BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, perkembangan bisnis sangat berkembang, begitu juga dengan negara Indonesia. Melihat perkembangan bisnis yang melesat di Indonesia, banyak perusahaan yang juga meningkatkan usahanya dalam menjalankan bisnisnya. Perusahaan dituntut harus mampu bertahan dengan pasarnya dimana mempunyai nilai kompetitif yang baik. Semakin baik perusahaan dapat bersaing saat global seperti ini maka semakin kuat daya saing dalam berbisnis. Tidak hanya itu saja keberlangsungan dan kesuksesan perusahaan tidak mengancam diri perusahaan di tengah persaingan ketat ini. memiliki keistimewaan dalam setiap produk atau jasa merupakan salah satu cara khusus untuk dapat membedakan dari para pesaing. Sehingga hal tersebut dapat membuat perbandingan yang melekat terhadap konsumen. Pada tahun 2009 lalu perekonomian menurun, dunia properti baru terkena imbas krisis ekonomi global, begitu juga yang terjadi di Indonesia. Banyak pengembang yang ragu melebarkan sayap bisnisnya. Namun ada beberapa perusahaan yang tetap optimis dalam mengembangkan bisnisnya. Melihat dari perkembangan hunian dan pembangunan Hotel, tentu hal ini akan menciptakan suatu tingkat persaingan yang ketat. Maka dari itu pihak manajemen Hotel harus lebih kreatif dan berinovasi dalam kinerjanya. Menurut Keputusan Menteri Parpostel no Km 94/HK103/MPPT 1987, hotel merupakan salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersil ( A. Yoeti 2003: 2). Pertumbuhan hotel di Indonesia diperkirakan masih akan terus berkembang pesat. Beberapa pengembang besar semakin gencar mengembangkan proyek hotel baru, terutama hotel dengan layanan dasar (budget hotel). Ekspansi pembangunan hotel minimalis seperti itu diperkirakan masih tinggi hinga tahun 2015. Seperti yang dilansir oleh PT Ciputra Property Tbk dimana akan menargetkan pembangunan 20 hotel ekonomis. Pada kuartal I (Januari-Maret) Ciputra akan membangun hotel di Semarang, Bandung, Cirebon, dan Yogyakarta. Pembangunan proyek selanjutnya di antaranya di Bengkulu, Banjarmasin, dan Serpong. Setiap hotel minimalis akan berisi lebih kurang 100 unit kamar dengan total investasi Rp 30 miliar-Rp 40 miliar (http://www.fokusriau.com). Perusahaan lainnya yang sukses bergerak dalam bidang bisnis property hotel seperti PT Graha Multi Utama (GMU). Perusahaan ini berada di bawah holding company PT Dyandra Media International (DMI) dimana berusaha 1 mengembangkan properti hotel di Indonesia. Hal ini sebagai bagian dari strategi integrasi untuk berkembang di Industri Meeting, Incentives, Convention and Exhibition (MICE) dan memaksimalkan potensial market dari sektor pariwisata. GMU berencana membangun banyak hotel yang tersebar di seluruh Indonesia. Hotel-hotel tersebut dibangun berdekatan dengan convention and exhibition hall di kota-kota besar yang tersebar di Indonesia. Sebut saja Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan dan Santika Siligita di Bali (http://travel.kompas.com). Mengingat perkembangan pembangunan hotel di wilayah Tangerang cukup pesat, hal ini yang menjadi persaingan ketat bagi bisnis perhotelan. Banyaknya hotel yang berkembang dapat dilihat bangunan hotel yang berdiri di kawasan Tangerang. Dan salah satunya adalah hotel yang didirikan dibawah naungan perusahaan properti besar yaitu Paramount Serpong. Hotel Atria merupakan hotel yang terbilang baru dalam kiprahnya di dunia perhotelan. Pasalnya hotel yang dinaungi dari perusahaan properti besar yaitu Paramount baru diresmikan pada 12.12.12 ( 12 Desember 2012) lalu. Walaupun dengan pergantian nama yang baru, Atria Hotel And Conference dibangun di kawasan CBD Paramount Serpong, diatas lahan seluas 4.050 m2. Bangunan ini terdiri atas 14 lantai termasuk basement, dengan total luas bangunan 12.300m2 dan juga melibatkan konsultan-konsultan ternama. Banyaknya hotel yang berkembang dan juga menjadi persaingan ketat, menjadikan perusahaan sadar akan pentingya brand / merk. Menurut Kotler (2005:82), merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan mutu, tetapi merek lebih dari sekedar symbol. Sementara definisi merek yang dikemukakan oleh American Marketing Association dalam buku “The Power of Brand”, Freddy Rangkuti (2002:2) adalah: “nama, istilah, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu symbol. Tanpa disadari bagi banyak orang brand / merk itu sendiri dapat mempengaruhi perilaku konsumen atau dengan kata lain dapat mempengaruhi tindakan pembelian. Brand bisa memberikan makna tersendiri bagi konsumen. Konsumen bisa merasakan suatu brand dari pengalaman menggunakannya dan program-program pemasaran yang diberikan produk tersebut selama bertahuntahun. Mereka bisa tahu brand mana yang dapat memenuhi kebutuhannya dan mana yang tidak. Sebagai akibatnya, brand bisa sangat memengaruhi keputusan untuk membeli. 2 Jika konsumen sudah mengenali suatu brand dan mempunyai pengetahuan atau pengalaman akan brand ini, mereka tidak perlu banyak berpikir lagi untuk memutuskan membeli produk tersebut. Dari sudut pandang ekonomi, brand bisa mengurangi kesulitan dalam memilih produk, baik secara internal (dalam arti seberapa banyak mereka harus berpikir) dan secara eksternal (dalam arti seberapa banyak mereka harus berkeliling mencari). Berdasarkan apa yang sudah diketahui akan suatu brand (kualitas, karakteristik, dan lain-lain), konsumen bisa membuat asumsi tentang apa saja yang mungkin belum mereka ketahui tentang brand tersebut. Dan secara tidak langsung konsumen dapat menentukan positioning perusahaan itu sendiri. Positioning yang sudah melekat pada perusahaan akan menentukan juga image dan reputasi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Namun ketika sebuah produk atau jasa yang dihasilkan sudah mendapat posisi dimana konsumen minat dan mempercayai untuk memakainya, tetap saja merk membutuhkan pemeliharaan dan pengawasan agar tetap bertahan. Pada dasarnya perusahaan juga berhadapan dengan bagaimana strategi komunikasi untuk positioning itu sendiri, sehingga dapat menjelaskan rincian brand / merk, menjelaskan keunikan serta kelebihan-kelebihannya. Pentingnya dalam sebuah strategi komunikasi tidak hanya untuk mencapainya target penjualan produk, namun juga untuk menciptakan kepercayaan dibenak konsumen. Pada dasarnya sebelum konsumen dapat membeli ataupun menggunakan produk tersebut ada tahap dimana konsumen mengenal, mempercayai, lalu dilakukan keputusan membeli, dan pada akhirnya memakai atau menggunakan produk tersebut. Apalagi dengan perkembangan teknologi masyarakat kini semakin kritis dalam memilih produk mana yang benarbenar cocok untuk digunakan. Kebutuhan konsumen dengan janji merk yang dihasilkan harus selaras, sehingga dapat menciptakan reputasi dikalangan masyarakat. Begitu juga sebaliknya jika janji atau posisi merk sudah berbanding terbalik dengan harapan atau kebutuhan konsumen maka reputasi akan mengalami ketimpangan. Demi memberikan kepuasan yang maksimal untuk para konsumen dan pelanggan, maka suatu brand atau merk tidak selalu pada posisi atau bentuk yang lama. Ketika perusahaan yang memiliki brand atau merk yang sudah mapan, namun merasa kuno, usang, ataupun merasa perlu menggantikan atribut – atribut baru dalam sebuah brand-nya agar terasa lebih “segar” dan baru lagi. Hal ini biasa dilakukan oleh banyak perusahaan untuk mendongkrak atau memberikan suasana baru bagi konsumen. Kegiatan seperti ini biasa disebut dengan rebranding. Menurut pendapat Larslong ( 2004:16-17 ) mengatakan bahwa kegiatan rebranding adalah tindakan dimana perusahaan mencoba untuk penempatan posisi atau alokasi secara berbeda dalam pasar. Dimana hal positif yang didapat adalah seperti produk benar-benar baru. Rebranding sebagai sebuah perubahan merek, seringkali identik dengan perubahan logo ataupun lambang sebuah merk. Dengan 3 kata lain, ketika melakukan rebranding maka yang berubah ialah nilai – nilai dalam merk itu sendiri. Walaupun konsep rebranding sudah umum dilakukan oleh sebagian industri dalam memperbaharui brand atau merk, namun masih ampuh untuk menciptakan suatu hal yang baru. Setiap perusahaan memliki alasan masing – masing dalam melakukan rebranding, tergantung faktor apa yang melandasi perubahan tersebut dilakukan. Namun ada beberapa alasan perusahaan melakukan perubahan merk ataupun rebranding menurut Fandy Tjiptono (2008:374) dalam bukunya “Pemasaran Strategik”. Seperti yang dikemukakan beliau beberapanya adalah: 1. Menyegarkan kembali atau memperbaiki citra merk 2. Memulihkan citra setelah terjadinya krisis atau skandal 3. Bagian dari merger atau akuisisi 4. Bagian dari de-merger atau spin-off 5. Mengharmonisasikan merek di pasar international 6. Pembaharuan portofolia merek, yaitu suatu merek yang yang dibuat dengan tujuan memberikan keyakinan. 7. Mendukung arah strategik baru perusahaan. Alasan lain mengapa perusahaan melakukan aktivitas rebranding baik secara keseluruhan ataupun pada brand yang dimilikinya, dapat disebabkan oleh beberapa hal lain. Antara lain, untuk memodifikasi citra perusahaan atau brand tersebut. Adanya perubahan struktur organisasi, perubahan strategi perusahaan atau munculnya faktor-faktor lain dari lingkungan ekternal yang menuntut perusahaan untuk melakukan aksi perubahan. Ketika perusahaan merencanakan dan menjalankan rebranding, tidak hanya logo, nama atau atribut yang diubah. Bagian dalam perusahaan atau internal juga perlu dibenahi lagi seperti sumber daya atau manajemen baru. Strategi rebranding perlu dilakukan dengan teknik komunikasi yang baik dan benar. Selain itu juga perlu ditunjang dengan penampilan para praktisi atau karyawan perusahaan. Performa para praktisi atau karyawan tersebut dapat menciptakan kesan yang baik dan buruk. Pada akhirnya, kesan tersebut dapat melekat dan mempengaruhi citra perusahaan yang mereka wakili. Namun bagi beberapa perusahaan pergantian nama atau yang sering disebut rebranding dianggap efektif dalam meningkatkan dalam persaingan bisnis. Salah satu contoh yang sudah dijalankan oleh Hotel di Jakarta terkait dalam kegiatan rebranding seperti hotel Nikko yang sekarang menjadi Hotel Pullman. Pada 19 Januari 2012 secara resmi Hotel Nikko Jakarta mengalami proses rebranding atau pengubahan nama menjadi Hotel Pullman. Hal ini terjadi setelah pengelolaan operasionalnya diambil alih perusahaan operator hotel terkemuka, Accor. Berkaitan dengan rebranding itu, Hotel Nikko Jakarta akan 4 mendekorasi ulang besar-besaran yang mencakup kamar-kamar hotel, lobi, restoran, serta penambahan ruang ballroom. Penambahan ruang ballroom tersebut diperkirakan akan mampu mengakomodasi hingga sebanyak 1.000 tamu (http://www.republika.co.id/ ) . Pergantian nama Hotel Nikko menjadi Hotel Pullman merupakan salah satu bukti bahwa kegiatan rebranding menjadi strategi efektif dalam persaingan bisnis di Indonesia, khususnya pada bisnis perhotelan. Pergantian nama Hotel Nikko menjadi Hotel Pullman juga melibatkan pada pergantian operator hotel, yang kini dikelola oleh Accor. Accor merupakan operator hotel terbesar di Asia Pasifik, yang berencana akan mengembangkan Hotel Pullman. Selain itu juga, Accor berencana memperkokoh posisi-nya sebagai operator hotel terbesar di Indonesia yang hingga saat ini telah mengoperasikan 45 hotel di seluruh Indonesia. Inisiatif ini juga mencerminkan prioritas Accor dalam mengembangkan brand Pullman yang telah berkembang hingga lebih dari 70 hotel di seluruh dunia hanya dalam periode tiga tahun (http://www.marketing.co.id). Melihat cukup banyaknya pergantian nama hotel dapat mudah ditemukan, khususnya wilayah Jakarta, seperti contoh Hotel yang sudah lama dikenal dengan Hilton International Hotel kini menjadi The Sultan. Hotel Hilton merupakan hotel bertaraf internasional yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Jakarta Hilton International Hotel dibangun pada tahun 1976. Hotel yang berlokasi di segitiga emas Jakarta tersebut memiliki jumlah total 1.104 kamar, sembilan ruang banguet dan satu ballroom, fasilitas oleh raga dan rekreasi, serta beragam fasilitas hotel lima lainnya. Namun kini berubah namanya menjadii The Sultan, hal ini dilakukan karena adanya pemutusan kontrak dengan jaringan Hilton International. The Sultan kemudian dikelola oleh Singgasana Hotels dan Resorts, perusahaan pengembang dan properti Indonesia yang sudah berdiri sejak 2001. Pihak The Sultan lebih memilih untuk menjalankan bisnis sendiri dan mandiri,hal ini dipilih karena dapat bebas untuk menonjolkan diri diantara grupgrup hotel internasional di Jakarta. Sesuai dengan nama baru yang dipilih, pengelola The Sultan juga akan menerapkan konsep-konsep yang diadopsi dari budaya jawa. Hal ini dapat terlihat dari nama barunya yaitu The Sultan, dimana memiliki unsur Jawa di dalamnya. Unsur Jawa akan diberikan pada seluruh aspek acara, perayaan, dan pelayanan. Selain itu juga pihak The Sultan lebih optimis akan nama brand barunya, yang terpenting adalah fasilitas, lokasi dan pelayanan yang terbaik. Selain itu, karena rebranding berhubungan image, maka peran Public relations (selanjutnya PR) dipercaya tepat dalam menangani hal tersebut. Dimana bila melihat salah satu peran Public relations dalam sebuah perusahaan adalah menciptakan image baik. Melalui cara strategis yang tepat untuk mengimplemetasikan rebranding dalam salah satu caranya agar perusahaan terus menjalankan kiprahnya dalam ketatnya persaingan bisnis. 5 Dan belum lama ini perusahaan yang baru saja mengimplementasikan kegiatan rebrandaing yaitu perusahaan properti yang cukup besar. Perusahaan Paramount yang berlokasi di Gading Serpong, Tangerang ini telah mengganti nama hotelnya pada 12 Desember 2012 lalu. Hotel yang sebelumnya bernama Aston Paramaount , namun sekarang sudah diganti menjadi Atria Hotel and Conference. Menjadi salah satu pengembang properti besar di wilayah Tangerang sudah digenggaman Paramount. Kesuksesan yang diraih oleh pengembang bisnis properti ini, terbukti keseriusan Paramount membangun sebuah kawasan yang lengkap. Baik Hotel, Perkantoran, tempat usaha, tempat perbelanjaan, rekreasi dan hiburan, pusat makanan, penndidikan, klinik kesehatan, dan fasilitas lainnya. Pada 2010 lalu Aston Paramount Serpong Hotel & Conference Center (APSHCC) telah berdiri dan beroperasi, hingga 2012 dan terbukti cukup banyak pengunjungnya. Hal ini terlihat sejak berdirinya hotel Aston namun tetap dalam kerjasama Paramount, tetap ramai dikunjungi dan juga banyak menawarkan promo – promo menarik. Eksistensi dari Aston International memang sudah tidak diragukan lagi. Dan Aston Paramount Serpong juga masih sedikit banyak campur tangan dari manajemen Archipelago. Maka untuk dapat menarik pengunjung pun bukan menjadi langkah yang sulit. Karena sebelumnya Hotel Aston memang sudah dikenal lebih dulu dibenak masyarakat. Apalagi Aston Paramount Serpong Hotel & Conference Center (APSHCC) tersebut memiliki fasilitas hotel sekelas bintang empat. Lalu pada akhir taun 2012 Paramount optimis untuk berkiprah sendiri mengelola Hotel miliknya tersebut. Dan pada 12 November 2012 (12.12.12) diresmikannya Atria Hotel & Conference Paramount Serpong (AHCPS). Paramount sudah bekerja sama dengan manajemen Aston hingga dua tahun, dan kini telah optimis untuk melakukan rebranding dan mengelola langsung dibawah pengelolaan Paramount, dan lepas hubungan dengan manajemen Aston. Eksekusi dari bentuk kegiatan rebranding tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Tentunya aktivitas – aktivitas ini harus tetap dikommunikasikan dengan visual ataupun non- visual. Mengedukasi khalayak tentang adanya aktivitas re-branding dari Aston Paramount Serpong Hotel & Conference Center (APSHCC) yang berganti nama menjadi Atria Hotel & Conference Paramount Serpong (AHCPS) memang tidak semudah yang dibayangkan. Memiliki brand yang baik, dalam arti mudah diingat oleh masyarakat, mudah diucapkan, menggambarkan dari segi manfaat, dan memiliki citra yang baik, dan sebagainya, tentu mempengaruhi pembentukan sikap dari pelanggan. Oleh sebab itu sepatutnya perusahaan selalu membuat brand yang dikenal oleh masyarakat luas melalui promosi dan komunikasi yang tepat sasaran. Oleh karena itu untuk mempelajari dan mengetahui strategi Public relations yang digunakan dalam kegiatan rebranding Atria Hotel & conference 6 Paramount Serpong, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai “ Strategi Public relations dalam proses rebranding (Studi mengenai perubahan Aston Paramount Serpong Hotel & Conference Center menjadi Atria Hotel & Conference Paramount Serpong )“ 1.2 Perumusan Masalah Pada uraian yang sudah dijabarkan pada latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi Public relations dalam proses rebranding yang dilakukan oleh Atria Hotel & Conference Paramaount Serpong? 1.3 Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan berikut ini: 1 Untuk mengetahui strategi PR yang dilakukan oleh Atria Hotel & Conference Paramount Serpong 2 Untuk mengetahui proses rebranding yang dilakukan oleh Atria Hotel & Conference Paramount Serpong 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi positif terkait dengan hasil penelitian terkait dengan strategi PR dalam proses rebranding perusahaan: 1.4.1 Kegunaan Akademis Sebagai salah satu pengembangan teori atau konsep Public Relations, khususnya dalam kegiatan rebranding. Dimana industri perhotelan yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini cukup menarik. Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang relevan menjadi sumber referensi yang bermanfaat di bidang perhotelan dalam kajian public relations. 1.4.2 Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam Public Relations ataupun bagi praktisi PR dimana strategi Public relations dapat membantu dalam sebuah proses rebranding. 7 Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan atau referensi, sekaligus menjadi tolak ukur bagi industri perhotelan di Tangerang dalam upaya rebranding hotel yang berkualitas di masa akan mendatang. 8