pak riskin.pmd - Portal Garuda

advertisement
ISSN 1829-7978
PERANAN PAJAK DAN SEIGNIORAGE
TERHADAP KETAHANAN FISKAL
Muhammad Tahwin*
Abstract
Success of the economic development is influenced by fiscal
and monetary management with their regulations. Fiscal role
is carried out in two basic corridors, fiscal consolidation
which is carried out by controlling budget deficit, and strategy
of budget funding which is intended to decrease the burden
and risk of the government debt. This fact shows that fiscal
and monetary policies in Indonesia is not carried out in a
good harmony and synchronization. So, increasing of fiscal
and monetary policies coordination is needed by
synchronizing policies goal to stabilize monetary sectors.
The source of government income which derives from tax
or seigniorage has important role to increase fiscal
endurance. So, it is important for the government to
synchronize fiscal and monetary policies by equalizing the
increasing of tax and price level.
Key Words : Tax, Seigniorage
PENDAHULUAN
Tujuan pembangunan
jangka panjang suatu negara
adalah untuk mencapai
kesejahteraan bagi seluruh
warga negaranya. Namun
keberhasilan pembangunan
suatu
negara
sangat
ditentukan oleh berbagai
faktor yang dimiliki masingmasing negara, antara lain
sistem ekonomi, ketersediaan sumberdaya, teknologi, efisiensi, budaya,
kualitas manusia dan kualitas
birokrasi. Selain itu sistem
ekonomi yang dianut oleh
suatu negara akan me*Dosen Tetap STIE YPPI
Rembang
nentukan besarnya peranan
pemerintah dalam proses
pembangunan serta pola
kebijakan yang dilaksanakan
Terlepas dari ideologi
politik yang dianutnya setiap
pemerintahan akan berperan
serta dalam mobilisasi dan
alokasi sumberdaya-sumberdaya, stabilisasi perekonomian nasional, dan inovasi
teknologi. Dalam perkembangannya suatu pemerintahan
akan mempunyai peranan
yang bervariasi didalam
pembangunan yaitu: sebagai
stabilisator ekonomi yang
merupakan prasyarat pertumbuhan ekonomi, sebagai
instrumen hukum dan
tatanan, sebagai investor,
sebagai sumber pembiayaan
pembangunan, sebagai agen
perubahan sosial, sebagai
kekuatan pendorong bagi
keputusan investasi sektor
privat, dan sebagai penjaga
dari kesejahteraan sosial.
Prioritas yang diberikan pada
berbagai peran pemerintah
yang bermacam-macam
tersebut adalah sangat
bervariasi sepanjang waktu
sesuai dengan perubahan
tekanan-tekanan pasar dan
perubahan lingkungn bisnis
Menurut Guritno Mangkoesoebroto (2001:2) dalam
perekonomian modern peranan pemerintah dapat
diklasifikasikan dalam tiga
golongan yaitu: peran alokasi,
peran distribusi dan peran
stabilisasi. Sedangkan World
Bank dalam Triyono dan
Utomo, (2004:80) mengemukakan terdapat lima tugas
pokok yang menjadi inti dari
misi pemerintah yaitu: (1).
Membangun suatu landasan
hukum (2). Memelihara suatu
lingkungan kebijakan yang
bersifat tidak mendistorsi,
termasuk didalamnya stabilisasi perekonomian secara
makro (3). Melakukan investasi dalam layanan-layanan
dan infrastruktur sosial (4).
POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 1
ISSN 1829-7978
Melindungi kelompok lemah
(5). Melindungi lingkungan.
Walaupun pentingnya
kelima tugas pokok tersebut
telah lama dan secara luas
diterima,
beberapa
pandangan baru muncul
berkenan dengan tingkat
kombinasi yang tepat antara
peran pasar dan aktivitas
pemerintah
di
dalam
mencapai kelima hal tersebut. Yang terpenting
adalah mulai diterimanya
bahwa pasar dan pemerintah
adalah komplementer. Pemerintah mempunyai peranan penting dalam meletakkan fondasi-fondasi
kelembagaan yang tepat bagi
pasar. Kredibilitas dari
aturan-aturan
dan
kebijaksanaannya serta
konsistensi dalam aplikasinya dapat menjadi sama
pentingnya dengan isi dari
aturan-aturan dari kebijakan
tersebut dalam menarik
investasi swasta.
Dalam konsep ekonomi
dikenal dua kebijakan
ekonomi yang utama, yaitu
kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal. Kebijakan
moneter merupakan pengendalian sektor moneter
yang ditujukan untuk
mempengaruhi kinerja perekonomian lewat instrumen
jumlah uang. Kebijakan
pertama dinamakan kebijakan uang ketat, kebijakan
ini dimaksudkan untuk
mengurangi jumlah uang
beredar, melalui fasilitas
kredit perbankan yang sangat
selektif. Kebijakan yang
kedua adalah kebijakan uang
longgar, kebijakan ini
dimaksudkan untuk memperbanyak jumlah uang
beredar dengan melalui
pemberian kredit yang lebih
dipermudah.
Sedangkan kebijakan
fiskal merupakan pengelolaan anggaran pemerintah
(budget) dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan lewat instrumen
penerimaan (pajak) dan
pengeluaran pemerintah.
Realisasi dari kebijakan fiskal
tertuang dalam anggaran
Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). APBN
bertibdak sebagai alat
pengatur urutan prioritas
pembangunan
dengan
mempertimbangkan tujuan tujuan yang ingin dicapai oleh
usaha
pembangunan
tersebut..
Sebuah kebijakan tentu
tidak hadir sebagai sesuatu
yang langsung jadi. Sebuah
kebijakan adalah hasil dari
sebuah proses politik yang
bisa dilatarbelakangi oleh
berbagai macam ideal politik
yang dianut oleh para
pembuat kebijakan (baik
eksekutif maupun legeslatif).
Persoalannya kemudian
yang muncul adalah ketika
kebijakan yang dihasilkan
menimbulkan kontroversi
dan resistensi di dalam
masyarakat. Kontroversi dan
resistensi ini muncul lebih
disebabkan karena kebijakan
yang dihasilkan dianggap
hanya memuat kepentingankepentingan
particular
(khusus, spesifik) dari
sipembuat kebijakan. Padahal kebijakan
yang
dihasilkan akan digunakan
untuk mengatur kepentingan
rakyat.
Di
negara
maju,
kebijakan fiskal merujuk pada
ukuran-ukuran yang diambil
pemerintah untuk menstabilkan perekonomiannya
pada tingkat pengerjaan dan
out put yang tinggi melalui
perpajakan dan pengeluaran
pemerintah. Kebijakan fiskal
memiliki berbagai tujuan
dalam
menggerakkan
aktivitas ekonomi negara,
yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, kestabilan
harga serta pemerataan
pendapatan. Namun demikian, dampak kebijakan fiskal
kepada aktivitas ekonomi
negara sangatlah luas.
Pelaksanaan kebijakan fiskal
akan membawa pengaruh
pada perubahan berbagai
indikator ekonomi lainnya.
Dimana dampak kebijakan
fiskal pada pertumbuhan
ekonomi diharapkan selalu
positif, sedangkan dampak
pada inflasi diharapkan
negatif. Namun secara teori,
kebijakan fiskal ekspansif
yang dilakukan dengan
peningkatan sumber pajak,
sebagai sumber keuangan
utama pemerintah, akan
mengakibatkan peningkatan
defisit anggaran (Sriyana,
2007:48)
POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 -
2
ISSN 1829-7978
Sebagaimana negara
yang sedang membangun,
pada umumnya, kebijakan
fiskal yang dilaksanakan
Indonesia adalah kebijakan
fiskal ekspansif dengan
instrumen anggaran defisit.
Hal penting yang perlu dikaji
adalah dampak defisit
anggaran ini, karena akan
memiliki pengaruh yang
berantai pada berbagai
variabel makro ekonomi.
Masalah pertama yang perlu
dikaji adalah bagaimana
pemerintah
memenuhi
pembiayaan untuk mengatasi defisit anggaran (method
of financing) tersebut.
Secara teori, ada dua metode
yang biasa dianut oleh
pemerintah yaitu, cara
pembiayaan dengan penambahan uang (printing money)
dan pembiayaan dengan
utang (debt).
Kedua metode pembiayaan tersebut akan memiliki
dampak yang penting
terhadap ekonomi, baik
dampak positif atau negatif.
Metode penambahan uang
dalam ekonomi akan
menimbulkan permasalahan
yaitu meningkatnya tingkat
harga barang dan jasa,
sehingga akan menyebabkan
peningkatan inflsi. Pembiayaan defisit anggaran
dengan cara penambahan
uang beredar juga akan
memiliki dampak pada
semakin meningkatnya
permintaan uang oleh
masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya penuru-nan
nilai uang dalam ekonomi.
Dengan
kata
lain,
masyarakat perlu menambah uang untuk pengeluarannya. Dengan demikian,
pembiayaan defisit anggaran
oleh pemerintah dengan cara
menambah uang dalam
ekonomi dapat meningkatkan
jumlah penerimaan pemerintah. Sumber peningkatan
jumlah penerimaan pemerintah dari penambahan uang
inilah yang dikatakan sebagai
seigniorage.
Sumber penerimaan pemerintah baik dari pajak
maupun seigniorage memiliki
peranan penting untuk
meningkatkan ketahanan
fiskal. Namun demikian,
terjadinya sumber penerimaan dari seigniorage yang
berlebihan juga menunjukkan
terlalu bergejolaknya sektor
moneter. Jika hal ini terjadi
dapat menimbulkan beban
yang berlebihan untuk
masyarakat. Oleh karena itu,
pemerintah perlu pula
menyelaraskan kebijakan
fiskal dan moneter yang
dilakukan untuk menyeimbangkan peningkatan
pajak dan tingkat harga yang
terjadi.
Tulisan ini bermaksud
untuk menguraikan bagaimana pentingnya peranan
pajak dan seigniorage
terhadap ketahanan fiskal
Indoneisia dengan berdasar
pada penelitian-penelitian
yang telah dilakukan
bebarapa ahli.
Dampak Anggaran Belanja
Indonesia merupakan
satu negara yang relatif
belum sukses mengatasi
dampak negatif krisis, baik
dengan kebijakan fiskal
maupun moneter. Bahkan
dalam jangka panjang masih
memiliki beban hutang yang
cukup besar. Selain itu,
kebijakan moneter yang
dilakukan juga belum
memberikan dampak yang
signifikan terhadap perbaikan
kegiatan ekonomi disektor
riil.
Upaya
reformasi
kebijakan fiskal sering
dilakukan agar perekonomian
berjalan pada jalur yang benar
(on the traack), namun
hasilnya lain oleh karena
pengaruh kebijkan non
ekonomi
relatif
lebih
dominan.
Bambang Soedibyo
mengemukakan agar defisit
anggaran dengan kebijakan
fiskal yang sehat, kredibel
dan berkesinambungan yang
artinya defisit APBN dapat
ditekan menjadi satu atau
dua persen dari PDB dapat
dicapai dengan beberapa
alternatif yaitu pertama,
mengupayakan penerimaan
dalam negeri dapat ditingkatkan, kedua melakukan
rencana ketergantungan
pada hutang luar negeri terus
berkurang dan ketiga
menekan pengeluaran negara dengan jalan melalui
skala prioritas tinggi. Alternatif
pertama merupakan salah
satu kunci keberhasilan
kebijakan fiskal karena
POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 3
ISSN 1829-7978
menjadi barometer kemampuan negara dalam merealisasikan secara optimal
dari potensi atau kapasitas
sumber-sumber penerimaan
negara (Susetyo, 2001).
Berkaitan dengan hal
tersebut Snyder melakukan
penelitian untuk mengetahui
dampak anggaran belanja
terhadap pertumbuhan dan
kestabilan ekonomi Indonesia
selama periode waktu 19691983. Ia berhasil menunjukkan bahwa pengaruh total
anggaran belanja pemerintah
merupakan faktor utama
dalam pencapaian laju
pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Selama periode 19691983 secara rata-rata
anggaran belanja pemerintah
menyumbang sekitar setengah dari laju pertumbuhan
ekonomi yang dicapai
Indonesia. Hal ini berarti
bahwa tanpa pengaruh
perluasan anggaran belanja
pemerintah, laju pertumbuhan pendapatan nasional
bruto (GDP) hanya akan
mencapai setengah dari laju
pertumbuhan yang sesungguhnya terjadi. Selain itu
Snyder juga menyatakan
bahwa fluktuasi murni
perekonomian akan lebih
tajam daripada yang sesungguhnya terjadi jika
perekonomian bekerja tanpa
pengaruh anggaran belanja
pemerintah. Sedangkan
Barro menyatakan bahwa
pengeluaran
konsumsi
pemerintah memiliki pengaruh negatif baik terhadap
pertumbuhan ekonomi maupun investasi. Menurutnya
konsumsi pemerintah tidak
memiliki efek langsung pada
produktivitas sektor swasta,
tetapi menurunkan tabungan
dan pertumbuhan melalui
pajak dan program-program
pengeluaran pemerintah.
Sementara Arief menyakinkan mengenai keunggulan
tingkat pertumbuhan pengeluaran pemerintah dalam
menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi di
Indonesia selama periode
1968-1988 (Triyono dan
Utomo, 2004:80).
Stasioneritas Pajak dan
Seigniorage
Menurut pandangan
Keynes stabilisasi ekonomi
diperlukan melalui kebijakan
fiskal. Hal ini disebabkan
karena tanpa campur tangan
pemerintah dikhawatirkan
perekonomian akan mengalami kegagalan pasar
(market failure). Apabila
perekonomian sepenuhnya
diatur dan dijalankan oleh
mekanisme pasar bebas,
maka bukan saja perekonomian tidak selalu
mencapai tingkat kesempatan kerja penuh akan tetapi
juga kestabilan ekonomi tidak
dapat diwujudkan.
Kebijakan fiskal dalam
perekonomian dituangkan
dalam bentuk besaranbesaran yang tercantum
pada dua sisi yaitu
penerimaan dan belanja
pemeintah. Secara simultan
fungsi fiskal bertujuan untuk
untuk menciptakan kondisi
makroekonomi secara kondusif dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi,
penciptaan tenaga kerja yang
sekaligus menekan jumlah
pengganguran, pengendalian
tingkat inflasi, dan mendorong distribusi pendapatan
yang semakin merata
(Susetyo, 2001).
Bentuk-bentuk kebijakan
fiskal yang bertujuan
menstabilkan kegiatan ekonomi dapat dicapai dengan
melakukan perubahan dalam
pengeluaran pemerintah dan
perubahan dalam penerimaan pemerintah seperti
pajak. Kebijakan fiskal
dengan menambah pengeluaran pemerintah akan
membawa implikasi pada
kegiatan ekonomi dan harga,
baik yang dibiayai dengan
pinjaman dari masyarakat
maupun pinjaman dari bank
sentral. Demikian juga
kebijakan fiskal dengan
menurunkan pajak dapat
dilakukan dengan mengurangi sejumlah tertentu pajak
yang dibayar oleh individu
dan menurunkan persentase
pajak yang harus dibayar.
Sebaliknya efek kebijakan
fiskal dengan mengurangi
pengeluaran pemerintah dan
menaikan pajak dapat
mengerem laju defisit
anggaran yang besar tetapi
kegiatan ekonomi akan
bersifat kontraktif.
Ketahanan fiskal sebuah
negara dapat dicapai dengan
POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 -
4
ISSN 1829-7978
mengoptimalkan penerimaan
dari sumber pajak dan
seignioare. Kedua sumber
keuangan tersebut akan
optimal
jika
biaya
(distortionary cost) pada
kedua sumber keuangan
tersebut adalah minimal.
Ketahanan fiskal berkaitan
dengan pengeluaran dan
penerimaan pemerintah
akan terjadi pada tingkat
pengeluaran yang optimum.
Untuk mencapai pengeluaran
yang optimum, pemerintah
dapat mengkombinasikan
kebijakan fiskal dalam satu
koordinasi (syncronization).
Pada kondisi demikian,
variabel pengeluaran, penerimaan dan tingkat inflasi
akan memiliki sifat stasioner
(trend stochastic) bersama
(Sriyana 2007:50).
Terjadinya stasioneritas
bersama antara penerimaan
yang meliputi pajak dan
seigniorage dengan pengeluaran menunjukkan
bahwa pertumbuhan pengeluaran akan diikuti oleh
pertumbuhan penerimaan
pemerintah. Ini berarti bahwa
pemerintah tidak akan
menghadapi peningkatan
defisit anggaran, yang pada
umumnya diatasi dengan
hutang atau printing money.
Data menunjukkan tingkat
pengeluaran pemerintah
Indonesia sebagai implementasi kebijakan fiskal
mengalami pertumbuhan
yang besar. Pada kurun
waktu 1970 –1980 memiliki
rata-rata yang lebih besar
dibandingkan dengan tahun
1981-2002
(Sriyana
2007:53).
Peranan
Pajak
dan
Seigniorage
K e m a n d i r i a n
pembiayaan
anggaran
merupakan faktor penting
dalam pembangunan sebuah negara. Hal itu berkait
erat dengan berbagai
sumber penerimaan pemerintah. Kekurangan dalam
sumber penerimaan pemerintah akan menyebabkan
meningkatnya
hutang
pemerintah untuk membiayai
pengeluarannya. Walaupun
tingkat hutang berhubungan
dengan kebijakan fiskal yang
dilakukan oleh pemerintah,
khususnya tentang fiskal
ekspansif, namun tetap
menjadi masalah dalam
jangka panjang. Fenomena
hutang banyak dialami oleh
negara
yang
sedang
membangun untuk membiayai defisit anggaran,
termasuk Indonesia. Baik
hutang yang berasal dari
dalam negeri maupun hutang
luar negeri, semua memerlukan pengembalian yang
tentu saja akan mengurangi
berbagai sumber keuangan
negara. Apabila komponen
hutang lebih banyak didominasi hutang dalam negeri
dibanding hutang luar negeri,
ini berarti bahwa sumber
pembiayaan defisit anggaran
berasal dari dalam negeri
pula, yang berarti pula bahwa
dampak negatif akan lebih
kecil, serta kemanfaatannya
pun akan dinikmati oleh
masyarakat dalam negari.
Implikasi dari meningkatnya hutang pemerintah
adalah beban pengembalian
pada kemudian hari. Tingkat
beban hutang dapat dilihat
dari nilai debt ratio yang
merupakan nisbah antar
hutang, baik hutang dalam
negeri atau hutang luar negeri
dengan GDP. Beban pereknomian makin besar
apabila nilai debt ratio makin
tinggi. Analisis terhadap
beban hutang ini dapat
digunakan untuk menjelaskan tentang ketahanan
fiskal pada masa berikutnya.
Pertumbuhan hutang akan
memiliki keterkaitan dengan
inflasi, tingkat bunga dan debt
ratio. Oleh karena itu, analisis
mengenainya harus melibatkan berbagai variabel
ekonomi tersebut.
Pada tahun 1996-2006
perkembangan data-data
variabel utama fiskal
Indonesia, yaitu perkembangan
defisit/surplus
anggaran pemerintah menunjukkan kinerja yang tidak
lebih baik. Perkembangan
defisit meningkat tajam pada
era tahun 2000-an, khususnya setelah terjadi krisis
ekonomi pada tahun 1998.
Tingginya defisit tersebut
harus dibiayai dengan
berbagai cara, diantaranya
adalah utang pemerintah.
Tingginya defisit ini tentu
POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 -
5
ISSN 1829-7978
akan sangat berpengaruh
pada berbagai indikator
makroekonomi yang pada
akhirnya akan berpotensi
pada kinerja fiskal.
Hasil analisa yang
dilakukan Sriyana (2007:59)
menjelaskan terjadi hubungan kointegrasi pada set
variabel pengeluaran pemerintah,
pajak
dan
seignioare. Sedangkan pada
set variabel pengeluaran
pemerintah, pajak dan tingkat
harga tidak menunjukkan
terjadinya hubungan kointegrasi. Ini bermakna bahwa
kebijakan fiskal dan moneter
tidak dilakukan dalam satu
kordinasi. Hubungan negatif
antara pajak dan pengeluaran pemerintah menerangkan bahwa peningkatan
pengeluaran tidak diikuti oleh
peningkatan pajak, sedangkan hubungan positif
antara seigniorage dengan
pengeluaran menunjukkan
bahwa seigniorage merupakan sumber hasil yang
penting untuk membiayai
peningkatan pengeluaran
pemerintah. Sedangkan
sumber pajak tidak memiliki
kontribusi yang besar untuk
membiayai peningkatan
pengeluaran pemerintah,
sedangkan seigniorage
memiliki kontribusi yang
besar.
Pendekatan lain yang
berkaitan dengan beban
hutang dapat dilakukan
dengan membuat perbandingan antara pertumbuhan
hutang dan pertumbuhan
ekonomi yang mengambil
sudut pandang kemampuan
membayar beban hutang
tersebut. Ini berarti bahwa
dalam jangka panjang
pemerintah memiliki peningkatan kemampuan membayar hutang relatif lebih rendah
dibandingkan
dengan
peningkatan beban yang
harus dibayar. Atas kebijakan
ini, maka beban telah menjadi
burden dalam perekonomian,
serta perlu untuk dikurangkan
agar kelangsungan kebijakan
fiskal (fiscal sustainability)
dapat bertahan.
Selain itu terjadinya
hubungan kausalitas antara
pajak dan pengeluaran
pemerintah hanya dalam
jangka panjang. Artinya,
peningkatan pajak akan
digunakan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah
pada periode berikutnya,
begitu juga peningkatan
pengeluaran pemerintah
akan meningkatkan penerimaan pajak dalam beberapa tahun berikutnya
SIMPULAN
K e b e r h a s i l a n
pembangunan ekonomi
sangat dipengaruhi oleh
pengelolaan fiskal maupun
moneter, serta berbagai
regulasi yang mengarah
kepada penataan aktivitas
fiskal maupun moneter, serta
berbagai regulasi yang
mengarah kepada penataan
aktivitas ekonomi masyarakat. Pengelolaan fiskal
harus dapat memper-
tahankan fiskal sustainability
maupun fiscal strength agar
dampak kebijakan tersebut
dapat efektif. Langkahlangkah kebijakan fiskal
harus dilengkapi dengan
kebijakan lainnya terutama
untuk pengembalian confidence pelaku ekonomi dan
pembenahan
institusiinstitusi serta penghapusan
hambatan sisi penawaran.
Dengan upaya tersebut
berarti akan terjadi persinggungan antara kebijakan
yang berkaitan dengan faktorfaktor ekonomi dan noeknomi.
Fakta menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan
moneter di Indonesia dilakukan tidak dalam satu
harmonisasi dan sinkronisasi
yang baik. Maka harus
dilakukan peningkatan penerimaan pajak sebagai
sumber penerimaan pemerintah, baik dengan cara
intensifikasi maupun ekstensifikasi. Karena ketahanan
fiskal terancam dalam jangka
panjang, maka peningkatan
pajak sebaiknaya berasal dari
pajak barang konsumtif.
Untuk itu perlu adanya
peningkatan koordinasi
kebijakan fiskal dan moneter
dengan menyelaraskan
tujuan kebijakan untuk
stabilisasi sektor moneter.
Serta peningkatan kualitas
pengelolaan
anggaran
dengan meningkatkan luasan
cakupan alokasi anggaran
(degree of publicness), serta
meningkatkan
alokasi
POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 -
6
ISSN 1829-7978
anggaran
produktif.
untuk
sektor
Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia”,
Jurnal
Ventura, Agusutus Vol 9
No. 2,.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Muhammad, (2006),
”Negara , Pelayanan
Publik dan Perlindungan
Hak Publik dalam Publid
Services”,
Majalah
FORUM, Juni vol. 34. No.
2,.
Asmanto, Priadi dan Komaidi,
(2006),
”Analisis
Komparasi Efektivitas
Kebijakan Moneter dan
Kebjiakan fiskal Jangka
Pendek dan Jangka
Panjang
Dalam
M e m p e n g a r u h i
Simarmata, Djamester A.,
(2007), “Keberlanjutan
Fiskal Di Indonesia”,
Jurnal
Ekonomi
Indonesia, Juni, no. 1.
Hanani, Retna, (2006), ”Atas
Nama Kepentingan Publik
Bernama “Moralitas”
(Perda-Perda Anti Maksiat
Ditinjau
Dari Teori
Kebijakan Publik”, Majalah
FORUM, Juni vol. 34. No.
2.
Sriyana, Jaya, (2007),
“Ketahanan Fiskal Dan
Prestasi Ekonomi: Kasus
Malaysia Dan Indonesia”,
Jurnal
Ekonomi
Indonesia, Juni, no. 1.
Susetyo, Didiek, (2001),
”Reformasi Kebijakan
Fiskal: Pengaruh Defisit
Anggaran
Terhadap
Pertumbuhan Eknomi”,
Jurnal Kajian Bisnis dan
Ekonomi, Vol.3. no. 1.
Triyono dan Utomo, Yuni
Prihadi, (2004), ”Studi
Komparasi Efektivitas
Pengaruh Kebijakan
Fiskal Dan Moneter
Dalam Perekonomian
Indonesia”,
Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, April
Vol. 5, No, 1.a.
POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 7
Download