ISSN 1829-7978 PERANAN PAJAK DAN SEIGNIORAGE TERHADAP KETAHANAN FISKAL Muhammad Tahwin* Abstract Success of the economic development is influenced by fiscal and monetary management with their regulations. Fiscal role is carried out in two basic corridors, fiscal consolidation which is carried out by controlling budget deficit, and strategy of budget funding which is intended to decrease the burden and risk of the government debt. This fact shows that fiscal and monetary policies in Indonesia is not carried out in a good harmony and synchronization. So, increasing of fiscal and monetary policies coordination is needed by synchronizing policies goal to stabilize monetary sectors. The source of government income which derives from tax or seigniorage has important role to increase fiscal endurance. So, it is important for the government to synchronize fiscal and monetary policies by equalizing the increasing of tax and price level. Key Words : Tax, Seigniorage PENDAHULUAN Tujuan pembangunan jangka panjang suatu negara adalah untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh warga negaranya. Namun keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masingmasing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumberdaya, teknologi, efisiensi, budaya, kualitas manusia dan kualitas birokrasi. Selain itu sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan me*Dosen Tetap STIE YPPI Rembang nentukan besarnya peranan pemerintah dalam proses pembangunan serta pola kebijakan yang dilaksanakan Terlepas dari ideologi politik yang dianutnya setiap pemerintahan akan berperan serta dalam mobilisasi dan alokasi sumberdaya-sumberdaya, stabilisasi perekonomian nasional, dan inovasi teknologi. Dalam perkembangannya suatu pemerintahan akan mempunyai peranan yang bervariasi didalam pembangunan yaitu: sebagai stabilisator ekonomi yang merupakan prasyarat pertumbuhan ekonomi, sebagai instrumen hukum dan tatanan, sebagai investor, sebagai sumber pembiayaan pembangunan, sebagai agen perubahan sosial, sebagai kekuatan pendorong bagi keputusan investasi sektor privat, dan sebagai penjaga dari kesejahteraan sosial. Prioritas yang diberikan pada berbagai peran pemerintah yang bermacam-macam tersebut adalah sangat bervariasi sepanjang waktu sesuai dengan perubahan tekanan-tekanan pasar dan perubahan lingkungn bisnis Menurut Guritno Mangkoesoebroto (2001:2) dalam perekonomian modern peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan yaitu: peran alokasi, peran distribusi dan peran stabilisasi. Sedangkan World Bank dalam Triyono dan Utomo, (2004:80) mengemukakan terdapat lima tugas pokok yang menjadi inti dari misi pemerintah yaitu: (1). Membangun suatu landasan hukum (2). Memelihara suatu lingkungan kebijakan yang bersifat tidak mendistorsi, termasuk didalamnya stabilisasi perekonomian secara makro (3). Melakukan investasi dalam layanan-layanan dan infrastruktur sosial (4). POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 1 ISSN 1829-7978 Melindungi kelompok lemah (5). Melindungi lingkungan. Walaupun pentingnya kelima tugas pokok tersebut telah lama dan secara luas diterima, beberapa pandangan baru muncul berkenan dengan tingkat kombinasi yang tepat antara peran pasar dan aktivitas pemerintah di dalam mencapai kelima hal tersebut. Yang terpenting adalah mulai diterimanya bahwa pasar dan pemerintah adalah komplementer. Pemerintah mempunyai peranan penting dalam meletakkan fondasi-fondasi kelembagaan yang tepat bagi pasar. Kredibilitas dari aturan-aturan dan kebijaksanaannya serta konsistensi dalam aplikasinya dapat menjadi sama pentingnya dengan isi dari aturan-aturan dari kebijakan tersebut dalam menarik investasi swasta. Dalam konsep ekonomi dikenal dua kebijakan ekonomi yang utama, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter merupakan pengendalian sektor moneter yang ditujukan untuk mempengaruhi kinerja perekonomian lewat instrumen jumlah uang. Kebijakan pertama dinamakan kebijakan uang ketat, kebijakan ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar, melalui fasilitas kredit perbankan yang sangat selektif. Kebijakan yang kedua adalah kebijakan uang longgar, kebijakan ini dimaksudkan untuk memperbanyak jumlah uang beredar dengan melalui pemberian kredit yang lebih dipermudah. Sedangkan kebijakan fiskal merupakan pengelolaan anggaran pemerintah (budget) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan lewat instrumen penerimaan (pajak) dan pengeluaran pemerintah. Realisasi dari kebijakan fiskal tertuang dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN bertibdak sebagai alat pengatur urutan prioritas pembangunan dengan mempertimbangkan tujuan tujuan yang ingin dicapai oleh usaha pembangunan tersebut.. Sebuah kebijakan tentu tidak hadir sebagai sesuatu yang langsung jadi. Sebuah kebijakan adalah hasil dari sebuah proses politik yang bisa dilatarbelakangi oleh berbagai macam ideal politik yang dianut oleh para pembuat kebijakan (baik eksekutif maupun legeslatif). Persoalannya kemudian yang muncul adalah ketika kebijakan yang dihasilkan menimbulkan kontroversi dan resistensi di dalam masyarakat. Kontroversi dan resistensi ini muncul lebih disebabkan karena kebijakan yang dihasilkan dianggap hanya memuat kepentingankepentingan particular (khusus, spesifik) dari sipembuat kebijakan. Padahal kebijakan yang dihasilkan akan digunakan untuk mengatur kepentingan rakyat. Di negara maju, kebijakan fiskal merujuk pada ukuran-ukuran yang diambil pemerintah untuk menstabilkan perekonomiannya pada tingkat pengerjaan dan out put yang tinggi melalui perpajakan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal memiliki berbagai tujuan dalam menggerakkan aktivitas ekonomi negara, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga serta pemerataan pendapatan. Namun demikian, dampak kebijakan fiskal kepada aktivitas ekonomi negara sangatlah luas. Pelaksanaan kebijakan fiskal akan membawa pengaruh pada perubahan berbagai indikator ekonomi lainnya. Dimana dampak kebijakan fiskal pada pertumbuhan ekonomi diharapkan selalu positif, sedangkan dampak pada inflasi diharapkan negatif. Namun secara teori, kebijakan fiskal ekspansif yang dilakukan dengan peningkatan sumber pajak, sebagai sumber keuangan utama pemerintah, akan mengakibatkan peningkatan defisit anggaran (Sriyana, 2007:48) POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 2 ISSN 1829-7978 Sebagaimana negara yang sedang membangun, pada umumnya, kebijakan fiskal yang dilaksanakan Indonesia adalah kebijakan fiskal ekspansif dengan instrumen anggaran defisit. Hal penting yang perlu dikaji adalah dampak defisit anggaran ini, karena akan memiliki pengaruh yang berantai pada berbagai variabel makro ekonomi. Masalah pertama yang perlu dikaji adalah bagaimana pemerintah memenuhi pembiayaan untuk mengatasi defisit anggaran (method of financing) tersebut. Secara teori, ada dua metode yang biasa dianut oleh pemerintah yaitu, cara pembiayaan dengan penambahan uang (printing money) dan pembiayaan dengan utang (debt). Kedua metode pembiayaan tersebut akan memiliki dampak yang penting terhadap ekonomi, baik dampak positif atau negatif. Metode penambahan uang dalam ekonomi akan menimbulkan permasalahan yaitu meningkatnya tingkat harga barang dan jasa, sehingga akan menyebabkan peningkatan inflsi. Pembiayaan defisit anggaran dengan cara penambahan uang beredar juga akan memiliki dampak pada semakin meningkatnya permintaan uang oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya penuru-nan nilai uang dalam ekonomi. Dengan kata lain, masyarakat perlu menambah uang untuk pengeluarannya. Dengan demikian, pembiayaan defisit anggaran oleh pemerintah dengan cara menambah uang dalam ekonomi dapat meningkatkan jumlah penerimaan pemerintah. Sumber peningkatan jumlah penerimaan pemerintah dari penambahan uang inilah yang dikatakan sebagai seigniorage. Sumber penerimaan pemerintah baik dari pajak maupun seigniorage memiliki peranan penting untuk meningkatkan ketahanan fiskal. Namun demikian, terjadinya sumber penerimaan dari seigniorage yang berlebihan juga menunjukkan terlalu bergejolaknya sektor moneter. Jika hal ini terjadi dapat menimbulkan beban yang berlebihan untuk masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu pula menyelaraskan kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan untuk menyeimbangkan peningkatan pajak dan tingkat harga yang terjadi. Tulisan ini bermaksud untuk menguraikan bagaimana pentingnya peranan pajak dan seigniorage terhadap ketahanan fiskal Indoneisia dengan berdasar pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan bebarapa ahli. Dampak Anggaran Belanja Indonesia merupakan satu negara yang relatif belum sukses mengatasi dampak negatif krisis, baik dengan kebijakan fiskal maupun moneter. Bahkan dalam jangka panjang masih memiliki beban hutang yang cukup besar. Selain itu, kebijakan moneter yang dilakukan juga belum memberikan dampak yang signifikan terhadap perbaikan kegiatan ekonomi disektor riil. Upaya reformasi kebijakan fiskal sering dilakukan agar perekonomian berjalan pada jalur yang benar (on the traack), namun hasilnya lain oleh karena pengaruh kebijkan non ekonomi relatif lebih dominan. Bambang Soedibyo mengemukakan agar defisit anggaran dengan kebijakan fiskal yang sehat, kredibel dan berkesinambungan yang artinya defisit APBN dapat ditekan menjadi satu atau dua persen dari PDB dapat dicapai dengan beberapa alternatif yaitu pertama, mengupayakan penerimaan dalam negeri dapat ditingkatkan, kedua melakukan rencana ketergantungan pada hutang luar negeri terus berkurang dan ketiga menekan pengeluaran negara dengan jalan melalui skala prioritas tinggi. Alternatif pertama merupakan salah satu kunci keberhasilan kebijakan fiskal karena POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 3 ISSN 1829-7978 menjadi barometer kemampuan negara dalam merealisasikan secara optimal dari potensi atau kapasitas sumber-sumber penerimaan negara (Susetyo, 2001). Berkaitan dengan hal tersebut Snyder melakukan penelitian untuk mengetahui dampak anggaran belanja terhadap pertumbuhan dan kestabilan ekonomi Indonesia selama periode waktu 19691983. Ia berhasil menunjukkan bahwa pengaruh total anggaran belanja pemerintah merupakan faktor utama dalam pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selama periode 19691983 secara rata-rata anggaran belanja pemerintah menyumbang sekitar setengah dari laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia. Hal ini berarti bahwa tanpa pengaruh perluasan anggaran belanja pemerintah, laju pertumbuhan pendapatan nasional bruto (GDP) hanya akan mencapai setengah dari laju pertumbuhan yang sesungguhnya terjadi. Selain itu Snyder juga menyatakan bahwa fluktuasi murni perekonomian akan lebih tajam daripada yang sesungguhnya terjadi jika perekonomian bekerja tanpa pengaruh anggaran belanja pemerintah. Sedangkan Barro menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi pemerintah memiliki pengaruh negatif baik terhadap pertumbuhan ekonomi maupun investasi. Menurutnya konsumsi pemerintah tidak memiliki efek langsung pada produktivitas sektor swasta, tetapi menurunkan tabungan dan pertumbuhan melalui pajak dan program-program pengeluaran pemerintah. Sementara Arief menyakinkan mengenai keunggulan tingkat pertumbuhan pengeluaran pemerintah dalam menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode 1968-1988 (Triyono dan Utomo, 2004:80). Stasioneritas Pajak dan Seigniorage Menurut pandangan Keynes stabilisasi ekonomi diperlukan melalui kebijakan fiskal. Hal ini disebabkan karena tanpa campur tangan pemerintah dikhawatirkan perekonomian akan mengalami kegagalan pasar (market failure). Apabila perekonomian sepenuhnya diatur dan dijalankan oleh mekanisme pasar bebas, maka bukan saja perekonomian tidak selalu mencapai tingkat kesempatan kerja penuh akan tetapi juga kestabilan ekonomi tidak dapat diwujudkan. Kebijakan fiskal dalam perekonomian dituangkan dalam bentuk besaranbesaran yang tercantum pada dua sisi yaitu penerimaan dan belanja pemeintah. Secara simultan fungsi fiskal bertujuan untuk untuk menciptakan kondisi makroekonomi secara kondusif dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, penciptaan tenaga kerja yang sekaligus menekan jumlah pengganguran, pengendalian tingkat inflasi, dan mendorong distribusi pendapatan yang semakin merata (Susetyo, 2001). Bentuk-bentuk kebijakan fiskal yang bertujuan menstabilkan kegiatan ekonomi dapat dicapai dengan melakukan perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan perubahan dalam penerimaan pemerintah seperti pajak. Kebijakan fiskal dengan menambah pengeluaran pemerintah akan membawa implikasi pada kegiatan ekonomi dan harga, baik yang dibiayai dengan pinjaman dari masyarakat maupun pinjaman dari bank sentral. Demikian juga kebijakan fiskal dengan menurunkan pajak dapat dilakukan dengan mengurangi sejumlah tertentu pajak yang dibayar oleh individu dan menurunkan persentase pajak yang harus dibayar. Sebaliknya efek kebijakan fiskal dengan mengurangi pengeluaran pemerintah dan menaikan pajak dapat mengerem laju defisit anggaran yang besar tetapi kegiatan ekonomi akan bersifat kontraktif. Ketahanan fiskal sebuah negara dapat dicapai dengan POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 4 ISSN 1829-7978 mengoptimalkan penerimaan dari sumber pajak dan seignioare. Kedua sumber keuangan tersebut akan optimal jika biaya (distortionary cost) pada kedua sumber keuangan tersebut adalah minimal. Ketahanan fiskal berkaitan dengan pengeluaran dan penerimaan pemerintah akan terjadi pada tingkat pengeluaran yang optimum. Untuk mencapai pengeluaran yang optimum, pemerintah dapat mengkombinasikan kebijakan fiskal dalam satu koordinasi (syncronization). Pada kondisi demikian, variabel pengeluaran, penerimaan dan tingkat inflasi akan memiliki sifat stasioner (trend stochastic) bersama (Sriyana 2007:50). Terjadinya stasioneritas bersama antara penerimaan yang meliputi pajak dan seigniorage dengan pengeluaran menunjukkan bahwa pertumbuhan pengeluaran akan diikuti oleh pertumbuhan penerimaan pemerintah. Ini berarti bahwa pemerintah tidak akan menghadapi peningkatan defisit anggaran, yang pada umumnya diatasi dengan hutang atau printing money. Data menunjukkan tingkat pengeluaran pemerintah Indonesia sebagai implementasi kebijakan fiskal mengalami pertumbuhan yang besar. Pada kurun waktu 1970 –1980 memiliki rata-rata yang lebih besar dibandingkan dengan tahun 1981-2002 (Sriyana 2007:53). Peranan Pajak dan Seigniorage K e m a n d i r i a n pembiayaan anggaran merupakan faktor penting dalam pembangunan sebuah negara. Hal itu berkait erat dengan berbagai sumber penerimaan pemerintah. Kekurangan dalam sumber penerimaan pemerintah akan menyebabkan meningkatnya hutang pemerintah untuk membiayai pengeluarannya. Walaupun tingkat hutang berhubungan dengan kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya tentang fiskal ekspansif, namun tetap menjadi masalah dalam jangka panjang. Fenomena hutang banyak dialami oleh negara yang sedang membangun untuk membiayai defisit anggaran, termasuk Indonesia. Baik hutang yang berasal dari dalam negeri maupun hutang luar negeri, semua memerlukan pengembalian yang tentu saja akan mengurangi berbagai sumber keuangan negara. Apabila komponen hutang lebih banyak didominasi hutang dalam negeri dibanding hutang luar negeri, ini berarti bahwa sumber pembiayaan defisit anggaran berasal dari dalam negeri pula, yang berarti pula bahwa dampak negatif akan lebih kecil, serta kemanfaatannya pun akan dinikmati oleh masyarakat dalam negari. Implikasi dari meningkatnya hutang pemerintah adalah beban pengembalian pada kemudian hari. Tingkat beban hutang dapat dilihat dari nilai debt ratio yang merupakan nisbah antar hutang, baik hutang dalam negeri atau hutang luar negeri dengan GDP. Beban pereknomian makin besar apabila nilai debt ratio makin tinggi. Analisis terhadap beban hutang ini dapat digunakan untuk menjelaskan tentang ketahanan fiskal pada masa berikutnya. Pertumbuhan hutang akan memiliki keterkaitan dengan inflasi, tingkat bunga dan debt ratio. Oleh karena itu, analisis mengenainya harus melibatkan berbagai variabel ekonomi tersebut. Pada tahun 1996-2006 perkembangan data-data variabel utama fiskal Indonesia, yaitu perkembangan defisit/surplus anggaran pemerintah menunjukkan kinerja yang tidak lebih baik. Perkembangan defisit meningkat tajam pada era tahun 2000-an, khususnya setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998. Tingginya defisit tersebut harus dibiayai dengan berbagai cara, diantaranya adalah utang pemerintah. Tingginya defisit ini tentu POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 5 ISSN 1829-7978 akan sangat berpengaruh pada berbagai indikator makroekonomi yang pada akhirnya akan berpotensi pada kinerja fiskal. Hasil analisa yang dilakukan Sriyana (2007:59) menjelaskan terjadi hubungan kointegrasi pada set variabel pengeluaran pemerintah, pajak dan seignioare. Sedangkan pada set variabel pengeluaran pemerintah, pajak dan tingkat harga tidak menunjukkan terjadinya hubungan kointegrasi. Ini bermakna bahwa kebijakan fiskal dan moneter tidak dilakukan dalam satu kordinasi. Hubungan negatif antara pajak dan pengeluaran pemerintah menerangkan bahwa peningkatan pengeluaran tidak diikuti oleh peningkatan pajak, sedangkan hubungan positif antara seigniorage dengan pengeluaran menunjukkan bahwa seigniorage merupakan sumber hasil yang penting untuk membiayai peningkatan pengeluaran pemerintah. Sedangkan sumber pajak tidak memiliki kontribusi yang besar untuk membiayai peningkatan pengeluaran pemerintah, sedangkan seigniorage memiliki kontribusi yang besar. Pendekatan lain yang berkaitan dengan beban hutang dapat dilakukan dengan membuat perbandingan antara pertumbuhan hutang dan pertumbuhan ekonomi yang mengambil sudut pandang kemampuan membayar beban hutang tersebut. Ini berarti bahwa dalam jangka panjang pemerintah memiliki peningkatan kemampuan membayar hutang relatif lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan beban yang harus dibayar. Atas kebijakan ini, maka beban telah menjadi burden dalam perekonomian, serta perlu untuk dikurangkan agar kelangsungan kebijakan fiskal (fiscal sustainability) dapat bertahan. Selain itu terjadinya hubungan kausalitas antara pajak dan pengeluaran pemerintah hanya dalam jangka panjang. Artinya, peningkatan pajak akan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pada periode berikutnya, begitu juga peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan penerimaan pajak dalam beberapa tahun berikutnya SIMPULAN K e b e r h a s i l a n pembangunan ekonomi sangat dipengaruhi oleh pengelolaan fiskal maupun moneter, serta berbagai regulasi yang mengarah kepada penataan aktivitas fiskal maupun moneter, serta berbagai regulasi yang mengarah kepada penataan aktivitas ekonomi masyarakat. Pengelolaan fiskal harus dapat memper- tahankan fiskal sustainability maupun fiscal strength agar dampak kebijakan tersebut dapat efektif. Langkahlangkah kebijakan fiskal harus dilengkapi dengan kebijakan lainnya terutama untuk pengembalian confidence pelaku ekonomi dan pembenahan institusiinstitusi serta penghapusan hambatan sisi penawaran. Dengan upaya tersebut berarti akan terjadi persinggungan antara kebijakan yang berkaitan dengan faktorfaktor ekonomi dan noeknomi. Fakta menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia dilakukan tidak dalam satu harmonisasi dan sinkronisasi yang baik. Maka harus dilakukan peningkatan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah, baik dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Karena ketahanan fiskal terancam dalam jangka panjang, maka peningkatan pajak sebaiknaya berasal dari pajak barang konsumtif. Untuk itu perlu adanya peningkatan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter dengan menyelaraskan tujuan kebijakan untuk stabilisasi sektor moneter. Serta peningkatan kualitas pengelolaan anggaran dengan meningkatkan luasan cakupan alokasi anggaran (degree of publicness), serta meningkatkan alokasi POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 6 ISSN 1829-7978 anggaran produktif. untuk sektor Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, Jurnal Ventura, Agusutus Vol 9 No. 2,. DAFTAR PUSTAKA Adnan, Muhammad, (2006), ”Negara , Pelayanan Publik dan Perlindungan Hak Publik dalam Publid Services”, Majalah FORUM, Juni vol. 34. No. 2,. Asmanto, Priadi dan Komaidi, (2006), ”Analisis Komparasi Efektivitas Kebijakan Moneter dan Kebjiakan fiskal Jangka Pendek dan Jangka Panjang Dalam M e m p e n g a r u h i Simarmata, Djamester A., (2007), “Keberlanjutan Fiskal Di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Indonesia, Juni, no. 1. Hanani, Retna, (2006), ”Atas Nama Kepentingan Publik Bernama “Moralitas” (Perda-Perda Anti Maksiat Ditinjau Dari Teori Kebijakan Publik”, Majalah FORUM, Juni vol. 34. No. 2. Sriyana, Jaya, (2007), “Ketahanan Fiskal Dan Prestasi Ekonomi: Kasus Malaysia Dan Indonesia”, Jurnal Ekonomi Indonesia, Juni, no. 1. Susetyo, Didiek, (2001), ”Reformasi Kebijakan Fiskal: Pengaruh Defisit Anggaran Terhadap Pertumbuhan Eknomi”, Jurnal Kajian Bisnis dan Ekonomi, Vol.3. no. 1. Triyono dan Utomo, Yuni Prihadi, (2004), ”Studi Komparasi Efektivitas Pengaruh Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Perekonomian Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, April Vol. 5, No, 1.a. POTENSIO Volume 9 No. 1 Juli 2008 - 7