BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Kinerja Perusahaan
Hasil kinerja perusahaan bisa dilihat dari seberapa jauh perusahaan dapat
mencapai tujuan yang telah dibuat. Perusahaan yang dapat mencapai hampir
semua tujuan yang telah dibuat, biasanya sebagai keuntungan, dapat dikatakan
sebagai perusahaan yang memiliki kinerja yang baik. Laporan keuangan pada
dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat
komunikasi antara data keuangan atau aktivitas perusahaan dengan pihak-pihak
yang perhatian dan kepentingan dengan data dan kegiatan yang perusahaan.
Berdasarkan evaluasi dan interpretasi dari data keuangan, analis bisa melihat atau
mengevaluasi kinerja perusahaan dalam menciptakan nilai tambah ke dalam nilai
dasar perusahaan.
Kinerja perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Nuraeni (2010) berpendapat bahwa kinerja
merupakan
cerminan
dari
kemampuan
perusahaan
dalam
mengelola
mengalokasikan sumber daya yang dimiliki. Dengan demikian, kinerja merupakan
kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya yang
dimiliki untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja perusahaan dapat
dilihat dari segi analisis laporan keuangan dan dari segi analisis perubahan harga
saham (Nuraeni, 2010). Nuraeni (2010) juga menjelaskan bahwa tujuan dari
15
penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran
organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya agar membedakan hasil dan tindakan yang diinginkan.
Ada beberapa pihak yang berkepentingan terhadap penilaian kinerja suatu
perusahaan. Pihak–pihak tersebut antara lain pemilik (investor), manajer, pemberi
pinjaman atau kreditor, karyawan, organisasi pekerja, agen pemerintah dan
masyarakat umum (publik). Dalam menilai hasil dan kinerja suatu perusahaan,
pihak–pihak tersebut memiliki pandangan yang berbeda sesuai dengan tujuan
mereka. Pihak pertama yang berkepentingan terhadap penilaian kinerja
perusahaan adalah manajemen perusahaan. Hal ini dikarenakan manajemen
perusahaan yang bertanggung jawab atas kinerja perusahaan. Mereka bertanggung
jawab atas efisiensi operasi, profitabilitas jangka pendek dan jangka panjang, serta
penggunaan yang efektif dan efisien atas sumber daya yang dikelola.
Pihak selanjutnya yang berkepentingan terhadap penilaian kinerja
perusahaan adalah pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan secara khusus
berkepentingan atas profitabilitas baik jangka pendek maupun jangka panjang dari
modal yang telah ditanamkan. Pemilik mengharapkan laba perusahaan dan
dividen yang dibagikan meningkat. Pihak selanjutnya ialah para pemberi
pinjaman atau kreditor yang memberikan dana bagi perusahaan untuk berbagai
jangka waktu. Mereka berkepentingan pada kemampuan perusahaan untuk
membayar bunga pinjaman yang jatuh tempo serta kemampuan untuk membayar
kembali pokok pinjaman.
16
Alat untuk mengukur kinerja dalam penelitian ini menggunakan return on
equity dan return on asset. Return on equity adalah ukuran kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas
(shareholder’s equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan
oleh Wira (2008) menyimpulkan bahwa return on equity berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja. Wira (2008) menyebutkan bahwa return on equity
merupakan salah satu alat utama investasi yang paling sering digunakan dalam
menilai sebuah perusahaan. Return on equity yang tinggi mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi pula bagi
pemegang saham. Semakin mampu perusahaan memberikan keutungan bagi
pemegang saham, maka saham tersebut diinginkan untuk dibeli.
Alat untuk mengukur kinerja dalam penelitian ini selain menggunakan
return on equity adalah return on asset. Hal ini dapat memberikan gambaran
tingkat pengembalian keuntungan yang dapat diperoleh investor atas investasinya
(Prasinta, 2012). Selain itu dengan ROA, investor dapat melihat bagaimana
perusahaan mengoptimalkan penggunaan asetnya untuk dapat memaksimalkan
laba yang juga menjadi tujuan GCG untuk menggunakan aset dengan efisien dan
optimal (OECD, 2004). ROA merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh keuntungan dengan
memanfaatkan keseluruhan total aset yang dimiliki (Attar, Islahuddin, & Shabri,
2014). ROA mengukur seberapa efektif perusahaan dapat mengubah pendapatan
dari pengembalian investasinya menjadi asset.
17
2.1.2 Pengaruh Koneksi Politik dan Kepemilikan Pemerintah
Perusahaan dapat dikatakan memiliki hubungan politik apabila paling
tidak salah satu dari pimpinan perusahaan, pemegang saham mayoritas atau
kerabat mereka pernah atau sedang menjabat sebagai pejabat tinggi negara,
anggota parlemen, atau pengurus partai yang berkuasa (Faccio, 2006).Koneksi
politik bagaikan pedang bermata dua. Hal tersebut dapat meningkatkan atau justru
membahayakan nilai perusahaan. Wahab (2011a) menyebutkan bahwa perusahaan
yang mempunyai koneksi politik adalah perusahaan atau konglomerat yang
mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah. Perusahaan yang mempunyai
hubungan dekat dengan pemerintah dapat diartikan sebagai perusahaan milik
pemerintah, yaitu perusahaan yang berbentuk BUMN atau BUMD.
Penelitian awal mengenai hubungan politik ialah mengenai hubungan
kedekatan antara perusahaan dengan penguasa, salah satunya ialah oleh Fisman
(2001) yang meneliti tentang nilai dari koneksi politik. Dalam penelitian tersebut
subjek penelitiannya ialah perusahaan terbuka di Indonesia pada masa Suharto
yang memiliki kedekatan politik dengan Suharto kala itu. Penelitian tersebut
menunjukkan adanya pengaruh terhadap volatilitas harga saham perusahaan yang
memiliki kedekatan politik ketika ada isu yang menggoyang Presiden Suharto.
Carney dan Child (2013) menyatakan bahwa hubungan politik perusahaan dengan
kroni Suharto telah menurun semenjak reformasi. Hubungan politik perusahaan di
Indonesia pada tahun 2008 pun turun sampai 51% (dari tahun 1996). Contoh lain
mengenai pengaruh hubungan politik antara perusahaan dengan partai penguasa
18
juga tercermin di Amerika. Perusahaan dengan hubungan politik memiliki nilai
perusahaan yang lebih tinggi (Goldman, Rocholl, & So, 2009)
Fan et al. (2004) melaporkan hasil penelitian bahwa perusahaan yang
memiliki CEO berkoneksi politik memiliki kinerja lebih rendah sekitar 37%
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki koneksi politik apabila
diukur dengan stock return perusahaan mereka tiga tahun pasca IPO. Selain itu,
ukuran kinerja (seperti market-to-book value dan return on asset) bagi perusahaan
yang dikuasai oleh negara berhubungan negatif dengan tingkat kepemilikan
negara (Fan et. al., 2007). Hasil penelitian Faccio (2006) menunjukkan bahwa
perusahaan yang berkoneksi politik memiliki kinerja lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan yang tidak memiliki koneksi politik pada basis akuntansi. Hal
ini dimungkinkan karena ketika politisi menyalurkan sumber daya ke perusahaan
yang dituju dapat menimbulkan distorsi insentif, dan misalokasi investasi serta
meningkatkan korupsi (Ang et al., 2010).
Perusahaan yang terhubung secara politik dapat meminta bantuan tertentu
dari
pemerintah
untuk perusahaan-perusahaan mereka. Sebagaimana
dicatat
sebelumnya, banyak dari perusahaan terdaftar di Cina yang diprivatisasi dari
perusahaan
milik
pengendali. Sebagian
negara,
besar
dan
pemerintah
penelitian
sebagai
menunjukkan
pemegang
bahwa
saham
perusahaan-
perusahaan yang dimiliki negara memperoleh manfaat dengan hubungan tersebut.
Bukti dari China menunjukkan sebaliknya, Fan et al.(2007) menyimpulkan bahwa
kepemilikan
pemerintah
memiliki
efek
negatif
terhadap
kinerja
perusahaan. Kartikawati (2007) dan Fauziah (2011) juga menyatakan bahwa
19
konsen-trasi kepemilikan pemerintah berpengaruh negatif terhadap kinerja
perusahaan. Pemerintah dapat memperlambat kinerja dari perusaahan tersebut
dikarenakan pemerintah belum mampu untuk mengelola perusahaan dengan baik.
Bahkan pe-merintah dapat mengintervensi kinerja perusahaan demi kepentingan
pemerintah semata.Namun, hal menarik bahwa sebagian besar bukti empiris
menunjukkan bahwa perusahaan milik pemerintah memiliki kinerja baik ( Ding et
al., 2014)
Shleifer
dan
Vishny
(1998)
memanfaatkan perusahaan-perusahaan yang
mendapati bahwa pemerintah
dimiliki
untuk
dapat
kepentingannya,
apabila dibandingkan dengan kepemilikan swasta adalah lebih baik. Megginson
dan
Netter
(2001) menggambarkan bahwa perusahaan
swasta
lebih efisien
daripada perusahaan milik negara. Berbeda dari temuan ini, Tian dan Estrin
(2008) mendapati efek kepemilikan pemerintah terhadap nilai perusahaan akan
berbentuk U, melampaui batas tertentu, kepemilikan tersebut benar-benar dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
2.1.3
Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata untuk kepentingan perseroan (Rifai, 2009). Keberadaan komisaris
independen sangat diperlukan dalam rangka memberdayakan fungsi pengawasan
20
dewan komisaris. Secara langsung, keberadaan komisaris independen menjadi
penting, karena didalam praktek sering ditemukan transaksi yang mengandung
benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik
(pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan
di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat didalam pembiayaan usahanya
(Amri, 2011).
Keberadaan komisaris independen dapat mendorong perusahaan untuk
mengungkapkan informasi dengan lebih luaskepada investor. Komisaris
independen lebih efektif dalammelakukan pengawasan terhadap perusahaan
karena kepentingan mereka tidakterganggu oleh ketergantungan pada organisasi.
Berdasar ketentuan Bursa Efek Indonesia tanggal 1 Juli 2000 komposisi komisaris
independen minimal 30% dari seluruh anggota dewan komisaris. Kriteria
komisaris independen secara rinci diatur dalam peraturan Bapepam LK IX.I.5
tahun 2004,yaitu berikut ini.
1. Berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.
2. Tidak mempunyai saham emiten atau perusahaan publik langsung maupun
tidak langsung.
3. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan komisaris, direksi, dan
pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.
4. Tidak mempunyai hubungan usaha dengan emitan atau perusahaan publik
baik langsung maupun tidak langsung.
Selain berfungsi untuk memantau manajemen, dewan komisaris
diwajibkan untuk memberitahu manajemen tentang strategi bisnis perusahaan.
21
Beberapa penelitian empiris menunjukkan bahwa komposisi dewan perusahaan
mempengaruhi nilai pemegang saham. Komposisi dewan komisaris adalah topik
yang sangat sering diteliti diperusahaan swasta, tetapi masih sedikit penelitian
dalam konteks perusahaan milik negara. Coles et al. (2008) menemukan
hubungan berbentuk U antara ukuran dewan dan kinerja. Mereka berpendapat
bahwa perusahaan yang kompleks membutuhkan jumlah dewan komisaris
terutama dari pihak luar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang
sederhana.
Dalam penelitian Wu et al. (2012) mengenai efek koneksi politik pada
kinerja BUMN dan perusahaan swasta dengan hasil menunjukkan bahwa adanya
efek positif koneksi politikdewan komisaris maupun Chief Executive Officer
(CEO) terhadap kinerja di perusahaan swasta. Akan tetapi, hal ini kontras dengan
penelitian oleh Boubakri et al. (2008) dan Menozzi et al.(2010) yang menyatakan
bahwa perusahaan dengan dewan yang terhubung secara politik tidak memiliki
insentif manajerial untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham dan
meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan setelah privatisasi.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Keagenan
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk
memahami koneksi politik, dimana pemerintah sebagai principal, sedangkan
manajemen/eksekutif bertindak sebagai agen. Masalah konflik agensi dalam
korporasi biasanya terjadi karena pemilik perusahaan (principal) tidak dapat
22
berperan aktif dalam manajemen perusahaan. Mereka mendelegasikan wewenang
dan tanggung jawab pengelolaan perusahaan kepada para eksekutif (agen) untuk
bekerja atas nama dan untuk kepentingannya. Delegasi otoritas ini menyebabkan
para eksekutif memiliki insentif untuk membuat keputusan-keputusan strategik,
taktikal dan operasional yang dapat menguntungkan mereka sendiri. Akibatnya,
muncullah konflik agensi (agency conflict) yang sulit diselaraskan teori agensi
(agency theory).
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan keagenan
sebagai suatu kontrak di mana ada satu atau lebih orang (yaitu principal atau
pemegang saham atau pemilik) melibatkan atau menunjuk orang lain (yaitu agen
atau manajemen) untuk bertindak atas nama pemilik. Tindakan tersebut meliputi
pendelegasian
beberapa
wewenang
dari
pemilik
untuk
pengambilan
keputusan.Para pemilik perusahaan berharap bahwa manajemen bertindak sesuai
dengan kepentingan mereka. Manajemen diharapkan mampu menggunakan
sumber daya yang dipercayakan oleh pemilik seoptimal mungkin. Dengan
demikian, para pemilik berharap manajemen dapat menyejahterakan mereka baik
dalam jangka waktu pendek maupun panjang.
Dalam teori keagenan dijelaskan hubungan antara pemegang saham dengan
pihak manajer, pemerintah sebagai pemegang saham pengendali seharusnya bisa
mengawasi atau mengkontrol kinerja dari manajer, tetapi seringkali pemerintah
justru mempunyai tujuan lain selain meningkatkan kinerja. Selain itu, pengaruh
negatif koneksi politik dalam persektif teori keagenan, bahwa perusahaan dengan
kepemilikan pemerintah dengan manajemen atau dewan komisarisyang terhubung
23
politik tidak hanya mengurangi nilai berbasis sumber daya, tetapi juga dapat
mengakibatkan hubungan negatif dengan kinerja perusahaan. Hal ini berlaku baik
di kalangan BUMN pusat dan lokal, karena mereka akhirnya dikendalikan oleh
pemerintah pusat dan daerah, yang memiliki kekuatan dan insentif untuk campur
tangan dalam operasi perusahaan untuk mencapai tujuan sosial dan politik. Di
BUMN lokal, beberapa insentif dengan adanya koneksi politik adalah
desentralisasi, masalah karir dan prospek promosi (Jin et al. 2005). BUMN pusat
dengan manajemen dan dewan komisaris terhubung politik dalam memiliki
perusahaan lebih untuk menjamin keselamatan ekonomi nasional salah satunya
untuk mengurangi pengangguran (Jin et al. 2005).
Marciano (2008) menyatakan bahwa perusahaan pemerintah yang
dikendalikan oleh para birokrat memiliki tujuan yang didasarkan pada
kepentingan politis dan bukan untuk menyejahterakan masyarakat dan perusahaan
itu sendiri. Shen dan Lin (2009) menemukan pemerintah atau birokrat mempunyai
kepentingan sosial dan politis daripada memikirkan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya kontrol dari pihak
pemerintah terhadap pihak manajer sebagai pengelola perusahaan.
Koneksi politik manajer di perusahaan swasta umumnya memainkan peran
berbeda dari rekan-rekan mereka di BUMN. Di perusahaan swasta tidak
dikenakan beban kebijakan pemerintah. Hal ini dikarenakan sulit bagi pemerintah
untuk campur tangan dalam operasi mereka. Selain itu, manajer terhubung politik
di perusahaan swasta tampaknya tidak akan khawatir tentang tujuan sosial dan
politik pemerintah.
24
2.2.2 Teori Berbasis Sumber Daya
Teori berbasis sumber daya perusahaan dapat digunakan untuk menjelaskan
efek positif dari koneksi politik. Menurut teori ini, keunggulan kompetitif suatu
perusahaan berdasarkan kepemilikan sumber daya berwujud dan tidak berwujud
yang sulit atau mahal bagi perusahaan lain untuk mendapatkan. Studi sebelumnya
telah mendokumentasikan bahwa manajemen terhubung secara politik dapat
membantu perusahaan mereka mendapatkan sumber daya kunci pemerintah dan
dukungan (Adhikari et al., 2006; Claessens et al., 2008). Oleh karena itu, dampak
positif dari koneksi politik terutama didorong oleh keuntungan memperoleh
sumber kunci dari pemerintah.
Perusahaan dikendalikan oleh nonpemerintah menempatkan mereka dalam
posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan BUMN, terutama di
negara-negara berkembang, dengan kurangnya perlindungan hak milik dan
lembaga pendukung pasar yang dibutuhkan oleh perusahaan swasta (McMillan,
1995). Namun, mempekerjakan eksekutif terhubung secara politik adalah cara
yang layak dan efektif untuk perusahaan-perusahaan swasta untuk mengatasi
pasar dan mengurangi kerugian serta memperoleh perlakuan yang baik
daripemerintah yang pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan (Li et
al., 2008).
Perusahaan BUMN dengan kepemilikan pemerintahmemiliki hubungan
langsung dengan pemerintah, dan dengan demikian memiliki status yang istimewa
dalam memperoleh pinjaman bank dan sumber kunci lainnya (Brandt dan Li,
2003). Selain itu, link kepemilikan pemerintah lebih eksplisit dan stabil dari
25
linkpribadi eksekutif yang terhubung secara politik. Oleh karena itu, perlu untuk
BUMN memiliki eksekutif yang terhubung politik untuk mendapatkan perlakuan
yang menguntungkan dari pemerintah. Dengan kata lain, kepemilikan pemerintah
mencairkan efek dari hubungan politik pihak eksekutif yang meringankan
pengaruh positif dari adanya hubungan politik tersebut terhadap nilai perusahaan
dan kinerja (Wu et al. 2011)
2.3
Penelitian Terdahulu
Fenomena koneksi politikdalam dunia bisnis telah banyak dipelajari baik
dari perspektif teoritis maupun empiris. Pada awalnya koneksi politikterjadi di
negara-negara berkembang dengan perlindungan hak milik terbelakang (Fisman,
2001; Berkman, 2010). Akan tetapi dewasa ini, koneksi politiktelah terjadi di
negara maju seperti Amerika Serikat, seperti dalam penelitian terbaru oleh
Goldman dan Rocholl (2009) mengenai analisis respon terhadap kemenangan
Partai Republik pada pemilihan Presiden AS tahun 2000 yang menunjukkan
bahwa perusahaan yang terhubung dengan Partai Republik mengalami
peningkatan nilai saham, sedangkan perusahaan yang terhubung dengan Partai
Demokrat mengalami penurunan nilai saham serta pengumuman nominasi dewan
terhubung politik mengarah pada abnormal return saham positif.
Bertambahnya penelitian dampak koneksi politik memberikan bukti
campuran dari efeknya pada nilai pasar dan kinerja perusahaan. Beberapa studi
menemukan bahwa koneksi politik yang berharga, seperti hubungan dengan
perusahaan bantuan pemerintah untuk memperoleh keunggulan komparatif, yang
26
meningkatkan kinerja perusahaan dan nilai perusahaan (Fisman, 2001;
Goldman et al, 2009; Johnson dan Mitton, 2003; Li et al. 2008). Selain itu,
keuntungan termasuk akses ke sumber daya utama, termasuk pinjaman bank,
diberikan
dengan
syarat
yang
menguntungkan
(Claessens et
al.
2008.), perlakuan pajak yang menguntungkan (Adhikari et al. 2006;. Faccio,
2006), dan mempermudah mendapatkan dana talangan yang disponsori
pemerintah (Faccio et al., 2006). Sebaliknya, penelitian lain menemukan bahwa
hubungan politik memiliki efek negatif terhadap nilai perusahaan dan
kinerja. Berdasarkan sampel dari 42 negara, Faccio (2007) melaporkan bahwa
perusahaan terhubung secara politik memiliki kinerja yang lebih rendah
dibanding perusahaan lain yang tidak terhubung politik, meskipun hubungan
politik memberikan sejumlah manfaat.
Penelitian lain di Indonesia terkait dengan hubungan politik perusahaan,
dilakukan oleh Primasari (2013). Penelitiannya menemukan bahwa koneksi
politik mempunyai pengaruh secara signifikan dan positif terhadap audit fee dan
penerapan good corporate governance dapat mempengaruhi secara positif dan
signifikan terhadap audit fee. Wulandari (2012) dalam penelitiannya
membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki hubungan politik memiliki
kinerja yang lebih buruk dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki
hubungan politik. Wirawan (2014) menyebutkan hubungan politik perusahaan
tidak terbukti secara empiris dapat memberikan pengaruh negatif terhadap
penerapan tata kelola perusahaan.
27
Penelitian mengenai hubungan politik dari manajemen dan dewan
komisaris terhadap kinerja perusahaan masih sedikit, dan hasilnya tidak
konsisten. Dalam penelitian Fan et al. (2007) menyediakan bukti efek negatif
dari CEO terhubung politik pada kinerja perusahaan dan tata kelola perusahaan
publik di Cina. Perusahaan China baru terdaftar dengan CEO terhubung secara
politik lebih cenderung untuk memiliki dewan yang dihuni oleh birokrat
pemerintah atau mantan birokrat, dan umumnya tidak memiliki kompetensi yang
memadai, seperti yang ditunjukkan oleh sedikit direksi dengan latar belakang
profesional yang relevan, sehingga gagal untuk bersaing dengan perusahaan lain
yang tidak terhubung ditandai dengan turunnya kinerja operasi dan return saham
dari perusahaan (Fan et al. 2007). Singkatnya, penelitian Fan et al. (2007)
memberikan lebih banyak dukungan untuk argumen bahwa birokrat dan politisi
mengekstrak sumber dari BUMN yang terdaftar di bawah kendali mereka untuk
memenuhi tujuan yang tidak konsisten dalam memaksimalkan nilai perusahaan.
Boubakri et al. (2008) mengatakan bahwa perusahaan dengan dewan yang
terhubung
secara
politik
tidak
memiliki
insentif
manajerial
untuk
memaksimalkan kekayaan pemegang saham dan meningkatkan kinerja
perusahaan secara keseluruhan setelah privatisasi. Menozzi et al. (2010) meneliti
pengaruh dewan terhubung secara politik yang mewakili negara atau pemerintah
daerah setempat di Italia dengan hasil penelitian bahwa komisaris terhubung
politik mempunyai efek positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja dan
berdampak negatif pada kinerja yang diwakili oleh proksi return on asset. Zhang
(2011) menemukan bahwa koneksi politik CEO dan ketua dewan memiliki efek
28
negatif pada tiga tahun kinerja saham pasca IPO perusahaan, namun efek negatif
ini hanya ada di perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah daerah (BUMN
lokal).
Zhou (2014) menggunakan sampel perusahaan publik di Cina yang
mengalami pergantian CEO antara tahun 2000 dan 2010, dengan hasil bahwa
pergantian CEO yang terhubung politik berdampak positif terhadap return
saham. Wu et al.(2012) melakukan penelitian mengenai efek koneksi politik pada
kinerja BUMN dan perusahaan swasta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
adanya efek positif koneksi politikdewan komisaris maupun CEO terhadap kinerja
di perusahaan swasta. Bunkanwanicha dan Wiwattanakantang (2009) menemukan
bahwa koneksi politik di Thailand menawarkan beberapa temuan menarik.
Setelah perusahaan terhubung politik ada peningkatan market to book
ratio mengungguli perusahaan lain yang tidak terkoneksi politis dan perusahaan
diuntungkan melalui pembuatan kebijakan pemerintah secara langsung. Li et
al. (2008) menyebutkan mempekerjakan eksekutif terhubung secara politik adalah
cara yang layak dan efektif untuk perusahaan-perusahaan swasta untuk mengatasi
pasar dan mengurangi kerugian serta memperoleh perlakuan yang baik dari
pemerintah yang pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan.
Penelitian mengenai hubungan politik dengan kontrol utama pemerintah
masih sedikit dengan hasil yang tidak konsisten. perusahaan-perusahaan dengan
kepemilikan publik (swasta) akan lebih baik dibanding BUMN karena
mereka lebih efisien (La Porta, Lopez & Shleifer 2002; Wang et al. 2008). Orden
dan Garmendia (2005) meneliti hubungan antara struktur kepemilikan dan kinerja
29
perusahaan pada perusahaan Spanyol dengan hasil bahwa perusahaan dengan
struktur kepemilikan pemerintah menunjukkan dampak negatif terhadap
kinerja. Namun, sejumlah penelitian lain menunjukkan bahwa kepemilikan
pemerintah benar-benar dapat meningkatkan kinerja (Bai, & Zhang, 2004; Tian
& Estrin, 2008; Wang, Xu, & Zhu, 2004). Ding et al. (2014) menyebutkan
pengaruh politik dari aspek kepemilikan pemerintah memilikipengaruh positif
terhadapkinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh politik dari
aspek kepemilikan pemerintah menyediakan platform yang sangat diperlukan bagi
para eksekutif yang terhubung secara politik untuk menerima manfaat yang
menguntungkan dengan adanya kebijakan dari pemerintah.
Berdasarkan uaian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa masih terdapat
ketidakkonsistenan hasil penelitian mengenai pengaruh politik terhadap kinerja
perusahaan, baik dari aspek kepemilikan pemerintah maupun dari aspek dewan
komisaris dan manajemen. Dari hasil penelitian yang masih tidak konsisten
tersebut membuat peneliti tertarik untuk memasukan proksi komisaris
independen. Keberadaan komisaris independen sangat diperlukan dalam rangka
memberdayakan fungsi pengawasan dewan komisaris. Secara langsung,
keberadaan komisaris independen menjadi penting, karena didalam praktek sering
ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan
kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas), sehingga
nantinya dapat mengawasi kinerja perusahaan. Selain itu, penelitian mengenai
pengaruh koneksi politik terhadap kinerja masih jarang dilakukan di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan proksi/alat ukur kinerja perusahaan yaitu ROE dan
30
ROA, selain belum banyak digunakan dalam penelitian diatas, ROE dan ROA
yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan yang tinggi pula bagi pemegang saham (Widodo, 2007).
2.4
Pengembangan Hipotesis
Martono (2011) mendefinisikan hipotesis sebagai jawaban sementara yang
kebenarannya masih harus diuji, atau rangkuman kesimpulan teoritis yang
diperoleh dari tinjauan pustaka. Hipotesis juga merupakan jawaban sementara atas
pertanyaan penelitian. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya
hasil penelitian yang tidak konsisten antara pengaruh koneksi politik dari aspek
kepemilikan pemerintah dan pengaruh koneksi politik dari aspek komisaris
independen terhadap kinerja perusahaan. Dalam penelitian ini, hipotesis yang
dirumuskan adalah adanya pengaruh koneksi politik dari aspek kepemilikan
pemerintah dan pengaruh koneksi politik dari aspek komisaris independen
terhadap kinerja perusahaan serta interaksi pengaruh koneksi politik dari aspek
kepemilikan pemerintah dan pengaruh koneksi politik dari aspek komisaris
independen terhadap kinerja perusahaan.
2.4.1 Variabel Independen
2.4.1.1 Koneksi Politik
Variabel koneksi politik dalam penelitian ini menggunakan dua proksi
yaitu pengaruh koneksi politik dari aspek kepemilikan pemerintah dan pengaruh
koneksi politik dari aspek komisaris independen.
31
2.4.1.1.1 Pengaruh Koneksi Politik dari Aspek Kepemilikan Pemerintah
Koneksi politikbagaikan pedang bermata dua. Hal tersebut dapat
meningkatkan atau justru membahayakan nilai perusahaan. Perusahaanperusahaan dengan kontrol pemerintah memiliki efek negatif karena memiliki
tanggung jawab politik dan sosial, daripada berusaha untuk memaksimalkan nilai
pemegang saham. Fan et al. (2007) meneliti koneksi politik terhadap nilai
perusahaan
di
Cina,
dan
menyimpulkan
bahwa
koneksi
politik
tidak menguntungkan karena mereka berpengaruh negatif terhadap kinerja
penawaran umum baik sebelum dan sesudah IPO. Selain itu, birokrat dan politisi
mengekstrak sumber dari BUMN yang terdaftar di bawah kendali mereka untuk
memenuhi tujuan yang tidak konsisten dalam memaksimalkan nilai perusahaan.
Menurut teori berbasis sumber daya, nilai koneksi politik terutama
didorong oleh hubungan dengan pemerintah yang membantu perusahaan untuk
mendapatkan sumber daya kunci yang dapat meningkatkan nilai mereka. Li et al.
(2008)
menyebutkan
perusahaan
dengan
kepemilikanpemerintah
lebih
menguntungkan daripada memiliki eksekutif yang terhubung secara politik. Hal
ini disebabkan adanya hubungan langsung dengan pemerintah menyebabkan
perusahaan tersebut menerima manfaat langsung.
Selain itu, perusahaan dengan kepemilikan pemerintah juga memperoleh
banyak manfaat akibatnya adanya hubungan politik. Perusahaan yang terkoneksi
politik akan mendapat kemudahan memperoleh pinjaman dari bank (Liu & Wong,
2009; Khwaja & Mian, 2005), akses yang lebih mudah untuk mendapatkan modal
dari pemerintah (Claessens, 2008), mendapatkan tarif pajak yang lebih
32
rendah (Faccio,2010), preferensi
peraturan
yang
menguntungkan
bagi
perusahaan (Bunkanwanicha & Wiwattanakantang, 2009; Faccio, 2006). Ding et
al. (2014) menemukan bahwa pengaruh politik dari aspek kepemilikan pemerintah
meningkatkan kinerja akuntansi perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan yang dikendalikan pemerintah menikmati keuntungan tertentu dari
pemerintah yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut.
H1:
Pengaruh koneksi politik dari aspek kepemilikan pemerintah berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan
2.4.1.1.2 Pengaruh Koneksi Politik dari Aspek Komisaris Independen
Suatu perusahaan yang memiliki koneksi politik pada dewan dan CEO
mendapatkan beberapa manfaat. Berdasarkan teori agensi bahwa keberadaan
komisaris independen sangat diperlukan dalam rangka memberdayakan fungsi
pengawasan dewan komisaris. Secara langsung, keberadaan komisaris independen
menjadi penting, karena didalam praktek sering ditemukan transaksi yang
mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang
saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya, terutama
pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat didalam
pembiayaan usahanya (Amri, 2011).
Keberadaan komisaris independen dapat mendorong perusahaan untuk
mengungkapkan informasi dengan lebih luas kepada investor. Komisaris
33
independen lebih efektif dalammelakukan pengawasan dan memberikan nasehat
atau masukan yang diberikannya terhadap perusahaan karena kepentingan mereka
tidakterganggu oleh ketergantungan pada organisasi. Menurut teori berbasis
sumber daya, keunggulan kompetitif suatu perusahaan berdasarkan kepemilikan
sumber daya berwujud dan tidak berwujud yang sulit atau mahal bagi perusahaan
lain untuk mendapatkan. Studi sebelumnya telah mendokumentasikan bahwa
manajemen dan dewan komisaris terhubung secara politik dapat membantu
perusahaan mereka mendapatkan sumber daya kunci pemerintah (Adhikari et
al. 2006; Claessens et al. 2008). Oleh karena itu, dampak positif dari koneksi
politik terutama didorong oleh keuntungan memperoleh sumber kunci dari
pemerintah.
Wu et al. (2012) melakukan penelitian mengenai efek koneksi politik pada
kinerja BUMN dan perusahaan swasta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
adanya efek positif koneksi politik dewan komisaris maupun CEO terhadap
kinerja di perusahaan swasta. Namun demikian, bukti empiris lainmenunjukkan
hal yang berlawanan.Fan et al. (2007) menyimpulkan bahwa birokrat dan politisi
mengekstrak sumber daya dari BUMN yang terdaftar di bawah kendali mereka
untuk memenuhi tujuan yang tidak konsisten untuk memaksimalkan nilai
perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut.
H2: Pengaruh koneksi politik dari aspek komisaris independen berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan.
34
2.4.1.1.3 Interaksi Pengaruh Politik dari Aspek Kepemilikan Pemerintah,
dengan Pengaruh Politik dari Aspek Komisaris Independen
Pengaruh interaksi ini dirasa penting dikarenakan dari bukti empiris
mengenai pengaruh koneksi politik dari aspek kepemilikan pemerintah terhadap
kinerja perusahaan menunjukkan hasil
yang tidak konsisten, sehingga
dimungkinkan ada variabel lain yang mempengaruhi, yaitu komisaris independen.
Dalam hal ini, peneliti berargumen bahwa komisaris independen memiliki
pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan melalui fungsi pengawasan yang
efektif terhadap jalannya perusahaan.
Pengaruh interaksi ini dirasa akan lebih kuat, karena menurut teori
berbasis sumber daya nilai koneksi politik terutama didorong oleh hubungan
dengan pemerintah, perusahaan yang memiliki hubungan langsung dengan
pemerintahakan memiliki status yang istimewa dalam memperoleh pinjaman bank
dan sumber kunci lainnya yang membantu perusahaan untuk mendapatkan sumber
daya untuk meningkatkan nilai perusahaan dan komisaris independen yang
terkoneksi politik akan menambah manfaat yang memudahkan dalam mendapat
sumber daya kunci dari pemerintah tersebut. Keberadaan komisaris independen
menjadi penting, karena didalam praktek sering ditemukan transaksi yang
mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang
saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya, terutama
pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat didalam
pembiayaan usahanya (Amri, 2011). Peneliti berpendapat bahwa pengaruh akan
35
lebih kuat. Adanya pengaruh interaksi ini diharapkan dapat diketahui seberapa
banyak manfaat yang diterima oleh perusahaan tersebut dari pemerintah ketika
suatu perusahaan dimiliki oleh pemerintah dengan komisaris independen yang
terkoneksi politik.
Hasil penelitian Ding (2014) mengenai interaksi antara pengaruh politik
dari aspek kepemilikan pemerintah dengan pengaruh politik dari aspek
manajemen terhadap kinerja perusahaan menunjukkan bahwa perusahaanyang
dikendalikan olehnon pemerintah, dengan board chair terhubung politik tidak
berpengaruh terhadap kinerja. Sebaliknya, ketika perusahaan dikendalikan oleh
pemerintah, dengan board chair terhubung politik memiliki pengaruh dan
mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Dapat disimpulkan dalam kasus
interaksi bahwa pengaruh politik terhadap kinerja perusahaan, tergantung dari
jenis kepemilikan. Efek interaktif antara pengaruh koneksi politik dari
kepemilikan pemerintah dan pengaruh politik dari manajemen terhadap
kinerja tampaknyamenunjukkan bahwa kepemilikan pemerintah menyediakan
platform yang sangat diperlukan bagi para eksekutif yang terhubung secara politik
untuk menerima manfaat yang menguntungkan, dan dengan demikian mencapai
kinerja yang lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut.
H3:
Pengaruh koneksi politik dari aspek kepemilikan pemerintahterhadap
kinerja perusahaan akan lebih kuat apabila komisaris independen
mempunyai koneksi politik
36
2.4.2
Variabel Kontrol
2.4.2.1 Corporate Governance
Perkembangan konsep corporate governance sesungguhnya telah dimulai
jauh sebelum isu corporate governance menjadi kosakata paling sering
dibicarakan di kalangan eksekutif bisnis. Banyak terdapat definisi yang digunakan
untuk memberikan gambaran tentang corporate governance, yang diberikan baik
oleh perorangan (individual) maupun institusi (institutional). Menurut Pratolo
(2007),GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang memiliki
tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan cara-cara
yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut.
Corporate governance merupakan konsep untuk meningkatkan kinerja
perusahaan melalui
supervisi
atau
monitoring kinerja manajemen dan
akuntabilitas manajemen jaminan kepada stakeholder berdasarkan kerangka
aturan ini. Tujuan utama adalah untuk mencapai transparansi manajemen
perusahaan bagi para pengguna laporan keuangan. Jika perusahaan bisa
menerapkan konsep ini sehingga pertumbuhan ekonomi bisa terus berjalan dengan
baik bersama-sama dengan manajemen perusahaan transparansi yang juga
berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Thomas (2006) menyebutkan bahwa GCG merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value
added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal. Pertama,
pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan
tepat
pada waktunya.
Kedua, kewajiban
37
perusahaan untuk
melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Menurut Dani dan Hasan (2005), faktoryang mempengaruhi kinerja
keuangan antara lain GCG, karena prinsip-prinsip dasar dari GCG pada dasarnya
memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja keuangan pada
suatu perusahaan. Semakin baik corporate governance yang dimiliki suatu
perusahaan maka diharapkan semakin baik pula kinerja dari suatu perusahaan
tersebut. GCGmerupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi
ekonomis yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan,
dewan direksi, para pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Esensi dari
corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui pengawasan
atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen
terhadap stakeholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka
aturan dan peraturan yang berlaku (Rizqiasih, 2010).
2.4.2.2 Growth
Dalam melihat pengaruh dari kebijakan yang diambil oleh perusahaan
seperti kebijakan dividen dan hutang terhadap nilai perusahaan, baik investor
maupun pelaku pasar juga akan mempertimbangkan potensi pertumbuhan yang
dimiliki oleh perusahaan. Menurut Fama (1978), nilai suatu perusahaan sematamata dipengaruhi oleh peluang investasi. Oleh karena itu, investasi merupakan
suatu keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Myers (1977) mengaitkan
peluang investasi dengan pencapaian tujuan perusahaan (Adam dan Goyal, 2003).
38
Peluang investasi memberikan petunjuk yang lebih luas bahwa nilai perusahaan
tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. Pemilihan
opsi-opsi investasi adalah tergantung oleh kebijakan manajer untuk melakukan
expenditure di masa mendatang.
Manajer harus dapat melakukan kebijakan yang tepat terkait dengan
investasi sehingga nilai perusahaan dapat meningkat. Keputusan investasi sangat
penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui
kegiatan investasi perusahaan. Perusahaan dengan kesempatan investasi yang
besar mengindikasi bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek ke depan yang
cerah, sehingga akan berdampak positif pada harga saham.
2.4.2.3 Leverage
Leverage dalam pengertian bisnis mengacu pada penggunaan asset dan
sumber dana oleh perusahaan dengan tujuan penggunaan asset (aktiva) atau dana
tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi para
pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan (Mulyaniet al. 2013). Leverage
juga didefinisikan sebagai rasio dari hutang jangka panjang terhadap total aktiva
(Kim dan Zhang, 2013). Ketika perusahaan mengalami kekurangan dana untuk
pembiayaan kegiatan operasional perusahaan, maka perusahaaan akan mencari
pinjaman dari luar perusahaan. Dengan dana yang cukup, maka manajer
termotivasi untuk bisa memanfaatkan dana tersebut untuk meningkatkan kinerja
perusahaan melalui laba yang didapatkan di masa depan
39
Menurut Clarke et al. (2013), leverage merupakan rasio hutang terhadap
total ekuitas menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang untuk membiayai
investasi perusahaan. Rasio utang sangat penting bagi kreditor dan calon kreditor
potensial pemerintah daerah dalam membuat keputusan pemberian kredit. Rasiorasio ini digunakan oleh kreditor untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah
dalam membayar utangnya (Mahmudi, 2009). Penelitian mengenai hubungan
leverage dengan kinerja dilakukan oleh Dogan (2013), Gwey et al. (2014) dan
Ludjianto et al. (2014). Hasil penelitian mereka menyimpulkan bahwa leverage
mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi.
Semakin tinggi tingkat leverage, maka perusahaan akan cenderung
melaporkan profitabilitas yang tinggi dan semakin besar kemungkinan perusahaan
melanggar perjanjian kredit, sehingga perusahaan akan berusaha untuk
meningkatkan
laba
yang
tinggi
pula.
Namun,
investor
juga
perlu
mempertimbangkan risiko yang harus ditanggung saat berinvestasi ke dalam
perusahaan yang nilai leverage tinggi. Semakin tinggi leverage, maka risiko
keuangan yang harus ditanggung akan semakin tinggi pula.
2.4.2.4 Kualitas Audit
Dalam penelitian tentang hubungan ukuran kantor audit dengan kualitas
audit dan audit pricing, Choi et al. (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan dan positif antara ukuran perusahaan audit (KAP) terhadap
kualitas audit. Hasil analisis mereka mendukung pandangan yang menyatakan
40
bahwa kantor audit yang lebih besar menyediakan audit yang lebih berkualitas
dibandingkan dengan kantor audit yang berukuran kecil.
Secara teoritis, kantor akuntan publik yang besar dengan investasi yang
lebih besar dalam modal reputasi akan lebih meminimalkan kesalahan dalam
pemeriksaan laporan keuangan melalui “auditor reputation effect” (Haat et al.,
2008). Selain itu, sebuah perusahaan audit besar juga akan memiliki tingkat
independensi yang lebih tinggi dari manajemen (Haat et al., 2008)
Akan tetapi Watkins et al. (2004) menyatakan hal yang tidak sependapat
dengan pernyataan tersebut. Pertama, kepemilikan sumber daya tidak lebih
penting daripada penggunaan sumber daya tersebut. Sebuah kantor akuntan besar
tidak akan lebih berkualitas dibandingkan dengan kantor akuntan yang lebih kecil,
jika sumber daya yang dimiliki tidak digunakan untuk memberikan pendapat
secara independen.
2.4.2.5 Umur Perusahaan
Umur perusahaan adalah lamanya perusahaan berdiri.Seiring waktu,
perusahaan belajar untuk semakin baik dan lebih efisien serta memiliki
keunggulan kompetitif dalam inti bisnisnya dan mendorong keberhasilan dan
kemakmuran organisasi (Jovanovic, 1982). Martinez (2006) menyatakan bahwa
proses pembelajaran mempengaruhi profitabilitas perusahaan dimana ketika
perusahaan memiliki keahlian dalam proses bisnisnya maka menyebabkan
efisiensi biaya dan meningkatkan profit margin yang kemudian berpengaruh
positif terhadap profitabilitas perusahaan.
41
Dengan perusahaan yang telah lama berdiri maka investor sebagai
penanam modal lebih percaya dibandingkan dengan perusahaan yang baru berdiri
karena perusahaan yang telah lama berdiri diasumsikan akan menghasilkan laba
yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan baru, sehingga perusahaan yang lama
berdiri lebih menarik perhatian investor (Zen dan Herman, 2007).Dengan
demikian, umur perusahaan dapat dikaitkan dengan kinerja keuangan suatu
perusahaan. Perusahaan yang berdiri lebih lama memiliki pengalaman lebih
banyak dan mengetahui kebutuhan konstituennya atas informasi tentang
perusahaan.
2.5
Kerangka Berfikir
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh politik dari aspek
kepemilikan dan dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini
menggunakan variabel independen pengaruh koneksi politik dari aspek
kepemilikan pemerintah dan pengaruh koneksi politik dari aspek komisaris
independen. Variabel kontrol merupakan pendukung variabel independen dalam
penelitian ini menggunakan corporate governance, growth, leverage, kualitas
audit dan umur perusahaan. Berikut ini merupakan kerangka pemikiran yang
menggambarkan model penelitian dan hubungan antar variabel yang digunakan
dalam penelitian.
42
Variabel Independen
Variabel Kontrol
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
43
Download