6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Pengertian DBD

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Pengertian
DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Ae.albopictus, ditandai dengan
demam 2 – 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan
jumlah trombosit < 100.000 / mm3, adanya kebocoran plasma ditandai
peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai normal (Kemenkes, 2013)
2. Etiologi
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue termasuk famili
Flaviviridae, secara serologi terdapat 4 tipe 1, 2, 3, 4. Dikenal 3 macam
lagi arbovirus yaitu Chikungunya dan 0’nyong-nyong dari genus
Togavirus dan West Nile fever dari genus Flavivirus, yang mengakibatkan
gejala demam dan ruam yang mirip DBD (Widagdo, 2011).
3. Patofisiologi dan patogenesis
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan
terbentuklah kompleks virus antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktivasi
sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,
dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
6
7
mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, VII, IX, X, dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama peradarahan saluran gastrointestinal pada DBD.
Faktor yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik.Renjatan
terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah, dengan hilangnya plasma klien
mengalami hypovolemik. Apabila tidak diatasi akan terjadi anoksia
jaringan, asidosis metabolic dan kematian.
8
Infeksi virus dengue
Kompleks virus antibody
Aktivasi komplemen
depresi sumsum tulang
perdarahan;trombositopenia
Antihistamin dilepaskan
Permeabilitas membrane meningkat
Kebocoran plasma
hipovolemia
renjatan (syok) hipovolemi, hipotensi
asidosis metabolic
Gambar 2.1. Patofisiologi DBD (Suriadi dan Yuliani, 2010).
4. Klasifikasi
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) derajat demam berdarah dengue
dibagi menjadi empat tingkatan yaitu :
9
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan,
uji tourniquet positif, trombositopenia dan hemokonsntrasi.
b. Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
c. Derajat III : Kegagalan sirkulasi, nadi cepat dna lemah, hipotensi, kulit
dingin lembab, dan gelisah.
d. Derajat IV : Renjatan berat, denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat
di ukur.
5. Keluhan Subjektif
Alasan atau keluhan utama pada pasien DBD ketika datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah (Nursalam, Susilaningrum,
Utami, 2008). Keluhan lain yang menandai adanya infeksi virus dengue
sesuai dengan keluhan dari pasien adalah sakit kepala (pada dahi dan
belakang mata), nyeri pada otot atau persendian, muntah, diare, batuk,
kadang-kadang nyeri perut dan nyeri dada (Widagdo, 2011).
Penderita mengeluh sakit tenggorokan, tetapi tidak disertai batuk atau
pilek. Sakit epigastrium, dan nyeri perut umum terjadi. Terkadang terjadi
kejang akibat panas tinggi. Penderita biasanya mempunyai riwayat pernah
mengunjungi daerah dengan penyakit endemis, karena masa inkubasi
dengue antara 3-14 hari, jika gejala klinik baru terjadi 2 minggu sesudah
seseorang meninggalkan daerah endemis dengue, kemungkinan besar
10
bukan dengue. Banyak penderita dengue menunjukkan gejala awal yang
berlangsung selama 2-3 hari berupa menggigil, terdapat bercak eritema
pada kulit dan wajah kemerahan (facial flushing) (Soedarto, 2012).
6. Kriteria Klinik dan Laboratoris
Menurut Rampengan (2008) :
a. Kriteria klinik
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari,
dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi
oleh antipiretika maupun surface cooling.
2) Manifestasi perdarahan
a) Dengan manipulasi, yaitu uji tourniquet positif
b) Spontan, yaitu petekie, ekimose, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis atau melena.
3) Pembesaran hati
4) Syok yang ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tak
teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol,
disertai kulit yang teraba lembap dan dingin, terutama pada ujung
jari tangan, kaki dan hidung, penderita menjadi lemah, gelisah
sampai menurunnya kesadaran dan timbul sianosis di sekitar
mulut.
11
b. Kriteria laboratoris
1) Trombositopenia : jumlah trombosit ≤100.000/mm3
2) Hemokonsentrasi : meningginya angka hematokrit atau Hb ≥20%
dibandingkan
dengan
nilai
pada
masa
konvalesen,
atau
dibandingkan dengan nilai Hct/Hb rata-rata pada anak di daerah
tersebut.
7. Prognosis
Bila tidak terjadi renjatan, dalam 24-36 jam biasanya prognosis
menjadi baik. Jika lebih dari 36 jam belum ada tanda-tanda perbaikan,
kemungkinan sembuh kecil dan prognosis menjadi buruk (Rampengan,
2008). Kematian akibat DBD adalah 40-50 % dari anak yang mengalami
renjatan, tetapi dengan perawatan di ICU, maka angka kematian dapat
dikurangi menjadi 2 %. Kadang-kadang terdapat sekuele berupa defek
otak akibat dari renjatan dan perdarahan otak (Widagdo, 2011).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk klien dengan DBD adalah penanganan pada derajat
I hingga derajat IV.
a. Derajat I & II
1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus ringer laktat (RL)
dengan dosis 75 ml/kgBB/hari untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg atau bersama diberikan oralit, air buah atau susu
12
secukupnya, atau pemberian cairan dalam waktu 24 jam antara
lain sebagai berikut.
a) 100 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB <25 kg
b) 75 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB 26-30 kg
c) 60 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 kg
d) 50 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50kg
3) Pemberian obat antibiotik apabila infeksi sekunder
4) Pemberian antipieretika untuk menurunkan panas dan berikan
surface cooling (kompres)
5) Apabila perdarahan hebat maka berikan tranfusi darah 15
cc/kgBB/hari
6) Pemberian antikonvulsan bila anak mengalami kejang
a) Diazepam (Valium)
b) Fenobarbital (Luminal) (Rampengan, 2008)
b. Derajat III
1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus ringer laktat (RL)
dengan dosis 20 ml/kgBB/jam, apabila ada perbaikan lanjutkan
pemberian RL 10 ml/kgBB/jam, jika nadi dan tensi tidak stabil
lanjutkan jumlah cairan berdasarkan kebutuhan dalam waktu 24
jam dikurangi cairan yang sudah masuk dengan perhitungan
sebagai berikut.
a) 100 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB <25 kg
13
b) 75 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB 26-30 kg
c) 60 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 kg
d) 50 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50kg
2) Pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 ml/kgBB/jam dan dapat diulang maksimal 30
ml/kgBB dalam 24 jam, apabila setelah 1 jam pemberian RL 20
ml/kgBB/jam keadaan tekanan darah kurang dari 80 mmHg dan
nadi lemah, maka berikan cairan yang cukup berupa infus RL
dengan
dosis
20
ml/kgBB/jam,
jika
baik
lanjutkan
RL
sebagaimana perhitungan di atas.
3) Apabila 1 jam pemberian RL 10 m/kgBB/jam keadaan tensi masih
menurun dan dibawah 80 mmHg, maka penderita harus
mendapatkan plasma ekspander sebanyak 10 ml/kgBB/jam di
ulang maksimal 30 mg/kgBB/24 jam. Bila baik, lanjutkan cairan
RL sebagaimana perhitungan di atas.
c. Derajat IV
1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus ringer laktat (RL)
dengan dosis 30 ml/kgBB/jam, apabila keadaan tekanan darah
baik, lanjutkan RL sebanyak 10 ml/kgBB/jam sebagaiman
perhitungan diatas.
2) Apabila keadaan tensi memburuk maka harus dipasang dua saluran
infus dengan tujuan satu untuk RL 10 ml/kgBB/jam dan satunya
14
pemberian
plasma
ekspander
(dextran
L)
sebanyak
20
ml/kgBB/jam selama 1 jam, jika membaik lanjutkan RL
sebagaimana perhitungan diatas.
3) Apabila keadaan masih juga buruk, maka berikan plasma
ekspander 20 ml/kgBB/jam,
jika membaik
lanjutkan
RL
sebagaimana perhitungan diatas.
4) Apabila masih tetap buruk, maka berikan plasma ekspander 10
ml/kgBB/jam diulangi maksimum 30 ml/kgBB/jam, jika membaik,
lanjutkan RL sebagaimana perhitungan diatas.
5) Jika setelah dua jam pemberian plasma dan RL tidak menunjukkan
perbaikan, maka konsultasikan ke bagian anestesi untuk perlu
tidaknya dipasang central vascular pressure / CVP
(Hidayat, 2013).
15
B. Teori Manajemen Kebidanan
Manajemen asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam berdarah
dengue adalah sebagai berikut :
1. Langkah I (Pertama) : Tahap Pengumpulan atau Penyajian Data
Dasar Secara Lengkap
a. Data subjektif
1) Keluhan
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah (Nursalam,
susilaningrum, Utami, 2013).
2) Identitas
a) Usia
Rata-rata penderita DBD adalah anak-anak, ini menunjukkan
bahwa usia anak belum mengerti arti hidup sehat dan menjaga
kehidupan sehat (Sigalingging, 2011).
b) Alamat
Alamat diperlukan untuk mengetahui lingkungan tempat
tinggal, nyamuk Aedes Aegypti hidup di sekitar rumah yang
banyak tempat penampungan air (Rampengan, 2008).
c) Pendidikan orang tua
Pendidikan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kemauan
keluarga untuk menjaga kesehatan dan memelihara lingkungan
16
yang bersih untuk mencegah terjadinya sarang nyamuk artinya
dengan makin tingginya pendidikan responden maka secara
mudah menerima informasi yang diberikan petugas kesehatan
tentang pencegahan penyakit DBD ( Sigalingging, 2011).
d) Pekerjaan orang tua
Keluarga yang datang berkunjung ke pelayanan kesehatan dan
mau melakukan penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan
adalah
keluarga
yang
menghargai
dan
memelukan
pemeliharaan hidup sehat. Hal ini ditentukan oleh jenis
pekerjaan
untuk
mengahsilkan
uang
sehingga
dapat
mempertahankan kesehatannya (Sigalingging, 2011).
3) Data kesehatan meliputi
a) Riwayat imunisasi
Bila
anak
mempunyai
kekebalan
tubuh
yang
baik,
kemungkinan timbul komplikasi dapat dihindarkan (Nursalam,
Susilaningrum, Utami, 2013).
b) Riwayat penyakit sekarang
Badan panas, suhu tubuh tinggi secara mendadak dalam waktu
2 – 7 hari, terdapat bintik merah pada ektremitas dan dada,
selaput mukosa mulut kering, epistaksis, gusi berdarah,
pembesaran hepar, kadang disertai kejang dan penurunan
kesadaran (Elyas, 2013).
17
c) Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DBD, anak
biasanya mengalami serangan ulangan DBD dengan tipe virus
yang lain (Nursalam, Susilaningrum, Utami, 2013).
d) Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang terserang
DBD (Elyas, 2013)
e) Kondisi lingkungan
DBD sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya,
lingkungan
yang
kurang
kebersihannya
(air
yang
menggenang), dan gantungan baju di kamar (Nursalam,
Susilaningrum, Utami, 2013).
4) Data pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Nutrisi
Pemberian
suplemen
makanan
penderita
DBD
tentu
merupakan pilihan yang bijak. Mengingat belum adanya obat
virusid
yang
tersedia,
sewajarnya
promosi
kesehatan
ditegaskan sebagai salah satu upaya pencegahan DBD, dengan
cara meningkatkan status gizi setiap insan yang hidup di
daerah endemis dapat ditingkatkan sehingga kelak diharapkan
berperan meredam keganasan virus penyebab DBD (Effendi
dkk, 2010). Pada penderita DBD terjadi gangguan pemenuhan
18
nutrisi yang disebabkan oleh penurunan nafsu makan (Hidayat,
2013).
b) Eliminasi
Eliminasi alvi (buang air besar) kadang-kadang anak
mengalami diare atau konstipasi. DBD pada grade III dan IV
biasanya terjadi melena. Eliminasi urine ( buang air kecil)
perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak.
DBD pada grade IV sering terjadi hematuria (Nursalam,
Susilaningrum, Utami, 2013).
c) Pola tidur
kebiasaan tidur pagi/sore hari dimana pada pagi/sore hari
adalah puncaknya nyamuk menggigit manusia karena aktifitas
menggigit nyamuk aedes aegypti lebih efektif dimana saat
tersebut kondisi tingkat kelembaban dan penerangan dalam
rumah memungkinkan untuk lebih aktif menggigit (Abbas,
Arsin, Syafar, 2010).
b. Data objektif
Data objektif meliputi pemeriksaan secara umum, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
1) Pemeriksaan secara umum
19
Pemeriksaan secaran umum berdasarkan tingkatan (Grade) DBD
meliputi kesadaran, keadaan umum dan tanda-tanda vital menurut
Nursalam, Susilaningrum dan Utami (2013)
a) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital nadi lemah.
b) Grade II : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital nadi lemah dan tidak teratur, tensi menurun.
c) Grade III : kesadaran apatis/somnolen, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital nadi lemah dan tidak teratur, tensi menurun.
d) Grade IV : kesadaran koma, nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur dan pernapasan tidak teratur.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menurut Nursalam, Susilaningrum, dan Utami
(2013)
a) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri dan tenggorokan mengalami hiperemia
faring.
b) Muka
Muka tampak kemerahan karena demam ( flushy ).
c) Mata
Mata tampak anemis.
d) Telinga
20
Terjadi perdarahan pada telinga (grade II,III,IV).
e) Mulut
Pada mulut didapatkan mukosa mulut kering, kotor, dan
perdarahan pada gusi.
f) Hidung
Hidung kadang mengalami perdarahan/epistaksis (grade
II,III,IV)
g) Dada
Bentuk simetris, kadang-kadang sesak, pada foto thoraks
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi
pleura) biasanya pada grade III dan IV.
h) Perut
Pada perut terdapat nyeri tekan dan pembesaran hati
(hepatomegali)
i) Kulit
Adanya petekie, turgor kulit menurun, keringat dingin dan
lembab.
3) Pemeriksaan penunjang
Menurut Rampengan (2008) pemerikasaan penunjang meliputi,
a) Laboratorium
Trombositopenia (≤100.000/mm3), Hematokonsentrasi yaitu
meningginya nilai hematokrit atau Hb ≥20% dibandingkan
21
dengan nilai konvaselen, atau dibandingkan dengan nilai
Hct/Hb rata-rata pada anak di daerah tersebut
b) Uji tourniquet
Uji tourniquet positif, yaitu dengan mempertahankan manset
tensimeter pada tekanan antara sistole dan diastole selama 5
menit kemudian dilihat apakah timbul petekie atau tidak di
daerah volar lengan bawah.
2. Langkah II (Kedua) : Interpretasi Data Dasar
a. Diagnosis kebidanan
Diagnosis kebidanan: An. A umur 3 tahun dengan demam berdarah
dengue (DBD)
Dasar dari diagnosis tersebut adalah
1) Dasar subjektif
a) Pernyataan orang tua/keluarga tentang biodata pasien meliputi
nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang
tua, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua (Nursalam,
Susilaningrum, Utami, 2013).
b) Pernyataan orang tua/keluarga tentang keadaan pasien yaitu
demam, batuk, lemas, muntah, terdapat bintik merah pada
kulit, dan terdapat darah pada waktu muntah, batuk, kencing
atau berak (Wadigdo, 2011)
2) Dasar objektif
22
a) Terdapat kenaikan suhu, denyut nadi cepat, lemah, dan
hipotensi (Rampengan, 2008).
b) Perdarahan terutama perdarahan dibawah kulit dan pembesaran
hati (Suriadi dan Yuliani, 2010)
c) Pemeriksaan darah pasien menunjukkan trombosit yang kurang
dari 100.000 per ml, hematocrit lebih dari 20 % dan
hemoglobin lebih dari 20% (Soedarto, 2012)
b. Masalah
Kekurangan cairan dan elektrolit akibat demam dan muntah yang
dialami anak (Widagdo, 2011)
c. Kebutuhan
Istirahat selama demam, pemberian cairan dan asupan nutrisi (
Widagdo, 2011)
3. Langkah III (Ketiga) : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah
Potensial dan mengantisipasi penanganannya
Diagnosis potensial yang mungkin terjadi pada kasus DBD adalah
terjadinya Dengue Shock Sindrom (DSS). Antisipasi penanganan yang
diakukan bidan meliputi :
a. Memonitor vital sign setiap 4-6 jam (Rampengan, 2008).
b. Pemberian minum banyak 1,5-2 liter/24 jam dengan air teh, gula, atau
susu (Suriadi dan Yuliani, 2010)
23
4. Langkah IV (Keempat) : Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Kolaborasi dengan tim laboratorium diperlukan dalam menegakkan
diagnosis yang tepat, meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit,
trombosit, dan titer IgG dan IgM yang digunakan untuk memberikan
terapi yang tepat (Rampengan, 2008). Diperlukan kolaborasi dengan
dokter Sp.A untuk pemberian terapi (Nursalam, Susilaningrum, Utami,
2008).
5. Langkah V (Kelima) : Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh
Perencanaan asuhan pada anak dengan DBD adalah :
a. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan
setiap 4 - 6 jam. Jika ditemukan tanda-tanda syok, observasi tiap 15-30
menit (Rampengan, 2008).
b. Berikan air minum sebanyak 1,5-2 liter/ 24 jam dengan air teh, gula,
atau susu (Suriadi dan Yuliani, 2010). Apabila anak terus menerus
muntah, tidak mau minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat
pada pemeriksaan berkala dilakukan pemberian cairan intravena
(Rampengan, 2008).
c.
Observasi dan catat intake dan output cairan (Suriadi dan Yuliani,
2010). Bila dengan pemberian cairan ini ternyata hematokrit masih
tinggi maka hal ini merupakan indikasi untuk memberi plasma. Perlu
diperhatikan pada pemberian cairan ini adalah menghindari kelebihan
cairan tubuh yang dapat menimbulkan gagal jantung (Widagdo, 2011).
24
d. Lakukan surface cooling atau kompres untuk menurunkan demamnya
(Rampengan, 2008)
e. Lakukan Kolaborasi dengan dokter Sp. A untuk pemberian terapi :
1) Derajat I & II
a) Pemberian cairan yang cukup dengan infus ringer laktat (RL)
dengan dosis 75 ml/kgBB/hari untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg atau bersama diberikan oralit, air buah atau
susu secukupnya, atau pemberian cairan dalam waktu 24 jam
antara lain sebagai berikut.
b) Pemberian obat antibiotik apabila ada infeksi sekunder
c) Pemberian antipieretika untuk menurunkan panas dan berikan
surface cooling (kompres)
d) Apabila perdarahan hebat maka berikan tranfusi darah 15
cc/kgBB/hari
e) Pemberian
antikonvulsan
bila
anak
mengalami
kejang
(Rampengan, 2008)
2) Derajat III
a) Pemberian cairan yang cukup dengan infus ringer laktat (RL)
dengan dosis 20 ml/kgBB/jam, apabila ada perbaikan lanjutkan
pemberian RL 10 ml/kgBB/jam, jika nadi dan tensi tidak stabil
lanjutkan jumlah cairan berdasarkan kebutuhan dalam waktu
25
24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dengan perhitungan
sebagai berikut.
b) Pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 ml/kgBB/jam dan dapat diulang
maksimal 30 ml/kgBB dalam 24 jam, apabila setelah 1 jam
pemberian RL 20 ml/kgBB/jam keadaan tekanan darah kurang
dari 80 mmHg dan nadi lemah, maka berikan cairan yang
cukup berupa infus RL dengan dosis 20 ml/kgBB/jam, jika
baik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan di atas.
c) Apabila 1 jam pemberian RL 10 m/kgBB/jam keadaan tensi
masih menurun dan dibawah 80 mmHg, maka penderita harus
mendapatkan plasma ekspander sebanyak 10 ml/kgBB/jam di
ulang maksimal 30 mg/kgBB/24 jam. Bila baik, lanjutkan
cairan RL sebagaimana perhitungan di atas.
3) Derajat IV
a) Pemberian cairan yang cukup dengan infus ringer laktat (RL)
dengan dosis 30 ml/kgBB/jam, apabila keadaan tekanan darah
baik, lanjutkan RL sebanyak 10 ml/kgBB/jam sebagaiman
perhitungan diatas.
b) Apabila keadaan tensi memburuk maka harus dipasang dua
saluran infus dengan tujuan satu untuk RL 10 ml/kgBB/jam
dan satunya pemberian plasma ekspander (dextran L) sebanyak
26
20 ml/kgBB/jam selama 1 jam, jika membaik lanjutkan RL
sebagaimana perhitungan diatas.
c) Apabila keadaan masih juga buruk, maka berikan plasma
ekspander 20 ml/kgBB/jam, jika membaik lanjutkan RL
sebagaimana perhitungan diatas.
d) Apabila masih tetap buruk, maka berikan plasma ekspander 10
ml/kgBB/jam diulangi maksimum 30 ml/kgBB/jam, jika
membaik, lanjutkan RL sebagaimana perhitungan diatas.
e) Jika setelah dua jam pemberian plasma dan RL tidak
menunjukkan perbaikan, maka konsultasikan ke bagian
anestesi untuk perlu tidaknya dipasang central vascular
pressure / CVP (Hidayat, 2013).
6. Langkah VI (Keenam) : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan
Efisien dan Aman
Melaksanaan rencana perawatan secara menyeluruh, langkah ini dapat
dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan oleh bidan atau
tim kesehatan yang lain. Apabila tidak dapat melakukannya sendiri bidan
bertanggungjawab untuk memastikan bahwa implementasi benar-benar
dilakukan. Melakukan kolaborasi dengan dokter dan memberi kontribusi
terhadap penatalaksaan perawatan pasien, pelaksanaan rencana tindakan
disesuaikan dengan rencana tindakan (Varney, 2007).
27
7. Langkah VII (Ketujuh) : Evaluasi
Diharapkan ada perbaikan klinis dan laboratoris, anak menunjukkan
tanda terpenuhinya kebutuhan cairan, perfusi jaringan perifer yang
adekuat, kebutuhan nutrisi yang adekuat, dan tanda-tanda vital dalam
batas normal (Suriadi dan Yuliani, 2010).
C. Follow Up Catatan Perkembangan Kondisi Pasien
Tujuh Langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP (Subjektif,
Objektif, Assesment, dan Plan). SOAP disarikan dari proses pemikiran
penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan
klien.
KepMenKes RI No : 938/MenKes/SK/VIII/2007 menjelaskan sebagai berikut:
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesa sebagai langkah 1 Varney. Keluhan utama yang menonjol
pada pasien DBD antara lain anak mulai aktif dan demamnya turun
(Nursalam, Susilaningrum. Utami, 2013).
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney. Pemeriksaan lanjut
meliputi pemeriksaan petekie berkurang atau hilang, pemeriksaan suhu
28
menunjukkan dalam batas normal
dan pemeriksaan laboratorium jumlah
trombosit dan hematokrit dalam batas normal (Suriadi dan Yuliani, 2010).
A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subyektif dan objektif dalam suatu identifikasi sebagai langkah 2 Varney.
Diagnosis lanjut pada An. A umur 3 tahun dengan Demam Berdarah Dengue
(DBD). Masalah yang biasa timbul adalah kebutuhan nutrisi kurang adekuat
sehingga kebutuhan nutrisi perlu di tinggkatkan dengan memberikan makanan
yang disertai suplemen nutrisi (Suriadi dan Yuliani, 2010).
P : Plan
Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi
perencanaan berdasarkan Asessment sebagai langkah 3, 4, 5, 6 dan 7 Varney.
Penatalaksanaan lanjut sesuai perkembangan pasien. Diharapkan ada
perbaikan klinis dan laboratoris, anak menunjukkan tanda terpenuhinya
kebutuhan cairan, perfusi jaringan perifer yang adekuat, kebutuhan nutrisi
yang adekuat, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada saat pasien
pulang, menjelaskan terapi yang diberikan, menjelaskan gejala kekambuhan
penyakit DBD, dan menekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang
ditentukan (Suriadi dan Yuliani, 2010).
Download