Seri: Al-Islam - tarbiyah

advertisement
Seri: Al-Islam
KHASHAISUL AMAL ASY SYARI'AH*)
Sarana: Seminar, Ta'lim, Halaqah
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mendapatkan materi ini, seorang peserta dapat:
1. Membentuk orientasi yang positif bahwa Syari'at Islam memiliki karakter yang
transendental namun tetap bercirikan logis (rasional), moralitas, realitas, dan
universalitas.
2. Menumbuhkan keberanian dan percaya diri dalam menanamkan konsep tatanan
Islam secara universal dan integral pada tataran peraturan-peraturan formal
maupun bidang sosial kemasyarakatan.
TITIK TEKAN MATERI:
Materi ini menekankan terhadap 6 aspek yang merupakan karakter dan ciri umum
syariah Islam: bahwa syariah Islam transendental oleh karenanya agar tidak terjadi
kesenjangan dengan kehidupan, ia harus mempertimbangkan aspek-aspek sbb: aspek
kemanusiaan, aspek moralitas, aspek universalitas, aspek kesesuaian-keserasian, dan
aspek realitas.
POKOK-POKOK MATERI:
1. Karakteristik dan ciri-ciri syariah Islam
4. Ciri kemanusiaan dari syari'ah Islam
2. Ciri moralitas dari syari'ah Islam
5. Ciri universalitas dan keserasian dari
syari'ah Islam
3. Ciri realitas dari syari'ah Islam
MARAJI'
Yusuf Qardlawi, Pengantar Study Syari'at Islam, penterj. Nabhani Idris (Jakarta,
Islamuna Press, 1996)
IFTITAH
"Dia telah mewsyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kapda Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu:
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya" (Qs.4 2
: 13)
Dalam kehidupan keseharian banyak hal yang luput dari perhatian kita,
lantaran masing-masing kita telah dininabobokan oleh 'ritualitas' yangjauh banyak
menyita waktu kehidupan kita, pada saat yang sama kadang kita merasa sepi dari
nuansa ruhaniah. Satu diantara hal yang patut direnungkan adalah berkenaan dengan
krisis kemanusiaan. Krisis kemanusiaan dalam zaman apapun, terutama di era
modern diakibatkan pandangan hidup yang tidak lagi mengimani adanya yang
metafisik (Yang Ghaib). Anehnya ada orang-orang yang kuat berpegang teguh pada
ajaran agama -dalam perspektif agama-agama umumnya- masih juga banyak yang
mengalami krisis yang sama: dimana mereka terjebak rutinitas ritus ibadah, namun
pada saat yang sama kehilangan maknawiyah atau nilai-nilai ruhaniah ibadah itu
sendiri.
Dalam konteks ad-Dienul Islam tentu bukan agamanya yang salah atau
ajaran-ajaran agamanya, namun boleh jadi ada dua kemungkinan manusianya yang
tidak paham (al-Fahmu baina an-Nas min al-Islam asy-Syumuliyah) atau manhaj
dakwah para pemuka dan da'i yang menyampaikan ajaran itu. 'Ala kulli hal,
sesungguhnya manusia sedang mehadapi krisis makna dan tujuan hidupnya. Ini bisa
dipahami lantaran dalam kehidupan manusia yang otentil (asholiyah) adalah penting
untuk tetap dan terus menjaga 'tali' yang menghubungkan kemanusiaannya dengan
nilai-nilai Illahiyah, pada saat yang sama nilai-nilai kemanusiaan universal yang
dimiliki oleh setiap orang juga harus menjadi sasaran 'sentuh' ajaran-ajaran agama.
Solusi untuk menjawab persoalan ini tidak lain adalah kita harus kembali pada
pemahaman Syari'ah Islam yang sebenar-benarnya.
Sebagai upaya ikhtiariyah atas pemahaman Syari'ah Islam menjadi penting
untuk memahami Khashoisul amal Syari'ah, yaitu karakteristik 'amal Syari'ah Islam.
Berikut beberapa hal pembahasan berkenaan dengan tema tersebut di atas.
AL ISTILAHIYAH (Definisi)
Syari'ah berasal dari kata Syari'ah yang berarti "jalan-raya," dalam konteks
hukum bermakna "jalannya hukum" dengan kata lain "perundang-undangan". Istilah
Syari'ah Islam berarti hidup yang harus dilalui atau pandangan-pandangan yang harus
dipatuhi oleh orang Islam. Arti Syari'ah dijelaskan dalam firman Allah SWT
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
"Kemudian kami jadikan kamu di atas suatu Syari'ah (peraturan) dari urusan
agama itu, maka ikutilah syari'ah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui" (Qs.45 : 18)
Dalam kaitan surat tersebut Syari'ah dimengerti sebagai peraturan. Syari'ah
pecahan kata dari "syara' as-syai" artinya menjelaskan dan menyatakan sesuatu, atau
dari "syir'ah". Syari'ah artinya tempat yang dihubungkan ke air yang mengalir yang
tidak penah putus atau terhenti, dimana mendatanginya (mengambilnya) tidak perlu
alat.1
Kata "syara'a" atau syari'ah" ini sebagai fi'il (akata kerja) dan isim (kata
benda) disbutkan dalam al-Qur'an sebanyak 5 kali diantaranya terdapat dlam Qs. AlA'raf 163. Dalam bentuk fi'il maadhi tersebut dalam;
"Dia telah mewsyari'atkan
bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kapda Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya…….."
(Qs.4 2 : 13)
Yang
disyari'ahkan di sini berkaitan dengan Ushul ad-Dien bukan hal yang
furu' (cabangnya), yaitu berhubungan dengan akidah dan bukan amal. Sebagaimana
dalam ayat tersebut syari'at sama pada setiap risalah Allah, baik yang di bawa Nabi
Ibrahim, Nuh, Musa, maupun Isa, sampai Nabi Muhammad SAW.
Sedang menurut Mahmud Saltut syari'ah Islam itu ialah peraturan-peraturan
yang diciptakan Allah atau yang diciptakan pokok-pokoknya supaya manusia
berpegang kepadanya di dalam hubungannya dengan saudaranya sesama manusia,
hubungannya dengan alam seluruhnya, dan hubungannya dengan kehidupan.2
Sejalan dengan ini setidaknya ada tiga prinsip Syari'ah Islam. Pertama, tidak
memberatkan: hal ini sesuai dengan misi Islam yakni Islam sebagai rahmat lil 'alamin,
termasuk bagi manusia. Sehingga Islam datang membebaskan manusia dari segala
bentuk pembelengguan dan yang memberatkan hidupnya. Sebagai contohnya adalah
*) Disusun oleh Umar Hidayat, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
1
Yusuf Qardhawi, Madkhal Li Diraasat asy-Syari'ah al-Islamiyah, (Kairo Mesir: Maktabah Wahbah,
Ramadhan 1416/1991) dalam edisi Bahasa Indonesia; Bagaimana Memahami Syari'ah Islam, terj. Nabhani Idris,
Jakarta: Islamuna Press, 1996), hlm.1. Lihat juga, Mu'jam alfazhil-qur'an: Juz 2, (Kairo: Majma' Lughah Arabiyah),
hlm. 12
2
Lihat, Mahmud Saltut, Al-Islam Aqidah wa Syari'ah, hlm. 12: Lihat juga, Nasruddin Razak, Dienul Islam,
(Bandung: Al-Ma'arif, 1993), hlm. 249.
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
kewajiban
menjalankan
Shalat.
Berkenaan
dengan
prinsip
pertama
ini
Allah
berfirman.
"Allah tidak akan membebani seorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ia
mendapat pahala yang diusahakannya dan siksa dari yang dikerjakannya" (Qs. 2:
286)
"Dan jihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak akan menjadikan kamu dlam agama suatu
kesempitan…." (Qs. 22 : 78)
Kedua, Syari'ah Islam sangat sedikit mengadakan kewajiban secara terperinci,
yakni memerintahkan, dan melarang. Ini berkaitan dengan prinsip pertama, semakin
banyak kewajiban berarti memberi beban dan memberatkan manusia. Dalam Syari'ah
Islam tidak banyak hal-hal yang mendetail
atas larangan dan perintah-Nya. justru
hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan) yang banyak terkandung dalam syari'ah
Islam. Contohnya perintah dan jumlah raka'at dalam shalat.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada
Nabimu)
hal-hal
menyusahkan
yang
jika
diterangkan
kepadamu
niscaya
kamu….."(Qs. 5: 101)
Ketiga, syari'at Islam datang dengan prinsip gradual, berangsur-angsur dan
tidak sekaligus. Ini sesuai dengan kondisi psikologis fitrah manusia, tentu manusia
menjadi bingung dan keberatan dalam menjalaknkan syari'at Islam jika diturunkan
sekaligus. Contohnya Syari'at tentang larangan judi dan khamr Qs. 2:219, 4: 43, dan
5: 90.
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu)
menyusahkan
hal-hal
yang
jika
diterangkan
kepadamu
niscaya
kamu….." (Qs. 5: 90)
Syariat Islam kadang juga disamakan dengan hukum Islam. Sesungguhnya
Hukum Islam secara harfiah berasal dari al-Hukm yang berarti "Itsbatu Syaiin 'ala
Syaiin" menetapkan sesuatu atas sesuatu. Secara ringkas berarti "ketetapan". Dalam
hal ini hukum Islam berasal dari Allah sehingga dikenal juga dengan hukum Allah.
"Hukmullah" yang berarti ketetapan dari Allah dan telah menjadi keyakinan bahwa
Allahlah sang penetap hukum (hakim).
"…. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan yang
sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik. " (Qs. 6: 57)
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
Menurut sarjana Ushul Fiqhi, definisi hukum (al-Hukm) dirumuskan sebagai
berikut: "Titah Allah (atau sunnah rasul) tentang laku-perbuatan manusia mukallaf
(dewasa), baik yang diperintahkan, yang dilarang maupun yang membolehkan.
Hukum
berarti titah Tuhan atau sabda Nabi baik yang mengandung perintah,
larangan, atau bersifat pilihan. Demikian pula keadaan-keadaan tentang sebab,
syarat, dan halangan (mani') sesuatu pekerjaan. Dalam perspektif hukum Syari'ah
Islam dikenal dua jenis hukum yakni Hukum Taklifi yang meliputi Ahkamul Khamsyah:
wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah: dan Hukum Wadh'i yakni yang bersifat
menunjukkan keadaan-keadaan tertentu yang dikwalifikasikan sebagai sebab atau
syarat atau halangan bagi berlakunya suatu hukum.
Selain Syari'at dan hukum, Syari'ah Islam juga berkaitan dengan fiqh.
Menurut harfiah fiqhi berarti pintar, cerdas, paham. Bila dijadikan kata kerja maka ia
berarti memikirkan, mempelajari, memahami. Orangnya dikenal dengan faaqih dan
jamaknya adalah fuqahaa. Kemudian definisi yang dikembangkan dalam hkukum
Islam antara lain adalah hukum Islam yang disimpulkan dengan jalan rasio
berdasarkan alasan-alasan yang terperinci.
Al hasil kita dapat menyimpulkan bahwa syari'ah Islam ialah ketentuanketentuan hukum Tuhan dalam al-Qur'an yang diwajibkan atas manusia untuk
melaksanakannya. Sedang Fiqhi adalah pemikiran tentang syari'ah itu untuk
direalisasikan
dalam
kehidupan
manusia.3
Dengan
demikian
kita
pahami,
sebagaimana dikatakan Yusuf Qardhawi,4 bahwa syari'ah apa yang disyari'ahkan Allah
berupa hukum-hukum yang ditetapkan dengan dalil Al-Qur'an dan Sunnah dan
cabangnya, baik dalil ijma' dan qiyas serta dalil-alil lainnya. Syari'ah merupakan
tujuan (hadaf) dan fiqh itu sendiri merupakan cara, bagi Syari'ah Islam: meskipun
antara syari'ah dan fiqh merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.
Berdasarkan hal tersebut di atas hukum syara', demikian lanjut Yusuf
Qardhawi,5 ada dua macam hukum syara': Pertama, Hukum yang ditetapkan langsung
dari Allah dengan nash-nash al-Qur'an dan Sunnah, misalnya tentang shoum (Qs. 2 :
183). Kedua, hukum yang ditetapkan oleh ijtihad para ulama dan fuqaha dengan
tetap berpedoman pada Al-Qur'an dan Sunnah: Biasanya berupa qiyash, istislah,
istihsan, istimbath, dll: Misalnya dalam surat 5 : 90 tentang larangan judi dan minum
khamr.
3
Nasruddin Razak, Ibid., hlm. 252
Yusuf Qardhawi, Madkhal…Ibid., hlm. 22-24
5
Ibid., hlm. 23
4
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
'Ala kulli hal, syari'at Islam merupakan ketentuan dan aturan dari Allah Sang
Khaliq Rabul'alamin untuk mengatur kehidupan ini. Karenanya sumber-sumber
syari'ah Islam tidak lain adalah al-Qur'an sebagai sumber pertama, as-Sunnah
shahihah sebagai sumber kedua, sedang sumber-sumber lainnya antara lain Qiyas,
Ijma', dll. Dalam pada itu semakin jelas bahwa syari'ah Islam juga mengatasi dan
menjadi sumber ruju'kan qanun wadh'y (undang-undang buatan manusia). Sikap
seorang muslim jelas, bahwa ia dapat mengikuti qanun wadh'y selama tidak
bertentangan dan tetap meruju' pada sumber-sumber syari'ah Islam yang benar.
Demikian beberapa pengertian tentang syari'ah Islam berkaitan dengan alUshul ad-Adien, hukum, fiqhi dan ad-Dien itu sendiri, serta sumber-sumbernya:
sehingga jelaslah posisi syari'ah Islamiyah. Berikut kami lanjutkan sedikit berkenaan
tujuan syari'ah Islam yang dengan ini kita akan mudah memahami karakteristik
syari'ah Islam.
MAQASHID ASY-SYARI'AH (Tujuan Syari'ah Islam)
Dalam buku Madkhal Li Diraasat Li Ma'rifatil Islam, Yusuf Qrdhawi dengan
sangat jelas menggambarkan bahwa ad-Dienul Islam tidak lain untuk mengatur
kehidupan manusia dan segenap alam semesta beserta isinya menuju pada kehidupan
yang lebih abadi. Ini tersirat dengan jelas dalam pemaknaan atas istilah ad-Dienul itu
sendiri, yang artinya peraturan Illahi yang mengendalikan orang-orang yang memiliki
akal sehat secara suka rela kepada kebaikan hidup di dunia dan keberuntungan di
akhirat.6 Seperangkat aturan itulah yang biasanya disebut dengan Syari'at Islam.
Jelasnya ad-Dienul Islam berisi sejumlah syari'ah yang dibutuhkan untuk mengatur
kehidupan manusia dan alam semesta.
Derap langkah zaman telah membuktikan bahwa ar-Risalah al-Anbiya, atau
tepatnya Risalah Islam, telah di bawa oleh para rasul Allah untuk ummatnya sesuai
dengan situasi dan kondisi umatnya, yang pada titik akhirnya disempurnakan dengan
turunnya Nabi dan Rasul terakhir Muhammad SAW. Syari'ah Islam dengan demikian
merupakan syari'ah yang sempurna dan menyempurnakan (Syumuliyah), syari'ahsyari'ah yang di bawa para Nabi dan rasul sebelum Muhammad. Ini jelas diutarakan
dalam firman Allah SWT:
"Dia telah mewsyari'atkan
bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kapda Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
6
Yusuf Qardhawi, Madkhal Li Diraasat Li Ma'rifatil Islam Muqawwimatuhu, Khashaishuhu,
Mashadiruhu, penterj. Setiawan Budi Utomo, Kairo: Maktabah Wahbah), hlm. 6
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya" (Qs.4 2
: 13)
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orangorang yang rugi. " (Qs.3: 85)
Syari'ah Islam mempunyai tujuan yang luhur dan maksud yang mulia yang
sangat diinginkan Allah untuk diamalkan dalam kehidupan manusia. Pada saat yang
sama sesungguhnya syari'ah Islam diturunkan dalam kaitan 'illat hukum yang
disyari'ahkannya yang harus dicari dan dipelihara. Di antara tujuan syari'ah Islam
antara lain:
Pertama, Menjaga kemashlahatan umat manusia, yang menyangkut tiga
peringkatnya: Dharuriyyat (yang mana manusia tidak dapat hidup tanpanya), Hajiyat
(yang mana manusia tanpanya akan mengalami kesulitan dan kesempitan), dan
Tashiniyat (yang dengannya kehidupan manusia menjadi sempurna, sejahtera, dapat
berlangsung dalam cara hidup yang paling utama serta dalam kebiasaan dan kondisi
yang kokoh).7 Imam asy-Syathiby, mengemukakan bahwa, tujuan Syari'at Islam tidak
lebih dari tiga bagian: Dharuriyyat (tujuan yang bersifat primer), Hajiyat (tujuan yang
bersifat sekunder), dan Tashiniyat (bersifat sekedar perlengkapan).8
Kedua, memelihara kemashlahatan yang luas dan ke-syamil-an dalam
pandangan
syari'ah
Islam.
Ini
mengingat
kemashlahatan
dunia
dan
akhirat,
kepentingan pribadi dan umum, materi dan imateri, tepatnya yakni, kemashlahatan
yang menjadi fondasi bagi tegaknya yang kully dan yang juz'i. Dalam hal ini sebagai
upaya atas kelemahan manusia yang utama, yakni kelemahan ilmu dan akal serta
kecenderungan atas hawa nafsu dan kecenderungannya. Jadi sesungguhnya syari'ah
Islam tidak hanya diberlakukan untuk dan berkenaan dengan kaum muslim saja tetapi
ia juga akan berdampak pada komunitas yang lebih luas, karenanya kemashlahatan
yang lebih luas juga menjadi salah satu bagian dari tujuan syari'ah Islam.
Ketiga, menolak kemafsadatan dalam rangka memelihara kemashlahatan.
Menolak kemafsadatan adalah wajib dalam rangka tegaknya kemashlahatan itu
sendiri, bahkan termasuk ke dalam pemeliharaan mashlahat. Dan di atas pondasi
yang luas dan besar inilah segala perintah dan larangan syari'ah Islam ditegakkan.
7
8
Ibid., hlm. 150
Lebih lanjut lihat Yusuf Qardhawi, Madkhal Li Dirasaat asy-Syari'ah Islamiyah, Ibid., hlm. 71
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
Penolakkan mafsadat ini baik preventif maupun kuratif. Bahkan sesuatu yang
mafsadat harus di dahulukan untuk dicegah ketimbang memerintahkan yang ma'ruf.
Hal
ini
dapat
dimengerti
lantaran
memang
pada
kenyataannya
mencegah
kemafsadatan itu lebih sulit ketimbang menyuruh pada yang ma'ruf.
Keempat, agar interaksi manusia berlangsung berdasarkan prinsip keadilan.
"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan……" (Qs.57: 25) . Dalam hal ini syari'ah
Islam berfungsi menunjukkan, membimbing, dan memberikan pedoman prinsipprinsip keadilan dalam Islam serta pelaksanaannya. Adanya kekacauan dan kerusakan
di muka bumi ini lebih banyak diakibatkan pola hubungan interaktif manusia yang
tidak didasarkan pada prinsip keadilan tersebut.
Kelima, agar tercipta ukhuwah di antara umat manusia, seperti terbentang
rasa saling percaya, saling tafahum dan menghilangkan penyebab pertikaian dan
perselisihan. Syari'ah Islam dalam hal ini diwujudkan dalam kejelasan antara hak-hak
dan kewajiban, rukun dan syarat muamalah dalam Islam, perintah dan larangan serta
kaidah-kaidah hukum lainnya.
"Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqankepada hambaNya, agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam." (Qs.25: 1)
"Tidakah mungkin al-Quran ini dibuat oleh selain Allah: akan tetapi ia
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum
yang telah ditetapkanNya, tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan
semesta alam."
(Qs.10 : 37)
Keenam, supaya manusia dapat berkonsentrasi
-setelah merasa tentram
dalam bisnis dan kegiatan jual beli lainnya serta dalam keseluruhan interaksi dengan
lainnya- untuk melaksanakan rislah mereka di muka bumi yakni beibadah kepada
Allah dan memakmurkan bumi untuk menunaikan kekhalifahannya. Dengan demikian
manusia selamat secara individu maupun sosial, dari kerugian dunia dan akhirat
Maqashid asy-Syari'ah dalam pelaksanaannya juga penting memperhatikan
hal-hal
berikut:
kemasyarakatan
(1)
yang
dasar
pembagian
sejalan
dengan
kemashlahatan,
syari'ah
Islam,
(2)
dan
maksud-maksud
(3)
nilai-nilai
kemasyarakatan yang luhur seperti 'adalah, ukhuwah, al-Takaful, al-Hurriyah dan alKarimah.
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
Selanjutnya kesalah pahaman terhadap asumsi bahwa syari'ah Islam itu
statis, jumud, bengis, kejam dan tak berperikemanusiaan, sebagaimana yang sering
dihembuskan para orientalis dan musuh-musuh Islam, sama sekali jauh dari realitas
kebenaran yang ada. Diakui bahwa memahami makna terdalam syari'ah Islam
sesungguhnya bukan pekerjaan yang mudah. Maka menjadi penting untuk memahami
karakteristik syari'ah Islam sebagai upaya menengarahi kesulitan tersebut di atas.
Dalam konteks sejarah Islam (al-Tarihk al-Islamiyah) sebagai konsekuensi
dari ar-Risalah al-Anbiya dan fungsi Islam sebagai rahmatan lil'alamiin bahwa syari'ah
Islam berkaitan erat dengan -untuk menyempurnakan dan kesempurnaan- syari'ahsyari'ah agama sebelumnya. Dalam agama Yahudi, ia mempunyai syari'ah yang cukup
lengkap sebagaimana disebutkan dalam firmanNya:
"Dan telah Kami turunkan kepada Musa pada lauh-lauh segala sesuatu
sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu: maka Kami berfirman:
berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang
kepada
perintah-perintahnya
dengan
sebaik-baiknya,
nanti
Aku
akan
memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik" (Qs.7 : 145)
Demikian halnya dengan Taurat, Allah berfirman:
"Dan Kami telah turunkan Kitab taurat yang di dalamnya ada petunjuk dan
cahaya, yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh
nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah……. " (Qs.7 : 145)
Berbeda dengan agama Nasrani yang dianggap tidak rinci syari'ahnya. Ini
dikarenakan agama Nasrani berpegang pada syari'ah Musa, dalam berbagai perkara,
sedang Injil sekarang mengatakan bahwa Isa al-Masih as adalah anak Allah. Padahal
Isa berkata: "Aku tidak datang untuk merombak syari'ah atau hukum Musa as. Tetapi
aku datang sebagai penyempurna."9 Syari'ah ini kemudian disempurnakan lagi
dengan datangnya Nabi dan Rasul terakhir Muhammad saw, yakni Syari'ah Islamiyah.
KHASHOISUL ASY-SYARI'AH
Dasar yang sebenarnya dari keseluruhan struktur syari'ah Islamiyah adalah
ta'abudi (ibadah, religiusitas) yakni ide bahwa Allah adalah penguasa yang berdaulat
penuh yang perintah, larangan dan kehendakNya merupakan hukum atau syari'ah
9
Yusuf Qardhawi, Madkhal Li Dirasaat asy-Syari'ah Islamiyah, Ibid., hlm. 17
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
yang diperuntukan bagi manusia dan alam semesta ini. Dalam pada itu manusia harus
menemukan, merumuskan dan melaksanakan kehendak tersebut yang indeks finalnya
adalah al-Quran dengan Rasulullah Muhammad Nabi dan Rasul terakhir sebagai
penafsir sempurnanya.
Sementara itu al-Khashoisul 'Amal asy-Syari'ah al-Islamiyah (karakteristik
amal syari'ah Islam) muncul dari dasar-dasar wahyu illahi yang secara sistematik
mampu memberi implementasi bagi kehidupan ummat manusia sehari-hasri, baik
melalui
tasyri',
manhaj,
nidzam,
ghayatul
quswa
(tujuan
utama)
kehidupan.
Karenanya Islam secara umum, demikian juga syari'ah Islam, bukan;lah kumpulan
kompromi antara Barat dan Timur, bukan pula integrasi antara ideologi-ideologi
dunia, bahkan bukan dualitas haq dan bathil. Ia adalah syari'ah asy-Syumuliyyah min
ar-Rabbul'alamiin. Karakteristik tersebut juga merupakan upaya yang diarahkan
untuk mengungkap tuduhan dan cercahan musuh-musuh Islam yaang anti Syari'ah
Islam, sekaligus menepis anggapan-anggapan yang salah terhadapnya. Selanjunya
sebagaimana fungsi dan kedudukan syari'ah Islam, berikut beberapa karakteristik
syari'ah Islam.
Pertama, ciri transendentalitas syari'ah Islam, Rabbaniyah.
Aspek ini sejalan dengan karakteristik utama dan pertama Islam itu sendiri.
Berkenaan dengan hal ini yang menjadi pembeda dan keistimewaan syari'ah Islam
dari syari'ah-syari'ah lainnya, qanun wadh'iy (undang-undang buatan manusia),
adalah ia bersifat Rabbaniyah dan bercelupkan diniyah yang terlindungi dan bersifat
suci serta menjadikan pengikutnya memiliki rasa cinta dan hormat yang bersumber
dari keimanan, keluhuran dan keabadian. Rabbaniyah
-bentuk mashdar dari "Rabb"
yang ditambah "alif" dan "nun"- yang berarti berhubungan kepada Rabb dan manusia
yang berpredikat Rabbani bila ia berhubungan dengan Allah sebagai satu-satunya
Rabb.
" Dan tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al
Kitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia berkata: hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku dan bukan penyembah Allah, akan tetapi dia
berkata: Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang Rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan
(Qs.3 : 79)
www.tarbiyah-online.com
al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya."
Seri: Al-Islam
Dengan sifat Rabbaniyah ini seorang muslim tidak ada pilihan lain kecuali ia
menjawab sami'na wa atha'na atas syari'ah Islam. Allah berfirman dalam surat alMaidah (5) ayat 44, dan 45: dan surat an-Nur (24) ayat 5.
"……Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah
kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang
sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir. ………Barang siapa yang
melepaskan ( hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus
dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."(Qs.5 :
44-45)
" Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barang siapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orangorang fasik.." (Qs.5 : 47)
"
Kecuali
(dirinya),
orang-orang
maka
yang
bertaubat
sesungguhnya
Allah
sesudah
maha
itu
dan
memperbaiki
pengampun
lagi
Maha
penyayang." (Qs.24 : 5)
Konsekuensi lain dari sifat Rabbaniyah ini adalah taqarrub ila al-Allah menjadi
tuntutan bagi muslim. Lebih dari itu seorang muslim bahkan harus bersegera untuk
beriltizam (komitmen) melaksanakan semua perintah syara' sebagai suatu ibadah.
"Maka demi tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan., kemudian mereka
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya " (Qs.4: 56)
Qardhawi dalam Madkhal Li Diraasat Li Ma'rifatil Islam, membagi maksud
Rabbaniyah
menjadi
dua
bagian:
(Rabbaniyah
dalam
tujuan
dan
(1)
Rabbaniyah
orientasi).
al-Ghayah
Maksudnya
adalah
wa
al-Wijhah,
Syari'at
Islam
menjadikan tujuan akhirnya dan sasaran jauhnya ialah hubungan yang baik dengan
Allah SWT dan memperoleh ridlo-Nya (mardhatillah).
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
"Hai manusia sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh
menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemuiNya"(Qs.84 : 6)
" Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan segala sesuatu"(Qs.53 :
42)
Sejalan dengan hal tersebut sesungguhnya Islam tidaklah memisahkan
dimensi sasaran kemanusiaan dan sosial (society and humanity) yang terangkum
dalam kerangka tujuan akbar yakni Ridlo Allah SWT, meskipun misalnya dalam
syari'ah Islam terdapat doktrin Jihad dan memerangi musuh yang tujuannya adalah
menjaga martabat dan Izzah Islam itu sendiri, mempertahankan diri dan bukan
menyerang.
" Dan perangilah mereka,
supaya jangan ada fitnah dan upaya agama itu
semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti dari kekafiran, maka
sesungguhnya allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan"(Qs.8 : 39)
Pengaruh dari Rabbaniyah al-Ghayah wa al-Wijhah akan membuahkan
(tsamarah) sikap dan mentalitas positif bagi kehidupan manusia. Setidaknya akan
membentuk dan membuahkan:
(a)
Pengetahuan tentang tujuan keberadaan manusia
Di sinilah krisis kemanusiaan modern yang ditengarai dengan krisis makna
dan eksistensi hidup mendapatkan jawabannya. Dengan karakter Rabbaniyah
manusia akan memahami eksistensi, orientasi perjalanan hidupnya, mengenal
misi (risalah) hidupnya. Hilangnya dimensi metafisik (ghaibiyyah) manusia akan
dianggit kembali dengan berpegang pada Syari'ah Islam. Dengan demikian
semakin jelas bahwa penghargaan dan pengakuan atas eksistensi manusia
menjadi alasan penting seseorang yang hidup secara Rabbaniyah. Ia tidak hidup
dalam kegelapan dan tidak akan berjalan tanpa tujuan.
(b)
Manusia akan mengikuti fitrahnya
Salah satu faidah Rabbaniyah adalah manusia mengikuti fitrahnya yang
hakikatnya senantiasa beriman kepada Allah. Ini bisa dimengerti karena manusia
dalam
fitrahnya,
sebagaimana
alam
semesta
yang
senantiasa
bersikap
Rabbaniyah yang bertasbih dengan memuji Allah. Adapun munculnya sikap dan
mental manusia yang senantiasa berbuat mafsadat dikarenakan fitrahnya tertimpa
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
atau tertutup oleh kecenderungan terhadap yang fujur (sebagai lawan dari
kecenderungan Taqwa).
" Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah) tetaplah
atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah Agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya" (Qs.30 : 30)
" Langit bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah dan
tak ada suatupun melainkan bertasbih memuji-Nya, tetapi kamu sekalian
tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun" (Qs.17 : 44)
Pada hakikatnya fitrah manusia itu tidak terisi oleh ilmu, kebudayaan dan
filsafat, akan tetapi bermuatan iman kepada Allah. Fitrah manusia akan merasa
kosong (hampa), lapar dan haus hingga ia 'menemukan' -sebagai sifat asholah
(aslinya)-nya Allah sebagai Rabbnya, yang dengan ini manusia menjadi tenang
karena hidayah Allah. Lalu bagaimana ia akan menemukan jati dirinya, jika ia
belum mengenal fitrahnya? Bagaimana mungkin mengenal fitrahnya jika ia
terbungkus oleh kepalsuan dan thagha (kesombongan)? Atau sibuk mengikuti
hawa nafsunya, kecenderungan pada pengkultusan, tenggelam dalam kelezatankelezatan rasa, terbuai oleh thulul amal (keindahan angan-angan kosong), larut
dalam tuntutan-tuntutan jasadiah (fisik) dan tanah?10
(c)
Keselamatan jiwa dari perpecahan dan konflik bathin
Bahwa adanya split personality dan keterpecahan jiwasehingga hidupnya
tidak tenang dan tentram merupakan akibat dari manusia yang hatinya terbelah
dan terbagi diantara berbagai tujuan dan arah. Islam dengan tegas hanya
membatasi tujuan manusia berkisar pada satu tujuan yakni ridlo Allah serta
mengkonsentrasikannya pada satu obsesi yakni beramal sesuai dengan ridlo Allah.
Ketentraman jiwa manusia segera akan terbentuk dengan adanya tujuan dan
orientasi tersebut. Dengan demikian maka manusia dapat dengan mudah dari
mana harus memulai, kemana dan bersama siapa.
" Bagaimanakah
kamu menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan
kepada kamu, dan rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barang
10
Yusuf Qardhawi, Al-Khashooish al-Ammah Li al-Islam, (Beirut: Muasassah Al-Risalah, 1404 / 1983),
hlm. 7
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia
telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus" (Qs.3 : 101)
(d)
Terbebas dari penghambaan terhadap egoisme ananiyah dan hawa
nafsu
Sifat rabbaniyah yang telah mengakar mantap dalam jiwa yang terdalam
akan membebaskan manusia dari egoisme ananiyah, nafsu syahwat, kenikmatan
fisik dan dari ketertundukkan pada duniawi. Manusia yang Rabbani keimanannya
pada Allah dan tujuan akhirnya akan memposisikan manusia, yang akan dapat
mempertimbangkan antara kesukaan pribadi dan agama, antara dorongan
syahwat dan perintah Rabbnya.
“ Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni
selain Allah
dosa
dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang
mereka mengetahui" (Qs.3 : 135)
(2) Rabbaniyah mashdar dan manhaj (sumber acuan dan konsep). Maksudnya
bahwa manhaj yang digambarkan Islam guna mencapai tujuan dan sasarannya
merupakan manhaj Rabbani yang murni, semua sumbernya adalah wahyu Allah.
Islam sebagai manhaj bukanlah hasil dari pemikiran manusia, sebagaimana yang
dituduhkan para orientalis dengan istilah Muhammadanism. Islam datang dari Allah
yang menginginkannya untuk menjadi petunjuk dan cahaya, keterangan dan kabar
gembira, obat dan rahmat, untuk mewujudkan cita dan keinginan manusia.
"Hai
manusia
sungguh
telah
Tuhanmu, (Muhammad dengan
datang
kepadamu
mu'jizatnya) dan
bukti
kebenaran
telah
dari
kami turunkan
kepadamu cahaya yang terang benderang al-Qur'an" (Qs.4 : 174)
" Hai manusia sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman" (Qs.10 : 57)
Konsekuensi logis dari Islam -yang Allah ciptakan ini-
menjadi keharusan
untuk dijadikan rujukkan dalam kehidupan manusia. Implikasi dari adanya sifat
Rabbaniyah (transendentalitas) yakni keterjagaannya manusia dari hal-hal yang akan
merusak dan merugikannya, pada saat yang sama akan membimbing (taujih) dan
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
mengarahkan (irsyad) manusia pada tujuan hidupnya. Hilangnya aspek Rabbaniyah
dalam sejarah telah dibuktikan oleh peradaban Barat yang akibatnya destruktif
(mafsadat) terhadap manusia itu sendiri.
Waqi'iyatul-ummat (kenyataan ummat) menunjukkan bahwa heterogenitas
dan kompleksitas manusia secara individual dan kelompok muncul akibat perbedaan
terbesar dan paling menyolokdalam menentukan tujuan dan sasaran yang hendak
dicapai. Karenannya untuk menentukan tujuan dan sasaran
tersebut diperlukan
manhaj dan mashdar yang jelas, dan hanya syari'ah Islamlah yang memilikinya.
Manhaj selain Islam yang kita lihat di dunia sekarang ini sangat kental dengan
rekayasa manusianya, padahal manusia banyak kelemahannya. Sejalan dengan hal
tersebut di atas ada tiga keistimewaaan syari'ah Islam11 jika dibandingkan dengan
lainnya : (1) madzab buatan manusia, sedang syari'ah Islam dibuat oleh Allah,m (2)
tidak diketahui akar keillahiyahannya, sedang syari'ah Islam diketahui, dan (3)
terdapat penyimpangan atas ajarannya, sedang dalam Iskan tidak ada.
Kedua, ciri moralitas syari'ah Islam.
Sesungguhnya telah jelas dan tegas bahwa keistimewaan syari'ah Islam juga
dalam membentuk akhlak dan moral dalam keseluruhan aspeknya. Inilah yang
membedakan syari'ah Islam dengan qanun lainnya. Jika qanun wadh'iy merupakan
serangkaian dari hak-hak pribadi dan golongan dalam kandungan maupun tujuannya,
maka syari'ah Islam merupakan sekumpulan taklif (tugas) dan kalamullah yang
berkaitan dengan pekerjaan si mukallaf, yakni tugas dan kewajiban yang harus
ditaati. Tugas dan kewajiban ini hakikatnya adalah hak-hak orang lain yang harus
dipenuhi, sehingga harus ditunaikan.
Pada saat yang sama sebenarnya dalam pandangan qanun wadh'iy itu
penuntut, dalam syara' justru dituntut dan dimintai tanggungjawabnya (mas'uliyah).
Tujuan qanun adalah untuk melanggengkan masyarakat, teraturnya mu'amalah dan
tata hubungan sesama, serta perkara-perkara di dalamnya terutama yang bersifat
materi. Sedang dalam syari'ah Islam melengkapinya dengan merealisasikan nilai-nilai
moral dan ruhani mengangkat harkat dan martabat manusia, dan mewujudkan
kebahagiaan dunia dan akhirat. Putusan qanun berdasarkan lahir dan fisik, sedang
putusan syari'ah Islam berdasarkan aspek bathiniyah dan hakikatnya.
Hakikat moral dalam syari'ah Islam adalah moralitas Rabbaniyah, artinya
meletakkan wahyu Illahi sebagai prinsip dan menetapkan dasar-dasarnya yang
11
Ibid., hlm. 39
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
menjelaskan rambu-rambu kepribadian Islami. Kepribadian yang dapat dibedakan
secara lahir dan batin dengan orang-orang yang tidak mempunyai kepribadian yang
Islami. Moralitas Rabbaniyah ini juga mengandung moral trans-speace and time
(syumuliyyah) artinya ia dapat diterapkan dan diterima oleh siapapun, kapan dan
dimanapun. Ia merupakan hukum yang istimewa yang unik, berdasarkan wahyu
Illahi, kalimat-kalimatnya yang terjaga dari kesalahan, yang suci dari kedlaliman.
Prinsip orientasi syari'ah Islam tidak hanya semata-mata manfaat materiil dan
duniawi yang menjadi poros syari'ah dan sumbu bagi perintah dan larangan, tetapi
justru yang lebih penting adalah bersihnya jiwa dan sucinya diri, sikap tawazun antara
dunia dan akhirat. Sehingga tidak salah kalau dalam al-Qur'an ada ayat yang
memerintahkan zakat untuk mensucikan dan membersihkan diri (9 : 103).
Jadi
syari'ah
Islam
-dengan
undang-undang
akhlaknya-
memelihara, meneguhkan dan memberi sanksi kepada sipelanggar
berfungsi
dan memberi
balasan pahala bagi yang mentaatinya, lebih dari itu konsekuensi keberakhlaqkan ini
akan membawa manusia pada tata kehidupan yang sesuai dengan keinginan fitrah
manusia dan Rabbnya. Syari'ah Islam sebagai sekumpulan undang-undang dan
moralitas merupakan mizan (peraturan) yang mencakup perilaku manusia yang
bermuara pada kekuatan iradah Allah yang membedakan dengan tegas dan jelas
antara
yang
haq
dan
yang
bathil
yang
mafsadat
dan
manfa'at,
serta
mengintegrasikan dengan kokoh dunia dan akhirat.
Akhlaqiyah syari'ah Islam senantiasa berorientasi pada pembentukan moral
dengan memelihara nilai-nilai luhur tanpa menafikkan keterkaitan dirinya dengan
masyarakat dan lingkungannya. Bahkan lebih dari itu akhlaqiyah syari'ah Islam
ditujukan untuk segenap penghuni alam semesta ini. Lantaran inti sebenarnya ajaran
Islam adalah mengadakan bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia, sebab
dalam bidang inilah terletak hakekat manusia. Sikap mental dan kehidupan jiwa itulah
yang menentukan bentuk kehidupan lahir.
Merujuk pada praktek Rasulullah, pendidikan akhlaqul karimah adalah faktor
penting dalam pembinaan suatu umat. Suatu pembangunan tidaklah semata-mata
dengan faktor kredit atau investasi materiil. Betapapun melimpahnya kredit dan
investasi
kalau pelaksananya tidak memiliki akhlaq, niscaya segalanya akan
berantakan akibat penyelewengan dan korupsi. Demikian juga dengan lontaran fitnah,
caci maki dsb. Justru akhlaq itulah yang yang menentukan sikap hidup dan lakuperbuatannya. Intelektual suatu bangsa tidak besar pengaruhnya dalam suatu
pembangunan.
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
Dalam konteks tarikh telah mencatat betapa kerajaan Romawi yang besar,
yang mempunyai peradaban dan kemjuan yang tinggi di Barat dapat dikalahkan oleh
bangsa Indo-Jerman yang masih setengah biadab. Atau kerajaan Abbasiyah di Timur
yang memiliki tammadun yang tinggi, telah diruntuhkan oleh bangsa Mongol yang
tidak mengenal kebudayaan. Seluruh sejarah bangsa-bangsa mengajarkan kepada
kita, bahwa tidak pernah ada suatu bangsa yang jatuh karena krisis intelektual, tetapi
karena krisis akhlaq atau mental.
Karena sesungguhnya akhlaq adalah perbuatan yang suci yang terbit dari
lubuk yang paling dalam, karenanya mempunyai kekuatan yang hebat. Sebagaimana
Imam al-Ghazaly mendefinisikan akhaq, dalam Ihya Ulumudin
12
dengan : "Akhlaq
adalah bersifat yang tertanam dalam jiwa, daripadanya timbul perbuatan yang
mudah, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran."
Sejalan dengan misi risalah kenabian Muhammad saw yang diutus untuk
menyempurnakan
akhlaq
yang
mulia.
Banyak
ayat
al-Qur'an
yang
telah
mengisyaratkan hal-hal tersebut. Misalnya menyayangi binatang: diceritakan dalam
sebuah hadist riwayat Bukhari dan lainnya dari Ibnu Umar "seorang perempuan
disiksa lantaran mengurung seekor kucing yang tidak diberi makan dan minum
sampai mati". Sebegitu agungnya akhlaq dalam syari'ah Islam hingga seseorang akan
dibalas dengan siksa jika ia menyiksa seekor binatang. Contoh lainnya adalah
bagaimana Islam memerintahkan menjaga diri dari kemudharatan dan mafsadat:
ghadhu al-Bashar, melarang tabarruj, menegakkan iffah, sifat ihsan dan rasa malu
yang merupakan sikap terpuji dan merupakan pemeliharaan terhadap masyarakat
dari dekadensi dan kerusakan moral. Termasuk juga bagaimana akhlaq berperang:
bahwa atas dasar bimbingan moralitas dan akhlaq yang luhur inilah kemenangankemenangan Islam diperoleh. Bahkan seorang filosof dan sejarawan Perancis Gustav
Le Bonc berkomentar bahwa: "Sejarah tidak pernah mengenal seorang pun sang
penakluk yang lebih adil dan lebih welas asih selain bangsa Arab (Islam)."13
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi katakanlah
pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada manfaatnya……. " (Qs.2 : 219)
" Dan jangan kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk" (Qs.17 : 32)
12
13
Imam al-Ghazaly, Ihya Ulumudin, peny. Misbah Zainul Musthafa, (t.t.: Bintang Pelajar) Juz III, hlm. 52
Ibid., hlm. 147
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
" Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman hendaklah mereka
menahan pandangannya
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat" (Qs.24 :
30)
Ketiga, Waqi'iy (Kontekstual atau Realistis).
Waqi'iy tidak diartikan sebagaimana dalam konteks filsafat Barat yang
mengingkari dunia metafisika (ghaibiyah), yakni segala sesuatu yang dapat dirasa
sekaligus materi yang berbentuk. Ini jelas kontrakdiksi dengan al-Qur'an sebagai
center syari'ah Islam itu sendiri. dan bukan pula
dalam arti Waqi'iyyah adalah
menerima realitas sesuai apa adanya, tunduk pada kenyataan dengan segala
kekuatan, kekotoran dan keruntuhan di dalamnya tanpa disertai usaha untuk
membersihkan dan memperbaikinya. Namun yang dimaksud Waqi'iyyah adalah
mengalami realitas alam ini sebagai suatu hakikat yang faktual dan memiliki
eksistensi yang terlihat. Dengan pengertian bahwa hakikat di sini menunjukkan Wujud
yang jauh lebih abadi dari pada wujud alam ini, yakni Allah SWT.
Mengakui adanya realitas kehidupan merupakan marhalah yang senantiasa
berganti-ganti antara kebaikan dan keburukan, berhenti dengan sebuah kematian dan
kemudian bersiap-siap menjalani kehidupan yang lebih abadi. Sebenarnya realitas itu
bersifat dinamis, bergerak dalam kompleksitas dan heterogenitasnya sangat tinggi.
"Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang lahir dan yang
dirahasiakan) dan Dia yang maha Halus lagi Maha Mengetahui" (Qs.24 : 30)
Waqi'iyyah dalam Islam adalah Waqi'iyyah mitsaliyah (kontekstual namun
tidak
mengesampingkan
idealisme).
Konsep
Islam
dalam
masalah
ini
dapat
terselamatkan dari berlebih-lebihannya para kaum idealisme tanpa memandang
realitas, maupun kaum realisme oriented. Yang jelas Islam menolak kecenderungan
yang ektrim salah satu dari keduanya. Islam itu mencakup sesuatu yang idealis
sekaligus juga realis, yang keduanya dianggit secara bersama-sama membentuk
keutuhan kehidupan yang tawazuniyah. Oleh karena itu Waqi'iyyah menjadi penting
adanya.
Syari'ah Islam dengan tetap bepegang pada asas Rabbaniyah dan Akhlaqiyah
tidak
menafikkan
untuk
menaruh
perhatian
terhadap
realitas
yang
ada,
mendiagnosisnya dan memberi resep atas penyakit-penyakit yang di deritanya, pada
saat yang rasa sekaligus melakukan upaya-upaya kontekstualisasi ajaran Islam.
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
Tentu ini sangat sejalan dengan ar-Risalah al-Anbiya dan Islam itu sendiri yang
ditujukan untuk manusia dan alam semesta. Ia diturunkan oleh Allah kepada manusia
sesuai dengan kejadian dan bi'ahnya.
Artinya di sini bahwa ajaran Islam dalam
bentuk wahyu kemudian berdialog secara intensif dengan realitas kemanusiaan dan
kealaman yang ada pada saat itu.
Sebagaimana
kita
ketahui
syari'ah
Islam
bersanding
dengan
realitas
kemanusiaan dan kealaman untuk kemudian diadopsi dan diadaptasikan secara fasih
dalam kerangka mencari ridlo Allah. Dalam pada itu terdapat beberapa sifat dalam
Waqi'iyyah asy-Syari'ah al-Islamiyah : (1) mewadahi sifat dan aspek-aspek insaniyah.
Sehingga syari'ah Islam mengandung aturan-aturan hak kepemilikan, hak dan
tanggungjawab mu'amalah, nasehat dan penetapan hukum kriminal. Secara singkat
dalam hal ini syari'ah Islam membawa dua jenis hukuman: yang terbatas dan
ditentukan al-Quran sehingga tidak boleh ditambah atau dikurangi. (2) Ta'zier
(mendera atau memukul) hukuman yang kadarnya diserahkan pada ulil amri.
Bukti-bukti Waqi'iyyah Islam
syari'ah Islam dengan segala realitas yang
ditangkap dan dijawab atas realitas dan problematika yang ada. Bahkan sampaisampai syari'ah Islam mengesahkan adanya peperangan, misalnya, jika dianggap
sebagai salah satu jalan yang harus ditempuh untuk mempertahankan diri, yang
aturan-aturannya dibahas secara luas oleh fiqh Islam.
"Mereka tentara Thalut mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan
dalam peperangan itu Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan
kepadanya
perintah
dan
hikmah,
sesudah
meninggalnya
Thalut
dn
mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya . Seandainya Allah tidak
menolak keganasaan sebagian manusia dengan sebagian lainnya, pasti
rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam."
(Qs.2 : 251)
Syari'ah Islam juga memperhatikan ketidakberdayaan manusia di hadapan
hal-hal yang diharamkan. Karenanya syari'ah Islam menutup rapat-rapat hal-hal yang
menjerumuskan manusia dalam dunia yang baik sedikit maupun banyak akan
meimbulkan kemudharatan dan mafsadat bagi manusia. Demikian halnya dalam
masalah talak dan poligami misalnya, dengan memeberikan beberapa syarat
dan
aturan yang harus dipatuhi. Ini ditempuh dengan asumsi bahwa dalam realitas
masyarakat
banyak
orang
yang
tidak
harmonis
dalam
perkawinannya
problematika pernik-pernik keluarga yang sulit dicari jalan keluarnya.
www.tarbiyah-online.com
serta
Talak dan
Seri: Al-Islam
poligami dalam hal ini lebih diposisikan sebagai solusi dari pada aksi sepihak, itupun
masih bersyarat dan diatur oleh fiqih Islam.
Di sini terlihat dengan jelas bahwa syari'ah Islam di samping responsif-realistis
juga tetap mengindahkan nilai-nilai Rabbaniyah dan asas akhlaqiyah. Artinya syari'ah
Islam sangat memperhatikan dorongan seksual pada diri manusia. Maka syari'ah tidak
meninggalkan begitu saja, tidak memandang remeh dan tidak dianggap sebagai noda.
Syari'ah Islam membolehkan talak
-meskipun hal yang halal namun dibenci Allah-
ditempuh sebagai jalan terakhir setelah jalan dan cara lain tidak menyelesaikan
masalah.
Syari'ah
Islam
membolehkan
poligami
sebagai
jalan
keluar
guna
menyelamatkan diri dari terjerumus syahwat dan zina dengan syarat tertentu.
"Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada
masing-masing dari limpahan karunia-Nya, dan adalah Allah
Maha luas
KaruniaNya lagi Maha Bijaksana." (Qs.4 : 130)
Persoalannya adalah apa yang mau kita Waqi'iyyah -kan? Tentu seluruh aspek
syari'ah Islam, lebih jelasnya berikut kami bahas secara singkat beberapa hal
berkaitan dengan pertanyaan tersebut.
a. Waqi'iyyah dalam hal aqidah
Islam datang dengan sistem aqidah Waqi'iyyah. Karena aqidah Islamiyah
mengungkapkan serangkaian hakikat yang terbukti dalam alam realitas ini, dan bukan
seperangkat khayalan yang terbesit dalam benak hati dan pikiran. Aqidah Islamiyah
menyuguhkan hakikat-hakikat yang dapat diterima akal dan membawa ketenangan
jiwa serta tidak bertentangan dengan fitrah salimah (bersih).
Aqidah Islamiyah mengajak beriman kepada Allah yang telah memaparkan
dirinya dengan ayat-ayat qauliyah dan kauniyah dalam jiwa manusia dan alam
semesta ini. Inilah yang memungkinkan kita untuk mengembangkan kehidupan ini
melalui pengembangn ilmu dan teknologi, peradaban dan kebudayaan yang tinggi
sebagai hasil cerapan manusia terhadap iman atas kedua ayat tersebut. Jelasnya
sistem aqidah Waqi'iyyah akan mendorong manusia pada kemajuan dan pemenuhan
kebutuhannya.
Aqidah Islamiyah mengajak beriman pada kehidupan lain setelah kehidupan
dunia ini. Bahwa setiap orang akan dibalas amalnya yang baik maupun yang buruk.
Keimanan terhadap kehidupan abadi dalam aqidah Islam bahkan akan memberikan
kepuasan bagi manusia dalam alam kekekalan dan memberikan kesesuaian perasaan
perihal keabadian di alam baqa. Dalam hal ini sesungguhnya ingin mengatakan bahwa
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
apa yang diyakini sebagai 'aqidah Islamiyah dalam Islam tidaklah bertentangan
dengan syari'ah Islam dan realitas kemanusiaan, dus sekaligus apa yang diyakini
tersebut dapat dikontekstualisaiskan sesuai dengan perkembangan yang ada.
b. Waqi'iyah dalam ibadah Islamiyah
Islam datang dengan sistem ibaah yang Waqi'iyah. Karena Islam paham betul
akan kondisi spiritualitas manusia yang memerlukan ittshal (melakukan kontak)
dengan Allah. Sehingga Islam pun mewajibkan amal-amal ibadah yang melegakan
kehausan ruhani, memberikan kepuasan fitrah dan mengisi kekosongan jiwa. Akan
tetapi Islam juga menjaga kemampuan yang terbatas yang dimiliki manusia.
Sehingga Islam pun tidak membebaninya dengan sesuatu yang justru akan
memberatkan dan menyakitkan.
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu
kesulitan" (Qs.22: 78)
Islam tidak menghendaki seseorang untuk terjebak hanya pada dan sematamata hanya mengerjakan ritualistik ibadah saja. Islam memperhatikan dan sangat
menjaga
realitas
manusia
dan
kondisi
keluarga,
sosial,
dan
ekonomi
yang
melingkupinya sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Isalm paham betul
akan tabi'at manusia yang sering bosan terhadap sesuatu hal. Untuk itulah kemudian
Islam memberikan variasi dalam hal ibadah. Ada ibadah badaniah, ibadah maaliyah,
ada ibadah ruhiah dan ada ibadah yang berdimensi keduanya.
Islam juga
memperhatikan kondisi-kondisi yang tak terduga, sebagai bukti kelemahan manusia
dan minimnya pengetahuannya. Sehingga dalam syari'ah Islam dikenal ada rukhshoh
yang juga dicintai Allah.
"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan
bagimu " (Qs.2: 185)
c. Waqi'iyah dalam Akhlaq Islamiyah
Islam juga datang dengan akhlaq waqi'iyah, memperhatikan kemampuan
pertengahan yang memiliki mayoritas manusia. Akhlaq Islam mengakui kelemaham
manusia, mengakui dorongan-dorongan kemanusiaan, kebutuhan-kebutuhannya baik
fisik maupun nonfisik. Berkaitan dengan hal ini Islam tidak mewajibkan seseorang
yang hendak memeluk agama ini agar meninggalkan semua masalah ma'isyah dan
kekayaannya.
Islam
bahkan
sangat
memperhatikan
kebutuhan
individu
dan
masyarakat terhadap harta, bahkan harta -dalam pandangan Islam juga termasuk-
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
tiang kehidupan dan memerintahkan untuk menginvestasikan serta menjaganya
dengan baik.
"Dia
(Allah)
kemudian
mendapatimu
sebagai
orang
yang
kekurangan
(miskin),
menjauhkanmu berkecukupan (kaya)." (Qs. 93 : 8)
Islam juga menjunjung keadilan dan tidak membiarkan kedhaliman, meskipun
membenarkan adanya qishash sebagai pembelaan diri atas serangan dari luar.
"hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menegakkan kebenaran
karena Allah, menjadi saksi yang adil dan jangan sekali-kali kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil berlaku
adilah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa dan bertaqwalah kepada
Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui isi hatimu." (Qs. 5: 8)
"Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang
sama dengan siksa yang ditimpakan kepadamu, akan tetapi jika kamu
bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
" (Qs. 16: 126)
Diantara
Waqi'iyah
Islam
dalam
akhlaq
adalah
bahwa
akhlaq
Islam
menetapkan sekaligus mengakui adanya perbedaan kemampuan nurani operasional
antar manusia. Maka dalam hal kekuatan iman seluruh manusia tidak berada dalam
kadar yang sama. Demikian halnya dalam hal iltizam dengan apa yang diperintahkan
Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga ada derajat di dalam Islam, yaitu iman
dan ihsan. Guna menyempurnakan waqi'iyah Islam dapat ditegaskan bahwa akhlaq
Islam tidak mengharuskan ahli taqwa itu dapat suci dari segala noda, terpelihara dari
segala dosa seperti malaikat.
"Dan
orang-orang
yang
apabila
mengerjakan
perbuatan
keji
atau
menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah lalu memohon ampun atas
dosa-dosanya dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa itu
selain
Allah, dan mereka tidak mengulangi perbuatan keji itu sedang mereka
mengetahui." (Qs. 3: 135)
Karena ini juga islam memperhatikan situasi dan kondisi tertentu tanpa
meninggalkan moralitas imperativ yang Allah perintahkan dan dilarang-Nya. Syari'ah
Islam mengakui adanya perubahan yang terjadi pada manusia. Dari sifat ini pula
memungkinkannya beradaptasi dan survive dalam masyarakat yang lebih luas,
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
heterogen, dan kompleks multy-face. Di sinilah keluwesan Islam sangat terasa. Hal
yang menarik dan membedakan dengan syari'ah lainnya adalah keluwesan dan
kelestasian disamping praktis dan mudahnya Syari'ah Islam. Dalam penerapannya
Syari'ah Islam memperhatikan sunnatullah yang berjalan secara perlahan-lahan. Cara
seperti ini menjadikan Islam, di lain pihak, menyisahkan sistem perbudakan. Proses
ini tentu ada maksud Illahiayah yang pada akhirnya juga untuk kepentingan manusia
juga.
d. Waqi'iyah dalam Tarbiyah Islamiyah
tarbiyah Islamiyah adalah tarbiyah yang waqi'iyah. Ia berinteraksi secara
integratif dengan manusia sesuai dengan posisinya, sebagai daging, darah, pikiran,
perasaan,
emosi,
kecenderungan,
spiritual,
dan
unsur-unsur
lainnya.
Islam
mentarbiyah kaum muslimin untuk mencapai kehidupan yang waqi'iyah yang
seimbang.
Islam
tidak
membiarkan
kaum
muslimin
tenggelam
dalam
arus
kecenderungan insaniyah, apalagi insaniyah yang rendah, hingga tidak ada yang
tersisa sedikitpun untuk Rabbnya. Hal tersebut juga sama nilainya ketika kita hanya
terjebak ghuluw (keterlaluan hanya) dalam ibadah saja, hingga tidak ada sama sekali
yang
tersisa
bagi
jiwanya.
Guna
mencapai
keseimbangan
tersebut
tarbiyah
mempunyai porsi utama dalam membentuknya.
Kendati dalam Islam tidak mengenal dosa warisan pun demikian pengiriman
(wesel) pahala dari dan untuk orang lain, namun Islam mengakui adanya pengaruh
lingkungan (bi'ah)
-terutama keluarga- yang mempunyai potensi untuk mengubah
manusia. Bahkan karena keluarga juga seorang anak akan sangat terpengaruh dalam
pembentukan ideologi dan corak berpikirnya. Karenanya Islam telah berwasiat kepada
orang tua untuk senantiasa memberikan taujih dan tarbiyah bagi anak-anaknya. Ini
bisa dimengerti sebab sedari anak-anak inilah yang sangat peka terhadap penerimaan
ta'allum (pelajaran), mudah terpengaruh dan terkondisi. Sebagaimana firman Allah :
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan." (Qs.66: 6)
Proses tarbiyah ini tentu berlangsung sepanjang hayat, bahkan tarbiayh dalam
makna yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari aktivitas sehari-hari kita:
sebagaimana hidupnya Rasulullah merupakan tarbiyah dan sebaik-baik Qudwahtauladan bagi seluruh manusia. Di sinilah kita akan menemukan relevansinya tarbiyah
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
waqi'iyah dalam syari'ah Islam: dimana syari'ah Islam membimbing, mengarahkan,
membentuk, dan menjadi pedoman dalam aktivitas keseharian baik aktivitas lahir
maupun bathin.
e. Waqi'iyah dalam Syariah/ Hukum Islamiyah
Demikian pula syari'ah Islam datang dengan waqi'iyah, tidak mengabaikan
konteks yang ada pada setiap perkara yang dihalalkan dan yang diharamkan, yang
mutasyabihat maupun yang muhkamat, yang qath'i maupun yang dzani. Ia tidak
melalaikan konteks disetiap aturan dan perundang-undangan yang diperuntukan bagi
individu, keluarga, masyarakat, daulah dan kemanusiaan, al-'alamiyah (internasional)
Islam tidak mengharamkan sesuatu yang memang betul-betul dibutuhkan
oleh manusia dalam realitas kehidupannya, misalnya lihat Qs. 7: 31-32. Sebagaimana
Islam tidak membolehkan adanya sesuatu yang membahayakannya. Syari'ah Islam
juga memperhatikan kecenderungan fitrah manusia yang suka terhadap permainan
dan refreshing. Maka Syari'ah Islam memberikan keringanan seperti membolehkan
permainan dan pacuan kuda dan yang sejenisnya selama tidak masuk dalam wilayah
judi dan menghalangi dzikrullah.
Diantara waqi'iyahnya syari'ah Islam adalah bahwa syari'ah Islam sangat
memperhitungkan keadaan darurat (daruriyyah) yang sewaktu-waktu menimpa dan
menekan keberadaan manusia. Jalan ke luar dari persoalan daruriyyah adalah syari'ah
Islam memberikan rukhshoh. Dalam keadaan daruriyyah itu dapat membolehkan
seseorang untuk mengerjakan yang terlarang sekalipun. Berkaitan dengan hal ini
syari'ah Islam juga sangat memahami betul ketidakberdayaan manusia di hadapan
hal-hal yang diharamkan. Karenanya syari'ah Islam menggariskan untuk menjaga
jarak, melakukan proses-proses preventif terhadap wilayah-wilayah yang akan dapat
menjerumuskan seseorang pada kenistaan, dosa, dan mafsadat bagi manusia itu
sendiri. Sebagai contoh bertolak dari pendangan yang kontekstual dalam kehidupan
dan kemanusiaan, maka disyari'ahkan poligami oleh dienul Islam dengan aturan
tertentu.
Bukti-bukti waqi'iyahnya syari'ah Islam
amatlah banyak, diantaranya kita
dapat melihatnya dari sisi ushul, kaidah dan pola-pola berpikirnya yang asasi.
Diantara kaidah dan asas-asas waqi'iyah syari'ah Islam adalah (1) memudahkan dan
menghilangkan kesulitan, (2) memperhatikan tahapan masa, dan (3) turun dari nilai
idealita yang tinggi menuju realita yang rendah dalam situasi daruriyah.14
14
Yusuf Qardhawi, Al-Khashooish al-Ammah Li al-Islam, Ibid., hlm. 199
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
Keempat, Insaniyah (Manusiawi).
Adalah salah jikaada asumsi bahwa ciri khas Rabbaniyah dan insaniyah dalam
syari'ah Islam itu saling bertentangan. Bagi mereka ada aksiomatikk bahwa
penetapan salah satu ciri khas syari'ah Islam itu
berarti menafikan ciri lainnya,
seperti dua hal yang bertentangan. Namun seseungguhnya tidaklah demikian antara
kedua ciri tersebut, juga terhadap ciri yang lainnya. Karakteristik syari'ah Islam
merupakan satu kesatuan yang salng mengisi dan menyempurnakan, memisahkan
salah satunya berarti menempatkan syari'ah Islam dalam ketidak sempurnaan.
Akibatnya juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak sempurna dan boleh jadi
menjadi suatu kesalahan.
Lebih dari
itu
dalam sifat
Rabbaniyah
manusia
dijadikan
tujuan dan
sasarannya: ini mengandung arti juga adanya jalinan hubungan baik dengan Allah
yang sekaligus ridloNya merupakan tujuan manusia dan sasaran Islam. Perlu
ditegaskan bahwa manusia bukanlah tandingan Allah: karena keduanya telah jelas,
Allah itu khaliq sedang manusia itu makhluq. Dalam fitrah Islam membuktikan
manusia tidak mungkin dapat Rabbaniyah yang seseungguhnya tanpa menjadi
insaniyah: sebagaimana pula tidak akan mampu mencapai insaniyah yang hakiki
tanpa melalui Rabbaniyah tersebut.
Sifat insaniyah ini sejalan dengan sifat Islam yang bermakna ia diturunkan
untuk meningkatkan taraf hidup manusia, membimbing, memelihara
sifat-sifat
humanistik,
sifat-sifat
menjaganya
dari
proses-proses
dehumanisasi
dan
dari
kehewanan. Syari'ah Islam adalah syari'ah insaniyah, diturunkan untuk kepentingan
manusia dari segi dirinya sebagai manusia yang lintas ras, suku, bangsa, maupun
kasta. Berarti pula syariah Islam bersifat insaniyah dan 'alamiyah (mendunia).
" Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur'an) kepada
hambaNya agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam."
(Qs.25: 1)
Dua sifat tersebut menjadi ciri khas dan keistimewaan syari'ah Islam yang
tidak dimiliki oleh syari'ah atau nidzam lainnya. Syari'ah Islam menyatukan manusia
secara keseluruhann dalam satu kesatuan yang diikat dlam ikatan-ikatan insaniyah,
dan kemestian sifat 'alamiyahnya. Boleh jadi ada nidzam yang bersifat 'alamiyah
tetapi tidak bersifat insaniyah, atau sebaliknya. Bahkan sifat insaniyah ini menjadi
dasar bagi sifat ke'alamiyahan (international) syari'ah Islam. Bersifat internasional
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
lantaran bersifat insani.15 Sebagai contohnya tentang "persaudaraan sesama manusia"
dimana Islam membuang jauh-jauh faktor ras, etnis, suku, bangsa kasta dsb.
" Hai manusia sungguh Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempauan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di sisi Allah adalah mereka yang paling bertaqwaSesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Qs.49: 13)
Dalam rangka fungsi-fungsi tersebut semua bentuk ibadah disyari'ahkan bagi
manusia
untuk
memenuhi
kebutuhan
ruhaninya.
Manusia
berproses
menuju
kemuliaan dan dalam tahap tertentu sehingga ia pantas dimuliakan, sampai-sampai
Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baikbaik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. " (Qs.17: 70)
Tidak hanya sampai di sini tercukupinya kebutuhan bathin atau ruhani
manusia, harus diimbang dengan tercukupinya kebutuhan badaniyah, material
ataupun duniawi: karena dunia adalah mazra'ah (ladang) bagi akhirat. Jadi tanpa
memiliki dunia kita tidak akan sampai ke akhirat. Syari'ah Islam memotivasinya
dengan memerintahkan untuk bertebaran di muka bumi mencari karunia Allah guna
memakmurkan bumi. Dengan demikian syari'ah Islam memperhatikan dan mewadahi
serta memberikan jalan keluar kebutuhan manusia dengan segenap aspek-aspeknya
secara asholah (otentik). Bahkan lebih jauh dalam syari'ah Islam terdapat lima tujuan
pokok (Dharuriyyat al-khamsu) yakni memelihara dien, jiwa, akal, keturunan, dan
harta.
Kelima, Syumuliyah (Universal).
Inilah aspek karakteristik syari'ah Islam yang membedakan agama Islam
dengan agama, ideologi maupun segala pemikiran kefilsafatan dan madzab yang
dikenal manusia dengan segenap jangkauan dan makna kata "syumul". Kesyumuliyahan-nya meliputi segala zaman, semua kehidupan dan eksistensi (alWujudiyah lil Insan) manusia. Asy-Syahid Hasan al-Banna pernah mengatakan
15
Yusuf Qardhawi, Madkhal Li Dirasaat asy-Syari'ah Islamiyah, Ibid., hlm. 181: Lihat juga Ustadz Fathi
Ridwan, Falsafat Attasyi' al-Islamy, Silsilah Ma' al-Islam, (Kairo: Darul Kitab al-Arabi, t.t.), Hlm. 154-155
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
bahwa: "….adalah suatu risalah yang panjang terbentang hingga meliputi (mencakup)
semua abad sepanjang zaman, terhampar luas hingga meliputi semua cakrawala
umat, dan begitu mendalam (mendetail) hingga memuat urusan-urusan dunia dan
akhirat."16
Untuk lebih jelasnya berikut kami bahas secara singkat syumuliyah syari'ah
Islam dari dua aspek yakni pertama, dari sisi fungsinya. Dari sisi fungsinya syari'ah
Islam dapat kita lihat dalam beberapa bagian berikut17:
(1) Risalah untuk semua zaman
Ia bukan risalah untuk marhalah (periode) tertentu saja, ia telah -secara
subtansial, dalam prinsip-prinsip akidah dan moralnya- di bawa oleh para Nabi dan
Rasul terdahulu hingga nabi dan rasul terakhir Muhammad saw. dan dari Nabi dan
rasul terakhir inilah yang memiliki risalah yang abadi yang telah ditakdirkan oleh Allah
untuk tetap bertahan hingga akhir dunia ini. Maka tidak ada rislah lain setelah Islam
ini sempurna, dan bahkan menyempurnakan risalah sebelumnya. Ia juga risalah masa
lalu dan masa depan -lantaran akan tetap ada hingga akhir zaman.
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pad tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), 'sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut." (Qs.16: 36)
(2) Risalah untuk seluruh dunia dan alam semesta
Ia tidak dibatasi oleh generasi tertentu tempat maupun umat, tidak terikat
oleh suku bangsa maupun kelas sosial. Ia sesungguhnya merupakan hidayah dari
Rabb manusia untuk seluruh manusia di muka bumi ini.
"Dan tidakah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam" (Qs.21: 107)
"Katakanlah hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua" (Qs.7: 158)
Ayat tersebut sekaligus membantah tuduhan para kaum orientalis bahwa Nabi
Muhammad itu pada mulanya tidak menyatakan bahwa dirinya diutus untuk seluruh
16
Yusuf Qardhawi, Al-Khashooish al-Ammah Li al-Islam, Ibid., hlm. 117
Selanjutnya lihat Yusuf Qardhawi,Ibid., hlm.117-140, dan Madkhal Li Dirasaat asy-Syari'ah Islamiyah,
Ibid., hlm.195 - 205.
17
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
manusia, namun hal itu dia ungkapkan ketika bangsa Arab (dalam terminologi mereka
untuk menyebut umat Islam) mengalami kemenangan.
(3) Risalah untuk semua fase kehidupan manusia
Semua fase
kehidupan dalam keutuhan manusia juga terkandung dalam
risalah syari'ah Islam. Dalam keutuhan manusia seluruh aspeknya menjadi perhatian
Syari'ah Islam: ruhani, jiwa, akal, badan, dll. sebagaimana tela disebutkan dalam
karakter
insaniyahnya.
Risalah
Islam
adalah
hidayah
Allah
yang
senantiasa
diperuntukan, mengiringi dan membimbing manusia kapan pun, dimana pun, dan
dengan siapa pun, serta berjalan dalam perkembangan hidupnya: dari dalam janin,
melahirkan, bayi, masa kanak-kanak, remaja, muda, dewasa, mati, hingga kehidupan
paska dunia, yakni alam barzah dan alam keabadian. Ini terbukti dalam syari'ah Islam
terdapat hukum-hukum yang berkaitan dengan fase-fase tersebut. Misalnya dalam al
qur'an surat at-Talaq ayat 6 dan al-Baqarah ayat 233.
"Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin……. " (Qs.65:
6)
"Para ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yakni bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, ………… " (Qs.2: 233)
(4) Risalah untuk semua aspek kehidupan
Bahwa tidak ada satu aspek pun dalam kehidupan ini yang luput dari
pandangan syari'ah Islam.
Ini bisa berupa persetujuan, penolakan, dukungan,
perubahan, koreksi, penyempurnakan, bimbingan dan pengarahan. Jelasnya syari'ah
Islam tidak membiarkan manusia merana dalam hidupnya. Maka tidaklah pantas
seseorang menjadi muslim manakala ia meninggalkan dunia, demikian pula tidaklah
pantas seseorang menjadi muslim manakala ia meninggalkan akhiratnya. Semua
sikap tersebut diletakkan pada posisinya secara proposional.Islam merupakan aqidah
ideal bagi individu maupun sosial, dengan aqidah ini seseorang akan dapat terhindar
dari parsialitas ideologi-ideologi yang membagi kepribadian menjadi dua bagian, dan
dengan susah payah berusaha untuk memadukannya. Tidak demikian dengan aqidah
Islam yang komprhensif dan integreted. Tidakkah telah kita yakini bahwa:
"Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah" (Qs.30: 31)
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
"Kepunyaan-Nyalah yang ada di langit dan di bumi dan semua yang ada di
antara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah (Qs. 20 : 6)
Kedua, dari sisi isi syari'ah Islam. Jika Islam merupakan serangkaian risalah
yang mencakup semua kehidupan dengan segala aspeknya, semua fase kehidupan
manusia, maka kita akan menemukan isi ajarannya pun tampil dalam bentuk yang
sempurna, meliputi seluruh persoalan kehidupan manusia. Syumuliyah isi syari'ah
Islam ini berarti ia bersifat universal, keuniversalannya ini haruslah diimbangi dengan
universalisme dan syumuliyah dalam aspek komitmen ('iltizam) kaum muslimin. Dari
sisi isi (ajaran) syari'ah Islam dapat kita lihat dalam beberapa bagian berikut:
(1) Bidang Aqidah
Sebagaimana kita ketahui bahwa aqidah Islam merupakan aqidah yang
sempurna dari mana saja kita memandangnya. Beberapa alasan yang dapat kita lihat
bahwa ; (a) ia menafsirkan semua persoalan besar dalam kehidupan ini -dimana
persoalan tersebut menyibukkan semua orang untuk mencari jawabannya, termasuk
ahli filosof maupun pemikir lainnya dari dahulu hingga sekarang- yakni persoalan
ketuhanan, kamanusiaan, alam, kenabian dan persoalan tempat kembali manusia.
Kesemuanya ini menjadi sebuah rangkaian yang kukuh, indah dan sistemik serta
teranggit yang tak dapat dipisahkan.
(b) Karena aqidah Islam tidak membagi manusia untuk menghamba kepada
dua Tuhan. Kita bisa bayangkan apa yang terjadi jika benar-benar ada dua tuhan,
pastilah dunia ini akan hancur. (c) di lain pihak aqidah Islam dalam kebenarannya
(validitasnya) tidak hanya berdasarkan pada naluri atau perasaan semata atau pun
akal semata: melainkan bersandar pada pemikiran dan perasaan sekaligus sebagai
dua
perangkat
yang
saling
melengkapi
di
antara
perangkat
manusia
dan
kesadarannya. Dan (d) aqidah Islam merupakan aqidah yang tidak menerima
pembagian (dikotomi secara parsial) dan harus diambil secara keseluruhanya tanpa
disertai pengingkaran salah satu dari unsurnya.
(2) Bidang Syari'ah
Demikian halnya dalam bidang Syari'ah akan tampak dalam kemampuannya
menyelesaikan segenap persoalan kehidupan dan memberikan penjelasan serta
kejelasan hukum, termasuk menunjukan manfaat dan kemudharatannya, baik di
dunia maupun di akhirat, baik fisik maupun ruhani, materi maupun immateri, baik
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
individu maupun kolektif-sosial, dst. Kesemuanya ini mendapatkan perhatian dari
syari'ah Islam tanpa menafikan salah satunya.
(3) Bidang Ibadah
Konsekuensi dari aqidah yang syumul adalah Ibadah dalam Islam juga
menyangkut seluruh aspek kehidupan ini. Ia tidak hanya meliputi ibadah yang ritual,
tetapi juga setiap gerakan dan setiap amal perbuatan yang meningkatkan taraf
kehidupan dan membahagiaan manusia dengan segenap kaidah-kaidah syari'ah Islam
yang telah dikerjakan.
(4) Bidang Akhlaq
Dalam bidang akhlaq, sesungguhnya ia mencakup kehidupan dengan segala
aspeknya dan semua bidangnya. Sebagaimana dengan apa yang didikotomikan oleh
manusia dengan mengatasnamakan agama, filsafat, tradisi, ataupun masyarakat:
maka etika moral dalam Islam telah menggabungkannya dalam keharmonisan, saling
melengkapi bahkan Islam menambahkannya dengan nilai lebih. Di sini moralitas
akhlaq
Rabbaniyah
yang
menjadi
inspirasi
dalam
pelaksanannya.
Karenanya
sesungguhnya jika akhlaq ini diterapkan tidak akan merugikan manusia, baik muslim
maupun non-muslim, bahkan bagi semesta alam ini.
Keenam, at-Atanaasuq wa al-Muruunah (Teatur dan Luwes).
Karakteristik syari'ah Islam lainnya adalah tanaasuq, maksudnya semua
bagian-bagiannya masing-masing bekerja secara teratur, kompak dan seimbang
dalam rangka mencapai satu hadaf bersama. Antara yang satu dengan yang lainnya
tidak berbenturan atau overlapping tetapi sejalan dan seirama, teratur dan rapih.
Karenanya karakter ini juga disebut takaamul (konprehensif). Keteraturan ini sangat
erat kaitannya dengan muruunah (luwes dan fleksibel), lantaran jika tidak demikian
bisa dipastikan adanya benturan dalam aspek-aspeknya.
Keteraturan dan keserasian adalah fenomena alam dan syari'ah sebagai suatu
tawazun: ia akan kita temui sebagai suatu fenomena yang nampak pada setiap apaapa yang disyari'atkan Allah sebagaimana hal itu nampak pad makhluq-Nya.Seperti
sebegitu serasinya organ-organ yang ada dalam alam semesta dan manusia itu
sendiri.
"dan satu tanda (kekuasaan Allah) bagi mereka 9ialah0 malam, Kami tarik
darinya siang, maka serta merta mereka ada dalam kegelapan. Dan matahari
berjalan pada orbitnya demikianlah ketetapan Allah yang Maha Perkasa lagi
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
Maha Mengetahui. Dan bulan Kami tetapkan pada manzilah-manzilahnya
sehingga ia kembali bagaikan mayang yang tua. Tidaklah matahari patut
membentur bulan juga tidaklah malam mendahului siang. semuanya beredar
pada porosnya." (Qs.36 : 37-40)
Kesalahan yang terjadi pada kebanyakan orang di sini adalah memandang
hukum (syari'ah) secara sebagian-sebagian, misalnya hanya dari sifat juz'i-nya saja
atau dari sifat kulli-nya saja, mereka tidak melihat secara keseluruhan. Sehingga
mereka berbuat dzalim terhadap syari'ah yang sempurna ini lantaran tergesa-gesa
dalam
menilai,
atau
karena
kepentingan
tertentu
yang
Kesempurnaan syari'ah Islam dan mudahnya diterapkan
melatarbelakanginya.
-yang di dalamnya
menerapkan prinsip tanaasuq dan muruunah yang diterapkan secara seimbangmembuktikan kesempurnaan sang Pemiliknya, dan merupakan petunjuk serta rahmat
bagi alam semesta.
At-Tanaasuq dan al-Muruunah ini dapat dimengerti dengan memahami faktorfaktor: (1) luasnya wilayah ijtihad dalam syari'ah Islam, (2) adanya nash-nash
syari'ah terhadap hukum yang kully, (3) mencakupnya nash-nash atas banyak
pemahaman yang beragam, dan (4) bahwa dalam syari'ah Islam juga mencakup
pemeliharaan terhadap hal-hal darurat dan kondisi tertentu.18
IKHTITAM
Sedemikian lengkap dan sempurnanya Syari'ah Islam menjadikan seorang
muslim sangat memungkinkan untuk dengan mudah ta'abud ila Allah. Pemahaman
yang parsial (mufaraqah) atau hanya cenderung 'memegang' salah satunya saja
-
sebagaimana yang terjadi dalam aliran-aliran di kalangan kaum muslimin- hanya akan
mereduksi pemahaman kita tentang Islam, yang pada akhirnya merugikan kita
sendiri: dan barangkali inilah faktor utama kegagalan umat Islam dalam membangun
kejayaan Islam di muka bumi ini. Mungkinkah hal tersebut akan terulang?
Jawabannya sangat tergantung dari individu-individu dan jama'ah kaum muslimin,
sejauhmana membangun kembali pemahaman dan mengamalan syari'ah Islam
dengan baik dan benar.
Dalam upaya ke arah pembangunan kembali pemahaman dan pengamalan
syari'ah Islam secara benar dan baik, minimal ada tiga prasyarat yang harus
18
Yusuf Qardhawi, Madkhal Li Dirasaat asy-Syari'ah Islamiyah Al-Khashooish al-Ammah Li al-Islam,
Ibid., hlm. 199-331.
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
dilakukan oleh seorang muslim: pertama, setidak-tidaknya mempunyai pengetahuan
dan pemahaman tentang 'ulumul Qur'an beserta tafsirnya, lantaran ia menjadi
sumber utama dan pertama penegakkan syari'ah Islam. Kedua, setidak-tidaknya
mempunyai pengetahuan
Nabawiyah
sebagai
dan
sumber
pemahaman
keduanya.
tentang
Ketiga,
'Ulumul Hadits
setidak-tidaknya
dan
sirah
mempunyai
pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu Ushul al-Fiqh dan Fiqh itu sendiri. Boleh
jadi syari'ah Islam yang syumuliyah beserta al-Khashoisul-nya tidak akan tertangap
secara syumul jika tiga hal ini diabaikan.
Nampaknya dengan memperhatikan perkembangan dan perubahan zaman
yang sangat pesat dengan segala problematika dan pertarungan kepentingan serta
ideologi yang ada di dalamnya, syari'ah Islam akan menjadi solusi yang terbaik.
Namun hal ini jika tidak diimbangi dengan kekuatan yang ada dalam tubuh umat
Islam sendiri, maka akan menjadi sangat lamban cita-cita syari'ah Islam akan
terwujud, bahkan boleh jadi hanya angan-angan. Hal ini lagi-lagi akan terpulang pada
kita (umat Islam) masing-masing. Wallahu 'alam bishawab.
MARAJI'
1. 'Abdul Bani, Muhammad Nu'ad, al-Mu'jam al-Mufarasy al-Fazhil al-qur'an
al-Karim: Juz 2, Kairo: Majma' Lughah Arabiyah, 1401H/ 1981 M
2. Ghazaly, Imam al-, Ihya Ulumudin, peny. Misbah Zainul Musthafa, (t.t.:
Bintang Pelajar) Juz III
3. Qardhawi,Yusuf, Madkhal Li Diraasat asy-Syari'ah al-Islamiyah, Kairo
Mesir: Maktabah Wahbah, Ramadhan 1416/1991
4. ……………….., Bagaimana Memahami Syari'ah Islam, terj. Nabhani Idris,
Jakarta: Islamuna Press, 1996
5. ………………., Madkhal Li Diraasat Li Ma'rifatil Islam Muqawwimatuhu,
Khashaishuhu,
Mashadiruhu,
penterj.
Setiawan
Budi
Utomo,
Kairo:
Maktabah Wahbah
6. ………………, Al-Khashooish al-Ammah Li
al-Islam, Beirut: Muasassah Al-
Risalah, 1404 / 1983
7. ………………, Awamil al-Sa'ah wa al-Murunah fi al-Syari'ah al-Islamiyah,
terj. Tim Pustaka Firdusi, Jakarta: Pustaka Firdausi, 1996
8. Razak, Nasruddin, Dienul Islam, Bandung: Al-Ma'arif, 1993
9. Ridwan, Ustadz Fathi, Falsafat Attasyi' al-Islamy, Silsilah Ma' al-Islam,
Kairo: Darul Kitab al-Arabi, t.t.
www.tarbiyah-online.com
Seri: Al-Islam
10.Saltut, Mahmud, Al-Islam Aqidah wa Syari'ah, t.t.
www.tarbiyah-online.com
Download