COPING PADA ANAK DALAM PERKAWINAN BEDA AGAMA DI KECAMATAN KALIBAWANG ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Putri Yanuariska Sari NIM 10104241024 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOVEMBER 2014 Coping pada Anak .... (Putri Yanuariska Sari) 1 COPING PADA ANAK DALAM PERKAWINAN BEDA AGAMA DI KECAMATAN KALIBAWANG CHILDREN’S COPING KALIBAWANG OF DIFFERENT RELIGION MARRIAGE IN KECAMATAN Oleh: Putri Yanuariska Sari, Bimbingan dan Konseling/Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Universitas Negeri Yogyakarta, [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan permasalahan psikologis yang dialami anak dalam perkawinan beda agama dan mendeskrisipsikan gambaran coping anak dalam perkawinan beda agama. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Subjek penelitian adalah tiga anak yang memiliki orang tua beda agama di Kecamatan Kalibawang. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Instrumen penelitian berupa pedoman wawancara dan pedoman observasi. Uji keabsahan data menggunakan teknik triangulasi. Teknik analisis yang digunakan adalah interactive model. Hasil penelitian yang didapat yaitu permasalahan yang dihadapi adalah ingin orang tua memiliki agama yang sama dengan agama anak, ingin merayakan hari raya bersama orang tua, tidak nyaman dengan perbedaan agama orang tua, perkawinan orang tua belum diresmikan secara agama, tidak mampu mempelajari agama orang tua, dan tidak mampu mendoakan orang tua. Hasil penelitian selanjutnya adalah coping yang digunakan pada anak dalam perkawinan beda agama adalah coping yang berfokus pada emosi dan coping yang berfokus pada masalah. Kata kunci: coping, perkawinan beda agama Abstract This research aimed to described children psychological problem and children’s coping of different religion marriage. This research used qualitative approach through case study model. The research subjects were three children who have different religion parents in Kalibawang. Data were collected by in depth interview and observation guide. Data were validate using triangulation technique. Interactive model was used as a technique analysis. The result showed that the most common problem that children face are children want their parents to have same religion, children want to celebrate religion day together with their parents, children feel uncomfortable with their parents that have a different religion, their parents’s marriage still not legalized, children can’t learn their parents’s religion, and children can’t pray for their parents. It is also showed that children tent to used emotion focused coping and problem focused coping. Keywords: coping, inter-religion marriage PENDAHULUAN Mila Hikmatunnisa dan Bagus Takwin, 2007: Perkawinan beda agama sudah menjadi 157). Pada dasarnya, di Indonesia perkawinan gejala sosial yang biasa terjadi di lingkungan beda agama tidak diperbolehkan. Sesuai dalam masyarakat. Perkawinan beda agama adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang tentang Perkawinan, pada pasal 2 disebutkan wanita yang masing-masing berbeda agamanya bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan dan mempertahankan perbedaannya itu sebagai menurut hukum masing-masing agama dan suami dan istri dengan tujuan membentuk rumah kepercayaannya itu. Dengan demikian, lembaga tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan perkawinan yang ada di Indonesia tidak melayani Ketuhanan yang Maha Esa (Handrianto dalam pernikahan beda agama. Namun pada kenyataannya banyak pasangan beda agama dapat 2 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 2 Tahun ke-4 2015 melangsungkan perkawinan tetap berbeda agama. Selain itu anak akan merasa iri masing-masing ketika melihat orang lain menjalankan ibadah dengan cara salah satu pasangan mengikuti bersama kedua orangtuanya. Bossard & Boll agama pasangannya hanya untuk melengkapi (dalam Mila Hikmatunnisa dan Bagus Takwin, syarat administratif. Setelah legalitas secara 2007: 158) menyebutkan bahwa anak dalam hukum diperoleh maka pasangan suami istri keluarga tersebut akan menjalankan agamanya masing- masalah yang lebih banyak dibandingkan anak masing. Hal lain yang populer dilakukan oleh pada pasangan seagama. Hal tersebut diakibatkan selebriti di Indonesia adalah menikah di luar oleh perbedaan yang anak lihat dari kedua orang negeri yang tidak mempermasalahkan perbedaan tua. agama. Meskipun legalitas secara hukum dapat menimbulkan stres pada anak. Sumber stres dimanipulasi, namun permasalahan akan kembali sendiri bisa berasal dari dalam (internal) maupun muncul ketika menentukan agama anak. Setiap dari luar (eksternal) individu itu sendiri. Oleh pemeluk agama, pasti meyakini bahwa agamanya karena itu diperlukan coping untuk menghadapi yang paling benar sehingga memiliki keinginan stres yang dialami individu tersebut. Coping agar anaknya pun mengikuti agama yang dianut. adalah usaha untuk mengontrol, mengurangi, atau Tanpa disadari perbedaan agama kedua orangtua belajar baik secara langsung atau tidak langsung menimbulkan stres (Feldman, 2012: 220). Coping membawa kebingungan pada anak. Norma dan sendiri dibedakan menjadi dua jenis yaitu nilai pada anak diperoleh sejak kecil melalui problem-focused coping atau coping berfocus proses dan masalah dan emotion-focused coping atau coping sosialisasi dari orang lain. Seperti yang kita tahu, berfokus emosi. Aspek coping sendiri terdiri dari agen sosialisasi pertama dalam perkembangan keaktifan diri yaitu suatu tindakan untuk mencoba anak adalah keluarga, terutama kedua orang tua. menghilangkan penyebab stres atau memperbaiki Peran orang tua untuk menanamkan nilai agama akibatnya dengan cara langsung. Perencanaan pada anak sangat penting. Tidak dapat dipungkiri merupakan bahwa perbedaan agama kedua orang tua akan mengatasi penyebab stres antara lain dnegan berdampak pada perkembangan psikologis anak. membuat strategi untuk bertindak, memikirkan Tekanan-tekanan secara psikologis maupun sosial tantangan langkah upaya yang perlu diambil akan dirasakan oleh anak, seperti anak menjadi dalam menangani suatu masalah. Kontrol diri kebingungan dengan yaitu individu membatasi keterlibatannya dalam dilihat sehari-hari aktifitas kompetisi atau persaingan dan tidak mempertahankan imitasi, agamanya indentifikasi, ketika mengalami asimilasi dihadapkan perbedaan-perbedaan yang sehingga dengan konflik batin berbeda Permasalahan untuk agama yang memiliki muncul menoleransi memikirkan potensi seringkali ancaman tentang yang bagaimana untuk bertindak buru-buru. Mencari dukungan sosial memantapkan hati pada agama yang dianut. yang bersifat instrumental yaitu sebagai nasihat, Permasalahan lain yang sering muncul adalah bantuan atau informasi. Mencari dukungan sosial anak merasa selalu mendapat reaksi negatif ketika yang bersifat emosional yaitu melalui dukungan orang lain mengetahui bahwa kedua orang tuanya moral, simpati atau pengertian. Penerimaan Coping pada Anak .... (Putri Yanuariska Sari) 3 diartikan sesuatu yang penuh dengan stres dan dimaksudkan keadaan yang memaksanya untuk mengatasi permasalahan psikologis yang dialami pada anak masalah adalah dalam perkawinan beda agama dan bagaimana religiusitas yaitu sikap individu menenangkan dan gambaran coping pada anak dalam pasangan beda meyelesaikan masalah secara keagamaan dalam agama. tersebut. Yang terakhir untuk mengetahui apa saja hubungan secara vertikal kepada Tuhan. Apabila coping yang dilakukan individu tidak tepat dan efektif, maka dapat memberikan METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dampak negatif pada individu tersebut. Anakanak tersebut secara sadar maupun tidak Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. sebenarnya sudah melakukan coping, misalnya dengan menghindari orang yang memberi Waktu dan Tempat Penelitian penilaian negatif pada dirinya atau melampiaskan Penelitian ini dilakukan pada bulan pada hal-hal negatif, seperti merokok dan minum- Agustus minuman keras. Tanpa disadari strategi coping Kalibawang Kapupaten Kulon Progo. sampai September di Kecamatan yang dilakukan akan menimbulkan dampak negatif sehingga muncul permasalahan baru. Subjek Penelitian Di sisi lain, masa dewasa dini merupakan Subjek penelitian dipilih menggunakan masa ketegsangan emosional. Pada masa dewasa kriteria sebagai berikut: individu yang memiliki dini, individu harus menyesuaikan diri dengan orang tua berbeda agama dan tinggal dalam satu permasalahan orang dewasa. Selain itu individu rumah, individu yang sekarang dalam usia 18-25 dituntut setiap tahun, dan individu yang tinggal di Kecamatan permasalahan yang dihadapi. Apabila individu Kalibawang Kabupaten Kulonprogo. Hal ini merasa tidak mampu menyelesaikan masalah dikarenakan banyaknya anak yang memiliki secara mandiri, maka akan timbul keresahan dan orang sering terganggu secara emosional. Individu akan Berdasarkan mengalami kebimbangan ketika akan meminta didapat tiga subjek penelitian yaitu anak yang bantuan kepada orang lain ketika dihadapkan memiliki orang tua beda agama di Kecamatan pada masalah. Hal ini dikarenakan individu takut Kalibawang dan saat ini berusia 22 tahun. mampu menyelesaikan tua berbeda kriteria agama di Yogyakarta. yang telah ditentukan dianggap tidak mandiri. Pada anak yang memiliki orang tua berbeda agama, tentu hal ini menjadi Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data berat karena bagaimanapun anak membutuhkan Teknik pengumpulan data dalam bantuan dalam menghadapi perbedaan agama penelitian yang terjadi pada orang tua. mendalam dan observasi. Adapun instrumen Dari berbagai paparan di atas, peneliti berupa perkawinan observasi. agama. Penelitian ini menggunakan wawancara penelitian yang digunakan dalam penelitian ini tertarik untuk meneliti coping pada anak dalam beda ini pedoman wawancara dan pedoman 4 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 2 Tahun ke-4 2015 pada anak yang memiliki orang tua berbeda Uji Keabsahan Data Uji triangulasi keabsahan data. data Adapun menggunakan triangulasi agama. yang Permasalahan ekonomi dimaksudkan digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi untuk mengetahui permasalahan yang muncul sumber yaitu dengan mambandingkan data hasil pada anak dalam perkawinan beda agama yang wawancara hasil disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarga. wawancara lain yang dianggap dapat memberikan Sesuai pendapat Yulihananto (2004: 22) yang informasi yang akurat. menyebutkan bahwa individu yang berada pada dengan subjek terhadap tingkat ekonomi rendah akan memiliki tingkat stres yang lebih tinggi, terutama dengan masalah Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan ekonomi. Ketiga subjek dalam penelitian ini dalam penelitian ini yaitu interactive model yang berada pada status ekonomi yang berkecupukan. dibagi menjadi tiga tahap yaitu reduksi data, Hal ini didukung dengan fasilitas yang dimiliki penyajian data (display data), dan penarikan subjek mulai dari HP yang lebih dari satu, kesimpulan/ verifikasi. kendaraan pribadi, laptop, TV serta menggunakan pakaian yang bermerk. Oleh sebab itu subjek HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang permasalahan yang sering muncul pada tidak pernah mengalami permasalahan yang disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarga karena semua kebutuhan hidup subjek terpenuhi. anak dalam perkawinan beda agama yang Selain itu, diungkap pula permasalahan meliputi permasalahan ekonomi, permasalahan sosial pada anak dalam perkawinan beda agama. sosial dan permalahan religius, faktor eksternal Setiap individu akan berinteraksi sosial dengan yang mempengaruhi coping, faktor internal yang lingkungan sosialnya. Individu yang merasa mempengaruhi tentang didukung oleh lingkungan sosialnya maka segala perbedaan agama orang tua, respon coping yang sesuatu akan mudah untuk dihadapi (Yulihananto, terdiri dari yaitu keaktifan, perencanaan, kontrol 2004: 23). Apabila individu merasa tidak diri, mencari dukungan sosial yang bersifat didukung oleh lingkungan sosialnya maka ia akan emosional, mencari dukungan sosial yang bersifat memiliki instrumental, penerimaan, dan religiusitas, serta sosialnya. Sama seperti subjek yang tidak pernah hasil coping yang digunakan subjek. Adapun mendapatkan respon negatif dari lingkungan hasil dari penelitian ini sebagai berikut: sosial coping, penilaian permasalahan sehingga subjek dengan tidak lingkungan memiliki permasalahan dengan lingkungan sosial. Hal ini Permasalahan pada Anak dalam Perkawinan dikarenakan subjek tidak mendapatkan reaksi negatif di lingkungan rumah, sekolah maupun Beda Agama dalam masyarakat. Hasil wawancara ini didukung oleh penelitian ini adalah permasalahan ekonomi, hasil pengamatan yang dilakukan pada saat permasalahan sosial dan permasalahan religius peneliti Permasalahan yang diungkap melakukan wawancara. Dari hasil Coping pada Anak .... (Putri Yanuariska Sari) 5 pengamatan yang dilakukan, ketiga subjek ini disebabkan oleh perbedaan yang dilihat subjek mampu berinteraksi sosial dengan keluarga, sehari-hari sehingga subjek seringkali mengalami tetangga dan teman di kos. tekanan yang menimbulkan stres. Permasalahan yang diungkap selanjutnya adalah permasalahan religius pada anak dalam Faktor Eksternal Coping pada Anak dalam perkawinan beda agama. Berdasarkan hasil Perkawinan Beda Agama penelitian dapat diketahui bahwa anak yang Berdasarkan hasil penelitian yang telah memiliki orang tua beda agama mengalami dilakukan, waktu TK dihabiskan untuk kuliah dan permasalahan yang muncul pada anak dalam mengikuti UKM. Pada subjek kedua (MN) perkawinan beda agama cenderung permasalahan menghabiskan waktu sehari-hari dengan kuliah yang bersifat religius dan berhubungan dengan dan memberikan les tambahan. MN merupakan orang tua, seperti pada subjek TK yang ingin individu yang tidak pernah berlarut-larut dalam ibunya mengikuti agama yang dianut oleh TK dan menghadapi masalah. Pada subjek ketiga (NA) ayahnya. TK selalu sedih pada saat ramadhan dan diketahui bahwa waktu NA sehari-hari dihabiskan lebaran serta merasa iri dengan keluarga lain. untuk kuliah dan mengajar. NA adalah pribadi Selain itu TK merasa kasihan dengan ayah karena yang tidak suka berlarut-larut dalam masalah tidak mampu membuat ibunya menjadi seorang sehingga muslim. Pada subjek MN kejadian yang membuat maslaahnya. Berdasarkan hasil ketiga subjek stres adalah belum diresmikannya pernikahan dapat diketahui bahwa waktu subjek dihabiskan orang tua secara gereja. Selain itu MN sering untuk kuliah, mengikuti UKM, aktif dalam sedih karena ayahnya tidak pernah pernah organisasi dan mengajar. Dengan demikian ketiga menjalankan seorang subjek tidak pernah berlarut-larut pada masalah muslim yaitu sholat lima waktu. MN juga sering yang membuatnya stres karena waktu TK, MN, dihantui ketakutan pada saat menikah dan harus dan NA dihabiskan untuk kuliah dan kegiatan meninggalkan ibunya seorang diri. Sedangkan lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Lazarus pada subjek NA permasalahan yang membuat NA dalam Rahmandani, 2007:17) yang menyebutkan stres akibat perbedaan agama orang tua adalah bahwa waktu yang dimiliki seseorang akan pada saat ayah NA tidak mau meresmikan mempengaruhi respon coping individu. Individu pernikahannya yang tidak memiliki banyak kegiatan akan kewajibannya di gereja, sebagai ketakukan ketika NA lebih menyelesaikan ayahnya meninggal dan harus merawat secara cenderung Islam, dan merasa sedih karena tidak bisa dibandingkan individu yang memiliki banyak mendoakan ayahnya. Hal ini senada dengan aktivitas dalam hidupnya. Bossard & Boll dalam Mila Hikmatunisa dan lebih suka memikirkan masalahnya Faktor selanjutnya adalah status sosial Bagus Tanwin (2007:158) yang menyebutkan ekonomi keluarga. bahwa anak dalam keluarga berbeda agama penelitian memiliki potensi masalah yang lebih banyak berkecukupan. Hal tersebut dapat dilihat dari dibandingkan anak pada pasangan seagama. Hal fasilitas yang dimiliki subjek. TK memiliki ini Ketiga memiliki subjek status dalam ekonomi 6 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 2 Tahun ke-4 2015 fasilitas yang lengkap seperti HP, laptop, kurang menyenangkan dari keluarga ayah MN, kendaraan pribadi dan selalu menggunakan baju namun MN sendiri tidak pernah mendapat reaksi yang bermerk. Pada subjek MN fasilitas yang negatif dari keluarga maupun lingkungan. Sama dimiliki adalah HP dengan jumlah lebih dari satu, halnya dengan TK dan MN, NA juga tidak pernah kendaraan pribadi serta MN terlihat memasang mendapat reaksi negatif dari keluarga, lingkungan kawat pada giginya. Pada subjek NA fasilitas rumah maupun lingkungan sekolah dan kampus. yang dimiliki terdiri dari HP lebih dari satu, NA juga selalu mendapat dukungan dari keluarga laptop, kendaraan pribadi, dan fasilitas kos yang pada saat mengalami masalah. Dengan demikian lengkap dengan TV LED serta printer. Dalam ketiga subjek tidak pernah mendapatkan reaksi kehidupan selalu negatif dari lingkungan sosialnya sehingga subjek menggunakan pakaian yang bermerk. Dari data tidak pernah menggunakan coping yang bersifat tersebut dapat disimpulan bahwa subjek dalam negatif. Hal ini senada dengan yang diungkapkan penelitian ini memiliki status ekonomi yang Yulihananto (2004: 22-23) yang mengatakan berkecukupan. Oleh karena itu ketiga subjek tidak bahwa individu yang merasa didukung oleh pernah lingkungan sosialnya maka segala sesuatu akan sehari-hari menggunakan NA terlihat coping yang bersifat negatif. Senada dengan pendapat Yulihananto mudah (2004: 22-23) status sosial ekonomi berpengaruh didukung oelh lingkungan sosialnya tentu akan pada pemilihan coping. Individu yang berasa memiliki pada tingkat ekonomi rendah akan memiliki sehinga respon coping yang muncul juga akan tingkat stres yang lebih tinggi sehingga soping berbeda dengan individu yang didukung oleh yang digunakan juga berbeda dengan individu lingkungan sosialnya. yang memiliki status ekonomi yang berkecukupan. Faktor untuk dihadapi.Individu permasalahan Faktor yang eksternal yang lebih tidak banyak terakhir yang mempengaruhi coping adalah stressor dalam eksternal adalah kehidupan sehari-hari. Pada subjek TK diketahui dukungan sosial. Dukungan sosial dimaksudkan bahwa hal-hal yang sering menimbulkan stres untuk mengetahui bagaimana reaksi dari keluarga adalah permasalahan kuliah seperti skripsi yang maupun lingkungan subjek mengenai perbedaan belum agama otang tua subjek. Berdasarkan penelitian permasalahan membagi waktu di UKM. Pada yang telah dilakukan, diketahui bahwa TK tidak subjek MN permasalahan lain yang sering pernah menimbulkan mendapatkan selanjutnya reaksi negatif dari selesai, nilai stres belum pada keluar MN dan adalah lingkungan dan keluarga dari pihak ibu TK. permasalahan di kampus, seperti mendapat nilai Namun TK merasa ada yang berbeda dengan jelek dan permasalahan dengan dosen. Pada reaksi keluarga dari pihak ayah TK. TK mengaku subjek NA, hal yang sering membuat NA stres bahwa keluarga dari pihak ayah TK menunjukkan selain perbedaan agama orang tua adalah masalah reaksi yang kurang menyenangkan terhadap ibu di kampus dan masalah dengan kekasih NA. dan kakak TK. Pada subjek MN pada awal Menurut Taylor dalam Syamsu Yusuf dan pernikahan, ibu MN pernah mendapat reaksi Juantika Nuruhsan (2006: 265) stressor lain yang Coping pada Anak .... (Putri Yanuariska Sari) 7 muncul pada seseorang akan mempengaruhi Sebaliknya subjek yang memiliki penilaian respon coping. Semakin banyak stressor yang positif pada kejadian yang menekan akan muncul makan seseorang akan cenderung sulit cenderung menggunakan coping yang positif. untuk melakukan rasionalisasi dan akan menggunakan coping negatif. Selain itu, ketiga subjek berada pada status ekonomi Respon Coping yang Respon coping terdiri dari keaktifan diri, berkecukupan sehingga subjek tidak pernah perencanaan, kontrol diri, mencari dukungan mengalami permasalahan ekonomi yang dapat sosial yang bersifat emosional, mencari dukungan menimbulkan stres. yang bersifat instrumental, penerimaan diri, dan Faktor Internal Coping pada Anak dalam religiusitas. Keaktifan Perkawinan Beda Agama Hal ini juga diungkapakan oleh Smet diri dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana tindakan subjek untuk (Rahmandani, 2007: 21) yang menyebutkan menghilangkan penyebab faktor kepribadian, mencakup introvert-ekstrovert mengalami stres TK lebih memilih untuk mempengaruhi coping yang digunakan individu. menangis, berkumpul dengan teman-teman di Pada TK dan MN cenderung menyimpan sendiri UKM dan berdoa. Sama halnya dengan TK, MN permasalahan yang ada dan mengatur emosinya lebih sering memendam sendiri permasalahan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. Hal ini yang dihadapi atau berdoa. Hal ini dikarenakan dikarenakan TK dan MN memiliki kepribadian TK dan MN cenderung memiliki kepribadian yang cenderung introvert. Berbeda dengan NA yang introvert. Berbeda dengan TK dan MN, NA yang memiliki kepribadian ekstrovert sehingga cenderung memiliki kepribadian ekstrovert. NA NA lebih sering meminta bantuan yang bersifat lebih senang menceritakan masalahnya dengan emosional maupun instrumental kepada orang saudara, teman atau kekasih. NA juga memilih lain. untuk menyelesaikan stres. Pada saat masalahnya dengan dimaksudkan untuk tindakan. Perencanaan Penilaian Perbedaan Agama Orangtua Dalam penelitian ini ketiga subjek mengungkap bagaimana rencana subjek dalam memiliki penilaian positif mengenai perbedaan menangani agama orang tua, oleh sebab itu ketiga subjek perencanaan, ketiga subjek sudah memiliki dalam penelitian ini tidak pernah menggunakan rencana ketika dihadapkan pada masalah. TK coping secara negatif. Senada dengan yang lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di diungkapkan Taylor (Syamsu Yusuf dan Juantik UKM sedangkan MN dan NA memiliki rencana Murihson, 2006: 265) bahwa penilai mengenai jangka panjang yaitu berencana untuk tinggal kejadian yang menekan akan mempengaruhi tidak jauh dari orangtuanya. Hal ini dikarenakan respon coping individu. Penilain negatif pada MN dan NA tidak tega jika melihat ibunya datang kejadian yang menekan akan memungkinkan seorang diri ke gereja. subjek untuk melakukan coping negatif. suatu masalah.Pada aspek 8 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 2 Tahun ke-4 2015 Dalam aspek kontrol diri, ketiga subjek dalam penelitian ini lebih memilih ada dengan tindakan. Problem- untuk focusedcopingmerupakan usaha seseorang untuk mengontrol diri dengan cara berfikir positif dan memodifikasi masalah yang menimbulkan stres berdoa. Pada aspek dukungan yang bersifat (Folkman dan Moskowitz dalam Feldman, 2012: instrumental maupun emosional, pada subjek TK 220). Hal ini ditunjukkan pada saat ayah NA dan MN cenderung tidak pernah mencari enggan meresmikan pernikahannya di gereja. dukungan yang bersifat instrumental maupun Pada saat itu NA memilih untuk berbicara baik- emosional. hal ini dikarenakan TK dan MN baik dan membujuk ayahnya agar bersedia memiliki kepribadian yang cenderung introvert. meresmikan pernikahan di gereja. Hal ini senada Berbeda dengan TK dan MN, NA lebih senang dengan pendapat Smet (dalam Rahmandani, bercerita dengan saudara, teman dan kekasihnya 2007: 21) yang menyebutkan bahwa kepribadian untuk mendapatkan dukungan yang bersifat mempengaruhi respon coping seseorang. Pada instrumental maupun emosional. TK dan MN yang cenderung introvert, keduanya Dilihat pada aspek penerimaan, TK, MN, lebih memilih untuk memendam sendiri dan dan NA selalu menerima perbedaan agama merespon coping secara emosional terhadap orangtuanya. Hal ini dilakukan dengan selalu permasalahan yang muncul. Berbeda dengan NA mengambil hikmah dan menilai secara positif yang memiliki kepribadian cenderung ekstrovert perbedaan agama orang tua. sehingga NA lebih sering merespon coping Aspek terakhir adalah religiusitas. Pada aspek ini ketiga subjek dalam penelitian ini selalu dengan menceritakan masalah dan meminta bantuan kepada orang lain. melakukan coping secara keagamaan. Hal ini dilakukan dengan cara berdoa kepada Tuhan. Jika dilihat dari macamnya, ketiga subjek dalam penelitian ini cenderung menggunakan Jika dilihat dari jenis coping yang coping positif. Ketiga subjek dalam hal ini selalu digunakan, pada subjek TK dan MN cenderung mempertimbangkan penalaran dalam menghadapi menggunakan emotion-focusedcoping. Emotion- perbedaan agama orang tua. Penalaran menurut focusedcopingmerupakan usaha seseorang untuk Harber mengatur emosi mereka ketika menghadapi stres merupakan penggunaan kemampuan kognitif dengan untuk berusaha mengubah perasaan atau dan Ruyon mengeksplorasi (Siswanto, 2007: berbagai 64) alternatif mempersepsi masalah (Folkman dan Moskowitz pemecahan masalah dan kemudian memilih salah dalam Feldman, 2012: 220). Hal ini dikarenakan satu alternatif yang dianggap menguntungkan. TK dan MN lebih sering merespon secara Ketiga subjek dalam penelitian ini selalu menilai emosional terhadap permasalahan yang datang secara positif dan mengambil hikmah dari dengan cara mencari pandangan religius dan perbedaan agama orangtua. Munculnya coping mengatur individu. yang positif ini tentu dipengaruhi oleh beberapa Berbeda dengan TK dan MN, NA cenderung hal mulai dari waktu yang dimiliki, status sosial menggunakan problem-focusedcoping karena NA ekonomi, dukungan sosial, dan faktor kepribadian selalu berusaha memecahkan setiap masalah yang seperti yang sudah dihabas sebelumnya. perasaan masing-masing Coping pada Anak .... (Putri Yanuariska Sari) 9 Individu Hasil Coping yang memiliki kepribadian Berdasarkan penelitian yang dilakukan, introvert akan memiliki kecenderung untuk ketiga subjek dalam penelitian ini mampu menggunakan coping yang berfokus pada emosi melakukan aktivitas kembali tanpa merasakan memendam sendiri maslah yang dihadapi dengan tekanan psikologi atas coping yang dipilih subjek. melakukan rasionalisasi atau mencari pandangan Hasil coping yang dirasakan subjek tentu tidak religius dengan cara berdoa terhadap peristiwa lepas dari berbagai faktor dan pemilihan coping yang terjadi. Sedangkan individu yang memiliki subjek seperti yang telah dihabas sebelumnya. kepribadian ekstrovert menggunakan akan coping yang lebih berfokus senang pada SIMPULAN DAN SARAN masalah dengan memecahkan permasalahan yang Simpulan dihadapi serta cara menceritakan masalahnya Hasil penelitian permasalahan perkawinan yang yang didapat yaitu anak dalam dihadapi kepada orang lain untuk mendapatkan dukungan yang bersifat instrumental maupun emosional. beda agama adalah permasalahan Individu yang memiliki penilaian positif dengan orang tua antara lain subjek ingin orang terhadap perbedaan agama yang terjadi pada tua memiliki agama yang sama dengan agama orang tua akan memiliki kecenderungan untuk anak, subjek ingin merayakan hari raya bersama menggunakan coping yang bersifat positif. orang tua, subjek tidak nyaman dengan perbedaan Coping yang digunakan pada anak dalam agama orang tua, perkawinan orang tua belum perkawinan beda adalah coping yang berfokus diresmikan mampu pada emosi dan coping yang berfokus pada mempelajari agama orang tua, dan tidak mampu masalah. Coping yang berfokus pada emosi mendoakan orang tua. Hasil penelitian lain yang antara lain mencari pandangan religius dengan diperoleh yang berdoa, memandang positif perbedaan agama mempengaruhi coping terdiri dari waktu yang orang tua, dan mengambil hikmah dari perbedaan dimiliki, status ekonomi, dan dukungan sosial. agama Banyaknya waktu dihabiskan untuk melakukan berfokus pada masalah yang digunakan anak aktivitas sehari-hari membuat anak tidak berlarut- dalam larut pada masalah yang dimiliki sehingga mengalihkan individu mampu menggunakan coping yang bersama bersifat positif. Faktor selanjutnya adalah status masalah dengan tindakan. secara yaitu agama, Faktor tidak Eksternal sosial ekonomi keluarga. Individu yang memiliki status ekonomi berkecukupan cenderung orang tua. Sedangkan perkawinan beda perhatian teman-teman copingyang agama dengan dan adalah berkumpul menyelesaikan Berdasarkan jenis coping yang ada, coping yang digunakan pada anak dalam menggunakan coping yang bersifat positif. Faktor perkawinan beda agama adalah coping positif eksternal selanjutnya adalah dukungan sosial. karena subjek mampu menghadapi masalah Individu yang tidak mendapar reaksi negatif secara langsung, mengevaluasi secara rasional mengenai perbedaan agama orang tua memiliki dan mampu mengendalikan diri pada saat kecenderungan untuk melakukan coping positif. menghadapi masalah.Munculnya coping yang 10 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 2 Tahun ke-4 2015 positif dipengaruhi oleh waktu yang dimiliki, Skripsi. Fakultas Psikologi-Universitas status sosial ekonomi, dukungan sosial, dan Diponegoro. faktor kepribadian. Feldman, R. S. (2012). Pengantar Psikologi. (Alih bahasa: Petty Gina Gayatri dan Saran Putri Nurdina Sofyan). Jakarta: Salemba Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa permasalahan yang muncul pada subjek disebabkan oleh perbedaan Humanika. Mila Hikmatunisa dan Bagus Takwin. (2007). Pengaruh Perbedaan Agama Orang Tua agama orang tua subjek. Oleh karena itu orang tua diharapkan tidak bertengkar terhadap Psychological Well-Being dan mengenai Komitmen Beragama Anak. Laporan perbedaan agama di depan anak karena hal tersebut akan menimbulkan tekanan psikologis pada anak. Selain itu, orangtua juga diharapkan Penelitian. UPI. Siswanto. (2007). Kesehatan Mental – Konsep, Cakupan merundingkan agama anak sejak memutuskan menikah dengan berbeda agama sehingga anak dapat mempelajari salah satu agama sejak kecil BK adalah beragama memberikan agar siswa materi mampu toleransi Syamsu Yusuf dan A. Juantika Nurihsan. (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya. Yulihananto. (2005). Dinamika Coping Stres pada Pasangan Kristiani yang melakukan menghargai Perceraian di Catatan Sipil. Skripsi. perbeaan agama. guru BK juga diharapkan mampu memberikan materi coping yang positif agar setiap siswa mampu menggunakan coping yang positf ketika dihadapkan pada masalah. DAFTAR PUSTAKA Amalia Rahmadani. (2007). Strategi Penanggulangan (Coping) pada Ibu yang Mengalami Postpartum Blues di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Perkembangan. Yogyakarta: Graha Ilmu. agar tidak mengalami kebingungan. Hal lain yang harus dilakukan oleh guru dan Fakutlas Psikologi-USD. ______. (1974). Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tentang Perkawinan