MODEL BIMBINGAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM DI YAYASAN PULIH Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh: Huwaidah NIM: 107052001699 Pembimbing Prof.Dr.H.Ismah Salman, M.Hum Nip: 19475151967082001 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M ABSTRAK Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dalam Perspektif Islam di Yayasan Pulih. Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu secara terus menerus supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Sedangkan model adalah pola, suatu yang dibuat dan dihasilkan, pencerminan, penggambaran sistem yang nyata atau yang direncanakan. Anak dalam perspektif Islam adalah amanah yang harus dididik, dirawat, dan dijaga. Diakui bahwa dalam masa tumbuh kembang secara fisik dan mental, anak membutuhkan perawatan, perlindungan yang khusus, serta perlindungan hukum, baik sebelum maupun sesudah lahir. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui bagaimana model penanganan korban kekerasan seksual terhadap anak dalam perspektif Islam, serta faktor apa yang menjadi penghambat dan pendukung dalam bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan penelitian kualitatif, yakni berusaha mengungkap, menggambarkan secara faktual mengenai bagaimana model bimbingan bagi korban kekerasan seksual terhadap anak di Yayasan Pulih. Dengan lebih menitik beratkan kepada Model Bimbingan tersebut. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui Model Bimbingan yang digunakan Yayasan Pulih dalam menangani korban kekerasan seksual terhadap anak yaitu model layanan tatap muka langsung dengan metode pendekatan direktif (metode yang bersifat mengarahkan) seperti bermain, menggambar, bercerita, curhat, dan tanya jawab. Model bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak dalam perspektif Islam di sini penanganannya dengan pendekatan bercerita dimana dengan cerita mempermudah pembimbing dalam memasukkan materi-materi Islami yang dapat membatu pemulihan klien seperti memberikan cerita-cerita Islami dan cerita penuh hikmah yang akan sangat berguna untuk klien, contoh kehidupan para rasul, sahabat, para ulama. Sehingga klien dapat menjalani kehidupan dengan penuh percaya diri, tawakal, bersyukur, dan sabar. Faktor penghambat dalam bimbingan yaitu, faktor emosi yang tidak stabil, terjadinya mis komunikasi antara pembimbing dengan klien, Kurangnya motivasi dari orang terdekat klien serta jarak yang jauh. Sedangkan faktor pendukungnya yaitu, adanya media (alat peraga), suasana aman dan nyaman, kesiapan pembimbing, klien yang datang tanpa paksaan juga menjadi faktor pendukung berlangsungnya proses bimbingan berjalan dengan baik. i KATA PENGANTAR Bimillahirrahmanirrahiim Alhamdulilah wa syukurillah, segala puji bagi Allah SWT tuhan semesta alam yang telah memberikan kita segala nikmat yang tak terhingga kepada hambanya sampai detik ini, dan shalawat serta salam semoga selalu senantiasa terlimpahkan kepada baginda Muhammad SAW sehingga penulis dapat melewati perjalanan akademis dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dalam Perspektif Islam di Yayasan Pulih”. Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini atas usaha dan upaya yang telah penulis lakukan serta bantuan yang sangat berharga dari beberapa pihak. Di tengah kesibukannya, mereka menyempatkan waktu luang untuk berbagai informasi dan motivasi agar penulis mampu mewujudkan skripsi ini. Maka dengan niat suci dan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang-orang atas segala bantuannya terutama kepada : 1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi, Drs. Study Rizal LK, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan. 2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan ii Islam. Atas segala motivasi yang telah diberikan hingga terselesaikannya skripsi ini. 3. Prof.Dr.Ismah Salman, M.Hum selaku Pembimbing skripsi yang dengan sabar telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Terima kasih atas motivasinya, sehingga bisa terselesaikannya skripsi ini. 4. Para penguji yang telah memberikan masukan pada skripsi ini. 5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan dedikasinya, pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada penulis selama perkuliahan. Khususnya Bapak Drs. Asep Usman selaku Dosen Akhlak Tasawuf, untuk ilmunya serta telah banyak memberi support kepada penulis. 6. Teristimewa orang tua penulis, ayahanda tercinta H. Abdul Hamid dan ibunda tersayang Hj. Choiriyah yang telah mengantarkan penulis hingga seperti sekarang dengan penuh kasih sayang, doa, kesabaran, keikhlasan dan perjuangan hidup demi kelangsungan pendidikan putra-putrinya, terima kasih untuk semuanya. 7. Kakak, Adekku dan cing nanah tersayang, atas doa dan motivasi yang tak henti diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini, penulis akan berusaha tidak mengecewakan kalian. Terima kasih dan tetap selalu menjadi penyemangat penulis. 8. Mba Reneta Kristiani dan Mba Astrid WEN selaku Pembimbing beserta Staf Yayasan Pulih yang telah membantu penulis dalam mencari data yang berkaitan dengan judul penulis. 9. Untuk seluruh Staf Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Dakwah untuk referensi buku-bukunya. iii 10. Untuk Bang Rafi dan Bang Zul Hendra yang telah banyak meluangkan waktunya serta dengan kerendahan hatinya membantu penulis serta memberikan referensi buku, sehingga dapat terselesaikannya skipsi ini. Terima kasih atas semua doa dan motivasinya semoga Allah membalas kebaikkan mu. 11. Untuk “Geng Kor” (Indah, Vika, Wiwin, dan Ilah) teman-teman seperjuangan ku, yang tak pernah henti memberi semangat untuk penulis. Semoga pertemanan kita terjalin abadi dan teman-temanku seperjuangan di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, khususnya angkatan 2007 selama hampir 4 tahun lamanya kita berbagi satu sama lain, semoga kita sukses selalu, dan tetaplah menjadi teman-teman terbaik bagi penulis Akhirnya penulis berharap semoga apa yang telah diberikan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan bagi keluarga besar Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada khususnya. Jakarta, 9 Juni 2011 Huwaidah iv v DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................ i PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................ ii LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................... iii ABSTRAK ................................................................................................ vi KATA PENGANTAR .............................................................................. v DAFTAR ISI ............................................................................................. iv LAMPIRAN – LAMPIRAN .................................................................... vii Lampiran 1 : Foto-foto Yayasan Pulih................................................... 82 Lampiran 2 : Surat-surat ........................................................................ 85 Lampiran 3 : Hasil wawancara............................................................... 87 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................. 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 6 D. Metodologi Penelitian ..................................................... 7 E. Tinjauan Pustaka ............................................................. 12 F. Sistematika Penulisan...................................................... 13 BAB II TINJAUAN TEORI A. Bimbingan 1. Pengertian Bimbingan ............................................... 15 2. Tujuan Bimbingan..................................................... 16 3. Model Bimbingan...................................................... 17 vi 4. Unsur-Unsur Bimbingan ........................................... 18 B. Kekerasan Seksual 1. Pengertian Kekerasan seksual ................................... 19 2. Bentuk-bentuk kekerasan seksual ............................. 24 3. Penyebab Kekerasan Seksual .................................... 25 4. Dampak Kekerasan Seksual ...................................... 28 C. Anak 1. Pengertian Anak ........................................................ 29 2. Kebutuhan Anak…………………………………… 32 3. Tugas-Tugas Perkembangan Anak ........................... 35 4. Anak Dalam Perspektif Islam ................................... 38 BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN PULIH A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pulih .................................. 46 B. Visi dan Misi Yayasan Pulih ........................................... 47 C. Prinsip Dasar Yayasan Pulih ........................................... 48 D. Layanan Yayasan Pulih ................................................... 49 E. Struktur Yayasan Pulih ................................................... 50 BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS. A. Temuan Data ................................................................... 52 B. Analisis Data ................................................................... 53 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................... 75 B. Saran................................................................................ 77 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 79 vii viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan seksual kerap kali terjadi tidak hanya pada orang dewasa namun lebih buruknya lagi terjadi pada anak di bawah umur yang kebanyakan mereka tabu terhadap persoalan tersebut. Kekerasan merupakan salah satu bentuk tindakan yang tidak terpuji serta dilarang dalam agama. Salah satu yang tergolong dosa besar dalam Islam adalah hubungan badaniyah antara laki-laki dan perempuan di luar nikah (zina). Dalam Al-Qur’an telah di jelaskan dalam surat Al- Is’raa ayat 32 : Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah Suatu perbuatan yang keji. dan Suatu jalan yang buruk” (QS. AlIs’raa: 32).1 Maraknya kasus-kasus kejahatan dan kekerasan termasuk juga kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan persoalan yang akhir-akhir ini mendapat sorotan tajam dari masyarakat serta LSM – LSM. Dari 171 kasus pengaduan kekerasan, kasus kekerasan yang paling banyak terjadi pada anak adalah kasus kekerasan seksual sebanyak 45,7 % (53 kasus), kekerasan fisik sebanyak 25 % (29 kasus), penelantaran 20,7 % (24 kasus), dan kekerasan psikis 8,6 % (10 kasus), sebagian besar dikarenakan pengaruh dari video 1 Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For Woman (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 285. 1 2 porno, serta maraknya pemberitaan yang tidak baik di media massa maupun media elektronik dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap anak.2 Data tersebut menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memberikan perlindungan anak. Besarnya pengaduan mengenai kekerasan terhadap anak merupakan warning bagi kita sebagai bangsa untuk meningkatkan kesadaran pentingnya perlindungan anak. Kekerasan anak terus ternoda oleh berbagai aksi kekerasan seksual, baik yang datang dari keluarga, sekolah, lingkungan sekitar, bahkan Negara. Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu tindakan semena-mena yang dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjaga dan melindungi anak baik secara fisik maupun seksual. Pelaku kekerasan seksual di sini pada umumnya adalah orang terdekat di sekitar anak seperti bapak, paman, guru, kakek, dan lain sebagainya.3 Kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak dapat menyebabkan trauma pada anak dan trauma tersebut terjadi berkepanjangan artinya anak akan mengingat selalu apa yang pernah ia alami (dalam bentuk kekerasan seksual) sehingga setelah meranjak remaja dan dewasa kelak akan merasa dihantui rasa takut dengan perasaan menyalahkan diri, penuh kecurigaan pada orang yang belum dikenal dan permasalahan ini akan berakibat fatal jika pada masa tersebut anak sudah mengalami tindakan kekerasan seksual dan ia tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. 2 Asrorun N’am Sholeh, Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Kompas Tajuk Rencana, (Jakarta: Minggu, 20 Februari 2011). h. 2. 3 Sugiarno,Indra, Aspek Klinis Kekerasan Pada Anak dan Upaya Pencegahan, Ketua Satuan Tugas Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP_IDAI), Tahun 2007, h.1. www.google. com 3 Undang-undang No.23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 4 berbunyi: ”Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.4 Unicef National Children’s Fundation (UNICEF) perwakilan Indonesia mencatat kasus kekerasan seksual terhadap anak di dunia selama tahun 2010 hanyalah “Puncak sebuah gunung es”. Kekerasan seksual terhadap anak umumnya tertutup dan tidak terungkap. Laporan tahunan Unicef 2010 tentang kondisi anak di Indonesia disebutkan bahwa 60% anak tidak punya akte kelahiran dan sepertiga pekerja seks komersial adalah anak perempuan di bawah umur 18 tahun.5 Jika tindak kekerasan seksual terhadap anak terus terjadi bagaimana nasib anak-anak. Sedangkan anak-anak merupakan generasi penerus bangsa. Karena apa yang dilihat di waktu kecil akan terekam terus hingga dewasa. Dan akhirnya tidak menutup kemungkinan kalau kekerasan itu akan terjadi lagi, kelak anak itu dewasa. Dalam Perpektif Islam kekerasan seksual terhadap anak adalah sebagai bentuk pelanggaran amanah. Islam memandang anak merupakan amanah dari Allah. Semua orang tua berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang soleh dan solehah, berilmu dan bertaqwa.6 Kekerasan seksual merupakan segala bentuk tindakan penyerangan yang bersifat seksual 4 UU Republik Indonesia No.23 Tahun 2003. Arist Sirait Merdeka, Kompas,Tajuk Rencana, Perlakuan Salah pada Anak, (Jakarta: Rabu.18 Januari 2006), h. 3. 6 Rose Mini, A. Priyanto, Perilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannyan (Yogyakarta: Kansius, 2003), h. 24. 5 4 terhadap anak, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak dan tanpa memperdulikan antara pelaku dengan korban. Dan Kekerasan terjadi bisa berupa kekerasan fisik maupun verbal dari pelaku. Pada umumnya dampak yang terjadi terhadap korban kekerasan seksual pada reaksi psikologis adalah ketakutan yang bercampur dengan kemarahan, menunjukkan sikap bermusuhan, merasa malu, cemas, bahkan sampai pada kecenderungan depresi, dan harga diri rendah. Dan tidak sedikit para korban kekerasan seksual yang telah mengalaminya menganggap bahwa dirinya sudah tidak mempunyai masa depan lagi. Pada kondisi seperti itulah korban kekerasan seksual membutuhkan penguatan, penanganan serta perlindungan atas apa yang telah terjadi pada dirinya. Indonesia merupakan Negara yang mayoritas berpenduduk muslim. Dalam ajaran Islam tidak mengajarkan kekerasan, melainkan Islam menyebarkan kedamaian dan kasih sayang. Tetapi ironis sekali ketika banyak terjadi kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya merupakan salah satu hal yang tidak mendidik dan memberikan contoh yang tidak baik kepada anak. Faktor-faktor penyebab timbulnya kekerasan seksual terhadap anak, tidak dapat dijadikan sebagai suatu alasan untuk melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap anak, ia harus mendapat perlindungan dan kasih sayang dari orang tua. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk meminimalkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak seperti yang tercantum dalam Undang-Undang pasal 15 UU nomor 23 Tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga dan pasal 20 UU anak dimana Negara, pemerintah, masyarakat, 5 keluarga dan orang tua berkewajiban serta bertanggung jawab dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Anak-anak korban kekerasan seksual sangat membutuhkan bimbingan untuk mengobati dan menetralisir dampak dari kekerasan tersebut. Bimbingan ini sangat bermanfaat bagi anak terutama melindungi anak dari tindak kekerasan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari orang dewasa serta yang terpenting adalah membantu anak memperoleh hak-haknya. Permasalahan kekerasan di negara kita sudah menjadi tanggung jawab semua kalangan untuk membantu menyelesaikan kasus perlakuan salah terhadap anak (child abuse). Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), diharapkan mampu mensosialisasikan atau menyuarakan seluruh masyarakat agar mau menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap anak. Salah satu lembaga sosial masyarakat yang cukup proaktif dalam menangani korban kekerasan terutama korban kekerasan seksual terhadap anak adalah Yayasan Pulih. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penulis mengambil judul “Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dalam Perspektif Islam di Yayasan Pulih”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini tidak mengalami perluasan masalah, maka penulis membatasi masalah pada: a. Model Bimbingan, dalam penelitian ini model bimbingan yang ada di Yayasan Pulih ada enam model diantaranya model tatap muka langsung, Model Layanan hotline, Model Layanan via email, Model layanan online, Model Layanan kunjungan rumah (outreach), Model 6 Layanan support group. Disini penulis hanya mengambil satu model bimbingan yaitu model layanan bimbingan tatap muka langsung karena model ini merupakan model yang sering digunakan dalam menangani kasus kekerasan seksual yang ada di Yayasan Pulih b. Kekerasan Seksual terhadap anak, dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan kekerasan seksual terhadap anak hanya pada kasus pelecehan terhadap anak dan perkosaan. 2. Perumusan Masalah Supaya pembatasan masalah dalam skripsi ini lebih fokus dan terarah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana model bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak dalam perspektif Islam di Yayasan Pulih? b. Faktor apa yang menjadi penghambat dan pendukung dalam penanganan masalah korban kekerasan seksual terhadap anak? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui model bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak dalam perspektif Islam di Yayasan Pulih. b. Untuk mengetahui faktor apa yang menjadi penghambat dan pendukung dalam penanganan masalah korban kekerasan seksual terhadap anak. 2. Manfaat Penelitian a. Akademis Khusus bagi penulis sebagai sasaran untuk menambah wawasan pemikiran dan pengalaman bimbingan Islam. 7 b. Praktis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan bahan acuan dalam menangani klien yang mengalami korban kekerasan seksual terhadap anak sehingga dapat mengurangi angka korban kekerasan terhadap anak. c. Teoritis Hasil Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan suatu pembelajaran tentang teori bimbingan Islam yang dapat diterapkan bagi korban kekerasan terhadap anak. D. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu metode yang berusaha mencari gambaran menyeluruh tentang data, fakta, peristiwa sebenarnya mengenai obyek penelitian.7 2. Pendekatan Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dimana metode kualitatif ini berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu.8 Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy.J. Moleong, 7 pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang J.Urendenberght, Metode dan teknik penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia, 1980), h. 341. 8 Dr. Husaini Usman,M.Pd. dan Purnomo Setiadi Akbar,M.Pd. Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet ke-4, h. 42. 8 menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.9 Penelitian kualitatif mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori dasar. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengungkap dan mendeskripsikan secara faktual mengenai Bagaimana Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Yayasan Pulih. Dengan lebih menitik beratkan kepada Model Bimbingan tersebut.10 3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini di mulai oleh penulis dari bulan Februari sampai April 2011. Sedangkan tempat penelitiannya penulis melakukan penelitian di Yayasan Pulih Pasar Minggu Jakarta Selatan. 4. Subyek dan Obyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah pembimbing yang ada di Yayasan Pulih. Sedangkan obyek dalam penelitian ini adalah model bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak yang ada di Yayasan Pulih. 5. Instrumen dan Alat Bantu Pada penelitian kualitatif kegiatan pencatatan data lebih banyak tergantung pada diri peneliti sendiri. Dengan menggunakan instrumen penelitian peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan dapat mengambil keputusan. 9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitan Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 4. 10 Atharton & Klemack (1982) dalam Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 35. 9 Pedoman wawancara merupakan format struktur dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan yang sesuai dengan masalah penelitian. Jawaban dari setiap pertanyaan dalam pedoman wawancara terekam dengan menggunakan alat bantu tape recorder untuk merekam hasil wawancara memerlukan persetujuan dari subyek penelitian yang diwawancara. Dokumen dari Yayasan juga membantu peneliti ketika menganalisa data. 6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Teknik pemeriksaan data memiliki sejumlah kriteria tertentu yaitu: a. Derajat Kepercayaan yaitu melakukan penelitian sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaannya dapat dicapai atau dengan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti, artinya peneliti melakukan penelitian sedemikian rupa dengan melakukan observasi, wawancara, terhadap pembimbing berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan pada kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan. b. Keteralihan yaitu seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris data dan kesamaan konteks. c. Kebergantungan yaitu penelitian bergantung kepada kemampuan penelitian sendiri untuk melakukan penelitian terhadap pembimbing secara berulang-ulang sehingga mencapai suatu kondisi yang sama dan hasil secara esensi sama pula. 10 d. Kepastian peneliti dengan responden berharap memiliki kesempatan apa yang diinginkan peneliti terhadap responden dengan tidak menyampingkan data yang diperoleh hasil observasi, wawancara, maupun dokumentasi sehingga mampu di pertanggung jawabkan dan dapat dipastikan kebenarannya serta faktual. 7. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Yang dimaksud dengan Observasi yaitu aktifitas pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat indera.11Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara berkunjung atau datang langsung ke Yayasan Pulih untuk memperoleh data yang dibutuhkan. b. Dokumentasi Data-data yang diperoleh dari lapangan yaitu Yayasan Pulih yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber, dokumen formal, buku-buku, artikel, catatan, surat, majalah dan sebagainya. c. Wawancara dan Pedoman Wawancara Wawancara adalah Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) terwawancara (interviewee) yang yang mengajukan memberikan pertanyaan dan jawaban atas spertanyaan itu. Wawancara ditujukan untuk memperkuat dan pelengkap data pada penelitian ini. 11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 1996), h. 145. 11 Pada penelitian ini penulis mengadakan wawancara kepada dua orang pembimbing yang menangani kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak di Yayasan Pulih. Wawancara dilakukan dengan cara face to face antara peneliti dengan pembimbing di Yayasan Pulih. 8. Teknik Analisis Data Yang dimaksud dengan analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.12 Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, maka peneliti mencoba untuk menganalisis dengan menginterpretasikan data tersebut, kemudian menyimpulkannya. Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka tetapi lebih banyak narasi deskriptif, cerita, dokumen tertulis maupun tidak tertulis seperti (gambar atau foto)13. Pengolahan dan analisis data sesungguhnya di mulai dengan mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat beragam dan banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungin. 14 Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis besarnya yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut : 15 12 Masran, Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES,1995), cet.I, h. 263. 13 E.Kristi Poerwandari, Fakultas Psikologi UI Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psokologi (Jakarta: Lembaga Pengembangan sarana pengukuran dan pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998), cet.1. h. 86. 14 Ibid. hal. 87. 15 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998). 12 a. Reduksi data, yaitu dimana peneliti mencoba memilih data yang relevan dengan proses layanan sosial serta hambatan-hambatannya. b. Penyajian data, setelah data mengenai proses layanan sosial serta hambatan-hambatannya diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, bagan, tabel dan sebagainya. c. Penyimpulan atas apa yang disajikan, pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan dari tema tersebut sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan. 9. Teknik Penulisan Data Dalam penulisan ini peneliti menggunakan teknik penulisan yang didasakan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. E. Tinjauan Pustaka. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan suatu tinjauan pustaka sebagai langkah awal dalam penyusunan skripsi yang akan penulis susun. Agar terhindar dari kesamaan judul dengan skripsi-skripsi sebelumnya. Setelah melakukan kajian kepustakaan, maka penulis menemukan skripsi yang membahas tentang korban kekerasan seksual yaitu Pelaksanaan Konseling Dalam menangani Tenaga Kerja Wanita (TKW) Korban Kekerasan Seksual Di Yayasan Pulih . Disusun Oleh : Leni Herawati 13 Fakultas : Dakwah dan Komunikasi. Lulusan : 2005. Skripsi ini jelas berbeda dengan skripsi saya, adapun letak perbedaannya antara lain : Subjek : Yayasan Pulih Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah fokus pada pelaksanaan konseling terhadap TKW korban kekerasan seksual. Serta Pelaksanaan Konseling Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Di Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan Fatayat Nahdatul Ulama Jakarta-Timur. Disusun Oleh : Maryanih Fakultas : Dakwah dan Komunikasi. Lulusan : 2007 Skripsi ini jelas berbeda dengan skripsi saya, adapun letak perbedaannya antara lain : Subjek : Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan Fatayat Nahdatul Ulama. Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah fokus pada pelaksanaan konseling terhadap perempuan korban kekerasan di lembaga konsultasi pemberdayaan perempuan fatayat nahdatul ulama. F. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam skripsi ini dibagi dalam lima BAB, adapun penyusunannya sebagai berikut: 14 BAB I : Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan secara singkat mengenai latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Pembahasan. BAB II : Tinjauan Teori Pada bagian awal bab ini akan dikemukakan Mengenai Kajian Pustaka Tentang Pengertian Model, Bimbingan, dan Kekerasan Seksual. Tujuan Bimbingan, Unsur-unsur Bimbingan, BentukBentuk Kekerasan Seksual, Penyebab Kekerasan Seksual, Dampak Kekerasan Seksual, Tugas Perkembangan Anak, Kebutuhan Anak, Anak Dalam Perspektif Islam. BAB III : Gambaran Umum Yayasan Pulih Pada bab ini akan diuraikan tentang setting penelitian yang meliputi : Sejarah berdirinya, Visi dan Misi, Prinsip Dasar, Layanan, dan Struktur Yayasan Pulih. BAB IV : Temuan Data dan Analisis Pada bab ini berisi tentang temuan data yang terdiri dari: Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Bimbingan, Kekerasan Seksual terhadap Anak dalam Perspektif Islam. BAB V : Penutup Pada bab ini akan berisi kesimpulan dan saran. 15 BAB II TINJAUAN TEORI A. Bimbingan 1. Pengertian Bimbingan Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata “guidance” berasal dari kata kerja “(to) guide” yang artinya menuntun, menjadi petunjuk jalan, mengemudikan. Adapun pembahasan dalam buku ini kata guidance dipergunakan untuk pengertian bimbingan atau bantuan.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Bimbingan adalah petunjuk atau penjelasan tentang cara mengerjakan sesuatu. 2 Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas, dibawah ini dikutip beberapa definisi: a. Shertzer dan Stone (1971 : 40), mengartikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami dirinya dan lingkungan.3 b. Menurut Stopp, seperti yang dikutip oleh Jumhur mendefinisikan bimbingan adalah sebagai suatu proses yang terus menerus membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal baik bagi dirinya sendiri mau pun masyarakat.4 1 Hallen, A, Bimbingan dan Konseling (Ciputat:PT.Ciputat Press, 2005), Cet. Ke-3, h. 2. Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 133. 3 Yusuf, Syamsu & Nurihsan, A. Juntika. Landasan Bimbingan & Konseling (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 2. h. 6. 4 Jumhur M.Surya, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: CV. Ilmu, 1075), h. 25. 2 15 16 c. Bimbingan Islam merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat berdasarkan ajaran Islam.5 d. Sedangkan dalam Konsep Islam bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap seseorang agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.6 Dengan demikian pengertian bimbingan adalah proses pemberian bantuan secara terus-menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya sendiri, Kemampuan untuk menerima dirinya, kemampuan untuk mengarahkan dirinya, kemampuan untuk merealisasikan dirinyasesuai dengan potensi kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.7 2. Tujuan Bimbingan Tujuan bimbingan adalah mengembangkan kemampuan individu untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.8 Secara singkat dapat diketahui bahwa tujuan bimbingan dalam membantu individu agar :9 5 Http://munzaro.blogspot.com/2010/05/ konseling-umum-vs-konseling-Islam. html. Thohari Muswar, Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yoyakarta: UII Press, 1992), h. 76. 7 Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling Disekolah (Jakarta: PT. RienekaCipta, 1991), cet ke-1. h. 4. 8 Yusuf, Syamsu & Nurihsan, A. Juntika, Landasan BImbingan & Konseling (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006). Cet.2. h. 17. 9 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. ke - 2. h. 112. 6 16 a. Mengenal dan memahami dirinya dan lingkungan, termasuk kelebihan dan kelemahannya. b. Mengambil keputusan untuk melangkah maju seoptimal mungkin. c. Berusaha sendiri memecahkan masalah. d. Menyesuaikan diri secara sehat terhadap lingkungannya. e. Mencapai serta meningkatkan kesejahteraan mental. 3. Model Bimbingan Model dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Berasal dari kata model yang artinya pola, suatu yang dibuat dan dihasilkan.10Dalam kaitannya dengan teori sistem, istilah model diartikan sebagai “tiruan” dari kenyataan yang sebenarnya, tiruan realita (tiruan bukan dalam arti “imitasi”). Menurut Ellis M.Awad (1979:10): “A model is representasion of a real or a planned system“. Jadi yang dinamakan model itu adalah pencerminan, penggambaran sistem yang nyata atau yang direncanakan.11 Model bimbingan adalah suatu pola pemberian bantuan kepada klien untuk memecahkan masalah yang dialaminya agar dapat memahami dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Dalam kaitannya dengan teori dan analisis sistem, model dimaksudkan sebagai gambaran kenyataan. Untuk menggambarkan sistem banyak ragam cara yang dipergunakan untuk bisa dikelompokkan menjadi beberapa model, diantaranya model deskriptif, model simbolik, model permainan, model prediktif, model normatif, model analog dan sebagainya. 10 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 751. 11 Tatang. M. Amirin, Ed. 1, Pokok-pokok Teori Sistem (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 8. 16 a. Model deskriptif yaitu memberikan “gambaran” situasi dan memberikan rekomendasi. Misalnya saja bagan organisasi, dan diagram balok (petak) yang menggambarkan susunan rangkaian sebuah buku. b. Model Simbolik yaitu model dengan menggunakan perlambang-lambang (simbol). c. Model Permainan yaitu model dengan menggunakan permainan. d. Model Prediktif yaitu menunjukkan bahwa “ jika ini muncul, maka akan muncul pula itu”. Model Prediktif ini mengaitkan variable terpengaruh dengan variable pengaruh (dependent dan independent variable). e. Model Normatif yaitu model yang memberikan jawaban “terbaik” untuk memecahkan suatu problem. Model ini menyarankan serangkaian tindakan yang bisa ditempuh. f. Model Analog (sebanding) yaitu model yang terdapat pergantian komponen yang sama dengan apa yang dijadikan model. 4. Unsur-Unsur Bimbingan Bimbingan adalah proses komunikasi yang dilakukan oleh seorang klien (komunikan) untuk menyelesaikan suatu masalah guna mencapai kehidupan yang lebih baik, yang sangat berpengaruh dalam proses bimbingan adalah adanya seorang pembimbing, klien, serta materi yang di dalamnya terdapat pesan-pesan. Dalam bimbingan terdapat beberapa unsur-unsur yang harus diperhatikan oleh para praktisi (pembimbing), unsur-unsur tersebut yaitu :12 12 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi dan Praktif (Bandung: CV. Remaja Kaya, 1984), cet. ke. 1. h. 13. 16 a. Pembimbing. Seorang pembimbing harus bersikap profesional dan handal agar seorang klien dapat menaruh harapan dalam menyelesaikan masalahnya. Selain itu, bagaimana karakteristik seorang klien, agar seorang klien bisa merasa nyaman dan mengutarakan permasalahannya tanpa ada rasa segan. b. Tersuluh (klien). Klien dalam hal ini harus dapat menceritakan secara kronologis masalah yang dihadapinya agar seorang pembimbing dapat meneliti dan mencari jalan keluar terhadap permasalahan tersebut. c. Pesan (messages). Dalam kontek bimbingan Islam, pesan agama merupakan hal yang sangat penting untuk disampaikan. Hal ini disebabkan karena agama merupakan kebutuhan yang sangat fundamen dalam kehidupan seluruh umat manusia. B. Kekerasan Seksual 1. Pengertian Kekerasan Seksual Kekerasan adalah suatu bentuk yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk menyengsarakan, melakukan tindakan tidak manusiawi baik dalam bentuk fisik maupun psikis. Kekerasan terhadap anak tidak sekedar pelanggaran norma sosial, tetapi juga norma agama dan susila. Jane Robert Chapman pendiri Center For Woman Policy berpendapat, bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak terjadi secara universal di semua Negara. Dari 90 negara yang diteliti selalu di temukan kekerasan dalam keluarga dan dalam perilaku tersebut 16 yang paling sering terjadi adalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.13 Perilaku kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak diatas tidak sesuai dengan martabat kemanusiaan maupun hak-hak korban yang melekat sejak lahir. Isu kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya merupakan masalah global, karena terkait dengan isu global tentang hak asasi manusia (HAM).14 Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas, di bawah ini dikutip beberapa definisi: a. Menurut Komisi Perlindungan anak, Definisi kekerasan adalah segala bentuk tindakan terhadap anak yang berakibat timbulnya penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikis, emosional dan penelantaran termasuk pemaksaan dan merendahkan martabat.15 b. Menurut Omas Ihromi dkk, kekerasan merupakan suatu tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan orang lain baik dalam bentuk fisk maupun psikis.16 c. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan sebagai perbuatan seseorang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain. Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih 13 Achie Sudiarti Luhulima, Pemahan Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya (Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Gender UI, 2000), h. 78. 14 Muladi, Demokratisasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia (Jakarta: The Habibie Center, 2002), h. 60. 15 Sirait, Arist Merdeka, Hentikan Kekerasan Terhadap Anak Sekarang, (http: //portal. cbn.net.id//cbprtl/cyberwoman/detail.aspx?x-hot-topic&y-cyberwoman) HotTopik Fri 24 Agustus. 16 Omas Ihromi,Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarto Luhulimal. (ed), Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita (Bandung: Alumni, 2000), h. 267. 16 bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit serta unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan.17 d. Soekanto (1980) menjelaskan kekerasan adalah perbuatan yang dapat menimbulkan luka fisik, pingsan maupun kematian yang terdiri dari lima faktor yaitu :18 1. Kekerasan tanpa menggunakan alat atau tangan kosong. 2. Kekerasan menggunakan alat 3. Kekerasan mengkombinasikan alat dengan tangan kosong 4. Kekerasan individu 5. Kekerasan kelompok Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis dapat menyimpulkan pengertian tentang kekerasan, antara lain melibatkan sebagai berikut: a. Adanya pelaku dan korban. b. Berupa tindakan nyata, mengintimidasi kebebasan seseorang. c. Mengakibatkan penderitaan bagi korban secara fisik, mental, psikis, penelantaran maupun materi. Seksual berasal dari kata seks yang artinya perbedaan biologis perempuan dan laki-laki sering disebut dengan jenis kelamin.19 Seksualitas diartikan mengandung pengertian khas, intim dan mesra dalam kaitannya dengan hubungan pria dan wanita. 17 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007). 18 Soekanto, Jurnal Psikologi UI. (Jakarta: UI Press, 1980). 19 Moh. Abdurouf, et. Al, Masa Transisi Remaja (Jakarta: Triasco Publisher, 2003), cet. Ke - 1. h. 25. 16 Seksualitas adalah cara-cara seseorang mendapatkan kepuasan dalam menyalurkan dorongan seksualnya dengan cara yang normal.20 Kekerasan seksual adalah praktik hubungan seksual yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan bertentangan dengan ajaran agama. Kekerasan ditonjolkan untuk membuktikan pelakunya memiliki kekuatan fisik yang lebih. Menurut pemikiran seksualitas kontemporer (Thanh-Dam Truong) Pendekatan ini memusatkan perhatiannya pada wanita dan mendefinisikan seksualitas sebagai ungkapan kekuasaan sosial pria, serta menganggap bahwa kekerasan seksual sebagai ciptaan pria.21 Thanh-Dam Truong juga menganut pendekatan historis terhadap hubungan seksual. Pendekatan ini menegaskan peran hubungan ekonomi dalam bentuk norma-norma dan hubungan seksual. Karena kekerasan seksual yang dialami pada masa kecil bisa memperbesar resiko anak untuk dilacurkan. Pemikiran ini menganggap penyimpangan seks seperti kekerasan seksual, hanya sebagai kekerasan terhadap wanita, bahkan lebih dari itu dilihat sebagai sumber pendapatan atau lapangan kerja bagi wanita itu sendiri. Kekerasan seksual terutama perkosaan bukan suatu jenis kejahatan baru, akan tetapi sudah sejak lama. Dan lebih mencengangkan lagi korbannya sekarang tidak hanya perempuan dewasa namun juga terhadap anakanak.22 Kejahatan kesusilaan secara umum merupakan perbuatan melanggar 20 Shadily Hasan, Eksiklopedi Indonesia (Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta,1986). Burhan Bungin, Pornomedia Kontruksi Sosial Teknologi Telematika dan Perayaan Seks di Media Massa (Bogor: Kencana, 2003), cet.1. h. 93. 22 Http://Kakak.Org/Home.Php?Page=Artikel&Id=84PenyebabKekerasan,SeksualTerhadap Anak Dan Hubungan Pelaku Dengan Korban, 15 Jun 2009, Artikel. 21 16 kesusilaan yang sengaja merusak kesopanan di muka umum atau dengan kata lain tidak atas kemauan si korban melalui ancaman kekerasan.23 Menurut Fraser 1981 kekerasan seksual adalah eksploitasi anak untuk kepuasan seksual orang dewasa.24 Kekerasan seksual terhadap anak pada pasal 34 ayat 1: “Penjerumusan atau pemaksaan anak ke dalam setiap kegiatan seksual tidak sah”. Pemaksaan menjadi unsur yang mendasar terhadap anak yang tingkat perkembangannya belum mampu melakukan tindakan seksual.25 Seorang anak (berusia dibawah 16 tahun) disebut mengalami kekerasan seksual apabila orang lain yang secara seksual telah matang, turut melibatkan anak dalam aktivitas yang bertujuan untuk terjadinya kekerasan seksual. Journal of Population Report 1999 yang dikutip oleh Fathul Jannah dkk, mengatakan bahwa kekerasan seksual adalah berupa hubungan seksual dengan pemaksaan atau tanpa persetujuan wanita. Lebih dari itu, kekerasan seksual yang dialaminya dengan mengikutkan pukulan fisik ataupun hinaan kata-kata.26 Pengertian korban adalah pihak (perempuan dan anak) yang mengalami penderitaan baik secara langsung maupun tidak langsung. 27 Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk tindakan seksual di mana orang dewasa mencari kepuasan seksual dari seorang anak. Baker & Duncan menggunakan definisi yang lebih luas, tetapi dengan umur terbatas sekitar (usia 14-16 tahun). Menurut Baker & Duncan kekerasan 23 Soedarsono, Kenakalan Remaja (Jakarta: Rineka Cipta, 1997). h. 180 Fraser, 1981. http://www. freewebs.com/forensik_sexual_abuse/definisi.htm 25 Sumarni Basorudin, Ny, Perlindungan Hukum Bagi Anak Indonesia dan Konvensi Hakhak Anak, “makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional mengenai Anak Jalanan” (Yogyakarta, September 1996). 26 Http://Kakak.Org/Home.Php?Page=Artikel&Id=84PenyebabKekerasan,Seksual Terhadap Anak Dan Hubungan Pelaku Dengan Korban, 15 Jun 2009, Artikel. 27 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 240. 24 16 seksual pada anak adalah jika ada seorang anak dilibatkan dalam kegiatan yang bertujuan untuk membangkitkan gairah seksual pada pihak yang mengajak. Pihak yang mengajak itu secara seksual memang sudah matang. Secara operasional, definisi Baker & Duncan itu bisa meliputi semua hal berikut: a. Antaranggota keluarga, dengan orang dari luar keluarganya atau dengan orang asing sama sekali. b. Hanya terjadi sekali, terjadi beberapa kali dengan orang yang sama atau terjadi beberapa kali dengan orang yang berbeda-beda. c. Tak ada kontak fisik (bicara cabul), ada kontak fisik (diraba, dibelai, masturbasi) atau terjadi sanggama.28 2. Bentuk-bentuk Kekerasan a. Kekerasan Fisik (physical abused). Kekerasan ini di definisikan sebagai seluruh tingkah laku yang dapat mengakibatkan trauma dan luka fisik.29Seperti memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong, mencekik, pemaksaan berhubungan dengan seks, menggunakan alat dengan sengaja. b. Kekerasan Seksual 1) Pelecehan seksual. 2) Perkosaan atau percobaan perkosaan. 3) Kekerasan seksual oleh pasangan seperti sengaja menularkan penyakit seksual, sengaja membuat pasangan malu, menggunakan benda-benda yang menyakiti ketika melakukan hubungan seksual, dan lain-lain. 28 Sarlito, Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007). Ed. Revisi 11. h. 177. 29 Fields,Tim, Issues Related to Bullying : Abuse. WWW. Successunling. co. uk / related/abuse.htm#abuse, . 2002. h. 10. 16 4) Kekerasan seksual terhadap anak seperti menyentuh anggota tubuh pribadi mereka untuk menyalurkan hasrat seksual, secara sengaja melakukan masturbasi atau berhubungan seksual di depan anak-anak, menggunakan anak-anak dalam pornografi dan prostitusi.30 c. Perlakuan salah terhadap anak secara Psikis (Mentally abused). Yaitu perlakuan yang salah dari orang dewasa terhadap anak yang membuat anak berada dalam kondisi jiwa yang sangat tertekan, seperti sangat takut dan terhina. Hal ini disebabkan karena orang tua berbicara terlampau keras, menggunakan kata-kata yang tidak pada tempatnya. 31 3. Penyebab Kekerasan Seksual Anak-anak kerap menjadi korban kekerasan seksual ada banyak faktor yang mendorongnya diantaranya yaitu: a. Faktor innocent (polos) dan tak berdaya. Apalagi, jika harus berhadapan dengan orang-orang dewasa, terutama orang tua. Itu sebabnya, perkosaan banyak dilakukan oleh orang terdekat anak. Sangat jarang tindakan perkosaan dilakukan oleh orang jauh dan tidak dikenal. Sebab, dalam perkosaan anak, ada unsur unjuk kekuatan dari pelaku pada si korban. Biasanya, pelaku adalah orang pengecut yang ingin menunjukkan kekuatannya pada si lemah. b. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku juga memicu munculnya perkosaan. Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat tumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau 30 Yayasan Pulih, Untuk Pemulihan dari Trauma dan Intervensi Psikososial Penerbitan ini didukung oleh Yayasan Sosial Indonesia. h. 3. 31 Heman, Kekerasan pada anak-anak Indonesia, In : www. smeru. or. id. Diakses pada tanggal 7 Maret 2006. h. 4. 16 perilakunya. Korban yang belum mempunyai kedewasaan penuh, biasanya tidak berani berbicara tentang perkosaan yang menimpanya karena mereka biasanya diancam. c. Faktor anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental atau gangguan tingkah laku juga menjadi salah satu sebab banyaknya kasus perkosaan terhadap anak. Anak-anak penyandang cacat ini menjadi sasaran empuk bagi pelaku kekerasan seksual, sebab beberapa faktor yang dianggap menguntungkan karena pelaku perkosaan terhadap anak-anak penyandang cacat biasanya sudah merencanakan niatnya itu dengan memperhitungkan berbagai faktor, yakni keamanan pada saat melakukan dan lemahnya bukti yang bisa dicari karena korban masih anak-anak atau penyandang cacat. 32 d. Kemiskinan atau faktor ekonomi rendah juga menjadi faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, banyak orang tua yang menyuruh anaknya melakukan pekerjaan menjual diri (pekerja seks komersial) untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya padahal anak mereka masih di bawah umur. Sangat jelas diterangkan dalam (Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 169 dan 268) yang berbunyi :33 32 Http://Kakak.Org/Home.Php?Page=Artikel&Id=84,Penyebab Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dan Hubungan Pelaku Dengan Korban, 15 Jun 2009, Artikel. h. 5. 33 Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For Woman (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 25. 16 Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu Hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”.(Al-Baqarah: 169). “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia”.( Al-Baqarah : 268) Diterangkan dalam al-qur‟an sebagai wujud kebodohan dan ketidakberdayaan manusia, karena kemiskinanlah maka timbul kejahatan seksual, seperti pelecahan seksual, perkosaan. Karena itu benar pendapat yang mengatakan musuh utama masyarakat beriman adalah kemiskinan, karena kemiskinanlah sumber semua penyakit sosial.34 e. Faktor lingkungan yang tidak baik, bacaan-bacaan yang berbau porno, gambar-gambar porno, film dan VCD porno yang banyak beredar di masyarakat. Beredarnya buku bacaan, gambar, film dan VCD porno tersebut dapat menimbulkan rangsangan dan pengaruh bagi yang membaca dan melihatnya, akibatnya banyak terjadi penyimpangan seksual terutama oleh anak usia remaja. Aktivitas seksual anak remaja yang menyimpang sangat memprihatinkan karena telah mengarah pada tindakan kriminal yang secara hukum pidana telah menyalahi ketentuan undang-undang. Pelecehan seksual yang terjadi pada anak-anak bukanlah suatu kasus baru dalam masyarakat, kebanyakan pelaku kejahatan seksual itu adalah orang dewasa meski tidak sedikit pelakunya adalah anak-anak usia remaja sampai menjelang dewasa. Perilaku seksual anak akhir-akhir ini telah mengganggu ketertiban umum dalam masyarakat, dan menggelisahkan orang tua. Dalam masyarakat, 34 Http://arsip.indipt.org/2010/12/16/mendidik-anak-tanpa-kekerasan-perspektif-Islam. 16 perilaku anak yang melakukan pelanggaran maupun kejahatan biasa disebut anak nakal. 35 4. Dampak Kekerasan Seksual Kekerasan seksual terhadap anak bisa menimbulkan dampak yang sama beratnya secara psikis mau pun fisik, meskipun waktu kejadian kekerasannya berbeda. Jika anak sering mendapatkan kekerasan, perkembangan fisiknya akan terganggu dan mudah diamati. Secara psikologis anak akan menyimpan semua derita yang ditanggungnya. 36 Anak akan mengalami berbagai penyimpangan kepribadian seperti menjadi pendiam, atau sebaliknya menjadi agresif, konsep dirinya negatif, menyalahkan diri sendiri, mudah curiga, menarik diri dari orang lain, mudah marah, malu, sulit mengendalikan diri, mimpi buruk, sulit tidur, depresi, gangguan kecemasan, panik, hilangnya kepercayaan diri sedangkan secara fisik anak akan mengalami luka fisik. Dan yang akan lebih memprihatinkan adalah anak akan meyakini kekerasan adalah cara yang dapat diterima dalam menyelesaikan sebuah konflik. Kekerasan seksual berdampak besar terhadap psikologis anak, karena mengakibatkan emosi yang tidak stabil. Oleh karena itu, anak korban kekerasan seksual harus dilindungi dan tidak dikembalikan pada situasi dimana tempat terjadinya kekerasan seksual tersebut dan pelaku kekerasan dijauhkan dari anak korban kekerasan. Korban yang biasanya adalah anak-anak perempuan, biasa menderita kecemasan yang mendalam sehubungan dia merasa dirinya tidak gadis lagi. 35 Kartini Kartono, Patologi Sosial II Kenakalan Remaja (Jakarta: CV.Rajawali , 1992). h.8. Yayasan Pulih, untuk pemulihan dari trauma dan intervensi psikologi Penerbitan ini didukung oleh Yayasan Pulih. h.7. 36 16 Sehingga banyak anak-anak perempuan yang menjadi pekerja seks komersil karena merasa dirinya sudah tidak suci atau sudah tidak gadis lagi. Hal ini terkait dengan status kegadisan yang masih dinilai tinggi dalam masyarakat Indonesia. Akibat lain yang bisa timbul dari kekerasan seksual semasa anak-anak ini adalah perasaan rendah diri, sulit bergaul, terutama dengan pria. Ia menjadi tidak pernah berani menjalin hubungan yang terlalu akrab dengan pria, takut kalau menikah akan ketahuan statusnya yang bukan gadis lagi. Kemajuan teknologi yang terjadi pada saat ini telah membawa dampak perubahan bagi masyarakat, baik itu dampak yang positif maupun dampak negatif. C. Anak 1. Pengertian Anak Anak merupakan buah hati kedua orang tuanya yang dapat menyenangkan hati, dan memberikan kebahagiaan serta sebagai perhiasan pada kehidupan rumah tangga, karena sudahlah lengkap kebahagiaan dengan hadirnya buah hati (anak) sebagaimana dijelaskan dalam surat AlFurqan ayat 74 :37 Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orangorang yang bertakwa. 37 Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For Woman (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 366. 16 Pengertian anak menurut kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai anak keturunan kedua atau manusia yang masih kecil.38 Pengertian anak dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 ayat 1 “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.39 Hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dipenuhi oleh orang tuanya, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara. Menurut John Locke dikutip oleh Gunarsa, anak adalah pribadi yang masih bersih terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.40 Anak merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial.41 Elizabert Hurlock mengemukakan bahwa masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan yakni kira-kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira tiga belas tahun untuk wanita dan empat belas tahun untuk laki-laki.42 38 Anton, M. Moelino, Kamus Besar bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet. Ke-1.,h. 30-31. 39 Sumarni Basorudin, Ny, Perlindungan Hukum Bagi Anak Indonesia dan Konvensi Hakhak Anak (makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional mengenai Anak Jalanan di Yogyakarta, September 1996). 40 Http://duniapsikologi. Dag dig dug. com/ 2008/11/19/pengertian- anak- tinjauan- secarakronologis dan- psikologis/. 41 Gunarsa,1986.Http://Focalpointgender.Kejaksaan.Go.Id/Downloads/Kajian/Konten%20a nggraini.Pdf 42 Elizaberth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), h. 108. 16 Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, anak adalah seorang yang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Anak dan remaja yang masih dalam pertumbuhan fisik dan mental seyogyanya memperoleh perlindungan hukum dan perlindungan dari segala macam tindak kekerasan seksual. Ironisnya, perlindungan khusus yang seharusnya didapatkan anak-anak dan remaja marginal di Indonesia ternyata kurang dirasakan, Sebaliknya mereka malah menjadi korban kekerasan seksual dari orang dewasa. Sasaran anak yang mendapat perlakuan kekerasan berusia di bawah 18 tahun. Kekerasan itu juga bisa terjadi di lingkungan sekitar, anak menjadi objek pelampiasan orang dewasa. Yang dimaksud melakukan kekerasan itu membuat orang pingsan atau tidak berdaya lagi. Selain itu anak juga butuh kesejahteraan. Sedangkan kesejahteraan secara mendasar adalah kesejahteraan psikologis, seperti kebutuhan akan rasa aman, perlindungan, merasa disayangi dan hak untuk mengembangkan diri. Apabila hak-hak anak dapat dilaksanakan secara ideal dan dilindungi, maka anak akan terlepas dari segala macam tindak kekerasan dan eksploitasi. Undang-undang pasal 19 ayat 1 diarahkan secara khusus untuk melindungi anak dari kekerasan seksual selama dalam pengasuhan orang tua: Negara Peserta akan mengambil semua langkah … untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan … termasuk kekerasan seksual, selama 16 (anak) dalam pengasuhan salah satu atau kedua orang tuannya, wali atau orang lain yang bertanggung jawab atas pengasuhn anak. 43 Tujuan dari perlindungan anak dapat ditemukan dalam undang-undang republik indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 3 ”Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.” Yang dalam jangka panjang, menuju Indonesia yang lebih baik.44 2. Kebutuhan Anak. Menurut H. Salihun. A. Nasir kebutuhan anak dapat digolongkan menjadi 4 golongan yaitu : a). Kebutuhan Biologis, Kebutuhan biologis disebut physiological drive atau biological motivation yaitu kebutuhan yang berasal dari dorongan biologis yang bersifat naluriah seperti haus, bernafas, mengantuk, dorongan seks, dll. b). Kebutuhan Psikis, Kebutuhan psikis adalah segala dorongan yang bersifat rohaniah atau kejiwaan misalnya kebutuhan akan agama, kesesahatan jiwa dan kebutuhan akan rasa aman. 43 Ibid. Hak-hak anak Sebagai Pelaku, KORBAN SERTA PERLINDUNGAN KHUSUS BERDASARKAN UUPerlindungan Anak No: 23/2002, UU PENGADILAN ANAK NO: 3/1997,HUKUMINTERNASIONAL,UUHAM.http://perencanaan.depsos.go.id/talnet/news/attachme nt/260920070258_korban%20&%20pelaku1.pdf, ditelusuri tanggal 14 Maret 2001. 44 16 c). Kebutuhan Sosial, Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan dengan hal-hal diluar atau sesuatu yang ditimbulkan oleh dorongan orang lain atau hubungan dengan lainnya misalnya kebutuhan bergaul, kebutuhan berkelompok, memperoleh pengalaman dan penghargaan.45Menurut Zakiah Darajat, kebutuhan anak meliputi kasih sayang, rasa aman, harga diri, kebebasan. d). Kebutuhan akan kasih sayang, Kasih sayang akan dirasakan oleh si anak apabila dalam kehidupannya mengalami hal-hal sebagai berikut : 1). Kehilangan Perlindungan Ibu. Anak sangat membutuhkan perlindungan langsung dari ibunya. Akan tetapi tidak semua ibu dapat memberikan perlindungan langsung kepada anaknya, hal ini disebabkan karena ibunya bekerja seharian. Tetapi ada lagi faktor lain yang menghalangi ibu untuk menumbuhkan perhatiannya kepada anak yaitu suasana rumah tangga yang tidak tenang. 2). Merasa kurang diperhatikan atau kurang mendapatkan kasih sayang. Sering kali orang tua memperlakukan anaknya dengan cara yang meyebabkan si anak tidak disenangi. Apabila perasaan ini terjadi pada tahun-tahun pertama dari umurnya, maka akan sangat buruk akibatnya bagi pembentukan kepribadianya. Pada tahun pertama ini si anak sangat tergantung pada orang tuanya dan dengan sendirinya membutuhkan kasih sayang, perhatian pemeliharaan karena masih lemah. 45 Salman Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja (Jakarta : Kalam Mulia, 1999), h.72. 16 3). Orang tua yang terlalu keras. Terlalu banyak perintah, larangan, teguran dan tidak mengidahkan keinginan anak serta banyak pula menyebabkan gangguan terhadap ketegangan anak. Ia tidak sanggup mengeluarkan pendapat kadang-kadang terlalu sopan dan tunduk kepada orang-orang yang berkuasa, kurang mempunyai inisiatif dan spontanitas, tidak percaya diri sendiri dengan sesuatu yang dipilihnya. 4). Sikap orang tua yang berlawanan. Apabila pendapat orang tua dalam mendidik anak tidak sejalan akan meyebabkan anak kebingungan dan merasa tidak aman. Apabila perbedaan pendapat orang tua itu sangat besar, hal ini akan membawa goncangan jiwa yang sangat besar karena bertentangan, dan si anak merasa menjadi obyek dari dua aliran yang berlawanan itu. Kadang-kadang ia akan terdorong, memihak kepada salah satunya dan lain kali ia akan menyesal dan memihak kepada yang lain perasaan ini sangat menggoncangkan jiwa si anak. 5). Kebutuhan akan rasa aman. Unsur-unsur pokok dalam rasa aman itu adalah kasih sayang, ketentraman dan penerimaan. Maka anak yang merasa sungguh-sungguh dicintai oleh orang tua dan keluarganya, pada umumnya akan erasa bahagia dan aman. Seorang anak akan merasa diterima oleh orang tuanya, ia merasa bahwa kepentingannya diperhatikan, serta merasa bahwa ada hubungan yang erat antara ia dan keluarganya. 16 3. Tugas-Tugas Perkembangan Anak. Menurut Robert Havighurts tugas-tugas perkembangan pada anak bersumber pada tiga hal, yaitu : kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan dari masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya. Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: a. Tugas-tugas perkembangan anak usia 0-6 tahun, meliputi belajar memfungsikan visual motoriknya secara sederhana, belajar memakan makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan, mengenali realita sosial atau fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan lainnya, belajar membedakan benar atau salah serta membentuk nurani. b. Tugas-tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah menggunakan kemampuan fisiknya, belajar sosial, mengembangkan kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung, memperoleh kebebasan pribadi, bergaul, mengembangkan konsep-konsep yang dipadukan untuk hidup sehari-hari, mempersiapkan dirinya sebagai jenis kelamin tertentu, mengembangkan moral, dan mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial atau lembaga (Havighurts dalam Gunarsa, 1986). 46 Perkembangan seorang anak seperti yang telah banyak terurai di atas, tidak hanya terbatas pada perkembangan fisik saja tetapi juga pada perkembangan mental, sosial dan emosional. 46 Zahrotun, dkk, Psikologi Perkembangan Tinjaun Psikologi Barat dan Psikologi Islam (Ciputat Jakarta: UIN Jakarta Press, Desember 2006), cet. 1, h. 56. 16 Tugas-tugas pada masa setiap perkembangan adalah satu tugas yang timbul pada suatu periode tertentu dalam hidup seseorang, di mana keterbatasan dalam menyelesaikan tugas ini menimbulkan perasaan bahagia serta keberhasilan pada tugas berikutnya, sedangkan kegagalan akan menimbulkan ketidak bahagiaan dan kesulitan atau hambatan dalam menyelesaikan tugas berikutnya.47 Pada periode anak-anak akhir ada tiga proses perkembangan yaitu : a. Perkembangan kognitif. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu berpikir operasional. Anak sudah mulai mampu menggunakan konsep matematis, mampu mengklasifikasi. Hal yang paling utama pada masa periode anak-anak akhir yaitu mereka masih terpaku pada hal-hal yang bersifat konkrit. b. Perkembangan psikososial. Konflik psikososial pada tahap ini dalam rentang kehidupan adalah perkembangan produktifitas vs inferioritas. Konflik yang muncul pada masa periode ini adalah antara keaktifan anak menghasilkan sesuatu dengan perasaan rendah diri yang diakibatkan dari ketidak mampuan mereka menghasilkan sebuah karya berdasarkan keinginan dan kebutuhan. c. Perkembangan Moral. Pada periode ini perkembangan moral individu berada pada sub tahap, yaitu tahap yang berorientasi pada individualisem dan tujuan. Pada tahap ini pemikiran moral anak didasarkan pada reward dan minat pribadi.48 47 Elizaberth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), h. 96. 48 Zahrotun, dkk, Psikologi Perkembangan Tinjaun Psikologi Barat dan Psikologi Islam (Ciputat Jakarta: UIN Jakarta Press, Desember 2006), cet. 1, h. 130. 16 Erikson mengibaratkan “roda gigi” sebagai jalan kehidupan, dimana kebutuhan-kebutuhan orang dewasa untuk datang mengurusi dan menjaga anak bertepatan dengan kebutuhan-kebutuhan anak-anak untuk dijaga. Dengan kata lain, tiap-tiap anak jalan kehidupannya berada dalam “jalan hidup masyarakat” (Erikson, 1959, hal. 121). Anak-anak dikelilingi segala sesuatu, dimana mereka juga harus melewati berbagai tahapan. Di tengah peradaban dan budaya, anak melewati beberapa generasi, mengadaptasikan dirinya dengan anak-anak lain, atau mengadaptasikan dirinya pada kebudayaan, misalnya ketika memasuki TK baru dengan penyesuaian yang membingungkan pada situasi baru yang diistilahkan dengan „bersekolah‟.49 Dalam ilmu jiwa, masa transisi dialami anak mulai usia 10 tahun, dalam bukunya, Soedarsono sependapat dengan Andi Mapiere, yang mengutip Elisabeth B. Harlock, yang membagi usia anak remaja yaitu: Masa pubertas pada usia 10 tahun atau 12 tahun sampai 13 tahun atau 14 tahun, masa remaja pada usia 13 tahun atau 14 tahun sampai 17 tahun, masa remaja akhir (masa dewasa muda) pada usia 17 tahun sampai 21 tahun. Pada masa remaja seorang anak mengalami perkembangan sebagai persiapan memasuki masa dewasa, hal ini berdasarkan pendapat tentang remaja. Menurut Singgih D. Gunarsa yang mengutip Anna Freud berpendapat: “Bahwa pada masa remaja seorang anak mengalami perkembangan psikologi, seksualitas, dan emosionalitas yang mempengaruhi tingkah lakunya, proses perkembangan yang dialami remaja akan menimbulkan 49 Ibid, cet. 1, h. 54. 16 permasalahan bagi remaja sendiri dan orang-orang yang berada dekat sekelilingnya”.50 4. Anak Dalam Perspektif Islam. Anak dalam perspektif Islam merupakan suatu amanah yang Allah berikan kepada hambanya sebagai suatu keturunan yang harus dijaga, dididik, dirawat dan disayang. Orang tua yang diberikan amanah oleh Allah haruslah bersyukur dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Bukan malah menyalahi atau melanggar aturan yang telah Allah Berikan. Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Ahzab: 72.51 Artinya:”Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS. al-Ahzab : 72). Amanah sebagai yang terungkap pada QS.al-Ahzab: 72 secara etimologi berarti kepercayaa/titipan yang Allah berikan kepada umat manusia. Anak ibarat kertas kosong di mana anak akan selalu menerima segala yang diukirnya dan akan cenderung terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Kalau orang tuanya mendidik anaknya dengan kekerasan anak akan selalu mengingat sampai ia dewasa dan tidak menutup kemungkinan anak akan melakukan hal tersebut kepada keturunannya kelak. 50 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja (Jakarta: Gunung Mulia, 1992), hal. 7. Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For Woman (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 427. 51 16 Kedudukan anak dalam Islam? Pertama, Al Qur‟an secara tegas menyatakan, bahwa keturunan merupakan bagian dari kelanjutan misi kekhalifahan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah : Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(Q.S Al-Baqarah: 30).52 Ayat ini menunjukkan bahwa kekahalifahan terdiri dari wewenang yang dianugerahkan Allah SWT , makhluk yang diserahi tugas yakni Adam dan anak cucunya, serta wilayah tempat tugas mereka di muka bumi. Dengan demikian kekhalifahan mengharuskan makhluk yang diserahi tugas tersebut melaksanakannya sesuai dengan petunjuk Allah yang memberinya tugas dan wewenang. Kebijakan yang tidak sesuai dengan kehendaknya adalah pelanggaran terhadap makna dan tugas kekhalifahan. Karena setiap anak yang lahir mempunyai tugas kekhalifahan bertanggung jawab terhadap kelangsungan peradaban bumi sebagai pewaris generasi sebelumnya. 52 Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For Woman (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 6. 16 Generasi penerus kekhalifahan yang memiliki kualitas baik, tentu kehidupan di muka bumi ini akan berlanjut. Sebaliknya jika diserahkan kepada generasi yang tidak bertanggung jawab, maka muka bumi ini akan diwarnai keangkaramurkaan dan kehancuran. Pendidikan anak (tarbiyyah al-aulâd) dalam Islam menemukan urgensinya. Pendidikan yang baik dan berkesinambungan, anak-anak sebagai generasi penerus dan pewaris kehidupan di muka bumi ini akan menjadi manusia yang baik dan berorientasi kepada kemaslahatan. Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam, kita temui bentukbentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung. 53 Orang tua dan guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggungjawab mereka di hadapan Allah SWT terhadap pendidikan putra-putri Islam. Tentang perkara ini, Allah SWT berfirman : Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (AtTahrim: 6)54. 53 Http://Anakmuslim. Wordpress. Com/2007/02/24/Pendidikan-Anak-Dalam-Islam/S Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For Woman (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 560. 54 16 Kedua, al Qur‟an menyebut anak memiliki dua sisi yang saling berlawanan, satu sisi anak adalah amanah Allah yang dititipkan kepada orang tua dan juga sebagai fitnah. Anak sebagai amanah akan ditanyakan pertanggung jawabannya, maka menjadi kewajiban orang tua untuk mendidiknya dengan baik agar menjadi generasi yang berkualitas.55 Rasulullah bersabda: “Tiada suatu pemberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik”. (H.R. Hakim dan Baihaqi). Wujud tindak kasih dalam ajaran Islam antara lain dimanifestasikan dalam perilakunya kepada orang lain maupun kepada diri sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimana pun, seseorang itu mempunyai kewajiban asasi terhadap dirinya sendiri, berupa kewajiban memelihara dirinya sendiri, secara fisik maupun secara psikis.56 Manusia yang hidup di muka bumi ini mempunyai Hak kebebasan dan merdeka, mereka diberi kepercayaan penuh oleh Allah, diberkahi dengan risalah yang diturunkan melalui para Nabi, dan dikaruniai rasa tanggung jawab. Mereka diperintahkan untuk mencari nafkah di bumi dengan inisiatif dan jerih payah mereka sendiri, mereka pun bebas memilih kesejahteraan atau kesengsaraan bagi dirinya. Sebagaimana dalam firman Allah (QS.Al-Insaan: 2-3)57: 55 Rose Mini, A. Priyanto, Perilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannya (Yogyakarta: Kansius, 2003), h. 24. 56 Antonius Atosokhi Gea Noor Rahmat, Antonina Panca Yuni Wulandari, Character Building III (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004). 57 Zahrotun, dkk, Psikologi Perkembangan Tinjaun Psikologi Barat dan Psikologi Islam (Ciputat Jakarta: UIN Jakarta Press, Desember 2006), cet. 1, h. 97. 16 Artinya: ”Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), Karena itu kami jadikan dia mendengar dan Melihat. Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. Maksudnya: bercampur antara benih lelaki dengan perempuan”. (QS.Al-Insaan : 2-3). Kebanyakan korban kekerasan seksual terhadap anak adalah anak perempuan. Perempuan dilahirkan bukan untuk pemuas seks laki-laki semata, bukan untuk dihardik, dihina, dipukul, dibunuh. Menurut Zakiah Darajad, manusia mempunyai musuh dalam dirinya, yaitu hawa nafsu yang dalam istilah psikologi dorongan atau kebutuhankebutuhan, di antaranya kebutuhan fisik dan biologis. Dengan ringkas dapat dikatakan, bahwa hawa nafsu yang tidak terkendali, akan mendatangkan bahaya dan siksa bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. 58 Kendalinya adalah agama yang dipahami dengan baik dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dalam semua lingkungan mulai dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Karena jiwa manusia itu sangat cepat menerima rangsangan. Berpikir bahwa nafsu seksual manusia itu terbatas, dan bahwa setelah sampai pada suatu titik tertentu saja dapat terpenuhi adalah salah besar. Karena manusia mempunyai sifat yang tidak akan pernah puas dengan apa yang ia dapat. Anak punya hak dihargai dan dimuliakan, karena mereka makhluk yang mulia. Islam telah mengajarkan melalui petunjuk al-Qur‟an dan hadits 58 Zakiah Darajat, Psikoterapi Islam (Jakarta: PT. Bulan Bintang. 2002). Cet.1. h. 70. 16 (yang dijadikan pedoman hidup umat muslim) bahwa anak merupakan makhluk mulia. Sebagaimana dalam firman Allah (QS. Al-Israa : 70):59 Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”. (QS. Al-Israa:70). Islam telah mengatur hak-hak dalam sekumpulan hukum yang mengatur kewajiban kedua orang tua, masyarakat di sekitarnya dan negara. Hak anak merupakan kewajiban dari Allah kepada orang-orang yang harus memenuhinya. Karena pemenuhan hak anak adalah bagian dari ibadah atau bukti ke tundukan mereka kepada Allah SWT. Hukum Islam mengatur hukum tentang pelecehan seksual dalam alQur'an bersifat umum karena hanya menjelaskan bahwa pelecehan seksual adalah haram dan termasuk amal perbuatan setan. Sedangkan pada hadist mengatur secara global tidak terinci namun hukuman yang diberikan kepada pelaku pelecehan seksual adalah sanksi yang berat. Dalam hukum Islam, ada beberapa pendapat tentang batasan seseorang anak yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Menurut kebanyakan fuqoha, mereka membatasi usia seorang anak yang dapat dikenakan pertanggung jawaban pidana atas jarimah yang diperbuatnya yaitu setelah si 59 Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For Woman (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 289. 16 anak mencapai usia 15 (lima belas) tahun. Sedang menurut Ahmad hanafi yang mengutip Imam Abu Hanifah, membatasi pada usia 18 (delapan belas) tahun dan menurut satu riwayat 19 (sembilan belas) tahun.60 Untuk mencegah kekerasan pada anak dibutuhkan beberapa pendekatan di antaranya, pendekatan individu, yaitu dengan cara menambah pemahaman agama. Karena tentunya seorang yang mempunyai pemahaman agama yang kuat akan lebih tegar menghadapi situasi-situasi yang menjadi faktor terjadinya kekerasan. Pendekatan sosial melingkupi pendekatan partisipasi masyarakat dalam melaporkan dan waspada setiap tindakan kejahatan, terutama human trafficking. Pendekatan medis, untuk memberikan pelayanan dan perawatan baik secara fisik atau kejiwaan, juga memberikan penyuluhan terhadap orang tua tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar. 60 A, Hanafi, Asas-Asas Hukum Islam ( Yogyakarta: Bulan Bintang, 1976 ), h. 370. 46 BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pulih Yayasan Pulih adalah sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dalam penanganan trauma dan pemulihan psikososial bagi masyarakat yang mengalami dampak kekerasan secara langsung dan tidak langsung dan bencana alam di berbagai wilayah Indonesia denganpendekatan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan penerima manfaat. Awalnya YayasanPulih berdiri karena mimpi 6 orang aktivis, Livia Iskandar, Kristi Poerwandari, Ali Aulia, Saparinah Sadli, Irwanto dan Karlina Supeli. Saat itu tahun 2001, keadaan Indonesia sangat memprihatinkan. Kekerasan di manamana, kriminalitas meningkat dan penghakiman massa menjadi cara-cara yang digunakan orang-orang yang kehilangan harapan. Masyarakat membutuhkan layanan psikologis bagi korban kekerasan domestik, seksual, kekerasan yang terjadi dalam komunitas atau akibat konflik politik dan juga bantuan terhadap pekerja kemanusiaan yang rentan mengalami burn-out, kelelahan kepedulian maupun trauma sekunder. Pada akhirnyaYayasanPulih dapat didirikan tanggal 24 Juli 2002 di hadapan notaris. Selama 7 tahun sejak berdirinya, Pulih melakukan berbagai kegiatan untuk pemulihan dan penguatan psikososial.Beberapa kegiatan yang pernah dilakukan Pulih yaitu penguatan psikososial berbasis komunitas 46 47 di daerah konflik berkekerasan dan bencana alam di Aceh, Ambon, Biak, Pangalengan dan yang terakhir di Padang, pendampingan penyintas bom, Layanan psikologis untuk perempuan Penyintas Kekerasan, menjadi saksi ahli Psikologis. Mengembangkan dan melaksanakan program Jurnalisme dan Trauma, Pendampingan untuk korban kekerasan struktural (program Survivorof torture), Pendampingan untuk pendamping kemanusiaan (program Care for Caregiver), Penelitian untuk perbaikan dan pengembangan program, Advokasi dan menjadi narasumber dan tempat rujukan informasi seputar isu pemulihan dan penguatan psikososial. YayasanPulih selalu berusaha untuk terus ada untuk”Memulihkan harapan, memutus rantaikekerasan, menggalang perdamaian”. B. Visi dan Misi Yayasan Pulih VISI Terwujudnya pemulihan dan penguatan masyarakat korban kekerasan & bencana menjadi masyarakat yang sejahtera dan sehat secara psikososial, damai, bebas dari ketakutan dan kekerasan, demokratis, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian,HAM, keadilan sosial dan gender.1 MISI Memberdayakan kembali penyintas, keluarga, kelompok dan komunitas sehingga dapat menjalani kehidupan yang produktif dan bermakna, melalui: 1 BukuTahunanYayasan Pulih, Profil Organisasi (Jakarta: Perpustaan Yayasan Pulih, 2009). h. 2. 48 1. Pendidikan dan penyadaran publik kepada kelompok masyarakat, lembaga-lembaga, dan para pengambil keputusan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan berdasarkan pemulihan trauma dan intervensi psikososial. 2. Peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam pemulihan psikososial. 3. Advokasi kebijakan sosial, undang-undang, peraturan pencegahan dan pelayanan penanganan bencana dan kekerasan yang lebih melindungi, memenuhi hak-hak dasar masyarakat, dan berorientasi pada pemulihan trauma dan intervensi psikososial. 4. Pengembangan organisasi yang kompeten dalam bidang psikososial, akuntabel, otonom, demokratis dan memiliki tanggung jawab sosial sebagai bagian dari penyelesaian masalah-masalah dampak kekerasan dan bencana. 5. Pengembangan organisasi pembelajaran yang bermanfaat baik secara internal maupun secara eksternal.2 C. Prinsip Dasar 1. Demokratis 2. Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia 3. Keadilan sosial dan gender 4. Transparansi dan dapat dipertanggunggugatkan 5. Damai dan Anti Kekerasan 2 BukuTahunanYayasan Pulih, Profil Organisasi (Jakarta: Perpustaan Yayasan Pulih, 2009). h. 3. 49 D. Layanan 1) Konsultasi masalah psikologis tertentu untuk anak, remaja, dewasa, perempuan dan laki-laki secara individual, keluarga dan kelompok. 2) Rujukan bagi orang yang mengalami dampak psikologis akibat peristiwa kekerasan, konflik, bencana alam dan pengalaman lain. 3) Jika diperlukan dapat memberikan kesaksian ahli psikologis untuk kasuskasus yang sedang diproses secara hukum. 4) Konsultasi untuk masalah-masalah psikologis yang dialami oleh jurnalis media cetak dan elektronik, pekerja kemanusiaan, pendamping penyintas dan pejuang HAM sebagai konsekuensi dari pekerjaannya. 5) Pelatihan dan menjadi nara sumber terkait dengan isu pemulihan trauma dan penguatan psikososial dalam konteks kekerasan dan bencana. 6) Penguatan psikososial berbasis komunikasi bagi masyarakat paska bencana dan konflik kekerasan. 7) Penelitian terkait isu pemulihan trauma dan penguatan psikososial dalam konteks kekerasan dana bencana.3 3 Buku Tahunan Yayasan Pulih, untuk pemulihan dari Trauma dan Intervensi psikososial (Jakarta: Perpustakaan Yayasan Pulih, 2009). 50 E. Staf Yayasan Pulih di Kantor Pusat Pasar Minggu (Jakarta Selatan) Bagan 1: Badan Pengurus Yayasan Pulih4 Ketua : Miryam S.V. Nainggolan Sekretaris : E.Kristi Iskandar Bendahara : Livia Iskandar Anggota : Harkrisyanti Kamil Dharmayanti Utoyo Lubis Abdul Malik Gismar Bagan 2 : Pelaksana Harian 2011 di Kantor Pusat5. Pelaksana Harian Kordinator Umum : Syarifah Handayani KorninatorUtama: Direktur International : Livia Iskandar DirekturInternasional : SyarifahHardani LiviaIskandar DivisiLayananLangsung Koordinator: VitriaLazzarini 4 Staf: Anita Kristiani RenetaKristiani Buku Tahunan Yayasan Pulih, Profil Organisasi. (Jakarta: Perpustakan Yayasan Pulih, 2009). h. 15. 5 Buku Tahunan Yayasan Pulih, Profil Organisasi. (Jakarta: Perpustakan Yayasan Pulih, 2009). h. 15. 51 Bagan 3 : Staf Kantor Yayasan Pulih6. Divisi Riset, Publikasi dan dokumentasi Staf : Cinintya Dewi Sulistyono Staf Divisi Umum dan Keuangan Staf Keuangan Senior: Sidiq Gunawan Staf Administrasi: Ahmad Sopiyan 6 Staf Personalia: Siska Christianty Staf Mitra: Taruli Hutapea Buku Tahunan Yayasan Pulih, Profil Organisasi (Jakarta: Perpustakan Yayasan Pulih, 2009). h. 15. BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS A. Temuan Data 1. Model Layanan Bimbingan Langsung yang ada di Yayasan Pulih. a. Model layanan tatap muka langsung, dimana antara penyintas (korban kekerasan seksual) dan pembimbing saling bertemu langsung dalam proses bimbingan. Model pendekatannya dengan bermain, bercerita, menggambar, curhat dan tanya jawab. 1 Pada priode ini, klien yang melakukan bimbingan tatap muka sangat luas area domisilinya. Sebelumnya hanya melingkupi wilayah Jabotabek, tetapi tahun ini ada yang dari Sumatra dan Kalimantan.2 Pendekatan yang dilakukan Yayasan Pulih dalam memberikan bimbingan layanan tatap muka langsung yaitu dengan pendekatan psikososial. Pendekatan psikososial yaitu suatu proses dimana anggota suatu kelompok mempengaruhi prilaku dan kepribadian anggota kelompok lain. Pada priode ini anak diharapkan dapat bersosialisasi dengan lingkungan terdekatnya. Ini akan memunculkan rasa percaya diri pada anak bahwa ia berada dalam lingkungan yang aman dan nyaman. Metode yang digunakan dalam menangani klien korban kekerasan seksual terhadap anak di Yayasan Pulih yaitu: Metode Direktif (metode yang bersifat mengarahkan), metode ini bersifat mengarahkan kepada penyintas (korban kekerasan seksual) untuk berusaha 1 Laporan Tahunan Yayasan Pulih, Untuk pemulihan dari Trauma dan Intervensi Psikososial (Jakarta Selatan), h. 6. 2 Laporan Tahunan Yayasan Pulih, Untuk pemulihan dari Trauma dan Intervensi Psikososial (Jakarta Selatan, 2009), h. 22. 52 a. mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan kepada klien yaitu dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi atau dialami klien. Yang menggunakan metode ini adalah model tatap muka dan model outreach karena dua model ini sama-sama memberi bimbingan secara langsung. Dan klien juga diarahkan untuk menjadi lebih baik lagi. Terutama dalam mengatasi permasalahan yang dialami klien. b. Metode Support Group yakni bimbingan melalui kegiatan kelompok seperti diskusi, seminar, dan sebagainya.3 Dalam bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak selain menggunakan metode direktif disana juga menggunakan metode Support Group yaitu divisi layanan langsung dengan melakukan kegiatan kelompok dukungan untuk klien dan memberikan pelatihan percakapan pemberian bantuan serta memberikan pemulihan diri untuk para klien. Karena bentuk bimbingan ini dilakukan secara kelompok bukan lagi perorangan. 2. Analisis Tentang Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual Terhadap anak di Yayasan Pulih. Dalam bagian ini penulis memfokuskan pada Model Bimbingan Korban Kekerasan Seksual terhadap Anak yang ada di Yayasan Pulih. Model bimbingan yang digunakan untuk membantu klien yaitu dengan menggunakan model tatap muka langsung, model inilah yang paling banyak digunakan pembimbing dalam menangani kasus-kasus yang ada di Yayasan Pulih . Adapun bentuk-bentuk kekerasan yang ada di Yayasan Pulih yaitu: 3 Laporan Tahunan Yayasan Pulih, Untuk pemulihan dari Trauma dan Intervensi Psikososial (Jakarta Selatan 2009), h.24. 53 Tabel 4.1 Bentuk-bentuk Kekerasan yang ada di Yayasan Pulih. No Bentuk-bentuk Kekerasan Persentase 1 Psikis 30,77 % 2 Fisik 23,93 % 3 Seksual 23,08% 4 Ekonomi 8.55% 5 Perselingkuhan 13,68% Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa bentuk-bentuk kekerasan yang dialami klien di Yayasan Pulih yaitu kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, ekonomi, dan perselingkuhan. Kekerasan Psikis sering dialami oleh klien dalam bentuk ucapan atau kata-kata kasar yang dapat menimbulkan stigma negatif pada diri klien. Di samping itu klien yang ada di Yayasan Pulih juga mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Yang dapat mengakibatkan trauma dan dampak yang buruk terhadap kepribadian serta kehidupan klien di masa depan. Salah satu dampak dari kekerasan yaitu klien menjadi menarik diri terhadap lingkungan sekitar yang seharusnya klien bisa menyesuaikan diri dan membaur dengan teman-teman sebayanya malah ia tertutup dengan lingkungan sekitar. Selain itu faktor ekonomi juga dapat membuat anak mendapatkan kekerasan baik itu kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan seksual, banyak orang tua yang menjual anaknya yang masih dibawah umur untuk dijadikan sebagai wanita penghibur demi untuk memenuhi kebutuhan hidup 54 keluarganya. Disamping itu kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua juga dapat mengakibatkan anak mengalami kekerasan. Seperti kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani oleh pembimbing Reneta Kristiani dan Astrid yang ada di Yayasan Pulih. 1) Kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ada di Yayasan Pulih a) Kasus pertama yang ditangani oleh Reneta Kristiani (pembimbing). Kasus yang baru-baru ini ditangani oleh Reneta yaitu kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur. klien yang mengalami kekerasan seksual berusia 5 tahun dan pelakunya berusia 7 tahun. Klien dan pelaku merupakan anak-anak yang masih dibawah umur. Sungguh sangat ironis seorang anak yang masih berusia 7 tahun bisa melakukan perbuatan yang tidak terpuji seperti itu. Dalam kasus ini kurangnya pengawasan, perhatian dari orang tua , serta banjirnya informasi yang negatif, baik dalam bentuk gambar-gambar porno, VCD, video porno dan lain sebagainya, menyebabkan pelaku yang masih di bawah umur mudah melihat hal-hal yang semacam itu. Seperti kasus yang ditangani oleh Reneta, pelaku menjadi korban dari banjirnya informasi yang negatif serta kurangnya pengawasan dari orang tua sehingga pelaku yang masih berusia 7 tahun melakukan tindak kekerasan seksual kepada anak yang berusia 5 tahun, pelaku memasukkan benda tumpul ke vagina korban. Korban menangis dan merasa kesakitan di bagian tertentu. Keesokan harinya si korban merasa kesakitan saat akan buang air kecil dan tidak mau keluar rumah. Hal ini membuat orang tua korban bertanya-tanya ada apa dengan anak ini. Ibu korban membawa anaknya ke rumah sakit ternyata vagina anaknya yang berumur 5 tahun terluka. Hal ini 55 membuat ibu korban kaget dan bertanya-tanya siapa yang melakukan kekerasan terhadap anaknya. Ibu korban menanyakan kepada korban ternyata tetangganya yang melakukan hal tersebut kepada anaknya. Setelah kejadian itu orang tua korban mengajak anak mereka ke Yayasan Pulih supaya psikologis anaknya bisa stabil dan bisa menetralisir trauma yang penyintas alami.4 Aktivitas seksual pelaku yang menyimpang sangat memprihatinkan karena telah mengarah pada tindakan kriminal yang secara hukum pidana telah menyalahi ketentuan undang-undang. Dalam masyarakat, perilaku anak yang melakukan pelanggaran atau kejahatan biasa disebut anak nakal. 5 Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa kurangnya pengawasan dari orang tua akan berdampak kepada perbuatan yang negatif yang dapat mengakibatkan trauma berkepanjangan bagi si korban. Dalam kasus ini selain kurangnya pengawasan dari orang tua, kurangnya pendidikan agama yang diberikan orang tua kepada anaknya menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai melalaikan tugasnya sebagai orang tua dan menyerahkan pengasuhan anaknya kepada pembantu merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan, pada masa tumbuh kembangnya anak sangat memerlukan orang tua dalam mengarahkannya kepada perbuatan yang positif. Pendidikan agama sangat diperlukan anak untuk mengetahui perbuatan mana yang di bolehkan dan perbuatan yang diharamkan oleh agama. 4 Wawancara Pribadi dengan Pembimbing Reneta Kristiani, Lenteng Agung, 2 Maret 2011. 5 Kartini Kartono, Patologi Sosial II Kenakalan Remaja (Jakarta: CV.Rajawali , 1992). h.8 56 Islam telah menggariskan kepada para orang tua tentang prinsipprinsip pendidikan yang konsisten untuk mengarahkan dan mendidik anakanak serta melaksanakan kewajiban-kewajiban dan hak-hak mereka. Diantaranya yaitu memelihara diri dan anak-anak mereka dari hal-hal yang menyebabkan kemurkaan Allah dan masuk ke dalam neraka. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Tahrim ayat 6: Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. 6 Demikian pula dengan pelaku kejahatan sendiri, siapa pun dapat menjadi pelaku dari kejahatan, apakah pelakunya masih anak-anak maupun orang yang berusia lanjut (dewasa). Jadi tanpa memandang usia atau jenis kelamin meski pun pada kenyataannya jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak relatif kecil, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kejahatan yang dilakukan anak tersebut terjadi di mana-mana. Pelaku kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur hal ini tentunya di pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain karena anak tersebut tidak mendapat kasih sayang dari orang tuanya, orang tua lupa diri 6 Hasan Al-Banna, dkk, Departemen agama RI Al-Qur‟an dan Terjemahan Special For Woman (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). h. 560. 57 sebagai orang tua karena terlalu sibuk, juga disebabkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab, pengaruh lingkungan, kebebasan pergaulan akibat tidak mendapat perhatian orang tua di rumah, adanya film dan video yang lepas sensor, bacaan-bacaan yang dapat merusak jiwa anak tersebut. Sehingga anak tidak ada yang mengarahkan dan memberitahukan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tidak boleh dilakukan (perbuatan buruk). Pendidikan seksual di usia dini harus mendapatkan perhatian secara khusus dari para orang tua, untuk upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual kepada anak, sejak anak-anak mengenal masalah-masalah yang berkenaan dengan naluri seks. Hal itu dimaksudkan agar jika anak tumbuh menjadi seorang pemuda dan dapat memahami urusan-urusan kehidupan, ia telah mengetahui masalah-masalah yang diharamkan dan dihalalkan. Lebih jauh lagi, ia bahkan mampu menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlak dan kebiasaan hidup, serta tidak diperbudak hawa nafsu. Orang tua harus mengikuti dasar-dasar Islam dalam mencegah setiap dorongan yang membangkitkan birahi anak dan merangsang seksual anak. Untuk itu orang tua harus mengajarkan adab memandang kepada anak sejak masa pertumbuhannya. Menurut Renata (selaku pembimbing) kekerasan seksual dapat dicegah dengan cara:7 7 Wawancara pribadi dengan Pembimbing Reneta Kristiani, Lenteng Agung, 2 Maret 2011. 58 a. Orang tua membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi dengan anak. Dengan cara menyempatkan diri untuk bermain bersama anak. b.Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada anak-anak tentang tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang lain terhadap bagian tubuhnya. c. Kenalkan kepada anak perbedaan antara orang asing, kenalan, teman, sahabat, dan kerabat. d.Jika sang anak sudah melewati usia balita, ajarkan bersikap malu bila telanjang. e. Adanya keterlibatan aparat penegak hukum yakni penyidik, jaksa dan hakim dalam menangani kasus pelecehan seksual pada anak sehingga perspektif terhadap anak diharapkan dapat menimbulkan efek jera pada pelaku tindak pidana pelecehan sehingga tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Kalau kelima poin ini dapat dilaksanakan dengan baik kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak akan terjadi, yang penting adanya kerja sama orang tua dan pihak-pihak terkait dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap anak. Di sinilah peran aktif orang tua sangat mempengaruhi tindakan dan perilaku anak. Kalau orang tua memberikan pendidikan agama yang cukup kepada anak pasti anak akan dapat mengontrol hawa nafsu yang ada pada dirinya dan segala tingkah laku mereka dalam bertindak. Serta akan mengurangi kasus tindak kekerasan seksual yang dialami anak. 59 Dalam menangani kasus diatas pembimbing menggunakan model tatap muka langsung dengan pendekatan direktif (pendekatan mengarahkan) menggunakan media (alat peraga) yaitu dengan model pendekatan bercerita, menggambar dan bermain, karena peyintas (korban kekerasan seksual) yang ditangani pembimbing berusia 5 tahun (masa anak-anak awal). Jadi pembimbing menggunakan alat peraga untuk melakukan bimbingan. Model ini sangat efektif dilakukan karena dunia anak merupakan dunia bermain jadi pembimbing menggunakan pendekatan dengan model ini untuk mengidentifikasi masalah yang klien alami dan memberikan materi-materi yang positif kepada klien. Di Yayasan Pulih ada tiga model pendekatan tatap muka langsung untuk anak-anak yaitu: 1. Model bercerita : Pada model bercerita ini pembimbing mengeksplor emosi klien, karena klien yang mengalami kekerasan seksual emosinya tidak stabil jadi pembimbing menggunakan pendekatan ini untuk memberikan materi yang positif lewat cerita yang disampaikan oleh pembimbing. Dalam Bimbingan Islam, model cerita ini berisi cerita-cerita Islami dan cerita penuh hikmah yang akan sangat berguna untuk penyintas, contoh kehidupan para rasul, sahabat, para ulama. Sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh percaya diri, tawakal, bersyukur, dan sabar.8 8 Yusuf Syamsu dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, September 2006), h. 79. 60 2. Model menggambar : Merupakan teknik bimbingan atau pendekatan kepada klien di mana lewat gambar klien dapat meluapkan emosinya kepada pelaku, Jadi pembimbing juga menggunakan pendekatan lewat media gambar untuk memberikan materi kepada si klien. 3. Model Bermain Merupakan teknik bimbingan atau pendekatan kepada klien dimana dengan bermain klien akan dapat mengeluarkan emosinya. Karena anak yang mengalami kekerasan seksual emosinya tidak stabil. Dengan pendekatan bermain klien akan menyalurkan emosi kekesalannya kepada pelaku lewat permainan yang ia mainkan karena dunia anak merupakan dunia bermain. Dengan menggunakan pendekatan ini mempermudah pembimbing dalam memberikan materi kepada klien yang mengalami trauma kasus kekerasan. Selain itu peran orang tua atau orang terdekat klien juga sangat membantu pemulihan klien. Maka dari itu pembimbing dan orang tua harus saling bekerjasama dalam pemulihan klien. Pembimbing yang ada di yayasan pulih juga mengadakan bimbingan kepada orang tua korban untuk menggali informasi tentang klien. Setelah mendapatkan informasi dari orang tua atau orang terdekat klien pembimbing mengetahui faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan seksual. 61 Menurut reneta (selaku pembimbing) faktor penyebab kekerasan seksual, seperti kasus di atas karena pengaruh media elektronik dan gambar-gambar, VCD dan video porno yang dapat merangsang anak. 9 Faktor penyebab tersebut dapat mendorong anak untuk menyimpang dan melakukan tindak kejahatan, semua itu mampu merusak akhlak anak maupun orang yang melihat film dan gambar porno tersebut. Biasanya pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah orang terdekat dari klien. 2. Kasus Kedua yang ditangani oleh Astrid WEN. Dalam kasus ini penyintas yang mengalami kekerasan seksual masih dibawah umur (usianya 16 tahun), sungguh sangat ironis anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan, akan rasa aman dan nyaman dalam sebuah keluarga malah mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari orang terdekatnya. Keadaan keluarga klien yang broken home dapat menyebabkan seorang anak rentan mengalami kekerasan seksual. Masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan klien. Semenjak orang tuanya berpisah klien sudah tidak sekolah lagi karena tidak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan, ia diperkosa oleh pamannya yang usianya 20 tahun lebih tua dari dirinya. Semenjak orang tuanya berpisah klien tinggal bersama ibu dan neneknya karena penyintas masih dibawah umur jadi hak asuhnya jatuh ketangan sang ibu. Mengetahui anaknya diperkosa oleh pamannya sendiri Ibu korban bahkan hampir pingsan begitu tahu anak gadisnya yang baru berusia 16 9 Wawancara Pribadi dengan Pembimbing Reneta Kristiani, Lenteng Agung, 2 Maret 2011. 62 tahun mengalami pemerkosaan/tindak kekerasan seksual dari pamannya. Ia sama sekali tak mengira, pamannya yang selama ini dikenal baik dan pendiam, tega melakukan tindakan tidak bermoral itu kepada anaknya. Pada kasus ini klien mengalami kekerasan seksual yaitu karena kurangnya pengawasan, perhatian dari orang tuanya. Setiap anak memerlukan kasih sayang dan perlindungan dari kedua orang tuanya. Penyintas masih memerlukan ayah dan ibu untuk menemani dan memberikan perhatian padanya. Tetapi kebutuhan anak ini tidak dapat sepenuhnya diberikan oleh kedua orang tuanya. Klien merupakan korban dari keluarga yang broken home ayah dan ibunya sudah bercerai. Ketegangan-ketegangan antara ayah dan ibunya yang sering terjadi mengakibatkan klien tidak merasa mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari orang tuanya pada hal faktor-faktor ini sangat penting bagi perkembangan klien secara normal. Ketidak hadiran sang ayah dalam sebuah keluarga akan mempegaruhi perkembangan klien dan perubahan tugas bagi seorang ibu. Isteri yang ditinggal oleh suaminya harus berperan sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya. Tanggung jawab seorang ibu bertambah, ia harus mencari nafkah dan mengambil keputusan penting sendiri. Tugas-tugas tersebut akan meyita waktu dan perhatian yang biasanya digunakan untuk melakukan tugas-tugasnya sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya. Begitu pula klien dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya, ia membutuhkan uluran tangan dari orang tuanya. Orang tualah yang paling bertanggung jawab dalam memperkembangkan keseluruhan eksistensi anak termasuk disini kebutuhan fisik dan psikis, sehingga anak dapat tumbuh 63 dan berkembang kearah kepribadian yang harmonis dan matang. Akibat kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua klien mengalami kekerasan seksual dari orang terdekatnya yaitu pamannya sendiri yang tega melakukan tindakan yang tidak berprikemanusiaan. Penyintas yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari orang terdekatnya malah mendapatkan perlakuan yang tidak bermoral dari pamannya sendiri, selain mengalami kekerasan seksual klien juga mengalami kekerasan psikis, dan kekerasan fisik. Yang dapat mengakibatkan dampak yang buruk dalam masa tumbuh kembang klien. Dalam kasus ini klien akan mengalami tekanan mental yang sangat berat di lingkungannya, Misalnya dia akan merasa malu dan minder terhadap orang di sekitarnya. Klien akan menjadi pendiam dan cenderung menjadi anak yang menyendiri serta suka melamun. Pikiran-pikiran dan bayangan-bayangan negatif seperti menyalahkan takdir, menyalahkan diri sendiri, mudah marah, malu, tekanan mental itu mempengaruhi kejiwaannya sehingga dapat mengakibatkan stress dan frustrasi bahkan seorang anak bisa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan setelah kejadiaan tersebut sang ibu membawa anaknya (klien) ke Yayasan Pulih untuk pemulihan trauma akibat kekerasan seksual yang dialaminya. Setelah melakukan bimbingan dengan pembimbing diketahui bahwa faktor yang menyebabkan penyintas mengalami kekerasan seksual yaitu: Menurut Astrid, ada banyak faktor yang menyebabkan seorang anak mengalami kekerasan seksual salah satunya yaitu faktor lingkungan tempat tinggal sangat mempengaruhi seorang anak mendapatkan perlakuan kasar atau kekerasan, rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku membuat pelaku 64 tidak dapat mengontrol nafsu atau prilakunya, serta faktor ekonomi rendah.10 Korban yang belum mempunyai kedewasaan penuh, biasanya tidak berani berbicara tentang perkosaan yang menimpanya karena mereka biasanya diancam oleh pelaku. Dalam menangani kasus ini pembimbing yang ada di yayasan pulih menggunakan metode pendekatan direktif (mengarahkan) kepada klien, karena sebagian besar anak yang mengalami kekerasan seksual sangat tertutup kepada orang lain termasuk kepada pembimbing maka dari itu pembimbing menggunakan pendekatan direktif (mengarahkan) yaitu di mana pembimbing lebih aktif dari pada klien. Metode ini bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha mengatasi permasalahan yang dialami klien yaitu dengan cara curhat dan tanya jawab di mana pembimbing memberikan stimuli kepada klien supaya klien dapat mengeluarkan atau meluapkan emosi yang terpendam kepada pelaku, dengan menggunakan pendekatan ini pembimbing dapat mengidentifikasi kasus yang dialami oleh klien dan memberikan motivasi yang positif kepada klien supaya klien dapat bangkit dari permasalahan yang ia hadapi. Keadaan ekonomi yang rendah juga menjadi faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap anak, seperti yang dialami klien keadaan ekonomi yang rendah menyebabkan ia mengalami tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh pamannya sendiri. 10 Wawancara Pribadi dengan Pembimbing Astrid WEN, Lenteng Agung, 17 Maret 2011. 65 “Sebulan sudah ada empat kasus kekerasan seksual yang umurnya bervariasi ini sungguh luar biasa” kata Astrid (selaku pembimbing). Memperihatinkan lagi, sebagian besar korban kekerasan seksual tersebut anak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.11 Kelas sosial tersebut, kata Astrid (selaku pembimbing), memang rentan masalah yang diakibatkan faktor ekonomi. Kebanyakan keluarga dari tingkat ekonomi menengah ke bawah tidak banyak memiliki waktu mengawasi anak-anaknya lantaran sebagian besar waktunya dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Bahkan kebanyakan malah menitipkan pengasuhan anak-anaknya kepada orang lain. Begitu juga dengan penyintas yang dibimbing oleh Astrid. klien putus sekolah setelah orang tuanya bercerai. Dia dirawat neneknya dan sering ditinggal sendirian di rumah karena orang tuanya dan neneknya mencari nafkah seharian, klien diperkosa oleh pamannya yang berusia 20 tahun lebih tua dari klien. Kekerasan seksual dari tahun ke tahun mengalami peningkatan karena kurangnya peran orang tua dalam mendidik, mengawasi dan menjaga anaknya. Hal ini dikarenakan orang tua yang bekerja dan anak yang diasuh oleh orang lain sehingga anak tidak mendapatkan pendidikan umum dan pendidikan agama yang baik. Peran agama sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada klien dan pelaku kekerasan seksual, karena agama memegang peranan sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri. Hal ini diakui oleh ahli klinis, psikiatris, pendeta, dan konselor bahwa agama adalah 11 Wawancara Pribadi dengan Pembimbing Astrid WEN, Lenteng Agung, 17 Maret 2011. 66 faktor penting dalam memelihara dan memperbaiki kesehatan mental. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi, dan ketegangan lainnya, dan memberikan suasana damai dan tenang.12 Islam merupakan agama yang sempurna karena di dalamnya banyak diajarkan hal-hal yang baik seperti tata cara berpakaian seorang muslim, bertingkah laku yang baik sebagai seorang muslim dsb. Di alQur‟an sudah sangat jelas memberitahukan kepada umat manusia cara berpakaian yang baik yaitu bagi perempuan menutup aurat dari ujung rambut sampai ujung kaki, tidak berpakaian menonjolkan lekuk tubuh. Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab. Kalau para perempuan memperhatikan cara berpakaian yang sopan dan rapi akan mengurangi terjadinya tindak kekerasan atau pelecehan seksual terhadap perempuan. Kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak tidak hanya sepenuhnya kesalahan pelaku tetapi terkadang korban juga dapat mengundang terjadinya kekerasan seksual terhadap dirinya. Misalnya dilihat dari cara berpakaian korban yang sangat minim sehingga mengundang sahwat laki-laki dan timbul niatan jahat kepada korban. Hal ini sangat memperihatinkan karena gaya berpakaian juga dapat memicu timbulnya kekerasan seksual. 12 M. Yudi Ali Akbar, Artikel Bimbingan Rehabilitasi Rohani NAPZA, November 2010. 67 Sejak kecil anak sebaiknya diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, serta beragam ibadah lainnya. Islam telah memberikan pengarahan untuk mengatasi masalah dengan metode-metode praktis yang dapat menyehatkan dan menguatkan badan, serta menjadikan mereka sebagai anak aktif. Di antara metode tersebut, membiasakan anak untuk beribadah, terutama shalat yang dipandang oleh Islam sebagai tiang dan pondasi agama. Sebab, shalat mempunyai dampak rohani maupun jasmani, di samping moral dan psikologikal.13 Sebagaimana Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda: صَّلُوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَّلِي Artinya: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”.(HR. Al-Bukhari).14 Anak yang didik sejak kecil oleh orang tuanya diajarkan shalat sampai besar akan terbiasa menjalankan ibadah ini. Karena dengan melaksanakan shalat hati akan terasa tenang dan tentram. Dengan melaksanakan shalat juga dapat menetralisir hawa nafsu yang ada pada manusia dan dapat menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang oleh agama seperti perbuatan zina. Selain itu Islam mengajarkan kelemah lembutan dalam mendidik anak. Islam telah memerintahkan kepada setiap orang tua yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik anak, 13 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta : Pustaka Amani. 1995). h. 122. 14 Ibid. 68 dengan sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara istiqamah, terdidik untuk berani dan berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan. Berikut ini ayat Al-Qur‟an tentang ajaran-ajaran Islam tentang akhlak yang luhur, perlakuan yang penuh kasih sayang dan kelemah lembutan. Allah Swt berfirman dalam surat Ali-Imron:134. Artinya: (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Allah mengajarkan kepada umat manusia agar memperlakukan anaknya dengan penuh kasih sayang. sebagaimana berfirman dalam surat Al-Baqarah: 83. Artinya: Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling Allah mengajarkan kepada umat manusia supaya memperlakukan anaknya dengan cara kelembutan karena anak merupakan amanah yang 69 diberikan oleh Allah untuk dijaga dan dididik supaya menjadi anak yang berguna untuk orang tua dan bangsa. 15 Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-Imron 159:16 Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Itulah petunjuk Islam tentang kelemah-lembutan, kebaikan dan keutamaan di dalam berbicara dan bergaul. Tidak ada jalan lain bagi orang tua, kecuali melaksanakan apa yang telah digariskan Islam, dan menerapkannya sesuai dengan petunjuknya, jika memang mereka ingin anak-anak mereka mempunyai kehidupan yang mulia, istiqamah secara konsisten dan tingkah laku sosial yang utama. Adapun jika mereka menempuh cara yang naif, memberikan perlakuan yang kasar dan hukuman yang zalim. Maka mereka telah berbuat dosa kepada anak-anak dengan melemparkan anak-anak mereka kepada pola kehidupan yang salah, pengarahan yang naif dan tercela. Bahkan mereka akan benar-benar melihat anak-anak yang tumbuh menyimpang dan durhaka. Sebab mereka 15 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani. 1995), h. 130. 16 Hasan Al-Banna, Departemen Agama RI Al-Qur‟an Terjemahan Special For Women, (Bandung: PT.Sygmaexamedia Arkanleema, 2010), h.71. 70 yang menanamkan benih-benih penyimpangan dan kedurhakaan itu dalam diri anak-anak, ketika mereka masih kecil. Dalam Islam mendidik anak hendaknya lebih mengedepankan imbalan (targhib/reward) dari pada hukuman (tarhib/punishment), karena bisa membuat anak melawan, sebaliknya imbalan (targhib/reward) bisa membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Pemberian reward tidak harus dengan pemberian hadiah berupa benda, tetapi bisa dilakukan dengan pujian, perhatian, tepukan punggung, dan sebagainya. Islam secara tegas mengajarkan pendidikan anak tanpa kekerasan, kata ”Islam” itu sendiri adalah damai. Semua umat Islam harus menciptakan kedamaian dunia, karena kehadiran Islam tidak lain hanyalah untuk rahmat (kasih sayang) bagi seluruh alam. Wallahu ’alam Mendidik anak harus tanpa kekerasan, jika pendidikan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam telah ia lakukan. Misalnya melakukan kebaikan, mendidik anak dengan kasih sayang, menunjukkan keteladanan dari kedua orang tua, menjaga lingkungan pergaulan anak, dsb. Pasti anak tidak akan mengalami yang namanya kekerasan seksual.17 Pada dasarnya setiap kegiatan bimbingan pasti akan menemukan faktor yang dapat menghambat proses bimbingan tersebut. Namun ada pula faktor yang mendukung proses bimbingan. Begitu pula model bimbingan kekerasan seksual terhadap anak di yayasan pulih. Membimbing anak korban kekerasan seksual ini tidak mudah, karena anak korban kekerasan 17 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 122. 71 seksual pasti mengalami trauma yang menyebabkan fisik dan psikisnya terganggu. 1. Faktor Penghambat dalam Bimbingan di Yayasan Pulih yaitu: a. Faktor emosi, Anak korban kekerasan seksual yang tidak stabil, mudah marah dan sensitif. Karena mereka masih mengingat kejadian yang ia alami tetapi mereka sangat tertutup dan malu untuk menceritakannya kepada orang lain. Menurut mereka kejadian yang ia alami sangat tabu untuk di ceritakan kepada orang lain. Karena merupakan sebuah aib yang harus ditutup rapat-rapat. Dalam hal ini pembimbing merasa sulit dalam memberikan materi bimbingan karena si anak mengalami goncangan emosi yang tidak menentu. Untuk itu, pembimbing perlu memahami dan mengerti mengenai kestabilan emosi si penyintas. Ketika si penyintas dalam keadaan stabil materi bimbingan bisa diberikan tetapi sebaliknya pembimbing perlu memberikan hal-hal yang bisa menyenangkan si anak seperti mengajaknya bermain dan si anak dalam keadaan stabil kembali anak kemudian bisa diberikan materi bimbingan. Selain itu di sinilah kesabaran pembimbing sangat diuji untuk mengubah konsep diri penyintas dari konsep diri negatif menjadi konsep diri yang positif atau membangun. b. Kurang adanya motivasi orang tua atau pengasuh karena anak korban kekerasan seksual memerlukan perhatian khusus terutama dari orang tua dan orang terdekat anak sehingga pembimbing merasa kesulitan memberikan materi bimbingan. Karena kebanyakan anak korban 72 kekerasan seksual mendapatkan perlakuan kasar atau kekerasan dari orang terdekatnya bisa paman, ayah, tetangga, gurunya dll. c. Selain itu jarak yang jauh juga Mempengaruhi hambatan dalam mengadakan bimbingan. d. Janji yang tidak di tepati oleh klien karena kurangnya komunikasi antar klien dengan pembimbing. 2. Faktor Pendukung dalam Bimbingan di Yayasan Pulih yaitu: Dalam proses bimbingan terhadap korban kekerasan seksual terhadap anak pasti ada faktor yang mendukung berlangsungnya suatu bimbingan yaitu: a. Menggunakan media (alat peraga) dalam proses bimbingan akan lebih mudah dilakukan karena anak-anak menyukai sesuatu yang menarik berupa, permainan, menggambar, bercerita. Misalnya ketika pembimbing sedang melakukan bimbingan untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada anak korban kekerasan seksual supaya anak bisa dekat dan terbuka kepada pembimbing, pembimbing melakukan pendekatan dengan cara mengajak anak penyintas (korban kekerasan seksual) bermain permainan yang klien suka setelah klien tersebut nyaman dengan permainan yang ia mainkan akan sangat mudah untuk pembimbing memasukkan materi-materi dalam menumbuhkan rasa percaya diri pada anak korban kekerasan seksual tersebut. b. Di yayasan pulih sengaja dibentuk seperti rumah supaya klien yang datang ke yayasan pulih mendapatkan suasana yang aman, nyaman 73 untuk melakukan bimbingan, karena orang-orang yang datang ke sana merupakan orang-orang yang mempunyai banyak masalah jadi dibentuk seperti rumah supaya klien tersebut merasa mendapat penyejukan dan perlindungan dari orang-orang yang sayang pada mereka. c. Kesiapan pembimbing juga menjadi faktor pendukung berlangsungnya proses bimbingan. d. Klien yang niat datang untuk mengadakan bimbingan datang tanpa paksaan juga sangat mendukung terjadinya proses bimbingan berjalan dengan lancar dan fasilitas yang diperlukan untuk bimbingan memadai. 74 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Model layanan tatap muka langsung, dimana antara klien dan pembimbing saling bertemu langsung dalam proses bimbingan. Model pendekatannya menggunakan pendekatan direktif (mengarahkan) dimana pembimbing lebih aktif dari klien. Pendekatan bimbingannya yaitu dengan bermain, bercerita, menggambar, curhat dan tanya jawab. Model Bimbingan korban kekerasan seksual terhadap anak dalam perspektif Islam di sini penanganannya dengan pendekatan bercerita dimana dengan cerita mempermudah pembimbing dalam memasukkan materi-materi Islami yang dapat membatu pemulihan klien seperti memberikan cerita-cerita Islami dan cerita penuh hikmah yang akan sangat berguna untuk klien, contoh kehidupan para rasul, sahabat, para ulama. Sehingga klien dapat menjalani kehidupan dengan penuh percaya diri, tawakal, bersyukur, dan sabar. Dengan menggunakan pendekatan ini mempermudah pembimbing dalam mengetahui penyebab masalah yang dialami klien. Metode yang digunakan dalam menangani klien korban kekerasan seksual di Yayasan Pulih yaitu: a. Metode Direktif (metode yang bersifat mengarahkan), metode ini bersifat mengarahkan kepada penyintas untuk berusaha mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Yang menggunakan metode ini adalah model tatap muka dan model outreach karena dua model ini sama-sama memberikan 75 76 bimbingan secara langsung. Dan penyintas (korban kekerasan seksual) juga diarahkan untuk menjadi lebih baik lagi. Terutama dalam mengatasi permasalahan yang dialaminya. b. Metode Support Group yakni cara pengungkapan jiwa/batin oleh penyintas serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti diskusi, seminar, dan sebagainya. Dalam bimbingan bagi korban kekerasan seksual terhadap anak selain menggunakan metode direktif disana juga menggunakan metode Support Group yaitu divisi layanan langsung dengan melakukan kegiatan kelompok dukungan untuk penyintas dan memberikan pemulihan diri untuk para penyintas korban kekerasan seksual. Karena bentuk bimbingan ini dilakukan secara kelompok bukan lagi perorangan. Dalam proses bimbingan ada faktor penghambat dan pendukung begitu juga proses bimbingan yang ada di Yayasan Pulih adapun faktor penghambat dan pendukungnya yaitu : a. Faktor emosi, anak yang mengalami kekerasan seksual pasti tingkat emosinya tidak stabil sehingga dapat menghambat berlangsungnya proses bimbingan. b. Faktor kurangnya motivasi orang tua atau orang terdekat dari sang anak. c. Jarak yang jauh juga mempengaruhi hambatan dalam mengadakan bimbingan. d. Janji yang tidak di tepati oleh klien karena kurangnya komunikasi antar klien dengan pembimbing juga menjadi penghambat dalam proses bimbingan. 77 Sedangkan faktor pendukung dalam bimbingan yaitu: a. Adanya alat peraga atau media yang digunakan pembimbing untuk melakukan pendekatan atau bimbingan dengan klien. b. Pembimbing dapat menciptakan suasana aman dan nyaman kepada klien sehingga proses bimbingan akan berjalan dengan baik. c. Serta kesiapan pembimbing juga menjadi faktor pendukung terciptanya proses bimbingan berjalan dengan lancar. B. Saran (1). Kepada Yayasan Pulih yang intens menangani masalah kekerasan kepada anak hendaknya semakin meningkatkan sosialiasi dalam rangka menyebar luaskan pengetahuan dan kesadaran bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di daerah terpencil, pedesaan, dengan latar belakang pendidikan dan ekonomi yang rendah. (2). Kepada para orang tua sebaiknya mengajarkan pendidikan agama dan mengajarkan akhlak yang baik kepada anaknya. Tanamkan kepada mereka akhlak-akhlak mulia sejak usia dini seperti berkata jujur, berbakti kepada orang tua, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlak lainnya. Dengan ajaran-ajarannya yang edukatif, Islam telah mengarahkan para orang tua untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna. Mendidik akhlak yang baik kepada anak sejak usia dini anak akan mengetahui perbuatan yang baik dengan perbuatan yang tidak baik, dan anak akan terhidar dari perbuatan yang negatif karena anak sudah 78 dibentengi oleh orang tuanya dengan akhlak yang mulia sesuai dengan ajaran Islam. (3) Dan masyarakat luas pada umumnya, hendaknya semakin meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap lingkungan dan tempat bermain anak. (4). Kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat hendaknya semakin intensif melakukan pembinaan kepada warga masyarakat untuk dapat meminimalisasi potensi terjadinya tindak pidana pelecehan seksual yang mungkin dapat terjadi di lingkungan masyarakat setempat. (5). Selain itu perlukan adanya kerja sama lintas sektor yang melibatkan banyak pihak. Semua pemangku kepentingan perlu menyamakan persepsi dalam permasalahan ini dan berinisiatif mengembangkan pola-pola pencegahan kekerasan seksual pada anak supaya tidak ada lagi kekerasankekerasan yang dialami oleh anak-anak. DAFTAR PUSTAKA Abdurouf, Moh, et. Al.Masa Transisi Remaja. Jakarta : Triasco Publisher, 2003, cet. Ke – 1. Amirin, M. Tatang. Pokok-pokok Teori Sistem. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.Ed. 1.cet. 8. Anton, M. Moelino.Kamus Besar bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet. Ke-1.h. 30-31. Antonius, Atosokhi, Gea Noor Rahmat, Antonina, Panca Yuni Wulandari.Character Building III. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004. Arif Gosita.Masalah Perlindungan Anak.Jakarta: Sinar Grafika, 1992, hal 28. Atharton & Klemack dalam Irawan Soehartono.Metode Penelitian Sosial. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004). Hal. 35. Bungin, Burhan.Pornomedia Kontruksi Sosial Teknologi Telematika dan Perayaan Seks di Media Massa.Bogor : Kencana, 2003.cet.1. hal. 93. Departemen Pendidikan Nasional, edisi ketiga. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Effendi, Onong Uchjana.Ilmu Komunikasi dan Praktif.Bandung: CV.Remaja Kaya, 1984. cet. ke. 1 Hallen, A. Bimbingan dan Konseling.(Ciputat: PT.Ciputat Press, 2005).cet. ke-3. Hal. 2. Hanafi, A.Asas-Asas Hukum Islam.(Yogyakarta: Bulan Bintang,1976), hal. 370. Hasan Al-Banna, dkk. Departemen agama RI Al-Qur’an dan Terjemahan Special For Woman. (Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema, 27 maret 2010). Hurluck, E.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. 1990. Jumhur, M.Surya. Bimbingan Penyuluhan di Sekolah. (Bandung: CV. Ilmu, 1075). Hal. 25. J.Urendenberght.MetodedanteknikpenelitianMasyarakat.(Jakarta: PT. Gramedia, 1980), Hal. 341. Kartini, Kartono.Patologi Sosial II .(Kenakalan Remaja), (Jakarta: CV.Rajawali, 1992). Hal.8. Khairul, Umam & D.A.Achyar Aminudin.Bimbingan dan Penyuluhan.(Bandung: Cv. Pustaka Setia, 1998). Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 1998). hal. 4. Mardalis.Metode Penelitian Proposal. (Jakarta: Bumi Aksara,2002). Masran, Singarimbun dan Sofian, Effendi.Metode Penelitian Survei. (Jakarta: LP3ES, 1995).Cet. ke- I. hal. 263. Prayitno dan Erman, Amti.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. (Jakarta : Rineka Cipta, 2004). cet. Ke – 2. Hal.112. Sarlito, Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007). Ed. Revisi 11. Shadily, Hasan.Eksiklopedi Indonesia. Ichtiar Baru Vab Hoeve. Jakarta, 1986. Singgih,D. Gunarsa.Psikologi Remaja. (Jakarta: Gunung Mulia, 1992).Hal. 7. Soedarsono.Kenakalan Remaja.Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Suharsimi Arikunto.Prosedur PenelitianSuatu Pendekatan Praktek.(Jakarta: PT.Rieneka Cipta,1996). hal. 145. Thohari, Muswar.Dasar Konseptual Bimbingan Islam.(Yoyakarta:UII Press, 1992).Hal.76. dan Konseling Tim Penyusun Kamus.Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 133. Ulwan,Abdullah Nashih.Pendidikan Anak Dalam Islam. (Jakarta : Pustaka Amani. 1995). h. 122. Yayasan Pulih.Buku Tahunan Yayasan Pulih 2009.(Jakarta: Perpustakaan Yayasan Pulih, 2009). Yusuf Syamsu dan A. Juntika Nurihsan.Landasan Bimbingan & Konseling.(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, September 2006). Cet-2. Zahrotun.Dkk.PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Tinjaun Psikologi Barat dan Psikologi Islam.Ciputat Jakarta: UIN Jakarta Press, Desember 2006. Zakiah Darajat.Psikoterapi Islam. (Jakarta: PT. Bulan Bintang. 2002). Cet.1. Artikel Akbar, M. Yudi Ali. Artikel Bimbingan Rehabilitasi Rohani NAPZA.November 2010. Basorudin, Sumarni Ny. Perlindungan Hukum Bagi Anak Indonesia dan Konvensi Hak-hak Anak. (makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional mengenai Anak Jalanan. Yogyakarta, September 1996. Hak-hak anak SEBAGAI PELAKU, KORBAN SERTA PERLINDUNGAN KHUSUS BERDASARKAN UU Perlindungan Anak No: 23/2002, UU PENGADILAN ANAK NO: 3 / 1997, HUKUM INTERNASIONAL, UU HAM.Tanggal 14 Maret 2001 http://kakak.org/home.php?page=artikel&id=84. Penyebab Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dan Hubungan Pelaku Dengan Korban.15 Juni 2009,Artikel. Sirait, Arist Merdeka. Hentikan Kekerasan Terhadap Anak Sekarang. Kompas,Tajuk Rencana. Perlakuan Salah pada Anak. Rabu.18 Januari 2006. Soekanto.Jurnal Psikologi UI. Jakarta: UI Press, 1980. Yayasan Pulih.JurnalUntuk Pemulihan dari Trauma dan Intervensi Psikososial. Penerbitan ini didukung oleh Yayasan Sosial Indonesia. UU Republik Indonesia No.23 Tahun 2003. Tim Penyusun Kamus. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995. h. 133. Wawancara Wawancara pribadi dengan Pembimbing Reneta Kristiani. Lenteng Agung, 10 Maret 2011. Wawancara pribadi dengan pembimbing Astrid WEN. Lenteng Agung, 17 Maret 2011. Internet Fields,Tim. 2002. Issues Related to Bullying: www.Successunling.co.uk/related/abuse.htm#abuse. Fraser, 1981.http://www.freewebs.com/forensik_sexual_abuse/definisi.htm Abuse. Lampiran 1 Foto-Foto Yayasan Pulih Yayasan Pulih sengaja dibuat seperti rumah agar klien yang dating ke Yayasan Pulih merasa aman dan nyaman. Penulis melakukan wawancara dengan salah satu pembimbing yang kekerasan seksual terhadap anak. 82 menangani kasus Ruangan yang digunakanpembimbing yang ada di YayasanPulihdalammelakukan proses bimbingankepadaklien . 82 GambarinidiambilsaatpenulismelakukanobservasikeYayasanPulih,inimerupakan konseling/bimbingan yang dilakukan di YayasanPulih. proses Inimerupakansekumpulanpermainandanbukucerita digunakanpembimbingdalammelakukanpendekatanbimbingankepadaanak-anak mengalamimasalahdenganmenggunakan permainandanberceritamempermudahpembimbingdalammemberikanmateri-materi positif. yang yang media yang 82