model bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak dalam

advertisement
MODEL BIMBINGAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL
TERHADAP ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
DI YAYASAN PULIH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Huwaidah
NIM: 107052001699
Pembimbing
Prof.Dr.H.Ismah Salman, M.Hum
Nip: 19475151967082001
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
ABSTRAK
Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dalam
Perspektif Islam di Yayasan Pulih.
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu secara
terus menerus supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri dan
lingkungan sekitar. Sedangkan model adalah pola, suatu yang dibuat dan
dihasilkan, pencerminan, penggambaran sistem yang nyata atau yang
direncanakan.
Anak dalam perspektif Islam adalah amanah yang harus dididik, dirawat,
dan dijaga. Diakui bahwa dalam masa tumbuh kembang secara fisik dan mental,
anak membutuhkan perawatan, perlindungan yang khusus, serta perlindungan
hukum, baik sebelum maupun sesudah lahir.
Tujuan penelitian ini ingin mengetahui bagaimana model penanganan
korban kekerasan seksual terhadap anak dalam perspektif Islam, serta faktor apa
yang menjadi penghambat dan pendukung dalam bimbingan korban kekerasan
seksual terhadap anak.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan penelitian
kualitatif, yakni berusaha mengungkap, menggambarkan secara faktual
mengenai bagaimana model bimbingan bagi korban kekerasan seksual terhadap
anak di Yayasan Pulih. Dengan lebih menitik beratkan kepada Model
Bimbingan tersebut. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui Model Bimbingan yang
digunakan Yayasan Pulih dalam menangani korban kekerasan seksual terhadap
anak yaitu model layanan tatap muka langsung dengan metode pendekatan
direktif (metode yang bersifat mengarahkan) seperti bermain, menggambar,
bercerita, curhat, dan tanya jawab. Model bimbingan korban kekerasan seksual
terhadap anak dalam perspektif Islam di sini penanganannya dengan pendekatan
bercerita dimana dengan cerita mempermudah pembimbing dalam memasukkan
materi-materi Islami yang dapat membatu pemulihan klien seperti memberikan
cerita-cerita Islami dan cerita penuh hikmah yang akan sangat berguna untuk
klien, contoh kehidupan para rasul, sahabat, para ulama. Sehingga klien dapat
menjalani kehidupan dengan penuh percaya diri, tawakal, bersyukur, dan sabar.
Faktor penghambat dalam bimbingan yaitu, faktor emosi yang tidak stabil,
terjadinya mis komunikasi antara pembimbing dengan klien, Kurangnya
motivasi dari orang terdekat klien serta jarak yang jauh. Sedangkan faktor
pendukungnya yaitu, adanya media (alat peraga), suasana aman dan nyaman,
kesiapan pembimbing, klien yang datang tanpa paksaan juga menjadi faktor
pendukung berlangsungnya proses bimbingan berjalan dengan baik.
i
KATA PENGANTAR
Bimillahirrahmanirrahiim
Alhamdulilah wa syukurillah, segala puji bagi Allah SWT tuhan semesta alam
yang telah memberikan kita segala nikmat yang tak terhingga kepada hambanya
sampai detik ini, dan shalawat serta salam semoga selalu senantiasa terlimpahkan
kepada baginda Muhammad SAW sehingga penulis dapat melewati perjalanan
akademis dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Model Bimbingan
Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dalam Perspektif Islam di Yayasan
Pulih”.
Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini atas
usaha dan upaya yang telah penulis lakukan serta bantuan yang sangat berharga dari
beberapa pihak. Di tengah kesibukannya, mereka menyempatkan waktu luang untuk
berbagai informasi dan motivasi agar penulis mampu mewujudkan skripsi ini. Maka
dengan niat suci dan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada orang-orang atas segala bantuannya terutama kepada :
1.
Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Drs. Wahidin Saputra, MA selaku
Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku
Pembantu Dekan Bidang Administrasi, Drs. Study Rizal LK, MA selaku
Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2.
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
ii
Islam. Atas segala motivasi yang telah diberikan hingga terselesaikannya skripsi
ini.
3.
Prof.Dr.Ismah Salman, M.Hum selaku Pembimbing skripsi yang dengan sabar
telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Terima kasih atas
motivasinya, sehingga bisa terselesaikannya skripsi ini.
4.
Para penguji yang telah memberikan masukan pada skripsi ini.
5.
Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan
dedikasinya, pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada penulis selama
perkuliahan. Khususnya Bapak Drs. Asep Usman selaku Dosen Akhlak Tasawuf,
untuk ilmunya serta telah banyak memberi support kepada penulis.
6.
Teristimewa orang tua penulis, ayahanda tercinta H. Abdul Hamid dan ibunda
tersayang Hj. Choiriyah yang telah mengantarkan penulis hingga seperti
sekarang dengan penuh kasih sayang, doa, kesabaran, keikhlasan dan perjuangan
hidup demi kelangsungan pendidikan putra-putrinya, terima kasih untuk
semuanya.
7.
Kakak, Adekku dan cing nanah tersayang, atas doa dan motivasi yang tak henti
diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini, penulis akan berusaha tidak
mengecewakan kalian. Terima kasih dan tetap selalu menjadi penyemangat
penulis.
8.
Mba Reneta Kristiani dan Mba Astrid WEN selaku Pembimbing beserta Staf
Yayasan Pulih yang telah membantu penulis dalam mencari data yang berkaitan
dengan judul penulis.
9.
Untuk seluruh Staf Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Dakwah
untuk referensi buku-bukunya.
iii
10. Untuk Bang Rafi dan Bang Zul Hendra yang telah banyak meluangkan waktunya
serta dengan kerendahan hatinya membantu penulis serta memberikan referensi
buku, sehingga dapat terselesaikannya skipsi ini. Terima kasih atas semua doa
dan motivasinya semoga Allah membalas kebaikkan mu.
11. Untuk “Geng Kor” (Indah, Vika, Wiwin, dan Ilah) teman-teman seperjuangan
ku, yang tak pernah henti memberi semangat untuk penulis. Semoga pertemanan
kita terjalin abadi dan teman-temanku seperjuangan di Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, khususnya angkatan 2007 selama hampir 4 tahun lamanya
kita berbagi satu sama lain, semoga kita sukses selalu, dan tetaplah menjadi
teman-teman terbaik bagi penulis
Akhirnya penulis berharap semoga apa yang telah diberikan mendapatkan
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan bagi keluarga besar
Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada khususnya.
Jakarta, 9 Juni 2011
Huwaidah
iv
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..............................................................................
v
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
LAMPIRAN – LAMPIRAN .................................................................... vii
Lampiran 1 : Foto-foto Yayasan Pulih................................................... 82
Lampiran 2 : Surat-surat ........................................................................ 85
Lampiran 3 : Hasil wawancara............................................................... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..............................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................
6
D. Metodologi Penelitian .....................................................
7
E. Tinjauan Pustaka ............................................................. 12
F. Sistematika Penulisan...................................................... 13
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Bimbingan
1. Pengertian Bimbingan ............................................... 15
2. Tujuan Bimbingan..................................................... 16
3. Model Bimbingan...................................................... 17
vi
4. Unsur-Unsur Bimbingan ........................................... 18
B. Kekerasan Seksual
1. Pengertian Kekerasan seksual ................................... 19
2. Bentuk-bentuk kekerasan seksual ............................. 24
3. Penyebab Kekerasan Seksual .................................... 25
4. Dampak Kekerasan Seksual ...................................... 28
C. Anak
1. Pengertian Anak ........................................................ 29
2. Kebutuhan Anak…………………………………… 32
3. Tugas-Tugas Perkembangan Anak ........................... 35
4. Anak Dalam Perspektif Islam ................................... 38
BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN PULIH
A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pulih .................................. 46
B. Visi dan Misi Yayasan Pulih ........................................... 47
C. Prinsip Dasar Yayasan Pulih ........................................... 48
D. Layanan Yayasan Pulih ................................................... 49
E. Struktur Yayasan Pulih ................................................... 50
BAB IV
TEMUAN DATA DAN ANALISIS.
A. Temuan Data ................................................................... 52
B. Analisis Data ................................................................... 53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 75
B. Saran................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 79
vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan seksual kerap kali terjadi tidak hanya pada orang dewasa
namun lebih buruknya lagi terjadi pada anak di bawah umur yang kebanyakan
mereka tabu terhadap persoalan tersebut. Kekerasan merupakan salah satu
bentuk tindakan yang tidak terpuji serta dilarang dalam agama. Salah satu
yang tergolong dosa besar dalam Islam adalah hubungan badaniyah antara
laki-laki dan perempuan di luar nikah (zina).
Dalam Al-Qur’an telah di jelaskan dalam surat Al- Is’raa ayat 32 :
         
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah
Suatu perbuatan yang keji. dan Suatu jalan yang buruk” (QS. AlIs’raa: 32).1
Maraknya kasus-kasus kejahatan dan kekerasan termasuk juga kasus
kekerasan seksual terhadap anak merupakan persoalan yang akhir-akhir ini
mendapat sorotan tajam dari masyarakat serta LSM – LSM. Dari 171 kasus
pengaduan kekerasan, kasus kekerasan yang paling banyak terjadi pada anak
adalah kasus kekerasan seksual sebanyak 45,7 % (53 kasus), kekerasan fisik
sebanyak 25 % (29 kasus), penelantaran 20,7 % (24 kasus), dan kekerasan
psikis 8,6 % (10 kasus), sebagian besar dikarenakan pengaruh dari video
1
Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For
Woman (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 285.
1
2
porno, serta maraknya pemberitaan yang tidak baik di media massa maupun
media elektronik dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap anak.2
Data tersebut menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat
dalam memberikan perlindungan anak. Besarnya pengaduan mengenai
kekerasan terhadap anak merupakan warning bagi kita sebagai bangsa untuk
meningkatkan kesadaran pentingnya perlindungan anak.
Kekerasan anak terus ternoda oleh berbagai aksi kekerasan seksual,
baik yang datang dari keluarga, sekolah, lingkungan sekitar, bahkan Negara.
Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu tindakan semena-mena yang
dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjaga dan melindungi anak baik
secara fisik maupun seksual. Pelaku kekerasan seksual di sini pada umumnya
adalah orang terdekat di sekitar anak seperti bapak, paman, guru, kakek, dan
lain sebagainya.3
Kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak dapat menyebabkan
trauma pada anak dan trauma tersebut terjadi berkepanjangan artinya anak
akan mengingat selalu apa yang pernah ia alami (dalam bentuk kekerasan
seksual) sehingga setelah meranjak remaja dan dewasa kelak akan merasa
dihantui rasa takut dengan perasaan menyalahkan diri, penuh kecurigaan pada
orang yang belum dikenal dan permasalahan ini akan berakibat fatal jika pada
masa tersebut anak sudah mengalami tindakan kekerasan seksual dan ia tidak
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
2
Asrorun N’am Sholeh, Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Kompas Tajuk
Rencana, (Jakarta: Minggu, 20 Februari 2011). h. 2.
3
Sugiarno,Indra, Aspek Klinis Kekerasan Pada Anak dan Upaya Pencegahan, Ketua
Satuan Tugas Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia (PP_IDAI), Tahun 2007, h.1. www.google. com
3
Undang-undang No.23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, Pasal
4 berbunyi: ”Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.4
Unicef National Children’s Fundation (UNICEF) perwakilan Indonesia
mencatat kasus kekerasan seksual terhadap anak di dunia selama tahun 2010
hanyalah “Puncak sebuah gunung es”. Kekerasan seksual terhadap anak
umumnya tertutup dan tidak terungkap. Laporan tahunan Unicef 2010 tentang
kondisi anak di Indonesia disebutkan bahwa 60% anak tidak punya akte
kelahiran dan sepertiga pekerja seks komersial adalah anak perempuan di
bawah umur 18 tahun.5
Jika tindak kekerasan seksual terhadap anak terus terjadi bagaimana
nasib anak-anak. Sedangkan anak-anak merupakan generasi penerus bangsa.
Karena apa yang dilihat di waktu kecil akan terekam terus hingga dewasa. Dan
akhirnya tidak menutup kemungkinan kalau kekerasan itu akan terjadi lagi,
kelak anak itu dewasa.
Dalam Perpektif Islam kekerasan seksual terhadap anak adalah sebagai
bentuk pelanggaran amanah. Islam memandang anak merupakan amanah dari
Allah. Semua orang tua berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar
menjadi anak yang soleh dan solehah, berilmu dan bertaqwa.6 Kekerasan
seksual merupakan segala bentuk tindakan penyerangan yang bersifat seksual
4
UU Republik Indonesia No.23 Tahun 2003.
Arist Sirait Merdeka, Kompas,Tajuk Rencana, Perlakuan Salah pada Anak, (Jakarta:
Rabu.18 Januari 2006), h. 3.
6
Rose Mini, A. Priyanto, Perilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannyan
(Yogyakarta: Kansius, 2003), h. 24.
5
4
terhadap anak, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak dan tanpa
memperdulikan antara pelaku dengan korban. Dan Kekerasan terjadi bisa
berupa kekerasan fisik maupun verbal dari pelaku.
Pada umumnya dampak yang terjadi terhadap korban kekerasan
seksual pada reaksi psikologis adalah ketakutan yang bercampur dengan
kemarahan, menunjukkan sikap bermusuhan, merasa malu, cemas, bahkan
sampai pada kecenderungan depresi, dan harga diri rendah. Dan tidak sedikit
para korban kekerasan seksual yang telah mengalaminya menganggap bahwa
dirinya sudah tidak mempunyai masa depan lagi. Pada kondisi seperti itulah
korban kekerasan seksual membutuhkan penguatan, penanganan serta
perlindungan atas apa yang telah terjadi pada dirinya.
Indonesia merupakan Negara yang mayoritas berpenduduk muslim.
Dalam ajaran Islam tidak mengajarkan kekerasan, melainkan Islam
menyebarkan kedamaian dan kasih sayang. Tetapi ironis sekali ketika banyak
terjadi kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan seksual yang
dilakukan oleh orang tua kepada anaknya merupakan salah satu hal yang tidak
mendidik dan memberikan contoh yang tidak baik kepada anak.
Faktor-faktor penyebab timbulnya kekerasan seksual terhadap anak,
tidak dapat dijadikan sebagai suatu alasan untuk melakukan tindakan
kekerasan seksual terhadap anak, ia harus mendapat perlindungan dan kasih
sayang dari orang tua.
Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk meminimalkan
terjadinya kekerasan seksual terhadap anak seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang pasal 15 UU nomor 23 Tahun 2004 tentang kekerasan dalam
rumah tangga dan pasal 20 UU anak dimana Negara, pemerintah, masyarakat,
5
keluarga dan orang tua berkewajiban serta bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan perlindungan anak.
Anak-anak korban kekerasan seksual sangat membutuhkan bimbingan
untuk mengobati dan menetralisir dampak dari kekerasan tersebut. Bimbingan
ini sangat bermanfaat bagi anak terutama melindungi anak dari tindak
kekerasan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari orang dewasa serta yang
terpenting adalah membantu anak memperoleh hak-haknya.
Permasalahan kekerasan di negara kita sudah menjadi tanggung jawab
semua kalangan untuk membantu menyelesaikan kasus perlakuan salah
terhadap anak (child abuse). Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), diharapkan
mampu mensosialisasikan atau menyuarakan seluruh masyarakat agar mau
menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap anak. Salah satu lembaga
sosial masyarakat yang cukup proaktif dalam menangani korban kekerasan
terutama korban kekerasan seksual terhadap anak adalah Yayasan Pulih.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,
maka penulis mengambil judul “Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual
Terhadap Anak Dalam Perspektif Islam di Yayasan Pulih”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak mengalami perluasan masalah, maka
penulis membatasi masalah pada:
a. Model Bimbingan, dalam penelitian ini model bimbingan yang ada di
Yayasan Pulih ada enam model diantaranya model tatap muka
langsung, Model Layanan hotline, Model Layanan via email, Model
layanan online, Model Layanan kunjungan rumah (outreach), Model
6
Layanan support group. Disini penulis hanya mengambil satu model
bimbingan yaitu model layanan bimbingan tatap muka langsung
karena model ini merupakan model yang sering digunakan dalam
menangani kasus kekerasan seksual yang ada di Yayasan Pulih
b. Kekerasan Seksual terhadap anak, dalam penelitian ini penulis
membatasi permasalahan kekerasan seksual terhadap anak hanya pada
kasus pelecehan terhadap anak dan perkosaan.
2. Perumusan Masalah
Supaya pembatasan masalah dalam skripsi ini lebih fokus dan
terarah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana model bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak
dalam perspektif Islam di Yayasan Pulih?
b. Faktor apa yang menjadi penghambat dan pendukung dalam
penanganan masalah korban kekerasan seksual terhadap anak?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui model bimbingan korban kekerasan seksual
terhadap anak dalam perspektif Islam di Yayasan Pulih.
b. Untuk mengetahui faktor apa yang menjadi penghambat dan
pendukung dalam penanganan masalah korban kekerasan seksual
terhadap anak.
2. Manfaat Penelitian
a. Akademis
Khusus bagi penulis sebagai sasaran untuk menambah wawasan
pemikiran dan pengalaman bimbingan Islam.
7
b. Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang dapat dijadikan bahan acuan dalam menangani klien yang
mengalami korban kekerasan seksual terhadap anak sehingga dapat
mengurangi angka korban kekerasan terhadap anak.
c. Teoritis
Hasil Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan suatu
pembelajaran tentang teori bimbingan Islam yang dapat diterapkan
bagi korban kekerasan terhadap anak.
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode
deskriptif analisis yaitu metode yang berusaha mencari gambaran
menyeluruh tentang data, fakta, peristiwa sebenarnya mengenai obyek
penelitian.7
2. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Dimana metode kualitatif ini berusaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam
situasi tertentu.8 Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy.J.
Moleong,
7
pendekatan
kualitatif
adalah
prosedur
penelitian
yang
J.Urendenberght, Metode dan teknik penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia,
1980), h. 341.
8
Dr. Husaini Usman,M.Pd. dan Purnomo Setiadi Akbar,M.Pd. Metodologi Penelitian
Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet ke-4, h. 42.
8
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.9 Penelitian kualitatif mengarahkan
sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori dasar.
Dalam
penelitian ini,
peneliti
berusaha
mengungkap dan
mendeskripsikan secara faktual mengenai Bagaimana Model Bimbingan
Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Yayasan Pulih. Dengan
lebih menitik beratkan kepada Model Bimbingan tersebut.10
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini di mulai oleh penulis dari bulan Februari sampai April
2011. Sedangkan tempat penelitiannya penulis melakukan penelitian di
Yayasan Pulih Pasar Minggu Jakarta Selatan.
4. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah pembimbing yang ada di
Yayasan Pulih. Sedangkan obyek dalam penelitian ini adalah model
bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak yang ada di Yayasan
Pulih.
5. Instrumen dan Alat Bantu
Pada penelitian kualitatif kegiatan pencatatan data lebih banyak
tergantung pada diri peneliti sendiri. Dengan menggunakan instrumen
penelitian peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan dapat mengambil
keputusan.
9
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitan Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), h. 4.
10
Atharton & Klemack (1982) dalam Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 35.
9
Pedoman wawancara merupakan format struktur dengan terlebih
dahulu menyusun pertanyaan yang sesuai dengan masalah penelitian.
Jawaban dari setiap pertanyaan dalam pedoman wawancara terekam
dengan menggunakan alat bantu tape recorder untuk merekam hasil
wawancara memerlukan persetujuan dari subyek penelitian yang
diwawancara. Dokumen dari Yayasan juga membantu peneliti ketika
menganalisa data.
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Teknik pemeriksaan data memiliki sejumlah kriteria tertentu yaitu:
a. Derajat Kepercayaan yaitu melakukan penelitian sedemikian rupa
sehingga
tingkat
kepercayaannya
dapat
dicapai
atau
dengan
mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan
jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang
diteliti, artinya peneliti melakukan penelitian sedemikian rupa dengan
melakukan observasi, wawancara, terhadap pembimbing berkaitan
dengan penelitian yang telah dilakukan pada kenyataan-kenyataan
yang ada dilapangan.
b. Keteralihan
yaitu
seorang
peneliti
hendaknya
mencari
dan
mengumpulkan kejadian empiris data dan kesamaan konteks.
c. Kebergantungan yaitu penelitian bergantung kepada kemampuan
penelitian sendiri untuk melakukan penelitian terhadap pembimbing
secara berulang-ulang sehingga mencapai suatu kondisi yang sama dan
hasil secara esensi sama pula.
10
d. Kepastian peneliti dengan responden berharap memiliki kesempatan
apa yang diinginkan peneliti terhadap responden dengan tidak
menyampingkan data yang diperoleh hasil observasi, wawancara,
maupun dokumentasi sehingga mampu di pertanggung jawabkan dan
dapat dipastikan kebenarannya serta faktual.
7. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Yang dimaksud dengan Observasi yaitu aktifitas pengamatan
meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan alat indera.11Dalam penelitian ini, observasi dilakukan
dengan cara berkunjung atau datang langsung ke Yayasan Pulih untuk
memperoleh data yang dibutuhkan.
b. Dokumentasi
Data-data yang diperoleh dari lapangan yaitu Yayasan Pulih yang
berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber, dokumen
formal, buku-buku, artikel, catatan, surat, majalah dan sebagainya.
c. Wawancara dan Pedoman Wawancara
Wawancara adalah Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara
(interviewer)
terwawancara
(interviewee)
yang
yang
mengajukan
memberikan
pertanyaan
dan
jawaban
atas
spertanyaan itu. Wawancara ditujukan untuk memperkuat dan
pelengkap data pada penelitian ini.
11
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT.
Rieneka Cipta, 1996), h. 145.
11
Pada penelitian ini penulis mengadakan wawancara kepada dua
orang pembimbing yang menangani kasus-kasus kekerasan seksual
terhadap anak di Yayasan Pulih. Wawancara dilakukan dengan cara
face to face antara peneliti dengan pembimbing di Yayasan Pulih.
8. Teknik Analisis Data
Yang dimaksud dengan analisis data adalah proses penyederhanaan
data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.12
Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, maka peneliti mencoba
untuk
menganalisis
dengan
menginterpretasikan
data
tersebut,
kemudian menyimpulkannya.
Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka tetapi lebih banyak
narasi deskriptif, cerita, dokumen tertulis maupun tidak tertulis seperti
(gambar atau foto)13.
Pengolahan dan analisis data sesungguhnya di mulai dengan
mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat beragam
dan banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan
datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungin. 14
Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis
besarnya yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut : 15
12
Masran, Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta:
LP3ES,1995), cet.I, h. 263.
13
E.Kristi Poerwandari, Fakultas Psikologi UI Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian
Psokologi (Jakarta: Lembaga Pengembangan sarana pengukuran dan pendidikan Psikologi
(LPSP3) UI, 1998), cet.1. h. 86.
14
Ibid. hal. 87.
15
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1998).
12
a.
Reduksi data, yaitu dimana peneliti mencoba memilih data yang
relevan dengan proses layanan sosial serta hambatan-hambatannya.
b.
Penyajian data, setelah data mengenai proses layanan sosial serta
hambatan-hambatannya diperoleh, maka data tersebut disusun dan
disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, bagan, tabel dan
sebagainya.
c.
Penyimpulan atas apa yang disajikan, pengambilan kesimpulan
dengan menghubungkan dari tema tersebut sehingga memudahkan
untuk menarik kesimpulan.
9. Teknik Penulisan Data
Dalam penulisan ini peneliti menggunakan teknik penulisan yang
didasakan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi”
yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and
Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Tinjauan Pustaka.
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan suatu
tinjauan pustaka sebagai langkah awal dalam penyusunan skripsi yang akan
penulis susun. Agar terhindar dari kesamaan judul dengan skripsi-skripsi
sebelumnya.
Setelah
melakukan
kajian
kepustakaan,
maka
penulis
menemukan skripsi yang membahas tentang korban kekerasan seksual yaitu
Pelaksanaan Konseling Dalam menangani Tenaga Kerja Wanita (TKW)
Korban Kekerasan Seksual Di Yayasan Pulih .
Disusun Oleh
: Leni Herawati
13
Fakultas
: Dakwah dan Komunikasi.
Lulusan
: 2005.
Skripsi ini jelas berbeda dengan skripsi saya, adapun letak
perbedaannya antara lain :
Subjek
: Yayasan Pulih
Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah fokus pada
pelaksanaan konseling terhadap TKW korban kekerasan seksual.
Serta Pelaksanaan Konseling Terhadap Perempuan Korban Kekerasan
Di Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan Fatayat Nahdatul Ulama
Jakarta-Timur.
Disusun Oleh
: Maryanih
Fakultas
: Dakwah dan Komunikasi.
Lulusan
: 2007
Skripsi ini jelas berbeda dengan skripsi saya, adapun letak
perbedaannya antara lain :
Subjek
: Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan Fatayat
Nahdatul Ulama.
Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah fokus pada
pelaksanaan konseling terhadap perempuan korban kekerasan di lembaga
konsultasi pemberdayaan perempuan fatayat nahdatul ulama.
F. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam skripsi ini dibagi dalam lima BAB, adapun penyusunannya
sebagai berikut:
14
BAB I :
Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan secara singkat mengenai latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Tinjauan Pustaka dan
Sistematika Pembahasan.
BAB II : Tinjauan Teori
Pada bagian awal bab ini akan dikemukakan Mengenai Kajian
Pustaka Tentang Pengertian Model, Bimbingan, dan Kekerasan
Seksual. Tujuan Bimbingan, Unsur-unsur Bimbingan, BentukBentuk Kekerasan Seksual, Penyebab Kekerasan Seksual, Dampak
Kekerasan Seksual, Tugas Perkembangan Anak, Kebutuhan Anak,
Anak Dalam Perspektif Islam.
BAB III : Gambaran Umum Yayasan Pulih
Pada bab ini akan diuraikan tentang setting penelitian yang
meliputi : Sejarah berdirinya, Visi dan Misi, Prinsip Dasar,
Layanan, dan Struktur Yayasan Pulih.
BAB IV : Temuan Data dan Analisis
Pada bab ini berisi tentang temuan data yang terdiri dari: Model
Bimbingan Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Faktor
Penghambat dan Pendukung dalam Bimbingan, Kekerasan Seksual
terhadap Anak dalam Perspektif Islam.
BAB V : Penutup
Pada bab ini akan berisi kesimpulan dan saran.
15
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Bimbingan
1. Pengertian Bimbingan
Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata
“guidance” berasal dari kata kerja “(to) guide” yang artinya menuntun,
menjadi petunjuk jalan, mengemudikan. Adapun pembahasan dalam buku
ini kata guidance dipergunakan untuk pengertian bimbingan atau bantuan.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Bimbingan adalah petunjuk
atau penjelasan tentang cara mengerjakan sesuatu. 2
Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas, dibawah ini dikutip
beberapa definisi:
a. Shertzer dan Stone (1971 : 40), mengartikan bimbingan sebagai proses
pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami dirinya
dan lingkungan.3
b. Menurut Stopp, seperti yang dikutip oleh Jumhur mendefinisikan
bimbingan adalah sebagai suatu proses yang terus menerus membantu
perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara
maksimal baik bagi dirinya sendiri mau pun masyarakat.4
1
Hallen, A, Bimbingan dan Konseling (Ciputat:PT.Ciputat Press, 2005), Cet. Ke-3, h. 2.
Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 133.
3
Yusuf, Syamsu & Nurihsan, A. Juntika. Landasan Bimbingan & Konseling (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 2. h. 6.
4
Jumhur M.Surya, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: CV. Ilmu, 1075), h. 25.
2
15
16
c. Bimbingan Islam merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan dalam
rangka mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang
dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat berdasarkan ajaran Islam.5
d. Sedangkan dalam Konsep Islam bimbingan adalah proses pemberian
bantuan terhadap seseorang agar mampu hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.6
Dengan demikian pengertian bimbingan adalah proses pemberian
bantuan secara terus-menerus dan sistematis kepada individu dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk
dapat memahami dirinya sendiri, Kemampuan untuk menerima dirinya,
kemampuan untuk mengarahkan dirinya, kemampuan untuk merealisasikan
dirinyasesuai dengan potensi kemampuannya dalam mencapai penyesuaian
diri dengan lingkungan baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.7
2. Tujuan Bimbingan
Tujuan bimbingan adalah mengembangkan kemampuan individu untuk
memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.8 Secara singkat dapat
diketahui bahwa tujuan bimbingan dalam membantu individu agar :9
5
Http://munzaro.blogspot.com/2010/05/ konseling-umum-vs-konseling-Islam. html.
Thohari Muswar, Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yoyakarta: UII
Press, 1992), h. 76.
7
Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling Disekolah (Jakarta: PT.
RienekaCipta, 1991), cet ke-1. h. 4.
8
Yusuf, Syamsu & Nurihsan, A. Juntika, Landasan BImbingan & Konseling (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2006). Cet.2. h. 17.
9
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka
Cipta, 2004), cet. ke - 2. h. 112.
6
16
a. Mengenal dan memahami dirinya dan lingkungan, termasuk kelebihan
dan kelemahannya.
b. Mengambil keputusan untuk melangkah maju seoptimal mungkin.
c. Berusaha sendiri memecahkan masalah.
d. Menyesuaikan diri secara sehat terhadap lingkungannya.
e. Mencapai serta meningkatkan kesejahteraan mental.
3. Model Bimbingan
Model dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Berasal dari kata model
yang artinya pola, suatu yang dibuat dan dihasilkan.10Dalam kaitannya dengan
teori sistem, istilah model diartikan sebagai “tiruan” dari kenyataan yang
sebenarnya, tiruan realita (tiruan bukan dalam arti “imitasi”).
Menurut Ellis M.Awad (1979:10): “A model is representasion of a real
or a planned system“. Jadi yang dinamakan model itu adalah pencerminan,
penggambaran sistem yang nyata atau yang direncanakan.11
Model bimbingan adalah suatu pola pemberian bantuan kepada klien
untuk memecahkan masalah yang dialaminya agar dapat memahami dirinya
sendiri dan lingkungan sekitar.
Dalam kaitannya dengan teori dan analisis sistem, model dimaksudkan
sebagai gambaran kenyataan. Untuk menggambarkan sistem banyak ragam
cara yang dipergunakan untuk bisa dikelompokkan menjadi beberapa model,
diantaranya model deskriptif, model simbolik, model permainan, model
prediktif, model normatif, model analog dan sebagainya.
10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi ketiga (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007), h. 751.
11
Tatang. M. Amirin, Ed. 1, Pokok-pokok Teori Sistem (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), cet. 8.
16
a. Model deskriptif yaitu memberikan “gambaran” situasi dan memberikan
rekomendasi. Misalnya saja bagan organisasi, dan diagram balok (petak)
yang menggambarkan susunan rangkaian sebuah buku.
b. Model Simbolik yaitu model dengan menggunakan perlambang-lambang
(simbol).
c. Model Permainan yaitu model dengan menggunakan permainan.
d. Model Prediktif yaitu menunjukkan bahwa “ jika ini muncul, maka akan
muncul pula itu”. Model Prediktif ini mengaitkan variable terpengaruh
dengan variable pengaruh (dependent dan independent variable).
e. Model Normatif yaitu model yang memberikan jawaban “terbaik” untuk
memecahkan suatu problem. Model ini menyarankan serangkaian
tindakan yang bisa ditempuh.
f. Model Analog (sebanding) yaitu model yang terdapat pergantian
komponen yang sama dengan apa yang dijadikan model.
4. Unsur-Unsur Bimbingan
Bimbingan adalah proses komunikasi yang dilakukan oleh seorang
klien (komunikan) untuk menyelesaikan suatu masalah guna mencapai
kehidupan yang lebih baik, yang sangat berpengaruh dalam proses bimbingan
adalah adanya seorang pembimbing, klien, serta materi yang di dalamnya
terdapat pesan-pesan.
Dalam bimbingan terdapat beberapa unsur-unsur yang harus
diperhatikan oleh para praktisi (pembimbing), unsur-unsur tersebut yaitu :12
12
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi dan Praktif (Bandung: CV. Remaja Kaya,
1984), cet. ke. 1. h. 13.
16
a. Pembimbing.
Seorang pembimbing harus bersikap profesional dan handal agar seorang
klien dapat menaruh harapan dalam menyelesaikan masalahnya. Selain itu,
bagaimana karakteristik seorang klien, agar seorang klien bisa merasa
nyaman dan mengutarakan permasalahannya tanpa ada rasa segan.
b. Tersuluh (klien).
Klien dalam hal ini harus dapat menceritakan secara kronologis masalah
yang dihadapinya agar seorang pembimbing dapat meneliti dan mencari
jalan keluar terhadap permasalahan tersebut.
c. Pesan (messages).
Dalam kontek bimbingan Islam, pesan agama merupakan hal yang sangat
penting untuk disampaikan. Hal ini disebabkan karena agama merupakan
kebutuhan yang sangat fundamen dalam kehidupan seluruh umat manusia.
B. Kekerasan Seksual
1. Pengertian Kekerasan Seksual
Kekerasan adalah suatu bentuk yang dilakukan oleh seseorang
kepada orang lain dengan maksud untuk menyengsarakan, melakukan
tindakan tidak manusiawi baik dalam bentuk fisik maupun psikis.
Kekerasan terhadap anak tidak sekedar pelanggaran norma sosial, tetapi
juga norma agama dan susila.
Jane Robert Chapman pendiri Center For Woman Policy
berpendapat, bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak
terjadi secara universal di semua Negara. Dari 90 negara yang diteliti
selalu di temukan kekerasan dalam keluarga dan dalam perilaku tersebut
16
yang paling sering terjadi adalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan
anak-anak.13
Perilaku kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak diatas tidak
sesuai dengan martabat kemanusiaan maupun hak-hak korban yang
melekat sejak lahir. Isu kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak
hanya merupakan masalah global, karena terkait dengan isu global tentang
hak asasi manusia (HAM).14
Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas, di bawah ini
dikutip beberapa definisi:
a. Menurut Komisi Perlindungan anak, Definisi kekerasan adalah segala
bentuk tindakan terhadap anak yang berakibat timbulnya penderitaan
secara fisik, mental, seksual, psikis, emosional dan penelantaran
termasuk pemaksaan dan merendahkan martabat.15
b. Menurut Omas Ihromi dkk, kekerasan merupakan suatu tindakan atau
sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan
orang lain baik dalam bentuk fisk maupun psikis.16
c. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan sebagai
perbuatan seseorang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain.
Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih
13
Achie Sudiarti Luhulima, Pemahan Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Alternatif Pemecahannya (Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Gender UI, 2000), h.
78.
14
Muladi, Demokratisasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia (Jakarta:
The Habibie Center, 2002), h. 60.
15
Sirait, Arist Merdeka, Hentikan Kekerasan Terhadap Anak Sekarang, (http: //portal.
cbn.net.id//cbprtl/cyberwoman/detail.aspx?x-hot-topic&y-cyberwoman) HotTopik Fri 24 Agustus.
16
Omas Ihromi,Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarto Luhulimal. (ed), Penghapusan
Diskriminasi Terhadap Wanita (Bandung: Alumni, 2000), h. 267.
16
bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit serta unsur yang
perlu diperhatikan adalah berupa paksaan.17
d. Soekanto (1980) menjelaskan kekerasan adalah perbuatan yang dapat
menimbulkan luka fisik, pingsan maupun kematian yang terdiri dari
lima faktor yaitu :18
1. Kekerasan tanpa menggunakan alat atau tangan kosong.
2. Kekerasan menggunakan alat
3. Kekerasan mengkombinasikan alat dengan tangan kosong
4. Kekerasan individu
5. Kekerasan kelompok
Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis dapat menyimpulkan
pengertian tentang kekerasan, antara lain melibatkan sebagai berikut:
a. Adanya pelaku dan korban.
b. Berupa tindakan nyata, mengintimidasi kebebasan seseorang.
c. Mengakibatkan penderitaan bagi korban secara fisik, mental, psikis,
penelantaran maupun materi.
Seksual berasal dari kata seks yang artinya perbedaan biologis
perempuan dan laki-laki sering disebut dengan jenis kelamin.19 Seksualitas
diartikan mengandung pengertian khas, intim dan mesra dalam kaitannya
dengan hubungan pria dan wanita.
17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi ketiga (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007).
18
Soekanto, Jurnal Psikologi UI. (Jakarta: UI Press, 1980).
19
Moh. Abdurouf, et. Al, Masa Transisi Remaja (Jakarta: Triasco Publisher, 2003), cet.
Ke - 1. h. 25.
16
Seksualitas adalah cara-cara seseorang mendapatkan kepuasan dalam
menyalurkan dorongan seksualnya dengan cara yang normal.20
Kekerasan seksual adalah praktik hubungan seksual yang dilakukan
dengan cara-cara kekerasan dan bertentangan dengan ajaran agama. Kekerasan
ditonjolkan untuk membuktikan pelakunya memiliki kekuatan fisik yang
lebih.
Menurut pemikiran seksualitas kontemporer (Thanh-Dam Truong)
Pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada wanita dan mendefinisikan
seksualitas sebagai ungkapan kekuasaan sosial pria, serta menganggap bahwa
kekerasan seksual sebagai ciptaan pria.21
Thanh-Dam Truong juga menganut pendekatan historis terhadap
hubungan seksual. Pendekatan ini menegaskan peran hubungan ekonomi
dalam bentuk norma-norma dan hubungan seksual. Karena kekerasan seksual
yang dialami pada masa kecil bisa memperbesar resiko anak untuk dilacurkan.
Pemikiran ini menganggap penyimpangan seks seperti kekerasan seksual,
hanya sebagai kekerasan terhadap wanita, bahkan lebih dari itu dilihat sebagai
sumber pendapatan atau lapangan kerja bagi wanita itu sendiri.
Kekerasan seksual terutama perkosaan bukan suatu jenis kejahatan
baru, akan tetapi sudah sejak lama. Dan lebih mencengangkan lagi korbannya
sekarang tidak hanya perempuan dewasa namun juga terhadap anakanak.22 Kejahatan kesusilaan secara umum merupakan perbuatan melanggar
20
Shadily Hasan, Eksiklopedi Indonesia (Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta,1986).
Burhan Bungin, Pornomedia Kontruksi Sosial Teknologi Telematika dan Perayaan Seks
di Media Massa (Bogor: Kencana, 2003), cet.1. h. 93.
22
Http://Kakak.Org/Home.Php?Page=Artikel&Id=84PenyebabKekerasan,SeksualTerhadap
Anak Dan Hubungan Pelaku Dengan Korban, 15 Jun 2009, Artikel.
21
16
kesusilaan yang sengaja merusak kesopanan di muka umum atau dengan kata
lain tidak atas kemauan si korban melalui ancaman kekerasan.23
Menurut Fraser 1981 kekerasan seksual adalah eksploitasi anak untuk
kepuasan seksual orang dewasa.24 Kekerasan seksual terhadap anak pada pasal
34 ayat 1: “Penjerumusan atau pemaksaan anak ke dalam setiap kegiatan
seksual tidak sah”. Pemaksaan menjadi unsur yang mendasar terhadap anak
yang tingkat perkembangannya belum mampu melakukan tindakan seksual.25
Seorang anak (berusia dibawah 16 tahun) disebut mengalami kekerasan
seksual apabila orang lain yang secara seksual telah matang, turut melibatkan
anak dalam aktivitas yang bertujuan untuk terjadinya kekerasan seksual.
Journal of Population Report 1999 yang dikutip oleh Fathul Jannah
dkk, mengatakan bahwa kekerasan seksual adalah berupa hubungan seksual
dengan pemaksaan atau tanpa persetujuan wanita. Lebih dari itu, kekerasan
seksual yang dialaminya dengan mengikutkan pukulan fisik ataupun hinaan
kata-kata.26 Pengertian korban adalah pihak (perempuan dan anak) yang
mengalami penderitaan baik secara langsung maupun tidak langsung. 27
Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk tindakan seksual
di mana orang dewasa mencari kepuasan seksual dari seorang anak.
Baker & Duncan menggunakan definisi yang lebih luas, tetapi dengan
umur terbatas sekitar (usia 14-16 tahun). Menurut Baker & Duncan kekerasan
23
Soedarsono, Kenakalan Remaja (Jakarta: Rineka Cipta, 1997). h. 180
Fraser, 1981. http://www. freewebs.com/forensik_sexual_abuse/definisi.htm
25
Sumarni Basorudin, Ny, Perlindungan Hukum Bagi Anak Indonesia dan Konvensi Hakhak Anak, “makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional mengenai Anak Jalanan” (Yogyakarta,
September 1996).
26
Http://Kakak.Org/Home.Php?Page=Artikel&Id=84PenyebabKekerasan,Seksual
Terhadap Anak Dan Hubungan Pelaku Dengan Korban, 15 Jun 2009, Artikel.
27
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi ketiga (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007), h. 240.
24
16
seksual pada anak adalah jika ada seorang anak dilibatkan dalam kegiatan
yang bertujuan untuk membangkitkan gairah seksual pada pihak yang
mengajak. Pihak yang mengajak itu secara seksual memang sudah matang.
Secara operasional, definisi Baker & Duncan itu bisa meliputi semua
hal berikut:
a. Antaranggota keluarga, dengan orang dari luar keluarganya atau dengan
orang asing sama sekali.
b. Hanya terjadi sekali, terjadi beberapa kali dengan orang yang sama atau
terjadi beberapa kali dengan orang yang berbeda-beda.
c. Tak ada kontak fisik (bicara cabul), ada kontak fisik (diraba, dibelai,
masturbasi) atau terjadi sanggama.28
2. Bentuk-bentuk Kekerasan
a. Kekerasan Fisik (physical abused).
Kekerasan ini di definisikan sebagai seluruh tingkah laku yang
dapat
mengakibatkan
trauma
dan
luka
fisik.29Seperti
memukul,
menendang, menjambak rambut, mendorong, mencekik, pemaksaan
berhubungan dengan seks, menggunakan alat dengan sengaja.
b. Kekerasan Seksual
1) Pelecehan seksual.
2) Perkosaan atau percobaan perkosaan.
3) Kekerasan seksual oleh pasangan seperti sengaja menularkan penyakit
seksual, sengaja membuat pasangan malu, menggunakan benda-benda
yang menyakiti ketika melakukan hubungan seksual, dan lain-lain.
28
Sarlito, Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2007). Ed. Revisi 11. h. 177.
29
Fields,Tim, Issues Related to Bullying : Abuse. WWW. Successunling. co. uk /
related/abuse.htm#abuse, . 2002. h. 10.
16
4) Kekerasan seksual terhadap anak seperti menyentuh anggota tubuh
pribadi mereka untuk menyalurkan hasrat seksual, secara sengaja
melakukan masturbasi atau berhubungan seksual di depan anak-anak,
menggunakan anak-anak dalam pornografi dan prostitusi.30
c. Perlakuan salah terhadap anak secara Psikis (Mentally abused).
Yaitu perlakuan yang salah dari orang dewasa terhadap anak yang
membuat anak berada dalam kondisi jiwa yang sangat tertekan, seperti
sangat takut dan terhina. Hal ini disebabkan karena orang tua berbicara
terlampau keras, menggunakan kata-kata yang tidak pada tempatnya. 31
3. Penyebab Kekerasan Seksual
Anak-anak kerap menjadi korban kekerasan seksual ada banyak faktor
yang mendorongnya diantaranya yaitu:
a. Faktor innocent (polos) dan tak berdaya. Apalagi, jika harus berhadapan
dengan orang-orang dewasa, terutama orang tua. Itu sebabnya, perkosaan
banyak dilakukan oleh orang terdekat anak. Sangat jarang tindakan
perkosaan dilakukan oleh orang jauh dan tidak dikenal. Sebab, dalam
perkosaan anak, ada unsur unjuk kekuatan dari pelaku pada si korban.
Biasanya, pelaku adalah orang pengecut yang ingin menunjukkan
kekuatannya pada si lemah.
b. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku juga memicu
munculnya perkosaan. Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat tumbuh
dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau
30
Yayasan Pulih, Untuk Pemulihan dari Trauma dan Intervensi Psikososial Penerbitan ini
didukung oleh Yayasan Sosial Indonesia. h. 3.
31
Heman, Kekerasan pada anak-anak Indonesia, In : www. smeru. or. id. Diakses pada
tanggal 7 Maret 2006. h. 4.
16
perilakunya. Korban yang belum mempunyai kedewasaan penuh, biasanya
tidak berani berbicara tentang perkosaan yang menimpanya karena mereka
biasanya diancam.
c. Faktor anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental atau gangguan
tingkah laku juga menjadi salah satu sebab banyaknya kasus perkosaan
terhadap anak. Anak-anak penyandang cacat ini menjadi sasaran empuk
bagi pelaku kekerasan seksual, sebab beberapa faktor yang dianggap
menguntungkan karena pelaku perkosaan terhadap anak-anak penyandang
cacat biasanya sudah merencanakan niatnya itu dengan memperhitungkan
berbagai faktor, yakni keamanan pada saat melakukan dan lemahnya bukti
yang bisa dicari karena korban masih anak-anak atau penyandang cacat. 32
d. Kemiskinan atau faktor ekonomi rendah juga menjadi faktor penyebab
terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, banyak orang tua yang
menyuruh anaknya melakukan pekerjaan menjual diri (pekerja seks
komersial) untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya padahal anak
mereka masih di bawah umur. Sangat jelas diterangkan dalam (Al-Qur‟an
surat Al-Baqarah ayat 169 dan 268) yang berbunyi :33
           
         
     
32
Http://Kakak.Org/Home.Php?Page=Artikel&Id=84,Penyebab
Kekerasan
Seksual
Terhadap Anak Dan Hubungan Pelaku Dengan Korban, 15 Jun 2009, Artikel. h. 5.
33
Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For
Woman (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 25.
16
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu Hanya menyuruh kamu berbuat jahat
dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu
ketahui”.(Al-Baqarah: 169).
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan
kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir),
sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan
karunia”.( Al-Baqarah : 268)
Diterangkan dalam al-qur‟an sebagai wujud kebodohan dan
ketidakberdayaan manusia, karena kemiskinanlah maka timbul kejahatan
seksual, seperti pelecahan seksual, perkosaan. Karena itu benar pendapat
yang mengatakan musuh utama masyarakat beriman adalah kemiskinan,
karena kemiskinanlah sumber semua penyakit sosial.34
e. Faktor lingkungan yang tidak baik, bacaan-bacaan yang berbau porno,
gambar-gambar porno, film dan VCD porno yang banyak beredar di
masyarakat. Beredarnya buku bacaan, gambar, film dan VCD porno
tersebut dapat menimbulkan rangsangan dan pengaruh bagi yang membaca
dan melihatnya, akibatnya banyak terjadi penyimpangan seksual terutama
oleh anak usia remaja.
Aktivitas
seksual
anak
remaja
yang menyimpang sangat
memprihatinkan karena telah mengarah pada tindakan kriminal yang
secara hukum pidana telah menyalahi ketentuan undang-undang.
Pelecehan seksual yang terjadi pada anak-anak bukanlah suatu kasus baru
dalam masyarakat, kebanyakan pelaku kejahatan seksual itu adalah orang
dewasa meski tidak sedikit pelakunya adalah anak-anak usia remaja
sampai menjelang dewasa.
Perilaku seksual anak akhir-akhir ini telah mengganggu ketertiban
umum dalam masyarakat, dan menggelisahkan orang tua. Dalam masyarakat,
34
Http://arsip.indipt.org/2010/12/16/mendidik-anak-tanpa-kekerasan-perspektif-Islam.
16
perilaku anak yang melakukan pelanggaran maupun kejahatan biasa disebut
anak nakal. 35
4. Dampak Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual terhadap anak bisa menimbulkan dampak yang
sama beratnya secara psikis mau pun fisik, meskipun waktu kejadian
kekerasannya
berbeda.
Jika
anak
sering
mendapatkan
kekerasan,
perkembangan fisiknya akan terganggu dan mudah diamati. Secara psikologis
anak akan menyimpan semua derita yang ditanggungnya. 36
Anak akan mengalami berbagai penyimpangan kepribadian seperti
menjadi pendiam, atau sebaliknya menjadi agresif, konsep dirinya negatif,
menyalahkan diri sendiri, mudah curiga, menarik diri dari orang lain, mudah
marah, malu, sulit mengendalikan diri, mimpi buruk, sulit tidur, depresi,
gangguan kecemasan, panik, hilangnya kepercayaan diri sedangkan secara
fisik anak akan mengalami luka fisik. Dan yang akan lebih memprihatinkan
adalah anak akan meyakini kekerasan adalah cara yang dapat diterima dalam
menyelesaikan sebuah konflik.
Kekerasan seksual berdampak besar terhadap psikologis anak, karena
mengakibatkan emosi yang tidak stabil. Oleh karena itu, anak korban
kekerasan seksual harus dilindungi dan tidak dikembalikan pada situasi
dimana tempat terjadinya kekerasan seksual tersebut dan pelaku kekerasan
dijauhkan dari anak korban kekerasan.
Korban yang biasanya adalah anak-anak perempuan, biasa menderita
kecemasan yang mendalam sehubungan dia merasa dirinya tidak gadis lagi.
35
Kartini Kartono, Patologi Sosial II Kenakalan Remaja (Jakarta: CV.Rajawali , 1992). h.8.
Yayasan Pulih, untuk pemulihan dari trauma dan intervensi psikologi Penerbitan ini
didukung oleh Yayasan Pulih. h.7.
36
16
Sehingga banyak anak-anak perempuan yang menjadi pekerja seks komersil
karena merasa dirinya sudah tidak suci atau sudah tidak gadis lagi.
Hal ini terkait dengan status kegadisan yang masih dinilai tinggi dalam
masyarakat Indonesia. Akibat lain yang bisa timbul dari kekerasan seksual
semasa anak-anak ini adalah perasaan rendah diri, sulit bergaul, terutama
dengan pria. Ia menjadi tidak pernah berani menjalin hubungan yang terlalu
akrab dengan pria, takut kalau menikah akan ketahuan statusnya yang bukan
gadis lagi. Kemajuan teknologi yang terjadi pada saat ini telah membawa
dampak perubahan bagi masyarakat, baik itu dampak yang positif maupun
dampak negatif.
C. Anak
1. Pengertian Anak
Anak merupakan buah hati kedua orang tuanya yang dapat
menyenangkan hati, dan memberikan kebahagiaan serta sebagai perhiasan
pada kehidupan rumah tangga, karena sudahlah lengkap kebahagiaan
dengan hadirnya buah hati (anak) sebagaimana dijelaskan dalam surat AlFurqan ayat 74 :37
          
  
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orangorang yang bertakwa.
37
Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For
Woman (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 366.
16
Pengertian anak menurut kamus besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai anak keturunan kedua atau manusia yang masih kecil.38
Pengertian anak dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 ayat 1 “Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan”.39 Hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang
wajib dijamin, dilindungi, dipenuhi oleh orang tuanya, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan Negara.
Menurut John Locke dikutip oleh Gunarsa, anak adalah pribadi yang
masih bersih terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.40
Anak merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang
memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan
pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental dan sosial.41
Elizabert Hurlock mengemukakan bahwa masa kanak-kanak dimulai
setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan yakni kira-kira usia
dua tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira tiga belas tahun
untuk wanita dan empat belas tahun untuk laki-laki.42
38
Anton, M. Moelino, Kamus Besar bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet.
Ke-1.,h. 30-31.
39
Sumarni Basorudin, Ny, Perlindungan Hukum Bagi Anak Indonesia dan Konvensi Hakhak Anak (makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional mengenai Anak Jalanan di
Yogyakarta, September 1996).
40
Http://duniapsikologi. Dag dig dug. com/ 2008/11/19/pengertian- anak- tinjauan- secarakronologis dan- psikologis/.
41
Gunarsa,1986.Http://Focalpointgender.Kejaksaan.Go.Id/Downloads/Kajian/Konten%20a
nggraini.Pdf
42
Elizaberth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), h. 108.
16
Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda,
sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU
No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, anak adalah seorang yang
berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah.
Anak dan remaja yang masih dalam pertumbuhan fisik dan mental
seyogyanya memperoleh perlindungan hukum dan perlindungan dari segala
macam tindak kekerasan seksual. Ironisnya, perlindungan khusus yang
seharusnya didapatkan anak-anak dan remaja marginal di Indonesia ternyata
kurang dirasakan, Sebaliknya mereka malah menjadi korban kekerasan seksual
dari orang dewasa.
Sasaran anak yang mendapat perlakuan kekerasan berusia di bawah 18
tahun. Kekerasan itu juga bisa terjadi di lingkungan sekitar, anak menjadi
objek pelampiasan orang dewasa. Yang dimaksud melakukan kekerasan itu
membuat orang pingsan atau tidak berdaya lagi.
Selain itu anak juga butuh kesejahteraan. Sedangkan kesejahteraan
secara mendasar adalah kesejahteraan psikologis, seperti kebutuhan akan rasa
aman, perlindungan, merasa disayangi dan hak untuk mengembangkan diri.
Apabila hak-hak anak dapat dilaksanakan secara ideal dan dilindungi, maka
anak akan terlepas dari segala macam tindak kekerasan dan eksploitasi.
Undang-undang pasal 19 ayat 1 diarahkan secara khusus untuk
melindungi anak dari kekerasan seksual selama dalam pengasuhan orang tua:
Negara Peserta akan mengambil semua langkah … untuk melindungi
anak dari segala bentuk kekerasan … termasuk kekerasan seksual, selama
16
(anak) dalam pengasuhan salah satu atau kedua orang tuannya, wali atau orang
lain yang bertanggung jawab atas pengasuhn anak. 43
Tujuan dari perlindungan anak dapat ditemukan dalam undang-undang
republik indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 3
”Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.” Yang dalam jangka panjang,
menuju Indonesia yang lebih baik.44
2. Kebutuhan Anak.
Menurut H. Salihun. A. Nasir kebutuhan anak dapat digolongkan menjadi
4 golongan yaitu :
a). Kebutuhan Biologis,
Kebutuhan biologis disebut physiological drive atau biological motivation
yaitu kebutuhan yang berasal dari dorongan biologis yang bersifat naluriah
seperti haus, bernafas, mengantuk, dorongan seks, dll.
b). Kebutuhan Psikis,
Kebutuhan psikis adalah segala dorongan yang bersifat rohaniah atau
kejiwaan misalnya kebutuhan akan agama, kesesahatan jiwa dan kebutuhan
akan rasa aman.
43
Ibid.
Hak-hak anak Sebagai Pelaku, KORBAN SERTA PERLINDUNGAN KHUSUS
BERDASARKAN UUPerlindungan Anak No: 23/2002, UU PENGADILAN ANAK NO:
3/1997,HUKUMINTERNASIONAL,UUHAM.http://perencanaan.depsos.go.id/talnet/news/attachme
nt/260920070258_korban%20&%20pelaku1.pdf, ditelusuri tanggal 14 Maret 2001.
44
16
c). Kebutuhan Sosial,
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan dengan hal-hal
diluar atau sesuatu yang ditimbulkan oleh dorongan orang lain atau hubungan
dengan lainnya misalnya kebutuhan bergaul, kebutuhan berkelompok,
memperoleh pengalaman dan penghargaan.45Menurut Zakiah Darajat,
kebutuhan anak meliputi kasih sayang, rasa aman, harga diri, kebebasan.
d). Kebutuhan akan kasih sayang,
Kasih sayang akan dirasakan oleh si anak apabila dalam kehidupannya
mengalami hal-hal sebagai berikut :
1). Kehilangan Perlindungan Ibu.
Anak sangat membutuhkan perlindungan langsung dari ibunya. Akan
tetapi tidak semua ibu dapat memberikan perlindungan langsung kepada
anaknya, hal ini disebabkan karena ibunya bekerja seharian. Tetapi ada
lagi faktor lain yang menghalangi ibu untuk menumbuhkan perhatiannya
kepada anak yaitu suasana rumah tangga yang tidak tenang.
2). Merasa kurang diperhatikan atau kurang mendapatkan kasih sayang.
Sering kali orang tua memperlakukan anaknya dengan cara yang
meyebabkan si anak tidak disenangi. Apabila perasaan ini terjadi pada
tahun-tahun pertama dari umurnya, maka akan sangat buruk akibatnya
bagi pembentukan kepribadianya. Pada tahun pertama ini si anak sangat
tergantung pada orang tuanya dan dengan sendirinya membutuhkan kasih
sayang, perhatian pemeliharaan karena masih lemah.
45
Salman Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja
(Jakarta : Kalam Mulia, 1999), h.72.
16
3). Orang tua yang terlalu keras.
Terlalu banyak perintah, larangan, teguran dan tidak mengidahkan
keinginan anak serta banyak pula menyebabkan gangguan terhadap
ketegangan anak. Ia tidak sanggup mengeluarkan pendapat kadang-kadang
terlalu sopan dan tunduk kepada orang-orang yang berkuasa, kurang
mempunyai inisiatif dan spontanitas, tidak percaya diri sendiri dengan
sesuatu yang dipilihnya.
4). Sikap orang tua yang berlawanan.
Apabila pendapat orang tua dalam mendidik anak tidak sejalan akan
meyebabkan anak kebingungan dan merasa tidak aman. Apabila perbedaan
pendapat orang tua itu sangat besar, hal ini akan membawa goncangan
jiwa yang sangat besar karena bertentangan, dan si anak merasa menjadi
obyek dari dua aliran yang berlawanan itu. Kadang-kadang ia akan
terdorong, memihak kepada salah satunya dan lain kali ia akan menyesal
dan memihak kepada yang lain perasaan ini sangat menggoncangkan jiwa
si anak.
5). Kebutuhan akan rasa aman.
Unsur-unsur pokok dalam rasa aman itu adalah kasih sayang,
ketentraman dan penerimaan. Maka anak yang merasa sungguh-sungguh
dicintai oleh orang tua dan keluarganya, pada umumnya akan erasa
bahagia dan aman. Seorang anak akan merasa diterima oleh orang tuanya,
ia merasa bahwa kepentingannya diperhatikan, serta merasa bahwa ada
hubungan yang erat antara ia dan keluarganya.
16
3. Tugas-Tugas Perkembangan Anak.
Menurut Robert Havighurts tugas-tugas perkembangan pada anak
bersumber pada tiga hal, yaitu : kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan
dari masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya.
Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tugas-tugas perkembangan anak usia 0-6 tahun, meliputi belajar
memfungsikan visual motoriknya secara sederhana, belajar memakan
makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan, mengenali realita sosial
atau fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua,
saudara dan lainnya, belajar membedakan benar atau salah serta
membentuk nurani.
b. Tugas-tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah menggunakan
kemampuan fisiknya, belajar sosial, mengembangkan kemampuan dasar
dalam membaca, menulis, dan menghitung, memperoleh kebebasan
pribadi, bergaul, mengembangkan konsep-konsep yang dipadukan untuk
hidup sehari-hari, mempersiapkan dirinya sebagai jenis kelamin tertentu,
mengembangkan moral, dan mengembangkan sikap terhadap kelompok
sosial atau lembaga (Havighurts dalam Gunarsa, 1986). 46
Perkembangan seorang anak seperti yang telah banyak terurai di atas,
tidak hanya terbatas pada perkembangan fisik saja tetapi juga pada
perkembangan mental, sosial dan emosional.
46
Zahrotun, dkk, Psikologi Perkembangan Tinjaun Psikologi Barat dan Psikologi Islam
(Ciputat Jakarta: UIN Jakarta Press, Desember 2006), cet. 1, h. 56.
16
Tugas-tugas pada masa setiap perkembangan adalah satu tugas yang
timbul pada suatu periode tertentu dalam hidup seseorang, di mana
keterbatasan dalam menyelesaikan tugas ini menimbulkan perasaan bahagia
serta keberhasilan pada tugas berikutnya, sedangkan kegagalan akan
menimbulkan ketidak bahagiaan dan kesulitan atau hambatan dalam
menyelesaikan tugas berikutnya.47 Pada periode anak-anak akhir ada tiga
proses perkembangan yaitu :
a. Perkembangan kognitif.
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu berpikir operasional. Anak
sudah
mulai
mampu
menggunakan
konsep
matematis,
mampu
mengklasifikasi. Hal yang paling utama pada masa periode anak-anak akhir
yaitu mereka masih terpaku pada hal-hal yang bersifat konkrit.
b. Perkembangan psikososial.
Konflik psikososial pada tahap ini dalam rentang kehidupan adalah
perkembangan produktifitas vs inferioritas. Konflik yang muncul pada masa
periode ini adalah antara keaktifan anak menghasilkan sesuatu dengan
perasaan rendah diri yang diakibatkan dari ketidak mampuan mereka
menghasilkan sebuah karya berdasarkan keinginan dan kebutuhan.
c. Perkembangan Moral.
Pada periode ini perkembangan moral individu berada pada sub tahap,
yaitu tahap yang berorientasi pada individualisem dan tujuan. Pada tahap ini
pemikiran moral anak didasarkan pada reward dan minat pribadi.48
47
Elizaberth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), h. 96.
48
Zahrotun, dkk, Psikologi Perkembangan Tinjaun Psikologi Barat dan Psikologi Islam
(Ciputat Jakarta: UIN Jakarta Press, Desember 2006), cet. 1, h. 130.
16
Erikson mengibaratkan “roda gigi” sebagai jalan kehidupan, dimana
kebutuhan-kebutuhan orang dewasa untuk datang mengurusi dan menjaga
anak bertepatan dengan kebutuhan-kebutuhan anak-anak untuk dijaga. Dengan
kata lain, tiap-tiap anak jalan kehidupannya berada dalam “jalan hidup
masyarakat” (Erikson, 1959, hal. 121). Anak-anak dikelilingi segala sesuatu,
dimana mereka juga harus melewati berbagai tahapan.
Di tengah peradaban dan budaya, anak melewati beberapa generasi,
mengadaptasikan dirinya dengan anak-anak lain, atau mengadaptasikan
dirinya pada kebudayaan, misalnya ketika memasuki TK baru dengan
penyesuaian yang membingungkan pada situasi baru yang diistilahkan dengan
„bersekolah‟.49
Dalam ilmu jiwa, masa transisi dialami anak mulai usia 10 tahun,
dalam bukunya, Soedarsono sependapat dengan Andi Mapiere, yang mengutip
Elisabeth B. Harlock, yang membagi usia anak remaja yaitu:
Masa pubertas pada usia 10 tahun atau 12 tahun sampai 13 tahun atau
14 tahun, masa remaja pada usia 13 tahun atau 14 tahun sampai 17 tahun,
masa remaja akhir (masa dewasa muda) pada usia 17 tahun sampai 21 tahun.
Pada masa remaja seorang anak mengalami perkembangan sebagai persiapan
memasuki masa dewasa, hal ini berdasarkan pendapat tentang remaja.
Menurut Singgih D. Gunarsa yang mengutip Anna Freud berpendapat:
“Bahwa pada masa remaja seorang anak mengalami perkembangan
psikologi, seksualitas, dan emosionalitas yang mempengaruhi tingkah
lakunya, proses perkembangan yang dialami remaja akan menimbulkan
49
Ibid, cet. 1, h. 54.
16
permasalahan bagi remaja sendiri dan orang-orang yang berada dekat
sekelilingnya”.50
4. Anak Dalam Perspektif Islam.
Anak dalam perspektif Islam merupakan suatu amanah yang Allah
berikan kepada hambanya sebagai suatu keturunan yang harus dijaga, dididik,
dirawat dan disayang. Orang tua yang diberikan amanah oleh Allah haruslah
bersyukur dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Bukan malah menyalahi
atau melanggar aturan yang telah Allah Berikan.
Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Ahzab: 72.51
         
         
Artinya:”Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
zalim dan amat bodoh”. (QS. al-Ahzab : 72).
Amanah sebagai yang terungkap pada QS.al-Ahzab: 72 secara etimologi
berarti kepercayaa/titipan yang Allah berikan kepada umat manusia. Anak
ibarat kertas kosong di mana anak akan selalu menerima segala yang diukirnya
dan akan cenderung terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Kalau orang
tuanya mendidik anaknya dengan kekerasan anak akan selalu mengingat
sampai ia dewasa dan tidak menutup kemungkinan anak akan melakukan hal
tersebut kepada keturunannya kelak.
50
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja (Jakarta: Gunung Mulia, 1992), hal. 7.
Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For
Woman (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 427.
51
16
Kedudukan anak dalam Islam? Pertama, Al Qur‟an secara tegas
menyatakan, bahwa keturunan merupakan bagian dari kelanjutan misi
kekhalifahan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah :
             
             
   
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."(Q.S Al-Baqarah: 30).52
Ayat ini menunjukkan bahwa kekahalifahan terdiri dari wewenang
yang dianugerahkan Allah SWT , makhluk yang diserahi tugas yakni Adam
dan anak cucunya, serta wilayah tempat tugas mereka di muka bumi.
Dengan demikian kekhalifahan mengharuskan makhluk yang diserahi
tugas tersebut melaksanakannya sesuai dengan petunjuk Allah yang
memberinya tugas dan wewenang.
Kebijakan yang tidak sesuai dengan kehendaknya adalah pelanggaran
terhadap makna dan tugas kekhalifahan. Karena setiap anak yang lahir
mempunyai tugas kekhalifahan bertanggung jawab terhadap kelangsungan
peradaban bumi sebagai pewaris generasi sebelumnya.
52
Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For
Woman (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 6.
16
Generasi penerus kekhalifahan yang memiliki kualitas baik, tentu
kehidupan di muka bumi ini akan berlanjut. Sebaliknya jika diserahkan kepada
generasi yang tidak bertanggung jawab, maka muka bumi ini akan diwarnai
keangkaramurkaan dan kehancuran.
Pendidikan anak (tarbiyyah al-aulâd) dalam Islam menemukan
urgensinya. Pendidikan yang baik dan berkesinambungan, anak-anak sebagai
generasi penerus dan pewaris kehidupan di muka bumi ini akan menjadi
manusia yang baik dan berorientasi kepada kemaslahatan.
Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di
dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah
Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula
dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam, kita temui bentukbentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau
mendidik anak secara langsung. 53
Orang tua dan guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggungjawab mereka di hadapan Allah SWT terhadap pendidikan putra-putri Islam.
Tentang perkara ini, Allah SWT berfirman :
          
           
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (AtTahrim: 6)54.
53
Http://Anakmuslim. Wordpress. Com/2007/02/24/Pendidikan-Anak-Dalam-Islam/S
Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For
Woman (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 560.
54
16
Kedua, al Qur‟an menyebut anak memiliki dua sisi yang saling
berlawanan, satu sisi anak adalah amanah Allah yang dititipkan kepada orang
tua dan juga sebagai fitnah.
Anak sebagai amanah akan ditanyakan pertanggung jawabannya, maka
menjadi kewajiban orang tua untuk mendidiknya dengan baik agar menjadi
generasi yang berkualitas.55 Rasulullah bersabda: “Tiada suatu pemberian pun
yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang
baik”. (H.R. Hakim dan Baihaqi).
Wujud tindak kasih dalam ajaran Islam antara lain dimanifestasikan
dalam perilakunya kepada orang lain maupun kepada diri sendiri, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bagaimana pun, seseorang itu mempunyai
kewajiban asasi terhadap dirinya sendiri, berupa kewajiban memelihara dirinya
sendiri, secara fisik maupun secara psikis.56
Manusia yang hidup di muka bumi ini mempunyai Hak kebebasan dan
merdeka, mereka diberi kepercayaan penuh oleh Allah, diberkahi dengan
risalah yang diturunkan melalui para Nabi, dan dikaruniai rasa tanggung
jawab. Mereka diperintahkan untuk mencari nafkah di bumi dengan inisiatif
dan jerih payah mereka sendiri, mereka pun bebas memilih kesejahteraan atau
kesengsaraan bagi dirinya. Sebagaimana dalam firman Allah (QS.Al-Insaan:
2-3)57:
55
Rose Mini, A. Priyanto, Perilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannya
(Yogyakarta: Kansius, 2003), h. 24.
56
Antonius Atosokhi Gea Noor Rahmat, Antonina Panca Yuni Wulandari, Character
Building III (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004).
57
Zahrotun, dkk, Psikologi Perkembangan Tinjaun Psikologi Barat dan Psikologi Islam
(Ciputat Jakarta: UIN Jakarta Press, Desember 2006), cet. 1, h. 97.
16
           
      
Artinya: ”Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes mani
yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah
dan larangan), Karena itu kami jadikan dia mendengar dan Melihat.
Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir. Maksudnya: bercampur antara
benih lelaki dengan perempuan”. (QS.Al-Insaan : 2-3).
Kebanyakan korban kekerasan seksual terhadap anak adalah anak
perempuan. Perempuan dilahirkan bukan untuk pemuas seks laki-laki semata,
bukan untuk dihardik, dihina, dipukul, dibunuh.
Menurut Zakiah Darajad, manusia mempunyai musuh dalam dirinya,
yaitu hawa nafsu yang dalam istilah psikologi dorongan atau kebutuhankebutuhan, di antaranya kebutuhan fisik dan biologis. Dengan ringkas dapat
dikatakan, bahwa hawa nafsu yang tidak terkendali, akan mendatangkan
bahaya dan siksa bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. 58
Kendalinya adalah agama yang dipahami dengan baik dan diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari dalam semua lingkungan mulai dari keluarga dan
lingkungan masyarakat. Karena jiwa manusia itu sangat cepat menerima
rangsangan. Berpikir bahwa nafsu seksual manusia itu terbatas, dan bahwa
setelah sampai pada suatu titik tertentu saja dapat terpenuhi adalah salah besar.
Karena manusia mempunyai sifat yang tidak akan pernah puas dengan apa
yang ia dapat.
Anak punya hak dihargai dan dimuliakan, karena mereka makhluk
yang mulia. Islam telah mengajarkan melalui petunjuk al-Qur‟an dan hadits
58
Zakiah Darajat, Psikoterapi Islam (Jakarta: PT. Bulan Bintang. 2002). Cet.1. h. 70.
16
(yang dijadikan pedoman hidup umat muslim) bahwa anak merupakan
makhluk mulia. Sebagaimana dalam firman Allah (QS. Al-Israa : 70):59
           
      
Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rizki dari
yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”. (QS.
Al-Israa:70).
Islam telah mengatur hak-hak dalam sekumpulan hukum yang
mengatur kewajiban kedua orang tua, masyarakat di sekitarnya dan negara.
Hak anak merupakan kewajiban dari Allah kepada orang-orang yang harus
memenuhinya. Karena pemenuhan hak anak adalah bagian dari ibadah atau
bukti ke tundukan mereka kepada Allah SWT.
Hukum Islam mengatur hukum tentang pelecehan seksual dalam alQur'an bersifat umum karena hanya menjelaskan bahwa pelecehan seksual
adalah haram dan termasuk amal perbuatan setan. Sedangkan pada hadist
mengatur secara global tidak terinci namun hukuman yang diberikan kepada
pelaku pelecehan seksual adalah sanksi yang berat.
Dalam hukum Islam, ada beberapa pendapat tentang batasan seseorang
anak yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Menurut kebanyakan
fuqoha, mereka membatasi usia seorang anak yang dapat dikenakan
pertanggung jawaban pidana atas jarimah yang diperbuatnya yaitu setelah si
59
Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For
Woman (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 289.
16
anak mencapai usia 15 (lima belas) tahun. Sedang menurut Ahmad hanafi
yang mengutip Imam Abu Hanifah, membatasi pada usia 18 (delapan belas)
tahun dan menurut satu riwayat 19 (sembilan belas) tahun.60 Untuk mencegah
kekerasan pada anak dibutuhkan beberapa pendekatan di antaranya,
pendekatan individu, yaitu dengan cara menambah pemahaman agama.
Karena tentunya seorang yang mempunyai pemahaman agama yang
kuat akan lebih tegar menghadapi situasi-situasi yang menjadi faktor
terjadinya kekerasan. Pendekatan sosial melingkupi pendekatan partisipasi
masyarakat dalam melaporkan dan waspada setiap tindakan kejahatan,
terutama human trafficking.
Pendekatan medis, untuk memberikan pelayanan dan perawatan baik
secara fisik atau kejiwaan, juga memberikan penyuluhan terhadap orang tua
tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar.
60
A, Hanafi, Asas-Asas Hukum Islam ( Yogyakarta: Bulan Bintang, 1976 ), h. 370.
46
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pulih
Yayasan Pulih adalah sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dalam
penanganan trauma dan pemulihan psikososial bagi masyarakat yang
mengalami dampak kekerasan secara langsung dan tidak langsung dan
bencana alam di berbagai wilayah Indonesia denganpendekatan yang sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan penerima manfaat.
Awalnya YayasanPulih berdiri karena mimpi 6 orang aktivis, Livia
Iskandar, Kristi Poerwandari, Ali Aulia, Saparinah Sadli, Irwanto dan
Karlina
Supeli.
Saat
itu
tahun
2001,
keadaan
Indonesia
sangat
memprihatinkan. Kekerasan di manamana, kriminalitas meningkat dan
penghakiman massa menjadi cara-cara yang digunakan orang-orang yang
kehilangan harapan. Masyarakat membutuhkan layanan psikologis bagi
korban kekerasan domestik, seksual, kekerasan yang terjadi dalam
komunitas atau akibat konflik politik dan juga bantuan terhadap pekerja
kemanusiaan yang rentan mengalami burn-out, kelelahan kepedulian
maupun trauma sekunder.
Pada akhirnyaYayasanPulih dapat didirikan tanggal 24 Juli 2002 di
hadapan notaris. Selama 7 tahun sejak berdirinya, Pulih melakukan berbagai
kegiatan untuk pemulihan dan penguatan psikososial.Beberapa kegiatan
yang pernah dilakukan Pulih yaitu penguatan psikososial berbasis komunitas
46
47
di daerah konflik berkekerasan dan bencana alam di Aceh, Ambon, Biak,
Pangalengan dan yang terakhir di Padang, pendampingan penyintas bom,
Layanan psikologis untuk perempuan Penyintas Kekerasan, menjadi saksi
ahli Psikologis.
Mengembangkan dan melaksanakan program Jurnalisme dan Trauma,
Pendampingan untuk korban kekerasan struktural (program Survivorof
torture), Pendampingan untuk pendamping kemanusiaan (program Care for
Caregiver), Penelitian untuk perbaikan dan pengembangan program,
Advokasi dan menjadi narasumber dan tempat rujukan informasi seputar isu
pemulihan dan penguatan psikososial. YayasanPulih selalu berusaha untuk
terus ada untuk”Memulihkan harapan, memutus rantaikekerasan,
menggalang perdamaian”.
B. Visi dan Misi Yayasan Pulih
VISI
Terwujudnya pemulihan dan penguatan masyarakat korban kekerasan &
bencana menjadi masyarakat yang sejahtera dan sehat secara psikososial,
damai, bebas dari ketakutan dan kekerasan, demokratis, dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian,HAM, keadilan sosial dan
gender.1
MISI
Memberdayakan kembali penyintas, keluarga, kelompok dan komunitas
sehingga dapat menjalani kehidupan yang produktif dan bermakna, melalui:
1
BukuTahunanYayasan Pulih, Profil Organisasi (Jakarta: Perpustaan Yayasan Pulih,
2009). h. 2.
48
1. Pendidikan dan penyadaran publik kepada kelompok masyarakat,
lembaga-lembaga, dan para pengambil keputusan tentang pencegahan
dan penanganan kekerasan berdasarkan pemulihan trauma dan intervensi
psikososial.
2. Peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam pemulihan
psikososial.
3. Advokasi kebijakan sosial, undang-undang, peraturan pencegahan dan
pelayanan penanganan bencana dan kekerasan yang lebih melindungi,
memenuhi hak-hak dasar masyarakat, dan berorientasi pada pemulihan
trauma dan intervensi psikososial.
4. Pengembangan organisasi yang kompeten dalam bidang psikososial,
akuntabel, otonom, demokratis dan memiliki tanggung jawab sosial
sebagai bagian dari penyelesaian masalah-masalah dampak kekerasan
dan bencana.
5. Pengembangan
organisasi
pembelajaran
yang
bermanfaat
baik
secara internal maupun secara eksternal.2
C. Prinsip Dasar
1. Demokratis
2. Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
3. Keadilan sosial dan gender
4. Transparansi dan dapat dipertanggunggugatkan
5. Damai dan Anti Kekerasan
2
BukuTahunanYayasan Pulih, Profil Organisasi (Jakarta: Perpustaan Yayasan Pulih,
2009). h. 3.
49
D. Layanan
1) Konsultasi masalah psikologis tertentu untuk anak, remaja, dewasa,
perempuan dan laki-laki secara individual, keluarga dan kelompok.
2) Rujukan bagi orang yang mengalami dampak psikologis akibat peristiwa
kekerasan, konflik, bencana alam dan pengalaman lain.
3) Jika diperlukan dapat memberikan kesaksian ahli psikologis untuk kasuskasus yang sedang diproses secara hukum.
4) Konsultasi untuk masalah-masalah psikologis yang dialami oleh jurnalis
media cetak dan elektronik, pekerja kemanusiaan, pendamping penyintas
dan pejuang HAM sebagai konsekuensi dari pekerjaannya.
5) Pelatihan dan menjadi nara sumber terkait dengan isu pemulihan trauma
dan penguatan psikososial dalam konteks kekerasan dan bencana.
6) Penguatan psikososial berbasis komunikasi bagi masyarakat paska
bencana dan konflik kekerasan.
7) Penelitian terkait isu pemulihan trauma dan penguatan psikososial dalam
konteks kekerasan dana bencana.3
3
Buku Tahunan Yayasan Pulih, untuk pemulihan dari Trauma dan Intervensi
psikososial (Jakarta: Perpustakaan Yayasan Pulih, 2009).
50
E. Staf Yayasan Pulih di Kantor Pusat Pasar Minggu (Jakarta Selatan)
Bagan 1: Badan Pengurus Yayasan Pulih4
Ketua :
Miryam S.V.
Nainggolan
Sekretaris :
E.Kristi
Iskandar
Bendahara :
Livia Iskandar
Anggota :
Harkrisyanti Kamil
Dharmayanti Utoyo Lubis
Abdul Malik Gismar
Bagan 2 : Pelaksana Harian 2011 di Kantor Pusat5.
Pelaksana Harian
Kordinator Umum : Syarifah Handayani
KorninatorUtama:
Direktur International : Livia Iskandar
DirekturInternasional :
SyarifahHardani
LiviaIskandar
DivisiLayananLangsung
Koordinator:
VitriaLazzarini
4
Staf:
Anita Kristiani
RenetaKristiani
Buku Tahunan Yayasan Pulih, Profil Organisasi. (Jakarta: Perpustakan Yayasan
Pulih, 2009). h. 15.
5
Buku Tahunan Yayasan Pulih, Profil Organisasi. (Jakarta: Perpustakan Yayasan
Pulih, 2009). h. 15.
51
Bagan 3 : Staf Kantor Yayasan Pulih6.
Divisi Riset, Publikasi dan dokumentasi
Staf :
Cinintya Dewi
Sulistyono
Staf Divisi Umum
dan Keuangan
Staf Keuangan
Senior: Sidiq
Gunawan
Staf Administrasi:
Ahmad Sopiyan
6
Staf Personalia:
Siska Christianty
Staf Mitra:
Taruli Hutapea
Buku Tahunan Yayasan Pulih, Profil Organisasi (Jakarta: Perpustakan Yayasan Pulih,
2009). h. 15.
BAB IV
TEMUAN DATA DAN ANALISIS
A. Temuan Data
1. Model Layanan Bimbingan Langsung yang ada di Yayasan Pulih.
a. Model layanan tatap muka langsung, dimana antara penyintas (korban
kekerasan seksual) dan pembimbing saling bertemu langsung dalam proses
bimbingan. Model pendekatannya dengan bermain, bercerita, menggambar,
curhat dan tanya jawab. 1
Pada priode ini, klien yang melakukan bimbingan tatap muka sangat luas
area domisilinya. Sebelumnya hanya melingkupi wilayah Jabotabek, tetapi
tahun ini ada yang dari Sumatra dan Kalimantan.2
Pendekatan yang dilakukan Yayasan Pulih dalam memberikan
bimbingan layanan tatap muka langsung yaitu dengan pendekatan
psikososial. Pendekatan psikososial yaitu suatu proses dimana anggota
suatu kelompok mempengaruhi prilaku dan kepribadian anggota kelompok
lain. Pada priode ini anak diharapkan dapat bersosialisasi dengan
lingkungan terdekatnya. Ini akan memunculkan rasa percaya diri pada anak
bahwa ia berada dalam lingkungan yang aman dan nyaman.
Metode yang digunakan dalam menangani klien korban kekerasan seksual
terhadap anak di Yayasan Pulih yaitu:
Metode Direktif (metode yang bersifat mengarahkan), metode ini bersifat
mengarahkan kepada penyintas (korban kekerasan seksual) untuk berusaha
1
Laporan Tahunan Yayasan Pulih, Untuk pemulihan dari Trauma dan Intervensi
Psikososial (Jakarta Selatan), h. 6.
2
Laporan Tahunan Yayasan Pulih, Untuk pemulihan dari Trauma dan Intervensi
Psikososial (Jakarta Selatan, 2009), h. 22.
52
a. mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan
kepada klien yaitu dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban
terhadap permasalahan yang dihadapi
atau
dialami
klien.
Yang
menggunakan metode ini adalah model tatap muka dan model outreach
karena dua model ini sama-sama memberi bimbingan secara langsung. Dan
klien juga diarahkan untuk menjadi lebih baik lagi. Terutama dalam
mengatasi permasalahan yang dialami klien.
b. Metode Support Group yakni bimbingan melalui kegiatan kelompok seperti
diskusi, seminar, dan sebagainya.3 Dalam bimbingan korban kekerasan
seksual terhadap anak selain menggunakan metode direktif disana juga
menggunakan metode Support Group yaitu divisi layanan langsung dengan
melakukan kegiatan kelompok dukungan untuk klien dan memberikan
pelatihan percakapan pemberian bantuan serta memberikan pemulihan diri
untuk para klien. Karena bentuk bimbingan ini dilakukan secara kelompok
bukan lagi perorangan.
2. Analisis Tentang Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual
Terhadap anak di Yayasan Pulih.
Dalam bagian ini penulis memfokuskan pada Model Bimbingan Korban
Kekerasan Seksual terhadap Anak yang ada di Yayasan Pulih. Model
bimbingan
yang
digunakan
untuk
membantu
klien
yaitu
dengan
menggunakan model tatap muka langsung, model inilah yang paling banyak
digunakan pembimbing dalam menangani kasus-kasus yang ada di Yayasan
Pulih . Adapun bentuk-bentuk kekerasan yang ada di Yayasan Pulih yaitu:
3
Laporan Tahunan Yayasan Pulih, Untuk pemulihan dari Trauma dan Intervensi
Psikososial (Jakarta Selatan 2009), h.24.
53
Tabel 4.1
Bentuk-bentuk Kekerasan yang ada di Yayasan Pulih.
No
Bentuk-bentuk Kekerasan
Persentase
1
Psikis
30,77 %
2
Fisik
23,93 %
3
Seksual
23,08%
4
Ekonomi
8.55%
5
Perselingkuhan
13,68%
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa bentuk-bentuk kekerasan
yang dialami klien di Yayasan Pulih yaitu kekerasan psikis, kekerasan fisik,
kekerasan seksual, ekonomi, dan perselingkuhan. Kekerasan Psikis sering
dialami oleh klien dalam bentuk ucapan atau kata-kata kasar yang dapat
menimbulkan stigma negatif pada diri klien. Di samping itu klien yang ada di
Yayasan Pulih juga mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Yang
dapat mengakibatkan trauma dan dampak yang buruk terhadap kepribadian
serta kehidupan klien di masa depan.
Salah satu dampak dari kekerasan yaitu klien menjadi menarik diri
terhadap lingkungan sekitar yang seharusnya klien bisa menyesuaikan diri
dan membaur dengan teman-teman sebayanya malah ia tertutup dengan
lingkungan sekitar.
Selain itu faktor ekonomi juga dapat membuat anak mendapatkan
kekerasan baik itu kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan seksual,
banyak orang tua yang menjual anaknya yang masih dibawah umur untuk
dijadikan sebagai wanita penghibur demi untuk memenuhi kebutuhan hidup
54
keluarganya. Disamping itu kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua
juga dapat mengakibatkan anak mengalami kekerasan. Seperti kasus
kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani oleh pembimbing Reneta
Kristiani dan Astrid yang ada di Yayasan Pulih.
1) Kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ada di Yayasan Pulih
a) Kasus pertama yang ditangani oleh Reneta Kristiani (pembimbing).
Kasus yang baru-baru ini ditangani oleh Reneta yaitu kasus
kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur.
klien yang mengalami kekerasan seksual berusia 5 tahun dan pelakunya
berusia 7 tahun. Klien dan pelaku merupakan anak-anak yang masih
dibawah umur. Sungguh sangat ironis seorang anak yang masih berusia 7
tahun bisa melakukan perbuatan yang tidak terpuji seperti itu.
Dalam kasus ini kurangnya pengawasan, perhatian dari orang tua ,
serta banjirnya informasi yang negatif, baik dalam bentuk gambar-gambar
porno, VCD, video porno dan lain sebagainya, menyebabkan pelaku yang
masih di bawah umur mudah melihat hal-hal yang semacam itu. Seperti
kasus yang ditangani oleh Reneta, pelaku menjadi korban dari banjirnya
informasi yang negatif serta kurangnya pengawasan dari orang tua sehingga
pelaku yang masih berusia 7 tahun melakukan tindak kekerasan seksual
kepada anak yang berusia 5 tahun, pelaku memasukkan benda tumpul ke
vagina korban. Korban menangis dan merasa kesakitan di bagian tertentu.
Keesokan harinya si korban merasa kesakitan saat akan buang air
kecil dan tidak mau keluar rumah. Hal ini membuat orang tua korban
bertanya-tanya ada apa dengan anak ini. Ibu korban membawa anaknya ke
rumah sakit ternyata vagina anaknya yang berumur 5 tahun terluka. Hal ini
55
membuat ibu korban kaget dan bertanya-tanya siapa yang melakukan
kekerasan terhadap anaknya. Ibu korban menanyakan kepada korban
ternyata tetangganya yang melakukan hal tersebut kepada anaknya. Setelah
kejadian itu orang tua korban mengajak anak mereka ke Yayasan Pulih
supaya psikologis anaknya bisa stabil dan bisa menetralisir trauma yang
penyintas alami.4
Aktivitas seksual pelaku yang menyimpang sangat memprihatinkan
karena telah mengarah pada tindakan kriminal yang secara hukum pidana
telah menyalahi ketentuan undang-undang. Dalam masyarakat, perilaku anak
yang melakukan pelanggaran atau kejahatan biasa disebut anak nakal. 5
Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa kurangnya pengawasan dari
orang tua akan berdampak kepada perbuatan yang negatif yang dapat
mengakibatkan trauma berkepanjangan bagi si korban.
Dalam kasus ini selain kurangnya pengawasan dari orang tua,
kurangnya pendidikan agama yang diberikan orang tua kepada anaknya
menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Orang tua yang terlalu
sibuk dengan pekerjaannya sampai melalaikan tugasnya sebagai orang tua
dan menyerahkan pengasuhan anaknya kepada pembantu merupakan
tindakan yang tidak dapat dibenarkan, pada masa tumbuh kembangnya
anak sangat memerlukan orang tua dalam mengarahkannya kepada
perbuatan yang positif. Pendidikan agama sangat diperlukan anak untuk
mengetahui perbuatan mana yang di bolehkan dan perbuatan yang
diharamkan oleh agama.
4
Wawancara Pribadi dengan Pembimbing Reneta Kristiani, Lenteng Agung, 2 Maret
2011.
5
Kartini Kartono, Patologi Sosial II Kenakalan Remaja (Jakarta: CV.Rajawali , 1992). h.8
56
Islam telah menggariskan kepada para orang tua tentang prinsipprinsip pendidikan yang konsisten untuk mengarahkan dan mendidik anakanak serta melaksanakan kewajiban-kewajiban dan hak-hak mereka.
Diantaranya yaitu memelihara diri dan anak-anak mereka dari hal-hal yang
menyebabkan kemurkaan Allah dan masuk ke dalam neraka. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat At-Tahrim ayat 6:
          
            
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”. 6
Demikian pula dengan pelaku kejahatan sendiri, siapa pun dapat
menjadi pelaku dari kejahatan, apakah pelakunya masih anak-anak maupun
orang yang berusia lanjut (dewasa). Jadi tanpa memandang usia atau jenis
kelamin meski pun pada kenyataannya jumlah kejahatan yang dilakukan
oleh anak-anak relatif kecil, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kejahatan
yang dilakukan anak tersebut terjadi di mana-mana.
Pelaku kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur
hal ini tentunya di pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain karena anak
tersebut tidak mendapat kasih sayang dari orang tuanya, orang tua lupa diri
6
Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur‟an dan Terjemahan Special For
Woman (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 560.
57
sebagai orang tua karena terlalu sibuk, juga disebabkan oleh pihak-pihak
tertentu yang tidak bertanggung jawab, pengaruh lingkungan, kebebasan
pergaulan akibat tidak mendapat perhatian orang tua di rumah, adanya film
dan video yang lepas sensor, bacaan-bacaan yang dapat merusak jiwa anak
tersebut. Sehingga anak tidak ada yang mengarahkan dan memberitahukan
mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tidak boleh dilakukan
(perbuatan buruk).
Pendidikan seksual di usia dini harus mendapatkan perhatian secara
khusus dari para orang tua, untuk upaya pengajaran, penyadaran, dan
penerangan tentang masalah-masalah seksual kepada anak, sejak anak-anak
mengenal masalah-masalah yang berkenaan dengan naluri seks. Hal itu
dimaksudkan agar jika anak tumbuh menjadi seorang pemuda dan dapat
memahami urusan-urusan kehidupan, ia telah mengetahui masalah-masalah
yang diharamkan dan dihalalkan. Lebih jauh lagi, ia bahkan mampu
menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlak dan kebiasaan hidup, serta
tidak diperbudak hawa nafsu.
Orang tua harus mengikuti dasar-dasar Islam dalam mencegah setiap
dorongan yang membangkitkan birahi anak dan merangsang seksual anak.
Untuk itu orang tua harus mengajarkan adab memandang kepada anak sejak
masa pertumbuhannya.
Menurut Renata (selaku pembimbing) kekerasan seksual dapat
dicegah dengan cara:7
7
Wawancara pribadi dengan Pembimbing Reneta Kristiani, Lenteng Agung, 2 Maret
2011.
58
a. Orang tua membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi
dengan anak. Dengan cara menyempatkan diri untuk bermain bersama
anak.
b.Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada anak-anak
tentang tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh
orang lain terhadap bagian tubuhnya.
c. Kenalkan kepada anak perbedaan antara orang asing, kenalan, teman,
sahabat, dan kerabat.
d.Jika sang anak sudah melewati usia balita, ajarkan bersikap malu bila
telanjang.
e. Adanya keterlibatan aparat penegak hukum yakni penyidik, jaksa dan
hakim dalam menangani kasus pelecehan seksual pada anak sehingga
perspektif terhadap anak diharapkan dapat menimbulkan efek jera pada
pelaku tindak pidana pelecehan sehingga tidak ada lagi anak-anak
yang menjadi korban pelecehan seksual.
Kalau kelima poin ini dapat dilaksanakan dengan baik kasus-kasus
kekerasan seksual terhadap anak tidak akan terjadi, yang penting adanya
kerja sama orang tua dan pihak-pihak terkait dalam mencegah terjadinya
tindak kekerasan seksual terhadap anak. Di sinilah peran aktif orang tua
sangat mempengaruhi tindakan dan perilaku anak. Kalau orang tua
memberikan pendidikan agama yang cukup kepada anak pasti anak akan
dapat mengontrol hawa nafsu yang ada pada dirinya dan segala tingkah
laku mereka dalam bertindak. Serta akan mengurangi kasus tindak
kekerasan seksual yang dialami anak.
59
Dalam menangani kasus diatas pembimbing menggunakan model
tatap
muka
langsung
dengan
pendekatan
direktif
(pendekatan
mengarahkan) menggunakan media (alat peraga) yaitu dengan model
pendekatan bercerita, menggambar dan bermain, karena peyintas (korban
kekerasan seksual) yang ditangani pembimbing berusia 5 tahun (masa
anak-anak awal). Jadi pembimbing menggunakan alat peraga untuk
melakukan bimbingan.
Model ini sangat efektif dilakukan karena dunia anak merupakan
dunia bermain jadi pembimbing menggunakan pendekatan dengan model
ini untuk mengidentifikasi masalah yang klien alami dan memberikan
materi-materi yang positif kepada klien. Di Yayasan Pulih ada tiga model
pendekatan tatap muka langsung untuk anak-anak yaitu:
1. Model bercerita :
Pada model bercerita ini pembimbing mengeksplor emosi klien, karena
klien yang mengalami kekerasan seksual emosinya tidak stabil jadi
pembimbing menggunakan pendekatan ini untuk memberikan materi
yang positif lewat cerita yang disampaikan oleh pembimbing. Dalam
Bimbingan Islam, model cerita ini berisi cerita-cerita Islami dan cerita
penuh hikmah yang akan sangat berguna untuk penyintas, contoh
kehidupan para rasul, sahabat, para ulama. Sehingga dapat menjalani
kehidupan dengan penuh percaya diri, tawakal, bersyukur, dan sabar.8
8
Yusuf Syamsu dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya Offset, September 2006), h. 79.
60
2. Model menggambar :
Merupakan teknik bimbingan atau pendekatan kepada klien di mana
lewat gambar klien dapat meluapkan emosinya kepada pelaku, Jadi
pembimbing juga menggunakan pendekatan lewat media gambar untuk
memberikan materi kepada si klien.
3. Model Bermain
Merupakan teknik bimbingan atau pendekatan kepada klien dimana
dengan bermain klien akan dapat mengeluarkan emosinya. Karena anak
yang mengalami kekerasan seksual emosinya tidak stabil. Dengan
pendekatan bermain klien akan menyalurkan emosi kekesalannya kepada
pelaku lewat permainan yang ia mainkan karena dunia anak merupakan
dunia bermain.
Dengan menggunakan pendekatan ini mempermudah pembimbing
dalam memberikan materi kepada klien yang mengalami trauma kasus
kekerasan. Selain itu peran orang tua atau orang terdekat klien juga sangat
membantu pemulihan klien. Maka dari itu pembimbing dan orang tua harus
saling bekerjasama dalam pemulihan klien.
Pembimbing yang ada di yayasan pulih juga mengadakan bimbingan
kepada orang tua korban untuk menggali informasi tentang klien. Setelah
mendapatkan informasi dari orang tua atau orang terdekat klien
pembimbing mengetahui faktor yang menyebabkan anak mengalami
kekerasan seksual.
61
Menurut reneta (selaku pembimbing) faktor penyebab kekerasan seksual,
seperti kasus di atas karena pengaruh media elektronik dan gambar-gambar,
VCD dan video porno yang dapat merangsang anak. 9
Faktor penyebab tersebut dapat mendorong anak untuk menyimpang
dan melakukan tindak kejahatan, semua itu mampu merusak akhlak anak
maupun orang yang melihat film dan gambar porno tersebut. Biasanya
pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah orang terdekat dari klien.
2. Kasus Kedua yang ditangani oleh Astrid WEN.
Dalam kasus ini penyintas yang mengalami kekerasan seksual masih
dibawah umur (usianya 16 tahun), sungguh sangat ironis anak yang
seharusnya mendapatkan perlindungan, akan rasa aman dan nyaman dalam
sebuah keluarga malah mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari
orang terdekatnya.
Keadaan keluarga klien yang broken home dapat menyebabkan
seorang anak rentan mengalami kekerasan seksual. Masalah keluarga yang
broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang
utama dari akar-akar kehidupan klien.
Semenjak orang tuanya berpisah klien sudah tidak sekolah lagi
karena tidak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan, ia diperkosa oleh
pamannya yang usianya 20 tahun lebih tua dari dirinya. Semenjak orang
tuanya berpisah klien tinggal bersama ibu dan neneknya karena penyintas
masih dibawah umur jadi hak asuhnya jatuh ketangan sang ibu.
Mengetahui anaknya diperkosa oleh pamannya sendiri Ibu korban
bahkan hampir pingsan begitu tahu anak gadisnya yang baru berusia 16
9
Wawancara Pribadi dengan Pembimbing Reneta Kristiani, Lenteng Agung, 2 Maret
2011.
62
tahun mengalami pemerkosaan/tindak kekerasan seksual dari pamannya. Ia
sama sekali tak mengira, pamannya yang selama ini dikenal baik dan
pendiam, tega melakukan tindakan tidak bermoral itu kepada anaknya.
Pada kasus ini klien mengalami kekerasan seksual yaitu karena
kurangnya pengawasan, perhatian dari orang tuanya. Setiap anak
memerlukan kasih sayang dan perlindungan dari kedua orang tuanya.
Penyintas masih memerlukan ayah dan ibu untuk menemani dan
memberikan perhatian padanya. Tetapi kebutuhan anak ini tidak dapat
sepenuhnya diberikan oleh kedua orang tuanya.
Klien merupakan korban dari keluarga yang broken home ayah dan
ibunya sudah bercerai. Ketegangan-ketegangan antara ayah dan ibunya
yang sering terjadi mengakibatkan klien tidak merasa mendapatkan
perlindungan dan kasih sayang dari orang tuanya pada hal faktor-faktor ini
sangat penting bagi perkembangan klien secara normal.
Ketidak
hadiran
sang
ayah
dalam
sebuah
keluarga
akan
mempegaruhi perkembangan klien dan perubahan tugas bagi seorang ibu.
Isteri yang ditinggal oleh suaminya harus berperan sebagai ibu sekaligus
ayah bagi anak-anaknya. Tanggung jawab seorang ibu bertambah, ia harus
mencari nafkah dan mengambil keputusan penting sendiri. Tugas-tugas
tersebut akan meyita waktu dan perhatian yang biasanya digunakan untuk
melakukan tugas-tugasnya sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya.
Begitu pula klien dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya,
ia membutuhkan uluran tangan dari orang tuanya. Orang tualah yang paling
bertanggung jawab dalam memperkembangkan keseluruhan eksistensi anak
termasuk disini kebutuhan fisik dan psikis, sehingga anak dapat tumbuh
63
dan berkembang kearah kepribadian yang harmonis dan matang. Akibat
kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua klien mengalami
kekerasan seksual dari orang terdekatnya yaitu pamannya sendiri yang tega
melakukan tindakan yang tidak berprikemanusiaan.
Penyintas yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan kasih
sayang dari orang terdekatnya malah mendapatkan perlakuan yang tidak
bermoral dari pamannya sendiri, selain mengalami kekerasan seksual klien
juga mengalami kekerasan psikis, dan kekerasan
fisik. Yang dapat
mengakibatkan dampak yang buruk dalam masa tumbuh kembang klien.
Dalam kasus ini klien akan mengalami tekanan mental yang sangat
berat di lingkungannya, Misalnya dia akan merasa malu dan minder
terhadap orang di sekitarnya. Klien akan menjadi pendiam dan cenderung
menjadi anak yang menyendiri serta suka melamun.
Pikiran-pikiran dan bayangan-bayangan negatif seperti menyalahkan
takdir, menyalahkan diri sendiri, mudah marah, malu, tekanan mental itu
mempengaruhi kejiwaannya sehingga dapat mengakibatkan stress dan
frustrasi bahkan seorang anak bisa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan setelah kejadiaan tersebut
sang ibu membawa anaknya (klien) ke Yayasan Pulih untuk pemulihan
trauma akibat kekerasan seksual yang dialaminya. Setelah melakukan
bimbingan dengan pembimbing diketahui bahwa faktor yang menyebabkan
penyintas mengalami kekerasan seksual yaitu:
Menurut Astrid, ada banyak faktor yang menyebabkan seorang anak
mengalami kekerasan seksual salah satunya yaitu faktor lingkungan tempat
tinggal sangat mempengaruhi seorang anak mendapatkan perlakuan kasar
atau kekerasan, rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku membuat pelaku
64
tidak dapat mengontrol nafsu atau prilakunya, serta faktor ekonomi
rendah.10
Korban yang belum mempunyai kedewasaan penuh, biasanya tidak
berani berbicara tentang perkosaan yang menimpanya karena mereka
biasanya diancam oleh pelaku.
Dalam menangani kasus ini pembimbing yang ada di yayasan pulih
menggunakan metode pendekatan direktif (mengarahkan) kepada klien,
karena sebagian besar anak yang mengalami kekerasan seksual sangat
tertutup kepada orang lain termasuk kepada pembimbing maka dari itu
pembimbing menggunakan pendekatan direktif (mengarahkan) yaitu di
mana pembimbing lebih aktif dari pada klien.
Metode ini bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha
mengatasi permasalahan yang dialami klien yaitu dengan cara curhat dan
tanya jawab di mana pembimbing memberikan stimuli kepada klien supaya
klien dapat mengeluarkan atau meluapkan emosi yang terpendam kepada
pelaku,
dengan
menggunakan
pendekatan
ini
pembimbing
dapat
mengidentifikasi kasus yang dialami oleh klien dan memberikan motivasi
yang positif kepada klien supaya klien dapat bangkit dari permasalahan
yang ia hadapi.
Keadaan ekonomi yang rendah juga menjadi faktor penyebab
terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap anak, seperti yang dialami
klien keadaan ekonomi yang rendah menyebabkan ia mengalami tindak
kekerasan seksual yang dilakukan oleh pamannya sendiri.
10
Wawancara Pribadi dengan Pembimbing Astrid WEN, Lenteng Agung, 17 Maret 2011.
65
“Sebulan sudah ada empat kasus kekerasan seksual yang umurnya
bervariasi ini sungguh luar biasa” kata Astrid (selaku pembimbing).
Memperihatinkan lagi, sebagian besar korban kekerasan seksual tersebut
anak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.11
Kelas sosial tersebut, kata Astrid (selaku pembimbing), memang
rentan masalah yang diakibatkan faktor ekonomi. Kebanyakan keluarga
dari tingkat ekonomi menengah ke bawah tidak banyak memiliki waktu
mengawasi anak-anaknya lantaran sebagian besar waktunya dihabiskan
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Bahkan kebanyakan malah
menitipkan pengasuhan anak-anaknya kepada orang lain.
Begitu juga dengan penyintas yang dibimbing oleh Astrid. klien
putus sekolah setelah orang tuanya bercerai. Dia dirawat neneknya dan
sering ditinggal sendirian di rumah karena orang tuanya dan neneknya
mencari nafkah seharian, klien diperkosa oleh pamannya yang berusia 20
tahun lebih tua dari klien.
Kekerasan seksual dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
karena kurangnya peran orang tua dalam mendidik, mengawasi dan
menjaga anaknya. Hal ini dikarenakan orang tua yang bekerja dan anak
yang diasuh oleh orang lain sehingga anak tidak mendapatkan pendidikan
umum dan pendidikan agama yang baik.
Peran agama sangat penting untuk memberikan pemahaman
kepada klien dan pelaku kekerasan seksual, karena agama memegang
peranan sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri. Hal ini diakui
oleh ahli klinis, psikiatris, pendeta, dan konselor bahwa agama adalah
11
Wawancara Pribadi dengan Pembimbing Astrid WEN, Lenteng Agung, 17 Maret 2011.
66
faktor penting dalam memelihara dan memperbaiki kesehatan mental.
Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi
konflik, frustasi, dan ketegangan lainnya, dan memberikan suasana damai
dan tenang.12
Islam merupakan agama yang sempurna karena di dalamnya
banyak diajarkan hal-hal yang baik seperti tata cara berpakaian seorang
muslim, bertingkah laku yang baik sebagai seorang muslim dsb. Di alQur‟an sudah sangat jelas memberitahukan kepada umat manusia cara
berpakaian yang baik yaitu bagi perempuan menutup aurat dari ujung
rambut sampai ujung kaki, tidak berpakaian menonjolkan lekuk tubuh.
Untuk
anak-anak
perempuan,
biasakanlah
agar
mereka
mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika dewasa mereka
akan mudah untuk mengenakan jilbab.
Kalau para
perempuan
memperhatikan cara berpakaian yang sopan dan rapi akan mengurangi
terjadinya tindak kekerasan atau pelecehan seksual terhadap perempuan.
Kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak tidak hanya
sepenuhnya kesalahan pelaku tetapi terkadang korban juga dapat
mengundang terjadinya kekerasan seksual terhadap dirinya. Misalnya
dilihat dari cara berpakaian korban yang sangat minim sehingga
mengundang sahwat laki-laki dan timbul niatan jahat kepada korban. Hal
ini sangat memperihatinkan karena gaya berpakaian juga dapat memicu
timbulnya kekerasan seksual.
12
M. Yudi Ali Akbar, Artikel Bimbingan Rehabilitasi Rohani NAPZA, November 2010.
67
Sejak kecil anak sebaiknya diajarkan bagaimana beribadah dengan
benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Mulai dari tata cara
bersuci, shalat, serta beragam ibadah lainnya. Islam telah memberikan
pengarahan untuk mengatasi masalah dengan metode-metode praktis yang
dapat menyehatkan dan menguatkan badan, serta menjadikan mereka
sebagai anak aktif.
Di antara metode tersebut, membiasakan anak untuk beribadah,
terutama shalat yang dipandang oleh Islam sebagai tiang dan pondasi
agama. Sebab, shalat mempunyai dampak rohani maupun jasmani, di
samping moral dan psikologikal.13 Sebagaimana Rasulullah shallallahu
„alaihi wasallam bersabda:
‫صَّلُوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَّلِي‬
Artinya: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”.(HR.
Al-Bukhari).14
Anak yang didik sejak kecil oleh orang tuanya diajarkan shalat
sampai besar akan terbiasa menjalankan ibadah ini. Karena dengan
melaksanakan shalat hati akan terasa tenang dan tentram. Dengan
melaksanakan shalat juga dapat menetralisir hawa nafsu yang ada pada
manusia dan dapat menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang oleh
agama seperti perbuatan zina.
Selain itu Islam mengajarkan kelemah lembutan dalam mendidik
anak. Islam telah memerintahkan kepada setiap orang tua yang
mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik anak,
13
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta : Pustaka Amani.
1995). h. 122.
14
Ibid.
68
dengan sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak
akan tumbuh secara istiqamah, terdidik untuk berani dan berdiri sendiri,
kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan
kemuliaan. Berikut ini ayat Al-Qur‟an tentang ajaran-ajaran Islam tentang
akhlak yang luhur, perlakuan yang penuh kasih sayang dan kelemah
lembutan. Allah Swt berfirman dalam surat Ali-Imron:134.
           
  
Artinya: (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.
Allah mengajarkan kepada umat manusia agar memperlakukan
anaknya dengan penuh kasih sayang. sebagaimana berfirman dalam surat
Al-Baqarah: 83.
             
           
   
Artinya: Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat
kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian
kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling
Allah mengajarkan kepada umat manusia supaya memperlakukan
anaknya dengan cara kelembutan karena anak merupakan amanah yang
69
diberikan oleh Allah untuk dijaga dan dididik supaya menjadi anak yang
berguna untuk orang tua dan bangsa. 15 Sebagaimana firman Allah dalam
surat Ali-Imron 159:16

                 
                
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Itulah petunjuk Islam tentang kelemah-lembutan, kebaikan dan
keutamaan di dalam berbicara dan bergaul. Tidak ada jalan lain bagi orang
tua, kecuali melaksanakan apa yang telah digariskan Islam, dan
menerapkannya sesuai dengan petunjuknya, jika memang mereka ingin
anak-anak mereka mempunyai kehidupan yang mulia, istiqamah secara
konsisten dan tingkah laku sosial yang utama. Adapun jika mereka
menempuh cara yang naif, memberikan perlakuan yang kasar dan
hukuman yang zalim.
Maka mereka telah berbuat dosa kepada anak-anak dengan
melemparkan anak-anak mereka kepada pola kehidupan yang salah,
pengarahan yang naif dan tercela. Bahkan mereka akan benar-benar
melihat anak-anak yang tumbuh menyimpang dan durhaka. Sebab mereka
15
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani.
1995), h. 130.
16
Hasan Al-Banna, Departemen Agama RI Al-Qur‟an Terjemahan Special For Women,
(Bandung: PT.Sygmaexamedia Arkanleema, 2010), h.71.
70
yang menanamkan benih-benih penyimpangan dan kedurhakaan itu dalam
diri anak-anak, ketika mereka masih kecil.
Dalam Islam mendidik anak hendaknya lebih mengedepankan
imbalan (targhib/reward) dari pada hukuman (tarhib/punishment), karena
bisa membuat anak melawan, sebaliknya imbalan (targhib/reward) bisa
membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Pemberian reward tidak harus
dengan pemberian hadiah berupa benda, tetapi bisa dilakukan dengan
pujian, perhatian, tepukan punggung, dan sebagainya.
Islam secara tegas mengajarkan pendidikan anak tanpa kekerasan,
kata ”Islam” itu sendiri adalah damai. Semua umat Islam harus
menciptakan kedamaian dunia, karena kehadiran Islam tidak lain hanyalah
untuk rahmat (kasih sayang) bagi seluruh alam. Wallahu ’alam
Mendidik anak harus tanpa kekerasan, jika pendidikan sesuai dengan
tuntunan ajaran Islam telah ia lakukan. Misalnya melakukan kebaikan,
mendidik anak dengan kasih sayang, menunjukkan keteladanan dari kedua
orang tua, menjaga lingkungan pergaulan anak, dsb. Pasti anak tidak akan
mengalami yang namanya kekerasan seksual.17
Pada dasarnya setiap kegiatan bimbingan pasti akan menemukan faktor
yang dapat menghambat proses bimbingan tersebut. Namun ada pula faktor
yang mendukung proses bimbingan. Begitu pula model bimbingan
kekerasan seksual terhadap anak di yayasan pulih. Membimbing anak
korban kekerasan seksual ini tidak mudah, karena anak korban kekerasan
17
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam (Jakarta: Pustaka Amani,
1995), h. 122.
71
seksual pasti mengalami trauma yang menyebabkan fisik dan psikisnya
terganggu.
1. Faktor Penghambat dalam Bimbingan di Yayasan Pulih yaitu:
a. Faktor emosi, Anak korban kekerasan seksual yang tidak stabil,
mudah marah dan sensitif. Karena mereka masih mengingat kejadian
yang ia alami tetapi mereka sangat tertutup dan malu untuk
menceritakannya kepada orang lain. Menurut mereka kejadian yang ia
alami sangat tabu untuk di ceritakan kepada orang lain. Karena
merupakan sebuah aib yang harus ditutup rapat-rapat.
Dalam hal ini pembimbing merasa sulit dalam memberikan materi
bimbingan karena si anak mengalami goncangan emosi yang tidak
menentu. Untuk itu, pembimbing perlu memahami dan mengerti
mengenai kestabilan emosi si penyintas.
Ketika si penyintas dalam keadaan stabil materi bimbingan bisa
diberikan tetapi sebaliknya pembimbing perlu memberikan hal-hal
yang bisa menyenangkan si anak seperti mengajaknya bermain dan si
anak dalam keadaan stabil kembali anak kemudian bisa diberikan
materi bimbingan. Selain itu di sinilah kesabaran pembimbing sangat
diuji untuk mengubah konsep diri penyintas dari konsep diri negatif
menjadi konsep diri yang positif atau membangun.
b. Kurang adanya motivasi orang tua atau pengasuh karena anak korban
kekerasan seksual memerlukan perhatian khusus terutama dari orang
tua dan orang terdekat anak sehingga pembimbing merasa kesulitan
memberikan materi bimbingan. Karena kebanyakan anak korban
72
kekerasan seksual mendapatkan perlakuan kasar atau kekerasan dari
orang terdekatnya bisa paman, ayah, tetangga, gurunya dll.
c. Selain itu jarak yang jauh juga Mempengaruhi hambatan dalam
mengadakan bimbingan.
d. Janji yang tidak di tepati oleh klien karena kurangnya komunikasi
antar klien dengan pembimbing.
2. Faktor Pendukung dalam Bimbingan di Yayasan Pulih yaitu:
Dalam proses bimbingan terhadap korban kekerasan seksual
terhadap anak pasti ada faktor yang mendukung berlangsungnya suatu
bimbingan yaitu:
a. Menggunakan media (alat peraga) dalam proses bimbingan akan lebih
mudah dilakukan karena anak-anak menyukai sesuatu yang menarik
berupa,
permainan,
menggambar,
bercerita.
Misalnya
ketika
pembimbing sedang melakukan bimbingan untuk menumbuhkan rasa
percaya diri pada anak korban kekerasan seksual supaya anak bisa
dekat dan terbuka kepada pembimbing, pembimbing melakukan
pendekatan dengan cara mengajak anak penyintas (korban kekerasan
seksual) bermain permainan yang klien suka setelah klien tersebut
nyaman dengan permainan yang ia mainkan akan sangat mudah untuk
pembimbing memasukkan materi-materi dalam menumbuhkan rasa
percaya diri pada anak korban kekerasan seksual tersebut.
b. Di yayasan pulih sengaja dibentuk seperti rumah supaya klien yang
datang ke yayasan pulih mendapatkan suasana yang aman, nyaman
73
untuk melakukan bimbingan, karena orang-orang yang datang ke sana
merupakan orang-orang yang mempunyai banyak masalah jadi
dibentuk seperti rumah supaya klien tersebut merasa mendapat
penyejukan dan perlindungan dari orang-orang yang sayang pada
mereka.
c. Kesiapan
pembimbing
juga
menjadi
faktor
pendukung
berlangsungnya proses bimbingan.
d. Klien yang niat datang untuk mengadakan bimbingan datang tanpa
paksaan juga sangat mendukung terjadinya proses bimbingan berjalan
dengan lancar dan fasilitas yang diperlukan untuk bimbingan
memadai.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model layanan tatap muka langsung, dimana antara klien dan pembimbing
saling bertemu langsung dalam proses bimbingan. Model pendekatannya
menggunakan pendekatan direktif (mengarahkan) dimana pembimbing lebih
aktif dari klien. Pendekatan bimbingannya yaitu dengan bermain, bercerita,
menggambar, curhat dan tanya jawab.
Model Bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak dalam
perspektif Islam di sini penanganannya dengan pendekatan bercerita dimana
dengan cerita mempermudah pembimbing dalam memasukkan materi-materi
Islami yang dapat membatu pemulihan klien seperti memberikan cerita-cerita
Islami dan cerita penuh hikmah yang akan sangat berguna untuk klien, contoh
kehidupan para rasul, sahabat, para ulama. Sehingga klien dapat menjalani
kehidupan dengan penuh percaya diri, tawakal, bersyukur, dan sabar. Dengan
menggunakan pendekatan ini mempermudah pembimbing dalam mengetahui
penyebab masalah yang dialami klien.
Metode yang digunakan dalam menangani klien korban kekerasan seksual
di Yayasan Pulih yaitu:
a. Metode Direktif (metode yang bersifat mengarahkan), metode ini bersifat
mengarahkan kepada penyintas untuk berusaha mengatasi permasalahan
yang dihadapinya. Yang menggunakan metode ini adalah model tatap muka
dan model outreach karena dua model ini sama-sama memberikan
75
76
bimbingan secara langsung. Dan penyintas (korban kekerasan seksual) juga
diarahkan untuk menjadi lebih baik lagi. Terutama dalam mengatasi
permasalahan yang dialaminya.
b. Metode Support Group yakni cara pengungkapan jiwa/batin oleh penyintas
serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti diskusi, seminar, dan
sebagainya. Dalam bimbingan bagi korban kekerasan seksual terhadap anak
selain menggunakan metode direktif disana juga menggunakan metode
Support Group yaitu divisi layanan langsung dengan melakukan kegiatan
kelompok dukungan untuk penyintas dan memberikan pemulihan diri untuk
para penyintas korban kekerasan seksual. Karena bentuk bimbingan ini
dilakukan secara kelompok bukan lagi perorangan.
Dalam proses bimbingan ada faktor penghambat dan pendukung begitu
juga proses bimbingan yang ada di Yayasan Pulih adapun faktor penghambat
dan pendukungnya yaitu :
a. Faktor emosi, anak yang mengalami kekerasan seksual pasti tingkat
emosinya tidak stabil sehingga dapat menghambat berlangsungnya proses
bimbingan.
b. Faktor kurangnya motivasi orang tua atau orang terdekat dari sang anak.
c. Jarak yang jauh juga mempengaruhi hambatan dalam mengadakan
bimbingan.
d. Janji yang tidak di tepati oleh klien karena kurangnya komunikasi antar
klien dengan pembimbing juga menjadi penghambat dalam proses
bimbingan.
77
Sedangkan faktor pendukung dalam bimbingan yaitu:
a. Adanya alat peraga atau media yang digunakan pembimbing untuk
melakukan pendekatan atau bimbingan dengan klien.
b. Pembimbing dapat menciptakan suasana aman dan nyaman kepada klien
sehingga proses bimbingan akan berjalan dengan baik.
c. Serta kesiapan pembimbing juga menjadi faktor pendukung terciptanya
proses bimbingan berjalan dengan lancar.
B. Saran
(1). Kepada Yayasan Pulih yang intens menangani masalah kekerasan kepada
anak hendaknya semakin meningkatkan sosialiasi dalam rangka menyebar
luaskan pengetahuan dan kesadaran bagi masyarakat, khususnya
masyarakat yang berada di daerah terpencil, pedesaan, dengan latar
belakang pendidikan dan ekonomi yang rendah.
(2). Kepada para orang tua sebaiknya mengajarkan pendidikan agama dan
mengajarkan akhlak yang baik kepada anaknya. Tanamkan kepada mereka
akhlak-akhlak mulia sejak usia dini seperti berkata jujur, berbakti kepada
orang tua, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih
muda, serta beragam akhlak lainnya. Dengan ajaran-ajarannya yang
edukatif, Islam telah mengarahkan para orang tua untuk memperhatikan
anak-anak secara sempurna.
Mendidik akhlak yang baik kepada anak sejak usia dini anak akan
mengetahui perbuatan yang baik dengan perbuatan yang tidak baik, dan
anak akan terhidar dari perbuatan yang negatif karena anak sudah
78
dibentengi oleh orang tuanya dengan akhlak yang mulia sesuai dengan
ajaran Islam.
(3) Dan masyarakat luas pada umumnya, hendaknya semakin meningkatkan
pengawasan dan kontrol terhadap lingkungan dan tempat bermain anak.
(4). Kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat hendaknya semakin intensif
melakukan
pembinaan
kepada
warga
masyarakat
untuk
dapat
meminimalisasi potensi terjadinya tindak pidana pelecehan seksual yang
mungkin dapat terjadi di lingkungan masyarakat setempat.
(5). Selain itu perlukan adanya kerja sama lintas sektor yang melibatkan
banyak pihak. Semua pemangku kepentingan perlu menyamakan persepsi
dalam permasalahan ini dan berinisiatif mengembangkan pola-pola
pencegahan kekerasan seksual pada anak supaya tidak ada lagi kekerasankekerasan yang dialami oleh anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurouf, Moh, et. Al.Masa Transisi Remaja. Jakarta : Triasco Publisher, 2003,
cet. Ke – 1.
Amirin, M. Tatang. Pokok-pokok Teori Sistem. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2003.Ed. 1.cet. 8.
Anton, M. Moelino.Kamus Besar bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka,
1998), cet. Ke-1.h. 30-31.
Antonius, Atosokhi, Gea Noor Rahmat, Antonina, Panca Yuni
Wulandari.Character Building III. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
2004.
Arif Gosita.Masalah Perlindungan Anak.Jakarta: Sinar Grafika, 1992, hal 28.
Atharton & Klemack dalam Irawan Soehartono.Metode Penelitian Sosial.
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004). Hal. 35.
Bungin, Burhan.Pornomedia Kontruksi Sosial Teknologi Telematika dan
Perayaan Seks di Media Massa.Bogor : Kencana, 2003.cet.1. hal. 93.
Departemen Pendidikan Nasional, edisi ketiga. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Effendi, Onong Uchjana.Ilmu Komunikasi dan Praktif.Bandung: CV.Remaja
Kaya, 1984. cet. ke. 1
Hallen, A. Bimbingan dan Konseling.(Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005).cet. ke-3.
Hal. 2.
Hanafi, A.Asas-Asas Hukum Islam.(Yogyakarta: Bulan Bintang,1976), hal. 370.
Hasan Al-Banna, dkk. Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special
For Woman. (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret
2010).
Hurluck, E.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. 1990.
Jumhur, M.Surya. Bimbingan Penyuluhan di Sekolah. (Bandung: CV. Ilmu,
1075). Hal. 25.
J.Urendenberght.MetodedanteknikpenelitianMasyarakat.(Jakarta: PT. Gramedia,
1980), Hal. 341.
Kartini, Kartono.Patologi Sosial II .(Kenakalan Remaja), (Jakarta: CV.Rajawali,
1992). Hal.8.
Khairul, Umam & D.A.Achyar Aminudin.Bimbingan dan Penyuluhan.(Bandung:
Cv. Pustaka Setia, 1998).
Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi (Bandung:PT.
Remaja Rosdakarya, 1998). hal. 4.
Mardalis.Metode Penelitian Proposal. (Jakarta: Bumi Aksara,2002).
Masran, Singarimbun dan Sofian, Effendi.Metode Penelitian Survei. (Jakarta:
LP3ES, 1995).Cet. ke- I. hal. 263.
Prayitno dan Erman, Amti.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. (Jakarta :
Rineka Cipta, 2004). cet. Ke – 2. Hal.112.
Sarlito, Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja. (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007). Ed. Revisi 11.
Shadily, Hasan.Eksiklopedi Indonesia. Ichtiar Baru Vab Hoeve. Jakarta, 1986.
Singgih,D. Gunarsa.Psikologi Remaja. (Jakarta: Gunung Mulia, 1992).Hal. 7.
Soedarsono.Kenakalan Remaja.Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Suharsimi Arikunto.Prosedur PenelitianSuatu Pendekatan Praktek.(Jakarta:
PT.Rieneka Cipta,1996). hal. 145.
Thohari,
Muswar.Dasar
Konseptual
Bimbingan
Islam.(Yoyakarta:UII Press, 1992).Hal.76.
dan
Konseling
Tim Penyusun Kamus.Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus
Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 133.
Ulwan,Abdullah Nashih.Pendidikan Anak Dalam Islam. (Jakarta : Pustaka Amani.
1995). h. 122.
Yayasan Pulih.Buku Tahunan Yayasan Pulih 2009.(Jakarta: Perpustakaan
Yayasan Pulih, 2009).
Yusuf
Syamsu dan A. Juntika Nurihsan.Landasan Bimbingan &
Konseling.(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, September 2006).
Cet-2.
Zahrotun.Dkk.PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Tinjaun Psikologi Barat dan
Psikologi Islam.Ciputat Jakarta: UIN Jakarta Press, Desember 2006.
Zakiah Darajat.Psikoterapi Islam. (Jakarta: PT. Bulan Bintang. 2002). Cet.1.
Artikel
Akbar, M. Yudi Ali. Artikel Bimbingan Rehabilitasi Rohani NAPZA.November
2010.
Basorudin, Sumarni Ny. Perlindungan Hukum Bagi Anak Indonesia dan Konvensi
Hak-hak Anak. (makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional
mengenai Anak Jalanan. Yogyakarta, September 1996.
Hak-hak anak SEBAGAI PELAKU, KORBAN SERTA PERLINDUNGAN
KHUSUS BERDASARKAN UU Perlindungan Anak No: 23/2002, UU
PENGADILAN ANAK NO: 3 / 1997, HUKUM INTERNASIONAL,
UU HAM.Tanggal 14 Maret 2001
http://kakak.org/home.php?page=artikel&id=84. Penyebab Kekerasan Seksual
Terhadap Anak Dan Hubungan Pelaku Dengan Korban.15 Juni
2009,Artikel.
Sirait, Arist Merdeka. Hentikan Kekerasan Terhadap Anak Sekarang.
Kompas,Tajuk Rencana. Perlakuan Salah pada Anak. Rabu.18 Januari
2006.
Soekanto.Jurnal Psikologi UI. Jakarta: UI Press, 1980.
Yayasan Pulih.JurnalUntuk Pemulihan dari Trauma dan Intervensi Psikososial.
Penerbitan ini didukung oleh Yayasan Sosial Indonesia.
UU Republik Indonesia No.23 Tahun 2003.
Tim Penyusun Kamus. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995. h. 133.
Wawancara
Wawancara pribadi dengan Pembimbing Reneta Kristiani. Lenteng Agung, 10
Maret 2011.
Wawancara pribadi dengan pembimbing Astrid WEN. Lenteng Agung, 17 Maret
2011.
Internet
Fields,Tim.
2002.
Issues
Related
to
Bullying:
www.Successunling.co.uk/related/abuse.htm#abuse.
Fraser, 1981.http://www.freewebs.com/forensik_sexual_abuse/definisi.htm
Abuse.
Lampiran 1
Foto-Foto Yayasan Pulih
Yayasan Pulih sengaja dibuat seperti rumah agar klien yang dating ke Yayasan Pulih merasa
aman dan nyaman.
Penulis melakukan wawancara dengan salah satu pembimbing yang
kekerasan seksual terhadap anak.
82
menangani kasus
Ruangan yang digunakanpembimbing yang ada di YayasanPulihdalammelakukan proses
bimbingankepadaklien .
82
GambarinidiambilsaatpenulismelakukanobservasikeYayasanPulih,inimerupakan
konseling/bimbingan yang dilakukan di YayasanPulih.
proses
Inimerupakansekumpulanpermainandanbukucerita
digunakanpembimbingdalammelakukanpendekatanbimbingankepadaanak-anak
mengalamimasalahdenganmenggunakan
permainandanberceritamempermudahpembimbingdalammemberikanmateri-materi
positif.
yang
yang
media
yang
82
Download