banyak air ketuban) dan kematian bayi setelah lahir (As’ad 2002). Peningkatan tekanan darah (Pregnancy Induced Hypertension) merupakan bentuk hipertensi yang timbul pada akhir-akhir kehamilan. Tanda-tanda PIH yaitu sakit kepala/pusing, penglihatan kabur, dan berat badan meningkat secara tibatiba. Adanya edema pada PIH menyebabkan pembengkakan pada muka, tangan, kaki, dan mata kaki (Soekirman 2006). Preklampsia-eklampsia merupakan penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Preeklamp sia adalah hipertensi dengan kadar protein urin meningkat dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul koma (Sudhaberata 2001). Preeklampsia berat dan eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia (Abidin 2006). Hipoksia dan sianosis merupakan dampak dari kelainan jantung yang diderita oleh ibu selama kehamilan. Hal ini berdampak buruk terhadap kualitas kehamilan, terutama janin yang dikandung misalnya abortus, prematur, janin akan menderita hipoksia dan gawat janin dalam persalinan, sehingga neonatus lahir mati atau dengan nilai Apgar yang rendah. Komplikasi prematuritas dan BBLR pada penderita jantung dalam kehamilan lebih sering terjadi pada ibu dengan volume plasma pada usia kehamilan 32 minggu dan partus kala 1 yang lebih rendah. Nifas juga merupakan masa yang berbahaya dan mengancam keselamatan ibu. Setiap infeksi, baik pada alat kandungan maupun yang lain- lain, dapat menyebabkan endokarditis bakterial (As’ad 2002). 16 Di Indonesia angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) mengalami penurunan, namun demikian pada kenyataannya angka tersebut masih cukup tinggi. Angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2003 adalah 307 per 100 000 kelahiran hidup, jauh menurun bila dibandingkan AKI 1990 yaitu 450 per 100 000 kelahiran hidup. Pada kurun waktu yang sama juga angka kematian bayi (AKB) mengalami penurunan dari 51 per 1000 kelahiran hidup menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup (WKNPG 2004). Hasil survei menunjukkan bahwa komplikasi penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah karena pendarahan, hipertensi selama kehamilan, infeksi, partus lama dan komplikasi keguguran. Sedangkan AKB yang baru lahir disebabkan asfiksia, infeksi dan berat bayi lahir rendah (Azwar 2005). Tingginya angka kelahiran berat badan lahir rendah merupakan manifestasi keadaan masyarakat yang buruk yang dapat mengakibatkan gangguan terutama pada bayi menyebabkan gangguan kecerdasan yang tidak bisa dipulihkan. Oleh karena itu akhir-akhir ini pemerintah dan lembaga kesehatan internasional menaruh perhatian yang tinggi pada pengentasan masalah gizi dan kesehatan ibu hamil sedini mungkin agar ”reproduksi sosial” melahirkan sumberdaya manusia yang berkualitas (UNICEF 1997). Hambatan pertumbuhan janin pada hampir 50% kasus disebabkan gizi ibu yang buruk yang ditandai oleh rendahnya pertambahan berat badan ibu hamil dan berat badan ibu sebelum hamil. Sebanyak 30% ibu hamil di Asia Tenggara dan 10-20% dibagian lain, mempunyai postur tubuh pendek dan berat badan rendah, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu kurang dari 2500 gram. Menurut Depkes (2003) bahwa selama periode tahun 1990-2000 terdapat 2-17% bayi. Jika proporsi ibu hamil 2.5% dari total penduduk maka diperkirakan 355 000-710 000 BBLR dari 5 juta bayi lahir per tahun. Keadaan ini disebabkan pendeknya periode kehamilan (kurang dari 37 minggu) atau gangguan pertumbuhan intrauterin (janin kecil dengan umur kehamilan cukup). Bayi BBLR memiliki kesempatan kecil untuk bertahan hidup dan ketika bertahan mereka mudah terkena penyakit, retardasi pertumbuhan dan gangguan perkembangan mental (Norton 1994). 17 Berdasarkan laporan yang diperoleh dari Puskesmas se-Kota Ambon, maka jumlah bayi di bawah umur 1 (satu) tahun yang meninggal pada tahun 2001 adalah 1.5/1000 KLH, tahun 2002 sebanyak 10.7/1000 KLH, tahun 2003 5.5/1000, tahun 2004 4.2/1000 KLH dan pada tahun 2005 6.3/1000KLH. Penyebab utama kematian bayi berdasarkan laporan Puskesmas dan RS adalah BBLR dan penyebab lainnya. Jumlah BBLR pada lima periode terakhir yakni pada tahun 2001 mencapai 178 dari 7903 kelahiran hidup, tahun 2002 dari 5616 kelahiran hidup terdapat 90 bayi dengan BBLR, kemudian pada tahun 2003 dari 5524 kelahiran hidup terdapat 127 bayi BBLR, dan pada tahun 2004 terdapat 109 bayi BBLR dari 4725 bayi yang lahir hidup, serta pada tahun 2005 terdapat 144 BBLR dari 4823 kelahiran hidup (Gambar 1). Angka Kematian Ibu di Kota Ambon Tahun 2001-2005 (Per 100.000 KLH) 120 10 100 8 80 Jumlah 12 6 4 60 40 2 20 0 2001 2002 2003 2004 2005 0 2001 Tahun 2002 2003 2004 2005 Tahun Angka Kelahiran Bayi dengan BBLR di Kota Ambon Tahun 2001-2005 200 150 Jumlah Jumlah Angka Kematian Bayi Di Kota Ambon Tahun 2001-2005 (Per 1000 KLH) 100 50 0 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Gambar 1 AKB, AKI, dan BBLR di Kota Ambon Periode 2001-2005. Sumber : Dinkes Kota Ambon (2006) 18 Kebutuhan dan Kecuk upan Gizi Ibu Hamil Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas sumberdaya manusia di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisi saat janin masih dalam kandungan. Jika keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil baik, maka janin yang dikandungnya akan baik juga. Kekurangan pada saat hamil akan mempengaruhi keadaan fisik dan mental anak hingga dewasa (Jalal & Atmojo 1998) Kebutuhan gizi ibu meningkat selama hamil karena terjadi peningkatan dalam volume darah, plasenta, uterus, kelenjar susu dan lemak. Hal ini sangat penting untuk pertumbuhan janin. Ketidakcukupan zat gizi pada awal trimester pertama dapat menyebabkan keguguran dan kelainan bawaan (IOM 1990). Sementara intik makanan selama hamil menurun pada trimester pertama kahamilan dan meningkat kembali mulai bulan keempat. Untuk menjaga kondisi janin pada trimester I, status gizi ibu selama hamil harus diperhatikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi intik makanan selama hamil adalah hormon, aliran gizi untuk janin, pengeluaran energi ekstra dan penurunan aktivitas fisik. Hormon progesteron meningkat pada pertengahan masa gestasi sehingga dapat menstimulasi nafsu makan (Rosso 1990). Pemindahan zat makanan ke dalam fetus dipengaruhi oleh mekanisme endokrin reproduksi, aliran darah dan konsentrasi relatif dari zat makanan dalam sirkulasi fetus mela lui ibu. Plasenta merupakan tempat merupakan tempat utama untuk pertukaran metabolik di antara ibu dan janin. Permeabilitas plasenta adalah selektif bahkan untuk zat- zat yang berhubungan erat seperti antibodi terhadap virus dan bakteri, antibodi terhadap virus lebih mudah melalui plasenta (sebagai igG) ketimbang antibodi terhadap bakteri (biasanya igM). Kebanyakan pemindahan kalsium, zat besi, dan imunoglobulin ke janin terjadi di dalam trimester terakhir, dengan akibat bayi yang dilahirkan secara prematur mungkin mempunyai kebutuhan yang luar biasa akan kalsium dan zat besi dan kerentanan yang luar biasa terhadap infeksi (Linder 1992). Selain intik energi dan protein, beberapa zat gizi mikro diperlukan terutama untuk produksi enzim, hormon, pengaturan proses biologis untuk pertumbuhan dan perkembangan, fungsi imun dan sistem reproduksi. Defisiensi zat gizi mikro 19 sering dijumpai terutama pada masa pertumbuhan cepat, kehamilan dan menyusui. Intik zat gizi mikro yang rendah pada saat kehamilan dapat meningkatkan resiko terhadap ibu dan outcome kelahiran yang merugikan. Oleh karena itu direkomendasikan untuk pemberian suplemen zat gizi mikro selama kehamilan seperti besi, asam folat, seng, vitamin A, kalsium dan iodium (Ladipo 2000). Banyak penelitian membuktikan bahwa vitamin A mempunyai peran yang penting terhadap ketahanan penyakit infeksi. Defisiensi vitamin A juga menyebabkan ketidaknormalan myelin (Dhopeshwarkar 1983). Vitamin C mendukung otak memanfaatkan protein dan vitamin B kompleks untuk pembentukan sel myelin dan neurotransmiter. Defisiensi vitamin C dan asam folat akan mengakibatkan kelainan yang disebut spina bifida, suatu keadaan dimana tulang ubun-ubun tidak menutup. Zat besi diperlukan untuk pembentukan energi, pengangkutan oksigen darah serta penyusunan neurotransmiter dan DNA. Bayi yang lahir dari ibu yang anemia akan mengalami defisiensi besi dengan akibat disfungsi otak dan gangguan perbanyakkan jumlah sel otak. Anemia gizi besi pada ibu hamil berakibat luas, antara lain resiko berat bayi yang dilahirkan rendah, pendarahan ibu, infeksi setelah lahir dan partus lama. Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan bagi ibu hamil seperti pada Tabel 6. Tabel 7 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi ibu hamil yang dianjurkan Energi dan zat gizi Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan per hari Trimester I Trimester II Trimester III Energi (Kkal) 2080 2200 2200 Protein (g) 67 67 67 Kalsium (mg) 950 950 950 Phosphor (mg) 600 600 600 Zat besi (Fe) (mg) 26 35 39 Vitamin A 800 800 800 Vitamin C 85 85 85 Vitamin B1 (mg) 1,3 1,3 1,3 Vitamin B2 (mg) 1,4 1,4 1,4 Vitamin B3 (mg) 18 18 18 Vitamin B6 (mg) 1,7 1,7 1,7 Vitamin B12 (mg) 2,6 2,6 2,6 Asam Folat (µg) 600 600 600 Yodium (µg) 200 200 200 Seng (mg) 11 13,5 19,1 Sumber : WKNPG VIII (2004) 20 Tumbuh Kembang Bayi Lahir Tumbuh kembang adalah proses yang berkelanjutan sejak didalam kandungan sampai dewasa, yang terjadi secara bersama-sama. Pertumbuhan anak adalah proses perubahan jasmani secara kuantitatif berupa pertambahan ukuran dan struktur tubuh (Anwar 2002). Perkembangan merupakan hasil proses pematangan organ-organ tubuh yang berlangsung menurut pola dan arah tertentu. Pengukuran tingkat perkembangan lebih difokuskan pada tahap perkembangan mental dan psikomotorik (Bayley 1993). Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka akan mengalami kelambatan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelebihan emosional (Jusuf 2000). Kualitas sumberdaya manusia (SDM) hanya bakal optimal jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun pertama kehidupannya di masa bayi baik dan seimbang. Secara global, tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik serta seimbang ini merupakan salah satu tujuan utama Millennium Development Goals (MDG) 2015 yang dirancang UNICEF (Soenardi 2006) Berat badan bayi lahir sangat ditentukan oleh kondisi ibu. Penyakit yang diderita seorang ibu hamil, misalnya infeksi paru-paru, bisa mempengaruhi kondisi janin. Darah si ibu akan tersuplai ke tubuh janin sehingga bayi menderita penyakit atau kelainan organ tubuh. Inilah yang menyebabkan bayi menjadi kurus. Penyebab lainnya adalah kurangnya asupan nutrisi yang dikonsumsi ibu saat hamil. Jika zat gizi yang diterima dari ibunya tidak mencukupi maka janin tersebut akan mengalami kurang gizi dan lahir dengan berat badan rendah yang mempunyai konsekuensi kurang menguntungkan dalam kehidupan berikutnya (As’ad 2002). Penilaian status gizi bayi lahir dapat ditentukan secara langsung melalui antropometri yakni berat badan dan panjang badan serta penilain adaptasi neonatal dengan menggunakan skor Apgar, yang semua itu sangat dipengaruhi oleh asupan gizi ibu selama kehamilan yang diekspresikan melalui pertambahan berat badan ibu. Pengukuran pertumbuhan bayi sebagai manifestasi pertumbuhan dalam kandungan adalah ukuran bayi saat lahir yaitu : berat badan, panjang badan (kepala sampai tumit) dan lingkar kepala (Barker et al., 1993). Penilaian status 21 gizi bayi lahir, selain dinilai dari berat badan lahir, panjang badan lahir dan lingkar kepala, juga dapat dinilai berdasarkan Z-skor dengan menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U) dan panjang badan menurut umur (PB/U) (WHO 1995). Rendahnya nilai BB/TB (wasting) sering digunakan sebagai indikator kekurangan gizi akut, rendahnya nilai PB/U (stunting) sebagai indikator kekurangan gizi kronik serta rendahnya nilai BB/U dapat digunakan sebagai indikator kekurangan gizi kronik maupun akut (Gibson 1990). Menurut ukuran standar WHO (1995) dikatakan normal bila Z-skor dari -2 SD sampai 2 SD, underweight dan stunting bila Z-skor < -2 SD sedangkan untuk underweight berat dan stunting berat bila Z-skor < -3 SD atau dengan kata lain kategori gizi kurang bila Z-skor <-3 SD sampai -2 SD dan gizi buruk bila Z-skor < -3 SD. Ukuran standar lain yang sering digunakan untuk menilai status gizi bayi lahir yang normal adalah BB dan PB yakni masing- masing 2500-4000 g dan 44-53 cm (Marjono 1999). Perkembangan bayi baru lahir dilakukan melalui penilaian skor Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kela ngsungan hidup. Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik. Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini, yaitu : (1). Resusitasi segera dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.2. Keputusan perlutidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu. Skor Apgar 7-10 untuk kategori bayi dalam kondisi sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewah; skor 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada; skor 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. (Nanda 2001). Berikut ini skor Apgar dan hubungannya dengan prognosis menurut US Collaborative Perinatal 22 Project untuk katogori cacat jangka panjang pada bayi yang berhasil hidup, atau mati pada masa neonatal (Tabel 7). Tabel 8 Sistem pengukuran skor Apgar pada bayi baru lahir Karakteristik Skor 0 Skor 1 Skor 2 Penampilan Putih Biru Merah jambu Nadi 0 < 100 kali /menit > 100 kali/menit Seringai pada pembersihan jalan napas 0 Sering Batuk, bersin Aktivitas 0 Fleksi spontan Aktif Upaya bernafas (respirasi effort) 0 Hembusan nafas Teratur, menangis Skor : dinilai pada 1 dan 5 menit (Habel 1988) Keterangan : 0-3 pada 1 menit : asfiksia berat dan 5 menit : resiko palsi serebral; resiko kematian 44 % dan resiko cacat (5%) jika hidup 4-6 pada 1 menit : asfiksia sedang sampai berat 7-10 pada 1 menit : tidak ada asfiksia yang berarti. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tumbuh Kembang Bayi Lahir Dari keseluruhan masa tumbuh kembang anak, pertumbuhan janin di dalam kandungan merupakan masa perkembangan yang paling penting. Berawal dari dua sel (sel telur dan sperma) berubah menjadi suatu bayi yang dapat tersenyum, menangis, dan melakukan hal- hal lainnya; yang berarti dari kedua sel ini perlahan- lahan mulai terbantuk tangan, kaki, kepala, tubuh, mata, hidung, mulut, telinga, dan organ-organ bayi. Apabila tiba-tiba terjadi gangguan atau penyimpangan pada masa ini, maka menimbulkan resiko bayi lahir dengan keterbelakangan mental sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan otak yang kurang sempurna (Nadesul 2006). Adapun faktor- faktor yang berhubungan dengan tumbuh kembang bayi lahir terbagi dalam dua faktor yaitu : (1) faktor lingkungan sebelum lahir dan (2) faktor lingkungan setelah lahir. Faktor lingkungan sebelum lahir antara lain intik gizi ibu pada waktu hamil, pengaruh mekanis (trauma waktu lahir dan cairan ketuban yang sedikit), penggunaan obat-obatan dan zat toksin, endokrin, radiasi, infeksi, stres, morbiditas dan anoksia embrio. Faktor lingkungan setelah lahir menggambarkan keberhasilan bayi baru lahir setelah melewati masa transisi dari suatu sistem yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme homeostatis bayi itu sendiri. Faktor lingkungan setelah lahir meliputi gizi anak, penyakit- 23 penyakit, gangguan hormon, perumahan, kebersihan, stimulasi, stres, kasih sayang, stabilitas rumah tangga, adat istiadat, dan sebagainya (Soetjiningsih 2000). Menurut WHO (1978) faktor resiko kehamilan yang mempunyai hubungan dengan tumbuh kembang bayi lahir terbagi menjadi menjadi tiga hal utama antara lain : 1. Resiko sebelum terjadinya konsepsi (umur, pend idikan, status sosial, paritas, jarak kelahiran, dan pernah mempunyai janin atau bayi lahir mati) 2. Resiko pada masa kehamilan (pernah mengalami komplikasi pada persalinan terdahulu, pendarahan, anemia, berat badan, tekanan darah, posisi janin, kehamilan ganda, kehamilan > 9 bulan, proteinuria) 3. Resiko saat persalinan (persalinan lama, jumlah pendaraha n, dan pertolongan persalinanan). Seiring dengan berkembangnya penelitian yang berhubungan dengan obstetri ginekologi maka beberapa para ahli mengemukakan bahwa karakteristik ibu hamil yang diduga berhubungan dengan tumbuh kembang bayi lahir dapat dibedakan menjadi dua golongan yakni faktor sosio demo grafi dan faktor medik obstetri. Faktor sosio demografi antara lain meliputi : umur ibu dan nomor urut anak yang dilahirkan, pendidikan ibu, status ibu (cerai, meninggal, madu), status ekonomi, perokok berat atau pecandu narkotika. Sedangkan faktor medik obstetri mencakup : riwayat kesehatan yang diketahui pada kunjungan pertama ke tempat pemeriksaan, pengamatan kesehatan selama kehamilan, keadaan pada waktu melahirkan dan keadaan gizi ibu (Husaini 1990). Faktor riwayat kesehatan kehamilan antara lain : pernah menderita sakit kuning, tuberkolosis, tipus atau ginjal yang kronis sebelum hamil, pernah aborsi atau keguguran sebelumnya, pernah melahirkan bayi kurang bulan, pernah melahirkan bayi BBLR, eklampsia, jarak kehamilan kurang dari 6 bulan, serta kehamilan ketiga dalam waktu dua tahun terakhir. Pengamatan kesehatan selama kehamilan meliputi pemeriksaan kadar Hb (< 11 g ; terendah 9.5 g), tekanan darah (> 150/90 mmHg), protein dalam urin positif, terjadi pendarahan, dan eklampsia. Hal-hal yang mencakup dalam pengamatan pada waktu melahirkan adalah : proses partus lama, bayi lahir tidak segera nangis, bayi lahir biru, ketuban pecah 24 dini, sebelum melahirkan keluar darah segar, setelah melahirkan terjadi pendarahan, dan tungkai bengkak. Keadaan gizi ibu meliputi berat badan sebelum hamil (< 45.0 kg), tinggi badan (< 150 cm), pertambahan berat badan tidak adekuat (< 1 kg/bulan) dan pertambahan berat badan berlebihan (> 1 kg/bulan) selama kehamilan (Arisman 2002). Ibu hamil yang mengalami satu atau lebih faktor resiko diatas, maka akan berdampak terhadap kualitas janin yang dikandung dan pada akhirnya terjadi gangguan tumbuh kembang bayi lahir. Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan dan tumbuh kembang bayi lahir. Menurut Pudjiadi (2001) bahwa lingkungan yang bersih merupakan faktor yang berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan bayi. Sanitasi lingkungan yang buruk baik dari keluarga maupun lingkungan itu sendiri dapat menciptakan kondisi yang tidak sehat, sehingga berpeluang besar terhadap munculnya berbagai penyakit infeksi terutama untuk kelompok ibu hamil yang sangat rentan karena pada akhirnya akan menganggu tumbuh kembang bayi yang dilahirkan. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhardjo dan Riyadi (1990) yang juga menyatakan adanya hubungan timbal balik antara infeksi bakteri, virus dan parasit dengan gizi kurang. Lebih lanjut menurut Sediaoetomo (1996) bahwa penyakit infeksi dari investasi cacing dapat memberikan hambatan utilisasi zat gizi yang menjadi dasar timbulnya penyakit kurang gizi pada ibu hamil. Infeksi, intrauterine yang menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex). Infeksi lain yang dapat menyebabkan penyakit pada janin adalah varisella, Coxsackie, Echovirus, malaria, HIV, polio, campak, Listeriosis, leptospira, mikoplasma, virus influensa, dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia pada ibu hamil dapat merusak janin (Prawirohardjo 1987) Berbagai faktor penyebab yang secara tidak langsung yang berkaitan dengan tumbuh kembang bayi lahir adalah yang disebut sebagi faktor sosio demografi antara lain : pendidikan orang tua, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga. Dari sekian banyak faktor antara yang mempengaruhi kematian ibu dan bayi, menurut Utomo (1985) adalah pendidikan ib u. Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pengertiannya pada perawatan kesehatan dan 25 higiene, perlunya pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berkaitan erat dengan faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan dan tempat tinggal. Penduduk dengan pendidikan rendah biasanya berpendapatan rendah, bertempat tinggal di lingkungan miskin dan buruk sehingga resiko kesakitan dan kematian yang tinggi. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan gizi anak yaitu : 1) Tingkat pendidikan kepala rumah tangga secara langsung atau tidak langsung menentukan keadaan ekonomi rumah tangga, 2) pendidikan istri disamping modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperan dalam menyusun pola makanan untuk ruma h tangga (Tarwotjo & Soekirman 1988). Tingkat pendidikan yang dimiliki ibu hamil juga berperan penting dalam kepedulian ibu terhadap janin yang dikandungnya. Sajogyo dkk (1994) menyatakan bahwa secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak. Tetapi berdasarkan penelitian Schafer, dkk (1993), pengetahuan gizi yang baik tidaklah selalu diikuti oleh perilaku gizi yang baik. Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya beli dan ketersediaan waktu ibu untuk menyiapkan makanan. Menurut Hardinsyah (1986), tingginya status ekonomi seseorang belum dapat menjamin tercapainya keadaan gizi yang baik bila tidak disertai dengan pengetahuan gizi yang baik pula. Pengetahuan ibu terhadap gizi dan permasalahannya sangat berpengaruh terhadap status gizi keluarga (Suhardjo 1989). Ibu hamil yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mampu memilih jenis makanan yang tepat untuk dirinya dan janinnya baik dari segi kuantitas maupun kualitas makanan yang dikonsumsi. Selain pengetahuan gizi, pengetahuan kesehatan kehamilan juga perlu bagi ibu hamil. Denga n demikian pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu faktor protektif dalam mempertahankan kualitas kehamilan. Pendapatan keluarga mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek disini lebih berorie ntasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan 26 dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll) yang dapat mempengaruhi status gizi. Sajogyo dkk (1994) bahwa pendapatan keluarga mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kartika dkk (2002) bahwa faktor pendapatan berkorelasi positif dengan tumbuh kembang anak dalam hal ini terkait dengan pemenuhan asupan energi dan zat gizi terutama protein. Pendapatan menyebabkan daya beli yang rendah sehingga tidak mampu membeli makanan dalam jumlah yang diperlukan, keadaan ini sangat berbahaya untuk kesehatan keluarga dan akhirnya dapat berakibat buruk terhadap keadaan status gizi terutama bagi ibu hamil, menyusui, dan anak balita. Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Suhardjo (1989) mengatakan bahwa ada hubungan nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing- masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan dapat menyebabkan distribusi pangan dan gizi semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga yang besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Dalam kaitannya dengan pengeluaran rumah tangga baik pangan maupun non pangan, Harper (1988) mencoba menghubungkan dua variabel utama yakni besar keluarga dengan konsumsi pangan, yakni menunjukkan bahwa keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya, jika dibandingkan keluarga dengan jumlah anak sedikit. Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan yang kurang dapat menimbulkan defisiensi gizi terutama pada ibu hamil dan menyusui, bayi dan anak balitanya. Rachmawati (2004) menyatakan bahwa pengeluaran keluarga untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan ibu hamil seperti pemeriksaan kehamilan serta persalinan untuk kelurga miskin masih sangat rendah. Hal ini terbukti bahwa besar keluarga serta tingkat pendapatan keluarga juga menentukan kualitas kehamilan dan persalinan. Saat ini fasilitas yang tersedia bagi keluarga miskin adalah Kartu Sehat sebagai alternatif pemecahan berbagai masalah 27 kesehatan terutama dalam menangani masalah- masalah yang terkait denga n kehamilan misalnya komplikasi kehamilan (pereklampsia berat dan eklampsia) serta upaya peningkatan pemeriksaan selama kehamilan sehingga pada akhirnya bayi yang dilahirkan dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Depkes 1998).