Kumpulan Ceramah Ramadhan

advertisement
KUMPULAN CERAMAH
RAMADHAN 1435 H
DAFTAR ISI
1.
WAKTU, KERUGIAN & AMAL SHALIH .................................................... 3
2.
MAKSIMALKAN SISA USIA UNTUK KETA’ATAN ..................................... 6
3.
PERINTAH ALLAH MERUPAKAN UJIAN KEIMANAN............................... 9
4.
HIDUPLAH DI DUNIA LAKSANA ORANG ASING ATAU MUSAFIR .........12
5.
MENGHINDARI SIFAT NIFAQ ...............................................................14
6.
BERHATI-HATI TERHADAP “DOSA JÂRIYAH” .......................................19
7.
KALAU MEMANG TIDAK MAU, SELALU ADA ALASAN, KALAU
KEINGINAN KUAT, SELALU ADA JALAN ...............................................23
8.
KAWAN, LAWAN & KEPENTINGAN .....................................................27
9.
MEMAHAMI HAKIKAT KEMATIAN.......................................................30
10. MENELADANI KETEGASAN RASULULLAH SAW ...................................33
11. RASULULLAH S.A.W RAHMAT BAGI SEMESTA ALAM .........................36
12. MENGGAPAI HIDUP BERKAH DENGAN SYARI’AH ...............................39
13. MENJADI UMAT TERBAIK DENGAN SYARI’AH.....................................42
14. UMAT ISLAM HARUS SIAP BERKORBAN..............................................44
15. KEHINAAN & KEMULIAAN UMAT........................................................48
16. HANCURNYA SEBUAH BANGSA...........................................................51
17. NEGERI LIMA BENCANA ......................................................................54
18. SEX BEBAS MEMBINASAKAN NEGERI .................................................57
19. BENCANA ALAM: AKIBAT MAKSIAT DAN SISTEM YANG BATIL ...........60
20. ISTIGHFAR & TAUBAT: AMALAN PENOLAK BENCANA ........................64
21. SEKULARISME ADALAH ALAT IMPERIALISME .....................................67
22. ISLAM MEMERDEKAAN MANUSIA DARI PENJAJAHAN .......................70
23. KEUNGGULAN HUKUM ISLAM ............................................................73
24. MENGEMBALIKAN KEJAYAAN UMAT ISLAM.......................................77
1
25. SYARI’AT ISLAM MENANGANI KORUPSI............................................. 80
26. SYARIAH MEMBABAT PORNOGRAFI DAN SEKS BEBAS ...................... 84
27. PANDANGAN ISLAM DALAM PENGELOLAAN MILIK UMUM.............. 89
28. ISLAM DAN NEGARA TAK BISA DIPISAHKAN ...................................... 92
2
WAKTU, KERUGIAN & AMAL SHALIH
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah kapan dan dimanapun
kita berada, dengan menggunakan waktu yang diberikan Allah SWT untuk
mentaati-Nya. Karena kalau kita gunakan waktu kita untuk selain keta’atan,
maka kita termasuk orang-orang yang merugi. Allah SWT berfirman:
َّ
ِ‫اص ْواِِب ِْلَق‬
ْ ‫ِإ َّن‬- ِ‫صر‬
َّ ِ‫اِو َعملُوا‬
ْ ‫َوالْ َع‬
ُ ‫ِاْلنْ َسا َنِلَف‬
َ ‫الصاِلَاتِِ َوتَ َو‬
َ ‫ينِءَ َامنُو‬
َ ‫ِإالَِّالذ‬- ِ‫يِخ ْسر‬
ِ ‫لص ِْب‬
َّ ‫اص ْواِِب‬
َ ‫َوتََِو‬
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, nasihatmenasihati supaya menaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya
menetapi kesabaran.” (QS al-'Ashr [103]: 1-3)
Imam Fakhruddîn Ar Râzi (w.606H), dalam tafsirnya, Mafâtîhul Ghaib1
memberikan penjelasan menarik tentang hubungan masa/waktu dengan
kerugian, beliau menyatakan:
ِِ‫ضييع‬
ُِ ْ‫ِ َوَرأ‬،‫يعِ َرأْسِِالْ َمال‬
ُِ ‫ضي‬
َِّ ‫ِل‬
ْ ِ‫َن‬
ْ َ‫ِ َوُه َِوِقَلَّ َماِيَْن َفكِِ َع ِْنِت‬،ُ‫س ِ َمالهِ ِ ُه َِوِ ُع ُم ُره‬
ْ َ‫اْلُ ْسَِرِ ُه َِوِت‬
ِ ِِ‫عُ ُمره‬
Karena sesungguhnya kerugian itu adalah hilangnya modal, dan modalnya
manusia adalah umurnya, dan modal tersebut terus berkurang seiring
dengan hilangnya umurnya.
Disisi lain, modal yang berupa waktu kehidupan yang dimiliki manusia,
sangat pendek, terbatas dan tidak kekal. Ketika Allah bertanya: "Berapa
tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?",
ِ‫يل ِلَ ِْو ِأَنَّ ُك ِْمِِ ُكْن تُ ِْم‬
ًِ ‫ال ِإ ِْن ِلَبثْ تُ ِْم ِإَِّال ِقَل‬
َِ َ‫ ِق‬-ِ ‫ين‬
َِ ‫اسأَلِ ِالْ َعاد‬
َِ ‫قَالُوا ِلَبثْ نَا ِيَ ْوًما ِأ َِْو ِبَ ْع‬
ْ َ‫ض ِيَ ْومِ ِف‬
ِ ‫تَ ْعلَ ُمو َِن‬
Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari2,
maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung. Allah berfirman:
1
‫ِدارِإحياءِالرتاثِالعريب‬-‫مفاتيحِالغيبِ=ِالتفسريِالكبري‬
2
juz 32 hal 280
mereka ragu, dan menganggap pendek masa tinggal mereka disebabkan
kengerian mereka melihat besarnya azab di hari itu (tafsir Jalalain)
3
"Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sungguh
mengetahui." (QS. Al Mu'minûn: 113-114)
Seandainya modalnya kekal, misalnya bermodal 100 juta, dia hamburkan 50
juta, tetap saja modalnya 100 juta, dia keluarkan 100 juta lagi, tetap dia
miliki 100 juta, tentunya tidak terlalu bermasalah kalau sembarangan
menghambur modal.
Namun jika modalnya sedikit dan tidak kekal maka merupakan kerugian
kalau dihambur-hamburkan tanpa menghasilkan sesuatu. Begitu juga akan
rugi jika modal tersebut hanya menghasilkan sesuatu yang fana pula, yakni
kehidupan dunia ini, karena nanti akan lenyap bersama lenyapnya usia.
ِ ِ‫اعُِالدنْيَاِقَليلِِ َو ْاْلخَرِةُِ َخْي رِِل َمنِِاتَّ َقى‬
ِ َ‫قُ ِْلِ َمت‬
Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih
baik untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. An Nisaa': 77)
Sungguh keberuntungan hanya diperoleh kalau seseorang mendapatkan
ganti yang jauh lebih besar dari modalnya yang telah hilang, ganti ini hanya
akan diperoleh dengan melakukan ‘amal shaleh.
ِ‫ل ِ ُُْيَزى ِإَِّال ِمثْ لَ َها ِ َوُه ِْم َِِال‬
َِ َ‫لسيََةِ ِف‬
ِ ‫اءَ ِِب ِْلَ َسنَةِ ِفَلَِهُ ِ َع ْش ُِر ِأ َْمثَاِلَا ِ َوَم ِْن ِ َج‬
ِ ‫َم ِْن ِ َج‬
َّ ِ‫اءَ ِِب‬
ِ ‫يُظْلَ ُمو َِن‬
“Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat
maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan
kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS Al
An’am[6] : 160).
Demikian juga pahala berinfak di jalan Allah Swt. Kepada pelakunya,
dijanjikan akan mendapatkan balasan tujuh ratus kali lipat dari harta yang
diinfakkan itu (QS al-Baqarah [2]: 261).
Diantara amal shaleh yang menjanjikan keuntungan lebih besar, dan masih
mengalir walaupun modal usia telah habis, adalah dengan saling berwasiat
untuk menaati kebenaran, dan menepati kesabaran. Dia bukan hanya
mendapatkan balasan berlipat, namun juga mendapatkan balasan
sebagaimana balasan orang yang mengerjakannya. Rasulullah saw
bersabda:
4
ِ‫َجرِفَاعله‬
َِ ‫ِد َّل‬
َ ‫َم ْن‬
ْ ‫ىِخ ْريِفَلَهُِمثْ ُلِأ‬
َ َ‫ِعل‬
“Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapatkan
pahala sama dengan yang mengerjakan.” (HR Muslim).
Mungkin usianya pendek, namun dengan mengajak kepada kebaikan dan
mencegah dari kemungkaran, seolah dia hidup lebih lama dari umur yang
sebenarnya. Sebab, kematian --yang lazimnya menghalangi seseorang untuk
beramal dan mendapatkan pahala dari amal tersebut--, masih memberikan
peluang baginya untuk memperoleh pahala.
Sungguh modal usia yang kita miliki sangat sedikit, mau kita gunakan untuk
kebaikan atau kejahatan, maupun tidak dipakai sekalipun, modal itu pasti
akan habis.
Bila kita bertekad menginvestasikan waktu hidup kita untuk kebaikan,
sesungguhnya resiko penderitaan yang mungkin kita alami sangat sebentar,
yakni hanya di dunia ini, sedangkan keberuntungan di akhirat sungguh tiada
batasnya.
Sebaliknya bila modal usia ini kita gunakan untuk maksiyat, maka
kemungkinan kenikmatan yang diperoleh sangat sedikit, yakni hanya
kenikmatan di dunia yang fana ini, sementara siksa yang bakal diterima di
akhirat sangat berat.
Begitu pula jika modal usia ini lebih banyak kita gunakan untuk bermainmain, atau mengejar kenikmatan dunia, walaupun halal sekalipun, maka
sungguh kerugian juga yang akan dijumpai, karena modalnya habis, begitu
juga kenikmatan yang diperoleh juga akan habis.
Semoga kita dimudahkan Allah untuk mengisi hari-hari kita dengan ketaatan
yang dilandasi keimanan, karena tanpa landasan iman, semua kebaikan
akan sia-sia.
ِ‫ّت ِإذَا ِ َجاءَِهُ ِ َِلْ ِ َُي ْدِهُ ِ َشْي ًَا‬
َِّ ‫اءً ِ َح‬
ِ ‫ينِِ َك َف ُروا ِأ َْع َما ُِلُِْمِِ َك َسَرابِ ِبق َيعةِ ِ ََْي َسبُِهُ ِالظَّ ْمآَ ُِن ِ َم‬
َِ ‫َوالَّذ‬
ِ‫اِل َساب‬
ُِ ‫اّللُِ َسر‬
َِّ ‫اّللَِعْن َدِهُِفَ َوفَّ ِاهُِح َسابَِهُِ َو‬
َِّ ِ‫َوَو َج َِد‬
ْ ِ‫يع‬
“Dan orang-orang yang kafir, amal mereka adalah laksana fatamorgana di
tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi
didatanginya air itu dia tidak mendapatinya apa pun.” (QS al-Nur [24]: 39).
5
MAKSIMALKAN SISA USIA UNTUK KETA’ATAN
Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah (wafat 187 H) pernah berkata
kepada seseorang: “Berapa usiamu?” Orang itu menjawab: “60 tahun.” AlFudhail berkata: “Berarti sejak 60 tahun engkau berjalan menuju Tuhanmu
dan hampir-hampir engkau akan sampai pada-Nya”.
Mendengar hal itu, orang tersebut berkata: ‫ن‬
َِ ‫َِّّللِوإَّنَِّإلَْيهِراجعُ ِو‬
َّ ‫إَّن‬
َ
َ
Al-Fudhail berkata lagi:
ِ،‫ِوأَنَّهُِإلَْيه َِراجع‬،
ُ ‫ِتَ ُق‬،‫فِتَ ْفس َريِهُ؟‬
َّ ُ‫ِعل َمِأَنَّه‬
َّ ‫ولِأَ ََّن‬
ُ ‫أَتَ ْعر‬
َ ‫ِّلل‬
َ ‫ِفَ َم ْن‬،‫ِعْبد َِوإلَْيه َِراجع‬
َ ‫ِّلل‬
َ ‫ِعْبد‬
ِ،‫ِعل َم ِأَنَّهُ َِم ْسَُول‬
َ ‫ِوَم ْن‬،
َ ‫ِوَِم ْن‬،
َ ‫ِفَ ْليَ ْعلَ ْم ِأَنَّهُ َِم ْسَُول‬،‫ِعل َم ِأَنَّهُ َِم ْوقُوف‬
َ ‫فَ ْليَ ْعلَ ْم ِأَنَّهُ َِم ْوقُوف‬
ِ ‫اِب‬
ًِ ‫ِج َو‬
َ ‫فَ ْليُعدَِّللس َؤال‬
“Tahukah engkau tafsir dari kalimat yang engkau ucapkan? (tafsirnya
adalah) engkau katakan: bahwa aku adalah hamba milik Allah dan akan
kembali kepada-Nya. Maka barang siapa yang mengetahui bahwa dia
adalah hambanya Allah dan dia akan kembali kepada-Nya, hendaklah ia
mengetahui bahwa ia akan dibangkitkan di hadapan Allah kelak. Dan siapa
yang tahu bahwa ia akan dibangkitkan, maka hendaklah ia mengetahui
bahwa ia akan ditanya, dan siapa yang tahu ia akan ditanya maka
hendaklah ia mempersiapkan jawaban.”
Orang itu bertanya: “Lalu apa jalan keluarnya?” Al-Fudhail menjawab:
“Mudah.” “Apa itu?” tanya laki-laki tersebut. Al-Fudhail berkata:
ِ‫ىِوِبَا‬
َ ‫ِفَإن‬،‫ضى‬
َ َ‫يماِبَق َيِيُ ْغ َف ُرِل‬
َ ‫اِم‬
َ ‫اِم‬
َ ‫ِأُخ ْذ‬،‫يماِبَق َي‬
َ ْ‫َسأ‬
َ َ‫تِِب‬
َ ‫ك َِم‬
َ ‫َّكِإ ْنِأ‬
َ ‫ض‬
َ ‫تِف‬
َ ‫ُُْتس ُنِف‬
ِ ‫بَق َِي‬
“Engkau berbuat baik pada umurmu yang tersisa, niscaya akan diampuni
bagimu apa yang telah lewat, karena bila engkau berbuat jelek dengan
umurmu yang tersisa engkau akan disiksa karena kejelekan yang telah lalu
dan yang akan engkau perbuat dalam sisa umurmu.” (Jâmi`ul Ulum wal
Hikam, 2/383, Mu’assasah ar Risalah, Maktabah Syâmilah)
Sungguh banyak sekali perbuatan baik, dan sungguh pendek usia manusia.
Oleh sebab itu kita tidak boleh menganggap enteng suatu perbuatan baik,
6
namun demikian, ketika perbuatan baik yang satu berbenturan dengan
perbuatan baik yang lain, kita juga dituntut untuk memprioritaskan mana
yang lebih utama dilakukan.
Syara’ telah memberi petunjuk pada kita bahwa kewajiban lebih utama dan
paling dicintai Allah dari yang sunnah, dan yang sunnah tentu jauh lebih
utama dari yang mubah (boleh). Dalam hadits qudsi disebutkan:
ِ‫َل‬
ََِّ ‫ب ِإ‬
َّ ‫َح‬
ََّ ‫ب ِإ‬
ََّ ‫ب ِإ‬
ْ ‫َل ِِمَّاِافْ تَ َر‬
َ ‫ِعلَْيه َِوَماِيََز ُال‬
َ ‫ت‬
َ ‫َل‬
ُ‫ض‬
ُ ‫ِعْبديِيَتَ َقَّر‬
َ ‫َوَماِتَ َقَّر‬
َ ‫ِعْبديِب َش ْيء ِأ‬
ِ ُ‫ِح َّّتِأُحبَِّه‬
َ ‫ِبلن ََّوافل‬
“Dan tidaklah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku seorang HambaKu dengan sesuatu yang lebih aku sukai daripada dia menjalankan
kewajibannya. Dan tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan dirinya
kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah nafilah hingga Aku
mencintainya.” (HR. al Bukhari)
Begitu juga diantara kewajiban-kewajiban, ada kewajiban yang lebih utama,
kewajiban yang dengannya agama ini bisa tegak dan terlaksana, kewajiban
yang tidak sedikit kaum muslimin sekarang mengabaikannya, kewajiban
yang bila kita berdiam diri darinya maka kemaksiyatan berkembang pesat,
kewajiban yang bila dia tidak tegak maka ikatan Islam akan lenyap satu
ikatan demi satu ikatan, hingga akhirnya shalatpun jadi terabaikan ditengah
masyarakat. Rasulullah saw menyatakan hal ini dalam hadits riwayat Imam
Ahmad dan Abu Ya’la dengan sanad shahih:
ِ،‫َّاس ِِبلَِّت ِتَل َيها‬
ْ ‫ض َِّن ِعَُر‬
َ َّ‫ت ِعُ ْرَوة ِتَ َشب‬
ْ‫ض‬
َ ‫ ِفَ ُكلَّ َماِانْتَ َق‬،‫ىِاْل ْس َلم ِعُ ْرَوًة ِعُ ْرَوًِة‬
َ ‫لَتُ ْن َق‬
ُ ‫ث ِالن‬
ِ ُ‫ِالص َلِة‬
ْ ‫ض‬
َّ ‫ِوآخ ُرُه َّن‬،
ً ‫فَأ ََّوُِلُ َّنِنَ ْق‬
َ ‫ْم‬
ُ ‫اِاِلُك‬
“Ikatan-ikatan Islam akan terburai satu demi satu, setiap kali satu ikatan
terburai orang-orang bergantungan pada ikatan selanjutnya. Yang pertama
kali terburai adalah masalah hukum (pemerintahan) dan yang terakhir
adalah shalat."
Oleh karena itu, para shahabat menjadikan kewajiban tegaknya sistem
pemerintahan
Islam,
yang
dalam
Islam
disebut
sistem
khilafah/imâmah/imâratul mukminîn sebagai kewajiban terpenting, bahkan
mereka sampai menunda pemakaman jasad Rasulullah saw demi tegaknya
khilafah. Imam Ibnu Hajar al Haytamy al Makki Asy Syâfi’i (wafat 974 H)
dalam kitabnya As Shawâ’iq Al Muhriqah juz 1 hal 25 menyatakan:
7
ِِ‫اْلمام‬
َِ ِ ‫ب‬
َِ ‫ص‬
ِْ َ‫اِعىِلىِِأَ َِّن ِِن‬
َِ ‫جَِعُِْو‬
ِْ َ‫ي ِِأ‬
َِ ْ ِ‫جَع‬
ِْ َ‫ِعِلَِْيهِ ِْم ِِأ‬
َِ ‫ضَِوا َِن ِللاِ ِتَِ َِع ىاٰل‬
ِْ ‫ح ِابَِةَ ِِر‬
َِ ‫الص‬
َِّ ِ ‫ضاِِأَ َِّن‬
ًِ ْ‫اِ ِْعِلَ ِْم ِِأَِي‬
ِ ِ‫وهُِِأَ َِه َِّمِاِلَِْواجِِبَات‬
ِ ُ‫ِِبَ ِْلِ َِج َِعِل‬،ِ‫بَِ ِْع َِدِاِِنْقَِِراضَِِِزَِمنِِالنِبَُِِّوةَِِِواجِب‬
Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para shahabat r.a telah ber ijma’
(sepakat) bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah zaman kenabian
adalah kewajiban, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban yang
terpenting.
Inilah kewajiban yang telah tertunda lebih dari 89 tahun, yang
menyebabkan hilangnya keberkahan hidup manusia, hilangnya ketaatan
kepada sebagian besar ketentuan-ketentuan Allah SWT. Adalah suatu amal
utama jika kita mengisi sisa-sisa umur kita dengan beraktivitas untuk
mewujudkannya, tentunya tanpa mengabaikan kewajiban yang lainnya.
Semoga harta dan anak-anak kita yang begitu menyita waktu dan perhatian
kita, tidak membuat kita lupa akan tanggung jawab ini.
ِ‫استَمعُواِلَهُ َِوأَنْصتُواِلَ َعلَّ ُك ْمِتُ ْر ََحُو َنِ–ِاعوذِِبهللِمنِالشيطانِالرجيم‬
َ ‫َوإذَاِقُر‬
ْ َ‫ئِالْ ُق ْرآ ُنِف‬
ِ‫ِصاِلًا‬
َ ‫– ِ َوَما ِأ َْم َوالُ ُك ْم َِوَال ِأ َْوَال ُد ُك ْم ِِبلَِّت ِتُ َقربُ ُك ْم ِعْن َد ََّن ُِزلْ َفى ِإَّال َِم ْن ِءَ َام َن َِو َعم َل‬
ِ ‫اِوُه ْمِِفِالْغُُرفَاتِءَامنُو َِن‬
َ ََ‫فَأُول‬
َ َ‫ِجَزاءُِالض ْعفِِب‬
َ ‫كِ َِلُْم‬
َ ‫اِعملُو‬
“Bukanlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian yang dapat
mendekatkan diri kalian kepada Kami; tetapi orang-orang yang beriman
dan beramal shalih, merekalah yang mendapatkan pahala yang berlipat
ganda karena apa yang mereka kerjakan. Dan mereka akan berada di
tempat-tempat yang tinggi (surga) dalam keadaan aman.” (QS. Saba : 37)
8
PERINTAH ALLAH MERUPAKAN UJIAN KEIMANAN
Marilah kita senantiasa meningkatkan mutu keimanan dan kualitas
ketaqwaan kita. Keimanan seseorang pastilah akan diuji oleh Allah swt,
semakin tinggi tingkat keimanan, semakin berat pula ujian yang akan Allah
berikan. Allah berfirman:
َّ
ِ‫ين ِم ْن ِقَ ْبله ْم‬
َ ‫َّاس ِأَ ْن ِيُْت َرُكواِأَ ْن ِيَ ُقولُو‬
َ‫أ‬
َ ‫اِآمن‬
َ ‫ َولََق ْد ِفَتَ نَّاِالذ‬- ِ ‫َّاِوُه ْم َِال ِيُ ْفتَ نُو َن‬
َ ‫َحس‬
ُ ‫ب ِالن‬
َّ َّ ‫فَلَيَ ْعلَم َّن‬
ِ‫ي‬
َ ‫اِولَيَ ْعلَ َم َّنِالْ َكاذب‬
َ ‫ين‬
َ ‫ِص َدقُو‬
َ
َ ‫ِاّللُِالذ‬
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya
Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-‘Ankabut : 2
– 3)
Diantara jenis ujian yang Allah berikan kepada kita adalah ujian yang
berbentuk perintah. Nabi Ibrahim a.s. diuji dengan perintah untuk
meninggalkan Hajar dan Isma’il di lembah tandus di Makkah, Hajar , istri
nabi Ibrahim di uji dengan ditinggalkan suami di tempat yang tak bertuan,
dalam riwayat Bukhory dinyatakan bahwa awalnya beliau tidak rela, selalu
mengikuti Ibrahim sambil berkali-kali bertanya:
َّ
ِ‫ِش ْيء‬
َ َ‫سِفيهِإنْس َِوال‬
ُ ‫يمِأَيْ َنِتَ ْذ َه‬
ُ ‫ََيِإبْ َراه‬
َ ‫ب َِوتَْت ُرُكنَاِِب َذاِالْ َواديِالذيِلَْي‬
“Wahai Ibrahim, kemana engkau akan pergi dan meninggalkan kami di
lembah ini, lembah yang tidak ada orang dan tidak ada sesuatupun?”
Nabi Ibrahim diam, tidak sanggup menjawab pertanyaan istrinya, sampai
akhirnya istrinya kemudian bertanya:
‫اّللُِالَّذيِأ ََمَرَكِِبَ َذا‬
َّ َ‫أ‬
“Apakah Allah yang memerintahkan engkau hal ini?”
Nabi Ibrahim baru bisa menjawab, “ya”, kemudian Hajar mengatakan
‫ضيعُنَا‬
َ ُ‫إذَ ْنِالَِي‬
9
“Kalau demikian (perintah Allah), maka (Allah) tidak akan menelantarkan
kami.”
Sungguh Ibrahim dan istrinya telah membuktikan keimanan mereka kepada
Allah dengan menjunjung tinggi perintah Allah walaupun dalam pandangan
kebanyakan manusia, perintah tersebut sangatlah tidak manusiawi. Coba
kita bayangkan seandainya kita yang diperintahkan untuk meninggalkan istri
dan anak yang sudah lama kita nantikan kelahirannya, bukan meninggalkan
di tempat yang dekat, namun ditempat yang jauh yakni dari Palestina ke
Makkah, bukan di tempat yang tersedia kebutuhan hidup, namun di lembah
tandus yang air pun susah dicari, akan tetapi keimanan telah merasuk ke diri
mereka, hingga dengan kemantapan hatinya Hajar mengatakan: “Kalau
demikian (perintah Allah), maka (Allah) tidak akan menelantarkan kami”
Ketika mereka lulus dari ujian ini, tidak berselang lama turunlah ujian
berikutnya yakni perintah untuk menyembelih putranya yang sangat ia
cintai. Bagaimana mungkin seorang bapak harus menyembelih anaknya
yang sangat dia cintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan
apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri
mengatakan:
ِ‫ي‬
ُ ‫ِه َذاِ َِلَُوِالْبَ َلءُِالْ ُمب‬
َ ‫إ َّن‬
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. Ash-Shaffat :
106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim as. yang
benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan
kesabarannya, perintah yang sangat berat itupun dijalankan, walaupun
akhirnya Allah menggantikan Isma’il dengan domba yang besar.
Apa yang dilakukan oleh keluarga Nabi Ibrahim a.s merupakan cermin
bening untuk melihat sejauh mana kualitas keimanan kita kepada Allah
SWT. Kualitas keimanan kita dapat kita ukur dengan merenungi sejauh
mana sikap dan ketundukan kita kepada perintah-perintah Allah SWT.
Apakah kita melaksanakan shalat dengan rasa ringan atau berat?, apakah
kita mengeluarkan zakat harta kita dengan enteng ataukah justru kita
merasa rugi mengeluarkannya?, apakah kita berhaji karena perintah Allah
ataukah karena gengsi?, sudahkah kita berupaya menambah ilmu kita setiap
hari, ataukah kita hanya memberikan sisa-sisa waktu kita untuk ilmu, itupun
kalau sempat? Sudahkah kita berupaya menegakkan semua perintah Allah
10
dalam setiap aspek kehidupan kita?, dalam hal berekonomi, berinteraksi
sosial, termasuk perintah-perintah Allah dalam mengatur pemerintahan?
Kalau semua itu belum kita upayakan, atau kita berupaya namun asalasalan, atau justru mencari-cari alasan untuk tidak menjalankannya, maka
marilah mulai saat ini, kita kuatkan tekad untuk senantiasa berupaya
melaksanakan semua perintah Allah SWT dalam aspek apapun.
Sungguh, ketaatan kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan bukan hanya
merupakan ujian keimanan, yang bila kita laksanakan dengan sempurna
akan menambah kekuatan iman kita, namun tegaknya perintah Allah,
tegaknya syari’ah-Nya juga akan menjadikan hidup ini penuh berkah.
Rasulullah bersabda:
‫احا‬
َ ْ ‫ِخْي رِِل َْهل َهاِم ْنِأَ ْنُِيُْطَُرواِأ َْربَع‬،
َ ‫َِلَدٌِّيُ َق ُامِِفِاِل َْرض‬
َ ‫ي‬
ً َ‫ِصب‬
“Sungguh satu hukum yang ditegakkan dibumi lebih baik bagi penduduknya
daripada mereka diberi hujan 40 pagi.” (HR Ahmad dan An Nasa’i dari Abu
Hurairah)
11
HIDUPLAH DI DUNIA LAKSANA ORANG ASING
ATAU MUSAFIR
Imam Bukhory menceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah saw.
memegang pundak Abdullah bin Umar r.a sambil berkata:
ِ ِ‫ِسبيل‬
َ ‫ُك ْنِِفِالدنْيَاِ َكأَن‬
َ ‫َّكِ َغريبِأ َْو‬
َ ‫ِعاب ُر‬
“Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang
pengembara.”
Ungkapan pendek Rasulullah ini memberikan pelajaran yang luas dan
mendalam. Sungguh, manusia yang normal, hatinya tidak akan melekat
bergantung kepada sesuatu di negeri yang asing baginya, justru hatinya
akan senantiasa terikat dengan negeri asalnya. Sebagus apapun hidup
terasing di negeri asing, pasti dia akan tetap berpikir bagaimana kembali
kenegeri asalnya, dan memperbaiki kehidupan di negeri yang tidak asing
baginya.
Begitu juga seorang pengembara atau musafir, dia tidak akan membawa
sesuatu yang justru akan membuat dia payah dalam perjalanannya. Dia
tidak akan membangun istana di perjalanannya, yang kelak akan dia
tinggalkan dan tidak akan kembali lagi. Oleh sebab itulah maka Rasulullah
meminta untuk memposisikan hidup didunia seperti orang asing atau
pengembara.
Bekal terbaik dalam perjalanan dunia ini adalah taqwa, yakni menjalankan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah berfirman:
ِِ‫الزادِِالتَّ ْق َوىِ َواتَّ ُقونِِ ََِيِأُوَلِِ ْاِلَلْبَاب‬
َّ ِ‫َوتَ َزَّو ُدواِفَإ َِّنِ َخْي َِر‬
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan
bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqarah :
197)
Alangkah sangat disayangkan dan tidak masuk akal jika dalam
pengembaraan di tempat yang asing dan fana ini justru perbekalan terbaik
dibuang, kemudian ditukar dengan sesuatu dari negeri asing nan fana ini.
Dengan alasan untuk memakmurkan negeri fana ini, taqwa justru dibuang,
aturan Allah disingkirkan, syari’ah-Nya di pinggirkan untuk kemudian diganti
dengan aturan-aturan yang mengatasnamakan rakyat, yang pada faktanya
hanya berpihak pada konglomerat dan semakin menyengsarakan rakyat.
12
Sungguh ketika taqwa, bekal terbaik ini, kita tukar dengan sesuatu di negeri
asing yang fana ini, maka penderitaanlah yang akan kita peroleh, bukan
hanya di negeri tujuan yang kekal, namun penderitaan ini juga terasa di
negeri asing nan fana ini.
Seorang musafir yang berakal tidak akan menghabiskan uangnya untuk
membeli koper besar yang penuh dengan barang-barang yang tidak
diperlukan di negeri asalnya. Karena koper besar itu justru akan membebani
dirinya dan cenderung membuat dirinya kelelahan dalam perjalanan, yang
pada gilirannya akan membuat dirinya menderita di perjalanan dengan
membawa sesuatu yang tdk berguna di negeri asalnya.
Namun banyak yang lupa bahwa dunia sejatinya adalah sebuah terminal
persinggahan untuk menuju terminal terakhir, yakni kehidupan akhiratyang
kekal. Allah berfirman:
ِ ‫ِ َو ْاْلخَرِةُِ َخْي رِِ َوأَبْ َقى‬.ِ‫اِلَيَاَِةِالدنْيَا‬
ْ ِ‫بَ ِْلِتُ ْؤث ُرو َِن‬
“Tetapi kamu orang-orang kafir memilih kehidupan dunia. Sedangkan
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”(QS al-A’la [87]: 16-17)
Semoga dengan sisa umur kita di dunia ini, Allah menjadikan kita sebagai
musafir cerdas yang tidak tertipu dengan dunia dengan menjual bekal
terbaik kita yakni taqwa. Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita
untuk mengorbankan sebagian kesenangan kesenangan dunia kita untuk
kita jadikan bekal menuju tempat abadi kelak, meluangkan waktu kita untuk
mengkaji aturan-aturan Allah dan berupaya seoptimal mungkin untuk
mengamalkan, menyebarkan dan memperjuangkannya. Hanya dengan
itulah bekal taqwa akan kita peroleh. Bekal yang akan memudahkan
kehidupan diperjalanan dunia, bahkan ketika sampai ke tempat tujuan.
Allah berfirman:
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf: 96)
13
MENGHINDARI SIFAT NIFAQ
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah kapan dan dimanapun
kita berada, dengan senantiasa seoptimal mungkin mengerjakan segala
perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, baik saat sepi sendiri
maupun saat ramai bersama manusia, karena tidak ada hal sekecil apapun
yang bisa kita sembunyikan dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
ِ‫ب ِإلَْيهِ ِم ِْن ِ َحْبلِ ِالْ َوريدِ ِإ ِْذ‬
ُِ ‫س ِبه ِنَ ْف ُسهُِۖ ِ َوََْن ُِن ِأَقْ َر‬
ْ َ‫ِخلَ ْقن‬
َ ‫َولََق ْد‬
ُ ‫نسا َن َِونَ ْعلَ ُم َِماِتُ َو ْسو‬
َ ‫اِاْل‬
ِ‫ِعتيد‬
ُِ ‫يَتَ لَقَّىِالْ ُمتَ لَقيَانِِ َِعنِِالْيَميِِ َو َعنِِالش َمالِِقَعيدِِ َّماِيَْلف‬
َ ‫ظِمنِقَ ْولِِإَّالِلَ َديْه َِرقيب‬
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya. (Yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya,
seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada
suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat
Pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf [50] : 16-18)
ِ ِ‫ِعليمِب َذاتِالص ُدور‬
َّ ‫ِالس َم َاوات َِو ْاِل َْرض َِويَ ْعلَ ُم َِماِتُسرو َن َِوَماِتُ ْعلنُو َن َِو‬
َّ ‫يَ ْعلَ ُم َِماِِف‬
َ ُ‫اّلل‬
“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa
yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha
Mengetahui segala isi hati.” (QS. At Taghaabun [64] : 4)
Keyakinan yang kuat bahwa Allah Ta’ala selalu mengawasi apa yang kita
lakukan, bahkan mengetahui apa yang terbersit dalam hati kita, akan
melahirkan setidaknya dua sikap. Sikap pertama adalah, sikap ihsan dalam
beribadah kepada Allah.
Saat Rasulullah saw ditanya tentang makna ihsan oleh malaikat Jibril, beliau
saw menjawab,
‫َّكِتَ َراهُِفَإ ْنِ َلِْتَ ُك ْنِتَ َراهُِفَإنَّهُِيََراك‬
َّ ‫أَ ْنِتَ ْعبُ َد‬
َ ‫ِاّللَِ َكأَن‬
“Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat
Allah, kalau engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dalam aspek yang luas, seluruh kehidupan kita adalah ibadah. Karena itu
sikap ihsan ini akan tercermin bukan hanya saat kita shalat, namun juga saat
kita bekerja kita tidak akan berani curang, saat kita berbicara kita tidak akan
14
berdusta, saat kita menjalankan suatu amanah kita tidak akan mencari celah
untuk khianat karena semua itu diketahui Allah dan akan kita
pertanggungjawabkan kelak.
Sikap kedua yang muncul dari keyakinan kita akan pengawasan Allah Ta’ala
adalah sikap berani dalam menampilkan identitas keislaman kita. Berani
memegang komitmen untuk senantiasa ta’at kepada Allah Ta’ala di mana
saja kita berada.
Abu Dzar r.a berkata, “Telah bersabda kepadaku Rasulullah saw:
ِ‫ِح َسن‬
ْ َ‫ِالسيََة‬
َّ ‫اتَّق‬
َّ ‫ت َِوأَتْب ْع‬
َ ‫ِحْي ثُ َماِ ُكْن‬
َ ‫َّاسِِبُلُق‬
َ ‫ِاّلل‬
َ ‫ِاِلَ َسنَةََِتَْ ُح َه‬
َ ‫اِو َخالقِالن‬
'Bertaqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada. Dan iringilah
keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya,
serta pergauilah manusia dengan akhlaq yang baik'.” (HR. Imam Tirmidzi,
beliau berkata hadits ini hasan)
Islam menuntut ketaqwaan dimana saja kita berada, di masjid, di luar
masjid, di kantor, di pasar, di gedung wakil rakyat, juga di gedung-gedung
pemerintah.
Sungguh, di antara jenis manusia terburuk adalah mereka yang 'bermuka
dua'. Yaitu, mereka yang menampakkan satu identitas pada kelompok
tertentu, dan menunjukkan identitas yang lain pada kelompok lainnya.
Sebagaimana disebutkan oleh RasuluLlah saw :
ِ ِ‫ِه ُؤَالءِب َو ْجه َِوَه ُؤَالءِب َو ْجه‬
َ ‫إ َّنِم ْن‬
َ ‫يَِيِْت‬
َ ‫ِشرِالنَّاسِ َذاِالْ َو ْج َه ْيِالَّذ‬
“Sesungguhnya, termasuk orang yang paling buruk adalah orang bermuka
dua yang mendatangi mereka dengan satu muka dan mendatangi yang lain
dengan muka lain.” (HR. Muslim).
Salah satu sifat orang munafiq adalah menjilat manusia untuk
mengharapkan keridhaan mereka dari pada keridhaan Allah Ta’ala. Allah
mengingatkan akan bahaya mereka dalam surat Al Munafiqun, ayat 4:
ِِِۖ‫َج َس ُام ُه ْمِۖ ِ َوإن ِيَ ُقولُوا ِتَ ْس َم ِْع ِل َق ْوِل ِْم ِِِۖ َكأَن َُّه ِْم ِ ُخ ُشبِ ِم َسن ََّدة‬
َ ُ‫ِوإ َذا ِ َرأَيْتَ ُه ْم ِتُ ْعجب‬
ْ ‫ك ِأ‬
‫َّنِيُ ْؤفَ ُكو َِن‬
ِ‫اّللُ ِِۖأ َّى‬
َِّ ِ‫اح َذ ْرُه ِْمِِقَاتَلَ ُه ُِم‬
ْ َ‫صْي َحةِِ َعلَْيه ِْمِِ ُه ُِمِالْ َع ُدوِِف‬
َ ِ‫ََْي َسبُو َنِِ ُك َِّل‬
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu
kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka.
Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa
15
tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah
musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga
Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan
(dari kebenaran)?”
Kaum munafiqin ini pandai bersilat lidah, namun kata-kata mereka
sesungguhnya hampa dan tidak bermanfaat, karena kata-kata mereka
bukan lahir dari keimanan yang kokoh kepada Allah, namun muncul dari
syahwat kepada dunia ini.
Mereka yang bermuka dua dan mudah berdusta ini, tidak layak dijadikan
teman setia apalagi sebagai pemimpin. Jika mereka telah terlanjur menjadi
pemimpin, tidaklah patut bagi kita mendukung perbuatan dan kedustaan
mereka.
Ka’ab ibn ‘Ujrah berkata, “Kami pernah bepergian bersama Rasulullah saw,
dan saat itu kami sembilan orang. Maka RasuluLlah saw bersabda:
ِ‫ت‬
َ ‫ِص َِّدقَ ُه ْمِب َكذِب ْم َِوأ ََعانَ ُه ْم‬
ُ ‫س ِمّن َِولَ ْس‬
َ ‫ِستَ ُكو ُنِبَ ْعديِأ َُمَراءُ َِم ْن‬
َ ُ‫إنَّه‬
َ ‫ِعلَىِظُْلمه ْمِفَلَْي‬
ِ‫ِعلَىِظُْلمه ْم ِفَ ُه َو‬
َِ ‫ِاِلَْو‬
ْ ‫ِعلَ َّي‬
َ ‫صدقْ ُه ْم ِب َكذِب ْم َِوَلِْيُعْن ُه ْم‬
َ ‫س ِب َوارد‬
َ ُ‫ ِ َوَم ْن ِ َلِْي‬-‫ض‬
َ ‫مْنهُ َِولَْي‬
َِ ‫ِاِلَْو‬
‫ض‬
ْ ‫ِعلَ َّي‬
َ ‫مّن َِوأَ ََّنِمْنهُ َِوُه َو َِوارد‬
“Sesungguhnya akan muncul sesudahku para pemimpin (pendusta).
Barangsiapa menganggap benar kedustaan mereka dan membantu
kezhaliman mereka, maka ia tidak termasuk dari golonganku dan aku tidak
termasuk golongannya. Dan ia tidak akan bertemu denganku di telaga alhaudh (di surga). Dan barangsiapa yang tidak menganggap benar
kedustaan mereka dan tidak membantu kezhaliman mereka, maka ia
termasuk dari golonganku dan aku termasuk golongannya. Dan ia akan
bertemu denganku di telaga al-haudh (di surga).” (HR. An-Nasaai,
dishahihkan oleh al-Albani3)
Imam Bukhariy meriwayatkan bahwa:
ِ‫اِخَر ْجنَا‬
ُ ‫ىِس ْلطَاننَاِفَنَ ُق‬
َ َ‫ق‬
َ ‫ول ِ َِلُْم ِخ َل‬
َ ‫ال ِأُ ََّنس ِالبْن ِعُ َمَر ِإ ََّّن ِنَ ْد ُخ ُل‬
َ ‫ف َِماِنَتَ َكلَّ ُم ِإ َذ‬
ُ َ‫ِعل‬
‫الِ ُكنَّاِنَعُد َهاِن َفاقًا‬
َ َ‫م ْنِعْنده ْمِق‬
3ِShahih
wa Dhaif Sunan an-Nasaai No. 4207
16
“Manusia berkata kepada Ibnu ‘Umar, kami memasuki (rumah) penguasa
kami, kemudian kami mengatakan kepada mereka berbeda dengan apa
yang kami katakan tatkala kami keluar dari (rumah) mereka ( penguasa).
Ibnu ‘Umar berkata: adalah kami menghitungnya sebagai (sikap) nifaq
(munafiq).”
Seseorang yang senantiasa merasa diawasi Allah juga akan berani
mengatakan kebenaran walaupun didepan penguasa. Imam Al-Hasan AlBashri, seorang tabi’in besar berani menyampaikan kebenaran walaupun
dihadapan penguasa yang kejam, al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Ketika alHajjaj membangun suatu bangunan di daerah Wasith untuk kepentingan
pribadinya, dan ketika bangunan tersebut rampung, al-Hajjaj mengajak
orang-orang agar keluar untuk bersenang-senang bersamanya dan
mendo’akan keberkahan untuknya. Al-Hasan tidak ingin kalau kesempatan
berkumpulnya orang-orang ini lewat begitu saja. Maka dia keluar menemui
mereka untuk menasehati, mengingatkan, mengajak zuhud dari gelimang
harta dunia dan menganjurkan mereka supaya mencari keridlaan Allah Azza
wa Jalla.
Ketika al-Hasan telah sampai di tempat, dan melihat orang-orang
berkumpul mengelilingi istana yang megah, terbuat dari bahan-bahan yang
mahal, dikelilingi halaman yang luas dan sepanjang bangunan dihiasi
dengan pernik-pernik, Al-Hasan berdiri di depan mereka dan memberi
peringatan, di antara yang beliau ucapkan adalah, "Kita telah melihat apa
yang dibangun oleh manusia paling keji ini tidak ubahnya seperti apa yang
kita temukan pada masa Fir’aun yang telah membangun bangunan yang
besar dan tinggi, kemudian Allah membinasakan Fir’aun dan
menghancurkan apa yang dia bangun dan dia kokohkan itu. Mudahmudahan al-Hajjaj mengetahui bahwa penduduk langit telah mengutuknya
dan bahwa penduduk bumi telah menipunya." Al-Hasan terus berbicara
dengan gaya seperti ini, sehingga salah seorang yang hadir merasa khawatir
kalau al-Hajjaj akan menyiksanya. Karena itu, orang tadi berkata kepadanya,
"Cukup wahai Abu Sa’id! cukup.!" Lalu Al-Hasan berkata kepadanya,
ِ ‫لقدِأخذِللاِامليثاقِعلىِأهلِالعلمِليبيننهِللناسِوالِيكتمونه‬
17
"Allah telah berjanji kepada Ahli ilmu, bahwa Dia akan menjelaskannya
kepada manusia dan tidak menyembunyikannya."4
Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kepada kita sikap ihsan dan syaja’ah
(berani) dan menjauhkan kita dari sifat nifaq.
4ِhttp://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihattokoh&id=71.
Kisah ini juga penulis dapati
di kitab Shuwarun Min Hayâti at Tâbi’in karya Dr. Abdurrahman Raf’at Basya tanpa
menyebutkan sanadnya.
18
BERHATI-HATI TERHADAP “DOSA JÂRIYAH”
Imam al-Ghazali(w. 505 H), dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, 2/74
menyatakan,
َّ
ِ‫وت َِوتَْب َقىِذُنُوبُهُِمائَةَِسنة‬
ْ َ‫ات َِمات‬
ُ ُ‫يلِل َم ْنَُِي‬
َ ‫اِم‬
َ ُ‫ط‬
َ َ‫وَبِل َم ْنِإذ‬
ُ ‫ت َِم َعهُِذُنُوبُهُ َِوالْ َويْ ُلِالطو‬
ِ ‫بِِبَاِِفِقَ ْبهِويسَلِعنهاِإٰلِآخرِانقراضها‬
ُ ‫ومائِتِسنَةِأ َْوِأَ ِْكثَ َرِيُ َع َّذ‬
َ
"Sungguh beruntung orang yang jika mati maka mati juga dosa-dosanya.
Dan celaka seseorang yang mati dan dosa dosanya tetap (mengalir) seratus
tahun, dua ratus tahun atau lebih, dia disiksa dikuburnya karenanya (dosa
yang masih mengalir) dan dimintai pertanggungjawaban tentangnya
hingga berakhirnya dosa tersebut.”
Pernyataan Imam Al Ghazali ini sesuai dengan firman Allah swt:
ِ ِ‫ِمبي‬
َ ‫اِوآ ََث َرُه ْمِ َوُك َّل‬
ُْ ‫ََِّن ُن‬
َْ ‫إَّن‬
ْ ‫ِش ْيءِأ‬
َ ‫َح‬
ُ ‫صْي نَاهُِِفِإ َمام‬
ُ ‫ب َِماِقَد‬
َ ‫َّمو‬
َ َ‫َِنيِالْ َم ْوت‬
ُ ُ‫ىِونَكْت‬
"Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami
menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang
nyata (Lawh Mahfudz)." (QS. Yâsîn [36]: 12)
Ketika membahas ayat ini, Imam Al Baydlowi (w. 685H), dalam tafsirnya,
Anwârut Tanzîl wa Asrârut Ta’wîl, juz 4, hal. 264, menyatakan:
ِِ‫سِنَِةَِِ َِكعِِْلم‬
َِ َ‫ِاِل‬
ِْ ‫ َِوآ ََِث َرُه ْم‬.ِ‫اِلَة‬
ِ َّ‫اِلَةِ َِِوال ِط‬
ِ ‫الص‬
َِّ ِ ِ‫اِلَ ِْع َِمال‬
ِْ ِ ‫ِما ِِأَ ِْسِلَ ُِفوا ِمِ ِْن‬
َِ ‫َّموا‬
ُ ‫ب َِما ِقَد‬
ُ ُ‫َونَكْت‬
ِ ِ‫اعةِِ َِِبطِلِِ َِو َِتْسِِْيسِِ ِظُِْلم‬
َِ ‫إش‬
َِ ‫السيََِِةَِِ َِك‬
َِّ ‫ِو‬،
َِ ُ‫َِعِلَّ ُِمِْوِهَُِِو َِحبِِْيسِِ َِوقَِ ُِفِْوِه‬
Dan Kami menuliskan apa-apa yang telah mereka lakukan dari amal-amal
shalih dan keji. Dan (menulis) bekas mereka yang baik seperti ilmu yang
mereka ajarkan dan rumah yang mereka waqafkan, dan (menulis) bekas
mereka yang buruk seperti menyiarkan kebathilan dan peletakan dasar
kedzaliman.
Rasulullah saw juga menegaskan:
ِ،‫ِعم َل ِِبَا‬
ْ ‫ِس َّن ِِف‬
َ ‫ِعلَْيه ِمثْ ُل ِوْزر َِم ْن‬
َ ‫ب‬
َ ‫ِسنَّ ًة‬
ُ ‫ِاْل ْس َلم‬
َ ‫َوَم ْن‬
َ ‫ِ ُكت‬،ُ‫ِفَ ُعم َل ِِبَاِبَِ ْع َده‬،ً‫ِسيََة‬
ِ ِ‫ِش ْيء‬
َ ‫صِم ْنِأ َْوَزاره ْم‬
ُ ‫َوَالِيَْن ُق‬
19
“Dan barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu
suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan
dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang
mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun.”
(HR. Muslim).
Diantara maksiyat termudah, tanpa banyak biaya dan tenaga, yang dosanya
terus mengalir setelah meninggal, adalah maksiyat yang dilakukan oleh
lidah manusia. Hanya bermodal ucapan yang berisi propaganda buruk
terhadap Islam, propaganda buruk terhadap ajaran Islam, isu miring
terhadap syari’ah Islam, atau ucapan yang membuat orang lain ragu-ragu
terhadap ajaran Islam, membuat orang ragu-ragu untuk menyokong dan
memperjuangkan Islam, atau bahkan menghalangi perjuangan penegakan
ajaran Islam, atau terbengkalainya penerapan syari’ah Islam, kalau ini yang
keluar dari lidah seseorang, sudah cukup untuk mengalirkan dosa kepada
orang yang mengucapkannya, bahkan ketika orang tersebut sudah
meninggal dunia sekalipun, selama masih ada orang yang terpengaruh
dengan ucapannya.
Allah menyatakan dalam surah An-Nahl ayat 24:
ِ‫ي‬
ْ ‫َساط ُري‬
َ ‫ِاِل ََّول‬
َ ‫يلِ َِلُْم َِما َذاِأَنْ َزَل َِرب ُك ْمِقَالُواِأ‬
َ ‫َوإ َذاِق‬
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Apakah yang telah diturunkan
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Dongeng-dongengan orang-orang dahulu".
Mungkin lidah dengan mudah mengucapkan sesuatu yang melecehkan
Islam tanpa diperhitungkan bahwa hal itu berat disisi Allah, mudah
mengatakan bahwa hukum syari’ah itu sudah kuno, mudah mengatakan
bahwa kegemilangan umat ketika mereka hidup diatur dengan Islam itu
hanya dongengan belaka. Sungguh ucapan ini mirip dengan apa yang
diceritakan Allah dalam surat An Nahl ini, menganggap Al Qur’an hanya
dongengan orang-orang dahulu. Kepada mereka Allah swt berfirman:
َّ
ِ‫ِساءَ َِما‬
َ ‫ين ِيُضلونَ ُه ْم ِبغَ ْري ِع ْلم ِأََال‬
َ ‫ليَ ْحمِلُوا ِأ َْوَز َارُه ْم ِ َكاملَةً ِيَ ْوَم ِالْقيَ َامة َِوم ْن ِأ َْوَزار ِالذ‬
ِ ‫يَزُرو َِن‬
"(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan
sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang
mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka
20
disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu." (QS. AnNahl: 25)
Rasulullah saw, juga mengabarkan:
.ِ‫شرقِِوالْم ْغرب‬
َِ ْ َ‫إ َِّنِالْ َعْب َِدِلَيَ تَ َكلَّ ِمِِبلْ َكلمةِِيَْنزُِلِِبَاِِفِِالنَّارِِأَبْ َع َِدِ َماِب‬
ْ ‫يِالْم‬
َ َ
َ
َ
ُ
“Adakalanya seorang hamba mengucapkan satu kata yang menyebabkan
dia tergelincir ke dalam Neraka yang jaraknya antara timur dan barat."
(Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a)
Aliran dosa ini akan lebih awet lagi bila tidak sekedar diucapkan, namun
ditulis, disebar dan dipropagandakan, baik lewat buku, koran, majalah
maupun lewat facebook, blog, twitter, maupun membuat film dan
menguploadnya ke youtube. Berkata Al Hâfidz al Mundziry (wafat 656 H)
dalam kitabnya At Targhîb wat Tarhîb (1/62) ketika menjelaskan hal ini:
ِ‫خ ِهُِأ َِْوِ َِعمِ َِلِبه‬
َِ ‫س‬
َِ َ‫ِوِْزُِرِهَُِِوِوِْزُِرِ َِم ِْنِقَ َرأَهُِأ َِْوِِن‬
ِ ‫ِ َعلَْيه‬،‫بِ ْاْل ِْث‬
ُِ ِ‫ِ َِو ََِّنسِ ُِخِ َِغ ِْريِالِنَّافِعِِِمَّاِيُِْوج‬...
ِ ِ‫مِ ِْنِبَِ ِْعدِهِِ َماِبَق َِيِ َِخ ِطَِّهُِ َوالْ َع َم َِلِبه‬
“Orang yang menulis hal yang tidak bermanfaat yang berkonsekuensi dosa,
baginya dosanya dan dosa orang yang membacanya atau menyalinnya atau
beramal dengannya sesudahnya selama tulisan tersebut dan orang yang
beramal dengannya masih tetap ada.”
Aliran dosa ini juga akan semakin deras dan dahsyat, jika bukan hanya
diucapkan dan ditulis, namun juga dibuatkan aturan perundangundangannya, sehingga hal buruk yang bertentangan dengan syari’at Islam
tersebut dilakukan masyarakat secara massif, baik dengan sukarela maupun
terpaksa.
Lalu kalau sudah terlanjur bagaimana? Tidak ada cara lain kecuali segera
bertaubat, berusaha menghapus jejak dosa tersebut semaksimal mungkin
dan berlepas diri darinya, serta berusaha membuat jejak-jejak kebaikan
yang diharapkan tetap akan ada walaupun kematian sudah menjemput,
sehingga pahalanya tetap mengalir pasca kematian.
Diantara ‘amal yang tetap akan meninggalkan jejak yang baik, adalah ‘amal
menyeru kepada Islam, menyebarkan hidayah, mempengaruhi masyarakat
agar berbuat sesuai tuntunan syari’ah.
21
‫اِوَماِف َيها‬
َّ ‫ي‬
َ َ‫ِخْي رِل‬،‫ا‬
َ ‫ِاّللُِب‬
َ ‫ك َِر ُج ًل َِواح ًد‬
َ َ‫كِم َنِالدنْي‬
َ ‫َِلَ ْنِيَ ْهد‬
“Sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan perantaraan
engkau, itu lebih baik bagi engkau daripada engkau memiliki dunia dan
isinya.” (Az Zuhdu li Ibnil Mubârak, 1/484)
Ada empat keadaan manusia ketika mati, Pertama, seseorang yang
meninggal dunia, dan kebaikan dan kejahatannya telah terputus. Dia tidak
mendapatkan apa-apa kecuali yang telah diperbuatnya selama hidup di
dunia. Kedua, orang yang meninggal dunia, tetapi kebaikan dan
keburukannya terus berlangsung, nasib orang ini di akhirat nanti tergantung
dari timbangan amal kebaikan dan keburukannya. Ketiga, orang yang
meninggal dunia dan timbangan kejahatannya terus membengkak,
sementara pahala kebaikannya berhenti. Keempat, orang yang meninggal
dunia, kebaikannya terus mengalir, namun keburukannya berhenti. Semoga
Allah menjadikan kita bagian dari yang keempat ini.
22
KALAU MEMANG TIDAK MAU, SELALU ADA
ALASAN, KALAU KEINGINAN KUAT, SELALU ADA
JALAN
Pada Tahun 630 M bertepatan tahun 9 H, ketika musim panas dengan suhu
yang sampai pada titik yang sangat tinggi, Rasulullah saw. mewajbkan kaum
muslimin yang tidak ada udzur syar’i untuk berangkat ke perbatasan Syam
dalam rangka menghadapi pasukan Romawi (Bizantium).
Perjalanan dari Madinah ke Syam, selain perjalanan yang panjang juga
sangat sukar ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan bahan makanan dan
air. Bagaimana sikap kaum Muslimin menyambut seruan ini? Yang berarti
harus meninggalkan isteri, anak dan harta-benda, dalam panas musim yang
begitu dahsyat, dalam mengarungi lautan tandus Padang Sahara, kering, air
pun tak seberapa, kemudian harus pula menghadapi musuh yang sudah
mengalahkan Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin?
Ada tiga golongan yang sikapnya berbeda dalam menghadapi seruan ini.
Golongan pertama, mereka segera berbondong-bondong menyambut
seruan Rasulullah. Diantara mereka ada orang miskin yang tidak punya
bekal, tidak ada binatang beban yang akan ditungganginya. Abdullah bin
Mughaffal Al-Muzani, berkata: "Ya Rasulullah, sediakanlah untuk kami
kendaraan (kami miskin tidak mempunyai kendaraan)." Rasulullah
menjawab: "Demi Allah, aku tidak sanggup menyediakan kendaraan yang
akan membawa saudara-saudara ke medan perang." Mereka akhirnya
kembali sambil menangis karena tidak ada perlengkapan perang yang bisa
mereka gunakan. Berkaitan dengan ini Allah berfirman:
ِ‫ََحلُ ُك ِْم ِ َعلَْيهِ ِتَ َولَّْوا ِ َوأ َْعيُنُ ُه ِْم‬
َِ ‫ين ِإ َذا ِ َما ِأَتَ ْو َِك ِلتَ ْحملَ ُه ِْم ِقُ ْل‬
َِ ‫َوَِال ِ َعلَى ِالَّذ‬
ْ ‫ت َِِال ِأَج ُِد ِ َما ِأ‬
ِ ‫َالِ َُي ُدواِ َماِيُْنف ُقو َِن‬
َِّ‫َّمعِِ َحَزًَِّنِأ‬
ُِ ‫تَف‬
ْ ‫يضِم َِنِالد‬
“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang
kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata:
"Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu mereka
kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan,
23
lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS.
At Taubah : 92).
Diantara mereka ada orang kaya yang mendermakan banyak kekayaannya,
juga ada orang miskin yang mendermakan hartanya walaupun hanya
segantang (satu sha’) kurma.
Golongan Kedua, umat Islam yang ragu-ragu antara berangkat dalam
suasana yang sangat sulit, atau tetap tinggal. Sebagian mereka akhirnya
berangkat juga menyusul Rasulullah saw setelah melihat semangat puluhan
ribu umat Islam bergerak meninggalkan Madinah. Abu Khaithama, yang
awalnya tidak mau berangkat, setelah melihat suasana itu, ia menemui
istrinya sambil berkata: “Rasulullah dalam terik matahari, angin dan udara
panas, sedang Abu Khaithama di tempat yang teduh, sejuk dengan
makanan dan wanita cantik diam di rumah. Sediakan perbekalanku, aku
akan menyusul.”
Ada juga diantara mereka yang tetap tidak ikut, namun setelah itu mereka
menyesal dan bertaubat, mereka adalah Ka’ab bin Malik, Murarah bin Rabi’
dan Hilal bin Umayyah.
Golongan ketiga adalah orang-orang munafiq, mereka mencari-cari alasan
untuk tidak ikut memenuhi seruan Rasulullah. Mereka bahkan mengejek
umat Islam yang berusaha menta’ati seruan Rasul, juga menghalang-halangi
dan melemahkan semangat umat Islam agar tidak berangkat.
Diriwayatkan oleh Hafiz Al-Bazar dari Abu Hurairah, katanya: Rasulullah saw.
telah bersabda: "Bersedekahlah kamu, sesungguhnya aku akan
mengirimkan satu pasukan untuk pergi berperang (Perang Tabuk), maka
datanglah Abdurrahman bin Auf menghadap Rasulullah saw. lalu berkata:
"Ya, Rasulullah, saya ada mempunyai 4 ribu dinar, yang dua ribu dinar
(setara emas 8,5 kg) aku sedekahkan dan dua ribu dinar lagi untuk belanja
rumah tanggaku." Rasulullah saw. menjawab: "Semoga Allah memberimu
berkat atas pemberianmu itu, dan memberi berkat pula terhadap yang
engkau tinggalkan." Kemudian datang lagi seorang dari kaum Ansar yang
mempunyai dua sha’ kurma seraya berkata: "Ya Rasulullah, saya ada
mempunyai dua sha’ kurma, yang satu sha’ aku sedekahkan dan satu sha’
lagi untuk keluargaku." Menyaksikan kejadian itu orang-orang munafiq
mengejek seraya katanya: "Abdurrahman bin Auf hanya mau memberikan
24
sedekahnya karena riya’ (pamer) saja." Sedang kepada yang memberikan
satu sha’ kurma, mereka mengejek dengan kata: "Allah dan Rasul tidak
memerlukan yang satu sha’ ini." 5 Maka Allah menyatakan:
ِ‫ين َِِال ِ َُي ُدو َِن ِإَِّال ِ ُج ْه َد ُه ِْم‬
َِ ‫الص َدقَاتِ ِ َوالَّذ‬
َِ ‫ي ِم َِن ِالْ ُم ْؤمن‬
َِ ‫ين ِيَْلم ُزو َِن ِالْ ُمطَّوع‬
َِ ‫الَّذ‬
َّ ِ ِ‫ي ِِف‬
ِِ‫اّللُِمْن ُه ِْمِ َوَِلُِْمِ َع َذابِِأَليم‬
َِّ ِ‫فَيَ ْس َخ ُرو َِنِمْن ُه ِْمِ َسخَِر‬
“(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang
mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orangorang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah
akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang
pedih.” (QS. At Taubah: 79)
Sekelompok orang-orang munafik ada yang berkata satu sama lain: “Jangan
kalian berangkat perang dalam udara panas”. Maka Allah berfirman:
ِ‫يل‬
ًِ ‫ض َح ُكوا ِقَل‬
َِ ‫اِلَرِ ِقُ ِْل ِ ََّن ُِر ِ َج َهن‬
ْ ِ ِ‫َوقَالُوا َِِال ِتَْنفُِروا ِِف‬
ْ َ‫ ِفَ ْلي‬-ِ ‫َشدِ ِ َحًّرا ِلَ ِْوِِ َكانُوا ِيَ ْف َق ُهو َن‬
َ ‫َّم ِأ‬
ِ ‫َولْيَ ْب ُكواِِ َكث ًرياِ َجَز ِاءًِِبَاِِ َكانُواِيَكْسبُو َِن‬
“.... dan mereka berkata: “Jangan kamu berangkat perang dalam udara
panas begini.’ Katakanlah: ‘Api neraka lebih panas lagi, kalau kamu
mengerti! Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan banyak menangis,
sebagai pembalasan dari apa yang mereka kerjakan’.” (QS. At Taubah: 8182)
Al - Jadd bin Qais - salah seorang Banu Salimah membuat alasan untuk tidak
ikut berangkat, ia berkata kepada Rasulullah: “Ijinkanlah saya untuk tidak
dibawa ke dalam ujian (fitnah) serupa ini. Masyarakat saya sudah cukup
mengenal, bahwa tak ada orang yang lebih birahi terhadap wanita seperti
saya ini. Saya kuatir, bahwa kalau saya melihat wanita-wanita Banu’lAshfar (Bangsa Romawi), saya takkan dapat menahan diri.” Maka Allah
menurunkan ayat:
5
Diriwayatkan juga oleh Bukhory dan Muslim tanpa menyebutkan nama
Abdurrahman bin ‘Auf.
25
ِ ‫ين‬
َِ ‫َّمِلَ ُمحيطَةِِِبلْ َكافر‬
َِ ‫َالِِفِِالْفْت نَةِِ َس َقطُواِ َوإ َِّنِ َج َهن‬
َِ‫ولِائْ َذ ِْنَِلِِ َوَِالِتَ ْفتّنِِأ‬
ُِ ‫َومْن ُه ِْمِ َم ِْنِيَ ُق‬
“Di antara mereka ada orang yang berkata: ‘Berilah saya izin (tidak pergi
berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam
fitnah’. Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.” (QS.
At Taubah : 49)
Apapun perintah Allah, apalagi yang perlu pengorbanan lebih, akan
senantiasa kita dapati ketiga sikap tersebut. Saat ini, saat syari’ah Islam
diabaikan, saat hukum-hukum Allah SWT dianggap kriminal, kuno dan
kampungan, saat umat Islam terpuruk dalam kehinaan dan kenistaan akibat
mereka dijauhkan dari kehidupan alaminya, yakni kehidupan yang diatur
oleh hukum-hukum Allah dalam naungan khilafah, maka perjuangan kearah
ini sekarang senantiasa memanggil kita. Semoga Allah menjadikan kita
termasuk orang orang yang bersegera memenuhi panggilan seruan ini.
Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat berlambat-lambat, mencari-cari
alasan, atau bahkan mengejek syari’ah Allah SWT.
ِ‫اْليَ َرِةُ ِم ِْن ِأ َْمره ِْم‬
َِّ ِ ‫ضى‬
ْ ِ ‫اّللُ ِ َوَر ُسولُِهُ ِأ َْمًرا ِأَ ِْن ِيَ ُكو َِن ِ َِلُُِم‬
َ َ‫َوَماِِ َكا َِن ِل ُم ْؤمنِ ِ َوَِال ِ ُم ْؤمنَةِ ِإ َذا ِق‬
ِ ‫ض َلًِالِ ُمبينًا‬
َِّ ِِ‫َوَم ِْنِيَ ْعص‬
َ ِ‫ض َِّل‬
َ ِ‫اّللَِ َوَر ُسولَِهُِفَ َق ِْد‬
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36)
26
KAWAN, LAWAN & KEPENTINGAN
Di dalam al-Quran, Allah SWT menceritakan penyesalan manusia calon
penghuni neraka tatkala hari kiamat tiba disebabkan karena menjadikan
seseorang sebagai kawan dekatnya yang membuatnya terperosok dalam
neraka. Allah SWT berfirman:
ِ‫ِجاءَِن َِوَكا َنِالشَّْيطَا ُن‬
ِ ‫ِعن‬
َ ‫ِلََق ْدِأ‬.‫ِخل ًيل‬
َ ‫َضلَّّن‬
َ ‫ََي َِويْلَ َّتِلَْي تَّنِ َلِْأ َََّّت ْذِفَُل ًَّن‬
َ ‫ِالذ ْكرِبَ ْع َدِإ ْذ‬
ًِ ‫ِخ ُذ‬
‫وال‬
َ ‫ل ْْلنْ َسان‬
“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan
sebagai teman akrab(ku). Sesungguhnya ia telah menyesatkan aku dari alQuran ketika al-Quran itu datang kepadaku.” (Q.S al-Furqan: 28-29)
Mereka pun saling menuduh dan menyalahkan, bahwa temannya itulah
yang mengajak dan mendorongnya melakukan pelanggaran terhadap
hukum-hukum Allah SWT. Maka mereka --yang ketika hidup di dunia
merupakan teman akrab, ketika tiba hari kiamat kelak menjadi musuh satu
sama lain sebagaimana disampaikan dalam ayat lainnya. Allah SWT
berfirman:
ِ‫ي‬
ُ ‫اَِْلَخ َّلءُِيَ ْوَمَذِبَ ْع‬
َ ‫ض ُه ْمِلبَ ْعض‬
َ ‫ِع ُد ٌّوِإَّالِالْ ُمتَّق‬
“Teman-teman akrab pada hari itu (datangnya hari kiamat), sebagiannya
menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang
bertakwa.” (QS al-Zukhruf: 67)
Apa yang kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa
persahabatan dengan motivasi kepentingan materi, atau manfaat duniawi
lainnya, tidaklah akan kekal, bahkan tidak jarang masih di dunia pun sudah
terjadi permusuhan. Yang dulunya berkawan erat bisa saling serang dan
saling membongkar aib, bahkan saat berbeda negara sekalipun.
Persahabatan yang kekal abadi adalah persahabatan antara sesama orangorang yang bertakwa, persahabatan yang didasarkan pada landasan
ketakwaan, bukan persahabatan yang didasarkan kepada kesamaan
kepentingan duniawi, kesukuan, atau kebangsaan.
Persahabatan yang terbangun atas dasar Islam bisa dibuktikan dengan
melihat sejauh mana kesesuaian mereka dengan syari’at Allah dalam
menjalin hubungan. Kawan sejati adalah yang akan memberikan nasihat
27
kepada sahabatnya, akan mengingatkannya ketika keliru, dan akan
bekerjasama dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar di tengahtengah manusia dapat dilaksanakan. Kawan sejati bukanlah kawan yang
diam saja ketika sahabatnya menyimpang dari aturan Allah SWT.
"Pada suatu hari, ada dua orang pemuda sedang berkelahi, masing-masing
dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Pemuda Muhajirin itu berteriak; 'Hai
kaum Muhajirin, (berikanlah pembelaan untukku!) ' Pemuda Anshar pun
berseru; 'Hai kaum Anshar, (berikanlah pembelaan untukku!) ' Mendengar
itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar dan bertanya:
ِ ِ‫ِاْلَاهليَّة‬
ْ ‫اِد ْع َوىِأ َْهل‬
َ ‫اِه َذ‬
َ ‫َم‬
'Ada apa ini? Bukankah ini adalah seruan jahiliah? ' Orang-orang menjawab;
َّ ‫ِاّللِإَّالِأ‬
ِ ‫اِاْل َخَِر‬
ْ َ‫َح ُد ُُه‬
َ ‫َِي َِر ُس‬
َّ ‫ول‬
َ ‫َنِغُ َل َم ْيِاقْ تَ تَ َلِفَ َك َس َعِأ‬
َ ‫َال‬
'Tidak ya Rasulullah. Sebenarnya tadi ada dua orang pemuda yang
berkelahi, yang satu mendorong yang lain.'
Kemudian Rasulullah bersabda:
ِِ‫ِوإ ْن‬
َِ ‫صر‬
َّ ‫ص ْر‬
ْ َ‫وماِإ ْنِ َكا َنِظَال ًماِفَ ْليَ ْن َههُِفَإنَّهُِلَهُِن‬
َ ‫ِالر ُج ُلِأ‬
ُ ‫س َِولْيَ ْن‬
ً ُ‫َخاهُِظَال ًماِأ َْو َِمظْل‬
َ ‫فَ َل‬
َ ْ‫َِب‬
ِ ُ‫ص ْرِه‬
ُ ‫وماِفَ ْليَ ْن‬
ً ُ‫َكا َن َِمظْل‬
“Tidak mengapa, hendaklah seseorang menolong saudaranya (sesama
muslim) yang berbuat zhalim atau yang sedang dizhalimi. Apabila ia
berbuat zhalim/aniaya, maka cegahlah ia untuk tidak berbuat kezhaliman
dan itu berarti menolongnya. Dan apabila ia dizalimi/dianiaya, maka
tolonglah ia!” (HR. Muslim dari Jabir r.a).
Pola hubungan inilah yang seharusnya kita lakukan dalam setiap dimensi
kehidupan, siapapun teman kita, apakah dia miskin atau kaya, pejabat,
penguasa ataupun rakyat jelata, persahabatan yang tercermin dengan sikap
saling membantu dan memotivasi untuk berbuat keta’atan kepada Allah,
dan saling mengingatkan dan mencegah dari pelanggaran syari’at-Nya.
Disisi lain ketika teman kita berbuat maksiyat, mengajak pacaran dan
pergaulan bebas, melanggar aturan-Nya, memprovokasi umat untuk
menolak syari’at-Nya, membuat aturan yang bertentangan dengan aturanNya, menggadaikan negeri ini kepada asing dengan kebijakan-kebijakannya,
28
maka seharusnya sikap seorang sahabat adalah dengan mengingatkannya
dan mencegahnya dari melakukan yang demikian tersebut, membiarkannya
atau mensupportnya untuk berlaku dzolim bukanlah sikap seorang kawan
sejati, bahkan ini adalah sikap yang akan mencelakakannya diakhirat kelak.
Kita memang harus siap berkawan dengan siapa saja --meskipun
sebelumnya menjadi musuh kita-- jika Islam menghendaki kita harus
bersatu dengan. Sebaliknya, kita harus sanggup menjadikan siapa pun
sebagai musuh kita --termasuk orang yang sebelumnya amat dekat dengan
kita-- jika mereka menentang Islam, menghalangi dakwah, atau
menyuburkan kemaksiatan, yang oleh karenanya Islam menghendaki kita
menjadikannya sebagai musuh. Jadi, kawan dan lawan tak selalu abadi,
namun kehendak Islamlah yang abadi, dan faktor itulah yang harus kita
jadikan sebagai landasan dalam memilih kawan. Semoga Allah memberikan
kawan-kawan sejati kepada kita, kawan yang bisa menjalani suka-dukanya
kehidupan dalam langkah menggapai ridho Allah SWT.
29
MEMAHAMI HAKIKAT KEMATIAN
Kebanyakan orang menyangka bahwa banyak sebab yang dapat
menimbulkan kematian. Terserang penyakit berbahaya, kecelakaan lalu
lintas, tenggelam karena banjir dll. Namun demikian, kenyataan
menunjukkan bahwa tidak setiap orang yang menderita penyakit
berbahaya, atau mengalami kecelakaan lalu-lintas, tertimpa gedung runtuh
lantas langsung mati, bahkan ada orang yang tadinya mengalami keadaan
seperti itu, dokterpun sudah angkat tangan, namun akhirnya ia sehat wal
‘afiat. Sementara orang yang sebelumnya sehat, tiba-tiba meninggal.
Allah mengabarkan kepada kita bahwa hanya ada satu sebab kematian,
yakni datangnya ajal yang telah ditetapkan saatnya oleh Allah SWT.
ِ‫ل‬
ًِ ‫ِم َؤ َّج‬
َّ ‫وتِإَّالِِب ْذن‬
َ َُ‫َوَماِ َكا َنِلنَ ْفسِأَ ْنَِت‬
ُ ‫ِاّللِكتَ ًاِب‬
"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah
sebagai ketetapan yang tertentu waktunya" (Q.S Ali Imran: 145)
ِ ‫اعةً َِوَالِيَ ْستَ ْقد ُمو َِن‬
َ ‫ِس‬
َ ‫اِجاءَِأ‬
َ ‫فَإ َذ‬
َ ‫َجلُ ُه ْم َِالِيَ ْستَأْخ ُرو َن‬
"Maka jika telah datang ajalnya, mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaatpun dan tidak dapat memajukannya" (QS. al-A'raf:34)
Bila ajal seseorang datang, maka saat itulah dia mati, tidak peduli dia siap
atau tidak, tidak peduli dia sakit atau sehat, tidak peduli dia tua, muda atau
anak-anak. Tidak ada seorangpun yang bisa mencegahnya maupun
memajukannya.
Keyakinan akan kematian seperti ini, merupakan salah satu landasan
kekuatan umat Islam. Dengan keyakinan ini mereka tidak akan takut
menyuarakan dan membela kebenaran walaupun banyak yang menentang
dan mengancamnya, mereka justru berharap kematian mendatanginya saat
dia melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Khalid bin al Walid r.a, sahabat
yang telah menghadapi lebih dari 50 pertempuran besar, pernah hanya
dengan 3 ribu pasukan menghadapi 200 ribu pasukan musuh dalam perang
Mu’tah, pernah hanya dengan 40 ribu pasukan menghadapi 240 ribu
pasukan musuh dalam perang Yarmuk, beliau ternyata meninggal
dipembaringan, menjelang kematiannya beliau berkata:
30
ِ،‫ِأ َْو َِرْميَة ِب َس ْهم‬،‫ِض ْربَة ِب َسْيف‬
َ ‫ِج َسديِشْب ر ِإالَّ َِوفْيه‬
َ ‫اِوَك َذ‬
ُ ‫لَقْي‬
َ ‫ِوَماِِف‬،
َ ً‫اِز ْحفا‬
َ ‫ت ِ َك َذ‬
ِ ِ‫يِاْلُبَ نَاء‬
َ َ‫ِفَل‬،‫تِالعْي ُر‬
ْ ‫َِّن َم‬
َ ‫يِحْت‬
َ ‫ت‬
ُُ ‫تِأ َْع‬
ُ ‫فِأَنْفيِ َك َماَُِيُْو‬
ُ ‫َوَهاِأَ ََّنِأ َُم ْو‬
َ ‫ِعلَىِفَراش‬
"Aku menghadapi banyak pertempuran besar, tidak ada satu jengkalpun di
tubuhku melainkan ada (bekas) pukulan pedang, atau lemparan anak
panah, dan inilah aku, mati di tempat tidur seperti keledai mati. Maka
janganlah tidur mata para pengecut (untuk memperhatikan hal ini baikbaik)" (Siyaru A’lâmin Nubala’, 1/382, Maktabah Syâmilah)
Namun tidak jarang seseorang menganggap bahwa ada selain Allah yang
bisa memperlambat kematian, mengggap bahwa usaha dan harta yang
dimilikinya itulah yang menjamin kehidupannya. Allah menyinggung mereka
dengan menyatakan:
َّ ‫بِأ‬
ُ ‫َويْلِل ُكل‬
َ ‫ِالَّذ‬-ِ‫ُِهََزةِلُ َمَزة‬
ْ ‫َن َِمالَهُِأ‬
َ ‫يِجَ َع َِم ًاال َِو َعد‬
ُ‫َخلَ َدِه‬
ُ ‫ِ ََْي َس‬-ُِ‫َّدِه‬
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan
harta dan menghitung-hitungnya6, dia mengira bahwa hartanya itu dapat
mengekalkannya,” (QS. Al Humazah: 1 – 3)
Ketika harta sudah dianggap mampu menjamin berlangsungnya kehidupan,
ketika dalam dada sudah menancap ketakutan akan kematian, maka tidak
mengherankan jika akhirnya perjuangan ditinggalkan karena dianggap
menghambat penghasilan, kebenaran diabaikan karena dianggap bisa
mengancam keselamatan, penerapan syari’ah dan penegakan khilafah tidak
diprioritaskan karena dianggap mendatangkan ancaman dan kecaman,
akibatnya penjajahpun bebas melenggang menguras kekayaan,
mendangkalkan akidah dan keyakinan, merusak tatanan pergaulan,
menginjak-injak syari’ah Islam, dan semua itu bisa terjadi tanpa perlawanan
yang berarti dari umat Islam. Rasulullah SAW bersabda:
ِ‫ِومِ ْنِقلَّة‬:
ْ ‫اع‬
ْ ‫ك‬
َ ‫ِفَ َق‬،ِ‫ص َعت َها‬
ُ ‫يُوش‬
َ ‫ىِعلَْي ُك ْمِ َك َماِتَ َد‬
َ ‫اع‬
َ ‫ِاِل َُم ُمِأَ ْنِتَ َد‬
ْ َ‫ىِاِلَ َكلَةُِإ َٰلِق‬
َ ‫الِقَائل‬
ِ‫ِاّللُِم ْن‬
َِّ ‫ِولَيَ ْن َز َع َّن‬،
َ َ‫ََْن ُن ِيَ ْوَمَذ؟ِق‬
َّ ‫ِولَكنَّ ُك ْم ِغُثَاء ِ َكغُثَاء‬،
َ ‫ِالسْيل‬
َ ‫ِبَ ْل ِأَنْتُ ْم ِيَ ْوَمَذ ِ َكثري‬:‫ال‬
ِ‫ول‬
َ ‫ِ ََي َِر ُس‬:‫ال ِقَائل‬
َ ‫ِفَ َق‬،ِ ‫ِاّللُِِف ِقُلُوب ُك ُم ِالْ َوْه َن‬
َّ ‫ِولَيَ ْقذفَ َّن‬،
َ ‫ص ُدور‬
ُ
َ ‫ِع ُدوُك ُم ِالْ َم َهابَةَ ِمْن ُك ْم‬
ِ ِ‫ِوَكَراهيَةُِالْ َم ْوت‬،‫ا‬
َ َ‫ِوَماِالْ َوْه ُن؟ِق‬،
َّ
ُ ‫ال‬
َ ‫اّلل‬
َ َ‫ِحبِالدنْي‬:
6
karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah
31
"Hampir-hampir bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam),
layaknya memperebutkan makanan yang berada di mangkuk besar."
Seorang laki-laki berkata, "Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?" beliau
menjawab: "Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun
kalian seperti buih di genangan air. Sungguh Allah akan mencabut rasa
takut kepada kalian dari hati musuh kalian, dan akan menanamkan ke
dalam hati kalian Al wahn." Seseorang lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apa
itu Al wahn?" beliau menjawab: "Cinta dunia dan takut mati.". (HR. Abu
Dawud dari Tsauban dengan sanad shahih)
Sungguh, kalau direnungkan betul-betul, keyakinan akan datangnya
kematian hanya dari Allah, akan mampu mengerem seseorang dari tindak
maksiyat, sekaligus mendorong seseorang untuk senantiasa berbuat ta’at,
menjadikannya berani menghadapi rintangan apapun sekaligus takut
melanggar ketentuan syari’at Allah SWT. Tidak mengherankan jika dalam
Tafsir Rûhul Bayân (3/330), disebutkan bahwa ‘Umar r.a menulis di
cincinnya:
ِ ‫كفىِِبملوتِواعظاَِيِعمر‬
”Cukuplah kematian itu menjadi penasihat wahai ‘Umar.”
Semoga Allah SWT menjadikan kita orang-orang yang dapat memanfaatkan
sisa hidup kita, umur kita, masa muda kita, sehat kita dengan sebaikbaiknya, sebelumnya semua lenyap dan berakhir. Semoga Allah
meneguhkan langkah kita menapaki jalan kebenaran seterjal apapun jalan
itu, dengan penuh keyakinan bahwa tidak ada yang mampu
memudharatkan kita kecuali atas izin Allah ’azza wa jalla.
32
MENELADANI KETEGASAN RASULULLAH SAW
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT
yang telah mengutus Rasul-Nya yang mulia, sebagai rahmat bagi seluruh
alam. Dalam setiap aspek kehidupan, Rasulullah Muhammad SAW adalah
sebaik-baik teladan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al Ahzab
ayat 21:
َِِ‫اّلل‬
َِّ ِ ‫اّللَِ َوالْيَ ْوَِم ِ ْاْلخَِر ِ َوذَ َكَِر‬
َِّ ِ ‫ُس َوةِ ِ َح َسنَةِ ِل َم ِْنِِ َكا َِن ِيَ ْر ُجو‬
َِّ ِ ِ‫لََق ِْدِِ َكا َِن ِلَ ُك ِْم ِِفِ ِ َر ُسول‬
ْ ‫اّلل ِأ‬
ِ ِ‫َكث ًريا‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Rasulullah SAW adalah orang yang sangat lembut dan penyayang. Imam
Bukhâri meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata:
Suatu ketika aku pernah berjalan bersama Rasulullah saw. Beliau saat itu
memakai selendang Najran yang kasar tepinya. Tiba-tiba ada seorang Arab
desa bertemu dengan beliau, lalu menarik selendang beliau dengan kuat,
hingga aku melihat di bagian leher beliau ada bekas ujung selendang itu
akibat kuatnya tarikan tersebut. Orang itu kemudian berkata, “Wahai
Muhammad! Berikanlah kepadaku sebagian dari harta Allah yang ada
padamu.” Rasulullah saw. meliriknya, lalu tersenyum dan memerintahkanku
untuk memberikan sesuatu kepadanya.
Disisi lain Rasulullah sangat tegas dalam menegakkan syari’ah Allah SWT,
beliau tidak berkompromi dalam masalah halal-dan haram, bahkan
terhadap anak kecil, cucu beliau sendiri. Abu Hurairah r.a menceritakan
bahwa Al-Hasan bin Ali, cucu Rasulullah SAW telah mengambil sebagian
kurma sedekah (zakat), lalu memakannya. Maka Rasulullah bersabda:
ِ »‫الص َدقَةَ؟‬
َِ ‫ِأ ََماِ َعل ْم‬،‫ِ ْارمِِِبَا‬،‫«ك ِْخِِك ْخ‬
َّ ِ‫تِأَ ََِّّنَِِالِ ََنْ ُك ُِل‬
33
“Kikh- kikh (tidak boleh, tidak boleh), buang kurma itu! Apakah engkau tidak
tahu bahwa (keluarga) kita tidak boleh memakan harta sedekah (zakat).”
(HR. Muslim)
Kita tidak bisa disebut meneladani Rasulullah SAW kalau kita hanya
mencontoh kelembutan beliau, namun tidak mencontoh ketegasan beliau,
terlebih lagi kalau kita berlemahlembut kepada orang yang melecehkan
Islam, kita baru bisa tegas dan keras kalau orang merugikan kepentingan
pribadi kita. Sungguh sikap seperti ini disindir oleh Al Hâfidz Ibnu Abdil Barr
(w. 463 H) dalam kitab Bahjatul Majâlis:
ِ ِ‫السمْيعِِالْ ُمْبصر‬
َّ ِِ‫ص ْوَرة‬
َّ ِِ‫الر ُجل‬
ُ ِِ‫ِ ِف‬-ًِ‫أَأَخيِإ َِّنِم َِنِالر َجالِِ َِبْي َمة‬
ِ‫ابِبديْنهِِ َِلِْيَ ْشعُ ْر‬
ُِ ‫ص‬
َ ُ‫فطَنِِل ُكلِِ ُمصْي بَةِِِفِِ َمالهِ–ِ َوِإ َذاِي‬
“Wahai saudaraku, sesungguhnya di antara laki-laki (ada) binatang - dalam
bentuk seorang laki-laki yang mendengar dan melihat.
(Dia) cerdas pada setiap musibah yang menimpa hartanya - namun, jika
agamanya yang ditimpa musibah ia tidak pernah merasa.”
Sungguh, dalam pelaksanaan hukum-hukum Allah, Rasulullah SAW bersikap
sangat tegas, beliau tidak kenal kompromi, tidak memandang apakah orang
lain akan menerimanya atau tidak, apakah akan populer ataukah justru akan
dicaci. Rasulullah pernah marah kepada Usamah bin Zaid tatkala melobi
Rasulullah untuk meringankan hukuman wanita dari kabilah Makhzumiyah
yang telah mencuri. Rasulullah juga bersikap tegas dalam memerintahkan
anak-anak untuk shalat, bahkan menyuruh memukul mereka ketika mereka
enggan sholat padahal mereka belum baligh namun sudah berusia 10 tahun.
Rasulullah juga bersikap tegas kepada siapa saja yang melecehkan umat
Islam, beliau mengusir yahudi bani Qainuqa dari Madinah dipicu oleh
pelecehan mereka terhadap satu orang muslimah. Ketika Musailamah yang
mengaku nabi, menulis surat kepada Rasul SAW, antara lain berbunyi :
“Amma ba’du, dari Musailamah utusan Allah kepada Muhammad utusan
Allah. Sesungguhnya bumi ini dibagi dua; separoh untukmu dan separuh
untukku.” Maka dengan tegas Beliau SAW membalas: “Amma ba’du, dari
Muhammad Rasulullah kepada Musailamah si pendusta besar.
34
Sesungguhnya bumi ini milik Alloh. Dia mewariskannya kepada siapapun
yang Dia kehendaki.” Kemudian beliau berkata kepada utusan Musailamah:
ِ ‫تِأ َْعنَاقَ ُك َما‬
ُِ ْ‫ضَرب‬
َِّ ‫ِاّللِلَ ْوَِالِأ‬
َِّ ‫أ ََماِ َو‬
َ َ‫َنِالر ُس َِلَِِالِتُ ْقتَ ُِلِل‬
“Demi Allah, seandainya tidak karena para utusan itu tidak boleh dibunuh,
sungguh telah kupenggal leher kalian berdua!” (HR. Abu Dawud dengan
sanad shahih, juga diriwayatkan Imam Ahmad, Al Bazzar dan Abu Ya’la
dengan sanad hasan).
Khalifah Abu Bakar r.a kemudian berhasil menumpas Musailamah,
pengikutnya banyak yang bertaubat, bahkan istrinya Musailamah akhirnya
taubat menjadi muslim yang baik.
Berlarut-larutnya kasus Ahmadiyah sampai saat ini adalah akibat
ketidaktegasan penguasa dalam mengambil keputusan untuk melarang
ahmadiyah, padahal MUI sudah menegaskan fatwa sesatnya Ahmadiyah,
begitu juga SKB 3 menteri. Semoga Allah memudahkan kita untuk
mencontoh kelembutan sekaligus ketegasan Rasulullah SAW dan
menempatkannya sesuai dengan ketentuan hukum syari’at yang Beliau SAW
bawa.
ِ ِِ‫اّللُِ َغ ُفورِِ َرحيم‬
َِّ ‫اّللُِ َويَ ْغف ِْرِلَ ُك ِْمِذُنُوبَ ُك ِْمِ َو‬
َِّ ِ‫اّللَِفَاتَّبعُوِنِِ َُْيبْب ُك ُِم‬
َِّ ِ‫قُ ِْلِإ ِْنِِ ُكْن تُ ِْمِ ُُتبو َِن‬
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku
(Muhammad SAW), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali 'Imran
31)
35
RASULULLAH S.A.W RAHMAT BAGI SEMESTA
ALAM
Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada
Allah SWT yang telah mengutus Rasul-Nya sebagai pembawa kabar gembira
dan peringatan, sekaligus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah berfirman
dalam surah al-Anbiya’ ayat 107 :
ِ‫ي‬
َ َ‫َوَماِأ َْر َس ْلن‬
َ ‫اكِإَّال َِر َْحَةًِل ْل َعالَم‬
“Dan tiadalah Kami mengutuskan engkau (wahai Muhammad), melainkan
untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”
Kelahiran nabi Muhammad SAW menandai terjadinya perubahan dunia dari
gelapnya kekufuran kepada terangnya keimanan, dari kezaliman jahiliyah
kepada keadilan Islam, dari akal dan nafsu serakah menjadi tunduk dan
patuh pada al-Quran.
Imam Al Baidlowi (w. 685 H) dalam tafsirnya menjelaskan[1] bahwa
diutusnya nabi Muhammad saw sebagai rahmat (kasih sayang Allah) bagi
semesta alam adalah karena risalah yang dibawa Rasulullah SAW
merupakan sebab kebahagiaan mereka, sekaligus sebab kemaslahatan
kehidupan mereka, dunia dan akhirat. Adapun orang kafir juga memperoleh
rahmat, yakni secara tidak langsung mereka mengikuti sebagian ajaranajaran agama Islam, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia[2].
Dengan menjalankan risalah nabi Muhammad SAW inilah rahmat Allah akan
terwujud. Nasab dan kehormatan manusia terjaga dengan diharamkannya
perzinaan dan diharamkannya menuduh orang berzina tanpa
mendatangkan 4 orang saksi, disisi lain Islam memudahkan urusan nikah.
Nyawa manusia terpelihara dengan diharamkannya membunuh dan adanya
hukum qishah dalam masalah pembunuhan dan penganiayaan. Rumah
tangga terpelihara dengan syari’ah yang mengatur pembagian fungsi utama
antara laki-laki dengan wanita, pengaturan nafkah, pengasuhan, serta
syari’ah dalam urusan sosial. Akal manusia terjaga dengan diharamkannya
khamr dan hukuman yang berat bagi muslim peminumnya. Kesejahteraan
juga terjamin dengan aturan syari’ah dalam masalah ekonomi,
diwajibkannya negara menjamin kebutuhan pokok setiap individu rakyat,
dan diharamkannya privatisasi kekayaan milik umum. Disamping itu
36
manusia akan punya visi jauh kedepan yakni meraih kebahagiaan diakhirat,
tanpa melalaikan hidup mereka didunia, bahkan memandang dunia
hanyalah ladang untuk mencari bekal ke akhirat kelak, dan menjadikan
standar kebahagiaan mereka adalah teraihnya ridlo Allah SWT.
Bukan hanya manusia, rahmat ini juga mencakup kepada hewan, dimana
risalah Rasulullah melarang membebani hewan dengan pekerjaan diluar
kemampuannya, melarang membunuh binatang untuk main-main, dan
menyuruh memudahkan dalam penyembelihan. Pendzoliman kepada
hewan juga diancam dengan siksaan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW
dari Ibnu ‘Umar r.a:
ِ‫ِاِل َْرض‬
ْ ‫ِخ َشاش‬
َ ‫اِوَِلِْتَ َد ْع َه‬
ْ َ‫َد َخل‬
َ ‫اِتْ ُك ُلِم ْن‬
ْ ‫ت‬
َ ‫َّارِِفِهَّرة َِربَطَْت َهاِفَلَ ْمِتُطْع ْم َه‬
َ ‫ِامَرأَةِالن‬
“Ada seorang wanita masuk neraka disebabkan mengikat seekor kucing. Dia
tidak memberinya makan dan tidak melepaskannya agar dapat memakan
serangga tanah.” (HR. Bukhory)
Begitu juga rahmat kepada tumbuh-tumbuhan yang dilarang dicabut,
ditebang dan dibakar sesuka hati tanpa aturan walau pun dalam
peperangan.
Islam yang dibawa Rasulullah SAW hanya kan benar benar menjadi rahmat
jika difahami dan diterapkan dalam kehidupan, namun jika tidak maka
sungguh siksa Allah sangat keras. Allah berfirman:
ِ‫يدِالْع َقاب‬
ُ ‫ِالر ُس‬
َّ ‫اِآَت ُك ُم‬
ُ ‫ِشد‬
َ ‫َوَم‬
َ َ‫اِواتَّ ُقواِللاَِإ َّنِللا‬
َ ‫ولِفَ ُخ ُذوهُ َِوَماِنَ َها ُك ْم‬
َ ‫ِعْنهُِفَانتَ ُهو‬
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Q.S. Al Hasyr : 7)
Kegagalan dalam menjadikan diri nabi Muhammad s.a.w sebagai teladan
dalam setiap hal menyebabkan banyak problem yang terjadi disekeliling
kita. Indonesia negeri yang kaya raya alamnya, ternyata 70 juta rakyatnya
hidup dalam kemiskinan, 4 juta anak Indonesia kurang gizi[3], tiap dua hari,
satu warga jakarta bunuh diri[4] , sementara kekayaan alamnya terus
menerus diserahkan kepada asing dengan mengatas namakan investasi.
Begitu juga dalam masalah hukum, 148 kepala daerah sekarang ini jadi
tersangka korupsi, diantaranya adalah 17 Gubernur[5].
37
Sungguh, saat ini umat memerlukan pemimpin yang jujur dan amanah serta
membela kepentingan rakyat, namun lebih dari itu umat sangat
memerlukan pemimpin yang menjadikan risalah Beliau SAW sebagai
pedoman kebijakan. Masalah negeri ini bukan hanya masalah orang, namun
masalah sistem aturan yang sudah jauh dari risalah yang dibawa Rasulullah
SAW. Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk meneladani
Rasulullah dalam setiap aspek kehidupan sehingga rahmat Allah benarbenar tercurah kepada kita semua.
38
MENGGAPAI HIDUP BERKAH DENGAN SYARI’AH
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT,
yang dengan kasih sayang-Nya telah menurunkan syari’ah Islam yang agung
untuk mengatur kehidupan umat manusia. Dengan iradah-Nya, Dia
memberikan pilihan kepada manusia untuk ta’at atau durhaka. Allah tidak
berhajat kepada keta’atan seluruh makhluq-Nya, sebaliknya kitalah yang
berhajat kepada-Nya, berhajat untuk menta’ati-Nya, karena keta’atan kita
akan berakibat baik bagi kita, sebaliknya kedurhakaan kepada-Nya tidak
mengurangi kemuliaan-Nya, justru kedurhakaan akan berakibat buruk bagi
pelakunya. Allah SWT berfirman:
…ِ‫َسأْ ُِْتِفَلَ َها‬
ْ ‫َح َسْن تُ ِْمِأ‬
ْ ‫إ ِْنِأ‬
َ ‫َح َسْن تُ ِْمِِلَنْ ُفس ُك ِْمِ َوإ ِْنِأ‬
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan
jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al
Isra’ : 7)
ِ‫ضِالَّذيِ َعملُواِلَ َعلَّ ُه ِْم‬
َِ ‫تِأَيْديِالنَّاسِِليُذي َق ُه ِْمِبَ ْع‬
ِْ َ‫ادِِفِِالْبَِرِِ َوالْبَ ْحرِِِبَاِِ َك َسب‬
ُِ ‫ظَ َهَِرِالْ َف َس‬
ِ ِ‫يَ ْرجعُو َِن‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar Ruum : 41)
Imam Al Qurthuby, seorang ahli tafsir yang wafat tahun 671 H, ketika
menjelaskan makna kerusakan (fasad) mengutip perkataan Ibnu Abbas r.a,
yakni:
ِ .‫صا ُِنِاِلْبَ َرَكةَِِب َْع َمالِِالْعبَادِِ َك ِْيِيَتُوبُوا‬
َ ‫ُه َوِنُ ْق‬
“Kerusakan adalah berkurangnya berkah karena perbuatan hamba, agar
mereka bertaubat.”
An Nahhâs menyatakan:
39
ِ ِ‫يلِِفِِ ْاْليَة‬
َِ ‫َح َس ُِنِ َماِق‬
ْ ‫َوُه َِوِأ‬
“Dan dia (pernyataan Ibnu abbas ini) adalah ungkapan terbaik tentang ayat
ini.”
Sungguh, sekali-kali Allah tidak pernah berdusta, mungkin dengan
bergelimangnya maksiyat, seseorang masih bisa meraih banyak kekayaan,
namun merupakan kepastian bahwa kekayaan tersebut semakin kurang
berkahnya. Semakin kaya semakin sempit hidupnya, semakin tinggi
kedudukannya dimata manusia semakin kering jiwanya, semakin bersinar
karirnya semakin gundah hatinya, semakin bermasalah rumah tangganya,
semakin susah anaknya untuk dididik, atau semakin lalai dia dari
kewajibannya kepada Allah SWT.
Bila kedurhakaan merata ditengah suatu bangsa, penguasa mengabaikan
syari’ah-Nya,
terlebih
lagi
kalau
mereka
menghalang-halangi
tertegakkannya syari’ah-Nya, maka sungguh semakin lenyaplah berkah dari
kehidupan bangsa tersebut. Bukankah sudah nampak jelas negeri yang
alamnya kaya raya ini harus senantiasa menghiba untuk mendapat utangan
pihak lain, yang tiap tahun utangnya semakin menumpuk? Sementara
sumber daya alamnya semakin banyak jatuh ke tangan asing? Disisi lain
ribuan rakyatnya bunuh diri tiap tahun, jutaan yang sakit jiwa, belum lagi
hampir separuh penduduknya yang miskin? Belum cukupkah hal ini
membuktikan hilangnya berkah akibat menyimpang dari syari’ah-Nya?
Belum cukupkah semua ini untuk menyadarkan bangsa ini agar segera
mencampakkan sistem hukum penjajah, kemudian segera menggantinya
dengan syari’ah-Nya? Masihkah ragu dengan sabda Rasulullah SAW:
ِ ‫اّللُِ ََبْ َس ُه ِْمِبَْي نَ ُه ِْم‬
َِّ ِ‫اّللُِإَِّالِ َج َع َِل‬
َِّ ِ‫اّللِ َويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَِل‬
َِّ ِِ‫ِوَماِ َِلِْ َُْت ُك ِْمِأَئ َّمتُ ُه ِْمِبكتَاب‬...
َ
“… Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali
Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no.
4009 dengan sanad Hasan)
Sungguh keberkahan hidup hanya ada ketika kita menjadikan syari’ah Allah
sebagai aturan hidup keseharian kita, aturan yang mengatur individu,
masyarakat maupun bangsa. Berkahnya wahyu Allah akan bisa dirasakan
40
ketika hidup ini diorientasikan hanya untuk menggapai ridlo Allah SWT ,
untuk memperjuangkan syari’ah-Nya dan bersatu dalam perlombaan untuk
menta’ati-Nya. Namun jika umat sudah abai, acuh, dan justru lebih
mementingkan harta, karir dan jabatannya, maka dicabutlah berkah dari
mereka, dan mereka akan merasakan kerusakannya. Dalam hal ini Allah
menyatakan:
ِ‫ضِالَّذيِ َعملُواِلَ َعلَّ ُه ِْمِيَ ْرجعُو َِن‬
َِ ‫ليُذي َق ُه ِْمِبَ ْع‬
“Supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar
Ruum : 41)
Allah menyatakan
‫ض ِالَّذي ِ َعملُوا‬
َِ ‫( بَ ْع‬sebagian (akibat) perbuatan mereka)
karena sesungguhnya balasan kedurhakaan yang lebih berat adalah balasan
di akhirat, kalau mereka tidak bertaubat.
Tidak ada jalan lain untuk hidup berkah kecuali dengan menjadikan hidup ini
mengabdi hanya kepada Allah SWT & menjadikan hidup ini penuh
perjuangan untuk tegaknya risalah-Nya. Moga-moga Allah menjaga dan
membantu kita menapaki jalan yang diridloi-Nya tanpa takut celaan orangorang yang suka mencela.
ِ‫الس َماءِِ َو ْاِل َْرضِِ َولَك ِْنِِ َك َّذبُوا‬
َِّ ‫َولَ ِْوِأ‬
َّ ِ‫َنِأ َْه َِلِالْ ُقَرىِ َآمنُواِ َواتَّ َق ْواِلََفتَ ْحنَا ِ َعلَْيه ِْمِبََرَكاتِِم َِن‬
ِ ‫َخ ْذ ََّن ُه ِْمِِبَاِِ َكانُواِيَكْسبُو َِن‬
َ ‫فَأ‬
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf : 96)
41
MENJADI UMAT TERBAIK DENGAN SYARI’AH
Qatadah menceritakan bahwa suatu ketika Khalifah Umar ibnul Khattab r.a.
sedang melakukan ibadah haji, ia melihat adanya gejala hidup santai dan
kehidupan yang menyenangkan pada manusia. Lalu Beliau membacakan
firman-Nya:
ِ‫ِعنِالْ ُمْن َكر َِوتُ ْؤمنُِو َنِِب َّّلل‬
َ ‫تِللنَّاس‬
ْ ‫ُخر َج‬
ْ ‫ِخْي َرِأ َُّمةِأ‬
َ ‫ِتْ ُم ُرو َنِِبلْ َم ْع ُروف َِوتَْن َه ْو َن‬
َ ‫ُكْن تُ ْم‬
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman
kepada Allah…” (Ali Imran: 110)
Kemudian beliau berkata,
ِ ‫اّللِف َيها‬
َِّ ِ‫ط‬
َِ ‫ِش ْر‬
ْ ‫ِهذه‬
َ ‫ِاِل َُّمةِفَ ْليُ َؤد‬
َ ‫ِسَّرهُِأَ ْنِيَ ُكونِم ْن‬
َ ‫َم ْن‬
"Barang siapa yang ingin dirinya termasuk golongan umat ini, hendaklah ia
menunaikan syarat yang ditetapkan oleh Allah di dalamnya."(Riwayat Ibnu
Jarir dikutip oleh Ibnu Katsir)
Mungkin kita bertanya-tanya, sepertinya syarat untuk menjadi umat terbaik
sudah dipenuhi, saat ini ‘amar ma’ruf nahi munkar sudah biasa kita
saksikan, suasana keimanan juga sudah kita rasakan, namun mengapa
kondisi umat Islam sebagai suatu umat masih sangat memprihatinkan?
Angka kemiskinan masih sangat tinggi, korupsi menjadi jadi, indeks
pembangunan manusia Indonesia menurun dari peringkat 109 menjadi 111,
orang stress juga meningkat, 26 juta penduduk Indonesia menderita
gangguan jiwa7, 2,5 juta tertampung di rumah sakit jiwa8, 50 ribu orang
Indonesia bunuh diri antara tahun 2005 – 2007, belum termasuk 40 orang
tiap hari yang mati akibat overdosis narkoba9, sementara di negeri lain umat
Islam juga masih banyak yang dibunuhi, dilecehkan kehormatannya, dan
dihina keyakinannya.
Kalau kita mau jujur, walaupun penampakan syarat-syarat untuk menjadi
umat terbaik sudah terlihat, namun apa yang dilihat oleh Umar r.a makin
menggejala saat ini, kemewahan dunia telah melalaikan sebagian umat dari
ِ Laporan WHO, tahun 2006
ِ Depkes RI
9
ِ http://www.polkam.go.id/polkam/berita.asp?nwid=108 , 16 Maret 2007
7
8
42
tugas utamanya mengemban Islam, akibatnya Islam hanya kita beri sisa-sisa
waktu kita, itupun kalau tersisa. Kalau Khalifah Umar r.a menasehati umat
Islam saat itu agar jangan terlena dengan kemewahan, beliau memberi
contoh terbaik tentang kesederhanaan, saat ini kita melihat yang
sebaliknya, kemewahan seolah-olah menjadi kebanggaan ditengah
penderitaan umat yang berkepanjangan.
Disisi lain ‘amar ma’ruf nahi munkar yang kita lakukan masih banyak belum
menyentuh akar masalah, kita disibukkan memberantas perzinaan
sementara kita lalai untuk menyelesaikan UU yang melegalkan perzinaan,
kita sibuk membentengi aqidah umat namun kita lalai memperbaiki sistem
dan UU yang justru membolehkan perusakan aqidah umat, kita sibuk
membina umat agar tidak melakukan tindak kriminal sementara kita lalai
memperbaiki sistem yang justru membuat orang-orang menjadi kriminal,
kita sibuk berusaha membantu orang-orang miskin sementara kita lalai
bahwa kita punya kekayaan alam yang sangat melimpah dan kita lalai
mengusir penjajah yang dengan modal UU akhirnya menjarah kekayaan
milik rakyat secara legal. Bagaimana bisa kita mengharap menjadi umat
terbaik kalau syarat-syaratnya belum kita laksanakan dengan optimal?
Syarat keimanan juga belum dilaksanakan dengan optimal, Al Qur’an &
syari’at Islam masih dipilih-pilih, seolah-olah manusia lebih pintar membuat
aturan sendiri dibandingkan aturan Allah SWT. Padahal sungguh tidak ada
hukum yang lebih baik bagi manusia, baik dia mukmin atau tidak, selain
syari’ah Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
ِ ‫ِخريِِلهلهاِمنِأنِ ُُيطَرواِأربعيِصباحا‬،‫َِلَ ٌِّدِيقامِِفِاِلرض‬
“Sungguh satu hukum yang ditegakkan dibumi lebih baik bagi penduduknya
daripada mereka diberi hujan 40 pagi.” (HR Ahmad dan An Nasa’i dari Abu
Hurairah)
43
UMAT ISLAM HARUS SIAP BERKORBAN
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah kapan dan dimanapun
kita berada, dengan senantiasa seoptimal mungkin mengerjakan segala
perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-Nya, dan mengorbankan
sebagaian kesenangan kita untuk memperjuangkan risalah-Nya.
Pengorbanan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap manusia, tidak
ada seorang pun dalam hidupnya yang tidak pernah melakukan
pengorbanan. Ada yang mengorbankan sebagian besar waktunya, pergi pagi
pulang petang, untuk memperoleh uang. Begitu pula ada yang
mengorbankan uangnya untuk mendapatkan jabatan, pekerjaan, atau
kesenangan yang lain.
Pengorbanan dapat dikatakan benar menurut akal sehat jika memenuhi dua
syarat:
Pertama, jika mashlahat yang ingin kita raih lebih besar daripada sesuatu
yang kita korbankan. Adalah merupakan kebodohan kalau ada yang
mengorbankan sesuatu yang berharga hanya untuk mendapatkan sesuatu
yang hina.
Kedua, kerugian/madharat yang akan kita tanggung lebih besar daripada
apa yang kita korbankan.
Dalam pandangan Islam, tidak ada kemashlahatan yang lebih besar selain
dengan menta’ati Allah guna meraih ridho-Nya. Tidak ada kemudlorotan
dan kecelakaan yang lebih besar dari pada mendapatkan murka Allah SWT.
Tolok ukur keberislaman seseorang adalah sejauhmana pengorbanan yang
bisa dia berikan demi menjalankan dan memperjuangkan tegaknya syari’ah
Allah SWT, juga sejauh mana pengorbanan yang mampu dia berikan untuk
menghindari larangan-Nya.
Sebuah pengorbanan yang luar biasa, dicontohkan oleh keluarga Ibrahim
a.s. Bagaimana tidak, putra yang sudah dinantikan dan didambakan
kelahirannya, yang diharapkan kelak menjadi penerus keturunan dan
perjuangannya, yang baru tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, tampan,
dan menawan, justru diperintahkan oleh Allah Swt untuk disembelih. Nabi
Ibrahim dan Hajar bersedia mengorbankan anaknya, Ismail mengorbankan
nyawanya semua dilakukan hanya untuk mengabdi kepada Allah Swt.
Pengorbanan untuk menghindari kemurkaan Allah juga dicontohkan oleh
Nabi Yusuf as. Beliau harus rela dipenjara hanya karena tidak mau berbuat
44
maksiyat dengan wanita cantik dan terhormat, yakni majikannya sendiri.
Allah abadikan kisah ini dalam Al Qur’an:
ِ‫ب ِإلَْيه َِّن‬
َ َ‫ق‬
ْ ‫صر‬
ََّ ‫َحب ِإ‬
َ ‫ف‬
ْ ‫ِعّن ِ َكْي َد ُه َّن ِأ‬
ْ َ‫َل ِِمَّاِيَ ْدعُونَّن ِإلَْيه َِوإَّال ِت‬
َ ‫ال َِرب ِالس ْج ُن ِأ‬
ُ ‫َص‬
ِ‫ي‬
ْ ‫َوأَ ُك ْنِم َن‬
َ ‫ِاْلَاهل‬
Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada
memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari
padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi
keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh."
(Qs. Yusuf: 33)
Dua kejadian tersebut merupakan cermin bagi kita untuk berkaca, sudahkah
kita mengorbankan sebagian kesenangan kita untuk taat kepada Allah?
Sudahkah kita siap menerima resiko untuk menghindari perbuatan maksiyat
kepada Allah? Bandingkan pengorbanan kita kepada profesi, jabatan dan
pekerjaan kita dengan pengorbanan kita kepada Allah.
Setiap hari kita bisa memberikan 1/3 dari waktu kita bahkan lebih, tenaga,
pikiran dan berbagai potensi kita untuk mendapatkan kemashlahatan
berupa gaji atau penghasilan lainnya. Apakah gaji dan imbalan yang kita
terima telah setimpal dengan pengorbanan yang kita berikan kepada profesi
kita?
Jika kita sudah merasa puas dengan yang kita peroleh dari pengorbanan
kepada profesi kita, mungkinkah kita dapat menikmati penghasilan dan
fasilitas yang kita dapatkan bila Allah mencabut satu saja kenikmatan-Nya
dari kita? Mencabut kemampuan lidah kita untuk merasa, atau mencabut
kemampuan telinga atau mata kita?
ِ‫يلِ َّماِتَ ْش ُك ُرو َن‬
ًِ ‫ارِ َو ْاِلَفَْ َدَِةِقَل‬
َِ ‫ص‬
َّ ِ‫َنشأَ ُك ِْمِ َو َج َع َِلِلَ ُك ُِم‬
َ ‫قُ ِْلِ ُه َِوِالَّذيِأ‬
َ ْ‫الس ْم َِعِ َو ْاِلَب‬
"Katakanlah: 'Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati.' (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur."
(Qs. Al-Mulk: 23)
Kalau untuk mendapatkan penghasilan dan fasilitas didunia kita bisa
mengorbankan waktu, tenaga, & pikiran kita, padahal yang kita dapatkan
itupun belum tentu bisa kita nikmati kalau Allah mencabut saja salah satu
fungsi organ tubuh kita, maka sungguh sangat logis jika seorang muslim
mengorbankan apa saja untuk ta’at kepada Allah SWT, karena apa yang
45
dikorbankan itupun hakikatnya adalah pemberian Allah, dan Dia akan
menggantinya, disamping itu Allah menyediakan balasan yang jauh sangat
lebih besar, bahkan dari dunia dan isinya sekalipun. Dalam hadits qudsy
Allah berkata:
ِِ‫ ِ َو ِالَ ِ َخطََِر ِ َعلَى ِقَ ْلب‬،‫ت‬
ِ ْ ‫ ِ َما ِ ِالَ ِ َع‬،‫ي‬
ُِ ‫أ َْع َد ْد‬
َّ ِ ‫ت ِلعبَادي‬
ْ ‫ي ِ َرأ‬
ْ ‫ ِ َو ِالَ ِأُذُنِ ِ ََس َع‬،‫َت‬
َ ‫الصاِل‬
ِ}‫ي‬
ِ ُ ‫ُخف َِي ِ َِلُِْم ِم ِْن ِقَُّرةِ ِأ َْع‬
ِ َ‫ِ{ف‬:‫اقْ َرءُوا ِإ ِْن ِشَْ تُ ِْم‬:َِ‫ال ِأَبُو ِ ُهَريْ َرة‬
َِ َ‫ ِق‬.‫بَ َشر‬
ْ ‫لَِتَ ْعلَ ُِم ِنَ ْفسِ ِ َما ِأ‬
ِ "ِ]17ِ:‫[السجدة‬
"Aku telah siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh, kenikmatan yang
tiada mata yang pernah menyaksikannya, tiada telinga yang pernah
mendengarnya, dan tiada pernah terbetik dalam hati manusia. " Abu
Hurairah r.a berkata: Bila kalian mau, silahkan baca firman Allah: "{Tiada
seorangpun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu
(bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata}"
(Muttafaqun 'alaih)
Pantaskah kita merasa ringan dalam menjalani profesi pekerjaan kita,
namun merasa berat untuk menjalankan aturan-aturan Allah SWT, merasa
berat membela dan memperjuangkan tegaknya syari’ah-Nya dalam
kehidupan kita ini. Padahal Allah SWT berfirman:
ِ‫ين ِ َآمنُوِاِْ ْاد ُِخلُوِاِِْفِ ِالس ْلمِِِ َكآفَِّةً ِ َو ِالَِتَتَّبعُوِاِْ ُخطَُواتِ ِالشَّْيطَانِ ِإن َِّهُ ِلَ ُك ِْم ِ َع ُد ٌِّو‬
َِ ‫ََِي ِأَي َها ِالَّذ‬
ِ ِ‫مبي‬
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaithan.
Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu." (Qs. Al Baqarah:
208)
Berkenaan dengan ayat ini Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan:
ِِ‫ِأ ِْنِ ََيْ ُخ ُذواِِبَميعِِعَُرىِ ْاْل ْس َلم‬:ِ‫يِبَر ُسوله‬
َِ ‫صدق‬
َِ ‫اٰلِآمًراِعبَ َادِهُِالْ ُم ْؤمن‬
َِ ‫ولِتَ َع‬
ُِ ‫يَ ُق‬
َ ‫يِبهِِالْ ُم‬
ِ .‫ك‬
َِ ‫اعواِم ِْنِ َذل‬
ُ َ‫استَط‬
ْ ِ‫ِ َوتَ ْركِِ َجيعِِ َزَواجرهِِ َما‬،‫ِ َوالْ َع َملِِِبَميعِِأ ََوامره‬،‫َو َشَرائعه‬
46
"Allah Ta'ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya
dan percaya dengan para utusan-Nya, agar dengan sekuat daya dan upaya
mereka mengamalkan seluruh ikatan Islam, dan syari'atnya. Hendaknya
mereka mengamalkan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan
segenap kemampuan mereka"
Semoga Allah swt menjadikan kita orang-orang yang sanggup dan senang
berkorban untuk mentaati dan memperjuangkan semua perintah-Nya,
menguatkan kita dalam meninggalkan semua larangan-Nya, dan menjadikan
kita ridho dengan segala ketentuan-Nya.
47
KEHINAAN & KEMULIAAN UMAT
Ketika pembukaan al-Quds, saat itu khalifah Umar r.a menuju kesana untuk
serah terima kunci Palestina dari penduduknya yang sukarela bergabung
dengan khilafah Islam. Thariq bin Syihab menceritakan bahwa turut pula
Abu Ubaidah bin Al Jarrah r.a. Saat melewati arungan sungai, ‘Umar r.a
turun dari untanya dan kemudian melepas kedua sepatunya, meletakkan
kedua sepatunya tersebut dipundaknya, memegang tali kekang untanya lalu
menyebrangi sungai. Maka Abu ‘Ubaidah selaku panglima perang yang
membuka al-Quds berkata: Wahai amiirul mukminin, engkau melakukan hal
ini? Melepas kedua sepatumu, meletakkan kedua sepatumu dipundakmu,
memegang tali kekang untamu lalu menyebrangi sungai? Sesungguhnya
penduduk negeri (Palestina) berdiri (menunggu) menyambut engkau”.
Abu ‘Ubaidah merasa bahwa penampilan khalifah ‘Umar yang lusuh adalah
suatu kehinaan, atau minimal tidak pantas kalau dilihat penduduk Palestina
yang menyambutnya. Maka Khalifah ‘Umar menjawab: “Wahai Abu
Ubaidah, seandainya bukan engkau yang melontarkan ungkapan ini. Lalu
‘Umar menyambung:
ِ َ‫بِالْعَّزَةِبغَ ْري َِماِأ ََعَّزََّنِللاُِبهِأَ َذلَّن‬
َ ‫إَّنَِّ ُكنَّاِأَ َذ َِّلِقَ ْومِفَأ‬
ُ‫اِللا‬
ُ ُ‫َعَّزََّنِللاُِِبْل ْسلَمِفَ َم ْه َماِنَطْل‬
“Sesungguhnya kita dulu adalah kaum yang hina, kemudian Allah muliakan
kita dengan Islam, bilamana kita mencari kemuliaan selain dengan yang
Allah telah muliakan kita, maka Allah pasti akan menghinakan kita.” (HR. Al
Hakim dengan sanad shahih menurut Bukhory dan Muslim, disepakati oleh
Adz Dzahabi).
Allah pasti akan menghinakan kita kalau kita mengejar kemuliaan dengan
berpaling dari syari’ah Allah, mungkin Allah akan memberikan kemuliaan
semu kepada kita, namun kemuliaan semu tersebut akan segera berakhir
dengan penyesalan. Allah berfirman:
ِ‫َخ ْذ ََّن ُِه ْم‬
َ ‫ابِ ُكل‬
َ َ‫اِماِذُك ُرواِبهِفَتَ ْحن‬
َ ‫ِح َّّتِإذَاِفَر ُحواِِبَاِأُوتُواِأ‬
َ ‫اِعلَْيه ْمِأَبْ َو‬
َ ‫ِش ْيء‬
َ ‫فَلَ َّماِنَ ُسو‬
ِ‫ِمْبل ُسو َن‬
ُ َ‫بَ ْغتَةًِفَإذ‬
ُ ‫اِه ْم‬
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada
mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk
mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah
48
diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong,
maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’aam: 44)
Perjalanan waktu telah membuktikan kebenaran apa yang dikatakan Allah.
Amerika Serikat, negara penjajah pembantai jutaan kaum muslimin, negara
yang membolehkan homo seksual, saat ini benar-benar tenggelam dalam
krisis utang besar di atas 90% dari PDB[1], kondisinya lebih parah daripada
apa pun yang negara itu pernah alami sejak era The Great Depression
(malaise, 1930). Departemen Pertanian AS menyatakan bahwa sekitar 50
juta orang Amerika tidak mampu membayar makanan yang cukup di tahun
2009. Menurut Kapten William Finley, kepala cabang lokal dari Salvation
Army, orang-orang yang dulunya kaya, yang telah kehilangan rumah
mereka, kini terpaksa tidur di mobil mahal mereka yang diparkir di sudutsudut kota [2].
Adalah sangat ajaib, kalu ada yang masih saja mencari kemuliaan dengan
menjilat musuh mereka, menyambut mereka bak tamu agung yang akan
menyelesaikan problem umat ini, padahal krisis yang menimpa Amerika
jauh lebih besar daripada yang menimpa kita, utang luar negeri Amerika
saja sudah 13 trilyun dolar AS[3], (= Rp. 117.000 trilyun, dengan kurs 1 dolar
= 9 ribu), hampir 60 kali lipat utang Indonesia yang sekitar Rp. 2000 trilyun.
Sungguh sebagai pribadi maupun sebagai bangsa, kemuliaan tidak akan
diraih kalau justru dengan berpaling dari aturan-aturan Allah SWT,
bagaimana mungkin kita menghendaki kemuliaan kalau justru kita
menentang perintah Dzat Pemilik Kemuliaan? Bagaimana mungkin kita
menghendaki kemuliaan namun kita mencari kemuliaan tersebut dari
orang-orang yang dihinakan Allah akibat kemaksiyatan mereka? Justru
kehinaan yang akan diperoleh ketika umat ini mengikuti prilaku orang-orang
kafir, baik prilaku dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun
pemerintahannya. Allah berfirman:
َّ
ُِ‫ِالصال ُح ِيَ ْرفَعُه‬
َّ ‫ب َِوالْ َع َم ُل‬
َ ُ‫يد ِالْعَّزَة ِفَللَّه ِالْعَّزة‬
ُ ‫َم ْن ِ َكا َن ِِيُر‬
ْ َ‫ِج ًيعا ِإلَْيه ِي‬
ُ ‫ص َع ُد ِالْ َكل ُم ِالطي‬
َّ
ِ‫ور‬
َّ ‫ينُِيَْ ُك ُرو َن‬
َ ‫ِع َذاب‬
َ ََ‫ِشديد َِوَمك ُْرِأُول‬
َ ‫ِالسيََاتِ َِلُْم‬
ُ‫ك‬
ُ ُ‫ِه َوِيَب‬
َ ‫َوالذ‬
“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah
kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang
baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang
merencanakan kejahatan, bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat
mereka akan hancur.” (QS. Faathir 100)
49
َّ
ِ‫ِّلل‬
َّ ‫ي ِأَيَْب تَ غُو َن ِعْن َد ُه ُم ِالْعَّزَة ِفَإ َّن ِالْعَِّزَة‬
ُ ‫ين ِأ َْوليَاءَ ِم ْن‬
َ ‫ِدون ِالْ ُم ْؤمن‬
َ ‫ين ِيَتَّخ ُذو َن ِالْ َكافر‬
َ ‫الذ‬
ِ‫َج ًيعا‬
“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi temanteman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah
mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua
kekuatan kepunyaan Allah.” (QS. An Nisaa’: 139)
Semoga Allah memberikan kemuliaan kepada kita karena Islam dan
memuliakan Islam dengan kita.
50
HANCURNYA SEBUAH BANGSA
Sesunguhnya, sesuai dengan iradah Allah SWT, kejayaan dan kemuliaan
suatu bangsa terletak pada sejauh mana ketaatan mereka kepada Allah
SWT. Sedangkan kehancuran suatu bangsa disebabkan enggannya mereka
menjalankan syari’ah Allah, atau mereka menjalankan syari’ah Allah namun
mereka memilih milih yang sesuai keinginannya saja yang diterapkan,
sedangkan yang menurut pandangan mereka tidak relevan maka akan
dicampakkan, atau disebabkan mereka menerapkan hukum Allah SWT,
namun hukum Allah hanya diberlakukan kepada sebagian kalangan,
sementara kepada kalangan yang lain tidak.
Berkaitan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda:
ِ ‫اّللُِ ََِبْ َس ُه ِْمِبَْي نَ ُه ِْم‬
َِّ ِ‫اّللُِإَِّالِ َج َع َِل‬
َِّ ِ‫اّللِ َويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَِل‬
َِّ ِِ‫َوَماِ َِلِْ َُْت ُك ِْمِأَئ َّمتُ ُه ِْمِبكتَاب‬
“Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali
Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no.
4009 dengan sanad Hasan)
Imam Bukhori meriwayatkan bahwa seorang perempuan telah mencuri
pada masa Rasulullah SAW setelah futuh Makkah. Kemudian kaumnya
minta tolong kepada Usamah ibn Zaid. Urwah (periwayat hadits ini) berkata:
ketika Usamah mengatakan hal ini berubahlah wajah Rasulullah SAW
(pertanda bangkit emosinya), Beliau pun bersabda:
ِ ‫اّلل‬
َِّ ِِ‫أَتُ َكل ُمّنِِِفِِ َحدِِم ِْنِ ُح ُدود‬
“Apakah kamu akan mengatakan(mengajakku kompromi) dalam satu
hukum di antara hukum-hukum Allah?” Usamah berkata:
ِ ‫اّلل‬
َِّ ِ‫ول‬
َِ ‫استَ ْغف ِْرَِلِِ ََِيِ َر ُس‬
ْ
“Mohonkan ampun untukku wahai Rasulullah.” Kemudian Rasulullah SAW
berpaling lalu berdiri dan berkhutbah dengan memuji Allah kemudian
bersabda:
51
ِ‫ق‬
َِ ‫وهُ ِ َوإ َذا ِ َسَر‬
ِ ‫يف ِتَ َرُك‬
ُِ ‫ق ِفيه ِْم ِالشَّر‬
َِ ‫َّاس ِقَ ْب لَ ُك ِْم ِأَن َُّه ِْمِِ َكانُوا ِإ َذا ِ َسَر‬
َِ ‫ك ِالن‬
َِ َ‫أ ََّما ِبَ ْع ُِد ِفَإََّّنَا ِأ َْهل‬
ِِ‫ت ِ ُُمَ َّمد‬
َِ ‫َن ِفَاط َمةَِ ِبْن‬
َِّ ‫س ِ ُُمَ َّمدِ ِبيَدهِ ِلَ ِْو ِأ‬
ُِ ‫اِلَ َِّد ِ َوالَّذي ِنَ ْف‬
ُِ ‫فيه ِْم ِالضَّع‬
ْ ِ ِ‫يف ِأَقَ ُاموا ِ َعلَْيه‬
ِ ‫تِيَ َد َها‬
ُِ ‫تِلََقطَ ْع‬
ِْ َ‫َسَرق‬
“Amma Ba’du, sesungguhnya hancurnya manusia (umat) sebelum kalian
karena apabila ada yang mencuri dari kalangan bangsawan mereka,
mereka membiarkannya, dan apabila yang mencuri dari kalangan lemah,
mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Dzat yang diri
Muhammad di tangan-Nya seandainya Fathimah anaknya Muhammad
mencuri pasti aku potong tangannya.”
Lalu Rasulullah SAW menyuruh memotong tangan perempuan tersebut,
selanjutnya perempuan tersebut bertaubat dengan taubat yang bagus,
setelah kejadian tersebut wanita itu menikah. Aisyah r.a berkata: Wanita itu
datang setelah kejadian itu dan dipenuhi kebutuhannya oleh Rasulullah
SAW.
Jika hukum syari’ah yang dipakai namun pelaksanaannya membedakan yang
mulia dengan yang lemah saja dikatakan Rasulullah SAW sebagai penyebab
hancurnya umat terdahulu, lalu bagaimana jika hukum syari’ah
dicampakkan, lalu memakai aturan penjajah dan dalam menjalankan aturan
penjajah itupun yang kuat dibedakan dengan yang lemah? Konglomerat
dibedakan dengan rakyat yang melarat? Untuk membantu Bank Century
dikucurkan dana sebesar 6,7 trilyun rupiah (dari pengajuan awal 600-an
milyar rupiah), bahkan untuk BLBI sampai 600 trilyun rupiah. Sementara
untuk gempa Sumbar hanya diberi bantuan Rp. 100 milyar. Lihat pula ketika
seorang nenek tua di Kabupaten Banyumas kedapatan mencuri tiga buah
kakao—yang harga ketiganya tidak sampai Rp. 3000—harus dihukum 1,5
bulan atau seorang warga Kediri yang kedapan mencuri sebuah semangka
terancam hukuman 5 tahun penjara bandingkan dengan Robert Tantular
yang mencairkan deposito valas milik Boedi Sampurna 18 juta dolar AS (Rp.
180 milyar) tanpa seizin pemiliknya dan menyalurkan kredit sebesar Rp.
121,3 milyar tanpa prosedur yang benar hanya divonis 4 tahun penjara.
Dalam sistem kapitalisme sekuler seperti saat ini, persamaan perlakuan
terhadap yang kuat dengan yang lemah adalah sebuah mimpi. Hal ini terjadi
52
karena setiap orang yang ingin menduduki jabatan kekuasaan harus
mengeluarkan uang dalam jumlah besar, sehingga ia harus mencari
dukungan sponsor dari para pemilik modal dalam pencalonannya. Di sisi lain
pemilik modal juga tidak mau membantu kecuali ada ” balas jasa” dari orang
yang didukungnya, walhasil akan sulit mendudukkan pemodal tersebut
secara adil didepan hukum penjajah sekalipun, bahkan hukum pun bisa
dipesan sesuai dengan kepentingan pemilik modal.
Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan bangsa yang belum berusia 70
tahun ini kecuali dengan menerapkan seluruh hukum Allah SWT tanpa pilihpilih, menerapkannya keseluruh individu tanpa membedakan yang kaya
dengan yang miskin. Sungguh telah terlihat jelas tanda-tanda kehancuran
mengintai bangsa ini, tingkat kemiskinan yang semakin tinggi, kemusyrikan
yang menyebar, angka bunuh diri yang senantiasa bertambah, serta
rusaknya generasi akibat narkoba dan pergaulan bebas seharusnya sudah
cukup untuk menyadarkan kita semua agar berupaya sekuat tenaga
memperjuangkan tegaknya syari’ah Allah dimuka bumi ini. Hanya Islamlah
satu-satunya sistem akan menyelamatkan kita tidak hanya di dunia, namun
juga di akhirat kelak.
ِ‫الس َماءِِ َو ْاِل َْرضِِ َولَك ِْنِِ َك َّذبُوا‬
َِّ ‫َولَ ِْوِأ‬
َّ ِ‫َنِأ َْه َِلِالْ ُقَرىِ َآمنُواِ َواتَّ َق ْواِلََفتَ ْحنَا ِ َعلَْيهِ ِْمِبََرَكاتِِم َِن‬
ِ ‫َخ ْذ ََّن ُه ِْمِِبَاِِ َكانُواِيَكْسبُو َِن‬
َ ‫فَأ‬
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf : 96)
53
NEGERI LIMA BENCANA
Marilah kita senantiasa berupaya meningkatkan ketakwaan kita dalam
setiap keadaan, dengan sekuat tenaga dan kemampuan kita untuk
melaksanakan semua perintah Allah, dan meninggalkan semua yang
dilarang oleh Allah, karena hanya dengan ketakwaanlah semua urusan akan
menjadi mudah. Sebagaimana firman Allah SWT:
ِ‫ُِي َع ْلِلَهُِم ْنِأ َْمرهِيُ ْسًرا‬
َّ ‫َوَم ْنِيَتَّق‬
َْ َ‫ِاّلل‬
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. At Thalaq: 4)
Sebaliknya, setiap kemaksiyatan, baik besar ataupun kecil, akan menjadikan
rusaknya kehidupan kita, hilangnya keberkahan hidup kita, bahkan ketika
kemaksiyatan itu menjadi tersebar merata, maka kerusakannya juga
merata.
Ibnu Majah meriwayatkan hadits dengan sanad hasan dari jalur 'Atha bin
Abi Rabah dari Abdullah bin Umar r.a dia berkata: "Rasulullah saw
menghadapkan wajahnya ke kami dan bersabda:
ِ ‫وه َِّن‬
ُ ‫ينََِْسِإذَاِابْتُليتُ ْمِِب َّن َِوأَعُوذُِِب َّّللِأَ ْنِتُ ْدرُك‬
َ ‫ََِي َِم ْع َشَرِالْ ُم َهاجر‬
"Wahai golongan Muhajirin, lima perkara apabila kalian mendapat cobaan
dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak
mengalaminya:
ِ‫ِح َّّتِيُ ْعلنُواِِبَاِإَّالِفَ َشاِفيه ْمِالطَّاعُو ُن َِو ْاِل َْو َجاعُِالَِّت‬
َ ‫ َلِِْتَظْ َه ْرِالْ َفاح َشةُِِفِقَ ْومِقَط‬.1
َّ
ِ ‫ض ْوا‬
َ ‫ين َِم‬
ْ‫ض‬
َ ‫َلِْتَ ُك ْن َِم‬
ْ ‫تِِفِأ‬
َ ‫َس َلفه ْمِالذ‬
Tidaklah kekejian/perzinaan menyebar di suatu kaum, hingga mereka
melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah
mereka penyakit Tha'un dan kelaparan yang belum pernah terjadi terhadap
para pendahulu mereka.
ِ‫ي َِوشدَّة ِالْ َمَُونَة َِو َج ْور ِالسِ ْلطَان‬
َ َ‫صوا ِالْمكْي‬
َ ‫ال َِوالْم َيزا َن ِإَّال ِأُخ ُذوا ِِبلسن‬
ُ ‫ َوَلْ ِيَْن ُق‬.2
ِ‫َعلَْيه ْم‬
54
Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan
disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim.
ِ ‫ِالس َماء َِولَ ْوَالِالْبَ َهائِ ُمِ َلُِْيُْطَُروا‬
َّ ‫ِمنعُواِالْ َقطَْرِم ْن‬
ُ ‫ َوَلُِْيَْنَ عُواِ َزَكا َةِأ َْم َواِل ْمِإَّال‬.3
Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali
langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena
hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan.
ِ‫َخ ُذوا‬
َّ ‫ط‬
َّ ‫اِع ْه َد‬
َ َّ‫ِسل‬
ُ ‫ َوَلْ ِيَْن ُق‬.4
َ ‫ِعلَْيه ْم‬
َ ُ‫ِاّلل‬
َ ‫ضو‬
َ ‫ِع ُد ًّواِم ْن ِ َغ ْريه ْم ِفَأ‬
َ ‫ِاّلل َِو َع ْه َد َِِر ُسوله ِإَّال‬
ِ ‫ض َِماِِفِأَيْديه ِْم‬
َ ‫بَ ْع‬
Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan RasulNya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain
mereka) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian
apa yang mereka miliki.
ِ ‫َِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ِْم‬
َّ ‫ِج َع َل‬
َّ ‫ِاّلل َِويَتَ َخيَِّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل‬
َّ ‫ُِت ُك ْمِأَئ َّمتُ ُه ْمِبكتَاب‬
َْ ْ‫ َوَماِ َل‬.5
َ ُ‫ِاّلل‬
َ ‫ِاّللُِإَّال‬
Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali
Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.”
Saat ini kita bisa merasakan apa yang Rasulullah saw sampaikan dalam
hadits tersebut, sebagian atau seluruhnya telah menjadi kenyataan. Akibat
banyaknya kemaksiyatan dan pelanggaran terhadap hukum Allah, baik skala
individual maupun nasional, negeri yang kaya-raya sumber daya alamnya ini
akhirnya dihuni oleh banyak sekali rakyat yang miskin. Dengan standar
kemiskinan Rp 212.000 per orang per bulan, di negeri ini masih ada 31 juta
jiwa rakyat terkategori miskin10, disisi lain Vietnam saja standar
kemiskinannya Rp 450.000 per bulan11, padahal beras disana lebih murah
dari disini. Disisi lain, kekayaan negeri ini semakin dikuasai asing, mereka
telah menguasai 75% sektor migas, 50,6 % aset perbankan nasional, 60-70
persen saham pasar modal, serta 60 % BUMN12.
Disamping kemiskinan, Indonesia ternyata juga penyebar virus mematikan
HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara. Dari tahun 2002 hingga September
ِdetiknews.com , 23 Nop 2010
Kompas.com , 14 Juni 2011
12
ِKompas.com, 23 Mei 2011
10
11
55
2011, perkembangan HIV/AIDS di Indonesia naik hingga 15 kali lipat13
(1.500%).
Sementara itu narkoba juga mencengkram negeri ini, 6,5 juta penduduk
Indonesia yang menjadi pecandu narkoba, 90% adalah generasi muda.
(Kompas, 26/7/ 1999)
Semua hal tersebut bukanlah suatu yang mengherankan, di ujung hadits
tersebut Rasulullah telah memperingatkan:
ِ ‫َِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ِْم‬
َّ ‫ِج َع َل‬
َّ ‫ِاّلل َِويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل‬
َّ ‫ُِت ُك ْمِأَئ َِّمتُ ُه ْمِبكتَاب‬
َْ ْ‫َوَماِ َل‬
َ ُ‫ِاّلل‬
َ ‫ِاّللُِإَّال‬
“Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali
Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.”
Segala kerusakan ini tidak akan selesai dengan konsep yang tidak bersumber
dari kitabullah, bahkan pada hakikatnya sumber berbagai kerusakan adalah
penolakan terhadap hukum-hukum Allah, baik seluruhnya atau sebagian.
Allah tegaskan hal ini dalam surat Al Hijr 89 – 91:
َّ
ِ‫ِج َعلُواِالْ ُق ْرءَا َن‬
َ َ‫) َك َماِأَنْ َزلْن‬89(‫ي‬
َ ‫اِعلَىِالْ ُم ْقتَسم‬
ُ ‫َوقُ ْل ِإِن ِأَ ََّن ِالنَّذ ُير ِالْ ُمب‬
َ ‫ين‬
َ ‫)الذ‬90(‫ي‬
ِ )91(‫ي‬
َ ‫عض‬
Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang
menjelaskan". Sebagaimana (Kami telah memberi peringatan/(azab)
kepada orang-orang yang membagi-bagi (Kitab Allah), yaitu orang-orang
yang telah menjadikan Al Qur'an itu terbagi-bagi. (yakni ada bagian yang
diimani, dan ada bagian yang di ingkari).
Marilah kita perbaiki diri kita, keluarga kita dan masyarakat kita, dengan
perbaikan yang hakiki, yakni berupaya sekuat tenaga menjalankan syari’ah
Allah dalam kehidupan kita. Semoga Allah SWT memberi kekuatan dan
meneguhkan kemauan kita untuk melakukan upaya ini hingga akhir hayat
kita.
ِOkezone.com 25 Jan 2012.
13
56
SEX BEBAS MEMBINASAKAN NEGERI
Rasulullah saw. bersabda:
ِ‫ف ِتَ ْع َملُو َن ِفَاتَِّ ُقوا‬
َّ ‫ِح ْل َوة َِوإ َّن‬
َ ‫ِم ْستَ ْخل ُف ُك ْم ِف َيهاِليَ ْنظَُر ِ َكْي‬
َ َ‫ِاّلل‬
َ َ‫إ َّن ِالدنْي‬
ُ ‫ِعَّز َِو َج َّل‬
ُ ‫اِخضَرة‬
ِ ِ‫تِِفِالن َساء‬
ْ َ‫يلِ َكان‬
َ َ‫الدنْي‬
َ ‫اِواتَّ ُقواِالن َساءَِفَإ َّنِأ ََّو َلِفْت نَةِبَّنِإ ْسَرائ‬
"Sesungguhnya dunia itu hijau dan manis, dan sesungguhnya Allah 'azza
wajalla menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya, agar Dia bisa
melihat apa yang kalian lakukan, maka takutlah kalian akan fitnah dunia
dan fitnah wanita, karena fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil
adalah fitnah wanita." (HR. Imam Ahmad14 (no. 10743) dari Abu Said Al
Khudri).
Survey terbaru yang dilakukan internasional DKT bekerja sama dengan Sutra
and Fiesta Condoms mengungkap bahwa 462 responden berusia 15 sampai
25 tahun semua mengaku pernah berhubungan seksual. Semua, 100
persen! Dan mayoritas mereka melakukannya pertama kali saat usia 19
tahun. Survey dilakukan Mei 2011 di Jakarta, Surabaya, Bandung, Bali, dan
Yogyakarta (Republika.co.id, 12/12/2011)15
Hasil survey tersebut juga menyebutkan, 88 persen hubungan seks
dilakukan bersama pacar. Sembilan persen sesama jenis, terutama wanita,
dan delapan persen dengan PSK untuk pria.
Mungkin kita bertanya dalam hati, mengapa kemaksiyatan begitu berkibar
di negeri ini, negeri yang mayoritas penduduknya muslim? Padahal aktivitas
dakwah juga cukup gencar, baik dakwah langsung di masyarakat, maupun
lewat media cetak dan elektronik?
Kalau dulu dakwah Rasulullah saw, dalam waktu yang relatif singkat,
mampu membabat perzinaan yang membudaya di tengah masyarakat
jahiliyyah, namun mengapa dakwah hari ini, jangankan membabat
kemaksiyatan, justru tidak mampu secara efektif mencegah meningkatnya
kemaksiyatan ditengah umat.
‫ِشعيبِاِلرنؤوط‬:‫ِاحملقق‬-ِ‫ِإسنادهِصحيحِعلىِشرطِمسلم‬
ِhttp://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/11/12/12/lw2yof-
14
15
survey-kebanyakan-abg-pertama-kali-berhubungan-seks-umur-19 -di akses 14
pebruari 2012
57
Kalau kita mau merenung sejenak dengan jujur, penyebab kurang efektifnya
dakwah saat ini dibanding dakwah Rasulullah saw. adalah dikarenakan kita
masih memilih-milih dan memilah-milah dalam meneladani dakwah beliau
saw.
Kita sering mendengar bagaimana meneladani kelembutan jiwa Rasulullah
saw, namun jarang disampaikan bagaimana ketegasan beliau dalam
menegakkan syari’ah.
Kita sering mendengar bagaimana seharusnya berlaku adil, shabar, jujur,
qana’ah, dll, namun jarang terdengar bahwa seharusnya sikap-sikap
tersebut seharusnya dilakukan dalam bingkai syari’ah.
Kita sering mendengar bagaimana meneladani Rasulullah saw sebagai
individu, namun jarang terdengar sikap, perilaku, dan bagaimana beliau
menyelesaikan masalah dalam kapasitas beliau sebagai kepala negara.
Sesungguhnya – atas izin Allah swt – gemilangnya dakwah Rasulullah dalam
menyingkirkan kemaksiyatan saat itu adalah karena beliau menerapkan
semua syari’ah Allah dalam kapasitas beliau sebagai individu, juga sebagai
kepala negara.
Beliau tidak hanya menyampaikan pentingnya keimanan, wajibnya wanita
menutup aurat, haramnya khalwat (berduaan dengan lain jenis), namun
secara praktis, sebagai kepala negara beliau menjaga keimanan umat,
membuka pintu nikah dengan mudah dan murah, beliau menutup secara
nyata tempat-tempat maksiyat dan menghukum berat pelaku perzinaan.
Bandingkan dengan dakwah sekarang yang hanya boleh berbicara,
menasehati dan mendidik, namun harus bersaing dengan tempat maksiyat
yang tetap dilegalkan. Dakwah hanya diberi ruang memberikan penjelasan
tentang sunnahnya nikah, dan haramnya zina, namun sekali lagi harus
berhadapan dengan rumit dan mahalnya nikah bagi sebagian kalangan,
harus berhadapan dengan perzinaan yang dianggap biasa jika suka-sama
suka. Saat ini, dakwah hanya diemban secara pribadi atau organisasi yang
berupaya mendidik dan menjaga umat, namun disisi lain negara justru
membiarkan terbukanya pintu-pintu maksiyat yang senantiasa menjebak
umat untuk memasuki dan menikmatinya, juga membiarkan pelakupelakunya bebas tanpa hukuman didunia ini.
Tidak ada cara lain untuk membabat perzinaan dan kemaksiyatan lain
dinegeri ini, kecuali dengan berupaya semaksimal mungkin agar syari’ah
dilaksanakan, baik oleh individu maupun negara. Karena sesungguhnya
fungsi negara dalam pandangan Islam adalah sebagai penjaga akidah umat,
58
pelaksana syari’ah dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Oleh
sebab itu Imam Al Ghazali (w. 505 H) menulis dalam kitab kitab beliau al
iqtishod fil I’tiqod halaman 199: “Karena itu, dikatakanlah bahwa agama
dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama
adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu
yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang
tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.”
Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa juz 28 halaman 394 telah
menyatakan: “Jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama
terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak.”
Sungguh kita hanya punya dua pilihan, mau memperjuangkan penerapan
syari’ah dalam setiap kehidupan kita, baik individu maupun berbangsa dan
bernegara, ataukah kita rela dengan sistem dan aturan warisan penjajah
yang membuat keadaan manusia semakin rusak, yang tidak akan pernah
baik selama menolak syari’ah ataupun memilih-milih sebagiannya saja.
Rasulullah saw bersabda:
ِ ‫َِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ِْم‬
َّ ‫ِج َع َل‬
َّ ‫ِاّلل َِويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل‬
َّ ‫ُِت ُك ْمِأَئ َّمتُ ُه ْمِبكتَاب‬
َْ ْ‫َوَماِ َل‬
َ ُ‫ِاّلل‬
َ ‫ِاّللُِإَّال‬
“Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali
Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no.
4009 dengan sanad Hasan)
‫إذاِظهرِالزَّنِوِالرِبِِفِقريةِفقدِأحلواَِبنفسهمِعذابِللا‬
“Jika telah nampak dengan jelas zina dan riba dalam suatu kota, maka
sesungguhnya mereka telah menghalalkan adzab Allah atas mereka.” (HR.
Al Hakim16)
Semoga Allah menjauhkan kita dan dzuriyat kita dari dosa besar ini, dan
mewafatkan kita semuanya dalam ampunan Allah SWT.
ِHR. Al Hakim dalam al Mustadrak, ia mengatakan hadits ini sanadnya sahih
menurut Bukhari dan Muslim dan mereka berdua tidak mengeluarkannya, Adz
Dzahabi juga men sahihkannya.
16
59
BENCANA ALAM:
AKIBAT MAKSIAT DAN SISTEM YANG BATIL
Alhamdulilllah, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah swt bahwa hingga
saat ini, Allah masih memberi kita kesempatan untuk menyempurnakan
pengabdian kita kepadaNya, dengan harapan mudah-mudahan segala
kekurangan dalam proses pengabdian itu diampuni oleh Allah swt. Dan
marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt. dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjahui segala larangannya. Mudahmudahan juga momentum Ramadhan ini semakin memberikan kita
kesadaran akan peningkatan kualitas iman dan takwa kita kepadaNya. Amin
Ya Rabbal ‘Alamin.
Banjir kembali melanda sejumlah wilayah di Tanah Air akhir-akhir ini. Yang
paling memprihatinkan adalah banjir bandang yang terjadi di Kota Wasior,
Kabupaten Teluk Wondama Papua Barat. Bencana banjir kini seolah menjadi
pemandangan rutin dan biasa di negeri ini. Belakangan banjir bahkan makin
meningkat baik frekuensi maupun cakupannya. Hampir semua bencana
banjir di negeri ini terjadi akibat air sungai yang meluap saat musim hujan.
Belakangan, di Kabupaten Bojonegoro, banjir bandang pada lima bulan
terakhir di tahun 2010 sudah terjadi lebih dari 17 kali. Sebagian besar banjir
adalah karena hujan deras yang airnya tidak bisa ditampung di 23 anak
sungai Bengawan Solo akibat kerusakan hutan di bagian hulu DAS. Demikian
pula banjir yang diikuti longsor yang terjadi NTT.
Menurut Presiden SBY, penyebab banjir di Wasior bukan pembalakan hutan
liar, tetapi pengaruh alam; curah hujan tinggi sekali dan perubahan cuaca
yang sangat terasa. Namun, menurut Walhi (Wahana Lingkungan Hidup),
banjir di Wasior karena kerusakan lingkungan. Bencana itu karena faktor
alam yang rentan akibat eksploitasi oleh manusia dengan intensitas sangat
tinggi. Akibatnya, ketika curah hujan tinggi, banjir bandang tak bisa
dihindari. Walhi juga menduga telah terjadi perambahan hutan di kawasan
Hutan Suaka Alam Gunung Wondiboi. Selain itu, illegal loging (pembalakan
hutan secara liar). Hutan di wilayah itu telah dibabat habis. Akibatnya, saat
hujan datang, tanah tak bisa menyerap air dan menimbulkan bencana.
Tak hanya di Papua Barat, pembabatan hutan baik secara legal maupun
ilegal juga terjadi merata di seluruh area hutan di negeri ini. Hal itu telah
berlangsung puluhan tahun. Sebagaimana diketahui, sebelum mengalami
60
kerusakan parah, areal hutan Indonesia termasuk yang paling luas di dunia;
sebagian besar adalah hutan hujan tropis yang kaya dengan aneka flora dan
fauna. Namun, hutan alam Indonesia mengalami penurunan luas sebesar 64
juta hektar hanya dalam kurun 50 tahun. Indonesia disebut-sebut sebagai
negara dengan tingkat deforestasi (penyusutan areal hutan) tercepat di
dunia. Penyempitan luas hutan yang luar biasa ini terutama akibat
penebangan oleh sejumlah perusahaan besar pemilik HPH.
Eksploitasi hutan oleh pengusaha HPH ini telah mengakibatkan kerusakan
hutan yang parah di Sumatera. Di Kalimantan, jika tidak ada langkah
pencegahan, diramalkan hutan di sini akan punah tidak sampai sepuluh
tahun ke depan. Kerusakan hutan yang paling parah terjadi di Pulau Jawa,
padahal rehabilitasi hutan yang rusak memerlukan waktu 10 hingga 15
tahun.
Akibatnya mudah diduga. Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan
Indonesia, sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang
rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah
longsor.
Terkait bencana banjir dan yang serupa, di dalam al-Quran Allah SWT tegas
menyatakan bahwa berbagai kerusakan di daratan dan di lautan lebih
banyak disebabkan karena kemaksiatan manusia:
ِ‫يِعملُواِلَ َعلَّ ُه ْم‬
ِ ‫ادِِفِالْ َب َِوالْبَ ْحر‬
ْ َ‫ِِبَاِ َك َسب‬
ُ ‫ظَ َهَرِالْ َف َس‬
َ ‫ضِالَّذ‬
َ ‫ت ِأَيْديِالنَّاسِليُذي َق ُهم ِبَ ْع‬
‫يَ ْرجعُو َِن‬
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena ulah
(kemaksiatan) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian
akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS
ar-Rum [30]: 41)
Kemaksiatan terbesar tentu saja saat hukum-hukum Allah SWT
dicampakkan manusia, tidak diterapkan dalam kehidupan. Saat manusia
berpaling dari syariah-Nya, maka kesempitan hiduplah yang bakal mereka
rasakan, di antaranya ditimpa berbagai bencana yang menimpa mereka.
‫اِوََْن ُش ُرهُِيَ ْوَمِالْقيَ َامةِأ َْع َمى‬
َ ‫ِع ْنِذ ْكريِفَإ َّنِلَهُ َِمع‬
َ ً‫يشة‬
َ ‫ض‬
َ ‫َوَم ْنِأ َْعَر‬
َ ‫ِضْن ًك‬
61
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS Thaha [20]: 124).
‫معاشرِاملسلميِرَحكمِللا‬
Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya,
dengan dirinya dan dengan manusia sesamanya. Hubungan manusia dengan
Khaliq-nya mencakup peraturan-peraturan yang berkaitan dengan aqidah
dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya mencakup peraturanperaturan yang berkaitan dengan akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan
manusia dengan sesamanya mencakup peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan mu’amalah dan uqubat (pidana, sanksi, dan pelanggaran). Dengan
demikian Islam merupakan pedoman hidup yang sempurna. Tentu, Islam
juga mempunyai aturan dan solusi terhadap masalah bencana yang
melanda Indonesia.
Pertama: terkait korban Banjir Wasior, Pemerintah serta semua elemen
masyarakat harus segera memberikan bantuan. Kedua: Pemerintah segera
mengoreksi kebijakan pengelolaan alam di Papua Barat dan di Indonesia
secara keseluruhan yang lebih berkeadilan dan ramah sosial dan ramah
lingkungan hidup. Ketiga: Pemerintah segera mencabut perizinan-perizinan
yang telah diberikan yang berpotensi meningkatkan bencana ekologis dan
konflik dengan penduduk lokal. Keempat: Pemerintah segera merumuskan
model pembangunan di Papua yang lebih berpihak pada kepentingan
mayoritas rakyat secara merata, termasuk masyarakat penduduk lokal yang
selama ini diabaikan.
Lebih dari itu, harus selalu disadari, ketakwaan adalah sumber keberkahan.
Sebaliknya, kemaksiatan adalah sumber bencana; baik kemaksiatan dalam
bentuk pengrusakan lingkungan (pembalakan hutan secara liar, dsb), atau
kemaksiatan yang lebih besar lagi, yakni pengabaian syariah Islam. Semua
kemaksiatan itu akan menjadi faktor penyebab berbagai bencana yang
menimpa umat secara keseluruhan, tidak hanya menimpa para pelaku
kemaksiatan saja.
َّ َّ َ ‫واتَّ ُقواِفْت نَةً َِالِتُص‬
َّ ‫اصةً َِو ْاعلَ ُمواِأ‬
ِ‫يدِالْع َقاب‬
َّ ‫َن‬
َّ ‫ِخ‬
ُ ‫ِشد‬
َ َ‫ِاّلل‬
َ ‫ينِظَلَ ُمواِمْن ُك ْم‬
َ
َ ‫يَبِالذ‬
62
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah
Amat keras siksaan-Nya.” (QS al-Anfal [8]: 25).
Maka dari itu, berbagai bencana yang datang silih berganti sejatinya
mendorong para penguasa dan rakyat negeri ini untuk segera
mencampakkan berbagai kemaksiatan mereka kepada Allah SWT, lalu
bersegera menerapkan syariah-Nya secara kaffah dalam semua aspek
kehidupan. Itulah bukti sejati ketakwaan mereka dan itulah jalan
keberkahan hidup mereka, sebagaimana firman-Nya:
َّ ‫َولَ ْوِأ‬
ِ‫ِالس َماء َِو ْاِل َْرض‬
َّ ‫اِعلَْيهمِبََرَكاتِم َن‬
َ َ‫َنِأ َْه َلِالْ ُقَر ىىِ َآمنُواِ َواتَّ َق ْواِلََفتَ ْحن‬
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS alA’raf [7]: 96)
Secara praktis, untuk mewujudkan semua itu, hendaknya penguasa negeri
ini segera menata pemerintahan secara Islami, yakni dengan sistem Khilafah
Islamiyah yang menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek
kehidupan.
Mudah-mudahan Allah SWT memberikan hidayah, taufik dan inayah-Nya
kepada kita untuk bersama-sama berjuang menegakkan Syariah dan
Khilafah, agar kerahmatan Islam lil ‘alamin bisa terwujud dalam kehidupan
kita. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
63
ISTIGHFAR & TAUBAT:
AMALAN PENOLAK BENCANA
Dalam kitab Bustânul Khatîb[1] diceritakan bahwa suatu ketika al Hasan Al
Bashri (wafat 110 H) didatangi seseorang yang mengeluhkan paceklik dan
kekeringan, maka beliau menasehati: "Mohonlah ampun kepada Allah"
kemudian datang orang lain mengadukan kemiskinannya kepada beliau,
beliau menasehati: "Mohonlah ampun kepada Allah" lalu datang lagi orang
lain mengadukan masalah sedikitnya anak, maka beliau menasehati:
"Mohonlah ampun kepada Allah".
Salah satu muridnya bertanya karena merasa heran dengan satu jawaban
untuk tiga pertanyaan yang berbeda, maka al Hasan al Bashri berkata:
tidakkah engkau membaca firman Allah:
ِ‫ِعلَْي ُك ْمِم ْد َر ًاراِ–ِ َوُيُْد ْد ُك ْمَِب َْم َوال‬
َّ ‫َّاراِ–ِيُْرسل‬
َ َ‫ِالس َماء‬
ُ ‫فَ ُق ْل‬
ْ ‫ت‬
ً ‫اِربَّ ُك ْمِإنَّهُِ َكا َنِ َغف‬
َ ‫ِاستَ ْغف ُرو‬
‫ي َِوَُْي َع ْلِلَ ُك ِْمِ َجنَّات َِوَُْي َع ِْلِلَ ُك ْمِأَنْ َه ًارا‬
َ ‫َوبَن‬
"Maka aku katakan kepada mereka : Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anakanakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh : 10-12)
Pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab r.a, selama sembilan bulan
terjadi bencana kekeringan (‘amu ramâdah[2]) yang mengakibatkan bencana
kelaparan , yakni tahun 17 H s/d awal 18 H. Menghadapi bencana ini beliau
berkata kepada rakyatnya:
ِ‫ِفقدِابتليتِبكم‬،‫ِوفيماِغابِعنِالناسِمنِأمركم‬،‫أيهاِالناسِاتقواِللاِِفِأنفسكم‬
ِ،‫ِأوقدِعمتّنِوعمتكم‬،‫ِأوعليكم ِدوِن‬،‫ِفماِأدريِالسخطىِعلي ِدونكم‬،‫ابتليتمِيب‬
‫و‬
َّ
‫ِوأنِيرفعِعناِاحملل‬،‫ِوأنِيرَحنا‬،‫فهلُمواِفندعِللاِيصلحِقلوبنا‬
َ
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dalam diri kalian, dan dalam
urusan kalian yang tidak kelihatan manusia, karena sesungguhnya aku diuji
dengan kalian dan kalian diuji denganku, aku tidak tahu apakah kemurkaan
itu kepada diriku bukan kalian, atau kemurkaan itu kepada kalian bukan
64
diriku, atau kemurkaan itu berlaku umum kepadaku dan kepada kalian,
maka marilah kita berdo’a kepada Allah agar Dia memperbaiki hati-hati
kita, dan merahmati kita, dan agar Dia mengangkat bencana ini dari kita.”[3]
Apa yang disampaikan ‘Umar ini diterapkan dalam langkah-langkah nyata,
dan satu tahun berikutnya, mereka hidup dalam kondisi sejahtera, bahkan
‘Umar memberikan santunan kepada setiap bayi, tahun pertama mendapat
100 dirham ( Rp 3jt) dan tahun ke-2 mendapat 200 dirham, mampu
menggaji guru 15 dinar (63,75 gr emas) per bulan, bahkan pada tahun 20 H
mulai mencetak mata uang dirham sendiri.
Sampai saat ini Indonesia senantiasa dilanda musibah, mulai banjir,
tsunami, hingga Merapi. Ratusan korban jiwa melayang dan ribuan yang
mengungsi. Belum lagi bencana kemanusiaan, 26 juta penduduk Indonesia
menderita gangguan jiwa[4], 50 ribu orang Indonesia bunuh diri antara tahun
2005 – 2007, belum termasuk 40 orang tiap hari yang mati akibat overdosis
narkoba[5].
Menghadapi bencana seperti ini, kita, apalagi penguasa, seharusnya
memohon ampunan Allah SWT, mengajak rakyat untuk memeriksa diri:
dosa apa gerangan yang mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau
terang-terangan?
Penyebab segala bencana yang dihadapi oleh manusia, baik pada level
individu maupun negara adalah akibat kemaksiyatan; baik yang dilakukan
oleh pemimpin yang menerapkan aturan penjajah seraya mencampakkan
syari’ah, maupun oleh rakyat jelata.
Sungguh, menyembelih kerbau sebagai tumbal seperti yang dilakukan
warga Hargobinangun Senin lalu[6] tidak akan dapat menolak bencana
sedikitpun, bahkan kegiatan itu justru merupakan bencana besar. Begitu
juga mengharap bantuan Amerika dan negeri yang nyata-nyata memusuhi
umat Islam, justru akan semakin membuat negeri ini terperosok kedalam
bencana kemanusiaan yang tidak terperikan. Mematuhi arahan penjajah
untuk menggunakan hukum sekuler kapitalis juga merupakan sumber
musibah besar yang telah terbukti membuat negeri ini semakin terjajah,
dengan aturan yang culas kekayaan alam negeri ini dirampas, 1.800 perda
dihapus hanya untuk memuluskan penjajahan dengan kedok investasi,
sementara utang Indonesia sampai Oktober 2010 meningkat menjadi Rp
1.664,43 trilyun.
65
Karena itu tidak ada jalan untuk menolak bencana ini kecuali dengan
beristighfar dan bertobat dengan sungguh-sungguh, mencampakkan
berbagai kemaksiatan mereka kepada Allah SWT, lalu bersegera
menerapkan syariah-Nya secara totalitas dalam semua aspek kehidupan.
Jika tidak maka bencana demi bencana akan senantiasa melanda negeri ini,
baik bencana alam, maupun bencana yang lebih besar, yakni meluasnya
kemungkaran dan kemaksiyatan. Rasulullah bersabda:
ِ‫َِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ْم‬
َّ ‫ِج َع َل‬
َّ ‫ِاّلل َِويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل‬
َّ ‫َوَماِ َلِْ َُْت ُك ْمِأَئ َّمتُ ُه ْمِبكتَاب‬
َ ُ‫ِاّلل‬
َ ‫ِاّللُِإَّال‬
“ Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan memilih-milih apa yang diturunkan Allah (yang suka
dilaksanakan, yang tidak suka ditinggalkan), kecuali Allah akan menjadikan
bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad
Hasan[7]).
[1] ‫ بستانِاْلطيب‬hal 161, ‫ موسوعةِاْلطبِوالدروس‬bab ‫آَثرِاالستغفار‬
[2] kerusakan, kebinasaan:
‫ِاِللك‬:ِ‫مادة‬
َ ‫الر‬
َ , Al Hafidz Ibnu Katsir (w. 774 H)
menjelaskan kenapa disebut ‘âmu ramâdah (tahun kehancuran) yakni krn:
(1) tanah sampai kehitam-hitaman krn tidak turun hujan, sampai warnanya
hampir seperti abu (româd) (2) atau krn angin menghamburkan tanah
seperti abu (3) atau krn warna kulit manusia menjadi seperti abu (krn
kepanasan) atau krn sebab ketiganya terjadi.
[3] Thabaqat Ibnu Sa’ad, riwayat dari Sulaiman bin Yasar
[4] Laporan WHO, tahun 2006
[5] http://www.polkam.go.id/polkam/berita.asp?nwid=108 , 16 Maret 2007
[6] http://m.okezone.com/read/2010/11/08/340/391134
[7] Dalam silsilah ash shahihah 1/216 dikatakan hasan, dalam shahih at
targhib wat tarhib 2/157 dikatakan shahih lighairihi .
66
SEKULARISME ADALAH ALAT IMPERIALISME
Marilah selalu bertaqwa kepada Allah SWT kapan, dimanapun dan
bagaimanapun kondisi kita, yakni dengan menjalankan segenap perintah
Allah SWT, dan menjauhi segenap larangan-Nya. Dengan taqwa lah Allah
akan memberikan jalan keluar terbaik dari segenap permasalahan yang kita
hadapi. Allah berfirman:
‫ُِي َع ْلِلَهَُِمََْر ًجا‬
َّ ‫َوَم ْنِيَتَّق‬
َْ َ‫ِاّلل‬
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, Dia akan menjadikan jalan
keluar baginya.” (QS. At Thalaq: 2)
Salah satu ide dan pemahaman berbahaya yang sangat jauh dari sifat taqwa
adalah ide sekularisme, yakni pemahaman bahwa agama harus dipisahkan
dari pengaturan urusan kehidupan publik, agama hanya dijadikan urusan
pribadi, hukum Islam yang bersangkutan dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan manusia.
Penjajah menjadikan sekularisme sebagai alat untuk mengokohkan
dominasinya. Dengan membuang aturan Islam maka hukum bisa dibuat
menguntungkan bisnis dan kepentingan mereka.
Menurut eramuslim.com, 15 Desember 2010, Wikileaks merilis sebuah
kawat rahasia kedutaan besar Amerika Serikat di Beijing, yang berisi
pertemuan Kementrian Luar Negeri China dan Amerika Serikat. Dalam
pertemuan itu diungkap bahwa China berencana membuat muslim
Indonesia menjadi sekuler. Sekularisasi itu bertujuan agar umat Islam tidak
membahayakan kepentingan China yang sekarang sudah hampir menguasai
Indonesia [1].
Sebelumnya, pada tahun 2003, Cheryl Benard dengan di support Rand
Corporation, sebuah lembaga di AS, melakukan riset yang
merekomendasikan untuk mensupport umat Islam yang sekuler, serta
menjadikan umat Islam yang mereka anggap “fundamentalis” sebagai
musuh bersama. Jauh sebelumnya, Samuel Zwemmer, dalam Konferensi
Missi di Yerusalem, tahun 1935, menyatakan bahwa: “Misi utama kita
bukanlah menjadikan kaum Muslimin beralih agama menjadi orang Kristen
atau Yahudi, tapi cukuplah dengan menjauhkan mereka dari Islam[2].
Bahkan pada abad 18, saat khilafah masih tegak, Disraeli, Perdana Menteri
Inggris mengusulkan untuk menjauhkan al-Quran dari kehidupan umat
67
Islam, artinya syari’ah Islam harus dicabut dari benak kaum muslimin agar
mudah mengalahkan mereka.
Penerapan sekularisme hanya menimbulkan banyak penderitaan. Di akhirat
jelas pengusungnya akan mempertanggungjawabkan penolakannya atas
hukum-hukum yang diingkari, sedangkan di dunia sudah terbukti tidak ada
sistem hukum sekular yang mampu mensejahterakan manusia.
Di Indonesia, tahun 2010, penduduk miskin dengan standar penghasilan di
bawah Rp 6.000 per hari bertambah 12,4 juta menjadi 43,4 juta orang[3]. Di
Amerika bahwa sekitar 50 juta orang tidak mampu membayar makanan
yang cukup di tahun 2009[4]. Belum lagi maraknya kriminalitas, pornografi,
depresi hingga bunuh diri.
Allah mengharamkan sekularisme, Allah justru mewajibkan umat Islam
untuk mengambil dan menerapkan seluruh aturan Islam tanpa kecuali.
َّ
ِ‫ِع ُد ٌّو‬
َ ‫اِخطَُوات ِالشَّْيطَان ِإنَّهُ ِلَ ُك ْم‬
ُ ‫ِآمنُواِ ْاد ُخلُواِِف ِالس ْلم ِ َكافَّةً َِوَال ِتَتَّبعُو‬
َ ‫ين‬
َ ‫ََي ِأَي َهاِالذ‬
ِ‫ُمبي‬
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. al-Baqarah [2]:
208).
Ayat ini diturunkan mengenai Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya
tatkala masuk Islam, mereka masih ingin membesarkan hari Sabtu dan
masih ingin membaca (mengagungkan) Taurat.
Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) menyatakan: “Allah SWT memerintahkan
hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai RasulNya, untuk
mengambil seluruh ikatan dan syari’at Islam, mengerjakan seluruh
perintahNya serta meninggalkan seluruh larangaNya, selagi mereka
mampu.”[5]
Imam At-Thabariy (w. 310 H) menyatakan bahwa:
ِ‫ِوادخلواِِفِالتصديقِبهِقوالِوعملِودعوا‬،‫اعملواِأيهاِاملؤمنونِبشرائعِاْلسلمِكلها‬
ِ‫طرائقِالشيطانِوآَثرهِأنِتتبعوها‬
“Wahai orang yang beriman, laksanakanlah semua syari’at Islam, dan
masuklah kedalam Islam dengan membenarkannya secara perkataan dan
68
perbuatan, dan tinggalkan mengikuti jalan jalan syaithan dan bekasbekasnya.”[6] beliau kemudian menjelaskan yang dimaksud dengan jalanjalan syaitan adalah mengikuti apa-apa yang berbeda dan bertentangan
dengan hukum Islam dan syari’ahnya.[7]
Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk memperjuangkan
dan melaksanakan semua aturan Islam, dan menghindarkan kita, keluarga
dan dzuriyat kita dari pemikiran sekular seperti ini. Rasulullah SAW
bersabda:
‫احا‬
َ ْ ‫ِخْي رِِل َْهل َهاِم ْنِأَ ْنُِيُْطَُرواِأ َْربَع‬،
َ ‫َِلَدٌِّيُ َق ُامِِفِاِل َْرض‬
َ ‫ي‬
ً َ‫ِصب‬
“Sungguh satu hukum Allah yang ditegakkan dibumi lebih baik bagi
penduduknya daripada mereka diberi hujan 40 pagi.” (HR Ahmad dan An
Nasa’i dari Abu Hurairah)
[1]
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/wikileaks-cina-inginmembuat-muslim-indonesia-sekuler.htm (15 Desember 2010, diakses 16
Des 2010)
[2] Eramuslim.com, digest – edisi 5 online, hal 19.
[3]
http://www.fe.unpad.ac.id/id/arsip-fakultas-ekonomiunpad/berita/1048-penduduk-miskin-bertambah-12-4-juta-jiwa
[4]
http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/amerika-segeramenjadi-negara-dunia-ketiga.htm, diakses 16/9/2010
[5] Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz I, hal. 247
[6] Imam At-Thabariy, Tafsir At-Thabariy, Juz 4, hal.258, Maktabah Syamilah
[7] ‫ِائعه‬
‫يقِالشيطانِالذيِهناهمِأنِيتبعوهِهوِماِخالفِحكمِاْلسلمِوشر‬
ُ ‫وطر‬
69
ISLAM MEMERDEKAAN MANUSIA DARI
PENJAJAHAN
Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada
Allah swt. Karena hanya dengan keimanan dan ketaqwaan yang tercermin
dengan ketundukan mutlak kita kepada Allah sajalah kejayaan dan
kemuliaan akan kita raih.
Ketika perang Al Qadisiyah, Sa’ad bin Abi Waqqash, panglima tentara Islam
saat itu mengutus Rib’i bin ‘Amir menemui Rustum, pemimpin pasukan
Persia, Rustum bertanya: ”Apa maksud kedatangan kalian?”. Dengan
lantang Ruba’i menjawab: “Allah mengutus kami untuk membebaskan
manusia dari penghambaan kepada sesama manusia kepada penghambaan
kepada Allah semata. Dari belenggu dunia yang sempit kepada akhirat yang
luas. Dari agama yang sesat kepada keadilan Islam”.
Pernyataan Rib’i menegaskan bahwa dorongan penaklukan Islam bukan
untuk mendapat materi, tidak satupun negeri yang ditaklukkan Islam
kemudian menjadi negeri yang menderita, justru mereka menjadi tentram
ketika hidup dibawah naungan Islam. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah
mengutus Yahya bin Sa’ad untuk membagi zakat di Habasyah/Ethiopia,
ternyata tidak ditemukan rakyat yang mau menerima zakat karena memang
mereka merasa tidak berhak menerimanya.
Satu-satunya dorongan penaklukan Islam adalah tauhid, yakni keimanan
kepada Allah berikut asma dan sifat-sifatNya. Tauhid yang bukan hanya
sekedar percaya, namun juga disertai ketundukan totalitas pada kedaulatan
Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Allah berfirman:
َّ
ِ‫ِع ُد ٌّو‬
ْ ‫ِآمنُو‬
َ ‫اِخطَُِوات ِالشَّْيطَان ِإنَّهُ ِلَ ُك ْم‬
ُ ‫اِاد ُخلُواِِف ِالس ْلم ِ َكافَّةً َِوَال ِتَتَّبعُو‬
َ ‫ين‬
َ ‫ََي ِأَي َهاِالذ‬
ِ‫ُمبي‬
“Hai orang-orang yang beriman, masukklah ke dalam Islam secara
keseluruhan, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaithan,
sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Al Baqarah:
208)
Pada hakikatnya semua manusia adalah hamba. Setiap orang yang hatinya
bergantung penuh kepada sesuatu, agar sesuatu itu menolongnya dan
menempatkannya dalam posisi yang terhormat, berarti hatinya telah
70
menghamba kepada sesuatu itu, sekalipun pada dzahirnya ia adalah
penguasanya. [1]
Dalam skala individual, ada yang menjadi hamba hawa nafsunya,
sebagaimana firman Allah:
َّ ‫تِمن‬
ِ‫ِعلَْيه َِوك ًيل‬
َ ‫تِتَ ُكو ُن‬
َ ْ‫ِه َواهُِأَفَأَن‬
َ ُ‫ِاَّتَ َذِإ َِلَه‬
َ َ ْ‫أ ََرأَي‬
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara
atasnya?” (QS. Al Furqan: 43)
Tentang ayat ini Al Hasan berkata:
َ ‫َالِيَ ْه َو‬
ُ‫ىِشْي ًَاِإَّالِاتَّبَ َع ِه‬
“Tidaklah mereka
mengikutinya”[2]
menyukai
sesuatu
melainkan
mereka
akan
Bagi penghamba hawa nafsu, manfa’at dan kesenangan duniawi adalah
tolok ukurnya, sesuatu akan dipandang baik asalkan bermanfaat menurut
pandangannya. Bagi mereka pacaran, berduaan dengan lain jenis, bahkan
berzina sah-sah saja asal suka sama suka. Bagi negara yang memakai tolok
ukur ini lokalisasi perjudian, pelacuran, menjamurnya pabrik miras juga hal
biasa.
Dalam skala Nasional, kita juga masih menjadi hamba yang terjajah, An
Nabhani dalam kitab Mafahim Siyasiyyah mengatakan bahwa penjajahan
adalah penguasaan politik, militer, kultur, dan ekonomi terhadap bangsabangsa yang terjajah untuk dieksploitasi.
Di bidang ekonomi, penjajahan dilakukan melalui utang luar negeri yang
semakin meningkat. Total bunganya saja pada 2009 sudah Rp 109,5
trilyun[3]. Dengan utang ini akhirnya mereka memaksakan kemauannya
untuk menguasai sumber daya alam Indonesia, walaupun untuk itu 1800
perda harus dihapus[4].
Di bidang kebudayaan, dengan alasan HAM, homoseksual bisa berkembang
bebas, bahkan difasilitasi, padahal homoseks adalah kejahatan yang
hukumannya adalah mati, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ِ‫ِع َم َلِقَ ْومِلُوطِفَاقْ تُلُواِالْ َفاع َل َِوالْ َم ْفعُ ِو َلِبه‬
َ ‫َم ْن َِو َج ْدَتُُوهُِيَ ْع َم ُل‬
71
"Siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Luth
(homoseks), maka bunuhlah; pelaku dan objeknya." (HR. Abu Dawud,
Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah dengan sanad shahih)
Di bidang hukum, penjajah kita usir, namun dengan bangga justru hukum
mereka yang diterapkan. Hukum juga masih berpihak kepada pemilik
modal, nenek pembantu pencuri sop buntut di rumah majikannya berbulanbulan ditahan walaupun belum diadili, sementara banyak koruptor masih
bisa melenggang bebas.
Lalu bagaimana agar benar-benar merdeka? Kita akan benar-benar merdeka
bila kita tidak menghamba pada hawa nafsu, tidak menghamba pada
pemimpin, bukan pula menghamba pada partai, Persatuan Bangsa-Bangsa
atau negara manapun, karena mereka semuanya serba lemah. Kita akan
benar benar merdeka bila hanya menghamba kepada yang bukan hamba,
hanya menghamba kepada Yang Maha Perkasa, yakni Allah SWT,
penghambaan yang terwujud dengan ketaatan mutlak kepada-Nya, dengan
menerapkan seluruh syari’ah-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita. Inilah
bentuk penghambaan yang benar-benar membuat manusia, termasuk
negara akan bebas merdeka. Semoga Allah membebaskan kita semua dari
semua bentuk penghambaan kepada selain-Nya.
72
KEUNGGULAN HUKUM ISLAM
Suatu ketika, Urwah bin az-Zubair, salah seorang sahabat Nabi, bercerita
kepada Az-Zuhri tentang kejadian yang ia saksikan sewaktu Nabi hidup.
Ketika itu, katanya, Urwah melihat ada seorang wanita al-Makhzumiyyah,
putri ketua suku Al-Makhzumi, pada hari Fathu Mekah ia kedapatan
mencuri.
Maka, kaumnya meminta kepada Usamah bin Zaid yang terkenal dekat
dengan Nabi, karena ayahnya, Zaid bin Haritsah, adalah anak angkat Nabi.
Mereka menemui Usamah dan memintanya agar menolong putri kepala
suku itu sehingga nantinya tidak akan dihukum oleh Nabi.
Maka, datanglah Usamah menemui Nabi dengan menceritakan maksud dan
tujuan kedatangannya. Mendengar perkataan Usamah, berubahlah roman
muka Nabi. Beliau berkata, ”Apakah engkau akan mempersoalkan
ketentuan hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah?” Usamah kemudian
berkata, ”Maafkan aku ya Rasul Allah.”
Menjelang sore hari, Rasulullah SAW berdiri di depan para sahabatnya
sambil berkhutbah dengan terlebih dahulu memuji Allah karena Dialah
pemilik segala pujian:
ِ‫ق ِفيه ُِم‬
َِ ‫ ِ َوإ َذا ِ َسَر‬،ُ‫يف ِتَ َرُكوه‬
ُِ ‫ق ِفيه ُِم ِالشَّر‬
َِ ‫ِأَن َُّه ِْمِِ َكانُوا ِإ َِذا ِ َسَر‬:‫َّاس ِقَ ْب لَ ُك ِْم‬
َِ ‫ك ِالن‬
َِ َ‫فَإََّّنَا ِأ َْهل‬
ِ‫ت‬
ِْ َ‫ت ِ ُُمَ َّمدِ ِ َسَرق‬
َِ ‫َن ِفَاط َم َِة ِبْن‬
َِّ ‫ ِلَ ِْو ِأ‬،‫س ِ ُُمَ َّمدِ ِبيَده‬
ُِ ‫ ِ َوالَّذي ِنَ ْف‬،َّ‫يف ِأَقَ ُاموا ِ َعلَْيهِ ِاِلَد‬
ُِ ‫الضَّع‬
‫تِيَ َد َها‬
ُِ ‫لََقطَ ْع‬
”Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian semua adalah
disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Ketika salah seorang yang
dianggap memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi mencuri, mereka
melewatkannya atau tidak menghukumnya. Namun, ketika ada seorang
yang dianggap rendah, lemah dari segi materi, ataupun orang miskin yang
tidak memiliki apa-apa, dan orang-orang biasa, mereka menghukumnya.
Ketahuilah, demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam kekuasaanNya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong
tangannya.” (HR Bukhari)
Setelah itu, Nabi menyuruh untuk memotong tangan wanita dari suku alMakhzumiyyah tersebut. Dan setelah pelaksanaan hukuman itu selesai,
73
Nabi menyatakan bahwa tobatnya telah diterima oleh Allah. Dan,
perempuan itu menjalani hidupnya secara normal, menikah, dan bekerja
seperti biasa. Hingga suatu ketika ia datang kepada Aisyah untuk
mengajukan suatu kebutuhan pada Nabi dan beliau menerimanya.
Hadis yang memuat cerita seperti di atas juga diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam kitab Sahih-nya, Imam Al-Tirmidzi dalam Sunan-nya, Imam
Abu Daud dalam Sunan-nya, Imam Al-Nasai dalam Sunan-nya, Imam Ibnu
Majah dalam Sunan-nya, Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnad-nya, dan
juga Imam Malik bin Anas dalam Al-Muwaththa-nya. Dengan demikian hadis
ini bisa dipastikan kesahihannya karena diriwayatkan hampir oleh imamimam ahli hadis.
Nabi ingin mengajarkan kepada umat manusia untuk tidak membedabedakan satu orang dengan yang lainnya dalam hukum. Semua orang sama,
tidak ada yang kebal hukum. Karena, pembedaan dalam hukum merupakan
sumber kehancuran umat-umat sebelum kita.
Di sisi lain, hukum Islam mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh
hukum buatan manusia, yakni fungsi zawaajir (pencegahan orang untuk
melakukan hal yang sama) dan jawaabir (penebus dosa diakhirat kelak jika
sudah dihukum di dunia). Dari Ubadah bin shamit, Rasulullah SAW
bersabda:
ِ‫اِوَال ِتَ ْقتُلُواِأ َْوَال َد ُك ْم َِوَال ِ َتْتُوا‬
َ ‫ِعلَىِأَ ْن َِال ِتُ ْشرُكواِِب َّّلل‬
َ ‫َِبيعُوِن‬
َ ‫اِوَال ِتَ ْزنُو‬
َ ‫اِوَال ِتَ ْسرقُو‬
َ ًَ ‫ِشْي‬
ُِ‫َج ُره‬
َ ْ َ‫ببُ ْهتَان ِتَ ْفتَ ُرونَهُ ِب‬
ْ ‫صوا ِِف َِم ْع ُروف ِفَ َم ْن َِو ََف ِمْن ُك ْم ِفَأ‬
ُ ‫ي ِأَيْدي ُك ْم َِوأ َْر ُجل ُك ْم َِوَال ِتَ ْع‬
ِ‫اب ِم ْن‬
َّ َ‫َعل‬
َ ‫ك‬
َ ‫اب ِم ْن ِذَل‬
َ ‫َّارة ِلَهُ َِوَم ْن ِأ‬
َ ‫ىِاّلل َِوَم ْن ِأ‬
َ ‫َص‬
َ ‫َص‬
َ ‫ب ِِف ِالدنْيَاِفَ ُه َو ِ َكف‬
َ ‫ِشْي ًَاِفَعُوق‬
ِ‫ِعلَى‬
ُ ًَ ‫ِشْي‬
َّ ‫اّللُِفَ ُه َو ِإ َٰل‬
َّ ِ ُ‫ِستَ َرِه‬
َ ‫اِعْنهُ َِوإ ْن‬
َ ‫ِاّلل ِإ ْن‬
َ ‫ك‬
َ ‫ذَل‬
َ ُ‫ِعاقَبَهُ ِفَبَايَ ْعنَاه‬
َ َ‫ِشاء‬
َ ‫ِع َف‬
َ َ‫ِشاء‬
َ َّ‫اِث‬
‫ذَلك‬
“Bersumpahlah (ber baiatlah) kalian kepadaku untuk tidak mensekutukan
Allah dengan sesuatupun, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak membunuh
anak-anak kalian dan tidak membuat kebohongan/dosa saat ini dan saat
yang akan datang dan janganlah kalian berbuat dosa dalam kema’rufan.
maka barang siapa yang menepati (sumpahnya) maka ganjaran pahalanya
atas (tanggungan) Allah, dan barang siapa yang melanggarnya kemudian
dia diberi sanksi di dunia maka (sanksi) tsb merupakan kaffarah baginya,
74
dan barang siapa yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (tidak
di hukum di dunia), maka (urusannya) kembali kepada Allah, jika Ia
berkehendak mengampuni maka diampuni, jika Ia berkehendak (menyiksa)
maka disiksa, maka kami membaitnya atas hal tersebut.” (HR Bukhori, no.
17, Muslim no. 3223)
***
Teriakan “Maling” Itu Berakhir Maut…Kasus terakhir eksekusi massa
terhadap tersangka pelaku kejahatan di Tangerang, terjadi Kamis (6/4)
malam di sekitar pintu lintasan kereta api di Jl Ampera, Kelurahan Porisgaga,
Kecamatan Batuceper, Kota Tangerang. Korbannya, Hermansyah (24),
warga Lampung, seorang tersangka pencuri sepeda motor di Kedawung
Angke, Jakarta Barat (Kompas, 8/4).
(http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0004/09/utama/teri01.htm)
indosiar.com, Beji – Seorang pria babak belur dikeroyok massa karena
tertangkap tangan saat melakukan aksi di kost-kostan mahasiswa. Diduga
perampok asal Palembang yang biasa menyatroni tempat kost itu tidak
segan-segan melukai korbannya, karena dari tangan pelaku ditemukan
senjata tajam.
(http://www.indosiar.com/patroli/80550/pencuri-babak-belur-dihajarmassa)
Maling motor digebuki, mati di bakar
(http://www.lantas.metro.polri.go.id/news/index.php?id=2&nid=6085).
Adakah yang sudah terlanjur mati itu akan diampuni dosanya diakhirat
kelak? Allahu Ta’aala A’lam.
***
Negara Arab Saudi, walau pun belum Islami seratus persen –karena masih
menggunakan sistem monarki (bukan Khilafah)– tapi sistem pidana Islam
yang diterapkannya menunjukkan keunggulan signifikan bila dibandingkan
sistem pidana sekuler yang dijalankan di negara-negara Arab lainnya, yaitu
di Suriah, Sudan, Mesir, Irak, Libanon, dan Kuwait. Rata-rata angka
pembunuhan di Saudi (dalam 100.000 penduduk) dalam periode 1970-1979
yang besarnya 53, ternyata hanya 1/6 dari angka pembunuhan Mesir dan
Kuwait, 1/7 dari angka pembunuhan Suriah, 1/9 dari angka pembunuhan
Sudan, 1/16 dari angka pembunuhan Irak, dan hanya 1/25 dari angka
75
pembunuhan Libanon. (Topo Santoso, 2003, Membumikan Hukum Pidana
Islam hal 138-143).
Jika Saudi dibandingkan dengan negara Barat, seperti Amerika Serikat,
angkanya akan lebih signifikan dan dramatis. Bayangkan, angka
pembunuhan Saudi selama 1 tahun sama dengan angka pembunuhan AS
dalam sehari! Sebab rata-rata angka pembunuhan Saudi selama 10 tahun
(1970-1979) hanya ada 53 kasus pembunuhan per tahun. Di AS (sepanjang
1992 saja) terjadi 20.000 kasus pembunuhan, atau 54 orang terbunuh per
hari (al-Basyr, 1995, Amerika di Ambang Keruntuhan (As-Suquth min alDakhil). Penerjemah Mustholah Maufur hal 45).
Bayangkan pula, angka perkosaan di Saudi selama 1 bulan sama dengan
angka perkosaan AS dalam sehari! Sebab rata-rata angka perkosaan Saudi
selama 10 tahun (1970-1979) hanya ada 352 kasus perkosaan per tahun.
Jadi per bulan di Saudi terjadi sekitar 29 perkosaan. Di AS (sepanjang 1992
saja) terjadi 10.000 kasus perkosaan, atau sekitar 27 perempuan diperkosa
per hari. Ini kurang lebih setara dengan angka perkosaan Saudi selama 1
bulan (Qonita, 2001, Jilbab dan Hijab, hal 53-54). source:
(http://khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1
16&Itemid=47)
76
MENGEMBALIKAN KEJAYAAN UMAT ISLAM
Pergantian kejayaan suatu kaum adalah sunnatullah yang tidak akan
berubah, begitu juga sebab-sebabnya. Allah telah menjadikan sebab-sebab
agar umat berjaya, begitu juga sebab-sebab yang menjadikan umat tersebut
akan mundur bahkan hancur. Allah SWT berfirman:
ُِ‫ِاّلل‬
ْ ‫ك‬
َّ ‫ي ِالنَّاس َِوليَ ْعلَ َم‬
َ ‫س ِالْ َق ْوَم ِقَ ْرح ِمثْ لُهُ َِوت ْل‬
َّ ‫إ ْن ُِيَْ َس ْس ُك ْم ِقَ ْرح ِفَ َق ْد َِم‬
َ ْ َ‫ِاِل َََّي ُم ِنُ َداوُِلَاِب‬
َّ
َِ ‫َِيبِالظَّالم‬
‫ي‬
َّ ‫ِش َه َداءَ َِو‬
ُ ‫اّللُ َِال‬
ُ ‫اِويَتَّخ َذِمْن ُك ْم‬
َ ‫ين‬
َ ‫ِآمنُو‬
َ ‫الذ‬
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum
(kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa
(kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang
yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu
dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orangorang yang lalim.” (QS. Ali ‘Imran 140)
Berkaitan dengan pergiliran masa kejayaan dalam ayat diatas, Al Hafidz Ibnu
Katsir (wafat 774 H) menyatakan:
‫ْمة‬
ُِ ‫َيِنُد‬
ْ ‫كِم ْن‬
َ ‫تِلَ ُك ْمِالْ َعاقبَِةُِل َماِلَنَاِِفِ َذل‬
ْ ‫يلِ َعلَْي ُك ُِمِ ْاِل‬
ْ َ‫َع َد ِاءَِ ََت َرًِةِ َوإ ْنِ َكان‬
ْ‫أ‬
َ ‫ِاِلك‬
“Yaitu Kami pergilirkan kemenangan itu bagi musuh kalian atas diri kalian
dalam sesekali waktu, sekalipun pada akhirnya kalian memperoleh akibat
yang baik, (Kami lakukan demikian itu) karena kebijaksanaan Kami yang
mengandung hikmah (buat kalian).”
Kemungkaran, kemaksiyatan, pengingkaran dan penyimpangan pelaksanaan
hukum-hukum Allah SWT merupakan sebab kemunduran dan kehancuran
umat manusia. Sejarah telah membuktikan bahwa Bani Israel yang berkuasa
sejak 975 SM, karena penyimpangannya dari aturan Allah, 250 tahun
setelah berjaya, kemudian berhasil diruntuhkan oleh raja `Asyur namanya
Syanharib, dan ketika sudah hancur, mereka tidaklah bertaubat sehingga
Allah mengerahkan tentara Babilonia di bawah pimpinan Bukhtanassar
(Nebukadnezar), yang menawan dan menjadikan mereka sebagai budak.
Begitu juga negeri Saba yang berkembang kira-kira tahun 1000 SM, negeri
yang sangat makmur, namun karena kekufuran yang menyebar, maka Allah
menghancurkan mereka.
77
ِ‫اِت ِأُ ُكل ََِْط َِوأَثْل‬
ُ ‫فَأ َْعَر‬
َ ‫ضوا ِفَأ َْر َس ْلِنَا‬
ُ َ‫ِسْي َل ِالْ َعرم َِوبَ َّدلْن‬
َ ‫اه ْم ِِبَنَّتَ ْيه ْم‬
َ ‫ِعلَْيه ْم‬
َْ ‫ِجنَّتَ ْي ِ َذ َو‬
ِ‫َو َش ْيءِم ْنِس ْدرِقَليل‬
“Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir
yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang
ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari
pohon Sidr.” (QS. Saba’: 16)
Dalam konteks keadaan kaum Saba ini Allah SWT berfirman:
ِ‫ور‬
ُ ‫اِوَه ْل‬
َ ‫َذل‬
ُ َ‫ِجَزيْن‬
َ ‫ك‬
َ ‫ُِنَازيِإَّالِالْ َك ُف‬
َ ‫اه ْمِِبَاِ َك َف ُرو‬
“Demikianlah kami memberi balasan kepada mereka disebabkan kekufuran
(kengganan bersyukur) mereka. kami tidak menjatuhkan siksa yang
demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur.” (QS. Saba [34]: 17)
Tidak ada cara untuk berjaya kembali kecuali dengan taubat yang
sebenarnya, yang diiringi dengan sesegera mungkin menjalankan ketaatan
sepenuhnya kepada Allah SWT. Sejarah membuktikan bahwa tatkala Bani
Isreal bertaubat, maka Allah memberikan giliran kejayaan bagi mereka
untuk berkuasa kembali pada tahun 536 SM, Allah berfirman:
…‫تِفَلَ َها‬
ُْ ْ‫َسأ‬
ْ ‫َحسْن تُمِأ‬
ْ ‫إ ْنِأ‬
َ ‫َحسْن تُمِِلَنْ ُفس ُكمِوإ ْنِأ‬
َْ
ْ َ
ْ َ
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan
jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al
Isra’: 7)
Kemudian Allah mengancam kalau mereka kembali durhaka maka Allah juga
akan kembali menghinakan mereka:
‫ِحص ًريا‬
ُ ‫ِع ْد ُْت‬
ُ ‫ىِرب ُك ْمِأَ ْنِيَ ْر ََحَ ُك ْم َِوإ ْن‬
َ ‫ين‬
َ َ‫ِع ْد ََّن َِو َج َع ْلن‬
َ ‫َع َس‬
َ ‫اِج َهن ََّمِل ْل َكافر‬
“Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat (Nya) kepadamu;
dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali
(mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahanam penjara bagi orang-orang
yang tidak beriman.” (QS. Al Isra: 8)
Indonesia negeri yang kaya raya alamnya, setelah 66 tahun merdeka,
ternyata 70 juta rakyatnya hidup dalam kemiskinan, 4 juta anak Indonesia
kurang gizi, tiap dua hari, satu warga Jakarta bunuh diri, sementara
kekayaan alamnya terus menerus diserahkan kepada asing dengan
78
mengatasnamakan investasi. Narkoba, pornografi, aborsi dan kerusakan
akhlaq menjamur dinegeri ini.
Amerika Serikat, negara adi daya yang menjadi rujukan negeri ini juga
diambang kehancuran, AS berada dalam krisis utang besar di atas 90% dari
PDB, sekitar 50 juta orang Amerika tidak mampu membayar makanan yang
cukup di tahun 2009, orang-orang yang dulunya kaya banyak yang telah
kehilangan rumah mereka, kini terpaksa tidur di mobil mahal mereka yang
diparkir di sudut-sudut kota17.
Karena itu adalah sebuah kebodohan ketika kita tetap berkutat dengan
konsep kapitalisme yang terbukti menyengsarakan ini, tidak ada jalan untuk
mengembalikan kejayaan umat saat ini kecuali dengan sungguh-sungguh
bertobat, mencampakkan berbagai kemaksiatan, lalu bersegera
menerapkan syariah-Nya secara totalitas dalam semua aspek kehidupan.
Jika tidak, maka bencana demi bencana akan senantiasa melanda negeri ini,
baik bencana alam, maupun bencana yang lebih besar, yakni meluasnya
kemungkaran dan kemaksiyatan. Rasulullah bersabda:
ِ‫َِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ْم‬
َّ ِ‫ِج َع َل‬
َّ ‫ِاّلل َِويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل‬
َّ ‫ُِت ُك ْمِأَئ َّمتُ ُه ْمِبكتَاب‬
َْ ْ‫َوَماِ َل‬
َ ُ‫اّلل‬
َ ‫ِاّللُِإَّال‬
“Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan memilih-milih apa yang diturunkan Allah (yang suka
dilaksanakan, yang tidak suka ditinggalkan), kecuali Allah akan menjadikan
bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad Hasan)
Semoga Allah menjadikan umat ini kembali meraih kejayaannya didunia dan
diakhirat kelak, menjadi umat yang memberikan loyalitasnya hanya kepada
Allah SWT, dan menjadikan kita bagian dari umat tersebut.
ِhttp://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/amerika-segera-menjadinegara-dunia-ketiga.htm, diakses 16/9/2010
17
79
SYARI’AT ISLAM MENANGANI KORUPSI
Salah satu wujud sikap taqwa adalah dengan berhati-hati dalam urusan
harta, karena pertanggungjawaban terhadap harta yang kita miliki pada hari
akhir nanti lebih panjang dan berat dari pada terhadap umur, ilmu dan
tubuh kita. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Ad Darimi dan Ibnu
Khibban, Rasulullah pernah berkata kepada Ka'ab:
ِ ِ‫َّارِأ َْوَٰلِبه‬
ْ ‫بِبْ َنِعُ ْجَرَةِإنَّهُ َِالِيَ ْد ُخ ُل‬
َ َ‫ِاْلَنَّةَِ َِلْمِنَب‬
ُ ‫تِم ْن‬
ُ ‫ِس ْحتِالن‬
ُ ‫ََيِ َك ْع‬
“Wahai Ka'b bin Ujroh sesungguhnya tidak akan masuk syurga daging yang
tumbuh dari hal yang haram, dan neraka adalah paling tepat untuknya.”
(HR. Ahmad)
Saat ini media cetak maupun elektronik ramai membicarakan kasus mafia
hukum berkaitan dengan korupsi yang sangat memprihatinkan. Dari tahun
ke tahun kasus korupsi tidak terselesaikan dengan tuntas, tahun 1998,
Indonesia merupakan negara korup ke-6 terbesar didunia18, tahun 2001,
Indonesia menjadi negara terkorup ke-4 didunia19, tahun 2002, Indonesia
menempati ranking pertama negara terkorup di Asia20, tahun 2010,
Indonesia masih mempertahankan peringkat pertama negara terkorup dari
16 negara tujuan investasi di Asia-Pasific21. Sedangkan Indeks Persepsi
Korupsi 2010, Indonesia menempati ranking 110 dunia, jauh lebih korup
dari Thailand (rangking 78), Srilanka (91), maupun Meksiko (98)22.
Setidaknya ada dua faktor utama penyebab meningkatnya korupsi di negeri
ini.
Yang pertama adalah faktor individu yang teracuni paham materialisme.
Paham ini menyebar luas dimasyarakat, mereka mengukur kebahagiaan dan
kesuksesan seseorang dengan berapa banyak harta yang ia punyai.
Akibatnya orang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan harta, kalau
18
Siaran Pers Transparansi Internasional, (kompas 24/09/1988), urutan sebelumnya:
Kamerun, Paraguay, Honduras, Tanzania dan Nigeria
19
Hamid Awaluddin, Korupsi Semakin Ganas, kompas 16/08/01
20
diikuti India dan Vietnam (hasilSurvei PERC (Political & Economic Risk
Consultancy) : Teten Masduki, Korupsi dan reformasi “Good Governance”,
kompas, 15/4/02
21
Survey PERC, Kompas.com, 8 Maret 2010
22
HarianSumutPost.com
80
perlu ia akan menyuap untuk bisa menjadi pejabat, dan kalau sudah jadi
pejabat ia akan melakukan berbagai cara untuk menambah kekayaannya.
Yang kedua adalah faktor sistem dan aturan yang diberlakukan dinegeri
kita, diantaranya adalah sistem hukum/sanksi yang lemah, penegakan
hukum yang setengah hati, penggajian yang rendah, juga sistem sosial,
dimana masyarakat justru memuja seorang koruptor yang ‘baik hati’, rajin
menyumbang pesantren, sekolah dan masjid.
Hanya ada satu jalan untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas, yakni
dengan penerapan syari’ah, baik dalam skala individual maupun dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Allah berfirman :
ِ‫يِعملُواِلَ َعلَّ ُه ْم‬
ْ َ‫ادِِفِالْبَ ر َِوالْبَ ْحرِِبَاِ َك َسب‬
ُ ‫ظَ َهَِرِالْ َف َس‬
َ ‫ضِالَّذ‬
َ ‫تِأَيْديِالنَّاسِليُذي َق ُه ْمِبَ ْع‬
ِ ‫يَ ْرجعُو َِن‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
[QS. Ar Ruum: 41]
Kesempurnaan syari’ah Islam dalam menangani korupsi terlihat dari aturan
penggajian yang jelas, larangan suap menyuap, kewajiban menghitung
dan melaporkan kekayaan bagi pejabat, keteladanan pemimpin, dan
sistem hukum yang sempurna, dan semua itu dilaksanakan dengan pondasi
iman kepada Allah dan hari akhir.
Dalam urusan gaji, Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak punya rumah,
maka haruslah ia mendapatkan rumah. Bila ia tidak memiliki istri, maka
haruslah ia menikah, bila ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia
mengambil pembantu dan bila ia tidak memiliki hewan tunggangan
hendaklah ia memiliki hewan tunggangan. Barang siapa yang mengambil
selain itu maka ia telah melakukan kecurangan.”(HR Abu Dawud)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Hai kaum muslimin, siapa saja diantara
kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai
negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun
sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Dan kecurangannya itu akan
ia bawa pada hari kiamat nant.” (HR Abu Dawud)
81
Imam Ad Damsyiqi menceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khattab telah
mengeluarkan kas negara untuk menggaji tiga orang guru yang mengajar
anak-anak sebesar 15 dinar (sekitar 63,75 gram emas) per orang per
bulan23.
Sistem Islam juga melarang aparat untuk menerima hadiah dari orang yang
tidak biasa memberi hadiah sebelum dia menjadi pejabat. Imam Bukhari
dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w telah memberi tugas
kepada seorang lelaki dari Kaum al-Asad yang bernama Ibnu Lutbiyah untuk
memungut Zakat. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki
tersebut berkata kepada Rasulullah s.a.w: “(Harta) Ini untuk anda dan
(harta) ini untukku krn dihadiahkan kepadaku.” Setelah mendengar katakata tersebut, Rasulullah s.a.w naik keatas mimbar. Setelah mengucapkan
puji-pujian ke hadirat Allah, beliau bersabda: Adakah patut seorang petugas
yang aku kirim untuk mengurus suatu tugas berani berkata: “Ini untuk anda
dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepadaku?” Bukankah lebih
baik dia duduk di rumah bapak atau ibunya (tanpa memegang suatu
jabatan) dan perhatikan apakah dia akan dihadiahi sesuatu atau tidak.
Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman-Nya, tidaklah
seorang di antara kalian (pejabat) memperoleh sesuatu darinya, kecuali
pada Hari Kiamat dia akan datang dengan memikul seekor unta yang
sedang melenguh atau seekor lembu atau seekor kambing yang
mengembek di atas tengkuknya. Kemudian beliau mengangkat kedua
tangannya tinggi-tinggi sehingga tampak kedua ketiaknya yang putih dan
bersabda: “Ya Allah! Bukankah aku telah menyampaikannya,” sebanyak dua
kali.24
Islam juga mensyari’atkan perhitungan kekayaan para pejabat di awal dan
di akhir jabatannya. Jika ada kenaikan yang tak wajar, yang bersangkutan
harus membuktikan bahwa kekayaan itu benar-benar halal, kalau tidak dia
tidak bisa membuktikan maka hartanya akan dimasukkan ke baitul mal,
sebagian atau seluruhnya. Ini pernah dilakukan Umar bin Khattab kepada
Abu Hurairah dan Khalid bin Walid r.a. Disamping itu tidak kalah pentingnya
23
Abdul Aziz Al Badri, Hidup Sejahtera dalam naungan Islam , hal 45
ِ‫ِه َذاِلَ ُك ْم‬
َِ ‫ال‬
ْ ‫ِعلَْيه َِو َسلَّ َم َِر ُج ًلِم َن‬
َ َ‫ىِالص َدقَةِفَلَ َّماِقَد َمِق‬
ُ ‫َسدِيُ َق‬
ُ ‫ِاستَ ْع َم َل َِر ُس‬
َّ َّ‫ِصل‬
َّ ‫ول‬
َّ َ‫ِعل‬
َ ‫وِوابْ ُنِأَيبِعُ َمَر‬
َ ‫الِلَهُِابْ ُنِاللْتبيَّة‬
َ ُ‫ىِاّلل‬
ْ ‫ِاِل‬
ْ
َ ‫ِاّلل‬
ْ ‫ِع‬
َ ‫ِمر‬
َّ
َّ
ِ‫ِه َذاِلَ ُك ْم‬
ِ
‫ول‬
‫ق‬
‫ي‬
‫ِف‬
‫ه‬
‫ث‬
‫ع‬
‫َب‬
‫أ‬
ِ
‫ل‬
‫ام‬
‫ِع‬
‫ل‬
‫اِِب‬
‫ِم‬
‫ال‬
‫ق‬
‫ِو‬
‫ه‬
‫ي‬
‫ل‬
‫ِع‬
َْ
‫َث‬
‫أ‬
‫ِو‬
ِ
‫ِاّلل‬
‫د‬
‫م‬
‫ح‬
‫ف‬
ِ
‫ب‬
‫ن‬
‫ْم‬
‫ل‬
‫ىِا‬
‫ل‬
‫ِع‬
‫م‬
‫ل‬
‫س‬
‫ِو‬
‫ه‬
‫ي‬
‫ل‬
‫ِع‬
‫ىِاّلل‬
‫ل‬
‫ِص‬
‫ِاّلل‬
‫ول‬
‫س‬
‫ِر‬
‫ام‬
‫ق‬
‫ِف‬
‫ال‬
‫ق‬
ِ
‫َِل‬
‫ي‬
‫د‬
‫ُه‬
‫أ‬
ِ
‫اَِل‬
‫ذ‬
‫ه‬
‫و‬
ِ
َ ََ
َ ُ ُ ََ ُ ُ َ ْ َ ُ َ َ َ َ َ ََْ َ َ ََّ َ َ َ َ ْ ََ َ َ َ ََْ َُّ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ ْ
َّ
ِ‫اِشْي ًَا‬
ِ
‫ه‬
‫ن‬
‫ِم‬
‫م‬
‫ك‬
‫ن‬
‫ِم‬
‫د‬
‫َح‬
‫أ‬
ِ
‫ال‬
‫ن‬
‫ِي‬
‫ِال‬
‫ه‬
‫د‬
‫ي‬
‫ِب‬
‫د‬
‫م‬
‫ُِم‬
‫س‬
‫ف‬
‫يِن‬
‫ذ‬
‫ل‬
‫ا‬
‫و‬
ِ
ِ
‫ِال‬
‫َم‬
‫أ‬
ِ
‫ه‬
‫ي‬
‫ل‬
‫ىِإ‬
‫د‬
‫ه‬
‫َي‬
‫أ‬
ِ
‫ر‬
‫ظ‬
‫ن‬
‫ِي‬
‫ّت‬
‫ِح‬
‫ه‬
‫ُم‬
‫أ‬
ِ
‫ت‬
‫ي‬
‫ِب‬
‫ِِف‬
‫َو‬
‫أ‬
ِ
‫يه‬
ِ
‫َب‬
‫أ‬
ِ
‫ت‬
‫ي‬
‫ِب‬
‫ِِف‬
‫د‬
‫ع‬
‫ِق‬
‫ل‬
‫ف‬
َ
‫أ‬
ِ
‫َِل‬
‫ي‬
‫د‬
‫ُه‬
‫أ‬
ِ‫ا‬
ُ
ُ
َ
َ
َ
ُ
َّ
َ
َّ
ْ
َ َ ْ ْ ْ َ ََ
َْ ْ
َْ َ َ َ َ َ ْ ‫َوَه َذ‬
َ َُ ُ َ
َ ْ ْ َ ْ ُ َ َْ َ
ِ‫ِه ْل‬
ُِ َ‫ىِعنُقهِبَعريِلَهُ ُِر َغاءِأ َْوِبَ َقَرةِ َِل‬
َ َ‫ِتِإبْطَْيهِِ ُثَِّق‬
ُ ‫ِشاةِتَْيعُِر‬
َ ‫اِخ َوارِأ َْو‬
ُ َ‫ِح َّّت َِرأَيْن‬
ُ َ‫ِعل‬
َ ُ‫َِيملُه‬
َْ ‫ِجاءَِبهِيَ ْوَمِالْقيَ َامة‬
َ ‫الِاللَّ ُه َّم‬
َ ‫ِثَّ َِرفَ َعِيَ َديْه‬
َ ‫إَّال‬
َْ ‫اِع ْفَر‬
َّ
ِ ْ َ‫ِمَّرت‬
‫ي‬
ُ ‫بَل ْغ‬
َ‫ت‬
24
82
adalah keteladanan pemimpin. Khalifah Umar bin al-Khaththab menyita
sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar, karena
kedapatan digembalakan di padang rumput milik Baitul Mal. Ini dinilai Umar
sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.
Inilah beberapa konsep syari’ah dalam menyelesaikan korupsi yang semakin
kronis ini. Untuk itu diperlukan upaya kita semua untuk mengajak kepada
syari’ah dan diperlukan kemauan penguasa untuk kembali menerapkan
syari’ah dalam setiap aspek kehidupan, tanpa ini, maka memerangi korupsi
hanyalah sebatas mimpi yang tidak akan terlaksana. Semoga Allah menjaga
kita dari segala yang di murkai-Nya.
83
SYARIAH MEMBABAT PORNOGRAFI DAN SEKS
BEBAS
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya
takwa. Kita tingkatkan terus ketakwaan itu di dalam setiap keadaan,
dimanapun berada. Kita laksanakan semua perintah Allah meskipun pada
mulanya terasa berat. Dan kita tinggalkan segala kemaksiatan dan semua
saja yang dilarang oleh Allah, meskipun kelihatan sepele apa yang dilarang
itu, tetapi kalau berkali-kali dosa kecil atau larangan itu kita jalankan, sudah
pasti dosa kita semakin bertumpuk. Oleh sebab itu marilah kita senantiasa
bertakwa! Sungguh bahagia dan beruntunglah orang yang selalu taat
kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya. Sebaliknya akan sangat rugilah
orang yang kufur dan durhaka kepada-Nya.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Dari mimbar yang agung ini saya menyeru diri saya dan saudara-saudara
sekalian untuk membuka mata hati kita melihat kondisi umat Islam saat ini,
khususnya di negeri ini. Suatu hal yang sangat memprihatinkan, di negeri
yang merupakan negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia, ternyata
menjadi surga bagi para pelaku dan penyebar pornografi dan pornoaksi.
Munculnya, kasus video mesum yang dibintangi oleh pemain mirip artis
adalah merupakan bukti nyata dari hal tersebut. Yang pasti, penyebaran
video mesum itu kembali mengungkap banyak hal, termasuk menimbulkan
keresahan di masyarakat dan mengancam masyarakat.
Seorang Pakar pendidikan, sosiologi dan kemasyarakatan menyebutkan
bahwa masyarakat Indonesia kelihatan sehat-sehat saja. Padahal di
dalamnya sebenarnya mereka sakit (sickness society) dan sudah
berlangsung sejak dulu. “Dalam kasus video porno itu, misalnya, kasus ini
dihujat dan tidak dibenarkan oleh masyarakat, tetapi di sisi lain video porno
ini malah banyak dicari. Jadi, sebenarnya mereka sakit karena masyarakat
Indonesia tidak mempunyai apa yang disebut dengan daya tangkal moral
yang kuat.” Peredaran video porno artis terkenal itu akan makin memicu
seks pranikah. Seks yang dilakukan sebelum menikah itu berada dalam
ranah norma agama dan norma moral. Ketika bentuk kebebasan yang
84
permisif sudah diterima sebagai kewajaran, maka norma-norma akan
mengalami perubahan bentuk atau kehilangan fungsinya. Apalagi,
masyarakat kita mempunyai apa yang disebut split society, keadaan
masyarakat yang mempunyai kepribadian terpecah. “Contohnya, ketika
Ramadhan semua orang ramai-ramai–baik artis, pejabat ataupun orang
awam–berpakaian Muslim, terlihat pergi ke Masjid, melakukan sumbangan.
Namun, setelah itu mereka kembali ke kebiasaan lamanya. Bermuka dua.
Inilah cermin dari suatu masyarakat split society.”
Di sinilah bahaya besar yang mengancam umat. Kemunculan video mesum
itu dengan pemberitaan yang begitu luas akan makin menumbuhsuburkan
perilaku seks bebas dan seks pranikah, juga membangun kesan di
masyarakat bahwa apa yang mereka lakukan sebagai sesuatu yang biasa.
Makin meningkatnya perilaku seks bebas tentu akan makin meningkatkan
bahaya bagi masyarakat seperti makin banyaknya kehamilan pranikah dan
berikutnya kasus aborsi. Banyak data menunjukkan selama ini lebih dari 2
juta aborsi terjadi setiap tahunnya di negeri ini. Begitu pula perilaku seks
bebas di kalangan mereka yang sudah menikah juga akan mengancam
keharmonisan suami-istri, kekacauan nasab dan kehancuran institusi
keluarga yang pada akhirnya akan makin memperbesar masalah sosial di
tengah masyarakat.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Akar masalah dari penyebaran video mesum dan perilaku seks bebas di
masyarakat adalah karena sekularisme dan liberalisme di tengah
masyarakat. Sekularisme adalah paham yang menolak peran agama dalam
kehidupan umum. Agama hanya dianggap sebagai urusan pribadi dan itu
pun dipersempit sebatas urusan spiritual dan ritual. Nilai-nilai dan aturan
agama (Islam) tidak boleh diikutkan dalam masalah publik. Adapun
liberalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap manusia bebas
berkeyakinan dan berperilaku selama tidak merugikan orang lain. Paham
kebebasan ini juga mengajarkan bahwa setiap orang bebas menjalin
hubungan dengan siapa saja dan bahkan berhubungan seks dengan siapa
saja asal suka sama suka dan tidak ada paksaan.
85
Celakanya, pengaturan kehidupan sosial yang ada saat ini dibangun
berlandaskan pada ide sekularisme dan liberalisme itu. Tengok saja, di
dalam KUHP seseorang yang berhubungan di luar ikatan perkawinan tidak
dianggap melakukan tindakan pidana selama dilakukan suka sama suka.
Padahal bisa jadi hanya pasal itulah yang bisa digunakan untuk menjerat
pemain video mesum itu. Walhasil, perundang-undangan sekular yang ada
saat ini jelas tak mampu mengatasi problem pornografi, pornoaksi, dan seks
bebas yang marak terjadi di tengah masyarakat.
Syariah Islam Membabat Seks Bebas dan Menyelamatkan Umat
Islam menetapkan bahwa persoalan seks dibatasi hanya dalam kehidupan
suami-istri. Persoalan seks tidak boleh diumbar di ranah umum.
Dalam kehidupan suami istri itu, Islam juga mengajarkan adab-adab dalam
hubungan suami-istri. Misal, mengajarkan agar perihal hubungan suami-istri
itu disimpan di antara mereka berdua saja. Islam mengharamkan siapapun
menceritakan perihal hubungan tersebut kepada orang lain. Nabi saw. telah
bersabda:
َِّ‫ِث‬
ُ ‫ِامَرأَته َِوتُ ْفضيِإلَْيه‬
َّ ‫َشر ِالنَّاس ِعْن َد‬
َّ ِ‫ِاّلل َِمْنزلَةً ِيَ ْوَم ِالْقيَ َامة‬
َ ‫إ َِّن م ْن ِأ‬
ْ ‫الر ُج َل ِيُ ْفضيِإ َٰل‬
‫يَْن ُش ُِر سَّرَها‬
“Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada
Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh
dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya.” (HR
Muslim dari Abi Said al-Khudri)
Keharaman menceritakan tersebut termasuk bagi suami yang mempunyai
dua istri atau lebih, yakni hubungan badan suami-istri dengan istri yang satu
disampaikan kepada istri yang lain.
Berdasarkan nas di atas, maka keharaman hukum menceritakan tersebut
termasuk keharaman merekam adegan ranjang untuk disebarkan, agar bisa
ditonton orang lain. Dengan keras Nabi saw. menggambarkan mereka
seperti setan:
86
ِ‫اَّن ِِف ِالس َّكة‬
َ ‫ك ِفَ َق‬
ً َ‫ِشْيط‬
َ ‫ت‬
َ ‫اِمثَ ُل ِ َذل‬
َ ‫اِمثَ ُل ِ َذل‬
ْ َ‫ك َِمثَ ُِل َشْيطَانَة ِلَقي‬
َ َ‫ال ِإََّّن‬
َ ‫َه ِْل تَ ْد ُرو َن َِم‬
ِ‫َّاسِيَْنظُُرو َنِإلَْيه‬
َ ‫فَ َق‬
َ ‫ضىِمْن َها َح‬
ُ ‫اجتَهُِ َوالن‬
“Tahukah apa permisalan seperti itu?" Kemudian beliau berkata,
"Sesungguhnya permisalan hal tersebut adalah seperti setan wanita yang
bertemu dengan setan laki-laki di sebuah gang, kemudian setan laki-laki
tersebut menunaikan hajatnya (bersetubuh) dengan setan perempuan,
sementara orang-orang melihat kepadanya.” (HR Abu Dawud)
Memberitakan dan memperbincangkan peristiwa seperti ini juga
diharamkan, karena termasuk menyebarkan perbuatan maksiat. Nabi saw.
dengan tegas menyatakan:
َِّ‫ِث‬
ُ ً‫ِع َمل‬
َّ ‫اهَرةِ أَ ْن ِيَ ْع َم َل‬
ً ‫ِم َع‬
َ ‫ِالر ُج ُل ِِبللَّْيل‬
َ ‫ين َِوإ َّن ِم َن ِالْ ُم َج‬
ُ ‫ُكلِ أ َُّمِت‬
َ ‫اَف ِإالَّ ِالْ ُم َجاهر‬
ُِ‫ت ِيَ ْستُ ُره‬
َ ‫ِعلَْيه ِفَيَ ُق‬
َّ ُ‫صب َح َِوقَ ِْد َستَ َره‬
َ ‫َِي ِفُلَ ُن‬
َ ُ‫ِاّلل‬
َ ‫ِِب‬
ُ ‫ِعم ْل‬
ْ ُ‫ي‬
َ ‫اِوقَ ْد‬
َ ‫ول‬
َ ‫اِوَك َذ‬
َ ‫ت ِالْبَار َح َِة َك َذ‬
ُِ ‫صب ُحِيَكْش‬
َّ ‫ف سْت َر‬
َ ‫ِاّلل‬
ْ ُ‫َربِهُ َِوي‬
ُ‫ِعْن ِه‬
“Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali orang-orang menampaknampakkannya dan sesungguhnya di antara bentuk menampak-nampakkan
(dosa) adalah seorang hamba yang melakukan perbuatan pada waktu
malam, sementara Allah telah menutupinya, kemudian pada waktu pagi dia
berkata, “Wahai fulan, semalam aku telah melakukan ini dan itu.” Padahal
pada malam harinya (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya. Ia pun
bermalam dalam keadaan (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya dan di
pagi harinya ia menyingkap apa yang telah ditutupi oleh Allah.” (Muttafaq
‘alayh)
Semua itu, berdasarkan nas-nas yang ada, jelas haram. Siapapun yang
melakukannya atau yang menyebarkannya seperti penyedia situs, yang
menggandakan CD, dsb, dalam pandangan syariah berarti telah melakukan
tindakan pidana. Kasus semacam itu dalam sistem pidana Islam termasuk
dalam bab ta’zîr. Jika terbukti maka bentuk dan kadar sanksinya diserahkan
kepada ijtihad qadhi; bisa dalam bentuk tasyhir (diekspos), di penjara,
dicambuk dan bentuk sanksi lain yang dibenarkan oleh syariah. Jika semua
itu disebarkan secara luas sehingga bisa menimbulkan bahaya bagi
87
masyarakat, tentu bentuk dan kadar sanksinya bisa diperberat sesuai
dengan kadar bahaya yang ditimbulkan bagi masyarakat itu.
Apalagi jika adegan ranjang itu dilakukan tanpa ikatan perkawinan, yaitu
merupakan perzinaan; si pelaku, jika ia mengakuinya maka terhadap
mereka harus diterapkan had zina, yaitu jika telah menikah harus dirajam
hingga mati dan jika belum pernah menikah maka harus dicambuk seratus
kali. Pelaksanaan hukuman itu harus dilakukan secara terbuka disaksikan
oleh khalayak ramai.
Di sisi lain, pemerintah yang diamanahi mengurus segala urusan rakyat,
selain menjalankan hukuman di atas, juga harus bertindak untuk memutus
rantai kerusakan itu agar tidak terus bergulir; baik dengan memblokir
situsnya, melakukan tindakan razia, dll. Semua tindakan hukum itu
merupakan palang pintu untuk menghalangi terus menjalarnya kerusakan
dan semacamnya itu.
Namun, untuk mengikis kerusakan semacam itu sejak dari akarnya, ide-ide
sekularisme dan liberalisme harus dikikis habis dari masyarakat karena ideide itulah menjadi dasar dan mendorong terjadi dan menyebarnya
kerusakan semacam itu di masyarakat. Sebelum itu, sangat penting
dilakukan pendidikan Islam kepada masyarakat secara terus-menerus dan
berkesinambungan. Jadi, negara harus terus-menerus membina dan
meningkatkan ketakwaan masyarakat. Hal itu bisa dilakukan melalui semua
sarana dan media pendidikan yang mungkin. Namun, semua itu hanya
mungkin dilakukan jika sistem yang diterapkan adalah sistem yang
berlandaskan akidah Islam, yaitu syariah Islam di bawah naungan khilafah
islamiyyah. WalLâh a’lam bi ash-shawâb
88
PANDANGAN ISLAM DALAM PENGELOLAAN MILIK
UMUM
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Dengan iradah-Nya, Allah memberikan pilihan kepada kita mau ta’at atau
durhaka. Allah tidak memerlukan keta’atan kita, justru kitalah yang
beruntung kalau kita menta’ati-Nya. Sebaiknya kedurhakaan manusia
kepada-Nya tidak mengurangi kemuliaan-Nya, justru kedurhakaan akan
berakibat buruk bagi pelakunya. Allah SWT berfirman:
…ِ‫َسأْ ُِْتِفَلَ َها‬
ْ ‫َح َسْن تُ ِْمِأ‬
ْ ‫إ ِْنِأ‬
َ ‫َح َسْن تُ ِْمِِلَنْ ُفس ُك ِْمِ َوإ ِْنِأ‬
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan
jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri .”(QS. Al
Isra’: 7)
Kedurhakaan seseorang dalam perintah yang berkenaan dengan individu
akan berakibat rusaknya kehidupan individu tersebut dan orang-orang yang
berkaitan dengannya, begitu pula kedurhakaan dalam perintah yang
menyangkut masyarakat, akan mengakibatkan rusaknya kehidupan
masyarakat tersebut.
Salah satu perintah syari’at yang saat ini sedang dilanggar, dan telah
nampak nyata kerusakan akibat pelanggarannya, adalah perintah berkaitan
dengan pengelolaan kepemilikan umum. Dari Ibnu al-Mutawakkil bin
‘Abdul-Madân, dari Abyadl bin Hammâl r.a, bahwasanya ia berkata:
ِ‫ال ِابْ ُن ِالْ ُمتَ َوكل ِالَّذي‬
َ َ‫استَ ْقطَ َعهُِالْم ْل َح ِق‬
َّ َّ‫ِصل‬
َّ ‫أَنَّهُ َِوفَ َد ِإ َٰل َِر ُسول‬
َ ُ‫ىِاّلل‬
ْ َ‫ِعلَْيه َِو َسلَّ َم ِف‬
َ ‫ِاّلل‬
ِ‫ت‬
َِ َ‫بِفَ َقطَ َعهُِلَهُِفَلَ َّماِأَ ْن َِوَّٰل ِق‬
َ ‫تِلَهُِإََّّنَاِقَطَ ْع‬
َ ‫يِماِقَطَ ْع‬
َ ‫ِبَأْر‬
َ ‫الِ َر ُجلِم ْنِالْ َم ْجلس ِأَتَ ْدر‬
ِ ُ‫عِمْن ِه‬
َ َ‫لَهُِالْ َماءَِالْعدَِّق‬
َ ‫الِفَانْتَ َز‬
“Sesungguhnya dia (Abyadl bin Hammâl) mendatangi Rasulullah saw, dan
meminta beliau saw agar memberikan tambang garam kepadanya. Ibnu alMutawakkil berkata,”Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma’rib.”
Nabi saw pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin
Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata,
“Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikat kepadanya? Sesungguhnya,
Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir”. Ibnu
89
al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw mencabut kembali pemberian
tambang garam itu darinya (Abyadl bin Hammâl).” (HR Abu Dawud, atTirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban)25
Dalam hadits ini, Rasulullah saw menarik kembali tambang garam yang
telah diberikannya, padahal dalam riwayat Imam Bukhory, dari jalur Ibnu
Abbas, Rasulullah saw bersabda:
ِ‫ودِِفِهبَتهِ َكالْ َك ْلبِيَ ْرج ُعِِفِقَ ْيَه‬
َّ ‫اِمثَ ُل‬
ُ ُ‫ِالس ْوءِالَّذيِيَع‬
َ َ‫سِلَن‬
َ ‫لَْي‬
“Tidak ada bagi kami perumpamaan yang lebih buruk bagi orang yang
menarik kembali hadiahnya, seperti anjing yang menjilat muntahannya
kembali”.
Syaikh Abdurrahman Al Maliki, dalam kitab beliau, As Siyâsah al
Iqtishôdiyyatu al Mutsla, hal. 65 menyatakan:
ِ‫ُِيُِْوُِزِِأَ ِْنِِيَ ُِك ِْو َِنِمِِْلكِِيَِّةًِفَِِْردِِيًَّة‬
َِ ‫ِوَِال‬،
َِّ ‫فَِ ُِه َِوِ َِدلِِْيلِِ َِعِلَىِِأَ َِّنِال َم ْعد َِنِمِ َِنِالِْمِِْلكِِيَّةِِاِلْ َِع‬
َِ ِ‫امة‬
“Hadits tersebut (yakni riw. Dari Abyadl bin Hammâl) merupakan dalil
bahwa sesungguhnya tambang (yang depositnya besar(pent)) merupakan
bagian dari kepemilikan umum, dan tidak boleh dijadikan sebagai
kepemilikan individu (swasta (pent)).”
Saat ini kita melihat bahwa sebagian besar SDA di negeri ini, yang
seharusnya adalah milik rakyat, justru diberikan kepada asing; di bidang
perminyakan, penghasil minyak utama didominasi oleh asing, diantaranya,
Chevron 44%, Total E&P 10%, Conoco Phillip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%,
Petrochina 3%,dll26. Di bidang pertambangan, lebih dari 70% dikuasai asing.
Asing juga menguasai 50,6% aset perbankan nasional per Maret 2011. Total
kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan
yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.
Tidak cukup disektor pertambangan, asing juga berusaha mengangkangi
bisnis eceran minyak, dan sayangnya penguasa negeri ini justru
memuluskan jalan mereka. Kata Revrisond Baswir, pengamat ekonomi
25
At Tirmidzi menghasankannya, Ibnu Hibban mensahihkan, Ibnul Qaththan
mendlo’ifkan [as Shon’âny(w. 1276 H), Fathul Ghaffâr, 3/1284], Al Albani
menyatakan hadits ini hasan lighairihi. Hadits ini diamalkan ahlul ‘ilmi dari kalangan
sahabat [Tahqiq Abdul Qadir Arna’uth atas kitab Jâmi’ul Ushul, 10/578 karya Ibnul
Atsîr (w. 606 H)]
26
Sumber data: Dirjen Migas, 2009
90
Universitas Gadjah Mada (UGM), 800.000 SPBU milik asing akan menguasai
Indonesia27. Dampaknya harga BBM harus dinaikkan, sebab kalau harga
BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.'28
Sungguh benar sabda Rasulullah saw:
ِ ‫اّللُِ ََبْ َس ُه ِْمِبَْي نَ ُه ِْم‬
َِّ ِ‫اّللُِإَِّالِ َج َع َِل‬
َِّ ِ‫اّللِ َويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَِل‬
َِّ ِِ‫ِ َوَماِ َِلِْ َُْت ُك ِْمِأَئ َّمتُ ُه ِْمِبكتَاب‬...
“Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah
(sebagian diambil, sebagian dibuang), kecuali Allah akan menjadikan
bencana di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad hasan)
Akibat enggannya menerapkan hukum Allah berkaitan dengan kepemilikan
umum ini, negeri yang sejatinya kaya raya ini, bukan hanya harus kehilangan
sebagian besar SDAnya, namun masih lagi harus menanggung utang yang
senantiasa meningkat, utang pada akhir pemerintahan Soekarno 2,17 miliar
dollar AS, pada akhir pemerintahan Soeharto naik 25 kali lipat menjadi 54
miliar dollar AS, dan pada akhir 2010 angka itu sudah membengkak lebih
dari 50 kali lipat menjadi 116 miliar dollar AS29. Bunga utang yang harus
dibayar 2012 saja mencapai bunga Rp 122,13 triliun30. Sementara lebih dari
30 juta penduduk negeri ini hidup dibawah garis kemiskinan, padahal
kemiskinan bisa memicu orang untuk melakukan kekufuran.
Sungguh keberkahan hidup hanya ada ketika kita menjadikan syari’ah Allah
sebagai aturan hidup keseharian kita, aturan yang mengatur individu,
masyarakat maupun bangsa. Sebaliknya kedurhakaan manusia kepada-Nya
tidak mengurangi kemuliaan-Nya, justru kedurhakaan akan berakibat buruk
bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah menjadikan
kita orang-orang yang selalu punya kekuatan tekad, semangat dan
27
http://www.suarapembaruan.com///ekonomidanbisnis/inilah-ekspansikapitalisme-besar-besaran-800000-spbu-asing-akan-kuasai-indonesia/18587 30
Maret 2012, diakses 13 April 2012
28
Kompas, 14 Mei 2003
29
http://cetak.kompas.com/read/2011/06/03/04174268/selamatkan.ekonomi.indon
esia, diakses 15 Juli 2011
30
http://www.indonesiamedia.com/2012/04/08/opini-wakil-menteri-esdmwidjajono-partowidagdo/ diakses 13 April 2012
91
keseriusan dalam upaya untuk menta’ati Allah dalam setiap aspek
kehidupan kita, tidak merasa cukup telah melaksanakan satu kewajiban
namun abai terhadap kewajiban yang lain.
ISLAM DAN NEGARA TAK BISA DIPISAHKAN
Sejak pertama kali risalah Islam diwahyukan oleh Allah SWT kepada
Rasulullah Muhammad saw, sasaran risalah ini adalah seluruh umat
92
manusia tanpa kecuali. Kelengkapan Dinul Islam memantapkan Islam
sebagai satu-satunya sistem hidup yang berasal dari Allah SWT, Pencipta
seluruh makhluk, Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui.
Ajarannya yang rinci, lengkap, dan mampu menjawab seluruh problematika
umat manusia sepanjang zaman telah dijamin sendiri oleh Allah SWT :
ِ‫ي‬
َِ ‫اَّنِل ُكلِِ َش ْيءِِ َوُه ًدىِ َوَر َْحَِةًِ َوبُ ْشَرىِل ْل ُم ْسلم‬
ًِ َ‫ابِتْب ي‬
َِ َ‫كِالْكت‬
َِ ‫َونََّزلْنَاِ َعلَْي‬
"Dan Kami turunkan kepadamu al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orangorang yang berserah diri." (QS An Nahl: 89)
Ayat ini menegaskan bahwa salah satu fungsi Al Quran adalah menjelaskan
(menjawab) segala problematika yang ada di hadapan manusia, di manapun
dan kapanpun. Sebaliknya bila manusia (termasuk kaum muslimin)
mengabaikan peringatan-peringatan dan hukum-hukum Al Quran maka
yang diperolehnya hanyalah kesempitan hidup, kesengsaraan dan kehinaan.
Allah SWT berfirman:
ِ ‫ضْن ًكا‬
َِ ‫َوَم ِْنِأ َْعَر‬
َ ‫ضِ َع ِْنِذ ْكريِفَإ َِّنِلَِهُِ َمع‬
َ ًِ‫يش ِة‬
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (berupa sistem hukum
Islam), maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit."(QS.
Thahaa: 124)
Di sisi lain, Al Quran dan Sunnah Nabi memuat hukum-hukum yang lengkap
tentang ibadah, berpakaian, makanan, minuman, hukum-hukum tentang
ekonomi-perdagangan, harta, distribusi harta, ghanimah, fa’i, jizyah, kharaj,
tentang peradilan tindakan kriminal, hudud, ta’zir, persaksian, pembuktian
(bayyinaat), mahkamah, hingga ke perkara jihad, gencatan senjata,
mobilisasi, perjanjian damai, utusan/delegasi. Belum lagi perkara-perkara
yang menyangkut pendidikan, aturan sosial, keluarga/rumah tangga dan
seterusnya.
Semua itu berupa sistem hukum yang cakupannya meliputi seluruh bentuk
perbuatan manusia, baik antara manusia satu dengan yang lain, antara
rakyat dan negara, antara negara Islam dengan negara lain, antara muslim
dan non muslim, antara hamba dengan Allah SWT sebagai Al Khaliq.
Kenyataan dari sirah Rasulullah saw telah menunjukkan bahwa ajaran Islam
sama sekali tidak dibatasi pada pribadi-pribadi pemeluknya. Bahkan beliau
93
saw menjadikannya sebagai asas negara Islam. Hal ini tercantum dalam
piagam Madinah (watsiqoh Madinah) yang dijadikan peraturan umum
antara kaum muslimin dan non muslim di kota Madinah:
"Bahwasanya apabila di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini
terjadi suatu perselisihan yang dikuatirkan akan menimbulkan kerusakan,
maka tempat kembalinya adalah kepada Allah dan kepada Muhammad
Rasulullah –saw- dan bahwasanya Allah bersama orang yang teguh dan
setia memegang perjanjian ini."
Disamping itu, bagaimana mungkin ajaran Islam sampai ke berbagai penjuru
negeri (termasuk Indonesia) apabila ajaran ini dibatasi dan hanya dimiliki
oleh pribadi-pribadi? Bukankah itu berarti memasung kewajiban dakwah
Islam kepada umat manusia dan jihad fi sabilillah. Lagi pula Rasulullah saw
bersabda :
ُِ‫ص َِم ِمّنِ ِ َمالَِه‬
َِّ ‫َّاس ِ َح‬
َِ ‫ت ِأَ ِْن ِأُقَات َِل ِالن‬
ُِ ‫أُم ْر‬
َّ ِ ‫ ِ ِالَ ِإلََِه ِإَِّال‬:‫ّت ِيَ ُقولُوا‬
َ ‫ ِفَ َم ِْن ِقَا َِلَا ِفَ َق ِْد ِ َع‬،ُ‫اّلل‬
ِ ‫اّلل‬
َِّ ِ‫ِ َوح َسابُِهُِ َعلَى‬،‫َونَ ْف َس ِهُِإَِّالِِبَقه‬
"Aku telah diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia, hingga
mereka bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah, barangsiapa yang
bersaksi (seperti itu), maka terpeliharalah harta dan diri mereka, kecuali
ada tuntutan (haq) atas perkara tadi, dan hisabnya kembali kepada Allah.”
(HR. Bukhari dari Umar bin Khattab)
Sungguh kita sendiri tidak mengerti apa yang membuat risau dan gundah
hati sebagian kaum muslimin –termasuk juga orang-orang non muslim- jika
kita –misalnya- memberlakukan hukum potong tangan bagi pencuri, baik ia
beragama Islam maupun bukan Islam! Atau jika kita merajam pemerkosa
baik ia muslim maupun non muslim! Atau mendera para pemabuk baik ia
beragama Islam ataupun bukan Islam!
Seorang muslim akan menerima hukum-hukum ini sebagai bagian dari
ajaran Islam yang dilaksanakannya secara praktis dalam rangka memenuhi
perintah-perintah Allah dan menjauhkan segala laranganNya. Sementara
bagi orang-orang non muslim menerima hal ini sebagai undang-undang
negara yang wajib mereka patuhi secara disiplin demi menjaga hak dan
kewajiban warga negara.
94
Download