KUMPULAN CERAMAH RAMADHAN 1435 H DAFTAR ISI 1. WAKTU, KERUGIAN & AMAL SHALIH .................................................... 3 2. MAKSIMALKAN SISA USIA UNTUK KETA’ATAN ..................................... 6 3. PERINTAH ALLAH MERUPAKAN UJIAN KEIMANAN............................... 9 4. HIDUPLAH DI DUNIA LAKSANA ORANG ASING ATAU MUSAFIR .........12 5. MENGHINDARI SIFAT NIFAQ ...............................................................14 6. BERHATI-HATI TERHADAP “DOSA JÂRIYAH” .......................................19 7. KALAU MEMANG TIDAK MAU, SELALU ADA ALASAN, KALAU KEINGINAN KUAT, SELALU ADA JALAN ...............................................23 8. KAWAN, LAWAN & KEPENTINGAN .....................................................27 9. MEMAHAMI HAKIKAT KEMATIAN.......................................................30 10. MENELADANI KETEGASAN RASULULLAH SAW ...................................33 11. RASULULLAH S.A.W RAHMAT BAGI SEMESTA ALAM .........................36 12. MENGGAPAI HIDUP BERKAH DENGAN SYARI’AH ...............................39 13. MENJADI UMAT TERBAIK DENGAN SYARI’AH.....................................42 14. UMAT ISLAM HARUS SIAP BERKORBAN..............................................44 15. KEHINAAN & KEMULIAAN UMAT........................................................48 16. HANCURNYA SEBUAH BANGSA...........................................................51 17. NEGERI LIMA BENCANA ......................................................................54 18. SEX BEBAS MEMBINASAKAN NEGERI .................................................57 19. BENCANA ALAM: AKIBAT MAKSIAT DAN SISTEM YANG BATIL ...........60 20. ISTIGHFAR & TAUBAT: AMALAN PENOLAK BENCANA ........................64 21. SEKULARISME ADALAH ALAT IMPERIALISME .....................................67 22. ISLAM MEMERDEKAAN MANUSIA DARI PENJAJAHAN .......................70 23. KEUNGGULAN HUKUM ISLAM ............................................................73 24. MENGEMBALIKAN KEJAYAAN UMAT ISLAM.......................................77 1 25. SYARI’AT ISLAM MENANGANI KORUPSI............................................. 80 26. SYARIAH MEMBABAT PORNOGRAFI DAN SEKS BEBAS ...................... 84 27. PANDANGAN ISLAM DALAM PENGELOLAAN MILIK UMUM.............. 89 28. ISLAM DAN NEGARA TAK BISA DIPISAHKAN ...................................... 92 2 WAKTU, KERUGIAN & AMAL SHALIH Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah kapan dan dimanapun kita berada, dengan menggunakan waktu yang diberikan Allah SWT untuk mentaati-Nya. Karena kalau kita gunakan waktu kita untuk selain keta’atan, maka kita termasuk orang-orang yang merugi. Allah SWT berfirman: َّ ِاص ْواِِب ِْلَق ْ ِإ َّن- ِصر َّ ِاِو َعملُوا ْ َوالْ َع ُ ِاْلنْ َسا َنِلَف َ الصاِلَاتِِ َوتَ َو َ ينِءَ َامنُو َ ِإالَِّالذ- ِيِخ ْسر ِ لص ِْب َّ اص ْواِِب َ َوتََِو “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, nasihatmenasihati supaya menaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-'Ashr [103]: 1-3) Imam Fakhruddîn Ar Râzi (w.606H), dalam tafsirnya, Mafâtîhul Ghaib1 memberikan penjelasan menarik tentang hubungan masa/waktu dengan kerugian, beliau menyatakan: ِِضييع ُِ ِْ َوَرأ،يعِ َرأْسِِالْ َمال ُِ ضي َِّ ِل ْ َِن ْ َِ َوُه َِوِقَلَّ َماِيَْن َفكِِ َع ِْنِت،ُس ِ َمالهِ ِ ُه َِوِ ُع ُم ُره ْ َاْلُ ْسَِرِ ُه َِوِت ِ ِِعُ ُمره Karena sesungguhnya kerugian itu adalah hilangnya modal, dan modalnya manusia adalah umurnya, dan modal tersebut terus berkurang seiring dengan hilangnya umurnya. Disisi lain, modal yang berupa waktu kehidupan yang dimiliki manusia, sangat pendek, terbatas dan tidak kekal. Ketika Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?", ِيل ِلَ ِْو ِأَنَّ ُك ِْمِِ ُكْن تُ ِْم ًِ ال ِإ ِْن ِلَبثْ تُ ِْم ِإَِّال ِقَل َِ َ ِق-ِ ين َِ اسأَلِ ِالْ َعاد َِ قَالُوا ِلَبثْ نَا ِيَ ْوًما ِأ َِْو ِبَ ْع ْ َض ِيَ ْومِ ِف ِ تَ ْعلَ ُمو َِن Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari2, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung. Allah berfirman: 1 ِدارِإحياءِالرتاثِالعريب-مفاتيحِالغيبِ=ِالتفسريِالكبري 2 juz 32 hal 280 mereka ragu, dan menganggap pendek masa tinggal mereka disebabkan kengerian mereka melihat besarnya azab di hari itu (tafsir Jalalain) 3 "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sungguh mengetahui." (QS. Al Mu'minûn: 113-114) Seandainya modalnya kekal, misalnya bermodal 100 juta, dia hamburkan 50 juta, tetap saja modalnya 100 juta, dia keluarkan 100 juta lagi, tetap dia miliki 100 juta, tentunya tidak terlalu bermasalah kalau sembarangan menghambur modal. Namun jika modalnya sedikit dan tidak kekal maka merupakan kerugian kalau dihambur-hamburkan tanpa menghasilkan sesuatu. Begitu juga akan rugi jika modal tersebut hanya menghasilkan sesuatu yang fana pula, yakni kehidupan dunia ini, karena nanti akan lenyap bersama lenyapnya usia. ِ ِاعُِالدنْيَاِقَليلِِ َو ْاْلخَرِةُِ َخْي رِِل َمنِِاتَّ َقى ِ َقُ ِْلِ َمت Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. An Nisaa': 77) Sungguh keberuntungan hanya diperoleh kalau seseorang mendapatkan ganti yang jauh lebih besar dari modalnya yang telah hilang, ganti ini hanya akan diperoleh dengan melakukan ‘amal shaleh. ِل ِ ُُْيَزى ِإَِّال ِمثْ لَ َها ِ َوُه ِْم َِِال َِ َلسيََةِ ِف ِ اءَ ِِب ِْلَ َسنَةِ ِفَلَِهُ ِ َع ْش ُِر ِأ َْمثَاِلَا ِ َوَم ِْن ِ َج ِ َم ِْن ِ َج َّ ِاءَ ِِب ِ يُظْلَ ُمو َِن “Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS Al An’am[6] : 160). Demikian juga pahala berinfak di jalan Allah Swt. Kepada pelakunya, dijanjikan akan mendapatkan balasan tujuh ratus kali lipat dari harta yang diinfakkan itu (QS al-Baqarah [2]: 261). Diantara amal shaleh yang menjanjikan keuntungan lebih besar, dan masih mengalir walaupun modal usia telah habis, adalah dengan saling berwasiat untuk menaati kebenaran, dan menepati kesabaran. Dia bukan hanya mendapatkan balasan berlipat, namun juga mendapatkan balasan sebagaimana balasan orang yang mengerjakannya. Rasulullah saw bersabda: 4 َِجرِفَاعله َِ ِد َّل َ َم ْن ْ ىِخ ْريِفَلَهُِمثْ ُلِأ َ َِعل “Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapatkan pahala sama dengan yang mengerjakan.” (HR Muslim). Mungkin usianya pendek, namun dengan mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, seolah dia hidup lebih lama dari umur yang sebenarnya. Sebab, kematian --yang lazimnya menghalangi seseorang untuk beramal dan mendapatkan pahala dari amal tersebut--, masih memberikan peluang baginya untuk memperoleh pahala. Sungguh modal usia yang kita miliki sangat sedikit, mau kita gunakan untuk kebaikan atau kejahatan, maupun tidak dipakai sekalipun, modal itu pasti akan habis. Bila kita bertekad menginvestasikan waktu hidup kita untuk kebaikan, sesungguhnya resiko penderitaan yang mungkin kita alami sangat sebentar, yakni hanya di dunia ini, sedangkan keberuntungan di akhirat sungguh tiada batasnya. Sebaliknya bila modal usia ini kita gunakan untuk maksiyat, maka kemungkinan kenikmatan yang diperoleh sangat sedikit, yakni hanya kenikmatan di dunia yang fana ini, sementara siksa yang bakal diterima di akhirat sangat berat. Begitu pula jika modal usia ini lebih banyak kita gunakan untuk bermainmain, atau mengejar kenikmatan dunia, walaupun halal sekalipun, maka sungguh kerugian juga yang akan dijumpai, karena modalnya habis, begitu juga kenikmatan yang diperoleh juga akan habis. Semoga kita dimudahkan Allah untuk mengisi hari-hari kita dengan ketaatan yang dilandasi keimanan, karena tanpa landasan iman, semua kebaikan akan sia-sia. ِّت ِإذَا ِ َجاءَِهُ ِ َِلْ ِ َُي ْدِهُ ِ َشْي ًَا َِّ اءً ِ َح ِ ينِِ َك َف ُروا ِأ َْع َما ُِلُِْمِِ َك َسَرابِ ِبق َيعةِ ِ ََْي َسبُِهُ ِالظَّ ْمآَ ُِن ِ َم َِ َوالَّذ ِاِل َساب ُِ اّللُِ َسر َِّ اّللَِعْن َدِهُِفَ َوفَّ ِاهُِح َسابَِهُِ َو َِّ َِوَو َج َِد ْ ِيع “Dan orang-orang yang kafir, amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi didatanginya air itu dia tidak mendapatinya apa pun.” (QS al-Nur [24]: 39). 5 MAKSIMALKAN SISA USIA UNTUK KETA’ATAN Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah (wafat 187 H) pernah berkata kepada seseorang: “Berapa usiamu?” Orang itu menjawab: “60 tahun.” AlFudhail berkata: “Berarti sejak 60 tahun engkau berjalan menuju Tuhanmu dan hampir-hampir engkau akan sampai pada-Nya”. Mendengar hal itu, orang tersebut berkata: ن َِ َِّّللِوإَّنَِّإلَْيهِراجعُ ِو َّ إَّن َ َ Al-Fudhail berkata lagi: ِ،ِوأَنَّهُِإلَْيه َِراجع، ُ ِتَ ُق،فِتَ ْفس َريِهُ؟ َّ ُِعل َمِأَنَّه َّ ولِأَ ََّن ُ أَتَ ْعر َ ِّلل َ ِفَ َم ْن،ِعْبد َِوإلَْيه َِراجع َ ِّلل َ ِعْبد ِ،ِعل َم ِأَنَّهُ َِم ْسَُول َ ِوَم ْن، َ ِوَِم ْن، َ ِفَ ْليَ ْعلَ ْم ِأَنَّهُ َِم ْسَُول،ِعل َم ِأَنَّهُ َِم ْوقُوف َ فَ ْليَ ْعلَ ْم ِأَنَّهُ َِم ْوقُوف ِ اِب ًِ ِج َو َ فَ ْليُعدَِّللس َؤال “Tahukah engkau tafsir dari kalimat yang engkau ucapkan? (tafsirnya adalah) engkau katakan: bahwa aku adalah hamba milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Maka barang siapa yang mengetahui bahwa dia adalah hambanya Allah dan dia akan kembali kepada-Nya, hendaklah ia mengetahui bahwa ia akan dibangkitkan di hadapan Allah kelak. Dan siapa yang tahu bahwa ia akan dibangkitkan, maka hendaklah ia mengetahui bahwa ia akan ditanya, dan siapa yang tahu ia akan ditanya maka hendaklah ia mempersiapkan jawaban.” Orang itu bertanya: “Lalu apa jalan keluarnya?” Al-Fudhail menjawab: “Mudah.” “Apa itu?” tanya laki-laki tersebut. Al-Fudhail berkata: ِىِوِبَا َ ِفَإن،ضى َ َيماِبَق َيِيُ ْغ َف ُرِل َ اِم َ اِم َ ِأُخ ْذ،يماِبَق َي َ َْسأ َ َتِِب َ ك َِم َ َّكِإ ْنِأ َ ض َ تِف َ ُُْتس ُنِف ِ بَق َِي “Engkau berbuat baik pada umurmu yang tersisa, niscaya akan diampuni bagimu apa yang telah lewat, karena bila engkau berbuat jelek dengan umurmu yang tersisa engkau akan disiksa karena kejelekan yang telah lalu dan yang akan engkau perbuat dalam sisa umurmu.” (Jâmi`ul Ulum wal Hikam, 2/383, Mu’assasah ar Risalah, Maktabah Syâmilah) Sungguh banyak sekali perbuatan baik, dan sungguh pendek usia manusia. Oleh sebab itu kita tidak boleh menganggap enteng suatu perbuatan baik, 6 namun demikian, ketika perbuatan baik yang satu berbenturan dengan perbuatan baik yang lain, kita juga dituntut untuk memprioritaskan mana yang lebih utama dilakukan. Syara’ telah memberi petunjuk pada kita bahwa kewajiban lebih utama dan paling dicintai Allah dari yang sunnah, dan yang sunnah tentu jauh lebih utama dari yang mubah (boleh). Dalam hadits qudsi disebutkan: َِل ََِّ ب ِإ َّ َح ََّ ب ِإ ََّ ب ِإ ْ َل ِِمَّاِافْ تَ َر َ ِعلَْيه َِوَماِيََز ُال َ ت َ َل ُض ُ ِعْبديِيَتَ َقَّر َ َوَماِتَ َقَّر َ ِعْبديِب َش ْيء ِأ ِ ُِح َّّتِأُحبَِّه َ ِبلن ََّوافل “Dan tidaklah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku seorang HambaKu dengan sesuatu yang lebih aku sukai daripada dia menjalankan kewajibannya. Dan tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah nafilah hingga Aku mencintainya.” (HR. al Bukhari) Begitu juga diantara kewajiban-kewajiban, ada kewajiban yang lebih utama, kewajiban yang dengannya agama ini bisa tegak dan terlaksana, kewajiban yang tidak sedikit kaum muslimin sekarang mengabaikannya, kewajiban yang bila kita berdiam diri darinya maka kemaksiyatan berkembang pesat, kewajiban yang bila dia tidak tegak maka ikatan Islam akan lenyap satu ikatan demi satu ikatan, hingga akhirnya shalatpun jadi terabaikan ditengah masyarakat. Rasulullah saw menyatakan hal ini dalam hadits riwayat Imam Ahmad dan Abu Ya’la dengan sanad shahih: ِ،َّاس ِِبلَِّت ِتَل َيها ْ ض َِّن ِعَُر َ َّت ِعُ ْرَوة ِتَ َشب ْض َ ِفَ ُكلَّ َماِانْتَ َق،ىِاْل ْس َلم ِعُ ْرَوًة ِعُ ْرَوًِة َ لَتُ ْن َق ُ ث ِالن ِ ُِالص َلِة ْ ض َّ ِوآخ ُرُه َّن، ً فَأ ََّوُِلُ َّنِنَ ْق َ ْم ُ اِاِلُك “Ikatan-ikatan Islam akan terburai satu demi satu, setiap kali satu ikatan terburai orang-orang bergantungan pada ikatan selanjutnya. Yang pertama kali terburai adalah masalah hukum (pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat." Oleh karena itu, para shahabat menjadikan kewajiban tegaknya sistem pemerintahan Islam, yang dalam Islam disebut sistem khilafah/imâmah/imâratul mukminîn sebagai kewajiban terpenting, bahkan mereka sampai menunda pemakaman jasad Rasulullah saw demi tegaknya khilafah. Imam Ibnu Hajar al Haytamy al Makki Asy Syâfi’i (wafat 974 H) dalam kitabnya As Shawâ’iq Al Muhriqah juz 1 hal 25 menyatakan: 7 ِِاْلمام َِ ِ ب َِ ص ِْ َاِعىِلىِِأَ َِّن ِِن َِ جَِعُِْو ِْ َي ِِأ َِ ْ ِجَع ِْ َِعِلَِْيهِ ِْم ِِأ َِ ضَِوا َِن ِللاِ ِتَِ َِع ىاٰل ِْ ح ِابَِةَ ِِر َِ الص َِّ ِ ضاِِأَ َِّن ًِ ْاِ ِْعِلَ ِْم ِِأَِي ِ ِوهُِِأَ َِه َِّمِاِلَِْواجِِبَات ِ ُِِبَ ِْلِ َِج َِعِل،ِبَِ ِْع َِدِاِِنْقَِِراضَِِِزَِمنِِالنِبَُِِّوةَِِِواجِب Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para shahabat r.a telah ber ijma’ (sepakat) bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah zaman kenabian adalah kewajiban, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban yang terpenting. Inilah kewajiban yang telah tertunda lebih dari 89 tahun, yang menyebabkan hilangnya keberkahan hidup manusia, hilangnya ketaatan kepada sebagian besar ketentuan-ketentuan Allah SWT. Adalah suatu amal utama jika kita mengisi sisa-sisa umur kita dengan beraktivitas untuk mewujudkannya, tentunya tanpa mengabaikan kewajiban yang lainnya. Semoga harta dan anak-anak kita yang begitu menyita waktu dan perhatian kita, tidak membuat kita lupa akan tanggung jawab ini. ِاستَمعُواِلَهُ َِوأَنْصتُواِلَ َعلَّ ُك ْمِتُ ْر ََحُو َنِ–ِاعوذِِبهللِمنِالشيطانِالرجيم َ َوإذَاِقُر ْ َئِالْ ُق ْرآ ُنِف ِِصاِلًا َ – ِ َوَما ِأ َْم َوالُ ُك ْم َِوَال ِأ َْوَال ُد ُك ْم ِِبلَِّت ِتُ َقربُ ُك ْم ِعْن َد ََّن ُِزلْ َفى ِإَّال َِم ْن ِءَ َام َن َِو َعم َل ِ اِوُه ْمِِفِالْغُُرفَاتِءَامنُو َِن َ ََفَأُول َ َِجَزاءُِالض ْعفِِب َ كِ َِلُْم َ اِعملُو “Bukanlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian yang dapat mendekatkan diri kalian kepada Kami; tetapi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, merekalah yang mendapatkan pahala yang berlipat ganda karena apa yang mereka kerjakan. Dan mereka akan berada di tempat-tempat yang tinggi (surga) dalam keadaan aman.” (QS. Saba : 37) 8 PERINTAH ALLAH MERUPAKAN UJIAN KEIMANAN Marilah kita senantiasa meningkatkan mutu keimanan dan kualitas ketaqwaan kita. Keimanan seseorang pastilah akan diuji oleh Allah swt, semakin tinggi tingkat keimanan, semakin berat pula ujian yang akan Allah berikan. Allah berfirman: َّ ِين ِم ْن ِقَ ْبله ْم َ َّاس ِأَ ْن ِيُْت َرُكواِأَ ْن ِيَ ُقولُو َأ َ اِآمن َ َولََق ْد ِفَتَ نَّاِالذ- ِ َّاِوُه ْم َِال ِيُ ْفتَ نُو َن َ َحس ُ ب ِالن َّ َّ فَلَيَ ْعلَم َّن ِي َ اِولَيَ ْعلَ َم َّنِالْ َكاذب َ ين َ ِص َدقُو َ َ ِاّللُِالذ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-‘Ankabut : 2 – 3) Diantara jenis ujian yang Allah berikan kepada kita adalah ujian yang berbentuk perintah. Nabi Ibrahim a.s. diuji dengan perintah untuk meninggalkan Hajar dan Isma’il di lembah tandus di Makkah, Hajar , istri nabi Ibrahim di uji dengan ditinggalkan suami di tempat yang tak bertuan, dalam riwayat Bukhory dinyatakan bahwa awalnya beliau tidak rela, selalu mengikuti Ibrahim sambil berkali-kali bertanya: َّ ِِش ْيء َ َسِفيهِإنْس َِوال ُ يمِأَيْ َنِتَ ْذ َه ُ ََيِإبْ َراه َ ب َِوتَْت ُرُكنَاِِب َذاِالْ َواديِالذيِلَْي “Wahai Ibrahim, kemana engkau akan pergi dan meninggalkan kami di lembah ini, lembah yang tidak ada orang dan tidak ada sesuatupun?” Nabi Ibrahim diam, tidak sanggup menjawab pertanyaan istrinya, sampai akhirnya istrinya kemudian bertanya: اّللُِالَّذيِأ ََمَرَكِِبَ َذا َّ َأ “Apakah Allah yang memerintahkan engkau hal ini?” Nabi Ibrahim baru bisa menjawab, “ya”, kemudian Hajar mengatakan ضيعُنَا َ ُإذَ ْنِالَِي 9 “Kalau demikian (perintah Allah), maka (Allah) tidak akan menelantarkan kami.” Sungguh Ibrahim dan istrinya telah membuktikan keimanan mereka kepada Allah dengan menjunjung tinggi perintah Allah walaupun dalam pandangan kebanyakan manusia, perintah tersebut sangatlah tidak manusiawi. Coba kita bayangkan seandainya kita yang diperintahkan untuk meninggalkan istri dan anak yang sudah lama kita nantikan kelahirannya, bukan meninggalkan di tempat yang dekat, namun ditempat yang jauh yakni dari Palestina ke Makkah, bukan di tempat yang tersedia kebutuhan hidup, namun di lembah tandus yang air pun susah dicari, akan tetapi keimanan telah merasuk ke diri mereka, hingga dengan kemantapan hatinya Hajar mengatakan: “Kalau demikian (perintah Allah), maka (Allah) tidak akan menelantarkan kami” Ketika mereka lulus dari ujian ini, tidak berselang lama turunlah ujian berikutnya yakni perintah untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Bagaimana mungkin seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dia cintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan: ِي ُ ِه َذاِ َِلَُوِالْبَ َلءُِالْ ُمب َ إ َّن “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. Ash-Shaffat : 106). Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim as. yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya, perintah yang sangat berat itupun dijalankan, walaupun akhirnya Allah menggantikan Isma’il dengan domba yang besar. Apa yang dilakukan oleh keluarga Nabi Ibrahim a.s merupakan cermin bening untuk melihat sejauh mana kualitas keimanan kita kepada Allah SWT. Kualitas keimanan kita dapat kita ukur dengan merenungi sejauh mana sikap dan ketundukan kita kepada perintah-perintah Allah SWT. Apakah kita melaksanakan shalat dengan rasa ringan atau berat?, apakah kita mengeluarkan zakat harta kita dengan enteng ataukah justru kita merasa rugi mengeluarkannya?, apakah kita berhaji karena perintah Allah ataukah karena gengsi?, sudahkah kita berupaya menambah ilmu kita setiap hari, ataukah kita hanya memberikan sisa-sisa waktu kita untuk ilmu, itupun kalau sempat? Sudahkah kita berupaya menegakkan semua perintah Allah 10 dalam setiap aspek kehidupan kita?, dalam hal berekonomi, berinteraksi sosial, termasuk perintah-perintah Allah dalam mengatur pemerintahan? Kalau semua itu belum kita upayakan, atau kita berupaya namun asalasalan, atau justru mencari-cari alasan untuk tidak menjalankannya, maka marilah mulai saat ini, kita kuatkan tekad untuk senantiasa berupaya melaksanakan semua perintah Allah SWT dalam aspek apapun. Sungguh, ketaatan kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan bukan hanya merupakan ujian keimanan, yang bila kita laksanakan dengan sempurna akan menambah kekuatan iman kita, namun tegaknya perintah Allah, tegaknya syari’ah-Nya juga akan menjadikan hidup ini penuh berkah. Rasulullah bersabda: احا َ ْ ِخْي رِِل َْهل َهاِم ْنِأَ ْنُِيُْطَُرواِأ َْربَع، َ َِلَدٌِّيُ َق ُامِِفِاِل َْرض َ ي ً َِصب “Sungguh satu hukum yang ditegakkan dibumi lebih baik bagi penduduknya daripada mereka diberi hujan 40 pagi.” (HR Ahmad dan An Nasa’i dari Abu Hurairah) 11 HIDUPLAH DI DUNIA LAKSANA ORANG ASING ATAU MUSAFIR Imam Bukhory menceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. memegang pundak Abdullah bin Umar r.a sambil berkata: ِ ِِسبيل َ ُك ْنِِفِالدنْيَاِ َكأَن َ َّكِ َغريبِأ َْو َ ِعاب ُر “Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara.” Ungkapan pendek Rasulullah ini memberikan pelajaran yang luas dan mendalam. Sungguh, manusia yang normal, hatinya tidak akan melekat bergantung kepada sesuatu di negeri yang asing baginya, justru hatinya akan senantiasa terikat dengan negeri asalnya. Sebagus apapun hidup terasing di negeri asing, pasti dia akan tetap berpikir bagaimana kembali kenegeri asalnya, dan memperbaiki kehidupan di negeri yang tidak asing baginya. Begitu juga seorang pengembara atau musafir, dia tidak akan membawa sesuatu yang justru akan membuat dia payah dalam perjalanannya. Dia tidak akan membangun istana di perjalanannya, yang kelak akan dia tinggalkan dan tidak akan kembali lagi. Oleh sebab itulah maka Rasulullah meminta untuk memposisikan hidup didunia seperti orang asing atau pengembara. Bekal terbaik dalam perjalanan dunia ini adalah taqwa, yakni menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah berfirman: ِِالزادِِالتَّ ْق َوىِ َواتَّ ُقونِِ ََِيِأُوَلِِ ْاِلَلْبَاب َّ َِوتَ َزَّو ُدواِفَإ َِّنِ َخْي َِر “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqarah : 197) Alangkah sangat disayangkan dan tidak masuk akal jika dalam pengembaraan di tempat yang asing dan fana ini justru perbekalan terbaik dibuang, kemudian ditukar dengan sesuatu dari negeri asing nan fana ini. Dengan alasan untuk memakmurkan negeri fana ini, taqwa justru dibuang, aturan Allah disingkirkan, syari’ah-Nya di pinggirkan untuk kemudian diganti dengan aturan-aturan yang mengatasnamakan rakyat, yang pada faktanya hanya berpihak pada konglomerat dan semakin menyengsarakan rakyat. 12 Sungguh ketika taqwa, bekal terbaik ini, kita tukar dengan sesuatu di negeri asing yang fana ini, maka penderitaanlah yang akan kita peroleh, bukan hanya di negeri tujuan yang kekal, namun penderitaan ini juga terasa di negeri asing nan fana ini. Seorang musafir yang berakal tidak akan menghabiskan uangnya untuk membeli koper besar yang penuh dengan barang-barang yang tidak diperlukan di negeri asalnya. Karena koper besar itu justru akan membebani dirinya dan cenderung membuat dirinya kelelahan dalam perjalanan, yang pada gilirannya akan membuat dirinya menderita di perjalanan dengan membawa sesuatu yang tdk berguna di negeri asalnya. Namun banyak yang lupa bahwa dunia sejatinya adalah sebuah terminal persinggahan untuk menuju terminal terakhir, yakni kehidupan akhiratyang kekal. Allah berfirman: ِ ِ َو ْاْلخَرِةُِ َخْي رِِ َوأَبْ َقى.ِاِلَيَاَِةِالدنْيَا ْ ِبَ ِْلِتُ ْؤث ُرو َِن “Tetapi kamu orang-orang kafir memilih kehidupan dunia. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”(QS al-A’la [87]: 16-17) Semoga dengan sisa umur kita di dunia ini, Allah menjadikan kita sebagai musafir cerdas yang tidak tertipu dengan dunia dengan menjual bekal terbaik kita yakni taqwa. Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk mengorbankan sebagian kesenangan kesenangan dunia kita untuk kita jadikan bekal menuju tempat abadi kelak, meluangkan waktu kita untuk mengkaji aturan-aturan Allah dan berupaya seoptimal mungkin untuk mengamalkan, menyebarkan dan memperjuangkannya. Hanya dengan itulah bekal taqwa akan kita peroleh. Bekal yang akan memudahkan kehidupan diperjalanan dunia, bahkan ketika sampai ke tempat tujuan. Allah berfirman: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf: 96) 13 MENGHINDARI SIFAT NIFAQ Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah kapan dan dimanapun kita berada, dengan senantiasa seoptimal mungkin mengerjakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, baik saat sepi sendiri maupun saat ramai bersama manusia, karena tidak ada hal sekecil apapun yang bisa kita sembunyikan dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: ِب ِإلَْيهِ ِم ِْن ِ َحْبلِ ِالْ َوريدِ ِإ ِْذ ُِ س ِبه ِنَ ْف ُسهُِۖ ِ َوََْن ُِن ِأَقْ َر ْ َِخلَ ْقن َ َولََق ْد ُ نسا َن َِونَ ْعلَ ُم َِماِتُ َو ْسو َ اِاْل ِِعتيد ُِ يَتَ لَقَّىِالْ ُمتَ لَقيَانِِ َِعنِِالْيَميِِ َو َعنِِالش َمالِِقَعيدِِ َّماِيَْلف َ ظِمنِقَ ْولِِإَّالِلَ َديْه َِرقيب “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf [50] : 16-18) ِ ِِعليمِب َذاتِالص ُدور َّ ِالس َم َاوات َِو ْاِل َْرض َِويَ ْعلَ ُم َِماِتُسرو َن َِوَماِتُ ْعلنُو َن َِو َّ يَ ْعلَ ُم َِماِِف َ ُاّلل “Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. At Taghaabun [64] : 4) Keyakinan yang kuat bahwa Allah Ta’ala selalu mengawasi apa yang kita lakukan, bahkan mengetahui apa yang terbersit dalam hati kita, akan melahirkan setidaknya dua sikap. Sikap pertama adalah, sikap ihsan dalam beribadah kepada Allah. Saat Rasulullah saw ditanya tentang makna ihsan oleh malaikat Jibril, beliau saw menjawab, َّكِتَ َراهُِفَإ ْنِ َلِْتَ ُك ْنِتَ َراهُِفَإنَّهُِيََراك َّ أَ ْنِتَ ْعبُ َد َ ِاّللَِ َكأَن “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Allah, kalau engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Bukhari & Muslim) Dalam aspek yang luas, seluruh kehidupan kita adalah ibadah. Karena itu sikap ihsan ini akan tercermin bukan hanya saat kita shalat, namun juga saat kita bekerja kita tidak akan berani curang, saat kita berbicara kita tidak akan 14 berdusta, saat kita menjalankan suatu amanah kita tidak akan mencari celah untuk khianat karena semua itu diketahui Allah dan akan kita pertanggungjawabkan kelak. Sikap kedua yang muncul dari keyakinan kita akan pengawasan Allah Ta’ala adalah sikap berani dalam menampilkan identitas keislaman kita. Berani memegang komitmen untuk senantiasa ta’at kepada Allah Ta’ala di mana saja kita berada. Abu Dzar r.a berkata, “Telah bersabda kepadaku Rasulullah saw: ِِح َسن ْ َِالسيََة َّ اتَّق َّ ت َِوأَتْب ْع َ ِحْي ثُ َماِ ُكْن َ َّاسِِبُلُق َ ِاّلل َ ِاِلَ َسنَةََِتَْ ُح َه َ اِو َخالقِالن 'Bertaqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada. Dan iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlaq yang baik'.” (HR. Imam Tirmidzi, beliau berkata hadits ini hasan) Islam menuntut ketaqwaan dimana saja kita berada, di masjid, di luar masjid, di kantor, di pasar, di gedung wakil rakyat, juga di gedung-gedung pemerintah. Sungguh, di antara jenis manusia terburuk adalah mereka yang 'bermuka dua'. Yaitu, mereka yang menampakkan satu identitas pada kelompok tertentu, dan menunjukkan identitas yang lain pada kelompok lainnya. Sebagaimana disebutkan oleh RasuluLlah saw : ِ ِِه ُؤَالءِب َو ْجه َِوَه ُؤَالءِب َو ْجه َ إ َّنِم ْن َ يَِيِْت َ ِشرِالنَّاسِ َذاِالْ َو ْج َه ْيِالَّذ “Sesungguhnya, termasuk orang yang paling buruk adalah orang bermuka dua yang mendatangi mereka dengan satu muka dan mendatangi yang lain dengan muka lain.” (HR. Muslim). Salah satu sifat orang munafiq adalah menjilat manusia untuk mengharapkan keridhaan mereka dari pada keridhaan Allah Ta’ala. Allah mengingatkan akan bahaya mereka dalam surat Al Munafiqun, ayat 4: َِِِۖج َس ُام ُه ْمِۖ ِ َوإن ِيَ ُقولُوا ِتَ ْس َم ِْع ِل َق ْوِل ِْم ِِِۖ َكأَن َُّه ِْم ِ ُخ ُشبِ ِم َسن ََّدة َ ُِوإ َذا ِ َرأَيْتَ ُه ْم ِتُ ْعجب ْ ك ِأ َّنِيُ ْؤفَ ُكو َِن ِاّللُ ِِۖأ َّى َِّ ِاح َذ ْرُه ِْمِِقَاتَلَ ُه ُِم ْ َصْي َحةِِ َعلَْيه ِْمِِ ُه ُِمِالْ َع ُدوِِف َ ََِْي َسبُو َنِِ ُك َِّل “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa 15 tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” Kaum munafiqin ini pandai bersilat lidah, namun kata-kata mereka sesungguhnya hampa dan tidak bermanfaat, karena kata-kata mereka bukan lahir dari keimanan yang kokoh kepada Allah, namun muncul dari syahwat kepada dunia ini. Mereka yang bermuka dua dan mudah berdusta ini, tidak layak dijadikan teman setia apalagi sebagai pemimpin. Jika mereka telah terlanjur menjadi pemimpin, tidaklah patut bagi kita mendukung perbuatan dan kedustaan mereka. Ka’ab ibn ‘Ujrah berkata, “Kami pernah bepergian bersama Rasulullah saw, dan saat itu kami sembilan orang. Maka RasuluLlah saw bersabda: ِت َ ِص َِّدقَ ُه ْمِب َكذِب ْم َِوأ ََعانَ ُه ْم ُ س ِمّن َِولَ ْس َ ِستَ ُكو ُنِبَ ْعديِأ َُمَراءُ َِم ْن َ ُإنَّه َ ِعلَىِظُْلمه ْمِفَلَْي ِِعلَىِظُْلمه ْم ِفَ ُه َو َِ ِاِلَْو ْ ِعلَ َّي َ صدقْ ُه ْم ِب َكذِب ْم َِوَلِْيُعْن ُه ْم َ س ِب َوارد َ ُ ِ َوَم ْن ِ َلِْي-ض َ مْنهُ َِولَْي َِ ِاِلَْو ض ْ ِعلَ َّي َ مّن َِوأَ ََّنِمْنهُ َِوُه َو َِوارد “Sesungguhnya akan muncul sesudahku para pemimpin (pendusta). Barangsiapa menganggap benar kedustaan mereka dan membantu kezhaliman mereka, maka ia tidak termasuk dari golonganku dan aku tidak termasuk golongannya. Dan ia tidak akan bertemu denganku di telaga alhaudh (di surga). Dan barangsiapa yang tidak menganggap benar kedustaan mereka dan tidak membantu kezhaliman mereka, maka ia termasuk dari golonganku dan aku termasuk golongannya. Dan ia akan bertemu denganku di telaga al-haudh (di surga).” (HR. An-Nasaai, dishahihkan oleh al-Albani3) Imam Bukhariy meriwayatkan bahwa: ِاِخَر ْجنَا ُ ىِس ْلطَاننَاِفَنَ ُق َ َق َ ول ِ َِلُْم ِخ َل َ ال ِأُ ََّنس ِالبْن ِعُ َمَر ِإ ََّّن ِنَ ْد ُخ ُل َ ف َِماِنَتَ َكلَّ ُم ِإ َذ ُ َِعل الِ ُكنَّاِنَعُد َهاِن َفاقًا َ َم ْنِعْنده ْمِق 3ِShahih wa Dhaif Sunan an-Nasaai No. 4207 16 “Manusia berkata kepada Ibnu ‘Umar, kami memasuki (rumah) penguasa kami, kemudian kami mengatakan kepada mereka berbeda dengan apa yang kami katakan tatkala kami keluar dari (rumah) mereka ( penguasa). Ibnu ‘Umar berkata: adalah kami menghitungnya sebagai (sikap) nifaq (munafiq).” Seseorang yang senantiasa merasa diawasi Allah juga akan berani mengatakan kebenaran walaupun didepan penguasa. Imam Al-Hasan AlBashri, seorang tabi’in besar berani menyampaikan kebenaran walaupun dihadapan penguasa yang kejam, al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Ketika alHajjaj membangun suatu bangunan di daerah Wasith untuk kepentingan pribadinya, dan ketika bangunan tersebut rampung, al-Hajjaj mengajak orang-orang agar keluar untuk bersenang-senang bersamanya dan mendo’akan keberkahan untuknya. Al-Hasan tidak ingin kalau kesempatan berkumpulnya orang-orang ini lewat begitu saja. Maka dia keluar menemui mereka untuk menasehati, mengingatkan, mengajak zuhud dari gelimang harta dunia dan menganjurkan mereka supaya mencari keridlaan Allah Azza wa Jalla. Ketika al-Hasan telah sampai di tempat, dan melihat orang-orang berkumpul mengelilingi istana yang megah, terbuat dari bahan-bahan yang mahal, dikelilingi halaman yang luas dan sepanjang bangunan dihiasi dengan pernik-pernik, Al-Hasan berdiri di depan mereka dan memberi peringatan, di antara yang beliau ucapkan adalah, "Kita telah melihat apa yang dibangun oleh manusia paling keji ini tidak ubahnya seperti apa yang kita temukan pada masa Fir’aun yang telah membangun bangunan yang besar dan tinggi, kemudian Allah membinasakan Fir’aun dan menghancurkan apa yang dia bangun dan dia kokohkan itu. Mudahmudahan al-Hajjaj mengetahui bahwa penduduk langit telah mengutuknya dan bahwa penduduk bumi telah menipunya." Al-Hasan terus berbicara dengan gaya seperti ini, sehingga salah seorang yang hadir merasa khawatir kalau al-Hajjaj akan menyiksanya. Karena itu, orang tadi berkata kepadanya, "Cukup wahai Abu Sa’id! cukup.!" Lalu Al-Hasan berkata kepadanya, ِ لقدِأخذِللاِامليثاقِعلىِأهلِالعلمِليبيننهِللناسِوالِيكتمونه 17 "Allah telah berjanji kepada Ahli ilmu, bahwa Dia akan menjelaskannya kepada manusia dan tidak menyembunyikannya."4 Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kepada kita sikap ihsan dan syaja’ah (berani) dan menjauhkan kita dari sifat nifaq. 4ِhttp://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihattokoh&id=71. Kisah ini juga penulis dapati di kitab Shuwarun Min Hayâti at Tâbi’in karya Dr. Abdurrahman Raf’at Basya tanpa menyebutkan sanadnya. 18 BERHATI-HATI TERHADAP “DOSA JÂRIYAH” Imam al-Ghazali(w. 505 H), dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, 2/74 menyatakan, َّ ِوت َِوتَْب َقىِذُنُوبُهُِمائَةَِسنة ْ َات َِمات ُ ُيلِل َم ْنَُِي َ اِم َ ُط َ َوَبِل َم ْنِإذ ُ ت َِم َعهُِذُنُوبُهُ َِوالْ َويْ ُلِالطو ِ بِِبَاِِفِقَ ْبهِويسَلِعنهاِإٰلِآخرِانقراضها ُ ومائِتِسنَةِأ َْوِأَ ِْكثَ َرِيُ َع َّذ َ "Sungguh beruntung orang yang jika mati maka mati juga dosa-dosanya. Dan celaka seseorang yang mati dan dosa dosanya tetap (mengalir) seratus tahun, dua ratus tahun atau lebih, dia disiksa dikuburnya karenanya (dosa yang masih mengalir) dan dimintai pertanggungjawaban tentangnya hingga berakhirnya dosa tersebut.” Pernyataan Imam Al Ghazali ini sesuai dengan firman Allah swt: ِ ِِمبي َ اِوآ ََث َرُه ْمِ َوُك َّل ُْ ََِّن ُن َْ إَّن ْ ِش ْيءِأ َ َح ُ صْي نَاهُِِفِإ َمام ُ ب َِماِقَد َ َّمو َ ََِنيِالْ َم ْوت ُ ُىِونَكْت "Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lawh Mahfudz)." (QS. Yâsîn [36]: 12) Ketika membahas ayat ini, Imam Al Baydlowi (w. 685H), dalam tafsirnya, Anwârut Tanzîl wa Asrârut Ta’wîl, juz 4, hal. 264, menyatakan: ِِسِنَِةَِِ َِكعِِْلم َِ َِاِل ِْ َِوآ ََِث َرُه ْم.ِاِلَة ِ َّاِلَةِ َِِوال ِط ِ الص َِّ ِ ِاِلَ ِْع َِمال ِْ ِ ِما ِِأَ ِْسِلَ ُِفوا ِمِ ِْن َِ َّموا ُ ب َِما ِقَد ُ َُونَكْت ِ ِاعةِِ َِِبطِلِِ َِو َِتْسِِْيسِِ ِظُِْلم َِ إش َِ السيََِِةَِِ َِك َِّ ِو، َِ َُِعِلَّ ُِمِْوِهَُِِو َِحبِِْيسِِ َِوقَِ ُِفِْوِه Dan Kami menuliskan apa-apa yang telah mereka lakukan dari amal-amal shalih dan keji. Dan (menulis) bekas mereka yang baik seperti ilmu yang mereka ajarkan dan rumah yang mereka waqafkan, dan (menulis) bekas mereka yang buruk seperti menyiarkan kebathilan dan peletakan dasar kedzaliman. Rasulullah saw juga menegaskan: ِ،ِعم َل ِِبَا ْ ِس َّن ِِف َ ِعلَْيه ِمثْ ُل ِوْزر َِم ْن َ ب َ ِسنَّ ًة ُ ِاْل ْس َلم َ َوَم ْن َ ِ ُكت،ُِفَ ُعم َل ِِبَاِبَِ ْع َده،ًِسيََة ِ ِِش ْيء َ صِم ْنِأ َْوَزاره ْم ُ َوَالِيَْن ُق 19 “Dan barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun.” (HR. Muslim). Diantara maksiyat termudah, tanpa banyak biaya dan tenaga, yang dosanya terus mengalir setelah meninggal, adalah maksiyat yang dilakukan oleh lidah manusia. Hanya bermodal ucapan yang berisi propaganda buruk terhadap Islam, propaganda buruk terhadap ajaran Islam, isu miring terhadap syari’ah Islam, atau ucapan yang membuat orang lain ragu-ragu terhadap ajaran Islam, membuat orang ragu-ragu untuk menyokong dan memperjuangkan Islam, atau bahkan menghalangi perjuangan penegakan ajaran Islam, atau terbengkalainya penerapan syari’ah Islam, kalau ini yang keluar dari lidah seseorang, sudah cukup untuk mengalirkan dosa kepada orang yang mengucapkannya, bahkan ketika orang tersebut sudah meninggal dunia sekalipun, selama masih ada orang yang terpengaruh dengan ucapannya. Allah menyatakan dalam surah An-Nahl ayat 24: ِي ْ َساط ُري َ ِاِل ََّول َ يلِ َِلُْم َِما َذاِأَنْ َزَل َِرب ُك ْمِقَالُواِأ َ َوإ َذاِق Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Dongeng-dongengan orang-orang dahulu". Mungkin lidah dengan mudah mengucapkan sesuatu yang melecehkan Islam tanpa diperhitungkan bahwa hal itu berat disisi Allah, mudah mengatakan bahwa hukum syari’ah itu sudah kuno, mudah mengatakan bahwa kegemilangan umat ketika mereka hidup diatur dengan Islam itu hanya dongengan belaka. Sungguh ucapan ini mirip dengan apa yang diceritakan Allah dalam surat An Nahl ini, menganggap Al Qur’an hanya dongengan orang-orang dahulu. Kepada mereka Allah swt berfirman: َّ ِِساءَ َِما َ ين ِيُضلونَ ُه ْم ِبغَ ْري ِع ْلم ِأََال َ ليَ ْحمِلُوا ِأ َْوَز َارُه ْم ِ َكاملَةً ِيَ ْوَم ِالْقيَ َامة َِوم ْن ِأ َْوَزار ِالذ ِ يَزُرو َِن "(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka 20 disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu." (QS. AnNahl: 25) Rasulullah saw, juga mengabarkan: .ِشرقِِوالْم ْغرب َِ ْ َإ َِّنِالْ َعْب َِدِلَيَ تَ َكلَّ ِمِِبلْ َكلمةِِيَْنزُِلِِبَاِِفِِالنَّارِِأَبْ َع َِدِ َماِب ْ يِالْم َ َ َ َ ُ “Adakalanya seorang hamba mengucapkan satu kata yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam Neraka yang jaraknya antara timur dan barat." (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a) Aliran dosa ini akan lebih awet lagi bila tidak sekedar diucapkan, namun ditulis, disebar dan dipropagandakan, baik lewat buku, koran, majalah maupun lewat facebook, blog, twitter, maupun membuat film dan menguploadnya ke youtube. Berkata Al Hâfidz al Mundziry (wafat 656 H) dalam kitabnya At Targhîb wat Tarhîb (1/62) ketika menjelaskan hal ini: ِخ ِهُِأ َِْوِ َِعمِ َِلِبه َِ س َِ َِوِْزُِرِهَُِِوِوِْزُِرِ َِم ِْنِقَ َرأَهُِأ َِْوِِن ِ ِ َعلَْيه،بِ ْاْل ِْث ُِ ِِ َِو ََِّنسِ ُِخِ َِغ ِْريِالِنَّافِعِِِمَّاِيُِْوج... ِ ِمِ ِْنِبَِ ِْعدِهِِ َماِبَق َِيِ َِخ ِطَِّهُِ َوالْ َع َم َِلِبه “Orang yang menulis hal yang tidak bermanfaat yang berkonsekuensi dosa, baginya dosanya dan dosa orang yang membacanya atau menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya selama tulisan tersebut dan orang yang beramal dengannya masih tetap ada.” Aliran dosa ini juga akan semakin deras dan dahsyat, jika bukan hanya diucapkan dan ditulis, namun juga dibuatkan aturan perundangundangannya, sehingga hal buruk yang bertentangan dengan syari’at Islam tersebut dilakukan masyarakat secara massif, baik dengan sukarela maupun terpaksa. Lalu kalau sudah terlanjur bagaimana? Tidak ada cara lain kecuali segera bertaubat, berusaha menghapus jejak dosa tersebut semaksimal mungkin dan berlepas diri darinya, serta berusaha membuat jejak-jejak kebaikan yang diharapkan tetap akan ada walaupun kematian sudah menjemput, sehingga pahalanya tetap mengalir pasca kematian. Diantara ‘amal yang tetap akan meninggalkan jejak yang baik, adalah ‘amal menyeru kepada Islam, menyebarkan hidayah, mempengaruhi masyarakat agar berbuat sesuai tuntunan syari’ah. 21 اِوَماِف َيها َّ ي َ َِخْي رِل،ا َ ِاّللُِب َ ك َِر ُج ًل َِواح ًد َ َكِم َنِالدنْي َ َِلَ ْنِيَ ْهد “Sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan perantaraan engkau, itu lebih baik bagi engkau daripada engkau memiliki dunia dan isinya.” (Az Zuhdu li Ibnil Mubârak, 1/484) Ada empat keadaan manusia ketika mati, Pertama, seseorang yang meninggal dunia, dan kebaikan dan kejahatannya telah terputus. Dia tidak mendapatkan apa-apa kecuali yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia. Kedua, orang yang meninggal dunia, tetapi kebaikan dan keburukannya terus berlangsung, nasib orang ini di akhirat nanti tergantung dari timbangan amal kebaikan dan keburukannya. Ketiga, orang yang meninggal dunia dan timbangan kejahatannya terus membengkak, sementara pahala kebaikannya berhenti. Keempat, orang yang meninggal dunia, kebaikannya terus mengalir, namun keburukannya berhenti. Semoga Allah menjadikan kita bagian dari yang keempat ini. 22 KALAU MEMANG TIDAK MAU, SELALU ADA ALASAN, KALAU KEINGINAN KUAT, SELALU ADA JALAN Pada Tahun 630 M bertepatan tahun 9 H, ketika musim panas dengan suhu yang sampai pada titik yang sangat tinggi, Rasulullah saw. mewajbkan kaum muslimin yang tidak ada udzur syar’i untuk berangkat ke perbatasan Syam dalam rangka menghadapi pasukan Romawi (Bizantium). Perjalanan dari Madinah ke Syam, selain perjalanan yang panjang juga sangat sukar ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan bahan makanan dan air. Bagaimana sikap kaum Muslimin menyambut seruan ini? Yang berarti harus meninggalkan isteri, anak dan harta-benda, dalam panas musim yang begitu dahsyat, dalam mengarungi lautan tandus Padang Sahara, kering, air pun tak seberapa, kemudian harus pula menghadapi musuh yang sudah mengalahkan Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin? Ada tiga golongan yang sikapnya berbeda dalam menghadapi seruan ini. Golongan pertama, mereka segera berbondong-bondong menyambut seruan Rasulullah. Diantara mereka ada orang miskin yang tidak punya bekal, tidak ada binatang beban yang akan ditungganginya. Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani, berkata: "Ya Rasulullah, sediakanlah untuk kami kendaraan (kami miskin tidak mempunyai kendaraan)." Rasulullah menjawab: "Demi Allah, aku tidak sanggup menyediakan kendaraan yang akan membawa saudara-saudara ke medan perang." Mereka akhirnya kembali sambil menangis karena tidak ada perlengkapan perang yang bisa mereka gunakan. Berkaitan dengan ini Allah berfirman: ََِحلُ ُك ِْم ِ َعلَْيهِ ِتَ َولَّْوا ِ َوأ َْعيُنُ ُه ِْم َِ ين ِإ َذا ِ َما ِأَتَ ْو َِك ِلتَ ْحملَ ُه ِْم ِقُ ْل َِ َوَِال ِ َعلَى ِالَّذ ْ ت َِِال ِأَج ُِد ِ َما ِأ ِ َالِ َُي ُدواِ َماِيُْنف ُقو َِن ََِّّمعِِ َحَزًَِّنِأ ُِ تَف ْ يضِم َِنِالد “Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, 23 lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. At Taubah : 92). Diantara mereka ada orang kaya yang mendermakan banyak kekayaannya, juga ada orang miskin yang mendermakan hartanya walaupun hanya segantang (satu sha’) kurma. Golongan Kedua, umat Islam yang ragu-ragu antara berangkat dalam suasana yang sangat sulit, atau tetap tinggal. Sebagian mereka akhirnya berangkat juga menyusul Rasulullah saw setelah melihat semangat puluhan ribu umat Islam bergerak meninggalkan Madinah. Abu Khaithama, yang awalnya tidak mau berangkat, setelah melihat suasana itu, ia menemui istrinya sambil berkata: “Rasulullah dalam terik matahari, angin dan udara panas, sedang Abu Khaithama di tempat yang teduh, sejuk dengan makanan dan wanita cantik diam di rumah. Sediakan perbekalanku, aku akan menyusul.” Ada juga diantara mereka yang tetap tidak ikut, namun setelah itu mereka menyesal dan bertaubat, mereka adalah Ka’ab bin Malik, Murarah bin Rabi’ dan Hilal bin Umayyah. Golongan ketiga adalah orang-orang munafiq, mereka mencari-cari alasan untuk tidak ikut memenuhi seruan Rasulullah. Mereka bahkan mengejek umat Islam yang berusaha menta’ati seruan Rasul, juga menghalang-halangi dan melemahkan semangat umat Islam agar tidak berangkat. Diriwayatkan oleh Hafiz Al-Bazar dari Abu Hurairah, katanya: Rasulullah saw. telah bersabda: "Bersedekahlah kamu, sesungguhnya aku akan mengirimkan satu pasukan untuk pergi berperang (Perang Tabuk), maka datanglah Abdurrahman bin Auf menghadap Rasulullah saw. lalu berkata: "Ya, Rasulullah, saya ada mempunyai 4 ribu dinar, yang dua ribu dinar (setara emas 8,5 kg) aku sedekahkan dan dua ribu dinar lagi untuk belanja rumah tanggaku." Rasulullah saw. menjawab: "Semoga Allah memberimu berkat atas pemberianmu itu, dan memberi berkat pula terhadap yang engkau tinggalkan." Kemudian datang lagi seorang dari kaum Ansar yang mempunyai dua sha’ kurma seraya berkata: "Ya Rasulullah, saya ada mempunyai dua sha’ kurma, yang satu sha’ aku sedekahkan dan satu sha’ lagi untuk keluargaku." Menyaksikan kejadian itu orang-orang munafiq mengejek seraya katanya: "Abdurrahman bin Auf hanya mau memberikan 24 sedekahnya karena riya’ (pamer) saja." Sedang kepada yang memberikan satu sha’ kurma, mereka mengejek dengan kata: "Allah dan Rasul tidak memerlukan yang satu sha’ ini." 5 Maka Allah menyatakan: ِين َِِال ِ َُي ُدو َِن ِإَِّال ِ ُج ْه َد ُه ِْم َِ الص َدقَاتِ ِ َوالَّذ َِ ي ِم َِن ِالْ ُم ْؤمن َِ ين ِيَْلم ُزو َِن ِالْ ُمطَّوع َِ الَّذ َّ ِ ِي ِِف ِِاّللُِمْن ُه ِْمِ َوَِلُِْمِ َع َذابِِأَليم َِّ ِفَيَ ْس َخ ُرو َِنِمْن ُه ِْمِ َسخَِر “(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orangorang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS. At Taubah: 79) Sekelompok orang-orang munafik ada yang berkata satu sama lain: “Jangan kalian berangkat perang dalam udara panas”. Maka Allah berfirman: ِيل ًِ ض َح ُكوا ِقَل َِ اِلَرِ ِقُ ِْل ِ ََّن ُِر ِ َج َهن ْ ِ َِوقَالُوا َِِال ِتَْنفُِروا ِِف ْ َ ِفَ ْلي-ِ َشدِ ِ َحًّرا ِلَ ِْوِِ َكانُوا ِيَ ْف َق ُهو َن َ َّم ِأ ِ َولْيَ ْب ُكواِِ َكث ًرياِ َجَز ِاءًِِبَاِِ َكانُواِيَكْسبُو َِن “.... dan mereka berkata: “Jangan kamu berangkat perang dalam udara panas begini.’ Katakanlah: ‘Api neraka lebih panas lagi, kalau kamu mengerti! Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang mereka kerjakan’.” (QS. At Taubah: 8182) Al - Jadd bin Qais - salah seorang Banu Salimah membuat alasan untuk tidak ikut berangkat, ia berkata kepada Rasulullah: “Ijinkanlah saya untuk tidak dibawa ke dalam ujian (fitnah) serupa ini. Masyarakat saya sudah cukup mengenal, bahwa tak ada orang yang lebih birahi terhadap wanita seperti saya ini. Saya kuatir, bahwa kalau saya melihat wanita-wanita Banu’lAshfar (Bangsa Romawi), saya takkan dapat menahan diri.” Maka Allah menurunkan ayat: 5 Diriwayatkan juga oleh Bukhory dan Muslim tanpa menyebutkan nama Abdurrahman bin ‘Auf. 25 ِ ين َِ َّمِلَ ُمحيطَةِِِبلْ َكافر َِ َالِِفِِالْفْت نَةِِ َس َقطُواِ َوإ َِّنِ َج َهن َِولِائْ َذ ِْنَِلِِ َوَِالِتَ ْفتّنِِأ ُِ َومْن ُه ِْمِ َم ِْنِيَ ُق “Di antara mereka ada orang yang berkata: ‘Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah’. Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.” (QS. At Taubah : 49) Apapun perintah Allah, apalagi yang perlu pengorbanan lebih, akan senantiasa kita dapati ketiga sikap tersebut. Saat ini, saat syari’ah Islam diabaikan, saat hukum-hukum Allah SWT dianggap kriminal, kuno dan kampungan, saat umat Islam terpuruk dalam kehinaan dan kenistaan akibat mereka dijauhkan dari kehidupan alaminya, yakni kehidupan yang diatur oleh hukum-hukum Allah dalam naungan khilafah, maka perjuangan kearah ini sekarang senantiasa memanggil kita. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang orang yang bersegera memenuhi panggilan seruan ini. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat berlambat-lambat, mencari-cari alasan, atau bahkan mengejek syari’ah Allah SWT. ِاْليَ َرِةُ ِم ِْن ِأ َْمره ِْم َِّ ِ ضى ْ ِ اّللُ ِ َوَر ُسولُِهُ ِأ َْمًرا ِأَ ِْن ِيَ ُكو َِن ِ َِلُُِم َ ََوَماِِ َكا َِن ِل ُم ْؤمنِ ِ َوَِال ِ ُم ْؤمنَةِ ِإ َذا ِق ِ ض َلًِالِ ُمبينًا َِّ َِِوَم ِْنِيَ ْعص َ ِض َِّل َ ِاّللَِ َوَر ُسولَِهُِفَ َق ِْد “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36) 26 KAWAN, LAWAN & KEPENTINGAN Di dalam al-Quran, Allah SWT menceritakan penyesalan manusia calon penghuni neraka tatkala hari kiamat tiba disebabkan karena menjadikan seseorang sebagai kawan dekatnya yang membuatnya terperosok dalam neraka. Allah SWT berfirman: ِِجاءَِن َِوَكا َنِالشَّْيطَا ُن ِ ِعن َ ِلََق ْدِأ.ِخل ًيل َ َضلَّّن َ ََي َِويْلَ َّتِلَْي تَّنِ َلِْأ َََّّت ْذِفَُل ًَّن َ ِالذ ْكرِبَ ْع َدِإ ْذ ًِ ِخ ُذ وال َ ل ْْلنْ َسان “Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan sebagai teman akrab(ku). Sesungguhnya ia telah menyesatkan aku dari alQuran ketika al-Quran itu datang kepadaku.” (Q.S al-Furqan: 28-29) Mereka pun saling menuduh dan menyalahkan, bahwa temannya itulah yang mengajak dan mendorongnya melakukan pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah SWT. Maka mereka --yang ketika hidup di dunia merupakan teman akrab, ketika tiba hari kiamat kelak menjadi musuh satu sama lain sebagaimana disampaikan dalam ayat lainnya. Allah SWT berfirman: ِي ُ اَِْلَخ َّلءُِيَ ْوَمَذِبَ ْع َ ض ُه ْمِلبَ ْعض َ ِع ُد ٌّوِإَّالِالْ ُمتَّق “Teman-teman akrab pada hari itu (datangnya hari kiamat), sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS al-Zukhruf: 67) Apa yang kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa persahabatan dengan motivasi kepentingan materi, atau manfaat duniawi lainnya, tidaklah akan kekal, bahkan tidak jarang masih di dunia pun sudah terjadi permusuhan. Yang dulunya berkawan erat bisa saling serang dan saling membongkar aib, bahkan saat berbeda negara sekalipun. Persahabatan yang kekal abadi adalah persahabatan antara sesama orangorang yang bertakwa, persahabatan yang didasarkan pada landasan ketakwaan, bukan persahabatan yang didasarkan kepada kesamaan kepentingan duniawi, kesukuan, atau kebangsaan. Persahabatan yang terbangun atas dasar Islam bisa dibuktikan dengan melihat sejauh mana kesesuaian mereka dengan syari’at Allah dalam menjalin hubungan. Kawan sejati adalah yang akan memberikan nasihat 27 kepada sahabatnya, akan mengingatkannya ketika keliru, dan akan bekerjasama dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar di tengahtengah manusia dapat dilaksanakan. Kawan sejati bukanlah kawan yang diam saja ketika sahabatnya menyimpang dari aturan Allah SWT. "Pada suatu hari, ada dua orang pemuda sedang berkelahi, masing-masing dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Pemuda Muhajirin itu berteriak; 'Hai kaum Muhajirin, (berikanlah pembelaan untukku!) ' Pemuda Anshar pun berseru; 'Hai kaum Anshar, (berikanlah pembelaan untukku!) ' Mendengar itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar dan bertanya: ِ ِِاْلَاهليَّة ْ اِد ْع َوىِأ َْهل َ اِه َذ َ َم 'Ada apa ini? Bukankah ini adalah seruan jahiliah? ' Orang-orang menjawab; َّ ِاّللِإَّالِأ ِ اِاْل َخَِر ْ ََح ُد ُُه َ َِي َِر ُس َّ ول َ َنِغُ َل َم ْيِاقْ تَ تَ َلِفَ َك َس َعِأ َ َال 'Tidak ya Rasulullah. Sebenarnya tadi ada dua orang pemuda yang berkelahi, yang satu mendorong yang lain.' Kemudian Rasulullah bersabda: ِِِوإ ْن َِ صر َّ ص ْر ْ َوماِإ ْنِ َكا َنِظَال ًماِفَ ْليَ ْن َههُِفَإنَّهُِلَهُِن َ ِالر ُج ُلِأ ُ س َِولْيَ ْن ً َُخاهُِظَال ًماِأ َْو َِمظْل َ فَ َل َ َِْب ِ ُص ْرِه ُ وماِفَ ْليَ ْن ً َُكا َن َِمظْل “Tidak mengapa, hendaklah seseorang menolong saudaranya (sesama muslim) yang berbuat zhalim atau yang sedang dizhalimi. Apabila ia berbuat zhalim/aniaya, maka cegahlah ia untuk tidak berbuat kezhaliman dan itu berarti menolongnya. Dan apabila ia dizalimi/dianiaya, maka tolonglah ia!” (HR. Muslim dari Jabir r.a). Pola hubungan inilah yang seharusnya kita lakukan dalam setiap dimensi kehidupan, siapapun teman kita, apakah dia miskin atau kaya, pejabat, penguasa ataupun rakyat jelata, persahabatan yang tercermin dengan sikap saling membantu dan memotivasi untuk berbuat keta’atan kepada Allah, dan saling mengingatkan dan mencegah dari pelanggaran syari’at-Nya. Disisi lain ketika teman kita berbuat maksiyat, mengajak pacaran dan pergaulan bebas, melanggar aturan-Nya, memprovokasi umat untuk menolak syari’at-Nya, membuat aturan yang bertentangan dengan aturanNya, menggadaikan negeri ini kepada asing dengan kebijakan-kebijakannya, 28 maka seharusnya sikap seorang sahabat adalah dengan mengingatkannya dan mencegahnya dari melakukan yang demikian tersebut, membiarkannya atau mensupportnya untuk berlaku dzolim bukanlah sikap seorang kawan sejati, bahkan ini adalah sikap yang akan mencelakakannya diakhirat kelak. Kita memang harus siap berkawan dengan siapa saja --meskipun sebelumnya menjadi musuh kita-- jika Islam menghendaki kita harus bersatu dengan. Sebaliknya, kita harus sanggup menjadikan siapa pun sebagai musuh kita --termasuk orang yang sebelumnya amat dekat dengan kita-- jika mereka menentang Islam, menghalangi dakwah, atau menyuburkan kemaksiatan, yang oleh karenanya Islam menghendaki kita menjadikannya sebagai musuh. Jadi, kawan dan lawan tak selalu abadi, namun kehendak Islamlah yang abadi, dan faktor itulah yang harus kita jadikan sebagai landasan dalam memilih kawan. Semoga Allah memberikan kawan-kawan sejati kepada kita, kawan yang bisa menjalani suka-dukanya kehidupan dalam langkah menggapai ridho Allah SWT. 29 MEMAHAMI HAKIKAT KEMATIAN Kebanyakan orang menyangka bahwa banyak sebab yang dapat menimbulkan kematian. Terserang penyakit berbahaya, kecelakaan lalu lintas, tenggelam karena banjir dll. Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa tidak setiap orang yang menderita penyakit berbahaya, atau mengalami kecelakaan lalu-lintas, tertimpa gedung runtuh lantas langsung mati, bahkan ada orang yang tadinya mengalami keadaan seperti itu, dokterpun sudah angkat tangan, namun akhirnya ia sehat wal ‘afiat. Sementara orang yang sebelumnya sehat, tiba-tiba meninggal. Allah mengabarkan kepada kita bahwa hanya ada satu sebab kematian, yakni datangnya ajal yang telah ditetapkan saatnya oleh Allah SWT. ِل ًِ ِم َؤ َّج َّ وتِإَّالِِب ْذن َ ََُوَماِ َكا َنِلنَ ْفسِأَ ْنَِت ُ ِاّللِكتَ ًاِب "Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang tertentu waktunya" (Q.S Ali Imran: 145) ِ اعةً َِوَالِيَ ْستَ ْقد ُمو َِن َ ِس َ اِجاءَِأ َ فَإ َذ َ َجلُ ُه ْم َِالِيَ ْستَأْخ ُرو َن "Maka jika telah datang ajalnya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat memajukannya" (QS. al-A'raf:34) Bila ajal seseorang datang, maka saat itulah dia mati, tidak peduli dia siap atau tidak, tidak peduli dia sakit atau sehat, tidak peduli dia tua, muda atau anak-anak. Tidak ada seorangpun yang bisa mencegahnya maupun memajukannya. Keyakinan akan kematian seperti ini, merupakan salah satu landasan kekuatan umat Islam. Dengan keyakinan ini mereka tidak akan takut menyuarakan dan membela kebenaran walaupun banyak yang menentang dan mengancamnya, mereka justru berharap kematian mendatanginya saat dia melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Khalid bin al Walid r.a, sahabat yang telah menghadapi lebih dari 50 pertempuran besar, pernah hanya dengan 3 ribu pasukan menghadapi 200 ribu pasukan musuh dalam perang Mu’tah, pernah hanya dengan 40 ribu pasukan menghadapi 240 ribu pasukan musuh dalam perang Yarmuk, beliau ternyata meninggal dipembaringan, menjelang kematiannya beliau berkata: 30 ِ،ِأ َْو َِرْميَة ِب َس ْهم،ِض ْربَة ِب َسْيف َ ِج َسديِشْب ر ِإالَّ َِوفْيه َ اِوَك َذ ُ لَقْي َ ِوَماِِف، َ ًاِز ْحفا َ ت ِ َك َذ ِ ِيِاْلُبَ نَاء َ َِفَل،تِالعْي ُر ْ َِّن َم َ يِحْت َ ت ُُ تِأ َْع ُ فِأَنْفيِ َك َماَُِيُْو ُ َوَهاِأَ ََّنِأ َُم ْو َ ِعلَىِفَراش "Aku menghadapi banyak pertempuran besar, tidak ada satu jengkalpun di tubuhku melainkan ada (bekas) pukulan pedang, atau lemparan anak panah, dan inilah aku, mati di tempat tidur seperti keledai mati. Maka janganlah tidur mata para pengecut (untuk memperhatikan hal ini baikbaik)" (Siyaru A’lâmin Nubala’, 1/382, Maktabah Syâmilah) Namun tidak jarang seseorang menganggap bahwa ada selain Allah yang bisa memperlambat kematian, mengggap bahwa usaha dan harta yang dimilikinya itulah yang menjamin kehidupannya. Allah menyinggung mereka dengan menyatakan: َّ بِأ ُ َويْلِل ُكل َ ِالَّذ-ُِِهََزةِلُ َمَزة ْ َن َِمالَهُِأ َ يِجَ َع َِم ًاال َِو َعد َُخلَ َدِه ُ ِ ََْي َس-َُِّدِه “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya6, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,” (QS. Al Humazah: 1 – 3) Ketika harta sudah dianggap mampu menjamin berlangsungnya kehidupan, ketika dalam dada sudah menancap ketakutan akan kematian, maka tidak mengherankan jika akhirnya perjuangan ditinggalkan karena dianggap menghambat penghasilan, kebenaran diabaikan karena dianggap bisa mengancam keselamatan, penerapan syari’ah dan penegakan khilafah tidak diprioritaskan karena dianggap mendatangkan ancaman dan kecaman, akibatnya penjajahpun bebas melenggang menguras kekayaan, mendangkalkan akidah dan keyakinan, merusak tatanan pergaulan, menginjak-injak syari’ah Islam, dan semua itu bisa terjadi tanpa perlawanan yang berarti dari umat Islam. Rasulullah SAW bersabda: ِِومِ ْنِقلَّة: ْ اع ْ ك َ ِفَ َق،ِص َعت َها ُ يُوش َ ىِعلَْي ُك ْمِ َك َماِتَ َد َ اع َ ِاِل َُم ُمِأَ ْنِتَ َد ْ َىِاِلَ َكلَةُِإ َٰلِق َ الِقَائل ِِاّللُِم ْن َِّ ِولَيَ ْن َز َع َّن، َ َََْن ُن ِيَ ْوَمَذ؟ِق َّ ِولَكنَّ ُك ْم ِغُثَاء ِ َكغُثَاء، َ ِالسْيل َ ِبَ ْل ِأَنْتُ ْم ِيَ ْوَمَذ ِ َكثري:ال ِول َ ِ ََي َِر ُس:ال ِقَائل َ ِفَ َق،ِ ِاّللُِِف ِقُلُوب ُك ُم ِالْ َوْه َن َّ ِولَيَ ْقذفَ َّن، َ ص ُدور ُ َ ِع ُدوُك ُم ِالْ َم َهابَةَ ِمْن ُك ْم ِ ِِوَكَراهيَةُِالْ َم ْوت،ا َ َِوَماِالْ َوْه ُن؟ِق، َّ ُ ال َ اّلل َ َِحبِالدنْي: 6 karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah 31 "Hampir-hampir bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya memperebutkan makanan yang berada di mangkuk besar." Seorang laki-laki berkata, "Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?" beliau menjawab: "Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut kepada kalian dari hati musuh kalian, dan akan menanamkan ke dalam hati kalian Al wahn." Seseorang lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apa itu Al wahn?" beliau menjawab: "Cinta dunia dan takut mati.". (HR. Abu Dawud dari Tsauban dengan sanad shahih) Sungguh, kalau direnungkan betul-betul, keyakinan akan datangnya kematian hanya dari Allah, akan mampu mengerem seseorang dari tindak maksiyat, sekaligus mendorong seseorang untuk senantiasa berbuat ta’at, menjadikannya berani menghadapi rintangan apapun sekaligus takut melanggar ketentuan syari’at Allah SWT. Tidak mengherankan jika dalam Tafsir Rûhul Bayân (3/330), disebutkan bahwa ‘Umar r.a menulis di cincinnya: ِ كفىِِبملوتِواعظاَِيِعمر ”Cukuplah kematian itu menjadi penasihat wahai ‘Umar.” Semoga Allah SWT menjadikan kita orang-orang yang dapat memanfaatkan sisa hidup kita, umur kita, masa muda kita, sehat kita dengan sebaikbaiknya, sebelumnya semua lenyap dan berakhir. Semoga Allah meneguhkan langkah kita menapaki jalan kebenaran seterjal apapun jalan itu, dengan penuh keyakinan bahwa tidak ada yang mampu memudharatkan kita kecuali atas izin Allah ’azza wa jalla. 32 MENELADANI KETEGASAN RASULULLAH SAW Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT yang telah mengutus Rasul-Nya yang mulia, sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dalam setiap aspek kehidupan, Rasulullah Muhammad SAW adalah sebaik-baik teladan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al Ahzab ayat 21: َِِاّلل َِّ ِ اّللَِ َوالْيَ ْوَِم ِ ْاْلخَِر ِ َوذَ َكَِر َِّ ِ ُس َوةِ ِ َح َسنَةِ ِل َم ِْنِِ َكا َِن ِيَ ْر ُجو َِّ ِ ِلََق ِْدِِ َكا َِن ِلَ ُك ِْم ِِفِ ِ َر ُسول ْ اّلل ِأ ِ َِكث ًريا “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Rasulullah SAW adalah orang yang sangat lembut dan penyayang. Imam Bukhâri meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: Suatu ketika aku pernah berjalan bersama Rasulullah saw. Beliau saat itu memakai selendang Najran yang kasar tepinya. Tiba-tiba ada seorang Arab desa bertemu dengan beliau, lalu menarik selendang beliau dengan kuat, hingga aku melihat di bagian leher beliau ada bekas ujung selendang itu akibat kuatnya tarikan tersebut. Orang itu kemudian berkata, “Wahai Muhammad! Berikanlah kepadaku sebagian dari harta Allah yang ada padamu.” Rasulullah saw. meliriknya, lalu tersenyum dan memerintahkanku untuk memberikan sesuatu kepadanya. Disisi lain Rasulullah sangat tegas dalam menegakkan syari’ah Allah SWT, beliau tidak berkompromi dalam masalah halal-dan haram, bahkan terhadap anak kecil, cucu beliau sendiri. Abu Hurairah r.a menceritakan bahwa Al-Hasan bin Ali, cucu Rasulullah SAW telah mengambil sebagian kurma sedekah (zakat), lalu memakannya. Maka Rasulullah bersabda: ِ »الص َدقَةَ؟ َِ ِأ ََماِ َعل ْم،ِ ْارمِِِبَا،«ك ِْخِِك ْخ َّ ِتِأَ ََِّّنَِِالِ ََنْ ُك ُِل 33 “Kikh- kikh (tidak boleh, tidak boleh), buang kurma itu! Apakah engkau tidak tahu bahwa (keluarga) kita tidak boleh memakan harta sedekah (zakat).” (HR. Muslim) Kita tidak bisa disebut meneladani Rasulullah SAW kalau kita hanya mencontoh kelembutan beliau, namun tidak mencontoh ketegasan beliau, terlebih lagi kalau kita berlemahlembut kepada orang yang melecehkan Islam, kita baru bisa tegas dan keras kalau orang merugikan kepentingan pribadi kita. Sungguh sikap seperti ini disindir oleh Al Hâfidz Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) dalam kitab Bahjatul Majâlis: ِ ِالسمْيعِِالْ ُمْبصر َّ ِِص ْوَرة َّ ِِالر ُجل ُ ِِِ ِف-ًِأَأَخيِإ َِّنِم َِنِالر َجالِِ َِبْي َمة ِابِبديْنهِِ َِلِْيَ ْشعُ ْر ُِ ص َ ُفطَنِِل ُكلِِ ُمصْي بَةِِِفِِ َمالهِ–ِ َوِإ َذاِي “Wahai saudaraku, sesungguhnya di antara laki-laki (ada) binatang - dalam bentuk seorang laki-laki yang mendengar dan melihat. (Dia) cerdas pada setiap musibah yang menimpa hartanya - namun, jika agamanya yang ditimpa musibah ia tidak pernah merasa.” Sungguh, dalam pelaksanaan hukum-hukum Allah, Rasulullah SAW bersikap sangat tegas, beliau tidak kenal kompromi, tidak memandang apakah orang lain akan menerimanya atau tidak, apakah akan populer ataukah justru akan dicaci. Rasulullah pernah marah kepada Usamah bin Zaid tatkala melobi Rasulullah untuk meringankan hukuman wanita dari kabilah Makhzumiyah yang telah mencuri. Rasulullah juga bersikap tegas dalam memerintahkan anak-anak untuk shalat, bahkan menyuruh memukul mereka ketika mereka enggan sholat padahal mereka belum baligh namun sudah berusia 10 tahun. Rasulullah juga bersikap tegas kepada siapa saja yang melecehkan umat Islam, beliau mengusir yahudi bani Qainuqa dari Madinah dipicu oleh pelecehan mereka terhadap satu orang muslimah. Ketika Musailamah yang mengaku nabi, menulis surat kepada Rasul SAW, antara lain berbunyi : “Amma ba’du, dari Musailamah utusan Allah kepada Muhammad utusan Allah. Sesungguhnya bumi ini dibagi dua; separoh untukmu dan separuh untukku.” Maka dengan tegas Beliau SAW membalas: “Amma ba’du, dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah si pendusta besar. 34 Sesungguhnya bumi ini milik Alloh. Dia mewariskannya kepada siapapun yang Dia kehendaki.” Kemudian beliau berkata kepada utusan Musailamah: ِ تِأ َْعنَاقَ ُك َما ُِ ْضَرب َِّ ِاّللِلَ ْوَِالِأ َِّ أ ََماِ َو َ ََنِالر ُس َِلَِِالِتُ ْقتَ ُِلِل “Demi Allah, seandainya tidak karena para utusan itu tidak boleh dibunuh, sungguh telah kupenggal leher kalian berdua!” (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih, juga diriwayatkan Imam Ahmad, Al Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad hasan). Khalifah Abu Bakar r.a kemudian berhasil menumpas Musailamah, pengikutnya banyak yang bertaubat, bahkan istrinya Musailamah akhirnya taubat menjadi muslim yang baik. Berlarut-larutnya kasus Ahmadiyah sampai saat ini adalah akibat ketidaktegasan penguasa dalam mengambil keputusan untuk melarang ahmadiyah, padahal MUI sudah menegaskan fatwa sesatnya Ahmadiyah, begitu juga SKB 3 menteri. Semoga Allah memudahkan kita untuk mencontoh kelembutan sekaligus ketegasan Rasulullah SAW dan menempatkannya sesuai dengan ketentuan hukum syari’at yang Beliau SAW bawa. ِ ِِاّللُِ َغ ُفورِِ َرحيم َِّ اّللُِ َويَ ْغف ِْرِلَ ُك ِْمِذُنُوبَ ُك ِْمِ َو َِّ ِاّللَِفَاتَّبعُوِنِِ َُْيبْب ُك ُِم َِّ ِقُ ِْلِإ ِْنِِ ُكْن تُ ِْمِ ُُتبو َِن Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad SAW), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali 'Imran 31) 35 RASULULLAH S.A.W RAHMAT BAGI SEMESTA ALAM Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT yang telah mengutus Rasul-Nya sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan, sekaligus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah berfirman dalam surah al-Anbiya’ ayat 107 : ِي َ ََوَماِأ َْر َس ْلن َ اكِإَّال َِر َْحَةًِل ْل َعالَم “Dan tiadalah Kami mengutuskan engkau (wahai Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” Kelahiran nabi Muhammad SAW menandai terjadinya perubahan dunia dari gelapnya kekufuran kepada terangnya keimanan, dari kezaliman jahiliyah kepada keadilan Islam, dari akal dan nafsu serakah menjadi tunduk dan patuh pada al-Quran. Imam Al Baidlowi (w. 685 H) dalam tafsirnya menjelaskan[1] bahwa diutusnya nabi Muhammad saw sebagai rahmat (kasih sayang Allah) bagi semesta alam adalah karena risalah yang dibawa Rasulullah SAW merupakan sebab kebahagiaan mereka, sekaligus sebab kemaslahatan kehidupan mereka, dunia dan akhirat. Adapun orang kafir juga memperoleh rahmat, yakni secara tidak langsung mereka mengikuti sebagian ajaranajaran agama Islam, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan hidup di dunia[2]. Dengan menjalankan risalah nabi Muhammad SAW inilah rahmat Allah akan terwujud. Nasab dan kehormatan manusia terjaga dengan diharamkannya perzinaan dan diharamkannya menuduh orang berzina tanpa mendatangkan 4 orang saksi, disisi lain Islam memudahkan urusan nikah. Nyawa manusia terpelihara dengan diharamkannya membunuh dan adanya hukum qishah dalam masalah pembunuhan dan penganiayaan. Rumah tangga terpelihara dengan syari’ah yang mengatur pembagian fungsi utama antara laki-laki dengan wanita, pengaturan nafkah, pengasuhan, serta syari’ah dalam urusan sosial. Akal manusia terjaga dengan diharamkannya khamr dan hukuman yang berat bagi muslim peminumnya. Kesejahteraan juga terjamin dengan aturan syari’ah dalam masalah ekonomi, diwajibkannya negara menjamin kebutuhan pokok setiap individu rakyat, dan diharamkannya privatisasi kekayaan milik umum. Disamping itu 36 manusia akan punya visi jauh kedepan yakni meraih kebahagiaan diakhirat, tanpa melalaikan hidup mereka didunia, bahkan memandang dunia hanyalah ladang untuk mencari bekal ke akhirat kelak, dan menjadikan standar kebahagiaan mereka adalah teraihnya ridlo Allah SWT. Bukan hanya manusia, rahmat ini juga mencakup kepada hewan, dimana risalah Rasulullah melarang membebani hewan dengan pekerjaan diluar kemampuannya, melarang membunuh binatang untuk main-main, dan menyuruh memudahkan dalam penyembelihan. Pendzoliman kepada hewan juga diancam dengan siksaan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Ibnu ‘Umar r.a: ِِاِل َْرض ْ ِخ َشاش َ اِوَِلِْتَ َد ْع َه ْ ََد َخل َ اِتْ ُك ُلِم ْن ْ ت َ َّارِِفِهَّرة َِربَطَْت َهاِفَلَ ْمِتُطْع ْم َه َ ِامَرأَةِالن “Ada seorang wanita masuk neraka disebabkan mengikat seekor kucing. Dia tidak memberinya makan dan tidak melepaskannya agar dapat memakan serangga tanah.” (HR. Bukhory) Begitu juga rahmat kepada tumbuh-tumbuhan yang dilarang dicabut, ditebang dan dibakar sesuka hati tanpa aturan walau pun dalam peperangan. Islam yang dibawa Rasulullah SAW hanya kan benar benar menjadi rahmat jika difahami dan diterapkan dalam kehidupan, namun jika tidak maka sungguh siksa Allah sangat keras. Allah berfirman: ِيدِالْع َقاب ُ ِالر ُس َّ اِآَت ُك ُم ُ ِشد َ َوَم َ َاِواتَّ ُقواِللاَِإ َّنِللا َ ولِفَ ُخ ُذوهُ َِوَماِنَ َها ُك ْم َ ِعْنهُِفَانتَ ُهو “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Q.S. Al Hasyr : 7) Kegagalan dalam menjadikan diri nabi Muhammad s.a.w sebagai teladan dalam setiap hal menyebabkan banyak problem yang terjadi disekeliling kita. Indonesia negeri yang kaya raya alamnya, ternyata 70 juta rakyatnya hidup dalam kemiskinan, 4 juta anak Indonesia kurang gizi[3], tiap dua hari, satu warga jakarta bunuh diri[4] , sementara kekayaan alamnya terus menerus diserahkan kepada asing dengan mengatas namakan investasi. Begitu juga dalam masalah hukum, 148 kepala daerah sekarang ini jadi tersangka korupsi, diantaranya adalah 17 Gubernur[5]. 37 Sungguh, saat ini umat memerlukan pemimpin yang jujur dan amanah serta membela kepentingan rakyat, namun lebih dari itu umat sangat memerlukan pemimpin yang menjadikan risalah Beliau SAW sebagai pedoman kebijakan. Masalah negeri ini bukan hanya masalah orang, namun masalah sistem aturan yang sudah jauh dari risalah yang dibawa Rasulullah SAW. Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk meneladani Rasulullah dalam setiap aspek kehidupan sehingga rahmat Allah benarbenar tercurah kepada kita semua. 38 MENGGAPAI HIDUP BERKAH DENGAN SYARI’AH Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, yang dengan kasih sayang-Nya telah menurunkan syari’ah Islam yang agung untuk mengatur kehidupan umat manusia. Dengan iradah-Nya, Dia memberikan pilihan kepada manusia untuk ta’at atau durhaka. Allah tidak berhajat kepada keta’atan seluruh makhluq-Nya, sebaliknya kitalah yang berhajat kepada-Nya, berhajat untuk menta’ati-Nya, karena keta’atan kita akan berakibat baik bagi kita, sebaliknya kedurhakaan kepada-Nya tidak mengurangi kemuliaan-Nya, justru kedurhakaan akan berakibat buruk bagi pelakunya. Allah SWT berfirman: …َِسأْ ُِْتِفَلَ َها ْ َح َسْن تُ ِْمِأ ْ إ ِْنِأ َ َح َسْن تُ ِْمِِلَنْ ُفس ُك ِْمِ َوإ ِْنِأ “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al Isra’ : 7) ِضِالَّذيِ َعملُواِلَ َعلَّ ُه ِْم َِ تِأَيْديِالنَّاسِِليُذي َق ُه ِْمِبَ ْع ِْ َادِِفِِالْبَِرِِ َوالْبَ ْحرِِِبَاِِ َك َسب ُِ ظَ َهَِرِالْ َف َس ِ ِيَ ْرجعُو َِن “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Ruum : 41) Imam Al Qurthuby, seorang ahli tafsir yang wafat tahun 671 H, ketika menjelaskan makna kerusakan (fasad) mengutip perkataan Ibnu Abbas r.a, yakni: ِ .صا ُِنِاِلْبَ َرَكةَِِب َْع َمالِِالْعبَادِِ َك ِْيِيَتُوبُوا َ ُه َوِنُ ْق “Kerusakan adalah berkurangnya berkah karena perbuatan hamba, agar mereka bertaubat.” An Nahhâs menyatakan: 39 ِ ِيلِِفِِ ْاْليَة َِ َح َس ُِنِ َماِق ْ َوُه َِوِأ “Dan dia (pernyataan Ibnu abbas ini) adalah ungkapan terbaik tentang ayat ini.” Sungguh, sekali-kali Allah tidak pernah berdusta, mungkin dengan bergelimangnya maksiyat, seseorang masih bisa meraih banyak kekayaan, namun merupakan kepastian bahwa kekayaan tersebut semakin kurang berkahnya. Semakin kaya semakin sempit hidupnya, semakin tinggi kedudukannya dimata manusia semakin kering jiwanya, semakin bersinar karirnya semakin gundah hatinya, semakin bermasalah rumah tangganya, semakin susah anaknya untuk dididik, atau semakin lalai dia dari kewajibannya kepada Allah SWT. Bila kedurhakaan merata ditengah suatu bangsa, penguasa mengabaikan syari’ah-Nya, terlebih lagi kalau mereka menghalang-halangi tertegakkannya syari’ah-Nya, maka sungguh semakin lenyaplah berkah dari kehidupan bangsa tersebut. Bukankah sudah nampak jelas negeri yang alamnya kaya raya ini harus senantiasa menghiba untuk mendapat utangan pihak lain, yang tiap tahun utangnya semakin menumpuk? Sementara sumber daya alamnya semakin banyak jatuh ke tangan asing? Disisi lain ribuan rakyatnya bunuh diri tiap tahun, jutaan yang sakit jiwa, belum lagi hampir separuh penduduknya yang miskin? Belum cukupkah hal ini membuktikan hilangnya berkah akibat menyimpang dari syari’ah-Nya? Belum cukupkah semua ini untuk menyadarkan bangsa ini agar segera mencampakkan sistem hukum penjajah, kemudian segera menggantinya dengan syari’ah-Nya? Masihkah ragu dengan sabda Rasulullah SAW: ِ اّللُِ ََبْ َس ُه ِْمِبَْي نَ ُه ِْم َِّ ِاّللُِإَِّالِ َج َع َِل َِّ ِاّللِ َويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَِل َِّ ِِِوَماِ َِلِْ َُْت ُك ِْمِأَئ َّمتُ ُه ِْمِبكتَاب... َ “… Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad Hasan) Sungguh keberkahan hidup hanya ada ketika kita menjadikan syari’ah Allah sebagai aturan hidup keseharian kita, aturan yang mengatur individu, masyarakat maupun bangsa. Berkahnya wahyu Allah akan bisa dirasakan 40 ketika hidup ini diorientasikan hanya untuk menggapai ridlo Allah SWT , untuk memperjuangkan syari’ah-Nya dan bersatu dalam perlombaan untuk menta’ati-Nya. Namun jika umat sudah abai, acuh, dan justru lebih mementingkan harta, karir dan jabatannya, maka dicabutlah berkah dari mereka, dan mereka akan merasakan kerusakannya. Dalam hal ini Allah menyatakan: ِضِالَّذيِ َعملُواِلَ َعلَّ ُه ِْمِيَ ْرجعُو َِن َِ ليُذي َق ُه ِْمِبَ ْع “Supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Ruum : 41) Allah menyatakan ض ِالَّذي ِ َعملُوا َِ ( بَ ْعsebagian (akibat) perbuatan mereka) karena sesungguhnya balasan kedurhakaan yang lebih berat adalah balasan di akhirat, kalau mereka tidak bertaubat. Tidak ada jalan lain untuk hidup berkah kecuali dengan menjadikan hidup ini mengabdi hanya kepada Allah SWT & menjadikan hidup ini penuh perjuangan untuk tegaknya risalah-Nya. Moga-moga Allah menjaga dan membantu kita menapaki jalan yang diridloi-Nya tanpa takut celaan orangorang yang suka mencela. ِالس َماءِِ َو ْاِل َْرضِِ َولَك ِْنِِ َك َّذبُوا َِّ َولَ ِْوِأ َّ َِنِأ َْه َِلِالْ ُقَرىِ َآمنُواِ َواتَّ َق ْواِلََفتَ ْحنَا ِ َعلَْيه ِْمِبََرَكاتِِم َِن ِ َخ ْذ ََّن ُه ِْمِِبَاِِ َكانُواِيَكْسبُو َِن َ فَأ “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf : 96) 41 MENJADI UMAT TERBAIK DENGAN SYARI’AH Qatadah menceritakan bahwa suatu ketika Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. sedang melakukan ibadah haji, ia melihat adanya gejala hidup santai dan kehidupan yang menyenangkan pada manusia. Lalu Beliau membacakan firman-Nya: ِِعنِالْ ُمْن َكر َِوتُ ْؤمنُِو َنِِب َّّلل َ تِللنَّاس ْ ُخر َج ْ ِخْي َرِأ َُّمةِأ َ ِتْ ُم ُرو َنِِبلْ َم ْع ُروف َِوتَْن َه ْو َن َ ُكْن تُ ْم “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…” (Ali Imran: 110) Kemudian beliau berkata, ِ اّللِف َيها َِّ ِط َِ ِش ْر ْ ِهذه َ ِاِل َُّمةِفَ ْليُ َؤد َ ِسَّرهُِأَ ْنِيَ ُكونِم ْن َ َم ْن "Barang siapa yang ingin dirinya termasuk golongan umat ini, hendaklah ia menunaikan syarat yang ditetapkan oleh Allah di dalamnya."(Riwayat Ibnu Jarir dikutip oleh Ibnu Katsir) Mungkin kita bertanya-tanya, sepertinya syarat untuk menjadi umat terbaik sudah dipenuhi, saat ini ‘amar ma’ruf nahi munkar sudah biasa kita saksikan, suasana keimanan juga sudah kita rasakan, namun mengapa kondisi umat Islam sebagai suatu umat masih sangat memprihatinkan? Angka kemiskinan masih sangat tinggi, korupsi menjadi jadi, indeks pembangunan manusia Indonesia menurun dari peringkat 109 menjadi 111, orang stress juga meningkat, 26 juta penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa7, 2,5 juta tertampung di rumah sakit jiwa8, 50 ribu orang Indonesia bunuh diri antara tahun 2005 – 2007, belum termasuk 40 orang tiap hari yang mati akibat overdosis narkoba9, sementara di negeri lain umat Islam juga masih banyak yang dibunuhi, dilecehkan kehormatannya, dan dihina keyakinannya. Kalau kita mau jujur, walaupun penampakan syarat-syarat untuk menjadi umat terbaik sudah terlihat, namun apa yang dilihat oleh Umar r.a makin menggejala saat ini, kemewahan dunia telah melalaikan sebagian umat dari ِ Laporan WHO, tahun 2006 ِ Depkes RI 9 ِ http://www.polkam.go.id/polkam/berita.asp?nwid=108 , 16 Maret 2007 7 8 42 tugas utamanya mengemban Islam, akibatnya Islam hanya kita beri sisa-sisa waktu kita, itupun kalau tersisa. Kalau Khalifah Umar r.a menasehati umat Islam saat itu agar jangan terlena dengan kemewahan, beliau memberi contoh terbaik tentang kesederhanaan, saat ini kita melihat yang sebaliknya, kemewahan seolah-olah menjadi kebanggaan ditengah penderitaan umat yang berkepanjangan. Disisi lain ‘amar ma’ruf nahi munkar yang kita lakukan masih banyak belum menyentuh akar masalah, kita disibukkan memberantas perzinaan sementara kita lalai untuk menyelesaikan UU yang melegalkan perzinaan, kita sibuk membentengi aqidah umat namun kita lalai memperbaiki sistem dan UU yang justru membolehkan perusakan aqidah umat, kita sibuk membina umat agar tidak melakukan tindak kriminal sementara kita lalai memperbaiki sistem yang justru membuat orang-orang menjadi kriminal, kita sibuk berusaha membantu orang-orang miskin sementara kita lalai bahwa kita punya kekayaan alam yang sangat melimpah dan kita lalai mengusir penjajah yang dengan modal UU akhirnya menjarah kekayaan milik rakyat secara legal. Bagaimana bisa kita mengharap menjadi umat terbaik kalau syarat-syaratnya belum kita laksanakan dengan optimal? Syarat keimanan juga belum dilaksanakan dengan optimal, Al Qur’an & syari’at Islam masih dipilih-pilih, seolah-olah manusia lebih pintar membuat aturan sendiri dibandingkan aturan Allah SWT. Padahal sungguh tidak ada hukum yang lebih baik bagi manusia, baik dia mukmin atau tidak, selain syari’ah Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: ِ ِخريِِلهلهاِمنِأنِ ُُيطَرواِأربعيِصباحا،َِلَ ٌِّدِيقامِِفِاِلرض “Sungguh satu hukum yang ditegakkan dibumi lebih baik bagi penduduknya daripada mereka diberi hujan 40 pagi.” (HR Ahmad dan An Nasa’i dari Abu Hurairah) 43 UMAT ISLAM HARUS SIAP BERKORBAN Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah kapan dan dimanapun kita berada, dengan senantiasa seoptimal mungkin mengerjakan segala perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-Nya, dan mengorbankan sebagaian kesenangan kita untuk memperjuangkan risalah-Nya. Pengorbanan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap manusia, tidak ada seorang pun dalam hidupnya yang tidak pernah melakukan pengorbanan. Ada yang mengorbankan sebagian besar waktunya, pergi pagi pulang petang, untuk memperoleh uang. Begitu pula ada yang mengorbankan uangnya untuk mendapatkan jabatan, pekerjaan, atau kesenangan yang lain. Pengorbanan dapat dikatakan benar menurut akal sehat jika memenuhi dua syarat: Pertama, jika mashlahat yang ingin kita raih lebih besar daripada sesuatu yang kita korbankan. Adalah merupakan kebodohan kalau ada yang mengorbankan sesuatu yang berharga hanya untuk mendapatkan sesuatu yang hina. Kedua, kerugian/madharat yang akan kita tanggung lebih besar daripada apa yang kita korbankan. Dalam pandangan Islam, tidak ada kemashlahatan yang lebih besar selain dengan menta’ati Allah guna meraih ridho-Nya. Tidak ada kemudlorotan dan kecelakaan yang lebih besar dari pada mendapatkan murka Allah SWT. Tolok ukur keberislaman seseorang adalah sejauhmana pengorbanan yang bisa dia berikan demi menjalankan dan memperjuangkan tegaknya syari’ah Allah SWT, juga sejauh mana pengorbanan yang mampu dia berikan untuk menghindari larangan-Nya. Sebuah pengorbanan yang luar biasa, dicontohkan oleh keluarga Ibrahim a.s. Bagaimana tidak, putra yang sudah dinantikan dan didambakan kelahirannya, yang diharapkan kelak menjadi penerus keturunan dan perjuangannya, yang baru tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, tampan, dan menawan, justru diperintahkan oleh Allah Swt untuk disembelih. Nabi Ibrahim dan Hajar bersedia mengorbankan anaknya, Ismail mengorbankan nyawanya semua dilakukan hanya untuk mengabdi kepada Allah Swt. Pengorbanan untuk menghindari kemurkaan Allah juga dicontohkan oleh Nabi Yusuf as. Beliau harus rela dipenjara hanya karena tidak mau berbuat 44 maksiyat dengan wanita cantik dan terhormat, yakni majikannya sendiri. Allah abadikan kisah ini dalam Al Qur’an: ِب ِإلَْيه َِّن َ َق ْ صر ََّ َحب ِإ َ ف ْ ِعّن ِ َكْي َد ُه َّن ِأ ْ ََل ِِمَّاِيَ ْدعُونَّن ِإلَْيه َِوإَّال ِت َ ال َِرب ِالس ْج ُن ِأ ُ َص ِي ْ َوأَ ُك ْنِم َن َ ِاْلَاهل Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." (Qs. Yusuf: 33) Dua kejadian tersebut merupakan cermin bagi kita untuk berkaca, sudahkah kita mengorbankan sebagian kesenangan kita untuk taat kepada Allah? Sudahkah kita siap menerima resiko untuk menghindari perbuatan maksiyat kepada Allah? Bandingkan pengorbanan kita kepada profesi, jabatan dan pekerjaan kita dengan pengorbanan kita kepada Allah. Setiap hari kita bisa memberikan 1/3 dari waktu kita bahkan lebih, tenaga, pikiran dan berbagai potensi kita untuk mendapatkan kemashlahatan berupa gaji atau penghasilan lainnya. Apakah gaji dan imbalan yang kita terima telah setimpal dengan pengorbanan yang kita berikan kepada profesi kita? Jika kita sudah merasa puas dengan yang kita peroleh dari pengorbanan kepada profesi kita, mungkinkah kita dapat menikmati penghasilan dan fasilitas yang kita dapatkan bila Allah mencabut satu saja kenikmatan-Nya dari kita? Mencabut kemampuan lidah kita untuk merasa, atau mencabut kemampuan telinga atau mata kita? ِيلِ َّماِتَ ْش ُك ُرو َن ًِ ارِ َو ْاِلَفَْ َدَِةِقَل َِ ص َّ َِنشأَ ُك ِْمِ َو َج َع َِلِلَ ُك ُِم َ قُ ِْلِ ُه َِوِالَّذيِأ َ ْالس ْم َِعِ َو ْاِلَب "Katakanlah: 'Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.' (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur." (Qs. Al-Mulk: 23) Kalau untuk mendapatkan penghasilan dan fasilitas didunia kita bisa mengorbankan waktu, tenaga, & pikiran kita, padahal yang kita dapatkan itupun belum tentu bisa kita nikmati kalau Allah mencabut saja salah satu fungsi organ tubuh kita, maka sungguh sangat logis jika seorang muslim mengorbankan apa saja untuk ta’at kepada Allah SWT, karena apa yang 45 dikorbankan itupun hakikatnya adalah pemberian Allah, dan Dia akan menggantinya, disamping itu Allah menyediakan balasan yang jauh sangat lebih besar, bahkan dari dunia dan isinya sekalipun. Dalam hadits qudsy Allah berkata: ِِ ِ َو ِالَ ِ َخطََِر ِ َعلَى ِقَ ْلب،ت ِ ْ ِ َما ِ ِالَ ِ َع،ي ُِ أ َْع َد ْد َّ ِ ت ِلعبَادي ْ ي ِ َرأ ْ ِ َو ِالَ ِأُذُنِ ِ ََس َع،َت َ الصاِل ِ}ي ِ ُ ُخف َِي ِ َِلُِْم ِم ِْن ِقَُّرةِ ِأ َْع ِ َِ{ف:اقْ َرءُوا ِإ ِْن ِشَْ تُ ِْم:َِال ِأَبُو ِ ُهَريْ َرة َِ َ ِق.بَ َشر ْ لَِتَ ْعلَ ُِم ِنَ ْفسِ ِ َما ِأ ِ "ِ]17ِ:[السجدة "Aku telah siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh, kenikmatan yang tiada mata yang pernah menyaksikannya, tiada telinga yang pernah mendengarnya, dan tiada pernah terbetik dalam hati manusia. " Abu Hurairah r.a berkata: Bila kalian mau, silahkan baca firman Allah: "{Tiada seorangpun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata}" (Muttafaqun 'alaih) Pantaskah kita merasa ringan dalam menjalani profesi pekerjaan kita, namun merasa berat untuk menjalankan aturan-aturan Allah SWT, merasa berat membela dan memperjuangkan tegaknya syari’ah-Nya dalam kehidupan kita ini. Padahal Allah SWT berfirman: ِين ِ َآمنُوِاِْ ْاد ُِخلُوِاِِْفِ ِالس ْلمِِِ َكآفَِّةً ِ َو ِالَِتَتَّبعُوِاِْ ُخطَُواتِ ِالشَّْيطَانِ ِإن َِّهُ ِلَ ُك ِْم ِ َع ُد ٌِّو َِ ََِي ِأَي َها ِالَّذ ِ ِمبي "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu." (Qs. Al Baqarah: 208) Berkenaan dengan ayat ini Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan: ِِِأ ِْنِ ََيْ ُخ ُذواِِبَميعِِعَُرىِ ْاْل ْس َلم:ِيِبَر ُسوله َِ صدق َِ اٰلِآمًراِعبَ َادِهُِالْ ُم ْؤمن َِ ولِتَ َع ُِ يَ ُق َ يِبهِِالْ ُم ِ .ك َِ اعواِم ِْنِ َذل ُ َاستَط ْ ِِ َوتَ ْركِِ َجيعِِ َزَواجرهِِ َما،ِ َوالْ َع َملِِِبَميعِِأ ََوامره،َو َشَرائعه 46 "Allah Ta'ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan percaya dengan para utusan-Nya, agar dengan sekuat daya dan upaya mereka mengamalkan seluruh ikatan Islam, dan syari'atnya. Hendaknya mereka mengamalkan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan segenap kemampuan mereka" Semoga Allah swt menjadikan kita orang-orang yang sanggup dan senang berkorban untuk mentaati dan memperjuangkan semua perintah-Nya, menguatkan kita dalam meninggalkan semua larangan-Nya, dan menjadikan kita ridho dengan segala ketentuan-Nya. 47 KEHINAAN & KEMULIAAN UMAT Ketika pembukaan al-Quds, saat itu khalifah Umar r.a menuju kesana untuk serah terima kunci Palestina dari penduduknya yang sukarela bergabung dengan khilafah Islam. Thariq bin Syihab menceritakan bahwa turut pula Abu Ubaidah bin Al Jarrah r.a. Saat melewati arungan sungai, ‘Umar r.a turun dari untanya dan kemudian melepas kedua sepatunya, meletakkan kedua sepatunya tersebut dipundaknya, memegang tali kekang untanya lalu menyebrangi sungai. Maka Abu ‘Ubaidah selaku panglima perang yang membuka al-Quds berkata: Wahai amiirul mukminin, engkau melakukan hal ini? Melepas kedua sepatumu, meletakkan kedua sepatumu dipundakmu, memegang tali kekang untamu lalu menyebrangi sungai? Sesungguhnya penduduk negeri (Palestina) berdiri (menunggu) menyambut engkau”. Abu ‘Ubaidah merasa bahwa penampilan khalifah ‘Umar yang lusuh adalah suatu kehinaan, atau minimal tidak pantas kalau dilihat penduduk Palestina yang menyambutnya. Maka Khalifah ‘Umar menjawab: “Wahai Abu Ubaidah, seandainya bukan engkau yang melontarkan ungkapan ini. Lalu ‘Umar menyambung: ِ َبِالْعَّزَةِبغَ ْري َِماِأ ََعَّزََّنِللاُِبهِأَ َذلَّن َ إَّنَِّ ُكنَّاِأَ َذ َِّلِقَ ْومِفَأ ُاِللا ُ َُعَّزََّنِللاُِِبْل ْسلَمِفَ َم ْه َماِنَطْل “Sesungguhnya kita dulu adalah kaum yang hina, kemudian Allah muliakan kita dengan Islam, bilamana kita mencari kemuliaan selain dengan yang Allah telah muliakan kita, maka Allah pasti akan menghinakan kita.” (HR. Al Hakim dengan sanad shahih menurut Bukhory dan Muslim, disepakati oleh Adz Dzahabi). Allah pasti akan menghinakan kita kalau kita mengejar kemuliaan dengan berpaling dari syari’ah Allah, mungkin Allah akan memberikan kemuliaan semu kepada kita, namun kemuliaan semu tersebut akan segera berakhir dengan penyesalan. Allah berfirman: َِخ ْذ ََّن ُِه ْم َ ابِ ُكل َ َاِماِذُك ُرواِبهِفَتَ ْحن َ ِح َّّتِإذَاِفَر ُحواِِبَاِأُوتُواِأ َ اِعلَْيه ْمِأَبْ َو َ ِش ْيء َ فَلَ َّماِنَ ُسو ِِمْبل ُسو َن ُ َبَ ْغتَةًِفَإذ ُ اِه ْم “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah 48 diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’aam: 44) Perjalanan waktu telah membuktikan kebenaran apa yang dikatakan Allah. Amerika Serikat, negara penjajah pembantai jutaan kaum muslimin, negara yang membolehkan homo seksual, saat ini benar-benar tenggelam dalam krisis utang besar di atas 90% dari PDB[1], kondisinya lebih parah daripada apa pun yang negara itu pernah alami sejak era The Great Depression (malaise, 1930). Departemen Pertanian AS menyatakan bahwa sekitar 50 juta orang Amerika tidak mampu membayar makanan yang cukup di tahun 2009. Menurut Kapten William Finley, kepala cabang lokal dari Salvation Army, orang-orang yang dulunya kaya, yang telah kehilangan rumah mereka, kini terpaksa tidur di mobil mahal mereka yang diparkir di sudutsudut kota [2]. Adalah sangat ajaib, kalu ada yang masih saja mencari kemuliaan dengan menjilat musuh mereka, menyambut mereka bak tamu agung yang akan menyelesaikan problem umat ini, padahal krisis yang menimpa Amerika jauh lebih besar daripada yang menimpa kita, utang luar negeri Amerika saja sudah 13 trilyun dolar AS[3], (= Rp. 117.000 trilyun, dengan kurs 1 dolar = 9 ribu), hampir 60 kali lipat utang Indonesia yang sekitar Rp. 2000 trilyun. Sungguh sebagai pribadi maupun sebagai bangsa, kemuliaan tidak akan diraih kalau justru dengan berpaling dari aturan-aturan Allah SWT, bagaimana mungkin kita menghendaki kemuliaan kalau justru kita menentang perintah Dzat Pemilik Kemuliaan? Bagaimana mungkin kita menghendaki kemuliaan namun kita mencari kemuliaan tersebut dari orang-orang yang dihinakan Allah akibat kemaksiyatan mereka? Justru kehinaan yang akan diperoleh ketika umat ini mengikuti prilaku orang-orang kafir, baik prilaku dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun pemerintahannya. Allah berfirman: َّ ُِِالصال ُح ِيَ ْرفَعُه َّ ب َِوالْ َع َم ُل َ ُيد ِالْعَّزَة ِفَللَّه ِالْعَّزة ُ َم ْن ِ َكا َن ِِيُر ْ َِج ًيعا ِإلَْيه ِي ُ ص َع ُد ِالْ َكل ُم ِالطي َّ ِور َّ ينُِيَْ ُك ُرو َن َ ِع َذاب َ ََِشديد َِوَمك ُْرِأُول َ ِالسيََاتِ َِلُْم ُك ُ ُِه َوِيَب َ َوالذ “Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan, bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.” (QS. Faathir 100) 49 َّ ِِّلل َّ ي ِأَيَْب تَ غُو َن ِعْن َد ُه ُم ِالْعَّزَة ِفَإ َّن ِالْعَِّزَة ُ ين ِأ َْوليَاءَ ِم ْن َ ِدون ِالْ ُم ْؤمن َ ين ِيَتَّخ ُذو َن ِالْ َكافر َ الذ َِج ًيعا “(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi temanteman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS. An Nisaa’: 139) Semoga Allah memberikan kemuliaan kepada kita karena Islam dan memuliakan Islam dengan kita. 50 HANCURNYA SEBUAH BANGSA Sesunguhnya, sesuai dengan iradah Allah SWT, kejayaan dan kemuliaan suatu bangsa terletak pada sejauh mana ketaatan mereka kepada Allah SWT. Sedangkan kehancuran suatu bangsa disebabkan enggannya mereka menjalankan syari’ah Allah, atau mereka menjalankan syari’ah Allah namun mereka memilih milih yang sesuai keinginannya saja yang diterapkan, sedangkan yang menurut pandangan mereka tidak relevan maka akan dicampakkan, atau disebabkan mereka menerapkan hukum Allah SWT, namun hukum Allah hanya diberlakukan kepada sebagian kalangan, sementara kepada kalangan yang lain tidak. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda: ِ اّللُِ ََِبْ َس ُه ِْمِبَْي نَ ُه ِْم َِّ ِاّللُِإَِّالِ َج َع َِل َِّ ِاّللِ َويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَِل َِّ َِِوَماِ َِلِْ َُْت ُك ِْمِأَئ َّمتُ ُه ِْمِبكتَاب “Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad Hasan) Imam Bukhori meriwayatkan bahwa seorang perempuan telah mencuri pada masa Rasulullah SAW setelah futuh Makkah. Kemudian kaumnya minta tolong kepada Usamah ibn Zaid. Urwah (periwayat hadits ini) berkata: ketika Usamah mengatakan hal ini berubahlah wajah Rasulullah SAW (pertanda bangkit emosinya), Beliau pun bersabda: ِ اّلل َِّ ِِأَتُ َكل ُمّنِِِفِِ َحدِِم ِْنِ ُح ُدود “Apakah kamu akan mengatakan(mengajakku kompromi) dalam satu hukum di antara hukum-hukum Allah?” Usamah berkata: ِ اّلل َِّ ِول َِ استَ ْغف ِْرَِلِِ ََِيِ َر ُس ْ “Mohonkan ampun untukku wahai Rasulullah.” Kemudian Rasulullah SAW berpaling lalu berdiri dan berkhutbah dengan memuji Allah kemudian bersabda: 51 ِق َِ وهُ ِ َوإ َذا ِ َسَر ِ يف ِتَ َرُك ُِ ق ِفيه ِْم ِالشَّر َِ َّاس ِقَ ْب لَ ُك ِْم ِأَن َُّه ِْمِِ َكانُوا ِإ َذا ِ َسَر َِ ك ِالن َِ َأ ََّما ِبَ ْع ُِد ِفَإََّّنَا ِأ َْهل ِِت ِ ُُمَ َّمد َِ َن ِفَاط َمةَِ ِبْن َِّ س ِ ُُمَ َّمدِ ِبيَدهِ ِلَ ِْو ِأ ُِ اِلَ َِّد ِ َوالَّذي ِنَ ْف ُِ فيه ِْم ِالضَّع ْ ِ ِيف ِأَقَ ُاموا ِ َعلَْيه ِ تِيَ َد َها ُِ تِلََقطَ ْع ِْ ََسَرق “Amma Ba’du, sesungguhnya hancurnya manusia (umat) sebelum kalian karena apabila ada yang mencuri dari kalangan bangsawan mereka, mereka membiarkannya, dan apabila yang mencuri dari kalangan lemah, mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Dzat yang diri Muhammad di tangan-Nya seandainya Fathimah anaknya Muhammad mencuri pasti aku potong tangannya.” Lalu Rasulullah SAW menyuruh memotong tangan perempuan tersebut, selanjutnya perempuan tersebut bertaubat dengan taubat yang bagus, setelah kejadian tersebut wanita itu menikah. Aisyah r.a berkata: Wanita itu datang setelah kejadian itu dan dipenuhi kebutuhannya oleh Rasulullah SAW. Jika hukum syari’ah yang dipakai namun pelaksanaannya membedakan yang mulia dengan yang lemah saja dikatakan Rasulullah SAW sebagai penyebab hancurnya umat terdahulu, lalu bagaimana jika hukum syari’ah dicampakkan, lalu memakai aturan penjajah dan dalam menjalankan aturan penjajah itupun yang kuat dibedakan dengan yang lemah? Konglomerat dibedakan dengan rakyat yang melarat? Untuk membantu Bank Century dikucurkan dana sebesar 6,7 trilyun rupiah (dari pengajuan awal 600-an milyar rupiah), bahkan untuk BLBI sampai 600 trilyun rupiah. Sementara untuk gempa Sumbar hanya diberi bantuan Rp. 100 milyar. Lihat pula ketika seorang nenek tua di Kabupaten Banyumas kedapatan mencuri tiga buah kakao—yang harga ketiganya tidak sampai Rp. 3000—harus dihukum 1,5 bulan atau seorang warga Kediri yang kedapan mencuri sebuah semangka terancam hukuman 5 tahun penjara bandingkan dengan Robert Tantular yang mencairkan deposito valas milik Boedi Sampurna 18 juta dolar AS (Rp. 180 milyar) tanpa seizin pemiliknya dan menyalurkan kredit sebesar Rp. 121,3 milyar tanpa prosedur yang benar hanya divonis 4 tahun penjara. Dalam sistem kapitalisme sekuler seperti saat ini, persamaan perlakuan terhadap yang kuat dengan yang lemah adalah sebuah mimpi. Hal ini terjadi 52 karena setiap orang yang ingin menduduki jabatan kekuasaan harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar, sehingga ia harus mencari dukungan sponsor dari para pemilik modal dalam pencalonannya. Di sisi lain pemilik modal juga tidak mau membantu kecuali ada ” balas jasa” dari orang yang didukungnya, walhasil akan sulit mendudukkan pemodal tersebut secara adil didepan hukum penjajah sekalipun, bahkan hukum pun bisa dipesan sesuai dengan kepentingan pemilik modal. Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan bangsa yang belum berusia 70 tahun ini kecuali dengan menerapkan seluruh hukum Allah SWT tanpa pilihpilih, menerapkannya keseluruh individu tanpa membedakan yang kaya dengan yang miskin. Sungguh telah terlihat jelas tanda-tanda kehancuran mengintai bangsa ini, tingkat kemiskinan yang semakin tinggi, kemusyrikan yang menyebar, angka bunuh diri yang senantiasa bertambah, serta rusaknya generasi akibat narkoba dan pergaulan bebas seharusnya sudah cukup untuk menyadarkan kita semua agar berupaya sekuat tenaga memperjuangkan tegaknya syari’ah Allah dimuka bumi ini. Hanya Islamlah satu-satunya sistem akan menyelamatkan kita tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat kelak. ِالس َماءِِ َو ْاِل َْرضِِ َولَك ِْنِِ َك َّذبُوا َِّ َولَ ِْوِأ َّ َِنِأ َْه َِلِالْ ُقَرىِ َآمنُواِ َواتَّ َق ْواِلََفتَ ْحنَا ِ َعلَْيهِ ِْمِبََرَكاتِِم َِن ِ َخ ْذ ََّن ُه ِْمِِبَاِِ َكانُواِيَكْسبُو َِن َ فَأ “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf : 96) 53 NEGERI LIMA BENCANA Marilah kita senantiasa berupaya meningkatkan ketakwaan kita dalam setiap keadaan, dengan sekuat tenaga dan kemampuan kita untuk melaksanakan semua perintah Allah, dan meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah, karena hanya dengan ketakwaanlah semua urusan akan menjadi mudah. Sebagaimana firman Allah SWT: ُِِي َع ْلِلَهُِم ْنِأ َْمرهِيُ ْسًرا َّ َوَم ْنِيَتَّق َْ َِاّلل “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. At Thalaq: 4) Sebaliknya, setiap kemaksiyatan, baik besar ataupun kecil, akan menjadikan rusaknya kehidupan kita, hilangnya keberkahan hidup kita, bahkan ketika kemaksiyatan itu menjadi tersebar merata, maka kerusakannya juga merata. Ibnu Majah meriwayatkan hadits dengan sanad hasan dari jalur 'Atha bin Abi Rabah dari Abdullah bin Umar r.a dia berkata: "Rasulullah saw menghadapkan wajahnya ke kami dan bersabda: ِ وه َِّن ُ ينََِْسِإذَاِابْتُليتُ ْمِِب َّن َِوأَعُوذُِِب َّّللِأَ ْنِتُ ْدرُك َ ََِي َِم ْع َشَرِالْ ُم َهاجر "Wahai golongan Muhajirin, lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya: ِِح َّّتِيُ ْعلنُواِِبَاِإَّالِفَ َشاِفيه ْمِالطَّاعُو ُن َِو ْاِل َْو َجاعُِالَِّت َ َلِِْتَظْ َه ْرِالْ َفاح َشةُِِفِقَ ْومِقَط.1 َّ ِ ض ْوا َ ين َِم ْض َ َلِْتَ ُك ْن َِم ْ تِِفِأ َ َس َلفه ْمِالذ Tidaklah kekejian/perzinaan menyebar di suatu kaum, hingga mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha'un dan kelaparan yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka. ِي َِوشدَّة ِالْ َمَُونَة َِو َج ْور ِالسِ ْلطَان َ َصوا ِالْمكْي َ ال َِوالْم َيزا َن ِإَّال ِأُخ ُذوا ِِبلسن ُ َوَلْ ِيَْن ُق.2 َِعلَْيه ْم 54 Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim. ِ ِالس َماء َِولَ ْوَالِالْبَ َهائِ ُمِ َلُِْيُْطَُروا َّ ِمنعُواِالْ َقطَْرِم ْن ُ َوَلُِْيَْنَ عُواِ َزَكا َةِأ َْم َواِل ْمِإَّال.3 Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan. َِخ ُذوا َّ ط َّ اِع ْه َد َ َِّسل ُ َوَلْ ِيَْن ُق.4 َ ِعلَْيه ْم َ ُِاّلل َ ضو َ ِع ُد ًّواِم ْن ِ َغ ْريه ْم ِفَأ َ ِاّلل َِو َع ْه َد َِِر ُسوله ِإَّال ِ ض َِماِِفِأَيْديه ِْم َ بَ ْع Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan RasulNya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki. ِ َِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ِْم َّ ِج َع َل َّ ِاّلل َِويَتَ َخيَِّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل َّ ُِت ُك ْمِأَئ َّمتُ ُه ْمِبكتَاب َْ ْ َوَماِ َل.5 َ ُِاّلل َ ِاّللُِإَّال Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.” Saat ini kita bisa merasakan apa yang Rasulullah saw sampaikan dalam hadits tersebut, sebagian atau seluruhnya telah menjadi kenyataan. Akibat banyaknya kemaksiyatan dan pelanggaran terhadap hukum Allah, baik skala individual maupun nasional, negeri yang kaya-raya sumber daya alamnya ini akhirnya dihuni oleh banyak sekali rakyat yang miskin. Dengan standar kemiskinan Rp 212.000 per orang per bulan, di negeri ini masih ada 31 juta jiwa rakyat terkategori miskin10, disisi lain Vietnam saja standar kemiskinannya Rp 450.000 per bulan11, padahal beras disana lebih murah dari disini. Disisi lain, kekayaan negeri ini semakin dikuasai asing, mereka telah menguasai 75% sektor migas, 50,6 % aset perbankan nasional, 60-70 persen saham pasar modal, serta 60 % BUMN12. Disamping kemiskinan, Indonesia ternyata juga penyebar virus mematikan HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara. Dari tahun 2002 hingga September ِdetiknews.com , 23 Nop 2010 Kompas.com , 14 Juni 2011 12 ِKompas.com, 23 Mei 2011 10 11 55 2011, perkembangan HIV/AIDS di Indonesia naik hingga 15 kali lipat13 (1.500%). Sementara itu narkoba juga mencengkram negeri ini, 6,5 juta penduduk Indonesia yang menjadi pecandu narkoba, 90% adalah generasi muda. (Kompas, 26/7/ 1999) Semua hal tersebut bukanlah suatu yang mengherankan, di ujung hadits tersebut Rasulullah telah memperingatkan: ِ َِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ِْم َّ ِج َع َل َّ ِاّلل َِويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل َّ ُِت ُك ْمِأَئ َِّمتُ ُه ْمِبكتَاب َْ َْوَماِ َل َ ُِاّلل َ ِاّللُِإَّال “Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.” Segala kerusakan ini tidak akan selesai dengan konsep yang tidak bersumber dari kitabullah, bahkan pada hakikatnya sumber berbagai kerusakan adalah penolakan terhadap hukum-hukum Allah, baik seluruhnya atau sebagian. Allah tegaskan hal ini dalam surat Al Hijr 89 – 91: َّ ِِج َعلُواِالْ ُق ْرءَا َن َ َ) َك َماِأَنْ َزلْن89(ي َ اِعلَىِالْ ُم ْقتَسم ُ َوقُ ْل ِإِن ِأَ ََّن ِالنَّذ ُير ِالْ ُمب َ ين َ )الذ90(ي ِ )91(ي َ عض Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan". Sebagaimana (Kami telah memberi peringatan/(azab) kepada orang-orang yang membagi-bagi (Kitab Allah), yaitu orang-orang yang telah menjadikan Al Qur'an itu terbagi-bagi. (yakni ada bagian yang diimani, dan ada bagian yang di ingkari). Marilah kita perbaiki diri kita, keluarga kita dan masyarakat kita, dengan perbaikan yang hakiki, yakni berupaya sekuat tenaga menjalankan syari’ah Allah dalam kehidupan kita. Semoga Allah SWT memberi kekuatan dan meneguhkan kemauan kita untuk melakukan upaya ini hingga akhir hayat kita. ِOkezone.com 25 Jan 2012. 13 56 SEX BEBAS MEMBINASAKAN NEGERI Rasulullah saw. bersabda: ِف ِتَ ْع َملُو َن ِفَاتَِّ ُقوا َّ ِح ْل َوة َِوإ َّن َ ِم ْستَ ْخل ُف ُك ْم ِف َيهاِليَ ْنظَُر ِ َكْي َ َِاّلل َ َإ َّن ِالدنْي ُ ِعَّز َِو َج َّل ُ اِخضَرة ِ ِتِِفِالن َساء ْ َيلِ َكان َ َالدنْي َ اِواتَّ ُقواِالن َساءَِفَإ َّنِأ ََّو َلِفْت نَةِبَّنِإ ْسَرائ "Sesungguhnya dunia itu hijau dan manis, dan sesungguhnya Allah 'azza wajalla menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya, agar Dia bisa melihat apa yang kalian lakukan, maka takutlah kalian akan fitnah dunia dan fitnah wanita, karena fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil adalah fitnah wanita." (HR. Imam Ahmad14 (no. 10743) dari Abu Said Al Khudri). Survey terbaru yang dilakukan internasional DKT bekerja sama dengan Sutra and Fiesta Condoms mengungkap bahwa 462 responden berusia 15 sampai 25 tahun semua mengaku pernah berhubungan seksual. Semua, 100 persen! Dan mayoritas mereka melakukannya pertama kali saat usia 19 tahun. Survey dilakukan Mei 2011 di Jakarta, Surabaya, Bandung, Bali, dan Yogyakarta (Republika.co.id, 12/12/2011)15 Hasil survey tersebut juga menyebutkan, 88 persen hubungan seks dilakukan bersama pacar. Sembilan persen sesama jenis, terutama wanita, dan delapan persen dengan PSK untuk pria. Mungkin kita bertanya dalam hati, mengapa kemaksiyatan begitu berkibar di negeri ini, negeri yang mayoritas penduduknya muslim? Padahal aktivitas dakwah juga cukup gencar, baik dakwah langsung di masyarakat, maupun lewat media cetak dan elektronik? Kalau dulu dakwah Rasulullah saw, dalam waktu yang relatif singkat, mampu membabat perzinaan yang membudaya di tengah masyarakat jahiliyyah, namun mengapa dakwah hari ini, jangankan membabat kemaksiyatan, justru tidak mampu secara efektif mencegah meningkatnya kemaksiyatan ditengah umat. ِشعيبِاِلرنؤوط:ِاحملقق-ِِإسنادهِصحيحِعلىِشرطِمسلم ِhttp://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/11/12/12/lw2yof- 14 15 survey-kebanyakan-abg-pertama-kali-berhubungan-seks-umur-19 -di akses 14 pebruari 2012 57 Kalau kita mau merenung sejenak dengan jujur, penyebab kurang efektifnya dakwah saat ini dibanding dakwah Rasulullah saw. adalah dikarenakan kita masih memilih-milih dan memilah-milah dalam meneladani dakwah beliau saw. Kita sering mendengar bagaimana meneladani kelembutan jiwa Rasulullah saw, namun jarang disampaikan bagaimana ketegasan beliau dalam menegakkan syari’ah. Kita sering mendengar bagaimana seharusnya berlaku adil, shabar, jujur, qana’ah, dll, namun jarang terdengar bahwa seharusnya sikap-sikap tersebut seharusnya dilakukan dalam bingkai syari’ah. Kita sering mendengar bagaimana meneladani Rasulullah saw sebagai individu, namun jarang terdengar sikap, perilaku, dan bagaimana beliau menyelesaikan masalah dalam kapasitas beliau sebagai kepala negara. Sesungguhnya – atas izin Allah swt – gemilangnya dakwah Rasulullah dalam menyingkirkan kemaksiyatan saat itu adalah karena beliau menerapkan semua syari’ah Allah dalam kapasitas beliau sebagai individu, juga sebagai kepala negara. Beliau tidak hanya menyampaikan pentingnya keimanan, wajibnya wanita menutup aurat, haramnya khalwat (berduaan dengan lain jenis), namun secara praktis, sebagai kepala negara beliau menjaga keimanan umat, membuka pintu nikah dengan mudah dan murah, beliau menutup secara nyata tempat-tempat maksiyat dan menghukum berat pelaku perzinaan. Bandingkan dengan dakwah sekarang yang hanya boleh berbicara, menasehati dan mendidik, namun harus bersaing dengan tempat maksiyat yang tetap dilegalkan. Dakwah hanya diberi ruang memberikan penjelasan tentang sunnahnya nikah, dan haramnya zina, namun sekali lagi harus berhadapan dengan rumit dan mahalnya nikah bagi sebagian kalangan, harus berhadapan dengan perzinaan yang dianggap biasa jika suka-sama suka. Saat ini, dakwah hanya diemban secara pribadi atau organisasi yang berupaya mendidik dan menjaga umat, namun disisi lain negara justru membiarkan terbukanya pintu-pintu maksiyat yang senantiasa menjebak umat untuk memasuki dan menikmatinya, juga membiarkan pelakupelakunya bebas tanpa hukuman didunia ini. Tidak ada cara lain untuk membabat perzinaan dan kemaksiyatan lain dinegeri ini, kecuali dengan berupaya semaksimal mungkin agar syari’ah dilaksanakan, baik oleh individu maupun negara. Karena sesungguhnya fungsi negara dalam pandangan Islam adalah sebagai penjaga akidah umat, 58 pelaksana syari’ah dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu Imam Al Ghazali (w. 505 H) menulis dalam kitab kitab beliau al iqtishod fil I’tiqod halaman 199: “Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.” Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa juz 28 halaman 394 telah menyatakan: “Jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak.” Sungguh kita hanya punya dua pilihan, mau memperjuangkan penerapan syari’ah dalam setiap kehidupan kita, baik individu maupun berbangsa dan bernegara, ataukah kita rela dengan sistem dan aturan warisan penjajah yang membuat keadaan manusia semakin rusak, yang tidak akan pernah baik selama menolak syari’ah ataupun memilih-milih sebagiannya saja. Rasulullah saw bersabda: ِ َِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ِْم َّ ِج َع َل َّ ِاّلل َِويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل َّ ُِت ُك ْمِأَئ َّمتُ ُه ْمِبكتَاب َْ َْوَماِ َل َ ُِاّلل َ ِاّللُِإَّال “Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad Hasan) إذاِظهرِالزَّنِوِالرِبِِفِقريةِفقدِأحلواَِبنفسهمِعذابِللا “Jika telah nampak dengan jelas zina dan riba dalam suatu kota, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan adzab Allah atas mereka.” (HR. Al Hakim16) Semoga Allah menjauhkan kita dan dzuriyat kita dari dosa besar ini, dan mewafatkan kita semuanya dalam ampunan Allah SWT. ِHR. Al Hakim dalam al Mustadrak, ia mengatakan hadits ini sanadnya sahih menurut Bukhari dan Muslim dan mereka berdua tidak mengeluarkannya, Adz Dzahabi juga men sahihkannya. 16 59 BENCANA ALAM: AKIBAT MAKSIAT DAN SISTEM YANG BATIL Alhamdulilllah, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah swt bahwa hingga saat ini, Allah masih memberi kita kesempatan untuk menyempurnakan pengabdian kita kepadaNya, dengan harapan mudah-mudahan segala kekurangan dalam proses pengabdian itu diampuni oleh Allah swt. Dan marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt. dengan menjalankan perintah-Nya dan menjahui segala larangannya. Mudahmudahan juga momentum Ramadhan ini semakin memberikan kita kesadaran akan peningkatan kualitas iman dan takwa kita kepadaNya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Banjir kembali melanda sejumlah wilayah di Tanah Air akhir-akhir ini. Yang paling memprihatinkan adalah banjir bandang yang terjadi di Kota Wasior, Kabupaten Teluk Wondama Papua Barat. Bencana banjir kini seolah menjadi pemandangan rutin dan biasa di negeri ini. Belakangan banjir bahkan makin meningkat baik frekuensi maupun cakupannya. Hampir semua bencana banjir di negeri ini terjadi akibat air sungai yang meluap saat musim hujan. Belakangan, di Kabupaten Bojonegoro, banjir bandang pada lima bulan terakhir di tahun 2010 sudah terjadi lebih dari 17 kali. Sebagian besar banjir adalah karena hujan deras yang airnya tidak bisa ditampung di 23 anak sungai Bengawan Solo akibat kerusakan hutan di bagian hulu DAS. Demikian pula banjir yang diikuti longsor yang terjadi NTT. Menurut Presiden SBY, penyebab banjir di Wasior bukan pembalakan hutan liar, tetapi pengaruh alam; curah hujan tinggi sekali dan perubahan cuaca yang sangat terasa. Namun, menurut Walhi (Wahana Lingkungan Hidup), banjir di Wasior karena kerusakan lingkungan. Bencana itu karena faktor alam yang rentan akibat eksploitasi oleh manusia dengan intensitas sangat tinggi. Akibatnya, ketika curah hujan tinggi, banjir bandang tak bisa dihindari. Walhi juga menduga telah terjadi perambahan hutan di kawasan Hutan Suaka Alam Gunung Wondiboi. Selain itu, illegal loging (pembalakan hutan secara liar). Hutan di wilayah itu telah dibabat habis. Akibatnya, saat hujan datang, tanah tak bisa menyerap air dan menimbulkan bencana. Tak hanya di Papua Barat, pembabatan hutan baik secara legal maupun ilegal juga terjadi merata di seluruh area hutan di negeri ini. Hal itu telah berlangsung puluhan tahun. Sebagaimana diketahui, sebelum mengalami 60 kerusakan parah, areal hutan Indonesia termasuk yang paling luas di dunia; sebagian besar adalah hutan hujan tropis yang kaya dengan aneka flora dan fauna. Namun, hutan alam Indonesia mengalami penurunan luas sebesar 64 juta hektar hanya dalam kurun 50 tahun. Indonesia disebut-sebut sebagai negara dengan tingkat deforestasi (penyusutan areal hutan) tercepat di dunia. Penyempitan luas hutan yang luar biasa ini terutama akibat penebangan oleh sejumlah perusahaan besar pemilik HPH. Eksploitasi hutan oleh pengusaha HPH ini telah mengakibatkan kerusakan hutan yang parah di Sumatera. Di Kalimantan, jika tidak ada langkah pencegahan, diramalkan hutan di sini akan punah tidak sampai sepuluh tahun ke depan. Kerusakan hutan yang paling parah terjadi di Pulau Jawa, padahal rehabilitasi hutan yang rusak memerlukan waktu 10 hingga 15 tahun. Akibatnya mudah diduga. Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Terkait bencana banjir dan yang serupa, di dalam al-Quran Allah SWT tegas menyatakan bahwa berbagai kerusakan di daratan dan di lautan lebih banyak disebabkan karena kemaksiatan manusia: ِيِعملُواِلَ َعلَّ ُه ْم ِ ادِِفِالْ َب َِوالْبَ ْحر ْ َِِبَاِ َك َسب ُ ظَ َهَرِالْ َف َس َ ضِالَّذ َ ت ِأَيْديِالنَّاسِليُذي َق ُهم ِبَ ْع يَ ْرجعُو َِن “Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena ulah (kemaksiatan) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum [30]: 41) Kemaksiatan terbesar tentu saja saat hukum-hukum Allah SWT dicampakkan manusia, tidak diterapkan dalam kehidupan. Saat manusia berpaling dari syariah-Nya, maka kesempitan hiduplah yang bakal mereka rasakan, di antaranya ditimpa berbagai bencana yang menimpa mereka. اِوََْن ُش ُرهُِيَ ْوَمِالْقيَ َامةِأ َْع َمى َ ِع ْنِذ ْكريِفَإ َّنِلَهُ َِمع َ ًيشة َ ض َ َوَم ْنِأ َْعَر َ ِضْن ًك 61 “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS Thaha [20]: 124). معاشرِاملسلميِرَحكمِللا Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya, dengan dirinya dan dengan manusia sesamanya. Hubungan manusia dengan Khaliq-nya mencakup peraturan-peraturan yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya mencakup peraturanperaturan yang berkaitan dengan akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan manusia dengan sesamanya mencakup peraturan-peraturan yang berkaitan dengan mu’amalah dan uqubat (pidana, sanksi, dan pelanggaran). Dengan demikian Islam merupakan pedoman hidup yang sempurna. Tentu, Islam juga mempunyai aturan dan solusi terhadap masalah bencana yang melanda Indonesia. Pertama: terkait korban Banjir Wasior, Pemerintah serta semua elemen masyarakat harus segera memberikan bantuan. Kedua: Pemerintah segera mengoreksi kebijakan pengelolaan alam di Papua Barat dan di Indonesia secara keseluruhan yang lebih berkeadilan dan ramah sosial dan ramah lingkungan hidup. Ketiga: Pemerintah segera mencabut perizinan-perizinan yang telah diberikan yang berpotensi meningkatkan bencana ekologis dan konflik dengan penduduk lokal. Keempat: Pemerintah segera merumuskan model pembangunan di Papua yang lebih berpihak pada kepentingan mayoritas rakyat secara merata, termasuk masyarakat penduduk lokal yang selama ini diabaikan. Lebih dari itu, harus selalu disadari, ketakwaan adalah sumber keberkahan. Sebaliknya, kemaksiatan adalah sumber bencana; baik kemaksiatan dalam bentuk pengrusakan lingkungan (pembalakan hutan secara liar, dsb), atau kemaksiatan yang lebih besar lagi, yakni pengabaian syariah Islam. Semua kemaksiatan itu akan menjadi faktor penyebab berbagai bencana yang menimpa umat secara keseluruhan, tidak hanya menimpa para pelaku kemaksiatan saja. َّ َّ َ واتَّ ُقواِفْت نَةً َِالِتُص َّ اصةً َِو ْاعلَ ُمواِأ ِيدِالْع َقاب َّ َن َّ ِخ ُ ِشد َ َِاّلل َ ينِظَلَ ُمواِمْن ُك ْم َ َ يَبِالذ 62 “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.” (QS al-Anfal [8]: 25). Maka dari itu, berbagai bencana yang datang silih berganti sejatinya mendorong para penguasa dan rakyat negeri ini untuk segera mencampakkan berbagai kemaksiatan mereka kepada Allah SWT, lalu bersegera menerapkan syariah-Nya secara kaffah dalam semua aspek kehidupan. Itulah bukti sejati ketakwaan mereka dan itulah jalan keberkahan hidup mereka, sebagaimana firman-Nya: َّ َولَ ْوِأ ِِالس َماء َِو ْاِل َْرض َّ اِعلَْيهمِبََرَكاتِم َن َ ََنِأ َْه َلِالْ ُقَر ىىِ َآمنُواِ َواتَّ َق ْواِلََفتَ ْحن “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS alA’raf [7]: 96) Secara praktis, untuk mewujudkan semua itu, hendaknya penguasa negeri ini segera menata pemerintahan secara Islami, yakni dengan sistem Khilafah Islamiyah yang menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan hidayah, taufik dan inayah-Nya kepada kita untuk bersama-sama berjuang menegakkan Syariah dan Khilafah, agar kerahmatan Islam lil ‘alamin bisa terwujud dalam kehidupan kita. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. 63 ISTIGHFAR & TAUBAT: AMALAN PENOLAK BENCANA Dalam kitab Bustânul Khatîb[1] diceritakan bahwa suatu ketika al Hasan Al Bashri (wafat 110 H) didatangi seseorang yang mengeluhkan paceklik dan kekeringan, maka beliau menasehati: "Mohonlah ampun kepada Allah" kemudian datang orang lain mengadukan kemiskinannya kepada beliau, beliau menasehati: "Mohonlah ampun kepada Allah" lalu datang lagi orang lain mengadukan masalah sedikitnya anak, maka beliau menasehati: "Mohonlah ampun kepada Allah". Salah satu muridnya bertanya karena merasa heran dengan satu jawaban untuk tiga pertanyaan yang berbeda, maka al Hasan al Bashri berkata: tidakkah engkau membaca firman Allah: ِِعلَْي ُك ْمِم ْد َر ًاراِ–ِ َوُيُْد ْد ُك ْمَِب َْم َوال َّ َّاراِ–ِيُْرسل َ َِالس َماء ُ فَ ُق ْل ْ ت ً اِربَّ ُك ْمِإنَّهُِ َكا َنِ َغف َ ِاستَ ْغف ُرو ي َِوَُْي َع ْلِلَ ُك ِْمِ َجنَّات َِوَُْي َع ِْلِلَ ُك ْمِأَنْ َه ًارا َ َوبَن "Maka aku katakan kepada mereka : Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anakanakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh : 10-12) Pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab r.a, selama sembilan bulan terjadi bencana kekeringan (‘amu ramâdah[2]) yang mengakibatkan bencana kelaparan , yakni tahun 17 H s/d awal 18 H. Menghadapi bencana ini beliau berkata kepada rakyatnya: ِِفقدِابتليتِبكم،ِوفيماِغابِعنِالناسِمنِأمركم،أيهاِالناسِاتقواِللاِِفِأنفسكم ِ،ِأوقدِعمتّنِوعمتكم،ِأوعليكم ِدوِن،ِفماِأدريِالسخطىِعلي ِدونكم،ابتليتمِيب و َّ ِوأنِيرفعِعناِاحملل،ِوأنِيرَحنا،فهلُمواِفندعِللاِيصلحِقلوبنا َ “Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dalam diri kalian, dan dalam urusan kalian yang tidak kelihatan manusia, karena sesungguhnya aku diuji dengan kalian dan kalian diuji denganku, aku tidak tahu apakah kemurkaan itu kepada diriku bukan kalian, atau kemurkaan itu kepada kalian bukan 64 diriku, atau kemurkaan itu berlaku umum kepadaku dan kepada kalian, maka marilah kita berdo’a kepada Allah agar Dia memperbaiki hati-hati kita, dan merahmati kita, dan agar Dia mengangkat bencana ini dari kita.”[3] Apa yang disampaikan ‘Umar ini diterapkan dalam langkah-langkah nyata, dan satu tahun berikutnya, mereka hidup dalam kondisi sejahtera, bahkan ‘Umar memberikan santunan kepada setiap bayi, tahun pertama mendapat 100 dirham ( Rp 3jt) dan tahun ke-2 mendapat 200 dirham, mampu menggaji guru 15 dinar (63,75 gr emas) per bulan, bahkan pada tahun 20 H mulai mencetak mata uang dirham sendiri. Sampai saat ini Indonesia senantiasa dilanda musibah, mulai banjir, tsunami, hingga Merapi. Ratusan korban jiwa melayang dan ribuan yang mengungsi. Belum lagi bencana kemanusiaan, 26 juta penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa[4], 50 ribu orang Indonesia bunuh diri antara tahun 2005 – 2007, belum termasuk 40 orang tiap hari yang mati akibat overdosis narkoba[5]. Menghadapi bencana seperti ini, kita, apalagi penguasa, seharusnya memohon ampunan Allah SWT, mengajak rakyat untuk memeriksa diri: dosa apa gerangan yang mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan? Penyebab segala bencana yang dihadapi oleh manusia, baik pada level individu maupun negara adalah akibat kemaksiyatan; baik yang dilakukan oleh pemimpin yang menerapkan aturan penjajah seraya mencampakkan syari’ah, maupun oleh rakyat jelata. Sungguh, menyembelih kerbau sebagai tumbal seperti yang dilakukan warga Hargobinangun Senin lalu[6] tidak akan dapat menolak bencana sedikitpun, bahkan kegiatan itu justru merupakan bencana besar. Begitu juga mengharap bantuan Amerika dan negeri yang nyata-nyata memusuhi umat Islam, justru akan semakin membuat negeri ini terperosok kedalam bencana kemanusiaan yang tidak terperikan. Mematuhi arahan penjajah untuk menggunakan hukum sekuler kapitalis juga merupakan sumber musibah besar yang telah terbukti membuat negeri ini semakin terjajah, dengan aturan yang culas kekayaan alam negeri ini dirampas, 1.800 perda dihapus hanya untuk memuluskan penjajahan dengan kedok investasi, sementara utang Indonesia sampai Oktober 2010 meningkat menjadi Rp 1.664,43 trilyun. 65 Karena itu tidak ada jalan untuk menolak bencana ini kecuali dengan beristighfar dan bertobat dengan sungguh-sungguh, mencampakkan berbagai kemaksiatan mereka kepada Allah SWT, lalu bersegera menerapkan syariah-Nya secara totalitas dalam semua aspek kehidupan. Jika tidak maka bencana demi bencana akan senantiasa melanda negeri ini, baik bencana alam, maupun bencana yang lebih besar, yakni meluasnya kemungkaran dan kemaksiyatan. Rasulullah bersabda: َِِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ْم َّ ِج َع َل َّ ِاّلل َِويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل َّ َوَماِ َلِْ َُْت ُك ْمِأَئ َّمتُ ُه ْمِبكتَاب َ ُِاّلل َ ِاّللُِإَّال “ Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan memilih-milih apa yang diturunkan Allah (yang suka dilaksanakan, yang tidak suka ditinggalkan), kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad Hasan[7]). [1] بستانِاْلطيبhal 161, موسوعةِاْلطبِوالدروسbab آَثرِاالستغفار [2] kerusakan, kebinasaan: ِاِللك:ِمادة َ الر َ , Al Hafidz Ibnu Katsir (w. 774 H) menjelaskan kenapa disebut ‘âmu ramâdah (tahun kehancuran) yakni krn: (1) tanah sampai kehitam-hitaman krn tidak turun hujan, sampai warnanya hampir seperti abu (româd) (2) atau krn angin menghamburkan tanah seperti abu (3) atau krn warna kulit manusia menjadi seperti abu (krn kepanasan) atau krn sebab ketiganya terjadi. [3] Thabaqat Ibnu Sa’ad, riwayat dari Sulaiman bin Yasar [4] Laporan WHO, tahun 2006 [5] http://www.polkam.go.id/polkam/berita.asp?nwid=108 , 16 Maret 2007 [6] http://m.okezone.com/read/2010/11/08/340/391134 [7] Dalam silsilah ash shahihah 1/216 dikatakan hasan, dalam shahih at targhib wat tarhib 2/157 dikatakan shahih lighairihi . 66 SEKULARISME ADALAH ALAT IMPERIALISME Marilah selalu bertaqwa kepada Allah SWT kapan, dimanapun dan bagaimanapun kondisi kita, yakni dengan menjalankan segenap perintah Allah SWT, dan menjauhi segenap larangan-Nya. Dengan taqwa lah Allah akan memberikan jalan keluar terbaik dari segenap permasalahan yang kita hadapi. Allah berfirman: ُِي َع ْلِلَهَُِمََْر ًجا َّ َوَم ْنِيَتَّق َْ َِاّلل “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, Dia akan menjadikan jalan keluar baginya.” (QS. At Thalaq: 2) Salah satu ide dan pemahaman berbahaya yang sangat jauh dari sifat taqwa adalah ide sekularisme, yakni pemahaman bahwa agama harus dipisahkan dari pengaturan urusan kehidupan publik, agama hanya dijadikan urusan pribadi, hukum Islam yang bersangkutan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan manusia. Penjajah menjadikan sekularisme sebagai alat untuk mengokohkan dominasinya. Dengan membuang aturan Islam maka hukum bisa dibuat menguntungkan bisnis dan kepentingan mereka. Menurut eramuslim.com, 15 Desember 2010, Wikileaks merilis sebuah kawat rahasia kedutaan besar Amerika Serikat di Beijing, yang berisi pertemuan Kementrian Luar Negeri China dan Amerika Serikat. Dalam pertemuan itu diungkap bahwa China berencana membuat muslim Indonesia menjadi sekuler. Sekularisasi itu bertujuan agar umat Islam tidak membahayakan kepentingan China yang sekarang sudah hampir menguasai Indonesia [1]. Sebelumnya, pada tahun 2003, Cheryl Benard dengan di support Rand Corporation, sebuah lembaga di AS, melakukan riset yang merekomendasikan untuk mensupport umat Islam yang sekuler, serta menjadikan umat Islam yang mereka anggap “fundamentalis” sebagai musuh bersama. Jauh sebelumnya, Samuel Zwemmer, dalam Konferensi Missi di Yerusalem, tahun 1935, menyatakan bahwa: “Misi utama kita bukanlah menjadikan kaum Muslimin beralih agama menjadi orang Kristen atau Yahudi, tapi cukuplah dengan menjauhkan mereka dari Islam[2]. Bahkan pada abad 18, saat khilafah masih tegak, Disraeli, Perdana Menteri Inggris mengusulkan untuk menjauhkan al-Quran dari kehidupan umat 67 Islam, artinya syari’ah Islam harus dicabut dari benak kaum muslimin agar mudah mengalahkan mereka. Penerapan sekularisme hanya menimbulkan banyak penderitaan. Di akhirat jelas pengusungnya akan mempertanggungjawabkan penolakannya atas hukum-hukum yang diingkari, sedangkan di dunia sudah terbukti tidak ada sistem hukum sekular yang mampu mensejahterakan manusia. Di Indonesia, tahun 2010, penduduk miskin dengan standar penghasilan di bawah Rp 6.000 per hari bertambah 12,4 juta menjadi 43,4 juta orang[3]. Di Amerika bahwa sekitar 50 juta orang tidak mampu membayar makanan yang cukup di tahun 2009[4]. Belum lagi maraknya kriminalitas, pornografi, depresi hingga bunuh diri. Allah mengharamkan sekularisme, Allah justru mewajibkan umat Islam untuk mengambil dan menerapkan seluruh aturan Islam tanpa kecuali. َّ ِِع ُد ٌّو َ اِخطَُوات ِالشَّْيطَان ِإنَّهُ ِلَ ُك ْم ُ ِآمنُواِ ْاد ُخلُواِِف ِالس ْلم ِ َكافَّةً َِوَال ِتَتَّبعُو َ ين َ ََي ِأَي َهاِالذ ُِمبي “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. al-Baqarah [2]: 208). Ayat ini diturunkan mengenai Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya tatkala masuk Islam, mereka masih ingin membesarkan hari Sabtu dan masih ingin membaca (mengagungkan) Taurat. Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) menyatakan: “Allah SWT memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai RasulNya, untuk mengambil seluruh ikatan dan syari’at Islam, mengerjakan seluruh perintahNya serta meninggalkan seluruh larangaNya, selagi mereka mampu.”[5] Imam At-Thabariy (w. 310 H) menyatakan bahwa: ِِوادخلواِِفِالتصديقِبهِقوالِوعملِودعوا،اعملواِأيهاِاملؤمنونِبشرائعِاْلسلمِكلها ِطرائقِالشيطانِوآَثرهِأنِتتبعوها “Wahai orang yang beriman, laksanakanlah semua syari’at Islam, dan masuklah kedalam Islam dengan membenarkannya secara perkataan dan 68 perbuatan, dan tinggalkan mengikuti jalan jalan syaithan dan bekasbekasnya.”[6] beliau kemudian menjelaskan yang dimaksud dengan jalanjalan syaitan adalah mengikuti apa-apa yang berbeda dan bertentangan dengan hukum Islam dan syari’ahnya.[7] Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk memperjuangkan dan melaksanakan semua aturan Islam, dan menghindarkan kita, keluarga dan dzuriyat kita dari pemikiran sekular seperti ini. Rasulullah SAW bersabda: احا َ ْ ِخْي رِِل َْهل َهاِم ْنِأَ ْنُِيُْطَُرواِأ َْربَع، َ َِلَدٌِّيُ َق ُامِِفِاِل َْرض َ ي ً َِصب “Sungguh satu hukum Allah yang ditegakkan dibumi lebih baik bagi penduduknya daripada mereka diberi hujan 40 pagi.” (HR Ahmad dan An Nasa’i dari Abu Hurairah) [1] http://www.eramuslim.com/berita/nasional/wikileaks-cina-inginmembuat-muslim-indonesia-sekuler.htm (15 Desember 2010, diakses 16 Des 2010) [2] Eramuslim.com, digest – edisi 5 online, hal 19. [3] http://www.fe.unpad.ac.id/id/arsip-fakultas-ekonomiunpad/berita/1048-penduduk-miskin-bertambah-12-4-juta-jiwa [4] http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/amerika-segeramenjadi-negara-dunia-ketiga.htm, diakses 16/9/2010 [5] Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz I, hal. 247 [6] Imam At-Thabariy, Tafsir At-Thabariy, Juz 4, hal.258, Maktabah Syamilah [7] ِائعه يقِالشيطانِالذيِهناهمِأنِيتبعوهِهوِماِخالفِحكمِاْلسلمِوشر ُ وطر 69 ISLAM MEMERDEKAAN MANUSIA DARI PENJAJAHAN Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Karena hanya dengan keimanan dan ketaqwaan yang tercermin dengan ketundukan mutlak kita kepada Allah sajalah kejayaan dan kemuliaan akan kita raih. Ketika perang Al Qadisiyah, Sa’ad bin Abi Waqqash, panglima tentara Islam saat itu mengutus Rib’i bin ‘Amir menemui Rustum, pemimpin pasukan Persia, Rustum bertanya: ”Apa maksud kedatangan kalian?”. Dengan lantang Ruba’i menjawab: “Allah mengutus kami untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia kepada penghambaan kepada Allah semata. Dari belenggu dunia yang sempit kepada akhirat yang luas. Dari agama yang sesat kepada keadilan Islam”. Pernyataan Rib’i menegaskan bahwa dorongan penaklukan Islam bukan untuk mendapat materi, tidak satupun negeri yang ditaklukkan Islam kemudian menjadi negeri yang menderita, justru mereka menjadi tentram ketika hidup dibawah naungan Islam. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengutus Yahya bin Sa’ad untuk membagi zakat di Habasyah/Ethiopia, ternyata tidak ditemukan rakyat yang mau menerima zakat karena memang mereka merasa tidak berhak menerimanya. Satu-satunya dorongan penaklukan Islam adalah tauhid, yakni keimanan kepada Allah berikut asma dan sifat-sifatNya. Tauhid yang bukan hanya sekedar percaya, namun juga disertai ketundukan totalitas pada kedaulatan Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Allah berfirman: َّ ِِع ُد ٌّو ْ ِآمنُو َ اِخطَُِوات ِالشَّْيطَان ِإنَّهُ ِلَ ُك ْم ُ اِاد ُخلُواِِف ِالس ْلم ِ َكافَّةً َِوَال ِتَتَّبعُو َ ين َ ََي ِأَي َهاِالذ ُِمبي “Hai orang-orang yang beriman, masukklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaithan, sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Al Baqarah: 208) Pada hakikatnya semua manusia adalah hamba. Setiap orang yang hatinya bergantung penuh kepada sesuatu, agar sesuatu itu menolongnya dan menempatkannya dalam posisi yang terhormat, berarti hatinya telah 70 menghamba kepada sesuatu itu, sekalipun pada dzahirnya ia adalah penguasanya. [1] Dalam skala individual, ada yang menjadi hamba hawa nafsunya, sebagaimana firman Allah: َّ تِمن ِِعلَْيه َِوك ًيل َ تِتَ ُكو ُن َ ِْه َواهُِأَفَأَن َ ُِاَّتَ َذِإ َِلَه َ َ ْأ ََرأَي “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (QS. Al Furqan: 43) Tentang ayat ini Al Hasan berkata: َ َالِيَ ْه َو ُىِشْي ًَاِإَّالِاتَّبَ َع ِه “Tidaklah mereka mengikutinya”[2] menyukai sesuatu melainkan mereka akan Bagi penghamba hawa nafsu, manfa’at dan kesenangan duniawi adalah tolok ukurnya, sesuatu akan dipandang baik asalkan bermanfaat menurut pandangannya. Bagi mereka pacaran, berduaan dengan lain jenis, bahkan berzina sah-sah saja asal suka sama suka. Bagi negara yang memakai tolok ukur ini lokalisasi perjudian, pelacuran, menjamurnya pabrik miras juga hal biasa. Dalam skala Nasional, kita juga masih menjadi hamba yang terjajah, An Nabhani dalam kitab Mafahim Siyasiyyah mengatakan bahwa penjajahan adalah penguasaan politik, militer, kultur, dan ekonomi terhadap bangsabangsa yang terjajah untuk dieksploitasi. Di bidang ekonomi, penjajahan dilakukan melalui utang luar negeri yang semakin meningkat. Total bunganya saja pada 2009 sudah Rp 109,5 trilyun[3]. Dengan utang ini akhirnya mereka memaksakan kemauannya untuk menguasai sumber daya alam Indonesia, walaupun untuk itu 1800 perda harus dihapus[4]. Di bidang kebudayaan, dengan alasan HAM, homoseksual bisa berkembang bebas, bahkan difasilitasi, padahal homoseks adalah kejahatan yang hukumannya adalah mati, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: ِِع َم َلِقَ ْومِلُوطِفَاقْ تُلُواِالْ َفاع َل َِوالْ َم ْفعُ ِو َلِبه َ َم ْن َِو َج ْدَتُُوهُِيَ ْع َم ُل 71 "Siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseks), maka bunuhlah; pelaku dan objeknya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah dengan sanad shahih) Di bidang hukum, penjajah kita usir, namun dengan bangga justru hukum mereka yang diterapkan. Hukum juga masih berpihak kepada pemilik modal, nenek pembantu pencuri sop buntut di rumah majikannya berbulanbulan ditahan walaupun belum diadili, sementara banyak koruptor masih bisa melenggang bebas. Lalu bagaimana agar benar-benar merdeka? Kita akan benar-benar merdeka bila kita tidak menghamba pada hawa nafsu, tidak menghamba pada pemimpin, bukan pula menghamba pada partai, Persatuan Bangsa-Bangsa atau negara manapun, karena mereka semuanya serba lemah. Kita akan benar benar merdeka bila hanya menghamba kepada yang bukan hamba, hanya menghamba kepada Yang Maha Perkasa, yakni Allah SWT, penghambaan yang terwujud dengan ketaatan mutlak kepada-Nya, dengan menerapkan seluruh syari’ah-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita. Inilah bentuk penghambaan yang benar-benar membuat manusia, termasuk negara akan bebas merdeka. Semoga Allah membebaskan kita semua dari semua bentuk penghambaan kepada selain-Nya. 72 KEUNGGULAN HUKUM ISLAM Suatu ketika, Urwah bin az-Zubair, salah seorang sahabat Nabi, bercerita kepada Az-Zuhri tentang kejadian yang ia saksikan sewaktu Nabi hidup. Ketika itu, katanya, Urwah melihat ada seorang wanita al-Makhzumiyyah, putri ketua suku Al-Makhzumi, pada hari Fathu Mekah ia kedapatan mencuri. Maka, kaumnya meminta kepada Usamah bin Zaid yang terkenal dekat dengan Nabi, karena ayahnya, Zaid bin Haritsah, adalah anak angkat Nabi. Mereka menemui Usamah dan memintanya agar menolong putri kepala suku itu sehingga nantinya tidak akan dihukum oleh Nabi. Maka, datanglah Usamah menemui Nabi dengan menceritakan maksud dan tujuan kedatangannya. Mendengar perkataan Usamah, berubahlah roman muka Nabi. Beliau berkata, ”Apakah engkau akan mempersoalkan ketentuan hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah?” Usamah kemudian berkata, ”Maafkan aku ya Rasul Allah.” Menjelang sore hari, Rasulullah SAW berdiri di depan para sahabatnya sambil berkhutbah dengan terlebih dahulu memuji Allah karena Dialah pemilik segala pujian: ِق ِفيه ُِم َِ ِ َوإ َذا ِ َسَر،ُيف ِتَ َرُكوه ُِ ق ِفيه ُِم ِالشَّر َِ ِأَن َُّه ِْمِِ َكانُوا ِإ َِذا ِ َسَر:َّاس ِقَ ْب لَ ُك ِْم َِ ك ِالن َِ َفَإََّّنَا ِأ َْهل ِت ِْ َت ِ ُُمَ َّمدِ ِ َسَرق َِ َن ِفَاط َم َِة ِبْن َِّ ِلَ ِْو ِأ،س ِ ُُمَ َّمدِ ِبيَده ُِ ِ َوالَّذي ِنَ ْف،َّيف ِأَقَ ُاموا ِ َعلَْيهِ ِاِلَد ُِ الضَّع تِيَ َد َها ُِ لََقطَ ْع ”Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian semua adalah disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Ketika salah seorang yang dianggap memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi mencuri, mereka melewatkannya atau tidak menghukumnya. Namun, ketika ada seorang yang dianggap rendah, lemah dari segi materi, ataupun orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, dan orang-orang biasa, mereka menghukumnya. Ketahuilah, demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam kekuasaanNya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.” (HR Bukhari) Setelah itu, Nabi menyuruh untuk memotong tangan wanita dari suku alMakhzumiyyah tersebut. Dan setelah pelaksanaan hukuman itu selesai, 73 Nabi menyatakan bahwa tobatnya telah diterima oleh Allah. Dan, perempuan itu menjalani hidupnya secara normal, menikah, dan bekerja seperti biasa. Hingga suatu ketika ia datang kepada Aisyah untuk mengajukan suatu kebutuhan pada Nabi dan beliau menerimanya. Hadis yang memuat cerita seperti di atas juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya, Imam Al-Tirmidzi dalam Sunan-nya, Imam Abu Daud dalam Sunan-nya, Imam Al-Nasai dalam Sunan-nya, Imam Ibnu Majah dalam Sunan-nya, Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnad-nya, dan juga Imam Malik bin Anas dalam Al-Muwaththa-nya. Dengan demikian hadis ini bisa dipastikan kesahihannya karena diriwayatkan hampir oleh imamimam ahli hadis. Nabi ingin mengajarkan kepada umat manusia untuk tidak membedabedakan satu orang dengan yang lainnya dalam hukum. Semua orang sama, tidak ada yang kebal hukum. Karena, pembedaan dalam hukum merupakan sumber kehancuran umat-umat sebelum kita. Di sisi lain, hukum Islam mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh hukum buatan manusia, yakni fungsi zawaajir (pencegahan orang untuk melakukan hal yang sama) dan jawaabir (penebus dosa diakhirat kelak jika sudah dihukum di dunia). Dari Ubadah bin shamit, Rasulullah SAW bersabda: ِاِوَال ِتَ ْقتُلُواِأ َْوَال َد ُك ْم َِوَال ِ َتْتُوا َ ِعلَىِأَ ْن َِال ِتُ ْشرُكواِِب َّّلل َ َِبيعُوِن َ اِوَال ِتَ ْزنُو َ اِوَال ِتَ ْسرقُو َ ًَ ِشْي َُِج ُره َ ْ َببُ ْهتَان ِتَ ْفتَ ُرونَهُ ِب ْ صوا ِِف َِم ْع ُروف ِفَ َم ْن َِو ََف ِمْن ُك ْم ِفَأ ُ ي ِأَيْدي ُك ْم َِوأ َْر ُجل ُك ْم َِوَال ِتَ ْع ِاب ِم ْن َّ ََعل َ ك َ اب ِم ْن ِذَل َ َّارة ِلَهُ َِوَم ْن ِأ َ ىِاّلل َِوَم ْن ِأ َ َص َ َص َ ب ِِف ِالدنْيَاِفَ ُه َو ِ َكف َ ِشْي ًَاِفَعُوق ِِعلَى ُ ًَ ِشْي َّ اّللُِفَ ُه َو ِإ َٰل َّ ِ ُِستَ َرِه َ اِعْنهُ َِوإ ْن َ ِاّلل ِإ ْن َ ك َ ذَل َ ُِعاقَبَهُ ِفَبَايَ ْعنَاه َ َِشاء َ ِع َف َ َِشاء َ َّاِث ذَلك “Bersumpahlah (ber baiatlah) kalian kepadaku untuk tidak mensekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak membunuh anak-anak kalian dan tidak membuat kebohongan/dosa saat ini dan saat yang akan datang dan janganlah kalian berbuat dosa dalam kema’rufan. maka barang siapa yang menepati (sumpahnya) maka ganjaran pahalanya atas (tanggungan) Allah, dan barang siapa yang melanggarnya kemudian dia diberi sanksi di dunia maka (sanksi) tsb merupakan kaffarah baginya, 74 dan barang siapa yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (tidak di hukum di dunia), maka (urusannya) kembali kepada Allah, jika Ia berkehendak mengampuni maka diampuni, jika Ia berkehendak (menyiksa) maka disiksa, maka kami membaitnya atas hal tersebut.” (HR Bukhori, no. 17, Muslim no. 3223) *** Teriakan “Maling” Itu Berakhir Maut…Kasus terakhir eksekusi massa terhadap tersangka pelaku kejahatan di Tangerang, terjadi Kamis (6/4) malam di sekitar pintu lintasan kereta api di Jl Ampera, Kelurahan Porisgaga, Kecamatan Batuceper, Kota Tangerang. Korbannya, Hermansyah (24), warga Lampung, seorang tersangka pencuri sepeda motor di Kedawung Angke, Jakarta Barat (Kompas, 8/4). (http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0004/09/utama/teri01.htm) indosiar.com, Beji – Seorang pria babak belur dikeroyok massa karena tertangkap tangan saat melakukan aksi di kost-kostan mahasiswa. Diduga perampok asal Palembang yang biasa menyatroni tempat kost itu tidak segan-segan melukai korbannya, karena dari tangan pelaku ditemukan senjata tajam. (http://www.indosiar.com/patroli/80550/pencuri-babak-belur-dihajarmassa) Maling motor digebuki, mati di bakar (http://www.lantas.metro.polri.go.id/news/index.php?id=2&nid=6085). Adakah yang sudah terlanjur mati itu akan diampuni dosanya diakhirat kelak? Allahu Ta’aala A’lam. *** Negara Arab Saudi, walau pun belum Islami seratus persen –karena masih menggunakan sistem monarki (bukan Khilafah)– tapi sistem pidana Islam yang diterapkannya menunjukkan keunggulan signifikan bila dibandingkan sistem pidana sekuler yang dijalankan di negara-negara Arab lainnya, yaitu di Suriah, Sudan, Mesir, Irak, Libanon, dan Kuwait. Rata-rata angka pembunuhan di Saudi (dalam 100.000 penduduk) dalam periode 1970-1979 yang besarnya 53, ternyata hanya 1/6 dari angka pembunuhan Mesir dan Kuwait, 1/7 dari angka pembunuhan Suriah, 1/9 dari angka pembunuhan Sudan, 1/16 dari angka pembunuhan Irak, dan hanya 1/25 dari angka 75 pembunuhan Libanon. (Topo Santoso, 2003, Membumikan Hukum Pidana Islam hal 138-143). Jika Saudi dibandingkan dengan negara Barat, seperti Amerika Serikat, angkanya akan lebih signifikan dan dramatis. Bayangkan, angka pembunuhan Saudi selama 1 tahun sama dengan angka pembunuhan AS dalam sehari! Sebab rata-rata angka pembunuhan Saudi selama 10 tahun (1970-1979) hanya ada 53 kasus pembunuhan per tahun. Di AS (sepanjang 1992 saja) terjadi 20.000 kasus pembunuhan, atau 54 orang terbunuh per hari (al-Basyr, 1995, Amerika di Ambang Keruntuhan (As-Suquth min alDakhil). Penerjemah Mustholah Maufur hal 45). Bayangkan pula, angka perkosaan di Saudi selama 1 bulan sama dengan angka perkosaan AS dalam sehari! Sebab rata-rata angka perkosaan Saudi selama 10 tahun (1970-1979) hanya ada 352 kasus perkosaan per tahun. Jadi per bulan di Saudi terjadi sekitar 29 perkosaan. Di AS (sepanjang 1992 saja) terjadi 10.000 kasus perkosaan, atau sekitar 27 perempuan diperkosa per hari. Ini kurang lebih setara dengan angka perkosaan Saudi selama 1 bulan (Qonita, 2001, Jilbab dan Hijab, hal 53-54). source: (http://khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1 16&Itemid=47) 76 MENGEMBALIKAN KEJAYAAN UMAT ISLAM Pergantian kejayaan suatu kaum adalah sunnatullah yang tidak akan berubah, begitu juga sebab-sebabnya. Allah telah menjadikan sebab-sebab agar umat berjaya, begitu juga sebab-sebab yang menjadikan umat tersebut akan mundur bahkan hancur. Allah SWT berfirman: ُِِاّلل ْ ك َّ ي ِالنَّاس َِوليَ ْعلَ َم َ س ِالْ َق ْوَم ِقَ ْرح ِمثْ لُهُ َِوت ْل َّ إ ْن ُِيَْ َس ْس ُك ْم ِقَ ْرح ِفَ َق ْد َِم َ ْ َِاِل َََّي ُم ِنُ َداوُِلَاِب َّ َِ َِيبِالظَّالم ي َّ ِش َه َداءَ َِو ُ اّللُ َِال ُ اِويَتَّخ َذِمْن ُك ْم َ ين َ ِآمنُو َ الذ “Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orangorang yang lalim.” (QS. Ali ‘Imran 140) Berkaitan dengan pergiliran masa kejayaan dalam ayat diatas, Al Hafidz Ibnu Katsir (wafat 774 H) menyatakan: ْمة ُِ َيِنُد ْ كِم ْن َ تِلَ ُك ْمِالْ َعاقبَِةُِل َماِلَنَاِِفِ َذل ْ يلِ َعلَْي ُك ُِمِ ْاِل ْ ََع َد ِاءَِ ََت َرًِةِ َوإ ْنِ َكان ْأ َ ِاِلك “Yaitu Kami pergilirkan kemenangan itu bagi musuh kalian atas diri kalian dalam sesekali waktu, sekalipun pada akhirnya kalian memperoleh akibat yang baik, (Kami lakukan demikian itu) karena kebijaksanaan Kami yang mengandung hikmah (buat kalian).” Kemungkaran, kemaksiyatan, pengingkaran dan penyimpangan pelaksanaan hukum-hukum Allah SWT merupakan sebab kemunduran dan kehancuran umat manusia. Sejarah telah membuktikan bahwa Bani Israel yang berkuasa sejak 975 SM, karena penyimpangannya dari aturan Allah, 250 tahun setelah berjaya, kemudian berhasil diruntuhkan oleh raja `Asyur namanya Syanharib, dan ketika sudah hancur, mereka tidaklah bertaubat sehingga Allah mengerahkan tentara Babilonia di bawah pimpinan Bukhtanassar (Nebukadnezar), yang menawan dan menjadikan mereka sebagai budak. Begitu juga negeri Saba yang berkembang kira-kira tahun 1000 SM, negeri yang sangat makmur, namun karena kekufuran yang menyebar, maka Allah menghancurkan mereka. 77 ِاِت ِأُ ُكل ََِْط َِوأَثْل ُ فَأ َْعَر َ ضوا ِفَأ َْر َس ْلِنَا ُ َِسْي َل ِالْ َعرم َِوبَ َّدلْن َ اه ْم ِِبَنَّتَ ْيه ْم َ ِعلَْيه ْم َْ ِجنَّتَ ْي ِ َذ َو َِو َش ْيءِم ْنِس ْدرِقَليل “Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS. Saba’: 16) Dalam konteks keadaan kaum Saba ini Allah SWT berfirman: ِور ُ اِوَه ْل َ َذل ُ َِجَزيْن َ ك َ ُِنَازيِإَّالِالْ َك ُف َ اه ْمِِبَاِ َك َف ُرو “Demikianlah kami memberi balasan kepada mereka disebabkan kekufuran (kengganan bersyukur) mereka. kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur.” (QS. Saba [34]: 17) Tidak ada cara untuk berjaya kembali kecuali dengan taubat yang sebenarnya, yang diiringi dengan sesegera mungkin menjalankan ketaatan sepenuhnya kepada Allah SWT. Sejarah membuktikan bahwa tatkala Bani Isreal bertaubat, maka Allah memberikan giliran kejayaan bagi mereka untuk berkuasa kembali pada tahun 536 SM, Allah berfirman: …تِفَلَ َها ُْ َْسأ ْ َحسْن تُمِأ ْ إ ْنِأ َ َحسْن تُمِِلَنْ ُفس ُكمِوإ ْنِأ َْ ْ َ ْ َ “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al Isra’: 7) Kemudian Allah mengancam kalau mereka kembali durhaka maka Allah juga akan kembali menghinakan mereka: ِحص ًريا ُ ِع ْد ُْت ُ ىِرب ُك ْمِأَ ْنِيَ ْر ََحَ ُك ْم َِوإ ْن َ ين َ َِع ْد ََّن َِو َج َع ْلن َ َع َس َ اِج َهن ََّمِل ْل َكافر “Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat (Nya) kepadamu; dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahanam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al Isra: 8) Indonesia negeri yang kaya raya alamnya, setelah 66 tahun merdeka, ternyata 70 juta rakyatnya hidup dalam kemiskinan, 4 juta anak Indonesia kurang gizi, tiap dua hari, satu warga Jakarta bunuh diri, sementara kekayaan alamnya terus menerus diserahkan kepada asing dengan 78 mengatasnamakan investasi. Narkoba, pornografi, aborsi dan kerusakan akhlaq menjamur dinegeri ini. Amerika Serikat, negara adi daya yang menjadi rujukan negeri ini juga diambang kehancuran, AS berada dalam krisis utang besar di atas 90% dari PDB, sekitar 50 juta orang Amerika tidak mampu membayar makanan yang cukup di tahun 2009, orang-orang yang dulunya kaya banyak yang telah kehilangan rumah mereka, kini terpaksa tidur di mobil mahal mereka yang diparkir di sudut-sudut kota17. Karena itu adalah sebuah kebodohan ketika kita tetap berkutat dengan konsep kapitalisme yang terbukti menyengsarakan ini, tidak ada jalan untuk mengembalikan kejayaan umat saat ini kecuali dengan sungguh-sungguh bertobat, mencampakkan berbagai kemaksiatan, lalu bersegera menerapkan syariah-Nya secara totalitas dalam semua aspek kehidupan. Jika tidak, maka bencana demi bencana akan senantiasa melanda negeri ini, baik bencana alam, maupun bencana yang lebih besar, yakni meluasnya kemungkaran dan kemaksiyatan. Rasulullah bersabda: َِِبْ َس ُه ْمِبَْي نَ ُه ْم َّ ِِج َع َل َّ ِاّلل َِويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَل َّ ُِت ُك ْمِأَئ َّمتُ ُه ْمِبكتَاب َْ َْوَماِ َل َ ُاّلل َ ِاّللُِإَّال “Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan memilih-milih apa yang diturunkan Allah (yang suka dilaksanakan, yang tidak suka ditinggalkan), kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad Hasan) Semoga Allah menjadikan umat ini kembali meraih kejayaannya didunia dan diakhirat kelak, menjadi umat yang memberikan loyalitasnya hanya kepada Allah SWT, dan menjadikan kita bagian dari umat tersebut. ِhttp://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/amerika-segera-menjadinegara-dunia-ketiga.htm, diakses 16/9/2010 17 79 SYARI’AT ISLAM MENANGANI KORUPSI Salah satu wujud sikap taqwa adalah dengan berhati-hati dalam urusan harta, karena pertanggungjawaban terhadap harta yang kita miliki pada hari akhir nanti lebih panjang dan berat dari pada terhadap umur, ilmu dan tubuh kita. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Ad Darimi dan Ibnu Khibban, Rasulullah pernah berkata kepada Ka'ab: ِ َِّارِأ َْوَٰلِبه ْ بِبْ َنِعُ ْجَرَةِإنَّهُ َِالِيَ ْد ُخ ُل َ َِاْلَنَّةَِ َِلْمِنَب ُ تِم ْن ُ ِس ْحتِالن ُ ََيِ َك ْع “Wahai Ka'b bin Ujroh sesungguhnya tidak akan masuk syurga daging yang tumbuh dari hal yang haram, dan neraka adalah paling tepat untuknya.” (HR. Ahmad) Saat ini media cetak maupun elektronik ramai membicarakan kasus mafia hukum berkaitan dengan korupsi yang sangat memprihatinkan. Dari tahun ke tahun kasus korupsi tidak terselesaikan dengan tuntas, tahun 1998, Indonesia merupakan negara korup ke-6 terbesar didunia18, tahun 2001, Indonesia menjadi negara terkorup ke-4 didunia19, tahun 2002, Indonesia menempati ranking pertama negara terkorup di Asia20, tahun 2010, Indonesia masih mempertahankan peringkat pertama negara terkorup dari 16 negara tujuan investasi di Asia-Pasific21. Sedangkan Indeks Persepsi Korupsi 2010, Indonesia menempati ranking 110 dunia, jauh lebih korup dari Thailand (rangking 78), Srilanka (91), maupun Meksiko (98)22. Setidaknya ada dua faktor utama penyebab meningkatnya korupsi di negeri ini. Yang pertama adalah faktor individu yang teracuni paham materialisme. Paham ini menyebar luas dimasyarakat, mereka mengukur kebahagiaan dan kesuksesan seseorang dengan berapa banyak harta yang ia punyai. Akibatnya orang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan harta, kalau 18 Siaran Pers Transparansi Internasional, (kompas 24/09/1988), urutan sebelumnya: Kamerun, Paraguay, Honduras, Tanzania dan Nigeria 19 Hamid Awaluddin, Korupsi Semakin Ganas, kompas 16/08/01 20 diikuti India dan Vietnam (hasilSurvei PERC (Political & Economic Risk Consultancy) : Teten Masduki, Korupsi dan reformasi “Good Governance”, kompas, 15/4/02 21 Survey PERC, Kompas.com, 8 Maret 2010 22 HarianSumutPost.com 80 perlu ia akan menyuap untuk bisa menjadi pejabat, dan kalau sudah jadi pejabat ia akan melakukan berbagai cara untuk menambah kekayaannya. Yang kedua adalah faktor sistem dan aturan yang diberlakukan dinegeri kita, diantaranya adalah sistem hukum/sanksi yang lemah, penegakan hukum yang setengah hati, penggajian yang rendah, juga sistem sosial, dimana masyarakat justru memuja seorang koruptor yang ‘baik hati’, rajin menyumbang pesantren, sekolah dan masjid. Hanya ada satu jalan untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas, yakni dengan penerapan syari’ah, baik dalam skala individual maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Allah berfirman : ِيِعملُواِلَ َعلَّ ُه ْم ْ َادِِفِالْبَ ر َِوالْبَ ْحرِِبَاِ َك َسب ُ ظَ َهَِرِالْ َف َس َ ضِالَّذ َ تِأَيْديِالنَّاسِليُذي َق ُه ْمِبَ ْع ِ يَ ْرجعُو َِن “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [QS. Ar Ruum: 41] Kesempurnaan syari’ah Islam dalam menangani korupsi terlihat dari aturan penggajian yang jelas, larangan suap menyuap, kewajiban menghitung dan melaporkan kekayaan bagi pejabat, keteladanan pemimpin, dan sistem hukum yang sempurna, dan semua itu dilaksanakan dengan pondasi iman kepada Allah dan hari akhir. Dalam urusan gaji, Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak punya rumah, maka haruslah ia mendapatkan rumah. Bila ia tidak memiliki istri, maka haruslah ia menikah, bila ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia mengambil pembantu dan bila ia tidak memiliki hewan tunggangan hendaklah ia memiliki hewan tunggangan. Barang siapa yang mengambil selain itu maka ia telah melakukan kecurangan.”(HR Abu Dawud) Rasulullah SAW juga bersabda: “Hai kaum muslimin, siapa saja diantara kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Dan kecurangannya itu akan ia bawa pada hari kiamat nant.” (HR Abu Dawud) 81 Imam Ad Damsyiqi menceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khattab telah mengeluarkan kas negara untuk menggaji tiga orang guru yang mengajar anak-anak sebesar 15 dinar (sekitar 63,75 gram emas) per orang per bulan23. Sistem Islam juga melarang aparat untuk menerima hadiah dari orang yang tidak biasa memberi hadiah sebelum dia menjadi pejabat. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w telah memberi tugas kepada seorang lelaki dari Kaum al-Asad yang bernama Ibnu Lutbiyah untuk memungut Zakat. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki tersebut berkata kepada Rasulullah s.a.w: “(Harta) Ini untuk anda dan (harta) ini untukku krn dihadiahkan kepadaku.” Setelah mendengar katakata tersebut, Rasulullah s.a.w naik keatas mimbar. Setelah mengucapkan puji-pujian ke hadirat Allah, beliau bersabda: Adakah patut seorang petugas yang aku kirim untuk mengurus suatu tugas berani berkata: “Ini untuk anda dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepadaku?” Bukankah lebih baik dia duduk di rumah bapak atau ibunya (tanpa memegang suatu jabatan) dan perhatikan apakah dia akan dihadiahi sesuatu atau tidak. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman-Nya, tidaklah seorang di antara kalian (pejabat) memperoleh sesuatu darinya, kecuali pada Hari Kiamat dia akan datang dengan memikul seekor unta yang sedang melenguh atau seekor lembu atau seekor kambing yang mengembek di atas tengkuknya. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sehingga tampak kedua ketiaknya yang putih dan bersabda: “Ya Allah! Bukankah aku telah menyampaikannya,” sebanyak dua kali.24 Islam juga mensyari’atkan perhitungan kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Jika ada kenaikan yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan bahwa kekayaan itu benar-benar halal, kalau tidak dia tidak bisa membuktikan maka hartanya akan dimasukkan ke baitul mal, sebagian atau seluruhnya. Ini pernah dilakukan Umar bin Khattab kepada Abu Hurairah dan Khalid bin Walid r.a. Disamping itu tidak kalah pentingnya 23 Abdul Aziz Al Badri, Hidup Sejahtera dalam naungan Islam , hal 45 ِِه َذاِلَ ُك ْم َِ ال ْ ِعلَْيه َِو َسلَّ َم َِر ُج ًلِم َن َ َىِالص َدقَةِفَلَ َّماِقَد َمِق ُ َسدِيُ َق ُ ِاستَ ْع َم َل َِر ُس َّ َِّصل َّ ول َّ َِعل َ وِوابْ ُنِأَيبِعُ َمَر َ الِلَهُِابْ ُنِاللْتبيَّة َ ُىِاّلل ْ ِاِل ْ َ ِاّلل ْ ِع َ ِمر َّ َّ ِِه َذاِلَ ُك ْم ِ ول ق ي ِف ه ث ع َب أ ِ ل ام ِع ل اِِب ِم ال ق ِو ه ي ل ِع َْ َث أ ِو ِ ِاّلل د م ح ف ِ ب ن ْم ل ىِا ل ِع م ل س ِو ه ي ل ِع ىِاّلل ل ِص ِاّلل ول س ِر ام ق ِف ال ق ِ َِل ي د ُه أ ِ اَِل ذ ه و ِ َ ََ َ ُ ُ ََ ُ ُ َ ْ َ ُ َ َ َ َ َ ََْ َ َ ََّ َ َ َ َ ْ ََ َ َ َ ََْ َُّ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ ْ َّ ِاِشْي ًَا ِ ه ن ِم م ك ن ِم د َح أ ِ ال ن ِي ِال ه د ي ِب د م ُِم س ف يِن ذ ل ا و ِ ِ ِال َم أ ِ ه ي ل ىِإ د ه َي أ ِ ر ظ ن ِي ّت ِح ه ُم أ ِ ت ي ِب ِِف َو أ ِ يه ِ َب أ ِ ت ي ِب ِِف د ع ِق ل ف َ أ ِ َِل ي د ُه أ ِا ُ ُ َ َ َ ُ َّ َ َّ ْ َ َ ْ ْ ْ َ ََ َْ ْ َْ َ َ َ َ َ ْ َوَه َذ َ َُ ُ َ َ ْ ْ َ ْ ُ َ َْ َ ِِه ْل ُِ َىِعنُقهِبَعريِلَهُ ُِر َغاءِأ َْوِبَ َقَرةِ َِل َ َِتِإبْطَْيهِِ ُثَِّق ُ ِشاةِتَْيعُِر َ اِخ َوارِأ َْو ُ َِح َّّت َِرأَيْن ُ َِعل َ َُِيملُه َْ ِجاءَِبهِيَ ْوَمِالْقيَ َامة َ الِاللَّ ُه َّم َ ِثَّ َِرفَ َعِيَ َديْه َ إَّال َْ اِع ْفَر َّ ِ ْ َِمَّرت ي ُ بَل ْغ َت 24 82 adalah keteladanan pemimpin. Khalifah Umar bin al-Khaththab menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan di padang rumput milik Baitul Mal. Ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara. Inilah beberapa konsep syari’ah dalam menyelesaikan korupsi yang semakin kronis ini. Untuk itu diperlukan upaya kita semua untuk mengajak kepada syari’ah dan diperlukan kemauan penguasa untuk kembali menerapkan syari’ah dalam setiap aspek kehidupan, tanpa ini, maka memerangi korupsi hanyalah sebatas mimpi yang tidak akan terlaksana. Semoga Allah menjaga kita dari segala yang di murkai-Nya. 83 SYARIAH MEMBABAT PORNOGRAFI DAN SEKS BEBAS Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa. Kita tingkatkan terus ketakwaan itu di dalam setiap keadaan, dimanapun berada. Kita laksanakan semua perintah Allah meskipun pada mulanya terasa berat. Dan kita tinggalkan segala kemaksiatan dan semua saja yang dilarang oleh Allah, meskipun kelihatan sepele apa yang dilarang itu, tetapi kalau berkali-kali dosa kecil atau larangan itu kita jalankan, sudah pasti dosa kita semakin bertumpuk. Oleh sebab itu marilah kita senantiasa bertakwa! Sungguh bahagia dan beruntunglah orang yang selalu taat kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya. Sebaliknya akan sangat rugilah orang yang kufur dan durhaka kepada-Nya. Kaum muslimin yang dirahmati Allah Dari mimbar yang agung ini saya menyeru diri saya dan saudara-saudara sekalian untuk membuka mata hati kita melihat kondisi umat Islam saat ini, khususnya di negeri ini. Suatu hal yang sangat memprihatinkan, di negeri yang merupakan negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia, ternyata menjadi surga bagi para pelaku dan penyebar pornografi dan pornoaksi. Munculnya, kasus video mesum yang dibintangi oleh pemain mirip artis adalah merupakan bukti nyata dari hal tersebut. Yang pasti, penyebaran video mesum itu kembali mengungkap banyak hal, termasuk menimbulkan keresahan di masyarakat dan mengancam masyarakat. Seorang Pakar pendidikan, sosiologi dan kemasyarakatan menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia kelihatan sehat-sehat saja. Padahal di dalamnya sebenarnya mereka sakit (sickness society) dan sudah berlangsung sejak dulu. “Dalam kasus video porno itu, misalnya, kasus ini dihujat dan tidak dibenarkan oleh masyarakat, tetapi di sisi lain video porno ini malah banyak dicari. Jadi, sebenarnya mereka sakit karena masyarakat Indonesia tidak mempunyai apa yang disebut dengan daya tangkal moral yang kuat.” Peredaran video porno artis terkenal itu akan makin memicu seks pranikah. Seks yang dilakukan sebelum menikah itu berada dalam ranah norma agama dan norma moral. Ketika bentuk kebebasan yang 84 permisif sudah diterima sebagai kewajaran, maka norma-norma akan mengalami perubahan bentuk atau kehilangan fungsinya. Apalagi, masyarakat kita mempunyai apa yang disebut split society, keadaan masyarakat yang mempunyai kepribadian terpecah. “Contohnya, ketika Ramadhan semua orang ramai-ramai–baik artis, pejabat ataupun orang awam–berpakaian Muslim, terlihat pergi ke Masjid, melakukan sumbangan. Namun, setelah itu mereka kembali ke kebiasaan lamanya. Bermuka dua. Inilah cermin dari suatu masyarakat split society.” Di sinilah bahaya besar yang mengancam umat. Kemunculan video mesum itu dengan pemberitaan yang begitu luas akan makin menumbuhsuburkan perilaku seks bebas dan seks pranikah, juga membangun kesan di masyarakat bahwa apa yang mereka lakukan sebagai sesuatu yang biasa. Makin meningkatnya perilaku seks bebas tentu akan makin meningkatkan bahaya bagi masyarakat seperti makin banyaknya kehamilan pranikah dan berikutnya kasus aborsi. Banyak data menunjukkan selama ini lebih dari 2 juta aborsi terjadi setiap tahunnya di negeri ini. Begitu pula perilaku seks bebas di kalangan mereka yang sudah menikah juga akan mengancam keharmonisan suami-istri, kekacauan nasab dan kehancuran institusi keluarga yang pada akhirnya akan makin memperbesar masalah sosial di tengah masyarakat. Kaum muslimin yang dirahmati Allah Akar masalah dari penyebaran video mesum dan perilaku seks bebas di masyarakat adalah karena sekularisme dan liberalisme di tengah masyarakat. Sekularisme adalah paham yang menolak peran agama dalam kehidupan umum. Agama hanya dianggap sebagai urusan pribadi dan itu pun dipersempit sebatas urusan spiritual dan ritual. Nilai-nilai dan aturan agama (Islam) tidak boleh diikutkan dalam masalah publik. Adapun liberalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap manusia bebas berkeyakinan dan berperilaku selama tidak merugikan orang lain. Paham kebebasan ini juga mengajarkan bahwa setiap orang bebas menjalin hubungan dengan siapa saja dan bahkan berhubungan seks dengan siapa saja asal suka sama suka dan tidak ada paksaan. 85 Celakanya, pengaturan kehidupan sosial yang ada saat ini dibangun berlandaskan pada ide sekularisme dan liberalisme itu. Tengok saja, di dalam KUHP seseorang yang berhubungan di luar ikatan perkawinan tidak dianggap melakukan tindakan pidana selama dilakukan suka sama suka. Padahal bisa jadi hanya pasal itulah yang bisa digunakan untuk menjerat pemain video mesum itu. Walhasil, perundang-undangan sekular yang ada saat ini jelas tak mampu mengatasi problem pornografi, pornoaksi, dan seks bebas yang marak terjadi di tengah masyarakat. Syariah Islam Membabat Seks Bebas dan Menyelamatkan Umat Islam menetapkan bahwa persoalan seks dibatasi hanya dalam kehidupan suami-istri. Persoalan seks tidak boleh diumbar di ranah umum. Dalam kehidupan suami istri itu, Islam juga mengajarkan adab-adab dalam hubungan suami-istri. Misal, mengajarkan agar perihal hubungan suami-istri itu disimpan di antara mereka berdua saja. Islam mengharamkan siapapun menceritakan perihal hubungan tersebut kepada orang lain. Nabi saw. telah bersabda: َِِّث ُ ِامَرأَته َِوتُ ْفضيِإلَْيه َّ َشر ِالنَّاس ِعْن َد َّ ِِاّلل َِمْنزلَةً ِيَ ْوَم ِالْقيَ َامة َ إ َِّن م ْن ِأ ْ الر ُج َل ِيُ ْفضيِإ َٰل يَْن ُش ُِر سَّرَها “Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya.” (HR Muslim dari Abi Said al-Khudri) Keharaman menceritakan tersebut termasuk bagi suami yang mempunyai dua istri atau lebih, yakni hubungan badan suami-istri dengan istri yang satu disampaikan kepada istri yang lain. Berdasarkan nas di atas, maka keharaman hukum menceritakan tersebut termasuk keharaman merekam adegan ranjang untuk disebarkan, agar bisa ditonton orang lain. Dengan keras Nabi saw. menggambarkan mereka seperti setan: 86 ِاَّن ِِف ِالس َّكة َ ك ِفَ َق ً َِشْيط َ ت َ اِمثَ ُل ِ َذل َ اِمثَ ُل ِ َذل ْ َك َِمثَ ُِل َشْيطَانَة ِلَقي َ َال ِإََّّن َ َه ِْل تَ ْد ُرو َن َِم َِّاسِيَْنظُُرو َنِإلَْيه َ فَ َق َ ضىِمْن َها َح ُ اجتَهُِ َوالن “Tahukah apa permisalan seperti itu?" Kemudian beliau berkata, "Sesungguhnya permisalan hal tersebut adalah seperti setan wanita yang bertemu dengan setan laki-laki di sebuah gang, kemudian setan laki-laki tersebut menunaikan hajatnya (bersetubuh) dengan setan perempuan, sementara orang-orang melihat kepadanya.” (HR Abu Dawud) Memberitakan dan memperbincangkan peristiwa seperti ini juga diharamkan, karena termasuk menyebarkan perbuatan maksiat. Nabi saw. dengan tegas menyatakan: َِِّث ُ ًِع َمل َّ اهَرةِ أَ ْن ِيَ ْع َم َل ً ِم َع َ ِالر ُج ُل ِِبللَّْيل َ ين َِوإ َّن ِم َن ِالْ ُم َج ُ ُكلِ أ َُّمِت َ اَف ِإالَّ ِالْ ُم َجاهر ُِت ِيَ ْستُ ُره َ ِعلَْيه ِفَيَ ُق َّ ُصب َح َِوقَ ِْد َستَ َره َ َِي ِفُلَ ُن َ ُِاّلل َ ِِب ُ ِعم ْل ْ ُي َ اِوقَ ْد َ ول َ اِوَك َذ َ ت ِالْبَار َح َِة َك َذ ُِ صب ُحِيَكْش َّ ف سْت َر َ ِاّلل ْ َُربِهُ َِوي ُِعْن ِه “Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali orang-orang menampaknampakkannya dan sesungguhnya di antara bentuk menampak-nampakkan (dosa) adalah seorang hamba yang melakukan perbuatan pada waktu malam, sementara Allah telah menutupinya, kemudian pada waktu pagi dia berkata, “Wahai fulan, semalam aku telah melakukan ini dan itu.” Padahal pada malam harinya (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya. Ia pun bermalam dalam keadaan (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah ditutupi oleh Allah.” (Muttafaq ‘alayh) Semua itu, berdasarkan nas-nas yang ada, jelas haram. Siapapun yang melakukannya atau yang menyebarkannya seperti penyedia situs, yang menggandakan CD, dsb, dalam pandangan syariah berarti telah melakukan tindakan pidana. Kasus semacam itu dalam sistem pidana Islam termasuk dalam bab ta’zîr. Jika terbukti maka bentuk dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad qadhi; bisa dalam bentuk tasyhir (diekspos), di penjara, dicambuk dan bentuk sanksi lain yang dibenarkan oleh syariah. Jika semua itu disebarkan secara luas sehingga bisa menimbulkan bahaya bagi 87 masyarakat, tentu bentuk dan kadar sanksinya bisa diperberat sesuai dengan kadar bahaya yang ditimbulkan bagi masyarakat itu. Apalagi jika adegan ranjang itu dilakukan tanpa ikatan perkawinan, yaitu merupakan perzinaan; si pelaku, jika ia mengakuinya maka terhadap mereka harus diterapkan had zina, yaitu jika telah menikah harus dirajam hingga mati dan jika belum pernah menikah maka harus dicambuk seratus kali. Pelaksanaan hukuman itu harus dilakukan secara terbuka disaksikan oleh khalayak ramai. Di sisi lain, pemerintah yang diamanahi mengurus segala urusan rakyat, selain menjalankan hukuman di atas, juga harus bertindak untuk memutus rantai kerusakan itu agar tidak terus bergulir; baik dengan memblokir situsnya, melakukan tindakan razia, dll. Semua tindakan hukum itu merupakan palang pintu untuk menghalangi terus menjalarnya kerusakan dan semacamnya itu. Namun, untuk mengikis kerusakan semacam itu sejak dari akarnya, ide-ide sekularisme dan liberalisme harus dikikis habis dari masyarakat karena ideide itulah menjadi dasar dan mendorong terjadi dan menyebarnya kerusakan semacam itu di masyarakat. Sebelum itu, sangat penting dilakukan pendidikan Islam kepada masyarakat secara terus-menerus dan berkesinambungan. Jadi, negara harus terus-menerus membina dan meningkatkan ketakwaan masyarakat. Hal itu bisa dilakukan melalui semua sarana dan media pendidikan yang mungkin. Namun, semua itu hanya mungkin dilakukan jika sistem yang diterapkan adalah sistem yang berlandaskan akidah Islam, yaitu syariah Islam di bawah naungan khilafah islamiyyah. WalLâh a’lam bi ash-shawâb 88 PANDANGAN ISLAM DALAM PENGELOLAAN MILIK UMUM Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Dengan iradah-Nya, Allah memberikan pilihan kepada kita mau ta’at atau durhaka. Allah tidak memerlukan keta’atan kita, justru kitalah yang beruntung kalau kita menta’ati-Nya. Sebaiknya kedurhakaan manusia kepada-Nya tidak mengurangi kemuliaan-Nya, justru kedurhakaan akan berakibat buruk bagi pelakunya. Allah SWT berfirman: …َِسأْ ُِْتِفَلَ َها ْ َح َسْن تُ ِْمِأ ْ إ ِْنِأ َ َح َسْن تُ ِْمِِلَنْ ُفس ُك ِْمِ َوإ ِْنِأ “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri .”(QS. Al Isra’: 7) Kedurhakaan seseorang dalam perintah yang berkenaan dengan individu akan berakibat rusaknya kehidupan individu tersebut dan orang-orang yang berkaitan dengannya, begitu pula kedurhakaan dalam perintah yang menyangkut masyarakat, akan mengakibatkan rusaknya kehidupan masyarakat tersebut. Salah satu perintah syari’at yang saat ini sedang dilanggar, dan telah nampak nyata kerusakan akibat pelanggarannya, adalah perintah berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan umum. Dari Ibnu al-Mutawakkil bin ‘Abdul-Madân, dari Abyadl bin Hammâl r.a, bahwasanya ia berkata: ِال ِابْ ُن ِالْ ُمتَ َوكل ِالَّذي َ َاستَ ْقطَ َعهُِالْم ْل َح ِق َّ َِّصل َّ أَنَّهُ َِوفَ َد ِإ َٰل َِر ُسول َ ُىِاّلل ْ َِعلَْيه َِو َسلَّ َم ِف َ ِاّلل ِت َِ َبِفَ َقطَ َعهُِلَهُِفَلَ َّماِأَ ْن َِوَّٰل ِق َ تِلَهُِإََّّنَاِقَطَ ْع َ يِماِقَطَ ْع َ ِبَأْر َ الِ َر ُجلِم ْنِالْ َم ْجلس ِأَتَ ْدر ِ ُعِمْن ِه َ َلَهُِالْ َماءَِالْعدَِّق َ الِفَانْتَ َز “Sesungguhnya dia (Abyadl bin Hammâl) mendatangi Rasulullah saw, dan meminta beliau saw agar memberikan tambang garam kepadanya. Ibnu alMutawakkil berkata,”Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma’rib.” Nabi saw pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikat kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir”. Ibnu 89 al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyadl bin Hammâl).” (HR Abu Dawud, atTirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban)25 Dalam hadits ini, Rasulullah saw menarik kembali tambang garam yang telah diberikannya, padahal dalam riwayat Imam Bukhory, dari jalur Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda: ِودِِفِهبَتهِ َكالْ َك ْلبِيَ ْرج ُعِِفِقَ ْيَه َّ اِمثَ ُل ُ ُِالس ْوءِالَّذيِيَع َ َسِلَن َ لَْي “Tidak ada bagi kami perumpamaan yang lebih buruk bagi orang yang menarik kembali hadiahnya, seperti anjing yang menjilat muntahannya kembali”. Syaikh Abdurrahman Al Maliki, dalam kitab beliau, As Siyâsah al Iqtishôdiyyatu al Mutsla, hal. 65 menyatakan: ُِِيُِْوُِزِِأَ ِْنِِيَ ُِك ِْو َِنِمِِْلكِِيَِّةًِفَِِْردِِيًَّة َِ ِوَِال، َِّ فَِ ُِه َِوِ َِدلِِْيلِِ َِعِلَىِِأَ َِّنِال َم ْعد َِنِمِ َِنِالِْمِِْلكِِيَّةِِاِلْ َِع َِ ِامة “Hadits tersebut (yakni riw. Dari Abyadl bin Hammâl) merupakan dalil bahwa sesungguhnya tambang (yang depositnya besar(pent)) merupakan bagian dari kepemilikan umum, dan tidak boleh dijadikan sebagai kepemilikan individu (swasta (pent)).” Saat ini kita melihat bahwa sebagian besar SDA di negeri ini, yang seharusnya adalah milik rakyat, justru diberikan kepada asing; di bidang perminyakan, penghasil minyak utama didominasi oleh asing, diantaranya, Chevron 44%, Total E&P 10%, Conoco Phillip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%, Petrochina 3%,dll26. Di bidang pertambangan, lebih dari 70% dikuasai asing. Asing juga menguasai 50,6% aset perbankan nasional per Maret 2011. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Tidak cukup disektor pertambangan, asing juga berusaha mengangkangi bisnis eceran minyak, dan sayangnya penguasa negeri ini justru memuluskan jalan mereka. Kata Revrisond Baswir, pengamat ekonomi 25 At Tirmidzi menghasankannya, Ibnu Hibban mensahihkan, Ibnul Qaththan mendlo’ifkan [as Shon’âny(w. 1276 H), Fathul Ghaffâr, 3/1284], Al Albani menyatakan hadits ini hasan lighairihi. Hadits ini diamalkan ahlul ‘ilmi dari kalangan sahabat [Tahqiq Abdul Qadir Arna’uth atas kitab Jâmi’ul Ushul, 10/578 karya Ibnul Atsîr (w. 606 H)] 26 Sumber data: Dirjen Migas, 2009 90 Universitas Gadjah Mada (UGM), 800.000 SPBU milik asing akan menguasai Indonesia27. Dampaknya harga BBM harus dinaikkan, sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.'28 Sungguh benar sabda Rasulullah saw: ِ اّللُِ ََبْ َس ُه ِْمِبَْي نَ ُه ِْم َِّ ِاّللُِإَِّالِ َج َع َِل َِّ ِاّللِ َويَتَ َخيَّ ُرواِِمَّاِأَنْ َزَِل َِّ ِِِ َوَماِ َِلِْ َُْت ُك ِْمِأَئ َّمتُ ُه ِْمِبكتَاب... “Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukumhukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah (sebagian diambil, sebagian dibuang), kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad hasan) Akibat enggannya menerapkan hukum Allah berkaitan dengan kepemilikan umum ini, negeri yang sejatinya kaya raya ini, bukan hanya harus kehilangan sebagian besar SDAnya, namun masih lagi harus menanggung utang yang senantiasa meningkat, utang pada akhir pemerintahan Soekarno 2,17 miliar dollar AS, pada akhir pemerintahan Soeharto naik 25 kali lipat menjadi 54 miliar dollar AS, dan pada akhir 2010 angka itu sudah membengkak lebih dari 50 kali lipat menjadi 116 miliar dollar AS29. Bunga utang yang harus dibayar 2012 saja mencapai bunga Rp 122,13 triliun30. Sementara lebih dari 30 juta penduduk negeri ini hidup dibawah garis kemiskinan, padahal kemiskinan bisa memicu orang untuk melakukan kekufuran. Sungguh keberkahan hidup hanya ada ketika kita menjadikan syari’ah Allah sebagai aturan hidup keseharian kita, aturan yang mengatur individu, masyarakat maupun bangsa. Sebaliknya kedurhakaan manusia kepada-Nya tidak mengurangi kemuliaan-Nya, justru kedurhakaan akan berakibat buruk bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang selalu punya kekuatan tekad, semangat dan 27 http://www.suarapembaruan.com///ekonomidanbisnis/inilah-ekspansikapitalisme-besar-besaran-800000-spbu-asing-akan-kuasai-indonesia/18587 30 Maret 2012, diakses 13 April 2012 28 Kompas, 14 Mei 2003 29 http://cetak.kompas.com/read/2011/06/03/04174268/selamatkan.ekonomi.indon esia, diakses 15 Juli 2011 30 http://www.indonesiamedia.com/2012/04/08/opini-wakil-menteri-esdmwidjajono-partowidagdo/ diakses 13 April 2012 91 keseriusan dalam upaya untuk menta’ati Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, tidak merasa cukup telah melaksanakan satu kewajiban namun abai terhadap kewajiban yang lain. ISLAM DAN NEGARA TAK BISA DIPISAHKAN Sejak pertama kali risalah Islam diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad saw, sasaran risalah ini adalah seluruh umat 92 manusia tanpa kecuali. Kelengkapan Dinul Islam memantapkan Islam sebagai satu-satunya sistem hidup yang berasal dari Allah SWT, Pencipta seluruh makhluk, Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui. Ajarannya yang rinci, lengkap, dan mampu menjawab seluruh problematika umat manusia sepanjang zaman telah dijamin sendiri oleh Allah SWT : ِي َِ اَّنِل ُكلِِ َش ْيءِِ َوُه ًدىِ َوَر َْحَِةًِ َوبُ ْشَرىِل ْل ُم ْسلم ًِ َابِتْب ي َِ َكِالْكت َِ َونََّزلْنَاِ َعلَْي "Dan Kami turunkan kepadamu al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orangorang yang berserah diri." (QS An Nahl: 89) Ayat ini menegaskan bahwa salah satu fungsi Al Quran adalah menjelaskan (menjawab) segala problematika yang ada di hadapan manusia, di manapun dan kapanpun. Sebaliknya bila manusia (termasuk kaum muslimin) mengabaikan peringatan-peringatan dan hukum-hukum Al Quran maka yang diperolehnya hanyalah kesempitan hidup, kesengsaraan dan kehinaan. Allah SWT berfirman: ِ ضْن ًكا َِ َوَم ِْنِأ َْعَر َ ضِ َع ِْنِذ ْكريِفَإ َِّنِلَِهُِ َمع َ ًِيش ِة "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (berupa sistem hukum Islam), maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit."(QS. Thahaa: 124) Di sisi lain, Al Quran dan Sunnah Nabi memuat hukum-hukum yang lengkap tentang ibadah, berpakaian, makanan, minuman, hukum-hukum tentang ekonomi-perdagangan, harta, distribusi harta, ghanimah, fa’i, jizyah, kharaj, tentang peradilan tindakan kriminal, hudud, ta’zir, persaksian, pembuktian (bayyinaat), mahkamah, hingga ke perkara jihad, gencatan senjata, mobilisasi, perjanjian damai, utusan/delegasi. Belum lagi perkara-perkara yang menyangkut pendidikan, aturan sosial, keluarga/rumah tangga dan seterusnya. Semua itu berupa sistem hukum yang cakupannya meliputi seluruh bentuk perbuatan manusia, baik antara manusia satu dengan yang lain, antara rakyat dan negara, antara negara Islam dengan negara lain, antara muslim dan non muslim, antara hamba dengan Allah SWT sebagai Al Khaliq. Kenyataan dari sirah Rasulullah saw telah menunjukkan bahwa ajaran Islam sama sekali tidak dibatasi pada pribadi-pribadi pemeluknya. Bahkan beliau 93 saw menjadikannya sebagai asas negara Islam. Hal ini tercantum dalam piagam Madinah (watsiqoh Madinah) yang dijadikan peraturan umum antara kaum muslimin dan non muslim di kota Madinah: "Bahwasanya apabila di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini terjadi suatu perselisihan yang dikuatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya adalah kepada Allah dan kepada Muhammad Rasulullah –saw- dan bahwasanya Allah bersama orang yang teguh dan setia memegang perjanjian ini." Disamping itu, bagaimana mungkin ajaran Islam sampai ke berbagai penjuru negeri (termasuk Indonesia) apabila ajaran ini dibatasi dan hanya dimiliki oleh pribadi-pribadi? Bukankah itu berarti memasung kewajiban dakwah Islam kepada umat manusia dan jihad fi sabilillah. Lagi pula Rasulullah saw bersabda : ُِص َِم ِمّنِ ِ َمالَِه َِّ َّاس ِ َح َِ ت ِأَ ِْن ِأُقَات َِل ِالن ُِ أُم ْر َّ ِ ِ ِالَ ِإلََِه ِإَِّال:ّت ِيَ ُقولُوا َ ِفَ َم ِْن ِقَا َِلَا ِفَ َق ِْد ِ َع،ُاّلل ِ اّلل َِّ ِِ َوح َسابُِهُِ َعلَى،َونَ ْف َس ِهُِإَِّالِِبَقه "Aku telah diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia, hingga mereka bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah, barangsiapa yang bersaksi (seperti itu), maka terpeliharalah harta dan diri mereka, kecuali ada tuntutan (haq) atas perkara tadi, dan hisabnya kembali kepada Allah.” (HR. Bukhari dari Umar bin Khattab) Sungguh kita sendiri tidak mengerti apa yang membuat risau dan gundah hati sebagian kaum muslimin –termasuk juga orang-orang non muslim- jika kita –misalnya- memberlakukan hukum potong tangan bagi pencuri, baik ia beragama Islam maupun bukan Islam! Atau jika kita merajam pemerkosa baik ia muslim maupun non muslim! Atau mendera para pemabuk baik ia beragama Islam ataupun bukan Islam! Seorang muslim akan menerima hukum-hukum ini sebagai bagian dari ajaran Islam yang dilaksanakannya secara praktis dalam rangka memenuhi perintah-perintah Allah dan menjauhkan segala laranganNya. Sementara bagi orang-orang non muslim menerima hal ini sebagai undang-undang negara yang wajib mereka patuhi secara disiplin demi menjaga hak dan kewajiban warga negara. 94